View
71
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Bahan Informasi Menteri Pekerjaan Umum pada Rapat Koordinasi Nasional Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Tahun 2014 "Membangun Efektifitas Kinerja Kelembagaan Penataan Ruang Daerah dalam Mendukung Terwujudnya Keberhasilan Pembangunan Daerah" di Bali, 7-9 Mei 2014
Citation preview
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
PENATAAN RUANG SEBAGAI
PENDEKATAN MITIGASI BENCANA
BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM
PADA RAPAT KOORDINASI NASIONAL BKPRD Bali, 08 Mei 2014
1
OUTLINE PEMBAHASAN
1. PENATAAN RUANG SEBAGAI PENDEKATAN MITIGASI BENCANA. 2. KOORDINASI BKPRD LINTAS PROVINSI DALAM MENGATASI ISU/MASALAH
MEGAPOLITAN JAKARTA. 3. PENINJAUAN KEMBALI PERDA RTRW PROVINSI BALI TERKAIT DENGAN KSN
SARBAGITA DALAM PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN TELUK BENOA. 4. INTEGRASI POLA RUANG KAWASAN HUTAN KE DALAM RENCANA TATA
RUANG. 5. LP2B LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DALAM PENATAAN
RUANG. 6. ISU DALAM PENATAAN RUANG WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL.
2
1 PENATAAN RUANG SEBAGAI PENDEKATAN MITIGASI BENCANA
3
Konsideran UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang secara geografis NKRI berada pada kawasan rawan bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan.
Penataan ruang dilaksanakan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. (pasal 3)
DASAR HUKUM
4
PENATAAN RUANG SEBAGAI PENDEKATAN MITIGASI BENCANA
PERENCANAAN
PEMANFAATAN
PENGENDALIAN
PENATAAN RUANG
5
Kebijakan penataan ruang berbasis mitigasi bencana ditunjukkan langsung dalam salah satu produk penataan ruang, yaitu rencana tata ruang wilayah (RTRW)
Penataan ruang mengakomodasi berbagai kegiatan manusia, menyelaraskannya dengan ruang yang ada sekaligus melindungi dampak negatif dari pemanfaatan ruang tersebut antara lain kerentanan (vulnerability) terhadap bencana
PENATAAN RUANG SEBAGAI PENDEKATAN MITIGASI BENCANA
6
Kerentanan Wilayah
Keg.Ekonomi
Man-made HazardsNatural Hazards
Perencanaan Tata Ruang
MULTI-HAZARD RISK ASSESSMENT
Dll.
Gn. API
BANJIR
TOPAN
GEMPA
Gerakan
Tanah
Dll.
BANJIR
POLUSI
PENYAKIT
KEGAGALAN
TEKNOLOGI
Kelembagaan
Utilitas
Prasarana
Struktur
BangunanKepadatan
bangunan
Kepadatan
Penduduk
PETA RISIKO BENCANA
WILAYAH
KAPASITAS
PENANGGULANGAN
1. Identifikasi kondisi tingkat risiko bencana
2. Identifikasi kondisi kesesuaian lahan
3. Arahan pemanfaatan lahan yang tepat
4. Pembatasan pengembangan kegiatan pada lahan dengan tingkat kesesuaian rendah dan berisiko bencana
5. Dirumuskan menjadi pola ruang wilayah, yaitu distribusi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
IDENTIFIKASI KONDISI FISIK WILAYAH DALAM PROSES PENYUSUNAN RTRW
PENATAAN RUANG SEBAGAI PENDEKATAN MITIGASI BENCANA
7
6. Ketentuan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan kawasan budi daya diatur lebih rinci dalam rencana rinci tata ruang, sebagai dasar penetapan/pemberlakuan peraturan zonasi (Zoning Regulation)
