51
TUGAS MANDIRI PATOLOGI KLINIK untuk memenuhi tugas mata kuliah Fundamental of Physiology and Nursing Care of Urinary System Disusun oleh: Sang Made Firsto Mogi Wisesa Gumilang 125070201111034 Reguler 2

patologi klinis firstoo

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hmmm

Citation preview

Page 1: patologi klinis firstoo

TUGAS MANDIRI

PATOLOGI KLINIK

untuk memenuhi tugas mata kuliah Fundamental of Physiology and Nursing Care of Urinary System

Disusun oleh:

Sang Made Firsto Mogi Wisesa Gumilang

125070201111034

Reguler 2

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEPERAWATAN

Malang2014

Page 2: patologi klinis firstoo

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar BelakangPatologi klinik adalah bagian dari ilmu kedokteran klinik yang ikut mempelajari masalah

diagnostik dan terapi, ikut meneliti wujud dan perjalanan penyakit pada seorang penderita atau

bahan yang berasal dari seorang penderita. Untuk itu patologi klinik merupakan pemeriksaan

morfologis, mikroskopis, kimia, mikrobiologis, serologis, hematologis, imunologis, parasitologis, dan

pemeriksaan laboratorium lainnya. Patologi klinik merupakan cabang dari ilmu patologi, berbeda

dari cabang ilmu patologi lainnya, yaitu patologi anatomi, yang mempelajari mengenai anatomi

jaringan yang terinfeksi.

Ilmu patologi klinik menekankan penelitiannya pada diagnosis, pemulihan, dan pencegahan

berbagai jenis penyakit. Secara umum, pemeriksaan suatu penyakit dideteksi berdasarakan

perubahan berbagai jenis proses biokimia yang berlangsung di dalam tubuh pasien. Sampel yang

umumnya digunakan untuk pemeriksaan di laboratorium adalah cairan tubuh seperti urine dan

darah. Pemeriksaan tersebut pada umumnya melibatkan serangkaian tes berkelanjutan, seperti

analisis mikroskopis, uji imunologis, hematologis, dan radiologis sehingga memakan waktu yang

cukup lama. Patologi klinik dapat digunakan untuk pemeriksaan berbagai jenis penyakit pada seluruh

system organ manusia termasuk pada system urologi atau perkemihan.

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah

sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat

yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air

dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua

ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria

(VU), tempat urin dikumpulkan, dan d) satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria. Ada

susunan system ini banyak sekali masalah kesehatan yang mungkin muncul. Masalah-masalah itu

biasanya berupa retensi, inkontinensia urine, enuresis, dan perubahan pola urine yang pada

umumnya disebabkan oleh obstruksi, pertumbuhan jaringan abnormal, batu maupun infeksi.

Maka dari itu, untuk membantu tenaga kesehatan dalam mendirikan diagnose medis terkait

dengan masalah kesehatan pada system perkemihan dibutuhkan pemeriksaan patologi klinik.

Adapun pemeriksaan patologi klinik yang biasa dilakukan pada klien dengan gangguan system

perkemihan antara lain adalah Urinalysis and Urine Culture, Specific Gravity, Osmolality, Renal

Function Tests,Diagnostic Imaging, Urologic Endoscopic Procedures, dan Biopsy.

Page 3: patologi klinis firstoo

2. Tujuan

Tujuan Umum

- Memahami berbagai jenis prosedur diagnostic patologi klinik

Tujuan khusus

- Mengetahui konsep umum tentang Urinalysis and Urine Culture,

- Mengetahui konsep umum tentang Specific Gravity,

- Mengetahui konsep umum tentang Osmolality,

- Mengetahui konsep umum tentang Renal Function Tests,

- Mengetahui konsep umum tentang Diagnostic Imaging,

- Mengetahui konsep umum tentang Urologic Endoscopic Procedures,

- Mengetahui konsep umum tentang Biopsy

-

Page 4: patologi klinis firstoo

BAB II

TEORI DAN KONSEP

1. Urinalisis dan Kultur Urin

1.1. Definisi

Urinalisis merupakan pemeriksaan uji saring yang digunakan untuk mengetahui

gangguan ginjal dan saluran kemih atau gangguan metabolism tubuh (Strasinger & Schaub,

2001). Urinalisis atau kultur urin adalah salah satu tes laboraturium paling kuno dan paling

umum. Keuntungan dari urinalisis adalah bahwa tes ini non-invasif, spesimen mudah di

dapatkan, hasil dapat diperoleh dengan cepat dan murah .

Informasi dari urinalisis meliputi warna, berat jenis, pH, dan adanya protein, sel darah

merah dan sel darah putih, urobilinogen, bekteri, silinder (cast), dan Kristal.Urine yang normal

tidak menunjukkan adanya protein, bilirubin, urobilirubin, glukosa, keton, bakteri, atau

esterase leukosit. Sedikit sel darah merah, sel darah putih, silinder, dan Kristal adalah temuan

normal.(Nurachmah, Elly. 2000)

Urinalisis adalah pemeriksaan ciri fisik dan komposisi urine yang baru dikeluarkan, yang

dilakukan dengan tujuan:

Skrining : untuk penyakit sistemik atau ginjal

Diagnosis : untuk kondisi yang dicurigai

Penatalaksanaan : untuk memantau perkembangan kondisi tertentu misalnya : kehamilan

dengan hipertensi (Getliffe dan Dolman,1997)

1.2. Indikasi

Urinalisis biasanya dilakukan secara rutin pada saat pasien masuk rumah sakit dan dalam

pemeriksaan skrining praopratif untuk pasien-pasien yang akan menjalani pembedahan

elektif. Beberapa indikasinya antara lain :

Adanya riwayat gejala seperti : disuria, hesitancy, nyeri pinggang, sering berkemih,

pengeluaran sekret uretra

Adanya riwayat kelainan yang dapat mempengaruhi fungsi renal seperti : penyakit kolagen

vaskuler, diabetes mellitus, pajanan terhadap nefrotoksin, infeksi saluran kemih, batu

ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal

Hasil-hasil pemeriksaan fisik seperti : panas yang penyebabnya tidak diketahui, edema

menyeluruh, ikterus, nyeri tekan pada angulus kostovertebralis, abnormalitas kelenjar

prostat.

Page 5: patologi klinis firstoo

1.3. Kontraindikasi

Banyak obat dan vitamin yang berefek pada urinalisis. Contohnya, pil vitamin C,

antibiotic dan beberapa obat tertentu yang digunakan untuk penyakit Parkinson, obat

tersebut dapat menyebabkan hasil urinalisis menjadi “false” positif sehingga diperlukan tes

lain untuk mengkonfirmasi hasil. Jadi sebelum dilakukan tes, beritahukan ke dokter obat

atau vitamin yang sedang dikonsumsi.Demam dan latihan berat juga dapat memberikan

hasil “false” positif (National Kidney Foundation, 2002).

1.4. Persiapan alat

a. Cairan antiseptic

b. Cairan sabun

c. Air steril

d. Kassa 4x4 cm

e. Sarung tangan sekali pakai untuk diberikan pada klien wanita

f. Urinal untuk klien pria

g. Strip reagen atau “Dipsticks”

h. Celemek (bila diperkirakan akan terjadi kontak dengan urine)

i. Wadah Urin. Wadah/botol penampung harus bersih dan kering, sebaiknya terbuat dari

bahan plastik, tidak mudah pecah, bermulut lebar, dapat menampung 10-15 ml urine

dan dapat ditutup dengan rapat. Selain itu juga harus bersih, kering, tidak mengandung

bahan yang dapat mengubah komposisi zat-zat yang terdapat dalam urine.

j. Kertas label. Setiap wadah harus dibuat keterangan

1.5. Prosedure

Pengambilan spesimen urine dilakukan oleh penderita sendiri (kecuali dalam

keadaan yang tidak memungkinkan). Sebelum pengambilan spesimen, penderita harus

diberi penjelasan tentang tata cara pengambilan yang benar. Spesimen urine yang ideal

adalah urine pancaran tengah (midstream), di mana aliran pertama urin dibuang dan aliran

urine selanjutnya ditampung dalam wadah yang telah disediakan. Pengumpulan urine

selesai sebelum aliran urine habis. Aliran pertama urine berfungsi untuk menyiram sel-sel

dan mikroba dari luar uretra agar tidak mencemari spesimen urine.

Sebelum dan sesudah pengumpulan urine, pasien harus mencuci tangan dengan

sabun sampai bersih dan mengeringkannya dengan handuk, kain yang bersih atau tissue.

Page 6: patologi klinis firstoo

Pasien juga perlu membersihkan daerah genital sebelum berkemih. Wanita yang sedang

haid harus memasukkan tampon yang bersih sebelum menampung spesimen.

Pasien yang tidak bisa berkemih sendiri perlu dibantu orang lain (mis. keluarga atau

perawat). Orang-orang tersebut harus diberitahu dulu mengenai cara pengumpulan sampel

urine; mereka harus mencuci tangannya sebelum dan sesudah pengumpulan sampel;

menampung urine midstream dengan baik. Untuk pasien anak-anak mungkin perlu

dipengaruhi/dimaotivasi untuk mengeluarkan urine. Pada pasien bayi dipasang kantung

penampung urine pada genitalia.

