Upload
indri-widyanika
View
82
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Dalam era otonomi daerah ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih
besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini
berarti, idealnya pelaksanaan otonomi daerah harus mampu mengurangi
ketergantungan terhadap pemerintah pusat, daerah menjadi lebih mandiri,
yang salah satunya diindikasikan dengan meningkatnya kontribusi
pendapatan asli daerah (PAD) dalam hal pembiayaan daerah. Pemerintah
Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan secara
maksimal khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Tentu saja dalam koridor peraturan perundang-undangan
yang berlaku, termasuk diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi
daerah yang menjadi unsur PAD yang utama.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat
melaksanakan otonomi khususnya yang berasal dari pajak daerah dan
retribusi daerah, Pemerintah menetapkan berbagai kebijakan perpajakan
daerah, diantaranya dengan menetapkan UU No.28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali
atas UU No.34 Tahun 2000 dan UU No.18 Tahun 1997. UU No.28 Tahun
2009 yang baru saja disahkan oleh DPR pada 18 Agustus 2009 lalu
diharapkan dapat lebih mendorong peningkatan pelayanan kepada
masyarakat dan kemandirian daerah. Dalam UU tersebut, pajak daerah dan
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 1
retribusi daerah menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang penting
guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah sehingga terdapat
perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah serta adanya pemberian
diskresi (keleluasaan) dalam penerapan tarif. Kebijakan pajak daerah dan
retribusi daerah untuk kemudian dilaksanakan berdasarkan prinsip
demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan
akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah.
Pajang Daerah yang merupakan salah satu jenis dari Pendapatan Asli
daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib Kepala
Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. (UU 28 Tahun 2009).
Pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah (dalam hal ini dilakukan
oleh Dinas Pendapatan Daerah / Dispenda) yang digunakan untuk
membiayai rumah tangga pemerintah daerah dan tercantum dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Besaran dan bentuk
pajak daerah ditetapkan dengan Undang-undang dan diperjelas melalui
Peraturan Daerah (Perda).
Pajak merupakan iuran masyarakat kepada pemerintah (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan- dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 2
Dilihat dari perspektif ekonomi pajak dapat dipahami sebagai beralihnya
sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini
memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi
menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam
menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa.
Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan daerah dalam penyediaan
barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum merupakan suatu
perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan
timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah
penghasilan tertentu kepada negara, Negara mempunyai kekuatan untuk
memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini
memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-
undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi pengumpul
pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Karena itulah, Pemerintah mengatur tentang ketentuan pajak daerah ke
dalam Undang-Undang tentang Pajak dan retribusi Daerah, yang dalam
perkembangannya telah mengalami beberapa kali perubahan. Dalam era
otonomi daerah, berlaku UU No. 18 tahun 1997 yang kemudian dirubah
dengan UU No. 34 tahun 200, dan selanjutnya perkembangan terakhir terbit
UU terbaru yang mengatur tentang Pajak dan Retribusi Daerah, yaitu
melalui UU No. 28 Tahun 2009.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 3
Terdapat perubahan ketentuan dalam mekanisme pemungutan Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah menurut UU No. 28 tahun 2009, salah satunya yang
paling mendasar yaitu bersifat closed-list yang artinya daerah tidak
diperkenankan untuk memungut pajak dan retribusi diluar dari jenis yang
telah ditetapkan melaui undang-undang. Hal ini ditanggapi berbeda oleh
setiap daerah, karena sifat closed-list tentu saja membatasi daerah didalam
menggali pendapatan dari sector pajak dan retribusi, karena tentu saja aka
nada jenis pajak dan retribusi daerah yang selama ini sudah dipungut,
terpaksa harus dihilangkan karena tidak sesuai dengan jenis pajak dan
retribusi yang ditentukan di dalam Undang-undang.
Tujuan dan kebijakan dari UU No.28 tahun 2009 :
Tabel. 1.1
No. TUJUAN STRATEGI KEBIJAKAN
1 Memperbaiki Sistim Pemungutan
Membatasi jenis pungutan daerah
CLOSED-LIST
2 Penguatan Local Taxing Power
Memperluas basispungutan daerah
1. MEMPERLUAS OBJEK2. MENAMBAH JENIS3. MENAIKKAN TARIF
MAKSIMUM4. DISKRESI PENETAPAN TARIF
3 Meningkatkan efektivitas Pengawasan
Mengubah sistimpengawasan
1. PENGAWASAN PREVENTIF DAN KOREKTIF
2. SANKSI4 Memperbaiki
Sistim PengelolaanMeningkatkankualitas penggunaanhasil pajak daerah
1. MEMPERBAIKI BAGI HASIL PAJAK
2. MEMPERTEGAS EARMARKING
3. MEMPERBAIKI SISTIM INSENTIF PEMUNGUTAN
Jenis Pajak Daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah
berdasarkan UU. 28 Tahun 2009 :
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 4
Tabel. 1.2
PAJAK DAERAH
PROVINSI KABUPATEN/KOTA
1. Pajak Kendaraan Bermotor
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4. Pajak Air Permukaan
5. Pajak Rokok
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Parkir
7. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
8. Pajak Air Tanah
9. Pajak Sarang Burung Walet
10. PBB Perdesaan & Perkotaan
11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan
Pengenaan tarif Pajak Daerah Kota Pontianak :
Tabel 1.3
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 5
No.
