Upload
others
View
22
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PEMAKAIAN BAHASA VERBAL DAN NONVERBAL
SEBAGAI MANIFESTASI KESANTUNAN MASYARAKAT
SUNDA DI KABUPATEN CIAMIS: KAJIAN
ETNOPRAGMATIK
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister
Oleh:
NENENG TIA ATI YANTI
NIM: 171232013
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Januari 2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
PEMAKAIAN BAHASA VERBAL DAN NONVERBAL
SEBAGAI MANIFESTASI KESANTUNAN MASYARAKAT
SUNDA DI KABUPATEN CIAMIS: KAJIAN
ETNOPRAGMATIK
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Magister
Oleh:
NENENG TIA ATI YANTI
NIM: 171232013
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Januari 2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
MOTTO
لا امح د لل العا للا مح Alhamdulillah ‘Ala Kulli Haal
Artinya:
“Segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan”
(HR. Ibnu Majah)
“Mencintai diri sendiri dan selalu berdamai dengan keadaan”
(Neneng Tia Ati Yanti, 2018)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
ABSTRAK
Yanti, Neneng Tia Ati. (2020). Pemakaian Bahasa Verbal dan Nonverbal sebagai
Manifestasi Kesantunan Berbahasa Masyarakat Sunda di Kabupaten Ciamis:
Kajian Etnopragmatik. Tesis. Yogyakarta: Program Magister Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mendeskripsikan wujud, fungsi, dan makna pragmatik
pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi kesantunan
berbahasa masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Ciamis,
Jawa Barat. Kesantunan termanifestasi melalui tindak tutur yang disertai bahasa
nonverbal kinestetik. Bahasa nonverbal kinestetik tersebut diklasifikasikan
menjadi tiga, yaitu bahasa nonverbal fasial, gestural, dan postural.
Penelitian ini tergolong jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan
pendekatan etnopragmatik. Artinya, penelitian ini mendeskripsikan manifestasi
kesantunan berbahasa masyarakat Sunda melalui pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal berdasarkan konteks yaitu siapa penutur dan mitra tuturnya, tempat
tuturan berlangsung, waktu, situasi/suasana, dan budaya kesantunan masyarakat
Sunda. Sumber data substantif yaitu bahasa verbal dan bahasa nonverbal yang
mengandung kesantunan. Sumber data tersebut ditranskripsi menjadi teks dari
hasil rekaman video dan hasil catatan saat pengumpulan data. Sumber data
lokasional penelitian ini, yaitu kegiatan rutin pada sembilan desa di Kecamatan
Sindangkasih, Kabupaten Ciamis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
mengadaptasi metode etnografi serta menggunakan metode simak. Teknik
analisis data penelitian ini menggunakan flow model yang terdiri dari reduksi
data, penyajian (display) data, penggambaran kesimpulan dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) wujud kesantunan bahasa verbal dan
nonverbal masyarakat Sunda yaitu tindak tutur yang disetai bahasa nonverbal
kinestetik berupa raut/ekspresi wajah menunjukkan pesan fasial, tindak tutur yang
diseratai gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan gerakan tangan yang
menunjukkan pesan gestural serta gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan
gerakan tangan yang menunjukkan kesantunan melalui bahasa nonverbal gestural;
serta tindak tutur yang disertai gerakan seluruh anggota badan yang menunjukkan
kesantunan melalui bahasa nonverbal postural; (2) fungsi kesantunan bahasa
verbal dan nonverbal masyarakat Sunda yaitu (a) komplemen (pelengkap) bahasa
verbal; (b) aksentuasi (penekan) bahasa verbal; (c) regulasi (mengatur) bahasa
verbal; dan (d) repetisi (mengulang) bahasa verbal; serta (3) makna pragmatik
kesantunan bahasa verbal dan nonverbal masyarakat Sunda dapat ditunjukkan
dengan maksud menyampaikan permohonan atau harapan, maksud
menyampaikan informasi, maksud menyampaikan perintah, dan maksud
menyampaikan permohonan maaf.
Kata Kunci: Bahasa verbal, bahasa nonverbal, dan kesantunan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRACT
Yanti, Neneng Tia Ati. (2020). The Use of Verbal and Nonverbal Language as
Manifestation of Sundanese Politeness in Ciamis: Etnopragmatic Study.
Thesis. Yogyakarta: Magister of Indonesian Language and Literature
Education Programme, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata
Dharma University.
This research is describes the form, function, and pragmatic meaning of the
use of verbal and nonverbal language as a manifestation of the politeness of
Sundanese people in Sindangkasih, Ciamis, West Java. Politeness is manifested
through speech acts accompanied by non-verbal kinesthetic language. The
kinesthetic nonverbal language is classified into three, namely nonverbal,
gestural, and postural languages.
This research is classified as a descriptive qualitative research with
ethnopragmatic study. That is, this study describes the manifestation of politeness
in Sundanese language through the use of verbal and nonverbal language based
on context, namely who the speaker and speech partner are, where the speech
takes place, time, situation, and politeness culture of the Sundanese people.
Sources of substantive data are verbal and nonverbal languages that contain
politeness. The locational data source of this study was routine activities in nine
villages in Sindangkasih, Ciamis. Data collection techniques in this study adapted
ethnographic methods and used the method of listening. The data analysis
technique of this study used a flow model consisting of data reduction, data
display, drawing conclusions and verification.
The results showed that (1) the form of politeness of verbal and nonverbal
language of Sundanese people, namely speech act accompanied by kinesthetic
nonverbal language in the form of facial expressions showing facial messages,
speech acts accompanied by movements of some limbs namely eyes and hand
movements that show gestural messages and movements of parts of the limbs,
namely the eyes and hand movements that show politeness through nonverbal
gestural language; as well as speech acts accompanied by movements of all limbs
that show politeness through postural nonverbal language; (2) the function of
politeness of verbal and nonverbal language of Sundanese people, namely (a)
complement (complementary) of verbal language; (b) accentuation (suppressor)
of verbal language; (c) regulation of verbal language; and (d) repetition (repeat)
verbal language; and (3) the pragmatic meaning of the politeness of verbal and
nonverbal language of Sundanese people can be demonstrated with the intention
of conveying a request or hope, the purpose of conveying information, the purpose
of conveying an order, and the intention of delivering an apology.
Key words: Verbal language, nonverbal language, and politeness.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan hidayah dan karunia-nya sehingga tesis yang berjudul Pemakaian
Bahasa Verbal dan Nonverbal sebagai Manietasi Kesantunan Masyarakat Sunda
di Kabupaten Ciamis: Kajian Etnopragmatik dapat penulis selesaikan dengan
baik. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa tesis ini berhasil diselesaikan karena bantuan,
dukungan, bimbingan, doa, nasehat, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah
memperkenankan peneliti menjadi bagian dari mahasiswa FKIP Universitas
Sanata Dharma.
2. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Magister
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang telah mendanpingi peneliti secara akademis selama peneliti
menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma. Sekaligus sebagai
dosen pembimbing II yang dengan sabar membimbing dan memotivasi
peneliti untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
3. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang dengan
bijaksana, sabar, dan penuh ketelitian membimbing, mengarahkan,
memotivasi, dan memberikan berbagai masukan yang sangat berharga bagi
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Seluruh dosen Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indoensia yang memiliki karakteristik masing-masing membekali penulis
dengan berbagai ilmu pengetahuan yang penulis butuhkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
5. Nicholaus Widiastoro selaku sekretariat Program Studi Magister Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia yang dengan sabar memberikan pelayanan
administrasi kepada penulis dalam menyelesaikan urusan administratif.
6. Drs. Paulus Suparno, S.S., M.Hum. selaku Kepala Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma dan segenap staf perpustakaan yang telah menyediakan buku-
buku serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peneliti
untuk menggunakan fasilitas perpustakaan sehingga membantu proses
penulisan tesis ini.
7. Drs. Paulus Suparno, S.S., M.Hum. selaku Kepala Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma dan segenap staf perpustakaan yang telah menyediakan buku-
buku serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peneliti
untuk menggunakan fasilitas perpustakaan sehingga membantu proses
penulisan tesis ini.
8. Segenap masyakarat Sunda di Kecamatan Sindangkasih yang telah bersedia
menjadi sumber data dalam penelitian ini.
9. Bapak Tian Sutian dan Ibu Naning Sudiar, selaku kedua orang tua penullis
yang selalu memberi doa, kasih sayang, dan dukungan untuk kelancaran
dalam menyelesaikan tesis ini.
10. Bapak Maman Tarman dan Ibu Dede Pikoh, selaku kakek dan nenek penulis
yang selalu memberi doa, kasih sayang, dan dukungan untuk kelancaran
penulisan tesis ini.
11. Kedua saudari kandung penulis, Ananda Apriliyanti dan Leysha Octora Putri
yang selalu menghibur dikala jenuh datang.
12. Teman-teman seperjuangan, mahasiswa MPBSI 2017 yang telah bersama-
sama dalam semangat, suka, dan duka yang sama-sama berjuang selama
kurang lebih 2 tahun untuk meraih kesuksesan dalam dunia akademik.
13. Teman-teman Kos Putri 32B yang selalu menghibur saat jenuh datang dan
selalu mendengarkan keluh-kesah yang dirasakan oleh penulis.
14. Semua pihak yang belum disebutkan yang turut membantu penulis untuk
menyelesaikan tesis ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
MOTTO ....................................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLISAN KARYA .................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. xii
DAFTAR BAGAN ........................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xvii
BAB I: PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah ................................................................................... 6
1.3 Rumusan Masalah ................................................................................. 6
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................. 7
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................ 7
1.6 Definisi Istilah ...................................................................................... 10
1.7 Sistematika Penelitian ........................................................................... 11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
BAB II: LANDASAN TEORI ..................................................................... 13
2.1 Kajian Teori ............................................................................................ 13
2.1.1 Bahasa Verbal dan Nonverbal sebagai Alat Komunikasi ........... 12
2.1.2 Wujud Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 16
2.1.3 Fungsi Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 23
2.1.4 Makna Pragmatik Bahasa Verbal dan Nonverbal ....................... 26
2.1.5 Kajian Pragmatik ......................................................................... 27
2.1.6 Konteks........................................................................................ 28
2.1.7 Manifestasi Kesantunan Berbahasa ............................................. 35
2.1.8 Perspektif Etnopragmatik dalam Kesantunan Berbahasa............ 41
2.2 Kerangka Berpikir ................................................................................ 46
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 48
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................ 48
3.2 Sumber Data dan Data ............................................................................ 49
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .................................................. 50
3.4 Instrumen Penelitian ............................................................................... 54
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ........................................................... 55
3.6 Triangulasi .............................................................................................. 58
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 60
4.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian............................................................ 60
4.2 Hasil Penelitian ....................................................................................... 62
4.2.1 Wujud Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 62
4.2.2 Fungsi Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 93
4.2.3 Makna Pragmatik Bahasa Verbal dan Nonverbal ....................... 105
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian .................................................................. 119
4.3.1 Wujud Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 122
4.3.2 Fungsi Bahasa Verbal dan Nonverbal ......................................... 131
4.3.3 Makna Pragmatik Bahasa Verbal dan Nonverbal ....................... 140
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB V: PENUTUP ...................................................................................... 156
5.1 Simpulan ............................................................................................ 156
5.2 Saran ................................................................................................... 159
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 161
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir ...................................................................... 49
Bagan 3.1 Kerangka Teknik Pengumpulan Data ........................................ 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial ............................................. 66
Gambar 4.2 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial ............................................. 67
Gambar 4.3 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial ............................................. 69
Gambar 4.4 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial ............................................. 71
Gambar 4.5 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial ............................................. 74
Gambar 4.6 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural ......................................... 76
Gambar 4.7 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural ......................................... 79
Gambar 4.8 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural ......................................... 81
Gambar 4.9 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural ......................................... 83
Gambar 4.10 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural ....................................... 86
Gambar 4.11 Wujud Bahasa Nonverbal Postural ....................................... 87
Gambar 4.12 Wujud Bahasa Nonverbal Postural ....................................... 89
Gambar 4.13 Wujud Bahasa Nonverbal Postural ....................................... 92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Analisis Data ............................................................................... 58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab satu merupakan bagian pendahuluan dari penelitian ini yang terdiri
atas enam hal, yaitu: (1) latar belakang; (2) batasan masalah; (3) rumusan
masalah; (4) tujuan penelitian; (5) manfaat penelitian; (6) sistematika penyajian;
dan (7) definisi istilah. Berikut ini merupakan deskripsi ketujuh hal tersebut.
1.1 Latar Belakang
Setiap individu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan
sesamanya dalam suatu budaya tertentu. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa,
budaya, dan masyarakat merupakan satu-kesatuan yang erat hubungannya. Sejalan
dengan pernyataan tersebut, Rahardi (2009) mengemukakan bahwa bahasa,
masyarakat, dan budaya adalah tiga entitas yang erat terpadu. Koentjaraningrat
(1994) menyatakan bahwa bahasa termasuk dalam salah satu dari tujuh sistem
budaya di suatu masyarakat. Jadi, bahasa merupaka salah satu aspek budaya suatu
bangsa.
Saat berkomunikasi, manusia menggunakan bahasa verbal dan bahasa
nonverbal agar dapat menyampaikan maksud dengan baik. Bahasa verbal
merupakan bahasa yang disampaikan melalui aspek linguistik (bunyi, kata,
kalimat, dan makna) baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, sedangkan bahasa
nonverbal adalah bahasa yang disampaikan melalui aspek nonlinguistik yaitu
penyampaian pesan yang mengacu pada beberapa cara selain kata, yaitu kontak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
mata, gerakan anggota badan seperti ekspresi wajah, gerakan mata, gerakan
kepala, gerakan tangan, gerakan badan, atau kombinasi yang satu dengan yang
lain. Artinya, kerjasama antara bahasa verbal dan bahasa nonverbal akan
memperlancar komunikasi setiap individu.
Knapp & Hall (2002) mengemukakan bahwa komunikasi verbal dan
komunikasi nonverbal merupakan komunikasi secara umum. Komunikasi verbal
adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, sedangkan komunikasi
nonverbal mengacu pada beberapa cara selain penggunaan kata-kata. Hal tersebut
menunjukkan bahwa bahasa diperlukan untuk berkomunkasi, baik dengan bahasa
verbal maupun bahasa nonverbal. Artinya, penutur dan mitra tutur membutuhkan
peran bahasa verbal dan bahasa nonverbal agar pesan tersampaikan dengan baik.
Masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Ciamis memakai
bahasa Sunda untuk berkomunikasi sehari-hari. Namun saat situasi formal,
masyarakat Sunda tersebut juga menggunakan bahasa Indonesia. Penelitian ini
mengkaji tuturan dalam situasi formal. Kecenderungan bahasa yang digunakan
masyarakat Sunda dalam penelitian ini yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.
Meskipun pada saat tertentu penutur seringkali beralih kode dari bahasa Indonesia
ke bahasa Sunda. Misalnya saat acara sosialisasi, penutur menyampaikan materi
memakai bahasa Indonesia lalu saat sesi tanya jawab beralih kode ke bahasa
Sunda. Hal tersebut menunjukkan masyarakat Sindangkasih, Kabupaten Ciamis
menjunjung tinggi bahasa Sunda sebagai kekhasan sekaligus kenyamanan
masyarakat Sunda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Kerenyahan sifat ramah dan sikap santun yang ditunjukkan masyarakat
Sunda tentu telah menjadi kekhasan bagi masyarakat Sunda. Misalnya, topik
menyapa antara urang Sunda yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum
penutur menyapa mitra tutur dengan tuturan Neng bade kamana? (Bahasa verbal)
tentu akan hadir secara natural kontak mata, penutur dan mitra tutur akan saling
menunjukkan ekspresi wajah yang didukung oleh cara mengucapkan tuturan
tersebut, bahkan memungkinkan adanya gerakan anggota tubuh (seperti menepuk
bahu atau mungkin bersalaman). Hal tersebut merupakan wujud bahasa verbal dan
nonverbal yang mampu menyampaikan maksud kesantunan. Bahasa verbal dan
nonverbal tersebut akan mudah dipahami bila ada konteks yang melingkupinya.
Dengan demikian, maksud akan tersampaikan dengan baik tanpa terjadi salah
tafsir. Jika peran antara bahasa verbal dan nonverbal dapat diekspresikan dengan
maksimal tentu maksud akan tersampaikan dengan baik. Gaya berbahasa dengan
bahasa verbal dan nonverbal seseorang bergantung pada individu tertentu.
Bahfiarti (2013: 56) mengemukakan bahwa manusia disebut sebagai
makhluk sosial karena dalam diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk
beradaptasi, berinteraksi dengan orang lain. Manusia juga tidak dapat hidup
sendiri. Manusia memerlukan bahasa untuk berinteraksi. Bahasa verbal dan
bahasa nonverbal sebagai alat komunikasi yang digunakan manusia untuk
berinteraksi sosial dengan orang-orang di sekitarnya, termasuk orang-orang yang
memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Pragmatik sebagai ilmu bahasa
yang mengkaji pemakaian bahasa di lingkungan masyarakat berdasarkan konteks.
Levinson (1983: 7) mengemukakan bahwa pragmatik merupakan kajian tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
hubungan antara bahasa dan konteks yang secara tata bahasa, atau dikodekan
dalam struktur bahasa.
Ellen (2006) mengemukakan bahwa kesantunan berbahasa merupakan salah
satu cabang pragmatik kontemporer yang lebih populer dan merupakan peranti
yang digunakan secara luas dalam berbagai kajian komunikasi antarbudaya.
Artinya, kajian pragmatik dapat menganalisis kesantunan berbahasa yang
berkaitan dengan pemakaian bahasa dalam lingkungan budaya masyarakat.
Gunawan (2013: 8) mengemukakan bahwa kesantunan berbahasa sangat perlu
untuk dikaji karena kegiatan berbahasa tidak luput dari kehidupan manusia.
Kesantunan merupakan sebuah istilah yang berkaitan dengan kesopanan, rasa
hormat, sikap yang baik, atau perilaku yang pantas. Sejalan dengan hal tersebut,
penelitian ini akan mengkaji pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai
manifestasi kesantunan berbahasa masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih,
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Pranowo (2009: 4) mengemukakan bahwa dalam bahasa lisan, kesantunan
juga dipengaruhi oleh faktor bahasa nonverbal, seperti gerak gerik anggota tubuh,
kerlingan mata, gelengan kepala, acungan tangan, kepalan tangan, tangan
berkacak pinggang, dan sebagainya. Saat penutur mengungkapkan gagasannya,
penutur dan mitra tutur harus memperhatikan kesantunan. Bahasa nonverbal
belum banyak dikaji oleh para linguis Indonesia, padahal bahasa nonverbal
berpengaruh besar dalam berkomunikasi. Saat ini penutur dan mitra tutur
seringkali tidak menyadari peran penting bahasa nonverbal dalam berkomunikasi.
Padahal, sebesar 93 % bahasa nonverbal mampu memperjelas pesan kesantunan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
saat berkomunikasi. Kesantunan dalam berkomunikasi yaitu tersampaikannya
maksud dari kedua pihak melalui bahasa verbal dan nonverbal dengan
kemampuan menjaga harga diri antara penutur dan mitra tutur berdasarkan norma.
Hal yang perlu disadari bahwa bahasa nonverbal pun memiliki peran
penting dalam menyampaikan maksud kesantunan. Faktanya bahwa selain bahasa
verbal, bahasa nonverbal pun mampu memberikan kontribusi besar dalam
berkomunikasi. Hasil penelitian Mehrabian (Lapakko, 2007: 2) mengatakan
bahwa saat berkomunikasi verbal lisan, justru didominasi oleh bahasa nonverbal,
93% menggunakan bahasa nonverbal dan sisanya sebesar 7 % hanya bahasa
verbal. Dalam kehidupan sehari-hari kesantunan berbahasa suatu masyarakat
bukan hanya berkaitan dengan bahasa verbal saja, tetapi juga berikatan dengan
bahasa nonverbal. Mehrabian (2017: 3) menunjukkan beberapa hasil penelitian
terdahulu bahwa bahasa nonverbal dalam berkomunikasi adalah fenomena
komunikasi yang kompleks dan berkontribusi besar pada penyampaian pesan.
Artinya, semakin jelas bahwa peran penting bahasa verbal dan nonverbal dalam
berkomunikasi bahwa pemakaian bahasa verbal dan nonverbal mampu
menunjukkan kesantunan. Bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi
kesantunan berarti bahwa bahasa sebagaai alat komunikasi yang mampu
menunjukkan maksud kesantunan dari kedua pihak (penutur dan mitra tutur).
Kajian etnopragmatik sebagai kajian yang relevan untuk memandang lebih
spesifik terhadap maksud pemakaian bahasa verbal dan nonverbal berdasarkan
latar belakang sosial dan budaya. Oleh karena itu, penelitian ini akan
mendeskripsikan wujud, fungsi, dan makna pragmatik pemakaian bahasa verbal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
dan nonverbal masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa.
Penelitian ini sebagai penelitian awal yang membenarkan bahwa kesantunan dapat
teridentifikasi melalui pemakaian bahasa verbal dan nonverbal. Etnopragmatik
menjadi landasan berpikir dalam penelitian ini untuk mengungkapkan wujud,
fungsi, dan makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai
manifestasi kesantunan.
1.2 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, kajian
ini akan meneliti kesantunan masyarakat Sunda melalui pemakaian bahasa verbal
dan nonverbal secara mendalam. Namun, mengingat akan kedalaman dari kajian
pustaka, ketepatan pembahasan, serta ketelitian hasil penelitian, penelitian ini
dibatasi oleh beberapa hal berikut.
1. Penelitian ini dibatasi pada bahasa nonverbal kinestetik atau gerak tubuh,
yaitu bahasa nonverbal fasial (ekspresi wajah), bahasa nonverbal gestural
(gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan gerakan tangan), dan bahasa
nonverbal postural (gerakan seluruh anggota badan seperti gerakan badan
yang berpindah posisi). Peneliti membatasi hal tersebut untuk mengkaji
secara mendalam bahasa nonverbal yang mengandung makna kesantunan.
2. Penelitian ini dibatasi pada pemakaian bahasa verbal dan nonverbal
masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih sebagai sumber data
penelitian. Peneliti membatasi penelitian ini hanya di Kecamatan
Sindangkasih sebagai penelitian awal dan sebagai upaya pemertahanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
kesantunan berbahasa dan sebagai bentuk sumbangsih penelitian
etnopragmatik di tanah kelahiran peneliti.
3. Penelitian ini juga dibatasi oleh kegiatan rutin dalam acara pengajian, PKK,
posyandu, dan sosialisasi pada sembilan desa sebagai bentuk interaksi
masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih. Peneliti membatasi hal
tersebut untuk mengkaji secara mendalam bahasa verbal dan nonverbal yang
mengandung makna kesantunan.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, rumusan masalah
utama dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana pemakaian bahasa bahasa verbal
dan nonverbal masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa?”
Berdasarkan rumusan masalah utama di atas, disusun submasalah sebagai
berikut.
1. Wujud bahasa verbal dan nonverbal apa sajakah yang dipakai masyarakat
Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa?
2. Fungsi bahasa verbal dan nonverbal apa sajakah yang dipakai masyarakat
Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa?
3. Makna pragmatik bahasa verbal dan nonverbal apa sajakah yang dipakai
masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
1.4 Tujuan Penelitian
Selaras dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, tujuan penelitian ini
yaitu untuk mendeskripsikan pemakaian bahasa verbal dan nonverbal
masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa. Kemudian tujuan
dari sub-sub tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan wujud pemakaian bahasa verbal dan nonverbal masyarakat
Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa.
2. Mendeskripsikan fungsi pemakaian bahasa verbal dan nonverbal masyarakat
Sunda dalam berkomunikasi sebagai manifestasi kesantunan berbahasa.
3. Mendeskripsikan makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal
masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi
kesantunan masyarakat Sunda diharapkan dapat bermanfaat bagi khalayak yang
memerlukan kajian ini. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dibahas pada
subbab sebelumnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
khalayak baik manfaat teoretis dan praktis.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gagasan baru dalam khazanah
linguistik, khususnya bidang kajian pragmatik. Penelitian pemakaian bahasa
verbal dan nonverbal sebagai manifestasi kesantunan masyarakat Sunda dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
memperluas kajian dan memperdalam wawasan teoretis tentang kesantunan
berbahasa baik dalam konteks bahasa verbal maupun nonverbal sebagai salah satu
fenomena pragmatik yang baru dan perlu dikaji.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat praktis bagi
masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih dan para mahasiswa Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia. Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu dapat
memberikan sumbangan aplikatif dalam kehidupan bermasyarakat dan dapat
memberikan sumbangan aplikatif dalam bidang pendidikan. Manfaat praktis
tersebut dapat dirinci sebagai berikut.
a. Bagi Masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih
Hasil penelitian tentang pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai
manifestasi kesantunan masyarakat Sunda diharapkan dapat memberikan
gambaran, masukan, dan pemahaman bagi para masyarakat Sunda di Kecamatan
Sindangkasih untuk mempertimbangkan bentuk-bentuk kesantunan berbahasa
melalui bahasa verbal dan nonverbal dalam praktik berkomunikasi. Hasil dari
temuan tersebut kemudian dapat digunakan sebagai acuan untuk
mengimplementasikan kesantunan agar masyarakat Sunda di Kecamatan
Sindangkasih tetap melestarikan kebudayaan sebagai norma dalam bermasyarakat
dengan memperhatikan kesantunan melalui bahasa verbal dan bahasa nonverbal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
b. Bagi Para Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Hasil penelitian tentang pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai
manifestasi kesantunan masyarakat Sunda ini diharapkan dapat dijadikan referensi
bagi para mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, baik jenjang S-1
dan S-2 untuk menambah wawasan mengenai kajian linguistik, khususnya bidang
kajian pragmatik. Kajian dalam penelitian ini difokuskan pada kesantunan melalui
bahasa verbal dan bahasa nonverbal masyarakat Sunda di Kecamatan
Sindangkasih. Hasil dari temuan tersebut kemudian dapat digunakan sebagai
acuan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya. Bahkan hasil penelitian ini
dapat dijadikan acuan dalam praktik untuk mengimplementasikan kesantunan
melalui bahasa verbal dan bahasa nonverbal.
1.6 Definisi Istilah
Definisi istilah dalam penelitian ini merupakan istilah-istilah penting yang
digunakan peneliti untuk memahami dan membatasi informasi yang akan
ditemukan di lapangan. Peneliti akan mengidentifikasi dan mengklasifikasikan
informasi tersebut untuk menjawab rumusan dan subrumusan masalah yang telah
dituliskan sebelumnya. Berikut ini merupakan beberapa istilah yang digunakan
dalam penelitian ini.
1. Pragmatik adalah kajian pemakaian bahasa berdasarkan konteks
pemakaiannya. Kajian ini difokuskan pada pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal sebagai konteks untuk mengidentifikasi kesantunan berbahasa
Sunda masyarakat di Kecamatan Sindangkasih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
2. Etnopragmatik adalah kajian interdisipliner antara etnografi dan pragmatik.
Dengan demikian, etnopragmatik adalah kajian pemakaian bahasa suatu etnis
tertentu atas dasar latar belakang kebudayaannnya.
3. Bahasa nonverbal adalah bahasa selain kata yang digunakan sebagai konteks
bahasa verbal dalam berkomunikasi.
4. Kesantunan berbahasa Sunda adalah kesanggupan seseorang memakai bahasa
Sunda untuk menjaga harkat dan martabat dirinya tanpa menyinggung
perasaan mitra tuturnya.
5. Wujud bahasa verbal dan nonverbal adalah rupa atau bentuk bahasa nonverbal
yang digunakan kelompok masyarakat Sunda dalam berbahasa untuk menjaga
kesantunan.
6. Fungsi bahasa verbal dan nonverbal adalah peran bahasa verbal yang
digunakan untuk mengungkapkan pemakaian bahasa yang digunakan
kelompok masyarakat Sunda dalam berbahasa untuk menjaga kesantunan.
7. Makna pragmatik (maksud) adalah pesan yang ingin disampaikan oleh penutur
kepada mitra tutur dalam berkomunikasi pada berbagai acara untuk
mengungkapkan kesantunan.
1.7 Sistematika Penelitian
Penelitian ini terdiri dari lima bab, berikut ini adalah uraian sistematis
penelitian ini. Bab I berisi tentang pendahuluan terdiri dari latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, dan
sistematika penelitian. Bab II merupakan landasan teori berisi integrasi hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
penelitian terdahulu dan teori-teori relevan serta kerangka berpikir. Bab III berisi
tentang metodologi penelitian terdiri dari jenis penelitian, data dan sumber data,
metode dan teknik pengumpulan data, instrumen, metode teknik analisis data,
serta triangulasi data. Bab IV berisi tentang deskripsi dan analisis data, serta
pembahasan. Bab V merupakan penutup yang berisi simpulan penelitian, dan
saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teori
Penelitian ini mengacu pada teori-teori yang dijadikan landasan berpikir
bagi peneliti. Penelitian menggunakan beberapa kajian teori yang relevan,
meliputi teori pragmatik, kesantunan, bahasa verbal dan nonverbal, dan
etnopragmatik. Kajian teori tersebut menjadi fokus untuk digunakan dalam
penelitian ini. Kajian teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
2.1.1 Bahasa Verbal dan Nonverbal sebagai Alat Komunikasi
Chaer (2012: 31) mengemukakan bahwa bahasa diartikan sebagai alat
komunikasi. Knapp & Hall (2002) mengemukakan bahwa komunikasi verbal dan
komunikasi nonverbal merupakan komunikasi secara umum. Komunikasi verbal
adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, sedangkan komunikasi
nonverbal mengacu pada beberapa cara selain penggunaan kata-kata yaitu kontak
mata, bahasa tubuh atau isyarat vokal.
Sejalan dengan hal tersebut, Pranowo (2009: 3) mengemukakan bahwa
bahasa verbal adalah bahasa yang diungkapkan dengan kata-kata dalam bentuk
ujaran atau tulisan, sedangkan bahasa nonverbal adalah bahasa yang diungkapkan
dalam bentuk mimik, gerak tubuh, sikap, atau perilaku. Memang, pemakaian
bahasa yang mudah dilihat dan diamati adalah bahasa verbal berupa kata-kata atau
ujaran. Namun, di samping itu terdapat pula bahasa nonverbal berupa mimik,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
gerak gerik tubuh, sikap, atau perilaku yang mendukung pengungkapan maksud
penutur.
Dengan demikian, bahasa verbal dan nonvebal sebagai alat komunikasi
mengungkapkan pikiran atau perasaan individu. Bahasa verbal merupakan bahasa
yang disampaikan melalui aspek linguistik (bunyi, kata, kalimat, dan makna) yang
membentuk tuturan, sedangkan bahasa nonverbal adalah bahasa yang disampaikan
melalui aspek nonlinguistik yaitu penyampaian pesan yang mengacu pada
beberapa cara selain penggunaan kata, yaitu kontak mata, gerakan anggota badan
seperti ekspresi wajah, gerakan mata, gerakan kepala, gerakan tangan, gerakan
badan, atau kombinasi yang satu dengan yang lain. Jadi, dapat dipahami bahwa
bahasa sebagai alat komunikasi dalam suatu kelompok masyarakat untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan individu dinyatakan dalam bentuk lambang
atau simbol, seperti lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan maupun mimik yang
digunakan untuk mengungkapkan sesuatu. Bahasa sebagai fungsi dari komunikasi
memungkinkan dua individu atau lebih mengekspresikan berbagai ide, arti,
perasaan, dan pengalaman.
Beberapa penelitian terdahulu mengenai pengaruh besar bahasa nonverbal
adalah sebagai berikut. Mehrabian (2017: 3) menunjukkan beberapa hasil
penelitian terdahulu mengenai komunikasi bahasa nonverbal bahwa bahasa
nonverbal dalam berkomunikasi adalah fenomena komunikasi yang kompleks dan
berkontribusi besar pada penyampaian pesan. Jika berkomuniksi hanya dengan
bahasa verbal saja, komunikasi tersebut merupakan komunikasi yang tidak
konsisten dalam menyampaikan pesan (Arglye, Salter, Nicholson, Williams, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Burgess, 1970; Beakel dan Mehrabian, 1969; Mehrabian, 1970e; Schuham, 1976;
Weakland, 1961). Mehrabian (1968) mengungkapkan bahwa danpak total dari
suatu pesan yang merupakan fungsi dari formula berikut: Danpak total = 0,07
verbal + 0,38 vokal + 0,55 wajah (DeVito, 2004: 198).
Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa
nonverbal berpengaruh besar dalam menyampaikan maksud. Knapp & Hall (2002)
mengemukakan bahwa komunikasi bahasa nonverbal mengacu pada beberapa cara
selain penggunaan kata-kata yaitu kontak mata, bahasa tubuh atau isyarat vokal.
Pranowo (2009: 3) mengemukakan bahwa bahasa nonverbal adalah bahasa yang
diungkapkan dalam bentuk mimik, gerak tubuh, sikap, atau perilaku. Indriani
(2016: 39) mengemukakan bahwa komunikasi bahasa nonverbal adalah tindakan
seseorang dalam berkomunikasi yang bukan berupa ucapan dan kata-kata, tetapi
berupa gerakan anggota badan seperti ekspresi wajah, gerakan mata, gerakan
kepala, gerakan tangan, gerakan badan, atau kombinasi yang satu dengan yang
lain.
Argyle (1972) mempertimbangkan bahwa ada tiga bentuk komunikasi
bahasa nonverbal yaitu (1) komunikasi bahasa nonverbal sikap, emosi,
manipulasi, dan situasi langsung; (2) komunikasi bahasa nonverbal sebagai
pendukung dan pelengkap komunikasi verbal; (3) komunikasi bahasa nonverbal
sebagai pengganti bahasa. Berdasarkan tiga bentuk komunikasi bahasa nonverbal
tersebut, semakin jelas bahwa bahasa nonverbal berpengaruh besar dalam
penyampaian maksud dalam berkomunikasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
saat berkomunikasi, kontak mata antara penutur dan mitra tutur, ekspresi wajah,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
gerak anggota tubuh penutur atau mitra tutur menjadi aspek-aspek penting dalam
berkomunikasi yang dapat menyampaikan maksud.