Pada kondisi tertentu, urine kateter juga dapat digunakan. Dalam keadaan khusus,

misalnya pasien dalam keadaan koma atau pasien gelisah, diperlukan kateterisasi kandung

kemih melalui uretra. Prosedur ini menyebabkan 1 - 2 % risiko infeksi dan menimbulkan

trauma uretra dan kandung kemih. Untuk menampung urine dari kateter, lakukan desinfeksi

pada bagian selang kateter dengan menggunakan alkohol 70%. Aspirasi urine dengan

menggunakan spuit sebanyak 10 – 12 ml. Masukkan urine ke dalam wadah dan tutup rapat.

Segera kirim sampel urine ke laboratorium.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen urine :

a. Spesimen urine pagi lebih pekat dan dapat mencerminkan berbagai keabnormalan

b. Urin tidak boleh dibiarkan pada suhu ruangan karena akan berubah menjadi alkalin,

akibat terkontaminasi bakteri pengubah urea dari lingkungan.

c. Semua spesimen harus disimpan dalam lemari pendingin sesegera mungkin setelah

diambil

d. Pemeriksaan mikroskopik perlu dilakukan dalam waktu 1/2 jam sesudah pengambilan

untuk mencegah dissolusi elemen seluler dan pertumbuhan bakteri (kecuali jika telah

menggunakan metoda steril)

e. Spesimen urin harus diambil dari klien dengan teknik alir tengah menggunakan

kontainer bermulut lebar

Jenis sampel urine :

a. Urin Sewaktu.

Urin sewaktu adalah urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan

khusus. Urin ini cukup baik untuk pemeriksaan rutin yang menyertai pemeriksaan badan

tanpa tanda khusus. (Gandasoebrata, 2006)

Page 7: patologi klinis firstoo

b. Urin Pagi

Urin pagi adalah urin yang pertama kali dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur.

Urin ini lebih pekat dari urin yang dikeluarkan pada siang hari, jadi baik untuk

pemeriksaan sedimen, berat jenis, dan protein. (Gandasoebrata, 2006 )

c. Urin 24 Jam

Urin 24 jam adalah urin yang dikeluarkan dan dikumpulkan selama 24 jam. Untuk

pengumpulan urin ini diperlukan botol yang besar dan dapat ditutup rapat, botol ini harus

bersih dan biasanya memerlukan pengawet. (Gandasoebrata, 2006 )

d. Urin Postprandial

Urin Postprandial yaitu urin yang pertama kali dikeluarkan 1,5 – 3 jam setelah makan,

sangat baik untuk pemeriksaan terhadap reduksi dan kelainan sedimen. ( Gandasoebrata,

2006 )

e. Urin 2 Gelas dan urin 3 Gelas pada Orang Lelaki.

Penampungan ini dipakai pada pemeriksaan urologis dan dimaksudkan untuk

mendapatkan gambaran tentang letaknya lesi atau radang lain yang mengakibatkan

adanya nanah atau darah dalam urin seorang laki- laki. Penderita harus berkemih

langsung ke dalam gelas – gelas itu tanpa menghentikan aliran urinnya.

Pengambilan spesimen urine 24 jam

Yakinkan klien memahami prosedur

Semua urine harus ditampung dalam 24 jam menggunakan teknik pengambilan steril

Minta klien mengosongkan kandung kemih pada jam tertentu (misalnya jam 8 pagi) lalu

urine dibuang

Kumpulkan urine berikutnya selama 24 jam pada wadah yang memadai dan tertutup

Kumpulkan spesimen terakhir pada jam 8 pagi hari berikutnya

Simpan urine yang terkumpul di lemari pendingin

Mulai dengan kandung kemih kosong dan akhiri dengan kandung kosong pula.

Pengambilan spesimen urin aliran tengah (clean- catch midstream)

1). Instruksi pada pasien laki-laki

a) Buka glans penis dan bersihkan daerah di sekitar meatus dengan sabun. Hilangkan

semua bekas sabun dengan kapas yang dibasahi air

b) Jangan mengumpulkan urin yang pertama kali keluar, buang bagian ini

Page 8: patologi klinis firstoo

c) Kumpulkan bagian berikutnya ke dalam botol steril bermulut lebar atau tabung gelas

yang berdiameter besar dengan dilindungi oleh tutup yang steril

d) Jangan mengumpulkan beberapa tetes urin terakhir karena sekresi prostat dapat

masuk ke dalam urin pada akhir pancaran urin

2). Instuksi pada pasien wanita

a) Pisahkan kedua labia agar orifisium uretra tidak terhalang

b) Bersihkan daerah di sekitar meatus urinarius dengan menggunakan spons yang

dibasahi sabun cair

c) Usap perineum dari depan ke belakang

d) Hilangkan semua bekas sabun dengan kapas yang dibasahi air, dengan cara

menghapusnya dari depan ke belakang

e) Pertahankan labia agar tetap terpisah dan lakukan urinasi dengan kuat, tetapi bagian

pertama urin yang memancar keluar jangan ditampung. (Koloni bakteri terdapat pada

bagian distal orifisium uretra; pancaran urin yang pertama akan membasuh dan

membersihkannya dari kontaminan uretra tersebut).

f) Kumpulkan bagian pancaran-tengah dari aliran urin dengan memastikan agar wadah

yang digunakan untuk mengumpulkan specimen urin tidak mengenai alat kelamin.

Pasien yang tidak bisa berkemih sendiri perlu dibantu orang lain (misalnya:

keluarga atau perawat). Orang-orang tersebut harus diberitahu dulu mengenai cara

pengumpulan sampel urine, seperti harus mencuci tangannya sebelum dan sesudah

pengumpulan sampel, serta menampung urine midstream dengan baik. Untuk pasien

anak-anak, mungkin perlu dipengaruhi/dimotivasi untuk mengeluarkan urine. Pada

pasien bayi dipasang kantung penampung urine pada genetalia.

Pada kondisi tertentu, urine kateter juga dapat digunakan. Dalam keadaan khusus,

misalnya pasien dalam keadaan koma atau pasien gelisah, diperlukan kateterisasi

kandung kemih melalui uretra. Prosedur ini menyebabkan 1-2% risiko infeksi dan

menimbulkan trauma uretra dan kandung kemih. Untuk menampung urine dari kateter ,

lakukan desinfeksi pada bagian selang kateter dengan menggunakan alcohol 70%.

Aspirasi urine dengan menggunakan spuit sebanyak 10-12 ml. masukkan urine ke

dalam wadah dan tutup rapat. Segera kirim sampel urine ke laboratorium.

Aspirasi jarum suprapubik transabdominal kandung kemih merupakan cara

mendapatkan sampel urine yang paling murni. Pengumpulan urine aspirasi suprapubik

harus dilakukan pada kandung kemih yang penuh.

Page 9: patologi klinis firstoo

1). Lakukan desinfeksi kulit di daerah suprapubik dengan Povidone iodine 10% kemudian

bersihkan sisa Povidone iodine dengan alkohol 70%

2). Aspirasi urine tepat di titik suprapubik dengan menggunakan spuit

3). Diambil urine sebanyak ± 20 ml dengan cara aseptik/suci hama (dilakukan oleh

petugas yang berkompenten)

4). Masukkan urine ke dalam wadah yang steril dan tutup rapat

5). Segera dikirim ke laboratorium

1.6. Cara Pembacaan secara global

Urinalisis Dewasa Bayi baru lahir Anak

Warna Kuning muda sampai kuning sawo

Kuning muda sampai kuning tua

Tampilan Jernih Jernih JernihBau Berbau khas Berbau khaspH 4,5-8,0 5-7 4,5-8

Berat jenis 1,005-1,020 1,001-1,020 1,005-1,030Protein 2-8 mg/dlGlukosa Negative NegativeKeton Negative NegativeDarah Negative Negative

Sel darah merah 1-2 JarangSel darah putih 3-4 0-4

Sedimen Jarang menimbulkan hialin

Jarang

Urinalisis Pengujian Tahap Satu: Pemeriksaan makroskopik

a. Memeriksa warna dan kejernihan dari sampel urin adalah tes pertama yang dilakukan.

Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan kemungkinan

adanya infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria), penyakit hati, kerusakan otot atau

eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan tertentu juga dapat mengubah warna urin. Kencing

berbusa sangat mungkin mewakili jumlah besar protein dalam urin (proteinuria).

Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :

Merah :

o Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin.

o Penyebab nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab

(kelembak), senna.

Oranye :

o Penyebab patologik : pigmen empedu.

Page 10: patologi klinis firstoo

o Penyebab nonpatologik : obat untuk infeksi saliran kemih (piridium), obat lain

termasuk fenotiazin.

Kuning :

o Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin.

o Penyebab nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.

Hijau :

o Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas).

o Penyebab nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.

Biru : tidak ada penyebab patologik

o Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran

Coklat :

o Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu.

o Pengaruh obat : levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.

Hitam atau hitam kecoklatan :

o Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat, indikans, urobilinogen,

methemoglobin.

o Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks besi, fenol

b. pH

Bagian dari tes ini melihat derajat keasaman air seni. pH urine pada orang normal adalah

4,8 – 7,4. pH di bawah 7,0 disebut asam (acid) dan pH di atas 7,0 dinamakan basa (alkali).

