55
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark Miokard Akut Gambar 2. 1Infark Miokard Akut 2.1.1 Definisi Infark Miokard Akut Infark Miokard Akut (IMA) adalah suatu kondisi dimana otot jantung tidak mendapatkan cukup darah dan oksigen akibat aterosklerosis pembuluh darah jantung sehingga sel otot jantung mati (Mugi &Adang, 2012). Infark adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh iskemia. Infark miokard (MI) akut terjadi saat iskemia miokard yang terlokalisasi menyebabkan perkembangan suatu regio nekrosis dengan batas yang jelas. MI paling sering disebabkan oleh ruptur lesi aterosklerotik pada arteri koroner. Hal ini menyebabkan pembentukan trombus yang menyumbat arteri, sehingga menghentikan pasokan darah ke regio jantung yang disuplainya (Aaronson & Jeremy, 2010). Infark miokard, yang biasa dikenal dengan serangan jantung, adalah nekrosis ireversibel pada otot jantung sekunder. Untuk iskemia berkepanjangan ini biasanya diakibatkan oleh ketidakseimbangan pasokan oksigen dan permintaan, yang paling banyak sering disebabkan oleh pecahnya plak dengan pembentukan trombus di pembuluh koroner, menghasilkan penurunan akut suplai darah ke sebagian miokardium (Boateng, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

  • Upload
    doanthu

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Infark Miokard Akut

Gambar 2. 1Infark Miokard Akut

2.1.1 Definisi Infark Miokard Akut

Infark Miokard Akut (IMA) adalah suatu kondisi dimana otot jantung

tidak mendapatkan cukup darah dan oksigen akibat aterosklerosis pembuluh

darah jantung sehingga sel otot jantung mati (Mugi &Adang, 2012). Infark adalah

kematian jaringan yang disebabkan oleh iskemia. Infark miokard (MI) akut

terjadi saat iskemia miokard yang terlokalisasi menyebabkan perkembangan suatu

regio nekrosis dengan batas yang jelas. MI paling sering disebabkan oleh ruptur

lesi aterosklerotik pada arteri koroner. Hal ini menyebabkan pembentukan

trombus yang menyumbat arteri, sehingga menghentikan pasokan darah ke regio

jantung yang disuplainya (Aaronson & Jeremy, 2010).

Infark miokard, yang biasa dikenal dengan serangan jantung, adalah

nekrosis ireversibel pada otot jantung sekunder. Untuk iskemia berkepanjangan

ini biasanya diakibatkan oleh ketidakseimbangan pasokan oksigen dan

permintaan, yang paling banyak sering disebabkan oleh pecahnya plak dengan

pembentukan trombus di pembuluh koroner, menghasilkan penurunan akut suplai

darah ke sebagian miokardium (Boateng, 2013).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

7

2.1.2 Epidemiologi Infark Miokard Akut

Sekitar 15 juta orang Amerika berusia di atas 20 tahun memiliki penyakit

jantung koroner (PJK), di mana prevalensi infark miokardium adalah 2,9%.

Prevalensi MI lebih tinggi untuk laki-laki (4,2%, usia rata-rata 65 tahun)

dibandingkan dengan wanita (1,7%, usia rata-rata 72 tahun) dan meningkat

seiring bertambahnya usia. Selain itu, usia di atas 75 tahun merupakan prediktor

terkuat dari angka kematian 90 hari pada pasien dengan elevasi ST-segmen MI

(STEMI) yang menjalani PCI (Rimawi et al, 2013).

Kejadian MI adalah 525.000 kejadian pertama per tahun dan 190.000

berulang serangan per tahun, dimana kira-kira 15% meninggal karena infark akut.

American Heart Association memperkirakan MI akan terjadi di AS setiap 44

detik. PJK tetap menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika Serikat;

akuntansi untuk 1 dari setiap 6 kematian di Amerika Serikat. Meskipun tingkat

kematian ini berkenaan, telah terjadi penurunan kematian kardiovaskular dalam

empat dekade terakhir karena kemajuan yang dibuat dalam diagnosis dan

pengelolaan terdahulu. Intervensi koroner perkutan (PCI), terapi antitrombotik

dan langkah-langkah pencegahan antihipertensi dan lipid telah memberi

kontribusi pada penurunan mortalitas rumah sakit yang signifikan terkait MI

(Rimawi et al, 2013).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 melaporkan prevalensi

penyakit jantung koroner di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter atau gejala

sebesar 1,5% (Riskesdas, 2013). Sebanyak 478.000 pasien di Indonesia

terdiagnosis penyakit jantung koroner menurut Departemen Kesehatan pada tahun

2013. Prevalensi infark miokard akut dengan ST-elevasi saat ini meningkat dari

25% ke 40% (Depkes, 2013).

Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 pada usia ≥

15 tahun berdasar wawancara terdiagnosis dokter sebesar 0,5 % dan yang

berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 %. Prevalensi penyakit

jantung koroner berdasar jenis kelaminnya, yang didiagnosis dokter atau gejala

lebih tinggi pada perempuan yaitu 0,5% dan 1,5%. Sedangkan pada laki-laki

adalah 0,4% dan 1,3%. Prevalensi infark miokard akut tertinggi berada di Nusa

Tenggara Timur (4,4%), diikuti Sulawesi Tengah (3,8%), sedangkan di Jawa

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

8

Tengah mencapai 0,5 % berdasar wawancara terdiagnosis dokter dan 1,4%

diagnosis dokter atau gejala (Riskesdas, 2013).

2.1.3 EtiologiInfark Miokard Akut

Penyebab IMA paling sering adalah oklusi lengkap atau hampir lengkap

dari arteri koroner, biasanya dipicu oleh ruptur plak arterosklerosis yang rentan

dan diikuti pleh pembentukan trombus. Ruptur plak dapat dipicu oleh faktor-

faktor internal maupun eksternal. Faktor internal antara lain karakteristik plak,

seperti ukuran dan konsistensi dari inti lipid dan ketebalan lapisan fibrosa , serta

kondisi bagaimana plak tersebut terpapar, seperti status koagulasi dan derajat

vasokontriksi arteri (Joyce, 2014).

Faktor eksternal berasal dari aktivitas klien atau kondisi eksternal yang

memengaruhi pasien. Aktivitas fisik berat dan stress emosional berat, seperti

kemarahan, serta peningkatan respon sistem saraf simpatis dapat menyebabkan

rupture plak. Pada waktu yang sama, respon sistem saraf simpatis akan

meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium (Joyce, 2014).

Apapun penyebabnya, ruptur plak aterosklerosis akan menyebabkan (1)

paparan aliran darah terhadap inti plak yang kaya lipid, (2) masuknya darah ke

dalam plak,menyebabkan plak membesar, (3) memicu pembentukan trombus, dan

(4) oklusi parsial atau komplet dari arteri koroner. IMA berasal dari oklusi

lengkap atau signifikan dari arteri koroner yang berlangsung lebih dari 1 jam.

Ketika aliran darah berhenti mendadak, jaringan miokardium yang disuplai oleh

arteri tersebut akan mati. Spasme arteri koroner juga dapat menyebabkan oklusi

akut (Joyce, 2014).

2.1.4 Faktor Resiko Infark Miokard Akut

Enam faktor risiko utama telah diidentifikasi dengan perkembangan

penyakit arteri koroner aterosklerotik dan MI :

1. Hiperlipidemia

Peningkatan kadar kolesterol total, LDL, atau trigliserida dikaitkan dengan

peningkatan risiko koroner aterosklerosis dan MI. Tingkat HDL kurang dari 40

mg/dL juga menunjukkan peningkatan risiko.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

9

2. Diabetes mellitus

Penderita diabetes memiliki risiko penyakit vaskular aterosklerotik yang

jauh lebih besar di jantung dan juga di tempat tidur vaskular lainnya Diabetes

meningkatkan risiko MI karena meningkatkan tingkat perkembangan

aterosklerotik dan mempengaruhi profil lipid. Bentuk aterosklerosis akselerasi ini

terjadi terlepas dari apakah pasien memiliki insulin-dependent atau non-insulin-

dependent diabetes.

3. Hipertensi

Tekanan darah tinggi (BP) secara konsisten dikaitkan dengan peningkatan

risiko MI. Risiko ini terkait dengan hipertensi sistolik dan diastolik. Kontrol

hipertensi dengan pengobatan yang tepat telah ditunjukkan mengurangi risiko MI

secara signifikan.

4. Penggunaan tembakau

Komponen tertentu dari gas pembakaran tembakau dan tembakau

diketahui merusak dinding pembuluh darah. Tubuh itu respon terhadap jenis

cedera ini memunculkan pembentukan aterosklerosis dan perkembangannya,

sehingga meningkatkan risikonya dari MI Sebuah studi kecil pada sekelompok

relawan menunjukkan bahwa merokok secara akut meningk atkan pembentukan

trombus trombosit. Ini tampaknya menargetkan area dengan gaya geser tinggi,

seperti pembuluh stenotik, yang bebas dari penggunaan aspirin.

5. Jenis kelamin laki-laki

Kejadian penyakit pembuluh darah aterosklerotik dan MI lebih tinggi pada

pria daripada wanita di semua kelompok usia. Jenis kelamin ini perbedaan di MI,

bagaimanapun, menyempit seiring bertambahnya usia.

6. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga tentang penyakit koroner prematur meningkatkan risiko

aterosklerosis dan MI seseorang. Penyebabnya kejadian koroner familial

multifaktorial dan mencakup unsur lain, seperti komponen genetik dan

diperolehpraktik kesehatan umum (misalnya merokok, diet tinggi lemak)

(Bolooki, 2015).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

10

2.1.5 Klasifikasi Infark Miokard

Sindrom koroner akut (ACS), dalam urutan keparahan yang meningkat,

mencangkup angina takstabil, infarks miokard non-elevasi ST (NSTEMI), dan

infark miokard elevasi ST (STEMI), menggambarkan suatu spektrum kondisi

yang berbahaya dimana iskemia miokard disebabkan oleh suatu penurunan

mendadak aliran darah yang melalui pembuluh koroner. Penurunan ini hampir

selalu diinisiasi oleh ruptur plak aterosklerotik, yang menyebabkan pembentukan

trombus intrakoroner yang menurunkan atau menghilangkan aliran darah

(Aaronson & Jeremy, 2010).

2.1.5.1 Infark Miokard Elevasi Segmen ST

Infark miokard STEMI adalah oklusi koroner yang cukup untuk

menyebabkan nekrosis jantung transmural. Tanda khas STEMI, sindrom koroner

akut paling serius, adalah elevasi menetap segmen ST pada EKG. Hal ini

menunjukkan area miokard yang luas, kemungkinan meliputi seluruh ketebalan

dinding ventrikel, telah mengalami nekrosis (kematian sel, dengan inflamasi dan

pembentukan parut setelahnya) sebagai akibat iskemia memanjang. Nekrosis

miokardium menyebabkan pelepasan protein intraseluler, seperti troponin T dan I.

Troponin ini dapat dideteksi dalam darah dan bekerja sebagai penanda kematian

sel miokardium. STEMI dikonfirmasi bila ditemukan peningkatan kadar penanda

troponin. STEMI biasanya terjadi bila suatu trombus telah menyumbat arteri

koroner secara komplet dalam waktu yang signifikan dan biasanya menyebabkan

gejala yang lebih berat dibandingkan gejala angina takstabil atau NSTEMI

(Aaronson & Jeremy, 2010).

2.1.5.2 Infark Miokard Non-Elevasi Segmen ST

Infark miokard NSTEMI adalah oklusi koroner yang cukup untuk

menyebabkan nekrosis subendokardium. Oklusi koroner inkomplet atau temporer,

atau adanya arteri koroner kolateral yang dapat mempertahankan suplai darah ke

regio yang terkena, dapat menyebabkan iskemia miokard dan nekrosis dengan

derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak

dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda

nekrosis. Pasien ditemukan memiliki peningkatan kadar penanda ini, namun tidak

memiliki elevasi segmen ST, diperkirakan mengalami NSTEMI. Studi

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

11

menunjukkan bahwa episode NSTEMI didahului oleh penurunan aliran darah

koroner, kemungkinan disebabkan oleh perkembangan periodik trombosis dan

vasokonstriksi koroner, yang dicetuskan oleh penyakit arteri koroner (Aaronson

& Jeremy, 2010).

Infark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan

patologi klinis, perbedaan prognosis, dan dengan strategi terapi yang berbeda

yaitu:

Gambar 2.2 Diferensiasi antara MI tipe 1, 2, 3, dan 4

1. Infark Miokard Spontan (MI tipe 1)

Kejadian yang berhubungan dengan ruptur plak aterosklerotik, ulserasi,

fissuring, pengikisan, atau pembedahan dengan trombus intraluminal yang

dihasilkan pada satu atau lebih arteri koroner, yang menyebabkan penurunan

aliran darah miokard atau emboli trombosit distal dengan nekrosis miosit

berikutnya. Pasien mungkin memiliki CAD yang parah namun, kadang-kadang

(5-20%), nonobstruktif atau tidak ada CAD dapat ditemukan pada angiografi,

terutama pada wanita (Thygesen, 2012).

2. Infark Miokard Sekunder Akibat Ketidakseimbangan Iskemik (MI

tipe 2)

Dalam kasus cedera miokard dengan nekrosis, di mana kondisi selain

CAD berkontribusi terhadap ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan / atau

permintaan miokardium, istilah 'MI tipe 2' digunakan Pada pasien yang sakit

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

12

kritis, atau pada pasien yang menjalani operasi mayor (noncardiac), peningkatan

nilai biomarker jantung dapat terjadi muncul, karena efek toksik langsung dari

tingkat katekolamin bersirkulasi endogen atau eksogen. Juga vasospasme koroner

dan / atau disfungsi endotel miliki berpotensi menyebabkan MI (Thygesen,

2012).

3. Kematian Jantung Akibat Infark Miokard (MI tipe 3)

Pasien yang menderita kematian jantung, dengan gejala sugestif iskemia

miokard disertai dengan dugaan perubahan EKG iskemik baru atau left bundle

branch block (LBBB) - tetapi tanpa nilai biomarker yang tersedia - merupakan

kelompok diagnostik yang menantang. Orang-orang ini mungkin meninggal

sebelum sampel darah untuk biomarker dapat diperoleh, atau sebelum

peningkatan biomarker jantung dapat diidentifikasi. Jika pasien hadir dengan

gambaran klinis iskemia miokard, atau dengan dugaan iskemik baru. Perubahan

EKG, mereka harus diklasifikasikan memiliki MI yang fatal, bahkan jika bukti

biomarker jantung MI berkurang (Thygesen, 2012).