Dengan demikian, pemakaian bahasa verbal dan nonverbal secara tepat
mampu menyampaikan maksud kesantunan saat berkomunikasi. Berkenaan
dengan hal tersebut, bahasa verbal merupakan bahasa yang disampaikan melalui
aspek linguistik (bunyi, kata, kalimat, dan makna) membentuk kalimat tuturan,
sedangkan bahasa nonverbal adalah bahasa yang disampaikan melalui aspek
nonlinguistik yaitu penyampaian pesan yang mengacu pada beberapa cara selain
penggunaan kata-kata yaitu kontak mata, gerakan anggota badan seperti ekspresi
wajah, gerakan mata, gerakan kepala, gerakan tangan, gerakan badan, atau
kombinasi yang satu dengan yang lain. Berdasarkan pertimbangan yang
dikemukakan oleh Argyle (1972) bahwa bahasa nonverbal mampu sebagai
pendukung dan pelengkap komunikasi verbal bahkan bahasa nonverbal juga
mampu mewakili bahasa verbal. Peran bahasa nonverbal jauh lebih banyak
dibandingkan dengan bahasa verbal. Secara umum, bahasa verbal hanya
mengambil porsi 7% dari seluruh tindak komunikasi, sedangkan bahasa nonverbal
mengambil peran mencapai 97%. Dengan demikian, para ahli pragmatik sudah
berada pada jalur yang benar memberi porsi kajian bahasa nonverbal sebagai salah
objek kajian yang penting.
2.1.2 Wujud Bahasa Verbal dan Nonverbal
Ruesch dan Kees (dalam Wang, 2009) membagi bahasa nonverbal menjadi
tiga, yaitu (1) sign language atau sinyal bahasa; (2) action language atau gerak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
bahasa; dan (3) object language atau kategori benda lainnya. Wang (2009)
mengklasifikasikan bahasa nonverbal yang berakar dari Ruesch dan Kees (1961)
menjadi tujuh, yaitu (1) body behavior atau sikap tubuh; (2) general appearance
and dress atau asesoris umum dan pakaian; (3) body movement atau gerak tubuh;
(4) posture atau postur; (5) space and distance atau jarak dan spasial; (6) silence
atau kesunyian; dan (7) sign and symbols atau tanda dan simbol. Kemudian,
Duncan (dalam Rakhmat, 2012: 285) mengemukakan bahwa bahasa nonverbal
diklasifikasikan menjadi enam yaitu pesan kinestetik, paralinguistik, proksemik,
olfaksi, sensitivitas kulit, dan artifaktual.
1) Pesan Kinestetik
Bidang yang menelaah bahasa tubuh adalah kinesika (kinesics) sebagai suatu
istilah yang diciptakan seorang perintis studi bahasa nonverbal, Ray
L.Bridwhistell. Setiap anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan
pandangan mata), tangan, kepala dan kaki bahkan tubuh secara keseluruhan dapat
digunakan sebagai isyarat simbolik. Pesan kinestetik atau pesan gerak tubuh yaitu
pesan menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama
yaitu: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.
a. Pesan fasial
Pesan ini menggunakan raut muka untuk menyampaikan makna tertentu.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling
sedikit sepuluh kelompok makna: kebahagiaan, rasa terkejut, ketakutan,
kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad.
Leathers (1976) menyimpulkan penelitian tentang wajah sebagai berikut: 1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Wajah mengomunikasikan penilaian tentang ekspresi senang dan tak senang, yang
menunjukkan komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk. 2)
Wajah mengomunikasikan minat seseorang kepada orang lain atau lingkungan. 3)
Wajah mengomunikasikan intensitas keterlibatan suatu situasi. 4) Wajah
mengomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataannya sendiri.
5) Wajah mungkin mengomunikasikan kurangnya pengertian. Wainwright (1999)
mengemukakan bahwa seseorang melakukan kontak mata ketika: 1) mencari
informasi; 2) menujukkan perhatian dan ketertarikan; 3) mengajak dan
mengendalikan interaksi; 4) mendominasi, mengancam, dan mempengaruhi orang
lain; 5) memberikan umpan balik pada saat berbicara; dan 6) mengemukakan
sikap.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan tersebut, pesan fasial
ditunjukkan oleh raut muka seseorang saat berkomunikasi. Penelitian pemakaian
bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi kesantunan masyarakat Sunda ini
menunjukkan bahwa pesan fasial sebagai salah satu komponen pesan kinestetik
yang dapat menyampaikan maksud kesantunan dalam komunikasi. Artinya, sikap
santun dapat ditunjukkan melalui raut muka untuk berbagai hal, seperti 1) mencari
informasi; 2) menujukkan perhatian dan ketertarikan; 3) mengajak dan
mengendalikan interaksi; 4) mendominasi, mengancam, dan mempengaruhi orang
lain; 5) memberikan umpan balik pada saat berbicara; dan 6) mengemukakan
sikap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
b. Pesan gestural
Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata
dan tangan untuk mengomunikasikan berbagai makna. Menurut Galloway, pesan
ini berfungsi untuk mengungkapkan: (1) Mendorong/membatasi; (2)
Menyesuaikan/mempertentangkan; (3) Responsif/tak responsif; (4) Perasaan
positif/negative; 5) Memperhatikan/tidak memperhatikan; (6) Melancarkan/tidak
reseptif; dan 7) Menyetujui/menolak. Pesan gestural yang mempertentangkan
terjadi bila pesan gestural memberikan arti lain dari pesan verbal atau pesan
lainnya. Pesan gestural tak responsif menunjukkan gestur yang yang tidak ada
kaitannya dengan pesan yang diresponnya. Pesan gestural negatif mengungkapkan
sikap dingin, merendahkan, atau menolak. Pesan gestural tak responsif
mengabaikan permintaan untuk bertindak.
Ruben dan Stewart (2013: 175) mengemukakan bahwa gerakan tubuh dapat
menyampaikan maksud, yaitu: (1) penegas dan pemandu bahwa isyarat tubuh
digunakan untuk menggarisbawahi atau menekankan komunikasi verbal; (2)
Sinyal ya-tidak bahwa isyarat dengan cara menggerakkan kepala sebagai wujud
persetujuan dan ketidaksetujuan; (3) salam dan memberi hormat bahwa isyarat
nonverbal yang dapat berbentuk jabat tangan, pelukan, bahkan ciuman sebagai
ungkapan rasa senang dan hormat terhadap orang lain; (4) tanda ikatan bahwa
salah satu kategori gestur yang menunjukkan dalam suatu hubungan; (5) gerak
isolasi bahwa gerak tubuh yang umum digunakan untuk menyembunyikan bagian
tubuh dari pandangan orang lain; dan (6) gerak isyarat lainnya bahwa berbagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
gerak lainnya yang memiliki makna simbolik tertentu seperti berdiri,
membungkuk, berlutut, dan sebagainya.
c. Pesan postural
Pesan postural berkaitan dengan keseluruhan anggota badan. Mehrabian
menyebutkan tiga makna yang dapat disampaikan postur: 1) Immediacy
merupakan ungkapan kesukaan atau ketidaksukaan terhadap individu yang lain.
Postur yang condong ke jarah lawan bicara menunjukkan kesukaan atau penilaian
positif. 2) Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. 3)
Responsiveness yaitu individu mengkomunikasikannya bila ia bereaksi secara
emosional pada lingkungan, baik positif maupun negatif.
2) Paralinguistik
Pesan paralinguistik merupakan pesan nonverbal yang berhubungan dengan
cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat
menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan dengan cara yang berbeda. Hal-
hal yang membedakan antara lain: nada, kualitas suara, volume, kecepatan, dan
ritme. Secara keseluruhan, pesan paralinguistik merupakan alat yang paling
cermat unuk menyampaikan perasaan kita kepada orang lain. Nada dapat
mengungkapkan gairah, ketakutan, kesedihan, kesungguhan, atau kasih sayang.
Kualitas suara menunjukkan ‘penuh’ atau ‘tipisnya’ suara, sedangkan volume
menunjukkan tinggi-rendah suara.
3) Proksemik
Pesan ini disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Pada umumnya,
dengan mengatur jarak, kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Pesan ini juga diungkapkan dengan mengatur ruangan objek dan rancangan
interior. Pesan ini dapat mengungkapkan status sosial, keterbukaan, dan
keakraban.
4) Olfaksi atau penciuman
Olfaksi atau penciuman adalah the most experience of sense. Penglihatan tidak
berfungsi ketika tidak ada cahaya. Telinga boleh mendengarkan, tetapi tidak
mendengar. Indera pencium bekerja setiap saat. Bau-bauan telah digunakan
manusia untuk berkomunikasi secara sadar dan tidak sadar. Dr.Harry Wiener dari
New York Medical College menyimpulkan bahwa menusia menyampaikan dan
menerima pesan kimiawi eksternal (external chemical messanger). Kebanyakan
komunikasi melalui bau-bauan berlangsung secara tidak sadar. Wewangian dapat
mengirim pesan sebagai godaan, rayuan, ekspresi femininitas atau maskulinitas.
5) Sensitivitas Kulit
Berbagai pesan atau perasaan dapat disampaikan melalui sentuhan, tetapi
yang paling sering dikomunikasikan antara lain: tanpa perhatian (detached), kasih
sayang (mothering), takut (fearful), marah (angry), dan bercanda (playful). Bau-
bauan telah digunakan manusia untuk berkomunikasi secara sadar maupun tidak
sadar. Saat ini orang-orang telah mencoba menggunakan bau-bauan buatan seperti
parfum untuk menyampaikan pesan.
6) Artifaktual
Pesan ini diungkapkan melalui penampilan, body image, pakaian, kosmetik,
dan sebagainya. Umumnya pakaian kita pergunakan untuk menyampaikan
identitas kita, yang berarti menunjukkan kepada orang lain bagaimana perilaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
kita dan bagaimana orang lain sepatutnya memperlakukan kita. Selain itu pakaian
juga berguna untuk mengungkapkan perasaan (misal pakaian hitam berarti duka
cita) dan formalitas (misal sandal untuk situasi informal dan batik untuk situasi
formal). Studi tentang sentuh-menyentuh disebut haptika (haptics). Sentuhan
adalah suatu perilaku yang multimakna, dapat menggantikan seribu makna.
Sentuhan tidak bersifat acak, melainkan suatu strategi komunikasi. Beberapa studi
menunjukkan bahwa sentuhan bersifat persuasif.
Leathers (1976) mengklasifikasikan bahasa nonverbal menjadi tiga, adalah
sebagai berikut.
1. Pesan nonverbal visual, yaitu: kinestetik, proksemik, dan artifaktual.
2. Pesan nonverbal auditif, yaitu pesan paralinguistik.
3. Pesan nonverbal nonvisual nonauditif, yaitu sentuhan dan penciuman.
Berdasarkan klasifikasi jenis-jenis bahasa nonverbal yang telah dipaparkan
oleh para ahli tersebut, peneliti memfokuskan pada bahasa nonverbal kinestetik
sebagai wujud bahasa nonverbal masyarakat Sunda. Bahasa nonverbal kinestetik
terdiri atas pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural. Artinya, peneliti
memfokuskan pada ekspresi wajah, kontak mata, dan gerakan anggota badan,
seperti gerakan tangan dan gerakan kepala hingga gerakan seluruh anggota badan
sebagai wujud kesantunan berbahasa masyarakat Sunda. Wujud-wujud bahasa
nonverbal tersebut merupakan jenis bahasa nonverbal yang seringkali dipakai saat
berkomunikasi dalam kegiatan rutin di setiap desa.
Dengan demikian, wujud bahasa verbal dalam penelitian ini yaitu tindak
tutur yang disertai gerak kinestetik penutur dan mitra tutur saat berkomunikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Tindak tutur sebagai wujud bahasa verbal dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: (1) lokusi, yaitu tuturan yang bermakna secara semantik; (2) ilokusi, yaitu
tuturan yang bermakna secara pragmatik; dan (3) perlokusi, yaitu makna yang
timbul sebagai hasil atau efek dari tuturan yang diujarkan oleh penutur. Jadi,
wujud bahasa verbal berupa aspek linguistik (kalimat dan makna) yang
membentuk tuturan yang disertai wujud bahasa nonverbal melalui pesan kinestetik
berupa: raut/ekspresi wajah menunjukkan pesan fasial. Sikap santun dapat
ditunjukkan melalui raut muka untuk berbagai hal, seperti 1) mencari informasi;
2) menujukkan perhatian dan ketertarikan; 3) mengajak dan mengendalikan
interaksi; 4) mendominasi, mengancam, dan mempengaruhi orang lain; 5)
memberikan umpan balik pada saat berbicara; dan 6) mengemukakan sikap.
Kemudian, gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan gerakan tangan yang
menunjukkan pesan gestural serta gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan
gerakan tangan yang menunjukkan pesan gestural; gerakan seluruh anggota badan
yang menunjukkan pesan postural.
2.1.3 Fungsi Bahasa Verbal dan Nonverbal
Fungsi bahasa dalam berkomunikasi adalah peran bahasa verbal dan
nonverbal yang digunakan kelompok masyarakat sosial dalam berkomunikasi.
Argyle (1988) mengemukakan bahwa terdapat lima fungsi komunikasi bahasa
nonverbal adalah sebagai berikut. (1) Ekspresi emosi, yaitu emosi diekspresikan
terutama melalui wajah, tubuh, dan suara; (2) Komunikasi sikap interpersonal
yaitu pembentukan dan pemeliharaan hubungan jika sering dilakukan melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
sinyal bahasa nonverbal seperti nada suara, pandangan, sentuhan, dll.; (3)
Menemani dan mendukung pidato yaitu perilaku vokalisasi dan bahasa nonverbal
disinkronkan dengan ucapan dalam percakapan (menganggukkan kepala
seseorang atau menggunakan frasa seperti “uh-tuh” ketika orang lain berbicara);
(4) Self presentation yaitu mempresentasikan diri kepada orang lain melalui
atribut bahasa nonverbal seperti penampilan; serta (5) Ritual yaitu penggunaan
salam atau jabat tangan. Komunikasi bahasa nonverbal lebih dipercaya daripada
komunikasi verbal ketika keduanya tidak sesuai (Knapp, 1972; Malandro dan
Barker, 1983; Mehrabian, 1981).
Bahasa nonverbal memiliki fungsi yang dapat menjelaskan maksud dari
pesan-pesan yang disampaikan melalui bahasa verbal. Knapp (1972: 9)
mengemukakan lima fungsi pesan nonverbal yaitu: (1) repetisi, mengulang
kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal; (2) subtitusi, menggantikan
lambang verbal; (3) kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberikan makna
yang lain terhadap pesan verbal; (4) komplemen, melengkapi dan memperkaya
makna pesan nonverbal; dan (5) aksentuasi, menegaskan pesan verbal atau
menggaris bawahinya.
Bahasa nonverbal merupakan komponen pendukung untuk terciptanya
makna komunikasi. Meskipun sebagai pendukung, bahasa nonverbal mempunyai
peranan yang penting. Menurut Ekman (1965) dan Knapp (1978), komunikasi
nonverbal dapat menjalankan sejumlah fungsi penting. Berikut ini merupakan
fungsi komunikasi nonverbal yaitu: (1) Untuk menekankan, yaitu menonjolkan
atau menekankan beberapa bagian dari pesan verbal; (2) Untuk melengkapi, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
untuk memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan oleh pesan
verbal; (3) Menunjukkan kontradiksi, yaitu komunikasi nonverbal dapat
digunakan secara sengaja untuk mempertentangkan pesan verbal kita dengan
gerakan nonverbal; (4) Untuk mengatur, yaitu gerak-gerik nonverbal dapat
mengendalikan atau mengisyaratkan keinginian untuk mengatur arus pesan
verbal; (5) Untuk mengulangi, yaitu kita dapat mengulangi atau merumuskan
ulang makna pesan verbal; (6) Untuk menggantikan, yaitu komunikasi nonverbal
juga dapat menggantikan pesan verbal (DeVito, 2004: 193).
Dengan demikian, fungsi bahasa verbal dan nonverbal yaitu sebagai alat
untuk menyampaikan ide atau gagasan secara utuh kepada mitra tutur. Bahasa
verbal sebagai wujud tuturan lisan yang dinyatakan melalui bunyi dan bahasa
nonverbal sebagai bahasa yang mampu memperjelas tuturan tersebut. Sejalan
dengan kedua pendapat yang dikemukakan oleh Ekman (1965) dan Knapp (1978),
fungsi bahasa nonverbal yaitu: (1) repetisi/pengulangan bahwa bahasa nonverbal
mampu merumuskan kembali tuturan verbal yang kurang mampu dipahami; (2)
subtitusi/penggantian bahwa bahasa nonverbal mampu menggantikan bahasa
verbal; (3) kontradiksi/mempertentangkan bahwa mampu menunjukkan
kontradiksi antara tuturan verbal dan bahasa nonverbal; (4)
komplemen/melengkapi tuturan bahwa bahasa nonverbal mampu melengkapi
tuturan verbal; (5) aksentuasi/penekanan bahwa bahasa nonverbal mampu
menekankan tuturan verbal; dan (6) regulasi/mengatur bahwa bahasa nonverbal
mampu mengatur dan mengisyaratkan bahasa verbal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
2.1.4 Makna Pragmatik Bahasa Verbal dan Nonverbal
Makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal dalam penelitian
ini yaitu maksud penutur saat berkomunikasi. Makna pragmatik yang dimaksud
adalah makna yang ingin disampaikan oleh penutur berdasarkan konteks tuturan.
Oleh karena itu, makna pragmatik harus dipahami atas dasar konteks nonverbal
ketika penutur menyampaikan tuturan (bahasa verbal). Pranowo (2015)
mengemukakan mengenai tujuan studi bahasa dari sudut pandang pragmatik yaitu
ingin memahami maksud penutur melalui bahasa yang digunakan, atau
memahami fungsi komunikatif pemakaian bahasa. Artinya, ketika seseorang
berkomunikasi dengan orang lain, mereka ingin menyampaikan maksud tertentu
melalui makna-makna yang terdapat dalam bahasa. Namun, pada saat-saat
tertentu, makna yang terkandung dalam bahasa belum dapat dipahami oleh mitra
tutur karena ada gagasan penutur yang tidak dapat diwakili dengan kata-kata.
Gagasan yang tidak dapat diwakili oleh kata-kata padahal ingin diungkapkan oleh
penutur itulah yang dimaksud dengan konteks.
Fishman (1968) mengemukakan 4 ranah, yaitu (1) keluarga, (2)
ketetanggaan, (3) kerja, dan (4) agama. Greenfield (dalam Fasold, 1984: 181)
menggunakan 5 ranah dalam penelitiannya tentang pilihan bahasa orang Puerto
Rico di New York City, yaitu (1) keluarga, (2) kekariban, (3) agama, (4)
pendidikan, dan (5) kerja. Sementara itu, Sumarsono (2002: 266) menggunakan 7
ranah pengamatan dalam penelitian yang dilakukannya, yakni (1) keluarga, (2)
kekariban, (3) ketetanggaan, (4) pendidikan, (5) agama, (6) transaksi, dan (7)
pemerintahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Pemakaian bahasa Sunda dapat menunjukkan perilaku sosial (social
behavior) yang mengacu pada norma atau aturan setempat. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pilihan bahasa merupakan suatu tanda solidaritas dan jati diri
kelompok. Fokus penelitian pemakaian bahasa verbal dan nonverbal masyarakat
Sunda di Kecamatan Sindangkasih didasarkan pada ranah-ranah tertentu yang
disesuaikan dengan jadwal rutin kegiatan di sembilan desa, yaitu (1) kegiatan
pengajian dalam ranah agama; (2) PKK dalam ranah kekariban, keluarga,
ketetanggan; (3) posyandu dalam ranah kekariban, keluarga, ketetanggan.
Kegiatan-kegiatan tersebut dapat didasarkan pada ranah agama, kekariban,
keluarga. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada makna pragmatik
tuturan masyarakat Sunda yang sedang berkomunikasi dalam situasi formal untuk
menjaga kesantunan.
2.1.5 Kajian Pragmatik
Pragmatik merupakan kajian ilmu bahasa yang mampu mengungkapkan
maksud berdasarkan konteks. Levinson (1983: 7) mengemukakan bahwa
pragmatik merupakan kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang
secara tata bahasa, atau dikodekan dalam struktur bahasa. Nababan (1978: 2)
mengemukakan bahwa pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakaian
bahasa yang mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai
bagi kalimat-kalimat itu.
Kridalaksana (1993: 177) mengemukakan bahwa pragmatik juga diartikan
sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
dalam komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang
memberikan sumbangan kepada makna ujaran. Rohmandi (2004: 2)
mengemukakan bahwa pragmatik merupakan studi kebahasaan yang terikat
konteks. Kemudian, Rahardi (2009: 21) menegaskan bahwa pragmatik merupakan
ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia, pada
dasarnya sangat ditentukan oleh konteks situasi yang mewadahi bahasa itu.
Berdasarkan beberapa pandangan tersebut, pragmatik memfokuskan aspek-aspek
di dalam dan di luar bahasa untuk diinterpretasi oleh penutur dan mitra tutur
sesuai dengan konteks yang mewadahi bahasa itu. Jadi, pragmatik adalah ilmu
bahasa yang mengkaji pemakaian bahasa untuk mengungkapkan maksud
berdasarkan konteks.
2.1.6 Konteks
McArthur (2001: 151) mengemukakan bahwa konteks didefinisikan sebagai
berikut: 1) Konteks atau ko-teks merupakan kalimat yang biasanya mendahului
dan mengikuti kalimat atau elemen bahasa lainnya; 2) Lingkungan linguistik,
situasional, sosial dan budaya dari unsur bahasa, tindakan, perilaku, dan lain-lain.
Malinowski (1923: 307) mengemukakan bahwa bahasa harus dianggap sebagai
modus tindakan, yaitu makna ucapan tidak berasal dari gagasan kata-kata yang
membentuknya tetapi dari hubungannya dengan konteks situasional di mana
ucapan itu terjadi. Malinowski menciptakan istilah "konteks situasi" ketika dia
mempelajari penduduk di Pulau Trobiand di Pasifik Selatan. Konteks situasi
mengacu pada gagasan konteks yang lebih luas atau kondisi umum di mana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
bahasa diucapkan. Peran "konteks situasi" untuk menentukan makna dalam
penggunaan bahasa. Malinowski mencatat bahwa "... ucapan dan situasi terikat tak
dapat dipisahkan satu sama lain dan konteks situasi sangat diperlukan untuk
memahami kata-kata". Malinowski juga menunjukkan bahwa untuk memahami
arti dari apa yang dikatakan, seseorang seharusnya tidak hanya
mempertimbangkan konteks ujaran tertentu tetapi juga mempertimbangkan
karakteristik budaya masyarakat sebagaimana tercermin dalam konteks situasi di
mana tipe-tipe ujaran tertentu biasanya diproduksi sendiri dan dianggap tertanam
dalam konteks budaya.
Firth mengembangkan konsep tersebut bahwa konteks situasi tidak harus
ditafsirkan dalam istilah konkret sebagai semacam rekaman audiovisual dari 'alat
peraga' di sekitarnya, tetapi lebih merupakan representasi abstrak dari lingkungan
dalam hal kategori umum tertentu yang memiliki relevansi dengan teks (Halliday,
2001: 109). Firth menekankan sifat abstrak dari konteks dalam situasi, mencatat
bahwa konteks situasi bukan hanya latar belakang untuk kata-kata pada saat
tertentu, melainkan mencakup pengaturan budaya seluruh ujaran dan sejarah
pribadi para peserta. Konteks Firth mencakup konteks situasi mengenai faktor
linguistik dan konteks situasi mengenai faktor-faktor nonlinguistik.
Rahardi (2009: 21) menegaskan bahwa konteks yang dimaksud dapat
mencakup dua macam hal, yaitu konteks yang bersifat sosial dan konteks yang
bersifat sosietal. Konteks sosial adalah konteks yang timbul sebagai akibat dari
munculnya interaksi antaranggota masyarakat dalam suatu masyarakat sosial dan
budaya tertentu, sedangkan konteks sosietal adalah konteks yang faktor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
penentunya adalah kedudukan (rank) dari anggota masyarakat dalam institusi-
institusi sosial yang ada di dalam masyarakat sosial dan budaya tertentu. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa menurut pakar bahasa ini dasar dari munculnya
konteks sosietal adalah adanya kekuasaan (power), sedangkan dasar dari
kemunculan konteks sosial itu adalah adanya solidaritas (solidarity).
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, konteks sangat berperan dalam
mengungkapkan maksud kesantunan. Penelitian pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal sebagai manifestasi kesantunan masyarakat Sunda didasarkan pada
konteks yang melingkupinya. Konteks tersebut meliputi: (1) Konteks situasi
bukan hanya latar belakang untuk kata-kata pada saat tertentu, melainkan
mencakup pengaturan budaya seluruh ujaran dan sejarah pribadi para peserta.
Konteks situasi mencakup faktor linguistik dan faktor nonlinguistik. Faktor
linguistik yaitu konteks atau ko-teks merupakan kalimat yang biasanya
mendahului dan mengikuti kalimat atau elemen bahasa lainnya, sedangkan faktor
nonlinguitik yaitu konteks yang mengacu pada beberapa cara selain penggunaan
kata-kata yaitu kontak mata, gerakan anggota badan seperti ekspresi wajah,
gerakan mata, gerakan kepala, gerakan tangan, gerakan badan, atau kombinasi
yang satu dengan yang lain; (2) Konteks sosial dan budaya adalah hal-hal yang
timbul sebagai akibat dari munculnya interaksi antaranggota masyarakat dalam
budaya tertentu; dan (3) Konteks sosietal adalah hal-hal yang menjadi faktor
penentunya adalah kedudukan (rank) dari anggota masyarakat dalam institusi-
institusi sosial yang ada di dalam masyarakat sosial dan budaya tertentu. Hal ini
menunjukkan bahwa munculnya konteks sosietal adalah adanya kekuasaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
(power), sedangkan dasar dari kemunculan konteks sosial itu adalah adanya
solidaritas (solidarity). Dengan demikian, konteks yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu siapa penutur dan mitra tuturnya, tempat tuturan berlangsung,
waktu, situasi/suasana, dan budaya kesantunan masyarakat Sunda.
Pranowo (2015) mengemukakan mengenai tujuan studi bahasa dari sudut
pandang pragmatik yaitu ingin memahami maksud penutur melalui bahasa yang
digunakan, atau memahami fungsi komunikatif pemakaian bahasa. Artinya, ketika
seseorang berkomunikasi dengan orang lain, mereka ingin menyampaikan maksud
tertentu melalui makna-makna yang terdapat dalam bahasa. Namun, pada saat-saat
tertentu, makna yang terkandung dalam bahasa belum dapat dipahami oleh mitra
tutur karena ada gagasan penutur yang tidak dapat diwakili dengan kata-kata.
Gagasan yang tidak dapat diwakili oleh kata-kata padahal ingin diungkapkan oleh
penutur itulah yang dimaksud dengan konteks. Berikut ini merupakan identifikasi
dasar penentuan konteks.
a. Membangun dasar pemahaman yang sama
Pertanyaan seorang suami “Sudah jam berapa, ya Bu?” dan istri yang
ditanya kemudian menjawab “Kereta api belum lewat, tu Pak!”, penanya
kemudian mengatakan “O, ya sudah. Berarti masih ada waktu”. Komunikasi
antara suami dan istri seperti itu nampak tidak padu secara sintaktis (tidak
kohesif). Namun, kenyataannya sang suami merasa sudah cukup mendapat
informasi dari jawaban istrinya. Buktinya, suami tidak protes apa-apa tetapi justru
mengatakan “O, ya sudah berarti masih ada waktu”. Artinya, komunikasi tersebut
padu secara semantik (kohern). Hal tersebut terjadi karena suami dengan istrinya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
sama-sama memiliki dasar pemahaman yang sama (common ground) mengenai
soal waktu. Dasar pemahaman yang sama yang dimaksud adalah sama-sama
memiliki pemahaman mengenai konteks yang dimaksud. Tuturan suami-istri di
atas menjadi kohern karena keduanya sama-sama memiliki dasar pemahaman
yang sama (common ground) bahwa pada jam tertentu kereta api pasti lewat.
Sementara itu, ketika suaminya bertanya “Jam berapa?”, si istri tidak perlu pergi
melihat arloji penunjuk waktu yang ada di kamar tetapi dengan spontan
mengatakan “Kereta api belum lewat, tu Pak”. Inilah yang dimaksud salah satu
wujud konteks dalam bidang pragmatik. Konteks seperti itu disebut “dasar
pemahaman yang sama” bahwa penutur dan mitra tutur memiliki persepsi yang
sama terkait hal tersebut, sehingga tidak menghambat proses komunikasi.
Konteks dalam pragmatik selalu berada di luar teks.
b. Mengenali latar belakang budaya
Tuturan yang biasa diungkapkan oleh anak-anak Indonesia bagian timur.
Mereka sering memotong-motong kata atau sering kita mendengar istilah “delisi”
penghilangan sebagian suku kata, seperti “Sapi main bola, Mah”. Jika mitra tutur
hanya memahami secara linguistik, tentu tidak dapat menangkap maksud penutur.
Bagaimana mungkin Sapi main bola. Padahal, penutur ketika berujar memotong
kata “saya” menjadi “Sa-” dan “pigi/pergi” menjadi “pi-“sehingga “Saya pingin”
hanya diucapkan menjadi “Sapi”. Bagi penutur yang sama-sama orang Indonesia
Timur, mendengar ujaran seperti itu dapat dengan mudah memahami maksud
penutur. Penutur tidak ingin mengatakan bahwa “Lembu bermain bola” tetapi
minta izin kepada Ibunya untuk pergi bermain bola. Hal demikian hanya dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
dipahami jika penutur dan mitra tutur sama-sama memahami latar belakang
budaya bertutur sehari-hari dalam masyarakat masyarakat memiliki latar belakang
budaya yang berbeda-beda tetapi saling dipahani oleh komunitasnya.
c. Menangkap asumsi penutur terhadap mitra tutur
Sebagai awal membangun asumsi dalam berkomunikasi, penutur dapat
melakukan berbagai cara untuk menjajagi mitra tutur agar dapat menemukan
persepsi yang sama. Misalnya, ketika berjumpa dengan seseorang di dalam
kereta api atau pesawat, mereka duduk berdanpingan. Kalau duduk
berdanpingan lalu tidak berkomunikasi juga aneh. Sebagai awal pembuka
percakapan, mereka dapat saling bertanya siapa namanya, tujuan kepergiannya
kemana, profesinya apa, dsb. Semakin lama, semakin banyak informasi yang
dapat digali dari mitra tutur. Inilah cara penutur membangun asumsi terhadap
mitra tutur.
d. Mengenali pengetahuan tentang dunia
Ketika penutur berkomunikasi dengan mitra tutur, dan mereka memiliki
knowledge of the world yang sama, berarti keduanya memiliki dasar pemahaman
yang sama mengenai topik yang dibicarakan sehingga mereka akan dapat
berkomunikasi secara lancar. Begitu juga dengan latar belakang budaya (culture
knowledge back ground). Latar belakang pengetahuan budaya dapat menjadi
salah satu dasar dapat atau tidaknya komunikasi berjalan lancar. Bagi orang
yang memiliki latar belakang pengetahuan budaya sama, kecenderungan
komunikasi dapat berjalan lancar lebih besar. Sebaliknya, jika orang yang
terlibat dalam komunikasi berbeda latar belakang pengetahuan budayanya, ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
kemungkinan dapat salah paham atau tidak “chun in” ketika mereka
berkomunikasi.
e. Mengenali kesantunan
Pemakaian bahasa dikatakan santun apabila penutur mampu menjaga harkat
dan martabat dirinya di hadapan mitra tutur sehingga tuturannya tidak
menyinggung perasaan mitra tutur. Santun tidaknya suatu tuturan, di samping
ditentukan oleh unsur intralingual seperti kata-kata beraura santun (tolong,
terimakasih, berkenan, dll.) juga ditentukan unsur ekstralingual (empan papan,
adu rasa, angon rasa, khurmat, dll. Artinya, saat berkomunikasi setidaknya kita
mengenal siapa mitra tutur atau lawan bicara ketika proses komunikasi
berlangsung.
f. Mengenali bahasa nonverbal penutur
Bahasa nonverbal (sebagai unsur ekstralingual) juga tidak kalah penting
dalam berkomunikasi. Bahasa nonverbal biasa digunakan dalam bahasa lisan
tetapi ikut mendukung kejelasan komunikasi. Ketika seseorang berkomunikasi,
tidak selalu dalam berkomunikasi bahasa kata. Bagi seseorang yang
berkomunikasi secara lisan, peran bahasa nonverbal akan nampak jelas. Bahasa
nonverbal dapat berupa gesture adalah bahasa nonverbal yang berupa gerakan
tubuh atau bagian tubuh yang dapat berfungsi penting dalam berkomunikasi.
Pemakaian bahasa verbal dan nonverbal selalu dikaitkan dengan konteks
agar dapat mengungkapkan maksud kesantunan. Hal ini juga menunjukkan
pentingnya konteks dalam berkomunikasi. Konteks sebagai sarana dalam
berkomunikasi yang membantu atau mendukung kejelasan makna berdasarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
ide, situasi, peristiwa, atau informasi yang saling berhubungan dan
memungkinkan untuk dipahami sepenuhnya. Oleh karena itu, penelitian
pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi kesantunan
memerlukan konteks agar maksud komunikasi tersampaikan dengan baik.
