Upload
mirah-wilayadi
View
3
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas
Citation preview
Penanganan Klinis pada Penderita Asma Broncial
Ni Wayan Mirah Wilayadi
Kelompok: F-1
NIM: 102011392
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail : mirah_pooh @yahoo.com
Pendahuluan
Asma bronkial merupakan kelainan saluran napas yang merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit ini dapat terjadi pada berbagai usia, baik laki-laki
maupun perempuan. Dalam dekade terakhir ini prevalensi asma bronkial cenderung meningkat,
Angka kejadian meningkat seiring dengan penyakit alergi akhir-akhir menjadi pola hidup
masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah
satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma.
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total.
Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari
ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor
ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab
serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh
penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama,
sering menjadi problem tersendiri.
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai pintu
pertama yang akan dituju oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus selalu
meningkatkan pelayanan, memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan
kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap
dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya
mencegah terjadinya serangan asma.
Seperti kasus pada PBL yaitu: “Tn A. usia 28 tahun di bawa keluarganya ke UGD RS
UKRIDA karena sesak nafas sejak 12 jam sebelum masuk RS. Pasien tidak demam, batuk ada
sejak 3 hari lalu, dahak sulit keluar, jika keluar kental berwarna putih, tidak terdapt nyeri dada.
1
Pasien mengatakan sesaknya memang sering timbul 2 bulanan ini, namun tidak sesesak
sekarang. Sesak nafasnya biasa muncul pada malam hari. Pasien juga mengatakan lebih mudah
sesak terutama saat suasana dingin dan berdebu. Seingat pasien dalam 2 bulan terakhir dirinya
sudah 4x sesak saat dini hari. Menurut keluarga pasien sesak-sesak yang dialaminya mereda
seiring waktu dengan pasien beristirahat. Pasien sebelumnya belum pernah berobat untuk
keluahan sesak nafasnya. Riwayat merokok sejak usia 17 tahun”, akan coba dibahas sebagai
salah satu kasus yang mungkin akan dokter temukan dalam praktek sehari-hari.
1. Anamnesis
Asma adalah penyakit pernapasan kronik yang ditandai dengan adanya peradangan saluran nafas,
hipersensitivitas dan penurunan aliran keluar (bronkospasme). Penyebab pasti dari asama belum
diketahui. Namun, diyakini sebagai seatu kompleks antara gen, infeksi, dan paparan lingkungan.
Gejala utama asma meliputi sesak nafas, dada terasa menyempit, mengi dan batuk (memburuk di
malam hari).1
Adapun komunikasi yang dapat dilaksanakan antara dokter dengan pasien adalah:
Tahap perkenalan; dengan autoanamnesis
1. Perkenalkan diri secukupnya dan binalah rapport.
2. Tanyakan nama dan usia pasien.
3. Tanyakan pekerjaan pasien.
Tahap anamnesis
1. Kapan Anda mulai menyadari masalah tersebut? Kapan pertama kali masalah ini muncul?
2. Apakah sesak nafas muncul terus menerus? atau hilang timbul?
3. Seberapa jauh Anda dapat berjalan sebelum Anda merasa sesak nafas? Apa yang Anda
rasakan saat menaiki tangga? Seberapa jauh Anda mampu berjalan sebelum mulai sesak?
4. Apa yang membuat sesak nafas berkurang? Beristirahat? Inhaler ?
5. Apa yang membuat sesak nafas memburuk? Seperti berbaring (ortopnea) atau berjalan?
Atau adakah yang membuat sesak (alergen)?
6. Apa yang mebuat sesak nafas memburuk saat tidur? Apakah sesak membuat Anda
terbangun dimalam hari? Berapa kali?
7. Dengan diganjal beberapa bantal Anda tidur malam hari? Apakah akhir-akhir ini
jumlahnya meningkat?
2
8. Apakah Anda mengalami gangguan lainnya sperti batuk? Demam? Nyeri dada? Mengi?
Palpitasi? Pusing? Apakah pergelangan kaki Anda membengkak?
9. Apakah Anda mengalami gangguan berikut: tuberculosis, hipertensi, kolesterol, asma,
atau diabetes? Apakah Anda pernah dirawat dirumah sakit?
10. Apakah Anda sedang menjalani pengobatan? Apakah Anda mengkonsumsi obat? Apakah
Anda alergi terhadap obat tersebut?
