Upload
duongmien
View
220
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH TINGKAT HUTANG DAN PROFITABILITAS
TERHADAP NILAI PASAR PERUSAHAAN
DENGAN FINANCIAL DISTRESS SEBAGAI PEMODERASI
YOYOK KURNIAWAN
090462201387
Dosen Pembimbing :
Prima Aprilyani Rambe, SE., M.Sc
Sri Ruwanti, SE., M.Sc
Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji
TAHUN 2017
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat hutang, profitabilitas dan
financial distress terhadap nilai pasar perusahaan, pengaruh tingkat hutang terhadap nilai pasar
perusahaan ketika dimoderasi financial distress. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur
subsektor tekstil dan garment di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2016, penelitian ini
menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat hutang
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai pasar perusahaan, profitabilitas berpengaruh positif
dan signifikan terhadap nilai pasar perusahaan, financial distress berpengaruh negatif signifikan
terhadap nilai pasar perusahaan, dan ketika perusahaan tidak dalam kondisi financial distress tidak
mampu memoderasi dan memperlemah secara signifikan pengaruh negatif tingkat hutang terhadap
nilai pasar perusahaan.
Kata kunci : Nilai perusahaan, profitabilitas, financial distress, tingkat hutang.
ABSTRACT
This study attempts to analyze the effect of leverage, profitability and financial distress on firm value,
and to analyze moderating effect between leverage on firm value with financial distress as moderator.
The population were textile and garment companies listed in Indonesia Stock Exchange in the period
of 2012-2016, the sampling technique applied was purposive sampling method. The result is that
leverage has negatively significant influence on firm value, profitability has positively significant
influence on firm value, financial distress has negatively significant influence on firm value, and the
companies has no financial distress does not moderating or weakened the negative effect of leverage
on firm value.
Keywords : Firm value, profitability, financial distress, leverage.
PENDAHULUAN
Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses dan sistem akuntansi
yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau
aktivitas perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data dan
aktivitas perusahaan tersebut, Martono (2008). Hasil analisa atas laporan keuangan
akan membantu menginterpetasikan berbagai hubungan serta kecenderungan yang
dapat memberikan dasar pertimbangan bagi investor untuk membuat keputusan.
Sampai dengan saat ini hubungan dan pengaruh antara struktur modal atau
tingkat hutang perusahaan terhadap nilai perusahaan masih menjadi suatu perdebatan
baik secara teoritis maupun emphirichal research. Dalam dunia praktis manajer
keuangan dihadapkan pada masalah untuk menyediakan dana baik dari dalam
perusahaan maupun dari luar perusahaan secara efisien yang mampu meminimalkan
biaya modal yang harus dibayar perusahaan. Keputusan untuk mempergunakan
modal sendiri ataupun hutang adalah sebuah pilihan yang harus diambil oleh seorang
manajer dengan mempertimbangkan opportunity cost dari modal sendiri dan benefit
tax shield dan resiko financial distress apabila menggunakan modal dari hutang.
Dalam model Modigliani-Miller (1963) asumsi dengan adanya pajak, MM
menyimpulkan penggunaan hutang (Leverage) akan meningkatkan nilai perusahaan
karena biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak (a tax
deductible expense), (Atmaja, 2008:254).
Model trade-off mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan
merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang
dengan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut. Esensi
trade-off theory dalam struktur modal adalah menyeimbangkan manfaat dan
pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih
besar, tambahan hutang masih diperkenankan. Apabila pengorbanan karena
penggunaan hutang sudah lebih besar, maka tambahan hutang sudah tidak
diperbolehkan (Atmaja, 2008:254).
Menurut Atmaja (2008 :259), penggunaan utang akan meningkatkan nilai
perusahaan tapi hanya sampai pada titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan
utang justru akan menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari
penggunaan utang tidak sebanding dengan biaya financial distress dan agency
problem.
Apabila sebuah perusahaan dalam mendanai kegiatan operasinya
menggunakan hutang, maka hutang tersebut menciptakan leverage. Leverage akan
menghasilkan pengeluaran perusahaan berupa biaya tetap atau beban tetap. Dengan
demikian penggunaan leverage akan meningkatkan keuntungan bagi pemegang
saham, namun sebaliknya leverage juga dapat meningkatkan resiko atas keuntungan
yang diperoleh. Jika keuntungan lebih rendah dari biaya tetap maka penggunaan
leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham dan berakibat turunnya
nilai perusahaan (Martono, 2008:295).
Dalam peneletian sebelumnya (Masulis, 1983) mencoba menguji teori yang
diajukan oleh Miller-Modigliani (1963) dalam model struktur modal MM dengan
pajak yang menyatakan bahwa adanya hubungan positif antara leverage perusahaan
dengan nilai pasar perusahaan yang dikaitkan dengan pajak. Dari hasil penelitian
yang dilakukan Masulis, disimpulkan bahwa memang terdapat pengaruh positif
antara tingkat hutang perusahaan dengan nilai pasar perusahaan. Dan hasil penelitian
selanjutnya yang dilakukan (Chowdhury, 2010) juga menyimpulkan hal yang sama
dan mendukung teori yang diajukan oleh Miller-Modigliani. Sementara didalam
penelitian yang lain di BEI, Dewi dan Ary (2013) didalam penelitiannya terhadap
beberapa perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh negatif antara tingkat hutang perusahaan dengan nilai perusahaan. Dan
penelitian yang dilakukan Rosyadah dkk.(2013) juga menyimpulkan bahwa Debt to
Equity ratio memiliki pengaruh negatif terhadap profitabilitas perusahaan. Begitu
juga dengan penelitian yang dilakukan Velnampy dkk (2012) hasil analisis
menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara struktur modal dan profitabilitas
kecuali hubungan antara Debt to Equity ratio terhadap profitabilitas.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Cheng dan Tzeng (2011) yang
menggunakan financial distress sebagai moderator antara pengaruh leverage
perusahaan terhadap nilai perusahaan menunjukkan bahwa ketika leverage
dimoderasi secara bersama-sama dengan kondisi kesehatan keuangan (non-financial
distress) dan tingginya arus kas bebas perusahaan, maka hal tersebut berdampak
terhadap meningkatnya nilai perusahaan. Dan ketika perusahaan mengalami kondisi
financial distress dan rendahnya arus kas bebas yang dimiliki perusahaan, hal
tersebut dapat memoderasi pengaruh negatif leverage terhadap nilai perusahaan.
Ruang Lingkup dan Batasan Permasalahan
Dalam penelitian ini data yang digunakan terfokus pada perusahaan
manufaktur subsektor Tekstil dan Garment yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2012-2016. Penelitian hanya bertujuan untuk meneliti :
1) Pengaruh tingkat hutang terhadap nilai pasar perusahaan
2) Pengaruh profitabilitas terhadap nilai pasar perusahaan
3) Pengaruh financial distress terhadap nilai pasar perusahaan
4) Pengaruh tingkat hutang terhadap nilai pasar perusahaan ketika dimoderasi
dengan financial distress
TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Telaah Pustaka
Nilai Perusahaan
Tujuan normatif perusahaan adalah memaksimumkan nilai perusahaan,“The
goal of financial management is to maximize the shareholder’s wealth by taking
action that increase the current value per share of exiting stock of the firm” (Ross
dan Westerfield ,2013:12), yang dapat diartikan bahwa tujuan manajemen keuangan
adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dengan mengambil
tindakan pada peningkatan nilai per lembar saham. Tujuan memaksimumkan nilai
perusahaan tersebut berhubungan dengan keputusan keuangan, sehingga setiap
keputusan sudah selayaknya ditujukan kepada tindakan yang dapat meningkatkan
nilai perusahaan.
Untuk mengukur nilai suatu perusahaan menurut Breley dan Myers
(2011:283) terdapat tiga jenis antara lain, nilai buku, nilai likuidasi dan nilai pasar
perusahaan tersebut. Breley dan Myers mendefenisikan nilai buku suatu perusahaan
adalah kekayaan bersih perusahaan berdasarkan neraca keuangan perusahaan
tersebut. Sementara nilai likuidasi adalah kekayaan bersih perusahaan atas seluruh
penjualan asset yang dimiliki setelah dikurangi kewajiban perusahaan kepada
seluruh kreditor. Dan nilai pasar perusahaan adalah total nilai yang ingin dibayarkan
oleh investor untuk setiap lembar saham perusahaan berdasarkan kemampuan
menghasilkan laba perusahaan dan atas keuntungan yang diharapkan pada masa yang
akan datang. Investor mengetahui bahwa akuntan tidak akan mengestimasi nilai
perusahaan berdasarkan nilai pasar. Nilai perusahaan tersebut akan dicatatkan
berdasarkan keseluruhan asset sesuai yang disajikan dalam neraca keuangan sesuai
prinsip biaya historis setelah dikurangi penyusutan. Akan tetapi hal tersebut mungkin
bukan panduan yang bagus untuk mengetahui berapa yang harus dibayar investor
kepada perusahaan untuk membeli keseluruhan asset tersebut (Breley dan Myers,
2011:284).
Struktur Modal
Model Modigliani-Miller II (1963) dengan asumsi tanpa pajak, MM
mengemukakan bahwa risiko bisnis perusahaan diukur dengan EBIT (deviasi
standard earning before interest and tax), investor memiliki pengharapan yang sama
tentang EBIT perusahaan di masa mendatang, saham dan obligasi diperjual belikan
disuatu pasar modal yang sempurna, hutang adalah tanpa risiko sehingga suku bunga
pada hutang adalah suku bunga bebas risiko, seluruh aliran kas adalah perpetuitas
(sama jumlahnya setiap periode hingga waktu tak terhingga), dengan kata lain
pertumbuhan perusahaan adalah nol atau EBIT selalu sama. (Atmaja, 2008:249).
Model Modigliani-Miller (1963) asumsi dengan adanya pajak, MM
menyimpulkan penggunaan hutang (Leverage) akan meningkatkan nilai perusahaan
karena biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak (a tax
deductible expense), (Atmaja, 2008:254).
Model trade-off mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan
merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang
dengan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut. Esensi
trade-off theory dalam struktur modal adalah menyeimbangkan manfaat dan
pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih
besar, tambahan hutang masih diperkenankan. Apabila pengorbanan karena
penggunaan hutang sudah lebih besar, maka tambahan hutang sudah tidak
diperbolehkan (Atmaja, 2008:254). Menurut Atmaja (2008 :259), penggunaan utang
akan meningkatkan nilai perusahaan tapi hanya sampai pada titik tertentu. Setelah
titik tersebut, penggunaan utang justru akan menurunkan nilai perusahaan karena
kenaikan keuntungan dari penggunaan utang tidak sebanding dengan biaya financial
distress dan agency problem.
Apabila sebuah perusahaan dalam mendanai kegiatan operasinya
menggunakan hutang, maka hutang tersebut menciptakan leverage. Leverage akan
menghasilkan pengeluaran perusahaan berupa biaya tetap atau beban tetap. Leverage
ini terdiri dari dua jenis leverage, yaitu leverage operasi dan leverage keuangan.
Penggunaan kedua leverage ini bertujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih
besar dari biaya asset dan sumber dananya. Dengan demikian penggunaan leverage
akan meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham, namun sebaliknya leverage
juga dapat meningkatkan resiko atas keuntungan yang diperoleh. Jika keuntungan
lebih rendah dari biaya tetap maka penggunaan leverage akan menurunkan
keuntungan pemegang saham dan berakibat turunnya nilai perusahaan (Martono,
2008:295).
Financial Distress (Kesulitan Keuangan)
Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan
keuangan dan terancam bangkrut. Financial distress adalah suatu kondisi dimana
cash flow operasi perusahaan tidak mampu menutupi atau mencukupi kewajiban saat
ini, financial distress dapat membawa suatu perusahaan mengalami kegagalan
(corporate failure) pada kontraknya yang akhirnya dapat dilakukan restrukturasi
keuangan perusahaan oleh kreditur dan para investor-investor (Ross dan Westerfield
,2013:928).
Semakin tinggi tingkat penggunaan utang, maka probabilitas terjadinya
financial distress semakin besar. Hal ini karena semakin tingginya penggunaan utang
dengan beban tetap berupa biaya bunga yang semakin besar, tidak diikuti dengan
kenaikan pendapatan. Perusahaan akan terancam bangkrut apabila didalam
penggunaan utang, perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang
muncul akibat dari penggunaan utang tersebut (Atmaja, 2008:258).
Financial distress bisa menjadi sistem peringatan dini perusahaan untuk
masalah keuangan. Perusahaan dengan lebih banyak hutang akan mengalami
kesulitan keuangan lebih awal dari pada perusahaan dengan tingkat hutang yang
lebih rendah. Namun, perusahaan yang mengalami financial distress menengah akan
memiliki lebih banyak waktu untuk latihan pribadi dan melakukan restrukturisasi
dalam organisasi (Ross dan Westerfield ,2013:931).
Beberapa model prediksi kesulitan keuangan (financial distress prediction
models) telah dikembangkan beberapa tahun yang lalu. Model tersebut sama dengan
model peringkat utang, tetapi bukannya memprediksi peringkat, model memprediksi
apakah perusahaan akan menghadapi beberapa kondisi kesulitan, umumnya
didefinisikan sebagai kepailitan. Dalam berbagai studi akademik, Altman Z-
score (bankruptcy model) dipergunakan sebagai alat kontrol terukur terhadap status
keuangan suatu perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan (financial
distress). Dengan kata lain, Altman Z-score dipergunakan sebagai alat untuk
memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan (Ross dan Westerfield ,2013:940).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cheng dan Tzeng (2011) yang
menggunakan financial distress sebagai moderator antara pengaruh leverage
perusahaan terhadap nilai perusahaan juga menggunakan Altman Z-score sebagai
proksi untuk mengukur kondisi kesulitan keuangan perusahaan. Penelitian dilakukan
untuk menguji model the static trade-off theory untuk mengetahui pengaruh tingkat
leverage perusahaan terhadap nilai perusahaan ketika perusahaan mengalami tinggi
rendahnya probabilita financial distress. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika
leverage dimoderasi secara bersama-sama dengan kondisi kesehatan keuangan dan
tingginya arus kas bebas perusahaan, maka hal tersebut berdampak terhadap
meningkatnya nilai perusahaan. Dan ketika perusahaan mengalami kondisi financial
distress dan rendahnya arus kas bebas yang dimiliki perusahaan, hal tersebut dapat
memoderasi pengaruh negatif leverage terhadap nilai perusahaan.
B. Kerangka Pemikiran
Dalam model Modigliani-Miller (1963) penggunaan hutang akan berdampak
terhadap meningkatnya nilai perusahaan karena hutang menghasilkan penghematan
pajak, dengan kata lain bahwa hutang berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Sementara dalam model trade-off theory penggunaan hutang akan meningkatkan
nilai perusahaan tapi hanya sampai pada titik tertentu. Setelah titik tersebut,
penggunaan hutang justru akan menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan
keuntungan dari penggunaan hutang tidak sebanding dengan biaya financial distress
dan agency problem (Atmaja : 2008).
H 4
H 3
H 2
H 1
Berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan kerangka pemikiran berikut :
Keterangan : Pengaruh Langsung
Pengaruh Ketika Dimoderasi
C. Pengembangan Hipotesis
1. Tingkat hutang terhadap nilai pasar perusahaan
Bahwa keseimbangan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat
penggunaan hutang, akan meningkatkan nilai perusahaan tapi hanya sampai pada
titik tertentu. Semakin besar proporsi hutang maka semakin besar perlindungan pajak
yang diperoleh, tetapi biaya kebangkrutan yang mungkin timbul juga semakin besar
(Atmaja : 2008).
Hasil beberapa penelitian masih menunjukkan perbedaan kesimpulan antara
pengaruh tingkat hutang terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh
(Masulis.dkk,1983; Gusti.dkk2016; Hamidy.dkk,2015) menunjukkan hasil bahwa
terdapat pengaruh yang positif antara tingkat hutang dengan nilai perusahaan.
Sementara penelitian yang dilakukan (Mirna.dkk,2008; Dewi.dkk,2012;
Velnampy.dkk,2012) menunjukkan hasil pengaruh yang negatif. Maka hipotesa:
H1 : terdapat pengaruh antara tingkat hutang perusahaan terhadap nilai pasar
perusahaan.
2. Profitabilitas terhadap nilai pasar perusahaan
Jika keuntungan lebih rendah dari biaya tetap maka penggunaan leverage
akan menurunkan keuntungan pemegang saham dan berakibat turunnya nilai
perusahaan (Martono, 2008:295). Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Dewi ayu (2012) pada perusahaan manufaktur di bursa efek indonesia menunjukkan
pengaruh positif antara profitabilitas perusahaan terhadap nilai perusahaan.
Dan pada penelitian Hamidy (2015) yang menempatkan profitabilitas sebagai
variabel mediasi antara struktur modal terhadap nilai perusahaan menunjukkan
adanya pengaruh positif tingkat hutang terhadap nilai perusahaan ketika dimediasi
oleh profitabilitas perusahaan. Namun penelitian yang dilakukan Gusti (2016)
memiliki hasil yang berbeda, dengan hasil penelitian bahwa profitabilitas tidak
NILAI PASAR
-Price to Book
Value
TINGKAT HUTANG
-Debt Equity Ratio
FINANCIAL DISTRESS
-Altman Z-Score
PROFITABILITAS
-Return On Equity
mampu memediasi pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan. Maka
hipotesa yang diajukan adalah :
H2 : terdapat pengaruh antara tingkat profitabilitas perusahaan terhadap nilai
pasar perusahaan.
3. Financial distress terhadap nilai pasar perusahaan
Financial distress adalah suatu kondisi dimana cash flow operasi perusahaan
tidak mampu menutupi atau mencukupi kewajiban saat ini, financial distress dapat
membawa suatu perusahaan mengalami kegagalan (corporate failure) pada
kontraknya yang akhirnya dapat dilakukan restrukturasi keuangan perusahaan oleh
kreditur dan para investor-investor. (Ross dan Westerfield ,2013:928). Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Widarjo dan Dodi (2009) dikemukakan bahwa
kondisi financial distress sangat dipengaruhi oleh tingkat profitabilitas perusahaan.
Dan dalam kaitan antara kondisi financial distress terhadap nilai perusahaan,
penelitian yang dilakukan oleh Djamaluddin (2008) menunjukkan pengaruh yang
positif antara skor altman-Z terhadap nilai pasar perusahaan, dimana perusahaan
dengan kondisi keuangan yang sehat yang ditunjukkan dengan z-score yang tinggi
memiliki pengaruh terhadap tingginya nilai Market Book Value perusahaan.
Dan penelitian yang dilakukan oleh Dadang (2013) menunjukkan bahwa
perusahaan yang tergabung dalam indek LQ 45 yang teridentifikasi dengan tingkat
financial distress yang tinggi cenderung mengalami penurunan nilai pasar
perusahaan. Maka hipotesa ketiga yang diajukan adalah :
H3 : terdapat pengaruh antara tingkat financial distress perusahaan terhadap
nilai pasar perusahaan.
4. Pengaruh tingkat hutang terhadap nilai pasar perusahaan ketika
dimoderasi financial distress
Dalam model Modigliani-Miller (1963) penggunaan hutang akan berdampak
terhadap meningkatnya nilai perusahaan karena hutang menghasilkan penghematan
pajak, dengan kata lain bahwa hutang berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Sementara dalam model trade-off theory dinyatakan bahwa model Modigliani-Miller
dengan pajak tersebut masih terdapat beberapa kelemahan dengan mengabaikan
faktor financial distress dan agency cost yang mungkin muncul akibat dari
penggunaan hutang tersebut (Atmaja, 2008:258).
Penggunaan hutang dapat memicu terjadinya penurunan nilai perusahaan
apabila dari penggunaan hutang tersebut justru mengakibatkan permasalahan
financial distress. Namun apabila penggunaan hutang berada pada level optimal,
yaitu level dimana keseimbangan antara manfaat hutang dan financial distress dapat
teratasi, maka penggunaan hutang tersebut dapat berdampak terhadap meningkatnya
nilai perusahaan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cheng dan Tzeng (2011) yang
menggunakan financial distress sebagai moderator antara pengaruh leverage
perusahaan terhadap nilai perusahaan menunjukkan bahwa ketika leverage
dimoderasi secara bersama-sama dengan kondisi kesehatan keuangan dan tingginya
arus kas bebas perusahaan, maka hal tersebut berdampak terhadap meningkatnya
nilai perusahaan. Dan ketika perusahaan mengalami kondisi financial distress dan
rendahnya arus kas bebas yang dimiliki perusahaan, hal tersebut dapat memoderasi
pengaruh negatif leverage terhadap nilai perusahaan. Dari uraian tersebut maka
hipotesa yang diajukan:
H4 : tingkat hutang berpengaruh dan signifikan terhadap nilai pasar
perusahaan ketika tidak mengalami kondisi financial distress.
METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Sumber data diperoleh dari Bursa Efek Indonesia atau Indonesia Stock
Exchange (IDX). Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan subsektor tekstil
dan garment pada Bursa Efek Indonesia tahun 2012-2016.
Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah non-probability
sampling, Sugiyono (2009: 84) mengemukakan bahwa teknik non-probability
sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel.
Teknik yang digunakan yaitu purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel
atas beberapa pertimbangan tertentu antara lain :
1) Perusahaan terdaftar di subsektor tekstil dan garment Bursa Efek
Indonesia selama periode tahun 2012 sampai dengan 2016.
2) Terdapat laporan keuangan audit secara lengkap selama periode tahun
2012 sampai dengan tahun 2016.
3) Tidak sedang mengalami defisiensi atau ekuitas negatif selama periode
tahun 2012 sampai dengan tahun 2016.
4) Mengalami laba selama periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2016.
B. Operasionalisasi Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah (variabel output/ kriteria/ konsekuen/ endogen/
terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya
variabel bebas (Sugiyono, 2009: 39).
Dalam penelitian ini variabel dependen yang digunakan adalah nilai pasar
perusahaan. Menurut Ross dan Westerfield (2013:55) nilai pasar perusahaan dapat
diukur dengan beberapa cara antara lain ; 1)Price Earning Ratio, 2)Market-to-Book
Ratio, 3)Market Capitalization, 4)Enterprise Value, 5)Enterprise Value Multiples.
Dalam penelitian ini pengukuran nilai pasar perusahaan menggunakan
Market Price to Book Value.
Jika PBV > 1, maka nilai pasar perusahaan dalam kondisi overvalued. Dan
jika PBV < 1 maka nilai pasar perusahaan dalam kondisi undervalued.
2. Variabel Independen
Variabel Independen (variabel stimulus/ prediktor/ antecendent/ eksogen
/bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2009: 39).
1. Tingkat Hutang
Debt to Equity Ratio (DE) adalah rasio ini melihat seberapa besar hutang
perusahaan jika dibandingkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan atau para
pemegang saham. Menurut Ross dan Westerfield (2013:51) rasio ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Semakin tinggi rasio, maka semakin tinggi kewajiban yang harus ditangung
perusahaan dengan modal sendirinya.
2. Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan laba dengan menggunakan sumber-sumber yang dimiliki
perusahaan, seperti aktiva, modal, atau penjualan perusahaan. Menurut Ross dan
Westerfield (2013:54) rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
3. Financial Distress
Variabel moderating adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah
hubungan langsung antara variabel independen dan variabel dependen. Dalam
penelitian ini Financial Distress digunakan sebagai variabel moderating.
Dalam berbagai studi akademik, Altman Z-score (bankruptcy model)
dipergunakan sebagai alat kontrol terukur terhadap status keuangan suatu perusahaan
yang sedang mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Dengan kata
lain, Altman Z-score dipergunakan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan
suatu perusahaan (Ross dan Westerfield ,2013:940).
Menururt Ross dan Westerfield (2013:962), Altman Z-score dinyatakan
dalam bentuk persamaan linear yang terdiri dari 5 koefisien “T” yang mewakili
berbagai rasio-rasio keuangan.
Z = 3,3 t1 + 1,2 t2 + 0,99 t3 + 0,6 t4 + 1,4 t5
t1 = EBIT / total aset
t2 = Modal kerja neto / total aset
t3 = penjualan / total aset
t4 = nilai pasar terhadap ekuitas / nilai buku terhadap total liabilitas
t5 = saldo laba / total asset
Dengan zona kategori sebagai berikut:
Bila Z > 2.99 = zona “Keuangan sehat”
Bila 1.81 < Z < 2.99 = zona “abu-abu/perlu pengawasan”
Bila Z < 1.81 = zona “financial distress
C. Metode dan Analisis
1. Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Menurut Imam Ghozali (2013:160) uji normalitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi
normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual
mengikuti distribusi normal. Untuk melakukan uji normalitas data, maka peneliti
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Menurut Ghozali (2013:163) untuk
mengetahui apakah data berasal dari distribusi normal adalah sebagai berikut :
Residual dikatakan berdistribusi normal apabila hasil uji Kolmogorov-
Smirnov :
-Nilai signifikasi > 0.05 = Distribusi data Normal
-Nilai signifikasi < 0.05 = Distribusi Tidak Normal
Uji Multikolinieritas
Menurut Ghozali (2013:105) uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji
apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Metode yang dapat digunakan untuk menguji terjadinya multikolinieritas dapat
dilihat dari matrik korelasi variabel-variabel bebas. Pada matrik korelasi, jika antar
variabel bebas terdapat korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90) maka hal
ini merupakan indikasi adanya multikolinieritas.
Selain itu dapat juga dilihat nilai tolerance dan variance inflation factor
(VIF). Batas dari nilai tolerance adalah ≤ 10% atau sama dengan nilai VIF adalah
≥10 (Imam Ghozali, 2013:106).
Dasar pengambilan keputusannya ialah:
Apabila nilai tolerance < 10 % dan nilai VIF > 10 maka persamaan regresi terdapat multikolinieritas
Apabila nilai tolerance > 10 % dan VIF < 10 maka persamaan regresi tidak terdapat multikolinieritas
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu
pada periode t-1 (Imam Ghozali, 2013:110). Autokorelasi muncul karena observasi
yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan pendekatan Durbin Waston (DW test), pengujian ini dipilih
dikarenakan sampel yang digunakan dibawah 100. Sedangkan jika sampel diatas 100
maka harus menggunakan pendekatan Lagrange Multiplier (LM test).
Untuk menentukan ada tidaknya masalah autokorelasi dengan uji Durbin-
Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut :
Kriteria Autokorelasi Durbin-Watson (DW)
Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi + Tolak 0 < DW < dL
Tidak ada autokorelasi - No decision dL ≤ DW ≤ du
Tidak ada autokorelasi - Tolak 4 - dL < DW < 4
Tidak ada autokorelasi - No decision 4 - du ≤ DW ≤ 4 – dL
Tidak ada autokorelasi + atau - Diterima du < DW < 4 – du
Sumber : Imam Ghozali 2013
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji Glejser (Ghozali,
2013:142). Pada uji Glejser, nilai residual absolut diregresi dengan variabel
independen. Dengan ketentuan sebagi berikut :
Jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan absolute residual > 0.05 maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
Jika nilai signifikan antara variabel independen dengan absolut residual
< 0.05 maka terjadi masalah heteroskedastisitas.
2. Koefisien Determinasi
Menurut Ghozali ( 2013:97 ) koefisien determinasi ( R² ) pada intinya
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R² yang kecil
berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel
dependen amat terbatas.
Nilai yang mendekati satu, berarti variabel-variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen. Secara umum koefisien determinasi untuk data silang (cross section)
relative rendah karena adanya variasi besar antara masing-masing pengamatan.
Sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai nilai
koefisien determinasi yang tinggi.
3. Uji F (Uji Simultan)
Menurut Ghozali (2013:98) uji F digunakan untuk mengetahui apakah secara
simultan koefisien variabel bebas mempunyai pengaruh nyata atau tidak terhadap
variabel terikat.
Untuk menguji apakah masing-masing variabel bebas berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel terikat secara bersama-sama dengan α = 0,05. Adapun
persamaan model regresi dan hipotesis yang hendak diuji :
Keterangan
PBV : Nilai pasar perusahaan (PBV)
DE : Tingkat Hutang
ROE : Profitabilitas
FD : Financial Distress (Altman Z-Score)
α : Constant
β : Koefisien regresi
e : Error
Syarat ketentuan penerimaan hipotesis sebagai berikut :
Jika (F-hitung < F-tabel), maka Ho Diterima
Jika (F-hitung > F-tabel), maka Ho Ditolak
4. Uji t (Uji Parsial)
Menurut Ghozali ( 2013:98 ), uji statistik t pada dasarnya menunjukkan
seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Salah satu cara melakukan uji t
adalah dengan membandingkan nilai statistik t dengan t-kritis menurut tabel.
Untuk menguji apakah masing-masing variabel bebas berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel terikat secara parsial dengan α = 0,05. Maka Ketentuan
penerimaan hipotesis sebagai berikut :
Bila (t-hitung) < (t-tabel α 0,05), maka Ho Diterima
Bila (t-hitung) > (t-tabel α 0,05), maka Ho Ditolak dan Ha Diterima
5. Moderated Regression Analysis
Menurut Ghozali (2013: 229) untuk melakukan pengujian terhadap variabel
moderasi dalam penelitian ini menggunakan metode analisis Moderated Regression
Analysis (MRA). Untuk menguji pengaruh interaksi variabel moderasi digunakan
dengan uji interaksi.
Variabel moderasi berperan sebagai variabel yang dapat memperkuat atau
memperlemah pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Klasifikasi
variabel moderasi dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel
Klasifikasi Variabel Moderasi No Hasil Uji Jenis Moderasi
1. b2 non significant
b3 significant
Moderasi Murni (Pure Moderator)
2 b2 significant
b3 significant
Moderasi Semu (Quasi Moderator). Quasi moderasi
merupakan variabel yang memoderasi hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen yang
sekaligus menjadi variabel independen.
3. b2 significant
b3 non significant
Prediktor Moderasi (Predictor Moderasi Variabel). Artinya
variabel moderasi ini hanya berperanan sebagai variabel
prediktor (independen) dalam model hubungan yang
dibentuk.
4. b2 non significant
b3 non significant
Moderasi Potensial (Homologiser Moderator). Artinya
variabel tersebut potensial menjadi variabel moderasi.
Sumber : Ghozali (2013)
Adapun model persamaan dan hipotesis moderasi yang hendak diuji sebagai berikut :
(H4)
Keterangan :
PBV : Nilai pasar perusahaan (PBV)
DE : Tingkat Hutang
ROE : Profitabilitas
FD : Financial Distress (Altman Z-Score)
α : Constant
β : Koefisien regresi e : Error
Ketentuan penerimaan hipotesis sebagai berikut :
Jika tingkat signifikan moderator > α sebesar 0,05 maka Ho diterima.
Jika tingkat signifikan moderator < α sebesar 0,05 maka Ha diterima.
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Sampel Penelitian
Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur sektor tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2012 sampai dengan 2016, dan pemilihan sampel dalam penelitian ini ditentukan
dengan menggunakan metode purposive sampling dengan beberapa ketentuan.
Pengambilan sampel penelitian ini digambarkan pada tabel di bawah ini :
Tabel
Sampel Penelitian (2012-2016)
Kriteria Sampel Jumlah
Laporan keuangan perusahaan tahunan 2012-2016 85
Tidak tersedia laporan keuangan auditan 2012-2016 (5)
Mengalami defisiensi tahun 2012-2016 (16)
Tidak memperoleh laba tahun 2012-2016 (20)
Sampel Penelitian 44 Sumber : Data diolah, 2017
Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Statistik Deskriptif
Berdasarkan input data yang bersumber dari Indonesia Stock Exchange
(IDX) tahun 2012 sampai 2016 maka dapat dilihat besarnya nilai rata-rata, standar
deviasi, maksimum dan minimum. Analisis statistik deskriptif merupakan alat
analisis yang digunakan untuk melihat besarnya nilai-nilai tersebut pada variabel
nilai perusahaan, tingkat hutang, profitabilitas dan financial distress. Berikut adalah
tabel hasil analisis statistik deskriptif penelitian :
Hasil Analisis Statistik Deskriptif Penelitian
Descriptive Statistics
Variabel N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Tingkat Hutang (X1) 44 0.1052 3.7231 1.2932 0.8158
Profitabilitas (X2) 44 0.0006 0.3074 0.0643 0.0744
Financial Distress (X3) 44 -0.4560 8.0092 1.9347 1.3723
Nilai Pasar (Y) 44 0.0779 1.9714 0.6534 0.5897
Sumber : Data diolah, 2017
Berdasarkan hasil analisis, pada tabel 4.2 terlihat bahwa nilai minimum untuk
variabel tingkat hutang (Debt to Equity ratio) dari seluruh sampel penelitian adalah
sebesar 10,52 %, dan nilai maksimum sebesar 372,31 %. Tingkat hutang terendah
dimiliki oleh perusahaan dengan kode TFCO tahun 2016, dan tertinggi dimiliki oleh
perusahaan dengan kode ERTX tahun 2012. Adapun rata-rata berada pada nilai
129,32 % dengan standar deviasi sebesar 81,58 %. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa nilai standar deviasi lebih kecil dari nilai rata-rata, mengindikasikan adanya
nilai yang baik dikarenakan standar deviasi yang merupakan pencerminan
penyimpangan dari data variabel tingkat hutang relatif lebih kecil dari nilai rata-
ratanya.
Untuk variabel profitabilitas terlihat bahwa nilai minimum dari seluruh
sampel penelitian adalah sebesar 00,06 %, dan nilai maksimum sebesar 30,74 %.
Profitabilitas terendah dimiliki oleh perusahaan dengan kode ADMG tahun 2013,
dan tertinggi dimiliki oleh perusahaan dengan kode ERTX tahun 2015. Adapun rata-
rata berada pada nilai 6,43 % dengan standar deviasi sebesar 7,44 %. Dalam hal ini
nilai standar deviasi lebih besar dari nilai rata-rata mengindikasikan bahwa titik
sebaran data menjauhi nilai rata-rata variabel tersebut.
Untuk variabel financial distress terlihat bahwa nilai minimum Altman Z-
Score dari seluruh sampel penelitian adalah sebesar -0,46 , dan skor maksimum
sebesar 8,01. Untuk Altman Z-Score terendah dimiliki oleh perusahaan dengan kode
ESTI 2016, dan tertingggi oleh perusahaan dengan kode TFCO 2016. Adapun rata-
rata berada pada nilai 1,93 dengan standar deviasi sebesar 1,37. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa nilai standar deviasi lebih kecil dari nilai rata-rata,
mengindikasikan adanya nilai yang baik dikarenakan standar deviasi yang
merupakan pencerminan penyimpangan dari data variabel financial distress relatif
lebih kecil dari nilai rata-ratanya.
Untuk variabel nilai pasar perusahaan (Price to Book Value) terlihat bahwa
nilai minimum dari seluruh sampel penelitian adalah sebesar 0,08 dan nilai
maksimum sebesar 1,97. Untuk nilai pasar terendah dimiliki oleh perusahaan dengan
kode UNIT tahun 2013, sementara nilai pasar tertinggi diperoleh perusahaan dengan
kode SRIL tahun 2013. Adapun rata-rata berada pada nilai 0,65 dengan standar
deviasi sebesar 0,58. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai standar deviasi lebih
kecil dari nilai rata-rata, mengindikasikan adanya nilai yang baik dikarenakan
standar deviasi yang merupakan pencerminan penyimpangan dari data variabel nilai
pasar perusahaan relatif lebih kecil dari nilai rata-rata variabel tersebut.
2. Uji Asumsi Klasik
2.1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Untuk melakukan uji
normalitas data, maka peneliti menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil
pengujian adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3
Uji Normalitas Sebelum Outlier
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Unstandardized
Residual
0.209 44 0.000 0.850 44 0.000
Sumber : Data diolah, 2017
Dari hasil uji normalitas yang pertama dilakukan dihasilkan bahwa nilai
signifikasi untuk Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,00 dimana hasil tersebut
menyatakan bahwa data dalam distribusi yang tidak normal karena nilai signifikasi
Kolmogorov-Smirnov lebih kecil dari taraf α sebesar 5 %.
Maka diperlukan pengujian outlier untuk mengetahui data yang
mengakibatkan sebaran data menjadi tidak normal. Untuk mengetahui data yang
tergolong outlier, peneliti melakukan pengujian steam and leaf. Setelah melakukan
pengujian ditemukan sebanyak 7 data yang berada diluar distribusi normalitas data,
dan data tersebut dikeluarkan dari anggota sampel untuk dilakukan pengujian
normalitas kembali.
Beberapa data yang tergolong kedalam data outlier disajikan kedalam
gambar berikut :
Boxplot data Outlier
Sumber : Data diolah, 2017
Setelah 7 data tersebut dikeluarkan maka dilakukan pengujian kembali
terhadap distribusi normalitas data, sehingga jumlah sampel penelitian menjadi 37
buah. Hal ini dilakukan agar dalam penelitian mendapat sampel yang mengikuti
sebaran normalitas data.
Hasil pengujian normalitas setelah dilakukan eliminasi outlier data disajikan
dalam tabel dibawah berikut :
Uji Normalitas
Sumber : Data diolah, 2017
Berdasarkan tabel 4.4 besarnya nilai signifikasi Kolmogorov-Smirnov adalah
0.076 dimana nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa distribusi data penelitian adalah normal.
2.2. Uji Multikolinieritas
Uji statistik yang dilakukan untuk mendeteksi apakah ada multicollinearity
atau tidak pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji dengan nilai
tolerance dan lawannya yaitu nilai Variance Inflation Factor (VIF). Suatu model
dikatakan bebas dari multikolinearitas jika memiliki nilai tolerance yang tidak
kurang dari 0,10 dan memiliki nilai VIF yang tidak lebih dari 10. Berikut ini adalah
tabel yang menjelaskan hasil uji multikolinieritas :
Uji Multikolinieritas
Coefficients
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
DE 0.714 1.401
ROE 0.750 1.333
FD 0.750 1.333
Sumber : Data diolah, 2017
Berdasarkan tabel diatas hasil perhitungan nilai tolerance menunjukkan tidak
ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance yang kurang dari 0,10
demikian pula nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang
sama yaitu tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10.
Mengacu pada hasil perhitungan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat masalah multikolinieritas pada model penelitian.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 37
Normal Parameters Mean 0.0000000
Std. Deviation 0.19514769
Most Extreme
Differences
Absolute 0.137
Positive 0.137
Negatif -0.110
Test Statistic 0.137
Asymp. Sig. (2-tailed) .076
2.3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu
pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lainnya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan Durbin Waston (DW
test). Besarnya angka Durbin-Watson ditunjukkan pada tabel berikut yang
menunjukkan hasil dari residual statistic sebagai berikut :
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 .898a 0.807 0.789 0.2038251 1.730
Sumber : Data diolah, 2017
Dari hasil pengujian Durbin-Watson sesuai dengan tabel diatas dihasilkan
nilai DW sebesar 1,730. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi maka
diperlukan pengujian terhadap nilai DW tersebut, apakah DW berada dalam rentang
data sesuai kriteria dimana (du < DW < 4 – du).
Hasil perhitungan du berdasarkan tabel Durbin-Watson ditemukan nilai du
dengan k = 3 dan n = 37 sebesar 1,655. Dimana hasil dari 4 – du = 2,345. Jika
dilakukan pengujian kriteria autokorelasi maka ( 1,655 < 1,730 < 2,345 ).
Berdasarkan pengujian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat autokorelasi dalam model penelitian.
2.4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji Glejser. Pada uji
Glejser, nilai residual absolut diregresi dengan variabel independen. Berikut
disajikan dalam tabel terkait hasil pengujian dengan uji glejser untuk mengetahui
terjadi atau tidaknya heteroskedastisitas dalam model penelitian.
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficients
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 0.112 0.057 1.964 0.058
DE -0.003 0.030 -0.022 -0.109 0.914
ROE 0.588 0.394 0.287 1.493 0.145
Altman-Zscore 0.002 0.017 0.020 0.105 0.917 Sumber : Data diolah, 2017
Berdasarkan hasil pengujian pengaruh variabel bebas yang meliputi tingkat
hutang, profitabilitas dan financial distress terhadap nilai absolut residual
menghasilkan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05.
Dapat disimpulkan bahwa variasi residual antar masing-masing pengamatan
adalah homogen dengan kata lain tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.
3. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi
adalah antara nol dan satu. Semakin besar nilai adjusted R² maka menunjukkan
bahwa variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Berikut adalah hasil uji
koefisien determinasi (Adjusted R² ) :
Pengujian Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .898a 0.807 0.789 0.2038251
a. Predictors: (Constant), FD, ROE, DE
Sumber : Data diolah, 2017
Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai adjusted R² model adalah sebesar
0,789 atau 78.9 %, artinya sebesar 78.9 % variasi PBV (nilai pasar perusahaan) bisa
dijelaskan oleh variasi variabel independen dalam model tersebut yaitu tingkat
hutang, profitabilitas dan kondisi kesehatan keuangan. Sedangkan sisanya sebesar
21.1 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
4. Uji Simultan (Uji F)
Uji-F Statistik (Uji-F) pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-
sama (simultan) terhadap variabel dependennya. Berikut adalah tabel yang
menjelaskan hasil uji-F :
Uji F-Statistik
ANOVA
Model
Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 5.725 3 1.908 45.932 .000b
Residual 1.371 33 0.042
Total 7.096 36 a. Dependent Variabel: PBV
b. Predictors: (Constant), Altman-Z, ROE, DE
Sumber : Data diolah, 2017
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 45.932 dan nilai
signifikansi sebesar 0.00 Karena nilai F-hitung (45.932) lebih besar dari nilai F tabel
(2,891) dan nilai signifikansi (0.00) lebih kecil dari 5% maka dapat disimpulkan
bahwa secara bersama-sama (simultan) variabel independen yaitu tingkat hutang,
profitabilitas dan kondisi kesehatan keuangan berpengaruh terhadap variabel
dependen nilai pasar perusahaan (PBV).
5. Uji Parsial (Uji t)
Uji parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen. Secara parsial pengaruh dari ketiga variabel
independen (tingkat hutang, profitabilitas dan kondisi kesehatan keuangan) terhadap
variabel dependen nilai pasar perusahaan (PBV). Untuk mengetahui pengaruh
masing-masing variabel independen tersebut dapat dijelaskan pada tabel berikut :
Uji t-Statistik
Coefficients
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 0.381 0.089 4.285 0.000
DE -0.237 0.047 -0.457 -5.048 0.000
ROE 4.088 0.615 0.587 6.644 0.000
Altman-Zscore 0.127 0.026 0.423 4.788 0.000 Sumber : Data diolah, 2017
Dari hasil tabel diatas dihasilkan beberapa nilai t-hitung dan koefisien regresi
masing-masing variabel independen. Dimana nilai konstan (intercept) sebesar 0.381
yang berarti bahwa apabila dalam model penelitian ini apabila seluruh variabel
independen bernilai 0, maka nilai variabel dependen (PBV) sebesar 0.381. Maka dari
hasil uji-t tersebut diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
( ) ( ) ( )
Dari nilai t-hitung dan nilai signifikasi yang diperoleh akan dilakukan
pengujian hipotesa penelitian sesuai dengan hipotesa yang telah diajukan
sebelumnya.
Hipotesa pertama diperoleh nilai t-hitung sebesar (-5,048) dan dimana nilai t-
tabel dengan α 5 % dan (df = n-k, df = 37-4) diperoleh nilai t-tabel sebesar (2,034).
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa (t-hitung > t-tabel, 5,048>2,034) dan
(nilai signifikasi < taraf α 5 %), maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa pertama
diterima yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara tingkat hutang
perusahaan terhadap nilai pasar perusahaan. Dan nilai koefesien regresi yang
dihasilkan sebesar -0,237 yang berarti bahwa setiap kenaikan 1 pada variabel tingkat
hutang akan menurunkan nilai variabel PBV atau nilai pasar perusahaan sebesar
0,237.
Hipotesa kedua diperoleh nilai t-hitung sebesar (6,644) dan dimana nilai t-
tabel dengan α 5 % dan (df = n-k, df = 37-4) diperoleh nilai t-tabel sebesar (2,034).
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa (t-hitung > t-tabel, 6,644>2,034) dan
(nilai signifikasi < taraf α 5 %), maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa kedua
diterima yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara profitabilitas perusahaan
terhadap nilai pasar perusahaan. Dan nilai koefesien regresi yang dihasilkan sebesar
4,088 yang berarti bahwa setiap kenaikan 1 pada variabel profitabilitas akan
meningkatkan nilai variabel PBV atau nilai pasar perusahaan sebesar 4,088.
Hipotesa ketiga diperoleh nilai t-hitung sebesar (4,788) dan dimana nilai t-
tabel dengan α 5 % dan (df = n-k, df = 37-4) diperoleh nilai t-tabel sebesar (2,034).
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa (t-hitung > t-tabel, 4,788>2,034) dan
(nilai signifikasi < taraf α 5 %), maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa ketiga
diterima yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara financial distress
perusahaan terhadap nilai pasar perusahaan. Dan nilai koefesien regresi yang
dihasilkan sebesar 0,127 yang berarti bahwa setiap kenaikan 1 pada variabel
financial distress atau dengan kata lain meningkatnya kesehatan keuangan
perusahaan akan meningkatkan nilai variabel PBV atau nilai pasar perusahaan
sebesar 0,127.
6. Moderated Regression Analysis
Analisis moderasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen ketika dimoderasi dengan variabel yang diduga berperan
sebagi variabel moderasi. Dalam penelitian ini kondisi financial distress diduga
berperan sebagai variabel pemoderasi antara pengaruh tingkat hutang terhadap nilai
pasar perusahaan. Untuk mengetahui hal tersebut maka dilakukan analisis Moderated
Regression yang merupakan variabel interaksi antara tingkat hutang dengan kondisi
financial distress perusahaan, dan hasil analisis sesuai dengan tabel yang disajikan
dibawah berikut:
Hasil pengujian Moderasi
Coefficients
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 0.341 0.143 2.390 0.023
DE -0.184 0.117 -0.354 -1.575 0.125
Altman-Zscore 0.169 0.048 0.564 3.479 0.001
Mod(DE x FD) 0.059 0.067 0.191 0.882 0.384 a. Dependent Variabel: PBV
Sumber : Data diolah, 2017
Dari hasil tabel diatas dihasilkan nilai t-hitung dan tingkat signifikasi dari
masing-masing variabel, dimana untuk t-hitung variabel moderasi yang merupakan
interaksi antara tingkat hutang dengan financial distress sebesar (0,882) dan level
signifikasi sebesar (0,384). Namun hasil interaksi antara kedua variabel tersebut
dapat memperlemah pengaruh negatif tingkat hutang (DE) terhadap nilai pasar
perusahaan (PBV) dengan tidak signifikannya pengaruh negatif DE terhadap PBV,
akan tetapi nilai t-hitung untuk variabel moderasi dan nilai taraf signifikasi variabel
interaksi tidak signifikan.
Maka hipotesa keempat tidak dapat diterima dan menerima hipotesa null,
dimana (t-hitung < t-tabel = 0,882 < 2,034) dan (signifikasi >α 0,05 =0,384>0,05).
Maka financial distress bukan merupakan variabel moderasi dan tidak mampu
memoderasi pengaruh antara tingkat hutang terhadap nilai pasar perusahaan. Dan
variabel financial distress hanya berperanan sebagai variabel prediktor (independen)
dalam model hubungan yang dibentuk.
Pembahasan Hasil Penelitian
(H1) Pengaruh tingkat hutang terhadap nilai pasar perusahaan
Pada hipotesa pertama yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara
tingkat hutang perusahaan terhadap nilai pasar perusahaan diterima. Hasil pengujian
menunjukkan pengaruh negatif dari tingkat hutang terhadap nilai pasar perusahaan,
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Mirna (2008), Dewi
(2012), Velnampy (2012) bahwa ketika rasio hutang perusahaan meningkat maka
akan diikuti dengan penurunan nilai perusahaan dipasar.
Dan hasil dari penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan Masulis (1983), Gusti (2016), Hamidy (2015) yang menunjukkan hasil
bahwa terdapat pengaruh yang positif antara tingkat hutang dengan nilai perusahaan.
Dalam model trade-off theory diungkapkan bahwa penggunaan hutang akan
meningkatkan nilai perusahaan apabila tingkat hutang tersebut mencapai level
optimum, namun apabila penggunaan hutang melebihi level optimum justru
penggunaan hutang akan menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan
dari penggunaan hutang tidak sebanding dengan biaya financial distress dan agency
cost yang mungkin timbul akibat pengunaan hutang tersebut (Atmaja : 2008).
(H2) Pengaruh profitabilitas terhadap nilai pasar perusahaan
Pada hipotesa kedua yang menyatakan terdapat pengaruh antara profitabilitas
dan nilai perusahaan dipasar diterima. Hasil pengujian menunjukkan terdapat
pengaruh positif antara profitabilitas dengan nilai perusahaan, penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan Dewi ayu (2012), Hamidy (2015) dan Gusti
(2016). Ketika semakin meningkat profitabilitas perusahaan akan diikuti pula dengan
meningkatnya nilai perusahaan dipasar.
Profitabilitas yang tinggi mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi pemegang saham. Semakin besar
keuntungan yang diperoleh semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk
membayarkan dividennya, dan hal ini akan berdampak pada kenaikan nilai
perusahaan. Dengan rasio profitabilitas yang tinggi yang dimilki sebuah perusahaan
akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya diperusahaan dan
berdampak terhadap meningkatnya nilai perusahaan dipasar.
(H3) Pengaruh financial distress terhadap nilai pasar perusahaan
Pada hipotesa ketiga yang menyatakan terdapat pengaruh antara kondisi
financial distress dan nilai perusahaan dipasar diterima. Hasil pengujian
menunjukkan terdapat pengaruh positif antara Altman-Z score dengan nilai
perusahaan, apabila perusahaan dengan kondisi kesehatan keuangan yang tinggi dan
meningkat akan diikuti pula dengan meningkatnya nilai perusahaan dipasar dan
apabila perusahaan mengalami kondisi financial distress akan diikuti pula dengan
menurunnya nilai pasar perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Djamalludin (2008) dan Dadang (2013).
Perusahaan yang memiliki tingkat kesehatan keuangan yang baik adalah
perusahaan yang memiliki tingkat probabilitas kesulitan keuangan (Financial
distress) yang rendah. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan cenderung
mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya dan berdampak terhadap
sentimen pasar yang akan mempengaruhi nilai perusahaan dipasar. Semakin baik
kondisi kesehatan keuangan maka ekspektasi pasar cenderung meningkat.
(H4) Pengaruh tingkat hutang terhadap nilai pasar perusahaan ketika
dimoderasi dengan financial distress
Hasil pengujian hipotesa keempat tidak dapat diterima dan menerima
hipotesa null. Meskipun hasil interaksi antara tingkat hutang dan Altman-Zscore
menghasilkan koefisien regresi yang positif yang dimana ketika interaksi antara
tingkat hutang dan skor kesehatan keuangan meningkat akan diikuti dengan
meningkatnya nilai perusahaan dipasar, namun secara statistik koefisien yang
dihasilkan tersebut tidak signifikan pada taraf α 0.05. Maka financial distress bukan
merupakan variabel moderasi murni dan tidak mampu memoderasi pengaruh antara
tingkat hutang terhadap nilai pasar perusahaan. Dan variabel financial distress hanya
berperanan sebagai variabel prediktor moderasi (independen) dalam model hubungan
yang dibentuk.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Cheng dan Tzeng (2011) yang menggunakan financial distress dan free cashflow
sebagai moderator antara pengaruh leverage perusahaan terhadap nilai perusahaan.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ketika leverage dimoderasi secara
bersama-sama dengan kondisi kesehatan keuangan (Non-financial distress) dan
tingginya arus kas bebas perusahaan, maka hal tersebut berdampak terhadap
meningkatnya nilai perusahaan secara signifikan. Sementara dalam penelitian ini
pengaruhnya positif namun tidak signifikan.
Meskipun perusahaan mengalami probabilita financial distress yang rendah
atau dengan kata lain mengalami kondisi keuangan yang baik, namun meningkatnya
tingkat hutang tidak dapat diikuti dengan meningkatnya nilai perusahaan dipasar,
dikarenakan dengan penggunaan hutang yang tinggi akan memunculkan agency
problem berupa biaya keagenan . Hal ini timbul karena perusahaan menggunakan
hutang dan melibatkan hubungan antara pemilik perusahaan dengan kreditor, dan
cenderung berdampak terhadap berkurangnya kebebasan perusahaan dalam
membuat keputusan. Agency problem ini akan menimbulkan agency cost dan
meningkatkan resiko finansial perusahaan dan berdampak terhadap nilai pasar
perusahaan (Atmaja : 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, Lukas Setia Ph.D. 2008. “Teori dan Praktik Manajemen Keuangan”.
Yogyakarta: Penerbit ANDI
Brealey, R.A., S.C. Myers, dan A.J. Marcus, 2011. Fundamentals of Corporate
Finance Third Edition. New York : McGraw-Hill
Cheng, Ming dan Tzeng, Huwei. 2011. The Effect Of Leverage On Firm Value And
How The Firm Financial Quality Influence On This Effect. World
Journal of Management. Vol.3 No.2 September 2011. Hal. 30-53
Chisti, K.A. et al. 2013. Impact of Capital Structure on Profitability of Listed
Companies (Evidence from India). The USV Annuals of Economics and
Public Administration. Vol.13 Issue 1 2013. Hal. 187-191
Chowdhury, Anup dan S.P. Chowdhury. 2010. Impact of Capital Structure on
Firm’s Value: Evidence from Bangladesh. Business and Economic
Horizons. Vol.3. October 2010. Hal. 111-122.
Dadang, Hermawan. 2011. Pengaruh Tekanan Keuangan Dan Kapitalisasi Pasar
Terhadap Nilai Pasar Perusahaan. Jurnal Ekonomi, Keuangan,
Perbankan Dan Akuntansi Vol. 3 No. 1, 2011. Hal. 17-26.
Djamaluddin, Nur. 2008. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Market Book Value
Perusahaan. Electronic Theses & Dissertations Gadjah Mada University
2008. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Dewi, Ayu SM,. Ary Wirajaya. 2013.Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas Dan
Ukuran Perusahaan Pada Nilai Perusahaan. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana, Volume 4 No. 2, 2013: Hal. 358-372
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariet dengan Program IBM SPSS 21
Update Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Gusti Bagus Angga Pratama, Gusti Bagus Wiksuana. Pengaruh Ukuran Perusahaan
Dan Leverage Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Profitabilitas
Sebagai Variabel Mediasi. E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5, No. 2,
2016: 1338-1367
Hamidi, R.R, Gusti Bagus Wiksuana,Luh Gede Sri Artini. 2015. Pengaruh Struktur
Modal Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Profitabilitas Sebagai
Variabel Intervening Pada Perusahaan Properti Dan Real Estate Di
Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas
Udayana 4.10 (2015) : Hal. 665-682
Masulis, R.W. 1983. The Impact of Capital Structure on Firm Value: Some
Estimates. The Journal of Finance. Vol. 38. No.1. March 1983. Hal. 107-
126
Martono, Agus Harjito. 2008. Manajemen Keuangan. Yogyakarta : Ekonesia
Mirna Amirya. Sari Atmini .2008. Determinan Tingkat Hutang Serta Hubungan
Tingkat Hutang Terhadap Nilai Perusahaan: Perspektif Pecking Order
Theory. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2008,
Vol. 5, No. 2, Hal. 227 – 244
Rosyadi, 2002, Keterkaitan Kinerja Keuangan Dengan Harga Saham (Studi Pada 25
Emiten 4 Rasio Keuangan di BEJ), Jurnal Akuntansi dan Keuangan,
Volume 1. No. 1, UMS.
Rosyadah, dkk. 2013, Pengaruh Struktur Modal Terhadap Profitabilitas. Malang:
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
Ross, S.A, Westerfield, and Jaffe (2013). Corporate finance, Tenth edition. New
York : The McGraw-Hill
Subramanyam, K.R. dan John J. Wild. 2010. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta:
Salemba Empat.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV
Alfabeta
Sutrisno, 2013. Teori Konsep dan Aplikasi Manajemen Keuangan. Yogyakarta :
Ekonesia
Velnampy, T dan J.A. Niresh. 2012. The Relationship between Capital Structure and
Profitability. Global Journal of Management and Business Research. Vol
12 Issue 13 2012. Hal. 66-74
Widarjo wahyu, Dodi Setyawan . 2009. Pengaruh rasio keuangan terhdap kondisi
financial distress perusahaan otomotif. Jurnal Bisnis dan Akuntansi
Vol. 11 No. 2, Agustus 2009 . Hal 107-119
Widyastuti, D.I. 2013. Pengaruh Financial Distress, Kepemilikan institusional,
Kepemilikan Manajerial dan Proporsi Dewan Komisaris Independen
Terhadap Manajemen Laba dan Nilai Perusahaan. Electronic ADLN-
Perpusatkaan Universitas Airlang