Penentuan konteks dapat dilakukan dengan (1) memiliki pemahaman yang sama;
(2) saling mengenal latar belakang budaya; (3) menangkap asumsi penutur
terhadap mitra tutur; (4) memiliki dasar pemahaman yang sama; (5) memahami
kesantunan; serta (6) mengenali bahasa nonverbal penutur.
Berdasarkan uraian di atas, konteks memiliki peranan penting dalam
menginterpretasi wujud, fungsi, dan makna pragmatik. Setiap tuturan verbal selalu
membutuhkan peran konteks bahasa nonverbal untuk menandai kesantunan
berbahasa masyarakat Sunda yang dijadikan fokus penelitian ini. Bahkan, konteks
bahasa nonverbal, seperti sudah diuraikan di bagian sebelumnya mengambil peran
sebagian besar dalam menentukan wujud, fungsi, dan makna pragmatik.
2.1.7 Manifestasi Kesantunan Berbahasa
Salah satu kajian eksternal bahasa yaitu kesantunan berbahasa. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Pranowo (2014: 64)
mengemukakan bahwa kajian bahasa secara pragmatik merupakan kajian dari
linguistik. Keduanya mengkaji bahasa, namun yang menjadi pembeda ialah
linguistik mengkaji secara internal dan pragmatik mengkaji secara eksternal.
Thomas (1995: 57) mengemukakan bahwa:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
“Politeness can be regard as the strategy conducted by a
speaker to get various purposes, such as to interlace and
keep harmonious relationship”.
Artinya bahwa kesantunan dapat dianggap sebagai strategi yang
dilakukan oleh penutur untuk memperoleh berbagai tujuan, seperti menjalin atau
memelihara hubungan yang harmonis. Sejalan dengan hal tersebut, Pranowo
(2009) mengemukakan bahwa struktur bahasa yang digunakan diatur atau
disusun oleh si penutur supaya tidak menyinggung perasaan pendengarnya.
Kedua pendapat tersebut menjelaskan bahwa kesantunan sebagai cara penutur
untuk mencapai tujuan serta kesan yang baik dalam berkomunikasi terlebih lagi
yaitu untuk menjaga perasaan mitra tutur. Ellen (2006) mengemukakan bahwa
kesantunan berbahasa merupakan salah satu cabang pragmatik kontemporer yang
lebih populer dan merupakan peranti yang digunakan secara luas dalam berbagai
kajian komunikasi antarbudaya. Artinya, kajian pragmatik dapat menganalisis
kesantunan berbahasa yang berkaitan dengan pemakaian bahasa dalam
lingkungan masyarakat berbudaya.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa pendapat pakar mengenai parameter
kesantunan berbahasa. Pertama, hasil penelitian Brown dan Levinson (1987)
membuktikan bahwa kesantunan berkaitan dengan nosi “wajah negatif” dan
“wajah positif”. Wajah negatif terjadi mana kala pendengar merasa “kehilangan
muka” ketika mendengar tuturan, pembicara dapat merasa “terhina” atau
kehilangan harga diri”. Sementara itu, “wajah positif” merupakan danbaan setiap
orang yang terlibat dalam komunikasi. Brown dan Levinson membuktikan bahwa
setiap orang ingin agar apa yang dilakukan, apa yang dimiliki, nilai-nilai yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
diyakini dihargai oleh orang lain sebagai sesuatu yang baik, menyenangkan,
patut dihargai, menguntungkan dan sebagainya. Dengan demikian, kesantunan
selalu berkaitan dengan kepentingan pihak pendengar dalam tuturan.
Kedua, Leech (1983) menyatakan bahwa kesantunan berbahasa
mencakup serangkaian maksim atau aturan tertentu. Leech memaparkan
kesantunan tersebut dalam tujuh maksim yaitu: (1) maksim kebijaksanaan “tact
maxim” yaitu memberi keuntungan bagi mitra tutur; (2) maksim kedermawanan
“generosity maxim” yaitu maksimalkan kerugian pada diri sendiri, (3) maksim
pujian “praise maxim” yaitu maksimalkan pujian kepada mitra tutur, (4) maksim
kerendahan hati yaitu minimalkan pujian kepada diri sendiri, (5) maksim
kesetujuan yaitu maksimalkan kesetujuan dengan mitra tutur, (6) maksim simpati
“sympathy maxim” yaitu maksimalkan ungkapan simpati kepada mitratutur, dan
(7) maksim pertimbangan “consideration maxim” yaitu minimalkan rasa tidak
senang pada mitra tutur dan maksimalkan rasa senang pada mitra tutur. Peringkat
kesantunan sebuah tuturan dengan memanfaatkan tentang maksim interpersonal.
Adapun lima macam skala pengukur kesantunan (Leech, 1983) sebagai
berikut:
1. Cost-benafit scale atau skala kerugian dan keuntungan menunjuk kepada
besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah
tindak tutur pada sebuah pertuturan. Selain itu, dilihat dari kacamata si mitra
tutur dapat dikatakan bahwa semakin menguntungkan diri mitra tutur, tetapi
semakin dipandang tidak santunlah tuturan tersebut. Artinya semakin tuturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
itu danpak merugikan dirinya, kemudian mitra tutur akan dianggap semakin
santun tuturan yang dilontarkan mitra tutur.
2. Optionality scale atau skala pilihan menunjuk kepada banyak atau sedikitnya
pilihan yang disampaikan penutur kepada lawan tutur dalam kegiatan
percakapan bertuturan. Selain itu, berkaitan dengan pemakaian tuturan
imperatif dalam bahasa Indonesia, dapat dikatakan bahwa tuturan imperatif
itu menyajikan banyak pilihan aspek tuturan yang menjadi semakin
bersantun pemakaian tuturan tersebut.
3. Indirectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat
langsung atau tidak langsungnya dimaksudkan sebuah tuturan. Semakin
tuturan bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturannya.
Sebaliknya, semakin tidak langsung tuturan yang dimaksudkan sebuah
tuturan akan dianggap semakin santun dalam bertuturan.
4. Authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status
sosial antara penutur dan lawan tutur yang terlibat dalam pertuturan.
Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur
kemudian tuturan tersebut digunakan untuk berkomunikasi akan cenderung
menjadi santun tuturan yang dilontarkan. Sebaliknya, semakin dekat jarak
peringkat sosial di antara keduanya akan cenderung berkuranglah peringkat
kesantunan dalam bertutur.
5. Social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat
hubungan sosial antara penutur dengan mitra tutur yang terlibat dalam
pertuturan. Salah satu sisinya kecenderungan yang semakin dekat jarak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
peringkat sosial di antara keduanya menjadi semakin kurang santunlah
tuturan. Sebaliknya bahwa semakin jauh jarak peringkat sosial antara
penutur dengan mitra tutur yang digunakan tuturan semakin santun
tuturannya dan menentukan tingkat keakraban hubungan keduanya
memberikan danpak santun dalam kegiatan bertutur.
Ketiga, Grice (1975) menyatakan bahwa konsep kesopanan merupakan
seperangkat asumsi yang melingkupi dan mengatur kegiatan percakapan dengan
prinsip kerjasama (cooperative principle). Hal tersebut diyakini Grice bahwa
agar komunikasi dapat dipahami dengan baik perlu memperhatikan prinsip
kerjasama, yaitu: (1) maksim kualitas yaitu jika berbahasa, apa yang dikatakan
harus didukung oleh data; (2) maksim kuantitas yaitu jika berbahasa, apa yang
dikatakan cukup seperlunya saja, tidak ditambah dan tidak dikurangi; (3) maksim
relevansi yaitu jika berbahasa, yang dikatakan harus dikatakan harus selalu ada
relevansinya dengan pokok yang dibicarakan; dan (4) maksim cara yaitu jika
berbahasa, di samping harus memikirkan pokok permasalahan yang dibicarakan,
harus memperhatikan bagaimana cara menyampaikannya.
Pranowo (2014: 182) mengemukakan bahwa faktor penentu kesantunan
adalah segala sesuatu yang dapat memengaruhi pemakaian bahasa menjadi
santun atau tidak santun. Aspek penentu kesantunan dalam bahasa verbal lisan,
antara lain: (1) aspek intonasi, yaitu keras lembutnya intonasi ketika seseorang
berbicara; (2) aspek nada bicara, yaitu berkaitan dengan suasana emosi penutur:
nada resmi, nada bercanda atau bergurau, nada mengejek, nada menyindir; (3)
faktor pilihan kata; dan (4) faktor struktur kalimat. Aspek penentu kesantunan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
bahasa nonverbal berupa pranata sosial budaya masyarakat, seperti aturan bahwa
anak kecil harus selalu hormat kepada orang yang lebih tua, makan tidak boleh
berkecap, bersendawa sehabis makan, perempuan tidak boleh tertawa terbahak-
bahak, bercanda di tempat orang yang sedang berduka, dan sebagainya.
Berdasarkan aspek-aspek yang telah dipaparkan tersebut, penentu aspek
kesantunan bersumber dari bahasa verbal dan bahasa nonverbal.
Kesantunan selalu berkaitan dengan serangkaian maksim atau aturan
tertentu. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Leech bahwa kesantunan
tersebut dibagi dalam tujuh maksim yaitu: (1) maksim keperdulian; (2) maksim
kebaikan hati; (3) maksim penghargaan; (4) maksim kesahajaan; (5) maksim
kesetujuan; (6) maksim simpati; (7) maksim pertimbangan. Lebih lanjut, Grice
menyatakan bahwa konsep kesopanan merupakan seperangkat asumsi yang
melingkupi dan mengatur kegiatan percakapan dengan prinsip kerjasama
(cooperative principle). Hal tersebut diyakini Grice bahwa agar komunikasi
dapat dipahami dengan baik perlu memperhatikan prinsip kerjasama, yaitu: (1)
maksim kualitas; (2) maksim kuantitas; (3) maksim relevansi; dan (4) maksim
cara. Jadi, apabila antarwarga telah memiliki pemahaman untuk ‘saling menjaga’
sudah tentu kesantunan akan hadir dalam kehidupan bermasyarakat.
Penelitian pemakaian bahasa verbal dan nonverbal masyarakat Sunda
perlu dilakukan agar mampu menyampaikan maksud kesantunan. Hal tersebut
berkenaan dengan aspek linguistik (pilihan kata dan kalimat) serta aspek
nonlinguistik (ekspresi, sikap, serta gerak-gerik tubuh) yang mengacu pada skala
pengukur kesantunan (Leech, 1983). Dengan demikian, kesantunan berbahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
masyarakat Sunda merupakan seperangkat norma/aturan serta cara yang telah
ditatapkan dan disepakati bersama oleh masyarakat Sunda. Hal tersebut tentu
dipengaruhi oleh bebagai aspek budaya Sunda itu sendiri.
Selain itu, kesantunan dipengaruhi oleh adanya konteks serta peran yang
terlibat dalam komunikasi itu sendiri. Kesantunan juga dapat diartikan sebagai
cara berbahasa dengan tujuan untuk mendekatkan jarak sosial antarwarga
masyarakat. Selain mengacu pada prinsip kerja sama, parameter kesantunan
berbahasa mayarakat Sunda ditentukan oleh pemahaman penutur dan mitra tutur
untuk saling menjaga harga dirinya saat berkomunikasi yaitu memperhatikan
aspek linguistik (kata, kalimat, dan makna) dan aspek nonlinguistik
(penyampaian pesan yang mengacu pada beberapa cara selain penggunaan kata-
kata yaitu kontak mata, gerakan anggota badan seperti raut/ekspresi wajah,
gerakan mata, gerakan kepala, gerakan tangan, gerakan badan, atau kombinasi
yang satu dengan yang lain) berdasarkan konteks bahwa aneka macam
kemungkinan latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang muncul
dan dimiliki bersama-sama baik oleh penutur maupun oleh mitra tutur, serta
aspek-aspek non-kebahasaan lainnya yang menyertai, mewadahi, serta
melatarbelakangi hadirnya sebuah pertuturan tertentu.
2.1.8 Perspektif Etnopragmatik dalam Kesantunan Berbahasa
Goddard (dalam Darmajuwono, 2011:3) mengemukakan bahwa
enopragmatik merupakan konsep untuk memahami makna ilokusional bahasa
berdasarkan konteks budaya. Artinya, etnopragmatik sebagai bidang ilmu yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
mengkaji maksud pemakaian bahasa berdasarkan latar belakang budaya tertentu.
Fauziah (2003: 1) mengemukakan bahwa etnopragmatik menempatkan
penggunaan bahasa dalam konteks sosial budaya yang jelas. Unit asas serapan
dalam etnopragmatik ialah tindakan pertuturan, seperti yang dikonsepsikan dalam
teori tindak tutur Austin (1962). Menurut Austin (1962), kesantunan dalam
berkomunikasi ada kaitannya dengan tindak tutur. Setiap ujaran dalam tindak
komunikasi selalu mengandung tindakan secara bersamaan, yaitu (1) tindak lokusi
(locutionary acts) yaitu ujaran yang dihasilkan oleh penutur; (2) tindak ilokusi
(illocutionary acts) yaitu maksud yang terkandung dalam tuturan; dan (3) tindak
perlokusi (perlocutionary acts) yaitu efek yang ditimbulkan oleh tuturan.
Jika penutur berniat menguratakan sesuatu yang pasti secara langsung, tanpa
keharusan bagi penutur untuk melaksanakan isi tuturannya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa niatannya disebut tindak tutur lokusi. Bila si penutur berniat
mengutarakan sesuatu secara langsung, dengan menggunakan suatu daya yang
khas, yang membuat penutur berntindak sesuai dengan apa yang dituturkannya,
niatannya disebut tindak tutur ilokusi. Dalam pernyataan lain, tindak ilokusi
adalah tindak dalam menyatakan sesuatu (performatif) yang berlawanan dengan
tindak menyatakan sesuatu (konstantif).
Sementara itu, jika penutur berniat menimbulkan respons atau efek tertentu
kepada mitra tuturnya, niatannya disebut tindak tutur perlokusi. Bila tindak lokusi
dan ilokusi lebih menekankan pada peranan tindakan penutur, tindak perlokusi
justru lebih menekankan pada bagaimana respon mitra tutur. Hal yang disebutkan
terakhir ini, menurut Austin, berkaitan dengan fungsi bahasa yang mempengaruhi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
pikiran dan perasaan manusia. Kendati demikian, ketiga tindak tutur tersebut
merupakan satu kesatuan yang koheren di dalam keseluruhan proses tindak
pengungkapan bahasa sehingga seharusnya mencerminkan prinsip adanya satu
kata dan tindakan atau perbuatan.
Hal tersebut dikemukakan oleh Fauziah (2003: 1) bahwa unit asas serapan
dalam etnopragmatik ialah tindakan pertuturan, seperti yang dikonsepsikan dalam
teori tindak tutur Austin (1962). Etnopragmatik menempatkan penggunaan bahasa
dalam konteks sosial budaya yang jelas bahwa ungkapan yang tersirat akan
terkesan lebih santun. Hal tersebut terjadi karena kesantunan dalam
berkomunikasi ada kaitannya dengan tindak tutur. Setiap ujaran dalam tindak
komunikasi selalu mengandung tindakan secara bersamaan, yaitu (1) tindak lokusi
(locutionary acts) yaitu ujaran yang dihasilkan oleh penutur; (2) tindak ilokusi
(illocutionary acts) yaitu maksud yang terkandung dalam tuturan; dan (3) tindak
perlokusi (perlocutionary acts) yaitu efek yang ditimbulkan oleh tuturan. Jika
penutur berniat menguratakan sesuatu yang pasti secara langsung, tanpa keharusan
bagi penutur untuk melaksanakan isi tuturannya.
Moleong (dalam Zakiah, 2005:183) mengemukakan bahwa istilah enografi
berasal dari kata ethno (bangsa) dan graphy (menguraikan). Artinya, etnografi
sebagai usaha untuk menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek kebudayaan.
Lebih lanjut, Spradley (2007) memaparkan bahwa etnografi adalah suatu
kebudayaan yang mempelajari kebudayaan lain. Inti dari etnografi adalah upaya
memperhatikan makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin
kita pahami. Beberapa makna ini terekspresikan secara langsung dalam bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
dan banyak yang diterima dan disampaikan hanya secara tidak langsung melalui
kata dan perbuatan.
Kajian etnografi dalam penelitian ini digunakan untuk menguraikan aspek-
aspek kebudayaan masyarakat Sunda melalui bahasa Sunda. Koentjaraningrat
(1994) memaparkan bahwa bahasa termasuk dalam salah satu dari tujuh sistem
budaya di suatu masyarakat. Bahasa sebagai salah satu aspek kebudayaan
masyarakat Sunda. Asumsinya bahwa saat berkomunikasi masyarakat Sunda perlu
menyadari bahwa pemakaian bahasa verbal dan nonverbal yang mampu
menyampaikan maksud kesantunan. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa
Sunda yang dipakai masyarakat sebagai cerminan sekaligus sebagai alat
pengembang serta pendukung kebudayaan Sunda itu sendiri.
Etnografi sebagai metode untuk mengkaji pemakaian bahasa verbal dan
bahasa nonverbal dalam penelitian ini difokuskan untuk memahami dan
menginterpretasi maksud kesantunan berbahasa. Myers (dalam Sarosa, 2012: 127)
mengemukakan bahwa etnografi adalah metodologi penelitian yang sifatnya
paling mendalam dibandingkan dengan Action Research, Grounded Theory,
maupun Case Study. Etnografi memungkinkan peneliti mengamati dan bahkan
terlibat dari dekat ke dalam fenomena yang diamati. Peneliti dapat memperoleh
pemahaman konteks dimana partisipan beraktivitas. Spredley (1980) memberikan
penilaian atas etnografi sebagai cara untuk mengungkapkan apa yang ingin
dipikirkan para partisipan dan menunjukkan makna budaya yang dianut oleh para
partisipan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Malinowsky (dalam Nesi 2018: 84) mengemukakan bahwa etnografer harus
mampu menggali informasi secara mendalam dari berbagai sumber secara luas.
Berkaitan dengan metode etnografi, peneliti mengadaptasi metode alur maju
bertahap dari Spradley. Menurut Spradley (2007: 63), alur penelitian maju
bertahap merupakan langkah-langkah yang mesti ditempuh peneliti dalam
menghasilkan makna kebudayaan. Hal ini karena dalam penelitian etnografi,
peneliti terlibat langsung di lapangan. Alur penelitian maju bertahap terdiri atas
dua belas langkah agar dapat menggali sedalam mungkin suatu isu atau pokok
masalah dari sudut pandang penduduk atau penutur asli. Meskipun demikian,
peneliti tidak menggunakan seluruh tahapan dalam alur penelitian maju bertahap.
Penelitian ini merupakan penelitian bahasa dengan memanfaatkan metode
etnografi. Peneliti mengadaptasi metode alur maju bertahap menjadi empat tahap,
yaitu (1) menetapkan informan, (2) mewawancarai informan, (3) mengajukan
pertanyaan deskriptif, (4) menganalisis wawancara etnografis, (5) membuat
analisis domain, (6) membuat analisis komponen, dan (7) memerikan makna
bahasa dari sudut pandang budaya (Spradley, 2007: 315).
Duranti (1997: 27) bahwa mendeskripsikan suatu budaya sama halnya
dengan mendeskripsikan bahasa. Duranti menggunakan istilah antropologi
linguistik mengkaji ujaran dan bahasa dalam konteks antropologi. Artinya, bahasa
sebagai sumber budaya dan mengkaji bahasa sebagai tindakan budaya. Namun,
Foley menggunakan istilah linguistik antropologi. Foley (2001: 3) mengemukakan
bahwa linguistik antropologi memandang dan mengkaji bahasa dari sudut
pandang antropologi, budaya, dan bahasa untuk menemukan makna di balik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
pemakaiannya. Foley juga mengatakan bahwa linguistik antropologi adalah
disiplin ilmu yang bersifat interpretatif yang lebih jauh mengupas bahasa untuk
menemukan pemahaman budaya (cultural understanding).
Dengan demikian, perspektif etnopragmatik dalam penelitian ini akan
mengkaji kesantunan masyarakat Sunda melalui tindak tutur yang disertai bahasa
nonverbal kinestetik (fasial, gestural, dan postural). Sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Foley bahwa linguistik antropologi sebagai disiplin ilmu yang
bersifat interpretatif, yaitu menunjukkan bahwa social behavior masyarakat Sunda
tercermin melalui budayanya Oleh karena itu, pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal yang digunakan masyarakat Sunda menunjukkan bahwa bahasa sebagai
salah satu aspek budaya masyarakat Sunda yang akan dikaji dalam penelitian ini.
2.2 Kerangka Berpikir
Sebesar 93 % bahasa nonverbal berpengaruh besar dalam berkomunikasi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mehrabian menunjukkan bahwa hanya 7%
hasil komunikasi ditentukan oleh penggunaan kata-kata atau bahasa verbal.
Pemahaman 38% berdasarkan pada nada suara, dan 55 % berdasarkan pada
ekspresi wajah, gerak tangan, posisi tubuh, dan bentuk-bentuk komunikasi bahasa
nonverbal lain. Pemakaian bahasa tidak dapat dilepaskan dari latar belakang
budaya pemilik sekaligus pengguna bahasa tersebut. Bahasa Sunda digunakan
oleh masyarakat Sunda sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai alat
pengembang serta pendukung kebudayaan Sunda. Masyarakat Sunda
menggunakan bahasa verbal dan nonverbal untuk menyampaikan maksud
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
kesantunan. Penelitian ini akan mengkaji pemakaian bahasa verbal dan nonverbal
masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan. Etnopragmatik sebagai
landasan berpikir untuk mendeskripsikan kesantunan masyarakat Sunda melalui
tindak tutur yang disertai bahasa nonverbal kinestetik (fasial, gestural, dan
postural). Penelitian ini akan mengkaji wujud, fungsi, dan makna pragmatik
pemakaian bahasa verbal dan nonverbal masyarakat Sunda sebagai manifestasi
kesantunan. Berikut ini merupakan bagan kerangka berpikir dalam penelitian ini.
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir
PEMAKAIAN BAHASA VERBAL DAN NONVERBAL
SEBAGAI MANIFESTASI KESANTUNAN MASYARAKAT
SUNDA DI KABUPATEN CIAMIS: KAJIAN
ETNOPRAGMATIK
Etnopragmatik
Makna
Pragmatik Wujud
Fungsi
KESANTUNAN
BERBAHASA
MASYARAKAT
SUNDA
Skala Kesantunan
Leech
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini berisi cara dan alat yang digunakan peneliti untuk mendapatkan
data. Metodoloogi dalam penelitian ini meliputi: (1) jenis penelitian; (2) sumber
data dan data; (3) teknik pengumpulan data; (4) instrumen penelitian; (5) teknik
analisis data; dan (6) triangulasi data.
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi
kesantunan berbahasa masyarakat Sunda menggunakan jenis penelitian
deskriptif kualitatif. Arikunto (2009: 291) mengemukakan bahwa penelitian
deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya
menggambarkan ‘apa adanya’ tentang suatu variabel, gejala, atau keadaan.
Artinya, penelitian ini akan menggambarkan pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal sebagai manifestasi kesantunan berbahasa masyarakat Sunda.
Moleong (2014: 6) menyatakan bahwa penelitian kualitatif bermaksud
memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Sejalan
dengan hal tersebut, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang
bermaksud memahami fenomena pemakaian bahasa verbal dan nonverbal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan. Berdasarkaan karakteristik
penelitian kualiatif bahwa penelitian ini akan mendeskripsikan wujud, fungsi,
dan maksud pemakaian bahasa verbal dan nonverbal masyarakat Sunda sebagai
manifestasi kesantunan sebagai bentuk pemaknaan data (interpretasi data).
Penelitian ini didasarkan pada situasi yang alamiah yaitu lingkungan masyarakat
di Kecamatan Sindangkasih.
3.2 Sumber Data dan Data
Mahsun (2005: 28) mengemukakan bahwa sumber data merupakan hal lain
yang ada kaitannya dengan data adalah menyangkut sumber data, yang di
dalamnya terdapat masalah yang berhubungan dengan populasi, sampel, dan
informan. Sumber data dibedakan menjadi dua yaitu sumber data substanatif dan
sumber data lokasional. Sumber data substantitif dalam penelitian ini adalah
bahasa verbal dan bahasa nonverbal yang mengandung kesantunan. Sumber data
tersebut akan ditranskripsi menjadi teks dari hasil rekaman video dan hasil catatan
saat pengumpulan data. Sumber data lokasional dalam penelitian ini adalah
sembilan desa di Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Ciamis. Kecamatan
Sindangkasih terdiri dari sembilan desa, yaitu Desa Budiasih, Desa Budiharja,
Desa Gunungcupu, Desa Sindangkasih, Desa Sukamanah, Desa Sukaraja, Desa
Sukaresik, Desa Sukasenang, dan Desa Wanasigra.
Creswell (2015: 261) mengemukakan bahwa sumber data diperoleh
langsung melalui lingkungan alamiah (natural setting), yaitu peneliti langsung
terjun ke lapangan di lokasi partisipan mengalami isu atau masalah yang akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
diteliti. Sumber data diperoleh dengan menggunakan metode observasi langsung.
Lingkungan alamiah yang akan diselidiki adalah bahasa yang digunakan sebagai
alat komunikasi masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten
Ciamis, Jawa Barat. Oleh karena itu, observasi yang dilakukan peneliti harus
terjadi secara alamiah sehingga memperoleh data dengan baik.
Dengan demikian, data dalam penelitian ini terdiri atas dua kategori.
Pertama, data berupa tuturan (bahasa verbal) dan bahasa nonverbal kinestetik
yang mengandung kesantunan. Data diperoleh dari sumber data primer yang telah
ditranskripsi menjadi korpus data. Kedua, data berupa informasi yang diperoleh
dari sumber sekunder yaitu buku, artikel, dokumen relevan dan informan yang
dikutip peneliti untuk mengonfirmasi juga menegaskan interpretasi data primer.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini memerlukan cara untuk mengumpulkan data. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Sugiyono (2013: 224) mengemukakan bahwa teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini mengadaptasi metode etnografi serta
menggunakan metode simak.
Metode etnografi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu observasi
partisipan dan perekaman. Spradley (1980: 33) mengemukakan bahwa observasi
partisipan merupakan kegiatan mengobservasi aktivitias masyarakat,
karakteristik fisik situasi sosial, dan ikut merasakan menjadi bagian dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
aktivitas tersebut. Malinowsky (dalam Nesi 2018: 84) mengemukakan bahwa
etnografer harus mampu menggali informasi secara mendalam dari berbagai
sumber secara luas. Metode etnografi dalam penelitian ini berguna untuk
mengkaji, memahami, memaknai hingga menginterpretasikan bahasa verbal dan
nonverbal masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan.
Metode etnografi komunikasi meliputi pengalaman langsung, observasi
partisipasi, dan wawancara. Peneliti melakukan observasi partisipasi sebagai
wujud penggalian informasi secara intensif sebagai proses pengumpulan data.
Peneliti bertindak sebagai observer sehingga mendapatkan pengalaman langsung
dari lapangan. Kemudian, peneliti juga menggunakan telaah dokumen. Esterberg
(dalam Sarosa, 2012: 81) mengemukakan bahwa dokumen adalah segala sesuatu
materi dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia berupa buku, artikel
media massa, catatan harian, manifesto, undang-undang, notulen, blog, halaman
web, foto, dan lainnya. Creswell (dalam Nesi, 2018: 83) mengemukakan bahwa
telaah dokumen digunakan untuk mengonfirmasi hasil interpretasi data. Telaah
dokumen dalam penelitian ini berupa sumber-sumber rujukan yang relevan
dengan topik penelitian yang berasal dari artikel jurnal, buku cetak, dan
dokumen lainnya. Teknik yang digunakan dalam metode dokumentasi adalah
teknik catat, yaitu peneliti mencatat bagian-bagian penting yang relevan dengan
masalah penelitian.
Berkaitan dengan metode etnografi, peneliti memanfaatkan alur maju
bertahap dari Spradley. Spradley (2007: 63) mengemukakan bahwa alur
penelitian maju bertahap merupakan langkah-langkah yang mesti ditempuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
peneliti dalam menghasilkan makna kebudayaan. Penelitian ini mengharuskan
peneliti untuk terlibat langsung di lapangan. Alur penelitian maju bertahap
terdiri atas dua belas langkah agar dapat menggali sedalam mungkin suatu isu
atau pokok masalah dari sudut pandang penduduk atau penutur asli. Penelitian
ini mengadaptasi alur maju dalam penelitian budaya untuk penelitian bahasa
menjadi empat tahap. Peneliti memodifikasi metode alur maju bertahap menjadi
empat tahap, yaitu 1) menetapkan informan, (2) membuat analisis domain, (3)
membuat analisis komponen, dan (4) memerikan makna bahasa dari sudut
pandang budaya.
Namun, hal terpenting yang harus diperhatikan bahwa fokus dari penelitian
ini adalah penelitian bahasa dan bukan penelitian budaya. Kasus objek kajian
penelitian bahasa berbeda dengan kasus penelitian budaya. Penelitian budaya
mencakup semua aspek dari suatu kebudayaan, termasuk bahasa. Aspek bahasa
merupakan salah satu aspek dari suatu kebudayaan. Dengan demikian, metode
penelitian ini juga dikombinasikan dengan teknik kebahasaan karena penelitian
ini merupakan penelitian bahasa. Metode simak sebagai cara yang digunakan
dalam penelitian bahasa verbal dan nonverbal dalam penelitian ini.
Mahsun (2007: 92) menjelaskan bahwa metode simak adalah cara yang
digunakan untuk memperoleh data yang dilakukan dengan menyimak
penggunaan bahasa. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode simak
sebagai proses pengumpulan data. Metode simak digunakan untuk menggali
realitas pemakaian bahasa pada proses pengumpulan bahasa verbal dan
nonverbal masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan. Sudaryanto (2015:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
9) mengemukakan bahwa peneliti membutuhkan teknik dalam mewujudkan
metode simak. Teknik tersebut merupakan cara peneliti dalam menerapkan
metode. Kemudian berdasarkan metode simak yang digunakan peneliti dalam
penelitian ini, Sudaryanto (2015: 203) memaparkan bahwa terdapat dua teknik
dalam menerapkan metode simak, yaitu (1) teknik dasar dan (2) teknik lanjutan.
Teknik dasar, yaitu peneliti mendapatkan data dengan segenap kemampuan dan
kemauannya dapat menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa
orang. Sementara itu, terdapat empat teknik lanjutan, yaitu (1) teknik simak libat
cakap, (2) teknik simak bebas libat cakap, (3) teknik rekam, dan (4) teknik catat.
Peneliti menggunakan metode simak dengan kedua teknik tersebut, yaitu
teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
teknik dasar dan teknik lanjutan. Peneliti menggunakan teknik dasar untuk
mendapatkan data dengan segenap kemampuan dan kemauannya untuk
menyadap pemakaian bahasa seseorang atau beberapa orang, sedangkan teknik
lanjutan yang digunakan peneliti yaitu teknik simak libat cakap, teknik simak
bebas libat cakap, teknik rekam berupa video, dan teknik catat.
Pertama, teknik simak libat cakap dalam penelitian ini yaitu peneliti
berinteraksi langsung dengan masyarakat Sunda dengan menyimak bahasa
verbal dan memperhatikan bahasa nonverbal masyarakat Sunda. Kedua, teknik
bebas libat cakap dalam penelitian ini yaitu bahwa peneliti hanya mengamati
bahasa verbal dan nonverbal yang digunakan mayarakat Sunda. Ketiga, teknik
rekam yaitu peneliti merekam pemakaian bahasa verbal dan nonverbal
masyarakat Sunda dengan memanfaatkan handycam. Keempat, teknik catat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
dilakukan dengan cara mencatat data yang nantinya dilanjutkan dengan
mengklasifikasi data tersebut. Secara ringkas tenik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
Bagan 3.1 Kerangka Teknik Pengumpulan Data
3.4 Instrumen Penelitian
Sugiyono (2015: 306) mengemukakan bahwa instrumen adalah alat
pengumpul data yang digunakan untuk mendapatkan data-data penelitian. Dalam
penelitian kualitatif instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri atau disebut
dengan human instrument. Human instrument berfungsi menetapkan fokus
penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan
data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat
kesimpulan atas penemuannya.
Peneliti berperan sebagai human instrumen dalam penelitian ini. Peneliti
berbekal acuan teori-teori yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian ini
Peneliti
Metode
Etnografi
Metode
Simak
Teknik dasar dan
teknik lanjutan
Pengalaman langsung
dan observasi
partisipasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
mengacu pada teori-teori yang dijadikan landasan berpikir bagi peneliti. Kajian
teori yang relevan, meliputi teori bahasa verbal dan nonverbal, pragmatik,
kesantunan, dan etnopragmatik. Teori-teori tersebut dijadikan acuan untuk
memperoleh dan mengkaji informasi mengenai pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal masyarakat Sunda sebagai manifestasi kesantunan berbahasa.
Peneliti menjadi instrumen kunci, peneliti mengambil latar lingungan
alamiah, kemudian informasi yang diperoleh akan dimaknai dan
diinterpretasikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnopragmatik.
Artinya, peneliti menyajikan, menafsirkan, dan menginterpretasi pemakaian
bahasa verbal dan bahasa nonverbal yang berkaitan dengan situasi yang sedang
terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam masyarakat. Hal tersebut
penting dilakukan untuk mengungkap fakta, keadaan, fenomena yang terjadi saat
penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya.
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data
Sudaryanto (2015: 7) menyatakan bahwa teknik analisis data merupakan
upaya peneliti untuk menangani langsung masalah yang terkandung pada data.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah metode padan ekstralingual.
