Upload
nunki-aprillita
View
8
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sasdasdad
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Parotitis adalah penyakit virus akut yang dapat mempengaruhi anak-anak dan orang
dewasa. Parotitis sering menjadi penyebab penyakit pada anak-anak, terutama di akhir musim
dingin dan musim semi. Parotitis merupakan penyakit pada anak-anak yang pada 30-40 %
kasusnya merupakan infeksi asimptomatik. Inveksi terjadi pada anak-anak kurang dari 15 tahun
sebelum penyebaran imunisasi. Sekarang penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa muda,
sehingga menimbulkan epidemi secara umum. Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung,
percikan ludah, dan urin.1
Vaksin Parotitis dilisensikan pada tahun 1967 dan direkomendasikan untuk imunisasi
rutin pada tahun 1977 , kejadian Parotitis telah menurun ke tingkat yang sangat rendah di AS.
Kasus Parotitis dan wabah terus terjadi secara sporadis, dan sering melibatkan individu yang
baru-baru ini melakukan perjalanan ke Parotitis endemik - daerah di luar AS atau yang terkena
kasus impor Parotitis .1
Meskipun vaksinasi adalah strategi terbaik untuk mencegah infeksi Parotitis, vaksin tidak
100 % efektif. Individu yang sebelumnya divaksinasi masih bisa mendapatkan Parotitis, dan
wabah telah terjadi pada populasi yang sudah divaksinasi. Pada tahun 2006, wabah Parotitis
multistate di Midwestern AS mengakibatkan lebih dari 6.500 kasus yang dilaporkan, banyak dari
mereka adalah mahasiswa yang telah menerima 2 dosis vaksin Parotitis. Wabah pada tahun
2009, yang mengakibatkan lebih dari 3.000 kasus di komunitas Yahudi erat di New York dan
New Jersey , juga terlibat sebagian besar individu divaksinasi sebelumnya. Identifikasi awal
parotitis penyakit ini penting agar tindakan dapat diambil untuk mencegah penularan penyakit
parotitis luas di masyarakat .1
Dalam perjalanannya parotitis epidemika dapat menimbulkan komplikasi walaupun
jarang terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa : Meningoencepalitis, artritis, pancreatitis,
miokarditis, orchitis, mastitis, dan ketulian. Insidensi parotitis epidemika dengan ketulian adalah
1:15.000. Meningitis yang terjadi berupa meningitis aseptik. Insidensi dari parotitis
meningoencephalitis sekitar 250/100.000 kasus. Sekitar 10 % dari kasus ini penderitanya
berumur kurang dari 20 tahun. Angka rata-rata kematian akibat parotitis meningoencephalitis
adalah 2 %. Kelainan pada mata akibat komplikasi parotitis dapat berupa neuritis opticus,
1
dacryoadenitis, uveokeratitis, scleritis dan thrombosis vena central retina. Gangguan
pendengaran akibat parotitis epidemika biasanya unilateral, namun dapat pula bilateral.
Gangguan ini seringkali bersifat permanen.
Kita perlu mengetahui lebih lanjut mengenai parotitis dari definisi, etiologi,
epidemiologi, pathogenesis dan patofisiologi, penegakan diagnosis, tata laksana agar dapat
menangani kasus yang serupa, serta mengetahui penyakit yang menyertai parotitis agar tidak
asing dengan penyakit ini dan dapat memberikan pengobatan yang sesuai.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI KELENJAR SALIVA
Berdasarkan ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar saliva
mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar
submandibularis, dan kelenjar sublingualis.2
Gambar 1. Glandula salivarius mayor; (1) glandula parotis; (2) glandula
submandibula; (3) glandula sublingual 5
Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara bilateral di
depan telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus mastoideus dengan bagian yang
meluas ke muka di bawah lengkung zigomatik. Kelenjar parotis terbungkus dalam selubung
parotis (parotis shealth). Saluran parotis melintas horizontal dari tepi kelenjar. Pada tepi
anterior otot masseter, saluran parotis berbelok ke arah medial, menembus otot buccinator,
dan memasuki rongga mulut di seberang gigi molar ke-2 permanen rahang atas.3
Kelenjar submandibularis yang merupakan kelenjar saliva terbesar kedua setelah
parotis, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula. Saluran submandibularis
bermuara melalui satu sampai tiga lubang yang terdapat pada satu papil kecil di samping
3
frenulum lingualis. Muara ini dapat dengan mudah terlihat, bahkan seringkali dapat terlihat
saliva yang keluar.3
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam.
Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape), terletak pada dasar mulut antara
mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar sublingualis sebelah kiri dan
kanan bersatu untuk membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda di sekitar
frenulum lingualis.3
Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, kelenjar bukalis, kelenjar
labialis, kelenjar palatinal, dan kelenjar glossopalatinal. Kelenjar lingualis terdapat bilateral
dan terbagi menjadi beberapa kelompok. Kelenjar lingualis anterior berada di permukaan
inferior dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan terbagi menjadi kelenjar mukus anterior dan
kelenjar campuran posterior. Kelenjar lingualis posterior berhubungan dengan tonsil lidah
dan margin lateral dari lidah. Kelenjar ini bersifat murni mucus.4
Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar ini
bersifat mukus dan serus. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak pada palatum
lunak dan uvula serta regio posterolateral dari palatum keras. Kelenjar glossopalatinal
memiliki sifat sekresi yang sama dengan kelenjar palatinal, yaitu murni mukus dan terletak
di lipatan glossopalatinal.4
Kelenjar saliva memproduksi saliva. Saliva terdiri dari mineral, elektrolit, buffer,
enzim, immunoglobulin (secretory IgA), dan sisa metabolisme. Sekresi kelenjar ini
dikontrol oleh sistem nervus autonom. Saliva melicinkan dan membersihkan oral mucosa,
melindunginya dari kekeringan dan potensial karsinogen. Hasil sekresi ini juga membantu
proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim.
Kelenjar saliva diklasifikasikan menjadi mayor dan minor, tergantung pada ukuran,
tapi keduanya memiliki bentuk histology yang sama. Kelenjar saliva mayor dan minor
adalah kelenjar eksokrin dan karenanya memiliki duktus penghubung yang membantu
membawa saliva secara langsung ke rongga mulut, dimana saliva digunakan.
4
Gambar 2. Duktus glandula salivarius mayor 5
A. Histologi Kelenjar Saliva
Kelenjar saliva mayor dan minor terdiri dari epitel dan jaringan ikat. Sel epitel
berada di sistem duktus dan memproduksi saliva. Jaringan ikat ada disekeliling epitel,
menjaga dan mendukung kelenjar. Jaringan ikat kelenjar terbagi menjadi capsule, yang
mengelilingi bagian luar seluruh kelenjar dan septa. Setiap septum membantu membagi
bagian dalam kelenjar menjadi lobus yang lebih besar dan lobulus yang lebih kecil.
Capsule dan septa membawa nervus dan pembuluh darah yang mensuplai kelenjar.14
B. Sel Sekretori dan Acini14
5
Sel epitel yang memproduksi saliva adalah sel sekretori. Ada dua tipe sel
sekretori, yaitu sel mucus dan serous, tergantung pada tipe sekresi yang dihasilkan. Sel
mucus memiliki sitoplasma yang keabuan dan memproduksi produk mukis sekretori. Sel
serous memiliki sitoplasma yang terang dan memproduksi produk serous sekretori.
Sel sekretori yang ditemukan dalam kelompok, atau acinus, yang menyerupai
anggur yang berkarang. Setiap acinus terdiri dari sebuah lapisan tunggal sel epitel yang
mengelilingi lumen, pusat pembukaan dimana saliva disimpan setelah diproduksi oleh sel
sekretori.
C. Kelenjar Saliva Mayor14
Adalah tiga pasang kelenjar besar yang memiliki nama. Namanya adalah parotid,
submandibula dan sublingual.
Kelenjar parotid merupakan yang terbesar, namun hanya memberikan 25% dari
total volume saliva. Terletak disebuah area dibelakang mandibular ramus, anterior dan
inferior dari telinga. Duktus yang berhubungan dengan kelenjar parotid adalah ductus
parotid, atau duktus Stenson’s.
Kelenjar submandibula adalah yang kedua terbesar, tapi hanya memberikan 60-
65% dari total volume saliva. Letaknya dibawah mandibula di fosa submandibula,
posterior dari kelenjar sublingual. Duktus yang berhubungan dengan kelenjar
submandibula adalah duktus submandibula, atau duktus Wharton’s.
Kelenjar sublingual yang paling kecil, terlebar, memproduksi hanya 10% dari
total volume saliva. Letaknya difosa sublingual, anterior dari kelenjar submandibula, dari
dasar mulut. Duktus pendek yang berhubungan dengan kelenjar sublingual terkadang
berkombinasi membentuk duktus sublingual, atau duktus Bartholin’s.
