27
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dalam era otonomi daerah ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini berarti, idealnya pelaksanaan otonomi daerah harus mampu mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat, daerah menjadi lebih mandiri, yang salah satunya diindikasikan dengan meningkatnya kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) dalam hal pembiayaan daerah. Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan secara maksimal khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tentu saja dalam koridor peraturan perundang- undangan yang berlaku, termasuk diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah yang menjadi unsur PAD yang utama. KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 1

Paper Keuda

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Paper Keuda

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Dalam era otonomi daerah ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih

besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini

berarti, idealnya pelaksanaan otonomi daerah harus mampu mengurangi

ketergantungan terhadap pemerintah pusat, daerah menjadi lebih mandiri,

yang salah satunya diindikasikan dengan meningkatnya kontribusi

pendapatan asli daerah (PAD) dalam hal pembiayaan daerah. Pemerintah

Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan secara

maksimal khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan

pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli

Daerah (PAD). Tentu saja dalam koridor peraturan perundang-undangan

yang berlaku, termasuk diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi

daerah yang menjadi unsur PAD yang utama.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat

melaksanakan otonomi khususnya yang berasal dari pajak daerah dan

retribusi daerah, Pemerintah menetapkan berbagai kebijakan perpajakan

daerah, diantaranya dengan menetapkan UU No.28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali

atas UU No.34 Tahun 2000 dan UU No.18 Tahun 1997. UU No.28 Tahun

2009 yang baru saja disahkan oleh DPR pada 18 Agustus 2009 lalu

diharapkan dapat lebih mendorong peningkatan pelayanan kepada

masyarakat dan kemandirian daerah. Dalam UU tersebut, pajak daerah dan

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 1

Page 2: Paper Keuda

retribusi daerah menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang penting

guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah sehingga terdapat

perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah serta adanya pemberian

diskresi (keleluasaan) dalam penerapan tarif. Kebijakan pajak daerah dan

retribusi daerah untuk kemudian dilaksanakan berdasarkan prinsip

demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan

akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah.

Pajang Daerah yang merupakan salah satu jenis dari Pendapatan Asli

daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib Kepala

Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. (UU 28 Tahun 2009).

Pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah (dalam hal ini dilakukan

oleh Dinas Pendapatan Daerah / Dispenda) yang digunakan untuk

membiayai rumah tangga pemerintah daerah dan tercantum dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Besaran dan bentuk

pajak daerah ditetapkan dengan Undang-undang dan diperjelas melalui

Peraturan Daerah (Perda).

Pajak merupakan iuran masyarakat kepada pemerintah (yang dapat

dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

peraturan- dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat

ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran umum berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan.

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 2

Page 3: Paper Keuda

Dilihat dari perspektif ekonomi pajak dapat dipahami sebagai beralihnya

sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini

memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi

menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam

menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa.

Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan daerah dalam penyediaan

barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.

Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum merupakan suatu

perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan

timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah

penghasilan tertentu kepada negara, Negara mempunyai kekuatan untuk

memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk

penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini

memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-

undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi pengumpul

pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.

Karena itulah, Pemerintah mengatur tentang ketentuan pajak daerah ke

dalam Undang-Undang tentang Pajak dan retribusi Daerah, yang dalam

perkembangannya telah mengalami beberapa kali perubahan. Dalam era

otonomi daerah, berlaku UU No. 18 tahun 1997 yang kemudian dirubah

dengan UU No. 34 tahun 200, dan selanjutnya perkembangan terakhir terbit

UU terbaru yang mengatur tentang Pajak dan Retribusi Daerah, yaitu

melalui UU No. 28 Tahun 2009.

