Upload
sufairi
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGELOLAAN ZAKAT SECARA PRODUKTIF
SEBAGAI UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN
(Studi Kasus Pengelolaan Pendistribusian Zakat oleh BAZIS di
Tarukan, Candi, Bandungan, Semarang)
SKRIPSI
Disusun untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum Islam (S.H.I)
Oleh:
ARIF MASLAH
21106026
JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2012
DEKLARASI
Bismillahirrahmanirrahim
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Arif Maslah
NIM : 21106026
Jurusan : Syariah
Program : Ahwal Al Syakhsiyyah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan
hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain.
Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip
atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah
Salatiga, 11 Agustus 2012
Penulis
Arif Maslah
MOTTO
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain
Menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik
PERSEMBAHAN
Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk
Allah, Tuhan seluruh alam.
Skripsi ini aku persembahkan untuk:
Pae & Mboe (Muhtasis dan Khotidjah)
Farida Noor, Pae & Mae
Mas & Mbakyu (Sihab, Huda, Ummatul, Rifah, Asad, Opex, Zakiya)
Adik-adik (Lawi, Ulfe, Anna) & semua keponakan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah s.w.t
yang sampai saat ini senantiasa memberikan semuanya. Allahumma shalli wa
sallim ala sayyidina muhammad, shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan
kepada Nabi Muhammad s.a.w, dengan harapan semoga syafaatnya dipercikkan
kepada kita.
Selanjutnya, dalam menyelesaikan Skripsi ini penulis sangat terbantu
dengan adanya doa, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
terimah kasih penulis sampaikan kepada mereka yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, khususnya kepada:
1. Bapak. Dr. Imam Sutomo, M. Ag. selaku Ketua STAIN Salatiga
2. Bapak Mubasirun, M. Ag. selaku Ketua Jurusan Syariah
3. Bapak Ilyya Muhsin, SHI, MSi. selaku Ketua Program Studi Ahwal Al-
Syakhsiyah Jurusan Syariah
4. Bapak Adang Kuswaya yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini
5. Bapak dan Ibu Dosen, khususnya dosen Jurusan Syariah dan seluruh civitas
akademik STAIN Salatiga
6. Bapak Kepala Dusun, Ketua BAZIS, Mas Tandun serta keluarga dan seluruh
masyarakat Dusun Tarukan
7. Mbah Kyai Sadulloh Utsman Sampangan, Kaliangkrik, Magelang
8. Para sesepuh PMII, pak Baehaqi, pak Wardi, pak Miftahuddin, pak Agus
Waluyo, bu Zumrotun, pak Yusuf KH, kang Jambi, kang Asrofi, dll.
9. Para Alumni PMII, kang Amex, kang Huda, kang Lutfi, kang Domer &
Atenk, Badawi Sholeh dan semuanya
10. Sahabat-sahabati & seluruh Keluarga Besar PMII kota Salatiga tercinta
11. Bapak/Ibu Sri, sohibul Markas dan keluarga
12. Teman-teman AHS angkatan 2006
13. Konco-konco el Ekhlas (Ambon, Jarwo, Azis, Catur, Abid).
Terakhir, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan
dan masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang konstruktif senantiasa
penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca. Wallahu alam bis shawab
Penulis
Arif Maslah
ABSTRAK
Maslah, Arif. 2012. Pengelolaan Zakat Secara Produktif Sebagai Upaya
Pengentasan Kemiskinan (Studi Kasus Pengelolaan Pendistribusian Zakat
oleh BAZIS di Tarukan, Candi, Bandungan, Semarang). Skripsi. Jurusan
Syariah, Program Studi Ahwal al Syaksiyyah, Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Dr. Adang Kuswaya, M Ag.
Kemiskinan, sampai hari ini masih menjadi fakta sosial dan
permasalahan yang tiada ujungnya. Zakat merupakan salah satu pendekatan Islam
dalam pengentasan kemiskinan dan pencapaian pemerataan kesejahteraan. Saat ini
berkembang konsep zakat produktif dalam upaya mewujudkan pemerataan
ekonomi melalui zakat. Salah satu jenis zakat yang dikembangkan adalah zakat
yang dikelola untuk kebutuhan produktif dan professional. Pengelolaan distribusi
zakat ini menarik dikaji untuk mengetahui peran zakat dalam upaya mengentaskan
umat dari kemiskinan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan
pendekatan sosiologis. Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalkan perilaku dan
tindakan secara holistik. Pendekatan sosiologis yang dimaksud adalah melihat
fenomena masyarakat atau peristiwa sosial budaya suatu unit sosial, individu,
kelompok atau lembaga-lembaga sosial, sebagai jalan untuk memahami hukum
yang berlaku dalam masyarakat.