11. Apakah di keluarga Anda ada yang mengalami hal yang sama?
12. Anda merokok? Berapa kali sehari? Sudah berapa lama?
13. Apakah Anda minum alcohol? Berapa kali dalam seminggu?
14. Apakah Anda baru saja dangan dari perpergian? Penerbangan jarak jauh?
15. Apakah Anda mengalami kesulitan bernafas ketika anda bekerja? Apakah pekerjaan
terakhir Anda?
16. Apakah Anda memiliki hewan peliharaan, seperti kucing, anjing? Sudah berapa lama
Anda memeliharanya?.1
Setelah melakukan anamnesis yang terkait dengan keluhan pasien seperti yang saya cantumkan
di atas, selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik terkait yang didahului dengan mencuci tangan.
2. Pemeriksaan fisik
1. Menilai Keadaan umum: pasien tampak dalam kesadaran penuh (compos mentis), tampak
sakit sedang dengan keluhan utama sesak nafas.2
2. Pemriksaan tanda-tanda vital:
- Tekanan darah: 110/80 mmHg
- Nadi: 98x /menit
- Suhu: 360C
- Repiration rate: 20 x/menit.
3. Pemeriksaan Fisik Paru:
1. Inspeksi : mata tidak terdapat konjungtiva anemis dan sclera ikterik, bibir tidak tampak
sianosis, simetris tidak ada yang tertinggal, dinding torak tampak mengembang, tampak
adanya retraksi intercosta, takipneu.
2. Palapsi: tidak adanya pembesaran kelenjar getah bening, pada keadaan statis dan
dinamis simetris dan tidak ada bangian yang tertinggal.
3. Perkusi: bisa di dapatkan sonor
3
4. Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang, rhonki tidak terdengar,
bunyi jantung 1,2 murni, tidak terdapat murmur.
Dari pemeriksaan fisik yang didapat diduga pasien mengalami asma bronkialis, namun untuk
memastikan diagnosa, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang.
3. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
b. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
c. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.3
Pada skenario PBL diadapatkan dahak sulit keluar, jika keluar kental berwarna putih, sehingga
perlu untuk dilakuakan pengujian sputum.
2. Pemeriksaan darah
a. Pemeriksaan darah rutin
- Hemoglobin: 13 gram/dL ( agak rendah, nilai rujuakn untuk pria 13,5-17 gram/dL)
- Hematokrit: 35 % ( rendah, nilai rujukan untuk pria = 40-54%)
- Leukosit: 9.000 / mm3 (normal, niali rujukan 5.000-10.000 /mm3)
- Hitung trombosit: 155.000 sel/mm3 ( normal, nilai rujuaka 150.000-400.000 sel/mm3)
- Laju endap darah : tidak ada data
- Hitung eritrosit : tidak ada data
b. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
c. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
d. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi.
e. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan
menurun pada waktu bebas dari serangan.3
4
3. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan
yang didapat adalah sebagai berikut:
- Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
- Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka
dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.3
Gambar 1. Hasil rotgen penderita asma (Sumber: http://emedicine.medscape.com)
4. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi
yang positif pada asma.3
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
- Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise
rotation.
- Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle
branch block).
5
- Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.3
6. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan
asma tidak menyeluruh pada paru-paru.3
7. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan
spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.3
4.Working diagnosa
Dari pemeriksaan fisik dan penunjang yang di lakukan saya mendiagnosa kerja pasien
dengan “asma bronchial”. Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya
respons trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan
maupun sebagai hasil pengobatan. Umumnya diagnosis asma tidak sulit, terutama bila dijumpai
gejala yang klasik seperti sesak napas, batuk dan mengi. Serangan asma dapat timbul berulang-
ulang dengan masa remisi diantaranya. Serangan dapat cepat hilang dengan pengobatan, tetapi
kadang-kadang dapat pula hilang sendiri dengan spontan. Asma dapat pula menjadi kronik
sehingga berlangsung secara terus menerus. Penemuan pada pemeriksaan fisis penderita
tergantung dari derajat obstruksi jalan napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada,
takikardi, pernapasan cepat, sampai sianosis dapat dijumpai pada serangan.
Adapun gejala klinis yang sering dikeluhkan ialah sesak napas mendadak, disertai fase
inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi
(wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita
6
asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul
mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat.
