24
1. MM Anatomi Kelenjar Thyroid 1.1 Makro Kelenjar tiroid terletak di anterior trakea dari tulang vertebra C5-T1, dibawah laring. Terdiri 2 lobus : lobus kanan dan lobus kiri lateral trakea. Kedua lobus dihubungkan oleh ishmus di bagian medial. Letak isthmus di depan trakea di bawah tulang rawan cricoid. Isthmus ini menempel pada cincin trakea kedua dan ketiga. Pada lobus terletak pada 1-5 cincin trakea. 1.2 Mikro Kelenjar tiroid memiliki kapsula tipis, terdiri dari jaringan ikat padat irregular, terutama serabut reticular, masuk kedalam parenkim kelenjar membentuk septa, sehingga membagi kelenjar kedalam lobulus-lobulus. Pada septa jaringan ikat kaya pembuluh darah, pembuluh limfe, dan serabut syaraf. Tidak seperti kelenjar endokrin lain yang terdiri dari kelompokan sel, kelenjar tiroid terdiri dari folikel-folikel yang mengandung koloid. Koloid adalah suatu glikoprotein atau bulatan berepitel selapis dengan lumen berisikan suatu substansi gelatinosa. Dalam setiap lobulus terdapat ribuan folikel. Setiap folikel memiliki sel folikel dan sel parafolikular. Jaringan ikat dipisahkan dengan sel oleh lapisan titis lamina basalis. Gambar. Kelenjar Tiroid  Sel folikel Disebut juga sel prinsipal. Merupakan sel utama yang membentuk folikel tiroid.  Bentuk sel kuboid rendah sampai silindris.  Inti bulat sampai oval dengan 2 anak inti  Sitoplasma basofilik, banyak vesikel-vesikel kecil, terdapat granula sekretoris kecil. Fungsi sel folikel menghasilkan hormin tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Hormon ini di stimulus oleh hormon TSH.  Sel parafolikular Disebut juga clear cell atau cell C. Letak diantara sel folikel, antara folikel tiroid, atau antara sel folikel dengan membrana basalis folikel. Bisa ditemukan sendirian atau dalam kelompok di antara sel folikel. Sel parafolikular tidak mencapai lumen.  Lebih besar dari sel folikel  Inti besar, bulat 

Pbl Goiter

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 1/24

1.  MM Anatomi Kelenjar Thyroid1.1  Makro

Kelenjar tiroid terletak di anterior trakea dari tulang vertebra C5-T1,

dibawah laring. Terdiri 2 lobus : lobus kanan dan lobus kiri lateral trakea. Kedualobus dihubungkan oleh ishmus di bagian medial. Letak isthmus di depan trakea di

bawah tulang rawan cricoid. Isthmus ini menempel pada cincin trakea kedua dan

ketiga. Pada lobus terletak pada 1-5 cincin trakea.

1.2  Mikro

Kelenjar tiroid memiliki kapsula tipis, terdiri dari jaringan ikat padat irregular,terutama serabut reticular, masuk kedalam parenkim kelenjar membentuk septa,

sehingga membagi kelenjar kedalam lobulus-lobulus. Pada septa jaringan ikat kaya

pembuluh darah, pembuluh limfe, dan serabut syaraf. Tidak seperti kelenjar endokrinlain yang terdiri dari kelompokan sel, kelenjar tiroid terdiri dari folikel-folikel yang

mengandung koloid. Koloid adalah suatu glikoprotein atau bulatan berepitel selapis

dengan lumen berisikan suatu substansi gelatinosa. Dalam setiap lobulus terdapat ribuan folikel.Setiap folikel memiliki sel folikel dan sel parafolikular. Jaringan ikat dipisahkan

dengan sel oleh lapisan titis lamina basalis.

Gambar. Kelenjar Tiroid

  Sel folikel

Disebut juga sel prinsipal. Merupakan sel utama yang membentuk folikel tiroid.

  Bentuk sel kuboid rendah sampai silindris.

  Inti bulat sampai oval dengan 2 anak inti

  Sitoplasma basofilik, banyak vesikel-vesikel kecil, terdapat granulasekretoris kecil.

Fungsi sel folikel menghasilkan hormin tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3).

Hormon ini di stimulus oleh hormon TSH.   Sel parafolikular

Disebut juga clear cell atau cell C. Letak diantara sel folikel, antara folikel tiroid, atauantara sel folikel dengan membrana basalis folikel. Bisa ditemukan sendirian atau

dalam kelompok di antara sel folikel. Sel parafolikular tidak mencapai lumen.

  Lebih besar dari sel folikel

  Inti besar, bulat 

Page 2: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 2/24

  Sitoplasma dengan granula terwarna pucat, terdapat granulasekretoris kecil.

Berfungsi menghasilkan dan sekresi hormon kalsitonin (tirokalsitonin). Hormon inidilepaskan secara langsung ke dalam jaringan ikat, segera masuk pembuluh darah.

Fungsi hormon kalsitonin adalah menurunkan konsentrasi kalsium dalam plasma

dengan cara menenkan resorpsi tulang oleh osteoklas. 

2.  Fisiologi Hormon Thyroid

SINTESIS DAN SEKRESI HORMON TIROID  

Sintesis dari T4 dan T3 oleh kelenjar tiroid melibatkan enam langkah utama: (1)transpor aktif dari I melintasi membrana basalis ke dalam sel tiroid (trapping  of 

iodide); (2) oksidasi dari iodida dan iodinasi dari residu tirosil dalam tiroglobulin; (3)penggabungan molekul iodotirosin dalam toirglobulin membentuk T3 dan T4; (4)

proteolisis dari tiroglobulin, dengan pelepasan dari iodotirosin dan iodotironin bebas;

(5) deiodinasi dari iodotirosin di dalam sel tiroid, dengan konservasi dan penggunaandari iodida yang dibebaskan, dan (6) di bawah lingkungan tertentu, deiodinisasi-5'

dari T4 menjadi T3 intratiroidal.

Sintesis hormon tiroid melibatkan suatu glikoprotein unik, tiroglobulin, dan suatuenzim esensial, peroksidase tiroid (TPO).  

Tiroglobulin 

Tiroglobulin merupakan suatu molekul glikoprotein besar yang mengandung 5496asam amino; dengan suatu berat molekul sekitar 660.000 dan koefisien endapansebesar 19S. Mengandung sekitar 140 residu tirosil dan sekitar 10% karbohidrat 

dalam bentuk manosa, N-asetilglukosamin, galaktosa, fukosa, asam sialat, dan sulfat 

kondroitin.Gen tiroglobulin manusia (hTg) terletak pada lengan panjang darikromosom 8 distal dari onkogen c-myc. TSH merangsang transkripsi dari gen

tiroglobulin, dan hipofisektomi atau terapi T3 menurunkan transkripsinya. Gen

tiroglobulin mengandung sekitar 8500 nukleotida, yang menyandi monomerpretiroglobulin (pre-Tg). Monomer pretiroglobulin mengandung suatu peptida sinyal

19-asam- amino, diikuti oleh suatu rantai 2750-asam-amino yang membentuk monomer tiroglobulin. mRNA diterjemahkan dalam retikulum endoplasmik kasar,dan rantai tiroglobulin diglikosilasi selama tranpor ke aparatus Golgi . Dalam aparatus

Golgi, dimer tiroglobulin dimasukkan ke dalam vesikel eksositotik yang berfusidengan membrana basalis dan melepaskan tiroglobulin ke dalam lumen folikular. Di

sini, pada batas koloidapikal, tiroglobulin diiodinisasi dan disimpan dalam koloid

Gambar 2. Sintesis hormon tiroid pada folikel tiroid.

Transpor lodida (The Iodide Trap) I ditranspor melintasi membrana basalis dari

sel tiroid oleh suatu proses yang memerlukan energi aktif yang tergantung padaATPase Na+-K+. Sistem transpor aktif inimemungkinkan kelenjar tiroid manusiauntuk mempertahankan suatu konsentrasi iodida bebas 30-40 kali dibandingkan

plasma. Jebakan tiroiodida dirangsang jelas oleh TSH dan oleh antibodi perangsang

reseptor TSH (TSH-R ab [stim]) ditemukan pada penyakit Graves . Kalium perklorat dan kalium tiosianat telah digunakan untuk mengobati hipertiroidisme yang dimt bulkan-iodida; keduanya melepaskan I dari jebakan danmencegah ambilan I lebih

lanjut. Walaupun I terkonsentrasi pada jaringan kelenjar liur, lambung, dan jaringanpayudara, jaringan ini tidak mengorganifikasi atau menyimpan I dan tidak distimulasi

oleh TSH.Untuk terjadinya proses ini, struktur dimerik dari tiroglobulin penting. Di

dalam molekul tiroglobulin, dua molekul DIT dapat mengadakan penggabunganmembentuk T4, dan suatu molekul MIT dan DIT dapat mengadakan penggabungan

membentuk T3. Obat-obatan tiokarbamid-terutama propiltio-urasil, metimazol, dan

karbimazol-merupakan inhibitor poten dari peroksidase tiroidal dan akan

menghambat sintesis hormon tiroid. Obat-obatan ini secara klinik berguna dalampenatalaksanaan hipertiroidisme.

Proteolisis Tiroglobulin & Sekresi Hormon Tiroid 

Enzim lisosomal disintesis oleh retikulum endoplasmik kasar dan dikemas oleh

aparatus Golgi ke dalam lisosom. Struktur-struktur ini, dikelilingi oleh membran,mempunyai suatu interior yang bersifat asam dan diisi dengan enzim proteolitik,

Page 3: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 3/24

termasuk protease, endopeptidase, hidrolisa glikosida, fosfatase, dan enzim-enzimlain. Pada interaksi sel koloid, koloid ditelan ke dalam suatu vesikel koloid oleh suatu

proses makropinositosis atau mikropinositosis dan diabsorbsi ke dalam sel tiroid.

Kemudian lisosoma berfusi dengan vesikel koloid; dan terjadi hidrolisis daritiroglobulin, melepaskan T4, T3, DIT, MIT, fragmen peptida, dan asam amino. T3 dan

T4 dilepaskan ke dalam sirkulasi, semenfara DIT dan MIT dideiodinisasi dan I

dilestarikan. Tiroglobulin dengan kandungan iodin yang rendah dihidrolisa denganlebih cepat ketimbang tiroglo- bulin dengan kandungan iodin yang tinggi, yangkemungkinan bermanfaat dalam daerah geografik di mana asupan iodin natural

rendah. Mekanisme transpor T3 dan T4 melalui sel tiroid tidak diketahui, tetapi dapat 

melibatkan suatu karier hormon spesifik. Sekresi hormon tiroid distimulasi oleh TSH,yang mengaktivasi adenilil siklase, dan oleh analog cAMP (Bu)2cAMP, menunjukkan

zat ini dependen-cAMP. Proteolisis tiroglobulin diinhibisi oleh kelebihan iodida dan

oleh litium, yang, seperti litium karbonat, digunakan untuk terapi keadaan manik-depresif. Sejumlah kecil tiroglobulin yang tak terhidrolisa juga dilepaskan dari sel

tiroid; hal ini meningkat dengan nyata pada situasi tertentu seperti tiroiditis subakut,hipertiroidisme, atau goiter akibat-TSH . Tiroglobulin dapat juga disintesis dan

dilepaskan oleh keganasan tiroid tertentu seperti kanker tiroid papilaris atau

folikular dan dapat bermanfaat sebagai suatu marker untuk penyakit metastatik.

KONTROL FUNGSI TIROID 

Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan empat mekanisme : (1) sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, di mana hormon pelepas-tirotropin hipotalamus (TRH) merangsang sintesis dan pelepasan dari hormon

perangsang-tiroid hipofisis anterior (TSH), yang pada gilirannya merangsang sekresi

hormon dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid; (2) deiodininase hipofisis dan perifer,yang memodifikasi efek dari T4 dan T3; (3) autoregulasi dari sintesis hormon oleh

kelenjar tiroid sendiri dalam hubungannya dengan suplai iodinnya;dan (4) stimulasi

atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh autoantibodi reseptor TSH

Thyrotropin-Releasing Hormone 

Hormon pelepas-tirotropin (TRH) merupakan sutau tripeptida, piroglutamil-histidil-

prolineamida, disintesis oleh neuron dalam nuklei supraoptik dan supraventrikulerdari hipotalamus . Hormon ini disimpan eminensia mediana dari hipotalamus dan

kemudian diangkut via sistem venosa portal hipofisis ke batang hipofisis ke kelenjarhipofisis anterior, di mana ia mengendalikan sintesis dan pelepasan dari TSH.TRH

juga ditemukan pada bagian lain dari hipotalamus, otak, dan medula spinalis, di manaia berfungsi sebagai suatu neurotransmiter. Gen untuk preproTRH mengandung suatuunit transkripsi 3.3-kb yang menyandi enam molekul TRH. Gen ini juga menyandi

neuropeptida lain yang secara biologik kemungkinan bermakna. Pada kelenjar

hipofisis anterior, TRH berikatan dengan reseptor membran spesifik pada tirotropdan sel pensekresi-prolaktin, merangsang sintesis dan pelepasan TSH maupun

prolaktin. Hormon tiroid menyebabkan suatu pengosongan lambat dari reseptor TRH

hipofisis, mengurangi respons TRH; estrogen meningkatkan reseptor TRH,meningkatkan kepekaan hipofisis terhadap TRH.