Penelitian ini dilakukan di Dusun Tarukan, Desa Candi, Kecamatan
Bandungan, Kabupaten Semarang. Awalnya, harta hasil zakat oleh BAZIS di
Dusun Tarukan didistribusikan kepada para mustahiq berupa uang dan makanan
pokok. Sistem pengelolaan tersebut dirasa tidak berdampak baik terhadap
perekonomian mustahiq, hingga kemudian pada tahun 2008 muncul gagasan zakat
produktif. Pendistribusian hasil zakat ini diwujudkan berupa seekor kambing
untuk diberikan kepada para mustahiq. Saat ini distribusi zakat diwujudkan
berupa seekor untuk alternatif solusi pengentasan kemiskinan. Keberhasilan
tersebut dikarenakan sebagian besar para mustahiq mampu mengelola kambing
yang mereka terima untuk dikembangbiakkan.
Keywords: zakat, produktif, kemiskinan, BAZIS
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ................................................. iii
HALAMAN DEKLARASI ............................................................................. iv
HALAMAN MOTTO ..................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
HALAMAN ABSRTAK ................................................................................. ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Penegasan Istilah .................................................................... 4
C. Permasalahan Penelitian ......................................................... 5
D. Tujuan Penelitian ................................................................... 5
E. Kegunaan penelitian ............................................................... 6
F. Metode Penelitian .................................................................. 7
G. Sisitematika Penulisan ............................................................ 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Konsepsi Zakat....................................................................... 14
B. Tujuan dan Hikmah Zakat ...................................................... 16
C. Harta yang Wajib Dizakati, Kadar dan Syaratnya ................... 20
D. Distribusi Zakat ...................................................................... 29
E. Islam dan Problematika Kemiskinan ...................................... 35
F. Produktifitas Pengelolaan Zakat ............................................. 38
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran umum Dusun Tarukan ........................................... 44
1. Letak Geografis dan Batas Wilayah ................................... 44
2. Kondisi Sosial Ekonomi .................................................... 45
3. Kondisi Keagamaan ........................................................... 47
4. Kondisi Pendidikan............................................................ 49
B. Profil BAZIS Dusun Tarukan ................................................. 50
1. Sejarah BAZIS .................................................................. 50
2. Program BAZIS ................................................................. 52
C. Pengumpulan Harta Zakat oleh BAZIS Dusun Tarukan .......... 53
D. Mustahiq Zakat di Dusun Tarukan.......................................... 56
1. Penentuan Mustahiq .......................................................... 56
2. Prosentase Pembagian........................................................ 58
E. Pengelolaan Pendistribusian Zakat BAZIS Dusun Tarukan .... 60
1. Pendistribusian Zakat Fitrah .............................................. 60
2. Pendistribusian Zakat Mal ................................................. 61
F. Dampak Pengelolaan Pendistribusian Zakat Diwujudkan
Kambing ............................................................................... 63
BAB IV PEMBAHASAN
A. Analisis Pendistribusian Zakat Berupa Kambing ............... .... 67
B. Analisis Dampak Zakat Terhadap Pengentasan Kemiskinan ... 68
C. Analisis Pengembangan Pengelolaan Zakat ....................... ... 69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 77
B. Saran ...................................................................................... 78
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Tugas Pembimbing
Lampiran 2. Surat Rekomendasi Penelitian
Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 4. Lembar Konsultasi
Lampiran 5. Daftar Nilai SKK
Lampiran 6. Daftar Riwayat Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan dapat mempengaruhi akidah umat. Salah satu sebab
orang yang keluar dari agama adalah karena kemiskinan dan kefakiran.
Islam memerintahkan umatnya untuk menjaga hubungan dengan Allah dan
sesama manusia dengan dua tujuan, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan
hidup di dunia serta kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di akhirat.
Secara sederhana, hablun minaaloh dapat diartikan bahwa seorang muslim
harus secara tulus dan ikhlas bahwa seluruh aktivitasnya hanya untuk
mengabdi kepada Allah. Sedangkan hablun minannas dapat diartikan
bahwa seorang muslim harus mempunyai kepedulian dengan orang lain.