Beberapa keadaan dapat menyebabkan pH urine menjadi basa , misalnya : diet

vegetarian, setelah makan, muntah hebat, infeksi saluran kencing oleh bakteri Proteus

atau Pseudomonas, urine yang disimpan lama, terapi obat-obatan tertentu, atau

gangguan proses pengasaman pada bagian tubulus ginjal. Sebaliknya, pH urine bisa

menjadi rendah atau asam dapat dijumpai pada : diabetes, demam pada anak, asidosis

sistemik, terapi obat-obatan tertentu.

c. Gravitasi spesifik: Bagian dari tes menentukan bagaimana konsentrasi urin. Jika pasien

misalnya mengalami dehidrasi maka berat jenis akan tinggi. Jika orang tersebut sangat

baik-terhidrasi, hasilnya lebih rendah .Diabetes insipidus, suatu kondisi dimana tubuh

mengeluarkannya dalam jumlah besar urin, akan menghasilkan berat jenis yang sangat

rendah.

d. Protein: Adanya protein dalam urin merupakan temuan abnormal. Jumlah protein yang

tinggi dapat menunjukkan bahwa ada masalah dengan fungsi ginjal.

Page 11: patologi klinis firstoo

e. Glukosa: Menemukan glukosa dalam urin merupakan temuan yang tidak normal.

Biasanya, ini ditemukan pada pasien dengan diabetes.

f. Keton: Menemukan keton dalam urin bukan merupakan temuan normal. Biasanya,

diabetes adalah penyebab dari keton dalam urin dan dibutuhkan tes lanjutan

g. Leukosit: Leukosit dalam urin biasanya menunjukkan infeksi masa lalu atau saat di saluran

kemih.

h. Darah: Adanya darah dalam urin merupakan temuan abnormal. Namun, tidak mungkin

untuk menentukan penyebab pendarahan tanpa pengujian lebih lanjut. Penyebab umum

termasuk infeksi, trauma, batu ginjal, kanker, operasi pada daerah saluran kemih,

penyakit ginjal, trauma terkait dengan pemasangan kateter urin, dan banyak penyebab

lainnya. Selain itu pada wanita yang sedang menstruasi juga bisa ditemukan darah dalam

urin .

1.7. Peran perawat di Pre , Intra dan post procedure

a. Peran perawat saat Pre dan intra procedure yaitu :

Pertama- tama perawat harus menjelaskan tujuan dari procedure urinalisis ini

kepada klien, menyiapkan berbagai alat untuk keperluan procedure. Urinalisis yang akurat

dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas. Sekresi vagina, perineum dan uretra pada

wanita, dan kontaminan uretra pada pria dapat mengurangi mutu temuan laboratorium.

Mukus, protein, sel, epitel, dan mikroorganisme masuk ke dalam sistem urine dari uretra

dan jaringan sekitarnya. Oleh karena itu pasien perlu diberitahu agar membuang beberapa

millimeter pertama urine sebelum mulai menampung urine. Pasien perlu membersihkan

daerah genital sebelum berkemih. Wanita yang sedang haid harus memasukkan tampon

yang bersih sebelum menampung specimen. Kadang-kadang diperlukan kateterisasi untuk

memperoleh spesimen yang tidak tercemar.

Edukasi yang harus perawat lakukan kepada klien pre-procedure antara lain

Pada klien laki-laki:

Buka glans penis dan bersihkan daerah sekitar meatus dengan sabun. Hialngkan semua

bekas sabun dengan kapas yang dibasahi air

Jangan mengumpulkan urin yang pertama kali keluar, buang bagian ini.

Kumpulkan bagian berikutnya ke dalam botol steril bermulut lebaratau tabung gelas yang

berdiameter besar dengan dilindungi oleh tutup yang steril

Page 12: patologi klinis firstoo

Jangan mengumpulkan beberapa tetes urin terakhir karena sekresi prostat dapat masuk

ke dalam urin pada akhir pancaran urin

Pada klien wanita :

Pisahkan kedua labia agar orifisium uretra tidak terhalang

Bersihkan daerah di sekitar meatus urinarius dengan menggunakan spons yang dibasahi

sabun cair

Usap perineum dari depan ke belakang

Hilangkan semua bekas sabun dengan kapas yang dibasahi air, dengan cara

menghapusnya dari depan ke belakang

Pertahankan labia agar tetap terpisah dan lakukan urinasi dengan kuat, tetapi bagian

pertama urin yang memancar keluar jangan ditampung. (koloni bakteri terdapat pada

bagian distal orifisium uretra ; pancaran urin yang pertama akan membasuh dan

membersihkannya dari kontaminan uretra tersebut)

Kumpulkan bagian pancaran tengah dari aliran urin dengan memastikan agar wadah yang

digunakan untuk mengumpulkan specimen urin tidak mengenai alat kelamin

b. Peran perawat saat intra dan post procedure :

Menggunakan wadah yang bersih untuk menampung spesimen urin.

Hindari sinar matahari langsung pada waktu menangani spesimen urin.

Jangan gunakan urin yang mengandung antiseptik.

Makukan pemeriksaan dalam waktu satu jam setelah buang air kecil. Penundaan

pemeriksaan terhadap spesimen urine harus dihindari karena dapat mengurangi

validitas hasil.

Analisis harus dilakukan selambat-lambatnya 4 jam setelah pengambilan spesimen.

Dampak dari penundaan pemeriksan antara lain : unsur-unsur berbentuk dalam

sedimen mulai mengalami kerusakan dalam 2 jam, urat dan fosfat yang semula larut

dapat mengendap sehingga mengaburkan pemeriksaan mikroskopik elemen lain,

bilirubin dan urobilinogen dapat mengalami oksidasi bila terpajan sinar matahari,

bakteri berkembangbiak dan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan mikrobiologik

dan pH, glukosa mungkin turun, dan badan keton, jika ada, akan menguap.

mengirim spesimen ke laboraturium setelah diberi label dengan identitas lengkap dari

klien

mendokumentasikan prosedur dan respon klien dalam catatan klien

Page 13: patologi klinis firstoo

2. Specific Gravity

2.1. Definisi

Urine specific gravity is determined by comparing the weight of a urine spevimen

with that of an equivalent volume of distilled water, which is 1.000. Because urine contains

dissolved salts and other substance, it’s heavier than 1.000. Urine specific gravity range from

1.010 to 1.025. Specific gravity is measured with a urinometer( a specially calibrated

hydrometer designed to float in the cylinder of urine), a refractometer, which measures the

refraction of light as it passes through a urine specimen, or a reagent strip test.

Urine specific gravity adalah sebuah metode ilmiah untuk menilai dan memonitor

level hidrasi dengan mengukur densitas (konsentrasi) dari sampel urin serta menilai

kandungan kimia yang terdapat pada urin.

2.2. Indikasi

Pada pasien yang mengalami trauma.

Pada pasien yang mengalami penurunan atau kekurangan hormon antidiuretik atau

vassopresin.

Pasien DM, insipidus primer.

Pasien dengan extensive accute renal tubular damage.

2.3. Kontraindikasi

Berikut ini dapat meningkatkan berat jenis urine dan harus dihentikan sebelum pengujian : Dekstran Sukrosa Pewarna kontras intravena (hindari selama setidaknya 72 jam sebelum pengujian)

2.4. Persiapan alat

Urinometer

Gelas ukur

Termometer

Kertas saring

2.5. Prosedur pelaksanaan

1). Masukan urin yang diperiksa ke dalam gelas Urinometer 2/3 bagian atau secukupnya.

2). Busa yang terjadi dihilangkan dengan kertas saring.

Page 14: patologi klinis firstoo

3). Masukan tangkai Urinometer ke dalam gelas tersebut.

4). Tangkai Urinometer haris diputar dengan ibu jari dan jari telunjuk supaya tidak menempel

pada dinding gelas Urinometer.

5). Karena putaran tadi,tangkai Urinometer akan terapung ditengah kemudian di baca.

6). Catatlah suhu urin tersebut.

7). Tiap-tiap urinometer telah ditera pada suhu tertentu. Bila suhu urin tidak sama dengan

suhu tera, lakukan koreksi sebagai berikut :

Tambahkan 0,001 pada angka yang dinyatakan urinometer bagi tiap penambahan

suhu 3 0C diatas suhu tera, atau dikurangi 0,001 untuk setiap perbedaan suhu 3 0C

dibawah suhu tera.

2.6. Cara pembacaan secara global

Nilai normal untuk tes ini adalah 1.000 to 1.030. Spesifik gravitasi antara 1,005 dan

1,035 pada sampel acak harus dianggap wajar jika fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk

urine pagi adalah 1,015 – 1,025, sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai

normal > 1,022, dan selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Defek fungsi dini yang tampak

pada kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine. BJ urine

yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan

ekskresi urine malam > 500 ml dan BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau

mungkin pasien baru-baru ini menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara

intravena untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan berat molekul rendah. Kurangi

0,004 untuk setiap 1% glukosa untuk menentukan konsentrasi zat terlarut non-glukosa

Penurunan hasil tes ini menunjukkan :

Aldosteronism

Page 15: patologi klinis firstoo

Kelebihan volume cairan

Diabetes insipidus - central

Diabetes insipidus - nephrogenic

Gagal ginjal

Renal tubular necrosis

Infeksi ginjal parah (pyelonephritis)

Sedangkan peningkatan hasil tes ini menunjukkan :

Addison's disease (jarang)

Dehidrasi

Diarrhea yang menimbulkan dehidrasi

Glukosuria

Gagal ginjal yang berhubungan dengan penurunan aliran darah ke ginjal.

Renal arterial stenosis

Shock

Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH)

2.7. Peran perawat di tahap pre, intra dan post

Hal pertama yang harus diperhatikan adalah identitas penderita yaitu nama, nomor

rekam medis, tanggal dan jam pengambilan bahan. Identitas ini ditulis pada label di wadah

urine dan harus sesuai dengan formulir permintaan.