Gambar 3

Sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid. TRH dihasilkan di hipotalamus mencapaitirotrop di hipofisis anterior melalui sistem portal hipotalamus-hipofisis dan

merangsang sintesis dan pelepasan TSH. Baik hipotalamus dan hipofisis, T3 terutama

menghambat sekresi TRH dan TSH. T4 mengalami monodeiodinasi menjadi T3 dineural dan hipofisis sebagaimana di jaringan perifer.

Respons dari tirotrop hipofisis terhadap TRH adalah bimodal : Pertama, merangsangpelepasan dari hormon yang disimpan; kedua, merangsang aktivitas gen, yang

meningkatkan sintesis hormon. TRH berikatan dengan reseptornya pada tirotrop danmengaktivasi suatu protein G, yang pada gilirannya mengaktivasi fosfolipase c untuk 

menghidrolisa fosfatidilinositol-4,5-bisfosfat (PIP2) menjadi inositol-1,4,5-trifosfat (IP3). IP3 merangsang pelepasan dari Ca2+ intraselular, yang menyebabkan responsletupan pertama dari pelepasan hormon. Secara serentak, terdapat pembangkitan

Page 4: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 4/24

dari 1,2-diasilgliserol (1,2-DG), yang mengaktivasi protein kinase C, walaupunbertanggung jawab untuk fase kedua dan bertahan dari sekresi hormon.

Peningkatan dalam Ca2+ intraselular dan kinase protein C dapat melibatkan suatu

peningkatan transkripsi . TRH juga merangsang glikosilasi TSH, yang diperlukan

untuk aktivitas biologik penuh dari hormon ini. Dengan demikian pasien dengantumor hipotalamus dan hipotiroidisme kemungkinan mempunyai TSH yang terukur,

yang tidak aktif secara biologik.

Penelitian in vitro dan in vivo memperlihatkan bahwa T3 secara langsung

menginhibisi transkripsi dari gen preproTRH dan dengan demikian pula sintesis TRH

dalam hipotalamus. Karena T4 diubah menjadi T3 di dalam neuron peptidergik, makahal ini juga merupakan inhibitor yang efektif dari sintesis dan sekresi TRH .

TRH dimetabolisir dengan cepat, dengan suatu waktu paruh hormon yang diberikan

secara intravena sekitar 5 menit. Kadar TRH plasma pada orang normal sangat 

rendah, berentang dari 25 hingga 100 Pg/mL.

Sekresi TSH yang dirangsang-TRH terjadi dalam suatu cara pulsasi sepanjang 24 jam .Subjek normal mempunyai suatu amplitudo pulsa TSH rata- rata sekitar 0,6

dan suatu frekuensi rerata satu pulsa setiap 1,8 jam. Di samping itu, orang normalmemperlihatkan irama sirkadian, dengan suatu TSH serum puncak pada malam hari,biasanya antara tengah malam dan jam 4 pagi. Puncak ini tidak berhubungan dengan

tidur, makan, atau sekresi hormon hipofisis lain. Irama ini kemungkinan dikontrololeh suatu "generator pulsa" neuronal. hipotalamik yang mendorong sintesis TRHdalam nuklei supraoptik dan supraventrikular. Pada pasien hipotiroid, amplitudo dari

pulsa dan peningkatan nokturnal lebih besar dibandingkan normal, dan pada pasien

dengan hipertiroidisme kedua pulsa dan peningkatan nokturnal mengalami supresiyang nyata.

Pada hewan eksperimental dan pada neonatus, paparan dengan dingin meningkatkan

sekresi TRH dan TSH, tetapi hal ini tidak dijumpai pada manusia dewasa.

Page 5: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 5/24

Hormon dan obat-obatan tertentu dapat mengubah sintesis dan pelepasan TRH.Sekresi TRH distimulasi oleh penurunan T4 atau T3 serum (dengan penurunan T3

intraneuronal), oleh agonis adrenergik-alfa, dan oleh arginine vasopresin. Sebaliknya,

sekresi TRH diinhibisi oleh peningkatan T4 dan T3 serum (dengan T3 intraneuronalyang meningkat) dan blokade alfa-adrenergik .

TRH yang diberikan secara intravena pada manusia dengan dosis bolus 200- 500

menimbulkan suatu peningkatan yang cepat dari TSH serum, mencapai puncak padasekitar 30 menit dan bertahan selama 2-3 jam. Respons yang khas terhadap TRH

dalam berbagai keadaan klinik diberikan dalam Gambar 4-24 dan 4-25. Perhatikanrespons yang diperbesar dari TSH hipofisis menjadi TRH pada pasien dengan

hipotiroidisme primer dan respons yang tersupresi pada pasien dengan

hipertiroidisme, goiter noduler dengan nodul yang berfungsi secara otonom, TRH danmetabolit dipeptida siklo (His Pro) juga ditemukan dalam sel pulau Langerhans

pankreas, tetapi fungsinya di sini belum diketahui.

Tirotropin 

Thyroid-stimulating hormone (hormon perangsang-tiroid), atau tirotropin (TSH),

merupakan suatu glikoprotein yang disintesis dan disekresikan oleh tirotrop dari

kelenjar hipofisis anterior. Mempunyai berat molekul sekitar 28.000 dan terdiri daridua subunit yang dihubungan secara kovalen, alfa dan beta. Subunit alfa lazim untuk 

dua glikoprotein hipofisis lain, FSH dan LH, dan juga untuk hormon plasenta hCG;subunit beta berbeda untuk setiap hormon glikoprotein dan memberikan sifat pengikatan dan aktivitas biologik yang spesifik. Subunit alfa manusia mempunyai

suatu inti apoprotein dari 92 asam amino dan mengandung satu rantai oligo-sakarida. Glikosilasi terjadi dalam retikulum endoplasma kasar dan Golgi dari

tirotrop, di mana residu glukosa, manosa, dan fukosa dan sulfat terminal atau residu

asam sialik dihubungkan dengan inti apoprotein. Fungsi dari residu karbohidrat initidak seluruhnya jelas, tetapi ada kemungkinan bahwa mereka meningkatkan

aktivitas biolgik TSH dan memodifikasi kecepatan bersihan metaboliknya. Contohnya,

TSH deglikosilasi akan berikatan dengan reseptornya, tetapi aktivitas biologiknyamenurun secara nyata dan kecepaatn bersihan metaboliknya meningkat dengan

nyata.

diberikan dalam Gambar 4-26. Telah dilaporkan beberapa keluarga dengan suatu titik 

mutasi dalam gen TSH- -

bersifat autosomal resesif, dan gambaran klinik adalah dari hipotiroidisme non-

goiter.

TSH merupakan faktor primer yang mengendalikan pertumbuhan sel tiroid dansintesis serta sekresi hormon tiroid : Efek ini dicapai dengan berikatan dengan suatu

reseptor TSH (TSH-R) spesifik pada membran sel tiroid dan mengaktivasi G protein-

adenilil siklase-cAMP dan sistem pemberai n sinyal fosfolipase. Reseptor TSH telahdiklon dan merupakan suatu glikoprotein rantai-tunggal yang mengandung 744 asam

amino; berat molekul dari molekul glikosilase adalah sekitar 100. Memiliki suatu

daerah intraselular dari 346 asam amino, dengan tujuh ansa transmembran, dan

suatu daerah ekstraselular dari 398 asam amino yang mengandung enam tempat glikosilasi dan tiga ikatan disulfida . Reseptor TSH berbeda dari reseptor hormon

glikoprotein lain (contohnya, LH dan hCG) dengan penyisipan dari suatu rangkaian

delapan-asam amino (residu asam amino 38-45) dan suatu rangkaian 50-asam amino(residu asam amino 317- 366). Diduga bahwa tempat yang lebih dahulu (38-45)

adalah tempat pengikatan TSH dan tempat yang belakangan mengandung untuk 

antibodi perangsang-reseptor TSH (TSH-R Ab [stim]) karakteristik dair penyakit Graves (lihat bawah). Gen TSH-R manusia terletak pada kromosom 14q31. TSH

mengatur mRNA TSH-R, meningkatkan jumlah dari reseptor TSH pada membran seltiroid.

Efek dari TSH terhadap Sel Tiroid 

TSH mempunyai banyak aksi pada sel tiroid. Sebagian besar dari aksinya diperantaraimelalui sistem G protein-adenilil siklase-cAMP, tetapi aktivasi dari sistem

fosfatidilinositol (PIP2) dengan peningkatan dair kalsium intraselular dapat jugaterlibat). Aksi utama dari TSH termasuk yang berikut ini :

 A. Perubahan Morfologi Sel Tiroid : TSH secara cepat menimbulkan  pseudopod pada batas se-lkoloid, mempercepat resorpsi tiroglobulin. Kandungan koloid

berkurang. Tetesan koloid intraselular dibentuk dan pembentukan lisosom

dirangsang, meningkatkan hidrolisis tiroglobulin .

B. Pertumbuhan Sel : Masing-masing sel tiroid bertambah ukurannya; vaskularisasimeningkat; dan setelah beberapa waktu, timbul pembesaran tiroid, atau goiter.

C. Metabolisme Iodin : TSH merangsang semua fase metabolisme iodida, dari

peningkatan ambial n dan transpor iodida hingga peningkatan iodinasi tiroglobulindan peningkatan sekresi hormon tiroid. Peningkatan dari cAMP memperantaraipeningkatan transpor iodida, sementara hidrolisa PTP2 dan peningkatan Ca2+

intraselular merangsang iodinasi dari tiroglobulin. Efek TSH terhadap transpor iodida

adalah bifasik : Pada awalnya terdepresi (effluks iodida); dan kemudian, setelah suatukelambatan beberapa jam, ambilan iodida meningkat. Efluks dari iodida dapat disebabkan oleh peningkatan yang cepat dari hidrolisis tiroglobulin dengan pelepasan

hormon dan keluarnya iodida dari kelenjar.

Page 6: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 6/24

D. Peningkatan mRNA untuk tiroglobulin dan peroksidase tirodial, dengan suatupeningkatan pemasukan I ke dalam MIT, DIT, T3 dan T4.

E. Peningkatan aktivitas lisosomal, dengan peningkatan sekresi T4 dan T3 dari

kelenjar. Juga terdapat peningkatan aktivitas deiodinase-5' tipe 1, memelihara iodin

intratiroid.

F. TSH mempunyai banyak efek lain terhadap kelenjar tiroid, termasuk stimulasi dariambilan glukosa, konsumsi oksigen, produksi CO2, dan suatu peningkatan darioksidase glukosa via lintasan heksosemonofosfat dan siklus Krebs. Terdapat suatu

percepatan penggantian fosfolipid dan perangsangan sintesis prekursor purin dan

pirimidin, dengan peningkatan sintesis DNA dan RNA.

TSH Serum 

- an pada wanita

pascamenopause dan pada pasien dengan TSH-secreting pituitari tumor . Kadar serum

dari TSH adalahsekitar 0,5-5 mU/L; meningkat pada hipotiroidisme dan menurunpadahipertiroidisme, baik karena endogen ataupun akibat asupan hormon tiroid per

oral yang berlebihan. Waktu-paruh TSH plasma adalah sekitar 30 menit, dankecepatan produksi harian adalah sekitar 40-150 mU/hari.

Kontrol Sekresi TSH Hipofisis 

Dua faktor utama yang mengendalikan sintesis dan pelepasan TSH adalah kadar T3intratirotrop, yang mengontrol mRNA untuk sintesis dan pelepasan TS, dan TRH, yangmengendalikan glikosilasi, aktivasi, dan pelepasan TSH .

Sintesis dan pelepasan dihambat oleh kadar serum T4 dan T3 yang tinggi

(hipertiroidisme) dan dirangsang oleh kadar hormon tiroid rendah (hipo- tiroidisme).Di samping itu, ohrmon-hormon dan obat-obatan tertentu menghambat sekresi TSH.

Dalam hal ini termasuk somatostatin, dopamin, agonis dopamin seperti bromokriptin,

dan glukokortikoid. Penyakit akut dan kronik dapat menyebabkan penghambatan

dari sekresi TSH selama penyakit aktif, dan kemungkinan terdapat peningkatan balik dari TSH pada saat pasien pulih. Besarnya efek ini bevrariasi; dengan demikian, oba-

tobatan yang disebutkan di atas mensupresi TSH serum, tetapi biasanya akan dapat dideteksi. Sebaliknya, hipertiroidisme akan menghentikan sekresi TSH sama sekali.