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 3

Page 4: Paper Keuda

Terdapat perubahan ketentuan dalam mekanisme pemungutan Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah menurut UU No. 28 tahun 2009, salah satunya yang

paling mendasar yaitu bersifat closed-list yang artinya daerah tidak

diperkenankan untuk memungut pajak dan retribusi diluar dari jenis yang

telah ditetapkan melaui undang-undang. Hal ini ditanggapi berbeda oleh

setiap daerah, karena sifat closed-list tentu saja membatasi daerah didalam

menggali pendapatan dari sector pajak dan retribusi, karena tentu saja aka

nada jenis pajak dan retribusi daerah yang selama ini sudah dipungut,

terpaksa harus dihilangkan karena tidak sesuai dengan jenis pajak dan

retribusi yang ditentukan di dalam Undang-undang.

Tujuan dan kebijakan dari UU No.28 tahun 2009 :

Tabel. 1.1

No. TUJUAN STRATEGI KEBIJAKAN

1 Memperbaiki Sistim Pemungutan

Membatasi jenis pungutan daerah

CLOSED-LIST

2 Penguatan Local Taxing Power

Memperluas basispungutan daerah

1. MEMPERLUAS OBJEK2. MENAMBAH JENIS3. MENAIKKAN TARIF

MAKSIMUM4. DISKRESI PENETAPAN TARIF

3 Meningkatkan efektivitas Pengawasan

Mengubah sistimpengawasan

1. PENGAWASAN PREVENTIF DAN KOREKTIF

2. SANKSI4 Memperbaiki

Sistim PengelolaanMeningkatkankualitas penggunaanhasil pajak daerah

1. MEMPERBAIKI BAGI HASIL PAJAK

2. MEMPERTEGAS EARMARKING

3. MEMPERBAIKI SISTIM INSENTIF PEMUNGUTAN

Jenis Pajak Daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah

berdasarkan UU. 28 Tahun 2009 :

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 4

Page 5: Paper Keuda

Tabel. 1.2

PAJAK DAERAH

PROVINSI KABUPATEN/KOTA

1. Pajak Kendaraan Bermotor

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

4. Pajak Air Permukaan

5. Pajak Rokok

1. Pajak Hotel

2. Pajak Restoran

3. Pajak Hiburan

4. Pajak Reklame

5. Pajak Penerangan Jalan

6. Pajak Parkir

7. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

8. Pajak Air Tanah

9. Pajak Sarang Burung Walet

10. PBB Perdesaan & Perkotaan

11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan

Pengenaan tarif Pajak Daerah Kota Pontianak :

Tabel 1.3

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 5

No.

Jenis Pajak

Tarif Maksimum

s/d tahun 2010 UU No. 8/2009

1 Pajak Hotel 10% 10%

2 Pajak Restoran 10% 10%

3 Pajak Hiburan 35% 75%

4 Pajak Reklame 25% 25%

5 Pajak Penerangan Jalan 10% 10%

6 Pajak Parkir 20% 20%

7 Pajak Air Tanah - 20%

8 Pajak Sarang Burung Walet - 10%

9 BPHTB - 5%

10 PBB Pedesaan dan Perkotaan - 0,3%

Page 6: Paper Keuda

1.2. Permasalahan

Bagaimanakah perkembangan Pajak Kota Pontianak dari tahun 2007 s/d

Tahun 2009 dan pengaruh penerimaaan Pajak Daerah Kota Pontianak

dengan berlakunya UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah yang bersifat closed list?

1.3. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui perkembangan Pajak Kota Pontianak dari Tahun 2007

s/d tahun 2009 dan potensinya setelah terbitnya UU no. 28 tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 6

Page 7: Paper Keuda

II. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

2.1. Gambaran Umum Kota Pontianak

Kota Pontianak merupakan Ibukota Propinsi Kalimantan Barat yang terdiri

dari 6 (enam) kecamatan dan terbagi menjadi 29 (dua puluh sembilan)

kelurahan dengan luas 107,82 km. Kota Pontianak terletak di antara garis 0

02' 24" - 0 01' 37" Lintang Selatan dan 109 16' 25" - 109 23' 04" Bujur

Timur. Wilayah Kota Pontianak di sebelah utara berbatasan dengan

Kecamatan Pontianak Utara, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan

Pontianak Timur, sebelah barat berbatasan Kecamatan Pontianak Barat

sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pontianak

Selatan. Kota Pontianak juga dikenal dengan nama Khun Tien (坤甸) oleh

etnis Tionghoa di Pontianak.

