51
BAB 1 PENDAHULUAN Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15 % penyulit dalam kehamilan. Kasus ini sering dijumpai dan perlu diwaspadai karena merupakan salah satu dari tiga penyulit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu hamil, setelah perdarahan dan infeksi. Pada tahun 2001, berdasarkan The National Center for Health Statistics, secara umum hipertensi dalam kehamilan ternyata ditemukan pada 150.000 atau 3,7 % dari ibu hamil. 1 Pengaruhnya pada ibu hamil bervariasi dari hipertensi ringan, hipertensi berat/krisis hipertensi, eklampsia sampai sindroma HELLP, sedangkan dampak kelainan ini pada janin juga bervariasi dari kelahiran prematur, PJT (Pertumbuhan janin terhambat) sampai kematian janin. 1 Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai proteinuria dan atau edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Di seluruh dunia, WHO melaporkan kejadian preeklampsia berkisar 3-5 % dengan beberapa variasi di beberapa tempat. Di RS Sanglah dari tahun 1997-2000 ditemukan preeklampsia sebesar 3,86 % dari seluruh persalinan dalam kurun waktu tersebut. Sedangkan dari 23 kematian ibu di RS Sanglah selama kurun waktu 3 tahun (2002-2004) ditemukan 6 kematian ibu (26%) yang berhubungan dengan preeklampsia/eklampsia. 2 1

PEB.giok

Embed Size (px)

DESCRIPTION

uuu

Citation preview

BAB 1

BAB 1PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15 % penyulit dalam kehamilan. Kasus ini sering dijumpai dan perlu diwaspadai karena merupakan salah satu dari tiga penyulit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu hamil, setelah perdarahan dan infeksi. Pada tahun 2001, berdasarkan The National Center for Health Statistics, secara umum hipertensi dalam kehamilan ternyata ditemukan pada 150.000 atau 3,7 % dari ibu hamil.1 Pengaruhnya pada ibu hamil bervariasi dari hipertensi ringan, hipertensi berat/krisis hipertensi, eklampsia sampai sindroma HELLP, sedangkan dampak kelainan ini pada janin juga bervariasi dari kelahiran prematur, PJT (Pertumbuhan janin terhambat) sampai kematian janin.1Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai proteinuria dan atau edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Di seluruh dunia, WHO melaporkan kejadian preeklampsia berkisar 3-5 % dengan beberapa variasi di beberapa tempat. Di RS Sanglah dari tahun 1997-2000 ditemukan preeklampsia sebesar 3,86 % dari seluruh persalinan dalam kurun waktu tersebut. Sedangkan dari 23 kematian ibu di RS Sanglah selama kurun waktu 3 tahun (2002-2004) ditemukan 6 kematian ibu (26%) yang berhubungan dengan preeklampsia/eklampsia.2

Sampai saat ini belum diketahui dengan jelas penyebabnya, namun beberapa teori tentang patogenesis telah dikemukakan yang sebagian dapat menjelaskan terjadinya sindrom klinis preeklampsia itu. Hipotesis yang telah diterima secara luas oleh para ahli tentang munculnya sindrom klinis preeklampsia adalah teori iskemik plasenta yang disebabkan oleh kegagalan invasi trofoblas ke dalam arteri spiralis, sehingga menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi terganggu. Iskemik plasenta tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terlepasnya beberapa mediator molekuler yang mempengaruhi fungsi endotel.2,3

Oleh karena belum jelasnya etiologi preeklampsia dan sindrom klinis yang sering terjadi tidak diketahui oleh wanita hamil bersangkutan sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul keadaan yang dapat membahayakan seperti eklampsia. Dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dan menggunakan pendekatan preventive medicine yaitu dengan mengenal faktor risiko (pencegahan primer) dan mengenal tanda-tanda dini preeklampsia (pencegahan sekunder), serta mengenal tanda-tanda munculnya komplikasi preeklampsia (pencegahan tersier) diharapkan kejadian preeklampsia dan kematian akibat preeklampsia dapat diturunkan.3,4Berikut ini akan diuraikan sebuah kasus preeklampsia dari aspek teori, penatalaksanaan, kesesuaian teori dengan penatalaksanaannya. BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi

Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai proteinuria dan/atau edema yang terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu. Untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau mencapai 140 mmHg atau lebih, dengan tekanan diastolik naik 15 mmHg atau mencapai 90 mmHg atau lebih. Pengukuran ini sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali dengan selang waktu 6 jam dan ibu dalam keadaan istirahat. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/L dalam air kencing 24 jam atau 1 g/L dalam satu random sampel, atau dalam pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1/+2 atau lebih. Edema yang merupakan akumulasi cairan ekstravaskuler yang bersifat bebas. Edema pada kehamilan yang terjadi pada tungkai adalah wajar, tetapi bila edema timbul pada muka dan tangan harus dicurigai kemungkinan preeklampsia. Edema pada preeklampsia adalah nonpitting pada jari-jari. Edema tungkai pada preeklampsia kadang-kadang tidak hilang dengan tirah baring.3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,132.2 Epidemiologi

Di seluruh dunia WHO melaporkan kejadian preeklampsia berkisar 3-5% dengan beberapa variasi di beberapa tempat. Sibai (1997), melakukan penelitian multisenter di Inggris dan menemukan kejadian preeklampsia sebesar 7,6%. Marcola (2002), menemukan kejadian preeklampsia di Dublin, Irlandia sebesar 2%. Di Amerika Serikat dilaporkan kejadian preeklampsia sekitar 3-10% dari seluruh kehamilan. Laporan kejadian preeklampsia di Indonesia juga bervariasi antara 3,4-8,5%. Sudinaya (2000), di RS Tarakan kejadian preeklampsia sebesar 4,2%, sedangkan di RS Sanglah dari tahun 1997-2000 ditemukan preeklampsia sebesar 3,86% dari seluruh persalinan dalam kurun waktu tersebut. Sedangkan dari 23 kematian ibu di RS Sanglah selama kurun waktu 3 tahun (2002-2004) ditemukan 6 kematian ibu (26%) yang berhubungan dengan preeklampsia/eklampsia.2,62.3Faktor Predisposisi 13 Primigravida. Hyperplasentosis :

kehamilan ganda, diabetes mellitus, mola hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar. Pernah menderita preeklampsi/eklampsi, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsi/eklampsia. Umur yang ekstrim. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.

2.4 Patogenesis

Penyebab pasti dari sindroma preeklampsia sampai saat ini belum pasti, karena itu terminologi diseases of theory masih melekat pada sindroma ini, sampai saat ini masih banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mempelajari patogenesis penyakit ini.2 Manifestasi klinis dari preeklampsia ini diawali dengan adanya proses patologis yang terjadi di plasenta (placental trigger) dan endotel sebagai organ yang terlibat baik sebagai objek maupun subjek. Pengobatan empiris yang ada sekarang ditujukan untuk memperbaiki kerusakan plasenta dan endotel.