D. Kelenjar Saliva Minor
Kelenjar saliva minor lebih kecil dari kelenjar saliva mayor, namun jumlahnya
lebih banyak. Kelenjar saliva minor termasuk kelenjar eksokrin, namun duktus mereka
lebih pendek daripada duktus kelenjar saliva mayor. Ada juga kelenjar saliva minor yang
bernama von Ebner’s salivary glands, terhubung dengan papilla lingual circumvallate,
6
dibagian posterior permukaan dorsal lidah. Kebanyakan kelenjar saliva minor memiliki
sel mucus yang banyak, kecuali kelenjar von Ebner yang hanya terdiri dari sel serous.14
2.2. DEFINISI PAROTITIS
Mumps (Gondongan dan Parotitis) adalah suatu penyakit virus menyeluruh akut dan
menular dimana seseorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar
ludah (kelenjar parotis) dintara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan
pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Penyakit gondongan tersebar di seluruh
dunia dan dapat timbul secara endemik atau epidemik. Penyakit ini cenderung menyerang
anak-anak yang berumur 2-12 tahun.6
Mumps atau parotis epidemika merupakan self limiting disease yang disebabkan oleh
infeksi virus yang paling sering terjadi di sekolah- usia anak dan remaja. Gambaran klasik
mumps adalah pembengkakan nonsuppuratif dan rasa nyeri kelenjar ludah. Infeksi ini
biasanya bersifat jInak dan banyak kasus yang subklinis.7
Pada orang dewasa, infeksi ini dapat menyerang testis, sistem saraf pusat, pankreas,
prostat, payudara, dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita
atau tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan
tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat iodium
dalam tubuh.8
Menurut Sumarmo (2008) penyakit gondong (mumps, parotitis) dapat ditularkan
melalui:
1. Kontak langsung
2. Percikan ludah (droplet)
3. Muntahan
4. Bisa pula melalui air kencing
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita
tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat menjadi sumber penularan
seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit. Masa tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar
14-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.
7
2.3. ETIOLOGI
Virus mumps merupakan virus ribonucleic acid (RNA) rantai tunggal yang termasuk
dalam genus paramyxovirus, dan merupakan salah satu virus parainfluenza dengan manusia
sebagai satu-satunya inang (host). Virus mumps mudah menular melalui droplet, kontak
langsung, air liur, dan urin. Infeksi parotitis epidemika ditandai dengan gejala prodromal
berupa demam, nyeri kepala, nafsu makan menurun selama 3-4 hari, yang diikuti peradangan
kelenjar parotis (parotitis) dalam waktu 48 jam dan dapat berlangsung selama 7-10 hari.
Penularan terjadi 24 jam sebelum sampai 3 hari setelah terlihatnya pembengkakan kelenjar
parotis. Satu minggu setelah terjadi pembengkakan kelenjar parotis pasien dianggap sudah
tidak menular.9
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4
hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <40C, oleh formalin, eter
serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. Virus masuk dalam tubuh melalui
hidung atau mulut. Virus bereplikasi pada mukosa saluran nafas atas kemudian menyebar ke
kelenjar limfa local dan diikuti viremia umum setelah 12 – 25 hari (masa inkubasi) yang
berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kelenjar parotis,
ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke system saraf pusat
melalui plexus choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus adalah
2-3 minggu mulai dari ludah, cairan cerebrospinal, darah, urin, otak, dan jaringan terinfeksi
lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari setelah
munculnya pembengkakan pada kelenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum
pembengkakan kelenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang.8
Biakan manusia atau sel ginjal kera terutama digunakan untuk isolasi virus. Mumps virus
hidup juga dikultur dalam embrio ayam. Mumps virus mempunyai 2 glikoprotein yaitu
hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein. Mumps virus sensitif terhadap panas dan
sinar ultraviolet. Tetapi sangat menyukai suasana asam, misalnya ketika air ludah sebagai
media hidupnya dalam keadaan asam oleh air liur dari makanan yang mengandung banyak
asam, seperti jus buah. Dalam ilmu taksonominya klasifikasi Mumps virus adalah sebagai
berikut:
a. Klasifikasi
Group : V (-) ssRNA
8
Ordo : Mononegavirales
Famili : Paramyxoviridae
Genus : Rubulavirus
Spesies : Mumps Virus
b. Morfologi
Merupakan virus yang beramplop dan memiliki suatu nukleokapsid/kapsid. Kapsid
ditutupi oleh amplop. Berdiameter 150-300 nm dan panjang 1000-10000 nm.