Pengamatan ini secara klinik penting dalam menginterpretasi kadar TSH serum pada

pasien yang mendapatkan terapi ini.

Lesi atau tumor destruktif dari hipotalamus atau hipofisis anterior dapat mengganggusekresi TRH dan TSH dengan destruksi dari sel-sel sekretori. Hal ini akan

menimbulkan "hipotiroidisme sekunder" akibat destruksi tirotrop hipofisis atau

"hipotiroidisme tersier" akibat destruksi dari TRH-secreting neuron. Diagnosisbanding dari lesi ini dibahas di bawah .

Perangsangan dan Penghambatan Tiroid Lainnya 

Folikel tiroid mempunyai suplai kapiler kaya yang membawa serat saraf noradrenergik dari ganglion servikalis superior dan serat saraf positif-asetilkolin

esterase yang berasal dari nodus vagal dan ganglia tiroid. Sel parafolikuler "C"

mensekresi kalsitonin maupun peptida kalsitonin terkait-gen (CGRP). Pada hewanpercobaan, zat ini neuropeptida lain memodifikasi aliran darah tiroid dan sekresi

hormon. Di samping itu, faktor pertumbuhan seperti insulin, IGF-1, dan EGF dan kerja

autokrin dari prostaglandin dan sitokin dapat mengubah pertumbuhan sel tiroid danproduksi hormon. Namun, belum jelas seberapa penting efek ini dalam situasi klinis.

 Autoregulasi Tiroidal 

Autoregulasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan dari kelenjar tiroid untuk 

memodifikasi fungsinya untuk menyesuikan diri dengan perubahan dalamketersediaan iodin, tidak tergantung dari TSH hipofisis. Dengan demikian, manusiadapat mempertahankan sekresi tiroid normal dengan asupan iodida yang bervariasi

kelebihan iodida dibahas di atas. Penyesuaian utama terhadap asupan iodida yangrendah adaalh sintesis istimewa dari T3 ketimbang T4, peningkatan dari efektivitas

metabolik dari hormon yang disekresikan. Di pihak lain, kelebihan iodida,

menghambat banyak fungsi tiroid, termasuk transpor I, pembentukan cAMP,pembangkitan H2O2, sintesis dan sekresi hormon, dan pengikatan dari TSH dan TSH-

R Ab dengan reseptor TSH. Beberapa dari efek ini dapat diperantarai oleh

pembentukan dari asam lemak teriodinasi intratiroidal. Kemampuan dari tiroidnormal untuk "lolos" dari efek inhibisi (efek Wolff- Chaikoff) memungkinkan kelenjar

untuk terus mensekresikan hormon walaupun asupan iodida makanan yang tinggi.

Penting untuk dicatat bahwa hal ini berbeda efek terapeutik iodida dalam terapi dari

penyakit Graves. Di sini, kadar iodida yang tinggi menghambat endosiot sistiroglobulin dan aktivitas lisosomal, menurunkan pelepasan hormon tiroid dan

menurunkan kadar hormon sirkulasi. Di samping itu, inhibisi dari aktivitas TSH-R Ab[stim] mengurangi vaskularitas

kelenjar, dengan konsekuensi yang bermanfaat selama pembedahan. Efek ini jugabersifat sementara, berlangsung sekitar 10 hari hingga 2 minggu.

Page 7: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 7/24

Regulasi Autoimun 

Kemampuan dari limfosit B untuk mensintesis antibodi reseptor TSH yang dapat menghambat aksi dari TSH ataupun meniru aktivitas TSH dengan berikatan dengan

daerah-daerah yang berbeda pada reseptor TSH memberikan suatu bentuk 

pengaturan tiroid oleh sistem kekebalan (1,2,4)

Dengan demikian, sintesis dan sekresi dari hormon tiroid dikontrol oleh tigatingkatan yang berbeda : (1) tingkat dari hipotalamus, dengan mengubah sekresiTRH; (2) tingkat hipofisis, dengan menghambat atau merangsang sekresi TSH; dan (3)

tingkat tiroid, melalui autoregulasi dan blokade atau perangsangan dari reseptor TSH.

KERJA HORMON TIROID 1. Reseptor Hormon Tiroid 

Hormon tiroid, T3 dan T4, beredar dalam plasma sebagian besar terikat pada protein

tetapi dalam keseimbangan dengan hormon bebas. Hormon bebaslah yang diangkut melalui difusi pasif ataupun karier spesifik melalui membran sel, melalui sitoplasma

sel, untuk berikatan dengan suatu reseptor pesifik pada inti sel. Di dalam sel, T 4

diubah menjadi T3 melalui deiodinase-5', menunjukkan bahwa T4 merupakan suatuprohormon dan T3 adalah bentuk hormon aktif. Reseptor inti untuk T3 telah

dimurnikan. Merupakan salah satu dari "keluarga" reseptor, kesemuanya samadengan reseptor untuk ret rovirus yang menyeabbkan eritroblastosis pada anak ayam,v-erb A, dan terhadap reseptor inti untuk glukokortikoid, mineralokortikoid, estrogen,

progestin, vitamin D3, dan asam retinoat . Reseptor hormon tiroid manusia (hTR)terdapat dalam paling tidak tiga bentuk : hTR- - -mengandung 410 asam amino, mempunyai berat molekul sekitar 47.000, dan gennya

terletak pada kromosom 17. hTR-

molekul sekitar 52.000, dan gennya terdapat pada kromosom 3. Setiap reseptormengandung tiga daerah spesifik : suatu daerah amino terminal yang meningkatkan

aktivitas reseptor; suatu daerah pengikat-DNA sentral dengan dua "jari-jari" sistein-

seng; dan suatu daerah pengikat hormon terminal karboksil. Ada kemungkinanbahwa hTR- -

hTR-

unsur respons hormon tiroid (TRE) pada DNA dan dengan demikian dapat bertindak 

pada beberapa kasus untuk menghambat aktivitas dari T3 . Afinitas pengikatan darianalog T3 terhadap reseptor T3 berbanding langsung dengan aktivitas biologik dari

analog. Mutasi titik pada gen hTR-merupakan penyebab dari sindroma resistensi generalisata terhadap hormone tiroid

Gambar 4

Model perantaraan aksi T3 oleh reseptor nuklear hormon tiroid. T3 juga masuk sel

(seperti digambarkan) atau diturunkan dari deiodinasi T4 intraselular. Interaksi

nuklear antara T3-bound TR dan elemen responsif hormon tiroid (TRE) berakibat pada peningkatan atau penurunan aktivitas polimerase II RNA (pol II) pada gen

responsif T3. TRE diindikasikan karena mengandung due tempat setengah, dan TR

dapat terikat sebagai dimer. Efek pada kadar mRNA diterjemahkan dalampeningkatan atau penurunan konsentrasi protein selular sehingga mempromosikan

diferensiasi, proses metabolik, dan efek sel spesifik lain dari T3. Tidak adanya T3, TRterikat TRE dapat menekan transkripsi basal. c-erbAa2 ("a2"), non- T3-binding splicevariant, dapat menghambat efek pengikatan-T3 TRs oleh mekanisme yang sampaisekarang belum diketahui, mungkin melibatkan pembentukan heterodimer atau

bersaing untuk TRE. Mekanisme serupa mungkin untuk menjelaskan efek domain

negatif dari onkoprotein v-erbA dan TRs termutasi, seperti pada sindroma resistengeneralisata terhadap T3.

Page 8: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 8/24

Reseptor hormon tiroid berikatan dengan tempat TRE spesifik pada DNA tanpaadanya T3 tidak seperti kasus dengan reseptor hormon steroid. TRE terletak dekat,

dengan promotor di mana transkripsi darigen hormon tiroid spesifik yang responsif 

diawali. T3 yang berikatan dengan reseptor menimbulkan stimulasi, atau padabeberapa kasus inhibisi, dari transkripsi gen-gen ini dengan akibat timbulnya

perubahan dari tingkat tranksripsi mRNA dari mereka. Perubahan dalam tingkatan

mRNA ini mengubah tingkatan dari produk protein dari gen ini. Proetin ini kemudian

mem- perantarai respons hormon tiroid. Reseptor ini sering berfungsi sebagaiheterodimer dengan faktor transkripsi lain seperti reseptor retinoat X dan reseptor

asam retinoat.

2. Efek Fisiologik Hormon Tiroid 

Efek transkripsional dari T3 secara karakteristik memperlihatkan suatu lag time

berjam-jam atau berhari-hari untuk mencapai efek yang penuh. Aksi genomik inimenimbulkan sejumlah efek, termasuk efek pada pertumbuhan jaringan, pematangan

otak, dan peningkatan produksi panas dan konsumsi oksigen yang sebagian

disebabkan oleh peningkatan aktivitas dari Na+-K+ ATPase, produksi dari reseptorbeta-adrenergik yang meningkat. Sejumlah aksi dari T3 tidak genomik, seperti

penurunan dari deiodinase-5' tipe 2 hipofisis dan peningkatan dari transpor glukosadan asam amino. Sejumlah efek spesifik dari hormon tiroid diringkaskan berikut ini.

Efek pada Perkembangan Janin 

Sistem TSH tiroid dan hipofissi anterior mulai berfungsi pada janin manusia sekitar11 minggu. Sebelum saat ini, tiroid janin tidak mengkonsen- trasikan 12 I. Karena

kandungan plasenta yang tinggi dari deiodinase-5 tipe 3, sebagian besar T3 dan T4

maternal diinaktivasi dalam plasenta, dan sangat sedikit sekali hormon bebasmencapai sirkulasi janin. Dengan demikian, janin sebagian besar tergantung pada

sekresi tiroidnya sendiri. Walaupun

sejumlah pertumbuhan janin terjadi tanpa adanya sekresi hormon tiroid janin,

perkembangan otak dan pematangan skeletal jelas terganggu, menimbulkankretinisme (retardasi mental dan dwarfisme/cebol).

Efek pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan Radikal Bebas 

T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+-

K+ ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien, dan testis. Hal ini berperan pada

peningkatan kecepatan metabolisme basal (keseluruhan konsumsi O2 hewan saat istirahat) dan peningkatan kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme. Hormon

itroid juga menurunkan kadar dismutase superoksida, menimbulkan peningkatanpembentukan radikal bebas anion superoksida. Hal ini dapat berperan pada

timbulnya efek menganggu dar i hipertiroidisme kronik.

Efek Kardiovaskular 

miosin, memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan transkripsidari Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkopal smik, meningkatkan kontraksi diastolik jantung; mengubah isoform dari gen Na+ -K+ ATPase gen; dan meningkatkan reseptor

adrenergik-beta dan konsentrasi protein G. Dengan demikian, hormon tiroid

mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap jantung. Hal inimerupakan penyebab dari keluaran aj ntung dan peningkatan nadi yang nyata pada

hipertiroidisme dan kebalikannya pada hipotiroidisme.

Efek Simpatik  

Seperti dicatat di atas, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-beta

dalam otot jantung, otot skeletal, jaringan adiposa, dan limfosit. Mereka jugamenurunkan reseptor adrenergik-alfa miokardial. Di samping itu; mereka juga dapat 

memperbesar aksi katekolamin pada tempat pascareseptor. Dengan demikian,kepekaan terhadap katekolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, danterapi dengan obat-obatan penyekat adrenergik-beta dapat sangat membantu dalam

mengendalikan takikardia dan aritmia.

Efek Pulmonar 

Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne normal pada

pusat pernapasan. Pada hipotiroidisme berat, terjadi hipoventilasi, kadang- kadangmemerlukan ventilasi bantuan.

Efek Hematopoetik  

Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkanpeningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun, volume

darah biasanya tidak meningkat karena hemodilusi dan peningkatan penggantianeritrosit. Hormon tiroid meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit,

memungkinkan peningkatan disosiasi O2 hemoglobin dan meningkatkan penyediaan

O2 kepada jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjdai pada hipotiroidisme.

Efek Gastrointestinal 

Page 9: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 9/24

Hormon tiroid merangsang motiiltas usus, yang dapat menimbuklan peningkatanmotilitas dan diare pada hipertiroidisme dan memperlambat transit usus serta

konstipasi pada hipotiroidisme. Hal ini juga menyumbang pada timbulnya penurunan

berat badan yang sedang pada hipotiroidisme dan pertambahan berat padahipotiroidisme.

Efek Skeletal 

Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan resorpsitulang, dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan demikian,

hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna, dan pada kasus

berat, hiperkalsemia sedang, hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi hidroksiprolinurin dan hubungan-silang pyridinium.  