Terkenal sebagai Kota Khatulistiwa karena dilalui garis lintang nol derajat

bumi. Di bagian Utara, tepatnya di Kecamatan Siantan, terdapat monumen

atau Tugu Khatulistiwa yang dibangun pada tempat yang tepat dilalui garis

lintang nol derajat bumi. Selain itu Kota Pontianak juga dilalui Sungai

Kapuas yang adalah sungai terpanjang di Indonesia. Sungai Kapuas

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 7

Page 8: Paper Keuda

membelah Kota Pontianak, simbolnya diabadikan sebagai lambang Kota

Pontianak.

Sebagian besar perekonomian kota Pontianak bertumpu pada industri,

pertanian, dan perdagangan. Di sektor pertanian, Kota Pontianak memiliki

beberapa komoditi unggulan. Tanaman pangan tersebut meliputi tanaman

padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi rambat, kacang tanah, ubi

kayu, Ubi Rambat, tanaman jagung. Khusus untuk tanaman sayursayuran,

tampak bahwa tanaman kangkung, petsai/sawi dan bayam merupakan

komoditi yang dominan. Tanaman buah-buahan yang ada di Kota

Pontianak antara lain nangka/cempedak, pisang, nanas, alpokat, jambu air,

dan duku/langsat.

Di sektor industri, Jumlah unit usaha industri, tenaga kerja, besarnya nilai

investasi dan nilai penjualan dari sentra industri kecil jenis Industri Hasil

Pertanian dan Kehutanan (IHPK) terlihat bahwa sentra industri kecil jenis

IHPK terbanyak adalah usaha industri makanan ringan yang terpusat di

Kelurahan Sungai Bangkong. Sedangkan industri anyaman keladi air

terletak di Tanjung Hulu, Pontianak Timur.

Perdagangan merupakan salah satu usaha yang berkembang pesat di Kota

Pontianak. Perdagangan modern mulai berkembang pada awal tahun 2000,

dengan berdirinya Matahari Mal di Pontianak Kota. Pusat perbelanjaan

modern mulai dibangun di berbagai sudut kota, seperti Mal Pontianak

(Pontianak Selatan), Mal Gajah Mada (Pontianak Selatan), dan Mega Mal

A Yani (Pontianak Selatan). Berbagai perusahaan retail nasional mulai

mendirikan usahanya di Pontianak.

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 8

Page 9: Paper Keuda

Pariwisata Kota Pontianak didukung oleh keanekaragaman budaya

penduduk Pontianak, yaitu Dayak, Melayu, dan Tionghoa. Suku Dayak

memiliki pesta syukur atas kelimpahan panen yang disebut Naik Dango dan

masyarakat Tionghoa memiliki kegiatan pesta tahun baru Imlek dan

perayaan sembahyang kubur (Cheng Beng atau Kuo Ciet) yang memiliki

nilai atraktif turis.

2.2. Pajak Daerah Kota Pontianak

Jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Kota Pontianak (Pemkot)

sampai dengan Tahun 2010 adalah :

1). Pajak Hotel;

2). Pajak Restoran;

3). Pajak Hiburan;

4). Pajak Reklame;

5). Pajak Penerangan Jalan ;

6). Pajak Parkir.

Sedangkan jenis pajak yang akan dipungut oleh Pemkot Pontianak setelah

berlakunya UU.28/2009 yaitu :

1). Pajak Hotel;

2). Pajak Restoran;

3). Pajak Hiburan;

4). Pajak Reklame;

5). Pajak Penerangan Jalan;

6). Pajak Parkir;

7). Pajak Air Tanah;

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 9

Page 10: Paper Keuda

8). Pajak Sarang Burung Walet;

9). Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan;

10). Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Dari ketetapan UU No.28/2009, ada 11 (sebelas) jenis Pajak Daerah yang

dapat dipungut oleh Kabupaten/Kota, maka 1 (satu) jenis Pajak Daerah

yang tidak dipungut oleh Pemkot Pontianak adalah jenis Pajak Mineral

Bukan Logam dan Batuan. Dan terdapat penambahan 4 (empat) jenis Pajak

Daerah yang akan dipungut yaitu : (1). Pajak Air Tanah; (2). Pajak Sarang

Burung Walet; (3). Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan;dan

(4). Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).