Permukaannya tertutupi oleh tonjolan-tonjolan yang terlihat menyerupai paku-paku
yang besar. Kapsidnya berfilamen dan memiliki panjang 600-1000 nm dan lebar 18
nm.8
2.4. EPIDEMIOLOGI
Merupakan penyakit tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemik atau
epidemik. Parotitis adalah endemik pada kebanyakan populasi perkotaan (urban). Virus
tersebar dari reservoir manusia dengan kontak langsung, tetes-tetes yang dibawa udara,
benda-benda yang terkontaminasi dengan ludah, dan kemungkinan dengan urin. Virus ini
tersebar ke seluruh dunia dan mengenai kedua jenis kelamin secara sama, 85% infeksi terjadi
pada anak yang lebih muda dari umur 15 tahun sebelum penyebaran imunisasi. Sekarang
penyakit sering terjadi pada orang dewasa muda, menimbulkan epidemic di perguruan tinggi
atau di tempat bekerja. Epidemic tampaknya terkait dengan tidak adanya imunisasi bukannya
pada menyusutnya imunitas.10
Di daerah dengan 4 musim, parotitis epidemika terutama terjadi pada musim dingin dan
musim semi. Namun penyakit ini tetap ditemukan sepanjang tahun. Penyebaran virus terjadi
dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah, dan urin. Virus dapat diisolasi dari
faring dua hari sebelum sampai enam hari setelah terjadi pembesaran kelenjar parotis. Pada
penderita parotitis epidemika tanpa pembesaran kelenjar parotis, virus dapat pula diisolasi
dari faring. Virus dapat ditemukan dalam urin dari hari pertama sampai hari keempat belas
setelah terjadi pembesaran kelenjar. Baik infeksi klinis maupun subklinis menyebabkan
imunitas seumur hidup. Bayi sampai umur 6 – 8 bulan tidak dapat terjangkit parotits
epidemika karena dilindungi oleh anti bodi yang dialirkan secara transplasental dari ibunya.
9
Insiden tertinggi pada umur antara 5 sampai 9 tahun, kemudian diikuti antara umur 1 sampai
4 tahun, kemudian umur antara 10 sampai 14 tahun. Epidemic muncul kembali jika cakupan
vaksinasi menurun.11
2.5. PATOGENESIS
Virus masuk tubuh mungkin via hidung atau mulut. Virus bereplikasi pada
mukosa saluran nafas atas kemudian menyebar ke kelenjar limfe local dan diikuti viremia
umum setelah 12 – 25 hari yang berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang
dituju virus adalah kelenjar yang paling rentan yaitu kelenjar parotis, ovarium, pancreas,
tiroid, ginjal, jantung atau otak. Pada kelenjar parotis terutama pada kelenjar ludah
terdapat kelainan yaitu pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran.
proliferasi terjadi di parotis/epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia dan
selanjutnya virus berdiam di system saraf pusat melalui pleksus koroideus lewat infeksi
pada sel mononuklear. Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil dan
nekrosis sel epitel tubuli seminiferus. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi
dan nekrosis jaringan.10
Berbagai mekanisme pathogenesis diperkirakan terjadi pada jaringan yang
terinfeksi virus parotis epidemika menyebabkan peningkatan IgG dan IgM yang dapat
terdeteksi dengan ELISA. IgM meningkat pada stadium awal infeksi (hari kedua sakit)
mencapai puncaknya dalam minggu pertama dan bertahan sampai 5-6 bulan.
Immunoglobulin G muncul pada akhir minggu pertama, mencapai puncaknya 3 minggu
kemudian dan bertahan seumur hidup. Immunoglobulin A juga meningkat saat infeksi.12
2.6. MANIFESTASI KLINIS
Tidak semua terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan, bahkan
sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun
demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat
menjadi sumber penularan penyakit tersebut. Masa tunas (masa inkubasi) sekitar 12-24
hari dengan rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi
dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sebagai berikut:10
10
1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan
38.5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri
rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit
membuka mulut).
2. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali
dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami
pembengkakan.
3. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur mengempis.
4. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan
kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria akil balik adalanya terjadi
pembengkakan testis karena penyebaran melalui aliran darah.