Mahsun (2007: 120) memaparkan bahwa metode padan ekstralingual digunakan
untuk menganalisis unsur yang bersifat ekstralingual, seperti menghubungkan
masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa. Oleh karena itu, peneliti
akan menghubungkan bahasa verbal dan nonverbal yang dipakai saat
berkomunikasi dengan konteks di luar bahasa yang melingkupinya untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
menemukan maksud yang sebenarnya. Mahsun (2007: 121) menambahkan catatan
khusus perihal metode padan ekstralingual tersebut, yakni menghubungkan unsur
bahasa yang berupa bentuk itu dengan hal yang di luar bahasa, misalnya “baju”
adalah kata benda karena menunjukkan benda. Kemudian membandingkan hal di
luar bahasa itu: makna dengan makna.
Creswell (2015: 274) mengemukakan bahwa analisis data merupakan proses
berkelanjutan yang membutuhkan refleksi terus-menerus terhadap data,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan analitis, dan menulis catatan singkat
sepanjang penelitian. Data dalam penelitian ini berupa wujud bahasa verbal
(kalimat tuturan) dan bahasa nonverbal, meliputi gestur, ekspresi wajah, kontak
mata, dan postur. Wujud bahasa verbal dan bahasa nonverbal ditafsirkan
menggunakan fungsi bahasa verbal dan bahasa nonverbal untuk menginterpretasi
maksud bahasa nonverbal berdasarkan perspektif etnopragmatik.
Untuk menganalisis data tersebut, Milles and Huberman (1994:10)
menggunakan flow model yang terdiri dari reduksi data, penyajian (display) data,
penggambaran kesimpulan dan verifikasi. Reduksi data merupakan proses
memilih, menyederhanakan, mengabstraksi, dan mengubah data yang muncul
dalam catatan lapangan tertulis atau transkrip. Data dalam penelitian ini berupa
tuturan (bahasa verbal) dan bahasa nonverbal yang kemudian dipilah unsur-unsur
yang diteliti untuk menemukan maksud kesantunan berbahasa. Oleh karena itu,
daya pilah supaya optimal perlu ada kriteria uraian berupa tipe-tipe bahasa
nonverbal dalam tiap tuturan. Kemudian, peneliti menyajikan data (display).
Milles and Huberman (1994:11) penyajian adalah sebuah kumpulan informasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
yang terorganisir dan terkompresi yang memungkinkan pengambilan kesimpulan
dan tindakan. Dalam tahap penyajian data, data yang telah dipilah kemudian
dimasukan ke dalam tabel. Sejalan dengan pendapat Miles dan Huberman bahwa
desain penyajian ditentukan melalui baris dan kolom yang dimasukan ke dalam
tabel sebagai aktivitas analisis. Tahap terakhir analisis data adalah kesimpulan dan
verifikasi. Data yang telah disajikan dengan berbagai aktivitas analisisnya
kemudian ditarik kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan tentu berkaitan dengan
pengumpulan data yang telah direduksi dan disajikan sehingga kesimpulan yang
dibuat merupakan kesimpulan berdasarkan analisis secara induktif. Berikut ini
merupakan langkah konkret tahap analisis data dalam penelitian ini.
1. Identifikasi, yaitu peneliti mengidentifikasi data, yaitu data primer berupa
bahasa verbal dan nonverbal direduksi menjadi data final berupa bahasa verbal
dan nonverbal yang mengandung kesantunan. Tahap reduksi data tersebut
dilaksanakan setelah pengumpulan data selesai dilakukan.
2. Klasifikasi, proses klasifikasi merupakan bagian dari proses penyajian
(display) data. Tahap klasifikasi yang dilakukan adalah data berupa bahasa
verbal dan nonverbal diklasifikasi ke dalam kolom-kolom dalam sebuah tabel.
Kolom tersebut terbagi menjadi tiga yang terdiri dari wujud bahasa verbal,
wujud bahasa nonverbal, fungsi bahasa nonverbal, dan makna pragmatik
bahasa nonverbal yang mengandung kesantunan. Berikut ini adalah tabel
proses penyajian data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Tabel 3.1 Analisis Data
KODE FOTO DAN
KONTEKS
BAHASA VERBAL
DAN BAHASA
NONVERBAL
PENANDA
KESANTUNAN
3. Interpretasi, proses interpretasi juga masih bagian dari proses penyajian
(display) data. Tahap interpretasi dilaksanakan setelah tahap klasifikasi selesai.
Data-data yang telah diklasifikasikan sesuai kolom akan diinterpretasi.
Intepretasi cenderung pada proses memberikan penjelasan-penjelasan yang
spesifik dan mendalam terkait dengan masing-masing kolom.
4. Pelaporan hasil penelitian, proses tersebut merupakan proses
penarikan/verifikasi kesimpulan.
3.6 Triangulasi
Penelitian ini diperlukan adanya pemeriksaan keabsahan data sebagai wujud
pertanggungjawaban secara ilmiah. Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam
penelitian ini menggunakan teknik triangulasi data. Moleong (2007: 330)
mengemukakan bahwa triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Di luar data untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik
triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber
lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Patton (dalam Sutopo, 2002: 78) menyatakan bahwa ada empat teknik
triangulasi, yaitu: (1) triangulasi data, yaitu data yang sama atau sejenis, akan
lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda;
(2) triangulasi peneliti, yaitu hasil penelitian baik data atau pun simpulan
mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari
beberapa peneliti; (3) triangulasi metodologi, yaitu triangulasi ini dilakukan oleh
seorang peneliti dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan
teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda; serta (4) triangulasi teoritis,
yaitu triangulasi ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif
lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.
Triangulasi dalam penelitian ini yaitu triangulasi data dan triangulasi
teoritis. Triangulasi teoritis dalam penelitian ini yaitu peneliti mengacu pada
teori-teori yang relevan dengan penelitian ini untuk mengungkap permasalahan
yang telah dirumuskan. Kemudian, triangulasi data dilakukan untuk menguji
data yang terkumpul kepada ahli, ahli dalam kaitan dengan penelitian ini yang
dimaksud adalah ahli pragmatik. Ahli tersebut akan melihat bahwa data yang
dikumpulkan sudah dapat dikatakan memadai (representatif), serta untuk
mengkonfirmasi bahwa data yang diperoleh tersebut dikatakan mencukupi
hingga sudah tidak ditemukan data lagi. Selain itu, triangulasi data juga bukan
semata-mata untuk mencari kebenaran data penelitian tetapi juga untuk
mengecek kredibilitas data dan keterpercayaan hasil temuan yang diperoleh dari
berbagai sumber. Triangulator dalam penelitian ini, yakni Prof. Dr. I. Praptomo
Baryadi, M.Hum., dosen Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab empat merupakan bagian hasil penelitian dan pembahasan dari
penelitian ini. Subbab dari bab empat ini terdiri atas: (1) deskripsi pelaksanaan
penelitian; (2) analisis data; (3) pembahasan. Berikut ini merupakan deskripsi dari
ketiga hal tersebut.
4.1 Deskripsi Data Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada sembilan desa, yaitu Desa Sukamanah,
Desa Sukaraja, Desa Budiasih, Desa Budiharja, Desa Gunungcupu, Desa
Sukasenang, Desa Sukaresik, Desa Sindangkasaih, dan Desa Wanasigra.
Kesembilan desa tersebut terdapat di Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten
Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini memfokuskan pemakaian bahasa
verbal dan nonverbal masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih berdasarkan
kegiatan-kegiatan rutin yang dilaksanakan disetiap desa, walaupun ada beberapa
kegiatan yang tidak dapat peneliti ikuti karena keterbatasan peneliti. Beberapa
kegiatan yang berhasil diikuti oleh peneliti, yaitu kegiatan pengajian rutin,
pertemuan PKK, aktivitas belajar-mengajar, posyandu, posbindu, dan kegiatan
sosialisasi. Peneliti merekam kegiatan-kegiatan tersebut untuk dijadikan data
dalam penelitian ini sebagai manifestasi kesantunan berbahasa masyarakat Sunda.
Data penelitian berupa rekaman video kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
pada sembilan desa. Peneliti mengkaji pemakaian bahasa verbal dan nonverbal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
sebagai manifestasi kesantunan masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih.
Data tersebut diperoleh dalam waktu dua bulan, yaitu bulan Agustus hingga
September 2019. Sebanyak lima puluh lima analisis bahasa verbal dan bahasa
nonverbal dalam dua puluh lima video kegiatan rutin masyarakat Sunda di
Kecamatan Sindangkasih. Data tersebut dianalisis menggunakan teori bahasa
nonverbal menurut Duncan (2012) yang difokuskan pada gerak kinestetik dan
didukung oleh paralinguistik. Bahasa nonverbal dalam penelitian ini sebagai
konteks bahasa verbal untuk menunjukkan kesantunan berbahasa masyarakat
Sunda. Kesantunan tersebut dapat dianalisis menggunakan skala kesantunan
Leech (1983). Jadi, analisis data dalam penelitian ini menggunakan beberapa
teori untuk mengungkapkan maksud kesantunan masyarakat Sunda.
Masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih menggunakan bahasa Sunda
dan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari, termasuk dalam kegiatan-
kegiatan rutin yang dilaksanakan di setiap desa seperti kegiatan pengajian rutin,
pertemuan PKK, aktivitas belajar-mengajar, dan kegiatan sosialisasi. Kesantunan
saat berbahasa tersebut dapat termanifestasi ketika penutur mampu memakai
bahasa verbal yang terintegrasi dengan wujud bahasa nonverbal. Oleh karena itu,
peneliti menggunakan teori bahasa nonverbal, khususnya pesan kinestetik
menurut Duncan (2012) sebagai konteks bahasa verbal masyarakat Sunda untuk
mengungkapkan kesantunan. Peneliti juga menggunakan skala kesantunan Leech
(1983) untuk memahami maksud pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai
manifestasi kesantunan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
4.2 Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini dilaporkan dengan model penyajian yang mengacu pada
wujud nonverbal sebagai pesan kinestetik. Wujud bahasa nonverbal kinestetik
tersebut terdiri atas wujud bahasa nonverbal fasial, gestural, dan postural.
Berdasarkan wujud-wujud tersebut, fungsi serta makna pragmatik pemakaian
bahasa verbal dan nonverbal dapat diinterpretasi berdasarkan terpenuhinya skala
kesantunan Leech. Hasil triangulasi data penelitian ini bahwa triangulator, Prof.
Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. tidak menyetujui tiga data hasil analisis yang
dilakukan peneliti. Data-data yang tidak disetujui tersebut yaitu Data 7 (E1)
bagian analisis (I), Data 14 (J2), dan Data 16 (C1) bagian analisis (I). Berikut ini
merupakan uraian hasil uraian secara terperinci hasil penelitian dalam penelitian
ini.
4.2.1 Wujud Bahasa Verbal dan Nonverbal
Wujud bahasa verbal dan nonverbal dalam penelitian ini yaitu tindak tutur
dalam konteks pragmatik yang disertai gerak kinestetik penutur dan mitra tutur
saat berkomunikasi. Tindak tutur sebagai wujud bahasa verbal dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut: (1) lokusi, yaitu tuturan yang bermakna secara
semantik; (2) ilokusi, yaitu tuturan yang bermakna secara pragmatik; dan (3)
perlokusi, yaitu efek dari tuturan yang diujarkan oleh penutur.
Wujud bahasa nonverbal dalam penelitian ini yaitu gerak kinestetik
masyarakat Sunda saat berkomunikasi. Bahasa nonverbal kinestetik terdiri atas
pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural. Pesan fasial ditunjukkan oleh raut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
muka, pesan gestural ditunjukkan oleh gerakan mata dan gerakan anggota tangan,
serta pesan postural ditunjukkan oleh gerakan seluruh tubuh. Wujud-wujud bahasa
nonverbal tersebut merupakan jenis bahasa nonverbal yang seringkali dipakai saat
berkomunikasi dalam kegiatan rutin setiap desa di Kecamatan Sindangkasih.
Wujud-wujud bahasa nonverbal tersebut memang berperan penting dalam
penyampaian maksud kesantunan. Masing-masing analisis data tersebut disajikan
sebagai berikut.
a. Wujud Bahasa Nonverbal Fasial
Berikut ini merupakan wujud-wujud bahasa nonverbal fasial yang dominan
dalam peristiwa tutur di Kecamatan Sindangkasih. Wujud bahasa nonverbal fasial
dalam penelitian ini yaitu tindak tutur dan ekspresi wajah yang ditunjukkan oleh
raut muka. Data-data tersebut disajikan sebagai berikut.
Data 1 (A1)
(I)
Bahasa Verbal:
Baru juga sepuluh hari bu, suami
saya tercinta dilantik di Desa
Sukamanah.
Bahasa Nonverbal:
Ibu Kepala Desa Sukamanah
menatap ibu-ibu PKK dengan raut
muka yang serius dan
meyakinkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
(II)
Bahasa Verbal: Sudah kegiliran kegiatan PKK di
Kecamatan, tidak ada kata yang pantas
diucapkan selain kata syukur alhamdulillah
berarti itu kehormatan bagi kami.
Bahasa Nonverbal:
Ibu Kepala Desa Sukamanah menatap ibu-ibu
PKK dengan raut muka yang serius dan
meyakinkan.
(III)
Bahasa Verbal:
Mudah-mudahan minta doanya dari
semuanya, kami bisa menjalankan tugas
amanah ya bu ya. Aamiin yarobal alamiin.
Bahasa Nonverbal:
Ibu Kepala Desa Sukamanah menatap ibu-
ibu PKK dengan raut muka yang serius dan
meyakinkan.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan
formal dan berlangsung di aula Kantor
Kecamatan Sindangkasih. Penutur adalah
Kepala Desa Sukamanah, sedangkan mitra
tutur adalah ibu-ibu PKK sekecamatan yang
terdiri dari sembilan desa, yaitu Desa
Sukamanah, Desa Sukaraja, Desa Budiasih,
Desa Budiharja, Desa Gunungcupu, Desa
Sukamanah, Desa Sukaresik, Desa
Sindangkasih, dan Desa Wanasigra. Penutur
sedang memberikan kata sambutan untuk
mewakili ketua Tim Pengerak PKK dari desa
lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Data 1 (A1) terjadi saat pelaksanaan kegiatan PKK Sekecamatan
Sindangkasih. Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan
berlangsung di aula Kantor Kecamatan Sindangkasih. Penutur adalah Kepala Desa
Sukamanah, sedangkan mitra tutur adalah ibu-ibu PKK sekecamatan yang terdiri
dari sembilan desa, yaitu Desa Sukamanah, Desa Sukaraja, Desa Budiasih, Desa
Budiharja, Desa Gunungcupu, Desa Sukamanah, Desa Sukaresik, Desa
Sindangkasih, dan Desa Wanasigra. Penutur sedang memberikan kata sambutan
untuk mewakili ketua Tim Pengerak PKK dari desa lainnya.
Wujud bahasa verbal dalam data tersebut ada tiga, yaitu “Baru juga sepuluh
hari bu, suami saya tercinta dilantik di Desa Sukamanah”, “Sudah kegiliran
kegiatan PKK di Kecamatan, tidak ada kata yang pantas diucapkan selain kata
syukur alhamdulillah berarti itu kehormatan bagi kami”, dan “Mudah-mudahan
minta doanya dari semuanya, kami bisa menjalankan tugas amanah ya bu ya.
Aamiin yarobal alamiin”. Ketiga tuturan tersebut sebagai tindak tutur penutur saat
menyampaikan tuturan yang mengandung lokusi dan ilokusi. Artinya, tuturan
tersebut bermakna dan memiliki maksud yang ditimbulkan setelah tuturan tersebut
disampaikan pada audiens bahwa penutur meminta doa pada audiens atas jabatan
baru suaminya sebagai Kepala Desa Sukamanah. Wujud bahasa nonverbal fasial
pada Data 1 (A1) dalam penelitian ini yaitu Ibu Kepala Desa Sukamanah menatap
ibu-ibu PKK dengan raut muka yang serius dan meyakinkan. Artinya, wujud
bahasa nonverbal fasial dapat ditunjukkan dengan raut muka serius dan
menyakinkan didukung pesan paralinguistik (nada, ritme, volume, dan kecepatan
suara) untuk menyampaikan makna kesantunan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Gambar 4.1 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial
Data 2 (B1)
Bahasa Verbal:
Sing aya sodakoh ka budak yatim,
ngadungakeun budak yatim kuibu-ibu
sadayana sing janten murangkalih nu
sholeh jeung sholehah.
Harus sedekah pada anak yatim, ibu-ibu
doakan anak yatim agar semuanya
menjadi anak-anak yang saleh dan
salihah.
Bahasa Nonverbal:
Utadzah menatap pada para ibu-ibu
pengajian dengan raut muka yang serius.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana
tuturan formal dan berlangsung di Majid
Jami’ Desa Sukamanah. Penutur merupakan seorang ustazah dan mitra tutur
adalah ibu-ibu pengajian Desa Sukamanah. Utadzah sedang memberikan ceramah
pada para ibu.
Data 2 (B1) terjadi saat pelaksanaan kegiatan pengajian rutin setiap hari
Jumat. Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di
Majid Jami’ Desa Sukamanah. Penutur merupakan seorang ustazah dan mitra
tutur adalah ibu-ibu pengajian Desa Sukamanah. Utadzah sedang memberikan
ceramah pada para ibu. Wujud bahasa verbal dalam data tersebut yaitu “Harus
sedekah pada anak yatim, ibu-ibu doakan anak yatim agar semuanya menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
anak-anak yang sholeh dan sholehah”. Tuturan tersebut disebut sebagai tindak
tutur penutur saat menyampaikan tuturan yang mengandung lokusi dan ilokusi.
Artinya, tuturan tersebut bermakna dan memiliki maksud yang ditimbulkan
setelah tuturan tersebut disampaikan pada ibu-ibu pengajian. Wujud bahasa
nonverbal fasial pada Data 2 (B1) yaitu ustazah menatap ibu-ibu PKK dengan raut
muka yang serius dan meyakinkan. Artinya, wujud bahasa nonverbal fasial dapat
ditunjukkan dengan raut muka didukung pesan paralinguistik (nada, ritme,
volume, dan kecepatan suara) untuk menyampaikan makna kesantunan.
Gambar 4.2 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial
Data 3 (D2)
(I)
Bahasa Verbal:
Ibu-ibu alhamdulillah urang sadaya
masih keneh dipaparing jatah nyuswa
tiasa keneh ngumpul ngariung dina
acara kagiatan rutin PKK Desa
Budiasih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Ibu-ibu alhamdulillah kita semua masih
bisa diberikan jatah usia masih bisa
berkumpul di acara kegiatan rutin PKK
Desa Busiasih.
Bahasa Nonverbal:
Ibu kader PKK menatap audiens
dengan raut wajah yang serius dan
menyakinkan.
(II)
Bahasa Verbal:
Langkung tipayun simkuring
nyuhunkeun dihapunten ibu-ibu tina
sapudaya kalepatan.
Selanjutnya, saya meminta maaf pada
ibu-ibu dari segala kesalahan.
Bahasa Nonverbal:
Ibu kader PKK menatap audiens dengan raut wajah yang serius dan menyakinkan.
(III)
Bahasa Verbal:
Sareng hatur nuhun kana doa na ti
sadayana simkuring tiaya deui calik
didieu. Kitu panginten muhun ibu-ibu
nya.
Terima kasih atas doa dari semuanya
saya bisa hadir disini. Gitu ya bu.
Bahasa Nonverbal:
Ibu kader PKK menatap audiens dengan raut wajah yang serius dan menyakinkan.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di aula
Desa Budiasih. Penutur merupakan kader dalam anggota PKK dan mitra tutur
adalah ibu-ibu anggota PKK Desa Budiasih. Ibu kader PKK sedang memberikan
penjelasan tentang desa siaga pada ibu-ibu angoota PKK.
Data 3 (D2) terjadi saat pelaksanaan kegiatan PKK Desa Budiasih. Tuturan
terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di aula Desa
Budiasih. Penutur merupakan kader dalam anggota PKK dan mitra tutur adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
ibu-ibu anggota PKK Desa Budiasih. Ibu kader PKK sedang memberikan
penjelasan tentang desa siaga pada ibu-ibu angoota PKK. Wujud bahasa verbal
dalam data tersebut ada tiga, yaitu “Ibu-ibu alhamdulillah kita semua masih bisa
diberikan jatah usia masih bisa berkumpul di acara kegiatan rutin PKK Desa
Busiasih”, “Selanjutnya, saya meminta maaf pada ibu-ibu dari segala kesalahan”,
dan “Terima kasih atas doa dari semuanya saya bisa hadir disini. Gitu ya bu”.
Ketiga tuturan tersebut sebagai tindak tutur penutur saat menyampaikan tuturan
yang mengandung lokusi dan ilokusi. Artinya, tuturan tersebut bermakna dan
memiliki maksud setelah tuturan tersebut disampaikan pada audiens. Wujud
bahasa nonverbal fasial pada Data 3 (C2) yaitu penutur menatap ibu-ibu PKK
dengan raut muka yang serius dan meyakinkan. Artinya, wujud bahasa nonverbal
fasial dapat ditunjukkan dengan raut muka didukung pesan paralinguistik (nada,
ritme, volume, dan kecepatan suara) untuk menyampaikan makna kesantunan.
Gambar 4.3 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial
Data 4 (E2)
(I)
Bahasa Verbal:
Ieu… Pinter…
Ini… pinter…
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Bahasa Nonverbal:
Ibu guru menatap siswa dengan raut
wajah dengan serius.
(II)
Bahasa Verbal:
iya… Pinter…
Bahasa Nonverbal:
Ibu guru menatap siswa dengan raut
wajah yang serius.
(III)
Bahasa Verbal:
Baca! Je a ja we awa jawa be aba el ili
bali.
Bahasa Noverbal:
Ibu guru menatap siswa dengan raut
wajah yang serius.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana
tuturan formal dan berlangsung di ruang
kelas. Penutur merupakan ibu guru dan
mitra tutur adalah siswa. Ibu guru
sedang membimbing siswa belajar
membaca.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Berdasarkan Data 4 (E2), data tersebut terjadi saat pelaksanaan kegiatan
belajar di sekolah TK. Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan
berlangsung di ruang kelas. Penutur merupakan ibu guru dan mitra tutur adalah
siswa. Ibu guru sedang membimbing siswa belajar membaca. Wujud bahasa
verbal dalam data tersebut ada tiga, yaitu “Ini… pinter…”, “iya… Pinter…”, dan
“Baca! Je a ja we awa jawa be aba el ili bali”. Kedua tuturan tersebut disebut
sebagai tindak tutur penutur saat menyampaikan tuturan. Ketiga kalimat tersebut
mengandung lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Artinya, tuturan tersebut bermakna,
memiliki maksud, dan diharapkan ada efek yang ditimbulkan setelah tuturan
tersebut disampaikan pada siswa. Wujud bahasa nonverbal fasial pada Data 4 (E2)
dalam penelitian ini yaitu ibu guru menatap siswa dengan raut muka yang serius
dan meyakinkan. Artinya, wujud bahasa nonverbal fasial dapat ditunjukkan
dengan raut muka untuk menyampaikan maksud kesantunan. Raut muka ibu guru
menunjukkan maksud, yaitu mengajak dan mengendalikan interaksi, memberikan
umpan balik pada saat berbicara, dan mengemukakan sikap terhadap siswa. Hal
tersebut didukung pesan paralinguistik (nada, ritme, volume, dan kecepatan suara)
untuk menyampaikan makna kesantunan.
Gambar 4.4 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Data 5 (G3)
(I)
Bahasa Verbal:
Engke teh unggal sasih, ibu teh unggal
sasih didieu diparios kitu.
Nanti setiap bulan, ibu tiap bulan.
Bahasa Nonverbal:
Ibu kader Posbindu menatap seorang
ibu ingin periksa dengan raut wajah
yang serius dan meyakinkan; ibu kader
mengangkat kedua tangannya dan
diletakkan di depan dada.
(II)
Bahasa Verbal:
Tos kaditu na mah nging wios kitu mung
masihan ieu hungkul kitu.
Kedepannya tidak perlu hanya
memberikan ini saja.
Bahasa Nonverbal:
Ibu kader POSBINDU menatap seorang ibu ingin periksa dengan raut wajah yang
serius dan meyakinkan; ibu kader mengangkat tangan kanan.
(III)
Bahasa Verbal:
Saha namina bu? Nyuswana?
Siapa namanya bu? Usianya?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Bahasa Nonverbal:
Ibu kader Posbindu menatap seorang ibu
ingin periksa dengan raut wajah yang
serius dan meyakinkan.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana
tuturan formal dan berlangsung di ruang
Posbindu Desa Sukasenang. Penutur merupakan kader Desa Sukasenang,
sedangkan mitra tutur adalah ibu warga masyarakat Desa Sukasenang. Penutur
sedang memberikan pelayanan pada mitra tutur.
Berdasarkan Data 5 (G3), data tersebut terjadi saat pelaksanaan kegiatan
Posbindu. Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung
di ruang Posbindu Desa Sukasenang. Penutur merupakan kader Desa Sukasenang,
sedangkan mitra tutur adalah ibu warga masyarakat Desa Sukasenang. Penutur
sedang memberikan pelayanan pada mitra tutur. Wujud bahasa verbal dalam data
tersebut ada tiga, yaitu “Nanti setiap bulan, ibu tiap bulan”, “Kedepannya tidak
perlu hanya memberikan ini saja”, dan “Siapa namanya bu? Usianya?”. Ketiga
tuturan tersebut disebut sebagai tindak tutur penutur saat menyampaikan tuturan.
Ketiga kalimat tersebut mengandung lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Artinya,
tuturan tersebut bermakna, memiliki maksud, dan diharapkan ada efek yang
ditimbulkan setelah tuturan tersebut disampaikan pada audiens.
Saat penutur menyampaikan tuturan (bahasa verbal), bahasa nonverbal akan
secara otomatis hadir mengiringi bahasa verbal tersebut. Wujud bahasa nonverbal
fasial pada Data 5 (G3) dalam penelitian ini yaitu penutur menatap mitra tutur
dengan raut muka yang serius dan meyakinkan. Artinya, wujud bahasa nonverbal
fasial dapat ditunjukkan dengan raut muka untuk menyampaikan maksud
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
kesantunan. Raut muka penutur tersebut menunjukkan maksud, yaitu mengajak
dan mengendalikan interaksi, mempengaruhi orang lain; dan mengemukakan
sikap.
Gambar 4.5 Wujud Bahasa Nonverbal Fasial
b. Wujud Bahasa Nonverbal Gestural
Berikut ini merupakan wujud-wujud bahasa nonverbal gestural yang dominan
dalam peristiwa tutur di Kecamatan Sindangkasih. Wujud bahasa nonverbal
gestural dalam penelitian ini yaitu bahasa verbal dan gerakan anggota badan, yaitu
gerakan mata, gerakan kepala, dan gerakan tangan. Data-data tersebut disajikan
sebagai berikut.
Data 6 (B4)
(I)
Bahasa Verbal:
Siapa yang tahu penyakit cacing?
Bahasa Nonverbal: Ibu bidan menatap siswa/I; Ibu bidan
menggerakkan kepala ke kanan dan ke
kiri; ibu bidan mengangkat tangan kanan
yang diletakkan di dada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
(II)
Bahasa Verbal:
Penyakit cacing timbul akibat perilaku kita
yang kurang sehat, diantaranya satu tida
pernah cuci tangan kalau habis buang air
besar, tidak pernah cuci tangan kalau mau
makan, terus yang ketiga, kalau bermain
tidak pernah pake alas kaki osok nyeker
bahasa Sundannya mah. Saha nu sok
nyeker?
Bahasa Nonverbal: Ibu bidan menatap siswa/I; ibu bidan menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri;
ibu bidan mengangkat tangan kanan yang diletakkan di dada, serta mengangkat
tangan.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di kelas.
Penutur merupakan seorang bidan desa dan mitra tutur adalah para siswa/I SD
Sukamanah 2, Desa Sukamanah. Penutur memberikan sosialiasi mengenai
pentingnya obat cacing pada bapak/ibu guru dan para siswa/i.
Data 6 (B4) terjadi saat pelaksanaan sosialisasi obat cacing di SD
Sukamanah 2. Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan
berlangsung di kelas. Penutur merupakan seorang bidan desa dan mitra tutur
adalah para siswa/i SD Sukamanah 2, Desa Sukamanah. Penutur memberikan
sosialiasi mengenai pentingnya obat cacing pada bapak/ibu guru dan para siswa/i.
Wujud bahasa verbal dalam data tersebut ada tiga, yaitu “Siapa yang tahu
penyakit cacing?”, dan “Penyakit cacing timbul akibat perilaku kita yang kurang
sehat, diantaranya satu tida pernah cuci tangan kalau habis buang air besar, tidak
pernah cuci tangan kalau mau makan, terus yang ketiga, kalau bermain tidak
pernah pake alas kaki osok nyeker bahasa Sundannya mah. Saha nu sok nyeker?”.
Kedua tuturan tersebut disebut sebagai tindak tutur penutur saat menyampaikan
tuturan. Ketiga kalimat tersebut mengandung lokusi dan ilokusi. Artinya, tuturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
tersebut bermakna dan memiliki maksud yang disampaikan pada siswa. Wujud
bahasa nonverbal gestural pada Data 6 (B3) yaitu ibu guru menatap siswa, ibu
bidan menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri, ibu bidan mengangkat tangan
kanan yang diletakkan di dada, serta mengangkat tangan. Gerakan kepala dan
gerakan tangan mendukung dan melengkapi bahasa verbal agar maksud
tersampaikan. Artinya, wujud bahasa verbal dan nonverbal gestural dapat
ditunjukkan dengan gerakan badan, yaitu gerakan mata, gerakan kepala, dan
gerakan tangan untuk menyampaikan maksud kesantunan.
Gambar 4.6 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural
Data 7 (E1)
(I)
Bahasa Verbal:
Anu namina pembinaan panginten
nya bu urang teh hiji kedah gaduh
materi anu kedah didugikeun teh naon
panginten nya.
Yang namanya pembinaan kita itu
harus punya materi yang harus
disampaikan.
Bahasa Nonverbal:
Ibu sekretaris Tim Penggerak PKK
menatap ibu-ibu PKK; ibu sekretaris
Tim Penggerak PKK memegang buku
dengan tangan kirinya; gerakan kepala
ke kiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
(II)
Bahasa Verbal:
Alhamdulillah kusimkuring bade
digarisbawahi bahwa tadi juga sama
ibu sekmat, “Bu kira-kira materi apa
ya yang disini?”
Alhamdulillah saya mau
menggarisbawahi bahwa tadi juga sama ibu sekmat, “Bu kira-kira materi apa ya
yang diisi?”
Bahasa Nonverbal:
Ibu sekretaris Tim Penggerak PKK menatap ibu-ibu PKK; ibu sekretaris Tim
Penggerak PKK memegang buku dengan tangan kirinya; gerakan kepala ke
kanan, ke kiri, dan ke depan.
(III)
Bahasa Verbal:
Soalnya pada bina wilayah pada tahun
yang lalu sudah kita bahas mengenai
secara keseluruhan apa itu PKK.
Bahasa Nonverbal:
Ibu sekretaris Tim Penggerak PKK
menatap ibu-ibu PKK dengan raut
wajah serius; ibu sekretaris Tim
Penggerak PKK memegang buku
dengan tangan kirinya; gerakan kepala
ke kanan, ke kiri, dan ke depan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
(IV)
Bahasa Verbal:
Jadi, untuk hari ini bina wilayah saya
akan menggaris bawahi mengenai PKK
dusun dan sekaligus dasawisma.
Bahasa Nonverbal:
Ibu sekretaris Tim Penggerak PKK
menatap ibu-ibu PKK dengan raut wajah
serius; ibu sekretaris Tim Penggerak
PKK memegang buku dengan tangan
kirinya; gerakan kepala ke kanan, ke kiri,
dan ke depan.
(V)
Bahasa Verbal:
Ya terima kasih, tepuk tangan untuk
ketiga dusun yang sudah membentuk
PKK dusun.
Bahasa Nonverbal:
Ibu sekretaris Tim Penggerak PKK menatap ibu-ibu PKK; ibu sekretaris Tim
Penggerak PKK memegang buku dengan tangan kirinya; gerakan kepala ke
kanan, ke kiri, dan ke depan.
Konteks:
Tuturan terjadi saat siang hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di Aula
Kantor Desa Budiharja. Penutur merupakan sekretaris Tim Penggerak PKK dan
mitra tutur adalah ibu-ibu anggota PKK Desa Budiharja. Ibu sekretaris Tim
Penggerak PKK sedang memberikan materi bina wilayah pada anggota PKK Desa
Budiharja.
Data 7 (E1) terjadi saat pelaksanaan Bina Wilayah di Desa Budiharja.
Tuturan terjadi saat siang hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di Aula
Kantor Desa Budiharja. Penutur merupakan sekretaris Tim Penggerak PKK dan
mitra tutur adalah ibu-ibu anggota PKK Desa Budiharja. Ibu sekretaris Tim
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Penggerak PKK sedang memberikan materi bina wilayah pada anggota PKK Desa
Budiharja. Wujud bahasa verbal dalam data tersebut ada lima, yaitu “Yang
namanya pembinaan kita itu harus punya materi yang harus disampaikan”,
“Alhamdulillah saya mau menggarisbawahi bahwa tadi juga sama ibu sekmat,
“Bu kira-kira materi apa ya yang diisi?”, Soalnya pada bina wilayah pada tahun
yang lalu sudah kita bahas mengenai secara keseluruhan apa itu PKK”, Jadi,
untuk hari ini bina wilayah saya akan menggaris bawahi mengenai PKK dusun
dan sekaligus dasawisma” dan “Ya terima kasih, tepuk tangan untuk ketiga dusun
yang sudah membentuk PKK dusun”. Kelima tuturan tersebut disebut sebagai
tindak tutur penutur saat menyampaikan tuturan. Kelima kalimat tersebut
mengandung lokusi dan ilokusi. Artinya, tuturan tersebut bermakna dan memiliki
maksud setelah tuturan tersebut disampaikan pada ibu-ibu PKK. Wujud bahasa
nonverbal gestural pada Data 7 (E1) yaitu Ibu sekretaris Tim Penggerak PKK
menatap ibu-ibu PKK dengan raut wajah serius; ibu sekretaris Tim Penggerak
PKK memegang obat dengan kedua tangannya; gerakan kepala ke kanan, ke kiri,
dan ke depan. Wujud bahasa nonverbal gestural dapat ditunjukkan dengan
gerakan badan, yaitu gerakan mata, gerakan kepala, dan gerakan tangan untuk
menyampaikan maksud kesantunan. Artinya, gerakan kepala, gerkan mata, dan
gerakan yang penutur mendukung dan melengkapi bahasa verbal.