Beberapa teori patogenesis berikut telah diterima secara luas yang dapat menerangkan sebagian dari sindroma klinis preeklampsia (hipertensi, proteinuria, dan edema) , sebagai berikut:21. Teori kegagalan invasi trofoblas (kegagalan remodeling arteria spirales)2,9,13

Pada kehamilan, pembentukan plasenta hemokorial dan pemeliharaan kehamilan tergantung dari proses proliferasi, migrasi, dan invasi trofoblas ke dalam desidua maternal dan miometrium pada masa kehamilan yang sangat dini. Proses invasi trofoblas ini menyebabkan transformasi atau perubahan dari arteria spirales yang mensuplai darah ke ruang intervili. Perubahan yang dimaksud adalah pelebaran lumen arteria spirales yang disebabkan oleh digantinya lapisan endotel dan lamina elastik internal oleh trofoblas, sehingga pembuluh darah membentuk sinusoid-sinusoid, yang bersifat low-pressure dan high flow system yang memungkinkan suplai darah ke plasenta dan fetus. Sampai sekarang mekanisme invasi trofoblas pada kehamilan yang normal dan tidak normal masih kontroversi, disebabkan karena penelitian tentang arteria spirales, sebagian besar melibatkan analisis imunohistokimia dari biopsi plasenta, dimana in vitro sangat sulit mencari model yang cocok untuk melihat secara langsung interaksi seluler pada proses invasi. Pada plasenta, cytotrofoblast stem cells berdiferensiasi menjadi 2 populasi sel yang berbeda secara fisik dan fungsi.

Pada trimester pertama, cytotrofoblast stem cells akan membentuk lapisan sinsitiotrofoblas dan beragregasi membentuk sederetan trofoblas yang invasif, yang menyusun vili koriales yang disebut anchoring villous trofoblast. Cytotrofoblast di dalam vili tersebut akan menembus sinsitium pada beberapa tempat sehingga membentuk suatu kelompok sel berlapis yang disebut extravillous trofoblast cells. Kelompok sel inilah yang secara fisik menghubungkan plasenta dengan dinding uterus ibu. Perkembangan selanjutnya dari sel trofoblas ekstravilus itu akan mengikuti 2 jalur, jalur pertama yaitu sel sel tersebut menginvasi dinding uterus (interstitial invasion) dan jalur kedua adalah sel sel itu menembus pembuluh darah (endovascular invasion). Invasi endovaskuler ke areteria spirales ini merupakan bagian yang sangat penting pada proses ini, dimana peristiwa ini terjadi paling awal pada umur kehamilan 4-6 minggu, terjadi dalam dua gelombang, gelombang pertama menembus pembuluh darah di desidua dan yang kedua menembus pembuluh darah pada tingkat miometrium. Penelitian akhir-akhir ini membuktikan dari sediaan biopsi plasenta ternyata ditemukan banyak pembuluh darah miometrial yang mengandung trofoblas pada umur kehamilan 10-12 minggu.

Pada penelitian imunohistokimia dari biopsi plasenta, terbukti bahwa sel-sel trofoblas itu menembus dinding pembuluh darah dan mengalami migrasi sepanjang lumen pembuluh darah, berjalan di sepanjang endotelnya dan menggantikan posisi endotel dan lapisan muskularis dari pembuluh darah itu. Perubahan fisik arteria spirales seperti itu menyebabkan suatu kondisi sirkulasi darah yang high flow dan low resistance sehingga aliran darah ke plasenta menjadi sangat besar. Walaupun peran trofoblas itu sangat besar dalam proses remodeling arteria spirales, namun peranan sel-sel lain dalam pembuluh darah juga sangat penting, misalnya peran sel endotel, sel molekul perekat (cell adhesion molecule/CAM), dan enzim-enzim yang menghancurkan matriks ekstraseluler. Pada preeklampsia, terjadi kegagalan proses invasi, sehingga plasenta menjadi iskemik akibat kurangnya aliran darah ke plasenta.

Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan kegagalan proses invasi trofoblas. Teori pertama adalah teori tekanan oksigen. Teori ini menjelaskan bahwa selama trimester pertama awal diferensiasi trofoblas terjadi pada situasi dimana tekanan oksigen rendah pada trofoblas. Pada sekitar umur kehamilan 10-12 minggu kehamilan, pada saat mana sudah terjadi hubungan antara ruang intervilus dengan darah ibu, maka tekanan oksigen meningkat. Peningkatan tekanan oksigen pada saat ini berhubungan dengan saat invasi trofoblas maksimal ke desidua maternal, yang mana situasi ini memungkinkan sel trofoblas ekstravilus untuk melakukan remodeling arteria spirales. Pada keadaan preeklampsia terjadi pengeluaran Hypoxia Induced-Factor 1 (HIF-1) yang merupakan faktor yang mengaktivasi Transforming Growth Factor - beta 3 (TGF-beta3), yang merupakan inhibitor proliferasi trofoblas. Dengan adanya peningkatan kedua substansi tersebut akan terjadi kegagalan invasi trofoblas.