Gambar 3. Anak dengan Parotitis Epidemika13
Gejala klasik yang timbul dalam 24 jam adalah anak akan mengeluh sakit telinga dan
diperberat jika mengunyah makanan. Pada anak yang lebih besar mengeluh
pembengkakan dan nyeri rahang pada stadium awal penyakit, terutama saat makan
makanan asam seperti jus lemon atau cuka. Pembengkakan dapat maju dengan sangat
cepat mencapai ukuran maksimum dalam beberapa jam, walaupun biasanya berpuncak
dalam 1-3 hari. Sehingga aurikula akan terangkat dan terdorong ke lateral. Selama masa
pembesaran kelenjar, rasa nyeri dan nyei tekan sangatlah hebat. Keluhan akan berkurang
saat pembesaran kelenjar mencapai ukuran maksim. Daerah yang mengalami
pembengkakan terasa lunak dan nyeri. Untuk lebih jelas mengenai pembesaran kelenjar
parotis dapat dilihat pada gambar 4. (8)
11
Gambar 4. Perbandingan Kelenjar Parotis Normal dengan Mumps13
Bersamaan dengan pembengkakan kelenjar dapat terjadi edema laring dan
palatum mole sehingga mendorong tonsil ke tangah. Tidak terdapat hubungan antara
luasnya pembengkakan dengan derajat demam yang diderita. Demam akan turun dalam
1-6 hari dimana suu tubuh kembali normal sebelum pembegkakan kelenjar hilang.
Pembengkakan kelenjar menghilang dalam 3-7 hari.12
Pembengkakan kelenjar sublingual sering bilateral dan dimulai dari
pembengkakan kelenjar di region submental dan dasar mulut. Dari 3 kelenjar ludah maka
keterlibatan kelenjar sublingual yang paling jarang terjadi.12
Parotitis epidemika yang diderita selama kehamilan menyebabkan peningkatan
kematian fetus terutama pada trimester pertama. Kematian diduga infeksi pada gonad ibu
sehingga terjadi perubahan hormonal tidak ada perubahan. Tidak ada bukti infeksi virus
parotitis epidemika selama kehamilan menyebabkan malformasi pada fetus.12
2.7. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila jelas ada gejala infeksi parotitis pada pemeriksaan fisik.
Disamping leucopenia dengan limfosiotsis relative, didapatkan pula kenaikan kadar
amylase dengan serum yang mencapai puncaknya setelah satu minggu dan kemudian
menjadi normal kembali dalam dua minggu.
o Keterangan klinis berupa :
- Ada kontak dengan penderita mumps 2-3 minggu sebelumnya
- gambaran klinis serupa parotitis
- tanda-tanda aseptoc meningitis
12
- Isolasi virus mumps dan test serologic tidak diperlukan pada mumps yang klasik
tetapi pada keadaan-keadaan yang meragukan seperti bila tidak ada parotitis atau
pada recurrent parotitis. Sekurang-kurang ada 3 uji serologic untuk mebuktikan
spesifik mumps antibodi:
1. Complement fixation antibodies (CF)
2. Hemagglutination inhibitor antibodies (HI)
3. Virus neutralizing antibodies (NT)
CF paling praktis dan paling dipercaya. Countries antibodies dapat dibuktikan di
darah pada minggu ke-1 dan pada akhir minggu ke-2 sudah ada peninggian jelas.
Titer meningkat lebih dari 4 kali atau lebih berarti mumps. Kadar amylae dalam
serum meninggi pada mumps paraparotitis dan pankteattis. Kadar amylase
rupanya berjalan parallel dengan pembengkakan paroits, puncaknya tercapai di
minggu ke-1, berangsur-angsur menjadi normal pada minggu ke-2 atau 3. kira-
kira 70% mumps disertai amylase yang meninggi.
Kasus: 15
Bayi perempuan usia 19 hari dengan gejala demam 3 hari , iritabilitas,
pembengkakan pada periauricula sisi kanan, riwayat kelahiran dengan usia
kehamilan 37 minggu lebih 3 hari dengan persalinan normal, tidak keluhan saat
hamil dan berat bayi saat lahir 3200 G. pada pemeriksaan bayi mudah menangis ,
dan berat 3450 G, temperatur rectal 380 nampak benjolan pada regio parotitis
dekstra, difus dengan konsistensi lunak, pada palpasi teraba hangat. Pasien tidak
memiliki riwayat pembedahan mastitis atau infeksi sebelumnya. Pada
pemeriksan darah didapatkan leukosit 18600/mm3 pada pemeriksaan USG
didapatkan masa dengan clyndamycin dan meropenem. Pada kultur darah dan
cairan cerebrospinal tidak didapatkan kelainan maka drainase tidak diperlukan
dan dilepas setelah 10 hari pemberian terapi.kistik dan bersekat pada region
parotis kanan. Telah dilakukan pemeriksaan darah dan cairan cerebrospinal
untuk dilakukan biakan. pasien diberikan terapi amikacin, vancomycin and
ceftazidim. Drainase bedah dilakukan setelah 12 jam pemberian obat.