4. Infark Miokard Berhubungan dengan Prosedur Revaskularisasi (tipe

MI 4 dan 5)

Cedera atau infark miokard periprosedur terjadi pada beberapa tahap

dalam instrumentasi jantung yang diperlukan selama prosedur revaskularisasi

mekanis, baik oleh PCI atau coronary artery bypass grafting (CABG).

Peningkatan nilai cTn dapat terdeteksi mengikuti prosedur ini, karena berbagai

penghinaan dapat terjadi yang dapat menyebabkan cedera miokard dengan

nekrosis. Kemungkinan pembatasan cedera tersebut bermanfaat bagi pasien;

Namun, ambang batas untuk prognosis yang memburuk,terkait dengan

peningkatan asimtomatik nilai biomarker jantung tanpa komplikasi prosedural,

tidak didefinisikan dengan baik. Subkategori MI yang berhubungan dengan PCI

adalah terhubung dengan trombosis stent dan restenosis yang mungkin terjadi

setelah prosedur primer (Thygesen,2012).

2.1.6 PatofisiologiInfark Miokard Akut

Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh

darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan

komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

13

Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur

koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus).

Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total

maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner

yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan

vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner.

Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan

oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium

mengalami nekrosis (infark miokard). Infark miokard tidak selalu disebabkan

oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai

vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis

jaringan otot jantung (miokard) (PERKI, 2015).

Sel-sel jantung dapat bertahan dari iskemia selama 15 menit sebelum

akhirnya mati. Ketika jantung tidak mendapatkan darah dan oksigen, sel jantung

akan menggunakan metabolisme anaerobic, menciptakan lebih sedikit adenosine

trifosfat (ATP) dan lebih banyak asam laktat sebagai hasil sampingannya. Sel

miokardium sangat sensitif terhadap perubahan pH dan fungsinya akan menurun.

Asidosis akan menyebabkan miokarium menjadi lebih rentan terhadap efek dari

enzim lisosom dalam sel. Kontraktilitas juga akan berkurang, sehingga

menurunkan kemampuan jantung sebagai suatu pompa. Saat sel miokardium

mengalami nekrosis, enzim intraselular akan dilepaskan ke dalam aliran darah,

yang kemudian dapat dideteksi dengan pengujian laboratorium (Joyce., 2014).

Dalam beberapa jam IMA, area nekrotik akan meregang dalam suatu

proses yang disebut ekspansi infark. Ekspansi ini didorong juga oleh aktivasi

neurohormonal yang terjadi pada IMA. Peningkatan denyut jantung, dilatasi

ventrikel, dan aktivasi dari sistem renin-angiotensin akan meningkatkan preload

selama IMA untuk menjaga curah jantung. Infark transmural akan sembuh dengan

menyisakan pembentukan jaringan parut di ventrikel kiri, yamg disebut

remodeling. Ekspansi dapat terus berlanjut hingga enam minggu setelah IMA dan

disertai oleh penipisan progresif serta perluasan dari area infark dan non infark.

Ekspresi gen dari sel-sel jantung yang mengalami perombakan akan berubah,

yang menyebabkan perubahan struktural permanen ke jantung. Jaringan yang

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

14

mengalami remodelisasi tidak berfungsi dengan normal dan dapat berakibat pada

gagal jantung akut atau kronis dengan disfungsi ventrikel kiri, serta peningkatan

volume serta tekanan ventrikel. Remodeling dapat berlangsung bertahun-tahun

setelah IMA (Joyce., 2014).

Gambar 2.3 Patofisiologi IMA

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

15

Lokasi IMA paling sering adalah dinding anterior ventrikel kiri di dekat

apeks, yang terjadi akibat trombosis dari cabang desenden arteri koroner kiri.

Lokasi umum lainnya adalah (1) dinding posterior dari ventrikel kiri di dekat

dasar dan di belakang daun katup/ kuspis posterior dari katup mitral dan (2)

permukaan inferior (diafragmantik) jantung. Infark pada ventrikel kiri posterior

terjadi akibat oklusi arteri koroner kanan atau cabang sirkumfleksi arteri koroner

kiri. Infark inferior terjadi saat arteri koroner kanan mengalami oklusi. Pada

sekitar 25 % dari IMA dinding inferior, ventrikel kanan merupakan lokasi infark.

Infark atrium terjadi pada kurang dari 5 % (Joyce., 2014).

2.1.5.1 Mekanisme IMA

Gambar 2.4 Mekanisme IMA

Plak koroner yang cenderung mengalami ruptur biasanya berukuran kecil

dan non-obstruktif dengan inti besar kaya lipid yang ditutupi oleh selubung

fibrosa tipis. Plak „beresiko‟ tinggi ini biasanya mengandung banyak makrofag

dan limfosit-T yang kemungkinan melepaskan metaloprotease dan sitokin yang

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

16

melemahkan selubung fibrosa, menyebabakan plak mudah robek atau mengalami

erosi akibat ketegangan dari regangan yang disebabkan oleh alirah darah.

Ruptur plak menyebabkan paparan kolagen subendotel. Yang berperan

gsebgai lokasi adhesi, aktivasi, dan agregasi trombosit. Hal ini menyebabkan : (1)

pelepasan substansi seperti tromboksan A2 (TXA2), fibrinogen, 5-

hidrokstriptamin (5-HT), platelet activating factor dan ADP, yang selanjutnya

memacu agregasi trombosit ; (2) aktivasi kaskade pembekuan, menyebabkan

pembentukan fibrin dan penjalaran serta stabilisasi trombus oklusif (Aaronson &

Jeremy, 2010).

Endotel seringkali rusak di sekitar area penyakit arteri koroner. Defisit

faktor antitrombik yang disebabkannya seperti trombomodulin dan prosktasiklin

memperkuat pembentukan trombus. Selain itu, kecenderungan beberapa faktor

turunan trombosit (misalnya TXA2, 5-HT) untuk menyebabkan vasokonstriksi

menjadi meningkat pada keadaan tidak adanya faktor penyebab relaksasi yang

berasal dari endotel. Hal ini dapat memacu perkembangan vasospasme lokal, yang

memperburuk oklusi koroner.

Kematian mendadak dan onset sinrom koroner akut menunjukkan suatu

vasiasi sirkadian (siklus harian), yang memuncak pada sekitar pukul 9 pagi

kemudian menurun pada sekitar pukul 11 malam. Kadar katekolamin memuncak

sekitar satu jam setelah bangun di pagi hari, menyebabkan level maksimal

agregabilitas trombosit, tonus vaskular, laju denyut jantung, dan tekanan darah,

yang dapat memicu ruptur plak dan trombosis. Peningkatan stres fisik dan mental

juga dapat menyebabkan MI dan kematian mendadak, menunjang peran

peningkaan katekolamin dalam ptofisiologi MI. Lebih jauh lagi, blokade kronik

reseptor adrenergik-β mengaburkan irama sirkadian MI (Aaronson & Jeremy,

2010).

2.1.7 DiagnosisInfark Miokard Akut

Diagnosis infark miokard akut (AMI) harus dilakukan di awal triase

darurat karena kematian maksimal terjadi dalam satu jam pertama dan manfaat

dari semua intervensi lebih besar setelah ini ditetapkan lebih awal. Secara

konvensional, AMI didiagnosis dalam keadaan darurat berdasarkan elevasi

segmen ST lebih dari 1,5 mm dalam 2 atau lebih prospek. Nyeri dada,

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

17

elektrokardiogram dan enzim jantung secara konvensional telah digunakan untuk

diagnosis AMI. Echocardiography di ruang gawat darurat sedang digunakan lebih

banyak dan lebih sering dengan akurasi yang lebih besar untuk hal yang sama.

Peran pencitraan perfusi miokard untuk diagnosis AMI terbatas pada pengaturan

akut ini karena kurangnya ketersediaan 24 jam dan waktu yang dibutuhkan dalam

melakukan evaluasi ini. Diagnosis juga melibatkan estimasi ukuran infark, durasi

sejak permulaan proses, setiap komplikasi akut dan kemungkinan kapal yang

terlibat, karena ini memiliki implikasi terapeutik yang signifikan. Proses evaluasi

diagnostik juga harus mencakup penilaian cepat dari faktor-faktor risiko pasien

(hipertensi, diabetes dan fungsi ginjal) dan obat-obatan yang sudah diambil pasien

karena ini mempengaruhi pendekatan manajemen selanjutnya (Pandey et al.,

2011).

1. Presentasi klinis

Nyeri dada adalah gejala biasa yang membawa pasien ini ke perawatan

medis. Nyeri parah, difus, retrosternal dan menyebar ke lengan atau dari rahang ke

umbilikus. Nyeri tidak hilang dengan nitrat sublingual atau pembunuh rasa sakit

biasa. Sering dikaitkan dengan eructations dan retrosternal burning. Umumnya

pasien mengira itu gejala asam peptik dan membuang waktu berharga dengan

antasida. Hal ini disertai dengan muntah, berkeringat dan sesak napas. Sekitar 15-

20% infark bisa tidak nyeri khususnya pada lansia dan penderita diabetes. Jumlah

yang sama mungkin memiliki lebih sedikit nyeri daripada yang dijelaskan di atas.

Rasa sakit perlu dibedakan dari penyebab lain nyeri dada akut parah yang dapat

membawa pasien ke ruang gawat darurat (Pandey et al., 2011).

2. Elektrokardiografi (EKG)

EKG umumnya merupakan pemeriksaan pertama yang tersedia untuk

membuat diagnosis pada pasien dengan nyeri dada akut yang parah. Gelombang T

tinggi dan elevasi ST adalah keunggulan presentasi awal dalam beberapa menit

setelah timbulnya rasa sakit. Perubahan ketiga penampilan gelombang Q, tertunda

dan terlihat setelah 6 jam onset. Gelombang Q menunjukkan nekrosis miokard

signifikan. Perubahan awal dari gelombang T tegak lurus dan tinggi dengan

elevasi segmen ST ke atas kemudian, memberikan jalan untuk inversi gelombang

T dan ST coving dengan konveksitas ke atas selama satu hari sampai satu minggu.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

18

Gelombang Q sekali mereka muncul umumnya bertahan sepanjang hidup.

Perubahan gelombang T berada di area yang lebih besar dan ini menunjukkan

iskemia, perubahan segmen ST dalam jumlah yang lebih sedikit dan menunjukkan

cedera miokard dan gelombang Q menggarisbawahi dan menunjukkan area sentral

nekrosis miokard. Aritmia sering terjadi pada EKG dini, terutama VPC dan

ventrikel takikardia yang sering dan kompleks pada beberapa pasien. Pasien

infark dinding inferior sering memiliki bradikardia sinus lebih awal.

Gambar 2. 5 Perubahan EKG yang khas pada MI

Tidak lama setelah oklusi arteri koroner, perubahan ECG serial dideteksi

oleh sadapan yang menghadap zona iskemik. Pertama, gelombang T menjadi

tinggi, simetris, dan memuncak (kelas 1 iskemia). Kedua, ada elevasi ST (kelas 2

iskemia) tanpa distorsi bagian terminal dari QRS. Ketiga, perubahan di bagian

terminal kompleks QRS dapat muncul (kelas 3 iskemia).

Perubahan bagian terminal QRS dijelaskan oleh perpanjangan konduksi

listrik di serat Purkinje di daerah iskemik. Perubahan infark umumnya terlihat

pada lead yang melapisi area infark. Dengan demikian, perubahan infark dinding

inferior terlihat pada lead II, III, aVF; pada infark anterior pada sadapan V1 -V4

dan infark anterolateral pada sadapan I, aVL dan V5-V6. Infark RV didiagnosis

oleh elevasi ST di V3 R dan V4 R (Pandey et al., 2011).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

19

Pedoman praktek pengelolaan MI pertimbangkan pasien yang EKG

terlihat atau tidak menunjukkan elevasi segmen ST secara terpisah. Seperti

disebutkan sebelumnya, yang pertama disebut sebagai MI elevasi ST dan yang

terakhir adalah MI elevasi non-ST. Selain segmen ST elevasi, 81%

elektrokardiogram selama STEMI menunjukkan depresi segmen ST secara timbal

balik juga (Bolooki, 2015).

Gambar 2. 6 STEMI

Gambar 2. 7 NSTEMI

3. Biomarker

Biomarker jantung secara konvensional digunakan untuk diagnosis infark

miokard akut. Ini juga telah digunakan pada pasien dengan NSTEMI dan angina

tidak stabil untuk menemukan individu berisiko tinggi. Peningkatan CPK, CPK-

MB dan Troponins I dan T terjadi pada semua pasien dengan nekrosis miokard

yang terlihat pada infark miokard. Serial CK-MB estimasi dilakukan sebelumnya

untuk estimasi ukuran infark sebelum ekokardiografi. Biomarker berguna pada

pasien dengan perubahan EKG samar meskipun relevansi klinis mereka pada

infark miokard akut surut. Mereka masih sangat berguna dalam NSTEMI untuk

stratifikasi risiko. Pada infark miokard periprosedural, peningkatan CK-MB

penting untuk mendiagnosis infark. Secara rutin peningkatan infark miokard CK-

MB dan troponin meskipun dilakukan secara rutin hanya berfungsi dalam

dokumentasi (Pandey et al., 2011).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

20

Sel myocardial hidup mengandung enzim dan protein (mis., Kreatin

kinase, troponin I dan T, mioglobin) yang terkait dengan fungsi seluler khusus.

Ketika sel miokard mati, membran seluler kehilangan integritas, dan intraselular

enzim dan protein perlahan bocor ke dalam aliran darah. Enzim dan protein ini

dapat dideteksi dengan analisis sampel darah. Nilai ini bervariasi tergantung pada

uji yang digunakan di setiap laboratorium. Mengingat ketajaman STEMI dan

kebutuhan akan intervensi segera, tes laboratorium biasanya tidak tersedia pada

saat diagnosis. Demikian, pengambilan riwayat baik dan EKG digunakan untuk

memulai terapi dalam situasi yang sesuai. Nilai sebenarnya biomarker seperti

troponin terletak pada diagnosis dan prognosis NSTEMI (Bolooki, 2015).

Gambar 2. 8 Nilai Biomarker

4. Ekokardiografi

Ekokardiografi sangat membantu dalam evaluasi nyeri dada, terutama

selama nyeri dada aktif. Tidak adanya kelainan gerakan dinding LV selama nyeri

dada biasanya tetapi tidak selalu mengecualikan iskemia miokard atau infark, dan

adanya kelainan gerakan dinding regional membantu dalam menegakkan

diagnosis.

Ini membantu dalam diagnosis dan pengecualian MI akut pada pasien

dengan nyeri dada berkepanjangan dan temuan elektrokardiografi nondiagnostik;

perkiraan jumlah miokardium pada risiko dan ukuran infark akhir setelah terapi

reperfusi; evaluasi pasien dengan temuan hemodinamik yang tidak stabil dan

mendeteksi komplikasi mekanis; evaluasi viabilitas miokard; perkiraan fraksi

ejeksi; dan segala kelainan terkait. Echo juga membantu dalam mengesampingkan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

21

penyebab lain nyeri dada seperti diseksi aorta, perikarditis dan korp pulmonale

akut yang terkait dengan emboli paru. Pasien dengan kardiomiopati hipertrofik

dan stenosis aorta juga dapat hadir dengan nyeri dada dan perubahan EKG serupa

dan dapat didiagnosis dengan gema di ruang gawat darurat itu sendiri (Pandey et

al., 2011).

Ekokardiogram dapat dilakukan untuk membandingkan daerah ventrikel

kiri yang berkontraksi secara normal dengan yang itu tidak Salah satu tindakan

perlindungan dini sel miokard yang digunakan selama aliran darah terbatas adalah

dengan mematikannya mekanisme yang membutuhkan energi untuk kontraksi;

Mekanisme ini dimulai segera setelah aliran darah normal terganggu

Ekokardiogram dapat membantu dalam mengidentifikasi bagian jantung mana

yang terkena MI dan arteri koroner mana yang paling mungkin tersumbat.

Sayangnya, adanya kelainan gerak dinding pada ekokardiogram mungkin

merupakan hasilI MI akut atau MI sebelumnya atau proses miopatik lainnya, yang

membatasi utilitas diagnostik keseluruhannya (Bolooki, 2015).

2.1.8 Komplikasi

Komplikasi lain yang mungkin timbul dari MI adalah gagal jantung,

disfungsi katup, takiaritmia ventrikel dan atrial, bradikardia, blok jantung,

perikarditis, stroke sekunder akibat embolisasi trombus LV, tromboemboli vena,

dan ruptur dinding bebas LV.

2.1.8.1 Jangka Pendek

1. Henti jantung (cardiac arrest)

Henti jantung menjadi penyebab sebagian besar kematian akut yang

berkomplikasi dengan infark miokard dan terjadi karena fibrilasi ventrikel.

Pengobatan adalah dengan defibrilasi segera. Perlu dipahami bahwa komplikasi

infark miokard akut ini paling mematikan. Oleh karena pemahaman tersebut,

pasien sebaiknya menjalani monitoring ICU. Resiko ini terlihat 48 jam pertama

infark miokard. Ventricle fibrilation arrest yang muncul setelah lebih dari 48 jam

menunjukkan adanya cedera miokardium ekstensif dan fungsi miokardium yang

buruk. Kondisi ini juga memprediksi kemungkinan kekambuhan ventricle

fibrilation arrest di masa mendatang.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

22

2. Gagal jantung kongestif

Suatu konsekuensi dari infark miokard berukuran besar (>25% otot

jantung) merupakan faktor penentu paling penting untuk prognosis setelah STEMI

akut sehingga menghasilkan prognosis yang buruk.

3. Syok kardiogenik

Syok kardiogenik terlihat ketika > 40% dari otot miokardium mengalami

luka dan ditandai oleh hipotensi, perfusi perifer yang buruk, serta penurunan

output urine. Syok kardiogenik menandakan prognosis yang sangat buruk (angka

kematian 50-60%) dan merupakan penyebab kematian pada 60% STEMI.

Tekanan darah sistolik < 80 mmHg, tekanan pengisian tinggi >18 mmHg dan

indeks jantung rendah < 1.8 L/mnt/M2. Syok kardiogenik bisa juga disebabkan

oleh otot papiler yang mengalami ruptur atau septum interventrikel.

4. Ruptur

Ruptur masuk ke bagian dalam ruang perikardial dan dapat menyebabkan

kematian mendadak akibat temponade perikardial. Ruptur biasanya merupakan

perburukan infark miokard dinding lateral atau anterior, khususnya pada lansia.

5. Pseudoaneurisma

Pseudoaneurisma adalah suatu ruptur dinding bebas yang tertahan oleh

formasi bekuan darah. Jika ditemuan, pseudoaneurisma mesti diobati melalui

bedah secara cepat. Perbedaan antara pseudoaneurisma dengan suatu aneurisma

yang sesungguhnya adalah bahwa dinding aneurisma yang sesungguhnya

mengandung jaringan miokardium, sementara dinding pseudoaneurisma terdiri

atas gumpalan darah dan jaringan perikardial.

6. Ruptur otot papiler

Ruptur otot papiler menyebabkan regurgatasi mitral akut, terlebih lebih

sering setelah terjadinya infark miokard inferior, dan diobati melalui bedah.

7. Ruptur septum interventrikuler

Ruptur septum interventrikuler biasanya setelah terjadinya infark miokard

akut pada dinding anterior; menyebabkan gagal jantung dan memerlukan terapi

bedah.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

23

8. Aneurisma

Komplikasi ini bersifat jangka pendek. Jika segmen miokardium

menunjukkan kontraksi lamban akibat infark miokard, maka disebut hipokinetik.

Jika segmen tidak berkontraksi, disebut akinetik. Jika menonjol keluar selama

sistol, disebut diskinetik. Segmen ini biasanya berbentuk aneurisma dan dapat

menyebabkan pembentuk gumpalan darah dan aritmia ventrikel

(Syamsudin,2011).

2.1.8.2 Jangka Panjang

Akibat jangka panjang dari infark miokard adalah gagal jantung dan

kematian jantung secara tiba-tiba. Penyakit arteri koroner adalah penyebab gagal

jantung kongestif yang paling umum ditemukan di negara barat. Sementara itu,

kematian otot jantung secara tiba-tiba umumnya disebabkan aritmia ventrikel

(Syamsudin,2011).

2.1.9 Penatalaksanaan Infark Miokard Akut

Prinsip utama yang mendasari pengelolaan infark miokard (MI)

didasarkan pada patofisiologi kondisi dan waktu terjadinya cedera miokard

ireversibel. Tujuan mendasar penanganan MI akut meliputi (1) meminimalkan

durasi paparan miokardium terhadap iskemia, (2) cepat membangun reperfusi

yang efektif, (3) mencegah iskemia rekuren dan oklusi balik, (4) mengelola

komplikasi aritmia dan mekanik, dan (5) memodifikasi aterosklerosis yang

mendasari menuju pencegahan sekunder jangka panjang.

Manifestasi klinis dan komplikasi MI bergantung pada luas dan durasi

iskemia dan volume miokardium yang terkena. Hubungan temporal ketat ini

dengan hasil tujuan manajemen awal untuk MI akut dan pentingnya

mengembangkan sistem perawatan yang mencapai tujuan ini. Iskemia miokard

akut dapat terwujud secara klinis sebagai MI elevasi ST (STEMI), sebagai MI

non elevasi (NSTEMI), atau jika tidak ada cedera yang terdeteksi, karena angina

tidak stabil.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

24

Gambar 2. 9 Penatalaksanaan IMA

1. Oksigen

Mengobati semua pasien yang dirawat di rumah sakit dengan MI dengan

oksigen paling sedikit 24 sampai 48 jam adalah praktik umum berdasarkan asumsi

empiris hipoksia dan bukti bahwa peningkatan oksigen di udara yang terinspirasi

dapat melindungi miokardium iskemik. Namun, bukti untuk mendukung

penggunaannya pada orang yang tidak mengalami gagal jantung atau hipoksia

kurang. Pada pasien dengan hipoksia (saturasi oksigen di bawah ~94%), hipoksia

dapat dikoreksi dengan pengiriman oksigen menggunakan masker wajah. Namun,

bagi mereka dengan hipoksia lebih mendalam yang terkait dengan gagal jantung,

diperlukan dukungan ventilasi dan sirkulasi. Sebaliknya, dalam sebuah penelitian

kecil yang membandingkan pemberian oksigen dan udara untuk orang dengan

saturasi oksigen lebih dari 94%, tidak ada bukti manfaat dan kecenderungan

terhadap bahaya (ukuran infark 6 bulan) pada mereka yang diberikan oksigen

tambahan (Morrow, 2017).

2. Analgesik

Relief rasa sakit itu penting, tidak hanya untuk meringankan kesusahan,

tapi juga menghindari konsekuensi simulasi simpatik pada jantung, termasuk

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

25

peningkatan afterload dan aritmogenesis. Analgesia opioid intravena adalah terapi

yang paling umum digunakan dan harus dititrasi dengan hati-hati, dan sering

diberikan dengan antiemetik. Misalnya, morfin sulfat intravena pada dosis 2

sampai 8 mg yang diulang pada interval 5 sampai 15 menit telah

direkomendasikan, sampai rasa sakit berkurang atau efek samping (misalnya,

hipotensi, depresi pernapasan, atau muntah berat) muncul. Pengurangan

kecemasan dengan analgesia yang berhasil mengurangi kegelisahan pasien dan

aktivitas sistem saraf otonom, dengan konsekuensi pengurangan kebutuhan

metabolik jantung. Morfin juga dapat memberikan efek yang menguntungkan

pada pasien dengan edema paru yang disebabkan oleh pelebaran arteri dan vena

perifer, pengurangan kerja pernapasan, dan perlambatan detak jantung sekunder

akibat penarikan nada simpatik dan peningkatan nada vagal. Studi observasional

telah mengidentifikasi hubungan antara pemberian morfin dan hasil buruk pada

pasien dengan ACS; Namun, ini menantang untuk menguraikan pengamatan ini

dari perancu oleh indikasi (Morrow, 2017).

3. Nitrat

Nitrat biasanya diberikan pada MI akut, dan mereka mungkin meredakan

vasospasme dan mengurangi rasa sakit. Berdasarkan kemampuan mereka untuk

meningkatkan aliran darah koroner dengan vasodilatasi koroner dan untuk

mengurangi preload ventrikel dengan meningkatkan kapasitansi vena, nitrat

sublingual telah direkomendasikan untuk pengobatan awal pasien MI. Saat ini,

satu-satunya kelompok pasien dengan STEMI yang sublingual nitrogliserin tidak

boleh diberikan adalah mereka dengan dugaan infark ventrikel kanan atau

hipotensi yang ditandai (misalnya, tekanan sistolik <90 mmHg), terutama jika

disertai dengan bradikardia. Pasien harus diobservasi untuk perbaikan gejala atau

perubahan hemodinamik. Bahkan dosis kecil pun bisa menghasilkan hipotensi dan

bradikardia mendadak, reaksi yang biasanya bisa dibalik dengan atropin

intravena. Persiapan oral nitrat long acting harus dihindari pada waktu awal

STEMI karena status hemodinamik pasien yang sering berubah. Pada pasien

dengan periode lama waxing dan berkurangnya nyeri dada, nitrogliserin intravena

dapat membantu mengendalikan gejala dan iskemia yang benar, namun

memerlukan pemantauan tekanan darah yang sering. Inisiasi strategi reperfusi

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

26

pada pasien dengan STEMI tidak boleh ditunda saat menilai respons pasien

terhadap nitrat sublingual atau intravena. Meskipun memiliki alasan patobiologis

yang kuat, pemberian nitrat belum terbukti memperbaiki hasil klinis dibandingkan

dengan plasebo pada pasien MI (Morrow, 2017).

4. Fibrinolisis

Administrasi agen fibrinolitik adalah landasan terapi reperfusi sebelum

pengembangan PCI primer, dan masih merupakan terapi penting dalam setting di

mana PCI primer tidak tersedia atau tidak tersedia dengan cepat. Zat fibrinolitik

tertua (streptokinase dan urokinase) masih banyak digunakan di beberapa belahan

dunia karena biayanya. Evolusi terapi fibrinolitik selanjutnya telah bertujuan

untuk meningkatkan kemudahan dan kecepatan pemberian, serta keseimbangan

efikasi fibrinolitik versus perdarahan. Dibandingkan dengan streptokinase,

fibrinolitik generasi selanjutnya, termasuk alteplase, reteplase, dan tenecteplase,

memiliki efek yang diperkuat pada lokasi pembentukan trombus.

Terlepas dari kesamaan mekanisme awal STEMI dan sindrom koroner

akut (ACSs) tanpa elevasi ST, dan peran kunci trombosis keduanya, fibrinolisis

gagal menunjukkan manfaat pada penelitian awal tentang pengobatan angina yang

tidak stabil. Karena penelitian tersebut termasuk pasien dengan risiko rendah,

beberapa ahli telah menganalisa apakah mungkin ada peran untuk administrasi

koroner agen fibrinolitik modern pada NSTEMI berisiko tinggi. Namun demikian,

karena tidak adanya manfaat yang tepat dan peningkatan risiko pendarahan serius

yang jelas, pedoman masyarakat profesional tidak merekomendasikan pemberian

agen fibrinolitik kepada pasien dengan NSTEMI (Aaronson & Jeremy, 2010).

5. Terapi Antiplatelet

Studi eksperimental dan patologis telah menetapkan peran penting

trombosit dalam trombosis koroner, dan uji klinis selanjutnya secara meyakinkan

menunjukkan bahwa terapi antiplatelet efektif dalam mengurangi komplikasi

trombotik rekuren MI. Generasi agregat trombosit di lokasi gangguan plak

memperkuat agregasi trombosit lebih lanjut dan memicu pembentukan trombus.

Trombosit teraktivasi dan mikropartikel platelet merangsang rumpun koagulasi

melalui aktivasi trombin, dan pada gilirannya, trombin adalah aktivator trombosit

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

27

yang ampuh. Akibatnya, manajemen diarahkan untuk menghambat trombosit aktif

dan penghambatan trombin. Namun, keseimbangan kunci aktivasi platelet dan

antikoagulan parenteral diperlukan; keseimbangan ini harus cukup untuk

menghambat trombosis, namun tidak cukup untuk memicu pendarahan besar.

Tujuan klinis terapi antiplatelet adalah untuk menghambat propagasi trombus,

untuk meminimalkan komplikasi trombotik, termasuk emboliasi distal, oklusi,

atau reoklusi pada lokasi gangguan plak, dan trombosis stent (Aaronson &

Jeremy, 2010).

Studi awal yang sangat penting membuat peran agen antiplatelet di ACS

dengan menunjukkan manfaat aspirin dalam penelitian RISIKO dan beberapa uji

coba berukuran sederhana di antara pasien dengan NSTE-ACS, 22 dan pada

penelitian ISIS-2 yang besar pada pasien dengan STEMI. Bersama-sama, uji coba

NSTEMI mencakup 2448 pasien, jumlah sederhana menurut standar sekarang,

namun menunjukkan sedikit pengurangan risiko kematian atau MI dan terapi

antiplatelet yang ada sebagai bagian penting pengelolaan ACS (Aaronson &

Jeremy, 2010).

6. Terapi Antikoagulan

Antikoagulan diberikan pada pasien MI dengan tujuan untuk menghambat

pembangkitan dan perambatan "trombus merah" di tempat di mana nidus agregasi

trombosit telah memulai pembentukan trombus ("trombus putih" terutama

mengandung agregat trombosit). Meskipun antikoagulan tetap menjadi elemen

inti dalam pengelolaan MI akut, perubahan pada terapi antiplatelet dan

peningkatan perangkat dan teknik intervensi telah menghasilkan evolusi terapi

antikoagulan pada MI akut. Teknik intervensi dini (balon angioplasti dan stent

generasi pertama) sangat trombogenik, dan dosis tinggi antikoagulan parenteral

biasa digunakan, namun ini memiliki komplikasi perdarahan yang signifikan.

Karena teknik telah meningkat, terutama dengan stent generasi terbaru,

instrumentasi, dan terapi antiplatelet ganda yang efektif (aspirin plus ticagrelor

atau prasugrel), diperlukan antikoagulasi yang jauh lebih sedikit, dan komplikasi

perdarahan telah berkurang (misalnya, menggunakan bivalirudin di tempat

heparin plus penghambat glikoprotein IIb / IIIa) (Aaronson & Jeremy, 2010).

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

28

7. Pemblokir Beta-Adrenergik

Efek beta bloker dalam pengobatan pasien MI dapat dibagi menjadi

penyakit yang segera terjadi (pada awal infark) dan jangka panjang. Pemberian

beta bloker intravena segera mengurangi indeks jantung, denyut jantung, dan

tekanan darah dengan pengurangan bersih konsumsi oksigen miokard.

Beta-bloker bermanfaat pada MI untuk beberapa alasan. Obat ini

mengurangi kebutuhan O2 dengan menurunkan laju denyut jantung dan

mengurangi ketegangan dinding ventrikel dengan menurunkan afterload. Dengan

demikian, obat ini juga mengurangi iskemia rekuren dan ruptur dinding bebas dan

menekan aritmia. Blokade- oral jangka panjang menurunkan mortalitas, MI

rekuren, dan kematian mendadak sekitar 25% (Aaronson & Jeremy, 2010).

8. Agen Trombolitik

Trombolisis merupakan proses pelarutan bekuan darah yang menyumbat

arteri koroner yang mengalami infark. Agen trombolitik menginduksi fibrinolisis,

yaitu fragmentasi benang-benang fibrin yang mengikat bekuan. Hal ini

menyebabkan reperfusi zona infark. Reperfusi membatasi ukuran infark dan

mengurangi resiko komplikasi seperti ekspansi infark, aritmia, dan gagal jantung.

Uji klinis, terutama ISIS-2 (1988), telah memperlihatkan bahwa agen trombolitik

menurunkan mortalitas sekitas 25% pada STEMI, meskipun pasien tanpa elevasi

ST tidak mendapatkan manfaat dari kritikal. Meskipun penurunan mortalitas yang

signifikan terjadi saat agen trombolitik diberikan dalam 12 jam sejak onset,

namun manfaat paling besar terjadi saatterapi diberikan dalam 2 jam.

Dua agen utama untuk trombolisis adalah streptokinase (SK) dan

aktivator plasminogen jaringan (tissue plasminogen activator, tPA). tPA

tampaknya memiliki sedikit manfaat dalam mempertahankan hidup dibandingkan

dengan SK, namun tPA jauh lebih murah sehingga lebih banyak digunakan.

Kedua agen tersebut diberikan melalui infus. tPA sangat cepat dibersihkan dari

plasma, dan reteplase serta tenektelase merupakan agen yang lebih baru yang

telah dibuat dengan memodifikasi struktur tPA untuk memperlambat bersihan

plasma. Oleh sebab itu, kedua agen tersebut dapat diberikan melalui suntikan

bolus, sehingga memudahkan trombolisis prahospital (sebelum penanganan di

rumah sakit).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

29

Resiko utama trombolisis adalah perdarahan, terutama perdarahan

intraserebral (stroke), yang terjadi pada ~1% kasus. Kontraindikasi terhadap

terapi trombolitik adalah stroke yang pernah terjadi sebelumnya atau resiko tinggi

perdarahan intraserebral, dan hipertensi yang tidak terkontrol (Aaronson &

Jeremy, 2010).

9. Calcium channel blockers

Penghambat saluran kalsium memiliki tindakan vasodilatasi, antianginal,

dan antihipertensi. Calcium channel blokers tidak mengurangi mortalitas pada

pasien dengan MI dan tidak direkomendasikan untuk terapi rutin atau pencegahan

sekunder. Pada pasien yang antagonis betaadrenergik merupakan kontraindikasi,

verapamil (Isoptin) atau diltiazem (Cardizem) mungkin tepat sebagai alternatif

(Boateng, 2013).

10. ACE Inhibitor

Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam

mengurangi remodeling dan menurunkan angka kematian penderita pascainfark-

miokard yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal

jantung klinis.

a. ACE Inhibitor diindikasikan penggunaannya untuk jangka panjang, kecuali

ada indikasi kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40% dan

pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, atau penyakit ginjal kronik

(PGK).

b. ACE Inhibitor hendaknya dipertimbangkan pada semua penderita selain

seperti di atas.

c. Penghambat reseptor angiotensin diindikasikan bagi pasien infark mikoard

yang intoleran terhadap ACE Inhibitor dan mempunyai fraksi ejeksi ventrikel

kiri ≤40%, dengan atau tanpa gejala klinis gagal jantung (PERKI, 2015).

ACE Inhibitor mengurangi beban kerja jantung dan menurunkan

remodeling jantung pasca-MI. ACE Inhibitor telah terbukti mengurangi mortalitas

pada pasien MI, terutama mereka dengan infark anterior, kongesti paru, atau

fraksi ejeksi kurang dari 40%. ACE Inhibitor harus diberikan secara oral dalam 24

jam gejala. [mis., lisinopril (Prinivil) 5 mg setiap hari]. dosis awal 6,25 mg

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

30

kaptopril (Capoten) diberikan dan, jika ditoleransi, diikuti oleh 12,5 mg 2 jam

kemudian, 25 mg 10–12 jam kemudian, dan kemudian 50 mg dua kali per hari.

Kontraindikasi termasuk hipotensi, gagal ginjal (kreatinin 42,5), dan stenosis

arteri ginjal bilateral (Boateng, 2013).

Tabel II. 1 Jenis dan dosis ACE Inhibitor untuk IMA

ACE Inhibitor Dosis

Kaptopril 2-3 x 6,25-50 mg

Ramipril 2,5-10 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis

Lisinopril 2,5-20 mg/hari dalam 1 dosis

Enalapril 5-20 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis

2.2 Tinjauan ACE Inhibitor

2.2.1 Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (SRRA)

Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (SRRA) berperan dalam

pengaturan tekanan darah dan volume cairan tubuh. Sistem ini tidak terlalu aktif

pada individu dengan volume darah dan kadar natrium normal, tapi sangat penting

bila ada penurunan tekanan darah atau deplesi cairan atau garam. Reaksi pertama

tubuh terhadap penurunan volume darah adalah peningkatan sekresi renin dari sel

jukstaglomeruler di arteriol aferen ginjal.

Renin adalah enzim proteolitik yang disintesis oleh sel-sel

jukstaglomeruler di ginjal dan merupakan penentu (rate limiting step) aktivitas

SRAA. Sekresinya meningkat bila terjadi penurunan aliran darah ginjal (misalnya

akibat penurunan TD, stenosis arteri renalis, gagal jantung, perdarahan dan

dehidrasi), hiponatremia (akibat diet rendah garam) dan rangsangan adrenergik

melalui reseptor 1.

Angiotensinogen adalah suatu globulin yang disintesis dalam hati dan

beredar dalam darah. Renin berfungsi mengubah angiotensinogen menjadi

angiotensin I (AngI) yang merupakan hormon yang belum aktif. Selanjutnya

AngI akan diubah oleh angiotensin converting enzyme (ACE) menjadi

angiotensin II (AngII) yang memliki efek vasokonstriksi yang sangat kuat dan

merangsang sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

31

Gambar 2. 10 Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron

ACE disintesis dalam sel-sel endotel seluruh sistem vaskuler terutama

dalam sistem kapiler paru-paru dan ginjal. Di samping mengubah AngI mrnjadi

AngII, ACE juga berperan dalam degradasi bridikinin menjadi kinin non aktif.

Bradikinin merupakan vasodilator yang poten yang berkerja dengan

meningkatkan sintesis EDRF (endothelium derived relaxing factor) dan

prostasiklin (PGI2) di sel-sel endotel vaskuler (Sulistia et al., 2012).

2.2.1.1 Mekanisme kerja Angiotensin II

Angiotensin II adalah suatu oktapeptida yang merupakan komponon aktif

dalam SRAA dan bekerja pada sistem kardiovaskular dan neuro-endokrin.

Dikenal dua jenis reseptor angiotensin II, yaitu reseptor AT1 dan AT2, tapi yang

paling berperan dalam efek fisiologis AngII adalah reseptor AT1. Ikatan AngII

pada reseptor AT1 akan mengaktifkan fosfolipase C (PLC). PLC selanjutnya

mengubah difosfat (IP2) menjadi inositol trifosfat (IP3) dan diasil gliserol

(DAG). IP3 menyebabkan mobilisasi kalsium dan retikulum sarkospasma ke

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

32

sitoplasma sehingga terjadi peningkatan kalsium di sitoplasma. Hal ini

menyebabkan depolarisasi membran sel dan terbukanya kanal kalsium.

Selanjutnya terjadi influks masif kalsium ke dalam sel dan menyebabkan

kontraksi sel otot polos vaskular (vasokonstriksi) efek ini merupakan mekanisme

utama peningkatan tekanan darah oleh sistem renin angiotensin.

Pada sistem kardiovaskular, AngII menyebabkan vasokonstriksi arteriol

dan venula (efek pada arteriol lebih kuat) dan meningkatkan kekuatan kontraksi

miokard. Pada sistem neuro-endokrin terjadi stimulasi sekresi aldosteron dari

korteks adrenal yang menyebabkan retensi air dan natrium serta ekskresi kalium

di ginjal. Selain itu di tingkat SSP, AngII menyebabkan stimulasi rasa haus dan

penngkatan sekresi ADH (vasopresin), sehingga mempertinggi volume cairan

dalam sirkulasi dan memperkuat efek vasokonstriksi. AngII juga meningkatkan

sekresi katekolamin dari ujung saraf simpatis dan menambah efek vaaokontriksi

dan stimulasi jantung. Semua ini akan berakibat peningkatan tekanan darah.

Dalam jangka panjang AngII merangsang proliferasi sel otot polos pembuluh

darah dan miokard dan memfasilitasi proses aterosklerosis. AngII sendiri

menyebabkan reaksi umpan balik negatif di ginjal yang mengurangi sekresi renin

(Sulistia et al., 2012).

2.2.2 ACE Inhibitor

ACE Inhibitor (ACEI) digunakan oleh puluhan juta orang Amerika untuk

mengobati tekanan darah tinggi dan gagal jantung, untuk mencegah serangan

jantung berulang, untuk membalikkan penebalan jantung akibat tekanan darah

tinggi, dan untuk mencegah penurunan fungsi ginjal. pada orang dengan tekanan

darah tinggi dan / atau diabetes (Consumers Union, 2011).

ACEI efektif, obat-obatan yang menyelamatkan jiwa dengan penggunaan

aman selama lebih dari 20 tahun. Mereka membantu menurunkan risiko serangan

jantung dan stroke fatal dan non-fatal, dan gagal ginjal. Mereka meningkatkan

kualitas hidup. Laporan ini membandingkan efektivitas, keamanan, dan biaya dari

ACEI. Kami telah memilih lima ACEI berikut sebagai Consumer Reports Health

Best Buy Drugs berdasarkan pada bukti efektifitasnya, namun juga pada

kenyamanan dan biaya pemberian dosis dalam merawat kondisi berikut:

1. Untuk tekanan darah tinggi: benazepril, enalapril, dan lisinopril

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

33

2. Untuk gagal jantung: kaptopril, dan enalapril

3. Setelah serangan jantung: lisinopril

4. Bagi penderita diabetes: ramipril

5. Bagi penderita penyakit ginjal: benazepril, dan ramipril

Semua obat ini adalah obat generik berbiaya murah atau cukup mahal.

Semua telah terbukti sama efektifnya atau lebih unggul dari ACEI lainnya dalam

merawat populasi umum. Studi telah terbukti ramipril sangat efektif dalam

mengobati orang-orang yang memiliki diabetes dan faktor risiko disfungsi jantung

lainnya, dan dalam pencegahan penurunan fungsi ginjal pada penderita diabetes

(Consumers Union, 2011).

Secara umum ACE Inhibitor dibedakan atas dua kelompok: 1) yang

bekerja langsung, contohnya kaptopril dan lisinopril ; 2) prodrug, contohnya

enalapril,kuinapril, perindopril, ramipril, silazapril, benazeprilat, fosinoprilat dan

lain-lain (Sulistia et al., 2012). Enalapril, benazepril, fosinopril, moeksipril,

perindopril, kuinapril, ramipril, dan trandolapril adalah anggota kelompok yang

bekerja lama. Semuanya adalah prodrug dan diubah menjadi obat aktif oleh

hidrolisis terutama di hati (Katzung et al., 2012). Sebagian besar ACEI

(misalnya enalapril, ramipril, kelas II) diberikan secara oral sebagai pro-obat

inaktif, yang bersifat lipofilik dan diproses dalam hati untuk menghasilkan suatu

metabolit aktif. Kaptopril (kelas I), ACEI pertama, merupakan bentuk aktif,

namun juga diproses oleh hati untuk menghasilkan metabolit aktif. Lisinopril

(Kelas III) bersifat aktif, larut air dan dieskresikan oleh ginjal dan bukan

dimetabolisme dalam hati (Aaronson & Jeremy, 2010).

ACE Inhibitor menghambat perubahan AngI menjadi AngII sehingga

terjadivasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi

bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan

berperan dalam efek vasodilatasi ACE Inhibitor. Vasodilatasi secara langsung

akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan

menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi kalium (Sulistia et al., 2012).

Pada gagal jantung kongestif efek ini akan sangat mengurangi beban

jantung dan akan memperbaiki keadaan pasien. Walaupun kadar AngI dan renin

meningkat, namun pemberian ACE Inhibitor jangka panjang tidak menimbulkan

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

34

toleransi dan penghentian obat ini biasanya tidak menimbulkan hipertensi

rebound. Selain itu, ACE Inhibitor menurunkan retensi perifer tanpa diikuti

refleks takikardia. Besarnya penurunan tekanan darah pada pemberian akut

sebanding dengan tingginya kadar renin plasma. Namun obat ini tidak hanya

efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang tinggi, tapi juga hipertensidengan

renin normal maupun rendah. Hal ini karena ACE Inhibitor menghambat

degradasi bradikinin yang mempunyai efek vasodilatasi. Selain itu, ACE Inhibitor

juga diduga berperan menghambat pembentukan AngII secara lokal di endotel

pembuluh darah. Pemberian diuretik dan pembatasan asupan garam akan

memperkuat efek antihipertensinya (Sulistia et al., 2012).

Efek utama senyawa-senyawa ini pada sistem renin-angiotensin adalah

menghambat konversi AngI menjadi AngII yang aktif (atau konversi [des-Asp1]

AngI menjadi AngIII). Jadi, ACE Inhibitor melemahkan atau menghilangkan

respon terhadap AngI, tetapi tidak terhadap AngII. Senyawa-senyawa ini tidak

berinteraksi secara langsung dengan komponen-komponen lain dalam sistem

renin-angiotensin; semua efek farmakologis dan klinis terutama tampaknya

muncul dari suppresive sintesis AngII. Namun, ACE Inhibitor merupakan suatu

enzim yang memiliki banyak substrat. ACE Inhibitor dapat memicu efek-efek

yang tidak berkaitan dengan penurunan kadar AngII. Karena ACE Inhibitor

meningkatakan kadar bradikinin dan bradikinin menstimulasi biosintesis

prostaglandin, bradikinin dan/atau prostaglandin dapat berperan pada efek

farmakologi ACE Inhibitor. Selain itu, ACE Inhibitor memengaruhi umpan balik

negatif, baik lengkung pendek maupun lengkung panjang, pada pelepasan renin.

Akibatnya, ACE Inhibitor meningkatkan pelepasan renin dan laju pembentukan

AngI. Karena metabolisme AngI menjadi AngII diblok oleh ACE Inhibitor, AngI

diarahkan turun ke rute metabolik alternatif sehingga meningkatkan produksi

berbagai peptida, seperti Ang (1-7). Apakah peptida yang aktif secara biologi

seperti angiotensin (1-7) berperan pada efek farmakologi ACE Inhibitor belum

diketahui (Goodman & Gilman‟s, 2014).

Pada manusia yang sehat dan memiliki Na+ penuh, dosis oral tunggal

suatu ACE Inhibitor memiliki efek yang kecil pada tekanan darah. Namun, dosis

berulang selama beberapa hari menyebabkan sedikit penurunan tekanan darah.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

35

Sebaliknya, bahkan satu tunggal ACE Inhibitor akan sangat menurunkan tekanan

darah orang normal jika orang itu telah mengalami deplesi Na+ (Goodman &

Gilman‟s, 2014).

ACE Inhibitor menurunkan mortalitas secara keseluruhan jika pengobatan

dimulai selama periode disekitar infark. Efek menguntungkan ACE Inhibitor pada

infark miokardium akut sangat besar pada pasien hipertensi dan diabetes. Kecuali

dikontraindikasikan (misalnya, syok kardiogenik atau hipotensi parah), ACE

Inhibitor sebaiknya segera diberikan selama fase akut miokardium dan dapat

digunakan bersama dengan trombolitik, aspirin, dan antagonis reseptor β-

adrenergik. Setelah beberapa minggu terapi ACE Inhibitor harus dievaluasi ulang.

Pada pasien beresiko tinggi ( misalnya, infark besar, disfungsi ventrikel sistolik),

inhibisi ace sebaiknya dilanjutkan untuk jangka panjang (Goodman & Gilman‟s,

2014).

ACE Inhibitor menurunkan angka kematian setelah infark miokard.

Manfaat ini merupakan tambahan terhadap manfaat yang diperoleh dengan aspirin

dan penyekat β. Manfaat maksimum terlihat pada pasien beresiko tinggi seperti

pasien lansia atau mengalami infark anterior, riwayat infark, dan fungsi ventrikel

kiri yang secara keseluruhan terganggu. Namun bukti yang ada menunjukkan

bahwa manfaat jangka pendek diperoleh ketika ACE Inhibitor diresepkan secara

tidak selektif kepada seluruh pasien infark miokard yang stabil secara

hemodinamik (yaitu, pasien dengan tekanan darah sistolik > 100mmHg).

Mekanisme ini melibatkan reduksi perubahan bentuk ventrikel setelah infark

disertai reduksi resiko gagal jantung kongestive. Tingkat infark berulang mungkin

rendah pada pasien yang diobati dalam jangka panjang dengan ACE Inhibitor

setelah infark (Syamsudin,2011).

ACE Inhibitor mesti diresepkan dalam waktu 24jam kepada seluruh pasien

infark miokard dan gagal jantung kongestive serta pasien yang mengalami elevasi

segmen ST atau blokade cabang kiri namun stabil dari segi hemodinamika. Tidak

banyak bukti yang mendukung penggunaan ACE Inhibitor pada pasien infark

miokard yang tidak menunjukkan perubahan segmen ST atau hanya menunjukkan

depresi segmen ST tanpa gagal jantung kongestive. Sebelum keluar dari rumah

sakit, fungsi ventrikel kiri mesti dinilai dengan studi pencitraan. ACE Inhibitor

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

36

mesti dihentikan pada pasien yang mengalami gagal jantung kongestive nyata dan

pada pasien yang studi pencitraannya menunjukkan penurunan fungsi ventrikel

kiri secara global atau kelainan gerak dinding ventrikel atau pasien yang

hipersensitif (Syamsudin, 2011).

2.2.2.1 Farmakologis Klinis

Berdasarkan struktur, ACE Inhibitor dapat diklasifikasikan menjadi 3

kelompok : (1) ACE Inhibitor yang mengandung sulfhidril, seperti pada

kaptopril; (2) ACE Inhibitor yang mengandung dikarboksil, seperti pada enalapril

(misalnya, lisinopril, benazepril, kuinapril, moeksipril, ramipril, trandolapril, dan

perindopril); dan (3) ACE Inhibitor yang mengandung fosfor, seperti pada

lisinopril. Banyak ACE Inhibitor merupakan prodrug yang mengandung ester

yang 100-1000 kali kurang poten dari pada molekul aktif, tetapi memiliki

bioavailabilitas oral yang jauh lebih baik dari pada molekul aktif tersebut.

Tabel II. 2 Struktur kimia obat-obatan ACE Inhibitor

Obat Struktur kimia Obat Struktur kimia

Kaptopril

Enalapril

Benazepri

l

Lisinopril

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

37

Fosinopril

Perindopril

Quinapril

Ramipril

Trandola-

pril

Imidapril

Moeksi

pril

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

38

Pada saat ini, tersedia 11 ACE Inhibitor untuk penggunaan klinis di

Amerika Serikat. Secara umum, perbedaan berbagai ACE Inhibitor terletak pada 3

sifat : (1) potensi, (2) apakah inhibisi ace terutama disebabkan oleh efek obat itu

sendiri atau efek suatu metabolit aktif, dan (3) farmakokinetika (yakni besar

absorpsi, efek makanan pada absorpsi, t½ plasma, distribusi jaringan, dan

mekanisme eliminasi).

Semua ACE Inhibitor memblok konversi AngI menjadi AngII secara

efektif dan semua memiliki indikasi terapeutik, profil efek merugikan dan

kontraindikasi yang sama. Inhibitor-ACE Inhibitor terutama berbeda dalam hal

distribusi jaringan. Perbedaan ini dapat dimanfaatkan untuk menghambat

beberapa sistem renin-angiotensin lokal, sementara beberapa sistem yang lain

dibiarkan relatif utuh. Keuntungan terapeutik yang mungkin diperoleh masih

diteliti.

2.2.2.2 Mekanisme Kerja

Gambar 2. 11 Mekanisme Kerja ACE Inhibitor

ACE Inhibitor memblokade fungsi sistem RAA, maka mensupresi

berbagai efek vasokontriksi angiotensin II dalam susunan pembuluh darah,

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

39

sehingga mengurangi resistensi perifer total dan tekanan darah. ACE Inhibitor

menyebabkan natriuresis dan diuresis yang membantu efek penurunan tekanan

darahnya dan juga membantu untuk mengembalikan edema pulmonal dan

sistemik dan remodeling jantung yang berperan pada gejala dan progresivitas

gagal jantung kronik. ACE Inhibitor memiliki efek tambahan yaitu mencegah

perombakan peptida bradikinin, yang disintesis dalam plasma oleh ACE dan

menyebabkan vasodilatasi dengan melepaskan oksida nitrat, prostasiklin, dan

EDHF dari endotel. Peningkatan bradikinin dapat membantu kemampuan ACEI

untuk menurunkan tekanan darah dan kemungkinan untuk mencegah remodeling

jantung (Aaronson & Jeremy, 2010).

ACE Inhibitor menekan produksi AngII dan aldosteron, menurunkan

aktivitas sistem saraf simpatik, dan mempotensiasi efek diuretik pada gagal

jantung. Akan tetapi, kadar AngII sering kali kembali ke nilai asal setelah terapi

ACE Inhibitor kronis, yang sebagian disebabkan produksi AngII melalui enzim-

enzim yang tidak bergantung pada ACE, seperti kinase, suatu protease jaringan.

Efektivitas klinis ACE Inhibitor yang terus bertahan meskipun lepasnya AngII

menunjukkan adanya mekanisme lain yang berperan pada efek klinis ACE

Inhibitor pada gagal jantung. ACE juga mendegradasi bradikinin dan kinin-kinin

lain yang menstimulasi produksi NO, GMP siklik, dan eikosanoid vasoaktif. Zat-

zat vasodilator ini terlihat melawan efek AngII pada pertumbuhan otot vaskular

dan fibroblas jantung dan pada produksi matriks ekstravaskuler. Jadi, kadar

bradikinin meningkat akibat penghambatan ACE dapat berperan dalam efek anti-

perubahan bentuk dan hemodinamik ACE Inhibitor.

ACE Inhibitor merupakan dilator arteri yang lebih kuat dibandingkan

vena. Sebagai respon terhadap penghambatan ACE, tekanan arteri rata-rata (mean

arterial pressure, MAP) dapat berkurang atau atau tidak berubah; perubahan

MAP dapat terlihat dari respons volume sekuncup terhadap penurunan afterload.

Denyut jantung biasanya tidak berubah, bahkan saat terdapat penurunan dalam

tekanan arteri sistemik, suatu respons yang kemungkinan menggambarkan

penurunan tonus simpatik sebagai respons terhadap penhambatan ACE.

Penurunan afterload ventrikel kiri menyebabkan volume sekuncup dan curah

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

40

jantung meningkat. Venodilatasi menyebabkan penurunan tekanan pengisian

jantung kanan dan kiri dan volume diastolik akhir (Goodman & Gilman‟s, 2014).

Tabel II. 3 Beberapa Sediaan Obat ACE Inhibitor dan Farmakokinetiknya

Sediaan Prodrug Metabolit

aktif

Metabolisme

di hati

Eliminasi

Kaptopril Tidak - + Ginjal

Lisinopril Tidak - - Ginjal

Perindopril Ya Perindoprilat + Ginjal

Enalapril Ya Enalaprilat + Ginjal

Ramipril Ya Ramiprilat + Ginjal

Quinapril Ya Quinaprilat + Ginjal

Silazapril Ya Silazaprilat + Ginjal

Benazepril Ya Benazeprilat + Ginjal

Fosinopril Ya Fosinoprilat + Ginjal

2.2.2.3 Obat-obatan ACE Inhibitor

Tabel II. 4 Obat ACE Inhibitor

Obat Dosis

(mg/hari)

Nama

Generik/

Dagang

Frekuensi

pemberian

Sediaan

Kaptopril 25-100 Capoten 2-3 x Tab 12,5, 25,50, 100

mg

Benazepril 10-40 Lotensin 1-2 x Tab 5,10, 20, 40 mg

Enalapril 2,5-40 Vasotec 1-2 x Oral : Tab 2,5, 5, 10,

20 mg

Parenteral

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

41

(Enalaprilat) : 1,25

mg/mL untuk injeksi

Fosinopril 10-40 Monopril 1 x Tab 10, 20, 40 mg

Lisinopril 10-40 Prinivil,

Zestril

1 x Tab 2,5, 5, 10, 20,

40 mg

Perindopril 4-8 Aceon 1-2 x Tab 2, 4, 8 mg

Quinapril 10-40 Accupril 1 x Tab 5, 10, 20, 40 mg

Ramipril 2,5-20 Altace 1 x Kapsul 1,25, 2,5, 5,

10 mg

Trandolapril 1-4 Mavik 1 x Tab 1, 2, 4 mg

Imidapril 2,5-10 1 x Tab 5 dan 10 mg

Moeksipril Univasc Tab 7,5, 15 mg

1. Kaptopril (CAPOTEN)

Kaptopril merupakan ACE Inhibitor yang pertama ditemukan dan banyak

digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung (Sulistia,

2012). Kaptopril merupakan ACE Inhibitor yang poten dalam kurung (Ki ~ 1,7

nM). Kaptopril yang diberikan secara oral diabsorbsi dengan cepat dan memiliki

bioavailabilitas ~ 75%. Konsentrasi puncak dalam plasma terjadi dalam 1 jam.

Obat dibersihkan dengan t½ ~ 2jam. Sebagian besar obat dieliminasi dalam urin,

40-50% sebagai kaptopril dan sisanya sebgai dimer kaptopril disulfida dan

kaptopril-sistein disulfida. Dosis oral kaptopril berkisar dari 6,25 sampai 150mg

dua hingga tiga kali sehari, yaitu 6,25 mg 3 kali sehari sesuai untuk terapi awal

gagal jantung atau 25mg dua kali sehari untuk terapi awal hipertensi. Sebagian

besar pasien tidak boleh menerima dosis lebih dari 150mg dalam satu hari. Karena

makanan mengurangi 25-30% bioavailabilitas oral kaptopril, obat harus diberikan

1 jam sebelum makan.

2. Enalapril (VASOTEC)

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

42

Enalapril adalah suatu prodrug oral yang diubah oleh hidrolisis menjadi

suatu ACE Inhibitor, enalaprilat yang berefek serupa dengan efek kaptopril.

Enalaprilat itu sendiri tersedia hanya untuk pemakaian intravena terutama untuk

kedaruratan hipertensif (Katzung, et al., 2012).Enalapril maleat adalah prodrug

yang dihidrolisis oleh esterase di hati menghasilkan asam dikarboksilat aktif, yaitu

enalaprilat. Enalaprilat adalah ACE Inhibitor yang sangat poten dan memilikiKi ~

0,2 nM. Meskipun juga mengandung “pengganti prolin”, enalaprilat berbeda dari

kaptopril, yaitu enalaprilat adalah suatu analaog tripeptida dan bukan dipeptida.

Enalapril cepat diabsorpsi bila diberikan secara oral dan memiliki bioavailabilitas

oral sekitar 60% (tidak dikurangi oleh makanan). Meski pun enalapril mencapai

konsentrasi plasma puncak dalam waktu 1 jam, konsentrasi puncak enalaprilat

baru tercapai setelah 3-4 jam. Enalapril memiliki t½ 1,3 jam; enalaprilat memiliki

t½ plasma ~11 jam karena terikat kuat pada ace. Hampir keseluruhan enalapril

dieliminasi oleh ginjal, baik berupa enalapril utuh atau enalaprilat. Dosis oral

enalapril berkisar dari 2,5 sampai 40 mg per hari (dosis tunggal atau dosis

terbagi), yaitu 2,5 mg per hari sesuai untuk terapi awal gagal jantung dan 5 mg per

hari untuk terapi awal hipertensi. Dosis awal untuk pasien hipertensi yang

menggunakan diuretik, pasien yang mengalami deplesi air atau Na+, atau pasien

yang menderita gagal jantung adalah 2,5 mg per hari.

3. Enalaprilat (VASOTEC INJECTION)

Enalaprilat tidak diabsorpsi secara oral, tetapi tersedia untuk pemberian

intravena bila tidak dapat dilakukan terapi oral. Untuk pasien hipertensi, diberikan

dosis sebesar 0,625-1.25 mg secara intravena selama 5 menit. Dosis dapat diulang

setiap 6 jam.

4. Lisinopril (PRINIVIL, ZESTRIL)

Lisinopril adalah analog lisin enalaprilat. Tidak seperti enalapril, lisinopril

bersifat aktif. Lisinopril sedikit lebih poten daripada enalaprilat. Pada pemberian

oral, lisinopril diabsorpsi secara perlahan, beragam, dan tidak sempurna (sekitar

30%). Bioavailabilitas tidak berkurang oleh makanan. Konsentrasi plasma puncak

dicapai sampai dalam ~7 jam. Obat ini dibersihkan sebagai senyawa utuh oleh

ginjal dan t½ dalam plasma sekitar 12 jam. Dosis oral lisinopril berkisar dari 5

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

43

sampai 40 mg per hari (dosis tunggal atau terbagi), yaitu 5 mg per hari sesuai

untuk terapi awal gagal jantung dan 10 mg per hari untuk terapi awal hipertensi.

Dosis harian sebesar 2,5 mg direkomendasikan untuk pasian gagal jantng yang

mengalami deplesi Na+ atau mengalami kerusakan ginjal.

5. Benazepril (LOTENSIN)

Pemutusan bagian ester oleh enzim esterase hati mengubah benazepril

(suatu prodrug) menjadi benazeprilat (suatu ACE Inhibitor yang lebih poten

daripada kaptopril, enalaprilat, atau lisinopril). Benazepril cepat diabsorpsi, tetapi

tidak sempurna menjadi benazeprilat dan konjugat glukuronida dari benazepril

dan benazeprilat, yang dieskresikan dalam urine dan empedu. Konsentrasi puncak

benazepril dalam plasma dicapai dalam waktu sekitar 0,5-1 jam, sedangkan

benazeprilat mencapai konsentrasi puncak dalam 1-2 jam. Benazeprilat memiliki

t½ efektiv dalam plasma sekitar 10-11 jam. Benazeprilat tidak berakumulasi

dalam jaringan, kecuali di dalam paru-paru. Dosis oral benazepril berkisar dari 5-

80 mg per hari (dosis tunggal atau terbagi).

6. Fosinopril (MONOPRIL)

Fosinopril mengandung gugus fosfinat yang terikat pada daerah aktif ace.

Pemutusan bagian ester oleh enzim esterase hati mengubah fosinopril (suatu

prodrug) menjadi fosinoprilat (suatu ACE Inhibitor yang lebih poten daripada

kaptopril, tetapi kurang poten dibandingkan enalaprilat). Fosinopril diabsorpsi

secara perlahan dan tidak sempurna (36%) bila diberikan secara oral. Kecepatan

absorpsi diturunkan oleh makanan, tetapi besar absorpsi tidak. Fosinopril

dimetabolisme dalam jumlah besar menjadi fosinoprilat (75%) dan menjadi

fosinoprilat glukuronida. Senyawa-senyawa ini diekskresikan dalam urin dan

empedu. Konsentrasi puncak fosinoprilat dalam plasma dicapai dalam waktu

sekitar 3 jam. Fosinoprilat memiliki t½ efektif dalam plasma sekitar 12 jam.

Bersihan fosinoprilat tidak terlalu dipengaruhi oleh kerusakan ginjal. Dosis oral

fosinopril berkisar dari 10-80 mg per hari (dosis tunggal atau terbagi). Dosis

dikurangi sampai 5 mg per hari untuk pasien yang mengalami Na+ atau deplesi air

atau gagal ginjal.

7. Trandolapril (MAVIK)

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

44

Sekitar 10% dosis oral transdolapril tersedia secara hayati sebagai

transdolapril dan 70% sebagai trandolaprilat. Kecepatan absorpsi berkurang bila

ada makanan, tetapi besar absorpsi tidak. Sebagai ACE Inhibitor, trandolaprilat

sekitar 8 kali lebih poten daripada trandolapril. Trandolapril dimetabolisme

menjadi trandolaprilat dan metabolit yang tidak aktif (sebgaian besar berupa

trandolapril glukuronida dan produk-produk de-esterifikasi); senyawa-senyawa ini

ditemukan di dalam urin (33%, sebagian besar berupa trandolaprilat) dan feses

(66%). Konsentrasi puncak trandolaprilat dalam plasma dicapai dalam waktu 4-10

jam. Trandolaprilat menunjukkan kinetika eliminasi dua fase dengan t½ awal ~10

jam (komponen utama eliminasi), diikuti dengan t½ yang lebih panjang karena

trandolaprilat dilepaskan dengan lambat dari ace jaringan. Bersihan plasma

trandolaprilat menurun pada kondisi insufisiensi ginjal mau pun hati. Dosis oral

berkisar dari 1-8 mg per hari (dosis tunggal atau terbagi). Dosis awal untuk

pasien yang menggunakan diuretik atau pasien yang menderita kerusakan ginjal

adalah 0,5 mg.

8. Kuinapril (ACCUPRIL)

Pemutusan bagian ester oleh enzim esterase hati mengubah kuinapril

(suatu prodrug) menjadi kuinaprilat (suatu ACE Inhibitor yang kira-kira sama

poten dengan benazeprilat). Kuinapril cepat diabsorpsi. Konsentrasi puncak

dicapai dalam 1 jam, tetapi waktu puncak dapat tertunda bila terdapat makanan.

Kecepatan absorpsi oral kemungkinan berkurang oleh makanan, tetai besar

absorpsi (60%) tidak berkurang. Kuinapril dimetabolisme menjadi kuinaprilat

dan beberapa metabolit minor lain. Kuinaprilat diekskresikan dalam urin (61%)

dan feses (37%). Konsentrasi puncak kuinaprilat dalam plasma dicapai dalam

waktu sekitar 2 jam. Konversi kuinapril menjadi kuinaprilat menurun pada pasien

yang menderita penurunan fungsi hati. t½ awal kuinaprilat sekitar 2 jam. t½ akhir

yang diperpanjang (~25 jam) kemungkinan disebabkan obat berikatan dengan

afinitas tinggi dengan ace jaringan. Dosis oral kuinapril adalah 5-80 mg per hari

(dosis tunggal atau terbagi).

9. Ramipril (ALTACE)

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

45

Pemutusan bagian ester oleh enzim esterase hati mengubah ramipril

menjadi ramiprilat, suatu ACE Inhibitor yang kira-kira sama poten dengan

benazeprilat dan kuinaprilat. Ramipril cepat diabsorpsi (konsentrasi puncak

ramipril tercapai dalam 1 jam). Kecepatan absorpsi oral berkurang oleh makanan,

tetapi besar absorpsi (50-60%) tidak berkurang. Ramipril dimetabolisme menjadi

ramiprilat dan metabolit yang tidak aktif (ramipril glukuronida, ramiprilat

glukuronida, serta asam dan ester diketopiperazin) yang terutama diekskresikan

oleh ginjal. Konsentrasi puncak ramiprilat dalam plasma dicapai dalam waktu

sekitar 3 jam. Ramiprilat menunjukkan kinetika eliminasi trifase dengan t½ 2-4

jam, 9-18 jam dan > 50 jam. Eliminasi trifase ini disebakan oleh distribusi

ekstensif di seluruh jaringan (t½ awal), bersihan ramiprilat bebas dari plasma (t½

tengah) dan pelepasan ramiprilat dari ace jaringan (t½ akhir). Dosis oral ramipril

adalah 1,25-20 mg per hari (dosis tunggal atau terbagi).

10. Moeksipril (UNIVASC)

Moeksipril adalah suatu prodrug. Aktivitas antihipertensi moeksipril

hampir secara keseluruhan dihasilkan oleh metabolit hasil deesterifikasi, yaitu

moeksiprilat. Absropsi moeksipril tidak sempurna, bioavailabilitas sebagai

moeksiprilat ~ 13%. Bioavailabilitas sangat berkurang oleh adanya makanan.

Oleh sebab itu, obat ini harus digunakan 1 jam sebelum makan. Konsentrasi

plasma puncak moeksiprilat dicapai dalam waktu hampir 1,5 jam dan t½ eliminasi

senyawa ini bervariasi (2-12 jam). Dosis yang direkomendasikan berkisar 7,5-

30mg per hari dalam satu atau dua dosis terbagi. Pasien yang menggunakan

diuretik atau pasien yang mengalami kerusakan ginjal diberikan setengah rentang

dosis tersebut.

11. Perindopril (ACEON)

Perindopril erbumin adalah suatu prodrug. Seanyak 30%-50% perindopril

yang terdapat di sistemik diubah menjadi perindoprilat oleh enzim esterase hati.

Bioavailabilitas oral perindopril adalah 75%. Bioavailabilitas tidak dipengaruhi

oleh makanan. Perindopril dimetabolisme menjadi perindoprilat dan metabolit

yang tidak aktif (perindopril glukuronida, perindoprilat glukuronida, perindopril

dehidrat, dan diastereomer perindoprilar dehidrat) yang terutama diekskresikan

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

46

oleh ginjal. Konsentrasi puncak perindoprilat dalam plasma dicapai dalam 3-7jam.

Perindoprilat menunjukkan kinetika eliminasi 2 fase dengan t½ 3-10jam

(komponen utama eliminasi) dan 30-120 jam (karena perindoprilat dilepaskan

dengan lambat dari ace jaringan). Dosis oral 2-16mg per hari (dosis tunggal atau

terbagi) (Goodman & Gilman‟s, 2014).

2.2.2.4 Karakteristik

1. Kaptopril (Capoten)

a. Farmakokinetik :

(1) Setelah pemberian oral, konsentrasi plasma puncak tercapai dalam 1

jam. Kehadiran makanan mengurangi penyerapan oleh 30-40%.

(2) Pada orang dewasa, paruh waktu efektif <3 jam (penentuan waktu

paruh yang akurat tidak mungkin).

(3) Dalam periode 24-jam, 95% dari dosis yang diamati dihilangkan

dalam urin.

(4) Pengurangan BP maksimum pada 60-90 menit setelah pemberian

oral, durasi efek terkait dosis.

(5) Pengurangan BP bisa progresif.

b. Indikasi :

(1) Pengobatan hipertensi.

(2) Pengobatan gagal jantung kongestif.

(3) Untuk meningkatkan kelangsungan hidup setelah MI pada pasien

yang stabil secara klinis.

c. Dosis : Sebaiknya diminum 1 jam sebelum makan, dosis harus individual.

Dosis awal adalah 25 mg dua kali per hari atau tiga kali per hari. Dosis

dapat ditingkatkan menjadi 50 mg dua kali per hari atau tiga kali per hari.

Kisaran dosis yang biasa adalah 25-150 mg dua kali per hari atau tiga kali

per hari.

d. Penyesuaian dosis untuk populasi khusus :

(1) Ketika digunakan dalam kehamilan selama trimester kedua dan

ketiga, ACEI dapat menyebabkan cedera dan bahkan kematian pada

janin yang sedang berkembang.

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

47

(2) Pasien dengan gangguan ginjal: dosis harian awal harus dikurangi,

peningkatan yang lebih kecil harus digunakan untuk titrasi, dan dosis

efektif minimal harus dihitung.

2. Benazepril (Lotensin)

a. Farmakokinetik :

(1) Setelah pemberian oral, konsentrasi plasma puncak tercapai dalam

0,5-1 jam.

(2) Umur paruh efektif pada orang dewasa setelah pemberian dosis

ganda 10-12 jam.

(3) Dibersihkan terutama oleh ekskresi ginjal pada subjek dengan fungsi

ginjal normal.

b. Indikasi : Pengobatan hipertensi. Dapat digunakan sendiri atau

dikombinasikan dengan diuretik tiazid.

c. Dosis : Dosis awal untuk orang dewasa yang tidak menerima diuretik

adalah 10 mg sekali sehari. Rentang perawatan biasa adalah 20-40 mg per

hari dalam satu atau dua dosis yang sama.

d. Penyesuaian dosis untuk populasi khusus :

(1) Ketika digunakan dalam kehamilan selama trimester kedua dan

ketiga, ACEI dapat menyebabkan cedera dan bahkan kematian pada

janin yang sedang berkembang.

(2) Pada pasien dengan insufisiensi ginjal (tingkat pembersihan

kreatinin ≤30 mL / min / 1,73 m²) dan peningkatan paruh waktu

awal, waktu untuk kondisi tunak dapat tertunda.

(3) Dosis awal yang direkomendasikan pada pasien tersebut adalah 5 mg

sekali sehari. Dosis dapat dititrasi ke atas sampai tekanan darah

terkontrol atau dosis harian maksimum maksimum 40 mg.

3. Enalapril (Vasotec)

a. Farmakokinetik :

(1) Setelah pemberian oral, konsentrasi serum puncak terjadi dalam 1

jam.

(2) Terutama ginjal, 94% dosis ditemukan dalam urin dan feses.

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

48

(3) Umur paruh efektif setelah beberapa dosis adalah 11 jam.

(4) Dengan GFR ≤ 30 mL / menit, waktu hingga konsentrasi puncak dan

steady state tertunda.

b. Indikasi : Pengobatan hipertensi.

c. Dosis : 10-40 mg per hari dalam satu atau dua dosis terbagi. Dosis harian

tidak boleh melebihi 50 mg. Pengurangan dosis dan / atau penghentian

mungkin diperlukan untuk beberapa pasien yang mengembangkan

peningkatan urea darah dan kreatinin serum.

d. Penyesuaian dosis untuk populasi khusus :

(1) Ketika digunakan dalam kehamilan selama trimester kedua dan

ketiga, ACEI dapat menyebabkan cedera dan bahkan kematian pada

janin yang sedang berkembang. Enalapril telah terdeteksi dalam ASI

manusia.

(2) Pemilihan dosis untuk pasien lanjut usia harus hati-hati, biasanya

dimulai pada rentang dosis rendah.

4. Fosinopril (Monopril)

a. Farmakokinetik :

(1) Setelah pemberian oral, konsentrasi puncak dicapai dalam 3 jam.

(2) Terminal eliminasi paruh adalah 12 jam.

(3) Dibersihkan terutama oleh ekskresi ginjal pada subjek dengan fungsi

ginjal normal.

b. Indikasi :

(1) Pengobatan hipertensi. Dapat digunakan sendiri atau dengan diuretik

tiazid.

(2) Untuk gagal jantung sebagai terapi tambahan ketika ditambahkan ke

terapi konvensional, termasuk diuretik dengan atau tanpa digitalis.

c. Dosis : Dosis awal adalah 10 mg sekali sehari, baik sebagai monoterapi

dan ketika obat ditambahkan ke diuretik.

d. Penyesuaian dosis untuk populasi khusus :

(1) Ketika digunakan dalam kehamilan selama trimester kedua dan

ketiga, ACEI dapat menyebabkan cedera dan bahkan kematian pada

janin yang sedang berkembang.

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

49

(2) Pada anak-anak, dosis antara 0,1 dan 0,6 mg / kg. Untuk anak-anak

dengan berat lebih dari 50 kg, dosisnya 5-10 mg sekali sehari.

(3) Untuk pasien gagal jantung, dosis awal 5 mg dapat ditingkatkan

selama beberapa minggu tetapi tidak melebihi 40 mg sekali sehari.

5. Lisinopril (Prinivil; Zestril)

a. Farmakokinetik :

(1) Mencapai konsentrasi serum puncak dalam 7 jam.

(2) Pada beberapa dosis, akumulasi paruh waktu efektif adalah 12 jam.

(3) Diekskresikan terutama melalui ginjal.

b. Indikasi :

(1) Pengobatan hipertensi.

(2) Sebagai terapi tambahan dalam manajemen gagal jantung yang tidak

merespons diuretik dan digitalis.

(3) MI akut untuk pengobatan pasien yang hemodinamik stabil, untuk

meningkatkan kelangsungan hidup.

c. Dosis : Dosis awal adalah 10 mg sekali sehari, dosis biasa berkisar 20–40

mg setiap hari dalam satu dosis tunggal. Pasien dengan dosis diuretik harus

disesuaikan dengan respon BP, dan diuretik idealnya harus dihentikan.

Untuk pasien dengan bersihan kreatinin ≤ 10 mL / menit, dosis awal yang

direkomendasikan adalah 2,5 mg, dapat dititrasi ke atas hingga maksimal

40 mg setiap hari.

d. Penyesuaian dosis untuk populasi khusus :

(1) Ketika digunakan dalam kehamilan selama trimester kedua dan

ketiga, ACEI dapat menyebabkan cedera dan bahkan kematian pada

janin yang sedang berkembang.

(2) Pemilihan dosis untuk pasien usia lanjut harus dimulai pada rentang

dosis rendah.

6. Moexipril (Univasc)

a. Farmakokinetik :

(1) Bioavailabilitas obat oral adalah 13% dibandingkan dengan IV;

sangat terpengaruh oleh makanan.

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

50

(2) Setelah pemberian oral, 7% muncul dalam urin (vs 40% dari dosis

IV), 52% dalam tinja (vs 20% dari dosis IV).

b. Indikasi : Pengobatan hipertensi.

c. Dosis : Dosis awal pada pasien yang tidak menerima diuretik adalah 7,5

mg 1 jam sebelum makan, sekali sehari. Kisaran dosis yang dianjurkan

adalah 7,5–30 mg setiap hari dalam satu atau dua dosis terbagi. Terapi

diuretik idealnya harus dihentikan atau dosis awal 3,75 mg harus

digunakan dengan pengawasan medis. Untuk pasien dengan bersihan

kreatinin ≤ 40 mL / menit / 1,73 m², dosis awal yang dianjurkan adalah

3,75 mg sekali sehari, dapat dititrasi hingga dosis harian maksimum 15

mg.

d. Penyesuaian dosis untuk populasi khusus :

(1) Ketika digunakan dalam kehamilan selama trimester kedua dan

ketiga, ACEI dapat menyebabkan cedera dan bahkan kematian pada

janin yang sedang berkembang.

(2) Dosis harus disesuaikan untuk populasi dengan penurunan fungsi

ginjal, sirosis ringan sampai sedang dan pada pasien usia lanjut.

7. Perindopril (Aceon)

a. Farmakokinetik :

(1) Setelah pemberian oral, konsentrasi plasma puncak terjadi pada

sekitar 1 jam.

(2) Berarti paruh 0,8-1,0 jam.

(3) Pembersihan hampir secara eksklusif ginjal.

b. Indikasi :

(1) Pengobatan hipertensi. Dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan

dengan tiaziddiuretik.

(2) Penyakit arteri koroner stabil: untuk mengurangi risiko mortalitas

kardiovaskular atau MI nonfatal.

c. Dosis : Dosis awal adalah 4 mg sekali sehari. Dapat dititrasi ke atas sampai

BP dikontrol hingga maksimum 16 mg per hari. Kisaran dosis biasa adalah

4-8 mg sebagai dosis harian tunggal. Dapat diberikan dalam dua dosis

terbagi.

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

51

d. Penyesuaian dosis untuk populasi khusus :

(1) Ketika digunakan dalam kehamilan selama trimester kedua dan

ketiga, ACEI dapat menyebabkan cedera dan bahkan kematian pada

janin yang sedang berkembang.

(2) Pemilihan dosis untuk pasien usia lanjut harus dimulai pada rentang

dosis rendah.

(3) Pasien dengan gangguan ginjal: dosis harian awal harus dikurangi.

8. Quinapril (Accupril)

a. Farmakokinetik :

(1) Setelah pemberian oral, konsentrasi plasma puncak tercapai dalam 1

jam.

(2) Setelah beberapa dosis oral, paruh efektif dalam 2 jam.

(3) Dibersihkan terutama oleh ekskresi ginjal pada subjek dengan fungsi

ginjal normal.

b. Indikasi :

(1) Pengobatan hipertensi. Dapat digunakan sendiri atau dengan diuretik

tiazid.

(2) Manajemen gagal jantung sebagai terapi tambahan ketika

ditambahkan ke terapi konvensional, termasuk diuretik dan / atau

digitalis.

c. Dosis : Dosis awal untuk pasien yang tidak diuretik adalah 10-20 mg satu

kali sehari. Dosis disesuaikan menurut BP diukur pada puncak dan palung.

d. Penyesuaian dosis untuk populasi khusus :

(1) Ketika digunakan dalam kehamilan selama trimester kedua dan

ketiga, ACEI dapat menyebabkan cedera dan bahkan kematian pada

janin yang sedang berkembang.

(2) Pasien dengan gangguan ginjal dan gagal jantung: dosis harian awal

harus dikurangi.

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

52

(3) Dosis yang dianjurkan untuk pasien usia lanjut adalah 10 mg sekali

sehari diikuti dengan titrasi ke respon optimal.

9. Ramipril (Altace)

a. Farmakokinetik :

(1) Setelah pemberian oral, konsentrasi plasma puncak tercapai dalam 1

jam.

(2) Dibersihkan terutama oleh ekskresi ginjal pada subjek dengan fungsi

ginjal normal.

b. Indikasi :

(1) Pengobatan hipertensi. Dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan

dengan tiaziddiuretik.

(2) Pengurangan risiko MI, stroke, dan kematian akibat kardiovaskular

untuk pasien 55 tahun atau lebih pada risiko kardiovaskular tinggi.

c. Dosis : Dosis awal untuk pasien yang tidak menerima diuretik adalah 2,5

mg sekali sehari. Penyesuaian dosis sesuai dengan respon BP. Dosis

pemeliharaan biasa adalah 2,5–20 mg sekali sehari dalam dosis tunggal

atau dibagi rata menjadi dua dosis.

d. Penyesuaian dosis untuk populasi khusus :

(1) Ketika digunakan dalam kehamilan selama trimester kedua dan

ketiga, ACEI dapat menyebabkan cedera dan bahkan kematian pada

janin yang sedang berkembang.

(2) Pasien dengan gangguan ginjal: dosis harian awal harus dikurangi,

peningkatan yang lebih kecil harus digunakan untuk titrasi dan dosis

efektif minimal harus dihitung.

10. Trandolapril (Mavik)

a. Farmakokinetik :

(1) Setelah pemberian oral dalam kondisi puasa, konsentrasi puncak

terjadi dalam 1 jam.

(2) Waktu paruh efektif sekitar 6 jam.

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

53

(3) Dibersihkan terutama oleh ekskresi ginjal pada subjek dengan fungsi

ginjal normal.

b. Indikasi :

(1) Pengobatan hipertensi. Dapat digunakan sendiri atau dengan obat

antihipertensi lainnya.

(2) Gagal jantung pasca-MI atau disfungsi pasca-MI LV. Digunakan

untuk mengurangi risiko kematian dan rawat inap terkait gagal

jantung.

c. Dosis : Dosis awal pada pasien yang tidak menerima diuretik adalah 1 mg

satu kali sehari pada pasien yang tidak berkulit hitam dan 2 mg pada

pasien kulit hitam. Dosis disesuaikan menurut BP.

d. Penyesuaian dosis untuk populasi khusus :

(1) Ketika digunakan dalam kehamilan selama trimester kedua dan

ketiga, ACEI dapat menyebabkan cedera dan bahkan kematian pada

janin yang sedang berkembang.

(2) Pasien dengan gangguan ginjal: dosis harian awal harus dikurangi,

peningkatan yang lebih kecil harus digunakan untuk titrasi dan dosis

efektif minimal harus dihitung (Sanders et al., 2011).

2.2.2.5 Efek Samping

Efek merugikan ACE Inhibitor reaksi serius yang tidak diharapkan dari

ACE Inhibitor jarang terjadi dan umumnya ditoleransi dengan baik. Efek samping

metabolik tidak ditemukan selama terapi ACE Inhibitor jangka panjang. Obat-

obat ini tidak mengubah konsentrasi asam urat atau Ca2+ dalam plasma dan

sebenarnya dapat memperbaiki sensitivitas insulin pada pasien yang mengalami

resistensi insulin dan menurunkan kadar kolesterol dan lipoprotein (a) pada

penyakit proteinurik ginjal. Efek samping ACE Inhibitor, antara lain :

1. Hipotensi

Penurunan tekanan darah yang tajam dapat terjadi setelah pemberian dosis

pertama ACE Inhibitor pada pasien yang memiliki nilai PRA yang tinggi.

Perhatian khusus harus diberikan pada pasien yang engalami deplesi garam,

pasien yang diobati dengan beberapa obat antihipertensi, dan pasien yang

menderita gagal jantung kongestive. Pasien pasien seperti ini harus diberi dosis

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

54

awal ACE Inhibitor yang sangat kecil atau asupan garam harus ditambah dan

pemberian diuretik dihentikan sebelum terapi dimulai.

2. Batuk

ACE Inhibitor menimbulkan batuk kering pada 5-20% pasien. Batuk

tersebut biasanya tidak berhubungan dengan dosis, lebih sering terjadi pada

wanita daripada pria, biasanya mulai terjadi pada 1 minggu dan 6 bulan setelah

terapi awal, dan terkadang mengharuskan pergantian terapi. Efek yang tidak

diinginkan ini kemungkinan diperantarai oleh bradikinin, substansi P, dan/atau

prostaglandin. Antagonisme tromboksan, aspirin, dan pemberian suplemen besi

mengurangi batuk yang diinduksi oleh ACE Inhibitor. Begitu ACE Inhibitor

dihentikan, batuk menghilang, biasanya dalam 4 hari.

3. Hiperkalemia

Meskipun terjadi penurunan konsentrasi aldosteron, retensi K+ yang

signifikan jarang ditemukan pada pasien yang memiliki fungsi ginjal normal dan

tidak menggunakan obat-obat lain yang menyebabkan retensi K+. Akan tetapi,

ACE Inhibitor dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien insufisiensi ginjal

atau pada pasien yang menggunakan diuretik hemat-K+, suplemen K+, antagonis

reseptor β-adenergik, atau OAINS.