Teori kedua yang mencoba menjelaskan kegagalan invasi trofoblas adalah teori Angiogenesis, teori ini menyatakan bahwa kelangsungan hidup embrio sangat tergantung dari aliran darah. Ini berarti bahwa harus ada pembuluh darah sebagai perantara yang menghantarkan darah dari desidua maternal ke embrio yang sedang berkembang. Dengan demikian diperlukan proses pembentukan pembuluh darah atau sistem vaskuler yang disebut vaskulogenesis dan angiogenesis sebagai jawaban terhadap terhadap kebutuhan embrio terhadap oksigen dan nutrisi. Vaskulogenesis merupakan suatu proses pembentukan pembuluh darah baru, yang merupakan hasil dari interaksi prekursor angioblas dengan berbagai protein, diantaranya adalah Cell Adhesion Molecules, Extracellular Matrix Components, Transcription Factor, Angiogenic Growth Factors, dan reseptor-reseptornya. Sedangkan Angiogenesis adalah pembentukan cabang-cabang baru dari pembuluh darah utama, yang terjadi pada proses implantasi dan plasentasi. Ada tiga fase pada vaskulo-angiogenesis ini, yaitu fase inisiasi, fase proliferasi-invasi, dan fase maturasi-diferensiasi. Fase inisiasi dimulai minggu ke-3 pasca konsepsi, dimana pada saat ini mulai terbentuk vaskularisasi vili plasenta, pohon vili yang terbentuk pada saat ini terdiri dari vili primer (solid trofoblastic villi) dan vili sekunder (jaringan mesenkim yang longgar yang berasal dari extra embryonic coelomic cavity). Sebelum terbentuknya pembuluh darah yang pertama, sel-sel Hofbauer menghasilkan angiogenic growth factors, dimana kehadirannya pada saat yang sangat dini diperlukan untuk inisiasi vaskulogenesis ini. Beberapa dari angiogenic growth factors itu adalah vascular endothelial growth factor (VEGF), basic fibroblast growth factor (bFGF) dan placenta growth factor (PlGF). VEGF merupakan suatu protein penting yang berfungsi sebagai regulator pertumbuhan dan fungsi. Disrupsi dari gen yangmengkode VEGF telah terbukti menyebabkan gangguan pembentukan dan perkembangan kardiovaskuler yang menyebabkan kematian embrio. Ada banyak tipe dari VEGF ini, namun VEGF tipe 165 merupakan VEGF yang paling kuat dalam perannya sebagai stimulator proliferasi sel endotel, diferensiasi, invasi trofoblas, dan juga melepaskan mediator yang bersifat vasorelaksan. Segera setelah terbentuknya pembuluh darah pertama, fase proliferasi-invasi terjadi dengan terbentuknya cabang cabang pembuluh darah, branching angiogenesis, yang ditandai dengan peningkatan vaskulatur vili, peristiwa ini berakhir sampai akhir trimester pertama. Kemudian sejak umur kehamilan 26 minggu sampai aterm pertumbuhan pembuluh darah vili memasuki fase maturasi-diferensiasi, pada saat ini percabangan kapiler sudah tidak ada lagi (non branching angiogenesis), vili berkembang menjadi matang, yang memungkinkan vili dapat melakukan pertukaran gas. Saat ini telah diketahui pula adanya suatu protein anti-angiogenik yang beredar didalam darah penderita preeklampsia, protein tersebut adalah soluble fms-like tyrosine kinase (sflt-1). Protein ini bertindak sebagai antagonis faktor angiogenik, dengan cara mengikat reseptor PLGF dan VEGF, sehingga peran keduanya dalan proliferasi dan invasi trofoblas menjadi kurang.2. Teori iskemik plasenta, radikal bebas, dan kerusakan endotel2,9,13

Seperti yang dijelaskan di atas, pada preeklampsia terjadi kegagalan invasi trofoblas ke dalam arteria spirales, sehingga terjadi hipoperfusi plasenta. Keadaan ini menyebabkan iskemik plasenta, plasenta yang mengalami iskemik ini akan menghasilkan oksidan yang disebut juga radikal bebas. Radikal bebas atau oksidan ini adalah hasil dari metabolisme oksigen yang mempunyai sifat reaktif ,sangat labil karena mempunyai elektron bebas yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya sehingga radikal bebas ini akan mencari pasangannya atau bereaksi dengan molekul lainnya untuk mencari pasangan elektron sehingga bentuknya menjadi lebih stabil. Radikal bebas yang jumlahnya paling banyak adalah molekul oksigen dengan 2 elektron yang tidak berpasangan, di samping bentuk lainnya seperti anion superoksida (O2-) dan radikal hidroksil (OH-). Asam lemak tak jenuh merupakan pasangan yang paling dicari oleh radikal bebas ini, dari reaksi itu akan terbentuk peroksida lipid. Pasangan yang dicari oleh radikal bebas itu akan memberikan elektronnya, akibatnya pasangan itu pun akan menjadi radikal bebas lagi dan seterusnya sehingga terjadi apa yang disebut reaksi berantai radikal bebas. Asam lemak tak jenuh terdapat di membran endotel, sehingga dengan terbentuknya peroksida lipid itu maka terjadi kehancuran sel endotel dan lebih jauh dapat masuk sampai DNA sel yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan atau mutasi DNA, sehingga sel kehilangan fungsi biologik. Yang amat menakutkan akibat kerusakan sel ialah tidak berfungsinya pompa ion, dengan akibat masuknya Na+ ke dalam sel yang mempercepat edema dan kematian sel. Hipotesis yang penting pada patogensesis preeklampsia adalah terdapatnya senyawa yang dihasilkan oleh jaringan plasenta yang disebut radikal bebas (oksidan) yang masuk ke sirkulasi ibu dan menyebabkan kerusakan endotel. Perubahan fungsi endotel dianggap sebagai penyebab utama timbulnya gejala preeklampsia seperti hipertensi, proteinuria, dan aktivasi sistem koagulasi. Endotel merupakan organ terluas dalam tubuh manusia, yang terdapat sepanjang dinding sebelah dalam pembuluh darah. Endotel ini berperan penting untuk mengontrol aliran darah dan tahanan perifer, melalui mediator mediator kimiawi yang dihasilkan sebagai akibat rangsangan neuronal, kimiawi, dan fisik, yaitu: NO, PGI2 , dan EDHF yang semuanya bersifat vasodilator. Selain itu endotel juga berperan dalam proses trombosis dan hemostasis, dengan demikian peran endotel bukan saja sebagai barier mekanik antara plasma intravaskuler dengan cairan ekstravaskuler, tetapi mempunyai fungsi yang kompleks mengontrol diameter pembuluh darah, aliran darah serta mekanisme pembekuan darah. Karena perannya itulah sel endotel harus mampu merespon situasi stress fisik (tekanan oksigen) yang buruk atau situasi patologik yang buruk, seperti iskemik dan hipoksia. Pada preeklampsia dimana terjadi kerusakan endotel maka fungsi endotel sebagai barier mekanik hilang sehingga terjadi :

kebocoran endotel akibat peningkatan permeabilitas kapiler yang berakibat ekstravasasi cairan intra ke ekstravaskuler, fungsi endotel untuk memproduksi PGI2 dan NO juga menurun sehingga terjadi vasokonstriksi dengan akibat peningkatan tekanan darah.

Perubahan khas pada endotel kapiler glomerulus.

Meningkatan produksi vasopressor

Agregasi trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.

Rangsangan faktor koagulasi.

3. Teori maladaptasi imunologik2,9,13

Adanya faktor imunologik yang berperan dalam munculnya sindroma klinis preeklampsia telah terbukti dengan adanya fakta bahwa primigravida mempunyai risiko lebih besar dibandingkan dengan multigravida, dari kenyataan ini muncul anggapan bahwa preeklampsia adalah the disease of first pregnancy, namun fakta itu menjadi hilang apabila seorang ibu multipara menikah lagi, maka ia akan mempunyai risiko menderita preeklampsia yang lebih besar dibandingkan apabila pasangan/suaminya tetap. Fenomena ini kemudian melahirkan teori the disease of first paternity . Hasil konsepsi berasal dari 2 komponen, dari ayah dan ibu. Dengan demikian seharusnya hasil konsepsi ditolak oleh ibu, namun pada kehamilan normal terjadi adapatasi, dimana human leucocyte antigenG berperan dalam modulasi respon imun, dengan adanya HLA ini maka trofoblas tidak dapat dikenali oleh mekanisme imun ibu, sehingga kehamilan dapat berlangsung dengan baik, tidak demikian halnya dengan preeklampsia dimana telah dibuktikan bahwa HLA jumlahnya menurun atau terdapat HLA dalam bentuk lain, sehingga terjadi penolakan sebagian dari ibu terhadap komponen plasenta. Pendapat lain mengatakan bahwa seorang ibu hamil ada dalam keadaan imunokompeten, dan plasenta merupakan barier sehingga fetus terselamatkan dari reaksi imunologik maternal, namun pendapat ini tidak seluruhnya benar, karena sesungguhnya komponen penting dan pertama kali muncul adalah trofoblas, sehingga fokus penolakan terhadap konseptus sebagai benda asing sebenarnya adalah penolakan terhadap trofoblasnya.

