32
AIRIZA ASZELEA ATHIRA 1102010011 LI 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis dan Makroskopis Saluran Nafas Bagian Atas LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopis Saluran Nafas Bagian Atas Sistem pernapasan bagian atas terdiri dari : hidung, faring, dan laring. Hidung Hidung merupakan organ pertama yang berfungsi dalam saluran nafas dan yang dilewati oleh udara. Berfungsi memberi kelembaban dan pemanasan udaran sebelum udara masuk nasofaring. Berbentuk piramid dengan 2 buah nares anterior (apertura nasalis anterior) atau lubang hidung. Kemudian terdapat vestibulum nasi yang merupakan tempat muara nares anterior pada mukosa hidung dan terdapat cilia kasar yang berfungsi sebagai penyaring udara. Pada dua rongga hidung (cavum nasi) terdapat sekat yang disebut septum nasi yang dibentuk oleh tulang : cartilago septi nasi, os. Vomer, lamina parpendicularis ethmoidalis. Yang termasuk cavum nasi adalah mulai dari

RINITHIS ALERGI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

AIRIZA ASZELEA ATHIRA

1102010011

LI 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis dan Makroskopis Saluran Nafas Bagian Atas

LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopis Saluran Nafas Bagian Atas

Sistem pernapasan bagian atas terdiri dari : hidung, faring, dan laring.

Hidung

Hidung merupakan organ pertama yang berfungsi dalam saluran nafas dan yang dilewati oleh udara. Berfungsi memberi kelembaban dan pemanasan udaran sebelum udara masuk nasofaring.

Berbentuk piramid dengan 2 buah nares anterior (apertura nasalis anterior) atau lubang hidung. Kemudian terdapat vestibulum nasi yang merupakan tempat muara nares anterior pada mukosa hidung dan terdapat cilia kasar yang berfungsi sebagai penyaring udara.

Pada dua rongga hidung (cavum nasi) terdapat sekat yang disebut septum nasi yang dibentuk oleh tulang : cartilago septi nasi, os. Vomer, lamina parpendicularis ethmoidalis. Yang termasuk cavum nasi adalah mulai dari nares anterior hingga nares posterior (choanae) dan dilanjutkan ke daerah nasopharynx. Dasar rongga hidung melekat pada palatum durum

Dinding rongga hidung dibentuk oleh :

Dinding superior : lamina cribroformis ethmoidalis yang memisahkan rongga tengkorak dengan rongga hidung

Dinding inferior : os. Maxilla dan os. PalatinumPada cavum nasi terdapat 3 buah concha nasalis dan 3 buah saluran keluar (meatus) :

1. Concha nasalis superior

2. Concha nasalis media

3. Concha nasalis inferior

4. Meatus nasalis superior (antara concha nasalis superior dan media)5. Meatus nasalis media (antara concha nasalis media dan inferior)

6. Meatus nasalis inferior (antara concha nasalis inferior dan dinding atas os. Maxilla)

Meatus inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis yaitu tempat keluarnya air mata ke hidung pada sudut mata medial yang berhubungan hidung dengan mata. Meatus media sangat penting karena tempat muara hampir semua sinus dan kemudian membentuk osteo-meatal kompleks.

Cavum nasi juga berhubangan dengan 4 sinus :

1. Sinus sphenoidalis : mengeluarkan sekresi melalui meatus superior

2. Sinus frontalis : ke meatus media

3. Sinus maxillaris : ke meatus media

4. Sinus ethmoidalis : ke meatus superior dan media

Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung :

Depan dan atas cavum nasi : N. Optalmicus (v1)

Mukosa hidung : ganglion sfenopalatinum

Nasopharynx & concha nasalis : ganglion pterygopalatinum

Nervus olfactorius keluar dari cavum cranii melalui lamina cribrosa ethmoidalis. Sel-sel reseptor penciuman terletak pada sepertiga atas depan mucusa hidung septum & concha nasalis. Serabut-serabut nervus olfactorius untuk fungsional penciuman.

Proses penciuman : pusat penciuman pada gyrus frontalis nembus lamina cribrosa ethmoidalis tractus olfactorius bulbus olfactorius serabut n. Olfactorius pada mucusa atas depan cavum nasi.

Vaskularisasi hidung : Berasal dari A. Carotis interna dan A. Carotis externa (A. Maxillaris interna) Arteri Carotis interna memiliki percabangan yaitu A. Ethmoidalis anterior yang memperdarahi a. Nasalis externa, a. Nasalis lateralis, a. Septalis anterior. Dan satu lagi yaitu A. Ethmoidalis posterior yang memperdarahi a. Nasalis posterior,a. Nasalis lateralis, a. Nasalis septal, a. Palatinus majus. Arteri carotis externa memperdarahi a. Sphenopalatinum cabang dari A. Maxillaris interna.

Ketiga pembuluh darah tersebut pada mukusa hidung membentuk anyaman kapiler pembuluh darah yang dinamakan Plexus Kisselbach plexus ini mudah pecah oleh trauma/infeksi sehingga sering menjadi sumber epistaxis (pendarahan hidung) terutama pada anak.

Faring

Memiliki 3 bagian yaitu : nasofaring (langsung berhubungan dengan rngga hidung), orofaring dan larringofaring.

Yang berhubungan dengan sistem pernapasan hanya nasopharynx.

Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral yang secara anatomi termasuk faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung melalui choana dan tepi belakang septum nasi, sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan dengan retrofaring.

Pada nasopharynx terdapat hubungan antara hidung dengan ronggal telinga melalui osteum pharyngeum tuba audtiva (opta) dan torus tubariusLaring

Terletak setinggi cervical ke-6, berperan pada proses fonasi dan sebagai katup untuk melindungi saluran respiratori bawah. Daerahnya mulai dari aditus laryngis (pintu) sampai batas batas bawah cartilago cricoid yang berbentuk lingkaran. Merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas dan menyerupai limas cavum laryngis.

Organ ini terdiri dari tulang dan kumpulan tulang rawan yang disatukan oleh ligamen dan ditutupi oleh otot dan membran mukosa.

Rangka laring terbentuk dari :

1. Os. Hyoid : dapat di raba di daerah batas atas leher dengan batas bawah dagu.

Terbentuk dari jaringan tulang, sepeti telapak kuda. Mempunyai 2 buah cornu, cornu mayus dan minus. Berfungsi sebagai tempat perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid.

2. Tulang rawan : thyroid (1 buah) arytenoid (2 buah) epiglotis (1 buah)

Pada ujung arytenoid terdapat sepasang tulang rawan kecil yaitu cartilago cornuculata dan cuneiformea. Cartilago thyroid : terletak di depan dan terdapat tonjolan yang dikenal

adams apple atau prominentia laryngis atau jakun pada laki-laki, melekat ke atas dengan os hyoid dan ke bawaah dengan cartilago cricoid, ke belakang dengan arytenoid. Mempunyai jaringan ikat membrana thyrohyoid. Mempunyai cornu superior dan inferior, perdarahannya dari a. Thyroidea superior dan inferior.

b. Cartilago arythenoid : terletak di porsterior dari lamina cartilago thyroid dan di atas dari cartilago cricoid. Mempunyai bentuk seperti burung pinguin, ada cartilago cornuculata dan cuneiforme. Kedua arythenoid dihubungkan oleh m. Arytenoideus transversus.

c. Epiglotis : tulang rawan berbentuk sendok, melekat diantara kedua cartilago arythenoid. Berfungsi membuka dan menutup aditus laryngis. Berhubungan dengan cartilago arytenoid melalui m. Aryepiglotica.

d. Caritlago cricoid : batas bawah cartilago thyroid, berhubungan dengan thyroid, ligamentum cricothyroid dan m. Cricothyroid medial lateral, batas bawah adalah cincin pertama trachea, berhubungan dengan cartilago arytenoid sengan otot m. Cricoarytenoideus posterior dan lateralis.

e. Pada bagian belakang (posterior) akan terlihat : cartilago arytenoideus, cartilago corniculata dan ligamentum vocalis di posisi atas cartilago cricoid.

Pada posisi lateral regio larynx akan terlihat : linea obliq cartilago thyroid, ligamentum cricothyroid medial dan lateralis.

Dalam cavum laryngis terdapat plica vocalis = pita suara asli, sedangkan plica vestibularis = pita suara palsu.

Bidang antara plica vocalis kiri dan kanan disebut dengan Rima glotis, sedangkan antara kedua plica ventriculi disebut Rima ventriculi.

Radang daerah larynx dinamakan laryngitis.

Otot Extrinsik Larynx : M. Cricothroideus, M. Thyroepigloticus, M. Thyroarytenoideus

Otot Intrinsik Larynx : M. Cricoarytenoideus posterior, M. Cricoarytenoideus lateral, M. Arytenoideus transversus dan arytenoideus obliq, M. Vocalis, M. Aryepiglotica

Persyarafan larynx : Serabut nervus cranialis x (n.vagus) dengan cabang laring sebagai n. Larybgis superior dan n.recurrent (inferior).

LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Mikroskopis Saluran Nafas Bagian Atas

RONGGA HIDUNG

Rongga hidung terdiri atas 2 struktur yang berbeda di luar adalah vestibulum dan di dalam fossa nasalis.Vestibulum adalah bagian rongga hidung paling anterior yang melebar,kira-kira 1,5 cm dari lubang hidung. Bagian ini dilapisi oleh epitel berlapis pipih yang mengalami keratinisasi, terdapat rambut-rambut pendek dan tebal atau vibrissae dan terdapat banyak kelenjar minyak (sebasea) dan kelenjar keringat.Fossa nasalis dibagi menjadi 2 ruang oleh tulang septum nasalis. Dari masing-masing dinding lateral terdapat 3 penonjolan tulang yang dikenal sebagai concha, yaitu concha superior, concha tengah dan concha inferior.Dinding fossa nasalis terdiri dari sel epitel silindris berlapis semu bersilia,sel-sel goblet yang menghasilkan mucus. Pada lamina propria terdapat jaringan ikat dan kelenjar serosa dan mukosa yang mendukung sekresi sel goblet, dan juga terdapat vena yang membentuk dinding tipis yang disebut cavernous bodies. Pada concha superior dan septum nasal membentuk daerah olfaktori dengan sel-sel khusus yang meliputi sel-sel olfaktori, sel pendukung dan sel sel basal. Sel olfaktori merupakan neuron bipolar/ sel neuroepitel, yang mempunyai akson pada lamina propria dan silia pada permukaan epitel. Silianya mengandung reseptor olfaktori yang merespon bahan yang menghasilkan bau. Pada laminar proprianya terdapat kelenjar Bowman, alveoli dan salurannya dilapisi oleh sel epitel kubus. Kelenjar ini menghasilkan sekresi serous yang berwarna kekuningan.