Pedulian dengan orang adalah keharusan agar seorang muslim merasa
punya tanggungjawab untuk memberikan solusi atas permasalahan umat
termasuk kemiskinan.
Salah satu cara menanggulangi kemiskinan adalah dukungan orang
yang mampu untuk mengeluarkan harta kekayaan mereka berupa dana
zakat kepada mereka yang kekurangan. Zakat merupakan salah satu rukun
Islam dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam.
Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang
telah memenuhi syarat-syarat tertentu seperti sholat, haji, dan puasa. Di
samping itu, zakat merupakan amal sosial kemasyarakatan dan
kemanusiaan yang strategis dan sangat berpengaruh pada pembangunan
ekonomi umat. Tujuan zakat tidak sekedar menyantuni orang miskin secara
konsumtif, tetapi mempunyai tujuan yang lebih permanen yaitu mengentaskan
kemiskinan (Qadir, 2001:83-84).
Tujuan zakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sulit
terwujud apabila tidak ada peran aktif dari para muzakki dan pengelola
zakat. Para muzakki harus sadar betul bahwa tujuan mereka berzakat tidak
hanya semata-mata menggugurkan kewajibannya akan tetapi lebih luas
yaitu untuk mengentaskan kemiskinan. Pengelola zakat (amil) juga
dituntut harus profesional dan inovatif dalam pengelolaan dana zakat.
Salah satu model pengelolaan zakat yang inovatif adalah pengelolaan
zakat secara produktif, di mana dengan motode ini diharapkan akan
mempercepat upaya mengentaskan masyarakat dari garis kemiskinan,
mereka pada awalnya adalah golongan mustahik kemudian menjadi
seorang muzakki.
Pengelolaan distribusi zakat yang diterapkan di Indonesia terdapat
dua macam kategori, yaitu distribusi secara konsumtif dan produktif. Zakat
produktif merupakan zakat yang diberikan kepada mustahik sebagai modal
untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi dalam bentuk usaha, yaitu
untuk mengembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktifitas
mustahik (Qadir, 2001:46).
Saat ini, meski masih banyak yang mendayagunakan harta hasil
zakat secara konsumtif, akan tetapi sudah mulai muncul pendayagunan
hasil zakat secara produktif di daerah-daerah, bahkan di Dusun-Dusun
semisal Dusun Tarukan. Kinerja lembaga tersebut telah mengalami
kemajuan dan menerapkan metode pemberdayaan mustahiq zakat untuk
usaha ternak. Dengan metode tersebut diharapankan agar para mustahik
mampu memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidup, serta kedepan diharapkan menjadi muzakki dari hasil
pengembangan hewan ternak tersebut.
Perkembangan metode pendayagunaan zakat di Dusun Tarukan
sudah mulai dirintis mulai tahun 2006 dan berjalan sampai sekarang. Pada
awalnya gagasan ini muncul karena panitia mempunyai interpretasi baru
tentang zakat yang selama ini dipahami oleh masyarakat pada umumnya
yang masih mengelola zakat secara konservativ. Panitia mempunyai
interpretasi baru bahwa zakat itu disamping sebagai ibadah individu,
dalam zakat juga terkandung misi pengembangan ekonomi umat. Pada
awalnya gagasan konsep baru yang dirumuskan oleh panitia zakat di
Dusun Tarukan tersebut mendapatkan banyak kendala. Hal tersebut karena
pemuka agama dan masyarakat di Dusun Tarukan masih berpijak pada
teks dan logika-logika klasik dalam mengelola dana hasil zakat yang
berorientasi konsumtif. Banyak masyarakat yang masih memahami bahwa
zakat hanya sebagai sebuah pemindahan harta tanpa konsep yang berbasis
pada produktifitas. Akan tetapi berkat kerja keras dari panitia zakat dalam
memberikan pemahaman dan penyadaran akan pentingnya reorientasi
pendayagunaan zakat dari orientasi konsumtif menjadi produktif, akhirnya
gagasan pengelolaan zakat secara produktif mendapatkan dukungan dari
semua lapisan masyarakat.
Sistem pengelolaan pendistribusian zakat di BAZIS Dusun Tarukan
berbeda dengan sistem yang biasa dipraktekkan oleh panitia zakat lainnya.