7. Peraturan zonasi memuat larangan, batasan, pembolehan tanpa syarat, aturan tambahan, serta pengecualian yang sesuai dengan klasifikasi tingkat risiko pada setiap zona rawan bencana (tinggi, sedang, dan rendah)
8. Pada zona dengan tingkat kerawanan bencana tinggi, ditentukan zona evakuasi bencana beserta fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dipergunakan sebagai pusat pelayanan masa krisis (crisis centre), sebagai antisipasi awal untuk masa krisis bencana
PENATAAN RUANG SEBAGAI PENDEKATAN MITIGASI BENCANA
IDENTIFIKASI KONDISI FISIK WILAYAH DALAM PROSES PENYUSUNAN RTRW
8
POTENSI DAN KENDALA WILAYAH
Perencanaan Tata Ruang
PETA RISIKO BENCANA
WILAYAH
RENCANA PEMBANGUNAN
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
RENCANA PEMBANGUNAN
KEPENDUDUKAN, SOSIAL & BUDAYA
TINGKAT RISIKO
BENCANA YANG SEPAKAT
DITERIMA
BERSAMA
PETA POTENSI SUMBERDAYA
Peraturan zonasi disepakati oleh para pemangku kepentingan dalam penataan ruang wilayah, termasuk mengenai tingkat risiko yang dapat diterima (acceptable risks), untuk menjadi bagian tidak terpisahkan dari rencana rinci tata ruang dan memiliki kekuatan sebagai dokumen yang mengikat secara hukum (legally binding).
PENATAAN RUANG SEBAGAI PENDEKATAN MITIGASI BENCANA
9
Review RTR untuk rencana yang lebih sensitif sehingga meminimasi dampak bencana di masa mendatang
Identifikasi ulang tingkat kerentanan wilayah Peningkatan kualitas pelayanan Penentuan dan tindak lanjut tindakan penangan
bencana saat ini (rehabilitasi, rekonstruksi, relokasi, resettlement)
Bencana Pra
Bencana
Pasca Bencana
Krisis
Rencana yang sensitif terhadap risiko bencana Identifikasi kerentanan wilayah, penentun pola ruang sesuai kerentanan fisiknya, dan arahan penanganan bencana
PENATAAN RUANG SEBAGAI PENDEKATAN MITIGASI BENCANA
10
KOORDINASI BKPRD LINTAS PROVINSI DALAM MENGATASI ISU/MASALAH MEGAPOLITAN JAKARTA
2
11
Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Terkait dengan revisi UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah tentang pasal yang mengatur masalah kerjasama wajib antar daerah, yaitu apabila Pemda tidak melaksanakan kerjasama wajib tersebut, maka dapat dilakukan penarikan kewenangan oleh level pemerintahan diatasnya. Oleh karena itu diharapkan komitmen Pemerintahan Daerah dalam pelaksanaan kerjasama menjadi semakin meningkat.
Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan lintas daerah di wilayah Jabodetabek terutama di bidang transportasi masih diperlukan eksistensi dan peran Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) secara maksimal; Penguatan kelembagaan BKSP dapat dilakukan dengan merevitalisasi BKSP melalui : Pemberian kewenangan yang lebih besar; Memperkuat sumber daya manusia; Mendapatkan kepastian anggaran
KOORDINASI BKPRD LINTAS PROVINSI DALAM MENGATASI ISU/MASALAH MEGAPOLITAN JAKARTA
12
PERAN, TUGAS, DAN FUNGSI BKSP JABODETABEKJUR
Peran:
melakukan Perencanaan, Pengawasan dan Pengendalian, Koordinasi Pembangunan Kawasan Jabodetabekpunjur
Tugas:
menyiapkan bahan koordinasi, analisa perencanaan, kebijakan pelaksanaan, analisa evaluasi, penyusunan program dan laporan serta memberikan pelayanan administratif kepada ketua BKSP Jabodetabekpunjur
Fungsi:
1. Penyiapan bahan koordinasi pelaksanaan kerjasama pembangunan wilayah Jabodetabekpunjur
2. Penyiapan bahan koordinasi pelaksanaan kerja sama pembangunan di wilayah Jabodetabekpunjur
3. Penyiapan bahan evaluasi kerjasama pembangunan di wilayah Jabodetabekpunjur
4. Pelaksanaan penyusunan program kerja Badan Kerja Sama Jabodetabekpunjur
5. Pelaksanaan urusan keuangan, kepegawaian, perlengkapan, tata usaha dan rumah tangga Badan.
13
PMU melakukan pengembangan infrastruktur secara terpadu bidang ke PU an, Perhubungan, Tenaga Listrik, dan Telekomunikasi berbasis penataan ruang melalui penyusunan RPI2JM.
BKSP Jabodetabekpunjur mendukung dan menginisiasi pengembangan infrastruktur bidang ke PU an, Perhubungan, Tenaga Listrik, dan Telekomunikasi berbasis penataan ruang melalui pelaksanaan koordinasi pelaksanaan RPI2JM dengan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota terkait.
Ke depan diharapkan keterpaduan dan sinkronisasi program dalam RPI2JM dapat dikembangkan pada infrastruktur bidang lainnya, seperti kehutanan, kelautan, pertanian, dan lain-lain.
SINERGITAS BKSP DAN PMU KSN
14
Inti Permasalahan: Lemahnya koordinasi antarpemerintah daerah megapolitan Jabodetabek, sehingga berbagai permasalahan perkotaan (lintas administratif) seperti banjir dan kemacetan sulit diatasi secara holistik dan sinergis .
Ringkasan Kronologis: Lembaga koordinasi yang ada yaitu BKSP Jabodetabekjur kurang dapat berperan efektif mengingat adanya kewenangan yang kuat dari masing-masing Pemda, dan lemahnya dukungan serta komitmen untuk pengefektifan fungsi BKSP. Adapun peran BKPRD lintas provinsi sementara yang diketahui hanya sebatas koordinasi dalam penyusunan RTRW masing-masing provinsi terkait yang berbatasan dalam Jabodetabekpunjur, namun kurang jelas informasi efektivitas koordinasi ini..
Status RTRW: RTRW Provinsi DKI Jakarta, RTRW Provinsi Jawa Barat, dan RTRW Provinsi Banten telah diperdakan, namun proses koordinasi BKPRD lebih lanjut dalam implementasi RTRW belum diketahui
Sikap DJPR Mendukung kelembagaan lintas provinsi dalam Megapolitan Jakarta, khususnya dukungan terhadap revitalisasi BKSP dan dukungan pembentukan kelembagaan pengelolaan (PMU) KSN Jabodetabekpunjur
KESIMPULAN
15
PENINJAUAN KEMBALI PERDA RTRW PROVINSI BALI TERKAIT DENGAN KSN SARBAGITA DALAM PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN TELUK BENOA.
3
16
Adanya permohonan reklamasi lahan di Tanjung Benoa, yang lokasinya merupakan kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (zona L3) dalam Pepres 45/2011 tentang RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita.