Apabila specimen urin telah dikumpulkan tetapi terpaksa menunda pemeriksaan, urine

harus disimpan dalam lemari es suhu 2-80C. penyimpanan dalam lemari es mencegah

dekomposisi urine oleh bakteri.

Urine yang telah disimpan dalam lemari es akan menyebabkan presipitasi fosfat dan

urat amorf serta memiliki berat jenis lebih tinggi bila diukur dengan urinometer. Oleh sebab

itu, sebelum pemeriksaan dilakukan urine harus dibiarkan dahulu mencapai suhu kamar dan

dicampur/dikocok. Pada keadaan tertentu sehingga urine harus dikirim ke tempat yang jauh

dan atau tidak ada lemari es, biasanya digunakan pengawet urine

Page 16: patologi klinis firstoo

3. Osmolality

3.1. Definisi

Tes osmolalitas adalah sebuah tes yang digunakan untuk menilai derajat relative

pengenceran atau pemekatan uriin atau darah. Tes ini juga dilakukan untuk mengevaluasi

keseimbangan air, kemampuan tes ini juga untuk menilai kemampuan ginjal untuk

memproduksi urin dan konsentrasinya, mengukur jumlah sodium, untuk mendeteksi adanya

sejumlah toksin seperti methanol dan ethylen glycol, untuk memonitor secara osmotik terapi

aktif obat seperti manitol. Tes osmolalitas ini juga dilakukan untuk memonitor keefektifan

pengobatan untuk beberapa kondisi yang ditemukan.

3.2. Indikasi

a. Pasien dengan sindrom hiponatremia seperti :

Kehausan

Kebingungan

Nausea

Sakit kepala

Letargi

Seizure bahkan koma.

b. Orang dengan keracunan methanol atau ethylen glycol.

c. Orang dengan DM.

3.3. Kontraindikasi

Tidak ada

3.4. Persiapan alat

Kontainer penampung urin

Label identitas pasien

Fotometer Clinicon 4010

Semprit 10 mL, sekali pakai

Tabung reaksi dan rak

Cup eppendorf volume 0.5 mL

Pipet semiotomatik 50 uL

Centrifuge Kubota KN 70

Page 17: patologi klinis firstoo

Tip pipet biru dan kuning

Urinometer

Osmometer Osmonat 030 dari Gonotec GmBH

Electrolyte Analyzer (AVL 9120)

Termometer ruangan

Timbangan analitik Ohaus

Pot urin 20 mL

Reagensia:

1). Bahan kontrol dan kalibrator untuk Osmomat 030:

Aqua bidestilata

NaCl solution for Calibration (300 mosmol/kg H2O atau 9.463 gram NaCl/kg H2O)

2). Antikoagulan Sodium Heparin 5 mL, 5000 IU/mL dari B Braun, stabil sampai tanggal

kadaluarsa bila disimpan pada suhu 2 – 8oC.

3). ISE SNAP PACK untuk pemeriksaan elektrolit natrium dengan alat AVL 9120 electrolyte

analyzer

4). Kit Urea

5). Kit Glukosa

6). Reagent Strips for Urinalysis Multistix

3.5. Prosedur pelaksanaan

Sebelum penelitian dimulai, dilakukan kalibrasi pipet serta uji ketepatan dan ketelitian

osmometer 030.

a. Melakukan kalibrasi pipet semiotomatik 50 uL. Kalibrasi dilakukan dengan menimbang air

suling yang dihisap oleh pipet tersebut sebanyak 10 kali. Volume pipet sebenarnya (mL)

dihitung dengan membagi hasil penimbangan dalam gram dengan berat jenis (g/mL) air

suling yag tergantung dengan suhu ruangan pada saat penimbangan, kemudian dihitung

Standar Deviasi (SD), Koefisien Variasi (CV) dan penyimpangan dari volume sebenarnya

(d).

b. Melakukan uji ketepatan dan ketelitian osmolalitas dengan menggunakan Osmomat 030

dan memakai bahan kontrol NaCl soluton for calibration. Uji ketelitian dan ketepatan

dilakukan secara within run sepuluh kali berturut-turut pada hari yang sama. Uji between

day dilakukan sebanyak sepuluh kali pada hari yang berbeda selama penelitian

dilaksanakan. Dilakukan perhitungan SD, CV dan d.

Cara Pemeriksaan:

Page 18: patologi klinis firstoo

1. Pemeriksaan Osmolalitas Serum, Plasma dan urin dengan alat Osmomat 030

Prinsip pemeriksaan: Penentuan osmolalitas total suatu larutan dengan membandingkan

titik beku air dan titik beku larutan sampel.

Pada probe Osmomat 030 terdapat thermistor dan jarum logam, suhu pada jarum adalah

0oC sehingga terdapat kristal es pada ujungnya. Pada waktu sample masuk ke super

cooled bath suhu sampe akan turun mencapai -7oC. Segera setelah sampel mencapai

suhu -7oC proses kristalisasi sampel akan berlangsung, dimulai dengan meningkatnya

kembali suhu sampel sehingga tercapai equilibrium pada titik beku sampel sebenarnya.

Pada layar monitor dapat dibaca nilai titik beku larutan sampel tersebut. Besarnya

perbedaan selisih suhu antara air murni dan larutan sampel yang diukur setara dengan

besarnya osmolalitas

Cara Pemeriksaan:

a. Nyaakan stabilizer, kemudian nyalakan alat Osmomat 030. Lakukan kalibrasi zero (nol)

dengan aqua bidestala dengan cara mengisap 50 uL aqua bidestilata tanpa ada

gelembung udara ke dalam cup Eppendorf, letakkan pada measuring vessel holder.

Tekan tombol kalibrasi air zero, baru turunkan measuring vessel holder, hasil harus

menunjukkan 000.

b. Lakukan kalibrasi dengan kalibrator dengan cara mengisap 50 uL larutan NaCl solution

for calibration tanpa ada gelembung udara ke dalam cup Eppendorf letakkan pada

measuring vessel holder. Tekan tombol kalibrasi (cal), baru turunkan measuring vessel

holder, hasil harus menunjukkan 300.

c. Pengukuran sampel:

Ambil 50 uL bahan pemeriksaan, tidak boleh ada gelembung. Tekan tombol untuk

pengukuran bahan pemeriksaan (sampel), baru turunkan measuring vessel holder. Hasil

dinyatakan dalam mOsmol/kg yar g terlihat pada layar.

Setelah pembacaan selesai, cup Eppendorf dilepaskan secara manual dan bahan

pemeriksaan berikutnya dapat langsung diperiksa.

Setelah pemeriksaan selesai, alat dibersihkan dan dimatikan.

2.Pemeriksaan kadar glukosa, ureum dan natrium serum untuk menentukan osmolalitas

serum terhitung

a. Pemeriksaan Kadar Glukosa

Prinsip pemeriksaan: glukosa dengan glukosa oksidase akan membentuk asam glukonat

dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida merubah warna indikator kolorimetrik

quinoneimine yang dibaca pada 546 nm.

Page 19: patologi klinis firstoo

GODGlukosa + H2O Asam glukonat + 2H2O2

POD2H2O2 + 4 – Aminoantipirin + fenol quinoneimine + 4 H2O

Kadar glukosa (mg/dL) = A sampel x 100 mg/dLA standar

b. Pemeriksaan Kadar Ureum

Prinsip pemeriksaan: urea dihidrolisa oleh urase menghasilkan ion ammonium dan CO2.

Ion ammonium bereaksi dengan hipoklorit dan salisilat yang memberikan warna hijau

yang di baca pada 578 nm.

UreaseUrea NH4

+ + CO2

NH4+ + hipoklorit + salisilat warna hijau

Kadar ureum (mg/dL) = A sampel x 50 mg/dLA standar

c. Pemeriksaan Kadar natrium serum dengan AVL 9020 elecrolyte analyzer

Prinsip pemeriksaan: menggunakan prinsip pengukuran Ion Sensitive Electrode (ISE)

Besarnya Osmolaitas terhitung adalah:

Osmolalitas (mOsmol/L) = 2 x [Na] + [glukosa] + [BUN] 18 2.8

Keterangan: BUN = 0.467 x [ureum]

3.Penetapan Osmolalitas terhitung urin berdasarkan berat jenis dengan urinometer.

Penetapan BJ:

a. Ukur suhu ruangan untuk koreksi suhu terhadap suhu kalibrasi urinometer.

b. Isi gelas ukur sampai ¾ penuh dengan urin, masukkan urinometer dengan gerakan

memutar sehingga terapung bebas dan tidak bersentuhan dengan dinding tabung. Baca

BJ setinggi meniskus bawah. Lakukan koreksi terhadap suhu bila terdapat perbedaan

suhu kalibrasi urinometer dengan sampel.

Osmolalitas urin terhitung (mOsmol/L) = (BJ - 1000) x 40

3.6. Cara pembacaan secara global

Harga normal untuk tes ini kurang-lebih 300 mOsm/L (300 mmol/L)

Jika nilai osmolalitas urin meningkat maka pasien diidentifikasi mengalami :

Dehidrasi

DM

Hiperglikemi

Page 20: patologi klinis firstoo

Hipernatremi

Keracunan ethanol, methanol, atau ethylen glycol.

Kerusakan ginjal.

Terapi manitol.

Shok

Namun, jika serum osmolalitas menurun, pasien kemungkinan dapat mengalami :

Hidrasi yang berlebih.

Hiponatremi.

Sekresi ADH yang tidak adekuat.