Gambar 4.7 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Data 8 (E3)
(I)
Bahasa Verbal:
Didieu ditolak diditu ditolak dilecehkan….
Disini ditolak disitu dilecehkan……
Bahasa Nonverbal:
Ustaz menatap ibu-ibu pengajian dengan
raut wajah yang serius dan meyakinkan;
gerakan kepala ke kiri, ke kanan, dan ke
bawah; ustaz memegang mikrofon dengan
tangan kanan dan tangan kiri digerakkan ke
atas-bawah.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana
tuturan formal dan berlangsung di salah satu
masjid. Penutur merupakan ustaz dan mitra
tutur adalahibu-ibu pengajian rutin
mingguan di Desa Budiharja. Ustaz sedang
memberikan ceramah agama pada ibu-ibu
pengajian.
Data 8 (E3) tersebut terjadi saat pelaksanaan pengajian. Tuturan terjadi saat
pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di salah satu masjid. Penutur
merupakan ustaz dan mitra tutur adalahibu-ibu pengajian rutin mingguan di Desa
Budiharja. Ustaz sedang memberikan ceramah agama pada ibu-ibu pengajian.
Wujud bahasa verbal dalam data tersebut, yaitu “Disini ditolak disitu
dilecehkan…”. Tuturan tersebut disebut sebagai tindak tutur penutur saat
menyampaikan tuturan. Kalimat tersebut mengandung lokusi dan ilokusi. Artinya,
tuturan tersebut bermakna dan memiliki maksud yang ditimbulkan setelah tuturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
tersebut disampaikan pada siswa. Wujud bahasa nonverbal gestural pada Data 8
(E3) yaitu ustaz menatap ibu-ibu pengajian dengan raut wajah yang serius dan
meyakinkan; gerakan kepala ke kiri, ke kanan, dan ke bawah; ustaz memegang
mikrofon dengan tangan kanan dan tangan kiri digerakkan ke atas-bawah. Wujud
bahasa nonverbal gestural dapat ditunjukkan dengan gerakan badan, yaitu gerakan
mata, gerakan kepala, dan gerakan tangan untuk menyampaikan maksud
kesantunan. Gerakan mata, gerakan kepala, dan gerakan tangan penutur
membantu memperjelas, menekankan, dan melengkapi bahasa verbal.
Gambar 4.8 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural
Data 9 (F1)
(I)
Bahasa Verbal:Surah yang kedua
setelah surah Al-Fatihah, surat yang
terpanjang di dalam Al-Quran. Kita
akan menemukan kalimat redaksi yang
kemudian Allah ulang-ulang. Salah satu
kalimat yang Allah ulang-ulang di surat
Al-Baqarah yaitu kalimat fala khaufun
‘alaihim wa la hum yahzanun. Terkait dengan janji Allah, salah satu janji
Allahkata Allah “fala khaufun ‘alaihim wa la hum yahzanun”. Allah berjanji
akan mencabut rasa sedih, rasa takut dalam dada kita fi dunia dan fi akhirat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Bahasa Nonverbal:
Ustaz menatap ibu-ibu dan bapak-bapak
dengan raut wajah yang serius dan
meyakinkan; ustaz duduk sambil
memegang mikrofon dengan kedua
tangannya; gerakan kepala ke kiri, ke
kanan, dan ke depan.
(II)
Bahasa Verbal:
Karma sedih dan takut itu hal yang kita
tidak mau. Hal yang kita tidak mau.
Bahasa Nonverbal:
Ustaz menatap ibu-ibu dan bapak-bapak
dengan raut wajah yang serius dan
meyakinkan; ustaz duduk sambil
memegang mikrofon dengan kedua
tangannya; gerakan kepala ke kiri, ke
kanan, dan ke depan.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di aula
Kantor Desa Gunungcupu. Penutur merupakan seorang ustaz, sedangkan mitra
tutur adalah ibu-ibu anggota PKK di Desa Gunungcupu. Ustaz sedang
memberikan ceramah agama pada ibu-ibu anggota PKK Desa Gunungcupu.
Data 9 (F1) terjadi saat pelaksanaan pengajian. Tuturan terjadi saat pagi
hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di aula Kantor Desa Gunungcupu.
Penutur merupakan seorang ustaz, sedangkan mitra tutur adalah ibu-ibu anggota
PKK di Desa Gunungcupu. Ustaz sedang memberikan ceramah agama pada ibu-
ibu anggota PKK Desa Gunungcupu. Wujud bahasa verbal dalam data tersebut,
yaitu “Surah yang kedua setelah surah Al-Fatihah, surat yang terpanjang di dalam
Al-Quran. Kita akan menemukan kalimat redaksi yang kemudian Allah ulang-
ulang. Salah satu kalimat yang Allah ulang-ulang di Surah Al-Baqarah yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
kalimat fala khaufun ‘alaihim wa la hum yahzanun. Terkait dengan janji Allah,
salah satu janji Allah, kata Allah “fala khaufun ‘alaihim wa la hum yahzanun”.
Allah berjanji akan mencabut rasa sedih, rasa takut dalam dada kita fi dunia dan fi
akhirat” dan “Karma sedih dan takut itu hal yang kita tidak mau. Hal yang kita
tidak mau”. Tuturan tersebut disebut sebagai tindak tutur penutur saat
menyampaikan tuturan. Kalimat tersebut mengandung lokusi dan ilokusi. Artinya,
tuturan tersebut bermakna dan memiliki maksud bahwa Allah selalu memberikan
yang terbaik bagi umat-Nya. Wujud bahasa nonverbal gestural pada Data 9 (F1)
yaitu ustaz menatap ibu-ibu dan bapak-bapak dengan raut wajah yang serius dan
meyakinkan; ustaz duduk sambil memegang mikrofon dengan kedua tangannya;
gerakan kepala ke kiri, ke kanan, dan ke depan. Wujud bahasa nonverbal gestural
dapat ditunjukkan dengan gerakan badan, yaitu gerakan mata, gerakan kepala, dan
gerakan tangan. Artinya, gerakan-gerakan bahasa nonverbal gestural dapat
melengkapi, menekankan, dan mengatur bahasa verbal untuk menyampaikan
maksud kesantunan.
Gambar 4.9 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Data 10 (I2)
(I)
Bahasa Verbal:
Enjing-enjing minum kopi, teh manis,
tambih we ku iyeu anu digulung
kugula bodas sok aya nya? Tah donat
teras anu dina ketan ulah seeur teuing
nu amis-amis nya bu nya.
Pagi-pagi minum kopi, teh manis,
ditambah dengan yang digulung
dengan gula putih ada kan? Nah donat
terus makan ketan jangan terlalu
banyak yang manis-manis ya bu ya.
Bahasa Nonverbal:
Ibu petugas gizi menatap ibu-ibu
posyandu lansia; kedua tangan
digerakkan dan diletakkan di depan
dada; gerakan kepala ke kiri dan ke
kanan.
(II)
Bahasa Verbal:
Bilih ibu seeur teuing nu amis mah
panyawat gula. Anu tos gaduh
panyawat gula dikirangan gula na tapi
ulah sama sekali henteu. Engke ge
sami deui ngedrop.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Jangan terlalu banyak mengonsumsi makanan manis nanti terkena penyakit gula.
Untuk yang sudah terkena penyakit gula, kurangi konsumsi gulanya tapi jangan
tidak sama sekali. Nanti sama saja.
Bahasa Nonverbal:
Ibu petugas gizi menatap ibu-ibu posyandu lansia; kedua tangan diletakkan di
depan dada; gerakan kepala ke kiri dan ke kanan.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di ruang
posyandu lansia Desa Sindangkasih. Penutur adalah kader posyandu lansia di
Desa Sindangkasih, sedangkan mitra tutur adalah ibu-ibu lansia di Desa
Sindangkasih. Penutur sedang memberikan penyuluhan isi piringku pada para ibu.
Data 9 (F1) terjadi saat pelaksanaan posyandu lansia. Tuturan terjadi saat
pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di ruang posyandu lansia Desa
Sindangkasih. Penutur adalah kader posyandu lansia di Desa Sindangkasih,
sedangkan mitra tutur adalah ibu-ibu lansia di Desa Sindangkasih. Wujud bahasa
verbal dalam data tersebut, yaitu “Pagi-pagi minum kopi, teh manis, ditambah
dengan yang digulung dengan gula putih ada kan? Nah donat terus makan ketan
jangan terlalu banyak yang manis-manis ya bu ya” dan “Jangan terlalu banyak
mengonsumsi makanan manis nanti terkena penyakit gula. Untuk yang sudah
terkena penyakit gula, kurangi konsumsi gulanya tapi jangan tidak sama sekali.
Nanti sama saja”. Tuturan tersebut disebut sebagai tindak tutur penutur saat
menyampaikan tuturan. Kalimat tersebut mengandung lokusi dan ilokusi. Artinya,
tuturan tersebut bermakna, memiliki maksud yang disampaikan pada ibu-ibu.
Wujud bahasa nonverbal gestural pada Data 10 (I2) yaitu penutur menatap ibu-ibu
posyandu lansia; Ibu petugas gizi menatap ibu-ibu posyandu lansia; kedua tangan
diletakkan di depan dada; gerakan kepala ke kiri dan ke kanan. Wujud bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
nonverbal gestural dapat ditunjukkan dengan gerakan badan, yaitu gerakan mata,
gerakan kepala, dan gerakan tangan untuk menyampaikan maksud kesantunan.
Artinya, gerakan-gerakan bahasa nonverbal gestural dapat melengkapi,
menekankan, dan mengatur bahasa verbal untuk menyampaikan maksud
kesantunan
Gambar 4.10 Wujud Bahasa Nonverbal Gestural
c. Wujud Bahasa Nonverbal Postural
Berikut ini merupakan wujud-wujud bahasa nonverbal postural yang dominan
dalam peristiwa tutur di Kecamatan Sindangkasih. Wujud bahasa nonverbal
postural dalam penelitian ini yaitu bahasa verbal yang diikuti gerakan seluruh
anggota tubuh. Data-data tersebut disajikan sebagai berikut.
Data 11 (B3)
Bahasa Verbal: Obat cacing teh diberikan dari usia dua
belas bulan sampai lima tahun.
Bahasa Nonverbal:
Ibu bidan berdiri tegak dan memutar
badan ke arah kiri dan kembali ke arah
depan.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana
tuturan formal dan berlangsung di ruang
posyandu. Penutur merupakan seorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
bidan desa dan mitra tutur adalah warga Dusun Tonjong, Desa Sukamanah. Ibu
bidan sedang melakukan sosialisasi obat cacing pada kegiatan posyandu.
Data 11 (B3) terjadi saat pelaksanaan posyandu. Tuturan terjadi saat pagi
hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di ruang posyandu. Penutur
merupakan seorang bidan desa dan mitra tutur adalah warga Dusun Tonjong, Desa
Sukamanah. Ibu bidan sedang melakukan sosialisasi obat cacing pada kegiatan
posyandu. Wujud bahasa verbal dalam data tersebut, yaitu “Obat cacing teh
diberikan dari usia dua belas bulan sampai lima tahun”. Tuturan tersebut disebut
sebagai tindak tutur penutur saat menyampaikan tuturan. Kalimat tersebut
mengandung lokusi dan ilokusi. Artinya, tuturan tersebut bermakna dan memiliki
maksud yang disampaikan pada ibu-ibu. Wujud bahasa nonverbal gestural pada
Data 11 (B3) yaitu ibu bidan berdiri tegak dan memutar badan ke arah kiri dan
kembali ke arah depan. Wujud bahasa nonverbal postural dapat ditunjukkan
dengan gerakan badan seluruh badan untuk menyampaikan maksud kesantunan.
Artinya, gerakan-gerakan bahasa nonverbal postural tersebut dapat melengkapi,
menekankan, dan mengatur bahasa verbal untuk menyampaikan maksud
kesantunan.
Gambar 4.11 Wujud Bahasa Nonverbal Postural
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Data 12 (G1)
Bahasa Verbal: Dengan tahun baru hijriah urang sami-
sami tingkatkeun kaimanan sareng
kataqwaan ka Allah Subhanahuwataala
malah mandar urang sadayana aya dina
bimbingan sareng lindungan Allah
Subhanahuwataalla, aamiin
yarobalalamin.
Pada tahun baru hijriah mari kita
tingkatkan iman dan taqwa pada Allah
Subhanahuwataala semoga kita semua
ada dalam bimbingan dan lindungan
Allah Subhanahuwataala aamiin
yarobalalamin.
Bahasa Nonverbal:
Kepala Desa Sukasenang berdiri tegak
dan membungkukkan badan.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana
tuturan formal dan berlangsung di aula
masjid jami’ Desa Sukasenang. Penutur
merupakan seorang Kepala Desa
Sukasenang, sedangkan mitra tutur
adalah para ibu dan bapak warga
masyarakat Desa Sukasenang. Kepala
Desa Sukasenang sedang memberikan sambutan pada acara pengajian bulanan.
Data 12 (G1) terjadi saat pelaksanaan pengajian. Tuturan terjadi saat pagi
hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di aula masjid jami’ Desa
Sukasenang. Penutur merupakan seorang Kepala Desa Sukasenang, sedangkan
mitra tutur adalah para ibu dan bapak warga masyarakat Desa Sukasenang. Kepala
Desa Sukasenang sedang memberikan sambutan pada acara pengajian bulanan.
Wujud bahasa verbal dalam data tersebut, yaitu “Pada tahun baru hijriah mari kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
tingkatkan iman dan taqwa pada Allah Subhanahuwataala semoga kita semua ada
dalam bimbingan dan lindungan Allah Subhanahuwataala aamiin yarobalalamin”.
Tuturan tersebut disebut sebagai tindak tutur penutur saat menyampaikan tuturan.
Kalimat tersebut mengandung lokusi dan ilokusi. Artinya, tuturan tersebut
bermakna dan memiliki maksud yang disampaikan pada ibu-ibu.
Wujud bahasa nonverbal gestural pada Data 12 (G1) yaitu Kepala Desa
Sukasenang berdiri tegak dan membungkukkan badan. Wujud bahasa nonverbal
postural dapat ditunjukkan dengan postur tubuh yang tegap dan gerakan
membungkukan badan untuk menyampaikan maksud kesantunan. Artinya,
gerakan bahasa nonverbal postural tersebut dapat melengkapi, menekankan, dan
mengatur bahasa verbal untuk menyampaikan maksud kesantunan.
Gambar 4.12 Wujud Bahasa Nonverbal Postural
Data 13 (H2)
(I)
Bahasa Verbal:
Tepangkeun ibu, nami abi ibu Sri
Deviana, petugas ti Puskesmas
Sindangkasih bagian gizi.
Perkenalkan ibu, nama saya Ibu
Sri Deviana, petugas dari
Puskesmas Sindangkasih bagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
gizi.
Bahasa Nonverbal:
Ibu petugas gizi berdiri tegak;
membungkukkan badan;
menggerakkan badan ke kiri dan ke
depan.
(II)
Bahasa Verbal:
Upami ibu-ibu atau adek-adek
hoyong terang status gizina tiasa
konsultasi ka Puskesmas
Sindangkasih dinten Jumat atanapi
dinten Sabtu.
Jika ibu-ibu atau adik-adik ingin tahu satatus gizinya bisa konsultasi ke
Puskesmas Sindangkasih hari Jumat atau hari Sabtu.
Bahasa Nonverbal:
Ibu petugas gizi berdiri tegak; membungkukkan badan; menggerakkan badan ke
kiri dan ke depan.
(III)
Bahasa Verbal:
Nah ibu, abi didieu bade
ngadugikeun penyuluhan tentang isi
piringku
Nah ibu, disini saya ingin
menyampaikan penyuluhan tentang
isi piringku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Bahasa Nonverbal:
Ibu petugas gizi berdiri tegak;
membungkukkan badan;
menggerakkan badan ke kiri dan ke
depan.
(IV)
Bahasa Verbal
Upami ibu-ibu terang teu isi
piringku teh naon bu? Anu
dimaksad isi piringku?
Kalau ibu-ibu tahu isi piringku itu
apa bu? Yang dimaksud isi
piringku?
Bahasa Nonverbal
Ibu petugas gizi berdiri tegak;
membungkukkan badan;
menggerakkan badan ke kiri dan ke
depan.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari.
Suasana tuturan formal dan berlangsung di ruang posyandu Desa Sukaresik.
Penutur adalah petugas gizi dari Puskesmas Sindangkasih, sedangkan mitra tutur
adalah ibu warga masyarakat Desa Sukaresik. Penutur sedang memberikan
penyuluhan isi piringku pada para ibu.
Data 13 (H2) terjadi saat kegiatan posyandu. Tuturan terjadi saat pagi hari.
Suasana tuturan formal dan berlangsung di ruang posyandu Desa Sukaresik.
Penutur adalah petugas gizi dari Puskesmas Sindangkasih, sedangkan mitra tutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
adalah ibu warga masyarakat Desa Sukaresik. Penutur sedang memberikan
penyuluhan isi piringku pada para ibu. Wujud bahasa verbal dalam data tersebut,
yaitu “Perkenalkan ibu, nama saya Ibu Sri Deviana, petugas dari Puskesmas
Sindangkasih bagian gizi”, “Jika ibu-ibu atau adik-adik ingin tahu satatus gizinya
bisa konsultasi ke Puskesmas Sindangkasih hari Jumat atau hari Sabtu”, “Nah ibu,
disini saya ingin menyampaikan penyuluhan tentang isi piringku”, dan “Kalau
ibu-ibu tahu isi piringku itu apa bu? Yang dimaksud isi piringku?”. Tuturan-
tuturan tersebut disebut sebagai tindak tutur penutur saat menyampaikan tuturan.
Kalimat tersebut mengandung lokusi dan ilokusi. Artinya, tuturan tersebut
bermakna dan memiliki maksud yang disampaikan pada ibu-ibu.
Wujud bahasa nonverbal gestural pada Data 13 (H2) yaitu Ibu petugas gizi
berdiri tegak, membungkukkan badan, menggerakkan badan ke kiri dan ke depan.
Artinya, wujud bahasa nonverbal postural dapat ditunjukkan dengan gerakan
badan seluruh badan untuk menyampaikan maksud kesantunan. Artinya, gerakan-
gerakan bahasa nonverbal postural tersebut dapat melengkapi, menekankan, dan
mengatur bahasa verbal untuk menyampaikan maksud kesantunan.
Gambar 4.13 Wujud Bahasa Nonverbal Postural
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
4.2.2 Fungsi Bahasa Verbal dan Nonverbal
Fungsi bahasa dalam penelitian ini berkaitan dengan peran bahasa verbal
dan nonverbal yang digunakan masyarakat Sunda dalam berkomunikasi. Analisis
fungsi pemakaian bahasa verbal dan nonverbal dalam penelitian ini mengacu pada
wujud-wujud bahasa verbal dan nonverbal yang telah dipaparkan pada subbab
sebelumnya. Berdasarkan wujud-wujud bahasa nonverbal kinestetik, fungsi
bahasa verbal dan nonverbal dalam penelitian ini diambil dari kegiatan-kegiatan
rutin setiap desa di Kecamatan Sindangkasih. Dengan demikian, fungsi pemakaian
bahasa verbal dan nonverbal dapat diidentifikasi melalui wujud bahasa nonverbal
fasial, gestural, dan postural yang mampu menyampaikan maksud kesantunan.
Masing-masing analisis data tersebut disajikan sebagai berikut.
a. Fungsi Bahasa Nonverbal Fasial
Berikut ini merupakan fungsi bahasa nonverbal fasial yang dominan dalam
peristiwa tutur di Kecamatan Sindangkasih. Fungsi bahasa verbal dan nonverbal
dalam penelitian ini mengacu pada wujud bahasa nonverbal fasial. Artinya, fungsi
pemakaian bahasa nonverbal fasial dalam penelitian ini mengacu pada raut wajah
penutur untuk menyampaikan maksud kesantunan. Data-data tersebut disajikan
sebagai berikut.
Data 14 (J2)
Bahasa Verbal:
Teu acan, teu acan dipasihan obat
cacing.
Belum, belum diberikan obat cacing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Bahasa Nonverbal:
Ibu kader posyandu menatap
seorang ibu dengan raut wajah
yang serius.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari.
Suasana tuturan formal dan
berlangsung di ruang posyandu Desa Wanasigra. Penutur adalah kader posyandu
di Desa Wanasigrah, sedangkan mitra tutur adalah seorang ibu di Desa Wanasigra.
Penutur sedang memberikan jawaban atas pertanyaan dari seorang ibu bahwa obat
cacing belum diberikan pada bayinya tersebut.
Data 14 (J2) terjadi saat pelaksanaan kegiatan posyandu di Desa
Wanasigra. Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung
di ruang posyandu Desa Wanasigra. Penutur adalah kader posyandu di Desa
Wanasigra, sedangkan mitra tutur adalah seorang ibu di Desa Wanasigra. Penutur
sedang memberikan jawaban atas pertanyaan dari seorang ibu bahwa obat cacing
belum diberikan pada bayinya tersebut. Bahasa verbal dalam data tersebut yaitu
“Belum, belum diberikan obat cacing”. Tuturan tersebut disebut sebagai tindak
tutur penutur saat menyampaikan tuturan yang mengandung lokusi, ilokusi, dan
perlokusi. Saat berkomunikasi, tidak hanya tuturan (bahasa verbal) saja, bahasa
nonverbal akan secara otomatis hadir mengiringi bahasa verbal tersebut. Bahasa
nonverbal fasial pada Data 14 (J2) yaitu ibu kader posyandu menatap seorang ibu
dengan raut wajah yang serius dan didukung oleh cara mengucapkan bahasa
verbal (volume, ritme, kecepatan, dan nada). Artinya, pemakaian bahasa
nonverbal fasial tersebut berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) dan
aksentuasi (penekan) bahasa verbal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Data 15 (F2)
Bahasa Verbal:
Hatur nuhun kakasumpingan ibu-ibu
sadayana. Saterasna panginten ibu,
kango persiapan binwil kumargi teu
karaos waktos teh nya bu nya,
Oktober, November, Desember, dua
sasihan deui. Kango persiapan,
kanggo pengisian-pengisian
pembukuan posyandu wayahna
lalebetan teu kenging dugi ka
didadak, ti ayeuna aya laporan sok
lebetan. Aya naon-naon langsung
dilebetan nya bu nya. Upami
ngadadak mah engke na cape
kitunya.
Terima kasih atas kedatangan ibu-
ibu. Selanjutnya, untuk persiapan
Binwil karena tak terasa waktunya
sudah dekat ya bu. Oktober,
November, Desember, dua bulanan
lagi. Untuk persiapan, untuk
pengisian-pengisian pembukuan
posyandu tolong diisi dari sekarang,
jangan sampai dadakan. Jika ada apa-
apa langsung diisi gitu ya bu ya. Jika
dadakan nantinya cape gitu ya bu.
Bahasa Nonverbal:
Ketua Tim Penggerak PKK menatap
para ibu PKK dengan raut wajah
yang serius.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di aula
Kantor Desa Gunungcupu. Penutur merupakan ibu kepala desa sekaligus selaku
Ketua Tim Penggerak PKK Desa Gunungcupu, sedangkan mitra tutur adalah ibu-
ibu anggota PKK di Desa Gunungcupu. Ibu Kepala Desa sedang mengingatkan
kembali untuk mempersiapkan seluruh administrasi pada ibu-ibu anggota PKK
Desa Gunungcupu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Data 15 (F2) terjadi saat pelaksanaan kegiatan PKK di Desa Gunungcupu.
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di aula
Kantor Desa Gunungcupu. Penutur merupakan ibu kepala desa sekaligus selaku
Ketua Tim Penggerak PKK Desa Gunungcupu, sedangkan mitra tutur adalah ibu-
ibu anggota PKK di Desa Gunungcupu. Ibu Kepala Desa sedang mengingatkan
kembali untuk mempersiapkan seluruh administrasi pada ibu-ibu anggota PKK
Desa Gunungcupu. Bahasa verbal dalam data tersebut yaitu “Terima kasih atas
kedatangan ibu-ibu. Selanjutnya, untuk persiapan Binwil karena tak terasa
waktunya sudah dekat ya bu. Oktober, November, Desember, dua bulanan lagi.
Untuk persiapan, untuk pengisian-pengisian pembukuan posyandu tolong diisi
dari sekarang, jangan sampai dadakan. Jika ada apa-apa langsung diisi gitu ya bu
ya. Jika dadakan nantinya cape gitu ya bu”. Tuturan tersebut disebut sebagai
tindak tutur penutur saat menyampaikan tuturan yang mengandung lokusi dan
ilokusi. Artinya, tuturan tersebut bermakna dan memiliki maksud yang
disampaikan pada ibu-ibu PKK. Wujud bahasa nonverbal fasial pada Data 15 (F2)
yaitu ibu kepala posyandu menatap ibu-ibu dengan raut wajah yang serius dan
didukung oleh cara mengucapkan bahasa verbal (volume, ritme, kecepatan, dan
nada). Artinya, pemakaian bahasa nonverbal fasial tersebut berfungsi sebagai
komplemen (pelengkap), aksentuasi (penekan), dan regulasi (pengatur).
b. Fungsi Bahasa Nonverbal Gestural
Berikut ini merupakan fungsi bahasa nonverbal gestural yang dominan
dalam peristiwa tutur di Kecamatan Sindangkasih. Fungsi bahasa verbal dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
nonverbal dalam penelitian ini mengacu pada wujud bahasa nonverbal gestural.
Artinya, fungsi pemakaian bahasa nonverbal gestural dalam penelitian ini
mengacu pada kontak mata dan gerakan anggota badan penutur untuk
menyampaikan maksud kesantunan. Data-data tersebut disajikan sebagai berikut.
Data 16 (C1)
(I)
Bahasa Verbal:
Pengajian ini adalah untuk
memurnikan kita berhadapan dengan
Allah.
Bahasa Nonverbal:
Ustaz menatap ibu-ibu.
(II)
Bahasa Verbal:
Karena hanya dalam pengajianlah
untuk selalu ingat kepadanya dan
selalu patuh dan taat pada-Nya.
Bahasa Nonverbal:
Ustdaz menatap ibu-ibu dengan
menggerakkan kepala ke kanan dan
ke kiri.
Konteks: Tuturan terjadi saat pagi hari.
Suasana tuturan formal dan
berlangsung di masjid Desa
Sukaraja. Penutur merupakan
seorang ustaz dan mitra tutur adalah
ibu-ibu warga masyarakat Dusun
Brunggenis 2, Desa Sukaraja. Ustaz
sedang memberikan ceramah pada
kegiatan pengajian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Data 16 (C1) terjadi saat pelaksanaan kegiatan pengajian di Desa Sukaraja.
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di masjid
Desa Sukaraja. Penutur merupakan seorang ustaz dan mitra tutur adalah ibu-ibu
warga masyarakat Dusun Brunggenis 2, Desa Sukaraja. Ustaz sedang memberikan
ceramah pada kegiatan pengajian. Bahasa verbal dalam data tersebut yaitu
“Pengajian ini adalah untuk memurnikan kita berhadapan dengan Allah” dan “.
Tuturan tersebut disebut sebagai tindak tutur penutur saat menyampaikan tuturan
yang mengandung lokusi dan ilokusi. Artinya, tuturan tersebut bermakna dan
memiliki maksud yang disampaikan pada mitra tutur. Bahasa nonverbal gestural
pada Data 16 (C1) yaitu ustdaz menatap ibu-ibu dengan menggerakkan kepala ke
kanan dan ke kiri. Artinya, pemakaian bahasa nonverbal gestural tersebut
berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) dan aksentuasi (penekan) bahasa
verbal.
Data 17 (J1)
(I)
Bahasa Verbal:
Kadua setan bisa masuk tina
bintahwil anfal, kuku nu
pararanjang.
Kedua, setan bisa masuk dari
bintahwil anfal, kuku yang panjang.
Bahasa Nonverbal:
Ustaz menatap ibu-ibu, gerakkan
kepala ke kanan dan ke kiri, serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
gerkan tangan yang diletakkan di depan dada
Bahasa Verbal:
Tah kedah ditekteukan kuku teh
saminggu sakali mah. Jadi,
saminggu sakali mah tekteuk. Tah
bisa asup tidinya setan teh.
Nah harus dipotong kukunya
seminggu sekali. Jadi, seminggu
sekali dipotong. Nah setan bisa
masuk dari sana.
Bahasa Nonverbal:
Ustaz menatap ibu-ibu, gerakkan
kepala ke kanan dan ke kiri, serta
gerakan tangan yang diletakkan di
depan dada.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari.
Suasana tuturan formal dan
berlangsung di masjid jami Desa
Wanasigra. Penutur adalah seorang
ustaz, sedangkan mitra tutur adalah
ibu-ibu pengajian di Desa
Wanasigra. Penutur sedang
memberikan ceramah agama pada
para ibu pengajian.
Data 17 (J1) terjadi saat pelaksanaan kegiatan pengajian di Desa Wanasigra.
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di masjid
Jami Desa Wanasigra. Penutur adalah seorang ustaz, sedangkan mitra tutur adalah
ibu-ibu pengajian di Desa Wanasigra. Penutur sedang memberikan ceramah
agama pada para ibu pengajian”. Bahasa verbal dalam data tersebut yaitu “Kedua,
setan bisa masuk dari bintahwil anfal, kuku yang panjang” dan “Nah harus
dipotong kukunya seminggu sekali. Jadi, seminggu sekali dipotong. Nah setan
bisa masuk dari sana”. Tuturan tersebut disebut sebagai tindak tutur penutur saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
menyampaikan tuturan yang mengandung lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Artinya,
tuturan tersebut bermakna, memiliki maksud, dan diharapkan ada efek yang
ditimbulkan setelah tuturan tersebut disampaikan pada mitra tutur. Saat
berkomunikasi, tidak hanya tuturan (bahasa verbal) saja, bahasa nonverbal akan
secara otomatis hadir mengiringi bahasa verbal tersebut. Bahasa nonverbal
gestural pada Data 17 (J1) dalam penelitian ini yaitu Ustaz menatap ibu-ibu,
gerakkan kepala ke kanan dan ke kiri, serta gerkan tangan yang diletakkan di
depan dada. Berdasarkan wujud bahasa verbal dan bahasa nonverbal gestural
tersebut berfungsi sebagai komplemen (pelengkap), aksentuasi (penekan), dan
regulasi (mengatur) bahasa verbal.
c. Fungsi Bahasa Nonverbal Postural
Berikut ini merupakan fungsi bahasa nonverbal postural yang dominan
dalam peristiwa tutur di Kecamatan Sindangkasih. Fungsi bahasa verbal dan
nonverbal dalam penelitian ini mengacu pada wujud bahasa nonverbal postural.
Artinya, fungsi pemakaian bahasa nonverbal postural dalam penelitian ini
mengacu pada gerakan seluruh anggota badan penutur untuk menyampaikan
maksud kesantunan. Data-data tersebut disajikan sebagai berikut.
Data 18 (C2)
(I)
Bahasa Verbal:
Simkuring sababaraha dinten
kapengker dilantik di ieu tempat kango
neraskeun jabatan kapala desa anu
kawitna Ibu Ida, panginten.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Beberapa hari yang lalu saya dilantik
ditempat ini untuk meneruskan
jabatan kepala desa yang sebelumnya
menjabat menjadi kepala desa.
Bahasa Nonverbal:
Kepala Desa berdiri dengan tegap.
(II)
Bahasa Verbal:
Ibu bidan ti Puskesmas anu
kusimkuring dipihormat, perangkat
Desa Sukaraja anu kusimkuring
dipihormat, ibu-ibu kader Tim
Penggerak PKK Desa Sukaraja anu
kusimkuring dipihormat
Ibu bidan dari puskesmas yang saya hormati, perangkat Desa Sukaraja yang
terhormat, ibu-ibu kader Tim Penggerak PKK Desa Sukaraja yang terhormat.
Bahasa Nonverbal:
Kepala Desa berdiri dengan tegap.
Konteks:
Tuturan terjadi saat siang hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di aula
Desa Sukaraja. Penutur merupakan seorang Kepala Desa dan mitra tutur adalah
ibu-ibu anggota PKK Desa Sukaraja. Kelapa Desa sedang memberikan sambutan
sekaligus perkenalan sebagai Kepala Desa baru di Desa Sukaraja.
Data 18 (C2) terjadi saat pelaksanaan kegiatan PKK di Desa Sukaraja.
Tuturan terjadi saat siang hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di aula
Desa Sukaraja. Penutur merupakan seorang Kepala Desa dan mitra tutur adalah
ibu-ibu anggota PKK Desa Sukaraja. Kelapa Desa sedang memberikan sambutan
sekaligus perkenalan sebagai Kepala Desa baru di Desa Sukaraja. Penutur sedang
memberikan ceramah agama pada para ibu pengajian”. Bahasa verbal dalam data
tersebut yaitu “Beberapa hari yang lalu saya dilantik ditempat ini untuk
meneruskan jabatan kepala desa yang sebelumnya menjabat menjadi kepala desa”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
dan “Ibu bidan dari puskesmas yang saya hormati, perangkat Desa Sukaraja yang
terhormat, ibu-ibu kader Tim Penggerak PKK Desa Sukaraja yang terhormat”.