INTI PERMASALAHAN
17
1. Adanya permohonan Izin Prinsip kawasan Teluk Benoa dari investor kepada Bupati Badung (April 2012)
2. Audiensi investor dan rekomendasi DPRD Bali (November-Desember 2012)
3. Penerbitan Keputusan Gubernur tentang Izin dan Hak Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa Provinsi Bali dan Keputusan Gubernur tentang Izin Studi Kelayakan Rencana Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa (Desember 2012-Agustus 2013)
4. Surat Gubernur Bali ke Menko Perekonomian selaku Ketua BKPRN, tentang Sinkronisasi Perpres No 45 tahun 2011 dengan Kebijakan Pembangunan di Daerah (Desember 2013)
5. Kesimpulan Rakortas BKPRN Pembahasan Penyelesaian Konflik Pemanfaatan Ruang dan Agenda BKPRN 2014 (13 Januari 2014)
RINGKASAN KRONOLOGIS [1-2]
18
6. Tandatangan Menteri terkait pada Berita Acara Rakortas BKPRN Pembahasan Penyelesaian Konflik Pemanfaatan Ruang dan Agenda BKPRN 2014, yang antara lain berisi persetujuan terhadap perubahan Perpres No 45/2011 tentang RTR Sarbagita
7. Undangan Rapat (Konsinyering) Pembahasan Perubahan Kawasan Konservasi Perairan pada Perpres 45/2011 tentang RTR Sarbagita (7 Maret 2014)
8. Pembahasan Perubahan Perpres No 45/2011 tentang RTR Sarbagita, khususnya bagian Peruntukan Kawasan Perairan Teluk Benoa (1 April 2014)
9. Konsultasi Publik Perubahan Perpres No.45/2011 tentang RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita_Denpasar (14 April 2014)
10. Paraf Eselon I BKPRN pada draft perubahan Perpres Sarbagita (17 April 2014)
RINGKASAN KRONOLOGIS [2-2]
19
Status terakhir: Draft perubahan Perpres Sarbagita telah ditandatangin perwakilan eselon I kementerian terkait dalam BKRPN pada tanggal 17 April 2014. Sikap DJPR: Turut mendukung perubahan Perpres Sarbagita sepanjang dilakukan melalui proses yang benar dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan
STATUS TERAKHIR DAN SIKAP DJPR
20
INTEGRASI POLA RUANG KAWASAN HUTAN KE DALAM RENCANA TATA RUANG 4
21
INTEGRASI POLA RUANG KAWASAN HUTAN KE DALAM RENCANA TATA RUANG
Perda RTRW
Ditetapkan melalui mekanisme HZ
Ditetapkan tanpa melalui mekanisme HZ
Langsung diadopsi menggunakan mekanisme
Holding Zone
Menunggu Periode Peninjauan Kembali
(5 Tahun Pasca ditetapkan)
Raperda RTRW Usulan perubahan peruntukan kawasan hutan
Perda RTRW
Asumsi bahwa hasilnya disepakati
oleh daerah
POLA RUANG KAWASAN HUTAN DITETAPKAN MELALUI SK MENTERI
KEHUTANAN
22
LP2B LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DALAM PENATAAN RUANG
5
23
LATAR BELAKANG [1-2]
1. Dalam RTRW, tertuang komitmen pemda terhadap upaya mempertahankan keberadaan Lahan Pertanian di masing-masing Kabupaten. Berdasarkan inventarisasi RTRW yang sudah disahkan, total luas lahan pertanian adalah 3.138,771 Ha, sementara data Direktorat Jenderal SDA menyebutkan bahwa luas lahan pertanian beririgasi teknis adalah 7 Juta Ha, sedangkan data di Kementerian Pertanian 8 Juta Ha.
2. Hal ini terjadi karena terdapat lahan-lahan pertanian yang tidak ditetapkan sebagai lahan pertanian dalam RTRWnya. Atau yang RTRW nya memang belum ditetapkan / belum disahkan dengan perda.
3. Setiap hari terjadi konversi lahan pertanian menjadi fungsi lain,seperti: Industri, perumahan dan fungsi lainnya sebesar 140.000 Ha/Tahun. Maka dari itu, perlu diupayakan pemberian insentif kepada Kabupaten yang telah berkomitmen untuk mempertahankan lahan pertaniannya tetap sebagai lahan pertanian sebagaimana tertuang pada RTRW.