4. Gagal ginjal akut

Dengan mengkonstriksi arteriol eferen, AngII membentu mempertahankan

filtrasi glomerulus yang memadai tekanan perfusi ginjal rendah. Akibatnya,

inhibisi ace dapat menyebabkan insufisiensi ginjal akut pada pasien yang

menderita stenosis arteri ginjal bilateral, stenosis arteri ke satu ginjal yang masih

baik, gagal jantung, atau deplesi volume akibat diare atau diuretik. Pasien tua

yang menderita gagal jantung kongestive sangat rentan terhadap gagal ginjal akut

yang diimbas oleh ACE Inhibitor. Namun demikian, hampir semua pasien yang

menerima pengobatan yang sesuai mengalami pemulihan fungsi ginjal tanpa

diikuti oleh kemunculan penyakit lain.

5. Potensi fetopatik

Penggunaan ACE Inhibitor selama trimester kedua dan ketiga dapat

menyebabkan oligohidramnios, hipoplasia kalvarium pada janin, hipoplasia paru-

paru janin, retardasi pertumbuhan janin, kematian janin, anuria neonatus, dan

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

55

kematian neonatus. Efek fetopatik ini kemungkinan sebagian disebabkan oleh

hipotensi pada janin. Meskipun ACE Inhibitor tidak dikontraindikasikan pada

wanita usia subur, begitu kehamilan terdiagnosis, penggunaan ACE Inhibitor

harus segera dihentikan. Jika perlu, regimen antihipertensi alternatif sebaiknya

diberikan. Janin tidak mengalami resiko patologi yang dipicu oleh ACE Inhibitor

jika ACE Inhibitor dihentikan pada trimester pertama kehamilan.

6. Ruam kulit

ACE Inhibitor terkadang menyebabkan ruam makulopapular yang

kemungkinan berupa pruritus. Ruam dapat sembuh sendiri dan dapat merespon

antihistamin yang dosisnya diturunkan atau antihistamin yang diberikan dalam

waktu singkat. Meskipun awalnya diduga disebabkan oleh keberadaan gugus

sulfhidril pada kaptopril, ruam juga dapat terjadi pada pemakaian ACE Inhibitor

lain, walaupun lebih jarang.

7. Proteinuria

ACE Inhibitor pernah menyebabkan proteinuria (lebih dari 1g/hari); akan

tetapi, hubungan sebab-akibat masih sulit ditentukan. Secara umum, proteinuria

bukan suatu kontraindikasi untuk ACE Inhibitor karena ACE Inhibitor bersifat

renoprotektif pada penyakit yang berkaitan dengan proteinuria, misalnya nefropati

diabetik.

8. Angioedema

Pada 0,1-0,5% pasien, ACE Inhibitor menyebabkan pembengkakan cepat

pada hidung, kerongkongan, mulut, glotis, laring, bibir, dan/atau lidah. Efek yang

tidak diinginkan ini disebut angioedema. Efek ini tampaknya tidak berkaitan

dengan dosis dan jika terjadi, efek teradi selama minggu pertama terapi, biasanya

dalam waktu beberapa jam pertama setelah dosis awal. Obstruksi jalan napas dan

gangguan pernapasan dapat menyebab kematian. Meskipun mekanismenya belum

diketahui, angioedema kemungkinan menyebabkan akumulasi bradikinin atau

inhibisi komplemen 1-inhibitor esterase. Jika ACE Inhibitor dihentikan,

angioedema hilang dalam beberapa jam; sementara itu, jalan napas pasien harus

dilindungi dan, jika perlu sebaiknya diberikan epinefrin, suatu antihistamin,

dan/atau suatu glukokortikoid. Orang Afro Amerika beresiko 4,5 kali lebih besar

mengalami angioedema yang dipicu oleh ACE Inhibitor dibandingkan orang

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

56

Kaukasian. Meskipun jarang, angioedema pada usus, yang dicirikan oleh emesis,

diare berair, dan nyeri abdomen, juga pernah terjadi pada penggunaan ACE

Inhibitor.

9. Efek merugikan lain

Disgeusia, suatu perubahan atau kehilangan rasa, dapat terjadi. Efek ini

kemungkinan lebih sering terjadi pada pemakaian kaptopril dan bersifat

reversibel. Neutropenia merupakan efek samping ACE Inhibitor yang jarang

terjadi, tetapi berbahaya. Efek ini terutama terjadi pada pasien hipertensi yang

juga menderita penyakit parenkima ginjal atau kolagenvaskular. Jika konsentrasi

kreatinin serum sebesar 2 mg/dl atau lebih, dosis ACE Inhibitor harus dijaga tetap

rendah, dan pasien harus disarankan untuk melakukan evaluasi medis jika terlihat

simtom-simtom tertentu ( misalnya, sakit tenggorok, demam). Glikosuria tanpa

adanya hiperglikemia merupakan efek samping yang sangat jarang terjadi dan

bersifat reversibel. Mekanisme efek ini belum diketahui. Hepatotoksisitas,

biasanya dalam bentuk kolestatik, juga sangat jarang terjadi dan bersifat

reversibel. Mekanisme efek ini juga belum diketahui (Goodman& Gilman‟s,

2014).

2.2.2.6 Interaksi Obat

Antasida dapat menurunkan bioavailabilitas oral ACE Inhibitor; kapsaisin

dapat memperburuk batuk yang disebabkan oleh ACE Inhibitor; OAINS,

termasuk aspirin, dapat mengurangi respon antihipertensi terhadap ACE Inhibitor;

diuretik hemat K+ dan suplemen K+ dapat memperburuk hiperkalemia yang

disebabkan oleh ACE Inhibitor. ACE Inhibitor dapat meningkatkan kadar plasma

digoksin dan litium dan dapat meningkatkan reaksi hipersensitivitas terhadap

alopurinol. Untuk lebih lanjutnya sebagai berikut :

1. ACE Inhibitor + Allopurinol

Dilaporkan tiga kasus Stevens Johnson syndrome dan dua kasus

hipersensivitas pada pasien yang menggunakan kaptopril dengan allopurinol.

Anafilaksis dan infark miokardial terjadi pada seorang pasien laki-laki yang

menggunakan enalapril dengan allopurinol. Kombinasi ACE Inhibitor dan

allopurinol dapat meningkatkan resiko leukimia dan infeksi serius.

2. ACE Inhibitor + Alpha Bloker

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

57

Dapat mengakibatkan hipotensi berat pada dosis awal, dan efek hipotensi

sinergis saat pasien menggunakan enalapril dengan bunazosin.

3. ACE Inhibitor + Antasida

Mylanta (dapat mengandung alumunium/magnesium hidroklorida)

mengurangi bioavaibilitas dari fosinopril menjadi 30%. Untuk ACE Inhibitor lain,

antasida kemungkinan dapat mengurangi bioavaibilitas dari jumlah ACE Inhibitor

tetapi tidak mempengaruhi efek klinis yang dihasilkan, kecuali fosinopril.

4. ACE Inhibitor + Antidiabetes

Penggunaan ACE Inhibitor bersamaan dengan antidiabetes biasanya tidak

menimbulkan keluhan. Terdapat laporan hipoglikemia saat pasien menggunakan

insulin atau sulfonilurea dengan captoprol, enalapril,lisinopril atau perindopril,

namun tidak terbukti adanya interaksi satu sama lain.

5. ACE Inhibitor + Aspirin

Efektivitas dari kaptopril dan enalapril dapat menurun karena dosis aspirin

yang tinggi (50% dari seluruh pasien).Aspirin dengan dosis rendah (kurang dari

atau ekuivalen dengan 100mg perhari)menunjukkan efek yang kecil. Belum

diketahui pasti apakah aspirin mengurangi manfaat ACE Inhibitor pada penyakit

arteri koroner dan gagal jantung. Adanya interaksi tergantung pada kondisi

penyakit pasien.

6. ACE Inhibitor + Azathioprine

Anemia dapat terjadi pada pasien transplantasi ginjal yang menerima

azathioprine dengan enalaprin atau kaptopril. Leukimia kadang-kadang terjadi

ketika kaptopril diberikan bersamaan dengan azathioprine. Aziathioprine cepat

dan segera dimetabolisme menjadi merkapturin.

7. ACE Inhibitor + Siklosporin

Gagal jantung akut telah dilaporkan pada pasien yang telah menjalani

transplantasi ginjal dan menerima terapi siklosporin dengan kaptopril. Resiko

hiperkalemia meningkat karena ACE Inhibitor diberikan dengan siklosporin

karena meningkatkan kadar potasium. Oligouria juga telah dilaporkan pada

penggunaan ACE Inhibitor dengan siklosporin.

8. ACE Inhibitor + Clomidine

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

58

Clonidine dapat meningkatkan efek dari ACE Inhibitor. Namun, terdapat

bukti yang menunjukkan bahwa efek kaptopril mungkin terunda ketika pasien

berhenti dari penggunaan clonidine. Selain itu, penghentian clonidine secara tiba-

tiba dapat menyebabkan rebound hipertensi.

9. ACE Inhibitor + Co-trimoxazole

Dua laporan menunjukkan adanya hiperkalemia berat disebabkan oleh

penggunaan bersama trimetoprim dengan enalapril atau quinalapril yang berkaitan

dengan gangguan ginjal.

10. ACE Inhibitor + Digoxin

Tidak ada interaksi yang signifikan terlihat antara digoxin dan ACE

Inhibitor. Beberapa kali menemukan bahwa kadar serum digoxin naik sekitar 20%

atau lebih jika kaptopril digunakan (tidak pada ACE Inhibitor lain). Adanya

interaksi hanya terjadi pada pasien yang memiliki gangguan ginjal.

11. ACE Inhibitor + Diuretik

Penggunaan ACE Inhibitor dengan loop diuretics atau tiazis biasanya

aman dan efektif, tetapi pada dosis pertama dapat terjadi hipotensi (pusing,

pingsan), terutama jika dosis diuretik tinggi (furosemid > 80mg sehari atau seta)

dan sering berkaitan dengan kondisi predisposisi (gagal jantung, hipertensi

renovaskular, hemodialisis, peningkatan renin dan angiotensisn yang tinggi, diet

rendah natrium, dehidrasi, diare atau muntah dan lain lain). Selain itu, gangguan

ginjal, kegagalan ginjal akut telah dilaporkan.

12. ACE Inhibitor + Epoetin

Secara teoritis, epoetin dapat menyebabkan hipertensi, mengurangi efek

ACE Inhibitor dan efek adisi hiperkalemia

13. ACE Inhibitor + Makanan

Makanan mengurani penyerapan imidapril dan moexipril serta mengurangi

metabolisme perindopril menjadi metabolit aktif perindoprilat.

14. ACE Inhibitor + Heparin

Tinjauan literatur menunjukkan bahwa heparin (heparin utuh dan heparin

dengan berat molekul rendah) dan heparinoids dapat menghambat sekresi

aldosteron yang menyebabkan hiperkalemia.

15. ACE Inhibitor + Herbal medicines or Dietary

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

59

Pasien yang mendapat terapi lisinopril dan mengalami hipotensi dan

pingsan setelah mengkonsumsi kapsul bawang putih.

16. ACE Inhibitor + Lithium

ACE Inhibitor dapat meningkatkan kadar lithium, dan pada beberapa

keracunan lithium telah dilaporkan pada pasien yang diberikan kaptopril, enalapril

atau lisinopril ( dan mungkin perindopril). Salah satu analisis menemukan

peningkatan resiko relatif7,6 toksisitas lithium yang membutuhkan rawat inap

pada psien lanjut usia. Faktier resiko untuk interaksi ini kemungkinan karena

fungsi ginjal yang buruk, gagal jantung, penurunan volume distribusi, dan

peningkatan usia.

17. ACE Inhibitor + LMWH

Tinjauan luas literatur menemukan bahwa heparin (bentuk utuh dan

LWMH) dan heparinoids menghambat sekresi aldosterone, yang dapat

menyebabkan hiperkalemia karena kemungkinan adanya efek adisi hiperkalemia

dengan ACE Inhibitor

18. ACE Inhibitor + NSAID

Ada bukti bahwa sebagian besar NSAID dapat meningkatkan tekanan

darah pada pasien yang menggunakan obat antihipertensi, termasuk ACE

Inhibitor, walaupun beberapa studi belum menemukan peningkatan relevan secara

klinis. Kombinasi NSAID dan ACE Inhibitor mungkin meningkatkan resiko

gangguan ginjal dan hiperkalemia.

19. ACE Inhibitor + Potassium

ACE Inhibitor dapat meingkatkan kadar pottasium. Oleh karena

kemungkinan pemberian suplemen kalium atau pengganti garam kalium terutama

pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

20. ACE Inhibitor + Probenecid

Probenecid mengurangi klirens ginjal kaptopril dan meningkatkan kadar

serum enalapril

21. ACE Inhibitor + Procainamide

Kombinasi kaptopril (atau ACE Inhibitor lainnya) dengan procainamide

mungkin meningkatkan resiko leukopenia, terutama pada pasien dengan gangguan

Page 55: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Infark …eprints.umm.ac.id/41342/3/BAB II.pdfInfark miokard akut diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan patologi klinis, perbedaan

60

ginjal. Tidak ada interaksi farmakokinetik terjadi antara kaptopril dan

procainamide.

22. ACE Inhibitor + Rifampicin

Sebuah laporan yang terisolasi menggambarkan peningkatan tekanan

darah pada satu pasien hipertensi, yang disebabkan karena interaksi anata

enalapril dan rifampisin. Rifampicin mungkin mengurangi kadar plasma dari

metabolit aktif imidapril dan spirapril.

23. ACE Inhibitor + Sirolimus

Edema lidah,wajah, bibir, leher, dan dada telah dilaporkan pada pasien

yang memaksi sirolimus dengan enalapril dan ramipril yang sebelumnya telah

menerima pengobatan ACE Inhibitor tanpa ada efek samping.

24. ACE Inhibitor + Tacrolimus

Tacrolimus dapat menyebabkan nefrotoksisitas dan hiperkalemia yang

mungkin aditif dengan efek dari ACE Inhibitor.

25. ACE Inhibitor + Tetrasiklin

Penyerapan tetrasiklin oral berkurang dengan adanya eksipien magnesium

karbonat pada formulasi quinapril.

26. ACE Inhibitor + Trimetoprim

Dua laporan menunjukkan hiperkalemia serius yang disebabkan oleh

penggunaan bersamaan trimetoprim dengan enalapril atau quinalpril, berkaitan

dengan gangguan ginjal ( Baxter,2009).