Efek Neuromuskular

Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein

struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan

kehilangan jaringan otot atau miopati. Hal ini dapat bekraitan dengan kreatinuriasontan. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan kontraksi dan relaksasi otot,

secara klinik diamati adanya hiperefleksia atau hipertiroidisme-atau sebaliknya padahipotiroidisme. Hormon tiroid penting untuk perkembangan dan fungsi normal darisusunan saraf pusat, dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta kelambanan pada

hipotiroidisme dapat mencolok.

Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat  

Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati demikian pula

absorpsi glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme akan mengeksaserbasidiabetes melitus primer. Sintesis dan degradasi kolesterol keduanya meningkat oleh

hormon tiroid. Efek yang terakhir ini sebagian besar disebabkan oleh suatu

peningkatan dari reseptor low-density lipoprotein (LDL) hati, sehingga kadar

kolesterol menurun dengan aktivitas tiroid yang berlebihan. Lipolisis juga meningkat,melepaskan asam lemak dan gliserol. Sebaliknya, kadar kolesterol meningkat pada

hipotiroidisme.

Efek Endokrin 

Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan obat-obatan farmakologik. Contohnya, waktu-paruh dari kortisol adalah sekitar 100 menit 

pada orang normal, sekitar 50 menit pada pasien hipertiroid, sekitar 150 menit pada

pasien hipotiroid. Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada pasienhipertiroid; dengan fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar

hormon sirkulasi yang normal. Namun, pada seorang pasei n dengan insufisiensi

adrenal, timbulnya hipertiroidisme atau terapi hormon tiroid dari hipotiroidismedapat mengungkapkan adanya penyakit adrenal. Ovulasi dapat terganggu pada

hipertiroidisme maupun hipotiroidisme, menimbulkan infertilitas, yang dapat 

dikoreksi dengan pemulihan keadaan eutiroid. Kadar prolaktin serum meningkat 

sekitar 40% pada pasien dengan hipotiroidisme, kemungkinan suatu manifestasi daripeningkatan pelepasan TRH; hal ini akan kembali normal dengan terapi T4.

HIPOTIROIDISME 

Hipotiroisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi hormon tiroid, yang

kemudian mengakibatkan perlambatan proses metaoblik. Hipotiroidisme pada bayi

dan anak-anak berakibat pertambatan pertumbuhan dan perkembangan jelas denganakibat yang menetap yang parah seperti retardasi mental. Hipotiroidisme dengan

awitan pada usia dewasa menyebabkan perlambatan umum organisme dengan

deposisi glikoaminoglikan pada rongga intraselular, terutama pada otot dan kulit,yang menimbulkan gambaran klinis miksedema.Gejala hipotiroidisme pada orang

dewasa kebanyakan reversibel dengan terapi.

Etiologi dan Insidens 

Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan sebagai (1) primer (kegagalan tiroid), (2)sekunder (terhadap kekurangan TSH hipofisis), atau (3) tersier (berhubungan dengandefisiensi TRH hipotalamus)-atau mungkin karena (4) resistensi perifer terhadap

kerja hormon tiroid. Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan sebagai goiter dan non-

goiter, tapi klasifikasi ini mungkin tidak memuaskan, karena tiroiditis Hasimoto dapat menimbulkan hipotiroidisme dengan atau tanpa goiter.

Page 10: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 10/24

 

Tiroiditis Hashimoto mungkin merupakan penyebab hipotiroidisme tersering. Pada`pasien-pasien lebih muda, lebih sering dihubungkan dengan goiter; pada pasien lebih

tua, kelenjar mungkin dihancurkan total oleh proses imunologis dan satu- satunyasisa penyakit ini adalah uji antibodi mikrosomal antitiroid yang terus- menerus

positif. Seperti juga, stadium terakhir penyakit Grvaes adalah hipotiroidisme. Hal ini

makin dipercepat dnegan terapi destruktif seperti pemberian iodin radioaktif aautiroidektomi subtotal. Kelenjar tiroid yang terlibat dalam penyakit autoimun lebihrentan terhadap asupan iodida berlebihan, (seperti iodide-containing cough preparat 

atau obat antiaritmia amiodaron) atau pemberian media kontras radiografik yang

mengandung iodida. Sejumlah besar iodida yang besar menghambat sintesis hormontiroid, menimbulkan hipotiroidis- me dengan goiter pada pasien dengan kelainan

kelenjar tiroid; kelenjar normal biasanya "lolos" dari blok iodida . Walaupun

prosesnya bisa disembuhkan sementara dengan menghentikan iodida, penyakit dasarnya biasanya akan terus berlangsung dan biasanya akan terjadi hipotiroidisme.

Hipotiroidisme dapat terjadi selama fase lanjut tiroiditis subakut; ini biasanyasementara, akan tetapi dapat menjadi permanen pada kira-kira 10% pasien.Defisiensi iodida adalah penyebab hipotiroidisme yang jarang ditemukan di Amerika

Serikat tapi lebih sering di negara-negara berkembang. Obat-obat tertentu dapat menghambat sintesis hormon dan menimbulkan hipotiroidisme dengan goiter; pada

saat ini litium karbonas merupakan penyebab farmakologis tersering dari

hipotiroidisme (di samping iodida), yang digunakan dalam terapi keadaan manik-

depresif, dan amiodaron. Terapi kronis (jangka panjang) dengan oba-tobat antitiroidpropiltiourasil dan metimazol akan berakibat sama. Kelainan bawaan sintesis hormon

tiroid akan berakibat terjadinya hipotiroidisme berat. bila hambatan pada sintesis

hormon adalah lengkap, atau hipotiroidisme ringan bila hambatan hanya sebagian.Defisiensi hipofisis dan hipotalamus cukup jarang ditemukan sebagai penyebab

hipotiroidisme dan biasanya dihubungkan dengan gejala-gejala dan tanda-tanda lain.

Resistensi perifer terhadap hormon tiroid akan dibicarakan di bawah.

Patogenesis 

Defisiensi hormon tiroid mempengaruhi semua jaringan tubuh, sehingga gejalanya

bermacam-bermacam. Kelainan patologis yang paling khas adalah penumpukanglikoaminoglikan--kebanyakan asam hialuronat--pada jaringan interstisial.

Penumpukan zat hidrofilik dan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap albumin

ini bertanggung jawab terhadap terjadinya edema interstisial yang paling jelas padakulit, otot jantung dan otot bergaris. Penumpukkan ini tidak berhubungan dengan

sintesis berlebih tapi berhubungan dengan penurunan destruksi glikoaminoglikan

piramidalis dan ekstrapiramidalis . Di Amerika Serikat, program skrining neonatustelah memperlihatkan bahwa pada populasi kulit puthi insidens hipotiroidisme

neonatus adalah 1 : 5000, sementara pada populasi kulit hitam insidensnya hanya 1 :32.000. Hipotiroidisme neonatus dapat diakibatkan dari kegagalan tiroid untuk 

desensus selama periode perkembangan embrionik dari asalnya pada dasar lidah ke

tempat seharusnya pada leher bawah anterior, yang berakibat timbulnya kelenjar"tiroid ektopik" yang fungsinya buruk. Transfer plasenta TSH-R Ab [blok] dari ibupasien tiroiditis Hashimoto ke embrio, dapat menimbulkan agenesis kelenjar tiroid

dan "kretinisme atireotik". Defek bawaan pada biosintesis hormon tiroid

menimbulkan hipotiroidisme neonatus termasuk pemberian iodida, obat antitiroid,atau radioaktif iodin untuk tirotoksikosis saat kehamilan.

Gejala-gejala hipotiroidisme pada bayi baru lahir adalah kesukaran bernapas,

sianosis, ikterus, kesulitan makan, tangisan kasar, hernia umbilikalis dan retardasi

berat dan retardasi pematangan tulang yang nyata. Epifisis tibia proksimal danepifisis femur distal terdapat pada semua bayi cukup bulan dengan berat badan lebih

dari 2500 g. Tidak adanya epifisis ini merupakan bukti kuat adanya

hipotiroidisme.

Pengenalan skrining rutin terhadap bayi baru lahir untuk TSH danTq telah menjadi keberhasilan besar dalam diagnosis dini hipotiroidisme neonatus.

T4 serum di b

hipotiroidisme neonatal. Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan bukti radiologisadanya retardasi umur tulang.

B. Anak : Hipotiroidisme pada anak-anak ditandai adanya retardasi pertumbuhan

dan tanda-tanda retardasi mental. Pada remaja, pubertas prekok dapat terjadi, dan

Page 11: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 11/24

mungkin ada pembesaran sella tursika di samping postur tubuh pendek. Hal ini tidak berhubungan dengan tumor hipofisis tapi mungkin berhubungan dengan hipertrofi

hipofisis yang berhubungan dengan produksi TSH berlebihan.

C. Dewasa : Pada orang dewasa, gambaran umum hipotiroidisme termasuk mudah

lelah, kedniginan, penambahan berat badan, konstipasi, menstruasi tidak teratur, dankram otot. Pemeriksaan fisik termasuk kulit yang dingin, kasar, kulit kering, wajah

dan tangan sembab, suara parau dan kasar, refleks lambat . Menurunkan konversikaroten menjadi vitamin A dan peningkatan karoten dalam darah sehingga

memberikan warna kuning pada kulit.

1. Tanda kardiovaskular-- Hipotiroidisme ditandai oleh adanya gangguan kontraksiotot, bradikardi, dan penurunan curah jantung. EKG memperlihatkan kompleks QRS

tegangan rendah dan gelombang P dan T, dengan perbaikan pada respons terhadap

terapi. Pembesaran jantung dapat terjadi; pembesaran ini bisa disebabkan olehedema interstisial, pembengkakan miofibril non-spesifik, dan dilatasi ventrikel kiri

tapi sering karena efusi perikardial . Derajat efusi perikardial dengan mudah dapat 

ditentukan dengan ekokardiografi. Walau curah jantung berkurang, jarang dijumpaigagal jantung kongestif dan edema pulmonum. Ada pertentangan apakah miksedema

mendorong terjadinya penyakit arteri koronaria, tetapi penyakit arteri koronarialebih umum terjadi pada pasien dengan hipotiroidisme, khususnya pasien lebih tua.

Pada pasien dengan angina pektoris, hipotiroidisme dapat melindungi jantung dari

stres iskemik, dan terapi penggantian dapat mencetuskan angina.

2. Fungsi paru-- Pada orang dewasa, hipotiroid ditandai dengan pernapasan dangkal

dan lambat dan gangguan respons ventilasi terhadap hiperkapnia atau hipoksia.Kegagalan pernapasan adalah masalah utama pada pasien dengan koma miksedema.

3. Peristaltik usus jelas menurun, berakibat konstipasi kronis dan kadang- kadang

ada sumbatan feses berat atau ileus.

4. Fungsi ginjal terganggu, dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan

kegagalan kemampuan untuk mengekskresikan beban cairan. Hal ini disebabkanpasien miksedema mempunyai predisposisi terhadap intoksikasi cairan jika cairan

dalam jumlah berlebihan diberikan.

5. Anemia-- Setidaknya ada empat mekanisme yang turut berperan dalam terjadinya

anemia pada pasien hipotiroidisme: (1) gangguan sintesis hemoglobin sebagai akibat defisiensi hormon tiroksin; (2) defisiensi zat besi dari peningkatan kehilangan zat 

besi akibat menoragia, demikian juga karena kegagalan usus untuk mengabsorbsi

besi; (3) defisiensi asam folat akibat gangguan absorbsi asam folat pada usus; dan (4)

anemia pernisiosa, dengan anemia megaloblastik defisiensi vitamin B12. Anemiapernisiosa seringkali merupakan bagian spektrum penyakit autoimun, termasuk 

miksedema akibat tiroiditis kronika berhubungan dengan autoantibodi tiroid, anemia

pernisiosa berhubungan dengan autoantibodi sel parietalis, diabetes melitusberhubungan dengan autoantibodi sel-sel pulau Langerhans, dan insufisiensi adrenal

berhubungan dengan autoantibodi adrenal .

6. Sistem neuromuskular-- Banyak pasien mengeluh gejala-gejala yang menyangkut sistem neuromuskular, seperti, kram otot parah, parestesia, dan kelemahan otot.

7. Gejala-gejala sistem saraf pusat  dapat termasuk kelemahan kronis, letargi, dan

tidak mampu berkonsentrasi. Hipotiroidsi me mengakibatkan gangguan konversimetabolisme perifer dari prekursor estrogen menjadi estrogen, berakibat perubahan

sekresi FSH dan LH dan siklus anovulatoar dan infertilitas. Hal ini dihubungkan

dengan menoragia berat. Pasien-pasien miksedema biasanya cukup tenang tapi dapat sangat depresi atau bahkan sangat agitatif ("kegilaan miksedema" = "myxedema

madness").