24
4. Direktorat Jenderal Penataan Ruang Menginisiasi Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Berkelanjutan (P2KPB) pada tahun 2012. P2KPB mensinergikan berbagai program stakeholder untuk pengembangan sektor pertanian
5. P2KPB juga merupakan program untuk mempertahankan perdesaan tetap menjadi perdesaan (perdesaan lestari), dengan potensi / tipologi desa seperti; desa Agropolitan, Minapolitan, desa Wisata, desa Adat/Budaya, desa tipologi lainnya, untuk menjaga sinergitas hubungan kota dan desa
6. Perpres No. 5 Tahun 2010 tentang RPJM Tahun 2010-2014 menjadi arahan program kementerian/lembaga dan lintas Kementerian /lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro
LATAR BELAKANG [2-2]
25
DEFINISI
Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
dan kegiatan ekonomi. (Pasal 1 Ketentuan Umum UUPR 26/2007)
Kegiatan yang menjadi ciri kawasan perdesaan meliputi tempat permukiman
perdesaan, kegiatan pertanian, kegiatan terkait pengelolaan tumbuhan alami,
kegiatan pengelolaan sumber daya alam, kegiatan pemerintahan, kegiatan
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. (Penjelasan Ps. 5 ayat (4) UUPR 26/2007)
26
Masalah Utama: Menurunnya aspek KEBERLANJUTAN pada kawasan perdesaan
Isu Strategis: Tingginya tingkat
KEMISKINAN Kurang berkembangnya
EKONOMI LOKAL perdesaan Rendahnya PRODUKTIVITAS
sumberdaya primer
Isu Strategis: BERKURANGNYA petani dan
nelayan MIGRASI penduduk ke
perkotaan Kurangnya APRESIASI
masyarakat thd aspek sosial budaya
Isu Strategis: Banyaknya alih fungsi
lahan pertanian Defisit Pangan Rentan terhadap
BENCANA
Aspek Ekonomi: Rendahnya DAYA SAING ekonomi
dan PRODUKTIVITAS kawasan perdesaan
Aspek Sosial Budaya: Hilangnya IDENTITAS BUDAYA
lokal
Aspek Lingkungan: Rusaknya LINGKUNGAN dan
hilangnya SUMBER DAYA
Urban Pressure dan Urbanisasi Alih fungsi lahan pertanian Degradasi lingkungan Resource Drain dan Brain Drain Tingginya tingkat kemiskinan
POHON MASALAH KAWASAN PERDESAAN
27
Outcome Ekonomi Ekonomi Lokal yang ber DAYA
SAING Berkurangnya BACKWASH EFFECT
ekonomi ke perkotaan
Outcome Sosial Budaya
Meningkatnya apresiasi masyarakat thd aspek sosial budaya
Outcome Lingkungan Berkurangnya alih fungsi
kawasan pertanian, perikanan dan kehutanan
Berkurangnya KERENTANAN kawasan terhadap BENCANA
Surplus PANGAN
Benefit Ekonomi Membaiknya DAYA SAING ekonomi
dan PRODUKTIVITAS kawasan Meningkatnya TARAF HIDUP
masyarakat Tersedianya lapangan pekerjaan
untuk masyarakat setempat
Benefit Sosial Budaya Meningkatnya IDENTITAS lokal
dan apresiasi masy thd aspek SOSIAL BUDAYA
Meningkatnya keterlibatan peran dari masyarakat
Berkurangnya MIGRASI ke perkotaan
Benefit Lingkungan Tersedianya sumber daya primer
yang berkelanjutan Terlindunginya LINGKUNGAN Tersedianya lapangan pekerjaan
untuk masyarakat setempat
Output: Usulan Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Berkelanjutan (P2KPB)
IMPACT : Meningkatnya aspek KEBERLANJUTAN kawasan perdesaan
POHON OBYEKTIF PENINGKATAN KUALITAS KAWASAN PERDESAAN
28
P2KPB
Adalah program yang diarahkan untuk mewujudkan ruang kawasan
perdesaan yang dapat menjaga ketahanan pangan, memelihara dan
melestarikan lingkungan hidup, mengembangkan modal sosial
dengan memberdayakan masyarakat, serta menjaga keseimbangan
perkembangan perkotaan-perdesaan berbasis RTRW Kabupaten
Merupakan reward terhadap kabupaten yang sudah menetapkan Perda
RTRW, dan mengarusutamakan ketahanan pangan
29
TUJUAN DAN SASARAN P2KPB
TUJUAN
Mewujudkan ruang kawasan perdesaan berkelanjutan melalui perbaikan ekonomi, peningkatan kualitas pelestarian lingkungan hidup, pengembangan modal sosial dengan mendorong inisiatif pemerintah kabupaten bersama masyarakat dan swasta yang didukung oleh pemerintah pusat dan provinsi berbasis RTRW Kabupaten.