3.7. Peran perawat di tahap pre, intra dan post

a. Pre-prosedur

• Jelaskan prosedur kepada pasien

• Beritahu pasien bahwa tidak ada persiapan khusus diperlukan

• Informasikan pasien bahwa persiapan untuk spesimen urin puasa mungkin memerlukan

konsumsi diet tinggi protein selama 3 hari sebelum tes

• Anjurkan pasien untuk makan malam kering malam sebelum ujian dan minum tidak ada

cairan sampai tes selesai keesokan harinya.

b. Intra-prosedur

• Kumpulkan spesimen urin pertama untuk sampel acak.

• Untuk spesimen puasa, anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih pada

sekitar 06:00 untuk membuang urin. Kumpulkan tes urine lagi di jam 20.00

• Menunjukkan pada slip labolatorium Status puasa pasien.

c. Post-prosedur

• Kirim spesimen untuk labolatorium

• Berikan makanan dan cairan untuk pasien.

4. Renal Function Test

4.1.Definisi

Page 21: patologi klinis firstoo

Banyak kerusakan dapat memengaruhi kemampuan ginjal dalam melakukan

tugasnya. Beberapa dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara cepat (akut); yang

lain dapat menyebabkan penurunan yang lebih lamban (kronis). Keduanya menghasilkan

penumpukan bahan ampas yang toksik (racun) dalam darah . Karena sulit mengukur

kerusakan ini secara langsung. Oleh karena itu, dibentuk beberapa tes laboratorium yang

memberi gambaran mengenai kesehatan ginjal. Tes ini disebut sebagai tes fungsi ginjal atau

faal ginjal, dan dapat membantu menentukan penyebab dan tingkat masalah ginjal. Tes ini

juga dilakukan untuk mengevaluasi beratnya penyakit ginjal dan mengikuti perjalanan klinik

pasien memberikan informasi tentang efektifitas ginjal dalam melaksanakan fungsi

ekskresinya. Tes dilakukan pada sample urin dan darah

Hasil-hasil pemeriksaan fungsi ginjal dapat berada dalam batas-batas normal sampai

terjadi penurunan fungsi ginjal hingga dibawah 50% dari nilai normal. Fungsi ginjal dapat

dikaji secara lebih akurat jika dilakukan beberapa pemeriksaan dan kemudian hasil-hasilnya

dianalisis bersama. Pemeriksaan fungsi ginjal yang umum dilakukan adalah kemampuan

pemekatan ginjal, klirens kreatinin, kadar kreatinin serum dan nitrogen urea darah (BUN)

(Brunner dan Suddarth,2002)

4.2.Indikasi

Untuk berbagai kondisi yang dicurigai ada kerusakan pada fungsi ginjal seperti gagal ginjal

kronis.

4.3.Kontraindikasi

Riwayat lengkap harus diambil sebelum tes fungsi ginjal untuk menilai makanan

pasien dan asupan obat. Berbagai macam obat resep dan obat-yang dijual bebas dapat

mempengaruhi darah dan ginjal hasil tes urine fungsi, seperti dapat beberapa makanan dan

minuman.

4.4.Prosedur

Banyak kondisi yang dapat mempengaruhi kemampuan ginjal untuk menurunkan

fungsi vital mereka. Beberapa yang menyebabkan penurunan yang cepat (akut) dalam fungsi

ginjal, yang lainnya menyebabkan penurunan bertahap (kronis) dalam fungsi. Sejumlah tes

laboratorium klinis yang mengukur tingkat zat yang biasanya diatur oleh ginjal dapat

membantu menentukan penyebab dan tingkat kerusakan ginjal. Tes ini dilakukan pada

sampel urin, serta pada sampel darah.

Page 22: patologi klinis firstoo

Test Urine

Ada berbagai tes urine yang menilai fungsi ginjal.

a.Urinalisis

Tes skrining yang sederhana dan murah yang pertama kali dilakukan jika dicurigai

ada masalah pada ginjal. Sampel urin dikumpulkan secara acak dan diperiksa secara

makroskopik seperti : warna, bau, penampilan, dan konsentrasi (berat jenis), kimia untuk

zat-zat seperti protein, glukosa, dan pH (keasaman / kebasaan), dan mikroskopis untuk

kehadiran selular elemen (sel darah merah, sel darah putih, dan sel epitel), bakteri,

kristal. Jika hasil menunjukkan kemungkinan penyakit atau fungsi ginjal terganggu, satu

atau lebih dari tes tambahan berikut biasanya dilakukan untuk lebih spesifik

mendiagnosa penyebab dan tingkat penurunan fungsi ginjal.

b.Pemeriksaan Klirens Kreatinin .

Tes ini mengevaluasi seberapa efisien ginjal membersihkan zat yang disebut

kreatinin dari darah. Kreatinin adalah produk limbah dari metabolisme energi otot,

diproduksi pada tingkat yang konstan yang sebanding dengan massa otot individu.

Karena tubuh tidak mendaur ulang zat ini maka, semua kreatinin disaring oleh ginjal

dalam jumlah waktu tertentu dan diekskresikan dalam urin, sehingga pengukuran klirens

kreatinin sangat spesifik untuk mengetahui fungsi ginjal. Selain itu tujuan dari

pemeriksaan ini juga untuk mengukur volume darah dengan kreatinin yang telah

dibersihkan dalam waktu 1 menit, memberika nilai rata-rata kecepatan filtrasi

glomerulus serta berguna dalam mengikuti kemajuan status ginjal pasien. Prosedur

pemeriksaan ini ialah semua urin dikumpulkan dalam periode 24 jam dan mengambil

sampel darah dalam periode 24 jam.

Cara pelaksanaannya penentuan klierens kreatinin :

1). Tentukan volume urine penderita selama 24jam, kemudian hitung volume produksi

urine per menit, dan ini disebut V (cc/menit).

2). Tentukan kadar kreatinin didalam urine : U (mg%).

3). Tentukan kadar kreatinin didalam urine : P (m%).

4). Tentukan Tnggi badan, Berat badan, dan hitung luas permukaan tubuh (LPT) dengan

memakai rumus Du BOIS.

5). Klirens kreatinin dihitung berdasarkan rumus :

K kreatinin = Ux v/p x 1,78/LPT (ml/menit). 1,78 adalah luas tubuh standart

Nilai normal klirens kreatinin :

Page 23: patologi klinis firstoo

Pria : 72 – 141 ml/menit.

Wanita : 74 – 130 ml/menit.

c. Tes Kemampuan Pemekatan Ginjal

Tes pemekatan urin dilakukan dengan cara membatasi asupan air dan tes ini

merupakan cara yang sensitif untuk mengetahui kemampuan tubulus ginjal dalam

mereabsorpsi air dan menghasilkan urin yang pekat. Caranya: pada jam 7 pagi penderita

mengosongkan kandung kemihnya, lalu setelah itu hanya boleh minum 150 – 200 ml air

dan pada waktu antara makan tidak dibolehkan minum. Selain itu, penderita tidak boleh

makan makanan yang banyak mengandung air, asupan makanan normal (asupan garam

dan protein normal), tidak minum kopi, dan tidak mengkonsumsi diuretik. Kemudian

urin dikumpulkan pada :

I. Jam 7 – 11 : diukur volume dan BJnya

II. Jam 11 – 15 : diukur volume dan BJnya

III. Jam 15 – 19 : diukur volume dan BJnya

IV. Jam 19 – 7 : diukur volume dan BJnya

Jumlah urin siang (12 jam) = I + II + III

Jumlah urin malam (12 jam) = IV

Nilai Normal :

Jumlah urin siang = 2- 4 x jumlah urin malam

BJ makin besar , ada yang mencapai 1018 dan 1025 untuk urin malam

d.Tes Osmolalitas

Pengukuran osmolalitas urin merupakan pengukuran jumlah partikel terlarut yang

ada di dalam urin. Pemeriksaan ini lebih spesifik dibandingkan dengan pengukuran berat

jenis terhadap penilaian kemampuan ginjal dalam memekatkan dan mengencerkan urin.

Cara melakukan tes ini mirip dengan tes pemekatan pengenceran, namun yang dihiutng

adalah osmolalitasnya. Pada pemekatan,osmolalitas urin harus melebihi 800 mOSm/kg.

Sedangkan pada pengenceran,osmolalitas urin minimal harus ada 1 yang di bawah 100

mOSm/kg. Pada urin 24 jam, osmolalitas rata-rata harus mencapai 300-900 mOSm/kg,

sedangkanosmolalitas yang diperiksa secara acak harus mencapai 500-800 mOSm/kg.

e.Keluaran urea.

Page 24: patologi klinis firstoo

Urea adalah bahan ampas dari metabolisme protein, dan dikeluarkan dalam air seni.

Seperti keluaran kreatinin, tes ini mengukur jumlah urea yang dikeluarkan ke air seni

selama beberapa jam, dan juga membutuhkan pengukuran tingkat urea dalam darah.

f. Uji protein urin.

Ginjal yang sehat menyaring semua protein dari darah dan menyerapnya kembali,

sehingga tidak ada protein dalam urin atau hanya sejumlah kecil protein di dalam urin.

Adanya sejumlah besar protein dalam urin merupakan indicator penting dari penyakit

ginjal.

g.Tes Elektrolit

Salah satu fungsi utama ginjal adalah pengaturan keseimbangan elektrolit.Elektrolit

yang biasa diperiksa di urin adalah natrium, klorida, kalium, kalsium,fosfor. Untuk tes

elektrolit ini digunakan urin 24 jam. Natrium : Gagal ginjal dapat menyebabkan

peningkatan atau penurunan natrium.Sedangkan pada penyakit ginjal akut dapat terjadi

peningkatan natrium di urin akibat tubulus tidak sanggup mereabsorbsi natrium.

Klorida : Pada beberapa penyakit ginjal, ekskresi klorida dapat menurun.

Kalium : Pada penyakit ginjal kronis, terjadi penurunan kadar kalium di urin

karenasekresi tubular terganggu.

Kalsium :Pemeriksaan kalsium umumnya dilakukan untuk mengetahui adanya batu

ginjal. Selain itu, penurunan kadar kalsium biasanya terjadi pada nephrosis,nefritis akut,

dan gagal ginjal kronik.Fosfor Pada nefritis dan gagal ginjal kronis biasanya terjadi

penurunan kadar fosfor urin

Test Darah

Ada beberapa tes darah yang dapat membantu dalam mengevaluasi fungsi ginjal

diantaranya:

a. Blood urea nitrogen tes (BUN).

Urea adalah produk dari metabolisme protein. Produk ini limbah terbentuk dalam

hati, kemudian disaring dari darah dan diekskresikan dalam urin oleh ginjal. Uji BUN

mengukur jumlah nitrogen yang terkandung dalam urea. Tingkat BUN yang tinggi dapat

menunjukkan disfungsi ginjal, tetapi karena nitrogen urea darah juga dipengaruhi oleh

asupan protein dan fungsi hati, tes ini biasanya dilakukan bersamaan dengan kreatinin

darah, indikator yang lebih spesifik fungsi ginjal. Tes ini juga berfungsi sebagai indeks

kapasitas eksresi urin.

Prosedur tes BUN :

Page 25: patologi klinis firstoo

Lima sampai tujuh mililiter darah vena dikumpulkan dalam pemisah serum atau

tabung serum

Sampel dikirim ke laboratorium kimia. Sebuah mesin analisis multifungsi

menentukan Bun

Beberapa laboratorium lebih menyarankan agar pasien tidak makan selama 8 jam

sebelum tes.

b. Tes kreatinin.

Salah satu bahan ampas yang disaring oleh glomeruli adalah senyawa yang disebut

kreatinin. Kreatinin adalah bahan ampas dari metabolisme tenaga otot, yang

seharusnya dikeluarkan oleh ginjal dari darah ke dalam urin. Jadi jumlah kreatinin yang

dikeluarkan ke air seni selama beberapa jam dapat menunjukkan tingkat kerusakan

(bila ada) pada glomeruli. Produksi kreatinin tergantung pada massa otot individu, yang

biasanya berfluktuasi sangat sedikit. Pada fungsi ginjal yang normal, jumlah kreatinin

dalam darah tetap relatif konstan dan normal ,hal ini karena kreatinin sangat sedikit

dipengaruhi oleh fungsi hati.Tes ini disebut sebagai keluaran kreatinin (creatinine

clearance), dan hasil tes ini dapat kurang lebih sama dengan GFR dan lebih sensitive

terhadap kerusakan ginjal dibandingkan dengan BUN.

c. Kecepatan Penyaringan Glomeruli

Tes ini, yang umumnya disebut sebagai GFR (glomerular filtration rate), mengukur

jumlah darah yang disaring oleh ginjal setiap menit. Sekarang umumnya GFR

diestimasikan (eGFR) berdasarkan tingkat kreatinin dalam darah. Kemudian, eGFR

dihitung dengan memakai salah satu dari beberapa rumusan, yang memakai variabel

terkait usia, jenis kelamin dan (kadang) ras dan/atau berat badan. Juga ada rumusan

khusus untuk anak, yang memakai variabel lain. Hasil diungkap sebagai volume darah

yang disaring dalam mL/menit.

d. Tes darah lainnya.

Pengukuran kadar unsur-unsur lain diatur sebagian oleh ginjal juga dapat berguna

dalam mengevaluasi fungsi ginjal. Ini termasuk natrium, kalium, klorida, bikarbonat,

kalsium, magnesium, fosfor, protein, asam urat, dan glukosa

4.5.Interpretasi Hasil Pemeriksaan

Page 26: patologi klinis firstoo

Hasil test

LI 120 menunjukkan nilai normal atau nilai rujukan untuk beberapa tes di atas. Harus

ditekankan bahwa nilai ini berbeda tergantung pada alat yang dipakai pada laboratorium

yang melakukan tes dan cara penggunaannya. Laporan laboratorium yang diterima setelah

melakukan tes menunjukkan nilai rujukan yang berlaku.

Hasil test GFR menunjukkan kerusakan pada ginjal sebagaimana yang ditunjukkan oleh table

Tahapan Penyakit Ginjal Kronis

Stadium GFR Gambaran

1 90 Normal

2 60-89 Fungsi ginjal sedikit

berkurang

3 30-59 Penurunan fungsi

ginjal sedang,

± bukti kerusakan

lain

4 15-29 Penurunan fungsi

ginjal berat

5 <15 Kegagalan ginjal

Nilai klirens kreatinin . Untuk koleksi urin 24 jam, hasil normal 90-139 ml / menit untuk

pria dewasa berusia kurang dari 40 tahun, dan 80-125 ml / menit untuk wanita dewasa

berusia kurang dari 40 tahun. Bagi orang-orang lebih dari 40 tahun , nilai menurun 6,5 ml /

menit untuk setiap dekade kehidupan.

Nilai klirens urea. Dengan klirens maksimal, normal adalah 64-99 ml / menit.

Nilai osmolalitas urin . Dengan asupan cairan dibatasi (pengujian konsentrasi), osmolalitas

harus lebih besar dari 800 mOsm / kg air. Dengan asupan cairan meningkat (pengujian

Page 27: patologi klinis firstoo

dilusi), osmolalitas harus kurang dari 100 mOsm / kg setidaknya satu dari spesimen yang

dikumpukan.

Protein urin. Sebuah koleksi urin 24 jam harus berisi tidak lebih dari 150 mg protein.

Blood urea nitrogen (BUN). 8-20 mg / dl.Kreatinin. 0,8-1,2 mg / dl untuk laki-laki, dan 0,6-

0,9 mg / dl untuk wanita.

Nilai rendah untuk keluaran kreatinin dan urea menandai penurunan kemampuan

ginjal untuk menyaring bahan ampas ini dari darah dan menghilangkannya dalam air seni.

Sebagaimana keluaran menurun, tingkat kreatinin, urea dan asam urik dalam darah

meningkat. Karena dipengaruhi oleh masalah lain, tingkat BUN yang tinggi secara sendiri

tidak tentu menandai masalah ginjal, tetapi memberi kesan adanya masalah pada ginjal.

Sebaliknya, tingkat kreatinin yang tinggi dalam darah sangat spesifik menandai penurunan

pada fungsi ginjal.

4.6.Peran perawat di Pre , Intra dan post procedure

a. Blood Urea Nitrogen

Sebelum

Menjelaskan prosedur tindakan pada klien

Jelaskan pada pasien bahwa tidak perlu puasa

Saat tindakan

Kumpulkan darah vena pada tabung warna merah

Hindari hemolisis

Setelah

Berikan tekanan atau balut tekan di dekat area vena puncture

Kaji adanya pendarahan pada area vena puncture

b. Creatinine dan Creatinine Clearence

Pre-procedure

Berikan klien minum minimal 600 ml. hindari the, kopi, dan alcohol.

Tawarkan ke klien untuk mengosongkan kandung kemih

Kumpulkan urin 24 jam untuk analisa dan menentukan volume total urin.

Kumpulkan specimen darah selama pengumpulan urin. Analisa kedua serum kreatinin

dan kreatinin dalam urin.

5. Diagnostic Imaging

Page 28: patologi klinis firstoo

5.1. Definisi

a. Ultrasound (USG)

Ultrasound atau pemeriksaaan USG menggunakan gelombang suara yang

dipancarakan ke dalam tubuh untuk mendeteksi abnormalitas. Organ-organ dalam system

urinarius akan menghasilkan gambar-gambar ultrasound yang khas. Abnormalitas seperti

akumulasi cairan, massa, malformasi, perubahan ukuran organ ataupun obstruksi dapat

diidentifikasi. Pemeriksaan USG merupakan teknik noninvasif dan tidak memerlukan

persiapan khusus kecuali menjelaskan prosedur serta tujuannya kapada pasien. Karena

sensitivitasnya, pemeriksaan USG telah menggantikan banyak prosedur diagnosis lainnya

sebagai tindakan diagnostic pendahuluan.

Teknik ini sederhana, tidak menimbulkan nyeri dan aman. USG bisa digunakan

untuk:

Mempelajari ginjal, ureter dan kandung kemih; dengan gambaran yang baik

meskipun ginjal tidak berfungsi baik.

Mengukur laju pembentukan urin pada janin yang berumur lebih dari 20 minggu

dengan cara mengukur perubahan volume kandung kemih. Dengan demikian bisa

diketahui fungsi ginjal janin.

Pada bayi baru lahir, USG merupakan cara terbaik untuk mengetahui adanya massa

di dalam perut, infeksi saluran kemih dan kelainan bawaan pada sistem kemih.

Memperkirakan ukuran ginjal dan mendiagnosis sejumlah kelainan ginjal, termasuk

perdarahan ginjal.

Menentukan lokasi yang terbaik guna mengambil contoh jaringan untuk keperluan

biopsi.

b. Kidney, Ureter and Bladder (KUB)

Pemeriksaan radiologi abdomen yang dikenal dengan istilah KUB dapat dilaksanakan

untuk melihat ukuran, bentuk serta posisi ginjal dan mengidentifikasi semua kelainan

seperti batu dalam ginjal atau traktus urinarius, hidronefrosis (distensi pelvis ginjal), kista,

tumor atau pergeseran ginjal akibat abnormalitas pada jaringan disekitarnya.

c. Tomografi Komputer (CT)

Pemeriksaan CT berguna untuk memeriksa lebih lanjut kelainan-kelainan yang

terdapat pada USG atau IVU. CT dilakukan dengan memakai kontras kecuali jika yang ingin

dilihat hanya terbatas untuk kelainan perdarahan atau kalsifikasi. Media kontras ini akan

difiltrasi oleh glomeruli dan dikonsentrasikan di tubukus sehingga dapat memperhatikan

kelainan pada pemeriksaan ginjal dan neopalsma atau kista. Pembuluh darah ginjal dan

Page 29: patologi klinis firstoo

ureter juga dapat dilihat. CT juga berguna untuk mengevaluasi lesi massa atau

penumpukan cairan pada ginjal atau rongga retroperitoneal teruama sekali bila dengan

pemeriksaan USG terhalang oleh adanya gas atau pasiennya gemuk.

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Hilangnya batas kortikomedular pada pemeriksaan MRI merupakan gambaran

penyakit ginjal yang tidak spesifil. Kista ginjal juga mudah dapat dilihat, akan tetapi seperti

halnya pemeriksaan CT, pusat kalsifikasi tidak dapat dipastikan. Pada tingkatan lesi ginjal

yang solid, MRI lebih unggul dari pada CT oleh karena MRI dapat melihat trombus pada

pembuluh darah dan dapat membedakan pembulu darah kolateral hilar dari nodus.

Dengan MRI dapat dibedakan lesi massa adrenal dengan feokromositoma yang

mempunyai gambaran sangat karakteristik. MRI juga sangat bermanfaat untuk

mendiagnosis trombosis vena ginjal.

Pada Prosedur MRI kontraindikasi yang perlu diperhatikan oleh perawat adalah :

penderita dengan plate & screw

Penderita dengan pacu jantung

Penderita dengan hearing aid / gigi palsu harus dilepas

e. Urografi Intravena (Ekskretori Urogram atau intravenous pyelogram)

Pemeriksaan urografi intravena yang juga dikenal dengan nama intravenous

pyelogaram (IVP) memungkinkan visualisasi ginjal ureter dan kandung kemih. Media

kontras radiopaque disuntikan secara intravena dan kemudian dibersihkan dari dalam

darah serta dipekatkan oleh ginjal. Tebal nefrotomogram dapat dilaksanakan sebagai

bagian dari pemeriksaan untuk melihat berbagai lapisan ginjal serta struktur difus dalam

setiap lapisan dan untuk membedakan massa atau lesi yang padat dari kista didalam ginjal

atau trakrus urinarius. Pemeriksaaan IVP dilaksanakan sebagai bagian dari penkajian

pendahuluan terhadap semua masalah urologi yang dicurigai, khususnya dalam

menegakan diagnose lesi pada ginjal dan ureter. Pemeriksaan ini juga memberikan

perkiraan kasar terhadap fungsi ginjal. Sesudah media kontras (sodium diatrisoat atau

meglumin diatrisoat) disuntikan secara intravena, pembuatan foto rontgen yang multiple

dan seril yang dilakukan untuk melihat struktur drainase.

Peran perawat sebelum menjalani pemeriksaan IVP :

sebelum pemeriksaan dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal yaitu

1). pemeriksaan kreatinin dan ureum melalui pemeriksaan darah.

Page 30: patologi klinis firstoo

2). Pasien yang mengkonsumsi obat metformin, juga harus diperhatikan untuk menstop

konsumsi obat tersebut 48 jam sebelum dan setelah prosedur, serta memiliki fungsi

ginjal yang baik

3). Mempersiapkan inform consent

4). Riwayat pasien di anamnesis untuk mendapatkan riwayat alergi yang dapat

menimbulkan reaksi yang merugikan terhadap media kontras.

5). Preparat laksan dapat diberikan pada malam harinya sebelum jadwal pemeriksaan

untuk mengeluarkan feses dan gas dari traktus urinarius.

6). Pemberian cairan dapat dibatasi 8 hingga 10 jam sebelum pemeriksaan untuk

meningkatkan produksi urin yang pekat, namun pada pasien-pasien tertentu seperti :

usia lanjut, DM yng tidak terkontrol, multiple myeloma mungkin tidak dapat mentolerir

keadaan dehidrasi. Konsultasikan pada dokter untuk memberikan air minum saat

sebelum pemeriksaan. Pasien tidak boleh dehidrasi berlebihan karena hal ini akan

dapat mengencerkan media kontras dan membuat visualisasi urinarius kurang adekuat.

7). Jelaskan kepada pasien bahwa kemungkinan akan terasa panas di sepanjang perjalanan

pembuluh darah saat media kontras disuntikkan.

f. Pielografi retrograde

Dalam pielografi retrograd, kateter uretra dimasukan lewat ureter ke dalam pelvis

ginjal dengan bantuan sistoskopi. Kemudian media kontras dimasukkan dengan gravitasi

atau penyuntikan melalui kateter. Pielografi retrograd biasanya dilakukan jika pemeriksaan

IVP kurang memperlihatkan dengan jelas system pengumpul. Pemeriksaan pielografi

retrograd jarang dilakukan dengan semakin majunya teknik-teknik yang digunakan dalam

urografi ekskretorik.

g. Infusion drip pyelography merupakan pemberian lewat infuse larutan encer media

kontras dengan volume yang besar untuk menghasilkan opasitas parenkim ginjal dan

mengisi seluruh traktus urinarius. Metode ini berguna bila teknik urografi yang biasa

dikerrjakan tidak berhasil memperlihatkan struktur drainase.

h. Sistogram, sebuah kateter dimasukkan kedalam kandung kemih, dan kemudian media

kontras disemprotkan untuk mellihat garis besar dinding kandung kemih serta membantu

dalam mengevaluasi refluks vesikouretral. Sistogram juga dilakukan bersama dengan

perekaman tekanan yang dikerjakan secara bersamaan di dalam kandunng kemih.

i. Sistouretrogram menghasilkan visualilsasi uretra dan kandung kemih yang bisa dilakukan

melalui penyuntikan retrograde media kontras ke dalam uretra serta kandunng kemih atau

dengan pemeriksaan sinar X sementara pasien mengekskresikan media kontras.

Page 31: patologi klinis firstoo

j. Angiografi renal.

Prosedur ini memungkinkan visualisasi arteri renalis. Arteri femoralis atau aksilaris ditusuk

dengan jarum khusus dan kemudian sebuah kateter disisipkan melalui arteri femoralis

serta iliaka ke dalam aorta atau arteri renalis. Media kontras disuntikkan untuk

menghasilkan opasitas suplai arteri renalis. Angiografi memungkinkan evaluasi dinammika

aliran darah, memperlihatkan vaskulatur yang abnormal dan membantu membedakan

kista renal dengan tumor renal.

5.2. Indikasi

a. melihat bayangan ginjal,

b. memperkirakan bentuk, ukuran, posisi dan perkiraan adanya batu / kalsifikasi pada

proyeksi tractus urinarius

c. Trauma abdomen

5.3. Kontraindikasi

a. Pada prosedur intra vena urography (IVP) kontra indikasi yang harus diperhatikan yaitu

alergi bahan kontras

b. Pada prosedur USG tidak ada kontraindikasi karena prosedur ini sangat aman

c. Pada Prosedur MRI kontraindikasi yang perlu diperhatikan adalah :

penderita dengan plate & screw

Penderita dengan pacu jantung

Penderita dengan hearing aid / gigi palsu harus dilepas

Page 32: patologi klinis firstoo

6. Urologic Endoscopic Procedures

6.1.Definisi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu

saluran kemih yang terdiri atas pemecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran

kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan

melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat

dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau

dengan energi laser.

Salah satu prosedur paling umum dalam endourology adalah extracorporeal shock

wave lithotripsy, Beberapa tindakan endourologi itu adalah:

a. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Memanfaatkan mesin pencitraan disebut lithotriptor untuk target dan memecahkan

batu dengan proyeksi gelombang kejut. Setelah batu telah hancur, potongan-potongan

kecil dengan aman dapat dieliminasi melalui urin. Prosedur ini terbatas pada batu-batu

kecil, namun faktor lain yang dapat menghambat kesuksesan dengan teknik ini meliputi

lokasi batu, batu strategis di daerah tertentu dari ginjal atau kandung kemih mungkin

sulit dideteksi dan ditargetkan, atau mungkin berhasil ditargetkan, tetapi fragmen rusak

dapat menjadi terjebak dan tidak dapat dilalui melalui urin.

b. PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy)

Yaitu mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan

alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan

atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

c. Litotripsi

Yaitu memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu

(litotriptor) ke dalam bili-buli. Pemecah batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.

d. Uretroskopi atau uretro-renoskopi:

yaitu memasukkan alat uretroskopi peruretram guna melihat keadaan ureter atau

sistem pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam

ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan uretroskopi /

urestrorenoskopi ini.

e. Ekstraksi Dormia: yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat

keranjang Dormia.