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat
atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau
kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama
sekali. Batuk hampir selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu,
makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.4,5
A. Jenis – jenis asma berdasarkan etiologi
a. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik,
seperti: debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur.
Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka
akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
Asma Ekstrinsik dibagi menjadi :
1. Asma ekstrinsik atopik
Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:
- Penyebabnya adalah rangsangan allergen eksternal spesifik dan dapat diperlihatkan dengan
reaksi kulit tipe 1.
- Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehidupan, 85% kasus timbul
sebelum usia 30 tahun. Sebagian besar mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada masa
puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda
- Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya gejala yang timbul. Jika
serangan pertama pada usia muda disertai dengan gejala yang lebih berat, maka prognosis
menjadi jelek.
- Perubahan alamiah terjadi karena adanya kelainan dari kekebalan tubuh pada IgE yang
timbul terutama pada awal kehidupan dan cenderung berkurang di kemudian hari.
- Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif.
- Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik.
- Ada riwayat keluarga yang menderita asma.
- Terhadap pengobatan memberikan respon yang cepat.4
7
2. Asma ekstrinsik non atopik
Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:
- Serangan asma timbul berhubungan dengan bermacam-macam alergen yang spesifik.
- Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat dan ganda terhadap alergi yang
tersensitasi dapat menjadi positif.
- Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik.
- Timbulnya gejala cenderung pada saat akhir kehidupan atau di kemudian hari.4
b. Intrinsik/idiopatik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik
atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran
pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
Sifat dari asma intrinsik :
- Alergen pencetus sukar ditentukan.
- Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberi hasil negative.
- Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi asma dicetuskan oleh
penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda- beda.
- Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30 tahun dan
disebut juga late onset asma.
- Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali menimbulkan
kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid.
- Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak dapat
dibuktikan dengan keterlibatan IgE
- Kadar IgE serum normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan asma ekstrinsik.
- Selain itu tes serologi dapat menunjukkan adanya faktor rematoid, misalnya sel LE.
- Riwayat keluarga jauh lebih sedikit, sekitar 12-48%.
- Polip hidung dan sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai.4
8
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-
alergik.4
B. Berdasarkan keparahan penyakit
1. Asma intermiten
Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam atau hari, gejala
asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan asimtomatik di antara
waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced Expiratory Value in 1 second (PEV1) >
80%.
2. Asma ringan
Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi mengganggu
aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan PEV1 > 80%.
3. Asma sedang (moderate)
Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari
terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam
keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80% .
4. Asma parah (severe)
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari sering terjadi,
aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%.
C. Berdasarkan terkontrol atau tidaknya asma
Dibagi menjadi 3 yaitu asma terkontrol, asma terkontrol sebagian (partial), dan asma tak
terkontrol. Hal yang membedakan antara asma dan penyakit paru lainnya adalah pada saat
serangan asma dapat hilang dengan ataupun tanpa obat-obatan.4
4. Dignosa banding
a. Bronkitis kronis
Peradangan dan hipersekresi bronkus yang kronik dan sering berjalan progresif lambat yang
ditandai dengan batuk kronik mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling sedikit terjadi
dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan
perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya
9
kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor
pumonal.5
b. Emfisema paru
Terjadi perubahan anatomis yang irreversible disertai kehilangan dinding alveolus. Sesak
merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Penderita
biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tidak ada fase remisi, penderita selalu
merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong,
gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto
dada di dapat adanya hiperinflasi.5
c. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi
bronkus local yang bersifat patologis dan berjalan kronik, presisten atau irreversible. Kelainan
bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi
elemen-elemen elastic, otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh darah. Bronkus yang
terkena umumnya bronkus kecil, bronkus besar umumnya jarang. Ciri khas dari penyakit ini
adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis (50% kasus), sesak
nafas (dispnea) dan pneumonia berulang serta demam berulang karena sering mengalami infeksi
berulang.5
d. Gagal jantung kiri
Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu.
Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika
penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru.5
e. Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan tromboflebitis dengan
gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan
pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural
friction, gallop, sianosis, dan hipertensi.5
5. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronkhial.
10
a. Faktor predisposisi
- Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat
juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
- Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh: makanan dan obat-obatan.
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan.5
- Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.5
- Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera
diobati penderita asma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.5
- Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil,
pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.5
11
- Olah raga atau aktivitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau
aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.5
5. Epidemiologi
Asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan diperkirakan 4-5 % populasi di
Amerika Serikat terjangkit penyakit ini. Angka serupa juga dilaporkan di negara lainnya. Di
Indonesia tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi
di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma
menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis
kronik dan emfisema. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000,
dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di
Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in
Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma)
6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.
Untuk indonesia antara 5 s/d 7 %. Perbandingan antara anak perempuan dan anak laki-
laki 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa perbandingan ini sama di sekitar usia 30 tahun, dan pada
fase menopause perbandingan antara perempuan dan laki-laki relatif tidak jauh berbeda saat
anak. Prevalensi terjadinya asma lebih banyak pada anak kecil dari pada orang dewasa.4,5
6. Anatomi dan Fisiologi Paru
Jalan pernapasan dimulai dari: Kavum nasi berlanjut ke pharynx, larynx, trakea, broncus,
bronkiolus dan berakhir di alveolus.
Gambar 2. Saluran pernapasan (Sumber:
http://medicina-islamica-lg.blogspot.com/2012/02/anatomi)
12
Tujuan dari sistem respirasi adalah pertukaran gas antara tubuh dengan udara luar, dan itu
mempunyai 2 fungsi yang saling berkaitan, pada satu sisi, sistem ini bertugas untuk
mengumpulkan atau mendapatkan oksigen, suatu elemen yang vital untuk aktivitas metabolik
pada semua sel dalam tubuh. Di lain sisi, sistem ini juga bertanggung jawab untuk
mengeliminasi atau mengeluarkan karbon dioksida, suatu produk sampingan yang jika
menumpuk di dalam tubuh akan menjadi racun. Tujuan utama bernapas adalah secara
kontinyu memasok O2 segar untuk diserap oleh darah dan mengeluarkan CO2 dari darah.
Darah bekerja sebagai sistem transpor untuk O2 dan CO2 antara paru dan jaringan, dengan sel
jaringan mengekstrasi O2 dari darah dan mengeliminasi CO2 ke dalamnya. Gas mengalir
menuruni gradien tekanan parsial. Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler jaringan
berlangsung secara difusi pasif sederhana O2 dan CO2 menuruni gradien tekanan parsial dan
bagaimana gradien tersebut terbentuk.6
Pertukaran gas dalam proses pernapasan juga dikenal dengan istilah ventilasi paru. Paru-
paru dapat mengadakan proses pertukaran gas tersebut tidak lepas dari peran otot-otot yang
menyebabkan paru-paru dapat mengembang dan mengempes, sehingga terjadi perbedaan
tekanan yang menyebabkan difusi terjadi. Volume paru bertambah dan berkurang sewaktu
rongga toraks mengembang dan berkontraksi. Setiap kali panjang atau ketebalan rongga
toraks meningkat atau menurun, secara bersamaan terjadi perubahan volume paru. Ada dua
jenis pernapasan, bernapas tenang normal dan bernapas dalam. Pada saat bernapas tenang
normal, dilakukan oleh diafragma. Sewaktu inspirasi, kontraksi diafragma menarik
permukaan bawah paru ke bawah. Sewaktu ekspirasi, diafragma melemas, dan recoil elastik
paru, dinding dada, dan struktur-struktur abdomen menekan paru. Sewaktu bernapas dalam,
gaya-gaya elastik kurang memadai untuk menghasilkan ekspirasi yang cepat. Tambahan gaya
terutama dihasilkan oleh kontraksi otot-otot abdomen, yang mendorong isi perut ke atas
menekan diafragma.6
Naik turunnya sangkar iga menyebabkan paru mengembang dan mengempis. Jika
sangkar iga terangkat, tulang-tulang iga akan mengarah hampir ke depan sehingga sternum
juga bergerak ke depan dan menjauhi tulang belakang, meningkatkan ketebalan
anteroposterior dada. Otot yang mengangkat sangkar iga adalah otot inspirasi, temasuk otot
interkostalis eksternal. Otot lain yang membantu adalah otot sternocleidomastoideus, serratus
13
anterior, dan skalenus. Otot yang menekan sangkar iga adalah otot ekspirasi, mencakup otot
interkostalis interna dan rektus abdominis. Otot perut lain menekan isi perut ke arah atas
menuju diafragma.6
7. Patofisiologi
Tanda patofisiologi asma adalah pengurangan diameter jalan nafas yang disebabkan
kontraksi otot polos, kongesti pembuluh darah, edema dinding bronkus dan sekret kental yang
lengket. Hasil akhir adalah peningkatan resistensi jalan nafas, penurunan volume ekspirasi paksa
(forced expiratory volume) dan kecepatan aliran, hiperinflasi paru dan toraks, peningkatan kerja
bernapas, perubahan fungsi otot pernapasan, perubahan recoil elastic, penyebaran abnormal
aliran darah ventilasi dan pulmonal dengan rasio yang tidak sesuai dengan dan perubahan gas
darah arteri. Jadi walaupun asma pada dasarnya diperkirakan sebagai penyakit saluran nafas,
sesengguhnya semua aspek fungsi paru mengalami kerusakan selama serangan akut.5
Gambar 3. Penampang saluran napas (Sumber: http://biomedikamataram.wordpress.com)
Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di
udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut:
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial
paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup
14
alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang
telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan
menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental
dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan
saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume
residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata pada seluruh lapangan paru, ada daerah
paru yang hipoventilasi sehingga mengalami hipoksia. Ditandai dengan penurunan PaO2
merupakan kelainan yang bersifat subklinis pada asma. Untuk mengatasi kejadian ini tubuh
berusaha mengkompensasi dengan meningkatkan ventilasi sehingga terjadi hiperventilasi. Akibat
dari hiperventilasi terjadi pengeluaran CO2 yang berlebihan sehingga PaCO2 menurun akhirnya
terjadilah apa yang disebut dengan alkalosis respiratorik.4,5
Pada serangan asma yang akut terjadi hipersekresi mukus sehingga menutup alveolus dan
media pertukaran gas menjadi lebih sedikit. Hipoksia semakin berat dirasakan dan tubuh
berusaha mengkompensasi dengan menambah kapasitas hiperventilasinya yang terjadi adalah
peningkatan produksi CO2 tetapi terjadi keadaan hipoventilasi sehingga retensi CO2
menyebabkan kadar CO2 menjadi tinggi (hiperkapnia) dan kemudian asidosis respiratorik
menyusul kemudian. Hipoksia yang berlangsung lama akan menuju terjadinya asidosis
metabolik dan terjadi shunting yaitu peredaran darah paru tanpa melalui sistem pertukaran gas
yang baik dan keadaan-keadaan ini memperburuk hiperkapnia yang telah ada.
15
Gambar 4. Skema patofisiologi asma bronkialis (Sumber: http://www.made4ll.com/disease)
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk
dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati juga pada pasien dengan
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah
pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat
meningkat (takipneu), otot bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase
permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau
sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena
menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi
kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi
katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.
16
8. Penatalaksanaan
A. Medikamentosa
Tujuan pengobatan simpatomatik adalah :
a. Mengatasi serangan asma dengan segera.
b. Mempertahankan dilatasi bronkus seoptimal mungkin.
c. Mencegah serangan berikutnya.
Obat pilihan untuk pengobatan simpatomimetik adalah :
a. Bronkodilator golongan simpatomimetik (beta adrenergik / agonis beta)
1. Adrenalin (Epinefrin) injeksi. Dosis dewasa : 0,2-0,5 cc dalam larutan 1 : 1.000 injeksi
subcutan. Dosis bayi dan anak : 0,01 cc/kg BB, dosis maksimal 0,25 cc. Bila belum ada
perbaikan, bisa diulangi sampai 3 X tiap 15-30 menit.
2. Efedrin. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 25 mg. Aktif dan efektif diberikan
peroral.
3. Salbutamol. Salbutamol merupakan bronkodilator yang sangat poten bekerja cepat dengan
efek samping minimal. Dosis : 3-4 X 0,05-0,1 mg/kg BB.7
b. Bronkodilator golongan teofilin
1. Teofilin. Dosis : 16-20 mg/kg BB/hari oral atau IV.
2. Aminofilin. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 200 mg dan injeksi 240 mg/ampul.
Dosis intravena : 5-6 mg/kg BB diberikan pelan-pelan. Dapat diulang 6-8 jam kemudian , bila
tidak ada perbaikan. Dosis : 3-4 X 3-5 mg/kg BB.7
c. Kortikosteroid.