Teori maladaptasi imun ini juga berlaku apabila ibu berganti suami, dimana kemungkinan menderita preeklampsia pada ibu tersebut akan meningkat. Diduga bahwa paparan spermatozoa memberikan efek protektif untuk preeklampsia, dalam arti makin lama seseorang mendapatkan paparan spermatozoa maka kemungkinan terjadinya preeklampsia akan semakin menurun.

Mekanisme yang pasti belum jelas namun diduga bahwa deposisi cairan semen di traktus genitalia wanita dapat merangsang respon inflamasi, dimana terjadi peningkatan TGFB1, kemudian merangsang pelepasan GM-CSF, dan menghambat respon Th1 dan merangsang aktifitas Th2, sehingga aktifitas sitokin proinflamasi menjadi berkurang. Demikian juga paparan spermatozoa itu dapat merangsang makrofag desidual, yang dapat menghambat aktifitas NK cell melalui pelepasan TGFB, IL-10, dan PGE2. Seperti diketahui bahwa pada preeklampsia terjadi peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF alfa, Il-6, dan Il-8.

4. Teori defisiensi mikronutrien2,13

Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa preeklampsia berhubungan dengan adanya defisiensi beberapa mikronutrien, misalnya kekurangan asam folat, vitamin C dan E, kalsium dan asam lemak tak jenuh. Defisiensi asam folat dapat menyebabkan disfungsi endotel dan aterosklerosis melalui kondisi hiperhomosisteinemia.

Homosistein yang berlebih akan cepat mengalami oksidasi sehingga membentuk disulfida campuran, homosistin dan homosistin thiolakton. Selama proses ini akan terbentuk ROS (Reactive Oxygen Species) yaitu anion superoksid dan peroksida hidrogen, yang kita ketahui kedua radikal bebas itu bersifat toksis terhadap endotel.

Vitamin C dan E merupakan antioksidan endogen seluler yang langsung dapat menangkap radikal bebas yang dihasilkan dari peristiwa stres oksidatif pada preeklampsia. Pada preeklampsia diduga terjadi defisiensi vitamin C dan E, sehingga terjadi ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan.

Kalsium telah lama diketahui berperan dalam patogensesis preeklampsia, pada keaadaan defisiensi kalsium kejadian preeklampsia meningkat. Keaadaan itu disebabkan karena adanya vasokontriksi, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan menyebabkan plasenta menjadi iskemik, selanjutnya terjadi reaksi berantai radikal bebas akibat iskemik plasenta.

Konsumsi minyak hati halibut dapat mengurangi resiko preeklamsia. Minyak ikan mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat aktivasi trombosit, produksi tromboxan, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

5. Teori Defisiensi Genetik13

Ada faktor keturunan dan familial model gen single. Genotip ibu lebih menentukan terjadinya HDK secara familial dibanding genotip janin.6. Teori adaptasi kardiovaskular. 13

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahanbahan vasopressor akibat dilindungi oleh prostaglandin (prostasiklin) pada sel endotel pembuluh darah. Pada HDK terjadi imbalance antara bahan vasodilator dan bahan vasokonstriktor, yaitu prostaglandin (prostasiklin) menurun, tromboksan meningkat. Oksida nitrit menurun, dan X endotelin, suatu vasokonstriktor kuat meningkat.

7. Teori inflamasi13

Redman-1999, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklamsia disebabkan kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskuler pada kehamilan, yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh. Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas lekosit yang sangat tinggi pada sirkulasi ibu.

2.5 Diagnosis

Dengan adanya hipertensi yang disertai proteinuria pada kehamilan di atas 20 minggu, sudah dapat untuk menegakkan diagnosis preeklampsia. Namun untuk lebih memudahkan, maka preeklampsia dibagi menjadi 2 yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia berat, dimana hal ini sangat berguna dalam hal melakukan penanganan.

Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan jika terdapat gejala sebagai berikut.

a. Hipertensi

b. Tekanan darah 140/90 mmHg dan kurang dari 160/110 mmHgc. Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg

d. Kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg

1. Proteinuria 0,3 g/L dalam 24 jam atau secara kualitatif sampai +2

Preeklampsia berat didiagnosis bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini :1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan diastolik 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat dan menjalani tirah baring

2. Proteinuria lebih dari 5 g/L dalam 24 jam atau kualitatif +4

3. Oligouria. Jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang disertai kenaikan kadar kreatinin darah

4. Adanya keluhan subjektif

a. Gangguan visus: mata berkunang-kunang

b. Gangguan serebral: kepala pusing

c. Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen

d. Hiperrefleks

5. Adanya sindroma HELLP

6. Sianosis

7. PJT

2.6 Penatalaksanaan Preeklampsia2.6.1 Penatalaksanaan Preeklampsia Ringan3,4,51. Rawat jalan (pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu)a. Banyak istirahat (berbaring/tidur miring)

b. Diet biasa

c. Dilakukan pemeriksaan fetal assessment (USG dan NST) setiap 2 minggu

d. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, homosistein, urin lengkap, fungsi ginjal, gula darah acak.e. Kunjungan ulang setiap 1 minggu

f. Jika terdapat peningkatan proteinuria dirawat sebagai preeklampsia berat

2. Rawat inap

a. Kriteria untuk rawat inap

Hasil fetal assessment meragukan atau jelek sehingga dalam hal ini harus dilakukan terminasi Kecenderungan menuju preeklampsia berat Bila dalam dua kali kunjungan tidak ada perbaikan (2 minggu)b. Evaluasi atau pengobatan selama rawat tinggal

Tirah baring total

Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, homosistein, fungsi hati/ginjal, urin lengkap

Dilakukan fetal assessment Dilakukan pemeriksaan indeks gestosis

3. Evaluasi hasil pengobatan

Pada dasarnya evaluasi pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari fetal assessment. Bila didapatkan hasil:

a. Jelek, dilakukan terminasi kehamilan

b. Ragu-ragu, dilakukan evalasi ulang NST kesejahteraan janin, 1 hari kemudian

c. Baik

Penderita dirawat sekurang-kurangnya 4 hari

Bila preterm penderita dipulangkan

Bila aterm dengan PS baik (lebih dari 5), dilakukan terminasi dengan drip oksitosin

d. Bila didapatkan keluhan subjektif seperti di bawah ini, dirawat sebagai preeklampsia berat