PHARYNX

Pharynx dibatasi oleh epitel respirasi. Pharynx terdiri dari nasopharynx dan oropharynx. Nasopharynx dilapisi oleh epitel respirasi sedang oropharynx dilapisi oleh epitel berlapis pipih. Limfosit banyak dijumpai di bawah epitel dari pharynx. Jaringan ikat adalah fibroelastik yang dikelilingi oleh otot lurik.

LARYNX

Larynx menghubungkan pharynx dengan trakea. Larynx mempunyai 4 komponen yaitu lapisan mukosa dengan epitel respirasi, otot ektrinsik dan intrinsik, tulang rawan. Tulang rawannya meliputi tulang rawan tiroid, krikoid dan arytenoids (merupakan tulang rawan hialin). Otot intrinsik menentukan posisi, bentuk dan ketegangan dari pita suara, otot ekstrinsik menghubungkan tulang rawan dengan struktur lain dari leher.Pita suara terdiri dari epitel berlapis pipih yang tidak kornifikasi, lamina propria dengan jaringan ikat padat yang tipis, jaringan limfatik dan pembuluh darah.

LI 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan

LO 2.1 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Pernafasan Normal

Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas. Sistem pernapasan umumnya termasuk saluran yang digunakan untuk membawa udara ke dalam paru-paru di mana terjadi pertukaran gas.Fungsi sistem pernafasan

1. Fungsi terkait pernafasan

Memperoleh O2

Mengeliminasi CO2

2. Fungsi non pernafasan

Berperan dalam keseimbangan asam basa

Proses berbicara, vokalisasi

Mempertahankan tubuh terhadap invasi benda asing

Organ pembau

Menyediakan jalan untuk mengeluarkan air dan panas

Meningkatkan alir balik vena

Mengeluarkan, memodifikasi, mengaktifkan/nonaktifkan bahan yang melewati sirkulasi paru

Mekanisme pernafasan

Ventilasi paru merupakan proses aliran udara antara atmosfer dan alveolus. Udara mengalir antara atmosfer dan alveolus karena adanya perbedaan tekanan yang dihasilkan oleh kontraksi dan relaksasi otot respirasi. Jumlah aliran udara dan besarnya kerja untuk bernafas juga dipengaruhi oleh tegangan permukaan alveolus, komplians paru dan resistensi saluran nafas. Proses yang terjadi pada ventilasi paru termasuk inspirasi dan ekspirasi.

Inspirasi Terjadi bila tekanan udara di paru-paru lebih rendah dibanding di atmosfer. Kondisi ini didapat dengan meningkatkan volume paru-paru sesuai dengan prinsip Hukum Boyle

The pressure of a gas in container is inversely proportional to the volume of the containerJadi saat inspirasi, paru-paru harus berekspansi sehingga meningkatkan volume paru dan akan menurunkan tegangan didalam paru dibawah tekanan atmosfer. Cara paru berekspansi adalah dengan kontraksi dari tu diafragma(75%) dan otot interkostalis eksternus(25%)

Faktor yg menjaga dinding thoraks dan dinding paru tetap berhadapan erat, walau paru berukuran jauh lebih kecil dari dinding thoraks

Kohesivitas cairan intrapleura

Gradien tekanan transmural :

1. Gradien tekanan transmural dinding paru-paru

2. Gradien tekanan transmural dinding thoraks

Kohesivitas cairan intrapleura

Molekul air polar didalam cairan intrapleura bertahan dari peregangan karena adanya gaya tarik menarik antara sesama mereka. Kohesivitas cairan intrapleura yang ditimbulkannya cenderung menahan kedua permukaan pleura tetap menyatu Perubahan dimensi toraks selalu disertai oleh perubahan dimensi paru yaitu ketika thoraks mengembang, paru karena melekat ke dinding thoraks akibat kohesivitas cairan intrapleura juga mengembang

Pada paru, tekanan atmosfer lebih besar dari tekanan intrapleura, sehingga dinding paru gaya yang menekan ke arah luar > gaya yang menekan ke arah dalam. Perbedaan netto ( gradien tekanan Transmural ) mengembangkan paru

Pada dinding thorx, tekanan atmosfer yang menekan dinding thoraks ke arah dalam > tekanan intrapleura yang mendorong ke arah luar, sehingga dinding dada cenderung menciut /terkompresi .

Paru merupakan organ penting bagi tubuh yang mempunyai fungsi utama sebagai alat pernafasan (respirasi). Proses pernafasan yaitu pengambilan oksigen dari udara luar dan pengeluaran CO2 dari paru paru.

Sistem pernafasan membawa udara melalui hidung dengan 021 , 26C, rh 50-60 % ke dalam alveoli Dirongga hidung udara dibersihkan dari debu ukuran 2 10 u, dipanaskan dan dilembabkan oleh bulu dan lendir hidung sebelum masuk ke trakea. Debu yang lolos ditangkap oleh lendir dari sel-sel mukosa di bronkus dan bronkioli, cilia set mukosa ini bergerak berirama mendorong kotoran keluar dengan kecepatan 16 mm/menit.

