15
PENATALAKSANAAN PPOK Penatalaksanaan PPOK bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi obstruksi yang terjadi seminimal mungkin agar secepatnya oksigenasi dapat kembali normal. Keadaan ini diusahakan dan dipertahankan untuk menghindari perburukan penyakit. Secara garis besar penatalaksanaan PPOK dibagi menjadi 4 kelompok, sebagai berikut: 1. Penatalaksanaan umum Penatalaksanaan umum meliputi pendidikan pada pasien dan keluarga, menghentikan merokok dan zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi, menciptakan lingkungan yang sehat, mencukupi kebutuhan cairan, mengkonsumsi diet yang cukup dan memberikan imunoterapi bagi pasien yang punya riwayat alergi. 2. Pemberian obat-obatan a. Bronkodilator Bronkodilator merupakan obat utama untuk mengurangi/mengatasi obstruksi saluran nafas yang terdapat pada penyakit paru obstruktif. Obat- obat golongan bronkodilator adalah obat-obat utama untuk manajemen PPOK. Bronkodilator golongan inhalasi lebih disukai terutama jenis long acting karena lebih efektif dan nyaman, pilihan obat diantarnya adalah golongan β2 Agonis, Antikolinergik, Teofilin atau kombinasi. (GOLD, 2006; Sharma, 2010)

Penatalaksanaan PPOK

Embed Size (px)

Citation preview

PENATALAKSANAAN PPOK Penatalaksanaan PPOK bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi obstruksi yang terjadi seminimal mungkin agar secepatnya oksigenasi dapat kembali normal. Keadaan ini diusahakan dan dipertahankan untuk menghindari perburukan penyakit. Secara garis besar penatalaksanaan PPOK dibagi menjadi 4 kelompok, sebagai berikut: 1. Penatalaksanaan umum Penatalaksanaan umum meliputi pendidikan pada pasien dan keluarga, menghentikan merokok dan zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi, menciptakan lingkungan yang sehat, mencukupi kebutuhan cairan, mengkonsumsi diet yang cukup dan memberikan imunoterapi bagi pasien yang punya riwayat alergi.

2. Pemberian obat-obatan a. Bronkodilator Bronkodilator merupakan obat utama untuk mengurangi/mengatasi obstruksi saluran nafas yang terdapat pada penyakit paru obstruktif. Obat-obat golongan bronkodilator adalah obat-obat utama untuk manajemen PPOK. Bronkodilator golongan inhalasi lebih disukai terutama jenis long acting karena lebih efektif dan nyaman, pilihan obat diantarnya adalah golongan 2 Agonis, Antikolinergik, Teofilin atau kombinasi. (GOLD, 2006; Sharma, 2010) Bronkodilator tergolongkan menjadi beta-agonist (salbutamol 2.5-5 mg; salmeterolatau formoterol diberikan 2x/hari), anti kolinergik (ipatropium bromide 20 mg atau 40 mg; tiotrotium bromide 18 mg 1x/hari pagi hari) dan theophyllines 10-20mg/l atau 100-600 per oral). Pemberian bronkodilator dapat membantu pasien mengurangi sesak serta meningkatkan toleransi latihan/aktifitas dengan mengurangi air-trapping dan meningkatkan efisiensi otot pernafasan. Kombinasi dari obat-obat tersebut efektif mengontrol gejala yang muncul pada pasien. Reaksi merugikan yang dilaporkan meliputi sakit kepala, insomnia, tremor, hipertensi, aritmia, hiperglikemia, mual dan muntah (Deglin & Vallerand, 2005).

b. Antikolinergik Golongan antikolinergik seperti Ipatropium Bromide mempunyai efek bronkodilator yang lebih baik bila dibandingkan dengan golongan simpatomimetik. Penambahan antikolenergik pada pasien yang telah mendapatkan golongan simpatomimetik akan mendapatkan efek bronkodilator yang lebih besar (Sharma, 2010). c. Metilxantin Golongan xantin yaitu teofilin bekerja dengan menghambat enzim fosfodiesterase yang menginaktifkan siklik AMP. Pemberian kombinasi xantin dan simpatomimetik memberikan efek sinergis sehinga efek optimal dapat dicapai dengan dosis masing-masing lebih rendah dan efek samping juga berkurang. Golongan ini tidak hanya bekerja sebagai bronkodilator tetapi mempunyai efek yang kuat untuk meningkatkan kontraktilitas diafragma dan daya tahan terhadap kelelahan otot pada pasien PPOK (Sharma, 2010). d. Glukokortikosteroid Glukokortikosteroid bermanfaat dalam pengelolaan eksaserbasi PPOK, dengan memperpendek waktu pemulihan, meningkatkan fungsi paru dan mengurangi hipoksemia. Disamping itu glukokortikosteroid juga dapat mengurangi risiko kekambuhan yang lebih awal, kegagalan pengobatan dan memperpendek masa rawat inap di RS (GOLD, 2006).

e. KortikosteroidKortikosteroid inhalasi dipilih pada pasien PPOK dengan FEV1