13
Setelah empat hari terapi berjalan tidak didapat perbaikan kondisi. Kultur abses
parotis menunjukkan pertumbuhan Staphylococcus aureus. Penggunaan
vancomycin dan ceftazidim dihentikan dan diganti.
Gambar 5. Parotitis pada Neonatus
2.8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah rutin
Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya leukopenia ringan
yakni kadar leukosit dalam satu liter darah menurun. Normalnya leukosit dalam darah
adalah 4 x 109 /L darah .dengan limfositosis relatif, namun komplikasi sering
menimbulkan leukositosis polimorfonuklear tingkat sedang.
b. Amilase serum
Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan
pembengkakan parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2 minggu.
Kadar amylase normal dalam darah adalah 0-137 U/L darah.
c. Pemeriksaan serologis
Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk menunjukan adanya
infeksi virus (Nelson, 2000), yaitu:
Hemaglutination inhibition (HI) tes
14
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset cepat
dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan titer spesimen
4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya parotitis.
Neutralization (NT) test
Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk biakan
fibroblas embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah terjadi hemadsorpsi.
Pengenceran serum yang mencegah terjadinya hemadsorpsi dinyatakan oleh titer
antibodi parotitis epidemika. Uji netralisasi asam serum adalah metode yang
paling dapat dipercaya untuk menemukan imunitas tetapi tidak praktis dan tidak
mahal.
Complement – Fixation (CF) test
Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan jumlah respon
antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi diagnosa infeksi parotitis
epidemika akut. Antibodi terhadap antigen V mencapai titer puncak dalam 1
bulan dan menetap selama 6 bulan berikutnya dan kemudian menurun secara
lambat 2 tahun sampai suatu jumlah yang rendah dan tetap ada. Peningkatan 4
kali lipat dalam titer dengan analisis standar apapun menunjukan infeksi yang
baru terjadi. Antibodi terhadap antigen S timbul cepat, sering mencapai
maksimum dalam satu minggu setelah timbul gejala, hilang dalam 6 sampai 12
minggu.
Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus
dilakukan dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor
serebrospinal atau darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat hemardsorpsi
dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada pada biakan yang
diberi serum hiperimun.
15
2.9. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding ini mencakup parotitis sebab lain, seperti pada infeksi virus termasuk
infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV), influenza, parainfluenza 1 dan 3,
sitomegalovirus, atau keadaan koksakivirus yang jarang dan infeksi koriomeningitis
limfositik. Infeksi-infeksi ini dapat dibedakan dengan uji laboratorium spesifik:
- Parotitis supuratif, dimana nanah sering dapat dikeluarkan dari duktus
- Parotitis berulang, suatu keadaan yang sebabnya belum diketahui, tetapi mungkin
bersifat alergi yang sering berulang dan mempunyai sialogram khas
- Kalkulus salivarius, menyumbat saluran parotis, atau lebih sering saluran
submandibuler dimana pembengkakan intermitten,
- Limfadenitis preaurikuler atau servikal anterior karena sebab apapun,
- Limfosarkoma atau tumor parotis lain yang jarang
- Orkitis akibat infeksi selain daripada parotitis epidemika, misalnya infeksi yang jarang
oleh koksakivirus atau virus koriomeningitis limfositik, atau parotitis yang disebabkan
oleh sitomegalovirus pada anak yang terganggu imunnya.
2.10. Komplikasi klinis
Komplikasinya meliputi septicemia, osteomielitis mandibular, ekstensi fasial, obstruksi
jalan napas, mediastinitis, thrombosis vena jugulris interna, dan disfungsi nervus fasialis.
Gondongan telah dilaporkan menyebabkan meningoensefalitis, pankretitis, orkitis,
miokarditis, perikarditis, arthritis, dan nefritis.
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi
kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Keadaan seperti ini dapat
menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar liur. Hal
tersebut mungkin terjadi terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas.
Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan yang
kurang dini menurut Nelson (2000) :
1. Meningoensepalitis
Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala ringan, yang kemudian
disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksia).
Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada anak-anak.
16
2. Ketulian
Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun insidensinya rendah
(1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral, kehilangan pendengaran
mungkin sementara atau permanen.