Proses transfer oksigen setelah sampai di alveoli terjadi proses difusi oksigen ke eritrosit yang terikat oleh haemoglobin sejumlah 20 ml/100 ml darah dan sebagian kecil larut dalam plasma 0,3 ml/ 100 CC, jika Hb 15 gr% Dan sebaliknya karbondioksida dari darah dibawa ke alveoli untuk dikeluarkan melalui udara ekspirasi.

Proses ventilasi (keluar masuknya udara) didukung oleh unsur-unsur jalan nafas, jaringan paru, rongga thorax, otot natas dan saraf nafas.

Rongga Thorax Paru berada dalam rongga pleura yang tekanannya selalu negatif selama siklus nafas

(tekanan udara di luar dianggap = 0) Paru mengembang sampai menempel pleura. Bila tekanan rongga pleura jadi positif, paru-paru akan collaps. Hal ini terjadi pada:

pneumothorax karena luka tusuk dari luar

pneumothorax karena pecahnya blebs, caverne TBC atau pccahnya bronkus pada trauma.

hidro/hemato-thoraks. pleural effusion

Gangguan - gangguan itu menyebabkan restriksi pengembangan para. Collaps paru karena pneumothorax disebut coppression atelectasis, sedangkan yang disebabkan obstruksi jalan nafas disebut dengan resorbtion atelectasis

Gangguan gerakan thorax terjadi pada penderita nyeri post operatif (Daerah thorax, abdomen atas. traktura costae Ini disebabkan karena bagian yang luka tersebut harus bergerak paling sedikit 20 x/menit untuk bernafas Pemakaian gurita/pleister fixasi yang lebar dan erat mengganggu pernatasan yang menyebabkan hipoventilasi, mikro atelektasis dan berlanjut menjadi atelektasis Otot Nafas Otot diaphragma melakukan 75% ventilasi, sisanya oleh otot nafas sekunder : intercostali,. sterno-cleido-mastoidus. sealenus Otot expirasi sekunder adalah otot-otot dinding perut. Gangguan otot dijumpai pada amstenia gravis atau penggunaan obat pelumpuh otot (muscle-relaxant) selama anestesi. Pada respitionary distress (sesak nafas berat) tubuh menggunakan otot-otot nafas disebut dengan akan tampak gerakan pada otot-otot leher, wajah dan sela-sela iga Penderita yang sudah memakai otot natas sekunder sebenarnya sudah perlu bantuan nafas buatan mekanik.

Syaraf Nafas Pusat nafas di medulla oblongata bekerja otomatik memerintah sistem pernafasan selain itu ada rangsang-rangsang yang mempengaruhi pusat nafas.

1. Wakefulness stimuli (rangsang kesadaran)

Bila orang sadar, maka pandangan, suara, sentuhan, nyeri, berperan menjalankan 50% dari respirasi

2. Rangsangan pC02.

Bila pCO2: di arteri naik, maka pC02 cairan cerebrospinal juga naik hingga pH cairan cerebrospinal menurun/acidosis, ini merangsang peningkatan respirasi

3. Rangsang-rangsang lewat receptor perirer

a. pH (acidosis)

b. pCO2 (hipercarbia/hipercapnia)

c. hipotensi

d. hipoxia. p02 < 60 mmHg (hypoxic drive)

e. suhu darah )'ang naik

Pada pCO2 90 120 mmHg kesadaran hilang (coma)

Pada pCO2 40 - 80 mmHg catecholamine darah meninggi

PARADOX-APNEA: terjadi jika hipoventilasi berat yang diberi 02.

Pada hipoventilasi, rangsang hipoxia dan hipercarbia mempertahankan penderita tetap bernafas. Pada hipoventilasi berat, pC02 naik > 90 mmHg sehingga menimbulkan coma ==>hypercarbic drive dan wakefulness stimuli hilang. Rangsang bernafas tinggal dari hypoxic drive saja, bila diberikan 02, p02 meningkat ==> hypoxic drive hilang ==> apnea.

Ganguan syaraf tipe perifer dapat terjadi pada N.phrenicus yang mensyarafi diafragma. Syaraf ini mungkin terkena trauma pada bedah thora-x. Poliomyelitis dan sindroma Guillain Barre juga mengakibatkan paralisis otot pernafasan.

PERNAFASAN terdiri dari 4 proses:

Ventilasi : pertukaran udara keluar masuk paru-paru.

Distribusi : pembagian udara ke cabang-cabang bronchus

Diffusi : peresapan masuknya oksigen dari alveoli ke darah dan

pengeluaran CO2 dari darah ke alveoli

Perfusi : aliran darah yang membawa O2 ke jaringan.

Ventilasi Frekwensi nafas normal 12-15 x/menit. Pada orang dewasa setiap satu kali nafas (tidal volume Vt) udara masuk 500 cc atau 10 ml/kg BB. Sehingga setiap menit udara masuk ke sistem nafas 6-8 liter (minute volume, MV).

Udara yang sampai ke alveoli disebut Ventilasi Alveolair VA) Ventilasi Alveolair lebih kecil dari minute volume, karena sebahagian udara di jalan nafas tidak ikut pertukaran gas (Dead Space = VD).

VA normal 80 ml/kg/menit. VD Normal l 2-3 1m/kg BB.