HIPERTIROIDISME DAN TIROTOKSIKOSIS 

Tirotoksikosis adalah sindroma klinis yang terjadi bila jaringan terpajan hormontiroid beredar dalam kadar tinggi. Pada kebanyakan kasus, tiroksikosis disebabkanhiperaktivitas kelenjar tiroid atau hipertiroidisme. Kadang-kadang, tirotoksikosis bisa

disebabkan sebab-sebab lain seperti menelan hormon tiroid berlebihan atau sekresihormon tiroid berlebihan dari tempat-tempat ektopik.

1. GOITER TOKSIK DIFUSA (Penyakit Graves) 

Penyakit Graves adalah bentuk tirotoksikosis yang paling umum dan dapat terjadipada segala umur, lebih sering pada wanita dengan pria. Sindroma ini terdiri dari satu

atau lebih dari hal-hal ini : (1) tirotoksikosis (2) goiter (3) oftalmopati (eksoftalmos)

dan (4) dermopati (miksedema pretibial)

Page 12: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 12/24

Etiologi 

Penyakit Graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yangpenyebabnya tidak diketahui. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15%

pasien Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira 50%

keluarga pasien dengan penyakit Graves mempunyai autoantibodi tiroid yang beredardi darah. Wanita terkena kira-kira 5 kali lebih banyak daripada pria. Penyakit ini

dapat terjadi pada segala umur, dengan insiden puncak pada kelompok umur 20-40tahun.

Patogenesis 

Pada penyakit Graves, limfosit T disensitisasi terhadap antgien dalam kelenjar tiroid

dan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen-antigenini. Satu dari antibodi ini bisa ditunjukkan terhadap tempat reseptor TSH pada

membran sel tiroid dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid dalam

hal peningkatan pertumbuhan dan fungsi (TSH-R AB [stim]; . Adanya antibodi dalamdarah berkorelasi positif dengan penyakit aktif dan kekambuhan penyakit. Ada

predisposisi genetik yang mendasari, namun tidak jelas apa yang mencetuskan

episode akut ini. Beberapa faktor yang mendorong respons imun pada penyakit 

Graves ialah (1) kehamilan, khususnya masa nifas; (2) kelebihan iodida, khusus didaerah defisiensi iodida, di mana kekurangan iodida dapat menutupi penyakit Graves

laten pada saat pemeriksaan; (3) terapi litium, mungkin melalui perubahanresponsivitas imun; (4) infeksi bakterial atau viral; dan (5) penghentianglukokortikoid.Diduga "stress" dapat mencetuskan suatu episode penyakit Graves,

tapi tidak ada bukti yang mendukung hipotesis ini. Patogenesis oftalmopati dapat melibatkan limfosit sitotoksik (sel-sel pembunuh) dan antibodi sitotoksik 

tersensititasi oleh antigen yang umum pada fibroblas orbita, otot orbita, dan jaringan

tiroid . Sitokin yang berasal dari limfosit tersensitasi ini dapat menyebabkanperadangan fibroblas orbita dan miositis orbita, berakibat pembengkakan otot-otot 

orbita, protopsi bola mata, dan diplopia sebagaimana juga menimbulkan kemerahan,

kongesti, dan edema konjungtiva dan periorbita . Patogenesis dermopati tiroid(miksedema pretibial) dan inflamasi subperiosteal yang jarang pada jari-jari tangan

dan kaki (osteopati tiroid mungkin juga melibatkan stimulasi sitokin limfosit dari

fibroblas pada tempat-tempat ini.

Banyak gejala tiroksikosis megnarah adanya keadaan kelebihan katekolamin,termasuk takikardi, tremor, berkeringat, kelopak yang kurang dan melotot. Namun

kadar epinefrin dalam sirkulasi adalah normal; jadi pada penyakit Graves, tubuhtampak hiperaktfi terhadap katekolamin. Hal ini mungkin berhubungan denganbagian peningkatan dengan perantaraan hormon tiroid pada reseptor katekolamin

jantung.

Gambaran klinis  

 A. Gejala dan Tanda : Pada individu yang lebih muda manifestasi yang

umum termasuk palpitasi, kegelisahan, mudah capai, hiperkinesia dan diare, keringat banyak, tidak tahan panas, dan senang dingin. Sering terjadi penurunan berat badan

jelas, tanpa penurunan nafsu makan. Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksik pada

mata , dan takikardia ringan umumnya terjadi pada umumnya terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya masa otot dapat sangat berat sehingga pasien tidak dapat berdiridari kursi tanpa bantuan.

Pada anak-anak terdapat pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang lebih

cepat. Pada pasien-pasien di atas 60 tahun, manifestasi kardiovaskuler dan miopati

sering lebih menonjol; keluhan yang paling menonjol adalah palpitasi, dispnea padalatihan, tremor, nervous, dan penurunan berat badan.

Tingkat 2 mewakili terkenanya jaringan lunak dengan edema periorbital; kongestiatau kemerahan konjungtiva dan pembengkakan konjungtiva (kemosis). Tingkat 3mewakili proptosisi sebagaimana diukur dengan eksoftalmometer Hertel. Instrumen

ini terdiri dari 2 prisma dengan skala dipasang pada suatu batang. Prisma-prisma ini

diletakkan pada tepi orbital lateral dan jarak dari tepi orbital ke kornea anteriordiukur dengan skala . Tingkat 4 mewakili keterlibatan otot yang paling sering terkena

adalah rektus inferior, yang merusak lirikan ke atas. Otot yang kedua paling sering

terkena adalah rektus medialis dengan gangguan lirikan ke lateral. Tingkat 5mewakili keterlibatan kornea (keratitis), dan tingkat 6 hilang- nya penglihatan akibat 

terkenanya nervus optikus. Seperti disebutkan di atas, oftalmopatia disebabkan

infiltrasi otot-otot ekstraokular oleh limfosit dan cairan edema pada suatu reaksiinflamasi akut. Orbita berbentuk konus ditutupi oleh tulang; dan pembengkakan otot-

otot ekstraokular karena ruang tertutup ini menyebabkan protopsis bola mata dangangguan pergerakan otot, mengakibatkan diplopia. Pembesaran otot okular dapat 

ditunjukkan dengan baik menggunakan CT scan orbital atau MRI. Bila pembengkakan

Page 13: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 13/24

otot terjadi ke posterior, menuju apeks dari konus orbitalis, nervus optikus tertekandan bila hal ini terjadi, inilah yang akan mungkin menyebabkan hilangnya

penglihatan. Dermopatia tiroid terdiri dari penebalan kulit, terutama kulit di atas tibia

bagian bawah, yang di- sebabkan penumpukan glikosaminoglikans . Hal ini relatif jarang terjadi pada kirakira 2-3% pasien dengan penyakit Graves. Biasanya

dihubungkan dengan oftalmopati dan titer serum TSH-R Ab [stim] yang sangat tinggi.

Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubti. Kadang-kadang mengenai seluruh

tungkai bawah dan dapat meluas sampai ke kaki. Keterlibatan tulang (osteopati)dengan pembentukan tulang subperiosteal dan pembengkakan terutama ej las pada

tulang-tulang metakarpal. Ini juga adaalh penemuan yang relatif jarang. Penemuan

yang lebih sering pada penyakit Graves adalah pemisahan/separasi kuku daribantalannya atau onikolisis.

B. Pemeriksaan Laboratorium : Hasil pemeriksaan laboratorium pada

hipotiroidisme lelah dijelaskan pada bagian uji tiroid. Sebenarnya, kombinasi

peningkatan FT4I atau FT4 dan TSH tersupresi membuat diagnosis hipertiroidisme.Pada penyakit Graves awal dan rekuren, T3 dapat disekresikan pada jumlah berlebih

sebelum T4, jadi serum T4 dapat normal sementara T3 meningkat. Jadi, jika TSHdisupresi dan FT4I tidak meningkat, maka T3 harus diukur. Autoantibodi biasanya

ada, terutama imunoglobulin yang menstimulasi TSH-R Ab [stim]. Ini merupakan ujidiagnostik yang membantu pada pasien tiorid yang “apatetik" atau pada pasien yang

mengalami eksoftalmus unilateral tanpa tanda-tanda yang jelas atau manifestasilaboratorium adanya penyakit Graves. Ambilan radioiodin berguna ketika diduga ada

hipotiroidisme ambilan rendah; ini dapat terjadi pada fase subakut atau tiroiditis

Hashimoto. Jenis hipopertiroidisme ini seringkali sembuh spontan. Scan technetiumatau 123I dapat membantu bila dibutuhkan untuk memperlihatkan ukuran kelenjar

dan mendeteksi adanya nodul "panas" atau "dingin. Sejak uji TSH ultrasensitif dapat 

mendeteksi supresi TSH, uji TRH dan uji supresi TSH jarang dianjurkan. Ekografi danCT scan orbita telah menunjukkan adanya pembesaran otot pada kebanyakan pasien

dengan penyakit Graves walaupun tidak terdapat tanda-tanda klinis oftalmopati. Padapasien dengan tanda-tanda klinis oftalmopati, pembesaran otot orbita sering sangat 

menonjol.

Diagnosis Banding 

Penyakit Graves kadang-kadang terdapat dalam bentuk tidak biasa atau atipis, di

mana diagnosisnya bisa tidak begitu jelas. Atrofi otot yang menonjol mengarah pada

adanya miopati berat yang harus dibedakan darikelainan neurologis primer. Paralisisperiodik tirotoksis biasanya terjadi pada pria Oriental dan datang dengan serangan

mendadak paralisis flasid dan hipokalemia. Paralisis membaik sendirinya dan dapat 

dicegah dengan tambahan K+ dan penghambat beta-adrenergik. Penyakit ini diobatidengan terapi tirotoksikosis yang tepat. Pasien dengan penyakit jantung tiroid

muncul terutama dengan gejala keterlibatan jantung --khususnya fibrilasi atrialrefrakter yang tidak peka terhadap digoksin-- atau gagal jantung dengan curah yang

tinggi. Kira-kira 50% pasien ini tidak terbukti ada penyakit jantung yang mendasari,

dan masalah jantung disembuhkan dengan terapi tirotoksikosis. Pasien-pasien tuaakan datang dengan penurunan berat badan, goiter kecil, fibrilasi atrial lambat, dan

depresi berat, dan tidak ada gambaran klinis adanya peningkatan reaktivitas

katekolamin. Pasien flasid ini menderita "hipertiroidisme apatetik". Akhirnya,

beberapa wanita muda mengalami amenorea dan infertilitas sebagai gejala-gejalaprimer. Pada semua contoh-contoh ini, diagnosis penyakit Graves biasanya dapat 

dibuat dengan pemeriksaan klinis dan laboratoris tersebut di atas.

Pada sindroma disebut "hipertiroksemia disalbuminenik familial" , protein abnormal

seperti albumin ada pada serum yang sebagian mengikat T4 tapi tidak T3. Hal iniberakibat peningkatan T4 dan FT4I serum, tapi T3, T4 bebas, dan TSH normal. Hal

yang penting ialah membedakan keadaan eutiroid dengan hipertiroidisme. Di

samping tidak adanya gambaran klinis hipertiroidisme, T3 serum dan kadar TSHnormal akan menyingkirkan diagnosis hipertiroidisme.

Komplikasi 

Krisis Tirotoksikosis ("thyroid strom") adalah eksaserbasi akut semua gejalatirotoksikosis, sering terjadi sebagai suatu sindroma yang demikian berat sehingga

dapat menyebabkan kematian. Kadang-kadang krisis tiroid dapat ringan dan nampak hanya sebagai reaksi febris yang tidak bisa dijelaskan setelah operasi tiroid padapasien yang persiapannya tidak adekuat. Lebih sering, terjadi dalam bentuk yang

lebih berat, setelah operasi, terapi iodin radioaktif atau partus pada pasien dengantirotoksikosis yang tidak terkontrol adekuat atau selama penyakit atau kelainan stres

yang berat, seperti diabetes yang tidak terkontrol, trauma, infeksi akut, reaksi obat 

yang berat, atau infark miokard. Manifestasi klinis krisis tiroid adalahhipermetabolisme yang menonjol dan respons adrenergik berlebihan. Febris dari 38

sampai 41°C (10-106°F) dan dihubungkan dengan muka kemerahan dan keringat 

banyak. Terdapat takikardi berat sering dengan fibrilasi atrium, tekanan nadi tinggidan kadang-kadang gagal jantung. Gejala susunan saraf pusat termasuk agitasi berat,

gelisah, delirium, dan koma. Gejala gastro- intestinal termasuk nausea, muntah, diare

dan ikterus. Akibat fatal ada hubungannya dengan gagal jantung dan syok (1,2,6)

Pernah diduga bahwa krisis tiroid adalah akibat bahwa pelepasan mendadak atau"dumping" cadangan tiroksin dan triiodotironin dari kelenjar tirotoksis. Pemeriksaan

lebih teliti telah mengungkapkan bahwa kadar T4 dan T3 serum pada pasien dengankrisis tiroid tidaklah lebih tinggi daripada pasien tirotoksikosis tanpa krisis tiroid.Tidak ada bukti bahwa krisis tiroid disebabkan oleh produksi triiodotironin

berlebihan. Ada bukti bahwa pada tirotoksikois terdapat peningkatan jumlah tempat 

Page 14: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 14/24

pengikatan untuk katekolamin, sehingga jantung dan jaringan saraf mempunyaikepekaan yang meningkat terhadap katekolamin dalam sirkulasi. Tambahan pula,

terdapat penurunan pengikatan terhadap TBG, dengan peningkatan T3 dan T4 bebas.

