Upload
doantu
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PENGARUH KONDISI KERJA DAN DUKUNGAN
SOSIAL TERHADAP SUBJECTIVE WELL-BEING
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Disusun oleh :
Ajeng Fitri Adani
1110070000042
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015M
v
MOTTO & PERSEMBAHAN
“Allah would never place you in a situation
that you can’t handle”
PERSEMBAHAN :
Kupersembahkan skripsi ini untuk Mama dan Papa,
serta adik dan orang-orang yang kucintai…
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Januari 2015
C) Ajeng Fitri Adani
D) Pengaruh Kondisi Kerja dan Dukungan Sosial Terhadap Subjective Well-Being
E) xv + 88 halaman + lampiran
F) Subjective well-being merupakan penilaian individu terhadap kehidupannya yang
meliputi penilaian kognitif mengenai kepuasan hidup dan penilaian afektif mengenai
mood dan emosi (Diener & Lucas, 1999). Dalam meningkatkan subjective well-being
di lingkungan kerja diperlukan sebuah kondisi kerja yang mendukung dan dukungan
sosial dari lingkungan sekitarnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh kondisi kerja dan dukungan sosial terhadap subjective well-being pada
buruh. Peneliti berasumsi bahwa variabel kondisi kerja, yaitu kondisi kerja fisik,
kondisi kerja psikologis dan kondisi kerja temporer, dan variabel dukungan sosial,
yaitu dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan,
dukungan emosi dan dukungan jaringan sosial mempengaruhi subjective well-being
pada buruh.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda.
Sampel berjumlah 150 buruh PT. Pratama Abadi Industri yang diambil dengan teknik
accidental sampling. Dalam penelitian ini, peneliti memodifikasi instrumen alat ukur,
yaitu Satisfaction With Life Scale (SWLS) dan Positive Affect Negative Schedule
(PANAS), sedangkan alat ukur kondisi kerja disusun sendiri oleh peneliti
berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Schultz dan Schultz (1990) dan dukungan
sosial berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Sarafino (1998).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh kondisi kerja fisik, kondisi kerja
psikologis, kondisi kerja temporer, dukungan instrumental, dukungan informasional,
dukungan penghargaan, dukungan emosi dan dukungan jaringan sosial terhadap
subjective wel-being pada buruh. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan bahwa
dukungan informasional dan dukungan penghargaan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap subjective well-being. Sementara itu, kondisi kerja fisik, kondisi
kerja psikologis, kondisi kerja temporer, dukungan instrumental dan dukungan emosi
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap subjective well-being. Hasil penelitian
juga menunjukkan proporsi varians dari subjective well-being yang dijelaskan oleh
seluruh variabel independen adalah 12,2%, sedangkan 87,8% sisanya dipengaruhi
oleh variabel lain di luar penelitian ini.
G) Bahan bacaan : 30; buku: 7 + jurnal: 18 + artikel: 5
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) January 2015
C) Ajeng Fitri Adani
D) The Effect of Working Conditions and Social Support on Subjective Well-Being
E) xv + 88 page + appendix
F) Subjective well-being is an individual assessment of life that includes cognitive
assessment of life satisfaction and affective ratings of mood and emotion (Diener &
Lucas, 1999). In improving subjective well-being in the workplace required a
supportive working conditions and social support from the surrounding environment.
This study was conducted to determine the effect of working conditions and social
support on subjective well-being in labor. The author assumes that the variable
working conditions, is working conditions of physical, working conditions of
psychological and working conditions of temporary, and social support variables, is
the instrumental support, informational support, esteem support, emotional support
and social network support affect subjective well-being in labor.
This study uses a quantitative approach with multiple regression analysis. Total
sample is 150 labours of PT. Pratama Abadi Industri taken by accidental sampling
technique. In this study, the authors modify the instrument gauges, namely
Satisfaction With Life Scale (SWLS) Positive and Negative Affect Schedule
(PANAS), while the measuring instrument working conditions compiled by the
authors based on the theory developed by Schultz and Schultz (1990) and social
support based on the theory developed by Sarafino (1998).
The results showed that there is effect of working conditions of physical, working
conditions of psychological and working conditions of temporary, and social support
variables, is the instrumental support, informational support, esteem support,
emotional support and social network support on subjective well-being in labor.
Minor hypothesis test results indicate that the informational support and esteem
support has a significant effect on the subjective well-being. Meanwhile, working
conditions of physical, working conditions of psychological, working conditions of
temporary, instrumental support and emotional support have no significant effect on
the subjective well-being. The results also show the proportion of the variance of
subjective well-being described by all the independent variables was 12,2%, while
87,8% is influenced by other variables outside of this research.
G) Reference : 30; book: 7 + journal: 18 + article: 5
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah swt atas
segala rahmat, hidayah dan kasih sayang yang diberikan-Nya sehingga peneliti dapat
dapat menyelesaikan penelitian ini lancar dan tepat pada waktunya. Shalawat serta
salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita semua, Rasulullah
Muhammad saw beserta keluarga dan sahabatnya.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti melibatkan banyak pihak yang secara
langsung maupun tidak langsung telah memberikan kontribusi nyata bagi peneliti.
Banyak sekali pelajaran dan hikmah yang peneliti dapatkan baik selama penyusunan
skripsi maupun selama kuliah di Fakultas Psikologi. Oleh karena itu, dengan segala
ketulusan hati, peneliti menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh jajarannya yang telah memfasilitasi
pendidikan mahasiswa dalam rangka menciptakan lulusan berakhlak dan
berkualitas.
2. Ibu Liany Luzvinda, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi dan seminar
proposal yang dengan kesabaran telah memberikan bimbingan, nasehat, motivasi,
dukungan dan bantuan yang sangat besar kepada peneliti, sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
ix
3. Bapak Drs. Akhmad Baidun, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan dukungan dan doa serta selalu berusaha meluangkan waktu
untuk mahasiswa.
4. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang telah memberikan limpahan ilmu dan pelajaran tidak ternilai dan banyak
membantu peneliti
5. Papa (Bapak Subandi), mama (Ibu Indiah Pratiwi), adik tersayang (Ayu Dwi
Adani), keluarga besar peneliti, untuk segala curahan kasih sayang, kesabaran,
dukungan, inspirasi, motivasi, ridho, dan doa yang tiada henti kepada peneliti.
Semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan merahmati kita semua. Amin
6. Pihak PT Pratama Abadi Industri yang telah bersedia mengizinkan dan
memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian sehingga
peneliti dapat melaksanakan penelitian ini dengan hasil yang maksimal. Terima
kasih kepada Bapak Mauludfi Eko Priyono (Manager HRD), Ibu Suzan Zuhra dan
para staff HRD PT Pratama Abadi Industri yang telah membantu memudahkan
penyebaran kuisioner ini sehingga peneliti tidak mengalami kesulitan dalam hal
kolektif data.
7. Teman-teman SD, SMP dan SMA Al-Azhar BSD yang selalu memberikan
dukungan dan motivasi kepada peneliti. Terima kasih buat Lia, Iil, Uul, Cindoot,
Ivan, Kharis, Intan, Era, Qisthy, Kiki, Deri, Pewe dan Koko, dukungan kalian
sangat berarti!
x
8. Untuk keluarga B’2010, kelas tersayang dan terbaik. Lailatul, Gina, Anita, Estu,
Putri, Niken, Winda, Retno, Ainun, Sunny, Nisa, Dhila, Yuni, Sabe, Aini, Shintia,
Nisyub, Syifa, Isnia, Tyyas, Adila, Saul, Viny, Qory, Isti, Chintya, Azkya, Katty,
Iki, Hilmi, Danar, Lian, Didik, Aris, Adit, Bobby, Gian dan Deri. Terima kasih
atas canda tawa, kasih sayang, kenangan maupun support kalian kepada peneliti.
Sukses buat kita semua!
9. Kakak senior, teman seperjuangan angkatan 2010, adik junior. Terima kasih atas
waktu, kenangan, canda, tawa, kasih sayang, ilmu, motivasi kalian semua dari
awal hingga akhir. Terima kasih buat kak Surya, kak Arip, kak Cat dan kak Suzan
atas dukungan, bantuan dan motivasi untuk peneliti.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah ikut
berkontribusi dalam penelitian ini.
Peneliti sangat bersyukur dan hanya bisa berdo’a kepada semua pihak yang
telah membantu, semoga mendapatkan ridho dan balasan yang berlipat ganda dari
Allah SWT. Amin
Jakarta, 20 Januari 2015
Peneliti
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………….. ii
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………… iii
PERNYATAAN ………………………………………………………….. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………………………………………. v
ABSTRAK ……………………………………………………………….. vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xiv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
1.1.Latar Belakang ……………………………………………….. 1
1.2.Pembatasan Istilah ……………………………………………. 8
1.3.Rumusan Masalah ……………………………………………. 9
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………... 10
1.4.1 Tujuan Penelitian ……………………………………... 10
1.4.2 Manfaat Penelitian ……………………………………. 10
1.4.2.1 Manfaat Teoritis …………………………….... 10
1.4.2.2 Manfaat Praktis …………………………….. ... 11
1.5 Sistematika Penulisan ……………………………………… ... 11
BAB 2 LANDASAN TEORI ……………………………………………... 13
2.1 Subjective Well-Being ………………………………………… 13
2.1.1 Definisi subjective well-being ………………………….. 13
2.1.2 Dimensi subjective well-being …………………………. 14
2.1.2.1 Dimensi kognitif subjective well-being ………. 14
2.1.2.2 Dimensi afektif subjective well-being ………... 15
2.1.3 Pengukuran subjective well-being ……………………… 18
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi subjective
well-being ……………………………………………… 23
2.2 Kondisi Kerja …………………………………………………. 25
xii
2.2.1 Definisi kondisi kerja …………………………………... 25
2.2.2 Dimensi kondisi kerja ………………………………….. 26
2.2.3 Pengukuran kondisi kerja ………………………………. 30
2.3 Dukungan Sosial ………………………………………………. 31
2.3.1 Definisi dukungan sosial ……………………………….. 31
2.3.2 Dimensi dukungan sosial ………………………………. 32
2.3.3 Sumber dukungan sosial ……………………………….. 34
2.3.4 Pengukuran dukungan sosial …………………………… 35
2.4 Kerangka Berpikir …………………………………………….. 35
2.5 Hipotesis ………………………………………………………. 42
2.5.1 Hipotesis Mayor ………………………………………... 41
2.5.2 Hipotesis Minor ………………………………………… 42
BAB 3 METODE PENELITIAN …………………………………………. 44
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan …………………… 44
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional …………………. 44
3.2.1 Variabel penelitian ……………………………………… ... 45
3.2.2 Definisi operasional …………………………………….. ... 46
3.3 Instrumen Pengambilan Data ………………………………….. ... 48
3.4 Uji Validitas Alat Ukur ………………………………………… 52
3.4.1 Uji validitas skala subjective well-being ……………….. .. 53
3.4.2 Uji validitas skala kondisi kerja fisik …………………… 55
3.4.3 Uji validitas skala kondisi kerja psikologis …………….. … 56
3.4.4 Uji validitas skala kondisi kerja temporer ………………. 58
3.4.5 Uji validitas skala dukungan instrumental ……………… 59
3.4.6 Uji validitas skala dukungan informasional ……………. … 60
3.4.7 Uji validitas skala dukungan penghargaan …………….. … 61
3.4.8 Uji validitas skala dukungan emosi …………………….. … 62
3.4.9 Uji validitas skala dukungan jaringan sosial …………… … 63
3.5 Teknik Analisis Data ………………………………………….. … 64
3.6 Prosedur Penelitian ……………………………………………… 66
BAB 4 HASIL PENELITIAN ……………………………………………… 67
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ……………………………. 67
4.2 Hasil Analisis Deskriptif ………………………………………… 69
4.2.1 Statistik deskriptif variabel independen kontinum ………. 69
4.2.2 Pengelompokkan subjek berdasarkan skor variabel
penelitian ………………………………………………… 71
4.3 Hasil Uji Hipotesis Penelitian …………………………………... 73
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ………………………… 81
5.1 Kesimpulan ……………………………………………………… 81
xiii
5.2 Diskusi …………………………………………………………... 81
5.3 Saran …………………………………………………………….. 86
5.3.1 Saran metodologis ………………………………………… 87
5.3.2 Saran praktis ………………………………………………. 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print Alat Ukur Subjective Well-Being ……………………...... 49
Tabel 3.2 Blue Print Alat Ukur Kondisi Kerja ………………………………... 50
Tabel 3.3 Blue Print Alat Ukur Dukungan Sosial ……………………………. 51
Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Skala Subjective Well-Being ………………… 54
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Skala Kondisi Kerja Fisik ……………………. 56
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Skala Kondisi Kerja Psikologis.......................... 57
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Skala Kondisi Kerja Temporer .......................... 59
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Skala Dukungan Instrumental ............................ 60
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Skala Dukungan Informasional .......................... 61
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Skala Dukungan Penghargaan ........................... 62
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Skala Dukungan Emosi ...................................... 63
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Skala Dukungan Jaringan Sosial ........................ 64
Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden ............................................................. 67
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif .............................................................................. 70
Tabel 4.3 Pengelompokkan Subjek Berdasarkan Skor ....................................... 71
Tabel 4.4 Tabel R Square .................................................................................... 74
Tabel 4.5 Tabel Anova ........................................................................................ 74
Tabel 4.6 Koefisien Regresi ................................................................................ 75
Tabel 4.7 Sumbangan Masing-Masing Independent Variable ............................ 78
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir ................................................................ 41
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejak dulu hingga sekarang ketika kita membahas mengenai manusia tidak akan ada
habisnya. Setiap manusia memiliki pemikiran yang unik dan beragam pada masing-
masing dirinya. Pemikiran yang unik dan beragam itu akan membuat manusia berusaha
melakukan pengembangan diri untuk menjadi lebih baik dan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Pengembangan diri merupakan nilai output yang kebanyakan
ditunjukkan oleh setiap orang dengan cara bekerja. Manusia bekerja yang pada
akhirnya akan mendapatkan suatu kepuasan dalam dirinya karena telah mencapai apa
yang diinginkannya. Tercapainya keinginan tersebut maka seseorang akan mencapai
kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya.
Kepuasan dalam hidup yang dirasakan manusia tersebut merupakan salah satu
bagian dari subjective well-being. Diener, Lucas, dan Oishi (2005) menjelaskan bahwa
subjective well-being mengacu pada bagaimana orang mengevaluasi hidup mereka,
baik itu evaluasi kognitif dan afektif dalam hidupnya. Di dalamnya meliputi variabel-
variabel seperti kepuasan dalam hidup dan kepuasan pernikahan, tidak adanya depresi
dan kecemasan, serta adanya suasana hati (mood) dan emosi yang positif. Menurut
Diener dan Lucas (1999) adalah evaluasi seseorang tentang hidup mereka, termasuk
penilaian kognitif terhadap kepuasan hidupnya serta evaluasi afektif dari mood dan
emosi-emosi.
2
Sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa pentingnya manusia memiliki
subjective well-being pada dirinya. Penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang
bahagia cenderung memiliki manfaat sosial yang lebih besar, hasil kerja yang lebih
baik, sistem kekebalan tubuh yang lebih baik, menjadi lebih kooperatif, pro sosial yang
tinggi dan hidupnya akan lebih lama dibandingkan orang yang tidak bahagia
(Lyubomirsky, 2005). Ketika individu itu memiliki atau merasakan subjective well-
being yang baik dan cukup pada dirinya, hal itu akan mempengaruhi segala sesuatunya,
baik itu dalam pekerjaan, kesehatan, hubungan sosial maupun hal lainnya. Subjective
well-being begitu pentingnya bagi setiap individu.
Dalam kenyataannya, tidak semua orang bisa merasakan kesejahteraan
psikologis di dalam hidupnya. Terlihat dari beberapa kasus yang terjadi pada
karyawan-karyawan di Indonesia, seperti halnya yang dijelaskan oleh Wakil Ketua
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Sidharta mengenai
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan hal yang kompleks. Menurut beliau,
tanggung jawab untuk memberikan kesadaran akan keselamatan kerja berada di
pundak pemerintah dan pengusaha yang sampai saat ini cenderung masih rendah.
Penerapan K3 yang masih begitu rendah di Indonesia, bahkan adanya karyawan yang
menuntut fasilitas K3 pada akhirnya dipecat karena dianggap terlalu vokal. Peran
pemerintah daerah pun diperlukan namun masih kurang dalam mengawasi pengusaha-
pengusaha yang lalai dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerjanya
(BBC, 2013).
3
Kasus lain terjadi di daerah Banten, dimana berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi (Disnakertrans) sejak Januari-Agustus 2013 jumlah kecelakaan kerja
tercatat mencapai 1.402 kali dengan jumlah korban meninggal tercatat 16 orang.
Kecelakaan kerja yang paling banyak terjadi berada di wilayah Serang bagian Timur.
Penyebab kecelakaan kerja ini terjadi diakibatkan karena dua hal, yaitu kondisi kerja
yang tidak baik atau karena kesalahan manusia (human error). Ketua FDC Federasi
Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan, Konfederasi Serikat Pekerja
Indonesia (FSPKEP-KSPI), Sujadmiko menilai banyak perusahaan di wilayah
Kabupaten Serang yang melakukan pengabaian keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Selain standar keselamatan, juga tanggung jawab perusahaan terhadap kecelakaan
kerja minim (JPNN, 2013).
Uraian tersebut menjelaskan bahwa kasus subjective well-being dalam dunia
kerja sering dijadikan suatu permasalahan oleh para karyawan. Salah satu faktor yang
memengaruhi subjective well-being adalah kondisi kerja. Sejumlah penelitian telah
meneliti efek dari kondisi kerja yang menyiksa (Kahn&Byosiere, 1992;
Sonnentag&Frese, 2003). Misalnya, sumber daya di tempat kerja seperti kontrol
pekerjaan pada umumnya yang berhubungan positif dengan kesejahteraan, kesehatan
dan sikap yang berhubungan dengan pekerjaan (Semmer, 1998;
Terry&Jimmieson,1999). Tuntutan pekerjaan seperti kompleksitas pekerjaan memiliki
berbagai efek yang sama pada kesejahteraan dan sikap yang berhubungan dengan
pekerjaan juga. Hubungan yang positif dari kompleksitas dan variasi pekerjaan dengan
kesejahteraan telah dilaporkan dalam literatur mengenai stres di tempat kerja
4
(Kahn&Byosiere,1992; Sonnetag&Frese,2003; Warr,1999). Dalam suatu penelitian
terbaru yang dilakukan oleh Professor Rudolf dari Korea University di Seoul yang
menilai dampak-dampak penurunan jam kerja terhadap kesejahteraan subjektif
individual dan keluarga. Riset ini didasarkan pada survei longitudinal dari rumah
tangga di perkotaan Korea, Korean Labour dan Income Panel Study, yang dilakukan
pada 1998 sampai 2008 (Tempo,2013). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa adanya kekeliruan dalam teori tradisional yang mengatakan
bahwa jam kerja yang lebih panjang memiliki dampak negatif terhadap kesejahteraan
pribadi si pekerja itu sendiri.
Namun, dalam penelitian lain di Jerman dengan sampel 250 call agent dan 14
call centres ditemukan hasilnya bahwa call agent memiliki kondisi kerja yang
burukdalam hal variabilitas dan kompleksitas pekerjaan maupun kontrol pekerjaan
yang lebih rendah serta keluhan psikosomatik yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan pegawai bank atau pegawai administrasi (Isic, 1999). Hal ini diakibatkan
karena rendahnya kontrol pekerjaan yang disebabkan oleh kurangnya sumber daya
dengan berbagai tuntutan pekerjaan yang begitu beragam, sehingga menyebabkan
rendahnya well-being pada call agent tersebut (Kahn & Byosiere, 1992; Sonnentag &
Frese, 2003). Tuntutan pekerjaan yang berlebihan dengan menghabiskan waktu jam
kerja yang melebihi batas normal mengakibatkan individu tersebut memiliki kontrol
pekerjaan yang rendah dan berpengaruh buruk terhadap kesejahteraan individu itu
sendiri.
5
Dalam kasus lain mengenai kondisi kerja, pemerintah Bangladesh dan ILO atau
Organisasi Buruh Internasional meluncurkan sebuah program untuk memperbaiki
standar kerja bagi hampir empat juta karyawan pabrik garmen di negara tersebut. Hal
ini terlaksana enam bulan setelah terjadi bencana terburuk dalam industri garmen
tersebut yang menewaskan lebih dari 1.100 orang dan menimbulkan sorotan pada
kondisi kerja yang berbahaya di sektor yang sedang berkembang tersebut. Program
tersebut juga berfokus pada keselamatan kerja buruh yang lebih baik. Hal ini
menyangkut pemeriksaan ribuan pabrik mengenai keamanan bangunan dan keamanan
terhadap kebakaran. Pabrik-pabrik yang tidak aman atau membahayakan akan
diperbaiki dengan cara ILO perlu melakukan inspeksi yang bisa diandalkan (Anjana,
2013).