Dan dalam pernafasan terjadi respirasi dan ekspirasi dengan bantuan otot sebagai berikut:

Setelah ada pergerakan dari otot, maka tekanan di dalam paru-paru dengan di lingkungan berbeda maka udara dapat berdifusi.

Dan pertukaran terjadi pada Alveolus,

Alveolus

Dinding alveoli terdiri dari 2 tipe sel alveolar :

Tipe I sel alveolar (paling dominan )

Tipe II sel alveolar, terletak diantara sel tipe I mensekresi cairan alveoli yang menjaga antara sel dengan udara tetap lembab. Didalam cairan alveoli terdapat surfaktan ( kompleks fosfolipid dan lipoprotein )

Macrofag terletak didinding alveolus menghinlangkan partikel debu halus

Fibroblast menghasilkan serat elastis dan retikuler

Membran respirasi (tempat terjadinya pertukaran O2 dan CO2 antara udara di paru dan darah, terdiri dari 4 lapis :

Dinding alveoli (sel tipeI,II,makrofag )

Membran epitel dasar

Membran kapiler dasar

Sel endotel kapiler

Complians Paru adalah nilai dimana pengembangan paru untuk setiap unit yang dapat meningkatkan tekanan pulmoner. Complians ditentukan oleh daya elastis paru. Daya Elastis paru :

1. Daya elastis jaringan paru

2. Daya elastis yang diakibatkan tegangan permukaan alveolus

Tegangan permukaan alveolus merupakan gaya kohesiv antara molekul air alveolus kuat sehingga alveolus memiliki tegangan permukaan tinggi jika hanya dilapsisi oleh air. Gaya recoil alveolus yang ditimbulkan oleh serat elastin juga membuat paru mengempis. Surfaktan menurunkan tegangan permukaan

Dimana

Refleks menelan

Tujuan refleks menelan adalah mencegah masuknya makanan atau cairan ke dalam trakea. Impuls motoris dari pusat menelan yang menuju ke faring dan bagian atas esophagus diantar oleh saraf kranial V, IX, X dan XII dan beberapa melalui saraf cervical.

Menelan memiliki beberapa stadium, yaitu:

a. Pada stadium volunter, benda ditekan atau didorong ke bagian belakang mulut oleh tekanan lidah ke atas dan belakang terhadap palatum, sehingga lidah memaksa benda ke pharing.

b. Pada stadium faringeal, palatum mole didorong ke atas untuk menutup nares posterior, sehingga mencegah makanan balik ke rongga hidung. Lipatan palatofaringeal saling mendorong ke arah tengah, kemudian pita suara laring berdekatan dan epiglottis mengayun ke belakang, sehingga mencegah makanan masuk ke trakea. Laring didorong ke atas dan depan oleh otot-otot yang melekat pada os hyoid. Gerak ini meregangkan/ melemaskan pintu oesofagus, maka masuklah makanan ke sphincter faringoesofageal, kemudian otot konstriktor pharing superior berkontraksi menimbulkan gelombang peristaltik oesophagus.

c. Stadium faringeal terjadi terjadi kurang dari 1 atau 2 detik, sehingga menghentikan nafas selama waktu ini, karena pusat menelan menghambat pusat pernafasan dalam medulla oblongata.

d. Pada stadium oesofageal, gelombang peristaltik berjalan dalam waktu 510 detik. Tetapi pada orang yang berada dalam posisi berdiri, waktunya akan lebih cepat, yaitu 48 detik, karena pengaruh gravitasi.

Refleks muntah

Tujuan refleks muntah adalah mencegah masuknya makanan atau cairan ke dalam trakea. Muntah dapat disebabkan oleh rangsangan pada saluran cerna. Impuls motorik diantar oleh nervus V, VII, X, dan XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diafragma dan otot abdomen.

Muntah terjadi karena perangsangan pada pusat muntah, sehingga terjadi efek: bernafas dalam, mengangkat os hiod dan laring untuk mendorong sfingter krikooesofageal terbuka, menutup glottis dan mengangkat palatum mole untuk menutup nares posterior. Berikutnya timbul kontraksi kuat yang menuju ke bawah, ke semua otot abdomen sehingga memeras lambung, dan mengakibatkan tekanan intragastrik yang tinggi. Akhirnya sfingter gastrooesofageal relaksasi, memungkinkan pengeluaran isi lambung ke atas melalui oesofagus .

Refleks nasofaringo-bronkial (refleks bersin)

Refleks ini mengurangi puncak aliran ekspirasi akibat alergen yang memasuki hidung. Baru-baru ini dilaporkan, sekitar 6 jam setelah refleks ini menyebabkan penurunan FEV1 dan forced vital capacity yang signifikan. Mekanisme refleks bersin sama halnya dengan refleks batuk. Hanya saja, refleks ini terjadi pada kavitas nasal bukan pada saluran napas bawah.

Mekanisme refleks sebagai berikut: bronkus dan trakea sedemikian sensitifnya terhadap sentuhan halus, sehingga benda asing dalam jumlah berapa pun atau penyebab iritasi lainnya akan menimbulkan refleks batuk. Laring dan karina (tempat di mana trakea bercabang menjadi bronkus) adalah yang paling sensitif, dan bronkiolus terminalis dan bahkan alveoli bersifat sensitif terhadap rangsangan bahan kimia yang korosif seperti sulfur dioksida dan klorin.