SASARAN
1. Terwujudnya peningkatan kualitas SDM dan kelembagaan di perdesaan
2. Terwujudnya perlindungan dan pengelolaan kawasan lindung
3. Terwujudnya konservasi warisan budaya lokal
4. Terwujudnya ketersediaan lahan penunjang ketahanan pangan termasuk lahan pertanian pangan berkelanjutan ( LP2B )
5. Terwujudnya keseimbangan pembangunan perdesaan perkotaan
6. Terwujudnya peningkatan ekonomi perdesaan
7. Terwujudnya peningkatan sarana prasarana perdesaan
30
7 ATRIBUT
31
ROADMAP P2KPB
Kemandirian desa Keberlanjutan
program yang diinisiasi oleh desa dan didukung oleh pemda
Pengembangan
ekonomi
perdesaan
Pengem-bangan
adat istiadat
sosial-budaya
ekonomi
Perlindungan
lingkungan
Pengembangan
Prasarana dan
sarana
Pemantapan
kelembagaan
Pemberdayaan komunitas perdesaan
Pengembangan kelembagaan dan pranata
Stimulus/percontohan prasarana dan sarana
Promosi program kepada stakeholder terkait
Mediasi
Sosialisasi Program Kesepakatan dan
Komitmen Penyusunan
Rencana Tata Ruang Kawasan/ Rencana Rinci RPI2JM, Rencana Teknis/ DED
Persiapan Program
Implementasi Replikasi dan
Upscaling Institusionalisas
i
32
STRATEGI PELAKSANAAN P2KPB
Pembentukan Tim Teknis Daerah
Penyusunan Rencana Spasial
Penyusunan RPI2JM
Penyusunan Program Ekon, Sos, Bud, dan Lingkungan
Komitmen Dukungan Program
Promosi dan Pemasaran Program
Supervisi & Pendampingan Tim Teknis Daerah dan Komunitas
Implementasi Program oleh Stakeholders
Keberlanjutan Program dan Upscaling DED
(infrastruktur)
Atribut 1 Kelembagaan dan Pranata
Atribut 2 & 3 Perencanaan Perdesaan,
Komunitas Perdesaan
Atribut 4-7 Sosial Ekonomi Lingkungan Infrastruktur
Penentuan
Lokasi KPB
Pelibatan Komunitas dan Masyarakat
33
P2KPB TAHAP 1 (2013)
Telaah RTRW, RPJPD, RPJMD, LP2B dan program2 terdahulu
Analisis Aksesibilitas, Topografi, Hidrologi
Penentuan Zona dan Konsep Desain di dalam Kawasan KPB
Membuat Action Plan
Membentuk Lembaga Pengelola (Tim Teknis Daerah) KPB Terkait Perencanaan & Pelaksanaan
Analisis Nilai Strategis Kawasan dan dibahas dengan Daerah
Penentuan Lokasi KPB
Penentuan Delineasi dan Luasan
Pengadaan Citra 1:5000
Melakukan Kajian Kebijakan Sektoral di Lokasi KPB
Melakukan Sinkronisasi Program Pembangunan Infrastruktur Bidang Ke-PU-an sesuai RTRW Kab. di KPB
Penjaringan Program dan Aspirasi dari Masyarakat
Penyusunan Program Pembangunan di KPB
Menyusun Renaksi KPB
Deliniasi KPB
Menyusun RPI2JM KPB
34
P2KPB TAHAP 1 (2013)
Telaah RTRW
Merumuskan Tujuan, Kebijakan dan Strategi Pengemb. KPB
Merumuskan Konsep Pengembangan Kawasan
Merumuskan Struktur dan Pola Ruang KPB
Merumuskan Arahan Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian
Merumuskan Pengelolaan dan Kelembagaan
Telaah kondisi lingkungan termasuk kondisi Kawasan/utilitas