Tuturan tersebut disebut sebagai tindak tutur penutur saat menyampaikan tuturan
yang mengandung lokusi dan ilokusi. Artinya, tuturan tersebut bermakna dan
memiliki maksud yang disampaikan pada mitra tutur. Bahasa nonverbal postural
pada Data 18 (C2) yaitu Kepala Desa berdiri dengan tegap. Artinya, fungsi
pemakaian bahasa nonverbal postural sebagai komplemen (pelengkap), aksentuasi
(penekan), dan regulasi (mengatur) bahasa verbal.
Data 19 (D1)
(I)
Bahasa Verbal:
Saterasna abi katitipan ti bapak kapolsek
panginten upami ayeuna teh nuju usum
halodo wayahna kedah hati-hati perkawis
dina dudurukan saur na teh.
Selanjutnya saya dititipkan pesan dari
bapak kapolsek, kalau tidak salah
sekarang sedang musin kemarau
sebaiknya harus hati-hati kalau sedang
membakar sesuatu.
Bahasa Nonverbal:
Ibu Kepala Desa menatap, berdiri tegap di
mimbar, serta menggerakkan kepala ke
kiri dan ke kanan.
(II)
Bahasa Verbal:
Bilih aya nu dudurukan atanapi ibu-ibu
anu hilap dina hawu kedah
diparhatoskeun ditungguan dugi ka
pareumna teu kenging dikaluhurkeun nya
ibu-ibu eta abi keing titipan ti bapak
kapolsek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Jika ada yang membakar sesuatu
ataupun ibu-ibu masak menggunakan
kayu bakar harus diperhatikan,
ditunggu sampai apinya mati jangan
sampai dibiarkan ya ibu-ibu itu pesan
dari bapak kapolsek.
Bahasa Nonverbal:
Ibu Kepala Desa menatap, berdiri
tegap di mimbar, serta menggerakkan
kepala ke kiri dan ke kanan.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana
tuturan formal dan berlangsung di
masjid. Penutur merupakan kepala
desa Budiasih dan mitra tutur adalah
ibu-ibu dan bapak-bapak pengajian
rutin bulanan di Desa Budiasih.
Kepala Desa Budiasih sedang
memperkenalkan diri sekaligus
menyampaikan amanat dari Kapolsek
dan amanat dari Bupati Ciamis.
Data 19 (D1) terjadi saat pelaksanaan kegiatan pengajian di Desa Budiasih.
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di masjid.
Penutur merupakan kepala desa Budiasih dan mitra tutur adalah ibu-ibu dan
bapak-bapak pengajian rutin bulanan di Desa Budiasih. Kepala Desa Budiasih
sedang memperkenalkan diri sekaligus menyampaikan amanat dari Kapolsek dan
amanat dari Bupati Ciamis. Bahasa verbal dalam data tersebut yaitu “Selanjutnya
saya dititipkan pesan dari bapak kapolsek, kalau tidak salah sekarang sedang
musin kemarau sebaiknya harus hati-hati kalau sedang membakar sesuatu” dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
“Jika ada yang membakar sesuatu ataupun ibu-ibu masak menggunakan kayu
bakar harus diperhatikan, ditunggu sampai apinya mati jangan sampai dibiarkan
ya ibu-ibu itu pesan dari bapak kapolsek”. Tuturan tersebut disebut sebagai tindak
tutur penutur saat menyampaikan tuturan yang mengandung lokusi dan ilokusi.
Artinya, tuturan tersebut bermakna dan memiliki maksud yang disampaikan pada
mitra tutur bahwa penutur menyampaikan amanat dari Bupati Ciamis. Bahasa
nonverbal postural pada Data 19 (D1) yaitu ibu Kepala Desa menatap, berdiri
tegap di mimbar, serta menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan. Jadi, fungsi
pemakaian bahasa verbal dan bahasa nonverbal postural yaitu sebagai komplemen
(pelengkap), aksentuasi (penekan), regulasi (mengatur) bahasa verbal.
4.2.3 Makna Pragmatik Bahasa Verbal dan Nonverbal
Makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal dalam penelitian
ini yaitu maksud penutur saat berkomunikasi. Oleh karena itu, makna pragmatik
harus dipahami atas dasar konteks nonverbal ketika penutur menyampaikan
tuturan (bahasa verbal). Berdasarkan wujud-wujud bahasa nonverbal kinestetik,
makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal dalam penelitian ini
diambil dari kegiatan-kegiatan rutin beberapa desa di Kecamatan Sindangkasih.
Wujud-wujud bahasa nonverbal tersebut memang berperan penting dalam
penyampaian maksud kesantunan. Masing-masing analisis data tersebut disajikan
sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
a. Makna Pragmatik Bahasa Nonverbal Fasial
Berikut ini merupakan makna pragmatik bahasa nonverbal fasial yang
dominan dalam peristiwa tutur di Kecamatan Sindangkasih. Makna pragmatik
bahasa verbal dan nonverbal dalam penelitian ini mengacu pada wujud bahasa
nonverbal fasial. Artinya, fungsi pemakaian bahasa nonverbal fasial dalam
penelitian ini mengacu pada raut wajah penutur untuk menyampaikan maksud
kesantunan. Data-data tersebut disajikan sebagai berikut.
Data 20 (B2)
Bahasa Verbal:
Abdi nyuhunkeun ka ibu-ibu sadayana
anu didieu mudah-mudahan sing tiasa
hadir, muhun upami teu aya pamengan
mah insya Allah abdi hadir, nya bu nya.
Ngiring ngantosan ibu-ibu nu sanaos abdi
teu aya katiasa, panginten sharing we nya
sareng ibu-ibu didieu. Tah panginten anu
tadi tea muhun, istri parangkat desa
kedah wajib hadir. Janten, kedah gaduh
rasa tanggung waler kumargi caroge
didanel di desa kitu nya.
Saya minta pada ibu-ibu semua yang ada
di sini mudah-mudahan bisa hadir, jika
tidak ada halangan insya Allah saya juga
hadir, ya bu. Saya tidak bisa apa-apa,
mungkin ibu-ibu bisa sharing bersama ibu-ibu yang ada di sini. Nah mungkin
yang tadi, istri perangkat desa harus wajib hadir. Jadi, harus punya rasa
tanggungjawab karena suami bekerja di desa gitu ya.
Bahasa Nonverbal:
Ibu kepala desa menatap para ibu-ibu PKK dengan raut wajah yang serius.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di Aula
Desa Sukamanah. Penutur merupakan seorang ibu kepala desa sekaligus sebagai
Ketua Tim Penggerak PKK dan mitra tutur adalah ibu-ibu anggota PKK Desa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Sukamanah. Ibu Ketua TP PKK sedang mengajak para anggota PKK untuk aktif
hadir pada pertemuan PKK.
Berdasarkan Data 20 (B2), data tersebut terjadi saat pelaksanaan kegiatan
PKK di Kantor Desa Sukamanah. Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan
formal dan berlangsung di Aula Desa Sukamanah. Penutur merupakan Kepala
Desa Sukamanah sekaligus Ketua Tim Penggerak PKK dan mitra tutur adalah ibu-
ibu anggota PKK Desa Sukamanah. Ibu Ketua TP PKK sedang mengajak para
anggota PKK untuk aktif hadir pada pertemuan PKK.
Bahasa verbal dalam data tersebut yaitu “Saya minta pada ibu-ibu semua
yang ada di sini mudah-mudahan bisa hadir, jika tidak ada halangan insya Allah
saya juga hadir, ya bu. Saya tidak bisa apa-apa, mungkin ibu-ibu bisa sharing
bersama ibu-ibu yang ada di sini. Nah mungkin yang tadi, istri perangkat desa
harus wajib hadir. Jadi, harus punya rasa tanggungjawab karena suami bekerja di
desa gitu ya”. Tindak tutur penutur saat menyampaikan tuturan tersebut
mengandung lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Tuturan tersebut memberikan maksud
bahwa ibu-ibu PKK harus hadir pada setiap pertemuan PKK. Artinya, tuturan
tersebut bermakna, memiliki maksud, dan diharapkan ada efek yang ditimbulkan
setelah tuturan tersebut disampaikan pada mitra tutur. Efek yang diamaksud
adalah ibu-ibu PKK menghadiri pertemuan PKK.
Bahasa nonverbal fasial pada Data 20 (B2) yaitu ibu kepala desa menatap
para ibu-ibu PKK dengan raut wajah yang serius. Raut muka yang serius dapat
diidentifikasi berdasarkan volume, ritme, kecepatan, dan tekanan kata-kata yang
diucapkan. Dengan demikian, maksud penutur akan tersampaikan dengan baik
melalui pemakaian bahasa verbal dan bahasa nonverbal fasial tersebut. Maksud
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
tersebut juga dapat dipahami berdasarkan konteksnya, yaitu ibu kepala desa
sekaligus Ketua Tim Penggerak PKK menyampaikan ajakan pada ibu-ibu anggota
PKK Desa Sukamanah untuk aktif hadir pada setiap pertemuan PKK. Artinya,
makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal fasial tersebut
menyatakan maksud menyampaikan permohonan atau harapan. Makna pragmatik
menyampaikan permohonan atau harapan tersebut ditunjukkan untuk mengajak
ibu-ibu PKK untuk rutin melakukan pertemuan. Pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal kinestetik tersebut memenuhi skala keotoritasan yang merujuk pada
hubungan status sosial antara Ibu Ketua Tim Penggerak PKK.
Data 21 (G2)
(I)
Bahasa Verbal:
Desa Sukasenang mendapat giliran
yaitu acara Binwil Kecamatan
Sindangkasih.
Bahasa Nonverbal:
Ibu Ketua Tim Penggerak PKK Desa
Sukasenang menatap ibu-ibu anggota
PKK dengan raut wajah yang serius dan
meyakinkan; tangan kanan memegang
mikrofon; gerakan kepala condong ke
kiri.
(II) Bahasa Verbal:
Kami sebagai Ketua Tim Penggerak
PKK Desa Sukasenang mengucapkan
banyak-banyak terima kasih kepada
tamu undangan semuanya juga kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
kader-kader semuanya atas waktunya
untuk menghadiri kegiatan PKK yang
biasa kita lakukan setiap Senin keempat,
tapi mohon maaf berhubung ada sesuatu
hal jadi dipajukan pada hari ini yaitu
hari Selasa.
Bahasa Nonverbal:
Ibu Ketua Tim Penggerak PKK Desa
Sukasenang menatap ibu-ibu anggota PKK dengan wajah yang serius dan
meyakinkan; tangan kanan memegang mikrofon; gerakan kepala ke kiri.
Konteks: Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di aula
Desa Sukasenang. Penutur merupakan Ketua Tim Penggerak PKK Desa
Sukasenang, sedangkan mitra tutur adalah para ibu warga masyarakat Desa
Sukasenang. Ketua Tim Penggerak PKK Desa Sukasenang sedang memberikan
sambutan pada acara Bina Wilayah Kecamatan Sindangkasih.
Berdasarkan Data 21 (G2), data tersebut terjadi saat pelaksanaan kegiatan
PKK di Kantor Desa Sukamanah. Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan
formal dan berlangsung di Aula Desa Sukamanah. Penutur merupakan anggota
Ketua Tim Penggerak PKK dan mitra tutur adalah ibu-ibu anggota PKK Desa
Sukamanah. Ibu Ketua TP PKK sedang mengajak para anggota PKK untuk aktif
hadir pada pertemuan PKK.
Bahasa verbal dalam data tersebut yaitu “Desa Sukasenang mendapat giliran
yaitu acara Binwil Kecamatan Sindangkasih” dan “Kami sebagai Ketua Tim
Penggerak PKK Desa Sukasenang mengucapkan banyak-banyak terima kasih
kepada tamu undangan semuanya juga kepada kader-kader semuanya atas
waktunya untuk menghadiri kegiatan PKK yang biasa kita lakukan setiap Senin
keempat, tapi mohon maaf berhubung ada sesuatu hal jadi dipajukan pada hari ini
yaitu hari Selasa“. Tuturan tersebut disebut sebagai tindak tutur penutur saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
menyampaikan tuturan yang mengandung lokusi dan ilokusi. Pada tutran tersebut
memberikan maksud bahwa ibu-ibu PKK hadir pada setiap pertemuan PKK.
Artinya, tuturan tersebut bermakna dan memiliki maksud yang ditimbulkan
setelah tuturan tersebut disampaikan pada mitra tutur. Tuturan tersebut
memberikan maksud bahwa Ketua Tim Penggerak PKK memohon maaf karena
jadwa acara Bina Wilayah PKK Desa Sukasenang harus dimajukan dari jadwal
sebelumnya.
Bahasa nonverbal fasial pada Data 21 (G2) yaitu Ibu Ketua Tim Penggerak
PKK Desa Sukasenang menatap ibu-ibu anggota PKK dengan wajah yang serius
dan meyakinkan. Hal ini ditunujukkan juga oleh volume, nada, ritme dan
penekanan-penekanan kata tertentu yang ingin disampaikan pada mitra tutur.
Semakin banyak tekanan pada kata-kata tersebut, maka semakin menampakkan
raut muka serius dan meyakinkan. Maksud penutur akan tersampaikan dengan
baik melalui pemakaian bahasa verbal dan bahasa nonverbal fasial tersebut.
Maksud tersebut bisa dipahami berdasarkan konteksnya, yaitu Ketua Tim
Penggerak PKK menyampaikan sambutan pada ibu-ibu anggota PKK Desa
Sukasenang pada acara Bina Wilayah. Dengan demikian, makna pragmatik
pemakaian bahasa verbal dan nonverbal fasial tersebut menyatakan maksud
permohonan maaf. Makna pragmatik menyampaikan maksud permohonan maaf
ditunjukkan pada para anggota PKK agar dapat mengikuti acara dengan baik
walaupun pelaksanaan pelaksanaan Bina Wilayah tidak sesuai dengan jadwal
pelaksanaan sebelumnya. Pemakaian bahasa verbal dan nonverbal kinestetik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
tersebut memenuhi skala keotoritasan yang merujuk pada hubungan status sosial
antara Ketua Tim Penggerak PKK dengan ibu-ibu PKK.
b. Makna Pragmatik Bahasa Nonverbal Gestural
Berikut ini merupakan makna pragmatik bahasa nonverbal gestural yang
dominan dalam peristiwa tutur di Kecamatan Sindangkasih. Makna pragmatik
bahasa verbal dan nonverbal dalam penelitian ini mengacu pada wujud bahasa
nonverbal gestural. Artinya, makna pragmatik pemakaian bahasa nonverbal
gestural dalam penelitian ini mengacu pada kontak mata dan gerakan anggota
badan untuk menyampaikan maksud kesantunan. Data-data tersebut disajikan
sebagai berikut.
Data 22 (H1)
(I)
Bahasa Verbal:
Terang teu ibu hartosna hijrah atanapi
hijrah? Ai hijrah teh naon ibu? Ai hijrah
teh hartosna pindah nya.
Ibu-ibu tahu tidak arti hijrah? Hijrah itu
apa bu? Hijrah artinya pindah ya.
Bahasa Nonverbal:
Ustaz menatap ibu-ibu pengajian dengan
raut wajah yang serius dan
menyakinkan; tangan kanan memegang
mikrofon; gerakan kepala ke atas dan ke
bawah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
(II)
Bahasa Verbal:
Nah maka, tahun baru hijriah
dicandakna tina hijrah Rasullallah
Shallallahu Alaihi Wasallam ti
Mekkah ka Madinah.
Nah maka, istilah tahun baru hijriah
diambil dari hijrahnya Rasullallah
Shallallahu Allaihi Wasallam dari
Mekkah ke Madinah.
Bahasa Nonverbal:
Ustaz menatap ibu-ibu pengajian
dengan raut wajah yang serius dan
menyakinkan; tangan kanan
memegang mikrofon; gerakan kepala
ke depan, ke kiri, dan ke kanan;
gerakan tangan kanan ke atas.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana
tuturan formal dan berlangsung di
rmasjid Desa Sukaresik. Penutur
merupakan seorang ustaz, sedangkan
mitra tutur adalah ibu warga
masyarakat Desa Sukaresik. Penutur
sedang mengemukakan ceramah agama pada ibu-ibu pengajian.
Berdasarkan Data 22 (H1), data tersebut terjadi saat pelaksanaan kegiatan
pengajian rutin mingguan di Desa Sukaresik. Tuturan terjadi saat pagi hari.
Suasana tuturan nonformal dan berlangsung di masjid Desa Sukaresik. Penutur
merupakan seorang ustaz, sedangkan mitra tutur adalah ibu-ibu masyarakat Desa
Sukaresik. Penutur sedang mengemukakan ceramah tentang hijrah pada ibu-ibu
pengajian. Bahasa verbal dalam data tersebut yaitu “Ibu-ibu tahu tidak arti hijrah?
Hijrah itu apa bu? Hijrah artinya pindah ya” dan “Nah maka, istilah tahun baru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
hijriah diambil dari hijrahnya Rasullallah Shallallahu Allaihi Wasallam dari
Mekkah ke Madinah“. Tindak tutur penutur mengandung lokusi dan ilokusi.
Tuturan tersebut hanya berjalan satu arah. Artinya, tuturan tersebut bermakna dan
bermaksud untuk memberikan informasi mengenai Hijrah pada ibu-ibu pengajian.
Bahasa nonverbal gestural pada Data 22 (H1) yaitu ustaz menggerakkan
kepala ke depan, ke kiri, dan ke kanan; gerakan tangan kanan ke atas; tangan
kanan ustaz memegang mikrofon. Maksud penutur akan tersampaikan dengan
baik melalui pemakaian bahasa verbal dan bahasa nonverbal gestural tersebut.
Maksud tersebut bisa dipahami berdasarkan konteks, yaitu ustaz menyampaikan
ceramah tentang Hijrah pada ibu-ibu pengajian. Dengan demikian, makna
pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal gestural tersebut menyatakan
maksud menyampaikan informasi. Maksud tersebut ditunjukkan dari penutur yang
memberikan pengetahuan mengenai prinsip hijrah. Pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal kinestetik tersebut memenuhi skala keotoritasan yang merujuk pada
hubungan status sosial antara ustaz dengan ibu-ibu pengajian.
Data 23 (I1)
(I)
Bahasa Verbal:
Amal sholeh teh, hiji aya parintah
Allah. Dua, aya contoh. Nu kailu ikhlas.
Amal sholeh itu, pertama ada perintah
Allah. Dua, ada contoh. Ketiga ikhlas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Bahasa Nonverbal:
Ustaz menatap ibu-ibu pengajian dengan
raut wajah yang serius dan menyakinkan;
tangan kanan digerakkan ke atas dengan
jari telunjuk; gerakan kepala ke bawah
dan ke atas.
(II) Bahasa Verbal:
Seeur kaitan hal-hal anu aya pakuat-
pakait sareng ibu-ibu dina masalah
sholat.
Banyak kaitannya hal-hal yang saling
berkaitan dengan ibu-ibu dalam masalah
sholat.
Bahasa Nonverbal:
Ustaz menatap ibu-ibu pengajian dengan raut wajah yang serius dan
menyakinkan; tangan kanan digerakkan ke atas dengan jari telunjuk; gerakan
kepala ke kiri.
Konteks:
Tuturan terjadi saat sore hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di masjid
Jami’ Desa Sindangkasih. Penutur adalah seorang ustaz, sedangkan mitra tutur
adalah ibu-ibu pengajian di Desa Sindangkasih. Penutur sedang memberikan
ceramah agama pada para ibu.
Berdasarkan Data 23 (I1), data tersebut terjadi saat pelaksanaan kegiatan
pengajian rutin mingguan di Desa Sindangkasih. Tuturan terjadi saat sore hari.
Suasana tuturan formal dan berlangsung di masjid Jami’ Desa Sindangkasih.
Penutur adalah seorang ustaz, sedangkan mitra tutur adalah ibu-ibu pengajian di
Desa Sindangkasih. Penutur sedang memberikan ceramah agama pada para ibu.
Bahasa verbal dalam data tersebut yaitu “Amal sholeh itu, pertama ada perintah
Allah. Dua, ada contoh. Ketiga ikhlas” dan “Banyak kaitannya hal-hal yang saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
berkaitan dengan ibu-ibu dalam masalah sholat“.Tindak tutur penutur
mengandung lokusi dan ilokusi. Tuturan tersebut hanya berjalan satu arah.
Artinya, tuturan tersebut bermakna dan bermaksud untuk memberikan informasi
mengenai Hijrah pada ibu-ibu pengajian.
Bahasa nonverbal gestural pada Data 23 (I1) dalam penelitian ini yaitu
Ustaz menggerakkan tangan kanan digerakkan ke atas dengan jari telunjuk dan
Ustaz menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan. Maksud penutur akan
tersampaikan dengan baik melalui pemakaian bahasa verbal dan bahasa nonverbal
gestural tersebut. Maksud tersebut bisa dipahami berdasarkan konteks, yaitu Ustaz
menyampaikan ceramah agama pada ibu-ibu pengajian di Desa Sindangkasih.
Dengan demikian, makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal
gestural tersebut menyatakan maksud memberikan informasi. Maksud tersebut
ditunjukkan untuk memberikan pengetahuan mengenai amal saleh. Pemakaian
bahasa verbal dan nonverbal kinestetik tersebut memenuhi skala keotoritasan,
skala pilihan, dan skala ketidaklangsungan. Skala keotoritasan merujuk pada
hubungan status sosial antara ustaz dengan ibu-ibu pengajian. Skala pilihan dan
skala ketidaklangsungan merujuk pada langsung atau tidaknya tuturan
disampaikan bahwa secara tidak langsung uztaz memberikan pengetahuan tentang
amal saleh.
c. Makna Pragmatik Bahasa Nonverbal Postural
Berikut ini merupakan makna pragmatik bahasa nonverbal postural yang
dominan dalam peristiwa tutur di Kecamatan Sindangkasih. Makna pragmatik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
bahasa verbal dan nonverbal dalam penelitian ini mengacu tuturan dan gerakan
seluruh tubuh. Artinya, makna pragmatik pemakaian bahasa nonverbal postural
dalam penelitian ini mengacu pada gerakan seluruh tubuh penutur untuk
menyampaikan maksud kesantunan. Data-data tersebut disajikan sebagai berikut
Data 24 (E4)
(I) Bahasa Verbal:
Asisten Bidan: Upami teu panas mah teu
kening dipasihkeun deui
Kalau tidak panas jangan diberikan lagi.
Bahasa Nonverbal: Asisten bidan menatap ibu dengan raut
wajah serius; asisten bidan memegang obat
dengan kedua tangannya; gerakan kepala ke
kiri.
Ibu bayi menatap obat yang diberikan oleh
asisten bidan; ibu bayi mengambil obat
yang diberikan oleh asisten bidan dengan
tangan kanan.
(II)
Bahasa Verbal:
Ibu bayi : Engke dipasihan vitamin
itu?
Nanti diberikan vitamin itu?
Bahasa Nonverbal:
Ibu bayi menatap ke arah ibu yang memberi vitamin yang berada di sebelah kiri
dengan raut wajah serius; asisten bidan menatap ibu bayi dengan raut wajah yang
serius; gerakan kepala ibu bayi menoleh ke kiri.
(III)
Bahasa Verbal:
Asiten Bidan : ieu sabara sasih? Can
sataum!
Ini berapa bulan? Belum setahun!
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Bahasa Nonverbal:
Asisten bidan menatap ibu bayi dengan raut
wajah serius; Ibu bayi menatap asisten bidan
dengan raut wajah yang serius; asisten bidan
mengangkat kedua tangannya dan diletakkan
di depan dada.
(IV)
Bahasa Verbal:
Ibu bayi : 19 bulan, tiasa?
19 bulan, bisa?
Bahasa Nonverbal:
Asisten bidan menatap ibu bayi dengan raut
wajah serius; Ibu bayi menatap asisten bidan
dengan raut wajah yang serius; asisten bidan
mengangkat tangan kanan dan diletakkan di depan dada.
(V) Bahasa Verbal:
Asisten Bidan : tiasa
Bisa
Bahasa Nonverbal:
Asisten bidan berdiri dan mengangkat tangan
kanan di depan dada.
Konteks: Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung di ruang
posyandu. Penutur merupakan asisten bidan desa dan mitra tutur adalah ibu bayi
yang sedang posyandu. Asisten bidan desa sedang memberikan penjelasan cara
pemberian obat pada anak.
Berdasarkan Data 24 (E4), data tersebut terjadi saat pelaksanaan kegiatan
pengajian rutin mingguan di Desa Sindangkasih. Tuturan terjadi saat pagi hari.
Suasana tuturan formal dan berlangsung di ruang posyandu. Penutur merupakan
asisten bidan desa dan mitra tutur adalah ibu bayi yang sedang posyandu. Asisten
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
bidan desa sedang memberikan penjelasan cara pemberian obat pada anak. Bahasa
verbal dalam data tersebut yaitu “Kalau tidak panas jangan diberikan lagi”, “Nanti
diberikan vitamin itu?”, “Ini berapa bulan? Belum setahun!”, “19 bulan, bisa?”,
dan “Bisa“. Tindak tutur penutur mengandung lokusi dan ilokusi bahwa penutur
tidak hanya memberikan informasi pada ibu bayi tetapi memahami maksud
dikemukakan oleh bidan. Artinya, tuturan tersebut bermakna dan memiliki
maksud.
Bahasa nonverbal gestural pada Data 24 (E4) dalam penelitian ini yaitu
Asisten bidan berdiri di hadapan salah satu ibu dari balita; asisten bidan
mengangkat tangan kanan di depan dada. Maksud penutur akan tersampaikan
dengan baik melalui pemakaian bahasa verbal dan bahasa nonverbal postural
tersebut. Maksud tersebut bisa dipahami berdasarkan konteks, yaitu asisten bidan
desa sedang memberikan penjelasan cara pemberian obat pada salah satu ibu di
posyandu. Dengan demikian, makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal postural tersebut menyatakan maksud perintah. Maksud perintah
ditunjukkan untuk memberikan pengetahuan mengenai cara pemberian obat pada
bayi. Pemakaian bahasa verbal dan nonverbal kinestetik tersebut memenuhi skala
keotoritasan yang merujuk pada hubungan status sosial antara ibu bidan dengan
pasien.
Data 25 (F3)
(I)
Bahasa Verbal:
Abi ayeuna bade penyuluhan vitamin A untuk
balita nya bu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Sekarang, saya ingin memberikan penyuluhan vitamin A untuk balita bu.
Bahasa Nonverbal: Ibu kader menatap ibu-ibu dengan raut wajah
serius dan sesekali menatap buku untuk
dibacanya; berdiri dengan memegang buku;
gerakan kepala ke kiri.
(II)
Bahasa Verbal:
Vitamin A bersumber dari sayur-sayuran
berwarna hijau, seperti bayam, daun katuk,
serta buah-buahan segar berwarna segar,
seperti pepaya, tomat, wortel, mangga.
Sumber hewani, seperti telur, hati, dan ikan.
Bahasa Nonverbal:
Ibu kader menatap ibu-ibu dengan raut wajah serius dan sesekali menatap buku
untuk dibacanya; berdiri dengan memegang buku; gerakan kepala ke kiri.
Konteks:
Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan berlangsung diruang
posyandu. Penutur merupakan anggota kader posyandu mitra tutur adalah ibu-ibu
di Desa Gunungcupu. Ibu anggota kader sedang memberikan penyuluhan tentang
vitamin A pada ibu-ibu.
Berdasarkan Data 25 (F3), data tersebut terjadi saat pelaksanaan kegiatan
posyandu di Desa Gunungcupu. Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan
formal dan berlangsung diruang posyandu. Penutur merupakan anggota kader
posyandu mitra tutur adalah ibu-ibu di Desa Gunungcupu. Ibu anggota kader
sedang memberikan penyuluhan tentang vitamin A pada ibu-ibu. Bahasa verbal
dalam data tersebut yaitu “Sekarang, saya ingin memberikan penyuluhan vitamin
A untuk balita bu”, dan “Vitamin A bersumber dari sayur-sayuran berwarna hijau,
seperti bayam, daun katuk, serta buah-buahan segar berwarna segar, seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
pepaya, tomat, wortel, mangga. Sumber hewani, seperti telur, hati, dan ikan“.
Tuturan tersebut disebut sebagai tindak tutur penutur yang mengandung lokusi.
Artinya, tuturan tersebut bermakna bahwa penutur hanya sekadar memberikan
informasi mengenai vitamin A.
Bahasa nonverbal postural pada Data 25 (F3) yaitu Ibu kader berdiri dengan
memegang buku dan ibu kader menggerakkan kepala ke kiri. Maksud penutur
akan tersampaikan dengan baik melalui pemakaian bahasa verbal dan bahasa
nonverbal postural tersebut. Maksud tersebut bisa dipahami berdasarkan konteks,
yaitu seorang ibu anggota kader posyandu yang sedang memberikan penyuluhan
tentang vitamin A pada ibu-ibu. Dengan demikian, makna pragmatik pemakaian
bahasa verbal dan nonverbal postural tersebut menyatakan maksud
menyampaikan informasi. Maksud tersebut ditunjukkan untuk memberikan
informasi mengenai vitamin A. Pemakaian bahasa verbal dan nonverbal kinestetik
tersebut memenuhi skala pilihan yang merujuk pada banyak sedikitnya tuturan
yang disampaikan pada ibu-ibu posyandu.
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
Data penelitian telah dianalisis berdasarkan wujud, fungsi, dan makna
pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal kinestetik menurut Duncan
(2005) yang mengacu pada skala pengukur kesantunan Leech (1983) sebagai
menifestasi kesantunan masyarakat Sunda. Beberapa landasan teori yang
digunakan adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Pertama, kesantunan pemakaian bahasa verbal dan nonverbal dalam
penelitian ini mengacu pada skala kesantunan Leech (1983). Skala pengukur
kesantunan tersebut ada lima, yaitu (1) cost-benafit scale atau skala kerugian dan
keuntungan menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang
diakibatkan oleh suatu tindak tutur dalam suatu tuturan; (2) optionality scale atau
skala pilihan menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan
penutur kepada lawan tutur dalam kegiatan percakapan; (3) indirectness scale atau
skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak
langsungnya suatu tuturan; (4) authority scale atau skala keotoritasan menunjuk
kepada hubungan status sosial antara penutur dan lawan tutur yang terlibat dalam
pertuturan; dan (5) social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada
peringkat hubungan sosial antara penutur dengan mitra tutur yang terlibat dalam
pertuturan.
Kedua, wujud bahasa verbal dalam penelitian ini berupa tindak tutur dalam
konteks pragmatik yang disertai gerak kinestetik penutur dan mitra tutur saat
berkomunikasi. Tindak tutur sebagai wujud bahasa verbal dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: (1) lokusi, yaitu tuturan yang bermakna secara semantik;
(2) ilokusi, yaitu tuturan yang bermakna secara pragmatik; dan (3) perlokusi, yaitu
efek dari tuturan yang diujarkan oleh penutur.
Bahasa verbal tersebut disertai bahasa nonverbal sebagai konteks bahasa
verbal. Gerakan-gerakan yang ditunjukkan penutur dan mitra tutur saat
berkomunikasi menunjukkan pesan kinestetik yang mengandung kesantunan.
Gerakan-gerakan tersebut berupa: raut/ekspresi wajah menunjukkan pesan fasial
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
melalui raut muka untuk berbagai hal, seperti 1) mencari informasi; 2)
menujukkan perhatian dan ketertarikan; 3) mengajak dan mengendalikan
interaksi; 4) mendominasi, mengancam, dan mempengaruhi orang lain; 5)
memberikan umpan balik pada saat berbicara; dan 6) mengemukakan sikap.
Kemudian, gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan gerakan tangan yang
menunjukkan pesan gestural serta gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan
gerakan tangan yang menunjukkan pesan gestural; gerakan seluruh anggota badan
yang menunjukkan pesan postural.
Ketiga, sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ekman (1965) dan
Knapp (1978) bahwa fungsi dari pemakaian bahasa verbal dan nonverbal dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) bahasa nonverbal mampu mengulangi
bahasa verbal (repetisi); (2) bahasa nonverbal mampu mengganti bahasa verbal
(substitusi); (3) bahasa nonverbal mampu menunjukkan kontradiksi antara tuturan
verbal dan bahasa nonverbal (mempertentangkan); (4) bahasa nonverbal mampu
melengkapi tuturan verbal (komplemen); dan (5) bahasa nonverbal mampu
menekankan bahasa verbal (aksentuasi).
Keempat, makna pragmatik dalam penelitian ini adalah maksud yang ingin
disampaikan oleh penutur berdasarkan konteks. Makna pragmatik harus dipahami
atas dasar konteks nonverbal ketika penutur menggunakan bahasa verbal.
Pranowo (2015) mengemukakan tujuan studi bahasa dari sudut pandang
pragmatik yaitu ingin memahami maksud penutur melalui bahasa yang dipakai.
Artinya, ketika seseorang berkomunikasi, penutur dan mitra tutur ingin saling
menyampaikan maksud tertentu melalui makna-makna yang terdapat dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
bahasa. Pembahasan ini akan menjawab rumusan masalah yang diangkat dalam
penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti akan membahas tiga hal, yaitu wujud,
fungsi, dan makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal masyrakat
Sunda sebagai manifestasi kesantunan.
4.3.1 Wujud Bahasa Verbal dan Nonverbal
Wujud bahasa verbal dan nonverbal dalam penelitian ini yaitu tindak tutur
dalam konteks pragmatik yang disertai gerak kinestetik penutur dan mitra tutur
saat berkomunikasi. Wujud bahasa verbal dalam penelitian ini yaitu tuturan-
tuturan yang mengandung makna secara semantik (lokusi); tuturan yang bermakna
secara pragmatik (ilokusi); serta efek dari tuturan yang diujarkan oleh penutur.
Wujud bahasa nonverbal dalam penelitian ini yaitu gerak kinestetik masyarakat
Sunda saat berkomunikasi. Bahasa nonverbal kinestetik terdiri atas pesan fasial,
pesan gestural, dan pesan postural. Pesan fasial ditunjukkan oleh raut muka, pesan
gestural ditunjukkan oleh gerakan mata dan gerakan anggota tangan, serta pesan
postural ditunjukkan oleh gerakan seluruh tubuh. Wujud-wujud bahasa nonverbal
tersebut merupakan jenis bahasa nonverbal yang seringkali dipakai saat
berkomunikasi dalam kegiatan rutin setiap desa di Kecamatan Sindangkasih.
Wujud-wujud bahasa nonverbal tersebut berperan penting dalam penyampaian
maksud kesantunan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
a. Wujud Bahasa Nonverbal Fasial
Wujud bahasa nonverbal fasial yaitu pemakaian bahasa verbal yang disertai
ekspresi wajah yang ditunjukkan oleh raut muka. Tuturan yang disertai ekspresi
wajah dapat menyampaikan maksud dengan baik. Misalnya, tuturan “Baru juga
sepuluh hari bu, suami saya tercinta dilantik di Desa Sukamanah”; “Sudah
kegiliran kegiatan PKK di Kecamatan, tidak ada kata yang pantas diucapkan
selain kata syukur alhamdulillah berarti itu kehormatan bagi kami”; dan “Mudah-
mudahan minta doanya dari semuanya, kami bisa menjalankan tugas amanah ya
bu ya. Aamiin yarobal alamiin (Data 1/A1)”. Tuturan-tuturan tersebut
mengandung makna secara semantik (lokusi), tuturan yang bermakna secara
pragmatik (ilokusi), serta efek dari tuturan yang diujarkan oleh penutur.
Tuturan tersebut disertai wujud bahasa nonverbal fasial yaitu “Ibu Kepala
Desa Sukamanah menatap ibu-ibu PKK dengan raut muka yang serius dan
meyakinkan”. Tatapan yang serius dan meyakinkan membuat maksud
tersampaikan dengan baik. Leathers (1976) menyimpulkan penelitian tentang
wajah sebagai berikut: 1) Wajah mengomunikasikan penilaian tentang ekspresi
senang dan tak senang, yang menunjukkan komunikator memandang objek
penelitiannya baik atau buruk. 2) Wajah mengomunikasikan minat seseorang
kepada orang lain atau lingkungan. 3) Wajah mengomunikasikan intensitas
keterlibatan suatu situasi. 4) Wajah mengomunikasikan tingkat pengendalian
individu terhadap pernyataannya sendiri. 5) Wajah mungkin mengomunikasikan
kurangnya pengertian. Jadi, manifestasi kesantunan dapat disampaikan melalui
wujud bahasa verbal dan bahasa nonverbal fasial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Pemakaian bahasa verbal dan bahasa nonverbal tersebut terjadi berdasarkan
konteks yang melingkupinya. Hal tersebut menjadi suatu kajian pragmatik, yaitu
kajian pemakaian bahasa berdasarkan konteksnya. Konteks pemakaian bahasa
verbal dan nonverbal pada data tersebut yaitu tuturan terjadi saat pagi hari,
suasana tuturan formal dan berlangsung di aula Kantor Kecamatan Sindangkasih.
Penutur adalah Kepala Desa Sukamanah, sedangkan mitra tutur adalah ibu-ibu
PKK sekecamatan yang terdiri dari sembilan desa, yaitu Desa Sukamanah, Desa
Sukaraja, Desa Budiasih, Desa Budiharja, Desa Gunungcupu, Desa Sukamanah,
Desa Sukaresik, Desa Sindangkasih, dan Desa Wanasigra. Penutur sedang
memberikan kata sambutan untuk mewakili ketua Tim Pengerak PKK dari desa
lainnya.
Pemakaian bahasa dikatakan santun apabila penutur mampu menjaga harkat
dan martabat dirinya di hadapan mitra tutur sehingga tuturannya tidak
menyinggung perasaan mitra tutur. Kesantunan masyarakat Sunda dapat
termanifestasi melalui tindak tutur dan raut wajah. Raut wajah penutur yang serius
dan meyakinkan tersebut didukung oleh aspek paralinguistik penutur. Nada,
volume, irama dan kecepatan berbicara penutur terhadap mitra tutur. Leech (1983)
mengemukakan ada lima macam skala pengukur kesantunan, yaitu (1) cost-
benafit scale atau skala kerugian dan keuntungan menunjuk kepada besar kecilnya
kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah
pertuturan; (2) optionality scale atau skala pilihan menunjuk kepada banyak atau
sedikitnya pilihan yang disampaikan penutur kepada lawan tutur dalam kegiatan
percakapan bertuturan; (3) indirectness scale atau skala ketidaklangsungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya dimaksudkan sebuah
tuturan; (4) authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan
status sosial antara penutur dan lawan tutur yang terlibat dalam pertuturan; (5)
social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan
sosial antara penutur dengan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan.
Kesantunan antara masyarakat Sunda telah memenuhi kelima skala
kesantunan, yaitu: (1) skala kerugian dan keuntungan; (2) skala pilihan; (3) skala
ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya
dimaksudkan sebuah tuturan; (4) skala keotoritasan; (5) skala jarak. Secara
menyeluruh, setiap data menunjukan rasa saling menjaga perasaan, harkat dan
martabat dirinya di hadapan mitra tutur sehingga tuturannya tidak menyinggung
perasaan mitra tutur walaupun berbeda status sosial. Kesantunan masyarakat
Sunda dikaji dengan etnopragmatik untuk memahami dan menginterpretasi
maksud kesantunan melalui pemakaian bahasa verbal dan nonverbal kinestetik
masyarakat Sunda. Dengan demikian, pemakaian bahasa nonverbal fasial
ditunjukkan oleh raut muka seseorang saat berkomunikasi menunjukkan bahwa
pesan fasial sebagai salah satu komponen pesan kinestetik yang dapat
menyampaikan maksud kesantunan.
b. Wujud Bahasa Nonverbal Gestural
Wujud bahasa nonverbal gestural yaitu pemakaian bahasa verbal yang
ditunjukkan dengan tuturan serta gerakan badan, yaitu gerakan mata, gerakan
kepala, dan gerakan tangan untuk menyampaikan maksud kesantunan. Misalnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
tuturan “Enjing-enjing minum kopi, teh manis, tambih we ku iyeu anu digulung
kugula bodas sok aya nya? Tah donat teras anu dina ketan ulah seeur teuing nu
amis-amis nya bu nya”; “Pagi-pagi minum kopi, teh manis, ditambah dengan
yang digulung dengan gula putih ada kan? Nah donat terus makan ketan jangan
terlalu banyak yang manis-manis ya bu ya”; “Bilih ibu seeur teuing nu amis mah
panyawat gula. Anu tos gaduh panyawat gula dikirangan gula na tapi ulah sama
sekali henteu. Engke ge sami deui ngedrop”; dan “Jangan terlalu banyak
mengonsumsi makanan manis nanti terkena penyakit gula. Untuk yang sudah
terkena penyakit gula, kurangi konsumsi gulanya tapi jangan tidak sama sekali.
Nanti sama saja” (Data 10/I2). Tuturan-tuturan tersebut mengandung makna
secara semantik (lokusi), tuturan yang bermakna secara pragmatik (ilokusi), serta
efek dari tuturan yang diujarkan oleh penutur.
Tuturan tersebut disertai wujud bahasa nonverbal fasial yaitu “Ibu petugas
gizi menatap ibu-ibu posyandu lansia; kedua tangan ibu petugas gizi
menggerakkan tangan dan meletakkan tangan di depan dada; gerakan kepala ke
kiri dan ke kanan. Gerakan tangan dan gerakan kepala tersebut membuat maksud
kesantunan. Pemakaian bahasa verbal dan bahasa nonverbal tersebut terjadi
berdasarkan konteks yang melingkupinya. Hal tersebut menjadi suatu kajian
pragmatik. Pragmatik adalah kajian pemakaian bahasa berdasarkan konteks
pemakaiannya. Konteks pemakaian bahasa verbal dan nonverbal pada data
tersebut yaitu Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan
berlangsung di ruang posyandu lansia Desa Sindangkasih. Penutur adalah kader
posyandu lansia di Desa Sindangkasih, sedangkan mitra tutur adalah ibu-ibu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
lansia di Desa Sindangkasih. Penutur sedang memberikan penyuluhan isi piringku
pada para ibu.
Leech (1983) mengemukakan ada lima macam skala pengukur kesantunan,
yaitu (1) cost-benafit scale atau skala kerugian dan keuntungan menunjuk kepada
besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak
tutur pada sebuah pertuturan; (2) optionality scale atau skala pilihan menunjuk
kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan penutur kepada lawan
tutur dalam kegiatan percakapan bertuturan; (3) indirectness scale atau skala
ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya
dimaksudkan sebuah tuturan; (4) authority scale atau skala keotoritasan menunjuk
kepada hubungan status sosial antara penutur dan lawan tutur yang terlibat dalam
pertuturan; (5) social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada
peringkat hubungan sosial antara penutur dengan mitra tutur yang terlibat dalam
pertuturan.
Berdasarkan uraian tersebut, manifestasi kesantunan dapat diidentifikasi
melalui bahasa verbal dan bahasa nonverbal. Data-data tersebut merupakan
kegiatan-kegiatan rutin yang dilaksanakan pada setiap desa di Kecamatan
Sindangkasih. Artinya, wujud bahasa nonverbal gestural yang ditunjukkan dengan
gerakan badan, yaitu gerakan mata, gerakan kepala, dan gerakan tangan mampu
menyampaikan maksud kesantunan. Pemakaian bahasa dikatakan santun apabila
penutur mampu menjaga harkat dan martabat dirinya di hadapan mitra tutur
sehingga tuturannya tidak menyinggung perasaan mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Dengan demikian, pemakaian bahasa nonverbal gestural ini sebagai salah
satu komponen pesan kinestetik yang dapat menyampaikan maksud kesantunan
melalui gerakan badan, yaitu gerakan mata, gerakan kepala, dan gerakan tangan
untuk menyampaikan maksud kesantunan. Masing-masing analisis data tersebut
memenuhi kelima skala kesantunan, yaitu: (1) cost-benafit scale atau skala
kerugian dan keuntungan; (2) optionality scale atau skala pilihan; (3) indirectness
scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau
tidak langsungnya dimaksudkan sebuah tuturan; (4) authority scale atau skala
keotoritasan; (5) social distance scale atau skala jarak. Secara menyeluruh, setiap
data menunjukan rasa saling menjaga perasaan, harkat dan martabat dirinya di
hadapan mitra tutur sehingga tuturannya tidak menyinggung perasaan mitra tutur
walaupun berbeda status sosial. Kesantunan masyarakat Sunda dikaji dengan
etnopragmatik untuk memahami dan menginterpretasi maksud kesantunan melalui
pemakaian bahasa verbal dan nonverbal kinestetik masyarakat Sunda. Dengan
demikian, pemakaian bahasa nonverbal gestural mampu menyampaikan maksud
kesantunan.
c. Wujud Bahasa Nonverbal Postural
Wujud bahasa nonverbal postural ditunjukkan dengan tuturan dan gerakan
seluruh anggota badan, yaitu gerakan membungkukkan badan, berdiri tegak,
gerakan badan ke kiri, dan gerakan badan ke kanan untuk menyampaikan maksud
kesantunan. Misalnya tuturan “Dengan tahun baru hijriah urang sami-sami
tingkatkeun kaimanan sareng kataqwaan ka Allah Subhanahuwataala malah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
mandar urang sadayana aya dina bimbingan sareng lindungan Allah
Subhanahuwataalla, aamiin yarobalalamin” dan “Pada tahun baru hijriah mari
kita tingkatkan iman dan taqwa pada Allah Subhanahuwataala semoga kita
semua ada dalam bimbingan dan lindungan Allah Subhanahuwataala aamiin
yarobalalamin” (Data 12/G1). Tuturan-tuturan tersebut mengandung makna
secara semantik (lokusi), tuturan yang bermakna secara pragmatik (ilokusi), serta
efek dari tuturan yang diujarkan oleh penutur.
Tuturan tersebut disertai wujud bahasa nonverbal fasial yaitu “Kepala Desa
Sukasenang berdiri tegak dan membungkukkan badan”. Gerakan seluruh anggota
badan, yaitu gerakan membungkukkan badan dan berdiri tegak tersebut mampu
menyampaikan maksud kesantunan. Pemakaian bahasa verbal dan bahasa
nonverbal tersebut terjadi berdasarkan konteks yang melingkupinya. Hal tersebut
menjadi suatu kajian pragmatik. Pragmatik adalah kajian pemakaian bahasa
berdasarkan konteks pemakaiannya. Konteks pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal pada data tersebut yaitu tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan
formal dan berlangsung di aula masjid jami’ Desa Sukasenang. Penutur
merupakan seorang Kepala Desa Sukasenang, sedangkan mitra tutur adalah para
ibu dan bapak warga masyarakat Desa Sukasenang. Kepala Desa Sukasenang
sedang memberikan sambutan pada acara pengajian bulanan.
Pemakaian bahasa dikatakan santun apabila penutur mampu menjaga harkat
dan martabat dirinya di hadapan mitra tutur sehingga tuturannya tidak
menyinggung perasaan mitra tutur. Leech (1983) mengemukakan ada lima macam
skala pengukur kesantunan, yaitu (1) cost-benafit scale atau skala kerugian dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
keuntungan menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang
diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan; (2) optionality scale
atau skala pilihan menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang
disampaikan penutur kepada lawan tutur dalam kegiatan percakapan bertuturan;
(3) indirectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat
langsung atau tidak langsungnya dimaksudkan sebuah tuturan; (4) authority scale
atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur
dan lawan tutur yang terlibat dalam pertuturan; (5) social distance scale atau skala
jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dengan
mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan.
Kesantunan antara masyarakat Sunda telah memenuhi kelima skala
kesantunan, yaitu: (1) skala kerugian dan keuntungan; (2) skala pilihan; (3) skala
ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya
dimaksudkan sebuah tuturan; (4) skala keotoritasan; (5) skala jarak. Secara
menyeluruh, setiap data menunjukan rasa saling menjaga perasaan, harkat dan
martabat dirinya di hadapan mitra tutur sehingga tuturannya tidak menyinggung
perasaan mitra tutur walaupun berbeda status sosial. Kesantunan masyarakat
Sunda dikaji dengan etnopragmatik untuk memahami dan menginterpretasi
maksud kesantunan melalui pemakaian bahasa verbal dan nonverbal kinestetik
masyarakat Sunda. Dengan demikian, pemakaian bahasa nonverbal fasial
ditunjukkan oleh raut muka seseorang saat berkomunikasi menunjukkan bahwa
pesan postural sebagai salah satu komponen pesan kinestetik yang dapat
menyampaikan maksud kesantunan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
4.3.2 Fungsi Bahasa Verbal dan Nonverbal
Fungsi pemakaian bahasa verbal dan nonverbal dianalisis berdasarkan
wujud-wujud bahasa verbal dan nonverbal yang telah dipaparkan pada subbab
sebelumnya. Berdasarkan wujud-wujud bahasa nonverbal kinestetik, fungsi
bahasa verbal dan nonverbal dalam penelitian ini diambil dari kegiatan-kegiatan
rutin setiap desa di Kecamatan Sindangkasih. Jadi, fungsi pemakaian bahasa
verbal dan nonverbal dapat diidentifikasi melalui wujud bahasa nonverbal fasial,
gestural, dan postural yang mampu menyampaikan maksud kesantunan.
a. Fungsi Komplemen (Pelengkap) Bahasa Verbal
Knapp (1972: 9) mengemukakan lima fungsi pesan nonverbal yaitu: (1)
Repetisi, mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal; (2)
Subtitusi, menggantikan lambang verbal; (3) Kontradiksi, menolak pesan verbal
atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal; (4) Komplemen,
melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal; dan (5) Aksentuasi,
menegaskan pesan verbal atau menggaris bawahinya. Fungsi pemakaian bahasa
verbal dan nonverbal masyarakat Sunda yaitu salah satunya berfungsi sebagai
pelengkap bahasa verbal.
Bahasa verbal: “Teu acan, teu acan dipasihan obat cacing
(Belum, belum diberikan obat cacing) (Data 14/J2).
Bahasa nonverbal: Ibu kader posyandu menatap seorang ibu dengan
raut wajah yang serius.
Konteks: Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan
berlangsung di ruang posyandu Desa Wanasigra. Penutur adalah kader
posyandu di Desa Wanasigra, sedangkan mitra tutur adalah seorang
ibu di Desa Wanasigra. Penutur sedang memberikan jawaban atas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
pertanyaan dari seorang ibu bahwa obat cacing belum diberikan pada
bayinya tersebut.
Pemakaian bahasa verbal dan nonverbal fasial pada data tersebut berfungsi
sebagai (a) komplemen (pelengkap) bahasa verbal berarti pemakaian bahasa
nonverbal tersebut digunakan untuk menambah dan melengkapi sikap yang
disampaikan oleh bahasa verbal. Fungsi tersebut mengacu pada raut wajah
penutur untuk menyampaikan maksud kesantunan. Kesantunan dapat ditunjukkan
dengan bahasa nonverbal fasial yaitu sebagai tindakan mengajak dan
mengendalikan interaksi; mempengaruhi orang lain; memberikan umpan balik
pada saat berbicara; dan mengemukakan sikap.
Pemakaian bahasa dikatakan santun apabila penutur mampu menjaga harkat
dan martabat dirinya di hadapan mitra tutur sehingga tuturannya tidak
menyinggung perasaan mitra tutur. Leech (1983) mengemukakan ada lima macam
skala pengukur kesantunan, yaitu (1) cost-benafit scale atau skala kerugian dan
keuntungan menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang
diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan; (2) optionality scale
atau skala pilihan menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang
disampaikan penutur kepada lawan tutur dalam kegiatan percakapan bertuturan;
(3) indirectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat
langsung atau tidak langsungnya dimaksudkan sebuah tuturan; (4) authority scale
atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur
dan lawan tutur yang terlibat dalam pertuturan; (5) social distance scale atau skala
jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dengan
mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Kesantunan antara masyarakat Sunda telah memenuhi kelima skala
kesantunan, yaitu: (1) skala kerugian dan keuntungan; (2) skala pilihan; (3) skala
ketidaklangsungan; (4) skala keotoritasan; (5) skala jarak. Secara menyeluruh,
setiap data menunjukan rasa saling menjaga perasaan, harkat dan martabat dirinya
tanpa mempertimbangkan status sosial. Kesantunan masyarakat Sunda dikaji
dengan etnopragmatik untuk memahami dan menginterpretasi maksud kesantunan
pemakaian bahasa verbal dan nonverbal kinestetik masyarakat Sunda.
b. Fungsi Aksentuasi (Penekan) Bahasa Verbal
Knapp (1972: 9) mengemukakan lima fungsi pesan nonverbal yaitu: (1)
repetisi, mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal; (2)
subtitusi, menggantikan lambang verbal; (3) kontradiksi, menolak pesan verbal
atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal; (4) komplemen,
melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal; dan (5) aksentuasi,
menegaskan pesan verbal atau menggaris bawahinya. Fungsi aksentuasi atau
penekan bahasa verbal dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Bahasa verbal:
(I) Pengajian ini adalah untuk memurnikan kita berhadapan
dengan Allah.
(II) Karena hanya dalam pengajianlah untuk selalu ingat
kepadanya dan selalu patuh dan taat pada-Nya.
Bahasa nonverbal: Ustdaz menatap ibu-ibu dengan menggerakkan
kepala ke kanan dan ke kiri.
Konteks: Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan
berlangsung di masjid Desa Sukaraja. Penutur merupakan seorang
ustaz dan mitra tutur adalah ibu-ibu warga masyarakat Dusun
Brunggenis 2, Desa Sukaraja. Ustaz sedang memberikan ceramah
pada kegiatan pengajian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
(Data 16/C1)
Pemakaian bahasa verbal dan bahasa nonverbal gestural tersebut berfungsi
sebagai aksentuasi (penekan) bahasa verbal berarti pemakaian bahasa nonverbal
tersebut digunakan untuk menonjolkan beberapa bagian penting dari bahasa
verbal yang diujarkan. Fungsi pemakaian bahasa nonverbal gestural tersebut
ditunjukkan dengan tuturan dan gerakan mata dan gerakan kepala untuk
menekankan bahasa verbal. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemakaian bahasa
verbal dan nonverbal gestural (Data 16/C1) berfungsi sebagai penekan bahasa
verbal agar maksud kesantunan tersampaikan dengan baik.
Leech (1983) mengemukakan ada lima macam skala pengukur kesantunan,
yaitu (1) cost-benafit scale atau skala kerugian dan keuntungan menunjuk kepada
besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak
tutur pada sebuah pertuturan; (2) optionality scale atau skala pilihan menunjuk
kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan penutur kepada lawan
tutur dalam kegiatan percakapan bertuturan; (3) indirectness scale atau skala
ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya
dimaksudkan sebuah tuturan; (4) authority scale atau skala keotoritasan menunjuk
kepada hubungan status sosial antara penutur dan lawan tutur yang terlibat dalam
pertuturan; (5) social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada
peringkat hubungan sosial antara penutur dengan mitra tutur yang terlibat dalam
pertuturan.
Artinya, kesantunan masyarakat Sunda tersebut dapat diidentifikasi dengan
dengan gerakan mata, gerakan kepala, dan gerakan tangan untuk menyampaikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
maksud kesantunan. Kesantunan antara masyarakat Sunda telah memenuhi kelima
skala kesantunan, yaitu: (1) skala kerugian dan keuntungan; (2) skala pilihan; (3)
skala ketidaklangsungan; (4) skala keotoritasan; (5) skala jarak. Secara
menyeluruh, setiap data menunjukan rasa saling menjaga perasaan, harkat dan
martabat dirinya tanpa mempertimbangkan status sosial. Kesantunan masyarakat
Sunda dikaji dengan etnopragmatik untuk memahami dan menginterpretasi
maksud kesantunan pemakaian bahasa verbal dan nonverbal kinestetik masyarakat
Sunda. Kesantunan masyarakat Sunda dikaji dengan etnopragmatik. Dengan
demikian, pemakaian bahasa nonverbal postural ditunjukkan dengan dengan
gerakan seluruh anggota tubuh untuk menyampaikan maksud kesantunan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pesan postural sebagai salah satu komponen pesan
kinestetik yang dapat menyampaikan maksud kesantunan.
c. Fungsi Regulasi (Pengatur) Bahasa Verbal
Knapp (1972: 9) mengemukakan lima fungsi pesan nonverbal yaitu: (1)
repetisi, mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal; (2)
subtitusi, menggantikan lambang verbal; (3) kontradiksi, menolak pesan verbal
atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal; (4) komplemen,
melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal; dan (5) aksentuasi,
menegaskan pesan verbal atau menggaris bawahinya. Berikut ini merupakan
fungsi regulasi (pengatur) bahasa verbal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Bahasa verbal:
(I)
Saterasna abi katitipan ti bapak kapolsek panginten upami ayeuna
teh nuju usum halodo wayahna kedah hati-hati perkawis dina
dudurukan saur na teh.
(Selanjutnya saya dititipkan pesan dari bapak kapolsek, kalau tidak
salah sekarang sedang musin kemarau sebaiknya harus hati-hati
kalau sedang membakar sesuatu).
(II)
Bilih aya nu dudurukan atanapi ibu-ibu anu hilap dina hawu kedah
diparhatoskeun ditungguan dugi ka pareumna teu kenging
dikaluhurkeun nya ibu-ibu eta abi keing titipan ti bapak kapolsek.
(Jika ada yang membakar sesuatu ataupun ibu-ibu masak
menggunakan kayu bakar harus diperhatikan, ditunggu sampai
apinya mati jangan sampai dibiarkan ya ibu-ibu itu pesan dari
bapak kapolsek).
Bahasa nonverbal: Ibu Kepala Desa menatap, berdiri tegap di
mimbar, serta menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan.
Konteks: Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan
berlangsung di masjid. Penutur merupakan kepala desa Budiasih dan
mitra tutur adalah ibu-ibu dan bapak-bapak pengajian rutin bulanan
di Desa Budiasih. Kepala Desa Budiasih sedang memperkenalkan
diri sekaligus menyampaikan amanat dari Kapolsek dan amanat dri
Bupati Ciamis (Data 19/D1).
Pemakaian bahasa verbal dan bahasa nonverbal postural tersebut berfungsi
sebagai mengatur (regulasi) bahasa verbal berarti pemakaian bahasa nonverbal
mampu mengendalikan bahasa nonverbal. Fungsi tersebut bertujuan untuk
menyampaikan maksud kesantunan. Pemakaian bahasa dikatakan santun apabila
penutur mampu menjaga harkat dan martabat dirinya di hadapan mitra tutur
sehingga tuturannya tidak menyinggung perasaan mitra tutur. Leech (1983)
mengemukakan ada lima macam skala pengukur kesantunan, yaitu (1) cost-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
benafit scale atau skala kerugian dan keuntungan menunjuk kepada besar kecilnya
kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah
pertuturan; (2) optionality scale atau skala pilihan menunjuk kepada banyak atau
sedikitnya pilihan yang disampaikan penutur kepada lawan tutur dalam kegiatan
percakapan bertuturan; (3) indirectness scale atau skala ketidaklangsungan
menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya dimaksudkan sebuah
tuturan; (4) authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan
status sosial antara penutur dan lawan tutur yang terlibat dalam pertuturan; (5)
Social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan
sosial antara penutur dengan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan.
Artinya, kesantunan masyarakat Sunda tersebut dapat diidentifikasi dengan
dengan tuturan dan gerakan seluruh anggota badan, yaitu gerakan
membungkukkan badan, berdiri tegak, gerakan badan ke kiri, dan gerakan badan
ke kanan untuk menyampaikan maksud kesantunan. Kesantunan antara
masyarakat Sunda telah memenuhi kelima skala kesantunan, yaitu: (1) skala
kerugian dan keuntungan; (2) skala pilihan; (3) skala ketidaklangsungan; (4) skala
keotoritasan; dan (5) skala jarak.
Secara menyeluruh, setiap data menunjukan rasa saling menjaga perasaan,
harkat dan martabat dirinya tanpa mempertimbangkan status sosial. Kesantunan
masyarakat Sunda dikaji dengan etnopragmatik untuk memahami dan
menginterpretasi maksud kesantunan pemakaian bahasa verbal dan nonverbal
kinestetik masyarakat Sunda. Dengan demikian, pemakaian bahasa nonverbal
postural ditunjukkan dengan tuturan dan gerakan seluruh anggota badan, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
gerakan membungkukkan badan, berdiri tegak, gerakan badan ke kiri, dan gerakan
badan ke kanan untuk menyampaikan maksud kesantunan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pesan postural sebagai salah satu komponen pesan kinestetik
yang dapat menyampaikan maksud kesantunan.
d. Fungsi Repetisi (Pengulang) Bahasa Verbal
Knapp (1972: 9) mengemukakan lima fungsi pesan nonverbal yaitu: (1)
repetisi, mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal; (2)
subtitusi, menggantikan lambang verbal; (3) kontradiksi, menolak pesan verbal
atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal; (4) komplemen,
melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal; dan (5) aksentuasi,
menegaskan pesan verbal atau menggaris bawahinya. Fungsi aksentuasi atau
penekan bahasa verbal dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Bahasa verbal:
(III) Pengajian ini adalah untuk memurnikan kita berhadapan
dengan Allah.
(IV) Karena hanya dalam pengajianlah untuk selalu ingat
kepadanya dan selalu patuh dan taat pada-Nya.
Bahasa nonverbal: Ustdaz menatap ibu-ibu dengan menggerakkan
kepala ke kanan dan ke kiri.
Konteks: Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan
berlangsung di masjid Desa Sukaraja. Penutur merupakan seorang
ustaz dan mitra tutur adalah ibu-ibu warga masyarakat Dusun
Brunggenis 2, Desa Sukaraja. Ustaz sedang memberikan ceramah
pada kegiatan pengajian.
(Data 16/C1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Pemakaian bahasa verbal dan bahasa nonverbal gestural tersebut berfungsi
sebagai aksentuasi (penekan) bahasa verbal berarti pemakaian bahasa nonverbal
tersebut digunakan untuk menonjolkan beberapa bagian penting dari bahasa
verbal yang diujarkan. Fungsi pemakaian bahasa nonverbal gestural tersebut
ditunjukkan dengan tuturan dan gerakan mata dan gerakan kepala untuk
menekankan bahasa verbal. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemakaian bahasa
verbal dan nonverbal gestural (Data 16/C1) berfungsi sebagai penekan bahasa
verbal agar maksud kesantunan tersampaikan dengan baik.
Leech (1983) mengemukakan ada lima macam skala pengukur kesantunan,
yaitu (1) cost-benafit scale atau skala kerugian dan keuntungan menunjuk kepada
besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak
tutur pada sebuah pertuturan; (2) optionality scale atau skala pilihan menunjuk
kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan penutur kepada lawan
tutur dalam kegiatan percakapan bertuturan; (3) indirectness scale atau skala
ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya
dimaksudkan sebuah tuturan; (4) authority scale atau skala keotoritasan menunjuk
kepada hubungan status sosial antara penutur dan lawan tutur yang terlibat dalam
pertuturan; (5) social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada
peringkat hubungan sosial antara penutur dengan mitra tutur yang terlibat dalam
pertuturan.
Artinya, kesantunan masyarakat Sunda tersebut dapat diidentifikasi dengan
dengan gerakan mata, gerakan kepala, dan gerakan tangan untuk menyampaikan
maksud kesantunan. Kesantunan antara masyarakat Sunda telah memenuhi kelima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
skala kesantunan, yaitu: (1) skala kerugian dan keuntungan; (2) skala pilihan; (3)
skala ketidaklangsungan; (4) skala keotoritasan; dan (5) skala jarak. Secara
menyeluruh, setiap data menunjukan rasa saling menjaga perasaan, harkat dan
martabat dirinya tanpa mempertimbangkan status sosial. Kesantunan masyarakat
Sunda dikaji dengan etnopragmatik untuk memahami dan menginterpretasi
maksud kesantunan pemakaian bahasa verbal dan nonverbal kinestetik masyarakat
Sunda. Dengan demikian, pemakaian bahasa nonverbal postural ditunjukkan
dengan dengan gerakan seluruh anggota tubuh untuk menyampaikan maksud
kesantunan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pesan postural sebagai salah satu
komponen pesan kinestetik yang dapat menyampaikan maksud kesantunan.
4.3.3 Makna Pragmatik Bahasa Verbal dan Nonverbal
Berdasarkan wujud-wujud bahasa nonverbal kinestetik, makna pragmatik
bahasa verbal dan nonverbal dalam penelitian ini diambil dari kegiatan-kegiatan
rutin setiap desa di Kecamatan Sindangkasih. Pranowo (2019) mengemukakan
bahwa studi pragmatik bertujuan unutk memahami fungsi komunikatif pemakaian
bahasa. Artinya, pemakaian bahasa verbal dan nonverbal penutur mengandung
maksud yang harus diinterpretasi oleh mitra tutur. Makna pragmatik pemakaian
bahasa verbal dan nonverbal dapat diidentifikasi melalui wujud bahasa nonverbal
fasial, gestural, dan postural yang mampu menyampaikan maksud kesantunan.
Sejalan dengan hal tersebut, Gunawan (2013: 8) mengemukakan bahwa
kesantunan merupakan istilah yang berkaitan dengan kesopanan, rasa hormat,
sikap yang baik, dan perilaku yang pantas. Hal tersebut menunjukkan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
kesantunan sebagai hal yang penting bagi setiap individu agar terciptanya
masyarakat yang harmonis. Ellen (2006) mengemukakan bahwa kesantunan
sebagai salah satu cabang pragmatik kontemporer dan sebagai peranti yang
digunakan secara luas dalam berbagai kajian komunikasi antarbudaya. Brown dan
Levinson (1987) membuktikan bahwa kesantunan berkaitan dengan nosi wajah
negatif dan nosi wajah postitif yang berkaitan dengan menjaga kepentingan mitra
tutur. Leech (1983) menyatakan bahwa kesantunan berbahasa mencakup maksim
atau aturan-aturan untuk menjaga harkat martabat antara dirinya (penutur) dengan
memberikan keuntungan bagi mitra tutur (maksim kebijaksanaan),
memaksimalkan kerugian pada diri sendiri (maksim kedermawanan),
memaksimalkan pujian pada mitra tutur (maksim pujian), minimalkan pujian
kepada diri sendiri (maksim kerendahan hati), memaksimalkan kesetujuan pada
mitra tutur (maksim kesetujuan), memaksimalkan ungkapan simpati pada mitra
tutur (maksim simpati), serta meminimalkan rasa tidak senang pada mitra tutur
dan memaksimalkan rasa senang pada mitra tutur (maksim pertimbangan).
Dengan demikian, makna pragmatik penelitian ini ditunjukkan dengan
tersampaikannya maksud kesantunan berdasarkan konteksnya.
Makna pragmatik yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu pemakaian
bahasa verbal dan nonverbal kinestetik (fasial, gestural, dan postural) yang
mampu menunjukkan maksud menyampaikan permohonan atau harapan, maksud
menyampaikan informasi, dan maksud menyampaikan perintah. Pada dasarnya,
hubungan antara Ibu Ketua Tim Penggerak PKK dan ibu-ibu anggota PKK
memiliki jarak sosial yang berbeda. Oleh karena itu, makna pragmatik dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
penelitian ini terbatas pada skala keotoritasan, skala ketidaklangsungan, dan skala
pilihan. Berdasarkan data-data penelitian, makna pragmatik tersebut dapat
dideskripsikan sebagai berikut.
a. Makna Pragmatik Menyampaikan Permohonan/Harapan
Makna pragmatik menyampaikan permohonan atau harapan merupakan
salah satu indikator kesantunan. Makna pragmatik bahasa nonverbal kinestetik
ditunjukkan dengan pemakaian bahasa verbal dan raut muka, gerakan sebagian
anggota tubuh (gerakan kepala dan gerakan tangan) serta gerakan seluruh anggota
tubuh, misalnya posisi tubuh yang berdiri tegap dan gerakan berpidah posisi tubuh
dari tempat yang satu ke tempat yang lain.