Jenis Pajak
Tarif Maksimum
s/d tahun 2010 UU No. 8/2009
1 Pajak Hotel 10% 10%
2 Pajak Restoran 10% 10%
3 Pajak Hiburan 35% 75%
4 Pajak Reklame 25% 25%
5 Pajak Penerangan Jalan 10% 10%
6 Pajak Parkir 20% 20%
7 Pajak Air Tanah - 20%
8 Pajak Sarang Burung Walet - 10%
9 BPHTB - 5%
10 PBB Pedesaan dan Perkotaan - 0,3%
1.2. Permasalahan
Bagaimanakah perkembangan Pajak Kota Pontianak dari tahun 2007 s/d
Tahun 2009 dan pengaruh penerimaaan Pajak Daerah Kota Pontianak
dengan berlakunya UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah yang bersifat closed list?
1.3. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui perkembangan Pajak Kota Pontianak dari Tahun 2007
s/d tahun 2009 dan potensinya setelah terbitnya UU no. 28 tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 6
II. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
2.1. Gambaran Umum Kota Pontianak
Kota Pontianak merupakan Ibukota Propinsi Kalimantan Barat yang terdiri
dari 6 (enam) kecamatan dan terbagi menjadi 29 (dua puluh sembilan)
kelurahan dengan luas 107,82 km. Kota Pontianak terletak di antara garis 0
02' 24" - 0 01' 37" Lintang Selatan dan 109 16' 25" - 109 23' 04" Bujur
Timur. Wilayah Kota Pontianak di sebelah utara berbatasan dengan
Kecamatan Pontianak Utara, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan
Pontianak Timur, sebelah barat berbatasan Kecamatan Pontianak Barat
sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pontianak
Selatan. Kota Pontianak juga dikenal dengan nama Khun Tien (坤甸) oleh
etnis Tionghoa di Pontianak.
Terkenal sebagai Kota Khatulistiwa karena dilalui garis lintang nol derajat
bumi. Di bagian Utara, tepatnya di Kecamatan Siantan, terdapat monumen
atau Tugu Khatulistiwa yang dibangun pada tempat yang tepat dilalui garis
lintang nol derajat bumi. Selain itu Kota Pontianak juga dilalui Sungai
Kapuas yang adalah sungai terpanjang di Indonesia. Sungai Kapuas
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 7
membelah Kota Pontianak, simbolnya diabadikan sebagai lambang Kota
Pontianak.
Sebagian besar perekonomian kota Pontianak bertumpu pada industri,
pertanian, dan perdagangan. Di sektor pertanian, Kota Pontianak memiliki
beberapa komoditi unggulan. Tanaman pangan tersebut meliputi tanaman
padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi rambat, kacang tanah, ubi
kayu, Ubi Rambat, tanaman jagung. Khusus untuk tanaman sayursayuran,
tampak bahwa tanaman kangkung, petsai/sawi dan bayam merupakan
komoditi yang dominan. Tanaman buah-buahan yang ada di Kota
Pontianak antara lain nangka/cempedak, pisang, nanas, alpokat, jambu air,
dan duku/langsat.
Di sektor industri, Jumlah unit usaha industri, tenaga kerja, besarnya nilai
investasi dan nilai penjualan dari sentra industri kecil jenis Industri Hasil
Pertanian dan Kehutanan (IHPK) terlihat bahwa sentra industri kecil jenis
IHPK terbanyak adalah usaha industri makanan ringan yang terpusat di
Kelurahan Sungai Bangkong. Sedangkan industri anyaman keladi air
terletak di Tanjung Hulu, Pontianak Timur.