Impuls aferen yang berasal dari saluran napas terutama berjalan melalui nervus vagus ke medula. Di sana, suatu rangkaian peristiwa otomatis digerakkan oleh lintasan neuronal medula, menyebabkan efek sebagai berikut:

a. pertama, kira-kira 2,5 liter udara diinspirasi.

b. Kedua, epiglotis menutup; dan pita suara menutup erat-erat dan menjerat udara dalam paru.

c. Ketiga, otot-otot perut berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma, sedangkan otot-otot ekspirasi lainnya, seperti interkostalis internus, juga berkontraksi dengan kuat.

d. Keempat, pita suara dengan epiglotis terbuka lebar, sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru meledak keluar. Kemudian, penekanan kuat pada paru yang menyebabkan bronkus dan trakea menjadi kolaps sehingga bagian yang tidak berkartilago ini berinvaginasi ke dalam, akibatnya udara yang meledak tersebut benar-benar mengalir melalui celah-celah bronkus dan trakea bersama partikel asing.

Refleks Batuk

Batuk adalah suatu mekanisme pertahanan alamiah untuk melindungi saluran pernafasan, bahkan dapat menjadi alat terapeutik untuk melayani suatu tujuan yang pasti. Bagi orang yang membutuhkannya, batuk bukanlah suatu gangguan, bahkan suatu mekanisme yang sangat penting untuk membersihkan jalan nafas, contoh pada penyakit kistik fibrotik.

Batuk yang efektif dapat membantu membersihkan jalan nafas pasien, mempertahankan fungsi paru, dan memberi kualitas hidup yang lebih baik. Refleks batuk mirip dengan refleks bersin, namun ketika refleks bersin terjadi penekanan uvula, sehingga sejumlah besar udara dengan cepat melalui hidung, dengan demikian membantu membersihkan saluran hidung dari benda asing.

LI 3 Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi

LO 3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi dan Klasifikasi Rhinitis Alergi

Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.

Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

LO 3.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Rhinitis Alergi

Berdasarkan sifat berlangsungnya :

1. Rhinitis alergi musiman (seasonal) : hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu : tepung sari dan spora jamur.

2. Rhinitis alergi sepanjang tahun (perennial) : timbul intermitten atau terus-menerus tanpa variasi musim. Penyebab paling sering : alergen inhalan/udara pernafasan pada orang dewasa (tungau debu rumah, serpihan epitel kulit binatang dan jamur) dan alergen ingestan (susu, telur, coklat dan kacang-kacangan).

Berdasarkan WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 menurut sifat berlangsungnya :

1. Intermitten (kadang-kadang) : kurang dari 4 hari/minggu

2. Persisten (menetap) : lebih dari 4 hari/minggu

Berdasarkan tingkat berat-ringannya penyakit :

1. Ringan : bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar dan bekerja

2. Sedang-berat : bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut

LO 3.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Rhinitis Alergi

Diperkirakan sekitar 20% 30% populasi orang dewasa di Amerika Serikat dan lebih dari 40% anak-anak menderita penyakit ini.

Perkiraan yang tepat tentang prevalensi rhinitis alergi agak sulit berkisar 4 40%

Ada kecenderungan peningkatan prevalensi rhinitis alergi diAmerika Serikat dan diseluruh dunia

Penyebab belum bisa dipastikan, tetapi nampaknya ada kaitan dengan meningkatnya polusi udara, populasi dust mite, kurangnya ventilasi dirumah atau kantor

LO 3.4 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Rhinitis Alergi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi (Adams, Boies, Higler, 1997). Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat. Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker, 1994).

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:

Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.

Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang.

Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah.

Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan

(Kaplan, 2003).

LO 3.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Rhinitis Alergi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.

Gambar 2.1 Patofisiologi alergi (rinitis, eczema, asma) paparan alergen pertama dan selanjutnya (Benjamini, Coico, Sunshine, 2000). Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.

IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:

1. Respon primer

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

2. Respon sekunder

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

3. Respon tersier

Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi

(Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

LO 3.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Rhinitis Alergi

Manifestasi klinis

Manifestasi klinik rinitis alergi, yaitu :

Bersin patologis. Apabila terjadi bersin yang berulang lebih 5 kali setiap serangan bersin.

Rinore , adalah Ingus yang keluar.

Gangguan hidung. Hidung gatal dan rasa tersumbat. Hidung rasa tersumbat merupakan gejala rinitis alergi yang paling sering kita temukan pada pasien anak-anak.

Gangguan mata. Mata gatal dan mengeluarkan air mata (lakrimasi).

Allergic shiner. Perasaan anak bahwa ada bayangan gelap di daerah bawah mata akibat stasis vena sekunder. Stasis vena ini disebabkan obstruksi hidung.

Allergic salute. Perilaku anak yang suka menggosok-gosok hidungnya akibat rasa gatal

Allergic crease. Tanda garis melintang di dorsum nasi pada 1/3 bagian bawah akibat kebiasaan menggosok hidung

LO 3.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis , Diagnosis Banding , dan Pemeriksaan Rhinitis Alergi

Pemeriksaan fisik untuk rinitis alergi berfokus pada hidung, tetapi pemeriksaan wajah, mata, telinga, leher, paru-paru, dan kulit juga penting. Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

a. Wajah

Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung

Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan.

b. Hidung

Pada pemeriksaan hidung digunakan nasal speculum atau bagi spesialis dapat menggunakan rhinolaringoskopi

Pada rinoskopi akan tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat, disertai adanya sekret encer yang banyak.