3. Orkitis
Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang terkena
mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen Sehingga
kemandulan dapat terjadi pada masa setelah puber dengan gejala demam tinggi
mendadak, menggigil mual, nyeri perut bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada
testis. Testis paling sering terinfeksi dengan atau tanpa epidedimitis. Bila testis terkena
infeksi maka terdapat perdarahan kecil. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam 8 hari
setelah parotitis. Keadaan ini dapat berlangsung dalam 3 – 14 hari. Testis yang terkena
menjadi nyeri dan bengkak dan kulit sekitarnya bengkak dan merah. Rata-rata lamanya 4
hari. Sekitar 30-40% testis yang terkena menjadi atrofi. Gangguan fertilitas diperkirakan
sekitar 13%. Tetapi infertilitas absolut jarang terjadi.
4. Ensefalitis atau Meningitis
Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa sakit kepala, kaku kuduk,
mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami meningitis dan kebanyakan
akan sembuh total. 1 diantara 400-6.000 penderita yang mengalami ensefalitis cenderung
mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan
otot wajah.
5. Ooforitis
Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7% pada penderita
wanita pasca pubertas.
6. Pankreatitis
Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama. Penderita
merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan menghilang dalam
17
waktu 1 minggu dan penderita akan sembuh total. Nyeri perut sering ringan sampai
sedang muncul tiba-tiba pada parotitis. Biasanya gejala nyeri epigastrik disertai dengan
pusing, mual, muntah, demam tinggi, menggigil, lesu, merupakan tanda adanya
pankreatitis akibat mumps.
7. Nefritis
Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan viruria
terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-anak belum diketahui.
Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi
namun jarang. Dapat sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
8. Tiroiditis
Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan difus dapat terjadi
pada umur sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis dengan perkembangan selanjutnya
antibodi antitiroid pada penderita.
9. Miokarditis
Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi infeksi ringan
miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui. Miokarditis ringan dapat
terjadi dan muncul 5–10hari pada parotitis. Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis
seperti depresi segmen S-T, flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan
takikardi, pembesaran jantung dan bising sistolik.
10. Artritis
Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan pembengkakan
dan kemerahan sendi biasanya penyembuhannya sempurna. Manifestasi lain yang jarang
tapi menarik pada parotitis adalah poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala
sendi mulai 1-2minggu setelah berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah
sendi besar khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu dan sembuh
sempurna.
18
11. Kelainan pada mata
Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri, biasanya
bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optik (papillitis) dengan gejala-gejala bervariasi
dari kehilangan penglihatan sampai kekaburan ringan dengan penyembuhan dalam 10–20
hari; uveokeratitis, biasanya unilateral dengan fotofobia, keluar air mata, kehilangan
penglihatan cepat dan penyembuhan dalam 20 hari; skleritis, tenonitis, dengan akibat
eksoftalmus; trombosis vena sentral.
2.11. PENGOBATAN
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang sendiri) yang
berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus
“Mumps” oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, dan pijatan parotis
eksterna. Cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya
asupan oral. Jika respons suboptimal atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi, maka
antibiotik intravena mungkin lebih sesuai.
Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita:
1. Penderita rawat jalan
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan umum cukup baik).
a. Istirahat yang cukup, di berikan kompres.
b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup.
c. Kompres panas dingin bergantian.
d. Medikamentosa.
e. Analgetik-antipiretik bila perlu.
metampiron : anak > 6 bulan 250 – 500 mg/hari maksimum 2 g/hari
parasetamol : 7,5 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian aspirin berisiko
menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah penyakit langka namun mematikan.
Obat-obatan anak yang terdapat di apotik belum tentu bebas dari aspirin. Aspirin
seringkali disebut juga sebagai “salicylate“ atau “acetylsalicylic acid“.
19
2. Penderita rawat inap
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala hebat, gejala saraf
perlu rawat inap diruang isolasi.
a. Diet lunak, cair dan TKTP.
b. Analgetik-antipiretik.
c. Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi.
3. Tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi
a. Encephalitis
simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna untuk mengurangi sakit
kepala.
b. Orkhitis
istrahat yang cukup
pemberian analgetik
sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg /kg/24 jam, peroral, selama 2-4
hari).
c. Pankreatitis dan Ooporitis
Simptomatik saja
2.12. PROGNOSIS
Pada umumnya bagus sekali, kematian sangat jarang. Meningoencephalitis biasanya tidak
ganas dan jarang bersequele walaupun insiden setelah atrofi testis setelah orchitis tinggi
tetapi kemandulan sangat jarang ditemukan. Hanya persentasi kecil yang mendapat tuli
permanen.
2.13. PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi pasif dan
imunisasi aktif.
1. Pasif
Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau mengurangi
komplikasi.