2.3. Realisasi Pajak Daerah Kota Pontianak dari Tahun 2007 – 2009.

Tabel 2.1

Jenis Pajak RealisasiTahun

2007 2008 2009

Pajak Daerah 32,876,483,036.

00 35,970,187,660.

00 43,504,173,896.

00

Pajak Hotel 6,097,000,000.

00 4,245,434,085.

00 5,173,647,587.

00

Pajak Restoran 5,455,000,000.

00 8,163,201,716.

00 9,711,892,375.

00

Pajak Hiburan 1,875,500,000.

00 2,371,314,593.

00 3,089,426,889.

00

Pajak Reklame 2,500,000,000.

00 3,797,737,625.

00 4,775,296,223.

00

Pajak Penerangan Jalan 16,228,983,036.

00 16,391,601,040.

00 19,523,375,132.

00

Pajak Parkir 500,000,000.

00 726,899,180.

00 705,050,740.

00

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 10

Page 11: Paper Keuda

Tunggakan Pajak 200,000,000.

00 226,406,530.

00 458,735,388.

00

Denda Pajak 20,000,000.

00 47,592,891.

00 66,749,562.

00

Jumlah 32,876,483,036.00 35,970,187,660.00 43,504,173,896.00

Dari tabel di atas, tampak bahwa realisasi penerimaan Pajak Kota

Pontianak terus bertambah yaitu dari Tahun 2007 ke Tahun 2008 sebesar

9 %, dan dari tahun 2008 ke tahun 2009 sebesar 17%, dengan rata-rata

sebesar 12,96%. Hal ini menunjukkan potensi penerimaan dari sektor pajak

daerah semakin meningkat.

2.4. Kontribusi dan Pertumbuhan Perjenis Pajak Terhadap Total Pajak Daerah

Kota Pontianak dari Tahun 2007 – 2009

Tabel 2.2

Jenis Pajak KontribusiTahun

2007 2008 2009 Rata-rata

Pajak Daerah

Pajak Hotel 18.55% 11.80% 11.89% 14.08% 1.13Pajak Restoran 16.59% 22.69% 22.32% 20.54% 1.64Pajak Hiburan 5.70% 6.59% 7.10% 6.47% 0.52Pajak Reklame 7.60% 10.56% 10.98% 9.71% 0.78Pajak Penerangan Jalan 49.36% 45.57% 44.88% 46.60% 3.73Pajak Parkir 1.52% 2.02% 1.62% 1.72% 0.14Tunggakan Pajak 0.61% 0.63% 1.05% 0.76% 0.06Denda Pajak 0.06% 0.13% 0.15% 0.12% 0.01

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 11

Page 12: Paper Keuda

Jumlah 100.00% 100.00% 100.00%

12.50%

Dilihat dari kotribusinya terhadap total pajak daerah maka yang

memberikan kontribusi paling tinggi hingga yang terendah sebagai berikut :

(1). Pajak Penerangan Jalan dengan rata-rata sebesar 46,60%; (2). Jenis

Pajak Restoran sebesar 20,54%; (3). Jenis Pajak Hotel sebesar 14,08%; (4).

Jenis Pajak Reklame sebesar 9,71%; (5). Jenis Pajak Hiburan sebesar

6,47%; dan (6). Jenis Pajak Parkir sebesar 1,72%.

