Upload
lee-sakie
View
43
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIK TB
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces
dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi ( keesokan harinya )
- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.
Mikroskopik pewarnaan ( Zeihl neelsen)
- Alat dan bahan
Alat
o Mikroskop
o Ose
o Lampu spritus
o Objek gelas
o Gelas sediaan
Bahan
o Sputum/dahak
o Carbol Fuchsin
o Alkohol 70%
o methylen blue 0,3%
o Minyak Immersi
- Metode Kerja :
1. Pakailah masker
2. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
3. Diambil kaca sediaan yang bersih, bebas lemak dan tidak ada
goresan.
4. Disiapkan sebuah kaca sediaan yang diberi tanda ukuran
2X3 cm sebagai pola.
5. Diletakkan kaca pola dibawah kaca sediaan.
6. Lampu speritus dinyalakan dan ose dipanaskan sampai
membara mulai ujung sampai kepangkal.
7. Dengan menggunakan ose steril lalu diambil bagian sputum
yang kental berwarna putih kekuninggan atau putih
kehijauan, lalu diletakkan pada kaca sediaan.
8. Sputum diratakan
9. Kemudian tangkai ose digoyangkan pelan-pelan untuk
melepaskan sisa partikel sputum yang melekat pada ose.
10. Letakkan ose berdekatan pada api spiritus, setelah kering
barulah dibakar sampai pijar.
11. Keringkan sediaan pada suhu kamar, jangan dikeringkan di
atas nyala api. sediaan dilewatkan diatas nyala api lampu
speritus sebanyak 3 X selama 3-5 detik.
12. Letakkan sediaan di atas rak pewarnaan dengan apusan
menghadap ke atas.
13. Tuangkan Carbol Fuchsin sampai menutupi seluruh
permukaan kaca sediaan.
14. Panaskan kaca sediaan secara hati-hati dengan caara
melewatkan nyala api pada bagian bawah kaca sehingga
keluar uap (jangan sampai mendidih) selama 3 menit.
15. Sediaan dibiarkan hingga dinginn selama 5 menit
16. Sediaan dicuci dengan air mengalir.
17. Tuangkan asam alkohol 70% di atas kaca sediaan sampai
warna merah dari fuchsin hilang.
18. Sediaan dicuci dengann air mengalir
19. Tuangkan larutan methylen blue 0,3% diatas sediaan dan
biarkan selama 10-20 detik atau larutan methylen blue 0,1%
selama 1 menit.
20. Sediaan dicuci dengan air mengalir dan keringkan pada
suhu kamar
21. Sediaan yang sudah kering diperiksa dibawah mikroskop.
22. Teteskan satu tetes minyak emersi diatas sediaan, periksa
dengan okuler 10X dan objektif 100X.
23. Carilah basil tahan asam (BTA) yang berwarna merah
dengan latar belakang biru.
24. Periksa paling sedikit 100 lapangan pandang dengan cara
menggeserkan sediaan dari kiri ke kanan atau dari kanan ke
kiripada garis lurus.
d. Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(rekomendasi WHO).
Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease) :
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
TB PARU KASUS PUTUS BEROBAT
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan kriteria sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT
dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut
untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga
kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan
dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama.
2) BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan
jangka waktu pengobatan yang lebih lama
b. Berobat < 4 bulan
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan
diteruskan
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.
PANDUAN PEMBERIAN OAT
a) Kategori -1 ( 2HRZE / 4H3R3 )
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid ( H), Rifampisin ( R ), Pirasinamid ( Z)
dan Etambutol ( E ) Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan
( 2HRZE ). Klemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari
isoniasid ( H) dan Rifampisin ( R ) diberikan tiga kali dalam seminggu
selama 4 bulan ( 4 H 3R3 ).
b) Kategori –2 ( 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3 )
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniasid ( H) , Rifampisin ( R), Pirasinamid ( Z ),dan Etambutol ( E) setiap
hari . Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan
HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa
suntikan streptomisin diberikan setelah pemderita selesai menelan obat.
JENIS DAN DOSIS OAT
a) Isoniasid ( H )
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 %
populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sanat
efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang
sedang berkembang, Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kk BB,
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan
dosis 10 mg/kg BB.
INH adalah obat yang paling terbaik sebagai antituberkulosis
setelah Rifampisin. Isoniasid harus diberikan pada setiap terapi TB kecuali
organisme telah mengalami resistensi. Obat ini murah, dapat mudah
diperoleh, memiliki selektifitas yang tinggi untuk mycobacterium dan
hanya 5% yang menunjukkan efek samping. INH merupakan molekul
yang kecil, larut dan bebas dalam air, mudah penetrasi ke dalam sel, aktif
terhadap mikroorganisme intrasel maupun ekstrasel. Mekanisme kerja
INH adalah menghambat sintesis asam mikolat dinding sel melalui jalur
yang tergantung dengan oksigen seperti reaksi katalase-peroksidase. INH
adalah obat bakteriostatik pada bakteri yang istirahat dan bakterisida pada
organism yang bermultiplikasi cepat, baik pada ekstraseluler dan
intraseluler. Lokasi molekul dari resistensi INH telah terungkap. Sebagian
besar galur yang resisten INH memiliki perubahan asam amino pada gen
katalase-peroksidase (katG) atau promoter lokus dua gen yang dikenal
dengan inhA. Produksi berlebih dari gen inhA menimbulkan resistensi
INH tingkat rendah dan resistensi silang Etionamida. Sedangkan mutan
gen katG menimbulkan resistensi INH tingkat tinggi dan sering tidak
menimbulkan resistensi silang dengan Etionamida. Mutasi missense atau
delesi katG juga dihubungkan dengan penurunan aktifitas katalase dan
peroksidase.
b) Rifampisin ( R )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi –dormant
( persister ) yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10mg/kg BB
diberikan sama untuk mengobatan harian maupun intermiten 3 kaIi
seminggu.
Rifampisin adalah semisintetik derivat dari Streptomyces
mediterranei, merupakan obat antituberkulosis yang paling kuat dan
penting. Memiliki sifat bakterisida intraseluler dan ekstraseluler.
Rifampisin sangat baik diabsobsi melalui per oral. Ekskresi melaui hati
kemudian ke empedu dan mengalami resirkulasi enterohepatik. In vitro
aktif terhadap gram +, gram, bakteri enterik, mikobakterium, dan klamidia.
Secara khusus menghentikan sintesis RNA dengan cara mengikat dan
menghambat polymerase RNA yang tergantung DNA (RNA polymerase
DNA-dependent) pada sel-sel mikobakterium yang masih sensitif.
Resistensi rifampisin yang didapat merupakan hasil dari mutasi yang
spontan mengubah sub unit gen RNA polymerase (rpoB), sub unit gen β-
RNA polymerase. RNA polimerase manusia tidak mengikat Rifampisin
ataupun dihambatnya. Beberapa studi menunjukkan bahwa 96% strain
yang resisten rifampisin telah memiliki mutasi pada daerah inti gen 91-bp.
Resistensi muncul segera pada pemakaian obat tungggal.
c) Pirazinamid ( Z )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25mg/kg
BB ,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 35 mg/kg BB.
Pirazinamid merupakan derivat asam nikotinik, obat penting yang
digunakan terapi TB jangka pendek. Sebagai bakterisida pada organisme
metabolisme lambat dalam suasana lingkungan asam diantara sel fagosit
dan granuloma kaseosa. Pirazinamid hanya aktif pada suasana pH yang
lebih rendah dari enam (pH <6). Sedikit larut dalam air. Pirazinamid
diduga oleh basil tuberkel dikonversikan menjadi produk zat yang aktif
yaitu asam pirazinoat. Target dari zat ini pada fatty acid synthase gene
(fasI). M. tuberculosis galur yang masih sensitif akan dihambat oleh
Pirazinamaid pada 20 μg/mL. Pirazinamid diabsorbsi dengan baik melalui
saluran pencernaan, konsentrasi dalam plasma berkisar 20–60 μg/mL 1-2
jam setelah dikonsumsi. Obat didistribusikan ke seluruh tubuh dengan baik
termasuk cairan otak hingga mencapai 50–100% kadar dalam serum.
Resistensi terhadap Pirazinamid dihubungkan dengan kehilangan
aktiviti pirazinamidase sehingga pirazinamid tidak lagi dikonversikan
menjadi asam pirazinoat. Resistensi ini dihubungkan dengan terjadinya
mutasi pada gen pncA yang menyandikan enzim pyrazinamidase.
Resistensi Pirazinamid terjadi karena gangguan ambilan Pirazinamid atau
mutasi pada gen pncA yang mengganggu konversi Pirazinamid menjadi
bentuk aktifnya Asam Pirazinoat.
d) Streptomisin ( S )
Bersifat bakterisid . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama
penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari sedangkan unuk
berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
Suatu golongan aminoglikosida yang diisolasikan dari Streptomyces
griseus, yang diberikan hanya melalui IV atau IM. Streptomisin
menghambat sintesis protein dengan cara menimbulkan gangguan pada
fungsi ribosom. Dua per tiga galur M. tuberculosis yang resisten terhadap
streptomisin diidentifikasi bahwa terjadi mutasi pada satu dari dua target
yaitu gen 16s rRNA (rrs) atau gen yang menyandi protein ribosom S12
(rpsL). Kedua target ini diyakini terdapat ikatan ribosom streptomisin.
e) Etambulol ( E)
Bersifat sebagai bakteriostatik . Dosis harian yang dianjurkan 15
mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
digunakan dosis 30 mg/kg/BB.
Etambutol merupakan derivat etilendiamin yang dapat larut dalam
air aktif melawan M. tuberculosis, dan stabil terhadap panas. Dalam dosis
standart sebagai bakteriostatik aktif melawan M. tuberculosis. Mekanisme
kerja etambutol yang utama menunjukkan penghambatan pada enzim
arabinosiltransferase sebagai media polimerasi dari arabinosa menjadi
arabinogalaktan di dinding sel. Etambutol diabsobsi di saluran pencernaan
sebesar 70–80% dari dosis yang diberikan. Kemudian didistribusikan ke
seluruh tubuh secara adekuat. Etambutol pada kadar yang tinggi dapat
melintasi sawar otak.
Resistensi Etambutol pada M. tuberculosis umumnya dikaitkan
dengan mutasi pada gen embB yang merupakan gen yang mengkodekan
untuk enzim arabinosiltransferase. Arabinosiltransferase Terlibat dalam
reaksi polimerasi arabinoglikan (komponen esensial dinding sel M.
tuberculosis). Resistensi terjadi akibat mutasi yang menyebabkan ekspresi
berlebih produksi dari gen emb atau gen embB. Mutasi gen embB telah
ditemukan pada 70% galur yang resisten dan melibatkan pergantian posisi
(replacements ) asam amino 306 atau 406 pada 90 % kasus. Resistensi
segera timbul bila obat diberika secara tunggal.
MORFOLOGI DAN FISIOLOGI KUMAN TUBERCULOSIS
Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil berbentuk batang tipis, agak
bengkok, bergranular, berpasangan yang hanya dapat dilihat di bawah
mikroskop. Panjangnya 1- 4 mikron dan lebarnya antara 0,3-0,6 mikron.
Basil tuberkulosis akan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 37°C
dengan tingkat pH optimal (pH 6,4- 7,0). Untuk membelah dari 1-2 kuman
membutuhkan waktu 14-20 jam.
Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak lebih dari 30% berat dinding
kuman, asam strearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta Cord
factor dan protein terdiri dari tuberkuloprotein (tuberkulin). TB Paru pada
orang dewasa biasanya disebabkan oleh reaktivasi infeksi sebelumnya
sedangkan pada anak-anak menunjukkan penularan aktif M. tuberculosis.
Berdasarkan sifat metabolisme basil, terdapat 4 jenis populasi basil
tuberkulosis, yaitu:
1. Populasi A, yang terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang
biak dengan cepat, kuman ini banyak terdapat pada dinding kavitas
atau dalam lesi yang mempunyai pH netral.
2. Populasi B, terdiri atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan
berada dalam lingkungan pH yang rendah. Lingkungan asam ini
yang melindunginya terhadap obat anti-tuberkulosis tertentu.
3. Populasi C, yang terdiri atas kuman tuberkulosis yang berada
dalam keadaan dormant hampir sepanjang waktu. Kuman yang
terdapat dalam dinding kavitas ini jarang mengadakan metabolisme
secara aktif dalam waktu yang singkat.
4. Populasi D, terdiri atas kuman-kuman yang sepenuhnya bersifat
dormant sehingga sama sekali tidak bisa dipengaruhi oleh obat-
obat anti-tuberkulosis.
PATOGENESIS
Penyebaran TB Paru dari penderita terjadi melalui nuklei droplet infeksius
yang keluar bersama batuk, bersin dan bicara dengan memproduksi
percikan yang sangat kecil berisi kuman TB. Kuman ini melayang-layang
di udara yang dihirup oleh penderita lain. Faktor utama dalam perjalanan
infeksi adalah kedekatan dan durasi kontak serta derajat infeksius
penderita dimana semakin dekat seseorang berada dengan penderita,
makin banyak kuman TB yang mungkin akan dihirupnya.
Tuberkulosis Primer
Penyebaran tuberkulosis ini terjadi pada penderita yang belum pernah
terinfeksi sebelumnya. Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran
napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu
sarang pneumoni disebut sarang primer (afek primer). Peradangan akan
kelihatan dari sarang primer saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) yang diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfangitis regional). Limfangitis regional bisa sembuh tanpa
mengalami cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas dan
mengalami penyebaran. Penyebarannya dengan beberapa cara yaitu:
a. Perkontinuitatum adalah penyebaran kuman tuberkulosis di
sekitar paru yang terserang kuman tuberkulosis tersebut .
b. Bronkogen adalah penyebaran baik di paru bersangkutan
maupun ke paru sebelahnya atau tertelan.
c. Hematogen dan limfogen adalah penyebaran yang berkaitan
dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman.
Penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat
apabila tidak terdapat imunitas yang adekuat.
Tuberkulosis Post Primer
Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun setelah tuberkulosis
primer. Penyebaran tuberkulosis ini dimulai dengan sarang dini yang umumnya
terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang ini
awalnya berbentuk suatu sarang pneumonia kecil yang bisa sembuh tanpa
meninggalkan cacat, meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis tetapi bisa juga meluas dan membentuk jaringan
keju (jaringan kaseosa).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Tinjauan Pustaka ”pengertian TB Paru. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16379/.../Chapter%20II.pdf
PDPI.2006. TUBERKULOSIS “PEDOMAN DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN DI INDONESIA”. http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html
DepKes RI. 2002. PEDOMAN NASIONAL PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS CETAKAN KE 8. Jakarta..