Tentukan karakteristik dan kuantitas mukus hidung. Pada rinitis alergi mukus encer dan tipis. Jika kental dan purulen biasanya berhubungan dengan sinusitis. Namun, mukus yang kental, purulen dan berwarna dapat timbul pada rinitis alergi.

Periksa septum nasi untuk melihat adanya deviasi atau perforasi septum yang dapat disebabkan oleh rinitis alergi kronis, penyakit granulomatus.

Periksa rongga hidung untuk melihat adanya massa seperti polip dan tumor. Polip berupa massa yang berwarna abu-abu dengan tangkai. Dengan dekongestant topikal polip tidak akan menyusut. Sedangkan mukosa hidung akan menyusut.

c. Telinga, mata dan orofaring

Dengan otoskopi perhatikan adanya retraksi membran timpani, airfluid level, atau bubbles. Kelainan mobilitas dari membran timpani dapat dilihat dengan menggunakan otoskopi pneumatik. Kelaianan tersebut dapat terjadi pada rinitis alergi yang disertai dengan disfungsi tuba eustachius dan otitis media sekunder.

Pada pemeriksaan mata akan ditemukan injeksi dan pembengkakkan konjungtiva palpebral yang disertai dengan produksi air mata.

d. Leher.

Perhatikan adanya limfadenopati

e. Paru-paru.

Perhatikan adanya tanda-tanda asma

f. Kulit.

Kemungkinaan adanya dermatitis atopi.

Rinitis alergika harus dibedakan dengan:

1. Rinitis vasomotor

2. Rhinitis bacterial

3. Rinitis virus

4. Influenza (Flu)

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan sitologi hidung.

Tidak dapat memastikan diagnosis pasti, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukan eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalen. Jika basofil mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.

2. Hitung eosinofil dalam darah tepi.

Jumlah eosinofil dapat meningkat atau normal. Begitu juga dengan pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal, Kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria.

3. Uji kulit.

Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada beberapa cara ,yaitu :

a. Uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET)

SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekaannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab, juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui

b. Uji cukit (Prick Test)

c. Uji gores (Scratch Test).

Kedalaman kulit yang dicapai pada kedua uji kulit (uji cukit dan uji gores) sama.

4. Tes penunjang lainnya

Yang lebih bermakna namun tidak selalu dikerjakan adalah tes IgE spesifik dengan RAST (Radio Immunosorbent test) atau ELISA (Enzyme linked immuno assay). IgE total > 200 IgE RAST untuk alergen alergen dengan tingkat skor 1+ s/d 4+.

a. In vitro Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri (Irawati, 2002).

b. In vivo Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan

SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui (Sumarman, 2000). Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan (Irawati, 2002).

LO 3.7 Memahami dan Menjelaskan Terapi Rhinitis Alergi

LO 3.8 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Rhinitis Alergi

1. Terapi yang paling ideal adalah dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi.

2. Simptomatis

a. Medikamentosa-Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1, yang bekerja secara inhibitor komppetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai inti pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi -2 (non sedatif). Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau tropikal. Namun pemakaian secara tropikal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala trauma sumbatan hidung akibat respons fase lambat berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid tropikal (beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason, mometasonfuroat dan triamsinolon). Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik permukaan sel efektor (Mulyarjo, 2006).

b. Operatif - Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau troklor asetat (Roland, McCluggage, Sciinneider, 2001).

c. Imunoterapi - Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan (Mulyarjo, 2006).

LO 3.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Rhinitis Alergi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:

a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.

b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham, 2006).

LO 3.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Rhinitis Alergi

Banyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus (khususnya pada anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem imun yang menjadi kurang sensitif pada alergen. Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup.

LO 3.11 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Rhinitis Alergi

Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:

1. Pencegahan primer untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan dini terhadap

alergen. Tindakan pertama adalah mengidentifikasi bayi yang mempunyai risiko atopi.Pada ibu hamil diberikan diet restriksi (tanpa susu, ikan laut, dan kacang) mulai trimester3 dan selama menyusui, dan bayi mendapat ASI eksklusif selama 5-6 bulan. Selain itukontrol lingkungan dilakukan untuk mencegah pajanan terhadap alergen dan polutan.

2. Pencegahan sekunder untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada anak berupa

asma dan pilek alergi yang sudah tersensitisasi dengan gejala alergi tahap awal berupa alergi makanan dan kulit. Tindakan yang dilakukan dengan penghindaran terhadap pajanan alergen inhalan dan makanan yang dapat diketahui dengan uji kulit.

3. Pencegahan tersier untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakit

alergi dengan penghindaran alergen dan pengobatan

LI 4 Memahami dan Menjelaskan Manfaat Wudhu terhadap Kesehatan

Dr. Musthofa Syahatah, Dekan Fakultas THT Universitas Alexandria mengatakan bahwa berwudhu dapat melindungi seseorang dari kuman penyakit. Penelitian membukatikan bahwa jumlah kuman pada orang yang berwudhu lebih sedikit dibanding orang yang tidak berwudhu. Para ilmuwan membuktikan bahwa wudhu dapat mencegah lebih dari 17 penyakit seperti influenza, batuk rejan, radang amandel, penyakit-penyakit telinga, penyakit-penyakit kulit.