Obat ini tersedia di Puskesmas tetapi sebaiknya hanya dipakai dalam keadaan pengobatan
dengan bronkodilator baik pada asma akut maupun kronis tidak memberikan hasil yang
memuaskan dan keadaan asma yang membahayakan jiwa penderita (contoh : status asmatikus).
Dalam pemakaian jangka pendek (2-5 hari) kortikosteroid dapat diberikan dalam dosis besar baik
oral maupun parenteral, tanpa perlu tapering off. Obat pilihan hidrocortison dan dexamethason.7
d. Ekspektoran.
Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran pernafasan menjadi salah
satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan. Sebaiknya
jangan memberikan ekspektoran yang mengandung antihistamin, sedian yang ada di Puskesmas
adalah Obat Batuk Hitam (OBH), Obat Batuk Putih (OBP), Glicseril guaiakolat (GG).7
17
e. Antibiotik
Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan infeksi saluran
pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.7
B. Non Medikamentosa
1. Pendidikan / edukasi kepada penderita dan keluarga
- Memahami sifat-sifat dari penyakit asm: penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.
Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena faktor tertentu bisa
kambuh lagi. Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan pengobatan
jangka panjang secara teratur.
- Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan, seperti :
1. Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing, kuda dan spora
jamur.
2. Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu.
3. Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan.
4. Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang lembab.
5. Infeksi saluran pernafasan.
6. Pemakaian narkoba atau napza serta merokok.
7. Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan.
8. Stres fisik atau kelelahan
- Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu perbaikan dan
mengurangi serangan :
1. Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan (bersifat
individual).
2. Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es.
3. Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza.
4. Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan.
5. Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan lembab.
Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.
6. Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk dan pilek.
7. Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat simptomatis
maupun obat profilaksis.
18
8. Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak minum air
hangat guna membantu pengenceran dahak.
9. Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat di lingkungan
dengan temperatur hangat.
- Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat – obatan yang diberikan oleh
dokter :
1. Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus.
2. Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan
3. Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak.
4. Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanya infeksi saluran
nafas.
- Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil pengobatan.
- Mengetahui kapan “self treatment” atau pengobatan mandiri harus diakhiri dan segera mencari
pertolongan dokter.7
8. Komplikasi
1 Emfisema
2. Infeksi menahun
3. Bronkiektasis
4. Cor pulmonale menahun.5
9. Prognosis
Pada umumnya bila segera ditangani dengan adekuat pronosa adalah baik. Asma karena faktor
imunologi (faktor ekstrinsik) yang muncul semasa kecil prognosanya lebih baik dari pada yang
muncul sesudah dewasa. Angka kematian meningkat bila tidak ada fasilitas kesehatan yang
memadai.4
Kesimpulan
19
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
Umumnya diagnosis asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala yang klasik seperti sesak
napas, batuk dan mengi. Serangan asma dapat timbul berulang-ulang dengan masa remisi
diantaranya. Serangan dapat cepat hilang dengan pengobatan, tetapi kadang-kadang dapat pula
hilang sendiri dengan spontan. Asma dapat pula menjadi kronik sehingga berlangsung secara
terus menerus. Penemuan pada pemeriksaan fisis penderita tergantung dari derajat obstruksi jalan
napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, takikardi, pernapasan cepat, sampai
sianosis dapat dijumpai pada serangan. Tetapi banyak juga penderita yang asma yang
menimbulkan mengi sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang. Untuk menghindari adanya
komplikasi, diperlukan diagnose tepat dan pengobatan yang tepat sehingga dapat mengurangi
terjadinya komplikasi bahkan kematian.
Daftar Pustaka
20
1. Sritharan K, Elwell V, Sivananthan S. Ragam topic OSCE esensial. Jakarta: EGC; 2011.
h.4-6.
2. Santoso M, Kartadinata H, Hendra W, dkk. Buku panduan ketrampilan medik. Jakarta :
FK UKRIDA ; 2009.
3. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostic. Jakarta : EGC; 2007 h.30-2.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5; Jilid:1.
Jakarta: FKUI; 2006. h.404-14.
5. Isselbacher, Braunwald, Wilson, dll. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam; alih
bahasa Hartono A, dkk; editor bahasa Indonesia Asdie. Edisi ke-13; Vol:3. Jakarta:
EGC; 2000. h.1311-16.
6. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC, 2003: h.266-7.
7. Gunawan GS, dkk. Farmako dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2007.h. 236-9.
21