Kasus lain yang terjadi di PT. Panarub Dwikarya mengenai demo buruh dan
kondisi kerja yang mereka rasakan. Para buruh merasakan kondisi kerja dan syarat
kerja yang tidak baik di lingkungan kerja PT PDK tersebut. Para buruh pun melakukan
aksi mogok kerja yang disebabkan karena kondisi kerja di PT. Panarub Dwikarya yang
buruk, diantaranya: kerja paksa, yaitu man power dikurangi tetapi target tetap yang
mengakibatkan buruh susah melakukan aktivitas lain dan cuti yang sulit diambil
(Ismett, 2013).
Selain kondisi kerja, faktor yang mempengaruhi subjective well-being adalah
dukungan sosial. Dukungan sosial sebagai penerimaan dari orang lain atau keluarga
terhadap individu, yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa seseorang merasa
disayangi, diperhatikan, dihargai, dan ditolong, sehingga menimbulkan perasaan
6
bahwa kita memiliki arti bagi orang lain atau menjadi bagian dari jaringannya(Sarafino,
1998). Dukungan sosial dapat dianggap sebagai arus komunikasi antara orang-orang
yang melibatkan perhatian emosional, kepedulian, informasi dan bantuan instrumental
(Williams& House, 1985). Henderson (1984) telah mencatat sebuah penelitian tentang
efek dukungan sosial yang telah didominasi oleh dua hipotesis. Yang pertama
menunjukkan bahwa dukungan sosial memiliki efek langsung terhadap kesejahteraan.
Hipotesis kedua adalah hipotesis penyangga, dimana dukungan sosial berinteraksi
dengan stress, sehingga dukungan sosial penyangga stress terhadap kesejahteraan.
Dukungan sosial yang didapatkan oleh seorang karyawan tidak hanya dari rekan
kerjanya, namun dukungan sosial yang ditunjukkan oleh atasannya pun akan
mempengaruhi cara kerja dan kesejahteraannya. Dimana terdapat sebuah penelitian
mengenai dukungan sosial atasan mempengaruhi kesejahteraan karyawannya. Menurut
hasil penelitian terbaru Gillet, Fouquereau, Forest, Brunault dan Colombat (2011)
menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki atasan dengan gaya otonomi
berhubungan positif terhadap kebutuhan dasar karyawan dan dukungan organisasi
berhubungan positif pula dengan kebutuhan dasar karyawan yang kebutuhan dasar
tersebut berhubungan dengan kesejahteraan karyawan.
Dalam sebuah penelitian di dalam jurnal “Working conditions, well-being, job-
related attitudes among call centre agents” yang meneliti pekerja tradisional dengan
pekerja call centre bahwa sebagian besar stress yang muncul dari mereka merupakan
permasalahan tugas pekerjaan maupun hubungan sosial, baik dengan atasan maupun
rekan kerja. Stres sosial disini muncul disebabkan adanya konflik dengan atasan atau
7
rekan kerja, adanya permusuhan di tempat kerja, iklim kelompok yang negatif, dan
perilaku yang tidak adil, sehingga timbulah stres sosial dalam diri individu yang
berdampak kuat pada kesejahteraannya maupun kesehatan individu tersebut (Dormann
& Zapf, 2002; Semmer, McGrath & Beehr).
Dalam sebuah jurnal yang berjudul “Subjective well-being in organizations”
melakukan sebuah penelitian untuk mengukur subjective well-being karyawan yang
dihubungkan dengan kebahagiaanmereka di tempat kerja. Hasilnya adalah 90%
individu setuju mengenai pernyataan bahwa “seorang pekerja yang bahagia merupakan
pekerja yang produktif” (Fisher, 2003). Salah satu penjelasannya adalah pekerja yang
bahagia itu jauh lebih aktif, pendekatan berorientasi, energik, tertarik pada pekerjaan-
pekerjaan yang mereka lakukan, bersimpati terhadap rekan-rekan kerjanya dan gigih
menghadapi kesulitan dalam pekerjaannya. Selain itu, karyawan yang bahagia dapat
bertindak dalam cara yang menyenangkan sehingga rekan-rekan mereka cenderung
lebih memberikan dukungan instrumental, emosional ataupun sosial pada mereka.
Dalam sebuah penelitian lain yang menjelaskan mengenai hubungan antara
dukungan sosial, kesepian dan subjective well-being hasilnya adalah bahwa dukungan
sosial berpengaruh terhadap subjective well-being seseorang. Ketika seseorang kurang
mendapatkan dukungan sosial dari sekitarnya, hal tersebut akan menimbulkan rasa
kesepian pada dirinya sehingga memiliki efek yang langsung maupun tidak langsung
terhadap subjective well-being dari individu itu sendiri (Genco¨z and O¨ zlale, 2004).
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan melihat pentingnya subjective
well-being di kalangan pekerja, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
8
dengan sampel yang berbeda yaitu, buruh dan dengan judul: “Pengaruh Kondisi
Kerja dan Dukungan Sosial terhadap Subjective Well-Being”.
1.2 Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, penulis membatasi ruang lingkup
masalah penelitian ini pada pengaruh Kondisi Kerja dan Dukungan Sosialterhadap
Subjective Well-Being. Adapun definisivariabel-variabel yang diteliti adalah:
1. Subjective well-being yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penilaian
individu terhadap kehidupannya yang meliputi penilaian kognitif mengenai
kepuasan hidup dan penilaian afektif mengenai mood dan emosi (Diener & Lucas,
1999).
2. Kondisi kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan peraturan kerja
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian produktivitas kerja.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dimensi kondisi kerja dari Schultz dan
Schultz (1990) yang terdiri dari 3 dimensi, yaitu : 1) kondisi kerja fisik, (2) kondisi
kerja psikologis, dan (3) kondisi kerja temporer.
3. Dukungan sosial adalah penerimaan dari orang lain atau keluarga terhadap
individu yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa seseorang merasa
disayangi, diperhatikan, dihargai, dan ditolong, sehingga menimbulkan perasaan
bahwa kita memiliki arti bagi orang lain atau menjadi bagian dari jaringannya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dimensi dukungan sosial dari Sarafino
(1998) yang terdiri dari 5 dimensi, yaitu : 1) dukungan instrumental, (2) dukungan
9
informasional, (3) dukungan penghargaan, (4) dukungan emosi, dan (5) dukungan
jaringan sosial.
4. Subjek yang dimaksud dalam penelitian ini adalah para buruh yang bekerja di PT
Pratama Abadi Industri wilayah Tangerang Selatan.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai
berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh kondisi kerja dan dukungan sosial terhadap subjective
well-being?
2. Apakah terdapat pengaruh kondisi kerja fisik terhadap subjective well-being?
3. Apakah terdapat pengaruh kondisi kerja psikologis terhadap subjective well-being?
4. Apakah terdapat pengaruh kondisi kerja temporer terhadap subjective well-being?
5. Apakah terdapat pengaruh dukungan instrumentalterhadap subjective well-being?
6. Apakah terdapat pengaruh dukungan informasional terhadap subjective well-being?
7. Apakah terdapat pengaruh dukungan penghargaan terhadap subjective well-being?
8. Apakah terdapatpengaruh dukungan emosi terhadap subjective well-being?
9. Apakah terdapat pengaruh dukungan jaringan sosial terhadap subjective well-being?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
10
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu menjawab semua rumusan masalah yang tertera
di atas, yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh kondisi kerjadan dukungan sosial terhadap
subjective well-being.
2. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh kondisi kerja fisik, kondisi kerja psikologis,
dan kondisi kerja temporerterhadap subjective well-being.
3. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh dukungan instrumental, dukungan
informasional, dukungan penghargaan, dukungan emosi dan dukungan jaringan
sosial terhadap subjective well-being.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1.4.2.1. Manfaat Teoritis
1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan dan bahan perbandingan bagi
pengembangan teori-teori psikologi khususnya Psikologi Perusahaan Industri dan
Organisasi, mengenai pengaruh dimensi-dimensi kondisi kerja dan dukungan sosial
terhadap subjective well being pada buruh.
2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pemicu dari adanya penelitian-
penelitian selanjutnya tentang subjective well being.
1.4.2.2. Manfaat Praktis
11
1. Sebagai masukan terhadap suatu organisasi yaitu perusahaan maupun pabrik untuk
memperhatikan kesejahteraan buruh agar dapat mempertahankan atau
meningkatkan produktivitas suatu organisasi.
2. Sebagai masukan untuk buruh agar dapat menjaga hubungan sosial antar buruh
sehingga menciptakan hubungan yang harmonis dan dapat meningkatkan
kesejahteraan.
3. Secara umum dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para peneliti untuk
mengadakan penelitian lebih lanjut.
1.5. Sistematika Penulisan
BAB 1 Pendahuluan: Berisi latar belakang masalah, pembatasanmasalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat praktis dan teoritis penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB 2 Landasan Teori: Membahas mengenai definisi, dimensi, faktor-faktor yang
mempengaruhi dan pengukuran subjective well-being. Selain itu, membahas
definisi, dimensi dan pengukuran kondisi kerja dan dukungan sosial serta
kaitan kondisi kerja dan dukungan sosial dengan subjective well-being. Bab
ini juga memuat kerangka berpikir dan bagan kerangka berpikir.
BAB 3Metode Penelitian: Memaparkan mengenai populasi, sampel dan teknik
pengambilan sampel, variabel penelitian, definisi operasional, teknik
pengumpulan data dan instrumen penelitian.
12
BAB 4 Hasil Penelitian: Membahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan
meliputi gambaran subjek penelitian, analisis deskriptif dan hipotesis
penelitian.
BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran: Menjelaskan lebih lanjut tentang hasil
penelitian yang terdiri dari kesimpulan, diskusi dan saran.
13
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Subjective Well-Being
2.1.1 Definisi Subjective well-being
Subjective well-being dapat diartikan sebagai penilaian individu terhadap
kehidupannya yang meliputi penilaian kognitif mengenai kepuasan hidup dan
penilaian afektif mengenai mood dan emosi seperti perasaan emosional positif da
negatif (Eddington & Shuman, 2008).
Subjective well-being didefinisikan oleh Diener, Lucas dan Oishi (2005)
sebagai evaluasi kognitif dan afektif individu terhadap hidupnya. Subjective well-
being merupakan konsep yang mencakup tingginya kepuasan hidup, rendahnya
tingkat afek negatif dan tingginya tingkat afek positif. Definisi lain subjective well-
being dari Russell (2008) adalah persepsi individu terhadap kehidupannya ataupun
pandangan subjektif individu terhadap pengalaman hidupnya. Subjective well-being
dapat diartikan sebagai penilaian individu terhadap kehidupannya yang meliputi
penilaian kognitif mengenai kepuasan hidup dan penilaian afektif mengenai mood
dan emosi (Diener & Lucas, 1999).
Penilaian subjective well-being dalam penelitian ini sebagaimana menurut Diener dan
Lucas (1999) adalah penilaian individu terhadap kehidupannya yang meliputi
14
penilaian kognitif mengenai kepuasan hidup dan penilaian afektif mengenai mood
dan emosi.
2.1.2. Dimensi Subjective well-being
Dimensi subjective well-beingdapat dibagi menjadi dua yaitu penilaian kognitif dan
penilaian afektif. Penilaian kognitif adalah penilaian individu mengenai kepuasan
hidup, sedangkan penilaian afektif adalah penilaian individu terhadap mood dan
emosi yang sering dirasakan dalam hidup (Diener, et al., 1999). Berikut ini adalah
pembahasan mengenai kedua dimensi tersebut.
2.1.2.1. Dimensi kognitif subjective well-being
Dimensi kognitif dari subjective well-beingadalah evaluasi terhadap kepuasan
hidup. Evaluasi tersebut dapat dikategorikan menjadi evaluasi umum (global) dan
evaluasi khusus (domain tertentu). (Diener et.al., 1999). Berikut adalah penjelasan
lebih lanjut mengenai kedua penilaian tersebut.
1. Evaluasi terhadap kepuasan hidup secara global, yaitu evaluasi individu
terhadap kehidupannya secara menyeluruh. Penilaian umum ini merupakan
penilaian individu yang bersifat reflektif terhadap kepuasan hidupnya (Diener,
2005). Kepuasanhidup secara global dimaksudkan untuk merepresentasikan
penilaian individu secara umum. Kepuasan hidup secara global didasarkan pada
proses penilaian dimana individu mengukur kualitas hidupnya dengan
didasarkan pada satu set kriteria yang unik yang mereka tentukan sendiri.
15
Secara lebih spesifik, kepuasan hidup secara global melibatkan persepsi
individu terhadap perbandingan keadaan hidupnya dengan standar unik yang
mereka miliki.
2. Evaluasi terhadap kepuasan domain tertentu, yaitu penilaian yang dibuat
individu dalam mengevaluasi domain atau aspek tertentu dalam kehidupannya,
seperti kesehatan fisik dan mental, pekerjaan, rekreasi, hubungan sosial,
kehidupan dengan pasangan hidup dan kehidupan dengan keluarga (Diener,
2005).
Kedua dimensi tersebut tidak sepenuhnya terpisah. Evaluasi global dan evaluasi
terhadap domain tertentu memilik keterkaitan satu sama lain. Dalam melakukan
penilaian mengenai kepuasan hidup secara umum, individu kemungkinan besar akan
menggunakan informasi mengenai kepuasan pada salah satu aspek hidup yang
dianggap paling penting. Evaluasi terhadapkepuasan hidup secara global merupakan
refleksi dari persepsi individu terhadap hal-hal yang ada di dalam hidupnya, ditambah
dengan bagaimana kultur mempengaruhi pandangan hidup positif individu.
2.1.2.2. Dimensi afektif subjective well-being
Menurut Dieneret.al (1999) dimensi afektif subjective well-being merefleksikan
peristiwa yang terjadi di dalam hidup individu. Dengan meneliti tipe-tipe dari reaksi
afektif yang ada, seorang peneliti dapat memahami cara individu mengevaluasi
kondisi dan peristiwa di dalam hidupnya. Secara umum dimensi afektif subjective
well-beingdapat dikategorikan menjadi evaluasi terhadap keberadaan afek-afek positif
16
dan evaluasi terhadap keberadaan afek-afek negatif. Averill (dalam Carr, 2004)
menjelaskan bahwa afek positif adalah kombinasi hal yang sifatnya menyenangkan
(pleasantness) dan emosi yang termasuk didalamnya antara lain aktif, siap sedia dan
senang. Afek negatif adalah kombinasi hal yang sifatnya membangkitkan (arousal)
dan hal yang sifatnya tidak menyenangkan (unpleasantness) dan didalamnya terdapat
emosi seperti cemas, sedih dan ketakutan.
1. Evaluasi terhadap keberadaan afek positif
Carr (2004) menjelaskan afek positif sebagai dimensi dimana terdapat perasaan yang
nyaman dengan intensitas yang beragam. Afek-afek positif merepresentasikan emosi
yang bersifat menyenangkan, seperti cinta atau kasih sayang. Afek-afek positif
dianggap sebagai bagian dari subjective well-beingkarena afek-afek tersebut
merefleksikan reaksi individu terhadap sejumlah peristiwa dalam hidup yang
menunjukkan bahwa hidup berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan (Diener,
2005).
Larsen dan Diener (dalam Carr, 2004) mengatakan bahwa afek positif adalah
kombinasi dari hal yang sifatnya membangkitkan (arousal) dan hal yang bersifat
menyenangkan (pleasantness). Afek-afek positif yang tinggi terjadi ketika individu
merasakan energi yang tinggi, konsentrasi penuh, dan keterlibatan yang
menyenangkan. Sementara itu, afek-afek positif yang rendah terjadi ketika individu
mengalami kesedihan dan kelelahan (Watsonetal., 1988). Afek positif dapat membuat
individu lebih menikmati pekerjaan, hubungan dengan orang lain, bahagia dalam
pekerjaan dan percintaan meningkatkan afek positif. Afek positif mendorong individu
17
untuk mendekatkannya pada situasi yang menyenangkan dan bermanfaat seperti
makanan, tempat berlindung, dan mencari pasangan. Afek positif dapat ditingkatkan
dengan melakukan kegiatan fisik sehari-hari, tidur yang cukup, bersosialiasasi dengan
teman dekat dan bekerja keras untuk mencapai tujuan yang memiliki nilai
(Watsonet.al., 1988).
2. Evaluasi terhadap keberadaan afek negatif
Afek negatif merepresentasikan mood dan emosi yang tidak menyenangkan dan
merefleksikan respon negatif yang dialami individu sebagai reaksinya terhadap
kehidupan, kesehatan, keadaan dan peristiwa yang mereka alami (Diener, 2005).
Afek-afek negatif merupakan kombinasi dari hal-hal yang bersifat
membangkitkan (arousal) dan hal-hal yang bersifat tidak menyenangkan
(unpleasantness). Afek-afek negatif yang tinggi akan muncul ketika individu
merasakan kemarahan, kebencian, jijik, rasa bersalah, ketakutan dan kegelisahan.
Sementara itu, afek-afek negatif yang rendah akan muncul ketika individu merasakan
ketenangan dan kedamaian (Watsonet.al, 1988).
Afek-afek negatif memang dibutuhkan dan seharusnya terjadi agar hidup
dapat berfungsi secara optimal. Salah satu fungsi dari afek negatif adalah
mengarahkan kepada perilaku menghindar yang berguna untuk menjauhkan individu
dari situasi yang berbahaya. Namun afek-afek negatif yang terlalu sering terjadi atau
terjadi secara berkepanjangan merupakan indikasi bahwa individu memiliki penilaian
yang buruk terhadap kehidupannya. Pengalaman merasakan afek-afek negatif secara
berkepanjangan akan menghambat individu untuk bertingkah laku secara efektif
18
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, individu merasa bahwa hidupnya
tidak menyenangkan (Diener, 2005).
Individu dideskripsikan mempunyai subjective well-beingyang tinggi apabila ia
menilai kepuasan hidupnya tinggi dan merasakan afek positif lebih sering
dibandingkan afek negatif (Diener & Lucas, dalam Ryan & Deci, 2001).
2.1.3 Pengukuran subjective well-being
Sebagian besar alat ukur yang digunakan untuk mengukur subjective well-being
mengasumsikan bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup dapat disusun dalam sebuah
kontinum mulai dari “sangat bahagia” sampai dengan “sangat tidak bahagia”. Salah
satu skala yang memiliki nilai reliabilitas yang tinggi dan paling sering digunakan
adalah Satisfaction with Life Scale (Dieneret al., 1985) untuk mengukur nilai
individu mengenai kepuasan hidupnya dan Positive Affect Negative Schedule (Clarket
al., 1988) untuk mengukur tingkat afek positif dan afek negatif individu pada satu
waktu.
SWLS di buat oleh Diener et al. (1985) pada tahun 1985. Alat ukur ini didesain
dengan ide bahwa alat ukur harus menanyakan subjek tentang penilaian keseluruhan
kehidupannya agar bisa mengukur konsep kepuasan hidup. Skala ini dikembangkan
pada tahun 1985 dan diuji pada 175 responden dari Universitas Illnois dan
reliabilitasnya adalah 0,87. Kemudian digunakan kembali pada tahun 1991 oleh Pavot
et al. (1991) dengan responden 39 orang tua, nilai koefisien alfa yang didapatkan
adalah 0,83. SWLS terdiri dari 5 item dengan meminta individu mengindentifikasi
19
jawabannya berdasarkan 7 poin skala Likert, mulai dari “sangat tidak setuju” sampai
“sangat setuju”. Skor terkecil yang didapatkan adalah 5 dan yang tertinggi adaah 35
untuk orang yang sangat puas terhadap kehidupannya.
Pada pengukuran tingkat kepuasan hidup, peneliti akan menggunakan skala
SWLS yang dimodifikasi pilihan respon jawabannya. Skala model Likert dipilih
sebagai pilihan respon jawaban karena dalam skala ini subjek tidak hanya terbatas
memilih jawaban sesuai tidak sesuai, melainkan juga dapat memberikan kepastian
derajat kesesuaian dari pilihan jawaban pada item. Derajat kesesuaian antar pilihan
jawaban tersebut disusun berdasarkan interval yang diasumsikan sama sehingga
subjek dapat menentukan pilihannya dengan menyesuaikan karakteristik yang ada
pada dirinya. Skala item yang akan digunakan dalam alat ukur ini adalah item dengan
4 respon pilihan skala SWLS, untuk item favorable mulai dari 1 “sangat tidak
setuju”; 2 “tidak setuju”; 3 “setuju”; 4 “sangat setuju”; item unfavorable mulai dari 1
“sangat setuju”; 2 “setuju”; 3 “tidak setuju”; 4 “sangat tidak setuju”.
Selanjutnya, item dari PANAS scale (Positive Affect Negative Schedule) untuk
mengukur afek. Dikembangkan dengan sampel mahasiswa dan divalidasi oleh
populasi dewasa, terdiri dari 2 skala mood, satu mengukur afek postif dan satu lagi
mengukur afek negatif. Setiap item diukur dalam 5 peringkat, dari mulai 1 “sangat
sedikit atau tidak pernah” sampai 5 “sangat”. Watson et al. (1988) melaporkan
koefisien alfa setelah dilakukan tes re-testadalah 0,68 untuk afek positif dan 0,71
untuk afek negatif.
20
Pada penelitian ini juga menggunakan skala baku PANAS scale yang telah
diadaptasi. Peneliti menggunakan 4 pilihan respon jawaban dengan skala model
Likert. Skala model Likert dipilih karena dalam skala ini subyek tidak hanya terbatas
memilih jawaban sesuai tidak sesuai, melainkan juga dapat memberikan kepastian
derajat kesesuaian dari pilihan jawaban pada item. Derajat kesesuaian antar pilihan
jawaban tersebut disusun berdasarkan interval yang diasumsikan sama sehingga
subjek dapat menentukan pilihannya dengan menyesuaikan karakteristik yang ada
pada dirinya. Skala item yang akan digunakan dalam alat ukur ini adalah item dengan
4 respon pilihan, mulai dari 1 “tidak pernah atau sangat jarang”; 2 “kadang-kadang”;
3 “sering”; 4 “selalu”; item unfavorable mulai dari 1 “selalu”; 2 “sering ; 3 “kadang-
kadang”; 4 “tidak pernah atau sangat jarang”.
Secara keseluruhan alat ukur Satisfaction With Life Scale (SWLS) dan PANAS
scale (Positive Affect Negative Schedule) akan disatukan dan diadaptasi oleh peneliti
dengan menggunakan istilah alat ukur subjective well-being.
2.1.4 Faktof-faktor yang mempengaruhi subjective well-being
Berbagai hasil penelitian dan literature telah menghasilkan sejumlah variabel yang
dianggap sebagai prediktor subjective well-beingyang signifikan. Prediktor-prediktor
yang dimaksud adalah harga diri (self esteem), kepribadian, optimism, dukungan
sosial, pengaruh masyarakat dan budaya, proses kognitif, serta faktor demografis
seperti jenis kelamin, usia, status pernikahan dan pendapatan. Berikut ini adalah
pembahasan secara lebih spesifik untuk masing-masing prediktor diatas.
21
1. Harga diri (self esteem)
Menurut Eddington dan Shuman (2008) harga diri berhubungan kuat secara
positif di budaya barat. Harga diri (self esteem) yang tinggi akan membuat
individu memilikibeberapa kelebihan, termasuk pemahaman mengenai arti dan
nilai hidup (Ryan & Deci, 2001). Hubungan yang kuat antara harga diri (self
esteem) dan subjective well-being tidak ditemukan secara konsisten di beberapa
Negara, terutama di Negara-negara penganut sistem kolektif seperti di Cina. Di
Negara-negara tersebut, otonomi dan tuntutan pribadi dianggap tidak lebih
penting daripada keluarga dan sosial sehingga harga diri (self esteem) menjadi
prediktor subjective well-being yang kurang penting (Eddington & Shuman,
2008).
2. Kepribadian
Dua trait kepribadian yang ditemukan paling berhubungan dengan subjective
well-beingadalah extraversion dan neuroticism (Diener & Lucas, 1999).
Extraversion mempengaruhi afek positif sedangkan neuroticism paling
berhubungan dengan subjective well-beingkarena trait tersebut mencerminkan
temperamen seseorang.
Sejumlah hasil penelitian menemukan bahwa tipe kepribadian ekstroversi
merupakan salah satu prediktor subjective well-beingyang paling signifikan
(DeNeve & Cooper, 1998; Diener & Lucas, 1999; Schimmack etal., 2002).
Menurut Watson & Clark (dalam Diener & Lucas, 1999), trait lain dalam model
kepribadian “the big five trait factors” yaitu agreeableness,conscientiousness,
22
dan openness to experience menunjukkan hubungan yang lebih lemah dengan
subjective well-being. Seidlitz (dalam Diener & Lucas, 1999) mengatakan bahwa
hubungan tersebut lebih lemah karena trait tersebut terbentuk dari reward oleh
lingkungan, dan bukannya oleh reaktivitas faktor biologis terhadap lingkungan.
3. Optimisme
Individu yang memiliki optimisme terhadap masa depan cenderung merasa lebih
bahagia dan lebih puas dengan kehidupan (Diener et.al., 1999). Schaier dan
Carver (dalam Eddington & Shuman, 2008) menyatakan optimisme sebagai
kecenderungan untuk berharap hasil yang menyenangkan pada kehidupan
seseorang. Secara spesifik, mereka yang mempercayai bahwa dirinya akan
mendapat hasil yang positif, lebih mungkin untuk meraih tujuannya.
Fakta menunjukkan bahwa optimism cenderung mendorong individu untuk
menggunakan mekanisme coping yang fokus pada masalah, mencari dukungan.
Individu yang berpikir positif menggunakan bentuk coping yang lebih efektif
(dalam Eddington & Shuman, 2008).
4. Dukungan Sosial
Menurut Diener dan Selligman (2002) dukungan sosial merupakan prediktor
subjective well-being. Orang-orang yang memperoleh dukungan sosial yang
memuaskan melaporkan bahwa mereka lebih sering merasa bahagia dan lebih
sedikit merasakan kesedihan. Hal ini karena pemikiran bahwa individu memiliki
tempat bersandar ketika mereka membutuhkan akan membuat individu merasa
nyaman dan hal ini akan berkontribusi pada afek positif yang dirasakan individu.
23
Tingginya afek positif yang dirasakan individu menunjukkan tingginya
subjective well-being yang dimiliki individu tersebut. Dimana hadirnya orang-
orang yang memberikan dukungan sosial akan meningkatkan kemampuan
individu dalam menghadapi stress sehingga mampu menghasilkan tingkat
subjective well-beingyang lebih tinggi.
5. Pengaruh masyarakat dan budaya
Perbedaan subjective well-beingdapat terjadi karena perbedaan kekayaan Negara.
Negara yang kaya dinilai dapat membentuk subjective well-being yang tinggi
pada penduduknya karena Negara yang kaya cenderung menghargai hak asasi
manusia, memberikan angka harapan hidup yang lebih panjang dan demokratis.
Di dalam sebuah budaya yang menganggap ekspresi hal-hal positif sebagai
sesuatu yang tidak baik, individu cenderung melaporkan tingkat afek positif yang
lebih rendah daripada individu yang tumbuh di dalam budaya yang menganggap
ekspresi hal-hal positif sebagai sesuatu yang wajar. Afek positif lebih
dipengaruhi oleh lingkungan karena lebih bersifat sosial.
6. Faktor demografis
Dieneret al. (2005) mengatakan bahwa efek faktor demografis (misalnya jenis
kelamin, umur, status pernikahan, pendapatan) terhadap subjective well-being
biasanya kecil. Berikut adalah penjelasan mengenai faktor demografis yang
mempengaruhi subjective well-being.
1. Jenis kelamin dan umur
24
Diener, Lucas dan Oishi (2005) menyatakan bahwa jenis kelamin dan umur
berhubungan dengan subjective well-being, namun efek tersebut kecil.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Diener dan Suh (dalam Diener
et al, 2005) yang menunjukkan bahwa perempuan memiliki tingkat subjective
well-beingyang relatif sama dengan laki-laki.
2. Status pernikahan
Pengaruh status pernikahan terhadap subjective well-beingdipengaruhi kuat oleh
kebudayaan setempat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kultur
individualis, pasangan yang tidak menikah tetapi tinggal bersama (cohabiting)
diketahui merasa lebih bahagia daripada pasangan menikah atau seseorang yang
tidak memiliki pasangan. Sebaliknya dalam kultur kolektivitas, pasangan yang
menikah diketahui merasa lebih bahagia daripada pasangan yang belum menikah
tetapi tinggal bersama atau seseorang yang tidak memiliki pasangan (Diener et
al., 2005).
Banyak peneliti yang percaya pernikahan berhubungan dengan subjective
well-beingkarena pernikahan sebagai kekuatan melawan kesulitan hidup.
Pernikahan memberikan dukungan emosional dan finansial yang menghasilkan
kondisi positif subjective well-being (Eddington & Sluman, 2008).
3. Pendapatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan memiliki hubungan yang
konsisten dengan subjective well-beingdalam analisis pada skala negara. Hal ini
disebabkan negara yang lebih makmur memiliki demokrasi yang lebih baik dan
25
lebih menghargai persamaan. Dalam analisis pada skala individu, perbedaan
pendapatan dalam selang waktutertentu hanya memberikan pengaruh yang kecil
terhadap subjective well-being (Dieneretal., 2005). Alasan pendapatan tidak
terlalu kuat pengaruhnya terhadap subjective well-being karena kebanyakan
orang yang memiliki pendapatan lebih tinggi harus menghabiskan waktu lebih
banyak untuk bekerja dan memiliki sedikit waktu untuk bersenang-senang dan
berhubungan sosial.
2.2. Kondisi Kerja
2.2.1. Definisi Kerja
Kondisi kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan peraturan kerja
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian produktivitas kerja
(Anwar, 2005). Pengertian kondisi kerja tersebut dirumuskan berdasarkan pendapat
Schultz dan Schultz (1990) yang mengemukakan: “Condition of work include
condition of work, temporal factors, and individual psychological factors”.
Disamping itu, pengertian kondisi kerja itupun didasarkan atas pendapat Cormick and
Ilgen (1985) yang mengemukakan: Working condition covers two general categories.
The first is the physical environment particularly illumination, thermal condition, and
noise. The second is various aspects of time, such as work schedules (hours of work)
and rest pauses”.
Pengertian kondisi kerja dalam penelitian ini, sebagaimana menurut Schultz
dan Schultz(dalam Anwar, 2005) adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan
26
peraturan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian
produktivitas kerja.
2.2.2. Dimensi Kondisi Kerja
Dimensi dari kondisi kerja adalah sebagai berikut :
1. Kondisi Fisik Kerja
Kondisi fisik kerja mencakup penerangan (cahaya), suara, warna, musik,
temperatur dan kelembapan.
1. Penerangan (cahaya)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Knave (1984), Sutton dan
Rafaeli (1988) disimpulkan bahwa karyawan dapat membaca di dalam ruangan
dengan cahaya lampu 25 watt. Cahaya lampu yang tidak memadai berpengaruh
negatif terhadap keterampilan kerja.
Penerangan dan cahaya lampu harus pula disesuaikan dengan luas ukuran
kerja serta kondisi mata karyawan khususnya karyawan yang matanya plus dan
minus yang akut.
2. Kondisi Suara
Kondisi suara ini adalah suara di dalam kantor maupun di luar kantor. Suara yang
dirasakan gaduh oleh karyawan akan berpengaruh terhadap konsentrasi
kerja.Berdasarkan hasil penelitian Glass dan Singer (1972) disimpulkan bahwa
suara gaduh berpengaruh terhadap efisiensi produksi kerja. Dari hasil
penelitianBurns (1979) dan Kryter (1970), dapat disimpulkan bahwa karyawan
27
yang tidak terlindungi pada suara 95-110 Db dapat menyebabkan pembuluh
darahnya mengerut, perubahan rate hati, dan pupil mata membesar. Sebaliknya,
dari hasil penelitian Donnerstein dan Wilson (1976), dapat disimpulkan bahwa
suara gaduh sangat berpengaruh pada emosi karyawan dan sebagai sumber stres.
3. Warna
Warna ruang kantor yang serasi dapat meningkatkan produksi, meningkatkan
moral kerja, menurunkan kecelakaan, dan menurunkan terjadinya kesalahan
kerja. Hal ini didasarkan atas pendapat Schultz dan Schultz (1990) yang
mengemukakan: “Color, it has been alleged, can increase production, lower
accidents and error, and raise morale” (warna dapat menjadikan kondisi kerja
yang menyenangkan dan menunjang kesehatan kerja). Sebagai contoh, warna
dinding putih dapat merefleksikan ruang kerja yang lebih terang dan cocok untuk
ruangan yang sempit, sehingga ruangan tersebut dirasakan seolah-olah menjadi
lebih luas.
Sundstrom (1986) mengemukakan warna sejuk adalah biru dan hijau,
warna pastel adalah biru muda dan kuning muda, warnahangat adalah kuning dan
merah, sedangkan warna netral adalah abu-abu, kecoklatan dan coklat.Penentuan
warna dalam ruang kerja sangat mempengaruhi perilaku kerja. Oleh karena itu,
pemilihan warna perlu disesuaikan dengan luas ukuran ruangan dan kondisi fisik
ruang.
28
4. Musik
Penggunaan musik pada jam kerja ternyata berpengaruh positif terhadap
semangat kerja dan peningkatan produksi. Bahkan penggunaan musik pun dapat
menurunkan tingkat absensi dan mengurangi kelelahan dalam bekerja. Hal ini
sebagaimana yang dikemukakan oleh Schultz dan Schultz (1990) “As with color,
extravagant claims have been made about the effects of music on production and
morale. Employees are allegedly happier, work harder, have fewer absences,
and are less tired at the end of the workday as a result of listening to music while
they work”. Efektif tidaknya musik digunakan dalam jam kerja, bergantung pada
jenis musik yang dimainkan. Oleh karena itu, penggunaan musik kerja perlu
disesuaikan dengan kesukaan karyawan dan kondisi ruang kerja.
5. Temperatur dan Kelembapan
Temperatur dan kelembapan dapat mempengaruhi semangat kerja, kondisi fisik,
dan emosi. Temperatur antara 73°F sampai 77°F cocok untuk ruangan kerja
dengan kelembapan antara 25% hingga 50%. Temperatur yang terlalu panas atau
terlalu dingin dapat mempengaruhi kondisi fisik dan emosi karyawan.
6. Kondisi Psikologis Kerja
Kondisi psikologis kerja yang dimaksud adalah perasaan bosan dan keletihan.
Hal ini dapat disebabkan pekerjaan yang monoton atau aktivitas yang tidak
disukai.
29
1. Bosan Kerja
Kebosanan kerja dapat disebabkan perasaan rasa tidak enak, kurang bahagia,
kurang istirahat dan perasaan lelah. Berdasarkan hasil penelitian Smith (1981)
dapat disimpulkan bahwa “Kebosanan kerja dapat mengakibatkan penurunan
produksi”. Untuk mengurangi perasaan bosan kerja, antara lain dapat
dilakukan melalui penempatan kerja yang sesuai dengan bidang keahlian dan
kemampuan karyawan, pemberian motivasi dan rotasi kerja.
2. Keletihan Kerja
Keletihan kerja terdiri atas dua macam yaitu keletihan psikis dan keletihan
fisiologis. Penyebab keletihan psikis adalah kebosanan kerja, sedangkan
keletihan fisiologis dapat menyebabkan meningkatnya kesalahan dalam
bekerja, meningkatkan absensi, turn over, dan kecelakaan kerja.
3. Kondisi Temporer Kerja
Kondisi temporer kerja yang dimaksud adalah peraturan lama jam kerja, waktu
istirahat kerja, dan perubahan pergantian (shift) kerja.
1. Waktu Jumlah Jam Kerja
Dalam kebijakan kepegawaian di Indonesia, standar jumlah jam kerja
minimal 35 jam dalam seminggu. Karyawan dikategorikan pekerja penuh
apabila mereka bekerja minimal 35 jam dalam seminggu. Sebaliknya,
karyawan yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu,dikategorikan
karyawan setengah pengangguran yang terlihat (visible underemployed).
30
Di Amerika Serikat karyawan bekerja selama 5 hari dalam seminggu
dengan jam kerja minimal 40 jam, bahkan ada perusahaan yang menentukan
standar jumlah jam kerja antara 48-60 jam dalam seminggu.
2. Waktu Istirahat Kerja
Waktu istirahat kerja perlu diberikan kepada karyawan agar karyawan dapat
memulihkan kembali rasa lelahnya. Dengan adanya waktu istirahat yang
cukup, karyawan dapat bekerja lebih semangat dan bahkan dapat
meningkatkan produksi serta meningkatkan efisiensi.
Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Janaroet al. (1988) yang
mengemukakan “Potential benefits of formal rest periods are increased
morale and production as well as reduced fatique and boredom. This is
another example of how a decrease in working time can result in an increase
in effiency.”
2.2.3. Pengukuran Kondisi Kerja
Kondisi kerja di ukur melalui 3 aspek sesuai denganteori Schultz dan Schultz, yaitu :
kondisi kerja fisik, kondisi kerja psikis dan kondisi kerja temporer. Teori ini
menggunakan skala model Likert. Skala model Likert dipilih karena dalam skala ini
subyek tidak hanya terbatas memilih jawaban sesuai tidak sesuai, melainkan juga
dapat memberikan kepastian derajat kesesuaian dari pilihan jawaban item. Derajat
kesesusian antar pilihan jawaban tersebut disusun berdasarkan interval yang
diasumsikan sama sehingga subyek dapat menentukan pilihannya dengan
31
menyesuaikan karakteristik yang ada pada dirinya. Skala item yang digunakan dalam
alat ukur ini adalah item dengan 4 respon pilihan, mulai dari 1 “sangat tidak setuju” ;
2 “tidak setuju’ ; 3 “setuju” ; 4 “sangat setu ju”; item unfavorable mulai dari 1
“sangat setuju” ; 2 “setuju” ; 3 “tidak setuju” ; 4 “sangat tidak setuju”.
2.3. Dukungan Sosial
2.3.1. Definisi Dukungan Sosial
Beberapa penelitian dukungan sosial telah banyak dikemukakan oleh beberapa para
ahli. Sarafino (1998), mendefinisikan dukungan sosial sebagai penerimaan dari orang
lain atau keluarga terhadap individu, yang menimbulkan persepsi dalam dirinya
bahwa seseorang merasa disayangi, diperhatikan, dihargai, dan ditolong, sehingga
menimbulkan perasaan bahwa kita memiliki arti bagi orang lain atau menjadi bagian
dari jaringannya. Dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian,
penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok pada individu.
Seseorang yang mempunyai tingkat dukungan sosialnya tinggi memungkinkan lebih
sedikit mengalami stres dan lebih mudah untuk coping stress.
Taylor (2006) dukungan sosial didefinisikan sebagai bentuk pemberian
informasi serta merasa dirinya dicintai dan diperhatikan terhormat, dan dihargai, serta
merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban timbal balik dari orang
tua, kekasih, atau kerabat, teman, jaringan lingkungan sosial serta dalam lingkungan
masyarakat.
32
Pengertian dukungan sosial dalam penelitian ini, sebagaimana menurut Sarafino
(1998) adalah penerimaan dari orang lain atau keluarga terhadap individu, yang
menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa seseorang merasa disayangi,
diperhatikan, dihargai, dan ditolong, sehingga menimbulkan perasaan bahwa kita
memiliki arti bagi orang lain atau menjadi bagian dari jaringannya.
2.3.2. Dimensi Dukungan Sosial
House (dalam Smet, 1994) membedakan dukungan sosial ke dalam empat dimensi,
yaitu :
1. Dukungan emosional : mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian
terhadap orang yang bersangkutan
2. Dukungan penghargaan : terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif
untuk orang lain, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan
individu, dan perbandingan positif seseorang dengan orang lain.
3. Dukungan instrumental : mencakup bantuan langsung, seperti seseorang
memberi pinjaman uang kepada orang lain atau menolong menyelesaikan
pekerjaan.
4. Dukungan informatif : mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-
saran atau umpan balik.
33
Sarafino (1998) membagi dukungan sosial menjadi lima dimensi, yaitu :
1. Dukungan nyata atau instrumental
Dukungan nyata atau instrumental mengacu pada penyediaan barang dan jasa
yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah secara praktis.
Sebagai contoh: pinjaman atau sumbangan dari orang lain atau bantuan dalam
mengerjakan tugas-tugas tertentu.
2. Dukungan informasi
Dukungan informasi meliputi dukungan yang diberikan dengan cara memberikan
informasi baik kepada individu yang menghadapi masalah dengan kepercayaan
diri. Meliputi pemberian nasehat, saran, bimbingan yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah.
3. Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan terjadi melalui ekspresi seseorang dalam pandangan
yang positif untuk individu, dorongan atau kesesuaian dengan ide-ide atau
perasaan individu untuk maju, dan perbandingan positif orang tersebut dengan
orang lain seperti orang yang kurang mampu atau lebih buruk. Dukungan jenis
ini membantu individu untuk membangun perasaan menghargai diri sendiri,
berkompeten, dan bernilai.
4. Dukungan emosional
Dukungan emosional di dalamnya terkandung ekspresi empati, kepeduliaan, dan
perhatian terhadap seseorang. Semua ekspresi tersebut memberikan seseorang
merasa nyaman, perasaan dimiliki, dan rasa dicintai.
34
5. Dukungan jaringan
Dukungan jaringan membuat individu yang menghadapi masalah merasa sebagai
anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial
dengannya. Dengan demikian, individu akan merasa memiliki teman senasib.
Dari beberapa dimensi dukungan sosial peneliti menggunakan dimensi-
dimensi yang dikemukakan oleh Sarafino (1998)yang terdiri dari lima dimensi, yaitu
dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan jaringan, dukungan
instrumental dan dukungan informasi.
2.3.3. Sumber Dukungan Sosial
Sumber-sumber dukungan sosial banyak diperoleh individu dari lingkungan
sekitarnya. Perlu diketahui seberapa banyak sumber dukungan sosial ini efektif paling
penting untuk diketahui dan dipahami. Dengan pengetahuan dan pemahaman
tersebut, seseorang akan tahu pada siapa dirinya akan mendapatkan dukungan sosial
yang sesuai dengan situasi dan keinginannya yang spesifik, sehingga dukungan sosial
yang sesuai memiliki makna yang berarti bagi kedua belah pihak. Sarafino (1998)
mengatakan bahwa dukungan sosial dapat diperoleh dari beberapa sumber yang
berbeda, yaitu : suami atau istri, keluarga, rekan kerja, dokter ataupun komunitas
organisasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa dukungan
sosial yang diterima dapat diperoleh dari rekan sejawat, teman sebaya, anggota
keluarga, rekan kerja dan organisasi kemasyarakatan yang diikuti. Dalam penelitian
35
ini peneliti membatasi sumber dukungan sosial yang diterima buruh pabrik, yaitu
dukungan sosial dari keluarga dan rekan kerja.
2.3.4. Pengukuran Dukungan Sosial
Dukungan sosial di ukur melalui 5 aspek sesuai dengan teori Sarafino (1998), yaitu :
dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan
informasional dan dukungan jaringan sosial. Kedua teori ini menggunakan skala
model Likert. Skala model Likert dipilih karena dalam skala ini subyek tidak hanya
terbatas memilih jawaban sesuai tidak sesuai, melainkan juga dapat memberikan
kepastian derajat kesesuaian dari pilihan jawaban item. Derajat kesesuaian antar
pilihan jawaban tersebut disusun berdasarkan interval yang diasumsikan sama
sehingga subyek dapat menentukan pilihannya dengan menyesuaikan karakteristik
yang ada pada dirinya. Skala item yang digunakan dalam alat ukur ini adalah item
dengan 4 respon pilihan, mulai dari 1 “sangat tidak setuju”; 2 “ tidak setuju”; 3
“setuju”; 4 “sangat setuju”; item unfavorable mulai dari 1 “sangat setuju”; 2 “setuju”;
3 “tidak setuju”; 4 “sangat tidak setuju”.
2.4. Kerangka Berpikir
Kepuasan dalam hidup yang dirasakan manusia tersebut merupakan salah satu bagian
dari subjective well-being. Subjective well-being dapat diartikan sebagai penilaian
individu terhadap kehidupannya yang meliputi penilaian kognitif mengenai kepuasan
hidup dan penilaian afektif mengenai mood dan emosi (Diener & Lucas,
36
1999).Contoh kasus dari subjective well-beingterjadi pada karyawan-karyawan
Indonesia, bahwa keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan hal yang
kompleks. Dimana tanggung jawab untuk memberikan kesadaran akan keselamatan
kerja berada di pundak pemerintah dan pengusaha, yang sampai saat ini cenderung
masih rendah. Penerapan K3 yang masih begitu rendah di Indonesia, bahkan adanya
karyawan yang menuntut fasilitas K3 pada akhirnya dipecat karena dianggap terlalu
vocal. Peran pemerintah daerah pun diperlukan, namun masih kurang dalam
mengawasi pengusaha-pengusaha yang lalai dalam meningkatkan keselamatan dan
kesehatan pekerjanya.Telah digambarkan dalam kasus tersebut, bahwa seorang buruh
pun memerlukan hal-hal atau keperluan-keperluan yang mendukung untuk memenuhi
kepuasan hidup mereka. Ketika hak-hak di lingkungan pekerjaannya tidak terpenuhi,
maka para buruh merasa kurangnya kepuasan hidup yang mereka rasakan.
Subjective well-being terdiri dari dua dimensi yaitu penilaian kognitif dan
penilaian afektif. Penilaian kognitif adalah evaluasi terhadap kepuasan hidup,
sedangkan penilaian afektif adalah merefleksikan peristiwa yang terjadi di dalam
hidup individu. Penilaian kognitif sendiri memiliki dua evaluasi, yaitu evaluasi secara
global dan evaluasi terhadap domain tertentu. Evalusi hidup seraca global yaitu
evaluasi individu terhadap kehidupannya secara menyeluruh, sedangkan evaluasi
terhadap domain tertentu yaitu penilaian yang dibuat individu dalam mengevaluasi
domain atau aspek tertentu dalam kehidupannya, seperti kesehatan fisik dan mental,
pekerjaan, rekreasi, hubungan sosial, kehidupan dengan pasangan hidup dan
kehidupan dengan keluarga.
37
Sering terjadinya subjective well-being dalam dunia kerja dijadikan suatu
permasalahan oleh karyawan. Salah satu faktor yang mempengaruhi subjective well-
being adalah kondisi kerja. Kondisi kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologis
kerja dan peraturan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian
produktivitas kerja. Kondisi kerja sendiri terdiri dari tiga dimensi, yaitu aspek fisik,
temporer dan psikologis yang ketiganya sangat mempengaruhi subjective well-being
dari buruh. Aspek fisik dalam kondisi kerja disini antara lain : penerangan (cahaya),
suara, warna, musik dan temperatur. Ketika aspek fisik ini tidak memenuhi kebutuhan
dan keinginan dari buruh, maka kinerja karyawan dalam bekerja akan berpengaruh
dan akhirnya kepuasan hidup yang ia rasakan dalam bekerja pun akan berkurang.
Contoh, ketika penerangan dalam tempat kerja buruh kurang atau memiliki
penerangan cahaya yang terlalu berlebihan tidak sesuai dengan kebutuhan, maka hal
itu akan menyebabkan kurangnya minat kerja terhadap buruh. Selain itu, ketika
terlalu banyak suara bising yang mengganggu dalam waktu kerja, maka kinerja buruh
pun tidak akan terlalu baik. Ketika atasan tidak memperhatikan aspek fisik dari
kondisi kerja buruh itu sendiri, kurangnya perhatian atasan tersebut mengenai kondisi
kerja secara fisik tersebut membuat kinerja karyawan menjadi kurangsehingga
berpengaruh terhadap bagaimana hasil kerja dan imbalan yang akan diterima dari
buruh terhadap atasan yang tidak sesuai.
Selain aspek fisik, terdapat aspek psikologis dan aspek temporer yang
mempengaruhi subjective well-being. Aspek psikologis sendiri terdiri dari kebosanan
dan keletihan kerja, sedangkan aspek temporer terdiri dari jumlah jam kerja dan
38
istirahat kerja dari buruh. Ketika pihak perusahaan menetapkan jumlah jam kerja
yang tidak seimbang dengan jumlah jam istirahat yang diterima oleh buruh, hal itu
akan mempengaruhi kondisi buruh itu sendiri terhadap keletihan dan kebosanan kerja.
Ketika buruh merasakan jam kerja yang terlalu berlebihan, maka tingkat kebosanan
yang akan dialami oleh buruh akan semakin tinggi bahkan akan memunculkan tingkat
kebosanan itu lebih cepat. Ketika jam istirahat kerja yang diterima oleh buruh tidak
sesuai dengan lamanya waktu jam kerja, hal itu akan menurunkan kinerja dari buruh
tersebut karena mengalami keletihan dalam bekerja. Begitu pentingnya kondisi kerja
untuk diperhatikan oleh atasan karena hal tersebut akan mempengaruhi kinerja dan
hasil dari pekerjaan buruh tersebut, dimana hasil kerja buruh tersebut akan sangat
berpengaruh terhadap pendapatan yang akan ia terima. Ketika pendapatan yang
kurang diterima oleh buruh, maka akan menimbulkan subjective well-being yang
rendah yang dirasakan oleh buruh.
Selain kondisi kerja, dukungan sosial sangatlah berpengaruh terhadap
subjective well-being buruh. Terdapat lima aspek dukungan sosial, yaitu : dukungan
emosional, dukungan penghargaan, dukungan nyata atau instrumental, dukungan
informasi dan dukunga jaringan. Dukungan emosional sangatlah berpengaruh
terhadap subjective well-being buruh. Dukungan emosional itu sendiri terungkapkan
dari rasa empati yang diberikan atasan terhadap bawahannya ketika ada salah satu
anggota keluarganya yang sakit, meninggal atau bawahannya itu sendiri mengalami
kecelakaan. Empati yang diberikan atasan tersebut terhadap bawahannya sangatlah
penting dan berpengaruh terhadap kinerja buruh itu sendiri. Selain itu, empati dari
39
rekan kerja pun sangat berpengaruh terhadap subjectve well-being buruh. Empati dari
rekan kerja bisa dalam bentuk sikap membantu ketika rekan kerja yang lainnya
sedang mengalami kesulitan finansial atau sedang kesulitan dalam pekerjaannya.
Sikap membantu dan kepedulian dari rekan kerja itulah yang membuat karyawan
tersebut merasakan bahwa dirinya mendapat perhatian dan dukungan dari rekan
kerjanya mengenai kesulitan yang sedang dihadapinya.
Selain dukungan emosional, terdapat dukungan penghargaan. Dukungan
penghargaan ini seperti penghargaan yang diberikan atasan terhadap bawahannya
dalam hasil kerjanya. Salah satu buruh mengalami peningkatan dalam bekerjanya
atau melebihi target yang harus dicapainya, atasan tersebut memberikan suatu
tambahan finansial terhadap buruh tersebut. Ketika atasan tersebut memberikan
tambahan finansial, buruh tersebut merasa bahwa usaha yang ia lakukan terhadap
pekerjaannya tidak sia-sia dan merasa dihargai oleh atasannya tersebut, sehingga
dalam bekerja pun ia akan jauh lebih giat dan meningkatkan subjective well-being
pada dirinya.
Selanjutnya adalah dukungan nyata atau instrumental. Dukungan nyata atau
instrumental disini dimaksudkan tersedianya barang atau jasa ketika buruh
mengalami kesulitan dalam pekerjaannya maupun di luar dari hal itu selama masih
dalam tahap wajar. Dukungan nyata atau instrumental ini tidak terlalu beda jauh
dengan dukungan emosional, hanya perbedaannya dukungan emosional lebih
terhadap perasaan dari orang-orang tersebut sedangkan dukungan instrumental atau
nyata lebih kepada bentuknya seperti apa. Pemberian bantuan dari pihak perusahaan
40
ketika salah satu buruhnya mengalami suatu musibah, seperti sakit, keluarga
meninggal atau hal lainnya. Pihak perusahaan memberikan bantuan dalam bentuk
uang koperasi, atau pinjaman uang. Hal itu membuat karyawannya merasa adanya
kepedulian melalui bentuk nyata dari bantuan tersebut, dari situlah subjective well-
beingseseorang dapat meningkat.
Selanjutnya adalah dukungan informasi, maksud dukungan informasi disini
adalah adanya saran, nasehat atau bimbingan baik dari rekan kerja maupun atasan
terhadap invidivu tersebut. Ketika individu tersebut sedang mengalami kesulitan atau
masalah dalam pekerjaannya, atasan memberikan saran, nasehat ataupun kritikan
bagaimana individu tersebut bisa menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan baik.
Pemberian nasehat, saran atau kritikan membuat individu merasakan apa yang
ialakukan dalam pekerjannya diperhatikan, tidak sia-sia, sehingga individu merasa
puas dengan pekerjaan yang telah ia lakukan karena individu mendapat feedback dari
yang telah ia kerjakan. Dukungan jaringan merupakan aspek terakhir dari dukungan
sosial. Dukungan jaringan ini dalah ketika individu merasakan bahwa ada rekan kerja
lainnya yang merasakan hal yang sama, atau memiliki ketertarikan yang sama dengan
dirinya.
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka penelitian dapat dirumuskan dalam
bentuk skema sebagai berikut :
41
Gambar2.1 Skema Kerangka Berpikir
2.5. Hipotesis
2.5.1 Hipotesis Mayor
H1: Terdapat pengaruh secara signifikan kondisi kerja dan dukungan sosial terhadap
subjective well-being.
KONDISI KERJA
Kondisi Kerja Fisik
Kondisi Kerja Psikologis
Kondisi Kerja Temporer
DUKUNGAN SOSIAL
Dukungan Instrumental
Dukungan Penghargaan
Dukungan Informasional
Dukungan Emosi
Dukungan Jaringan Sosial
Subjective Well-
Being
42
2.5.2 Hipotesis Minor
Hipotesis minor yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H2 = Terdapat pengaruh yang signifikan kondisi fisik kerja terhadap subjective well-
being.
H3 = Terdapat pengaruh yang signifikan kondisi psikologis kerja terhadap subjective
well-being.
H4 = Terdapat pengaruh yang signifikan kondisi temporer kerja terhadap subjective
well-being.
H5 = Terdapat pengaruh yang signifikan dukungan instrumental terhadap subjective
well-being.
H6 = Terdapat pengaruh yang signifikan dukungan informasional terhadap subjective
well-being.
H7 = Terdapat pengaruh yang signifikan dukungan penghargaan terhadap subjective
well-being.
H8 = Terdapat pengaruh yang signifikan dukungan emosi terhadap subjective well-
being.
H9 = Terdapat pengaruh yang signifikan dukungan jaringan sosial terhadap subjective
well-being.
44
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian adalah buruh yang bekerja di PT Pratama Abadi Industri.
Buruh yang menjadi populasi pada penelitian ini memiliki karakteristik sebagai
berikut :
1. Buruh berusia 20-50 tahun
2. Pendidikan terakhir minimal Sekolah Menengah Atas (SMA)
3. Bekerja minimal 1 tahun
Tidak seluruh populasi penelitian yang ada di PT Pratama Abadi Industri
dijadikan sampel dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
sampel berjumlah 150 buruh. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah non probability sampling. Dengan demikian, setiap sampel dalam populasi
tidak memiliki peluang yang sama untuk menjadi anggota sampel. Hal ini
dikarenakan jumlah sampel yang tidak diketahui.
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
satu variabel terikat dan dua variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini
45
adalah subjective well-being sedangkan variabel bebas pada penelitian ini adalah
kondisi kerja dan dukungan sosial.
3.2.1 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel yaitu variabel bebas (IV) dan variabel terikat
(DV). Berikut akan diuraikan variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini
Variabel terikat (dependent variable) :
1. Subjective well-being, yang mencakup dimensi-dimensi sebagai berikut:
1. Afek Positif
2. Afek Negatif
3. Kognitif
Variabel bebas (independent variable) :
1. Kondisi kerja, yang mencakup bentuk-bentuk kondisi kerja sebagai berikut:
1. (X1) Variabel kondisi kerja fisik
2. (X2) Variabel kondisi kerja psikologis
3. (X3) Variabel kondisi kerja temporer
2. Dukungan sosial, yang mencakup dimensi-dimensi sebagai berikut:
1. (X4) Variabel dukungan instrumental
2. (X5) Variabel dukungan informasional
3. (X6) Variabel dukungan penghargaan
4. (X7) Variabel dukungan emosi
5. (X8) Variabel dukungan jaringan sosial
46
3.2.2 Definisi Operasional
Setelah menentukan mana yang menjadi variabel terikat dan variabel bebas, maka
selanjutnya peneliti menentukan definisi operasional dari variabel-variabel tadi yang
kemudian akan digunakan dalam penelitian ini. Penjelasan definisi operasional
variabel adalah sebagai berikut :
1. Subjective well being
Subjective well being adalah penilaian individu terhadap kehidupannya yang
meliputi penilaian kognitif mengenai kepuasan hidup dan penilaian afektif
mengenai mood dan emosi (Diener & Lucas, 1999). Pengukuran skor subjective
well-being dalam penelitian ini menggunakan teori Diener & Lucas (1999) yang
mencakup dua dimensi diantaranya penilaian kognitif yaitu mengenai kepuasan
hidup dan penilaian afektif yaitu mengenai mood dan emosi. Adapun skala yang
digunakan adalah skala model Likert.
2. Kondisi Kerja
Kondisi kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan peraturan kerja
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian produktivitas kerja
(Schultz & Schultz, 1990; dalam Anwar, 2005). Pengukuran skor kondisi kerja
dalam penelitian ini menggunakan teori Schultz dan Schultz (dalam Anwar, 2005)
yang mencakup tiga dimensi diantaranya kondisi kerja fisik, kondisi kerja
psikologis dan kondisi kerja temporer. Indikator untuk kondisi kerja fisik adalah:
(1) penerangan (cahaya), (2) kondisi suara (kebisingan), (3) warna, (4) musik, dan
(5) temperatur dan kelembapan. Indikator untuk kondisi kerja psikoligis adalah
47
(1) kebosanan dan (2) keletihan kerja, sedangkan indikator untuk kondisi kerja
temporer adalah: (1) waktu jumlah jam kerja dan (2) waktu jam kerja dan
istirahat. Adapun skala yang digunakan adalah skala model Likert.
3. Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah penerimaan dari orang lain atau keluarga terhadap
individu, yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa seseorang merasa
disayangi, diperhatikan, dihargai, dan ditolong, sehingga menimbulkan perasaan
bahwa kita memiliki arti bagi orang lain atau menjadi bagian dari jaringannya
(Sarafino, 1998). Pengukuran skor dukungan sosial dalam penelitian ini
menggunakan teori Sarafino (1998) yang mencakup lima dimensi diantaranya
dukungan instrumental, dukungan informasi, dukungan penghargaan, dukungan
emosi dan dukungan jaringan sosial. Indikator untuk dukungan instrumental
adalah: (1) adanya bantuan berupa materi dan (2) adanya bantuan berupa jasa dari
pihak keluarga maupun orang lain. Indikator untuk dukungan informasional
adalah: (1) mendapatkan bantuan berupa saran atau umpan balik ketika individu
sedang menghadapi masalah, dan (2) mendapatkan bantuan dalam memecahkan
masalah yang ada. Dukungan penghargaan indikatornya adalah: (1) adanya
penghargaan positif yang diberikan kepada individu, (2) pihak keluarga atau
orang lain menyetujui keputusan yang telah diambil oleh individu, (3) adanya
seseorang yang memberikan semangat, dan (4) adanya perbandingan dengan
individu lain sehingga subjek merasa lebih positif. Dukungan emosi indikatornya
adalah: (1) adanya pihak keluarga atau orang lain yang mendampingi individu, (2)
48
individu merasakan suasana yang hangat, (3) individu merasa diperhatikan, dan
(4) individu mempunyai keyakinan bahwa dirinya dicintai dan dipedulikan.
Dukungan jaringan sosial indikatornya adalah: (1) individu merasa memiliki
teman yang memiliki kesamaan minat dan bersedia menghabiskan waktu
bersamanya. Adapun skala yang digunakan adalah skala model Likert.
3.3. Instrumen Pengambilan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
dalam bentuk skala likert yang memiliki rentangan 1-4. Pengumpulan data dalam
penelitian ini terdiri dari tiga alat ukur. Adapun ketiga alat ukur tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Skala subjective well being
Alat ukur subjective well being merupakan sebuah skala yang digunakan untuk
mengukur persepsi individu terhadap pengalaman hidupnya, yang terdiri dari evaluasi
kognitif dan afektif. Peneliti menggunakan Satisfaction with Life Scale (SWLS) yang
dikembangkan oleh Diener dkk (1985) untuk mengukur evaluasi kognitif yaitu nilai
kepuasan hidup individu secara global.
Responden diminta untuk mengindikasikan kesetujuannya terhadap setiap
pernyataan yang ada. Satisfaction with Life Scale (SWLS) memiliki rentangan skala
dari “sangat tidak setuju” (skala 1) sampai dengan “sangat setuju” (skala 7). Dalam
mengadaptasinya, peneliti menerjemahkan Satisfaction with Life Scale (SWLS)
sendiri kedalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Peneliti mengubah rentangan
49
skala 7 menjadi skala 4 yaitu “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “setuju” dan
“sangat setuju” agar tidak ada kecenderungan jawaban pada skala di tengah-tengah
atau ragu-ragu.
Peneliti juga menggunakan Positive Negative Affect Schedule (PANAS) yang
dikembangkan oleh Watson dkk (1988) untuk mengukur evaluasi afektif individu.
Positive Negative Affect Schedule (PANAS) merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur tingkat terjadinya afek positif dan afek negatif dalam satu waktu dengan
menggunakan skala likert. Alat ukur ini terdiri dari 10 afek positif dan 10 afek
negatif.
Alat ukur Positive Negative Affect Schedule (PANAS) menanyakan seberapa
besar responden merasakan afek tertentu dengan instruksi jangka panjang yaitu
“secara umum” yang lebih menggambarkan trait seseorang. Responden diberikan
pilihan skala 4 yaitu “tidak pernah”, “jarang”, “sering”, dan “sangat sering”.
Secara keseluruhan alat ukur Satisfaction With Life Scale (SWLS) dan PANAS
scale (Positive Affect Negative Schedule) akan disatukan dan diadaptasi oleh peneliti
dengan menggunakan istilah alat ukur subjective well-being.
Tabel 3.1
Blue Print Alat Ukur Subjective Well-Being
Dimensi Fav Unfav Jumlah
Afek Positif 1, 3, 5, 9, 10, 12, 14,
16, 17, 19
- 10
Afek Negatif - 2, 4, 6, 7, 8, 11, 13,
15, 18,20
10
Kognitif 21, 22, 23, 24, 25 - 5
Jumlah 25
50
2. Skala kondisi kerja
Pada skala persepsi kondisi kerja, peneliti membuat pernyataan-pernyataan sesuai
dengan teori dari Schultz dan Schultz (dalam Anwar, 2005). Pernyataan-pernyataan
ini berkaitan dengan aspek-aspek kondisi kerja fisik, psikis dan temporer. Dengan
menggunakan indikator persepsi kondisi kerja fisik: penerangan (cahaya), kondisi
suara (kebisingan), warna, musik, temperatur, dan kelembapan sedangkan indikator
dari aspek dari kondisi kerja psikologis adalah kebosanan dan keletihan kerja.
Sedangkan, indikator dari aspek kondisi kerja temporer adalah waktu jumlah jam
kerja dan istirahat.
Tabel 3.2
Blue Print Alat Ukur Kondisi Kerja
Aspek Indikator Favorable Unfavorable Jumlah
Fisik Penerangan
Kondisi suara
(kebisingan)
Warna
Musik
Temperatur dan
kelembaban
3,7,22
5,9
1,11,20
18
16,32
13,15,29
2,6
4,12,14
8
10,21
6
4
6
2
4
Psikologis Kebosanan
Keletihan Kerja
24,28
26,30
23,27
17,25
4
4
Temporer Waktu jumlah jam kerja
Istirahat
34,38
31,36
29,33
35,37
4
4
Jumlah 38
51
3. Skala dukungan sosial
Skala dukungan sosial dalam penelitian ini disusun peneliti dengan membuat
pernyataan-pernyataan berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Sarafino (1998)
yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental,
dukungan informasi dan dukungan jaringan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 3.3 dibawah ini.
Tabel 3.3
Blue Print Alat Ukur Dukungan Sosial
Dimensi Indikator Fav Unfav Jumlah
Dukungan
Instrumental
- Adanya bantuan berupa
materi
- Adanya bantuan berupa jasa
1, 2, 30
13, 14,
25
20 4
3
Dukungan
Informasional
- Membantu memberikan saran
atau umpan balik ketika ada
masalah
- Membantu memecahkan
masalah yang ada
21
3, 26
-
-
1
2
Dukungan
Penghargaan
- Adanya penghargaan positif
terhadap individu
- Menyetujui akan keputusan
yang diambil
- Ada seseorang yang memberi
semangat
- Adanya perbandingan dengan
individu lain sehingga subjek
merasa lebih positif
4, 22
31
32
-
8, 39
5
6
7
4
2
2
1
Dukungan
Emosi
- Ada yang selalu
mendampingi
- Adanya suasana hangat
- Adanya rasa diperhatikan
- Adanya keyakinan
dipedulikan dan dicintai
33, 38
23, 24
9
10
16, 34
17, 18,
27, 28
35, 36
19
4
7
4
Dukungan
Jaringan
Sosial
- Adanya teman yang memiliki
kesamaan minat dan bersedia
menghabiskan waktu
bersama
11, 12 29, 37 4
Jumlah 39
52
3.4. Uji Validitas Alat Ukur
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, akan
menggunakan Confimatory Factor Analysis (CFA) dengan bantuan software Lisrel
8.70. Adapun langkah-langkah dalam menguji validitas dari setiap alat ukur ini
menurut Jahja Umar (2013) adalah sebagai berikut:
1. Dilakukan uji CFA dengan model satu faktor dan dilihat nilai chi-square yang
dihasilkan. Jika nilai chi-square tidak signifikan (P>0,05) berarti semua item
hanya mengukur satu faktor saja. Namun jika nilai chi-square signifikan
(P<0,05), maka perlu dilakukan modifikasi terhadap model pengukuran yang
diuji sesuai dengan langkah kedua berikut ini.
2. Jika nilai chi-square signifikan (P<0,05), maka dilakukan modifikasi model
pengukuran dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan
pengukuran. Ini terjadi ketika suatu item mengukur selain konstruk yang ingin
diukur, item tersebut juga mengukur hal yang lain (mengukur lebih dari satu
konstruk/multidimensional). Jika setelah beberapa kesalahan pengukuran
dibebaskan untuk saling berkorelasi, maka akan diperoleh model yang fit, maka
model terakhir inilah yang akan digunakan pada langkah selanjutnya.
3. Jika telah diperoleh model yang fit, maka dilakukan analisis item dengan
melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai
koefisien positif.
53
4. Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, maka dilakukan olah data untuk
mendapatkan faktor skornya. Selanjutnya, melakukan pengolahan data
menggunakan SPSS 17.0 dengan ketentuan tidak mengikutsertakan skor
mentah dari item yang didrop.
Terdapat kriteria item yang baik pada CFA, yaitu:
1. Menguji apakah item signifikan atau tidak mengukur apa yang hendak diukur,
dengan menggunakan t-test. Melihat signifikan tidaknya item tersebut
mengukur faktornya dengan melihat nilai t bagi koefisien muatan faktor item.
Perbandingannya adalah jika t > 1,96 maka item tersebut tidak akan didrop dan
sebaliknya.
2. Melihat koefisien muatan faktor dari item. Jika item tersebut sudah diskoring
dengan favorable (pada skala model likert 1 – 4), maka nilai koefisien muatan
faktor item bernilai negatif, maka item tersebut akan didrop dan sebaliknya.
3. Terakhir, apabila kesalahan pengukuran item terlalu banyak berkorelasi, maka
item tersebut akan didrop. Sebab, item yang demikian selain mengukur apa
yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain (multidimensi).
3.4.1. Uji Validitas Skala Subjective Well-Being
Peneliti menguji apakah 25 item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-item
tersebut benar-benar hanya mengukur subjective well-being. Dari hasil awal analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square
= 1564.43, df = 275, P-value = 0.00000 dan RMSEA = 0.177. Namun, setelah
54
dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran di beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan P-value
> 0,05 (signifikan). Artinya model satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item
hanya mengukur satu faktor saja yaitu subjective well-being.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu
di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 , maka item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item subjective well-being dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 3.4
Muatan Faktor Item Skala Subjective Well-Being
Instrumen
Penelitian
Goodness of fit No. Item
Factor
Loading Std. Error T-Value Sig
Chi-Square Df P-Value
1. 0.59 0.07 8.31 V
2. -0.12 0.07 -1.75 X
3. 0.82 0.07 11.64 V
4. -0.47 0.07 -6.43 X
5. 0.51 0.07 7.30 V
6. -0.43 0.08 -5.58 X
7. -0.33 0.07 -4.45 X
8. -0.51 0.08 -6.21 X
9. 0.67 0.07 9.66 V
Subjective
well-being
201.16 171 0.05714 10. 0.25 0.08 3.02 V 11. -0.15 0.08 -1.84 X
12. 0.12 0.08 1.49 X
13. -0.23 0.07 -3.09 X
14. 0.35 0.08 4.38 V
15. -0.16 0.07 -2.25 X
16. 0.65 0.07 9.56 V
17. 0.84 0.06 13.20 V
18. -0.12 0.08 -1.49 X
19. 0.31 0.08 4.13 V
20. -0.26 0.07 -3.49 X
21. 0.40 0.07 3.61 V
22. 0.67 0.07 9.91 V
23. 0.55 0.07 7.48 V
24. 0.69 0.07 9.71 V
25. 0.30 0.08 4.01 V
Keterangan : V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan (t < 1.96)
55
Berdasarkan tabel 3.4 terlihat bahwa dari 25 item yang mengukur subjective
well-being, 14 item signifikan dengan t > 1.96 dan bertanda positif. Sedangkan, 11
item lainnya tidak signifikan dengan t < 1.96 dan bertanda negatif. Artinya
berdasarkan hasil pengujian ini terdapat 11 item yang di drop.
3.4.2. Uji Validitas Skala Kondisi Kerja Fisik
Peneliti menguji apakah 22 item dari skala kondisi kerja fisik bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur kondisi kerja fisik saja. Dari hasil awal analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-
Square=1078.50, df=209, P-value=0.00000, RMSEA=0.167. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square=166.99, df=139, P-value=0.05294, RMSEA=0.037 (dengan P-value > 0,05
atau tidak signifikan) Artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu di drop
atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran kondisi kerja fisik disajikan pada
tabel 3.5 berikut:
56
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item Skala Kondisi Kerja Fisik
Instrumen
Penelitian
Goodness of fit No. Item Factor
Loading
Std.
Error T-Value Sig
Chi-Square Df P-Value
1. 0.14 0.09 1.64 X
2. 0.33 0.08 3.96 V
3. 0.17 0.08 2.08 V
4. 0.23 0.09 2.76 V
5. -0.23 0.09 -2.63 X
6. 0.43 0.08 5.30 V
7. 0.20 0.08 2.36 V
8. 0.26 0.09 2.91 V
9. -0.19 0.08 -2.23 X
Kondisi
Kerja Fisik 166.99 139 0.05294 10. 0.59 0.08 7.35 V
11. 0.15 0.08 1.83 X
12. 0.75 0.07 10.50 V
13. 0.55 0.08 6.77 V
14. 0.68 0.08 8.99 V
15. -0.08 0.09 -0.89 X
16. -0.58 0.08 -7.37 X
17. 0.81 0.08 3.79 V
18. -0.73 0.07 -9.88 X
19. -0.18 0.08 -2.11 X
20. -0.45 0.08 -5.00 X
21. -0.41 0.08 -5.00 X
22. 0.16 0.09 1.70 X
Keterangan : V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan (t < 1.96)
Berdasarkan tabel 3.5 terlihat bahwa dari 22 item yang mengukur kondisi kerja
fisik, 11 item signifikan dengan t > 1.96 dan bertanda positif. Sedangkan, 11 item
lainnya tidak signifikan dengan t < 1.96 dan bertanda negatif. Artinya berdasarkan
hasil pengujian ini terdapat 11 item yang di drop.
3.4.3 Uji Validitas Kondisi Kerja Psikologis
Peneliti menguji apakah 8 item dari skala kondisi kerja psikologis bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur kondisi kerja psikologis saja. Dari
57
hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit,
dengan Chi-Square=79.13, df=20, P-value=0.00000, RMSEA=0.141. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square=24.31, df=16, P-value=0.08290, RMSEA=0.059 (dengan P-value > 0,05 atau
tidak signifikan) Artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu di drop
atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran kondisi kerja fisik disajikan pada
tabel 3.6 berikut:
Tabel 3.6
Muatan Item Faktor Skala Kondisi Kerja Psikologis
Instrumen
Penelitian
Goodness of fit No. Item Factor
Loading
Std. Error T-Value Sig Chi-Square Df P-Value
1. 0.05 0.09 0.60 X
2. 0.45 0.09 5.24 V
3. 0.69 0.08 8.24 V
4. 0.83 0.08 10.92 V
Kondisi Kerja
Psikologis
Psikolo
24.31 16 0.08290 5. -0.75 0.08 -9.34 X Psikologis
6. -0.40 0.08 -4.77 X
7. 0.40 0.09 4.57 V
8. 0.39 0.08 4.68 V
Keterangan : V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan (t < 1.96)
Berdasarkan tabel 3.6 terlihat bahwa dari 8 item yang mengukur kondisi kerja
psikologis, 5 item signifikan dengan t > 1.96 dan bertanda positif. Sedangkan, 3 item
58
lainnya tidak signifikan dengan t < 1.96 dan bertanda negatif. Artinya berdasarkan
hasil pengujian ini terdapat 3 item yang di drop.
3.4.4. Uji Validitas Kondisi Kerja Temporer
Peneliti menguji apakah 8 item dari skala kondisi kerja temporer bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur kondisi kerja temporer saja. Dari hasil
awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit,
dengan Chi-Square=90.54, df=20, P-value=0.00000, RMSEA=0.154. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square=27.34, df=17, P-value=0.05322, RMSEA=0.064 (dengan P-value > 0,05 atau
tidak signifikan) Artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu di drop
atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran kondisi kerja fisik disajikan pada
tabel 3.7 berikut:
59
Tabel 3.7
Muatan Item Faktor Skala Kondisi Kerja Temporer
Instrumen
Penelitian
Goodness of fit No. Item Factor
Loading
Std. Error T-Value Sig Chi-Square Df P-Value
1. 0.48 0.09 5.37 V
2. 0.45 0.09 5.26 V
3. 0.56 0.09 6.28 V
4. 0.57 0.08 6.82 V
Kondisi Kerja
Tempore
24.31 16 0.08290 5. 0.33 0.09 3.74 V Temporer
6. 0.48 0.09 5.63 V
7. 0.69 0.08 8.64 V
8. 0.65 0.09 7.50 V
Keterangan : V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan (t < 1.96)
Dari tabel 3.7 dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan semua
koefisien bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item sesuai
dengan sifat item. Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di drop.
3.4.5. Uji Validitas Skala Dukungan Instrumental
Peneliti menguji apakah 7 item dari skala dukungan instrumental bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur dukungan instrumental saja. Dari
hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit,
dengan Chi-Square=78.87, df=14, P-value=0.00000, RMSEA=0.176. Namun, setelah
dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square=12.80, df=11, P-value=0.30657 RMSEA=0.033 (dengan P-value > 0,05 atau
tidak signifikan) Artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima.
60
Dari tabel 3.8 dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan semua
koefisien bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item sesuai
dengan sifat item. Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di drop.
Tabel 3.8
Muatan Item Faktor Skala Dukungan Instrumental
Instrumen
Penelitian
Goodness of fit No. Item
Factor
Loading Std. Error T-Value Sig Chi-Square Df P-Value
1. 0.39 0.09 4.14 V
2. 0.54 0.10 5.55 V
3. 0.65 0.09 7.01 V
Dukungan
Instrumental 12.80 11 0.30657 4. 0.64 0.09 7.39 V
5. 0.22 0.09 2.36 V
6. 0.63 0.09 7.25 V
7. 0.29 0.09 3.12 V
Keterangan : V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan (t < 1.96)
3.4.6. Uji Validitas Dukungan Informasional
Peneliti menguji apakah 3 item dari skala dukungan instrumental bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur dukungan instrumental saja. Dari
hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata fit,
dengan Chi-Square=0.00, df=0, P-value=1.00000, RMSEA=0.000. Artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima.
Dari tabel 3.9 dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan semua
koefisien bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item sesuai
dengan sifat item. Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di drop.
61
Tabel 3.9
Muatan Item Faktor Skala Dukungan Informasional
Instrumen
Penelitian
Goodness of fit No. Item
Factor
Loading Std. Error T-Value Sig Chi-Square Df P-Value
1. 0.31 0.09 3.53 V
Dukungan
Informasional 0.000 0 1.00000 2. 0.80 0.12 6.63 V
3. 0.84 0.12 6.78 V
Keterangan : V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan (t < 1.96)
3.4.7. Uji Validitas Dukungan Penghargaan
Peneliti menguji apakah 9 item dari skala dukungan penghargaan bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur dukungan penghargaan saja. Dari
hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit,
dengan Chi-Square=190.41, df=27, P-value=0.00000, RMSEA=0.202. Namun,
setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square=29.81, df=19, P-value=0.05433 RMSEA=0.062 (dengan P-value
> 0,05 atau tidak signifikan) Artinya model dengan satu faktor (unidimensional)
dapat diterima.
Berdasarkan tabel 3.10 terlihat bahwa dari 9 item yang mengukur dukungan
penghargaan, 7 item signifikan dengan t > 1.96 dan bertanda positif. Sedangkan, 1
item lainnya tidak signifikan dengan t < 1.96 dan bertanda negatif. Artinya
berdasarkan hasil pengujian ini terdapat 1 item yang di drop.
62
Tabel 3.10
Muatan Item Faktor Skala Dukungan Penghargaan
Instrumen
Penelitian
Goodness of fit No. Item Factor
Loading Std. Error T-Value Sig
Chi-Square Df P-Value
1. 0.47 0.09 5.30 V
2. 0.22 0.09 2.38 V
3. 0.56 0.08 6.59 V
Dukungan
Penghargaan 29.81 19 0.05433 4. 0.80 0.08 10.03 V
5. 0.59 0.09 6.89 V
6. 0.29 0.09 3.28 V
7. 0.55 0.09 6.43 V
8. -0.51 0.09 -5.95 X
9. 0.44 0.09 5.12 V
Keterangan : V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan (t < 1.96)
3.4.8. Uji Validitas Dukungan Emosi
Peneliti menguji apakah 15 item dari skala dukungan emosi bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur dukungan emosi saja. Dari hasil awal analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-
Square=637.30, df=90, P-value=0.00000, RMSEA=0.202. Namun, setelah dilakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square=76.61, df=59, P-value=0.06135 RMSEA=0.045 (dengan P-value > 0,05 atau
tidak signifikan) Artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima.
Dari tabel 3.11 dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan semua
koefisien bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item sesuai
dengan sifat item. Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di drop.
63
Tabel 3.11
Muatan Item Faktor Skala Dukungan Emosi
Instrumen Penelitian
Goodness of fit No. Item Factor
Loading Std. Error T-Value Sig
Chi-Square
Df P-Value
1. 0.32 0.09 3.54 V
2. 0.38 0.09 4.23 V
3. 0.58 0.08 6.83 V
4. 0.52 0.09 5.63 V
5. 0.59 0.08 7.44 V
6. 0.64 0.08 7.98 V
Dukungan Emosi 76.61 59 0.06135 7. 0.43 0.09 4.95 V
8. 0.18 0.09 2.03 V
9. 0.29 0.08 3.42 V
10. 0.39 0.09 4.58 V
11. 0.44 0.09 4.78 V
12. 0.77 0.08 9.84 V
13. 0.75 0.08 9.27 V
14. 0.41 0.08 4.96 V
15 0.38 0.09 4.15 V
Keterangan : V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan (t < 1.96)
3.4.9. Uji Validitas Dukungan Jaringan Sosial
Peneliti menguji apakah 4 item dari skala dukungan jaringan sosial bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur dukungan jaringan sosial saja. Dari
hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata fit,
dengan Chi-Square=0.72, df=1, P-value=0.39688, RMSEA=0.000. Artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima.
Dari tabel 3.12 dapat dilihat bahwa seluruh item tidak signifikan (t <1,96) tetapi
semua koefisien bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item
tidak sesuai dengan sifat item. Dengan demikian item-item tersebut akan di drop.
64
Tabel 3.12
Muatan Item Faktor Skala Dukungan Jaringan Sosial
Instrumen Penelitian
Goodness of fit No. Item Factor
Loading Std. Error T-Value Sig
Chi-Square Df P-Value
1. 0.19 0.22 0.87 X
Dukungan Jaringan Sosial
0.72 1 0.39668 2. 1.46 1.59 0.92 X
3. 0.19 0.22 0.86 X
4. 1.45 1.58 0.92 X
Keterangan : V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan (t < 1.96)
3.5. Teknik Analisis Data
Dalam rangka menguji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan analisis regresi
berganda. Dalam hal ini yang dijadikan DV (variabel yang dianalisis varianya) adalah
sikap terhadap perubahan organisasi, sedangkan yang dijadikan IV (prediktor) adalah
kondisi kerja fisik, kondisi kerja psikologis, kondisi kerja temporer, dukungan
instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan, dukungan emosi dan
dukungan jaringan sosial.
Setelah melakukan analisis faktor dengan metode CFA (Confirmatory Factor
Analysis), maka akan didapatkan data variabelyang berupa true-score yang
selanjutnya dijadikan input untuk dianalisis dengan regresi berganda.
Karena dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis
statistik, maka hipotesis penelitian yang ada diubah menjadi hipotesis nihil. Hipotesis
nihil inilah yang akan diuji dalam analisis statistik nantinya. Pada penelitian ini
digunakan analisis regresi berganda dimana terdapat lebih dari satu variabel bebas
65
untuk memprediksi variabel terikat. Pada penelitian ini terdapat delapan independent
variable (variabel bebas) dan satu dependent variable (variabel terikat).
Adapun persamaan regresi berganda untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
Y’ = a + b1X1 + b2x2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + e
jika dituliskan variabelnya maka :
Y’ = Nilai prediksi Y (Sikap terhadap perubahan organisasi)
a = intercept (konstan)
b = koefisien regresi untuk masing-masing X
X1 = Kondisi kerja fisik
X2 = Kondisi kerja psikologis
X3 = Kondisi kerja temporer
X4 = Dukungan instrumental
X5 = Dukungan informasional
X6 = Dukungan penghargaan
X7 = Dukungan emosi
X8 = Dukungan jaringan sosial
e = residu
Tahap yang kedua adalah menghitung proporsi varian yang dapat dijelaskan
oleh delapan independent variable (R2). R2 (squared multiple correlation coefficient)
bernilai antara 0 hingga 1. Ketika R2 dikalikan dengan 100, maka peneliti
mendapatkan persentase varian dari subjective well-being yang dapat dijelaskan oleh
delapan independent variable. Rumus dari R2 adalah sebagai berikut :
66
R2 = SS reg
∑ y2
Langkah selanjutnya yaitu, melakukan uji signifikansi. Dalam penelitian ini,
paling tidak ada tiga uji signifikansi. Yang pertama adalah uji signifikansi dari R2.
Setelah itu, R2 akan diuji signifikansinya dengan uji F. Selanjutnya, uji signfikansi
dari koefisien regresi atas masing-masing independent variable. Koefisien regresi
diuji dengan uji t. Dan langkah terakhir yaitu uji dari kenaikan proporsi varian yang
dapat dijelaskan atau R2 change.
3.6. Prosedur Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
1. Menentukan dan menyusun instrumen yang akan digunakan dalam penelitian,
yaitu skala yang mengukur subjective well-being, kondisi kerja , dan dukungan
sosial yang dimodifikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Simmon Grebner, dkk (2003).
2. Mendiskusikan item-item dengan dosen pembimbing untuk mengecek ketepatan
hasil adaptasi item-item dari setiap alat ukur yang digunakan dalam penelitian
ini.
3. Penyebaran skala ukur ini akan diberikan kepada responden yaitu buruh di PT.
Pratama Abadi Industri.
4. Melakukan skoring terhadap skala atau alat ukur yang telah terkumpul kemudian
datanya akan dianalisis.
67
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Dalam bab empat ini dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan.
Pembahasan tersebut meliputi tiga bagian yaitu, gambaran subjek penelitian,
analisis deskriptif dan pengujian hipotesis penelitian.
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Berikut ini akan diuraikan gambaran responden berdasarkan jenis kelamin, usia,
dan lama bekerja. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sampel sebanyak
150 buruh yang bekerja di PT. Pratama Abadi Industri.
Tabel 4.1
Gambaran Umum Responden
Responden
Berdasarkan Jumlah
Persentase
(%)
Jenis Kelamin Laki-laki 45 30%
Perempuan 105 70%
Jumlah 150 100%
Usia 21-40 139 92,6%
41-60 11 7,33%
Jumlah 150 100%
Lama Bekerja 1-10 128 85,3%
11-20 19 12,6%
21-30 3 2,1%
Jumlah 150 100%
Berdasarkan data yang terdapat dalam Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa responden
laki-laki berjumlah 45 orang (30%) dan responden perempuan berjumlah
68
Berdasarkan data yang terdapat dalam Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa responden
laki-laki berjumlah 45 orang (30%) dan responden perempuan berjumlah 105
orang (70%). Dengan demikian, responden yang terdapat dalam penelitian ini
sebagian besar berjenis kelamin perempuan.
Dalam mengelompokkan responden berdasarkan usia, peneliti membaginya
berdasarkan periode perkembangan. Responden yang terdapat dalam penelitian ini
berada pada periode perkembangan dewasa awal dan dewasa madya. Menurut
Hurlock, masa dewasa awal rentang usianya adalah 21-40 tahun dan dewasa awal
rentang usianya adalah 40-60 tahun (Sobur, 2003). Berdasarkan data yang
terdapat dalam tabel 4.1, dapat dilihat bahwa responden yang berada pada masa
perkembangan dewasa awal (21-40 tahun) berjumlah 139 orang (92,67%)
sedangkan responden yang berada pada masa perkembangan dewasa madya (41-
60 tahun) berjumlah 11 orang (7,33 %). Hal ini menandakan bahwa mayoritas
responden dalam penelitian ini adalah responden yang berada pada periode
perkembangan dewasa awal yang berada pada rentang usia 21-40 tahun.
Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 4.1, dapat dilihat bahwa
responden yang lama bekerja 1-10 tahun berjumlah 128 orang (85,3 %),
responden yang lama bekerja 11-20 tahun berjumlah 19 orang (12,6%) sedangkan
yang lama bekerja 21-30 tahun berjumlah 3 orang (2,1 %). Dengan demikian,
mayoritas responden dalam penelitian ini adalah responden yang lama bekerjanya
1-10 tahun.
69
4.2. Hasil Analisis Deskriptif
Pada penelitian ini terdapat delapan variabel kontinum diantaranya subjective
well-being, kondisi kerja fisik, kondisi kerja psikologis, kondisi kerja temporer,
dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan dan
dukungan emosi. Sebelum diuraikan secara lebih detail tentang hasil analisis
regresi, peneliti akan memaparkan hasil analisis deskriptif untuk variabel
kontinum. Peneliti juga membuat kategorisasi skor untuk masing-masing variabel
independen kontinum.
4.2.1 Statistik Deskripstif Variabel Independen Kontinum
Perlu diingat bahwa pada penelitian ini skor yang digunakan dalam analisis
statistik adalah skor faktor yang dihitung untuk menghindari estimasi bias dari
kesalahan pengukuran. Jadi, perhitungan skor faktor pada tiap variabel tidak
menjumlahkan item-item seperti pada umumnya, tetapi dihitung dengan maximum
likelihood, skor ini disebut true score. Item-item yang dianalisis oleh maximum
likelihood adalah item yang bermuatan positif dan signifikan. Adapun true score
yang dihasilkan oleh maximum likelihood satuannya berbentuk Z score. Untuk
menghilangkan bilangan negatif dari Z score, semua skor ditransformasikan ke
skala T yang semuanya positif dengan menetapkan nilai mean = 50 dan standar
deviasi = 10. Pada tabel 4.5 digambarkan hasil deskriptif statistik dari seluruh
variabel kontinum yang berisi nilai mean, standar deviasi (SD), nilai maksimum
dan minimum dari masing-masing variabel.
70
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Subjective well-
being
150 31,23 71,15 50 9.34980
Kondisi Kerja
Fisik
150 25.30 75.00 50 8.57023
Kondisi Kerja
Psikologis
150 31.95 74.14 50 8.78923
Kondisi Kerja
Temporer
150 20.49 78.16 50 8.36457
Dukungan
Instrumental
150 17.47 75.75 50 8.21086
Dukungan
Informasional
150 29.37 62.88 50 8.37670
Dukungan
Penghargaan
150 25.93 76.72 50 8.11263
Dukungan Emosi 150 24.71 76.75 50 8.76638
Berdasarkan tabel 4.2, diketahui deskripsi statistik pada seluruh variabel
independen maupun variabel dependen dengan masing-masing nilai mean 50 dan
SD 10, namun karena terdapat distribusi yang tidak simetri maka tidak semua SD
memiliki nilai yang sama persis. Nilai minimum untuk variabel subjective well-
being yaitu 31,23 dan nilai maksimumnya yaitu 71,15. Untuk variabel kondisi
kerja fisik memiliki nilai minimum 25,30 dan nilai maksimum 75,00. Selanjutnya
variabel kondisi kerja psikologis memiliki nilai minimum 31,95 dan nilai
maksimum 74,14. Kemudian variabel kondisi kerja temporer memiliki nilai
minimum 20,49 dan nilai maksimum 78,16. Variabel dukungan instrumental
memiliki nilai minimum 17,47 dan variabel maksimum 75,75. Untuk variabel
71
dukungan informasional memiliki nilai minimum 29,37 dan nilai maksimum
62,88. Selanjutnya variabel dukungan penghargaan memiliki nilai minimum 25,93
dan nilai maksimum 76,72. Berikutnya yang terakhir variabel dukungan emosi
memiliki nilai minimum 24,71 dan nilai maksimum 76,75.
4.2.2 Pengelompokan Subjek Berdasarkan Skor Variabel Penelitian
Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-
kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan
atribut yang diukur. Kontinum berjenjang ini contohnya adalah dari rendah ke
tinggi yang akan peneliti gunakan dalam kategorisasi variabel penelitian.
Sebelum mengkategorisasi skor masing-masing variabel berdasarkan tingkat
rendah dan tinggi, peneliti terlebih dahulu menetapkan norma dari skor dengan
menggunakan nilai mean. Skor yang berada di bawah nilai mean termasuk pada
kategori rendah sedangkan skor yang berada di atas nilai mean termasuk pada
kategori tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.3
Pengelompokkan Subjek Berdasarkan Skor
Kategorisasi & Presentase Skor
No Variabel Rendah % Tinggi %
1 Subjective well-being 65 43,33% 85 56,67%
2 Kondisi Kerja Fisik 82 54,67% 68 45,33%
3 Kondisi Kerja Psikologis 95 63,33% 55 36,67%
4 Kondisi Kerja Temporer 76 50,67% 74 49,33%
5 Dukungan Instrumental 59 39,33% 91 60,67%
6 Dukungan Informasional 86 57,33% 64 42,67%
7 Dukungan Penghargaan 97 64,67% 53 35,33%
8 Dukungan Emosi 82 54,67% 68 45,33%
72
Berdasarkan tabel 4.3, subjek yang berada di kategori rendah pada variabel
subjective well-being berjumlah 65 subjek (43,33 %). Pada kategori tinggi yaitu
sebanyak 85 subjek (56,67 %). Dengan demikian, dari kategorisasi ini variabel
subjective well-being lebih banyak berada pada kategori tinggi.
Selanjutnya yaitu kategori skor dari variabel kondisi kerja fisik, hasilnya
adalah sebanyak 82 orang (54,67 %) berada pada kategori rendah dan 68 subjek
(45,33%) berada pada kategori tinggi. Artinya subjek pada variabel kondisi kerja
fisik lebih banyak berada pada kategori rendah.
Kemudian skor untuk variabel kondisi kerja psikologis memiliki sebaran
sebanyak 95 subjek (63,33%) pada kategori rendah dan 55 subjek (36,67%) pada
kategori tinggi. Hal ini menunjukkan kategori rendah lebih banyak daripada
kategori tinggi pada variabel kondisi kerja psikologis.
Variabel kondisi kerja temporer yang berada pada kategori rendah
sebanyak 76 subjek (50,67%) sedangkan untuk kategori tinggi sebanyak 74 subjek
(49,33 %). Ini berarti pada variabel kondisi kerja temporer sebarannya lebih
banyak pada kategori rendah daripada kategori tinggi.
Variabel dukungan instrumental pada kategori rendah berjumlah 59 subjek
(39,33 %) sedangkan pada kategori tinggi berjumlah 91 subjek (60,67%). Artinya
pada variabel dukungan instrumental ini skor subjek lebih banyak pada kategori
tinggi.
Variabel dukungan informasional memiliki sebaran sebanyak 86 subjek
(57,33 %) pada kategori rendah dan 64 subjek (42,67 %) pada kategori tinggi. Hal
73
ini menunjukkan subjek pada variabel dukungan informasional lebih banyak
berada pada kategori rendah.
Selanjutnya variabel dukungan penghargaan memiliki sebaran sebanyak 97
subjek (64,67%) pada kategori rendah dan 53 subjek (35,33%) pada kategori
tinggi. Artinya, skor subjek lebih banyak pada kategori rendah.
Kategori skor untuk variabel dukungan emosi memiliki sebaran sebanyak
82 subjek (54,67 %) pada kategori rendah dan 68 subjek (45,33%) pada kategori
tinggi. Hal ini menunjukkan kategori rendah lebih banyak daripada kategori tinggi
pada variabel dukungan emosi.
4.3 Hasil Uji Hipotesis Penelitian
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi
berganda dengan menggunakan software SPSS 16. Seperti yang sudah disebutkan
pada Bab 3, dalam regresi ada tiga hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R
square untuk mengetahui varians DV yang dijelaskan oleh IV, kedua apakah
secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV, kemudian
terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV.
Langkah pertama peneliti melihat besaran R square untuk melihat berapa
persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV Selanjutnya untuk tabel R square
dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut :
74
Tabel 4.4
Tabel R square
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .348a .121 .078 8.97809
a. Predictors: (Constant), DS_Emosi, KK_Psikologis, KK_Fisik,
DS_Informasional, KK_Temporer, DS_Instrumental,
DS_Penghargaan
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa peroleh R square sebesar 0.121.
artinya proporsi varians dari subjective well-being yang dijelaskan oleh kondisi
kerja fisik, kondisi kerja psikologis, kondisi kerja temporer, dukungan
instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan dan dukungan
emosi adalah sebesar 12,1 % sedangkan 87,9% sisanya dipengaruhi oleh variabel
lain diluar penelitian ini.
Langkah kedua peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent
variable terhadap subjective well-being. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada
tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5
Tabel Anova
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1579.344 7 225.621 2.799 .009a
Residual 11446.062 142 80.606
Total 13025.406 149
a. Predictors: (Constant), DS_Emosi, KK_Psikologis, KK_Fisik, DS_Informasional,
KK_Temporer, DS_Instrumental, DS_Penghargaan
b. Dependent Variable: SWB1
75
Jika melihat kolom keenam dari kiri diketahui bahwa (p < 0,05), maka
hipotesis nihil yang menyatakan ada pengaruh dari seluruh independent variable
terhadap subjective well-being ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari
kondisi kerja fisik, kondisi kerja psikologis, kondisi kerja temporer, dukungan
instrumental, dukungan informasional, dukungan penghargaan dan dukungan
emosi.
Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap independent variable.
Jika nilai t > 1,96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa
IV tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap subjective well-being.
Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6
Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 35.774 10.289 3.477 .001
KK_Fisik .072 .098 .066 .739 .461
KK_Psikis -.034 .095 -.032 -.361 .719
KK_Temporer .000 .110 .000 -.003 .998
DS_Instrumental .076 .113 .067 .676 .500
DS_Informasional -.217 .104 -.195 -2.093 .038
DS_Penghargaan .357 .120 .310 2.973 .003
DS_Emosi .031 .123 .029 .249 .804
a. Dependent Variable: SWB1
76
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.6, dapat disampaikan persamaan
regresi sebagai berikut : (* signifikan)
Subjective well-being = 35.774 + 0.072 kondisi kerja fisik - 0,034 kondisi kerja
psikologis + 0.000 kondisi kerja temporer + 0.076 dukungan instrumental +
0,217 dukungan informasional* + 0.357 dukungan penghargaan* + 0.031
dukungan emosi
Dari tabel 4.6, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang
dihasilkan, kita cukup melihat sig pada kolom paling kanan (kolom keenam), jika
p < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan, signifikan pengaruhnya terhadap
subjective well-being dan sebaliknya. Dari hasil di atas hanya koefisien dukungan
informasional dan dukungan penghargaan yang signifikan, sedangkan sisanya
tidak. Hal ini berarti dari 8 hipotesis minor hanya terdapat satu yang signifikan.
Penjelasan dari nilai masing-masing koefisien regresi IV adalah sebagai berikut :
a. Variabel Kondisi Kerja Fisik : nilai koefisien regresi kondisi kerja fisik
sebesar 0,072 dan angka signifikan sebesar 0,461( p > 0,05) yang berarti
variabel kondisi kerja fisik secara positif tidak mempengaruhi secara
signifikan terhadap subjective well-being.
b. Variabel Kondisi Kerja Psikologis : nilai koefisien regresi kondisi kerja
psikologis sebesar -0,034 dan angka signifikan sebesar 0,719 ( p > 0,05) yang
berarti variabel kondisi kerja psikologis secara negatif tidak mempengaruhi
secara signifikan terhadap subjective well-being.
c. Variabel Kondisi Kerja Temporer : nilai koefisien regresi kondisi kerja
temporer sebesar 0,000 dan angka signifikan sebesar 0,998 (p > 0,05 ) yang
77
berarti variabel kondisi kerja temporer secara positif tidak mempengaruhi
secara signifikan terhadap subjective well-being.
d. Variabel Dukungan Instrumental : nilai koefisien regresi dukungan
instrumental sebesar 0,076 dan angka signifikan sebesar 0,500 (p > 0,05)
yang berarti variabel dukungan instrumental secara positif tidak
mempengaruhi secara signifikan terhadap subjective well-being.
e. Variabel Dukungan Informasional : nilai koefisien regresi variabel dukungan
informasional adalah sebesar -0,217 dan angka signifikan sebesar 0,038 ( p <
0,05) yang berarti variabel dukungan informasional secara negatif
mempengaruhi secara signifikan terhadap subjective well-being. Artinya,
semakin tinggi dukungan informasional maka semakin rendah subjective
well-being.
f. Variabel Dukungan Penghargaan : nilai koefisien regresi variabel dukungan
penghargaan adalah sebesar 0,357 dan angka signifikan sebesar 0,003 ( p <
0,05) yang berarti variabel dukungan penghargaan secara positif
mempengaruhi secara signifikan terhadap subjective well-being. Artinya,
semakin tinggi dukungan penghargaan maka semakin tinggi subjective well-
being.
g. Variabel Dukungan Emosi : nilai koefisien regresi variabel dukungan emosi
sebesar 0,031 dan angka signifikan sebesar 0,804 ( p > 0,05 ) yang berarti
variabel dukungan emosi secara positif tidak mempengaruhi secara signifikan
terhadap subjective well-being.
78
Pada pembahasan sebelumnya telah diketahui hanya terdapat dua IV yang
dampaknya signifikan terhadap subjective well-being. Namun, peneliti juga ingin
melihat varian dari masing-masing IV yang memiliki kontribusi paling tinggi
terhadap subjective well-being. Oleh karena itu, peneliti melakukan analisis
regresi secara hirarkial. Awalnya peneliti memasukkan satu IV kemudian
memasukkan satu IV lagi dan begitu seterusnya sehingga seluruh masing-masing
IV dimasukkan. Berdasarkan hasil hitungan menggunakan program SPSS 17.0 ,
berikut ini adalah tabel proporsi varian subjective well-being yang terkait dengan
IV, yaitu :
Tabel 4.7
Sumbangan Masing-Masing Independent Variable
Pada tabel 4.7 diatas, kolom pertama ada IV yang dianalisis satu per satu,
kolom kedua merupakan penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu
per satu tersebut, kolom ketiga merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV
yang dimasukan satu per satu, kolom keempat adalah nilai F hitung dari IV yang
bersangkutan, kolom df adalah derajat kebebasan dari IV yang bersangkutan yang
terdiri dari numerator dan denumerator, kolom F tabel adalah kolom mengenai IV
pada tabel F dengan df yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah yang
akan dibandingkan dengan nilai kolom F hitung. Apabila nilai F hitung lebih
Model R Square Change Statistics
R Square
Change
Sig. F
Change
Sig
1 0,031 0,031 0,461 Tidak signifikan
2 0,033 0,002 0,719 Tidak signifikan
3 0,036 0,003 0,998 Tidak signifikan 4 0,039 0,004 0,500 Tidak signifikan
5 0,047 0,007 0,038 Signifikan 6 0,121 0,074 0,003 Signifikan
7 0,121 0,000 0,804 Tidak signifikan
79
besar daripada nilai F tabel, maka di kolom selanjutnya akan ditulis signifikan,
begitu pun sebaliknya.
Dari tabel di atas dapat diperoleh informasi sebagai berikut :
1. Variabel kondisi kerja fisik memberikan sumbangan sebesar 3,1 % terhadap
varians subjective well-being. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara
statistik karena nilai sig F Change = 0,461 ( p > 0,05)
2. Variabel kondisi kerja psikologis memberikan sumbangan sebesar 0,2 %
terhadap varians subjective well-being. Sumbangan tersebut tidak signifikan
secara statistik karena nilai sig F Change = 0,719 ( p > 0,05)
3. Variabel kondisi kerja temporer memberikan sumbangan sebesar 0,3 %
terhadap varians subjective well-being. Sumbangan tersebut tidak signifikan
secara statistik karena nilai sig F Change = 0,998 ( p > 0,05)
4. Variabel dukungan instrumental memberikan sumbangan sebesar 0,4 %
terhadap varians subjective well-being. Sumbangan tersebut tidak signifikan
secara statistik karena nilai sig F Change = 0,500 ( p > 0,05)
5. Variabel dukungan informasional memberikan sumbangan sebesar 0,7 %
terhadap varians subjective well-being. Sumbangan tersebut signifikan
secara statistik karena nilai sig F Change = 0,03 ( p < 0,05 )
6. Variabel dukungan penghargaan memberikan sumbangan sebesar 7,4 %
terhadap varians subjective well-being. Sumbangan tersebut signifikan
secara statistik karena nilai sig F Change = 0,003 ( p < 0,05)
80
7. Variabel dukungan emosi memberikan sumbangan sebesar 0 % terhadap
varians subjective well-being. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara
statistik karena nilai sig F Change = 0,804( p > 0,05 )
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh variabel
independen, yaitu kondisi kerja fisik, kondisi kerja psikologis, kondisi kerja
temporer, dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan
penghargaan dan dukungan emosi jika dilihat dari besarnya pertambahan R
Square yang dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan variabel independen
(sumbangan proporsi varian yang diberikan). Dari ketujuh variabel independen
tersebut yang memberikan sumbangan paling besar terhadap variabel dependen
dilihat dari besarnya pertambahan R Square yaitu variabel dukungan penghargaan
yang memberikan sumbangan sebesar 7,4 % terhadap subjective well-being.
81
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab lima peneliti memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang dilakukan. Bab ini
terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi dan saran.
5.1 Kesimpulan
Berdasakan hasil uji hipotesis mayor didapatkan kesimpulan bahwa adanya pengaruh yang
signifikan antara kondisi kerja fisik, kondisi kerja psikologis, kondisi kerja temporer, dukungan
instrumental, dukungan informasional, dukungan emosi dan dukungan penghargaan terhadap
subjective well-being. Hal ini menyatakan bahwa semakin tinggi kondisi kerja dan dukungan
sosial yang dirasakan oleh buruh, maka semakin tinggi pula subjective well-being yang
dirasakan. Variabel kondisi kerja dan dukungan sosial memberikan sumbangan sebesar 12,1%
terhadap subjective well-being. Pada dimensi dukungan sosial hanya dukungan informasional
dan dukungan penghargaan yang memberikan pengaruh signifikan, sedangkan dukungan
instrumental dan dukungan emosi tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Pada dimensi
kondisi kerja, yaitu kondisi kerja fisik, kondisi kerja psikologis dan kondisi kerja temporer tidak
memberikan pengaruh yang signifikan.
5.2 Diskusi
Subjective well-being merupakan penilaian individu terhadap kehidupannya yang meliputi
penilaian kognitif mengenai kepuasan hidup, dan penilaian afektif mengenai mood dan emosi
(Diener&Lucas, 1999). Pada saat individu memiliki atau merasakan subjective well-being yang
82
baik dan cukup pada dirinya, hal itu akan mempengaruhi segala sesuatunya, baik itu dalam
pekerjaan, kesehatan ataupun hubungan sosial.
Dukungan sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-being. Hasil
ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Diener dan Selligman (2002) yang mengatakan
bahwa dukungan sosial merupakan prediktor subjective well-being. Orang-orang yang
memperoleh dukungan sosial yang memuaskan melaporkan bahwa individu tersebut lebih sering
merasa bahagia dan lebih sedikit merasakan sedih. Hal ini karena pemikiran bahwa individu
memiliki tempat bersandar ketika mereka membutuhkan sehingga membuat individu merasa
nyaman dan hal ini akan berkontribusi pada afek positif yang dirasakan oleh individu. Dijelaskan
juga oleh Daniels dan Guppy (1993) dalam penelitiannya yang menggunakan sampel sebanyak
1500 akuntan yang dipilih secara acak, hasilnya menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan
dari dukungan sosial terhadap subjective well-being.
Dalam penelitian ini, dukungan informasional memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap subjective well-being. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mendieta,
Martin dan Jacinto (2012) yang menunjukkan bahwa dukungan informasional memiliki pengaruh
terhadap subjective well-being. Dalam penelitian ini, pada saat para buruh mendapatkan mesin
atau metode baru yang harus mereka gunakan di pekerjaan berikutnya, pihak atasan memberikan
arahan, bimbingan dan waktu percobaan agar mereka dapat memahami dengan baik. Arahan
tersebut berisikan penjelasan bagaimana alur dan proses dari mesin atau metode baru tersebut,
bagaimana cara kerjanya sampai kesalahan apa yang mungkin terjadi. Arahan dan metode
tersebut dapat membantu buruh memahami pekerjaannya dan meminimalisir kemungkinan
kesalahan yang dilakukan. Hal ini memungkinkan buruh merasa lebih yakin dan percaya diri
dalam melakukan pekerjaannya, sehingga meningkatkan subjective well-being pada diri mereka.
83
Selain dukungan informasional, dukungan penghargaan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap subjective well-being. Dukungan penghargaan ini merupakan jenis dukungan yang
membantu individu untuk membangun perasaan menghargai diri sendiri, berkompeten dan
bernilai. Dalam penelitian ini, di lokasi penelitian terdapat sistem yang disebut dengan score
card. Sistem ini berlangsung dengan cara, ketika buruh berhasil mencapai target yang diberikan
oleh pihak atasan, buruh akan mendapatkan score card hijau dan diberikan insentif atau uang
tambahan. Insentif tersebut memberikan sebuah motivasi yang baik bagi buruh sehingga
meningkatkan subjective well-being pada dirinya.
Namun, dalam penelitian ini terdapat perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya,
bahwa tidak semua dimensi dari dukungan sosial berpengaruh secara signifikan terhadap
subjective well-being. Untuk dukungan instrumental dan dukungan emosi memiliki pengaruh
yang positif terhadap subjective well-being namun tidak signifikan. Hal ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mendieta, Martin dan Jacinto (2012) yang menunjukkan bahwa
dukungan emosi memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap subjective well-being seseorang
dibandingkan dengan dukungan instrumental dan informasional. Dalam penelitian ini, dukungan
emosi kurang dirasakan oleh para buruh, karena dalam kesehariannya mereka bekerja secara
individualis. Keterbiasan para buruh bekerja secara individualis membuat mereka sulit bekerja
secara kelompok dan membuat komunikasi yang terjalin diantara para buruh tidak terlalu baik.
Hal itu disebabkan para buruh terlalu fokus terhadap hasil dan target mereka yang ingin dicapai
dalam pekerjaannya. Tingginya tingkat individualisme yang dimiliki para buruh menyebabkan
dukungan emosi seperti kepeduliaan, empati yang ditunjukkan oleh rekan kerjanya tidak menjadi
hal yang berpengaruh. Hal ini menyebabkan pengaruh dukungan emosi menjadi tidak signifikan.
84
Sejalan dengan itu, dukungan instrumental juga tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap subjective well-being. Dukungan instrumental pada penelitian mengacu kepada
penyediaan barang dan jasa yang dapat dirasakan untuk memecahkan masalah, seperti pinjaman
atau sumbangan dari orang lain atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu. Di pabrik
tempat penelitian, dukungan instrumental mungkin kurang dirasakan karena kurangnya kelekatan
emosi antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Kurangnya kelekatan emosi
tersebut membuat seseorang tidak mudah untuk bisa meminta bantuan kepada rekannya, baik itu
berupa barang maupun jasa. Selain itu, kurangnya komunikasi diantara para buruh membuat
seseorang menjadi sulit atau tidak terbuka untuk menceritakan masalah apa yang sedang ia
rasakan. Sejalan dengan penjelasan sebelumnya, tingginya tingkat individualitas membuat para
buruh merasa tidak memerlukan dukungan instrumental sehingga membuat dukungan tersebut
tidak memberikan pengaruh yang signifikan.
Dimensi yang selanjutnya adalah kondisi kerja, dimana secara keseluruhan hasil penelitian
menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara kondisi kerja terhadap subjective
well-being, tetapi tiga dimensi dari kondisi kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap subjective well-being, yaitu kondisi kerja fisik, kondisi kerja psikologis dan kondisi
kerja temporer. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Grebner, Faso, Gut, Kalin
dan Elfering (2003) yang menemukan bahwa adanya pengaruh yang signifikan dari dimensi
kondisi kerja terhadap subjective well-being. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Silvana
(2008) di Inggris dengan menggunakan The British Household Panel Survey dengan sampel
pekerja baik laki-laki maupun perempuan ditemukan hasil yang sama yaitu adanya pengaruh
yang signifikan dari dimensi kondisi kerja terhadap subjective well-being. Hal ini mungkin
disebabkan karena kondisi kerja fisik yang tidak terlalu dirasakan oleh para buruh. Setiap harinya
85
para buruh bekerja dengan kondisi kerja yang sama, baik kondisi ruangan, suara, jam kerja,
waktu istirahat, dengan kesamaan kondisi tersebut membuat para buruh dapat beradaptasi dan
terbiasa.
Selanjutnya, adalah kondisi kerja psikologis, dimana kondisi kerja psikologis memiliki
pengaruh yang negatif terhadap subjective well-being dan tidak signifikan. Kondisi kerja
psikologis mengacu kepada keletihan dan kebosanan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi keletihan dan kebosanan kerja yang dirasakan para buruh, maka semakin rendah subjective
well-being yang dirasakan. Dalam penelitian ini, para buruh dapat menangani keletihan dan
kebosanan kerjanya dengan baik. Pekerjaan yang mereka lakukan setiap harinya sama, sesuai
dengan tugas dari divisi yang mereka tempati, sehingga kesamaan kerja tersebut menimbulkan
kebosanan dan keletihan pada buruh. Memfokuskan diri mereka kepada pekerjaan merupakan
salah satu cara para buruh untuk menghilangkan atau mengabaikan kebosanan dan keletihan
kerja tersebut, fokus untuk tetap bisa menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang diberikan
dengan hasil yang maskimal.
Dimensi terakhir dari kondisi kerja adalah kondisi kerja temporer, dimana memiliki
pengaruh yang positif terhadap subjective well-being namun tidak signifikan. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi kondisi kerja temporer yang dirasakan para buruh, maka
semakin tinggi pula subjective well-being yang dirasakan. Dalam penelitian ini, kondisi kerja
temporer menjadi sesuatu hal yang sudah biasa dan dapat diatasi. Seperti waktu jumlah jam
kerja, para buruh mengetahui berapa jumlah jam kerja mereka dan bagaimana memaksimalkan
diri untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan jam kerja yang diberikan. Selain itu, pada
saat jam istirahat kerja, para buruh memanfaatkan waktu sebaik mungkin dengan beristirahat
secara maksimal untuk mengembalikan tenaga mereka dalam bekerja dan meningkatkan
86
motivasi mereka. Keseharian mereka dengan jam kerja dan waktu istirahat tersebut menjadi hal
yang biasa dan harus mereka jalani untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang maksimal.
5.3 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, peneliti memberikan beberapa saran untuk pertimbangan
sebagai penyempurnaan penelitian selanjutnya, baik berupa saran teoritis dan saran praktis.
5.3.1 Saran Metodologis
1. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti lain yang tertarik meneliti variabel dependen yang
sama disarankan menggunakan faktor-faktor menarik lainnya yang dapat dijadikan variabel
independen untuk melihat pengaruhnya terhadap subjective well-being. Mengingat bahwa
keseluruhan IV dalam penelitian ini hanya memberikan sumbangan sebesar 12,1 % terhadap
subjective well-being sedangkan masih terdapat persentase yang cukup besar dari variabel
lain yaitu 87,9 % yang diduga mempengaruhi subjective well-being. Salah satu variabel yang
bisa digunakan adalah variabel kepemimpinan. Variabel ini berpengaruh dan diperlukan
dalam dunia kerja terurtama di tempat penelitian.. Ketika hubungan baik antara atasan
dengan para buruh terjalin, atasan memimpin dan mengkoordinir para buruh dengan baik,
hal itu akan mempengaruhi cara kerja mereka dan memberikan motivasi yang baik sehingga
mempengaruhi subjective well-being pada buruh.
2. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti disarankan untuk menggunakan sampel dengan jumlah
yang lebih banyak agar lebih menggambarkan populasi di lokasi penelitian.
5.3.2 Saran Praktis
87
1. Dalam penelitian ini, subjective well-being dipengaruhi oleh dukungan informasional.
Disarankan bagi pihak pabrik memperhatikan hal tersebut dengan cara memberikan
informasi mengenai tempat kerja sesuai dengan keperluan buruh, memberikan pengarahan
mengenai cara kerja dan metode bekerja yang baik serta memberikan instruksi yang baik
kepada buruh saat bekerja. Hal tersebut dapat meningkatkan subjective well-being pada
buruh.
2. Dalam penelitian ini, subjective well-being dipengaruhi juga oleh dukungan penghargaan.
Disarankan pihak pabrik memperhatikan hal tersebut dengan cara memberikan sebuah
penghargaan kepada buruh baik berupa pujian maupun dalam bentuk perbuatan, seperti
atasan memberikan pujian secara langsung kepada buruh mengenai hasil kerjanya yang baik
dan memuaskan. Selain itu, pihak pabrik bisa memberikan penghargaan dengan cara
memajang foto karyawan terbaik atau berprestasi untuk meningkatkan motivasi mereka
dalam bekerja. Hal tersebut dapat meningkatkan subjective well-being pada buruh.
DAFTAR PUSTAKA
Anjana, P (2013). ILO, Bangladesh luncurkan program perbaikan standar kerja
buruh garmen. Diunduh tanggal 19 Desember 2013 dari
http://www.voaindonesia.com/content/ilo-bangladesh-luncurkan-perbaikan-
kerja-buruh-garmen/1775002.html.
Bakker, Arnold B., & Wido G.M Oerlemans. (2010). Subjective well-being in
organizations. The Netherlands: Erasmus University Rotterdam.
BBC. (2013). Peningkatan keselamatan kerja di Indonesia harus serius. Diunduh
tanggal 5 Juli 2014 dari
http://news.detik.com/read/2013/10/10/141000/2383593/934/peningkatan-
keselamatan-kerja-di-indonesia-harus-serius?881101934.
Carr, A, (2004). Positive psychology: The science of happiness and human strength.
New York: Brunner-Routledge.
Daniels, Kevin., & Andrew Guppy. (1993). Occupational stress, social support, job
control and psychological well-being. England : Cranfield Institute of
Technology.
DeNeve, K.M., & H. Cooper.(1998). The happy personality: A meta-analysis of 137
personality traits and subjective well being. Psychological Bulletin, 124(2),
197-229.
Diener, E. (2005). Guidelines for national indicators of subjective well being and ill
being. Applied research in quality of Life, 1 (2), 1-7. Diakses dari:
http://www.wam.umd.edu/~cgraham/Courses/Docs/PUAF698R-Diener
Guidlines%2for%20National%20Indicators.pdf.
Diener E. (2009). The science of well being. New York: Springer Science Business
Media.
Diener, Ed, Eunkook M.Suh., Richard E.Lucas., & Heidi L.Smith. (1999). Subjective
well-being: Three decades of progress. Psychological Bulletin, 125(2), 276-
302.
Diener E., & Lucas, R.E. (1999). Personality and subjective well being. In D.
Kahnema, E. Diener & N. Schwarz., Well being: The foundations of hedonic
psychology. New York: Russell Sage Foundation.
Diener, E., R.E. Lucas, & Oishi S. (2005). Subjective well being: the science of
happiness and life satisfaction. Dalam C.R. Snyder & S.J. Lopez (edtr).
Handbook of positive psychology (hal 63-73). New York: Oxfrod University
Press.
Diener, E., Robert A. Emmons., Randy J. Larsen & S, Griffins. (1985). The
satisfaction with life scale. Journals of Personality Assessment, 49(1), 71-75.
Diener, E., & Seligman, M. E. P. (2002). Very happy people. Journal of
Psychological Science, 13, 80-83.
Eddington, N., & Shuman, R.(2008). Subjective well being (happiness). California:
Continuing Psychology Education Inc.
Eid, Michael., & Randy J. Larsen. (2008). The science of subjective well-being. New
York: The Guilford Press.
Grebner, Simon., Norbert K. Semmer., Luca Lo Faso., Stephan Gut., Wolfgang Kalin
& Achim Elfering. (2003). Working conditions, well-being, and job related
attitudes among call centre agents. European Journal of Work and
Organizational Psychology, 12(4), 341-365.
Ismett, I (2012). Pekerjakan kembali 1.300 buruh PT Panarub Dwikarya. Diunduh
tanggal 20 September 2013 dari https://www.change.org/p/buruh-pt-panarub-
dwikarya-pekerjakan-kembali-1-300-buruh-pt-panarub-dwikarya-2.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. (2005). Perilaku dan budaya organisasi.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Mendieta, Isabel Hombrados., Miguel Angel Garcia-Martin., & Luis Gomez-Jacinto.
(2012). The relationship between social support, loneliness, and subjective
well-being in a Spanish sample from a multidimensional perspective. Spain:
Uvinersidad de Malaga.
Nazir, Moh. (2011). Metode penelitian: Ghalia Indonesia.
Pavot W, & E. Diener. (1993). Review of the satisfaction with life scale.
Psychological Assessment. New York: Springer Science Business Media.
Robone, Silvana., Andrew M. Jones & Nigel Rice. (2008). Contractual conditions,
working conditions, health and well-being in the British household panel
survey.Retrieved from http://www.york.ac.uk/res/herc/research/hedg/wp.htm
Ryan, R. M. & Deci E.L. (2001). On happiness and human potentials: A review of
research on hedonic and eudaimonic well-being. Annual Review of
Psychology, 52, 141-166.
Russell, J.E.A. (2008). Promoting subjective well being at work. Journal of Career
Assessment, 16, 117-131. Doi: 10.1177/1069072707308142.
Sarafino, E.P. (1998). Health psychology: Biopsychosocial interaction third edition.
New York: John Wiley & Sons Inc.
Satriani, I Arba’iyah. (2013). Jam kerja berkurang, tuntutan kerja bertambah.
Diunduh tanggal 5 Juli 2014 dari
http://www.tempo.co/read/news/2013/08/23/215506695/Jam-Kerja-
Berkurang-Tuntutan-Kerja-Bertambah.
Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: PT. Grafindo.
Sobur, A. (2003). Psikologi umum: Dalam lintas sejarah. Bandung: CV Pustaka
Setia.
Taylor, S.E. (2006). The handbook of health psychology. New York: Oxford
University.
Umar. J. (2011). Analisis faktor konfirmatori. Bahan Ajar, Tidak Dipublikasikan.
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Watson, D., L.A. Clark & A. Tellegen. (1988). Development and validation of brief
measures of positive and negative affect: The PANAS scale. Journal of
Personality and Social Psychology, 54(6), 1061-1070.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
SURAT BUKTI PENELITIAN
LAMPIRAN 2
KUESIONER PENELITIAN
Assalamualaikum Wr. Wb
Dengan hormat,
Saya Ajeng Fitri Adani, mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sedang melakukan penelitian dalam rangka penyelesaian tugas akhir. Oleh karena itu, saya
mengharapkan kesediaan Anda untuk mejadi responden dalam penelitian ini dengan cara mengisi
beberapa pernyataan dalam kuisioner ini.
Dalam hal ini tidak ada penilaian baik dan buruk, juga tidak ada jawaban benar atau salah. Adapun
data yang Anda berikan akan dijaga kerahasiaannya. Atas perhatian dan bantuan Anda, saya ucapkan
terima kasih.
Jakarta, Agustus 2014
Ajeng Fitri Adani
Identitas Responden
Nama/inisial : ................................................................
Jenis kelamin : L / P* (*coret yang tidak sesuai)
Usia : ...............................................................
Lama bekerja : ...............................................................
Jakarta, Agustus 2014
(....................................)
Petunjuk Pengisian
Berikut tedapat butir-butir pernyataan, bacalah dan pahami setiap
pernyataan yang ada. Anda diminta untuk memberikan tanda check list
() pada kolom di sebelah kanan pernyataan yang paling sesuai dengan
diri Anda. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar atau salah. Adapun
pilihan jawabannya adalah :
Tidak pernah
Jarang
Sering
Sangat sering
Contoh :
No Pernyataan Tidak
Pernah
Jarang Sering Sangat
Sering
Saya mudah sakit
Skala Subjective Well-Being
No Pernyataan Tidak
Pernah
Jarang Sering Sangat
Sering
1 Saya tertarik dengan hal-hal baru
2 Saya stress dengan pekerjaan
3 Saya merasa gembira dengan
kehidupan saya
4 Saya merasa kecewa dengan
kehidupan ini
5 Saya kuat dalam menghadapi
masalah
6 Saya mudah merasa bersalag
dengan orang lain
7 Kehidupan ini terasa menakutkan
bagi saya
8 Saya bermusuhan dengan banyak
orang
9 Saya bersemangat menjalani
hidup
10 Saya bangga dengan diri saya
sendiri
11 Saya marah jika terlalu banyak
pekerjaan
12 Saya waspada ketika berada di
tempat yang asing
13 Saya malu dengan kondisi saya
No Pernyataan Tidak
Pernah
Jarang Sering Sangat
Sering
14 Saya terinspirasi dengan
kehidupan orang-orang sukses
15 Saya gelisah ketika menghadapi
masalah
16 Saya bersungguh-sungguh
dengan apa yang saya kerjakan
17 Saya berusaha untuk memberi
perhatian penuh terhadap
pekerjaan
18 Saya gugup ketika berhadapan
dengan banyak orang
19 Saya aktif diberbagai kegiatan
20 Saya ketakutan dalam menjalani
kehidupan
21 Kehidupan ini sama dengan apa
yang saya harapkan
22 Kondisi kehidupan saya sangat
baik
23 Saya puas dengan kehidupan saya
24 Sejauh ini, saya sudah
mendapatkan hal-hal penting
yang saya inginkan dalam hidup
25 Jikadapat mengulang waktu,
hampir tidak ada yang ingin saya
ubah dari hidup saya
Petunjuk Pengisian
Berikut tedapat butir-butir pernyataan, bacalah dan pahami setiap
pernyataan yang ada. Anda diminta untuk memberikan tanda check list
() pada kolom di sebelah kanan pernyataan yang paling sesuai dengan
diri Anda. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar atau salah. Adapun
pilihan jawabannya adalah :
SS : Sangat sesuai jika pernyataan sangat sesuai dengan diri Anda
S : Sesuai jika pernyataan sesuai dengan diri Anda
TS : Tidak sesuai jika pernyataan tidak sesuai dengan diri Anda
STS : Sangat tidak sesuai jika pernyataan sangat tidak sesuai dengan
diri Anda
Contoh :
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Saya suka bekerja
Skala Kondisi Kerja
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Warna ruangan di tempat kerja saya membuat
saya semangat untuk bekerja
2. Suara mesin pabrik mengganggu konsentrasi saya
3. Penerangan yang ada di tempat kerja saya
membuat hasil kerja saya maksimal
4. Saya sulit bekerja dengan warna dinding yang
terlalu terang
5. Kebisingan yang ada di pabrik ini tidak
mengganggu saya dalam bekerja
6. Saya merasa risih dengan kebisingan di pabrik ini
7. Penerangan yang ada di tempat kerja membuat
hasil kerja saya lebih baik
8. Tidak ada musik yang di putar di pabrik ini selama
karyawan bekerja
9. Suara mesin pabrik terdengar merdu di telinga
saya
10. Saya merasa gerah ketika berada di tempat kerja
saya
11. Warna tempat kerja saya membuat saya terang
12. Warna-warna di tempat kerja saya membuat saya
lelah
13. Pencahayaan yang ada di tempat kerja saya kurang
terang
14. Warna dinding di pabrik saya membuat saya
pusing
No. Pernyataan SS S TS STS
15. Musik yang di putar di pabrik saya adalah music
kesukaan saya
16. Selama bekerja disini penglihatan saya terganggu
sebab letak dan arah lampunya ridak tepat
17. Ruangan tempat saya bekerja sangat sejuk
18. Tugas kerja yang di berikan oleh pihak pabrik
sama sekali tidak memberatkan saya
19. Musik-musik yang di putar di pabrik ini membuat
saya semangat dalam bekerja
20. Arah sinar lampu di pabrik saya letaknya kurang
baik
21. Warna dinding pabrik membuat saya semangat
dalam bekerja
22. Fentilasi tempat saya bekerja sangat kurang,
sehinga membuat udara panas
23. Saya merasa tempat kerja saya sudah memiliki
penerangan yang baik
24. Saya berkeinginan untuk pindah dari pabrik ini
25. Saya merasa betah kerja di pabrik ini
26. Suasana kerja di pabrik saya menyenangkan
sehingga membuat rasa letih saya hilang
27. Saya merasa letih karena harus duduk terus-
menerus ketika sedang bekerja
28. Saya merasa bosan dengan suasana kerja di pabrik
saya
29. Saya merasa tempat kerja saya sekarang sudah
tepat
No. Pernyataan SS S TS STS
30. Saya merasa kurang dapat beristirahat karena
jadwal kerja yang padat
31. Saya merasa beban kerja yang di berikan oleh
pihak pabrik sangat memberatkan
32. Jam kerja pabrik ini membuat saya dapat memiliki
waktu yang cukup untuk istirahat
33. Temperatur di tempat kerja saya membuat saya
nyaman dalam bekerja
34. Saya merasa kelelahan karena pengaturan jam
yang tidak teratur
35. Saya merasa pengaturan jam kerja di pabrik ini
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
36. Jam istirahat yang diberikan oleh pabrik tidak
cukup
37. Istirahat yang diberikan pihak pabrik cukup untuk
memulihkan stamina saya
38. Saya merasa kurang beristirahat semenjak kerja di
pabrik ini
Petunjuk Pengisian
Berikut tedapat butir-butir pernyataan, bacalah dan pahami setiap
pernyataan yang ada. Anda diminta untuk memberikan tanda check list
() pada kolom di sebelah kanan pernyataan yang paling sesuai dengan
diri Anda. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar atau salah. Adapun
pilihan jawabannya adalah :
STS : Sangat tidak setuju jika pernyataan sangat tidak sesuai dengan
diri Anda
TS : Tidak setuju jika pernyataan tidak sesuai dengan diri Anda
S : Setuju jika pernyataan sesuai dengan diri Anda
SS : Sangat setuju jika pernyataan sangat sesuai dengan diri Anda
Contoh :
No Pernyataan Sangat
Tidak
Setuju
Tidak
Setuju
Setuju Sangat
Setuju
Saya merasa
bahagia
Skala Dukungan Sosial
No Pernyataan Sangat Tidak
Setuju
Tidak
Setuju
Setuju Sangat
Setuju
1 Rekan kerja bersedia meminjamkan
uang ketika saya membutuhkannya
2 Teman saya bersedia meminjamkan
barang-barang yang saya butuhkan
3 Ada yang membantu saya ketika
mengalami kesulitan
4 Teman saya menghargai saya
5 Tidak ada yang menyetujui ide saya
6 Tidak ada teman yang membuat saya
bersemangat menjalani hidup
7 Keluarga membandingkan saya
dengan orang yang lebih baik dari
saya
8 Atasan memberikan tanggapan yang
kurang baik atas hasil kerja saya
9 Keluarga perhatian kepada saya
10 Keluarga mencintai saya
11 Keluarga saya mau diajak berlibur
bersama
12 Saya mendapatkan banyak bantuan
dengan mengikuti perserikatan buruh
13 Ketika saya sakit, teman saya mau
membantu pekerjaan saya
No Pernyataan Sangat Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Sesuai Sangat
Sesuai
14 Keluarga melayani kebutuhan saya
dengan baik
15 Gaji yang diterima belum dapat
memenuhi kebutuhan saya sendiri
16 Atasan mengabaikan saya
17 Saya merasa asing di lingkungan
pekerjaan
18 Keluarga bersikap dingin kepada saya
19 Saya merasa tidak dibutuhkan
20 Saya kurang nyaman dengan fasilitas
yang ada di tempat kerja
21 Keluarga memberikan nasehat yang
saya butuhkan
22 Atasan memberikan pujian ketika
saya menyelesaikan pekerjaan dengan
baik
23 Rekan kerja membuat saya nyaman
berada di tempat kerja
24 Saya merasa diterima di lingkungan
pekerjaan
25 Keluarga bersedia mengantarkan saya
ke dokter ketika saya sakit
26 Mendiskusikan masalah dengan
keluarga dapat memberikan saya
jalan keluar
No Pernyataan Sangat Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Sesuai Sangat
Sesuai
27 Atasan bersikap kurang ramah
sehingga saya ingin cepat pulang ke
rumah
28 Lingkungan pekerjaan saya
membosankan
29 Mengikuti kegiatan yang
diselenggarakan oleh perusahaan
hanya membuang waktu
30 Keluarga mencukupi kebutuhan
sehari-hari saya
31 Ide saya diterima oleh teman-teman
32 Keluarga mengabaikan saya
33 Saya memiliki teman yang dapat
menjadi pendengar curahan hati saya
34 Keluarga saya mengabaikan saya
35 Teman saya tidak perhatikan kepada
saya
36 Tidak ada rekan kerja yang
menjenguk ketika saya sakit
37 Saya menghabiskan waktu sendiri
38 Saya memiliki teman-teman yang
selalu ada untuk saya
39 Keluarga tidak menghargai saya
LAMPIRAN 3
SYNTAX UJI VALIDITAS SKALA
SYNTAX UJI VALIDITAS SKALA SUBJECTIVE WELL-BEING
UJI VALIDITAS CFA SUBJECTIVE WELL-BEING
DA NI=25 NO=150 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19
ITEM20
ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25
KM SY FI=swb.COR
MO NX=25 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
swb
fr td 20 7 td 1 5 td 1 4 td 7 6 td 3 4 td 4 8 td 20 13 td 4 7 td 25 14 td 22 4 td 18 15 td 6
10 td 11 2 td 19 24 td 16 8 td 12 1 td 17 20 td 21 23 td 17 11 td 20 23 td 24 16 td 14
16 td 25 16 td 16 1 td 16 7 td 17 12 td 10 9 td 22 21 td 13 2 td 19 1 td 21 20 td 23 22
td 20 22 td 16 3 td 17 8 td 16 20
fr td 13 19 td 9 8 td 8 23 td 9 4 td 13 8 td 13 1 td 19 18 td 19 15 td 16 18 td 14 9 td 11
4 td 19 9 td 22 10 td 13 7 td 18 8 td 19 5 td 13 6 td 13 12
fr td 24 7 td 22 11 td 20 15 td 22 15 td 14 1 td 14 12 td 24 20 td 25 13 td 10 1 td 11 10
td 16 10 td 23 10 td 14 10 td 8 3 td 21 10 td 9 7 td 20 9
fr td 15 5 td 12 10 td 17 10 td 21 2 td 21 9 td 21 7 td 21 19 td 21 6 td 21 15 td 12 6 td
16 12 td 19 12 td 25 7 td 17 3 td 13 4 td 5 4 td 19 14 td 22 19
fr td 18 6 td 21 1 td 14 4 td 17 14 td 16 11 td 16 6 td 25 10 td 12 9 td 20 2 td 24 8 td
24 11 td 23 19 td 17 6 td 9 6 td 20 4
PD
OU TV SS MI ad=off
SYNTAX UJI VALIDITAS SKALA KONDISI KERJA FISIK
UJI ANALISA FAKTOR KONDISI KERJA FISIK
DA NI=38 NO=150 MA=KM
LA
IT01 IT02 IT03 IT04 IT05 IT06 IT07 IT08 IT09 IT10 IT11 IT12 IT13 IT14 IT15
IT16 IT17 IT18 IT19 IT20 IT21 IT22 IT23 IT24 IT25 IT26 IT27 IT28 IT29 IT30
IT31 IT32 IT33 IT34 IT35 IT36 IT37 IT38
KM SY FI=kK.cor
se
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 18 20 21 22 29 32/
MO NX=22 NK=1 TD=SY LX=FR
LK
FISIK
FR TD 6 2 TD 17 3 TD 19 1 TD 9 5 TD 17 2 TD 21 11 TD 12 9 TD 22 7
FR TD 1 3 TD 5 7 TD 7 9 TD 14 16 TD 16 8 TD 19 20 TD 21 22 TD 15 14
FR TD 18 8 TD 20 4 TD 18 10 TD 19 3 TD 18 2 TD 17 11 TD 11 4 TD 20 9 TD 22
2
FR TD 21 8 TD 15 10 TD 17 15 TD 15 2 TD 19 11 TD 11 1 TD 19 17 TD 22 14 TD
16 6
FR TD 18 5 TD 21 7 TD 7 3 TD 16 3 TD 17 10 TD 17 7 TD 21 10 TD 17 1 TD 19
18 TD 19 7
FR TD 16 1 TD 19 9 TD 21 13 TD 22 13 TD 22 18 TD 10 2 TD 18 7 TD 18 13 TD 5
4 TD 15 5 TD 11 3
FR TD 11 6 TD 22 16 TD 15 9 TD 19 15 TD 12 4 TD 13 12 TD 13 11 TD 13 4 TD 6
5 TD 22 5 TD 8 5
FR TD 14 9 TD 10 9 TD 20 14 TD 10 8
PD
OU TV MI SS
SYNTAX UJI VALIDITAS SKALA KONDISI KERJA PSIKOLOGIS
UJI ANALISA FAKTOR KONDISI KERJA PSIKOLOGIS
DA NI=38 NO=150 MA=KM
LA
IT01 IT02 IT03 IT04 IT05 IT06 IT07 IT08 IT09 IT10 IT11 IT12 IT13 IT14 IT15
IT16 IT17 IT18 IT19 IT20 IT21 IT22 IT23 IT24 IT25 IT26 IT27 IT28 IT29 IT30
IT31 IT32 IT33 IT34 IT35 IT36 IT37 IT38
KM SY FI=kK.cor
se
17 23 24 25 26 27 28 30/
MO NX=8 NK=1 TD=SY LX=FR
LK
PSIKOLOGIS
FR TD 7 3 TD 3 2 TD 5 3 TD 2 1
PD
OU TV MI SS
SYNTAX UJI VALIDITAS SKALA KONDISI KERJA TEMPORER
UJI ANALISA FAKTOR KONDISI KERJA TEMPORER
DA NI=38 NO=150 MA=KM
LA
IT01 IT02 IT03 IT04 IT05 IT06 IT07 IT08 IT09 IT10 IT11 IT12 IT13 IT14 IT15
IT16 IT17 IT18 IT19 IT20 IT21 IT22 IT23 IT24 IT25 IT26 IT27 IT28 IT29 IT30
IT31 IT32 IT33 IT34 IT35 IT36 IT37 IT38
KM SY FI=kK.cor
se
29 31 33 34 35 36 37 38/
MO NX=8 NK=1 TD=SY LX=FR
LK
TEMPORER
FR TD 8 3 TD 7 5 TD 3 1
PD
OU TV MI SS
SYNTAX UJI VALIDITAS SKALA DUKUNGAN INSTRUMENTAL
UJI ANALISA FAKTOR DUKUNGAN INSTRUMENTAL
DA NI=39 NO=150 MA=KM
LA
IT01 IT02 IT03 IT04 IT05 IT06 IT07 IT08 IT09 IT10 IT11 IT12 IT13 IT14 IT15
IT16 IT17 IT18 IT19 IT20 IT21 IT22 IT23 IT24 IT25 IT26 IT27 IT28 IT29 IT30
IT31 IT32 IT33 IT34 IT35 IT36 IT37 IT38 IT39
KM SY FI=DS.cor
se
1 2 13 14 20 25 30/
MO NX=7 NK=1 TD=SY LX=FR
LK
INSTRUMENTAL
FR TD 2 1 TD 3 2 TD 5 1
PD
OU TV MI SS
SYNTAX UJI VALIDITAS SKALA DUKUNGAN INFORMASIONAL
UJI ANALISA FAKTOR DUKUNGAN INFORMASIONAL
DA NI=39 NO=150 MA=KM
LA
IT01 IT02 IT03 IT04 IT05 IT06 IT07 IT08 IT09 IT10 IT11 IT12 IT13 IT14 IT15
IT16 IT17 IT18 IT19 IT20 IT21 IT22 IT23 IT24 IT25 IT26 IT27 IT28 IT29 IT30
IT31 IT32 IT33 IT34 IT35 IT36 IT37 IT38 IT39
KM SY FI=DS.cor
se
3 21 26/
MO NX=3 NK=1 TD=SY LX=FR
LK
INFORMASIONAL
PD
OU TV MI SS
SYNTAX UJI VALIDITAS SKALA DUKUNGAN PENGHARGAAN
UJI ANALISA FAKTOR DUKUNGAN PENGHARGAAN
DA NI=39 NO=150 MA=KM
LA
IT01 IT02 IT03 IT04 IT05 IT06 IT07 IT08 IT09 IT10 IT11 IT12 IT13 IT14 IT15
IT16 IT17 IT18 IT19 IT20 IT21 IT22 IT23 IT24 IT25 IT26 IT27 IT28 IT29 IT30
IT31 IT32 IT33 IT34 IT35 IT36 IT37 IT38 IT39
KM SY FI=DS.cor
se
4 5 6 7 8 22 31 32 39/
MO NX=9 NK=1 TD=SY LX=FR
FR TD 9 8 TD 7 6 TD 5 1 TD 9 7 TD 6 3 TD 7 5 TD 3 2 TD 7 1
LK
PENGHARGAAN
PD
OU TV MI SS
SYNTAX UJI VALIDITAS SKALA DUKUNGAN EMOSI
UJI ANALISA FAKTOR DUKUNGAN EMOSI
DA NI=39 NO=150 MA=KM
LA
IT01 IT02 IT03 IT04 IT05 IT06 IT07 IT08 IT09 IT10 IT11 IT12 IT13 IT14 IT15
IT16 IT17 IT18 IT19 IT20 IT21 IT22 IT23 IT24 IT25 IT26 IT27 IT28 IT29 IT30
IT31 IT32 IT33 IT34 IT35 IT36 IT37 IT38 IT39
KM SY FI=DS.cor
se
9 10 16 17 18 19 23 24 27 28 33 34 35 36 38/
MO NX=15 NK=1 TD=SY LX=FR
LK
EMOSI
FR TD 8 7 TD 2 1 TD 11 6 TD 5 4 TD 8 2 TD 8 1 TD 13 7 TD 15 6 TD 5 1 TD 12 1
TD 12 7 TD 14 10
FR TD 15 8 TD 15 7 TD 15 4 TD 15 14 TD 11 8 TD 4 3 TD 7 2 TD 7 3 TD 4 2 TD
13 11 TD 13 4 TD 11 4
FR TD 8 3 TD 12 2 TD 10 8 TD 10 2 TD 10 9 TD 7 4 TD 7 1
PD
OU TV AD=OFF MI SS
SYNTAX UJI VALIDITAS SKALA DUKUNGAN JARINGAN SOSIAL
UJI ANALISA FAKTOR DUKUNGAN JARIANGAN SOSIAL
DA NI=39 NO=150 MA=KM
LA
IT01 IT02 IT03 IT04 IT05 IT06 IT07 IT08 IT09 IT10 IT11 IT12 IT13 IT14 IT15
IT16 IT17 IT18 IT19 IT20 IT21 IT22 IT23 IT24 IT25 IT26 IT27 IT28 IT29 IT30
IT31 IT32 IT33 IT34 IT35 IT36 IT37 IT38 IT39
KM SY FI=DS.cor
se
11 12 29 37/
MO NX=4 NK=1 TD=SY LX=FR
LK
JARINGAN SOSIAL
FR TD 4 2
PD
OU TV MI SS
LAMPIRAN 4
PATH DIAGRAM
Model Fit Subjective Well-Being
Model Fit Kondisi Kerja Fisik
Modil Fit Kondisi Kerja Psikologis
Model Fit Kondisi Kerja Temporer
Model Fit Dukungan Instrumental
Model Fit Dukungan Informasional
Model Fit Dukungan Penghargaan
Model Fit Dukungan Emosi
Model Fit Dukungan Jaringan Sosial
LAMPIRAN 5
OUTPUT SPSS 17 ANALISIS REGRESI BERGANDA
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1579.344 7 225.621 2.799 .009a
Residual 11446.062 142 80.606
Total 13025.406 149
a. Predictors: (Constant), DS_Emosi, KK_Psikologis, KK_Fisik, DS_Informasional,
KK_Temporer, DS_Instrumental, DS_Penghargaan
b. Dependent Variable: SWB1
Model Summary
Mo
del
R R
Squar
e
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Chang
e
df1 df2 Sig. F
Change
1 .348a .121 .078 8.97809 .121 2.799 7 142 .009
a. Predictors: (Constant), DS_Emosi, KK_Psikologis, KK_Fisik, DS_Informasional, KK_Temporer,
DS_Instrumental, DS_Penghargaan
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 35.774 10.289 3.477 .001
KK_Fisik .072 .098 .066 .739 .461
KK_Psikologis -.034 .095 -.032 -.361 .719
KK_Temporer .000 .110 .000 -.003 .998
DS_Instrumental .076 .113 .067 .676 .500
DS_Informasional -.217 .104 -.195 -2.093 .038
DS_Penghargaan .357 .120 .310 2.973 .003
DS_Emosi .031 .123 .029 .249 .804
a. Dependent Variable: SWB1
Model Summary
Mode
l R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .177a .031 .025 9.23383 .031 4.766 1 148 .031
2 .181b .033 .020 9.25688 .002 .264 1 147 .608
3 .189c .036 .016 9.27560 .003 .407 1 146 .524
4 .198d .039 .013 9.28967 .004 .558 1 145 .456
5 .216e .047 .013 9.28677 .007 1.091 1 144 .298
6 .348f .121 .084 8.94859 .074 12.090 1 143 .001
7 .348g .121 .078 8.97809 .000 .062 1 142 .804
a. Predictors: (Constant), KK_Fisik
b. Predictors: (Constant), KK_Fisik, KK_Psikis
c. Predictors: (Constant), KK_Fisik, KK_Psikis, KK_Temporer
d. Predictors: (Constant), KK_Fisik, KK_Psikis, KK_Temporer,
DS_Instrumental
e. Predictors: (Constant), KK_Fisik, KK_Psikis, KK_Temporer, DS_Instrumental,
DS_Informasional
f. Predictors: (Constant), KK_Fisik, KK_Psikis, KK_Temporer, DS_Instrumental, DS_Informasional,
DS_Penghargaan
g. Predictors: (Constant), KK_Fisik, KK_Psikis, KK_Temporer, DS_Instrumental, DS_Informasional,
DS_Penghargaan, DS_Emosi