Nyeri ulu hati

Mata berkunang-kunang

Iritabel

Sakit kepala

e. Bila umur kehamilan aterm (lebih dari 37 mg) langsung dilakukan terminasi kehamilan

2.6.2 Penatalaksaaan Preeklampsia Berat3,4,51. Perawatan konservatif

a. Bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa adanya keluhan subjektif dengan keadaan janin baik.

b. Pengobatan dilakukan di kamar bersalin (selama 24 jam)

1). Tirah baring

2).Infus ringer laktat yang mengandung 5% dekstrose, 60-125 cc/jam

3). Pemberian MgSO4

Dosis awal MgSO4 40% 10 gr (im), dilanjutkan dengan MgSO4 40% 5 gr (im) tiap 6 jam sampai dengan 24 jam

Dosis pemeliharaan: MgSO4 40% 5 gr tiap 6 jam sampai 24 jam

Ingat, harus selalu tersedia Ca glukonas 10% sebagai antidotum

4). Diberikan antihipertensi, yang digunakan adalah:

Bila sistolik 180 mmHg atau diastolik 110 mmHg, digunakan injeksi 1 ampul clonidine yang dilarutkan dengan 10 cc larutan. Mula-mula disuntikan 5 cc perlahan-lahan selama 5 menit, 5 menit kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan lagi 5 cc intravena dalam 5 menit sampai tekanan diastolik normal, dilanjutkan dengan nifedipin 3 x 10 mg

Bila tekanan darah sistolik < 180 mmHg dan diastolik < 110 mmHg, antihipertensi yang diberikan adalah nifedipin 3 x 10 mg

5).Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal), dan jumlah produksi urine 24 jam

6).Konsultasi dengan bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian jantung, dan yang lain sesuai dengan indikasi

c. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama 24 jam di ruang bersalin)

1). Tirah baring

2). Medikamentosa

3). Pemerikaan laboratorium: darah lengkap dan hapusan darah tepi, homosistein, fungsi ginjal dan hati, urine lengkap, produksi urine 24 jam, penimbangan berat badan setiap hari dan indeks gestosis

4). Diet biasa

5). Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/Doppler USG)

d. Perawatan konservatif dianggap gagal bila:

1). Adanya tanda-tanda impending eklampsia (keluhan subjektif)

2). Kenaikan progresif dari tekanan darah

3). Adanya sindroma HELLP

4). Adanya kelainan fungsi ginjal

5). Penilaian kesejahteraan janin jelek

e. Penderita boleh pulang bila penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-tanda preeklampsia ringan, perawatan dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 3 hari lagi

f. Bila keadaan penderita tetap, dilakukan pematangan paru dilanjutkan dengan terminasi

2. Perawatan aktif

a. Indikasi :

1). Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek

2).Adanya keluhan subjektif

3). Adanya sindroma HELLP

4). Kehamilan aterm (sama dengan atau lebih dari 37 mg)

5). Apabila perawatan konservatif gagal

6). Dalam 24 jam setelah pengobatan konservatif di kamar bersalin tekanan darah tetap 160/110 mmHg

b. Pengobatan medisinal

1). Segera rawat inap

2). Tirah baring miring ke satu sisi

3). Infus ringer laktat yang mengandung dekstrose 5%, 60-125 cc/jam

4).Pemberian anti kejang MgSO4, dosis awal MgSO4 20%, 4 gr (iv) dan MgSO4 40% 10 gr (im), dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan MgSO4 40% 5 g (im) setiap 6 jam s/d 24 jam pasca persalinan

5). Pemberian anti hipertensi berupa clonidine (iv) dilanjutkan dengan nifedipin 3 x 10 mg atau metildopa 3 x 250 mg, dapat dipertimbangkan bila:

Sistolik 180 mmHg

Diastolik 110 mmHg

c. Pengobatan obstetrik

1). Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif setiap penderita dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin

2). Tindakan sektio sesaria dilakukan bila:

Hasil kesejahteraan janin jelek

Penderita belum inpartu dengan PS jelek (kurang dari 5)

Kegagalan drip oksitosin

3). Induksi dengan drip oksitosin dikerjakan dengan NST baik dan PS baik

4). Pada preeklampsia berat persalinan harus terjadi dalam 24 jam

BAB 3LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Nama

: Ni Made Ning Umur

: 39 tahun

Suku/Bangsa : Indonesia

Agama

: Hindu Pendidikan

: Tamat SD Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Status Perkawinan : Menikah

Alamat

: Antapan Batu Kandik Nusa Penida Klungkung MRS

: 17 April 2007 pkl. 11.27 Wita3.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Tekanan Darah TinggiPasien merupakan rujukan dari PKM Nusa Penida III dengan diagnosis G7P6006, 39-40 mg, T/H, PE. Os datang ke puskesmas untuk kontrol kehamilan di bidan PKM Nusa Penida III. Sebelumnya, pasien kontrol teratur dan pengukuran tekanan darah tetap dalam batas normal. Tensi diketahui tinggi (150/90 mmHg) sejak 17/3/2007. Os kemudian langsung dirujuk ke RS Sanglah Denpasar. Sakit perut tidak ada. Keluar air tidak ada, keluar darah campur lendir tidak ada, gerak anak baik dirasakan mulai 16 minggu usia kehamilan, tidak ada keluhan subyektif seperti pandangan kabur, nyeri di perut kanan atas, mual, muntah, dan kejang disangkal. Berat badan meningkat sesuai dengan umur kehamilanHPHT : 16 Juli 2006

TP : 25 April 2007

ANC : Teratur di bidan. ANC di Sp OG (-), USG (-)Riwayat Menstruasi: Menarche: 14 tahun

Siklus haid: 28 hari

Lama : 5 hari

Riwayat Perkawinan: 1x selama 17 tahun

Riwayat Persalinan: Anak I. , spt, dukun, 16 tahun

II. , spt, dukun, 13 tahun

III. , spt, dukun, 10 tahun

IV. , spt, dukun, 9 tahun

V. , spt, dukun, 6 tahun

VI. , spt, dukun, 4 tahun

VII. Ini

Riwayat Kontrasepsi: IUD ( dilepas 2 th yang lalu)

Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi sebelumnya (-)

Riwayat hipertensi dalam kehamilan di keluarga (-)

Diabetes mellitus (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Asma (-)

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan umum: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital

: Tekanan darah 160/110 mmHg

Nadi 88x / menit

Napas 20x / menit

Suhu 36,8 oC

Berat badan

: 52kg

Tinggi badan

: 146 cm

Status Generalis

Mata

: Anemis ( -/- ), Ikterus ( -/- ), Reflek cahaya (+/+)

Jantung

: S1S2 tunggal, regular, murmur (-)

Paru

: Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

: ~ Status Obstetrikus

Ekstremitas

: Odem (+)/(+) pada kedua tungkai bawah

Refleks patella (+)/(+)Status Obstetrikus

Pemeriksaan Luar: His (-) Tinggi fundus uteri 30 cm, letak bujur 4/5

DJJ (+) 12.11.12

VT (04.15 WITA): P 1 cm, eff 25 % Ketuban (+)

Teraba kepala, denominator belum jelas, H I

Tidak teraba bagian kecil / tali pusat.

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Pemeriksaan17/04/07Satuan

URINE LENGKAP

Protein+1-

PH7,0-

Sedimen leukosit1-2-

Sedimen epitel0-1-

KIMIA

BUN9mg/dl

SC0,7mg/dl

AST23

ALT12IU/L

ALB2,4gr/dl

Glu83mg/dl

LDH525,2U/L

DARAH RUTIN

WBC11,1103/L

HGB9,3gr/dl

PLT429103/L

HCT28,0%

BT2 30-

CT12 00-

AT

BSL : 120-130 bpm

Var : 6-8 bpm

Fad : Akselerasi (+)

Deselerasi (-)FM : 10-15 x/30 detik

Kesimpulan : AT ~ Normal

3.5 Diagnosis

G7P6006, 39-40 minggu, T/H, Grande multipara, Preeklampsia Berat + anemia ringan 3.6 Resume

Pasien 39 tahun, G7P6006, 39-40 minggu, datang ke RSUP Sanglah rujukan PKM Nusa Penida III dengan diagnosis G7P6006, 39-40 minggu. Pada saat diperiksa, tensi Os dikatakan tinggi yaitu 160/110 mmHg. Pasien melakukan ANC teratur di bidan dan tidak pernah ANC ke Sp.OG. Keluhan subyektif (-). Berat badan meningkat sesuai dengan umur kehamilan. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus , asma, jantung disangkal.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 160/110 mmHg, Nadi 88x/menit, respirasi 20x/menit. Status general dalam batas normal.

Dari status obstetrikus didapatkan FUT 30 cm, His (-), DJJ (+) 12.13.12

Dari VT didapatkan P 1 cm, eff 25 % Ketuban (+),teraba kepala, denominator belum jelas H I Tidak teraba bagian kecil / tali pusat Dari hasil pemeriksaan Laboratorium didapatkan proteinuria +1.

AT didapatkan dalam batas normal.

3.7 PenatalaksanaanRencana diagnosis : (-)Rencana Terapi

MRS Terminasi kehamilan dengan ripening misoprostol 50 meq @ 4 jam Injeksi MgSO4 20% 4 gram IV pelan-pelan selama 15 menit, 10 mg MgSO4 40% 10 gr im , dilanjutkan dengan MgSO4 40% 5 gr IM bokong kanan-kiri tiap 6 jam sampai 24 jam post partum Nifedipin 3 x 10 mg (bila MAP 125 mmHg)Rencana monitoring

Observasi keluhan, denyut jantung janin, tanda vital, tanda intoksikasi MgSO4 Evaluasi pemberian misoprostol setelah 24 jam.

Tanda inpartu

Rencana edukasi

KIE penderita dan keluarga tentang rencana perawatan

3.8 Catatan Kemajuan dan Laporan Partus17 Maret 200710.30 IVFD D 5% 20 tts/menit, MgSO4 20% 4 gram loading dose IV pelan-pelan selama 15 menit, dilanjutkan dengan MgSO4 40% 5 gr IM bokong kanan-kiri tiap 6 jam sampai 24 jam PP

Nifedipin oral 10 mg

45 His (-) DJJ 12.11.12 11.00His (-) DJJ 11.12.12

15 His (-)DJJ 11.12.12

30 His (-)DJJ 12.11.12 TD = 160/110 mmHg 45 His (-)DJJ 11.12.12

12.00His (-)DJJ 11.12.12 15 His (-)DJJ 11.12.12

30 His (-)DJJ 12.11.12 TD = 160/110 mmHg

45 His (-)DJJ 11.12.12

13.00His (-) DJJ 11.12.12

15 His (-)DJJ 11.12.12

30 His (-)DJJ 12.11.12 TD = 160/110 mmHg

45 His (-)DJJ 11.12.12

14.00Evaluasi Pelvic Score

Vt : P 1 cm, eff 40 %, lunak, medial, Ketuban (+),teraba kepala, denominator belum jelas H I Tidak teraba bagian kecil / tali pusat Dilakukan drip oksitosin 2,5 IU dalam 500 mL D5% mulai 10 tetes/menit, dinaikkan 10 tetes/menit sampai tetes maksimal 60 tetes/menit atau his adekuat.

His (-) DJJ 12.12.12

15 His (-)DJJ 12.12.12

30 His (-)DJJ 12.11.12 TD = 160/110 mmHg

45 His (-)DJJ 11.12.12

15.00His (-)DJJ 11.12.12

15 His (-)DJJ 11.12.12

30 His (-)DJJ 12.11.12 TD = 160/110 mmHg

45 His (-)DJJ 11.12.12

16.00His (-) DJJ 11.12.12

15 His (-)DJJ 11.12.12

30 His (-)DJJ 12.11.12 TD = 160/110 mmHg

45 His (-)DJJ 11.12.12

17.00Evaluasi fls I habis

St. Present : TD : 150/ 100, Nadi 84x/menit, RR : 20 x/menit

St. Obstetri : His (-) DJJ 12.12.12

VT : Pembukaan 1 jari, eff 40% ketuban (+), lunak, teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan setinggi HI, tidak teraba bagian kecil/ tali pusat

Assement : G7P6006, 39-40 minggu, T/H, grande multipara, PE berat +anemia ringan

Pdx.:-

Tx. Lanjut drip oksitosin drip fls II, 5IU dalam 500mL D5%

MgSO4 seuai protap

Mx. Observasi keluhan, Vital sign, djj, tanda inpartu, tanda intoksikasi MgSO4

15 His (-)DJJ 12.12.12

30 His (-)DJJ 12.12.12 TD = 160/110 mmHg

45 His (-)DJJ 12.12.12

18.00His (-) DJJ 12.12.12

15 His (-)DJJ 12.11.12

30 His (-)DJJ 12.11.12 TD = 160/110 mmHg

45 His (-)DJJ 12.12.12

19.00Evaluasi fls II habis

St. Present : TD : 160/ 100, Nadi 80x/menit, RR : 20 x/menit

St. Obstetri : His (-) DJJ 12.12.12

VT : Pembukaan 1 jari, eff 40% ketuban (+), lunak,anterior, teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan setinggi HI, tidak teraba bagian kecil/ tali pusat

;

Assement : G7P6006, 39-40 minggu, T/H, grande multipara, PE berat +anemia ringan, gagal oksitosin drip

Pdx.:-

Tx. Usul SC cito, siapkan darah, ampisilin 2 gr iv, hubungi pediatri

Mx. Observasi keluhan, Vital sign, djj,

KIE20.30 Telah dilakukan SCTP + tubektomi bilateral (Pomeroy), lahir bayi

, 3050 gram, Panjang badan 48 cm, AS.7-9, anus (+), kelainan (-)

Kesimpulan : P7007 post SC+ tubektomi bilateral hari ke 0 = F.up PE

berat

Pdx. (-)

Tx.IVFD = 10 IU oksitosin 20 tetes/menit sampai dengan 12 jam post SC

Post SC: perawatan HCU sesuai anestesi

MgSO4sesuai protap

Nifedipine 3x 10 mg bila MAP 125

Ampisilin 3x1 gr

Alinamin F 3x 1 ampul

Vitamin C 2x200 mg

Mx. Observasi 2 jam PP

KIEObservasi 2 jam Post SCWAKTUTENSI

(mmHg)NADI

(kali/mnt)KONTRAKSI UTERUSPERDARAHAN

Pk. 21.00140/8084(+) baik(-)

Pk. 21.15140/8084(+) baik(-)

Pk 21.30140/8084(+) baik(-)

Pk. 21.45140/8080(+) baik(-)

Pk. 22.00140/8080(+) baik(-)

Pk. 22.30140/8080(+) baik(-)

Pk. 23.00140/8080(+) baik(-)

3.9 Follow Up HCU18/04/ 2007, jam 10.00

S: keluhan (-)O: St. present TD : 140/90 mmHg, N: 80x/mnt, R: 20x/mnt

St. general

Mata : anemi -/-, ikterus -/-

Thorax : cor/po dbn St. Obstetri

Abdomen : fut 2 jr bpst

Kontraksi (+) baik

BU (+) N,

Luka operasi terawat

Vagina : Lochia (+) rubra

Ass: P7007 post SC+ tubektomi bilateral hari ke 1+ F.up PE beratTx : Mg SO4 40% 5 gram IM bokong kanan-kiri tiap 6 jam sampai 24 jam PP Ampisilin 3x1 gr

Alinamin F 3x 1 ampul

Vitamin C 2x200 mg

Mx : Observasi keluhan, vital sign, tanda intoksikasi MgSO4, lab lengkap tiap hari KIE

18 Maret 2007 pkl. 16.00S: keluhan (-)

O: St. present

TD : 150/90 mmHg, N: 80x/mnt, R: 20x/mnt

St. general

Mata : anemi -/-, ikterus -/-

Thorax : cor/po dbn St. Obstetri

Abdomen : fut 2 jr bpst

Kontraksi (+) baik

BU (+) N

Luka operasi terawat

Vagina : Lochia (+) rubraAss: P7007 post SC+ tubektomi bilateral hari ke 1+ F.up PE beratTx : Mg SO4 40% 5 gram IM bokong kiri Ampisilin 3x1 gr

Alinamin F 3x 1 ampul

Vitamin C 2x200 mg

Mx : Observasi keluhan, vital sign, tanda intoksikasi MgSO4 KIE

18 Maret 2007 pkl. 22.00S: keluhan (-)

O: St. present

TD : 150/90 mmHg, N: 80x/mnt, R: 20x/mnt

St. general

Mata : anemi -/-, ikterus -/-

Thorax : cor/po dbn St. Obstetri

Abdomen : fut 2 jr bpst

Kontraksi (+) baik

BU (+) N

Luka operasi terawat

Vagina : Lochia (+) rubraAss: P7007 post SC+ tubektomi bilateral hari ke 1+ F.up PE beratTx : Mg SO4 40% 5 gram IM bokong kanan Ampisilin 3x1 gr

Alinamin F 3x 1 ampul

Vitamin C 2x200 mg

Mx : Observasi keluhan, vital sign, tanda intoksikasi MgSO4, kontraksi uteri, perdarahan aktif KIE19 April 2007 S: keluhan (-)

O: St. present

TD : 130/90 mmHg, N: 88x/mnt, R: 20x/mnt St. general

Mata : anemi -/-

Thorax : cor/po dbn

Abdomen : fut 2jr bpst

Kontraksi (+) baik

BU (+) N

Luka operasi terawat

Vagina : Lochia (+) rubraAss: P7007 post SC+ tubektomi bilateral hari ke 2 + F.up PE beratTx:

IVFD ( up infus Ampisilin 3x 500mg

Asam mefenamat 3x1 tab

SF 2x1

Nifedipine 3x 10 mg bila MAP 125

Mx: Observasi keluhan, vital sign, CM/CK, lab lengkap : DL, LFT, RFT Albumin, LDH tiap hariKIE

Boleh Pindah ke Ruangan20 April 2007 S: nyeri pada luka operasi

O: St. present

TD : 130/90 mmHg, N: 88x/mnt, R: 20x/mnt St. general

Mata : anemi -/-

Thorax : cor/po dbn

Abdomen : fut 2jr bpst

Kontraksi (+) baik

BU (+) N

Luka operasi terawat

Vagina : Lochia (+)

Ass: P7007 post SC+ tubektomi bilateral hari ke 3 + F.up PE berat

Tx:

Aff infus

Ampisilin 3x 500mg

Asam mefenamat 3x1 tab

SF 2x1

Mx: Observasi keluhan dan vital signKIE

21 April 2007 S: keluhan (-)

O: St. present

TD : 120/80 mmHg, N: 88x/mnt, R: 20x/mnt St. general

Mata : anemi -/-

Thorax : cor/po dbn

Abdomen : fut 2jr bpst

Kontraksi (+) baik

BU (+) N

Luka operasi terawat

Vagina : Lochia (+) serosanguilentaAss: P7007 post SC+ tubektomi bilateral hari ke 4 + F.up PE beratTx:

Ampisilin 3x 500mg

Asam mefenamat 3x1 tab

SF 2x1

BPL

Mx: Kontrol Poliklinik kebidanan 1 minggu Post SCKIE: Mobilisasi dini, ASI eksklusif

BAB 4PEMBAHASAN

Pasien 39 tahun,bangsa Indonesia, agama Hindu, datang ke RSUP Sanglah rujukan PKM Nusa Penida III dengan diagnosis G7P6006, 39-40 minggu. Pada saat diperiksa, tensi Os dikatakan tinggi yaitu 160/110 mmHg (17 April 2007). Hal yang akan dibahas dalam kasus ini adalah :1. Diagnosis. 2. Faktor predisposisi

3. Penatalaksanaan4. Prognosis

4.1 DIAGNOSIS

Berdasarkan klasifikasi hipertensi dalam kehamilan yang direkomendasikan oleh kelompok kerja nasional High Blood Pressure Education Program (2000), maka hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi menjadi :

1. Hipertensi gestasional

Tekanan darah 140/90 mmHg diketahui pada saat pertama kali hamil Tidak ada proteinuria

Tekanan darah kembali normal 12 minggu post partum

Diagnosis akhir dibuat saat post partum

Mungkin ada gejala preeklampsia, misalnya keluhan nyeri epigastrium atau trombositopenia