Menetapkan Lokasi dan Infrastruktur Prioritas
Gambar Desain, Lansekap, Siteplan, dan Penampang
Menyiapkan BoQ, RKS dan Spesifikasi Teknis
Pengesahan oleh Tim Teknis Daerah
Menyusun RRTR KPB
Menyusun DED KPB
35
OUTPUT P2KPB
Detail Engineering Design (DED) Kawasan Perdesaan
Berkelanjutan
Rencana Terpadu Pembangunan Investasi
Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) KPB
Rencana Aksi Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Berkelanjutan
Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Perdesaan Berkelanjutan
Output 01
Output 03
Output 02 Output 04
36
P2KPB TAHUN 2013
1. Agam, Provinsi Sumatera Barat;
2. Bintan, Provinsi Kepulauan Riau;
3. Kuningan, Provinsi Jawa Barat;
4. Kebumen, Provinsi Jawa Tengah;
5. Magelang, Provinsi Jawa Tengah;
6. Malang, Provinsi Jawa Timur;
7. Pamekasan, Provinsi Jawa Timur;
8. Lombok Tengah, Provinsi NTB;
9. Sumba Timur, Provinsi NTT;
10. Poso, Provinsi Sulawesi Tengah;
11. Wajo, Provinsi Sulawesi
Selatan;
12. Boalemo, Provinsi Gorontalo;
13. Maluku Tengah, Provinsi
Maluku;
14. Halmahera Tengah, Provinsi
Maluku Utara.
Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun 2013, telah menetapkan Lokasi
Kegiatan P2KPB di 14 Kabupaten, yaitu:
37
P2KPB TAHUN 2014
1. Sukabumi, Provinsi Jawa Barat; 2. Pandeglang, Provinsi Banten; 3. Banyuwangi, Provinsi Jawa
Timur; 4. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah; 5. Ogan Komering Ilir, Provinsi
Sumatera Selatan; 6. Lampung Selatan, Provinsi
Lampung;
7. Simalungun, Provinsi Sumatera Utara;
8. Majene, Provinsi Sulawesi Barat;
9. Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara;
10. Jembrana, Provinsi Bali; 11. Merauke, Provinsi Papua; 12. Maybrat, Provinsi Papua Barat; 13. Bulungan, Provinsi Kalimantan
Utara; 14. Kotabaru, Provinsi Kalimantan
Selatan.
Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun 2014, rencananya akan kembali melaksanakan Kegiatan P2KPB di 14 Kabupaten, yaitu:
38
ISU DALAM PENATAAN RUANG WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
6
39
Provinsi Maluku, telah menerbitkan RTRW Tahun 2013-2033 melalui Perda No. 16/2013. Mengingat wilayah Maluku yang meliputi pesisir laut dan gugusan kepulauan, maka RTRW ini kebijakannya didasari pada kondisi fisk tersebut. Hal ini dapat dilihat pada tujuan penataan ruangnya yang berbasis kelautan, seperti termuat dalam Pasal 5 sebagai berikut: Penyelenggaraan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah Provinsi Maluku sebagai Provinsi Kepulauan yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berbasis pada kelautan, perikanan, pariwisata, pertambangan dan perkebunan untuk peningkataan perekonomian wilayah melalui pengembangan sistem keterkaitan kepentingan nasional berbasis mitigasi bencana.