Teori saat ini bahwa dalam keadaan seperti ini, dengan tempat pengikatan yangbertambah yang tersedia untuk katekolamin, suatu penyakit akut; infeksi atau stres

bedah memacu pengeluaran katekolamin, yang bersama-sama kadar T4 dan T3 bebas

yang tinggi, menimbulkan problem akut ini.

Gambaran diagnostik klinis yang paling menonjol dari krisis tirotoksikosis adalah

hiperpireksia yang jauh lebih berat dari tanda-tanda lain. Penemuan laboratoriumtermasuk T4, FT4 dan T3 serum, juga TSH yang tersupresi

3.  Goiter

3.1  DefinisiStruma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena

pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan

fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.

3.2  Etiologi

One of the most common causes of goiter formation worldwide is iodine deficiency. While

this was a very frequent cause of goiter in the United States many years ago, it is no longer 

commonly observed. The primary activity of the thyroid gland is to concentrate iodine

from the blood to make thyroid hormone. The gland cannot make enough thyroid hormone

if it does not have enough iodine. Therefore, with iodine deficiency the individual will

 become hypothyroid. Consequently, the p ituitary gland in the brain senses the thyroid

hormone level is too low and sends a signal to the thyroid. This signal is called thyroid

stimulating hormone (TSH). As the name implies, this hormone stimulates the thyroid to

 produce thyroid hormone and to grow in size. This abnormal growth in size produces what

is termed a “goiter.” Thus, iodine deficiency is one cause of goiter development. Wherever 

iodine deficiency is common, goiter will be common. It remains a common cause of goiters

in other parts of the world.

Hashimoto‟s thyroiditis is a more common cause of goiter formation in the US. This is an

autoimmune condition in which there is destruction of the thyroid gland by one‟s own

immune system. As the gland becomes more damaged, it is less able to make adequate

supplies of thyroid hormone. The pituitary gland senses a low thyroid hormone level and

secretes more TSH to stimulate the thyroid. This stimulation causes the thyroid to grow,

which may produce a goiter.

Another common cause of goiter is Graves‟ disease. In this case, one‟s i mmune system

 produces a protein, cal led thyroid stimulating immunoglobulin (TSI). As with TSH, TSI

stimulates the thyroid gland to enlarge producing a goiter. However, TSI also stimulates

the thyroid to make too much thyroid hormone (causes hyperthyroidism). Since the

 pituitary senses too much thyroid hormone, it stops secreting TSH. In spite of th is the

thyroid gland continues to grow and make thyroid hormone. Therefore, Graves‟ disease

 produces a goiter and hyperthyroidism.

Multinodular goiters are another common cause of goiters. Individuals with this disorder 

have one or more nodules within the gland which cause thyroid enlargement. This is often

detected as a nodular feeling gland on physical exam. Patients can present with a single

large nodule or with multiple smaller nodules in the gland when first detected (see Thyroid 

 Nodule brochure). Thus, in early stages of a multinodular goiter with many small nodules,

the overall size of the thyroid may not be enlarged yet. Unlike the other goiters discussed,

the cause of this type of goiter is not well understood.

In addition to the common causes of goiter, there are many other less common causes.

Some of these are due to genetic defects, others are related to injury or infections in the

thyroid, and some are due to tumors (both cancerous and benign tumors).

3.3  Klasifikasi

Berdasarkan Fisiologisnya 

Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Eutiroidisme 

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkanstimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis

menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm inibiasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi

secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.24 b. Hipotiroidisme 

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehinggasintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk 

mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien

hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyaikelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh

antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.25,26 Gejala hipotiroidisme adalah

Page 15: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 15/24

penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi

berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.

c. Hipertiroidisme 

Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai

respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yangberlebihan.29 Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalamdarah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang

berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa

berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, lebohsuka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-

debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid

tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.

Berdasarkan Klinisnya 

Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagaiberikut :

a. Struma Toksik   

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma

nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk 

anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yangsecara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).

Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan

tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab

tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophthalmic goiter), bentuk 

tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.

Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama

berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasidarah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.

Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan

pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagaihasil pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan

mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah ber at dan

mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanyarasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan

menelan, koma dan dapat meninggal.

b. Struma Non Toksik  

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma

diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh

kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, strumaendemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya

kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon

oleh zat kimia.31

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran inidisebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme

dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai

membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.

Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atauhipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan

akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitupenekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertairasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.

Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas

dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang makayodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin.

Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan

prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %

3.4  Epidemiologi

Distribusi dan Frekuensi

a. Orang

Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005 struma

nodusa toksik terjadi pada 495 orang diantaranya 60 orang laki-laki (12,12 %) dan435 orang perempuan (87,8 %) dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun 259 orang

Page 16: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 16/24

(52,3 2%), struma multinodusa toksik yang terjadi pada 1.912 orang diantaranya17orang laki-laki (8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia yang terbanyak pada

usia 31-40 tahun berjumlah 65 orang (34,03 %).

b. Tempat dan Waktu 

Penelitian Ersoy di Jerman pada tahun 2009 dilakukan palpasi atau pemeriksaan

benjolan pada leher dengan meraba leher 1.018 anak ditemukan 81 anak (8,0%)mengalami struma endemis atau gondok.35 Penelitian Tenpeny K.E di Haiti padatahun 2009 menemukan PR struma endemis 26,3 % yang dilakukan pemeriksaan

pada 1.862 anak usia 6-12 tahun.

Penelitian Arfianty di Kabupaten Madiun tahun 2005 dengan sampel 40 anak yang

terdiri dari 20 anak penderita gondok dan 20 anak bukan penderita gondok menunjukan PR GAKY 31,9 % di Desa Gading (daerah endemik) dan 0,65 % di Desa

Mejaya (daerah non endemik).

3.5  PatofisiologiStruma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan

hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalampembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisismensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-

sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalamfolikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar. Akibat kekuranganyodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel

menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.

Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat 

sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenicagent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves.

Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan

sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea danlitium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma

endemik).

Three categories of problems are responsible for almost all cases of thyroid gland

enlargement: inefficient thyroid hormone production, gland inflammation, andtumors in the thyroid.

First, when the gland is inefficient in making sufficient thyroid hormone, it 

compensates by getting bigger. Worldwide, the most common cause is dietary iodine

deficiency, a condition estimated still to affect 100 million people who live in poverty-

stricken societies. (Figure 5) Iodine is an essential building block for thyroid

hormones; in the absence of adequate supply, the gland becomes larger. When morethan 10% of a population has goiter due to iodine deficiency, it is called endemic

 goiter. Other consequences of severe iodine deficiency include hypothyroidism and

cretinism, a syndrome of mental retardation, short stature, deafness, and

characteristic facial deformities that affects children born to hypothyroid mothers iniodine deficient regions. (For more information, see the International Council for

Iodine Deficiency Disorders website: www.iccidd.org.) People with defects in their

genetic blueprints for the proteins that permit the thyroid gland to make thyroidhormone (e.g., mutations in the molecular pump that enable the thyroid to

concentrate iodine within itself) typically develop a goiter. Certain drugs can also

interfere with normal thyroid function and lead to compensatory gland enlargement,such as lithium carbonate, which causes a goiter in 10% of individuals taking this

medicine.

Second, inflammation of the thyroid gland (thyroiditis) can produce gland swelling.Some forms of thyroid inflammation are quite common, such as autoimmune

thyroiditis and painless (postpartum) thyroiditis. Autoimmune thyroiditis (also calledHashimoto thyroiditis) occurs when a person’s immune system turns against their

own thyroid gland, inflaming it, usually causing the gland to swell, and often making it permanently underactive. Autoimmune thyroiditis can first appear in children and

young adults, but its incidence increases sharply in middle aged and elderly people.

Other types of thyroiditis causing goiter include: 1. painless (postpartum) thyroiditis,a self-limited inflammation of the thyroid that can resolve without treatment and

affects at least five per cent of women in the year after pregnancy; 2. subacute

thyroiditis, which causes painful thyroid enlargement as the result of viral infection;and 3. other rarer forms of infectious thyroiditis; and 4. drug-induced thyroiditis, such

as those caused by amiodarone and interferon alfa; and 5. a rare fibrosing conditioncalled Reidel thyroiditis. (For more information, see Knol on Thyroiditis.)

Third, goiter can be the result of thyroid tumors, which are usually benign, but 

sometimes malignant. Most thyroid tumors present as discrete nodules, but there are

several kinds of thyroid cancer that can cause generalized swelling of the gland. These

include infiltrating papillary thyroid cancer, lymphoma, and anaplastic thyroid cancer.Certain facts make it important to consider the possibility that a goiter might bemalignant. These include one or more of the following symptoms: rapid enlargement 

of a goiter over a few weeks, the onset of new thyroid-related pain, difficultyswallowing, shortness of breath, or coughing up blood; or a goiter in someone with

risk factors for thyroid cancer, such as a person who had childhood radiation to their

neck or who has a close relative with thyroid cancer.

Page 17: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 17/24

 

3.6  Manifestasi klinis

  Swelling or pain in the front of the neck 

  Hoarseness that is new and persistent 

  Cough that is new and persistent 

  Coughing up blood  

  Shortness of breath 

3.7  Diagnosis dan diagnosis banding

a.1. Inspeksi 

Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada

posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi,

ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasiendiminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.

a.2. Palpasi 

Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leherdalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan

menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.

a.3. Tes Fungsi Hormon 

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsitiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan

triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum

mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSHplasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik.

Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadartinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal

pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada

awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodiumradioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam

menangkap dan mengubah yodida.  

a.4. Foto Rontgen leher 

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat trakea (jalan nafas).

a.5. Ultrasonografi (USG) 

Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layarTV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodulyang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang

dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinankarsinoma.  

a.6. Sidikan (Scan) tiroid 

Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-

99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudianberbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasilpemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama

adalh fungsi bagian-bagian tiroid.  

a.7. Biopsi Aspirasi Jarum Halus 

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi

jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsikurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang

kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.  

InspectionBehaviour

  Agitated 

  Anxious 

  Fidgety? 

  Hands 

Page 18: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 18/24

  Dry/Sweaty 

  Thyroid Acropatchy -phalangeal bone overgrowth –  Graves disease 

  Palmar Erythema 

  Peripheral Tremor  – arms straight out in front of them with paper across back 

of hands

Pulse 

  Rate - Tachycardia  – thyrotoxicosis 

  Rhythm  – Atrial fibrillation  – thyrotoxicosis 

Face 

  Dry skin 

  Eyebrows - loss of outer third  – hypothyroidism 

Eyes 

  Exopthalmos  – look from front, side & above – forward displacement of the eye

  Visual Fields 

  Eye Movements 

  Lid Lag - hold finger high & ask patient to follow it, then quickly move it

downwards – upper eyelid lags behind eye

Thyroid

Masses   Ask patient to swallow some water - watch for masses movement

  Protrude tongue -if mass moves it is likely a thyroglossal cyst

Palpationa)  Cervical nodes : Feel for lymphadenopathy

b)  Thyroid: 

  Symmetry 

  Nodular? 

  Size, Shape & Mobility of any masses 

  Ask patient to swallow some water whilst you feel masses movement  

c) Trachea : Any Deviation? 