Pranowo (2015) mengemukakan bahwa tujuan studi bahasa dari sudut
pandang pragmatik yaitu ingin memahami maksud penutur melalui bahasa yang
digunakan, atau memahami fungsi komunikatif pemakaian bahasa. Artinya, ketika
seseorang berkomunikasi dengan orang lain, mereka ingin menyampaikan maksud
tertentu melalui makna-makna yang terdapat dalam bahasa. Pragmatik merupakan
kajian ilmu bahasa yang mampu mengungkapkan maksud berdasarkan konteks.
Levinson (1983: 7) mengemukakan bahwa pragmatik merupakan kajian tentang
hubungan antara bahasa dan konteks yang secara tata bahasa, atau dikodekan
dalam struktur bahasa.
Berdasarkan Data 20 (B2), data tersebut terjadi saat pelaksanaan kegiatan
PKK di Kantor Desa Sukamanah. Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan
formal dan berlangsung di Aula Desa Sukamanah. Penutur merupakan Kepala
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Desa Sukamanah sekaligus Ketua Tim Penggerak PKK dan mitra tutur adalah ibu-
ibu anggota PKK Desa Sukamanah. Ibu Ketua TP PKK sedang mengajak para
anggota PKK untuk aktif hadir pada pertemuan PKK.
Bahasa verbal dalam data tersebut yaitu “Saya minta pada ibu-ibu semua
yang ada di sini mudah-mudahan bisa hadir, jika tidak ada halangan insya Allah
saya juga hadir, ya bu. Saya tidak bisa apa-apa, mungkin ibu-ibu bisa sharing
bersama ibu-ibu yang ada di sini. Nah mungkin yang tadi, istri perangkat desa
harus wajib hadir. Jadi, harus punya rasa tanggungjawab karena suami bekerja di
desa gitu ya”. Tindak tutur penutur saat menyampaikan tuturan tersebut
mengandung lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Tuturan tersebut memberikan maksud
bahwa ibu-ibu PKK harus hadir pada setiap pertemuan PKK. Artinya, tuturan
tersebut bermakna, memiliki maksud, dan diharapkan ada efek yang ditimbulkan
setelah tuturan tersebut disampaikan pada mitra tutur. Efek yang diamaksud
adalah ibu-ibu PKK menghadiri pertemuan PKK.
Bahasa nonverbal fasial pada Data 20 (B2) yaitu ibu kepala desa menatap
para ibu-ibu PKK dengan raut wajah yang serius. Raut muka yang serius dapat
diidentifikasi berdasarkan volume, ritme, kecepatan, dan tekanan kata-kata yang
diucapkan. Dengan demikian, maksud penutur akan tersampaikan dengan baik
melalui pemakaian bahasa verbal dan bahasa nonverbal fasial tersebut. Maksud
tersebut juga dapat dipahami berdasarkan konteksnya, yaitu ibu kepala desa
sekaligus Ketua Tim Penggerak PKK menyampaikan ajakan pada ibu-ibu anggota
PKK Desa Sukamanah untuk aktif hadir pada setiap pertemuan PKK. Artinya,
makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal fasial tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
menyatakan maksud menyampaikan permohonan atau harapan. Makna pragmatik
menyampaikan permohonan atau harapan tersebut ditunjukkan untuk mengajak
ibu-ibu PKK untuk rutin melakukan pertemuan. Pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal kinestetik tersebut memenuhi skala keotoritasan yang merujuk pada
hubungan status sosial antara Ibu Ketua Tim Penggerak PKK dengan ibu-ibu
PKK. Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun status sosialnya berbeda,
tuturan tersebut tetap santun. Artinya, data ini memenuhi salah satu skala
kesantunan Leech (1983).
b. Makna Pragmatik Menyampaikan Informasi
Data 22 (H1) terjadi saat pelaksanaan kegiatan pengajian rutin mingguan di
Desa Sukaresik. Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan nonformal dan
berlangsung di masjid Desa Sukaresik. Penutur merupakan seorang ustaz,
sedangkan mitra tutur adalah ibu-ibu masyarakat Desa Sukaresik. Penutur sedang
mengemukakan ceramah tentang hijrah pada ibu-ibu pengajian. Bahasa verbal
dalam data tersebut yaitu “Ibu-ibu tahu tidak arti hijrah? Hijrah itu apa bu? Hijrah
artinya pindah ya” dan “Nah maka, istilah tahun baru hijriah diambil dari
hijrahnya Rasullallah Shallallahu Allaihi Wasallam dari Mekkah ke Madinah“.
Tindak tutur penutur mengandung lokusi dan ilokusi. Artinya, tuturan tersebut
bermakna dan bermaksud untuk memberikan informasi mengenai Hijrah pada ibu-
ibu pengajian.
Bahasa nonverbal gestural pada Data 22 (H1) yaitu ustaz menggerakkan
kepala ke depan, ke kiri, dan ke kanan; gerakan tangan kanan ke atas; tangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
kanan ustaz memegang mikrofon. Gerakan mata, gerakan kepala, dan gerakan
tangan ustaz berfungsi menekankan dan melengkapi bahasa verbal agar maksud
tersampaikan. Maksud penutur akan tersampaikan dengan baik melalui pemakaian
bahasa verbal dan bahasa nonverbal gestural tersebut. Maksud tersebut bisa
dipahami berdasarkan konteks, yaitu ustaz menyampaikan ceramah tentang Hijrah
pada ibu-ibu pengajian. Dengan demikian, makna pragmatik pemakaian bahasa
verbal dan nonverbal gestural tersebut menyatakan maksud menyampaikan
informasi. Maksud tersebut ditunjukkan dari penutur yang memberikan
pengetahuan mengenai prinsip hijrah. Pemakaian bahasa verbal dan nonverbal
kinestetik tersebut memenuhi kelima skala Leech, hanya saja skala keotoritasan
lebih dominan karena merujuk pada hubungan status sosial antara ustaz dengan
ibu-ibu pengajian. Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun status sosialnya
berbeda, tuturan tersebut tetap santun. Artinya, data ini memenuhi salah satu skala
kesantunan Leech (1983).
Data 23 (I1) tersebut terjadi saat pelaksanaan kegiatan pengajian rutin
mingguan di Desa Sindangkasih. Tuturan terjadi saat sore hari. Suasana tuturan
formal dan berlangsung di masjid Jami’ Desa Sindangkasih. Penutur adalah
seorang ustadz, sedangkan mitra tutur adalah ibu-ibu pengajian di Desa
Sindangkasih. Penutur sedang memberikan ceramah agama pada para ibu. Bahasa
verbal dalam data tersebut yaitu “Amal sholeh itu, pertama ada perintah Allah.
Dua, ada contoh. Ketiga ikhlas” dan “Banyak kaitannya hal-hal yang saling
berkaitan dengan ibu-ibu dalam masalah sholat“.Tindak tutur penutur
mengandung lokusi dan ilokusi. Tuturan tersebut hanya berjalan satu arah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Artinya, tuturan tersebut bermakna dan bermaksud untuk memberikan informasi
mengenai Hijrah pada ibu-ibu pengajian.
Bahasa nonverbal gestural pada Data 23 (I1) dalam penelitian ini yaitu
ustadz menggerakkan tangan kanan digerakkan ke atas dengan jari telunjuk dan
ustadz menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan. Maksud penutur akan
tersampaikan dengan baik melalui pemakaian bahasa verbal dan bahasa nonverbal
gestural tersebut. Maksud tersebut bisa dipahami berdasarkan konteks, yaitu
ustadz menyampaikan ceramah agama pada ibu-ibu pengajian di Desa
Sindangkasih. Dengan demikian, makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal gestural tersebut menyatakan maksud menyampaikan informasi.
Maksud tersebut ditunjukkan dari penutur yang memberikan pengetahuan
mengenai prinsip hijrah. Pemakaian bahasa verbal dan nonverbal kinestetik
tersebut memenuhi kelima skala Leech, hanya saja skala keotoritasan lebih
dominan karena merujuk pada hubungan status sosial antara ustaz dengan ibu-ibu
pengajian. Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun status sosialnya berbeda,
tuturan tersebut tetap santun. Artinya, data ini memenuhi salah satu skala
kesantunan Leech (1983).
Data 23 (I1) tersebut terjadi saat pelaksanaan kegiatan pengajian rutin
mingguan di Desa Sindangkasih. Tuturan terjadi saat sore hari. Suasana tuturan
formal dam berlangsung di masjid Jami’ Desa Sindangkasih. Penutur adalah
seorang ustadz, sedangkan mitra tutur adalah ibu-ibu pengajian di Desa
Sindangkasih. Penutur sedang memberikan ceramah agama pada para ibu. Bahasa
verbal dalam data tersebut yaitu “Amal sholeh itu, pertama ada perintah Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
Dua, ada contoh. Ketiga ikhlas” dan “Banyak kaitannya hal-hal yang saling
berkaitan dengan ibu-ibu dalam masalah sholat“.Tindak tutur penutur
mengandung lokusi dan ilokusi. Tuturan tersebut hanya berjalan satu arah.
Artinya, tuturan tersebut bermakna dan bermaksud untuk memberikan informasi
mengenai Hijrah pada ibu-ibu pengajian.
Data 23 (I1) dalam penelitian ini yaitu ustadz menggerakkan tangan kanan
digerakkan ke atas dengan jari telunjuk dan ustadz menggerakkan kepala ke kiri
dan ke kanan. Gerakan tangan dan gerakan kepala berfungsi menekankan dan
melengkapi bahasa verbal agar maksud tersampaikan dengan baik. Maksud
tersebut bisa dipahami berdasarkan konteks, yaitu ustadz menyampaikan ceramah
agama pada ibu-ibu pengajian di Desa Sindangkasih. Dengan demikian, makna
pragmatik pemakaian bahasa verbal dan nonverbal gestural tersebut menyatakan
maksud menyampaikan informasi berupa pengetahuan mengenai prinsip hijrah.
Pemakaian bahasa verbal dan nonverbal kinestetik tersebut memenuhi kelima
skala Leech, hanya saja skala pilihan dan skala ketidaklangsungan lebih dominan
karena merujuk pada menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang
disampaikan penutur kepada lawan tutur dalam kegiatan percakapan dan
menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya dimaksudkan sebuah
tuturan. Hal tersebut menunjukkan bahwa informasi yang disampaikan oleh
penutur diutarakan secara imperatif. Artinya, data ini memenuhi salah satu skala
kesantunan Leech (1983).
Data 25 (F3) merupakan pelaksanaan kegiatan posyandu di Desa
Gunungcupu. Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
berlangsung diruang posyandu. Penutur merupakan anggota kader posyandu mitra
tutur adalah ibu-ibu di Desa Gunungcupu. Ibu anggota kader sedang memberikan
penyuluhan tentang vitamin A pada ibu-ibu. Bahasa verbal dalam data tersebut
yaitu “Sekarang, saya ingin memberikan penyuluhan vitamin A untuk balita bu”,
dan “Vitamin A bersumber dari sayur-sayuran berwarna hijau, seperti bayam,
daun katuk, serta buah-buahan segar berwarna segar, seperti pepaya, tomat,
wortel, mangga. Sumber hewani, seperti telur, hati, dan ikan“. Tuturan tersebut
disebut sebagai tindak tutur penutur yang mengandung lokusi. Artinya, tuturan
tersebut bermakna bahwa penutur hanya sekadar memberikan informasi mengenai
vitamin A.
Bahasa nonverbal postural pada Data 25 (F3) yaitu Ibu kader berdiri dengan
memegang buku; ibu kader menggerakkan kepala ke kiri. Maksud penutur
tersampaikan dengan baik melalui pemakaian bahasa verbal dan bahasa nonverbal
postural tersebut. Maksud tersebut bisa dipahami berdasarkan konteks, yaitu
seorang ibu anggota kader posyandu yang sedang memberikan penyuluhan
tentang vitamin A pada ibu-ibu. Dengan demikian, makna pragmatik pemakaian
bahasa verbal dan nonverbal postural tersebut menyatakan maksud memberikan
informasi bahwa penutur memberikan informasi mengenai vitamin A. Pemakaian
bahasa verbal dan nonverbal kinestetik tersebut memenuhi kelima skala Leech,
hanya saja skala pilihan lebih dominan karena merujuk pada menunjuk kepada
banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan penutur kepada lawan tutur
dalam kegiatan percakapan. Hal tersebut menunjukkan bahwa informasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
disampaikan oleh penutur diutarakan secara singkat dan jelas. Artinya, data ini
memenuhi salah satu skala kesantunan Leech (1983).
c. Makna Pragmatik Menyampaikan Perintah
Data 24 (E4) merupakan kegiatan pengajian rutin mingguan di Desa
Sindangkasih. Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan
berlangsung di ruang posyandu. Penutur merupakan asisten bidan desa dan mitra
tutur adalah ibu bayi yang sedang posyandu. Asisten bidan desa sedang
memberikan penjelasan cara pemberian obat pada anak. Bahasa verbal dalam data
tersebut yaitu “Kalau tidak panas jangan diberikan lagi”, “Nanti diberikan vitamin
itu?”, “Ini berapa bulan? Belum setahun!”, “19 bulan, bisa?”, dan “Bisa“. Tindak
tutur penutur mengandung lokusi dan ilokusi bahwa penutur tidak hanya
memberikan informasi pada ibu bayi tetapi memahami maksud dikemukakan oleh
bidan. Artinya, tuturan tersebut bermakna dan memiliki maksud.
Bahasa nonverbal gestural pada Data 24 (E4) dalam penelitian ini yaitu
asisten bidan berdiri di hadapan salah satu ibu dari balita dan asisten bidan
mengangkat tangan kanan di depan dada. Maksud penutur akan tersampaikan
dengan baik melalui pemakaian bahasa verbal dan bahasa nonverbal postural
tersebut. Maksud tersebut bisa dipahami berdasarkan konteks, yaitu asisten bidan
desa sedang memberikan penjelasan cara pemberian obat pada salah satu ibu di
posyandu. Dengan demikian, makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal postural tersebut menyatakan maksud perintah. Maksud tersebut
ditunjukkan dari penutur yang memberikan pengetahuan mengenai cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
pemberian obat pada bayi dengan cara memerintah. Pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal kinestetik tersebut memenuhi kelima skala Leech, hanya saja skala
keotoritasan lebih dominan karena menunjuk kepada hubungan status sosial antara
penutur dan lawan tutur yang terlibat dalam pertuturan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa informasi yang disampaikan oleh penutur diutarakan perintah dari asisten
bidan pada ibu bayi. Artinya, data ini memenuhi salah satu skala kesantunan
Leech (1983).
d. Makna Pragmatik Menyampaikan Permohonan Maaf
Data 21 (G2) merupakan pelaksanaan kegiatan PKK di Kantor Desa
Sukamanah. Tuturan terjadi saat pagi hari. Suasana tuturan formal dan
berlangsung di Aula Desa Sukamanah. Penutur merupakan anggota Ketua Tim
Penggerak PKK dan mitra tutur adalah ibu-ibu anggota PKK Desa Sukamanah.
Ibu Ketua TP PKK sedang mengajak para anggota PKK untuk aktif hadir pada
pertemuan PKK. Bahasa verbal dalam data tersebut yaitu “Desa Sukasenang
mendapat giliran yaitu acara Binwil Kecamatan Sindangkasih” dan “Kami sebagai
Ketua Tim Penggerak PKK Desa Sukasenang mengucapkan banyak-banyak
terima kasih kepada tamu undangan semuanya juga kepada kader-kader semuanya
atas waktunya untuk menghadiri kegiatan PKK yang biasa kita lakukan setiap
Senin keempat, tapi mohon maaf berhubung ada sesuatu hal jadi dipajukan pada
hari ini yaitu hari Selasa“. Tuturan tersebut disebut sebagai tindak tutur penutur
saat menyampaikan tuturan yang mengandung lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Pada
tutran tersebut memberikan maksud bahwa ibu-ibu PKK hadir pada setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
pertemuan PKK. Artinya, tuturan tersebut bermakna, memiliki maksud, dan
diharapkan ada efek yang ditimbulkan setelah tuturan tersebut disampaikan pada
mitra tutur. Tuturan tersebut memberikan maksud bahwa Ketua Tim Penggerak
PKK memohon maaf karena jadwa acara Bina Wilayah PKK Desa Sukasenang
harus dimajukan dari jadwal sebelumnya. Artinya, tuturan tersebut bermakna,
memiliki maksud, dan diharapkan ada efek yang ditimbulkan setelah tuturan
tersebut disampaikan pada mitra tutur. Efek yang diamaksud adalah ibu-ibu PKK
dapat tetap mengikuti acara Bina Wilayah dengan baik.
Bahasa nonverbal fasial pada Data 21 (G2) yaitu Ibu Ketua Tim Penggerak
PKK Desa Sukasenang menatap ibu-ibu anggota PKK dengan wajah yang serius
dan meyakinkan. Hal ini ditunujukkan juga oleh penekanan-penekanan kata
tertentu yang ingin disampaikan pada mitra tutur. Semakin banyak tekanan pada
kata-kata tersebut, maka semakin menampakkan raut muka serius dan
meyakinkan. Maksud penutur akan tersampaikan dengan baik melalui pemakaian
bahasa verbal dan bahasa nonverbal fasial tersebut. Maksud tersebut bisa
dipahami berdasarkan konteksnya, yaitu Ketua Tim Penggerak PKK
menyampaikan sambutan pada ibu-ibu anggota PKK Desa Sukasenang pada acara
Bina Wilayah. Dengan demikian, makna pragmatik pemakaian bahasa verbal dan
nonverbal fasial tersebut menyatakan maksud permohonan maaf. Maksud tersebut
ditunjukkan dari penutur kepada mitra tutur karena pelaksanaan pelaksanaan Bina
Wilayah tidak sesuai dengan jadwal pelaksanaan sebelumnya. Pemakaian bahasa
verbal dan nonverbal kinestetik tersebut memenuhi kelima skala Leech, hanya
saja skala keotoritasan lebih dominan karena menunjuk kepada hubungan status
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
sosial antara penutur dan lawan tutur yang terlibat dalam pertuturan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa informasi yang disampaikan oleh penutur mengutarakan
permohonan maaf pada anggota PKK. Artinya, data ini memenuhi salah satu skala
kesantunan Leech (1983).
Leech (1983) mengemukakan ada lima macam skala pengukur kesantunan,
yaitu (1) cost-benafit scale atau skala kerugian dan keuntungan menunjuk kepada
besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak
tutur pada sebuah pertuturan; (2) optionality scale atau skala pilihan menunjuk
kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan penutur kepada lawan
tutur dalam kegiatan percakapan bertuturan; (3) indirectness scale atau skala
ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya
dimaksudkan sebuah tuturan; (4) authority scale atau skala keotoritasan menunjuk
kepada hubungan status sosial antara penutur dan lawan tutur yang terlibat dalam
pertuturan; dan (5) social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada
peringkat hubungan sosial antara penutur dengan mitra tutur yang terlibat dalam
pertuturan.
Artinya, kesantunan masyarakat Sunda tersebut dapat diidentifikasi dengan
dengan pemakaian bahasa verbal dan gerakan mata, gerakan kepala, serta gerakan
tangan untuk menyampaikan maksud kesantunan. Kesantunan antara masyarakat
Sunda telah memenuhi kelima skala kesantunan, yaitu: (1) skala kerugian dan
keuntungan; (2) skala pilihan; (3) skala ketidaklangsungan menunjuk kepada
peringkat langsung atau tidak langsungnya dimaksudkan sebuah tuturan; (4) skala
keotoritasan; (5) skala jarak. Secara menyeluruh, setiap data menunjukan rasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
saling menjaga harkat dan martabat dirinya di hadapan mitra tutur sehingga
tuturannya tidak menyinggung perasaan mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
BAB V
PENUTUP
Bab lima merupakan bagian penutup dari penelitian ini. Bab ini terdiri atas
dua pokok yaitu simpulan dan saran. Simpulan berisi uraian ringkas dan padat
hasil penelitian sesuai dengan rumusan masalah. Saran berisi rekomendasi peneliti
terhadap peneliti lain berkaitan dengan temuan penelitian yang relevan. Berikut
ini merupakan penjelasan dari kedua hal tersebut.
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang disesuaikan dengan landasan
teori, penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, wujud
kesantunan bahasa verbal dan nonverbal masyarakat Sunda yaitu tindak tutur
yang disertai dengan bahasa nonverbal kinestetik. Tindak tutur sebagai wujud
bahasa verbal dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) lokusi, yaitu
tuturan yang bermakna secara semantik; (2) ilokusi, yaitu tuturan yang bermakna
secara pragmatik; dan (3) perlokusi, yaitu makna yang timbul sebagai hasil atau
efek dari tuturan yang diujarkan oleh penutur. Tindak tutur tersebut disertai
bahasa nonverbal kinestetik, yaitu (a) bahasa verbal dan nonverbal fasial, (b)
bahasa verbal dan nonverbal gestural, dan (c) bahasa verbal dan nonverbal
postural. Jadi, wujud bahasa verbal berupa aspek linguistik (kalimat dan makna)
yang membentuk tuturan yang disertai wujud bahasa nonverbal melalui pesan
kinestetik berupa: raut/ekspresi wajah menunjukkan pesan fasial. Sikap santun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
dapat ditunjukkan melalui raut muka untuk berbagai hal, seperti 1) mencari
informasi; 2) menujukkan perhatian dan ketertarikan; 3) mengajak dan
mengendalikan interaksi; 4) mempengaruhi orang lain; 5) memberikan umpan
balik pada saat berbicara; serta 6) mengemukakan sikap. Misalnya, penyampaian
ceramah agama, penyampaian materi pada kegiatan sosialisasi, kegiatan PKK
yang dilaksanakan oleh masyarakat Sunda melibatkan tuturan dan bahasa
nonverbal fasial. Kemudian, gerakan sebagian anggota badan yaitu mata dan
gerakan tangan yang menunjukkan pesan gestural serta gerakan sebagian anggota
badan yaitu mata dan gerakan tangan yang menunjukkan kesantunan melalui
bahasa nonverbal gestural; gerakan seluruh anggota badan yang menunjukkan
kesantunan melalui bahasa nonverbal postural.
Kedua, fungsi pemakaian bahasa verbal dan nonverbal masyarakat Sunda
didasarkan pada wujud-wujud bahasa nonverbal kinestetik berupa bahasa
nonverbal fasial, gestural, dan postural yang mampu menyampaikan maksud
kesantunan. Pemakaian bahasa verbal dan nonverbal kinestetik masyarakat Sunda
berfungsi sebagai (a) komplemen (pelengkap) bahasa verbal berarti pemakaian
bahasa nonverbal tersebut digunakan untuk menambah dan melengkapi sikap
yang disampaikan oleh bahasa verbal; (b) aksentuasi (penekan) bahasa verbal
berarti pemakaian bahasa nonverbal tersebut digunakan untuk menonjolkan
beberapa bagian penting dari bahasa verbal yang diujarkan; (c) regulasi
(mengatur) bahasa verbal berarti pemakaian bahasa nonverbal mampu
mengendalikan bahasa verbal; dan (d) repetisi (mengulang) bahasa verbal berarti
pemakaian bahasa verbal dapat mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
Ketiga, makna pragmatik kesantunan bahasa verbal dan nonverbal
masyarakat Sunda dapat ditunjukkan dengan maksud menyampaikan permohonan
atau harapan, maksud menyampaikan informasi, maksud menyampaikan perintah,
dan maksud menyampaikan permohonan maaf. Maksud-maksud tersebut
merupakan indikator kesantunan masyarakat Sunda yang termanifestasi melalui
bahasa nonverbal kinestetik yaitu bahasa nonverbal fasial, gestural, dan postural.
Makna pragmatik bahasa verbal dan nonverbal kinestetik masyarakat Sunda
merupakan pemakaian bahasa verbal yang disertai ekspresi wajah/raut muka
penutur dan mitra tutur; gerakan mata, gerakan kepala, serta gerakan tangan untuk
menyampaikan maksud kesantunan; serta gerakan seluruh anggota badan, seperti
gerakan membungkukkan badan, berdiri tegak, gerakan badan ke kiri, dan gerakan
badan ke kanan untuk menyampaikan maksud kesantunan. Makna pragmatik yang
ditemukan dalam penelitian ini yaitu pemakaian bahasa verbal dan nonverbal
kinestetik (fasial, gestural, dan postural) yang mampu menunjukkan sikap
kebijaksanaan, sikap pujian, dan sikap kesetujuan.
Masing-masing data wujud, fungsi, dan makna pragmatik memenuhi
kelima skala kesantunan, yaitu: (1) cost-benafit scale atau skala kerugian dan
keuntungan bahwa setiap komunikasi penutur selalu mengutamakan pesaraan
mitra tutur; (2) optionality scale atau skala pilihan bahwa saat berkomunikasi
penutur memilih untuk tidak terlalu sering menggunakan tuturan imperatif; (3)
indirectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat
langsung atau tidak langsungnya dimaksudkan sebuah tuturan bahwa saat
berkomunikasi penutur menyampaikan tuturan secara tidak langsung (tersirat); (4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
authority scale atau skala keotoritasan bahwa saat berkomunikasi penutur
menyesuaikan tuturan berdasarkan hubungan status sosial; (5) social distance
scale atau skala jarak berarti setiap komunikasi skala jarak sosial mampu
mengindikasi kesantunan. Artinya, kesantunan masyarakat Sunda tersebut dapat
diidentifikasi dengan bahasa nonverbal fasial, gestural, dan postural penutur dan
mitra tutur saat berkomunikasi.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil hasil analisis, pembahasan, dan simpulan, beberapa saran
dapat disampaikan sebagai berikut.
5.2.1 Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini hanya meneliti wujud, fungsi, dan makna pragmatik
pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi kesantunan
masyarakat Sunda pada beberapa acara formal di Kecamatan Sindangkasih,
Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat
dikembangkan pada kegiatan-kegiatan lain yang lebih bervariatif. Peneliti lain
dapat melaksanakan penelitian di pasar tradisional agar tuturan (bahasa verbal)
konsisten dan pemakaian bahasa secara natural menggunakan bahasa Sunda.
Penelitian ini difokuskan pada bahasa nonverbal kinestetik, yaitu bahasa
nonverbal fasial, bahasa bonverbal gestural, dan bahasa nonverbal postural saja.
Bagi peneliti lain diharapkan mampu mengembangkan aspek lain untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
menganalisis pemakaian bahasa nonverbal jenis lain untuk mengungkapkan
kesantunan berbahasa suatu budaya masyarakat.
5.2.2 Bagi Masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih
Hasil penelitian pemakaian bahasa verbal dan nonverbal sebagai manifestasi
kesantunan masyarakat Sunda sebagai gambaran, masukan, dan pemahaman bagi
para masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih. Penelitian ini dapat
digunakan sebagai informasi terkait bentuk-bentuk kesantunan berbahasa melalui
bahasa verbal dan nonverbal dalam praktik berkomunikasi. Hasil dari temuan
tersebut kemudian dapat digunakan sebagai acuan untuk mengimplementasikan
kesantunan agar masyarakat Sunda di Kecamatan Sindangkasih tetap melestarikan
kebudayaan sebagai norma dalam bermasyarakat dengan memperhatikan
kesantunan melalui bahasa verbal dan bahasa nonverbal. Implementasi dari
penelitian ini dapat digunakan masyarakat Sunda di Kecamatan Sindagkasih untuk
tetap menjaga kesatunan saat bekomunikasi, seperti pelaksanaan kegiatan
pengajian, sosialisasi, rapat, kegiatan pertemuan PKK dan kegiata berbelanja di
pasar tradisional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
DAFTAR PUSTAKA
Argyle, M. (1972). Bahasa Nonverbal Communication in Human Social
Interaction. In. R. A. Hindie, Bahasa Nonverbal Communication. Oxford:
Cambridge University Press.
Argyle, M. (1988). Bodily Communication, 2nd ed. New York: Methuen.
Bahfiarti, T. (2013). Adaptasi Diri dengan Budaya Sunda In Adapting To The
Sundanese Culture, 2(1), 55–64 diakeses pada 4 Maret 2019.
Brown, P. dan S. Levinson. (1987). Politeness: Some Universals in Language
Usage. Cambridge: Cambridge University Press.
Chaer, Abdul. (2004). Sosiolingustik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
___________. (2012). Linguistik Umum (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Creswell, J. W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Creswell, John W. (2015). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,
dan Mixed Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Devito, Joseph A. (1997). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Profesional books.
Duranti, A. (1997). Linguistic Anthropology. Cambridge: Cambridge University
Press.
Ellen, Gino. (2006). Kritik Teori Kesantunan. Terjemahan oleh Abdul Syukur
Ibrahim (Peny.). Surabaya: Airlangga University Press.
Fauziah. (2003). Tesis untuk Suatu Etnopragmatik. Sumatera Utara: USU Digital
Library.
Fasold, Ralph. (1984). The Sociolinguistics of Society. Oxford: Blackwell.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
Fishman, Joshua A. (1968). Readingin The Sociology of Language. Paris: Louton
Haque.
Foley, W. A. (2001). Antrhropological Linguistics. Massachusetts: Blackwell
Publisher Inc.
Goldman, E. (1994). As Others See. New York: Routledge.
Grice, H. P. (1975). “Logic and Conversation” dalam Cole; P & J.L. Morgan.
Syntax and Semantics, 3(Speech Acts. New York: Akademic Press.).
Gunawan, F. (2013). Wujud Kesantunan Berbahasa Mahasiswa terhadap Dosen di
Stain Kendari. Journal Arbitrer, 1(1), 8–18 diakeses pada 6 Maret 2019.
Halliday, MAK 2001. Language as Social Semiotic. The Social Interpretation of
Language and Meaning. Beijing: Foreign Language Teaching and
Research Press.
Indriani. (2016). Tindak Komunikasi Verbal dan Bahasa Nonverbal Bentuk Lepas
Hormat dalam Bahasa Bali, 06(April), 37–58 diakeses pada 9 Maret 2019.
Knapp, L., Markand Hall, A. Judith. (2002). Nonverbal Communication in
Human Interaction. Crawfordsville: Thomson Learning.
Koentjaraningrat. (1994) Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Kridalaksana, Harimurti. (1993). Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta:
Gramedia.
Lapakko, David. (2007). Communication is 93 % Nonverbal : An Urban Legend
Proliferates. Communication and Theater Association of Minnesota Journal,
34, 7–19.
Leech, Geoffrey N. (1983). Principles of Pragmatics. Harlow: Longman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
Leathers, Dale G. (1976). Nonverbal Communication System. Ally and Bacom inc
London.
Levinson, Stephen C. (1983). Pragmatics. London: Cambridge University Press.
Lewis, H. (1998). Body Language: A Guide for Professionals. Thousand Oaks:
Sage Publication, Inc.
Mahsun, M.S. (2005). Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan
Teknikmya. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
___________.(2007). Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Rajawali Pres.
Malinowski, B. 1923. The Problems of Meanings in Primitive Language In CK
Ogenda & A. Richards. (ed.) The Meaning of Meaning. New York: Harcourt,
Brace and World, lnc.
Manaf, N. A. (2011). Kesopanan Tindak Tutur Menyuruh dalam Bahasa
Indonesia. LITERA, 10(2).
McArthur, T. & R. McArthur. (2001). Oxford Concise Companion to the English
Language. Shanghai: Shanghai Foreign Language Education Press.
Mehrabian, A. (2017). Nonverbal Communication (eBook Publ). New York:
Routledge diakeses pada 22 Maret 2019.
Milles, Mattew B.A., & M. H. (1994). Qualitative Data Analysis An Expanded
Sourcebook Second Edition. California: Sage Publication, Inc.
Moleong, L. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nababan, M. L. E. (2012). Kesantunan Verbal dan Bahasa nonverbal Pada
Tuturan Direktif dalam Pembelajaran di SMP Taman Rama National Plus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
Jimbaran Program Studi Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha.
Nababan, P.W.J. (1987). Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerappannya). Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Nesi, A. (2018). Tradisi Lisan Takanab Sebagai Wujud Identitas Masyarakat
Dawan : Universitas Sanata Dharma.
Pranowo. (2009). Berbahasa Secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_______. (2009). Kesantunan Berbahasa Tokoh Masyarakat Ditinjau dari Aspek
Pragmatik. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
_______. (2014). Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahardi, Kunjana. (2009). Sosiopragmatik. Yogyakarta: PT Gelora Aksara
Pratama.
Rakhmat, Jalaluddin. (2000). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
_________________. (2012). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Rohmandi, M. (2004). Pragmatik: Teori dan Analitis. Yogyakarta: Lingkar
Media.
Ruben, Brent D., dan Stewart. (2013). Komunikasi dan Perilaku Manusia. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Sarosa, S. (2012). Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Indeks.
Spradley, P. J. (2007). Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sudaryanto. (2015). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
Sanata Dharma University Press.
Sugiyono. (2013). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RnD.
Bandung: Alfabeta.
Sumarsono dan Partana, Paina. (2002). Sosiolimguistik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sutopo. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS.
Wang, Haiyang. (2009). "Nonverbal Communication and The Effect on
Interpersonal Communication". Qingdao: University of Science and
Technology Qingdao 266061, China.
(https://www.researchgate.net/publication/47716217_the_Role_of_context_
in_discourse_analysis/amp) diakses pada 20 Maret 2019.
Wharton, Tim. (2009). Pragmatics and Non-Verbal Communication. UK:
Cambridge University Press.
Webbink, P. (1986). The Power of Eyes. New York: Spinger Publishing.
Zakiah, K. (2005). Penelitian Etnografi Komunikasi : Tipe dan Metode, (56), 181–
188.
Zeki, C. P. (2009). The Importance of Non-verbal Ccommunication in Classroom
Management. Procedia Social and Behavior Sciences Elsevier, 2009, 1443–
1449 diakeses pada 2 Februari 2019.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI