38
1 PENGARUH POLITIK UANG TERHADAP PARTISIPASI DAN PREFERENSI POLITIK MASYARAKAT KOTA KOTAMOBAGU (Study Kasus Pilwako 2013, Pileg dan Pilpres 2014) Komisi Pemilihan Umum Kota Kotamobagu 2015

Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

1

PENGARUH POLITIK UANG TERHADAP PARTISIPASI DAN

PREFERENSI POLITIK MASYARAKAT KOTA KOTAMOBAGU

(Study Kasus Pilwako 2013, Pileg dan Pilpres 2014)

Komisi Pemilihan Umum

Kota Kotamobagu

2015

Page 2: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

2

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr, Wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan

Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami

dapat menyelesaikan Riset ini dengan tema “Pengaruh Politik Uang Terhadap

Partisipasi dan Preferensi Politik Masyarakat Kota Kotamobagu”.

Riset ini dibuat melalui berbagai observasi dan beberapa bantuan dari

berbagai pihak untuk membantu menyelesaikannya, tentu banyak ditemui tantangan

dan hambatan selama mengerjakan riset ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan riset ini.

Kami sangat berharap riset ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pengetahuan kita tentang apa itu money politik, beserta dampak yang

ditimbulkan, dan juga dapat menjadi bahan evaluasi agar penyelenggaraan

kepemiluan pada masa yang akan datang akan semakin baik.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan riset ini terdapat

banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Kami berharap adanya kritik, saran

dan usulan demi perbaikan riset ini di masa yang akan datang.

Terakhir, semoga hasil penelitian ini dapat dipahami bagi siapapun yang

membacanya. Kiranya hasil riset yang telah disusun ini dapat berguna. Sebelumnya

kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan

kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Kotamobagu, Agustus 2015

Tim Penyusun

Page 3: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

3

DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………………. 2

Daftar Isi ……………………………………………………………………….. 3

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………….. 4

1. Latar Belakang ……………………………………………… 4

2. Perumusan Masalah ………………………………………… 8

3. Tujuan Penulisan …………………………………………… 8

BAB II KERANGKA TEORI ………………………………………… 9

Partisipasi Politik Secara Umum/Nasional …………………….. 9

BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………. 24

1. Lokasi Penelitian ………………………………………..…. 25

2. Subyek/Obyek dan Informasi Penelitian ……………….…. 25

3. Teknik Penentuan Informasi …………………………….… 25

4. Teknik Pengumpulan Data …………………………….….. 26

5. Sumber dan Jenis Data ……………………………………. 27

6. Teknik Analisis Data ……………………………………… 27

7. Desain Penelitian …………………………………………. 28

8. Konseptualisasi …………………………………………… 28

BAB IV PEMBAHASAN ……………………………………………... 30

1. Kondisi Umum ………………………………………….… 30

2. Hubungan Antara Uang dan Preferensi Politik ……….….. 31

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……………….….. 36

1. Kesimpulan …………………………………………….… 36

2. Rekomendasi ……………………………………….…….. 36

Daftar Pustaka ……………………………………………………………….. 38

Page 4: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemilihan umum adalah salah satu wujud dari budaya demokrasi, di mana

pemilu yang merupakan implementasi dari salah satu ciri demokrasi rakyat secara

langsung dilibatkan, diikutsertakan dalam menentukan arah dan kebijakan politik

negara. Pemilihan umum juga merupakan sarana politik untuk mewujudkan

kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil rakyat di lembaga legislatif serta

memilih pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden atau wakil presiden

maupun kepala daerah.

Sebagaimana menurut UU No. 3 Tahun 1999 Tentang Pemilu,“Pemilu adalah

sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. Pemilihan umum di Indonesia diadakan

setiap lima tahun sekali, yang telah berlangsung sejak tahun 1955 hingga 2014.

Pemilihan umum diselenggarakan secara demokratis dan transparan, jujur dan adil

dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum,

bebas dan rahasia. Kemudian setelah sukses bangsa Indonesia menyelenggarakan

Pemilu 2014 secara langsung, maka disusul dengan pemilihan di tingkat lokal, yakni

pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung

Pemilihan umum hampir-hampir tidak mungkin dilaksanakan tanpa kehadiran

partai-partai politik ditengah masyarakat. Keberadaan partai juga merupakan salah

satu wujud nyata pelaksanaan asas kedaulatan rakyat. Sebab dengan partai-partai

politik itulah segala aspirasi rakyat yang kedaulatan berada di tangan rakyat, maka

kekuasaan harus dibangun dari bawah.

Konsekuensinya, kepada rakyat harus diberikan kebebasan untuk mendirikan

partai-partai politik. Pasal 28 UUD 1945 dengan tegas menyatakan “Kemerdekaan

berserikat dan berkumpul, mengeluarkan fikiran dengan lisan dan tulisan dan

sebagainya ditetapkan dalam UU”. Maksudnya, disana dinyatakan bahwa Pasal 28

ini serta pasal-pasal lain yang mengenai penduduk dan warga negara hasrat Bangsa

Indonesia untuk membangun negara yang bersifat ber-prikemanusiaan.

Page 5: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

5

Jadi yang diperlukan untuk memerinci ketentuan Pasal 28 ini adalah sebuah

Undang-undang yang mengatur tentang “Kebebasan Berserikat” warga negaranya.

Bukan sebuah Undang-undang yang justru akan membatasi warga negaranya untuk

menyampaikan aspirasi suaranya.

Memang, kebebasan mendirikan partai tanpa batas dapat menimbulkan

banyak berbagai persoalan yang justru merugikan perkembangan demokrasi. Kalau

memang jumlah partai harus dibatasi, maka persoalannya kemudian ialah bagaimana

caranya agar patai-partai itu dapat memainkan perannya secara wajar dan optimal,

baik sebagai wahana penyalur aspirasi rakyat maupun sebagai sarana membangun

pemerintahan secara demokrasi dari bawah, yang mampu menunjukkan bahwa

negara memang menganut asas kedaulatan rakyat.

Apa yang berlaku selama hampir 3 (tiga) Dasawarsa terakhir ini

menunjukkan sebuah gejala lemahnya posisi partai dalam memainkan peranan

politiknya sebagai wahana pencerminan asas kedaulatan rakyat serta wahana

pencerdasan rakyat akan sebuah pendidikan politik yang ada di negeri ini.

Apabila kita lihat dari sudut pandang Ilmu Politik, hal ini nampaknya

disebabkan oleh menguatnya peranan birokrasi dalam penyelenggaraan negara,

ditambah dengan dikembangkannya sistem politik yang cenderung ke arah

monolitik. Ada satu sisi segi positif kecenderungan ini, yaitu terpeliharanya stabilitas

politik negara untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang, terutama

dibidang ekonomi yang sangat berpengaruh dari stabilitasan politik dalam negeri.

Namun ada pula sisi negatifnya yakni kurang terserapnya aspirasi dan

partisipasi rakyat secara menyeluruh dari lapisan bawah. Salah satu dampaknya ialah

kecenderungan semakin melebarnya kesenjangan sosial dan ekonomi di dalam

masyarakat, terutama masyarakat kecil yang selalu terpuruk dalam keadaan ekonomi

yang tidak menentu. Dan hal ini terlihat saat pemerintah yang menaikkan beban

ekonomi pada masyarakat secara umum, yang mengakibatkan sebuah problema yang

mempengaruhi tata kehidupan ekonomi masyarakat.

Sebagai contoh yang ada pada saat sekarang yaitu, Pemerintah yang

menaikkan harga BBM yang alasan Pemerintah bahwa hal ini disebabkan akan

naiknya harga Minyak Dunia, akan tetapi dengan adanya kompensasi bahwa rakyat

kecil dan miskin akan mendapat bantuan berupa BLT yang dibagikan seharga Rp.

Page 6: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

6

400.000,- per kepala keluarga se-Indonesia. Akan tetapi pada kenyataan bahwa data

yang digunakan adalah data lama (2005) yang banyak data yang sewaktu dilihat pada

kenyataannya yaitu banyak rakyat Indonesia yang bertambah miskin sejak tahun

2005 sampai tahun 2008. Serta juga dalam hal pembagian juga banyak sekali

ketimpangan yang terjadi, antara lain adanya rakyat yang miskin yang tidak

mendapat BLT serta juga ada rakyat yang mampu perekonomiannya yang

mendapatkan BLT.

Lemahnya peranan dari partai politik yang terjadi ditengah masyarakat

dengan sendirinya mengurangi makna asas kedaulatan rakyat yang kita anut, serta

juga banyak rakyat yang tidak percaya akan peranan partai politik akan mau

memperjuangkan aspirasi rakyat secara umum yang menjerit akan himpinan hidup

yang diciptakan oleh pemerintahan yang kurang bisa menangani akan tata

pemerintahan dalam hal ekonomi.

Lemahnya posisi partai politik juga turut serta mengambil keputusan-

keputusan politik yang ada di dewan pemerintahan, karena dominan peranan sebuah

birokrasi politik yang membawa dampak kurang bermaknanya arti sebuah pemilihan

umum yang ada di negeri ini.

Pemilihan umum yang berlangsung cenderung tidak membawa perubahan

yang berarti, baik dalam proses peralihan maupun dalam upaya peningkatan aspirasi

rakyat dari bawah dan juga perbaikan ekonomi yang di inginkan oleh rakyat secara

umum.

Namun demikian, tidaklah berarti bahwa pemilihan umum yang selama ini

dilaksanakan selama sama sekali tidak mempunyai makna yang berarti. Keberhasilan

pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pemilihan umum secara yang secara

rutin sekali dalam 5 tahun tentu mempunyai arti tersendiri dalam proses

pembangunan demokrasi yang ada di Indonesia ini, walaupun banyak cacat yang

terjadi disana-sini tetapi hal yang patut di perhatikan bahwa pemerintahan Orde Baru

mampu melaksanakan pemilu secara berkala.

Tetapi, walau bagaimanapun dari waktu ke waktu diperlukan perbaikan-

perbaikan dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia. Ini terutama menyangkut

pembenahan kehidupan kepartaian yang ada di negara kita dan berbagai aspek

mengenai penyelenggaraan pemilihan umum, baik dari segi pengaturan,

Page 7: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

7

penyelenggaraan maupun sistemnya serta penyidikan akan pelanggaran dari para

peserta pemilu serta juga dari Jurkam maupun Timsesnya.

Adapun dalam masalah Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) yang sesuai

dengan peraturan per-undang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 23

Tahun 2014 yang mengatur akan tata Pemerintahan Daerah (PEMDA) dalam

mengatur pemerintahan sendiri terutama dalam hal Pemilihan Kepala Daerah

(PILKADA). Undang-undang ini sesuai dengan UUD 1945 yang ada pada UUD

1945 perubahan pertama yaitu Pasal 22E UUD 1945. Yaitu bahwa Pemilihan

legislative, Kepala Daerah baik untuk tingkatan Gubernur, Bupati, Walikota serta

para wakilnya di tentukan oleh adanya pemilihan secara langsung oleh rakyat yang

berasaskan pada langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Jimlie Ashshiqie,

2006, hal:792).

Sedangkan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah ini dilaksanakan oleh

Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yang bertempat tugas di daerah Tingkat I

(Provinsi), daerah Tingkat II (Kabupaten), dan Kota. Komisi ini melaksanakan

tugasnya sebagai badan pelaksana pemerintah yang mengurusi akan masalah

Pemilihan Kepala Daerah yang ada di daerah tanggung jawabnya.

Adapun tugas dari KPUD bukan hanya saja memilih Gubernur, Bupati,

maupun Walikota akan tetapi DPRD juga turut serta dalam wewenang tanggung

jawab dari KPUD dalam memilih anggota legislatif yang ada di daerah. Akan tetapi

fokus dalam masalah yang berkembang dalam wacana publik yang ada yaitu banyak

masyarakat daerah tersebut atau masyarakat umum se-Indonesia yang membicarakan

masalah pemilihan kepala daerah yang berstatus Gubernur, Walikota, maupun

Bupati.

Sedangkan pengertian dari Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan

urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan

tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Lalu yang ada dalam pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau

Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah

(Undang-undang No. 32 Tahun 2008, Pasal 1 Ayat 2 dan 3)

Page 8: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

8

Berdasarkan penjelasan diatas kami mencoba untuk membandingkan bagaimana

pengaruh Politik Uang terhadap partisipasi dan preferensi Politik masyarakat Kota

Kotamobagu (Study kasus Pilwako 2013, Pileg dan Pilpres 2014)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan Walikota

Kota Kotamobagu tahun 2013 dan Legislative tahun 2014 hubunganya

dengan politik uang dan kekerabatan ?

2. Apakah demokrasi menjadi kunci terjawabnya partisipasi politik dalam

pemilihan eksekutif maupun legislative?

3. Apakah Money Politics mempengaruhi preferensi politik masyarakat dalam

pemilihan eksekutiv maupun legislative di Kota Kotamobagu?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan

pemilu eksekutive dan legislative di Kota Kotamobagu.

2. Untuk mengetahui apakah benar demokrasi menjadi kunci terjawabnya

partisipasi politik dalam pemilihan umum.

3. Untuk mengetahui pengaruh Money Politics terhadap preferensi politik

masyarakat dalam pemilu eksekutive dan legislative.

Page 9: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

9

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Partisipasi Politik Secara Umum/Nasional

Sebelum kita membahas akan bagaimana partisipasi masyarakat dalam proses

pemilhan kepala daerah maupun adanya indikasi akan permainan Money Politics

dalam acara pesta demokrasi daerah. Maka penulis akan membahas mengenai arti

dari permasalahan awal dalam makalah ini yaitu arti kata politik yang berasal dari

bahasa yunani yaitu Polis yang artinya kota (Pusat Pengaturan Rakyat). Jadi, yang

dimaksud dengan Politik adalah pengetahuan tentang seluk beluk ketatanegaraan

baik dari aspek kekuasaan, pemerintahan dan pengaturan dalam suatu negara.

Pengertian PILKADA ialah pemilihan kepala daerah secara langsung oleh

masyarakat daerah tersebut untuk memilih kepala daerahnya yang baru atau

Pemilihan Kepala Daerah baik untuk tingkatan Gubernur, Bupati, Walikota serta

para wakilnya di tentukan oleh adanya pemilihan secara langsung oleh rakyat yang

berasaskan pada langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pilkada (Pemilihan

Kepala Daerah Secara Langsung) sudah terjadi di ratusan tempat di seluruh

Indonesia.

Namun, ada gejala mencolok yang cukup mengkhawatirkan yang terjadi

dalam masyarakat. Antusiasime publik dan tingkat partisipasi masyarakat luas dalam

pilkada itu cukup rendah. Ukuran paling mencolok dari rendahnya keterlibatan

publik itu adalah rendahnya tingkat Voter Turnout (partisipasi pemilih yang

mencoblos di TPS pada hari pemilihan). Di banyak daerah di Indonesia, hanya 70

persen pemilih yang terdaftar yang datang ke tempat pemungutan suara. Di beberapa

tempat, bahkan hanya sekitar 50 persen dari pemilih yang ikut mencoblos.

Persentase Voter Turnout itu jelas sekali di bawah rata-rata Pemilu Nasional

di Indonesia. Sejak Orde Baru sampai dengan Orde Reformasi, rata-rata Voter

Turnout itu sekitar 90 persen. Secara hukum, rendahnya tingkat partisipasi publik itu

tidak membatalkan pemilu. Sejak awal negara kita menganut asas suka-rela dalam

partisipasi politik di dalam pelaksanaan pemilu. Para pemilih boleh mendaftarkan

diri sebagai pemilih, boleh juga tidak. Bahkan pemilih yang sudah memiliki kartu

Page 10: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

10

pemilih boleh datang ke tempat pemilihan, boleh juga tidak. Partisipasi politik itu

dianggap menjadi hak warga negara bukan kewajiban dari warga negara.

Tabel 2:1:

Perbandingan Tingkat Partisipiasi Masyarakat Kota Kotamobagu

Dalam Pilwako, Pileg dan Pilpres

Kegiatan

Politik

Waktu

Pelaksanaan

Jumlah

DPT

Pengguna

Hak Pilih

Prosentase

Pemilih

Pilwako Juni 2013 86.904 71.027 81,73%

Pileg April 2014 90.658 70.278 79,28%

Pilpres Juli 2014 89.389 58.891 67,26%

Sumber Data: KPUD Kota Kotamobagu

Sebagai contoh perbandingan yang terjadi di Amerika Serikat, yang menjadi

salah satu model demokrasi dunia, Voter Turnout itu juga cukup rendah. Bahkan

dalam pemilu nasional yang memilih Presiden, persentase Voter Turnout itu sekitar

50 persen - 60 persen saja. Namun demokrasi terus berjalan. Pemimpin yang terpilih

juga memperoleh legitimasi yang kuat dari masyarakat.

Tetapi, bagi negara demokrasi yang baru dan juga baru dalam menjalankan

demokrasi di negaranya mapun negara yang baru berdiri, rendahnya Voter Turnout

cukup mengkhawatirkan, yang sangat berbeda dengan yang terjadi di Amerika

Serikat. Di negara itu, walau publik tidak datang ke tempat pemungutan suara, terasa

tidak banyak perbedaan yang dianut para kandidat. Ibarat hanya memilih antara Coca

Cola dan Pepsi Cola. Siapa pun yang terpilih, sistem politik di sana sudah berjalan,

yang Prodemokrasi, Propasar Bebas, dan Prokebebasan Individu. Rendahnya Voter

Turnout di sana tak berkaitan dengan Distrust atau ketidak percayaan masyarakat

kepada demokrasi.

Di Indonesia, kita khawatir jika rendahnya Voter Turnout itu akan menjadi

awal dari mosi tak percaya kepada demokrasi. Mereka menikmati kebebasan politik

yang dibawa oleh demokrasi. Namun, gunjang-ganjing demokrasi itu belum mereka

rasakan dalam memperbaiki kehidupan ekonomi konkret mereka sehari-hari. Bahkan

untuk banyak kasus, mereka justru merasa lebih sengsara. Jika ini yang menjadi

Page 11: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

11

pangkalnya, rendahnya Voter Turnout dalam pilkada menjadi sinyal lampu kuning

bagi masa depan demokrasi di Indonesia.

Sistem demokrasi tak pernah menjadi kokoh tanpa kepercayaan publik atas

keefektifannya. Konsekuensi rendahnya Voter Turnout dalam Pilkada dapat

menyebabkan terpilihnya kepala daerah yang berbeda. Untuk suatu daerah yang

sangat kompetitif, acap kali jarak kemenangan satu kandidat atas kandidat lainnya di

bawah 20 persen.

Dalam sistem multipartai dan acap kali jumlah kandidat yang ikut serta lebih

dari dua, cukup normal jika selisih persentase dukungan atas kandidat pemenang dan

saingan terdekatnya di bawah 20 persen. Hanya dalam kasus khusus saja selisih itu di

atas 20 persen. Namun, apa yang terjadi jika pemilih yang datang ke tempat

pemungutan suara di bawah 70 persen, apalagi di bawah 50 persen? Itu berarti

sejumlah 30 persen-50 persen pemilih tidak mencoblos.

Jika mayoritas yang tidak mencoblos itu adalah pendukung kandidat tertentu

yang paling kuat, niscaya pemenang pemilu berubah. Tokoh tertentu dikalahkan

dalam pemilih langsung bukan karena ia kalah populer, tetapi semata karena

mayoritas pendukungnya tidak datang ke tempat pencoblosan.

Para ahli strategi politik di belakang kandidat di Amerika Serikat sangat sadar

akan situasi itu. Mobilisasi pendukung untuk datang ke tempat pemungutan suara

dijadikan bagian sentral pemenangan kandidat. Penyebab rendahnya Voter Turnout

dalam pilkada di Indonesia memang dapat disebabkan banyak hal, mulai dari yang

paling teknis sampai kepada yang sangat politis.

Yang paling teknis, itu disebabkan oleh persoalan logistik belaka.

Keterlambatan turunnya dana ke KPUD dapat menyebabkan tidak sempurnanya

semua tahapan pemilu. (Denny JA, 01/05/2006) KPUD terlambat dalam mendata

pemilih. Akibatnya, terlambat pula dalam sosialisasi dan menyiapkan kartu pemilih.

Jumlah pemilih yang memenuhi syarat administratif untuk mencoblos menjadi jauh

lebih rendah daripada jumlah pemilih yang sebenarnya. Pemilih yang sah tetapi tidak

lengkap syarat administrasinya tentu tidak memenuhi syarat untuk ikut mencoblos.

Jika itu alasannya, rendahnya Voter Turnout itu tak ada kaitan sama sekali

dengan trust atau distrust atas demokrasi di Indonesia. Namun, jangan pula

dikesampingkan alasan yang lebih politis. Selalu terbuka kemungkinan pemilih

Page 12: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

12

kehilangan antusiasme. Mereka sudah mengalami euforia reformasi sejak 1998.

Sudah tujuh belas tahun usia reformasi. Namun, apa yang mereka rasakan dalam

kehidupan ekonomi konkret mereka sendiri? Tingginya angka pengangguran, harga

kebutuhan pokok yang terus meninggi, kelangkaan BBM, listrik yang semakin sering

mati, tingginya perpecahan partai politik, hilangnya keteladanan pemimpin, tentu

juga menjadi memori kolektif mereka.

Dalam berbagai survei juga terekam bahwa kekecewaan publik atas reformasi

meningkat. Kekecewaan itu dapat saja diekspresikan melalui absen dalam pemilu.

Rendahnya voter turnout dalam pilkada selalu mungkin menjadi puncak gunung es

atas apatisme publik terhadap demokrasi. Rendahnya voter turnout itu dapat pula

menjadi cermin distrust atau ketidakpercayaan atas komitmen maupun kapabilitas

pemimpin yang dipilih secara demokratis.

Kita harap bukan alasan politis itu yang menjadi sebab rendahnya voter

turnout dalam Pilkada. Harapan kita itu dilandasi oleh keyakinan bahwa jika

demokrasi tidak kokoh, bangsa kita akan jauh lebih terpuruk (Denny JA,

01/05/2006).

Pemilihan Kepala Daerah Langsung merupakan mekanisme politik yang

secara langsung melibatkan masyarakat. Berbeda sebelumnya, dimana pemimpin

daerah hanya bisa diputuskan dan dipilih oleh legislatif. Pilkada membuka peluang

selebarnya bagi siapapun menentukan pemimpinnya. Dalam konteks Pilkada,

masyarakat tidak lagi sekedar menjadi sebagai obyek politik, akan tetapi melainkan

sebagai subyek

Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang merupakan wujud

kedaulatan masyarakat lokal dalam membentuk sejarah politik yang dapat mengubah

paradigma berfikir terhadap demokrasi pada masyarakat lokal. Sebagai bentuk

menumbuhkan kesadaran masyarakat sebagai bagian dari proses politik, dan ada

yang mengatakan bahwa pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS)

adalah bentuk partisipasi politik yang paling minimal.

Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai bentuk partisipasi

yang kecil bagi terciptanya budaya politik rakyat lokal menjadi jalan pembuka untuk

menuju jalan kearah partisipasi politik yang lebih jauh.

Page 13: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

13

Ada beberapa partisipasi politik yang lebih besar, antara lain menciptakan

perdamaian dan ketertiban, pencerahan kepada masyarakat luas berkaitan dengan

penyelenggaraan negara dalam bentuk diskusi-diskusi, maupun seminar-seminar,

membayar pajak, mencerdaskan anak bangsa melalui pendidikan formal dan

informal, memberikan kontribusi dalam bentuk penyampaian ide-ide, pemikiran-

pemikiran tentang ideology nasional, memelihara hasil pembangunan dan bela

negara.

Partisipasi menjadi kunci terjawabnya demokrasi dapat dibuktikan hampir

semua kegiatan membutuhkan partisipasi, kalau kita setuju bahwa demokrasi tanpa

partisipasi adalah manipulasi terhadap demokrasi, hal ini pernah terjadi pada masa

Indonesia menerapkan pemerintah gaya orde baru, karena dengan partisipasi akan

terbentuk demokrasi, dapat ditarik suatu kongklusi, bahwa antara demokrasi dan

partisipasi merupakan dua dasar dengan nilai intitas yang sama, konsep demokrasi

tumbuh melalui partisipasi, asumsi dasar kita bahwa demokrasi berasal dari

partisipasi.

Menurut Peter L. Berger dalam bukunya Pyramids Of Sacrifice ; Political

Etnics and social change menyatakan, bahwa partisipasi merupakan salah satu aspek

penting demokrasi. Asumsi yang mendasari demokrasi dan partisipasi orang yang

paling mengerti tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri.

Untuk mewujudkan demokrasi melalui partisipasi ada beberapa acuan yang

dapat dijadikan sebagai garis demokrasi partisipasi politik, menurut Ramlan Surbakti

“Rambu-Rambu” partisipasi politik sebagai berikut ;

1. Partisipasi politik yang dimaksud berupa kegiatan atau perilaku luar individu

warga negara biasa yang dapat di amati, bukan perilaku dalamnya berupa sikap

dan orientasi. Hal ini perlu di tegaskan karena sikap dan orientasi individu tidak

selalu termanivestasikan dalam perilakunya.

2. Kegiatan itu diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan

pelaksana keputusan politik. Termasuk kedalam pengertian ini, seperti kegiatan

mengajukan alternatif kebijakan umum, alternatif pembuat dan pelaksana

keputusan politik dan kegiatan mendukung ataupun menentang keputusan politik

yang dibuat pemerintah.

Page 14: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

14

3. Kegiatan yang berhasil guna (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi

pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi politik.

4. Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan secara langsung ataupun

tidak langsung. Kegiatan yang langsung berarti individu mempengaruhi

pemerintah tanpa menggunakan perantara, sedangkan secara tidak langsung

berarti mempengaruhi pemerintah melalui pihak lain yang dianggap dapat

menyakinkan pemerintah. Keduanya termasuk dalam kategori partisipasi politik.

5. Kegiatan mempengaruhi dapat dilakukan melalui prosedur yang wajar dan tidak

berupa kekerasan seperti ikut memilih dalam pemilihan umum, mengajukan

petisi, melakukan kontak tatap muka dan menulis surat, maupun dengan cara-

cara diluar prosedur yang wajar dan bukan berupa kekerasan seperti demonstrasi

(unjuk rasa), huru-hura, mogok kerja maupun mogok makan, pembangkangan

sipil, serangan bersenjata, dan gerakan-gerakan politik seperti kudeta dan

revolusi.

Di Indonesia banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sudah

melakukan partisipasi politik melalui penyelenggaraan pendidikan formal dengan

kegiatan kejar paket A, B dan C, serta mengawal proses demokrasi yang sedang

berjalan di negeri ini. Perlu di sadari, ketidak pahaman dari berbagai elemen

bangsa berkaitan dengan partisipasi politik selalu hanya dibatasi oleh Pemilu dan

Pilkada, terhadap kita tidak jarang melalui kontrol terhadap penyelenggaraan

negara, baik itu ditingkat lokal maupun nasional, sebagai contoh konkret

berkaitan dengan masalah penyakit Flu Burung sudah menyebar dengan banyak

memakan korban semakin bertambah, busung lapar, dan kemiskinan yang

melanda rakyat Indonesia hingga tidak pernah dikeluarkan kebijakan politik

untuk menyelesaikannya permasalahan tersebut, masalah ketenagakerjaan dan

masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan dalam membuat formulasi

kebijakan politik dan pemerintah pusat dan daerah.

Partisipasi menurut Oxpord Learner’s Pocket Dictionary yang terbitkan

oleh Oxpord University Press, Parcipate In Take Part Or Become Involved In

Activity, karena itu dalam partisipasi ada yang mengambil bagian atau menjadi

keseluruhan dan sebuah kegiatan berbentuk kerja sama.

Page 15: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

15

Partisipasi politik ialah keikutsertaan warga negara bisa dalam

menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.

Karena itu partisipasi politik dapat diwujudkan keikutsertaan rakyat dalam

kegiatan politik, pengertian kegiatan politik tidak tertitik pada fokus memperoleh

dan mempertahankan kekuasaan, akan tetapi lebih luas berkaitan dengan

kesejahteraan dan kebaikan bersama dalam hidup berbangsa dan bernegara,

termasuk sebagai warga negara yang taat hukum positif.

Di dalam perkembangan demokrasi di Indonesia termasuk

penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat di daerah

menjadi ajang legitimasi kekuasaan bagi setiap kepala daerah dan wakil kepala

daerah (Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota

dan Wakil Walikota ) untuk siap di kontrol dalam pengambilan kebijakan yang

dibuat oleh kepala daerah. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan sudah

menyerahkan sebagian kedaualatannya untuk di kuasai oleh pemerintah, dan oleh

sebab itu kecerdasan rakyat untuk memilih personal yang akan memerintah

menjadi sangat menentukan masa depan daerahnya.

Adapun pengertian partisipasi politik adalah kegiatan warga negara

preman (Private Citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan

oleh pemerintah. Namun demikian didapati tingkatan hierarki partisipasi politik

yang berbeda dari suatu system politik dengan yang lain, tetapi partisipasi pada

suatu tingkatan hierarki, tidak merupakan prasyarat bagi partisipasi pada suatu

tingkatan yang lebih tinggi.

Di era demokrasi yang sedang berlangsung di negeri ini akan dianggap

sebagai ancaman bagi eksistensi suatu pemerintahan yang sedang berjalan, akan

tetapi beberapa fungsi dari suatu negara demokrasi sudah memasuki tahap input

bagi sistem politik. Dalam sistem politik seperti ini input merupakan bagian

output dari proses sistem politik sedang berjalan menuju suatu jawaban terhadap

berbagai tuntunan dan dukungan dalam stabilitas politik.

Menurut Grabiel A Almond dalam bukunya yang berjudul The Politics

Of The Developing Areas menyatakan bahwa fungsi-fungsi input dan output

dapat di kelompokkan sebagai berikut :

Page 16: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

16

A. Fungsi-fungsi input terdiri atas:

1. Sosialisasi politik dan rekrutmen.

2. Artikulasi kepentingan.

3. Agregasi kepentingan.

4. Komunikasi politik

B. Fungsi-fungsi output terdiri atas:

1. Pembuatan peraturan.

2. Penerapan peraturan.

3. Ajudikasi peraturan.

Perlu diketahui bahwa seluruh aktivitas dalam sistem politik seperti input

dan output yang tujuan akhirnya tetap dibebankan kepada rakyat atau masyarakat

yang menjadi objek dan subjek politik. Karena itu aktivitas politik tersebut harus

di dukung oleh partisipasi politik yang tinggi, demi terwujudnya Check and

Balances dari outputnya yang dihasilkan berupa peraturan sebagai sebuah produk

politik. Tidak hanya melegalkan posisi terisinya lembaga-lembaga eksekutif dan

legislatif dalam kancah pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah secara

langsung.

Partisipasi politik menjadi sangat menarik dibicarakan dalam suatu negara

yang baru masuk dalam suatu babak demokrasi baru, dengan perbadaan-

perbedaan demokrasi pada masa lalu seperti dalam konteks Indonesia. Tetapi

terkadang sulit untuk mengobservasi tingkat partisipasi politik masyarakat dalam

menentukan sikap, tidak heran apa yang dikatakan oleh Michel Rush dan Phillip

Althoff ada sedikit kesulitan dalam menyajikan berbagai bentuk partisipasi

politik terlepas dari tipe sistem politik yang bersangkutan, yaitu: segera muncul

dalam ingatan peranan para politis profesional pada para pemberi suara, aktivitas-

aktivitas partai, dan para demonstran.

Menurut Michel Rush dan Phillip Althoff mereka memberikan definisi

tentang partisipasi politik yaitu menurutnya partisipasi politik adalah keterlibatan

individu sampai pada bemacam-bermacam tingkatan di dalam sistem politik.

Aktivitas politik itu bisa bergerak dari keterlibatan sampai dengan aktivitas

jabatannya.

Page 17: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

17

Oleh karena itu partisipasi politik berbeda-beda pada satu masyarakat

dengan masyarakat lainnya, juga bisa bervariasi dalam masyarakat-masyarakat

khusus. Perlu ditekankan bahwa partisipasi itu juga menumbuhkan motivasi

untuk meningkatkan partisipasinya, termasuk di dalamnya tingkatan paling atas

dari partisipasi dalam bentuk pengadaan bermacam-bermacam tipe jabatan dan

tercakup didalamnya proses rekrutmen politik.

Lalu dalam bahasan selanjutnya dalam pemilihan kepala daerah maupun

pemilihan umum secara umum, banyak terjadinya perbuatan politik uang (Money

Politics) yang ikut mewarnai acara pesta dan peta demokrasi yang berlangsung di

negara ini. Money Politics banyak membawa pengaruh akan peta perpolitikan

Nasional serta juga dalam proses yang terjadi dalam pesta politik.

Dalam norma standar demokrasi, dukungan politik yang diberikan oleh

satu aktor terhadap aktor politik lainnya didasarkan pada persamaan preferensi

politik dalam rangka memperjuangkan kepentingan publik. Dan juga setiap

warga negara mempunyai hak dan nilai suara yang sama (OPOVOV: satu orang,

satu suara, satu nilai). Namun, melalui Money Politics dukungan politik

diberikan atas pertimbangan uang dan sumber daya ekonomi lainnya yang

diterima oleh aktor politik tertentu (Praktino, Jurnal Tarjih, hal:30).

Dalam politik uang (Money Politics) pemilihan kepala daerah baik untuk

mengisi jabatan Gubernur atau Wakil Gubernur, jabatan Bupati dan Wakil

Bupati, Walikota dan Wakil Walikota terdapat beberapa hal yang mungkin tidak

di ketahui oleh umum. Praktek politik ini sangat tertutup yang hanya di ketahui

oleh para calon atau orang-orang yang berada pada “Ring Dalam” para calon

saja. Besarnya uang yang diperlukan untuk membeli suara juga berbeda antara

satu daerah dengan daerah lainnya.

Besarnya harga suara sangat tergantung pada pola hidup dan tingkat

ekonomi masyarakat daerah tersebut. Bagi daerah yang relatif kurang maju

mungkin harga satu suara berkisar antara Rp 20 ribu hingga Rp 100 ribu saja.

Namun, untuk daerah yang sudah maju dan memiliki pendapatan perkapita tinggi

di duga satu suara sangat variatif berkiasar antara Rp 100 ribu hingga Rp 1 juta.

Persoalannya seorang calon harus tahu benar kapan dana yang dibutuhkan

harus dikeluarkan. Dalam permainan politik uang (Money Politics), seorang

Page 18: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

18

calon kepala daerah berserta tim suksesnya (TIMSES) harus menguasai benar

kondisi di lapangan. Pertimbangan hati-hati ini dilakuakan oleh para calon agar

uang yang tersedia diberikan kepada orang yang tepat sasarannya.

Kalau penggunaan uang tidak hati-hati bukan hanya salah sasaran

berakibat uang hilang percuma saja, tetapi sangat beresiko apabila informasi

jatuh kepada mereka yang tidak dapat dipercaya, dalam pemberian uang kepada

pemilih dalam membeli suara calon pemilih. Apabila uang jatuh kepada

kelompok yang tidak dapat dipecaya, maka boleh jadi akan menjadi bumerang

apabila kelak terpilih dengan suara terbanyak akan mendapat perlawanan dari

kelompok yang kalah. Terutama banyaknya pengungkitan dari pihak lawan akan

pekerjaan yang dilakukan oleh pihak kandidat yang menang dalam pemilihan

kepala daerah.

Pada semua tingkatan yang ada. Biasanya kelompok yang kalah akan

berusaha mendapatkan bukti-bukti tentang adanya bukti praktek uang (Money

Politics) tersebut guna mereka untuk mencari keuntungan bagi pihak-pihak

kandidat yang kalah dalam acara pesta demokrasi tersebut. Maka dapat dijadikan

bahan untuk membatalkan pelantikan kepala daerah terpilih, bukankah peraturan

pemerintah Nomor 151 tentang tata cara pemilihan kepala daerah terpilih harus

menghadapi masa uji publik selama 3 hari. Dalam masa uji public ini senjata

paling ampuh untuk menjatuhkan kandidat yang menang adalah apabila terdapat

bukti adanya praktek politik uang (Money Politics). Bukankah politik uang

(Money Politics) dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pidana suap.

Di samping mempelajari secara hati-hati dan seksama, calon kepala daerah

tidak pula sembarangan mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak jelas guna

dalam memperoleh suara dalam pemilihan nanti. Dalam praktek politik uang

(Money Politics) dikenal beberapa tahapan dana yang dibutuhkan, dimulai dari

proses uang perkenalan, uang pangkal, uang untuk fraksi hingga uang yang

ditujukan untuk membeli suara orang per orang pemilih.

Pada proses pemilihan, masing-masin bakal calon melakukan pendekatan

kepada para anggota dewan, guna mencari dukungan bagi mereka untuk

mencalon diri dalam ajang pemilihan kepala daerah (PILKADA). Bagi mereka

yang terlibat dalam praktek politik uang (Money Politics) mereka juga

Page 19: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

19

menyediakan dana khusus dalam masa perkenalan ini. Bagi bakal calon yang

“paham betul” dengan situasi lapangan dan disertai dana yang mencakupi bagi

masa perkenalan telah menyediakan dana pada masa perkenalan ini. Ada lagi

istilah uang pangkal. Bagi sebagian kandidat memberikan uang dalam jumlah

besar untuk suatu pertarungan yang belum pasti mereka menangkan merupakan

suatu hal yang wajar memang merupakan suatu hal yang terlalu besar resikonya.

Oleh karena itu, untuk mengurangi resiko tersebut, maka apabila terjadi

kesepakatan untuk memberikan dana dalam jumlah tertentu, tidak semua dana

yang disepakati dibayarkan. Strateginya dengan memberikan uang pangkal

disertai janji apabila kelak terpilih akan melunasi sisa uang yang dijanjikan.

Memang pola menggunakan uang pangkal ini juga riskan apabila ditinjau

dari sisi kepastian bahwa suara akan dijaminkan diberikan kepada “si pemberi

uang pangkal”. Dalam salah satu kasus yang penulis ketahui dilapangan, uang

pangkal diberikan sejumlah Rp 50 ribu disertai dengan janji akan diberikan

sekitar Rp 100 ribu lagi apabila kelak terpilih. Oleh warga pemilih bersangkutan

ternyata uang pangkal ini dianggap tidak pernah ada ketika kandidat lain

memberikan dana secara kontan tiga kali lebih besar daripada dana yang

dijanjikan oleh “si pemberi uang pangkal pertama” berjumlah Rp 50 ribu

terdahulu. Akibatnya, uang pangkal yang diberikan oleh salah seorang calon

kepala daerah ini hilang percuma karena dana yang lebih besar bukan hanya

dijanjikan tetapi dibayar lunas dalam bentuk uang tunai, oleh calon kepala daerah

yang lain.

Dalam pemilhan tersebut, maka hal tersebut adalah sebuah hal yang tidak

sesuai dengan aturan yang ada. Yaitu adanya sebuah asas yang disebut JURDIL

(Jujur dan Adil).

Dalam masalah ini ada beberapa perdebatan mengenai asas ini pada awal

akan dimasukkan asas ini dalam asas Pemilu pada awal Pemilu di Indonesia,

antara lain:

1. Perlunya atau tidak asas jurdil ini dimasukan dalam perundang-undangan

sebagai asas resmi disamping asas LUBER.

2. Dalam pelaksanaan Pemilu perlu ditampakan bahwa asas jurdil ini

merupakan sesuatu yang benar-benar diterapkan.

Page 20: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

20

Melihat pengertian asas Jurdil ini disatu pihak dan asas Luber pihak lain,

keduanya memiliki pengertian yang berbeda, namun sangat erat kaitannya.

Dalam pembahasan ini maka sewajarnyalah sebuah Pemilu harus menggunakan

asas LUBER dan JURDIL, guna terciptanya sebuah demokrasi serta pesta

demokrasi yang sehat dan sesuai dengan amanat UUD 1945 dan juga sesuai

dengan amanat rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari

praktek KKN.

Dalam pilkada yang ada maupun pemilu secara umum maka asas ini

(LUBER dan JURDIL) hanyalah sebuah slogan belaka, karena pada dasarnya

Money Politics merupakan sebuah sistem yang tidak akan pernah hilang dalam

proses demokrasi Indonesia dan hal ini akan terus menerus terjadi dan dilakukan

oleh para calon dan Jurkam serta Timses masing-masing calon dalam pilkada dan

pemilu guna mencari perhatian serta suara dari para calon pemilih untuk

memenangkan mereka dalam PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) dan

PEMILU (Pemilihan Umum). Walaupun adanya partai politik yang berasaskan

Islam akan tetapi praktek Money Politics ini tetap ada walau dikemas dalam

agenda yang sangat rapi. Akan tetapi juga ada juga partai politik yang memang

benar-benar mereka tidak melakukan politik uang (Money Politics). Serta

merebaknya Money Politics membawa implikasi yang sangat berbahaya bagi

demokrasi dan penguatan negara bangsa. Melalui Money Politics kedaulatan

bukan ada pada tangan rakyat akan tetapi kedaulatan berada ditangan “uang”.

Oleh karena itu, pemegang kedaulatan adalah “pemilik uang”, baik dari dalam

negeri maupun luar negeri dan bukan lagi rakyat mayoritas.

Di tengah gelombang demokratisasi yang gencar belakangan ini,

maraknya Money Politics bisa mempermudah masuknya penetrasi politik melalui

uang (Pratikno, 15 September 2003). Maka dengan demikian, Pilkada dengan

sistem Money Politics akan terus terjadi kejadian yang paling umum dalam

praktek politik uang (Money Politics) adalah pembelian suara menjelang hari

pemilihan. Artinya, masing-masing calon mengadakan pendekatan kepada

masyarakat pemilih.

Pendekatan dilakukan baik secara langsung maupun dengan melalui

perantara orang ketiga. Pada saat inilah transaksi dilakukan baik dengan

Page 21: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

21

memberikan uang kontan ataupun dengan suatu janji atau pemberian atas

pemberian cheque.

Ada hal yang menarik bahwa umumnya masyarakat lebih menginginkan

uang kontan dari pada cheque apalagi janji. Akibatnya, jangan heran kalau uang

kontan berdampak lebih ampuh dibandingkan dengan penggunaan selembar

cheque atau janji manis. Karena itu harga suara itu sangat mahal apabila seorang

bakal calon kepala daerah berasal dari anggota TNI/ POLRI artinya, hal ini dapat

disebabkan karena ada anggapan bahwa calon dari institusi yang tadinya adalah

sebuah fraksi di DPR ini dianggap memiliki jaringan bisnis dan rantai komando

yang lebih jelas.

Padahal, tidak ada lagi perintah komando untuk memilih atau tidak

memilih salah satu bakal calon, seperti masa orde baru. Akibatnya, calon pembeli

suara dihadapkan pada situasi sulit. Dalam kondisi inilah dibutuhkan dana yang

cukup besar. Biasanya strategi yang dilakukan dengan mendapatkan informasi

berupa dana yang dikeluarkan oleh pihak lawan bagi suara mahal ini. Setelah

mengetahui harga suara maka kemudian diberikan dana jauh lebih besar lagi.

Dalam sistem politik yang lain ada yang namanya “Serangan Fajar” bagi

para bakal calon kepala daerah beserta tim suksesnya pada calon pemilih, adapun

masa yang paling rawan adalah H-2 dan H-1 pemilihan. Dalam masa inilah

masing-masing calon saling melakukan pengintaian guna semaksimal mungkin

dan seakurat mungkin mendapatkan informasi tentang berapa besar dan yang

beredar bagi satu suara pemilih. Informasi ini menjadi sangat penting karena

pada H-1 merupakan kesempatan terakhir dalam perebutkan suara tersebut.

Namun, dalam praktek juga terjadi Serangan Fajar yang dimaksud sebenarnya

adalah dengan Serangan Fajar ialah pada hari Fajar hari H (Hari Pemilihan),

kandidat kepala daerah atau tim suksesnya memanfaatkan informasi paling

mutakhir tentang berapa harga satu suara dari para calon pemilih yang akan

melakukan pencoblosan pada pagi harinya pemilih mana saja yang kemungkinan

masih dapat digarap untuk dimintai suaranya dalam pemungutan suara dan masa

uji publik serta masa pelantikan kepala daerah.

Ada beberapa kategori mereka yang dapat digarap yaitu sebagai berikut :

Pertama, pemilih yang selama ini dikenal dengan kondisi siap menyeberang asal

Page 22: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

22

sesuai harga. Kedua, pemilih yang masih dihadapkan pada keraguan antara misi

partai dengan iming-iming uang yang berjumlah besar. Namun hal yang inti dari

Money Politics adalah bagaimana strategi pemberian uang ini. Bukankah

tindakan menyuap dan disuap merupakan perbuatan melanggar hukum, oleh

karena itu proses “penyampaian uang” harus dilakukan secara rapi dan sistematis.

Namun, yang pasti bagi mereka yang terlibat dalam menggunakan uang kontan,

tidak melalui transfer bank walaupun melibatkan dana dalam jumlah besar. Yaitu

dengan cara mendatangi secara langsung rumah pemilih untuk memberikan uang

tersebut.

Hal ini dilakukan untuk semaksimal mungkin menghilangkan jejak.

Apabila mengirim sejumlah dana melalui jasa perbankan tentu terdapat bukti

setoran yang akan didapatkan di samping memang transaksi perbankan mudah

dilakukan pelacakan. Dan hal ini akan memberikan peluang bagi calon kandidat

yang kalah guna membongkar praktek politik uang (Money Politics) yang

dilakukan oleh calon kandidat serta timsesnya dalam memenangkan pemilu atau

pemilihan kepala daerah (PILKADA). Dan juga hal ini akan memberikan sebuah

kesan negative bahwa calon tersebut melakukan praktek politik uang (Money

Politics) guna memenangkan pemilihan tersebut.

Selain itu ternyata pemberian uang tidak pula selalu dilakukan oleh para

kandidat secara langsung. Akan tetapi pemberian uang tersebut dapat dilakukan

melalui perantara orang lain termasuk teman akrab, keluarga, hubungan bisnis,

dan seterusnya.

Ada beberapa macam-macam bentuk pemberian uang dari kandidat kepada

anggota dewan yang terlibat dengan politik uang (Money Politics). Macam-macam

itu adalah sebagai berikut:

1. Sistem ijon

2. Melalui tim sukses calon

3. Melalui orang terdekat

4. Pemberian langsung oleh kandidat

5. Dalam bentuk cheque

Page 23: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

23

Akan tetapi tidak banyak juga Money Politics ini yang tidak berhasil pada

akhirnya dalam masalah pembelian suara pemilih. Ada bebarapa faktor yang

membuat hal ini terjadi, yaitu:

1. Adanya hubungan keluarga dan persahabatan

2. Bakal calon bersikap ragu-ragu

3. Adanya anggota yang terlanjur mempunyai komitmen tersendiri

4. Adanya anggota yang dianggap opportunis

Selain dari pembahasan tersebut maka ada pula peraturan yang baku

mengenai politik uang (Money Politics) ini, yaitu dilarangnya akan bagi para

calon kandidat pemilihan baik pemilihan umum maupun pemilihan kepala

daerah yang akan mencalonkan diri mereka dalam ajang pesta demokrasi yang

berlangsung. Peraturan tersebut antara lain:

1. BAB XX Penyelesaian Pelanggaran Pemilu Dan Perselisihan Hasil Pemilu

Undang-undang No. 10 Tahun 2008 Pasal 247 Ayat 1 sampai Ayat 10

2. Undang-undang No. 10 Tahun 2008 mengenai PELANGGARAN PIDANA

PEMILU Pasal 252, Pasal 253 Ayat 1 sampai Ayat 4, Pasal 254 Ayat 1

sampai Ayat 3, Pasal 255 Ayat 1 sampai Ayat 5, Pasal 256 Ayat 1 sampai

Ayat 2, Pasal 257 Ayat 1 sampai Ayat 3.

3. Undang-undang No. 10 Tahun 2008 mengenai PERSELISIHAN PEMILU

Pasal 258 Ayat 1 sampai Ayat 2, Pasal 259 Ayat 1 sampai Ayat 3.

4. Undang-undang No. 32 Tahun 2008 mengenai Pemberhentian Kepala Daerah

(yang sudah dilantik atau yang akan dilantik) Pasal 29 Ayat 1 sampai 4, Pasal

30 Ayat 1 sampai 2, Pasal 31 Ayat 1 sampai Ayat 2, Pasal 32 Ayat 1 sampai

Ayat 7, Pasal 33 Ayat 1 sampai Ayat 3, Pasal 34 Ayat 1 sampai Ayat 4, Pasal

35 Ayat 1 sampai Ayat 5, Pasal 36 Ayat 1 sampai Ayat 5.

Dari pembahasan data dan aturan yang membahas mengenai pelanggaran

pemilu secara umum maupun pemilihan umum kepala daerah (PILKADA), maka

selanjutnya sanksi pidana atau sanksi administrative yang akan diberikan oleh

KPUD yang dalam hal ini pelanggaran tersebut di laporkan oleh PANWASLU

dan di sampaikan pada Pengadilan Negeri yang akan menyidangkan kasus

pelanggaran PILKADA yang dilaporkan.

Page 24: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

24

BAB III

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Pendekatan ini menghasilkan data yang tertulis maupun lisan dari orang-orang yang

diamati (Bagong dan Sutinah, 2006:166). Menurut Denzin dan Linclon

(dalam Moleong, 2006:51) menyatakan bahwa jenis penelitian kualitatif adalah

penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena

yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.

Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

metode penelitian eksploratif kualitatif. Jenis penelitian

ini bertujuan untuk menggali secara luas tentang sebab-musabab atau hal-hal yang

mempengaruhi sesuatu yang sama sekali baru, ditandai dengan masih sedikitnya

tulisan yang dihasilkan mengenai topik ini. Fenomena yang diteliti

dalam penelitian ini adalah pengaruh Politik Uang Dan Kekerabatan Terhadap

Partisipasi dan Preferensi Politik Masyarakat Kota Kotamobagu (Study Kasus

Pilwako 2013, Kota Kotamobagu.

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kota Kotamobagu dimana diadakannya

pelaksanaan Pilwako tahun 2013 dan pelaksanaan Pileg dan Pilpres tahun 2014.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Pertama, wawancara yaitu tatap muka secara langsung dengan masyarakat

yang memiliki keterlibatan (hak pilih) dalam pelaksanaan Pilwako, Pileg dan Pilpres.

Kedua, studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan cara

membaca literature yang berhubungan dengan topik yang dibahas, dalam penelitian

ini yang bertujuan untuk mencari referensi teori yang relevan dengan kasus atau

permasalahan yang ditemukan, berasal dari buku dan sumber-sumber lainnya seperti

surat kabar, internet dan lain-lain.

Ketiga, studi dokumentasi yaitu salah satu teknik pengumpulan data dengan

memperoleh informasi yang berkaitan dengan kebijakan yang ada seperti undang-

undang, peraturan, dokumen resmi.

Page 25: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

25

Keempat, observasi yaitu teknik pengumpulan data dilakukan dengan

mengadakan pengamatan langsung di lapangan dengan maksud untuk menunjang

pemahaman penelitian mengenai kondisi lapangan.

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Kotamobagu, dengan alasan sebagai berikut:

1. Berdasarkan pengamatan sementara peneliti, didaerah tersebut sering

terdapat praktek money politik atau pemberian uang ke warga-warga sekitar

lokasi penelitian setiap mendekati pemilu.

2. Adanya relevansi masalah yang akan diteliti di daerah tersebut

3. Lokasi relatif dekat dengan domisili peneliti, sehingga mudah dijangkau dan

bisa lebih efisien (waktu dan biaya).

3.2 Subjek / Objek dan Informan Penelitian

a. Subjek / objek penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah masyarakat dan orang-orang yang terlibat

dalam politic money. Sedangkan objeknya yaitu uang yang diterima oleh

masyarakat dari para calon kepala deaerah yang akan bertarung dalam

pemilu.

b. Informan penelitian

Adapun informan dalam penelitian ini yaitu masyarakat Kota Kotamobagu

3.3 Tehnik Penentuan Informan

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh masyarakat yang

ada di Kota Kotamobagu. Namun, tidak semua populasi akan dijadikan sampel untuk

menggali data. Ada beberapa alasan mengapa hal tersebut dilakukan, diantaranya:

1. Pengambilan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sequential

yang mana informan yang dipilih tidak ditentukan batasannya, jumlahnya terus

Page 26: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

26

bertambah sampai peneliti menilai data yang dikumpulkan dari sejumlah

informan telah cukup dan telah mencapai titik jenuh, sudah tidak ada hal baru

lagi yang akan dikembangkan.

2. Penelitian ini mengkhususkan pada beberapa karakteristik

informan/narasumbernya yakni individu yang pernah mendapat atau

berpartisipasi langsung dalam kegiatan money politik tersebut.

3. Jumlah dari informan juga dibatasi sebanyak 10 orang. Hal ini sesuai dengan

teori yang disampaikan oleh beberapa tokoh penelitian komunikasi bahwa

informan dalam sebuah penelitian berjenis kualitatif adalah 10 sampai 15 orang

saja.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam suatu penelitian ditentukan jenis

penelitiannya. Dalam penelitian ini kami melakukan penelitian dengan: observasi,

dan wawancara secara langsung.

Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam (teknik

pengumpulan data yang didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu

tujuan tertentu) dengan informan untuk menggali informasi-informasi penting dan

tajam seputar tema penelitian yang dipandu dengan sebuah guide interview sebagai

bahan dasar wawancara, akan tetapi dalam aktualisasinya dapat berkembang sejalan

dengan wawancara yang berlangsung. Karena salah satu keuntungan dalam

wawancara medalam adalah kita lebih mudah merekam hasil wawancara sehingga

memudahkan kita menganalisisnya, sekaligus dalam wawancara mendalam kita

dapat melakukan observasi langsung sebagai pembantu dan pelengkap pengumpulan

data.

Page 27: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

27

3.5 Sumber dan Jenis Data

3.5.1 Sumber data

a. Data primer

Data yang diperoleh secara langsung dari responden/informan yang diteliti

dengan melakukan observasi dan wawancara secara langsung.

b. Data sekunder

Data yang diperoleh melalui observasi dan studi keperpustakaan untuk

memperoleh landasan teori yaitu dengan membaca berbagai literatur atau

buku-buku yang ada kaitannya dengan tema penelitian.

3.5.2 Jenis data

a. Data kualitatif

Data kualitatif adalah data yang diperoleh dengan melakukan pencatatan

unit-unit elementer ke dalam beberapa kategori klasifikasi (Hirdjan, 1992).

Data kualitatif ini bertujuan untuk mendeskriptifkan tentang pengaruh money

politik (politik uang) terhadap daya pilih masyarakat dalam pemilu

berdasarkan hasil observasi langsung dilapangan.

b. Data kuantitatif

Data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk bilangan yang

nilainya berubah-ubah atau bersifat variabel (Hirdjan, 1992).

Data kuantitatif ini bertujan untuk mendeskriptifkan data yang diperoleh

dengan persentase terhadap pengaruh money politik terhadap daya pilih

masyarakat dalam pemilu.

3.6 Tehnik Analisis Data

Pada dasarnya analisis data merupakan penyusunan data sesuai dengan tema dan

kategori untuk mendapatkan jawaban atas perumusan masalah. Oleh karena itu,

data yang dihasilkan haruslah seaktual dan sedalam mungkin, jika dimungkinkan

Page 28: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

28

menggali data sebanyak-banyaknya untuk mempertajam dalam proses

penganalisasian. Hal tersebut merupakan cirri khas dari penelitian kualitatif

bahwa realita dan data sebagai fakta di lapangan tidaklah stagnan, akan tetapi

dinamis sesuai dengan perkembangan di lapangan.

Tehnik yang digunakan dalam menganalisa data penelitian ini dengan

menggunakan deskriptif kualitatif data yang di analisa dalam bentuk paparan

atau deskripsi kata-kata yang jelas, kemudian data tersebut di interpretasikan

secara rinci yang selanjutnya dapat diambil suatu kesimpulan.

3.7 Desain Penelitian

Lokasi penelitian : Kota Kotamobagu

Permasalahan : Bagaimana money politik terhadap Partisipasi dan daya pilih

masyarakat dalam Pilwako 2013, Pileg dan Pilpres 2014.

NO UNIT ANALISIS KERANGKA UNIT

ANALISIS

TEKNIK

PENGUMPULAN

DATA

1.

Money politik terhadap

daya pilih masyarakat

dalam pemilu

1. Kegiatan money politik

2. Daya pilih masyarakat

dalam pemilu

3. Menggunakan pendekatan

social science

- Memberikan sejumlah

uang kepada masyarakat

- Mempengaruhi masyarakat

- Memberikan suara kepada

calon kepala daerah yang

bersangkutan dalam

Pilwako

- Media cetak

- Subjek dan objek

penelitian

Wawancara

Observasi

Wawancara

Observasi

Observasi

3.8 Konseptualisasi

Page 29: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

29

Politik Uang memang sulit untuk di hentikan akan tetapi mari kita sebagai

bagian dari komponen bangsa mulailah mengkaji bahwasannya Politik Uang sangat

merugikan bagi kita semua. Memang uang itu kebutuhan kita tetapi uang tidak di

bagikan secara cuma – cuma kecuali pada shodaqoh, hadiah dan infaq. Jika Money

Politics di Indonesia masih berjalan diyakini korupsi belum bisa berkurang. Ini tidak

berlaku di dunia politik saja akan tetapi terjadi di perusahaan maupun institusi lainya.

Untuk mencapai keberhasilan suatu pimilihan tertentu tidak hanya dengan

Politik Uang saja akan tetapi bisa di capai dengan cara-cara yang sah. Dengan cara

menunjukkan dedikasinya sebagai calon pemimpin yang baik, dapat meyakinkan

serta mempunyai visi dan misi yang jelas kepada calon pemilih. Umumnya rakyat

Indonesia sangat berharap kepada para pemimpin untuk memperketat jalannya

Pemilihan Umum agar Politik Uang ini tidak terjadi. Karena sudah ada Undang

Undang yang mengatur yaitu Undang Undang No. 3 tahun 1999 Pasal 73 ayat 3 yang

sudah jelas jelas menerangkan bahwasanya "Barang siapa pada waktu

diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian

atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk

memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana

dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga

kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu."

Sehingga BAWASLU tidak perlu takut untuk mengungkap kasus tersebut jika itu

terjadi di dalam Pemilihan Umum.

Page 30: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

30

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum

Di Kota Kotamobagu yang mayoritas suku Mongondow sangat memegang

teguh adat istiadat yang diturunkan oleh nenek moyang dan disatu sisi umumnya

sudah rasional dengan pendidikan dan ekonomi yang baik, sehingga mereka sangat

sulit untuk dapat dipengaruhi oleh kebudayaan yang datang dari luar, baik itu yang

positip maupun yang negatif.

Sehingga pemerintah dalam memberikan asumsi ataupun masukan tentang

bagaimana cara peyuluhan program-program yang telah dibuat oleh pemerintah

terkadang sulit agar dapat menerapkannya di masyarakat. Sehingga pemerintah harus

berupaya lebih keras agar dapat menjalankan programnya di masyarakat Bolaang

Mongondow, salah satunya yaitu dengan bekerjasama dengan Tokoh adat/Tokoh

masyarakat terlebih dahulu agar dapat tersampaikan kepada masnyarakat.

Selain itu juga kedudukan pemerintah dengan pemerintah adat mempunyai

kedudukan yang sama, malahan dalam sesuatu hal tertentu kedudukan pemerintah

adat lebih tinggi ketimbang pemerintahan nasional. Hal ini dapat dilihat dari

kepatuhan warga, yang mana apabila disuruh berkumpul disuatu tempat/aula desa

kalau aparat desa yang meminta secara langsung terkadang agak sulit, hal ini

berbanding terbalik apabila pemerintah adat yang memanggil cukup dengan bahasa

dari mulut kemulut, maka masyarakat dengan sendirinya tanpa ada paksaan akan

berdatangan ketempat untuk berkumpul.

Hal yang seperti ini juga terjadi di Kabupaten sekitarnya yang mana masih

terpengaruhi oleh pemerintahan adat sehingga dalam menjalankan pemerintahan

diperlukannya kerjasama dengan pemerintah adat. Kota Kotamobagu merupakan

salah satu daerah yang berada di peropinsi Sulawesi Utara dan sebagian pendapatan

warga masnyarakatnya yaitu dari bidang pertanian, akan tetapi masih ada sebagian

yang berpropesi sebagai buruh industri, berdagang dan pegwai lainya.

Daerah Kota Kotamobagu selain mempuyai daerah pertanian di Kabupaten

kelilingnya yang berhimpitan juga terdapat tempat-tempat yang mempunyai daya

Page 31: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

31

tarik untuk dijadikan tempat wisata, hal ini yang sedang digarap oleh pemerintah

Kota Kotamobagu bersama pemerintahan adat yang ada dilokasi tersebut agar dapat

dijadikan suatu objek wisata yang dapat menambah penghasilan Kota Kotamobagu.

Dalam hal partisipasi politik warga Kotamobagu sangat berfluktiatif, hal ini

dapat dilihat dari hasil hasil pemilihan Walikota yang sudah dilaksanakan pada

tahun 2013 yang lalu jumlah suara yang sah ataupun yang memilih yaitu 82%

sedangkan yang tidak menggunakan hak pilihnya sebanyak 18%.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa partisipasi politik warga Kota kotamobagu

terhadap pemilihan umum cukup baik. Hal yang menjadi permasalahan warga Kota

Kotamobagu dalam hal pemilu yaitu mereka tahu cara memilih akan tetapi mereka

tidak tau siapa orang yang pantas atau patut untuk dipilih.

Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi calon yang akan dipilih terhadap

masyarakat. Dalam kehidupan kemasyarakatan dan pembangunan dari struktur

politik Kota Kotamobagu di pengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :

1. Partai politik, yang mana partai tersebut sudah dikenal oleh warga masnyarakat,

sehingga akan menarik simpati masyarakat.

2. Golongan pendekat, yaitu orang yang mampu masuk kedalam pemerintahan adat

sehingga dapat menarik simpati masyarakat dari hal adat.

3. Calon, yaitu orang yang sudah dikenal oleh masyarakat dan merupakan warga

asli sekitar maka hal tersebut akan memberikan kemudahan dalam menarik

simpati warga.

4. Media massa, yaitu cara yang paling berpengaruh dalam hal pendekatan kepada

masnyarakat. Hal ini dikarnakan masyarakat Kota Kotamobagu lebih mudah

menerima inpormasi dari media massa seperi baliho, pamplet, iklan dan

sebagainya.

4.2. Hubungan Antara Politik Uang dan Preferensi Politik

Politik Transaksional (X) 1. Kegiatan pemberian uang (money politic) 2.

Hubungan Kekerabatan (Keluarga, Teman dan Asosiasi Lainya) 3. Preferensi politik,

pengaruh Politik transaksional Terhadap Perilaku Pemilih dalam pemilihan kepala

daerah di Kota Kotamobagu Tahun 2013 serta Pileg dan Pilpres 2014, dapat dilihat

berdasarkan indikator sebagai berikut :

Page 32: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

32

1. Berdasarkan hasil pengolahan data, pada indikator kegiatan pemberian uang. Dari

seluruh 198 responden, terdapat 18 responden (9,1%) menyatakan bahwa dalam

kegiatan pemberian uang pada kegiatan Pilwako maupun pemilu legislative dan

Pilpres tidak pernah terjadi, karena masyarakat Kota Kotamobagu tidak pernah

mendengar, tidak melihat, tidak mengetahui serta tidak menerima adanya

kegiatan tersebut. Pada kategori sedang sebanyak 104 responden (52,6%)

menyatakan bahwa dalam kegiatan pemberian uang pada pilkada maupun pemilu

legislative dan Pilpres pernah terjadi, karena masyarakat Kota Kotamobagu

pernah mendengar, melihat, mengetahui serta menerima adanya kegiatan

tersebut. Pada kategori tinggi sebanyak 76 responden (38,3%) menyatakan bahwa

dalam kegiatan pemberian uang pada moment politik sering terjadi, karena

masyarakat Kota Kotamobagu sering mendengar, melihat, mengetahui serta

menerima adanya kegiatan tersebut.

2. Berdasarkan hasil pengolahan data, pada indikator kekerabatan. Dari seluruh 198

responden, terdapat 24 responden (12,1%) menyatakan bahwa dalam hubungan

kekerabatan pada Pilwako maupun Pileg dan Pilpres tidak pernah terjadi, karena

masyarakat Kota Kotamobagu tidak pernah mendengar, tidak melihat serta tidak

mengetahui adanya informasi tersebut. Pada kategori sedang sebanyak 70

responden (35,3%) menyatakan bahwa hubungan kekerabatan pada Pilwako,

Pileg dan Pilpres pernah terjadi, karena masyarakat Kota Kotamobagu pernah

mendengar, melihat, mengetahui serta menerima informasi adanya hal tersebut.

Pada kategori tinggi sebanyak 104 responden (52,6%) menyatakan bahwa dalam

hubungan kekerabatan pada hajatan politik di Kota Kotamobagu pasti terjadi,

karena masyarakat Kota Kotamobagu sering mendengar, melihat dan mengetahui

hal tersebut.

3. Berdasarkan hasil pengolahan data, pada indikator perilaku pemilih masyarakat

secara rasional. Dari seluruh 198 responden, terdapat 48 responden (24,2%)

menyatakan bahwa perilaku masyarakat dalam memilih tidak didasarkan atas

latar belakang dan program kerja kandidat. Pada kategori kurang baik sebanyak

52 responden (26,3%) menyatakan bahwa perilaku masyarakat dalam memilih

sebagian didasarkan atas latar belakang dan program kerja kandidat. Pada

kategori baik sebanyak 98 responden (49,5%) menyatakan bahwa perilaku

Page 33: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

33

masyarakat dalam memilih kepala daerah didasarkan atas latar belakang dan

program kerja kandidat

4. Berdasarkan hasil pengolahan data, pada indikator perilaku pemilih masyarakat

secara emosional. Dari seluruh 198 responden, terdapat 50 responden (25,2%)

menyatakan bahwa perilaku masyarakat dalam memilih didasarkan atas

pemberian uang, hadiah, jabatan politik, fisik yang menarik, hubungan

kekerabatan dan tingkat popularitas kandidat. Pada kategori kurang baik

sebanyak 68 responden (34,3%) menyatakan bahwa perilaku masyarakat dalam

memilih sebagian didasarkan atas pemberian uang, hadiah, jabatan politik, fisik

yang menarik, hubungan kekerabatan dan tingkat popularitas kandidat. Pada

kategori baik sebanyak 80 responden (40,5%) menyatakan bahwa perilaku

masyarakat dalam memilih tidak didasarkan atas pemberian uang, hadiah, jabatan

politik, fisik yang menarik, hubungan kekerabatan dan tingkat popularitas

kandidat. Pengujian Pengaruh Model R Square r t 1 .043 .206 2.077 Berdasarkan

hasil pengolahan data dan pengujian hipotesis menggunakaan SPSS 2.0 dapat

diketahui bahwa nilai R square atau koefisien determinasi (R) dalam penelitian

ini adalah 0,043 berarti pengaruh variabel politik transaksional terhadap perilaku

pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah tahun 2013 adalah sebesar 4,3%

sedangkan sisanya sebesar 95,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak

diteliti dalam penelitian ini. Lalu nilai korelasi (r) sebesar 0,206. Berdasarkan

klasifikasi jawaban mengenai pengaruh politik transaksional terhadap perilaku

pemilih di Kota Kotamobagu, menunjukan tingkat keeratan hubungan kedua

variabel adalah rendah karena termasuk rentang koefisien korelasi 0,20-0,399.

Untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh politik transaksional terhadap

perilaku pemilih di Kota Kotamobagu, digunakan uji t-. Dengan ketentuan:

a) Apabila t hitung > t tabel dengan dk = n-2 dan α 0,05 maka Ho ditolak.

Sebaliknya Ho diterima.

b) Apabila Probabilitas (Sig.) < 0,05 maka Ho ditolak. Sebaliknya Ho

diterima. Diperoleh nilai t hitung 2.077 lebih besar dari nilai t.

Karena t hitung lebih besar dari t tabel dengan signifikan 5% maka Ho di

tolak dan Ha diterima. Hal ini berarti bahwa ada pengaruh secara signifikan antara

Page 34: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

34

politik transaksional terhadap perilaku pemilih di Kota Kotamobagu baik untuk

Pilwako Tahun 2013 maupun Pileg dan Pilpres 2014.

Pembahasan Berdasarkan hasil pengolahan data dan pengujian hipotesis di

atas, dapat diketahui bahwa ada pengaruh secara signifikan antara politik

transaksional terhadap perilaku pemilih di Kota Kotamobagu. Adanya kegiatan jual

beli politik tersebut hal ini secara tidak langsug mempengaruhi perilaku pemilih

dalam Pemilihan Walikota maupun pemilu legislative dan Pilpres.

Politik transaksional dapat menjadi sebuah stimulus yang dapat melemahkan

pemilih/warga dan bahkan ada yang dapat memperkuat pemilih/warga. Adapun

politik transaksional yang dapat melemahkan warga yaitu kegiatan politik

transaksional menjadikan warga/pemilih sebagai mesin politik pemenangan kandidat

dan melanggar hukum. Selain jual beli suara, bentuk lainnya adalah klientelisme

(warga dijadikan „mesin‟ politik kandidat) dan bias partisan (program untuk simpati

warga). Bentuknya mirip dengan jual beli suara dengan maksud menukar janji-janji

kandidat dengan suara pemilih.

Hasilnya adalah daftar proposal kepada para kandidat yang berisi permintaan

uang untuk mengatasi masalah-masalah warga. Di sisi lain, kandidat pun

menebarkan janji-janji untuk memberikan imbalan jika terpilih dan berusaha keras

untuk memaksimalkan sumber-sumber ekonominya guna membiayai pencalonannya

dan memenangkan persaingan. Tidak ada yang diuntungkan, kandidat dan

warga/pemilih sebetulnya sama-sama merugi.

Sedangkan politik transaksional dapat menguatkan warga/pemilih yaitu

peristiwa transaksi politik merupakan hal yang lazim ditemui dalam kompetisi

Pemilu, maka adanya strategi transaksi politik yang menguatkan posisi dan

kepentingan warga, khususnya pascapemilu. Tujuannya agar terjalin ikatan jangka

panjang antara warga dengan kandidat pemenang Pemilu, di mana warga memiliki

kendali terkait pemenuhan janji/program kandidat tersebut.

Adapun strategi transaksi politik yang menguatkan warga memiliki ciri-ciri:

terbuka, publik, jangka panjang, pendanaan negara dan tidak melanggar hukum.

Namun yang paling menonjol dalam kegiatan perpolitikan di Indonesia khususnya di

Kota Kotamobagu bahwa kegiatan politik transaksional sering melemahkan pemilih

dalam menentukan calon pemimimpin sebelum menjelang Pemilu. Pada kegiatan

Page 35: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

35

politik transaksional yang ada berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan

bahwa semakin kegiatan politik transaksional sering dilakukan, maka akan semakin

menentukan kepada perilaku pemilih untuk memilih calon pemimpin politik yang

kuat melakukan jual beli politik kepada pemilih. Perilaku pemilih diorientasikan

kepada semakin banyaknya uang, hadiah, pemberian jabatan politik, dan didasarkan

pada pemikiran yang rasional dan emosional dalam menentukan calon pemimimpin

politik pada Pilwako tahun 2013 maupun pemilu legislative dan pemilu presiden

tahun 2014.

Page 36: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

36

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pengujian hipotesis yang telah

dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh secara signifikan antara

politik transaksional terhadap perilaku pemilih di Kota Kotamobagu sebesar 4,3%.

Hal ini dapat dilihat berdasarkan pada beberapa indikator politik transaksional

khususnya mengenai kegiatan pemberian uang pernah terjadi sebesar 52,6%,

mengenai kegiatan pemberian hadiah (imbalan, sembako dan diluar uang sering

terjadi sebesar 52,6%, mengenai kegiatan pemberian jabatan politik di Kota

Kotamobagu pernah terjadi sebesar 56,6%. Kemudian pada indikator perilaku

pemilih secara rasional memiliki perilaku yang baik sebesar 59,5% dan indikator

emosional memiliki perilaku yang baik sebesar 40,5%.

Dalam hal ini masyarakat Kota Kotamobagu cukup apresiasif dalam

pelaksanaannya, hanya saja bila calonnya memberikan materi dan di kenal oleh

mereka dan sedikit memiliki garis kekerabatan itu yang lebih mereka dukung.

Memang hal ini sangat wajar , karena mengingat kasus tersebut bukan hanya

terjadi di Kota Kotamobagu saja namun di banyak kabupaten lainnya hal tersebut

masih menjadi persoalan. Hal lain yang menjadi permasalahan adalah masyarakat

yang kurang kenal dengan program para calon sehingga menyuilitkan pula

masyarakat untuk dapat memilih dengan hati nurani, “Tak kenal maka tak sayang”

itu slogan yang biasa kita dengar yang memang kebenarannya sudah dapat di

buktikan.

Intinya selain masyarakat harus berpartisipasi dalam Pemilu, pemerintah juga

harus senantiasa berupaya memberikan fasilitas yang memadai dalam proses Pemilu

agar memudahkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi di dalamnya, ini

memerlukan kerjasama yang baik antara berbagai pihak.

5.2. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian di atas dan berdasarkan pengamatan kami, maka

kami memberikan rekomendasi sebagai berikut :

Page 37: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

37

1. Kepada KPU, disarankan untuk terus menerus melakukan pendidikan Pemilih

baik itu terkait soal demokrasi, politik dan kepemimpinan kepada masyarakat

secara terus-menerus sehingga dapat memberikan pemahaman dan kesadaran

kepada masyarakat akan pentingnya kehidupan berdemokrasi yang sehat agar

dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin yang tidak hanya legitimate tetapi juga

pemimpin yang jujur, berkompeten dan dapat diterima dengan luas.

2. Kepada Bawaslu kami menyarankan agar lebih intens lagi dalam mengawasi dan

mengontrol setiap jalannya pelaksanaan pemilu khususnya, agar kegiatan-

kegiatan yang bertentangan dengan prinsip Pemilu tidak terjadi lagi.

3. Kepada pemerintah, agar dapat mengeluarkan peraturan-peraturan yang dapat

meminimalisir praktek politik uang pada pelaksanaan pemilihan baik itu, pemilu

legislatif, pemilihan presiden maupun pilkada dengan memberikan sanksi yang

tegas kepada partai atau oknum/calon yang melakukan hal-hal yang bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan.

Page 38: Pengaruh Politik Uang terhadap Partisipasi dan Referensi Politik

38

DAFTAR PUSTAKA

Antulian, Rifa’i. DR. S.H, M.Hum. 2004. Politik uang jalan pemilihan

kepala daerah. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Asfar, Muhammad. 2008. Pemilu dan Perilaku Memilih 1995-2004.

Surabaya:

Bungin, Burhan. 2001 .Metodelogi Penelitian Sosial: Format-format

kuantitatif dan kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press.

EUREKA Abdulsyani. 2007. Sosiologi Sistematika Teori dan Penerapan.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Effendy, Onong Uchajana. 2007. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek.

Bandung : Remaja Rosdakarya.

Hidayat, Komaruddin dan Ignas Kleden. 2004. Pergulatan Partai Politik di

Indonesia. Jakarta: PT. Rajawali Perss.

Juliansyah, Elvi. 2007. PILKADA: Penyelenggaraan Pemilihan Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Bandung: Mandar Maju.

Irwansyah dkk. 2013. Memperkuat warga melalui transaksi politik dalam

pemilu.http://www.puskapol.ui.ac.id/pressrelease/press-release-memperkuat-

warga-melalui-transaksi-politik-dalampemilu.html

Meriam B, dkk. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik . Jakarta Barat: Gramedia

Pustaka Utama

Moleong, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosda karya. Cetakan Kedua.

Surbakti Ramlan. 1999. Memahami ilmu politik. Jakarta: Gramedia Widia

sarana Indonesia.

Syafiee, Innu Kencana. Drs. 1993. Sistem Pemerintahan Indonesia

(MKDU).Jakarta:PT. Rineka Cipta