Percussion: Percuss downwards from sternum  – Retrosternal Mass 

Auscultation: Auscultate each lobe of the thyroid for a bruit - Graves Disease 

Special Tests

  Reflexes - Biceps & Ankle – Hyporeflexia common in hypothyroidism

  Proximal Myopathy  –  Tell patient to stand from a sitting position with arms

crossed  

  Look for pre-tibial myxodema -  associated with Grave’s Disease 

Thyroid function tests

Main method of diagnosis: 

  Serum TSH 

  Free T3 

  Free T4 

   A high T3 & T4 confirm presence of hyperthyroidism 

  If TSH is low the problem is likely with the thyroid gland itself  

  If TSH is high it suggests a problem in the pituitary gland or higher up

the chain 

   A low T3 & T4 confirm presence of hypothyroidism 

  If TSH is high the problem is likely with the thyroid gland itself  

  If TSH is low it suggests a problem in the pituitary gland or higher 

 Autoantibodies

  Thyroglobulin antibody (Tg Ab) - present in Graves & Hashimoto’s   Thyroid Peroxidase antibody (TPO Ab) – present in Graves & Hashimoto’s 

  Thyroid-stimulating hormone receptor antibodies (TSH-R) - specific to

Graves 

ECG : Check for presence of atrial fibrillation

Isotope Scan

Page 19: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 19/24

  Visualises thyroid 

   Allows estimation of size 

   Allows areas of increased activity to be seen 

3.8  Komplikasi

3.9  TatalaksanaPenatalaksanaan Medis 

Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara lain

sebagai berikut :

b.1. Operasi/Pembedahan 

Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering

dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasienhipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang

dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada

wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pilKB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak 

tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehinggadapat diketahui keadaan fungsi tiroid.

Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelumpembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar

3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkintidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan

laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan

pembedahan.

b. 2. Yodium Radioaktif  

Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroidsehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka

pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodiumradioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil

penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resikokanker, leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk 

kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan

empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.

b.3. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid 

Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwapertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk 

menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan

untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjartiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil

(PTU) dan metimasol/karbimasol.

3.9.1  Farmako

Pengobatan Antitiroid

Thiourea (Thionamide) 

  Propylthiouracil (PTU) dan methimazole (MMI) mem-block sintesis hormon

tiroid dengan inhibisi sistem enzim peroksidase dari kelenjar tiroid, sehingga

mencegah oksidasi iodida dan berkutnya penyertaan membentuk iodotirosin dan

akhirnya iodotironin („organifikasi‟), dan dengan inhibisi penggabungan MIT

dan DIT membentuk T4 dan T3. PTU (tapi bukan MMI) juga meng-inhibit

 perubahan perifer dari T4 menjadi T3.

  Contoh dosis awal termasuk PTU 300-600 mg sehari (biasanya dalam tiga

sampai empat dosis terbagi) atau MMI 30-60 mg sehari dalam tiga dosis terbagi.

Terdapat bukti bahwa kedua obat bisa diberikan dalam dosis harian tunggal.

  Perbaikan pada simtom dan abnormalitas laboratorium semestinya muncul dalam

4-8 minggu, sewaktu dosis bisa diturunkan menjadi dosis penjagaan. Perubahan

dosis sebaiknya dilakukan tiap bulan karena T4 endogen akan mencapai kondisi

tunak dalam interval ini. Dosis penjagaan harian adalah PTU 50-300 mg dan

MMI 5-30 mg.

  Terapi obat antitiroid sebaiknya dilanjutkan sampai 12-24 bulan untuk memicu

remisi jangka panjang.

  Pasien sebaiknya diawasi tiap 6-12 bulan setelah remisi. Jika terjadi serangan

ulang, terapi alternatif dengan radioactive iodine (RAI) disukai sebagai rangkaianobat antitiroid kedua, karena terapi lanjutan biasanya jarang memicu remisi.

  Efek samping minor termasuk pruritic maculopapular, arthralgia (= sakit pada

 persendian), demam, dan lukopenia ringan (hitung darah putih <4000/mm3).

Thiourea alternatif bisa dicoba pada situasi ini, tapi cross-sensitivity (reaksi

sensitivitas antar obat) terjadi pada 50% pasien.

Page 20: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 20/24

  Efek samping mayor termasuk agranolusitosis (dengan demam, merasa lemah,

gingivitis, infeksi oropharyngeal, dan hitung granulosit <250/mm 3), anemia

aplastik, sindroma seperti-lupus, polymyositis (= kondisi yang ditandai inflamasi

dan degenerasi dari otot skelet), intoleransi saluran cerna, hepatotoksisitas, dan

hipoprotrombinemia. Agranulositosis, jika terjadi, selalu terjadi dalam tiga bulan

 pertama terapi; pengawasan ru tin tidak dianjurkan karena onset yang mendadak.

Pasien yang telah merasakan efek samping mayor terhadap salah satu thiourea

sebaiknya tidak beralih ke obat lain karena cross-sensitivity (reaksi sensitivitasantar obat). 

 Iodida 

  Iodida sebenarnya menghalangi pelepasan hormon tiroid, inhibit biosintesis

hormon tiroid dengan menghalangi penggunaan iodida intratiroid, dan

menurunkan ukuran dan vaskularitas kelenjar.

  Perbaikan simtom terjadi dalam 2-7 hari sejak memulai terapi, dan konsentrasi

serum T3 dan T4 bisa berkurang selama beberapa minggu.

  Iodida sering digunakan sebagai terapi tambahan untuk menyiapkan pasien

dengan penyakit Grave sebelum menjalani operasi, untuk menginhibisi pelepasan

hormon tiroid dan dengan cepat mencapai keadaan euthyroid (= kelenjar tiroid

 berfungsi normal) pada pasien yang sangat tirotoksik dengan dekompensasi

kardia, atau untuk meng-inhibit pelepasan hormon tiroid setelah terapi RAI.

  Kalium iodida tersedia sebagai larutan jenuh (SSKI, 38 mg iodida per tetes)

atau larutan Lugol, mengandung 6,3 mg iodida per tetes (Tabel 18-2).

  Dosis awal tipikal SSKI adalah 3-10 tetes tiap hari (120-400 mg) dalam air atau

 jus. Ketika digunakan untuk mempersiapkan pasien sebelum operasi, sebaiknya

diberikan 7-14 hari sebelum operasi.

  Sebagai pelengkap RAI, SSKI sebaiknya tidak digunakan sebelum tapi sebaiknya

3-7 hari setelah perawatan dengan RAI sehingga radioactive iodine bisa

terkumpul di tiroid.

  Efek samping termasuk reaksi hipersensitivitas (kulit kemerahan, drug fever ,

rhinitis [= inflamasi membran mukosa hidung], conjunctivitis); pembengkakankelenjar ludah, „iodisme‟ (rasa logam, mulut dan tenggorokan terbakar, nyeri

 pada gigi dan gusi, simtom head cold , dan terkadang gangguan perut dan diare);dan ginekomasti.

 Adrenergik blocker  

  β blocker tekah digunakan secara luas untuk mengurangi simom tirotoksik 

seperti palpitasi, cemas, tremor, dan tidak tahan panas. Agen ini tidak 

mempunyai efek pada tirotoksikosis perifer dan metabolisme protein dan tidak 

mengurangi TSAb atau mencegah „badai‟ tiroid. Propanolol dan nadolol secara

 parsial menghalangi perubahan T4 menjadi T3, tapi kontribusinya kecil terhadap

terapi keseluruhan.

  Β blocker biasanya digunakan sebagai terapi tambahan dengan obat antitiroid,

RAI, atau idodida dalam penanganan penyakit Grave atau toxic nodule; pada persiapan sebelum operasi; atau pada „badai‟ tiroid. β blocker adalah terapi

 primer hanya untuk tiroidit is dan hipertiroid yang diinduksi iodin.

  Dosis propanolol yang dibutuhkan untuk mengurangi simtom adrenergik 

 bervariasi, tapi dosis awal 20-40 mg empat kali sehari efektif untuk kebanyakan

 pasien (denyut jantun <90 denyutan per menit). Pasien lebih muda atau dalam

kondisi lebih toksik bisa membutuhkan sampai 240-480 mg/hari).

  β blocker dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif,

kecuali kelainan itu hanya karena takikardi (curah tinggi), dan pada pasien yang

mengembangkan cardiomyopati dan gagal jantung. Efek samping lain termasuk 

mual, muntah, cemas, insomnia, lightheadedness, bradikardi, dan gangguan

hematologi.

  Simpatolitik yang bekerja sentral (seperti, clonidin) dan antagonis Ca channel

 blocker (seperti, diltiazem) bisa berguna untuk mengontrol simtom ketikadikontraindikasikan untuk β blocker. 

 Radioactive iodine 

  Natrium iodida 131 (131I) adalah cairan oral yang terkumpul di tiroid dan

mengganggu sintesis hormon dengan masuk ke hormone tiroid dan tiroglobulin.

Setelah periode beberapa minggu, folikel yang telah diambil RAI dan folikel

disekitarnya mengalami nekrosis selular dan fibrosis jaringan interstitial.

  RAI adalah agen pilihan untuk penyakit Grave, nodul otonom toksik, dan toxic

multinodular goiter. Kehamilan merupakan kontraindikasi absolut untuk 

 penggunaan RAI.

  β blocker adalah terapi tambahan primer untuk RAI, karena bisa diberikan kapan

saja tanpa perlu menyesuaikan dengan terapi RAI.

  Pasien dengan penyakit kardia dan pasien lansia sering dirawat dengan

thionamide sebelum RAI ablation (ablation = pengangkatan jaringan) karena

hormon tiroid akan naik singkat setelah perawatan RAI karena pelepasan

 preformed hormon tiroid.

  Obat-obat antitioid sebaiknya tidak rutin diberikan setelah RAI, karena

 penggunaannya dihubungkan dengan tingginya kejadian serangan hipertiroid

setelah perawatan atau hipertiroid yang bertahan.

Page 21: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 21/24

  Jika iodida diberikan, sebaiknya diberikan 3-7 hari setelah RAI untuk mencegah

interaksi dengan asupan RAI di kelenjar tiroid.

  Target terapi adalah menghancurkan sel tiroid yang hiperaktif, dan dosis tunggal

4000-8000 rad menghasilkan kondisi euthyroid pada 60% pasien setelah 6 bulan

atau kurang. Dosis kedua RAI sebaiknya diberikan 6 bulan setelah RAI pertama

 jika pasien tetap hipertiroid.

  Hipotiroid umum terjadi setelah RAI. Efek samping akut, jangka pendek,

termasuk pelunakan tiroidal ringan dan dysphagia (= kesulitan menelan). Terapi

lanjutan jangka panjang belum terbukti meningkatkan resiko terbentuknya

karsinoma tiroid, leukimia, atau defek kongenital.

Operasi

  Pengangkatan kelenjar tiroid adalah perawatan pilihan untuk cold nodule yang

sudah ada, goiter yang sangat besar, dan pasien yang dikontraindikasikan untuk 

thionamide (yaitu, alergi atau efek samping) dan RAI (yaitu, kehamilan).

  Jika direncanakan tiroidektomi, PTU atau methimazole biasanya diberikan

sampai pasien euthyroid secara biokimia (biasanya 6-8 minggu), diikuti

 penambahan iodida (500 mg.hari selama 10 -14 hari) sebelum operasi untuk 

menurunkan vaskularitas kelenjar. Levothyroxine  bisa ditambahkan untuk 

menjaga kondisi euthyroid sementara thidinamide dilanjutkan.  Propanolol telah digunakan selama beberapa minggu sebelum operasi dan 7-10

hari setelah operasi untuk menjaga denyut <90 denyut per menit. Kombinasi

 pretreatment dengan propano lol dan 10-40 hari kalium iodida juga telah

diajukan.

  Komplikasi termasuk serangan ulang hipertiroid atau hipertiroid yang bertahan

(0,6-0,8%), hipotiroid (sampai 49%), hipoparatiroid (sampai 4%), dan gangguan

 pita suara (sampai 5%). Serangan hipotiroid yang sering membutuhkan terapi

lanjutan.

Perawatan „Badai‟ Tiroid 

  Terapi berikut sebaiknya segera dilakukan: supresi pembentukan dan sekresi

hormon tiroid, terapi antiadrenergik, pemberian glukokortikoid, dan perawatankomplikasi terkait.

  PTU dosis besar adalah thionamide pilihan karena mengganggu produksi

hormon tiroid dan menghalangi perubahan T4 menjadi T3 di perifer.

  Iodida, yang dengan cepat menghalangi pelepasan preformed hormon tiroid,

sebaiknya diberikan setelah terapi PTU dimulai untuk menginhibit penggunaan

iodine oleh kelenjar yang hiperaktif.

  Terapi pendukung, termasuk asetaminofensebagai antipiretik (aspirin dan

 NSAID lain bisa menggantikan hormon ti roid yang terikat), penggantian cairan

dan elektrolit, sedatif , digitalis, antiaritmia, insulin, dan antibiotik sebaiknya

diberikan sesuai indikasi. Plasmapheresis (= pemindahan plama dari darah) dan

dialisis peritoneal telah digunakan untuk mengeluarkan hormon berlebih pada

 pasie yang tidak merespon te rapi konservatif.

  Tabel 18-3

EVALUASI HASIL TERAPI

  Setelah terapi (thionamide, RAI, atau operasi) untuk hipotiroid telah dimulai,

 pasien sebaiknya dievaluasi tiap bulan sampai mencapai kondisi euthyroid.