Page 33: patologi klinis firstoo

1. Pemeriksaan sistoskopi

Merupakan metode untuk melihat lanngsung uretra dan kandung kemih. Alat

sistokop, yang dimasukan melalui uretra ke dalam kandung kemih, memiliki system lensa

optis yang sudah ada pada alat itu sendiri sehingga akan meemberikan gambar kandung

kemih yang diperbesar dan terang. Sistoskop tersebut dapat dimanipulasi untuk

memungkinkan visualisasi uretra dan kandung kemih secara lengkap selain visualisasi

orifisium uretra dan uretra pars prostatika. Kateter uretra yang halus dapat dimasukan

melalui sistoskop sehingga ureterdan pelvis ginjal dapat dikaji.

Sistoskop juga memungkinkan ahli urologi untuk mendapatkan spesimen urin dari

setiap ginjal guna mengevaluasi fungsi ginjal tersebut. Alat forceps dapat dimasukkan

melalui sistoskop untuk keperluan biopsi. Batu dapat dikeluarkan dari uretra, kandung kemih

dan ureter melalui sistoskop. Alat endoskop dimasukkan dengan melihatnya secara

langsung. Uretra dan kandunng kemih diinspeksi. Larutan irigasi steril disemprotkan untuk

menimbulkan distensi kandung kemih dan membilas keluar semua bekuan darah sehinngga

visualisasi menjadi lebih baik.

Penggunaan cahaya denngan intensitas tinggi dan lensa yang bisa ditukar-tukar

memungkinkan visualisasi yang sangat baik serta memudahkan pembuatan gambar-gambar

yang diam dan yang bergerak dari struktur ini. Sebelum melaksanakan prosedur

pemeriksaan dapat diberikan preparat sedativ. Anestesi topical local disemprotkan kedalam

uretra sebelum ahli urologi memasukkan alat sistoskop. Pemberian diazepam (valium)

intravena bersama dengan preparat anestesi topical uretra dapat diberikan. Sebagai

alternative lain dapat dilakukan anestesi spinal atau umum.

Setelah menjalani pemeriksaan sistoskopik, kadang-kadang penderita kelainan

patologik obstruktif mengalami retensi urin sebagai akibat dari edema yang disebabkan oleh

instrumentasi. Penderita hyperplasia prostat harus dipantau dengan cermat akan adanya

kemungkinan retensi urin. Pasien yang menjalani instrumentasi traktus urinarus (yaitu,

sistoskopi) perlu dipantau untuk mendeteksi tanda-tanda dan gejala infeksi urinarius. Edema

uretra yang terjadi sekunder akibat trauma local dapat menyumbat aliran urin, oleh karena

itu pemantauan akan adanya tanda-tanda dan gejala obstruksi pada pasien juga perlu

dilakukan.

Page 34: patologi klinis firstoo

7. Biopsy

7.1. Definisi

Pada biopsi ginjal, diambil contoh jaringan ginjal dan diperiksa dengan mikroskop.

Bopsi ginjal dilakukan dengan menusukan jarum biopsi melalui kulit kedalam jaringan renal

atau dengan melakukan biopsi terbuka melalui luka insisi yang kecil didaerah pinggang.

Pemeriksaan ini berguna untuk mengevaluasi perjalanan penyakit ginjal dan mendapatkan

specimen bagi pemeriksaan mikroskopik electron serta imunofluoresen, khususnya bagi

penyakit glomerulus.

7.2. Indikasi

a. Memperkuat diagnosis gangguan ginjal

b. Menilai hasil pengobatan

c. Gagal ginjal

d. Glomerulus nefritis

e. Pada pasien cangkok ginjal untuk mencari tanda-tanda penolakan

7.3. Kontra indikasi

a. hanya satu ginjal yang berfungsi

b. ginjal berukuran kecil

c. hipertensi

d. gangguan perdarahan

7.4. Persiapan alat

a. jarum

b. infuse set

c. tempat jaringan yang diambil

d. pisau bedah

e. bantal pasir

7.5. Prosedur

Dilakukan pemeriksaan laboratorium Betas lengkap terutama fungsi ginjal, yaitu VCT,

urine lengkap, masa protrombin (masa pembekuan dan masa perdarahan) dan dash

lengkap dan BNO/lVP

Prosedur, pasien dipuasakan selama 6 hingga 8 jam sebelum pemeriksaan.

Page 35: patologi klinis firstoo

Set infuse dipasang.

Spesimen urin dikumpulkan dan disimpan untuk dibandingkan dengan specimen

pascabiopsi.

Jika akan dilakukan biopsi jarum, pasien diberitahukan agar menahan nafas ketika jarum

biopsi ditusukan. Pasien yang sudah dalam keadaan sedasi di tempatkan dalam posisi

berbaring telungkup dengan bantal pasir diletakan dibawah perut.

Kulit pada lokasi biopsy diinfiltrasi denngan preparat anestesi local. Lokasi jarum dapat

dipastikan melalui fluuoroskopi atau ultrasound dengan menggunakan teknik khusus.

Pada biopsi terbuka dilakukan insisi yang kecil didaerah ginjal dapat dilihat secara

langsung.

7.6. Peran perawat

Pre biopsy :

Sebelum biopsi dilakukan, pemeriksan koagulasi perlu dilakukan lebih dahulu untuk

mengidentifikasi setiap resiko terjadinya perdarahan pascabiopsi.

Pasca Biopsy:

Pantau kondisi klien dengan ketat untuk mendeteksi kemungkinan hematuria yang

terjadi segera setelah biopsy dilakukan

Deteksi tanda-tanda dini perdarahan, tanda-tanda vital harus dipantau setiap 5-15 menit

sekali selama satu jam pertama dan kemudian dengan frekuensi yang semakin dikurangi

sesuai indikasi seperti kenaikan atau penurunan tekanan darah, takikardi, anoreksia,

muntah, dan timbulnya gangguan rasa nyaman dengan rasa pegal serta nyeri tumpul di

daerah abdomen.

Setiap keluhan nyeri pada punggung dan bahu atau disuria harus segera dilaporkan

Instruksi pasien agar tidak melakukan aktivitas berlebihan, olahraga, atau mengangkat

beban yang berat selama kurang lebih 2 minggu

7.7. Cara pembacaan secara global

HASIL NORMAL

Hal ini berarti sampel jaringan yang diperiksa, masih dalam keadaan normal

HASIL ABNORMAL

Hasil biopsi yang tidak normal menandakan bahwa jaringan atau sel memiliki struktur,

bentuk, ukuran, atau kondisi yang tidak biasa. Mungkin anda memiliki penyakit, seperti

kanker, atau yang lain (tergantung pada hasil biopsi anda).

Page 36: patologi klinis firstoo

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Seiring dengan perkembangan waktu, teknologi dan replikasi penyakit, tenaga kesehatan

dituntut untuk semakin jeli menegakkan diagnose guna ketepatan tindakan dalam menangani

masalah pasien. Berbagai macam jenis pemeriksaan dikembangkan untuk membatu tugas tenaga

kesehatan mendirikan diagnose dan sekaligus sebagai tindakan tatalaksana medis.

Dalam sistem perkemihan berbagai pemeriksaan mutlak perlu dilakukan. Salah satunya

pemeriksaan patologi klinik yang meliputi : Urinalysis and Urine Culture, Specific Gravity, Osmolality,

Renal Function Tests,Diagnostic Imaging, Urologic Endoscopic Procedures, dan Biopsy. Ketujuh

pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang umum dilakulan pada klien dengan gangguan system

perkemihan.

Saran

Setiap pemeriksaan patologi klinik tersebut memiliki prosedur, indikasi dan kontraindikasi

yang berbeda-beda. Demikian pula dengan peran perawat dalam setiap prosedur tindakan

pemeriksaaa juga berbeda-beda. Maka dari itu sebagai tenaga kesehatan, perawat harus jeli memilih

jenis pemeriksaan patologi klinik yang tepat untuk klien agar diagnose yang didirikan jelas

kebenarannya dan tindakn keperawatan yang dilakukan juga tepat sararan dalam menyelesaikan

masalah klien.

Page 37: patologi klinis firstoo

DAFTAR PUSTAKA

Deska, Kathleen & Pagana, Timothy J Pagana. 2010. Mosby’s Manual of Diagnostic and laboratory

Test. Fourth Edition. Mosby : Elsevier St. Louis

Espinel CH, Gregory AW. Differential diagnosis of acute renal failure. Clin Nephrol. Feb

1980;13(2):73-7. [Medline].

Gaithersburg: Aspen Fiscbach, F & dunning. Marshall B. 2009. A Manual of labolatory and diagnostic

tests. Wolters Kluwer Health : Lippincott Williams & Wilkins.

Levinsky NG, Davidson DG, Berliner RW. Effects of reduced glomerular filtration on urine

concentration in the presence of antidiuretic hormone. J Clin Invest. May 1959;38(5):730-40.

[Medline].

Rose BD. Pathophysiology of Renal Disease. 2d ed. New York: McGraw-Hill; 1987:p. 82-2.

Rubenstein, David., Wayne, David., Bradley, JOhn. 2007. Kedokteran Klinis. Edisi: 6. Jakarta: Erlangga.

Skipper, Annalynn. 1995. Nutrition Support Policies, Procedures. Forms and Formulas.

Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi: 8. Jakarta: EGC

SPORN IN, LANCESTREMERE RG, PAPPER S. Differential diagnosis of oliguria in aged patients. N Engl J

Med. Jul 19 1962;267:130-2. [Medline].

Johnson, Ruth. 2004. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta : EGC

Nurachmah, Elly. 2000. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC