Upload
hanhan
View
223
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Pengaruh Leverage, Operating Capacity, Current Ratio Terhadap Financial
Distress (Studi Pada Perusahaan Aneka Industri Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2011-2014)
SUTIONO
110462201051
Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Maritim Raja Ali
Haji, Tanjungpinang
ABSTRAK
Financial distress memiliki hubungan yang erat dengan kebangkrutan pada
suatu perusahaan. Terjadinya financial distress dapat diprediksi dengan
menggunakan informasi yang terdapat dalam laporan keuangan yang ada dalam
perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh
leverage, operating capacity, current ratio terhadap financial distress. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan aneka industri yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia yang menerbitkan laporan keuangan pada tahun 2011 sampai
dengan 2014. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling sehingga
diperoleh 16 perusahaan aneka industri di Bursa Efek Indonesia yang menerbitkan
laporan keuangan pada periode 2011 sampai dengan 2014 yang terpilih sebagai
sampel sehingga diperoleh 64 data observasi.
Penelitian ini menggunakan regresi logistik sebagai alat analisis data.
Metode analisisnya terdiri dari Descriptive Statistics, pengujian kelayakan model
dengan menggunakan uji Hosmer and Lemeshow’s, Model Summary (-2 Log
Likelihood, Cox and Snell’s R Square dan Nagelkerke R Square), Classification
Tablea, Omnibus Test of Model Coefficients serta Variables in the Equation (Uji
Wald).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio leverage memiliki pengaruh
signifikan positif terhadap perusahaan mengalami financial distress dan operating
capacity, current ratio memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap perusahaan
mengalami financial distress secara parsial. Secara simultan (serentak) rasio
leverage, operating capacity, current ratio memiliki pengaruh signifikan terhadap
perusahaan mengalami financial distress.
Kata Kunci: Leverage, Operating Capacity, Current Ratio, Financial Distress.
Pendahuluan
Perusahaan didirikan mempunyai tujuan memperoleh laba, yang nantinya
digunakan untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kelangsungan hidup
usahanya. Jika suatu perusahaan mengalami masalah dalam likuidasi maka sangat
memungkinkan perusahaan tersebut mulai memasuki masa kesulitan keuangan
(financial distress), dan jika kondisi kesulitan tersebut tidak cepat diatasi maka ini
bisa berakibat kebangkrutan usaha (bankruptcy) (Fahmi 2012: 158).
Untuk menghindari kebangkrutan ini dibutuhkan berbagai kebijakan,
strategi dan bantuan, baik bantuan dari pihak internal maupun eksternal. Contoh
bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diberikan kepada beberapa bisnis
yang dianggap layak (feasible) untuk menerimanya. Walaupun beberapa bentuk
bantuan BLBI dianggap memiliki sisi permasalahan seperti kasus pemberian BLBI
kepada Bank Century.
Menurut Plat dan Plat dalam Fahmi (2012: 158) mendefinisikan financial
distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya
kebangkrutan atau likuiditas. Financial distress dimulai dari ketidakmampuan
dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya, terutama kewajiban yang bersifat
jangka pendek termasuk kewajiban likuiditas, dan juga termasuk kewajiban dalam
kategori solvabilitas. Permasalahan terjadinya insolvency (keadaan tidak mampu
membayar) bisa timbul karena faktor berawal dari kesulitan likuiditas.
Menurut Ilya Avianti dalam Fahmi (2012: 158) “Ketidakmampuan tersebut
dapat ditunjukkan dengan 2 (dua) metode, yaitu Stock-based insolvency dan Flow-
based insolvency. Stock-based insolvency adalah kondisi yang menunjukkan suatu
kondisi ekuitas negatif dari neraca perusahaan (negative net worth), sedangkan
Flow-based insolvency ditunjukkan oleh kondisi arus kas operasi (operating cash
flow) yang tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban lancar perusahaan.
Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pengaruh rasio
keuangan terhadap kondisi financial distress pada perusahaan aneka industri di
Indonesia yang diukur dengan menggunakan rasio keuangan perusahaan dan
beberapa variabel pengukur selama periode tahun 2011-2014. Maka penelitian ini
mengambil judul “Pengaruh Leverage, Operating Capacity, Current Ratio terhadap
Financial Distress (studi pada perusahaan aneka industri yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2011-2014)”.
Berdasarkan latar belakang dan penelitian-penelitian terdahulu yang
mendukung variabel yang telah dirumuskan, maka dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian berikut. Apakah leverage, operating capacity, current ratio secara
parsial maupun simultan berpengaruh terhadap kemungkinan perusahaan
mengalami financial distress pada perusahaan aneka industri di Bursa Efek
Indonesia tahun 2011-2014.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis kuantitatif dan
menggunakan data sekunder, yaitu data yang telah diolah dan diperoleh dari laporan
keuangan dan tahunan dari perusahaan aneka industri yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada periode 2011-2014. Data diperoleh dari Bursa Efek Indonesia
melalui situs resminya yaitu www.idx.co.id.
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi data dan menganalisis pengaruh
leverage, operating capacity, current ratio secara parsial maupun simultan terhadap
financial distress pada perusahaan aneka industri yang terdaftar di bursa efek
Indonesia tahun 2011-2014. Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah
dan tujuan penelitian, manfaat dari penelitian ini bagi pihak-pihak yang
berkepentingan seperti investor, perusahaan, dunia akademis serta bursa efek
Indonesia.
Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran Dan Hipotesis
Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan
kondisi keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh informasi tersebut dapat
dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan tersebut (Fahmi 2012: 2).
Di sisi lain Farid dan Siswanto dalam Fahmi (2012: 2) mengatakan “Laporan
keuangan merupakan informasi yang diharapkan mampu memberikan bantuan
kepada pengguna untuk membuat keputusan ekonomi yang bersifat finansial. Lebih
lanjut Munawi dalam Fahmi (2012: 2) mengatakan “Laporan keuangan merupakan
alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi
keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan.”
Dengan begitu laporan keuangan diharapkan akan membantu para pengguna (user)
untuk membuat keputusan ekonomi yang bersifat finansial.
Dalam pengertian yang sederhana laporan keuangan adalah: laporan yang
menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode
tertentu (Kasmir 2011: 7). Maksud laporan keuangan yang menunjukkan kondisi
perusahaan saat ini adalah merupakan kondisi terkini. Kondisi perusahaan terkini
adalah keadaan keuangan perusahaan pada tanggal tertentu (untuk neraca) dan
periode tertentu (untuk laporan laba rugi).
Leverage
Rasio leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan
utang (Fahmi 2012: 127). Penggunaan hutang terlalu tinggi akan membahayakan
perusahaaan karena perusahaan akan masuk kaegori extreme leverage (utang
ekstrem) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat hutang yang tinggi dan sulit untuk
melepaskan beban hutang tersebut. Karena itu sebaiknya perusahaan harus
menyeimbangkan berapa hutang yang layak diambil dan dari mana sumber-sumber
yang dapat dipakai untuk membayar hutang.
Leverage adalah rasio antara nilai buku seluruh hutang (debt=D) terhadap
total aktiva (total assets=TA) dalam terminology (istilah) nilai buku atau hutang dari
nilai pasar (B) terhadap nilai total (V) dari suatu perusahaan dalam terminologi nilai
pasar. Bila kita membahas total aktiva (TA), yang kita maksudkan adalah total nilai
buku dari aktiva menurut catatan akuntansi. Nilai total perusahaan (V) berarti total
nilai pasar seluruh komponen struktur keuangan perusahaan (Weston dan Copeland
2010: 20). Atmaja (2008: 415) menyatakan leverage ratios merupakan rasio yang
memperlihatkan berapa hutang yang digunakan perusahaan.
Rasio Pengungkit atau leverage (nisbah kewajiban) ini mengukur
persentase dana yang disediakan kreditur. Kewajiban meliputi kewajiban lancar dan
semua utang jangka panjang. Makin rendah nisbah ini makin besar penyangga
kerugian yang mungkin timbul pada waktu likuidasi. Dengan demikian,
kemampuan melunasi seluruh kewajibannya juga semakin besar (Soemarso 2010:
390). Debt ratio (leverage) merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur
perbandingan antara total hutang dengan total aktiva (Kasmir 2011: 156).
Operating Capacity
Total assets turn over merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan dan mengukur berapa jumlah
penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva (Kasmir 2011: 185).
Total assets turn over disebut juga dengan perputaran total aset. Rasio ini
melihat sejauh mana keseluruhan aset yang dimiliki oleh perusahaan terjadi
perputaran secara efektif (Fahmi 2012: 135). Perputaran total aktiva (total assets
turn over) menunjukkan efisiensi penggunaan total aktiva (Soemarso 2010: 396)
Current Ratio
Current ratio (rasio lancar) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera
jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan (Kasmir 2011: 134). Dengan kata
lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk mencukupi kewajiban
jangka pendek yang segera jatuh tempo. Resiko lancar dapat pula dikatakan sebagai
bentuk untuk mengukur tingkat keamanan (margin of safety) suatu perusahaan.
Perhitungan rasio lancar dilakukan dengan cara membandingkan antara total aktiva
lancar dengan total utang lancar. Versi terbaru pengukuran rasio lancar adalah
mengurangi sediaan dan piutang.
Rasio lancar adalah ukuran yang umum digunakan atas solvensi jangka
pendek, kemampuan suatu perusahaan memenuhi kebutuhan utang ketika jatuh
tempo (Fahmi 2012: 121). Harus dipahami bahwa penggunaan rasio lancar dalam
menganalisis laporan keuangan hanya mampu memberikan analisa secara kasar,
oleh karena itu perlu adanya dukungan analisa secara kualitatif secara lebih
komprehensif. Nisbah lancar merupakan aktiva lancar dibagi kewajiban lancar
(Soemarso 2010: 385). Nisbah lancar adalah ukuran yang paling biasa digunakan
untuk mengukur kesanggupan membayar jangka pendek.
Financial Distress
Financial distress merupakan kondisi dimana suatu perusahaan mengalami
masalah dalam likuidasi maka sangat memungkinkan perusahaan tersebut mulai
memasuki masa kesulitan keuangan (financial distress), dan jika kondisi kesulitan
tersebut tidak cepat diatasi maka ini bisa berakibat kebangkrutan usaha
(bankruptcy) (Fahmi 2012: 158). Rasio ini juga menghitung profitabilitas
sehubungan dengan struktur modal yaitu rasio antara laba perusahaan sebelum
bunga dengan pembayaran bunga (Subramanyam dan Wild 2013: 46). Interest
expense adalah biaya dana pinjaman pada periode yang berjalan yang
memperlihatkan pengeluaran uang dalam laporan laba rugi.
Interest coverage ratio merupakan rasio cakupan bunga yang didesain untuk
menghubungkan berbagai beban keuangan perusahaan dengan kemampuannya
untuk melayani atau membayarnya juga mengukur kemampuan untuk mengambil
hutang baru. Rasio ini hanyalah rasio laba sebelum bunga dan pajak untuk periode
pelaporan tertentu dengan jumlah beban bunga/keuangan untuk periode tersebut
(Horne dan Wachowicz 2013: 171). Rasio ini berfungsi sebagai salah satu ukuran
kemampuan untuk memenuhi pembayaran bunga sehingga dapat menghindari
kebangkrutan.
Menurut Plat dan Plat (2002) dalam Fahmi (2012: 158) mendefinisikan
financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum
terjadinya kebangkrutan atau likuiditas. Financial distress dimulai dari
ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya, terutama kewajiban
yang bersifat jangka pendek termasuk kewajiban likuiditas, dan kewajiban dalam
kategori solvabilitas. Permasalahan terjadinya insolvency (keadaan tidak mampu
membayar) bisa timbul karena faktor berawal dari kesulitan likuiditas. Menurut Ilya
Avianti dalam Fahmi (2012: 158) “Ketidakmampuan tersebut dapat ditunjukkan
dengan 2 (dua) metode, yaitu Stock-based insolvency dan Flow-based insolvency.
Stock-based insolvency adalah kondisi yang menunjukkan suatu kondisi ekuitas
negatif dari neraca perusahaan (negative net worth), sedangkan Flow-based
insolvency ditunjukkan oleh kondisi arus kas operasi (operating cash flow) yang
tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban lancar perusahaan.
Bagi seorang peneliti, manajer, dan investor akan melihat tanda-tanda
kebangkrutan dari berbagai sudut pandang kajian yang berbeda-beda. Secara umum
ada 2 (dua) model sudut pandang kajian, yaitu: Model kajian perspektif teoritis.
Model ini menggunakan metode deduksi dalam kajiannya. Penurunan model ini
dimulai dengan meneliti kondisi normatif suatu perusahaan yang paling pailit.
Model kajian perspektif empiris (empirical perspective). Model ini
menggunakan model induksi. Biasanya, model yang dibentuk dari pendekatan
empiris diturunkan dari rasio-rasio keuangan perusahaan-perusahaan yang terlebih
dahulu diawali dengan suatu pemisahan kelompok pailit dan non pailit secara legal
(legal bankruptcy).
Keputusan menyelesaikan financial distress juga bisa dilakukan dengan
menjual obligasi atau menerbitkan saham baru, meminjam ke perbankan atau
menerbitkan right issue. Right issue adalah penjualan saham terbatas yang hanya
dikhususkan kepada pemilik saham lama saja, dengan tujuan menghindari
masuknya pemilik saham baru.
Ada bentuk-bentuk keuntungan dan kerugian/kelemahan pada saat suatu
perusahaan berusaha menyelesaikan persoalan financial distress dan memperkuat
likuiditasnya dengan menjual obligasi dan menerbitkan saham baru atau meminjam
keperbankan dan menerbitkan right issue.
Suatu perusahaan dikatakan mengalami kondisi financial distress apabila
perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban financialnya. Signal pertama
dari kesulitan ini adalah dilanggarnya persyarat-persyaratan utang (debt covenants)
yang disertai dengan pengahapusan atau pengurangan pembayaran dividen
(Parulian, 2007) dalam Triwahyuningtias (2012). Kesehatan suatu perusahaan bisa
digambarkan dari titik sehat yang paling ekstrem (mampu untuk membiayai
operasionalnya, dapat memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek sampai
jangka panjangnya tepat waktu, serta dengan tingkat likuiditas yang baik) sampai
ke titik tidak sehat yang paling ekstrem (tidak mampu membayar kewajiban-
kewajibannya atau hutang lebih besar dibandingkan aset).
Kesulitan keuangan jangka pendek bersifat sementara dan belum begitu
parah. Tetapi kesulitan semacam ini apabila tidak ditangani bisa berkembang
menjadi kesulitan tidak solvabel (tidak teratasi). Kalau tidak solvabel, perusahaan
bisa dilikuidasi atau direorganisasi (Ardiyanto 2011). Perusahaan dengan kondisi
seperti itu, perusahaan perlu untuk mengantisipasi adanya financial distress.
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Leverage terhadap Financial Distress
Rasio leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai
dengan utang (Fahmi 2012: 127). Penggunaan hutang terlalu tinggi akan
membahayakan perusahaaan karena perusahaan akan masuk kategori extreme
leverage (utang extrem) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat hutang yang tinggi
dan sulit untuk melepaskan beban utang tersebut. Karena itu sebaiknya perusahaan
harus menyeimbangkan berapa utang yang layak diambil dan dari mana sumber-
sumber yang dapat dipakai untuk membayar utang. Penelitian (Putri dan
Merkusiwati 2014) menyatakan leverage tidak memiliki pengaruh signifikan pada
financial distress.
Debt ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur
perbandingan antara total hutang dengan total aktiva (Kasmir 2011: 156). Dengan
kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang atau seberapa besar
utang perusahaan terhadap pengelolaan aktiva.
Dari hasil pengukuran, apabila rasionya tinggi, artinya pendanaan dengan
hutang semakin banyak, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh
laba yang maksimal dan tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaaan
tidak mampu menutupi hutang-hutangnya dengan laba dan aktiva yang dimilikinya.
Demikian pula apabila rasionya rendah, semakin kecil perusahaan dibiayai dengan
hutang sehingga menghasilkan laba yang maksimal untuk melunasi kewajiban
perusahaan pada saat jatuh tempo sehingga financial distress semakin menurun.
Berdasarkan pernyataan diatas, dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Diduga leverage berpengaruh terhadap financial distress.
Pengaruh Operating Capacity terhadap Financial Distress
Operating Capacity diproksikan Total assets turn over merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan
dan mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva
(Kasmir 2011: 185).
Total assets turn over disebut juga dengan perputaran total aset. Rasio ini
melihat sejauh mana keseluruhan aset yang dimiliki oleh perusahaan terjadi
perputaran secara efektif (Fahmi 2012: 135). Penelitian (Purwanto dan Hanifah
2013) menyatakan operating capacity berpengaruh signifikan terhadap financial
distress.
Rasio perputaran total aktiva juga disebut sales to total assets (STA) atau
Total assets turn over. Rasio ini menunjukkan perputaran total aktiva diukur dari
volume penjualan dengan kata lain seberapa jauh kemampuan semua aktiva
menciptakan penjualan, semakin besar rasio ini semakin baik (Ardiyanto 2011: 51).
Rasio sales to total assets yang besar berarti penjualan dapat melindungi kewajiban
perusahaan. Berdasarkan pernyataan diatas, dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: Diduga operating capacity berpengaruh terhadap financial distress.
Pengaruh Current Ratio terhadap Financial Distress
Current ratio (rasio lancar) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera
jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan (Kasmir 2011: 134). Dari hasil
pengukuran rasio, apabila rasio lancar rendah, dapat dikatakan bahwa perusahaan
kurang modal untuk membayar utang. Namun, apabila hasil pengukuran rasio
tinggi, belum tentu kondisi perusahaan sedang baik. Hal ini dapat terjadi karena kas
tidak digunakan sebaik mungkin. Rasio lancar adalah ukuran yang umum
digunakan atas solvency (kemampuan membayar) jangka pendek, kemampuan
suatu perusahaan memenuhi kebutuhan utang ketika jatuh tempo (Fahmi 2012:
121).
Penelitian (Hidayat 2013) menyatakan current ratio paling signifikan dalam
memprediksi terjadinya financial distress di suatu perusahaan. Nisbah lancar
merupakan aktiva lancar dibagi kewajiban lancar (Soemarso 2010: 385).
Perusahaan aneka industri yang mempunyai current ratio yang tinggi berarti aktiva
lancarnya lebih besar dari hutang lancarnya, sehingga apabila suatu waktu terjadi
perubahan kondisi ekonomi ataupun keuangan maka aktiva lancar terebut dapat
digunakan untuk memenuhi kewajiban perusahaan pada saat jatuh tempo.
Berdasarkan pernyataan diatas, dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3: Diduga current ratio berpengaruh terhadap financial distress.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka dan pengembangan hipotesis diatas, maka
dapat disajikan kerangka atau konsep pemikiran berguna untuk menggambarkan
hubungan dari variabel independen terhadap variabel dependen agar lebih jelas.
Metodologi Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian menggunakan sumber data sekunder, yaitu data yang sudah
diolah pihak pengumpul data primer serta melalui studi pustaka yang ada
hubungannya dengan masalah yang dihadapi dan dianalisis, disajikan dalam bentuk
informasi. Data sekunder yang digunakan meliputi data laporan tahunan/keuangan
perusahaan aneka industri periode 2011-2014. Metode pengumpulan data dengan
cara metode dokumenter yaitu dengan cara mengumpulkan seluruh data sekunder.
Dan studi pustaka dilakukan dengan mempelajari literatur-literatur yang memuat
pembahasan yang berkaitan dengan penelitian.
Teknik Analisis
Teknis analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif serta
pengujian hipotesis dengan regresi logistik dikarenakan varibel dependen nominal
dan independen metrik serta jumlah untuk tiap kategori tidak harus sebanding.
Pengujian menggunakan software (perangkat lunak) IBM SPSS Statistics 23.
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi data yang dilihat
dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum,
range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali 2013: 19).
Statistik deskriptif yang digunakan untuk mendeskripsikan variabel-
variabel dalam penelitian ini menggunakan alat analisis maksimum, rata-rata
(mean), minimum dan standar deviasi untuk menggambarkan variabel leverage,
operating capacity dan current ratio.
Regresi Logistik
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi
logistik (logistic regression) karena memiliki satu variabel dependen (terikat) yang
non metrik (nominal) serta memiliki variabel independen (bebas) lebih dari satu.
Model penelitian ini dalam persamaan linear sebagai berikut:
𝐿𝑛 𝑃
1 − 𝑃= 𝛽0 + 𝛽1 𝐿𝐸𝑉 + 𝛽2 𝑂𝐶 + 𝛽3 𝐶𝑅 + 𝜀𝑖
Dimana :
𝑃
1−𝑃 = Probabilitas perusahaan mengalami financial distress
𝛽0 = Konstanta
LEV = Leverage (Total Hutang/Total Aktiva)
OPEC = Operating Capacity (Penjualan/Total Aktiva)
CR = Current Ratio (Aktiva Lancar/Kewajiban Lancar)
i = Error
Analisis pengujian model regresi logistik melihat dan menilai model fit serta
estimasi parameter dan interpretasinya.
Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel terikat (Y) adalah variabel yang besar
kecilnya tergantung pada nilai variabel bebas (Sunyoto 2011: 139). Dalam
penelitian ini, variabel dependennya merupakan variabel dummy, yaitu apakah
perusahaan tersebut mengalami financial distress atau nonfinancial distress.
Financial distress diukur dengan menggunakan interest coverage ratio
(rasio antara earning before interest and taxes terhadap interest expense).
Perusahaan yang memiliki interest coverage ratio kurang dari satu dianggap
sebagai perusahaan yang mengalami financial distress (Asquith, Gertner dan
Scharfstein 1994) dalam (Hidayat 2013) serta (Classens et al. 1999) dalam (Wardani
2006). Interest coverage ratio merupakan rasio cakupan bunga yang didesain untuk
menghubungkan berbagai beban keuangan perusahaan dengan kemampuannya
untuk melayani atau membayarnya. Rasio ini hanyalah rasio laba sebelum bunga
dan pajak untuk periode pelaporan tertentu dengan jumlah beban bunga/keuangan
untuk periode tersebut (Horne dan Wachowicz 2013: 171). Rasio ini juga
menghitungkan profitabilitas sehubungan dengan struktur modal yaitu rasio antara
laba perusahaan sebelum bunga dengan pembayaran bunga (Subramanyam dan
Wild 2013: 46). Dihitung dengan rumus seperti ini.
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑒𝑠𝑡 𝐶𝑜𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑓𝑜𝑟𝑒 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑒𝑠𝑡 𝑎𝑛𝑑 𝑇𝑎𝑥𝑒𝑠 − 𝐸𝐵𝐼𝑇
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑒𝑠𝑡 𝐸𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒
Cara pemberian kode dummy umumnya menggunakan kategori yang
dinyatakan dengan angka 1 atau 0. Kelompok yang diberi nilai dummy 0 (nol)
disebut excluded group, sedangkan kolompok yang diberi nilai dummy 1 (satu)
disebut included group (Ghozali 2013: 178). Dalam penelitian ini, peneliti
mempunyai 2 (dua) variabel kategori yaitu perusahaan yang mengalami financial
distress dinyatakan dengan angka 1 (satu), sedangkan yang non financial distress
dinyatakan dengan angka 0 (nol).
Variabel Independen
Variabel independen identik dengan variabel bebas, penjelas, atau
independent variable. Dalam penelitian ini yang berfungsi sebagai variabel
independen adalah leverage, operating capacity, current ratio. Penjelasan terkait
variabel independen tersebut adalah sebagai berikut:
Leverage
Debt ratio (leverage) merupakan rasio utang yang digunakan untuk
mengukur perbandingan antara total hutang dengan total aktiva (Kasmir 2011: 156).
Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang atau
seberapa besar utang perusahaan terhadap pengelolaan aktiva.
Leverage merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
membayar utang (jangka pendek dan jangka panjang). Dalam penelitian ini, rasio
yang dipakai untuk mengukur leverage adalah total liabilities to total asset
(Triwahyuningtias 2012). Leverage (nisbah kewajiban) mengukur persentase dana
yang disediakan kreditur. Kewajiban meliputi kewajiban lancar dan semua utang
jangka panjang. Makin rendah nisbah ini makin besar penyangga kerugiang yang
mungkin timbul pada waktu likuidasi. Dengan demikian, kemampuan melunasi
seluruh kewajibannya juga makin besar (Soemarso 2010).
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑜 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 = Total Hutang
Total Aktiva
Operating Capacity
Operating capacity mencerminkan efisiensi operasional perusahaan
(Triwahyuningtias 2012). Dalam penelitian ini, rasio yang dipakai untuk mengukur
Operating capacity adalah total assets turnover. Total aset turnover disebut juga
dengan perputaran total aset. Rasio ini melihat sejauh mana keseluruhan aset yang
dimiliki perusahaan terjadi perputaran secara efektif (Fahmi 2012). Adapun rumus
total assets turnover adalah:
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 𝑇𝑢𝑟𝑛𝑜𝑣𝑒𝑟 = Penjualan
Total Aset
Current Ratio
Current ratio (rasio lancar) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera
jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan (Kasmir 2011: 134). Dengan kata
lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk mencukupi kewajiban
jangka pendek yang segera jatuh tempo. Perhitungan rasio lancar dilakukan dengan
cara membandingkan antara total aktiva lancar dengan total utang lancar.
𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = Aktiva Lancar
Hutang Lancar
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris, apakah terdapat
pengaruh leverage, operating capacity, current ratio terhadap financial distress
studi pada perusahaan aneka industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2011-2014. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan yang termasuk dalam kelompok aneka industri yang telah terdaftar di
Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2014. Sampel penelitian ditentukan berdasarkan
purposive sampling yang berarti pemilihan sampel berdasarkan kriteria tertentu.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis kuantitatif dan
menggunakan data sekunder, yaitu data yang telah diolah dan diperoleh dari laporan
keuangan dan tahunan dari perusahaan aneka indutri yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada periode 2011-2014. Data diperoleh dari Bursa Efek Indonesia
melalui situs resminya yaitu www.idx.co.id. Berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan maka jumlah pemilihan persampel dirumuskan dalam tabel sehingga
memperoleh sampel yang memenuhi semua kriteria.
No. Kriteria Jumlah
1 Tercatat sebagai emiten aneka industri yang masih terdaftar di
Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2011-2014.
36
2 Perusahaan aneka industri yang aktif menyampaikan laporan
keuangan dalam mata uang rupiah periode 2011-2014
(15)
3 Perusahaan yang menyampaikan data secara lengkap selama
periode pengamatan tahun 2011-2014 berkaitan dengan
variabel leverage, operating capacity, current ratio dan
perusahaan aneka industri yang mengalami dan tidak
mengalami kesulitan keuangan (financial distress) serta
perusahaan yang mengalami kerugian.
(5)
Sampel 16
Berdasarkan kriteria penentu diatas, terdapat 16 perusahaan dan atau 64
(16x4) data aneka indutri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Selanjutnya dari
sampel tersebut diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu perusahaan yang mengalami
financial distress (kode “1”) dan perusahaan yang tidak mengalami financial
distress (kode “0”).
Hasil Penelitian
Pada penelitian ini data yang dilakukan terdiri dari analisis deskriptif dan
pengujian hipotesis dalam penelitian diuji dengan menggunakan metode regresi
logistik. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh
mengenai variabel independen leverage, operating capacity, current ratio terhadap
variable dependen financial distress pada perusahaan aneka industri yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2014.
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif yang digunakan untuk mendeskripsikan variabel-
variabel dalam penelitian ini menggunakan alat analisis maksimum, rata-rata
(mean), minimum dan standar deviasi untuk menggambarkan variabel leverage,
operating capacity, current ratio. Selanjutnya dalam analisis data akan ditunjukkan
hasil pengolahan data untuk menentukan nilai dari variabel yang diteliti. Berikut ini
analisis deskriptif terhadap variabel-variabel tersebut. Tabel 4.2 mendeskripsikan
variabel penelitian dari perusahan aneka industri.
Descriptive Statistics
Rasio
Keuangan Kategori N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
Leverage
Financial Distress 29 .25 3.08 .9226 .70707
Nonfinancial
Distress 35 .20 2.88 .5132 .44469
Operating
Capacity
Financial Distress 29 .28 2.76 1.1090 .56660
Nonfinancial
Distress 35 .39 2.43 1.3398 .58240
Current
Ratio
Financial Distress 29 .42 2.31 1.0809 .51000
Nonfinancial
Distress 35 .55 3.86 1.9083 .76971
Valid N
(listwise)
Financial Distress 29
Nonfinancial
Distress 35
Sumber: Hasil olah data SPSS peneliti
Berdasarkan uji statistik deskriptif pada tabel diketahui bahwa jumlah data
dalam penelitian (N) adalah 64 data. Rasio keuangan merupakan rasio yang
menggambarkan kondisi suatu perusahaan. Dimana dari rasio keuangan dapat
diketahui kinerja suatu perusahaan sehingga karakteristik perusahaan financial
distress dan nonfinancial distress dapat ditentukan. Adapun deskriptif rasio-rasio
keuangan yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
Deskriptif Leverage
Deskriptif rasio leverage ini merupakan rasio solvabilitas yang mengukur
kemampuan perusahaan dalam mengelola modal maupun asset untuk membiayai
hutang selama perusahaan beroperasi. Semakin besar rasio ini menunjukkan
semakin besar pula financial distress bahkan menjadi pertimbangan karena
mendekati kebangkrutan (bancruptcy) perusahaan.
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui leverage perusahaan financial
distress menunjukkan nilai rata-rata adalah 0,9226, nilai tertinggi sebesar 3.08, nilai
terendah 0.25 serta nilai standar deviasi 0,70707. Sedangkan leverage perusahaan
nonfinancial distress menunjukkan nilai rata-rata adalah 0,5132, nilai tertinggi
sebesar 2.88, nilai terendah 0.20 serta nilai standar deviasi 0,44469.
Deskriptif Operating Capacity
Deskriptif rasio operating capacity ini merupakan rasio yang mengukur
perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan dan mengukur berapa jumlah
penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva. Berdasarkan tabel tersebut dapat
diketahui operating capacity perusahaan financial distress menunjukkan nilai rata-
rata adalah 1,1090, nilai tertinggi sebesar 2,76, nilai terendah 0,28 serta nilai standar
deviasi 0,56660. Sedangkan operating capacity perusahaan nonfinancial distress
menunjukkan nilai rata-rata adalah 1,3398, nilai tertinggi sebesar 2,43, nilai
terendah 0.39 serta nilai standar deviasi 0,58240.
Deskriptif Current Ratio
Deskriptif rasio current ratio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya dari asset lancar yang dimiliki perusahaan.
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui current ratio perusahaan financial
distress menunjukkan nilai rata-rata adalah 1,0809, nilai tertinggi sebesar 2,31, nilai
terendah 0.42 serta nilai standar deviasi 0,51000. Sedangkan current ratio
perusahaan nonfinancial distress menunjukkan nilai rata-rata adalah 1,9083, nilai
tertinggi sebesar 3.86, nilai terendah 0.55 serta nilai standar deviasi 0,76971.
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dan dalam penelitian ini akan dilakukan analisis dengan
menggunakan metode regresi logistik karena data didalam penelitian ini
menggunakan data nominal dan data rasio. Variabel dependen merupakan data
nominal dan data independen merupakan data rasio sehingga regresi logistic (logit)
yang paling tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. Langkah diawali dengan
dilakukan penilaian overall fit model terhadap data serta estimasi parameter dan
interpretasinya. Model logit yang digunakan dalam penelitian ini dijabarkan
sebagai berikut:
Menilai Model Fit
Permasalahan dan hipotesis dalam penelitian ini akan dianalisis dengan
logistic regression. Langkah pertama yang dilakukan adalah menilai overal fit
model terhadap data. Adapun hipotesis untuk menilai fit model adalah:
Ho: Model yang dihipotesakan fit dengan data
Ha: Model yang dihipotesakan tidak fit dengan data
Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Jika nilai statistic Hosmer and Lemeshow’s
Goodness of Fit Test lebih besar daripada 0,05 maka hipotesis nol (Ho) tidak dapat
ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat
dikatakan model dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya. Tabel 4.3
berikut ini menyajikan output Hosmer and Lomeshow yang digunakan untuk
menilai kelayakan model regresi.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square Df Sig.
1 13.988 8 .082
2 3.669 8 .886
3 9.297 8 .318
Dari tabel tersebut menunjukkan besarnya nilai statistik Hosmer and
Lomeshow Goodness of Fit sebesar 9,297 dengan profitabilitas signifikan 0,318
nilainya diatas 0,05. Hal ini berarti Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak
ada perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model logistic regression layak
dipakai/diterima (model fit) untuk analisis selanjutnya (Imam Ghozali, 2013: 346).
Model Summary
Step
-2 Log
likelihood
Cox & Snell
R Square
Nagelkerke R
Square
1 65.447a .299 .400
2 55.806b .397 .531
3 49.608c .452 .605
a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than .001.
b. Estimation terminated at iteration number 6 because
parameter estimates changed by less than .001.
c. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than .001.
Sumber: Hasil olah data SPSS peneliti
Dalam tabel diatas terdapat angka -2likelihood sebesar 49,608 yang berada
pada Block Number=3. Sedangkan untuk nilai Cox Snell’s R square sebesar 0,452
(45,2%). Dan nilai Negelkerke R2 adalah 0,605 (60,5%). Artinya variable
independen yaitu leverage (LEV), operating capacity (OPEC), current ratio (CR)
mampu menjelaskan variasi dari variable dependen yaitu financial distress sebesar
60,5% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang diluar dari
variable-variabel yang diteliti. Dapat juga diartikan variabilitas yang terjadi pada
variabel terikat yaitu perusahaan yang mengalami financial distress dan
nonfinancial distress dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel bebasnya.
Classification Tablea
Observed
Predicted
Financial Distress
Percentage
Correct
Nonfinancial
Distress
Financial
Distress
Step 1 Financial
Distress
Nonfinancial
Distress 25 10 71.4
Financial Distress 5 24 82.8
Overall Percentage 76.6
Step 2 Financial
Distress
Nonfinancial
Distress 25 10 71.4
Financial Distress 5 24 82.8
Overall Percentage 76.6
Step 3 Financial
Distress
Nonfinancial
Distress 27 8 77.1
Financial Distress 6 23 79.3
Overall Percentage 78.1
a. The cut value is .500
Sumber: Hasil olah data SPSS peneliti
Tabel klasifikasi 2x2 ini berfungsi untuk menghitung nilai estimasi yang benar
(correct) dan salah (incorrect). Sampel awal dalam penelitian ini berjumlah 64
perusahaan yang terdiri dari 35 perusahaan kategori nonfinancial distress dan 29
perusahaan kategori financial distress. Setelah diuji menggunakan regresi logistik
ternyata hasilnya menunjukkan bahwa dari 35 perusahaan kategori nonfinancial
distress yang benar mengalami nonfinancial distress ada 27 perusahaan dengan
ketepatan pengklasifikasian 77,1% sedangkan 8 perusahaan masuk kategori
financial distress. Sementara dari 29 perusahaan kategori financial distress ternyata
yang benar klasifikasinya mengalami financial distress ada 23 perusahaan dengan
ketepatan pengklasifikasian 79,3%, sedangkan 6 perusahaan masuk kategori
nonfinancial distress atau secara keseluruhan ketepatan klasifikasi adalah 78,1%.
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 22.713 1 .000
Block 22.713 1 .000
Model 22.713 1 .000
Step 2 Step 9.641 1 .002
Block 32.354 2 .000
Model 32.354 2 .000
Step 3 Step 6.198 1 .013
Block 38.552 3 .000
Model 38.552 3 .000
Sumber: Hasil olah data SPSS peneliti
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variable-variabel
independen secara serentak/simultan berpengaruh terhadap variable dependennya
yaitu financial distress. Berdasarkan hasil omnibus test of model coeficient pada
tabel tersebut menunjukkan hasil bahwa secara simultan leverage, operating
capacity, current ratio dapat memprediksi financial distress. Hal ini dapat dilihat
hasil ² (Chi-square) sebesar 38,552 dengan degree of freedom sebesar 3. Adapun
tingkat signifikansi sebesar 0,000 yang nilainya lebih kecil dari 0,05. Dari hasil
penelitian ini, secara simultan terbukti bahwa leverage, operating capacity dan
current ratio berpengaruh terhadap financial distress. Oleh karena itu, perusahaan
harus memperhatikan faktor-faktor tersebut dalam memprediksi financial distress.
Sehingga perusahaan dapat menghindari kemungkinan terjadinya financial distress.
Estimasi Parameter dan Interpretasinya
Estimasi parameter dan interpretasinya yang dapat dilihat pada output SPSS
variabel in the equation. Pengujian signifikansi dari koefisien pada regresi logistik
digunakan uji Wald untuk menguji signifikansi konstanta dari setiap variabel
independen yang masuk ke dalam model. Oleh karena itu, apabila uji wald terlihat
angka signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka koefisien regresi adalah signifikan
pada tingkat kepercayaan 5%. Dengan uji Wald, kita dapat mengetahui seberapa
besar pengaruh variabel independen terhadap kemungkinan perusahaan berada
pada kondisi financial distress secara parsial.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a CR -2.207 .622 12.611 1 .000 .110
Constant 2.941 .871 11.403 1 .001 18.929
Step 2b OPEC -1.953 .733 7.100 1 .008 .142
CR -3.058 .834 13.449 1 .000 .047
Constant 6.531 1.810 13.018 1 .000 686.055
Step 3c LEV 2.238 1.067 4.402 1 .036 9.375
OPEC -3.736 1.332 7.862 1 .005 .024
CR -2.775 .929 8.914 1 .003 .062
Constant 6.649 2.207 9.075 1 .003 771.892
a. Variable(s) entered on step 1: CR.
b. Variable(s) entered on step 2: OPEC.
c. Variable(s) entered on step 3: LEV.
Sumber: Hasil olah data SPSS peneliti
Pada tabel diatas step 3 terdapat tiga variable independen yang signifikan
yaitu LEV, OPEC, CR. Persamaan logistic regression dapat dituliskan sebagai
berikut:
𝐿𝑛 𝑃
1−𝑃 = 6,649 + 2,238 LEV – 3,736 OPEC – 2,775 CR
Variabel konstan model regresi logistik mempunyai koefisien positif
sebesar 6,649 yang berarti jika variabel lain dianggap tetap maka financial distress
perusahaan mengalami kenaikan sebesar 6,649 unit satuan.
Variabel leverage (LEV) merupakan rasio hutang yang digunakan untuk
mengukur perbandingan antara total hutang dengan total aktiva. Memiliki statistik
wald sebesar 4,402 sedangkan dari tabel Chi-Square untuk tingkat signifikan 5%
atau 0,05 dan derajat bebas = 1 diperoleh hasil 3,84146. Hasil koefisien LEV
sebesar 2,238 yang berarti setiap kenaikan 1 unit satuan pada LEV akan mengalami
kenaikan financial distress sebesar 2,238 unit satuan dengan asumsi nilai koefisien
variabel lain tetap atau tidak berubah. Dan nilai signifikansi LEV adalah sebesar
0,036 yang artinya lebih kecil dari taraf nyata signifikansi yaitu 0,05. Hal ini
menandakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa secara parsial leverage (LEV) mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap financial distress.
Variabel operating capacity (OPEC) diukur dengan membandingkan antara
penjualan terhadap total aset. Memiliki statistik wald 7,862 sedangkan dari tabel
Chi-Square untuk tingkat signifikan 5% atau 0,05 dan derajat bebas = 1 diperoleh
hasil 3,84146. Hasil statistik koefisien untuk OPEC adalah sebesar -3,736 yang
berarti setiap kenaikan 1 unit satuan pada OPEC akan mengalami penurunan
financial distress sebesar 3,736 unit satuan dengan asumsi nilai koefisien variabel
lain tetap atau tidak berubah. Dan nilai signifikansi OPEC adalah sebesar 0,005
yang artinya lebih kecil dari taraf nyata signifikansi yaitu 0,05. Hal ini menandakan
bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara
parsial operating capacity (OPEC) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
financial distress.
Variabel current ratio (CR) diukur dengan membandingkan antara aset
lancar terhadap hutang lancar. Memiliki statistik wald 8,914 sedangkan dari tabel
Chi-Square untuk tingkat signifikan 5% atau 0,05 dan derajat bebas = 1 diperoleh
hasil 3,84146. Hasil statistik koefisien untuk CR adalah sebesar -2,775 yang berarti
setiap kenaikan 1 unit satuan pada CR akan mengalami penurunan financial distress
sebesar 2,775 unit satuan dengan asumsi nilai koefisien variabel lain tetap atau tidak
berubah. Dan nilai signifikansi CR adalah sebesar 0,003 yang artinya lebih kecil
dari taraf nyata signifikansi yaitu 0,05. Hal ini menandakan bahwa Ho ditolak dan
Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial current ratio (CR)
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap financial distress.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Leverage berpengaruh positif terhadap financial distress. Artinya perusahaan
yang mempunyai rasio leverage yang tinggi cenderung financial distress
dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai rasio leverage yang rendah.
2. Operating capacity berpengaruh negatif terhadap financial distress. Artinya
perusahaan yang mempunyai rasio operating capacity yang tinggi cenderung
nonfinancial distress dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai rasio
operating capacity yang rendah.
3. Current ratio berpengaruh negatif terhadap financial distress. Artinya
perusahaan yang mempunyai current ratio yang tinggi cenderung nonfinancial
distress dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai current ratio yang
rendah.
4. Secara serentak/simultan leverage, operating capacity dan current ratio
berpengaruh terhadap financial distress.
Saran
Adapun penulis memberikan saran-saran yang menjadi bahan pertimbangan untuk
kedepannya sebagai berikut:
1. Disarankan peneliti berikutnya yang akan melakukan penelitian serupa dengan
mempertimbangkan tingkat bunga, corporate governance dan tahun penelitian
diperpanjang serta menggunakan keseluruhan jenis perusahaan.
2. Perusahaan aneka industri diharapkan untuk memperhatikan faktor yang dapat
mengakibatkan financial distress perusahaan, sehingga jika terdapat indikasi
perusahaan mengalami financial distress, perusahaan dapat cepat mengambil
tindakan untuk memperbaiki kondisi keuangan perusahaan.
3. Disarankan bagi investor dan kreditur hendaknya memperhatikan leverage,
operating capacity, current ratio untuk mengetahui kondisi perusahaan karena
variabel-variabel tersebut sudah teruji bahwa secara parsial dan simultan
berpengaruh signifikan terhadap financial distress.
Daftar Pustaka
Ardiyanto, Feri Dwi. “Prediksi Rasio Keuangan Terhadap Kondisi Financial
Distress Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2005-2009.” Skripsi Undip, 2011.
Atmaja, Lukas Setia. Teori dan Praktek Manajamen Keuangan. Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2008.
Fahmi, Irham. Analisis Laporan keuangan. Disunting oleh Dimas Handi. Bandung:
CV. ALFABETA, 2012.
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2013.
Hidayat, Muhammad Arif. “Prediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur di
Indonesia.” Skripsi Undip, 2013.
Horne, James C. Van, dan John M. Wachowicz. Prinsip-prinsip Manajemen
Keuangan. Jakarta: Salemba Empat, 2013.
Kasmir. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011.
Purwanto, Agus, dan Oktita Earning Hanifah. “Pengaruh Struktur Corporate
Governance dan Financial Indicators terhadap Kondisi Financial Distress.”
Diponegoro Journal Of Accounting v. 2 (2013): h: 1-15.
Putri, Ni Wayan Krisnayanti Arwinda, dan Ni Kt. Lely A. Merkusiwati. “Pengaruh
Mekanisme Corporate Governance, Likuiditas, Leverage, dan Ukuran
Perusahaan pada Financial Distress.” E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana v. 7.1 (2014): h: 93-106.
Sastriana, Dian, dan Fuad. “Pengaruh Corporate Governance dan Firm Size
Terhadap Perusahaan yang Mengalami Kesulitan Keuangan (Financial
Distress).” Diponegoro Journal of accounting v. 2 (2013): h: 1-10.
Sitanggang, J. P. Manajemen Keuangan Perusahaan Lanjutan. Jakarta: Mitra
Wacana Media, 2013.
Soemarso. Akuntansi Suatu Pengantar. Jakarta: Salemba Empat, 2010.
Subramanyam, K. R., dan John J. Wild. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta:
Salemba Empat, 2013.
Sunyoto, Danang. Metodologi Penelitian untuk Ekonomi (Alat Statistik & Analisis
Output Komputer). Yogyakarta: CAPS, 2011.
Triwahyuningtias, Meilinda. “Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran
Dewan, Komisaris Independen, Likuiditas Dan Leverage Terhadap
Terjadinya Kondisi Financial Distress.” Skripsi Undip, 2012.
Wardani, Ratna. “Mekanisme Corporate Governance dalam Perusahaan yang
Mengalami Permasalahan Keuangan.” Simposium Nasional Akuntan 9
Padang, 2006.
Weston, J. fred, dan Thomas E. Copeland. Manajemen Keuangan, jilid 2.
Tanggerang: Binapura Aksara, 2010.