Dalam berwudhu ada istilah istinsyaq dan istintsar. Istinsyaq adalah menghirup air ke dalam hidung sedangkan istintsar adalah mengeluarkan air nafasnya. Rasulullah sangat menyempuranakan kedaua perbuatan tersebut.

Dr. Mustofa Syahatah mengatakan bahwa jumlah kuman di dalam hidung akan berkurang setengahnya setelah istinsyaq pertama lalu berkurang menjadi seperempatnya setelah istinsyaq kedua dan menjadi sangat sedikit setelah istinsyaq ketiga. Penelitian menyebutkan, hidung manusia setelah bersih dari kuman setelah istinsyaq akan tetap bersih selama 5 jam sebelum akhirnya tercemar lagi. Oleh karena itu manusia perlu membersihkannya lagi dengan cara wudhu yang disertai istinsyaq. Istinsyaq berulang kali setiap akan sholat adalah cara efektif untuk membersihkan, mensterilkan, dan mengurangi kuman-kuman yang bersembunyi di dalamnya.

Rasulullah SAW bersabda, Sempurnakanlah wudhu, ratakanlah air di antara jarijemari, bersunguhlah dalam istinsyaq kecuali kamu berpuasa (HR Bukhari dan Muslim).

Wudhu memang memiliki peranan yang besar bagi kehidupan seorang muslim. Karena wudhu akan menjadi selalu sadar dan enegrik dalam hidup kita. Tidak diragukan lagi manfaatnya sangat besar bagi kesehatan secara uum. Berikut keajaibaan wudhu bagi kesehatan antara lain:

1. Berkumur-kumur, penelitian modern menetapkan berkumur-kumur dapat menjaga mulut dan tenggorakan dari peradangan dan menjaganya dari terjadinya peradangan gusi. Hal ini karena berkumur-kumur berfungsi memelihara gigi dan membersihkannya dari sisa-sisa makanan yang masih menempel. manfaat lain yang sangat penting adalah ia dapat menguatkan sebagian urat wjaah dan menjaga kebersihannya. Ini merupakan suatu latihan penting yang telah dikenalkan oleh para pakar pendidikan olahraga.

2. Membasuh hidung, sebuah penelitian yang dilakukan kelompok dokter di universitas Alexendria yang menetapkan pada umumnya, orang-orang yang berwudhu secara terus menerus hidungnya bersih dari debu, kuman, dan bakteri.

3. Membasuh wajah dan kedua tangan hingga kedua siku memiliki manfaat yang sangat besar dalam menghilangkan keringat dari permukaan kulit, Air wudhu juga berfungsi membersihkan kulit dari kandungan minyak yang tertahan di kelenjar kulit.

4. Membasuh kedua kaki seraya memijat-mijat dengan baik akan menciptakan perasaaan tenang dan nyaman, karena dikakilah terletak semua urat yang berhubungan dengan seluruh anggota badan.

5. .Rahasia lainyanya menurut penelitian ilmiah peredaran darah di bagian atas anggota badan, kedua tanggan, kedua lengan, bagian bawah badan seperti kedua telapak kaki dan kedua betis termasuk lemah. Sebab tempatnya yang jauh dari pusat peredaran darah, yaitu jantung. Bila anggota ini semua dibasuh seraya dipijat-pijat dengan penuh perhatian maka hal ini akan berdampak memperlancar perederaan darah sehinga menambah stamina tubuh.Manfaat Wudhu

Rasul SAW pernah bersabda, "Sempurnakan wudhu, lakukan istinsyaq (memasukkan air ke hidung), kecuali jika kamu berpuasa." Selain itu, wudhu juga memiliki beberapa manfaat lain

1. Sarana pembentukan karakter dan melatih kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual.

2. Terapi alami yang terbukti secara ilmiah untuk menjaga kesehatan tubuh dan mencegah berbagai macam penyakit.

3. Membasuh wajah akan memberi efek positif pada usus, ginjal, sistem saraf, dan sistem reproduksi.

4. Membasuh kaki akan memberikan efek positif pada kelenjar pituitary otak yang bertugas mengatur fungsi-fungsi kelenjar endokrin (kelenjar yang bertugas mengatur pengeluaran hormon).

5. Membasuh telinga dan memijat bagian-bagiannya dapat menurunkan tekanan darah dan mengurangi rasa sakit.

6. Dapat mencegah penyakit kanker kulit, yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang setiap hari menempel dan terserap oleh kulit.

7. Membasuh wajah dapat meremajakan sel-sel kulit wajah dan membantu mencegah munculnya keriput.

8. Meremajakan selaput lendir yang memiliki peran penting bagi pertahanan tubuh.

9. Menjadikan seorang muslim selalu tersadar, bersemangat dan bersinar.

10. Wudhu dapat melindungi anda dari pengaruh guna2 atau pengaruh setan sehingga anda terhindar dari kejahatan gaib seperti guna-guna,santet,teluh,pelet,hipnotis,dsb

Muscular Control of Breathing

Inspiration muscles:

Diaphragm

External Intercostals

Sternocleido-mastodeus

Scalenes

Abdominal muscles

Expiration muscles:

Internal Intercostals

Abdominal Muscles

Abdominal muscles

EMBED Equation.3

EMBED Equation.3

_1359468146.unknown

_1359468147.unknown