2. Preeklampsia

Preeklampsia ringan :

Tekanan darah 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu

Proteinuria 300 mg/24 jam atau +1

Edema lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik, kecuali edema anasarka

Preeklampsia berat :

Tekanan darah 160/110 mmHg

Proteinuria 2 g/24 jam atau +2

Creatinine serum 1,2 mg/dl jika sebelumnya tidak diketahui meningkat

Trombosit < 100.000 / mm3 Hemolisis mikroangiopati ( peningkatan LDH )

Peningkatan SGOT / SGPT

Sakit kepala atau keluhan serebral lain atau gangguan penglihatan

Nyeri epigastrium menetap

3. Eklampsia

Kejang yang tidak disebabkan oleh penyebab lain pada wanita dengan preeklampsia

4. Hipertensi kronik

Tekanan darah 140/90 mmHg atau yang didiagnosa sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosa setelah umur kehamilan 20 minggu dan menetap 12 minggu post partum

5. Superimposed preeklampsia Proteinuria yang baru terjadi 300 mg/24 jam pada wanita hipertensi tetapi tidak ada proteinuria sebelum umur kehamilan 20 minggu

Peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit < 100.000 / mm3 pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum umur kehamilan 20 minggu

Dalam kasus ini tekanan darah pasien diketahui meningkat setelah pemeriksaan antenatal pada tanggal 17 Maret 2007 (TD : 160/90 mmHg), dimana pada pemeriksaan antenatal sebelumnya tekanan darah pasien diketahui masih dalam batas normal. Dari hasil anamnesa juga diketahui bahwa pasien tidak memiliki riwayat hipertensi sebelum kehamilan. Umur kehamilan pasien saat itu adalah 39-40 minggu. Hal ini dapat dipastikan dari HPHT pasien tanggal 16 Juli 2006, meskipun pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan USG pada kehamilan ini. Dengan demikian diagnosis hipertensi kronik dan superimposed preeklampsia dapat disingkirkan karena hipertensi timbul setelah umur kehamilan 20 minggu.

Untuk membedakan apakah hipertensi pada pasien ini adalah hipertensi gestasional atau preeklampsia/eklampsia, dilakukan pemeriksaan urine midstream untuk mengetahui apakah terdapat proteinuria atau tidak. Setelah pemeriksaan urine acak dilakukan, diketahui terdapat proteinuria (+1), sehingga kemungkinan hipertensi gestasional dapat disingkirkan. Dengan demikian diagnosis hipertensi dalam kehamilan pada pasien ini dapat dikategorikan ke dalam preeklampsia berat karena umur kehmilan > 20 minggu, dengan peningkatan tekanan darah disertai proteinuri, tidak terdapat riwayat kejang yang menyertai peningkatan tekanan darah (menyingkirkan kemungkinan diagnosis eklampsia). Tidak ditemukan pula tanda-tanda subyektif seperti gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, sakit kepala, mual sehingga pada pasien ini tidak ditemukan tanda impending eklampsia.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 17 April 2007 didapatkan hasil Hb 9,3 g/dL. LFT/RFT dalam batas normal.

Jadi pasien ini didiagnosis dengan G7P6006, 39-40 minggu, T/H,grande multipara, PEB + anemia ringan.

4.2 FAKTOR PREDISPOSISIFaktor predisposisi terjadinya preeklampsia pada pasien ini kemungkinan adalah oleh karena faktor umur ibu yang telah 35 tahun, multipara.Dilihat dari segi umur pada pasien ini yaitu 39 tahun merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya preeklampsia, ini sesuai teori terjadinya preeklampsia

1 Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada multipara kemungkinan kualitas plasenta yamg terbentuk kurang bagus. Hal ini disebabkan hubungan plasenta dan desidua tidak berlangsung baik oleh karena seringnya melahirkan dan trauma persalinan, desidua menjadi atropi dan vaskularisasi juga sudah berkurang. 2.Teori defisiensi gizi

Dilihat dari faktor sosial ekonomi, dimana pasien sebagai ibu rumah tangga, dengan kondisi ekonomi yang kurang baik, kemungkinan terjadi defisiensi nutrisi. Kekurangan asam folat, vitamin C dan E, kalsium dan asam lemak tak jenuh. Defisiensi asam folat dapat menyebabkan disfungsi endotel dan aterosklerosis melalui kondisi hiperhomosisteinemia.

Homosistein yang berlebih akan cepat mengalami oksidasi sehingga membentuk disulfida campuran, homosistin dan homosistin thiolakton. Selama proses ini akan terbentuk ROS (Reactive Oxygen Species) yaitu anion superoksid dan peroksida hidrogen, yang kita ketahui kedua radikal bebas itu bersifat toksis terhadap endotel.

Vitamin C dan E merupakan antioksidan endogen seluler yang langsung dapat menangkap radikal bebas yang dihasilkan dari peristiwa stres oksidatif pada preeklampsia. Pada preeklampsia diduga terjadi defisiensi vitamin C dan E, sehingga terjadi ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan.

Kalsium telah lama diketahui berperan dalam patogensesis preeklampsia, pada keaadaan defisiensi kalsium kejadian preeklampsia meningkat. Keaadaan itu disebabkan karena adanya vasokontriksi, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan menyebabkan plasenta menjadi iskemik, selanjutnya terjadi reaksi berantai radikal bebas akibat iskemik plasenta.

4.3 PENATALAKSANAANKombinasi proteinuria dan hipertensi selama kehamilan secara nyata meningkatkan risiko mortalitas dan morbiditas perinatal. Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit preeklampsia adalah (1) mencegah kejang (2) mencegah gangguan fungsi organ vital (3) terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya, (4) lahirnya bayi sehat yang kemudian dapat berkembang, serta (5) pemulihan sempurna kesehatan ibu.Perawatan pada preeklamsia berat dibagi atas dua unsur :

1. Sikap terhadap penyakitnya :

Pemberian obat-obatan atau terapi medisinalis. Pada pasien ini segera masuk rawat inap. Dasar pemikiran sedini mungkin hospitalisasi ialah : observasi dapat dilakukan secara cermat dan terus-menerus, sehingga evaluasi lebih mudah oleh karena perjalanan penyakit sukar diramalkan. Dianjurkan untuk tirah baring posisi miring ke kiri. Sehingga menghilangkan tekanan rahim pada vena cava inferior, memperlancar aliran balik. Berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Pemberian anti hipertensi (Nifedipin 3 x 10 mg) dan MgSO4 untuk mencegah timbulnya kejang. Hal ini telah sesuai dengan pedoman penatalaksanaan preeklampsia berat yang diterapkan di RSUP Sanglah. 2. Sikap terhadap kehamilannya :

Pada umur kehamilan sudah aterm dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan. Oleh karena pasien ini belum inpartu dengan PS