24
1. MM Hipersensitivitas 1.1 Defenisi Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya (Imunologi Dasar, 2014) Hipersensitivitas adalah respon imunyang berlebihan dan yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh(Ilmu Penyakit Dalam, 2014) 1.2 Klasifikasi a. Menurut waktu timbulnya reaksi - Reaksi cepat Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis berat. - Reaksi intermediet Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK. Manifestasi reaksi intermediet berupa : Reaksi transfusi darah (eritroblastosis, fetalis, dan anemia hemolitik autoimun). Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik (serum sickness, vaskulitis nekrotis, glomerulonefritis, artritis reumatoid dan LES). - Reaksi lambat Reaksi lambat terlihat sekitar 48 jam setalah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi oleh sel

PBL ALERGI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

yarsi

Citation preview

1. MM Hipersensitivitas1.1 DefenisiHipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya (Imunologi Dasar, 2014)Hipersensitivitas adalah respon imunyang berlebihan dan yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh(Ilmu Penyakit Dalam, 2014)

1.2 Klasifikasia. Menurut waktu timbulnya reaksi Reaksi cepatReaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis berat. Reaksi intermedietReaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK. Manifestasi reaksi intermediet berupa : Reaksi transfusi darah (eritroblastosis, fetalis, dan anemia hemolitik autoimun). Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik (serum sickness, vaskulitis nekrotis, glomerulonefritis, artritis reumatoid dan LES). Reaksi lambatReaksi lambat terlihat sekitar 48 jam setalah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi oleh sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M. Tuberkulosis dan reaksi penolakan tandur.

b. Menurut Gell dan Coombs Reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi cepat atau reaksi alergi. Reaksi hipersensitivitas tipe II atau reaksi sitotoksik. Reaksi hipersensitivitas tipe III atau reaksi kompleks imun. Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau reaksi lambat.

2. MM Hipersensivitas tipe 12.1 DefinisiReaksi hipersensitifitas tipe 1 adalah suatu reaksi yang terjadi secara cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi mengikuti kombinasi suatu antigen dengan antibodi yang terlebih dahulu diikat pada permukaan sel basofilia (sel mast) dan basofil.

2.2 Etiologi Pasien-pasien dengan alergi saluran nafas musiman sebagai akibat inhalasi tepungsari, serpihan kulit hewan dan spora jamur. Selain itu dapat juga dicetuskan makanan tertentu seperti buah-buahan, udang, ikan, produk-produk susu, coklat, kacang-kacangan dan obat-obatan. Bahan tersebut dapat mencetuskan reaksi anafilaksis dengan keluhan yang menonjol pada sistem kardiovaskular dan gastrointestinal, selain juga menyebabkan urtikaria kronik. Pencetus urtikaria lainnya yang mungkin adalah rangsangan fisik seperti dingin, panas, sinar matahari, latihan fisik/olahraga dan iritasi mekanik. Demam, mandi air hangat, atau olahragadimana terjadi peningkatan temperatur tubuh dapat mencetuskan urtikaria koligemik. Pemicu lain hipersensitivitas adalah cahaya, air pada temperatur berapapun dan bahan kimia tertentu. Bahan-bahan karet alam seperti lateks, merupakan masalah tersendiri bagi pekerja medis.

2.3 Mekanisme Pada tipe 1 terdapat beberapa fase, yaitu :a. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sek mast/basofil.b. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.c. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksisi) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi farmakologik.

Antigen menginduksi sel B untuk membentuk antibodi IgE dengan bantuan sel Th yang mengikat erat dengan bagian Fc-nya pada sel mast dan basofil. Beberapa minggu kemudian, apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast dan basofil. Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast dan basofil mengalami degranulasi dan melepas mediator dalam waktu beberapa menit yang preformed antara lain histamin yang menimbulkan gejala reaksi hipersensitivitas tipe I.

2.4 Performed mediatorMediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe 1

MediatorEfek

HistaminPeningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos, sekresi mukosa gaster

ECF-AKemotaksis eosinofil

NCF-AKemotaksis neutrofil

ProteaseSekresi mukus bronkial, degradasi membran basal pembuluh darah, pembentukan produk pemecah komplemen

PAFAgregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru

Hidrolase asamDegradasi matriks ekstraseluler

Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1

MediatorEfek

SitokinAktivasi berbagai sel radang

BradikininPeningkatan permebilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos, stimulasi ujung saraf nyeri

Prostaglandin D2Kontraksi otot polos paru, vasodilatasi, agregasi trombosit

LeukotrienKontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas, kemotaksis

2.5 Jenis-jenis reaksia. Reaksi lokalReaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan untuk menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20% populasi menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas.

b. Reaksi sistemik anafilaksisiAnafilaksisi adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa menit saja. Anafilaksis adalah reeaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel mast dan basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat dipacu berbagai alergan seperti makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoidReaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi klinisnya sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi ini tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas otot.2.6 Manifestasi Jenis AlergiAlergen UmumGambaran

AnafilaksisObat, serum, kacang-kacanganEdema dengan peningkatan permeabilitas kapiler, okulasi trakea , koleps sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian

Urtikaris akutSengatan seranggaBentol, merah

Rinitis alergiPolen, tungau debu rumahEdema dan iritasi mukosa nasal

AsmaPolen, tungau debu rumahKonstriksi bronkial, peningkatan produksi mukus, inflamasi saluran nafas

MakananKerang, susu, telur, ikan, bahan asal gandumUrtikaria yang gatal dan potensial menjadi anafilaksis

Ekzem atopiPolen, tungau debu runah, beberapa makananInflamasi pada kulit yang terasa gatal, biasanya merah dan ada kalanya vesikular

3. MM Hipersensivitas tipe 23.1 DefinisiReaksi hipersensitivitas tipe II disebut juga reaksi sitotoksik atau sitolitik. Terjadi karena dibentuk antibody jenis IgG/IgM terhadap antigen yang merupakan bagian dari pejamu. Antibodi bereaksi dengan determinan antigen pada permukaan sel yang menimbulkan kerusakan sel/ kematian melalui lisi dengan bantuan komplemen/ADCC (Antibody Dependent Cell (mediated) Cytotoxicity)

3.2 Etiologi Reaksi transfusia. Sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi oleh berbagai gen.b. Individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi transfusi, karena anti B isohemaglutinin berikatan dengan sel darah B yagn menimbulka kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravaskular Reaksi dapat cepat/ lambat Reaksi cepat: Disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh IgM. Dalam beberapa jam hemoglobin bebas dapat ditemukan dalam plasma dan disaring melalui ginjal dan menimbulkan hemaglobinuria. Beberapa hemaglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat toksik. Gejala khas:Demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh darah, nyeri pinggang bawah, dan hemoglobinuria. Reaksi lambat: Terjadi pada orang yang mendapat transfusi berulang dengan darah yang kompatibel ABO namun inkompatibel dengan golongan darah yang lain. Terjadi 2-6 hari setelah transfusi. Darah yagn ditransfusikan memacu pembentukan IgG terhadap berbagai antigen membran golongan darah, tersering adalah golongan resus, Kidd, Kell, dan DuffyPenyakit hemolitik pda bayi baru lahirDitimbulkan oleh inkompatibilitas Rh dalam kehamilan, yaitu pada ibu dengan golongan darah rhesus dn janin dengan rhesus (+).Anemia hemolitik Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin, dan streptomisin dapat diabsorbsi non spesifik pada protein membran SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul hapten pembawa Pada beberapa penderita, kompleks membentuk ab yang selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif

3.3 Mekanisme Pada hipersensitivitas tipe II ,antibodi yang ditunjukkan kepada antigen permukaan sel ataubjaringan berinteraksi dengan komplemen dan berbagai jenis sel efektor .untuk merusak sel sasasaran .Setelah antibodi melekat pada permukaaan sel,antibodi akan mengikata dan mengaktivasi komplemen C1 komplemen Konsekuensinya adalah ; Fragmen Komplemen (C3a dan C5a) yang dihasilkan oleh aktivasi komplemen akan menarik makrofag dan dan PMN ke tempat tersebut, sekaligus menstimulasi sel mastosit dan basofil untuk memproduksi molekul yang menarik dan mengaktifasi sel efektor lain. Aktifasi jalur klasik komplemen mengakibatkan deposisi C3b,C3bi dan C3D pada membran sel sasaran Aktivasi jalur klasik dan jalur litik menghasilkan C5b-9 yang merupakan membran attack complex (MAC) yang kemudian menancap pada membran sel.Sel sel efektor ,yaitu makrofag , neutrofil, eosinofil.dan sel NK,.Berikatan pada komplekx antibodi melalui reseptpr Fc atau berikatan dengan komponen komplemen yang melekat pada permukaan sel tersebut.Pengikatan antibodi pada reseptor Fc merangsang fagosit untuk memproduksi lebih banyak leukotrien dan plostraglandin ,yang merupakan molekul molekul yang berperan pada rewspon inflamasi .Sel sel efektor yang telah terikat kuat pada membaran sel sasaran .Tipe II Hipersensitifitas SitotoksikAntigen yang terikat pada permukaan sel bereaksi dengan antibodi (misalnya reaksi hemaglutinasi dan hemolisis) dan menyebabkan :1. Fagositosis sel itu melalui prosesOpsonic Adherence(Fc) atauImmune adeherens(C3).1. Reaksi sitotoksik ekstraseluler oleh sel K (Killler Cell) yang mempunyai reseptor untuk IgFc.1. Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen.Antibodi (IgG atau IgM) melekat pada atigen lewat daerah Fab dan bekerja sebagai suatu jembatan ke komplemen lewat daerah Fc. Akibatnya dapat terjadi lisis yang berperantara-komplemen, seperti yang terjadi pada anemia hemolitik, reaksi transfusi darah atau penyakit Inkompabilitas hemolitik Rhesus, transplantasi jaringan, reaksi auto-imun (Autoimmune reaction) dan reaksi obat.3.4 Manifestasi

4. MM Hipersensivitas tipe 34.1 DefinisiReaksi hipersensitivitas tipe III atau yang disebut juga reaksi kompleks imun adalah reaksi imun tubuh yang melibatkan kompleks imun yang kemudian mengaktifkan komplemen sehingga terbentuklah respons inflamasi melalui infiltrasi masif neutrofil.

4.2 EtiologiPenyebab reaksi hipersensitivitas tipe III yang sering terjadi, terdiri dari : Infeksi persistenPada infeksi ini terdapat antigen mikroba, dimana tempat kompleks mengendap adalah organ yang diinfektif dan ginjal. AutoimunitasPada reaksi ini terdapat antigen sendiri, dimana tempat kompleks mengendap adalah ginjal, sendi, dan pembuluh darah. EkstrinsikPada reaksi ini, antigen yang berpengaruh adalah antigen lingkungan. Dimana tempat kompleks yang mengendap adalah paru.

Selain itu, reaksi hipersensitivitas III bisa disebabkan oleh adanya kompleks imun ukuran kecil yang susah untuk dimusnahkan dan malah mengendap di dinding pembuluh darah. Kompleks antibodi berikatan dengan komplemen dan memicu neutrophil untuk berdegranulasi. Degranulasi neutrofil menyebabkan kerusakan jaringan.

4.3 Mekanisme Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Kompleks imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun, yang menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan. 1. Kompleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh DarahMakrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan: Agregasi trombosit Aktivasi makrofag Perubahan permeabilitas vaskuler Aktivasi sel mast Produksi dan pelepasan mediator inflamasi Pelepasan bahan kemotaksis Influks neutrofil

4.4 Manifestasi Reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh hipersensitivitas tipe III memiliki dua bentuk reaksi, yaitu lokal dan sistemik.a. Reaksi Lokal atau Fenomena ArthusPada mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara berulang di tempat yang sama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan dan edem pada kelinci. Lalu setelah sekitar 5-6 suntikan, terdapat perdarahan dan nekrosis di tempat suntikan. Hal tersebut adalah fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi kompleks imun. Antibodi yang ditemukan adalah presipitin. Reaksi Arthus dalam kilinis dapat berupa vaskulitis dengan nekrosis.

Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut:1. Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke jaringan tempat kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu berupa pengumpulan cairan di jaringan (edema) dan sel darah merah (eritema) sampai nekrosis.

1. C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai faktor kemotaktik sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat reaksi. Neutrofil dan trombosit ini kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran darah.

1. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-bahan seperti protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga akan menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.

b. Reaksi Sistemik atau Serum SicknessAntibodi yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan mekanisme sebagai berikut:1. Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan anafilatoksin (C3a dan C5a) yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin. 1. Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan tekanan darah yang tinggi dengan putaran arus (contoh: kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah, plexus koroid, dan korpus silier mata)1. Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mkrotrombi kemudian melepas amin vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv tersebut mengakibatkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan inflamasi.1. Neutrofil deikerahkan untuk menghancurkan kompleks imun. Neutrofil yang terperangkap di jaringan akan sulit untuk memakan kompleks tetapi akan tetap melepaskan granulnya (angry cell) sehingga menyebabkan lebih banyak kerusakan jaringan. 1. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut juga meleaskan mediator-mediator antara lain enzim-enzim yang dapat merusak jaringan

Dari mekanisme diatas, beberapa hari minggu setelah pemberian serum asing akan mulai terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit di beberapa bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa vaskulitis sistemik (arteritis), glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi tersebut dinamakan reaksi Pirquet dan Schick.5 MM Hipersensivitas tipe 45.1 DefinisiMerupakan hipersensitivitas tipe lambat yang dikontrol sebagian besar oleh reaktivitas sel T terhadap antigen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV telah dibagi menjadi : Delayed Type Hypersensitivity Tipe IVMerupakan hipersensitivitas granulomatosis, terjadi pada bahan yang tidak dapat disingkirkan dari rongga tubuh seperti talkum dalam rongga peritoneum dan kolagen sapi dari bawah kulit. T Cell Mediated CytolysisKerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran.

5.2 EtiologiReaksi ini terjadi karena sel T melepas sitokin bersama dengan produksi mediator sitotoksik lainnya yang menimbulkan respon inflamasi yang terlihat pada penyakit kulit hipersensitivitas lambat.

5.3 Mekanisme Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV :a. Fase sensitasiMembutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans/SD pada kulit dan makrofag) menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1 (umumnya).

b. Fase efektorPajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1 dan melepas sitokin yang menyebabkan : Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua. Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular, bermigrasi ke jaringan sekitar. Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel efektor, dan menginduksi sel Th1 untuk reaksi inflamasi dan menekan sel Th2.Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8+ yang teraktivasi.Contoh mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe IV :Reaksi pada infeksi parasit dan bakteri intrasela. DTH mengaktifkan influks makrofag pada infeksi yang tidak dapat ditemukan oleh antibodi.b. Makrofag melepaskan enzim litik yang menyebabkan kerusakan jaringan.c. Bila enzim litik terus diproduksi dapat mengakibatkan reaksi granulomatosis yang akan menyebabkan nekrosis pada jaringan yang dapat mengenai jaringan pembuluh darah.

Respon pada infeksi M. tuberkulosisa. Bakteri mengaktifkan respon DTH yang selanjutnya mengaktifkan makrofag yang merangsang isolasi kuman dalam lesi granuloma (tuberkulin)b. Tuberkulin akan melepaskan enzim litik yang akan merusak jaringan paru-paru dan menimbulkan nekrosis jaringan.

Granuloma terbentuk pada :a. TBb. Leprac. Skistosomiasisd. Lesmaniasise. Sarkoidasis

5.4 Manifestasi Dematitis kontakMerupakan penyakit CD8+ yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang tidak berbahaya seperti formaldehid, nikel, bahan aktif pada cat rambut (contoh reaksi DTH).

Hipersensitivitas tuberkulinBentuk alergi spesifik terhadap produk filtrat (ekstrak/PPD) biakan Mycobacterium tuberculosis yang apabila disuntikan ke kulit (intrakutan), akan menimbulkan reaksi ini berupa kemerahan dan indurasi pada tempat suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M. tuberkulosis, kulit akan membengkak pada hari ke 7-10 pasca induksi. Reaksi ini diperantarai oleh sel CD4+. Reaksi Jones MoteReaksi terhadap antigen protein yang berhubungan dengan infiltrasi basofil yang mencolok pada kulit di bawah dermis, reaksi ini juga disebut sebagai hipersensitivitas basofil kutan. Reaksi ini lemah dan nampak beberapa hari setelah pajanan dengan protein dalam jumlah kecil, tidak terjadi nekrosis jaringan. Reaksi ini disebabkan oleh suntikan antigen larut (ovalbumin) dengan ajuvan Freund.

Penyakit CD8+Kerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran. Penyakit ini terbatas pada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik, contoh pada infeksi virus hepatitis.

6 MM Antihistamin dan Kortikosteroid Antihistamin 6.1 Definisi Ada banyak golongan obat yang termaksud dalam antihistamin, yaitu antergan, neontergan, difenhidramin, dan tripelenamin yang efektif untuk mengobati edema, eritem, dan pruritus, dan yang baru ini ditemukan adalah burinamid, metiamid, dan simetidin untuk menghambat sekresi asam lambung akibat histamin. Ada 2 jenis antihistain, yaitu : Antagonis reseptor H1 (AH1) dan Antagonis reseptor H2 (AH2).

6.2 Farmakodinamik Antagonis reseptor H1 (AH1)AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan.

Antagonis reseptor H2 (AH2)4. Simetadin dan ranitidineSimetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.

4. FamotidineFamotidin merupakan AH2sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin 3 kali lebih poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.

4. Nizatidin Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam lambung.

6.3 Farmakokinetik Antagonis reseptor H1 (AH1)Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

Antagonis reseptor H2 (AH2)0. Simetadin dan ranitidineAbsorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperanjang efek pada periode pascamakan. Ranitidn mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui fases.

0. FamotidineFamotidin mencapai kadarpuncak di plasma kira kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi20 jam.

0. NizatidinKadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal.

6.4 Indikasi Antagonis reseptor H1 (AH1)AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit aergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.

Antagonis reseptor H2 (AH2)0. Simetadin dan ranitidineEfektif untuk mengtasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung. Dapat pula untuk gangguan refluks lambung-esofagus.

0. FamotidineEfektifitas obat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung, refluks esofagitis, dan untuk pasiendengan sindrom Zollinger-Ellison.

0. NizatidinEfektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selama 8 minggu, tukak lambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion

6.5 Efek samping Antagonis reseptor H1 (AH1)Efek samping yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah pada tangan. Antagonis reseptor H2 (AH2)a. Simetadin dan ranitidineEfek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.

b. FamotidineEfek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.

c. NizatidinEfek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek antiandrogenik.

Kortikosteroid 6.1 Definisi Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di kulit kelenjar adrenal. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku. Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif.

6.2 Farmakodinamik Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain. Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil. Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan massa kerjanya. Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12 jam. Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara 12-36 jam. Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36 jam.

6.3 FarmakokinetikPerubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein.Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.

6.4 Indikasi Prinsip yang harus diperhatikan sebelum obat ini digunakan : Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial dan error dan harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit. Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya. Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar. Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga dosis melebihi dosis substisusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah. Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya. Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar, mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.

6.5 KontraindikasiSebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolut kortikosteroid. Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relatif dapat dilupakan, terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien.Bila obat akan diberikan untuk beberapa hari atu beberapa minggu, kontraindikasi relatif yaitu diabetes melitustukak peptik/duodenum, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lainnya.6.6 Efek samping1. Saluran cerna

Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis ulseratif.

2. Otot

Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu

3. Susunan saraf pusat

Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah,mudah tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis,kecendrungan bunuh diri), nafsu makan bertambah

4. Tulang

Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur tulang panjang.

5. Kulit

Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosisakneiformis, purpura, telangiektasis

6. Mata

Glaukoma dan katarak subkapsular posterior

7. Darah

Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit

8. Pembuluh darah

Kenaikan tekanan darah

9. Kelenjaradrenal bagiankortek

Atrofi, tidak bisa melawan stres

10. MetabolismeProtein dan Karbohidrat

Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gulameninggi, obesitas, buffao hump, perlemakan hati.

11. Elektrolit

Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani, aritmia kor)

12. Sistemimmunitas

Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes simplek, keganasan dapat timbul.

6.7 Jenis Short Acting

1. CortisoneCortisone adalah jenis steroid yang diproduksi secara alami oleh kelenjar dalam tubuh yang disebut kelenjar adrenal. Cortisone berfungsi untuk meredakan inflamasi. Efek samping yang biasa ditimbulkan adalah rasa nyeri.

2. HydrocortisoneHydrocortisone adalah kostikosteroid topical yang mempunyai efek anti-inflamasi, anti alergi dan antipruritus pada penyakit kulit. Indikasi pemberian obat ini adalah untuk penderita dermatitis atopi, dermatitis alergik, dermatitis kontak, pruritus anogenital dan neurodermatitis. Hydrocortisone tidak boleh diberikan kepada penderita yang hipersensitif, herpes simplex, varicella dan infeksi jamur. Efek samping yang mungkin ditimbulkan dari obat ini adalah rasa terbakar, gatal, kekeringan, atropi kulit dan infeksi sekunder

Intermediate Acting

1. Prednisolone Prednisolone diberikan untuk pasien penekanan jangka pendek peradangan pada gangguan alergi dan pengobatan jangka pendek peradangan pada mata. Efek samping yang ditimbulkan adalah mual, dyspepsia, malaise, cegukan, reaksi hipersensitifitas termasuk anafilaksis, dll.

2. TriamcinoloneTriamcinolone mempunyai efek antiinflamasi dan pembentukan glikogen yang lebih besar, dan berkurangnya efek samping retensi garam. Efek samping yang dapat timbul adalah fraktur spontan, ulkus peptik/tukak lambung, perubahancushingoid, purpura, flushing, sering berkeringat, jerawat, striae, hirsutisme, vertigo, sakit kepala, tromboembolisme, nekrosis aseptik, pangkreatitis akut, kelemahan otot, esofagitis ulseratif, peningkatan tekanan intrakranial, papiledema, katarak subkapsular.

3. MethylprednisoloneMethylprednisolone adalah suatu obat glukokortikoid alamiah (memiliki sifat menahan garam (salt retaining properties)), digunakan sebagai terapi pengganti pada defisiensi adrenokortikal. Methylprednisolone dikontraindikasikan pada infeksi jamur sistemik dan pasien yang hipersentitif terhadap komponen obat.

4. FludrocortisoneFludrocortisone merupakan mineralokortikoid yang paling banyak digunakan. Mempunyai aktivitas retensi garam yang kuat dan efek anti-inflamasi yang berarti walaupun digunakan dalam dosis yang sedikit.

Long Acting

1. DexamethasoneObat ini digunakan sebagai glucocorticoid khususnya untuk Anti inflamasi, Pengobatan rematik arthritis, dan penyakit kolagen lainnya, Alergi dermatitis, Penyakit kulit, dll. Pengobatan yang berkepanjangan dapat mengakibatkan efek katabolik steroid seperti kehabisan protein, osteoporosis, dan penghambatan pertumbuhan anak. Penimbunan garam, air dan kehilangan potassium jarang terjadi bila dibandingkan dengan glucocorticoid lainnya. Penambahan nafsu makan dan berat badan lebih sering terjadi.

2. BetamethasoneBetamethasone digunakan untuk meringankan inflamasi dari dermatosis yan responsive terhadap kortikosteroid. Penggunaan kostikosteroid topical dapat menyebabkan efek samping local seperti kulit kering, gatal-gatal, rasa terbakar, iritasi, hipopigmentasi, dermatitis alergi, dll.

7. MM batasan alergi obat dalam hukum islam Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu, pisau bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api. (HR Bukhari dan Muslim)Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk kemaslahatan artinya : semua syariat dalam perintah dan larangannya serta hukum-hukumnya adalah untukmashoolihi(manfaat-manfaat)dan makna masholihi adalah : jamak dari maslahat artinya : manfaat dan kebaikan.Misal :Allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat (bahayanya) lebih besar dari pada manfaatnya, sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :2198. 2:219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.

Dorland W.A.N. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC. Baratawidjaja, Karnen Garna, Iris Rengganis. 2014. Imunologi Dasar. Ed. 11. FKUI:Jakarta. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2009). Farmakologi dan Terapi. Edisi V, Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI Jawetz, Melnick and Adelbergs, 2014.Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology). Jakarta: Salemba Medika