  Tanda klinik berlanjutnya tirotoksikosis atau perkembangan hipotiroid sebaiknya

diperhatikan.

  Setelah penggantian tiroksin dimulai, target adalah mempertahankan level

tiroksin bebas dan konsentrasi TSH dalam rentang normal. Setelah didapat dosis

tiroksin yang tetap, pasien bisa dievaluasi tiap 6-12 bulan.

PERAWATAN HIPOTIROID

  Levotiroksin (L – tiroksin) adalah obat pilihan untuk penggantian hormon tiroid

dan terapi supresif karena stabil secara kimia, relatif murah, bebas antigen, dan

mempunyai potensi yang seragam; tetapi, semua sediaan tiroid komersial yang

ada bisa digunakan.

  Penggantian sediaan levotiroksin sebaiknya dilakukan dengan hati-hati kecuali

telah dicapai bioekivalensi.

  Karena T3 (dan bukan T4) adalah bentuk aktif biologis, pemberian levotiroksin

menghasilkan penumpukan hormon tiroid yang siap diubah menjadi T3.

  Kolestiramin , kalsium karbonat, sucralfat, aluminium hidroksida, ferrous

sulfate, sediaan kedelai, dan suplemen fiber bisa mengganggu absorpsi

levotiroksin dari saluran cerna. Obat yang meningkatkan kliren T4 noniodinasi

termasuk rifampin, carbamazepin , dan mungkin fenitoin. Amiodarone bisa

menghalangi konversi T4 menjadi T3.

  Pasien muda dengan penyakit yang sudah lama diidap atau pasien lebih tua tanpa

 penyakit kardia yang diketahui bisa memulai terapi dengan levotiroksin 50 μg

sehari dan ditingkatkan menjadi 100 μg sehari setelah 1 bulan.

  Dosis harian awal yang dianjurkan untuk pasien lebih tua atau mereka dengan

 penyakit kardiak adalah 25 μg/hari yang dititrasi dengan peningkatan 25 μg tiap

 bulan untuk mencegah stress pada sistem kardiovaskular.

Page 22: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 22/24

  Levotiroksin adalah obat pilihan pada wanita hamil, dan target perawatan

adalah mengurangi TSH sampai 1 mIu/l dan menjaga konsentrasi T4 bebas pada

rentang normal.

  Pasien dengan hipotiroid subklinik dan peningkatan pada TSH (>10 mIu/l) dan

titer TSAb yang tinggi atau sebelumnya menjalani perawatan dengan 131I bisa

mendapat manfaat dari perawatan dengan levotiroksin.

  Terapi supresif TSH dengan levotiroksin bisa juga diberikan pada pasien dnegan

 penyakit tiroid nodular dan pembesaran goiter, kepada pasien dengan riwayat

iradiasi tiroid, dan untuk pasien dengan kanker tiroid.

  Tiroid USP (atau tiroid terdesikasi/dihilangkan kandungan air) adalah produk 

dari hewan dengan stabilitas hormon yang tidak bisa diprediksi dan bisa

antigenik pada pasien alergi. Merek generik murah bisa tidak bioekivalen.

  Tiroglobulin adalah agen biologis terstandarisasi untuk membuat rasio T4:T3 

2,5:1. agen ini lebih mahal dari ekstrak tiroid dan tidak mempunyai keuntungan

klinik.

  Liothyronine (T3 sintetik) memmpunyai potensi yang seragam tapi dengan efek 

samping kardia yang lebih tinggi, lebih mahal, dan sulit pengawasannya dengan

uji laboratorium konvensional. Respon dimonitor dengan assay TSH.

  Liotrix (T4:T3 dalam rasio 4:1) stabil secara kimia, murni, dan mempunyai

 potensi yang bisa diprediksi t api mahal. Agen ini rasio terapinya rendah karenasekitar 35% T4 dirubah menjadi T3 di perifer.

  Dosis hormon tiroid berlebih bisa menyebabkan gagal jantung, angina pektoris,

dan infark miokardia. Reaksi alergi atau idiosinkrasi bisa terjadi dengan produk 

alami dari hewan seperti tiroid terdesikasi dan tiroglobulin, tapi sangat jarang

dengan produk sintetis yang digunakan saat ini. Hormon tiroid esogen berlebih

 bisa mengurangi densitas tulang dan meningkatkan resiko patah.

PERAWATAN KOMA MYXEDEMA

  Untuk mencegah mortalitas diperlukan terapi segera dan agresif dengan tiroksin 

IV bolus, 300-500 μg. 

  Terapi glukokortikoid dengan hidrokortison IV, 100 mg tiap 8 jam, sebaiknya

diberikan sampai supresi adrenal teratasi.  Sadar, turunnya konsentrasi TSH, dan tanda vital yang normal diharapkan terjadi

dalam 24 jam.

  Dosis penjagaan tiroksin umumnya 75-100 μg sampai pasien stabil dan terapi

oral dimulai.

  Terapi pendukung harus dimulai untuk mempertahankan ventilasi yang cukup,

kondisi euglisemia, tekanan darah, dan suhu tubuh. Kelainan seperti sepsis dan

infark miokardia harus didiagnosa dan dirawat.

EVALUASI HASIL TERAPI

  Konsentrasi serum TSH adalah parameter pengawasan paling sensitif danspesifik untuk penyesuaian dosis levotiroksin. Konsentrasi mulai jatuh dalam jam

dan biasanya akan normal dalam 2-6 minggu.

  Konsentrasi TSH dan T4 sebaiknya diperiksa tiap 6 minggu sampai kondisi

eutiroid tercapai. Peningkatan TSH menunjukkan penggantian yang kurang.

Konsentrasi serum T4 bisa berguna untuk mendeteksi ketidakpatuhan, gangguan

absopsi, atau perubahan pada bioekivalensi produk levotiroksin.

  Pada pasien dengan hipotiroid karena kegagalan hipotalamik atau pituitari,

 perbaikan sindrom klinik dan pemulihan serum T4 ke rentang normal merupakan

satu-satunya kriteria yang ada untuk memperkirakan dosis penggantianlevotiroksin yang sesuai.

3.9.2  Bedah

Indikasi Pembedahan pada Penderita Hypertiroid

o  Kekambuhan setelah terapi yang adekuat 

o  Hypertiroid yang hebat dengan kelenjar tiroid sangat besaro  Hypertiroid yang sulit dikontrol dengan obat anti tiroido  Bila kadar T4 > 70 p mol/L Terutama pada penderita dengan usia

dibawah 40 tahun.

Ada 2 pilihan operasi yang dianjurkan pada penderita hypertiroid :

1.  Bilateral tiroidectomi atau near total thyroidectomy2.  Total thyroidectomy  

Beberapa Ahli Bedah Endokrine, melakukan total tiroidectomi untuk mencegah kekambuhan dan terutama penderita dengan kelainan pada mata.

Page 23: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 23/24

 

Komplikasi Operasi Tiroid

a. Recurrent Larygeal Nerve Injuryb. External Superior Laryngeal Nerve Injury

c. Hypoparathyroidism

d. Laryngealoedema

e. Bleeding --- Haematoma

f. Hypothyroidism

g. Hyperthyroidism

h. Wound Infection

i. Keloid

j. Suture Granuloma

3.10 Prognosis3.11 Pencegahan

Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk 

menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan

yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah :k.  Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku

makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium

l.  Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut 

m.  Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelahdimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk 

menghindari hilangnya yodium dari makanan

Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikankeuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah

luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air

dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida

dalam sediaan air minum.

n.  Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerahendemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua

pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan

menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis

pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin.

o.  Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun

sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan

untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.

Pencegahan Sekunder 

Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit,

mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitaspenyakit 

Pencegahan Tertier

Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial

penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah

sebagai berikut :

a)  Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikandan mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran.

b)  Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan

c)  Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat menerimakehadirannya melalui melakukan fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik,

psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan

Page 24: Pbl Goiter

7/27/2019 Pbl Goiter

http://slidepdf.com/reader/full/pbl-goiter 24/24

rehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang berhubungan dengankecantikan.

4.  MM pandangan islam tentan terapi hormone dan operasi.Terkadang seorang muslim diuji oleh Allah dengan suatu penyakit, dia ingin sembuhdari penyakit 

tersebut, dia mengetahui bahwa berobat dianjurkan, akan tetapi penyakit dimana dia diuji oleh Allah

dengannya, jalan menuju kepada kesembuhannya menurut par adokter adalah operasi. Pertanyaannya

bagaimana pandangan syariat terhadap operasi medis yang umumnya adalah tindakan pembedahan?Dalil-dalil dari al-Qur̀ an dan sunnah menetapkan dibolehkannya operasi medis dengan syarat-

syaratnya, dan bahwa tidak ada dosa atas seorang muslim melakukannya untuk meraih kesembuhan

dari penyakit yang Allah ujikan kepadanya dengan izin Allah.Adapun dalil-dalil tersebut maka ia sebagai berikut:

Firman Allah, “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah diatelah memelihara kehidupan manusia semuanya.”(Al-Maidah: 32)

.Dalam ayat ini Allah memuji orang yang berusaha menghidupkan dan menyelamatkanjiwa dari

kematian dan sudah dimaklumi bahwa dalam banyak kasus operasi medis menjadisebabterselamatkannya jiwa dari kematian yang hampir dipastikan.Tidak sedikit penyakit di mana

kesembuhannya tergantung setelah Allah kepada operasi medis, tanpa operasi penyakit penderita akan

memburuk dan membahayakannya,jika tim medis melakukannya dan penderita sembuh dengan izinAllah berarti mereka telahmenyelamatkannya. Tanpa ragu ini termasuk perbuatan yang dipuji oleh ayat 

di atas.. Adapun dari sunnah maka ada beberapa hadits yang bisa dijadikan pijakan dalammenetapkan

dibolehkannya operasi medis, di antaranya:

1. Hadits hijamah (berbekam)

Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw berbekam di kepalanya. (HR. Al-Bukhari).

Dari Jabir bahwa dia menjenguk orang sakit. Dia berkata, “Aku tidak meninggalkan tempat inisebelum kamu berbekam karena aku mendengar Rasulullah saw bersabda,‘Padanya terdapat 

kesembuhan”. (HR. Al-Bukhari).Hadits tersebut menetapkannya disyariatkannya hijamah dan sudah dimaklumi bahwa hijamah

dilakukan dengan membedah atau menyayat tempat tertentu pada tubuh untuk menyedot darah kotor

dan membuangnya. Jadi disyariatkannya hijamah merupakan dasar dibolehkannya membedah tubuhuntuk membuang penyakit atau penyebab penyakit 

2. Hadits Jabir bin AbdullahJabir bin Abdullah berkata,

“Rasulullah SAW mengirim seorang tabib kepada Ubay bin Kaab maka tabibtersebut memotong pembuluh darahnya dan menempelnya dengan besi panas” . (HR.

Muslim).Dalam hadits ini Nabi SAW menyetujui apa yang dilakukan oleh tabib tersebut 

terhadap Ubay bin Kaab, dan apa yang dilakukan oleh tabib tersebut adalah salah satu

bentuk operasi medis yaitu pemotongan terhadap anggota tertentu. Kemudian darisisi pertimbangan kebutuhan penderita kepada operasi yang tidak lepas dari dua

kemungkinan yaitu menyelamatkan hidup dan menjaga kesehatan,pertimbanganyang dalam kondisi tertentu bisa mencapai tingkat dharurat maka tidak ada alasan

yang rajih menolak operasi medis. Syariat Islam tidak melarang operasi medis secara

mutlak dan tidak membolehkan secara mutlak, syariat meletakkan larangan padatempatnya dan pembolehan pada tempatnya, masing-masing diberi hak dan

kadarnya. Jika operasi medis memenuhi syarat-syarat yang diletakkan syariat maka

dibolehkankarena dalam kondisi ini target yang diharapkan yaitu kesembuhan

dengan izin Allah bisa diwujudkan, sebaliknya jika tim medis berpandangan bahwaoperasi tidak bermanfaat, tidakmewujudkan sasarannya atau justru menambah

penderitaan penderita maka dalam kondisiini syariat melarangnya.Inilah syarat-

syarat dibolehkannya operasi medis yang diletakkan oleh fuqaha Islamdalam buku-buku mereka, syarat-syarat ini diambil dari dasar-dasar kaidah syariat.

1) Hendaknya operasi medis disyariatkan.

2) Hendaknya penderita membutuhkannya.3) Hendaknya penderita mengizinkan.

4) Hendaknya tim medis menguasai.5) Hendaknya peluang keberhasilan lebih besar.

6) Hendaknya tidak ada cara lain yang lebih minim mudharatnya.

7) Hendaknya operasi medis berakibat baik.8) Hendaknya operasi tidak berakibat lebih buruk daripada penyakit penderita