Tabel 2.3

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 12

Jenis Pajak Pertumbuhan

2008 2009 Rata-rata

Pajak Daerah 9.41% 20.95% 15.18%

Pajak Hotel -30.37% 21.86% -4.25% -0.28Pajak Restoran 49.65% 18.97% 34.31% 2.26Pajak Hiburan 26.44% 30.28% 28.36% 1.87Pajak Reklame 51.91% 25.74% 38.83% 2.56Pajak Penerangan Jalan

1.00% 19.11% 10.05% 0.66

Pajak Parkir 45.38% -3.01% 21.19% 1.40Tunggakan Pajak 13.20% 102.62% 57.91% 3.82Denda Pajak 137.96% 40.25% 89.11% 5.87

Page 13: Paper Keuda

Dari segi pertumbuhan dapat kita lihat bahwa Pajak yang memiliki rata-rata

pertumbuhan tertinggi yaitu Pajak reklame sebesar 38,83% dan yang

memiliki rata-rata pertumbuhan terendah yaitu Pajak Hotel sebesar -4,25%.

Penurunan tingkat pertumbuhan ini disebabkan turunnya realisasi pajak

dari tahun 2007 ke tahun 2008;

Pajak Penerangan Jalan dari Tahun 2007 s/d Tahun 2009 memberikan

kontribusi yang paling tinggi terhadap penerimaan daerah dari sektor pajak,

yang selanjutnya diikuti oleh Pajak Hotel dan Pajak Restoran pada urutan

ke dua dan kedua dan ketiga secara bergantian dari Tahun 2007 s/d tahun

2009;

Meskipun pertumbuhannya yang menurun, namun Pajak Hotel memberikan

kontribusi yang cukup tinggi terhadap penerimaan Pajak Daerah karena

masuk dalam urutan 3 teratas dari jumlah kontribusi yang diberikan;

2.5. Analisis OVERLAY Pajak Kota Pontianak dari Tahun 2007 s/d Tahun

2009

KLASIFIKASI ANALISIS OVERLAY

POTENSIAL

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 13

DXi ≥ 1 (Tinggi)DX

PRIMA

Xi < 1 (Rendah)X

Xi ≥ 1 (Tinggi)X

KONTRIBUSI

PERTUMBUHAN

BERKEMBANG

Page 14: Paper Keuda

Tabel 2.4

Jenis Pajak Kontribusi Pertumbuhan KlasifikasiRata-rata Rata-rata

Pajak Daerah 15.18%

Pajak Hotel 14.08%

1.13 -4.25% -0.28 POTENSIAL

Pajak Restoran 20.54%

1.64 34.31% 2.26 PRIMA

Pajak Hiburan 6.47% 0.52 28.36% 1.87 BERKEMBANGPajak Reklame 9.71% 0.78 38.83% 2.56 BERKEMBANGPajak Penerangan Jalan 46.60

%3.73 10.05% 0.66 POTENSIAL

Pajak Parkir 1.72% 0.14 21.19% 1.40 BERKEMBANGTunggakan Pajak 0.76% 0.06 57.91% 3.82 BERKEMBANGDenda Pajak 0.12% 0.01 89.11% 5.87 BERKEMBANG

Jumlah 12.50%

Dari Hasil analisis OVERLAY , Pajak Kota Pontianak dari Tahun 2007-

2009 dapat dikategorikan: (1). PRIMA yaitu Pajak Restoran; (2).

BERKEMBANG yaitu Pajak Hiburan,Pajak Reklame dan Pajak Parkir; (3).

POTENSIAL yaitu Pajak Hotel dan Pajak Penerangan Jalan. Dan tidak ada

yang berada pada kategori TERBELAKANG.

2.6. Potensi Jenis Pajak Baru

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 14

DXi ≥ 1 (Rendah)DX

TERBELAKANGPOTENSIAL

Page 15: Paper Keuda

Dinas Pendapatan Daerah Kota Pontianak mengajukan beberapa item pajak

baru dalam rancangan peraturan daerah tentang Pajak dan Retribusi Daerah

Kota Pontianak, diantaranya:

1). Pajak Air Tanah

Di Kota Pontianak pajak ini dianggap tidak potensial. Berbeda dengan

Jakarta, yang sebagian besar warganya menggunakan air tanah. Namun,

Dispenda memandang perlu memasukannya dalam raperda untuk

mengantisipasi kedepannya dikarenakan penggunaan PDAM tidak lagi

mencakup seluruh wilayah Kota Potianak.

2) Pajak Sarang Burung Walet

Selama ini budidaya walet tidak pernah ditarik pajak, padahal lokasi

budidaya walet cukup banyak di Kota Pontianak. Dalam raperda

diajukan pajak budidaya walet sebesar 10 persen dari omset. Pajak izin

mendirikan bangunan pun untuk walet belum pernah dikeluarkan,

namun dengan diajukannya raperda tentang pajak dan retribusi daerah,

usaha budidaya walet akan dievaluasi lebih lanjut.

3) BPHTB, selama ini pajak dikelola pusat. Namun berdasarkan undang-

undang terbaru, pemerintah daerah bisa menarik pajak ini.

4) PBB, untuk jenis pajak ini juga direncanakan untuk dimasukkan ke

dalam raperda , namun pajak ini belum bisa direalissikan pada tahun

2011 karena perlu dilakukan persiapan, termasuk sumber daya

manusianya.

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 15

Page 16: Paper Keuda

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1). Dari Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2009 diketahui bahwa Pajak

Daerah Kota Pontianak mengalami pertumbuhan dan kotribusi yang

baik terhadap total penerimaan Pajak Daerah, yang ditandai dengan

tidak adanya klasifikasi Pajak Daerah Kota Pontianak yang berada pada

klasifikasi TERBELAKANG.

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 16

Page 17: Paper Keuda

2). Berlakunya UU No. 28 Tahun 2009, akan membawa keuntungan bagi

Pemerintah Kota Pontianak karena adanya penambahan jenis pajak

yang dapat dipungut dan tidak adanya jenis pajak yang dihilangkan,

karena ketentuan undang-undang yang bersifat closed list.

3). Jenis pajak baru yang ditetukan, diharapkan akan bisa meningkatkan

jumlah penerimaan dari sektor pajak, mengingat potensinya yang cukup

besar di Kota Pontianak, yaitu Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung

Walet. Pajak PBB dan BPHTB.

4). Tidak adanya perbedaan tarif maksimum secara umum dalam

pengenaan pajak lama yang sebelumnya telah dipungut (kecuali Pajak

Hiburan : untuk jenis hiburan tertentu) akan membuat jumlah realisasi

penerimaan dari jenis-jenis tersebut tidak akan mengalami peningkatan,

kecuali apabila Pemerintah Kota Pontianak dapat memperbaiki

mekanisme pengelolaannya.

3.2 Saran

1). Dalam rangka meningkatkan penerimaan dari sektor pajak, Pemerintah

Kota Pontianak harus dapat memperbaharui mekanisme pengelolaan

pajaknya dengan melihat tingkat pertumbuhan maupun kontribusinya,

sehingga jenis-jenis pajak yang masih potensial dapat diupayakan untuk

lebih tinggi kontribusi maupun pertumbuhannya;

2). Pajak Sarang Burung Walet, walaupun sangat potensial, namun

keberadaannya juga sering diasumsikan menganggu kesehatan warga

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 17

Page 18: Paper Keuda

sekitarnya, misalnya rentan suspect flu burung ataupun alasan

kebersihan. Karena itu, Pemkot harus dapat memperhatikan aspek-

aspek tersebut dalam menetapkan Perdanya.

3). Demikian pula untuk jenis Pajak PBB dan BPHTB yangselama ini

dikelola penuh oleh Pemerintah Pusat. Ada kekhawatiran penyerahan

pemungutan jenis pajak ini justru bukan meningkatkan penerimaan

daerah dari pendapatan asli daerah, tapi justru bias mengurangi. Hal ini

bias disebabkan oleh tidak siapnya Pemerintah Kota Pontianak untuk

mengelola jenis pajak ini karena kualitas SDM yang belum memenuhi

syatar. Sehingga ditakutkan justru biaya operasional yang harus

dikeluarkan justru lebih tinggi dari jumlah pajak yang bias dipungut.

Untuk itu, Pemerintah Kota Pontianak harus benar-benar

mempersiapkan SDM nya, serta memperbaiki mekanisme pemungutan

pajak agar realisasi bisa terus meningkat dan menghindari pengeluaran

yang berlebihan dalam kegiatan pemungutan pajak daerah.

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 18