20
2. Aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis epidemika yang
hidup tapi telah dirubah sifatnya (Mumpsvax-merck, sharp and dohme) atau diberikan
subkutan pada anak berumur 15 bulan (Ngastiyah, 2007). Vaksin ini tidak menyebabkan
panas atau reaksi lain dan tidak menyebabkan ekskresi virus dan tidak menular.
Menyebabkan imunitas yang lama dan dapat diberikan bersama vaksin campak dan
rubella (MMR yakni vaksin Mumps, Morbili, Rubella). Pemberian vaksinasi dengan
virus “mumps”, sangat efektif dalam menimbulkan peningkatan bermakna dalam antibodi
“mumps” pada individu yang seronegatif sebelum vaksinasi dan telah memberikan
proteksi 15 sampai 95 %. Proteksi yang baik sekurang-kurangnya selama 12 tahun dan
tidak mengganggu vaksin terhadap morbili, rubella, dan poliomielitis atau vaksinasi
variola yang diberikan serentak.
Kontraindikasi pemberian imunisasi:
Bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi maternal
Individu dengan riwayat hipersensitivitas terhadap komponen vaksin
Demam akut
Selama kehamilan
Leukimia dan keganasan
Limfoma
Sedang diberi obat-obat imunosupresif
Alkilasi dan anti metabolit
Sedang mendapat radiasi.
Belum diketahui apakah vaksin akan mencegah infeksi bila diberikan setelah
pemaparan, tetapi tidak ada kontraindikasi bagi penggunaan vaksin “Mumps” dalam
situasi ini
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembengkakan akut pada kelenjar saliva dapat berupa parotitis. Penyakit parotitis yang
lebih awam disebut gondongan (mumps) merupakan suatu penyakit menular dimana seseorang
terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara
telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi
bagian bawah. Gejala yang ditimbulkan berupa pembengkakan, rasa sakit, kemerahan, dan
kelembutan pada saluran kelenjar ludah, namun juga terjadi kelainan berupa pelebaran dan
penyumbatan saluran. Gangguan parotitis cenderung menyerang anak-anak dibawah usia 15
tahun (sekitar 85% kasus). Dahulu keadaan ini sering terlihat pada pasien yang mendapat
perawatan dari operasi abdomen, tetapi sekarang khasus ini telah jarang terlihat, hanya kadang-
kadang terlihat pada parotitis kronis rekuren, tetapi tidak sesering yang diperkirakan.
B. Saran
Banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh peradangan kelenjar saliva ini sehingga harus
sedini mungkin penanganan diawali dengan berbagai tes laboratorium, disusul pada pemberian
antibiotik, penambahan volume cairan dalam tubuh, hingga akhirnya diadakan operasi.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Maryland Department of Health and Mental Hygiene. Mumps. In local health department guidelines for the epidemiological investigation and control of mumps. Center for immunization. 201 W. Preston St. Baltimore. (410) 767 – 6679. 2012
2. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. More, K.L. and Agur, A.M.R. (1995). Anatomi klinis dasar. Alih Bahasa : dr. Hendra Laksman. Jakarta : Hipokrates.
4. Van Rensburg B.G.J. Oral Biology. Germany: Quintessense Publishing, 1995.5. http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 6. Depkes RI. Mumps (parotis epidemika). Pedoman pengobatan dasar di puskesmas; 2007.
Jakarta: 2008. p. 1587. Vika S. Kancherla, I. Celine Hanson. Mumps resurgence in the united states. The journal
of allergy and clinical immunology volume 118, issue; 2006. P. 938 – 941.8. Soemarmo.2008.Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi 2.Jakarta:Penerbit IDAI.
9. Sari Pediatri 2009;11(1):47-51)10. Behrman RE, Kliegman RM , Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2.
Jakarta : EGC ; 2000. H. 1074-7711. Isselbacher KJ. Prinsip – prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke 13. Jakarta : EGC ;
2011.h. 935 – 812. Lubis, CP . Buku ajar ilmu keshatan anak, infeksi dan penyakit tropis. Edisi ke-1. Jakarta:
EGC ;2002.h. 195-20213. Logo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauuci AS, Hauser SL, Loscaalzo J. Harrison’s
principles of internal medicine. 18thed. United States: McGraw-Hill Medical;2011.p.326714. Mary Bath-Balogh, Margareth J. Fahrenbach. Dental Embryology, Histology, and
Anatomy. 2ndEd. Elsevier Sauders;Missouri.2006.15. Iran J Pediatri. Neonatal Suppurative Parotitis:A Case Report Journal. 2014; vol 24.p.
451 -456
23