ISU DALAM PENATAAN RUANG WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL [1-2]
40
Selain itu, pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah tampak pula dalam Rencana Pola Ruang, baik pada Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung maupun Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya. Beberapa kawasan yang secara fisik merupakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, direncanakan pola ruangnya menjadi kawasan lindung yang meliputi kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya; kawasan Perlindungan setempat; kawasan Suaka Alam dan pelestarian alam; dan kawasan rawan bencana alam.
Kawasan tersebut juga ada yang direncanakan menjadi kawasan budidaya baik berupa kawasan peruntukan hutan produksi, kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan pertambangan, kawasan peruntukan perindustrian, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan peruntukan perikanan, dan kawasan peruntukan permukiman.
ISU DALAM PENATAAN RUANG WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL [2-2]
41
Dengan terbitnya UU 27/2007 tentang Penataan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil jo. UU No. 1/2014, terdapat amanat bagi daerah (provinsi dan kabupaten/kota) untuk menyusun perda tentang RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil), yang diserasikan, diselaraskan, dan diseimbangkan dengan RTRW. Muatan RZWP3K meliputi alokasi ruang (kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan strategis nasional tertentu, dan alur laut), keterkatian ekosistem darat & laut dalam suatu Bioekoregion, penetapan pemanfaatan ruang laut, dan penetapan prioritas kawasan laut.
Amanat ini pada tataran operasional di daerah menimbulkan kebingungan mengingat daerah telah dan/atau sedang menyusun RTRW masing-masing yang juga meliputi pengaturan ruang pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
INTI PERMASALAHAN
42
Beberapa pembahasan telah dilakukan di BKPRN, khususnya di tingkat eselon II dan III pada rentang waktu tahun 2013-2014 sebagai bagian dari upaya sinkronisasi implementasi UU 26/2007 dan UU 27/2007. Beberapa isu yang dibahas yaitu dari sisi detail sinkronisasi muatan, nomenklatur, tingkat kedetailan dan skala peta RTRW-RZWP3K, serta dari sisi proses yaitu mekanisme pemberian masukan dari BKPRN terhadap RZWP3K dan penyelarasannya dengan RTRW terkait.
RINGKASAN KRONOLOGIS
43
1. Dalam Rapat Koordinasi BKPRN Tingkat Eselon II dengan agenda pembahasan Akselerasi RZWP3K pada tanggal 12 Maret 2014, telah disepakati beberapa butir tindak lanjut yaitu:
2. Untuk mencegah konflik, perlu segera disusun Peraturan Pelaksanaan turunan UU 1/2014 terutama PP Izin Lokasi dan Ijin Pengelolaan Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
3. Penyusunan surat rekomendasi BKPRN utk revisi 3 Permendagri terkait akan disiapkan oleh tim kecil (mencakup substansi yg perlu direvisi dan rasionalitasnya).
4. Masukan-masukan terkait mekanisme pemberian tanggapan dan/atau saran akan diolah lebih lanjut oleh Kementerian KP sebagai bahan untuk finalisasi revisi Permen KP No. 16 tahun 2008.
5. Masih diperlukannya pembahasan dalam forum BKPRN terkait: i) Sinergi RZWP-3-K dengan RTR KSN; ii) Lampiran RTRWN terkait ruang laut; dan iii) RUU Pengelolaan Laut.
STATUS TERAKHIR
44
Turut mendukung implementasi UU 27/2007 jo. UU No. 1/2014 sepanjang dapat dilakukan penajaman tentang operasionalisasinya melalui penerbitan peraturan pemerintah turunan UU 27/2007, yang memuat kejelasan proses, prosedur, dan muatan substansi dari RZWP3K. Adapun untuk Provinsi Maluku, telah menerbitkan RTRW Tahun 2013-2033 melalui Perda No. 16/2013.
SIKAP DJPR