Perdagangan merupakan salah satu usaha yang berkembang pesat di Kota
Pontianak. Perdagangan modern mulai berkembang pada awal tahun 2000,
dengan berdirinya Matahari Mal di Pontianak Kota. Pusat perbelanjaan
modern mulai dibangun di berbagai sudut kota, seperti Mal Pontianak
(Pontianak Selatan), Mal Gajah Mada (Pontianak Selatan), dan Mega Mal
A Yani (Pontianak Selatan). Berbagai perusahaan retail nasional mulai
mendirikan usahanya di Pontianak.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 8
Pariwisata Kota Pontianak didukung oleh keanekaragaman budaya
penduduk Pontianak, yaitu Dayak, Melayu, dan Tionghoa. Suku Dayak
memiliki pesta syukur atas kelimpahan panen yang disebut Naik Dango dan
masyarakat Tionghoa memiliki kegiatan pesta tahun baru Imlek dan
perayaan sembahyang kubur (Cheng Beng atau Kuo Ciet) yang memiliki
nilai atraktif turis.
2.2. Pajak Daerah Kota Pontianak
Jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Kota Pontianak (Pemkot)
sampai dengan Tahun 2010 adalah :
1). Pajak Hotel;
2). Pajak Restoran;
3). Pajak Hiburan;
4). Pajak Reklame;
5). Pajak Penerangan Jalan ;
6). Pajak Parkir.
Sedangkan jenis pajak yang akan dipungut oleh Pemkot Pontianak setelah
berlakunya UU.28/2009 yaitu :
1). Pajak Hotel;
2). Pajak Restoran;
3). Pajak Hiburan;
4). Pajak Reklame;
5). Pajak Penerangan Jalan;
6). Pajak Parkir;
7). Pajak Air Tanah;
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 9
8). Pajak Sarang Burung Walet;
9). Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan;
10). Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Dari ketetapan UU No.28/2009, ada 11 (sebelas) jenis Pajak Daerah yang
dapat dipungut oleh Kabupaten/Kota, maka 1 (satu) jenis Pajak Daerah
yang tidak dipungut oleh Pemkot Pontianak adalah jenis Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan. Dan terdapat penambahan 4 (empat) jenis Pajak
Daerah yang akan dipungut yaitu : (1). Pajak Air Tanah; (2). Pajak Sarang
Burung Walet; (3). Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan;dan
(4). Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).
2.3. Realisasi Pajak Daerah Kota Pontianak dari Tahun 2007 – 2009.
Tabel 2.1
Jenis Pajak RealisasiTahun
2007 2008 2009
Pajak Daerah 32,876,483,036.
00 35,970,187,660.
00 43,504,173,896.
00
Pajak Hotel 6,097,000,000.
00 4,245,434,085.
00 5,173,647,587.
00
Pajak Restoran 5,455,000,000.
00 8,163,201,716.
00 9,711,892,375.
00
Pajak Hiburan 1,875,500,000.
00 2,371,314,593.
00 3,089,426,889.
00
Pajak Reklame 2,500,000,000.
00 3,797,737,625.
00 4,775,296,223.
00
Pajak Penerangan Jalan 16,228,983,036.
00 16,391,601,040.
00 19,523,375,132.
00
Pajak Parkir 500,000,000.
00 726,899,180.
00 705,050,740.
00
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 10
Tunggakan Pajak 200,000,000.
00 226,406,530.
00 458,735,388.
00
Denda Pajak 20,000,000.
00 47,592,891.
00 66,749,562.
00
Jumlah 32,876,483,036.00 35,970,187,660.00 43,504,173,896.00
Dari tabel di atas, tampak bahwa realisasi penerimaan Pajak Kota
Pontianak terus bertambah yaitu dari Tahun 2007 ke Tahun 2008 sebesar
9 %, dan dari tahun 2008 ke tahun 2009 sebesar 17%, dengan rata-rata
sebesar 12,96%. Hal ini menunjukkan potensi penerimaan dari sektor pajak
daerah semakin meningkat.
2.4. Kontribusi dan Pertumbuhan Perjenis Pajak Terhadap Total Pajak Daerah
Kota Pontianak dari Tahun 2007 – 2009
Tabel 2.2
Jenis Pajak KontribusiTahun
2007 2008 2009 Rata-rata
Pajak Daerah
Pajak Hotel 18.55% 11.80% 11.89% 14.08% 1.13Pajak Restoran 16.59% 22.69% 22.32% 20.54% 1.64Pajak Hiburan 5.70% 6.59% 7.10% 6.47% 0.52Pajak Reklame 7.60% 10.56% 10.98% 9.71% 0.78Pajak Penerangan Jalan 49.36% 45.57% 44.88% 46.60% 3.73Pajak Parkir 1.52% 2.02% 1.62% 1.72% 0.14Tunggakan Pajak 0.61% 0.63% 1.05% 0.76% 0.06Denda Pajak 0.06% 0.13% 0.15% 0.12% 0.01
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 11
Jumlah 100.00% 100.00% 100.00%
12.50%
Dilihat dari kotribusinya terhadap total pajak daerah maka yang
memberikan kontribusi paling tinggi hingga yang terendah sebagai berikut :
(1). Pajak Penerangan Jalan dengan rata-rata sebesar 46,60%; (2). Jenis
Pajak Restoran sebesar 20,54%; (3). Jenis Pajak Hotel sebesar 14,08%; (4).
Jenis Pajak Reklame sebesar 9,71%; (5). Jenis Pajak Hiburan sebesar
6,47%; dan (6). Jenis Pajak Parkir sebesar 1,72%.
Tabel 2.3
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 12
Jenis Pajak Pertumbuhan
2008 2009 Rata-rata
Pajak Daerah 9.41% 20.95% 15.18%
Pajak Hotel -30.37% 21.86% -4.25% -0.28Pajak Restoran 49.65% 18.97% 34.31% 2.26Pajak Hiburan 26.44% 30.28% 28.36% 1.87Pajak Reklame 51.91% 25.74% 38.83% 2.56Pajak Penerangan Jalan
1.00% 19.11% 10.05% 0.66
Pajak Parkir 45.38% -3.01% 21.19% 1.40Tunggakan Pajak 13.20% 102.62% 57.91% 3.82Denda Pajak 137.96% 40.25% 89.11% 5.87
Dari segi pertumbuhan dapat kita lihat bahwa Pajak yang memiliki rata-rata
pertumbuhan tertinggi yaitu Pajak reklame sebesar 38,83% dan yang
memiliki rata-rata pertumbuhan terendah yaitu Pajak Hotel sebesar -4,25%.
Penurunan tingkat pertumbuhan ini disebabkan turunnya realisasi pajak
dari tahun 2007 ke tahun 2008;
Pajak Penerangan Jalan dari Tahun 2007 s/d Tahun 2009 memberikan
kontribusi yang paling tinggi terhadap penerimaan daerah dari sektor pajak,
yang selanjutnya diikuti oleh Pajak Hotel dan Pajak Restoran pada urutan
ke dua dan kedua dan ketiga secara bergantian dari Tahun 2007 s/d tahun
2009;
Meskipun pertumbuhannya yang menurun, namun Pajak Hotel memberikan
kontribusi yang cukup tinggi terhadap penerimaan Pajak Daerah karena
masuk dalam urutan 3 teratas dari jumlah kontribusi yang diberikan;
2.5. Analisis OVERLAY Pajak Kota Pontianak dari Tahun 2007 s/d Tahun
2009
KLASIFIKASI ANALISIS OVERLAY
POTENSIAL
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 13
DXi ≥ 1 (Tinggi)DX
PRIMA
Xi < 1 (Rendah)X
Xi ≥ 1 (Tinggi)X
KONTRIBUSI
PERTUMBUHAN
BERKEMBANG
Tabel 2.4
Jenis Pajak Kontribusi Pertumbuhan KlasifikasiRata-rata Rata-rata
Pajak Daerah 15.18%
Pajak Hotel 14.08%
1.13 -4.25% -0.28 POTENSIAL
Pajak Restoran 20.54%
1.64 34.31% 2.26 PRIMA
Pajak Hiburan 6.47% 0.52 28.36% 1.87 BERKEMBANGPajak Reklame 9.71% 0.78 38.83% 2.56 BERKEMBANGPajak Penerangan Jalan 46.60
%3.73 10.05% 0.66 POTENSIAL
Pajak Parkir 1.72% 0.14 21.19% 1.40 BERKEMBANGTunggakan Pajak 0.76% 0.06 57.91% 3.82 BERKEMBANGDenda Pajak 0.12% 0.01 89.11% 5.87 BERKEMBANG
Jumlah 12.50%
Dari Hasil analisis OVERLAY , Pajak Kota Pontianak dari Tahun 2007-
2009 dapat dikategorikan: (1). PRIMA yaitu Pajak Restoran; (2).
BERKEMBANG yaitu Pajak Hiburan,Pajak Reklame dan Pajak Parkir; (3).
POTENSIAL yaitu Pajak Hotel dan Pajak Penerangan Jalan. Dan tidak ada
yang berada pada kategori TERBELAKANG.
2.6. Potensi Jenis Pajak Baru
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 14
DXi ≥ 1 (Rendah)DX
TERBELAKANGPOTENSIAL
Dinas Pendapatan Daerah Kota Pontianak mengajukan beberapa item pajak
baru dalam rancangan peraturan daerah tentang Pajak dan Retribusi Daerah
Kota Pontianak, diantaranya:
1). Pajak Air Tanah
Di Kota Pontianak pajak ini dianggap tidak potensial. Berbeda dengan
Jakarta, yang sebagian besar warganya menggunakan air tanah. Namun,
Dispenda memandang perlu memasukannya dalam raperda untuk
mengantisipasi kedepannya dikarenakan penggunaan PDAM tidak lagi
mencakup seluruh wilayah Kota Potianak.
2) Pajak Sarang Burung Walet
Selama ini budidaya walet tidak pernah ditarik pajak, padahal lokasi
budidaya walet cukup banyak di Kota Pontianak. Dalam raperda
diajukan pajak budidaya walet sebesar 10 persen dari omset. Pajak izin
mendirikan bangunan pun untuk walet belum pernah dikeluarkan,
namun dengan diajukannya raperda tentang pajak dan retribusi daerah,
usaha budidaya walet akan dievaluasi lebih lanjut.
3) BPHTB, selama ini pajak dikelola pusat. Namun berdasarkan undang-
undang terbaru, pemerintah daerah bisa menarik pajak ini.
4) PBB, untuk jenis pajak ini juga direncanakan untuk dimasukkan ke
dalam raperda , namun pajak ini belum bisa direalissikan pada tahun
2011 karena perlu dilakukan persiapan, termasuk sumber daya
manusianya.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 15
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1). Dari Tahun 2007 sampai dengan Tahun 2009 diketahui bahwa Pajak
Daerah Kota Pontianak mengalami pertumbuhan dan kotribusi yang
baik terhadap total penerimaan Pajak Daerah, yang ditandai dengan
tidak adanya klasifikasi Pajak Daerah Kota Pontianak yang berada pada
klasifikasi TERBELAKANG.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 16
2). Berlakunya UU No. 28 Tahun 2009, akan membawa keuntungan bagi
Pemerintah Kota Pontianak karena adanya penambahan jenis pajak
yang dapat dipungut dan tidak adanya jenis pajak yang dihilangkan,
karena ketentuan undang-undang yang bersifat closed list.
3). Jenis pajak baru yang ditetukan, diharapkan akan bisa meningkatkan
jumlah penerimaan dari sektor pajak, mengingat potensinya yang cukup
besar di Kota Pontianak, yaitu Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung
Walet. Pajak PBB dan BPHTB.
4). Tidak adanya perbedaan tarif maksimum secara umum dalam
pengenaan pajak lama yang sebelumnya telah dipungut (kecuali Pajak
Hiburan : untuk jenis hiburan tertentu) akan membuat jumlah realisasi
penerimaan dari jenis-jenis tersebut tidak akan mengalami peningkatan,
kecuali apabila Pemerintah Kota Pontianak dapat memperbaiki
mekanisme pengelolaannya.
3.2 Saran
1). Dalam rangka meningkatkan penerimaan dari sektor pajak, Pemerintah
Kota Pontianak harus dapat memperbaharui mekanisme pengelolaan
pajaknya dengan melihat tingkat pertumbuhan maupun kontribusinya,
sehingga jenis-jenis pajak yang masih potensial dapat diupayakan untuk
lebih tinggi kontribusi maupun pertumbuhannya;
2). Pajak Sarang Burung Walet, walaupun sangat potensial, namun
keberadaannya juga sering diasumsikan menganggu kesehatan warga
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 17
sekitarnya, misalnya rentan suspect flu burung ataupun alasan
kebersihan. Karena itu, Pemkot harus dapat memperhatikan aspek-
aspek tersebut dalam menetapkan Perdanya.
3). Demikian pula untuk jenis Pajak PBB dan BPHTB yangselama ini
dikelola penuh oleh Pemerintah Pusat. Ada kekhawatiran penyerahan
pemungutan jenis pajak ini justru bukan meningkatkan penerimaan
daerah dari pendapatan asli daerah, tapi justru bias mengurangi. Hal ini
bias disebabkan oleh tidak siapnya Pemerintah Kota Pontianak untuk
mengelola jenis pajak ini karena kualitas SDM yang belum memenuhi
syatar. Sehingga ditakutkan justru biaya operasional yang harus
dikeluarkan justru lebih tinggi dari jumlah pajak yang bias dipungut.
Untuk itu, Pemerintah Kota Pontianak harus benar-benar
mempersiapkan SDM nya, serta memperbaiki mekanisme pemungutan
pajak agar realisasi bisa terus meningkat dan menghindari pengeluaran
yang berlebihan dalam kegiatan pemungutan pajak daerah.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Hal. 18