Pada umumnya pola pendistribusian yang terjadi di berbagai daerah masih
bersifat konsumtif, di mana dana zakat didistribusikan masih berwujud
harta atau benda yang diserahkan muzakki semisal uang atau hasil
tanaman. Di Dusun Tarukan, dana hasil zakat oleh BAZIS diserahkan
kepada para mustahiq diwujudkan berupa kambing agar
dikembangbiakkan menjadi peternakan. Sistem pengelolaan
pendistribusian zakat yang sudah berjalan delapan tahun tersebut
merupakan suatu terobosan baru dalam menyelenggarakan zakat sebagai
alternatif solusi persoalan kemiskinan. Sistem pengelolaan pendistribusian
zakat tersebut menurut hemat penulis menarik untuk diteliti dan dikaji.
Sebagai ikhtiar untuk mengetahui lebih mendalam terhadap praktik
pengelolaan pendistribusian zakat di Dusun Tarukan, penulis memilih
judul skripsi PENGELOLAAN SECARA ZAKAT PRODUKTIF
SEBAGAI UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN (Studi Kasus
Pengelolaan Pendistribusian Zakat oleh BAZIS di Dusun Tarukan, Desa
Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang)
B. Penegasan Istilah
1. Zakat: derma yang wajib diberikan oleh umat Islam kepada fakir
miskin. Harta yang jumlahnya sudah ditentukan untuk dikeluarkan
umat Islam kepada yang berhak menerima (merupakan rukun Islam
ke-5) (Senja: 864)
2. Produktif: mampu menghasilkan dalam jumlah besar; mampu
menciptakan hasil karya secara baik dan banyak (Senja: 671).
Zakat produktif merupakan zakat yang diberikan kepada mustahik
sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi dalam bentuk
usaha, yaitu untuk mengembangkan tingkat ekonomi dan potensi
produktifitas mustahik
C. Permasalahan Penelitian
1. Bagaimanakah sistem pengelolaan pendistribusian zakat oleh BAZIS di
Dusun Tarukan sebelum munculnya sistem pengelolaan pendistribusian
yang diwujudkan kambing?
2. Seperti apakah sistem pengelolaan distribusi zakat dalam wujud
kambing di BAZIS Dusun Tarukan?
3. Bagaimanakah dampak dari sistem pengelolaan pendistribusian zakat
berupa kambing terhadap masyarakat Dusun Tarukan?
D. Tujuan Penelitian
Dalam setiap aktifitas manusia termasuk penelitian, selalu
mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun yang menjadi tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui sistem pengelolaan pendistribusian zakat di BAZIS
Dusun Tarukan sebelum munculnya sistem pengelolaan pendistribusian
yang diwujudkan kambing.
2. sistem pengelolaan distribusi zakat dalam wujud kambing di BAZIS
Dusun Tarukan
3. Untuk mengetahui dampak dari sistem pengelolaan pendistribusian
zakat berupa kambing terhadap masyarakat Dusun Tarukan.
E. Kegunaan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini
dapat berguna tidak hanya bagi penulis pribadi tetapi juga dapat berguna
bagi orang lain. Kegunaan penelitian ini dapat dirumuskan dalam dua hal,
yaitu :
1. Kegunaan Akademis
Dengan penelitian ini penulis mengharapkan dapat menerapkan
teori yang telah penulis dapat dalam perkuliahan serta membandingkan
dengan realitas yang ada dalam masyarakat. Dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat pula bagi seluruh civitas akademika
khususnya dalam program studi Ahwalus Syakhsiyyah Jurusan Syariah
STAIN Salatiga sebagai bahan informasi dan bahan penelitian terhadap
permasalahan zakat.
2. Kegunaan Praktis
Dari hasil penelitian ini, penulis berharap dapat bermanfaat bagi:
a. Panitia zakat agar menjadi terobosan baru tentang pengelolaan zakat
yang bervisi mengentaskan kemiskinan
b. Muzakki agar bersedia mengeluarkan zakatnya dan melalui panitia
zakat yang ada, mengingat selama ini masih banyak masyarakat
yang belum begitu paham mengenai kewajiban menunaikan zakat
dan inti dari tujuan berzakat.
c. Mustahiq agar mengelola harta dengan baik harta yang telah mereka
terima, sehingga kelak bisa menjadi muzakki.
F. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang didgunakan oleh penulis, sebagai berikut :
1. Pendekatan dan jenis penelitian
a. Metode dan pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalkan perilaku dan tindakan
secara holistik (Moleong, 2011: 6).
Adapun pendekatan yang digunakan penulis dalam
melakukan penelitian adalah pendekatan sosiologis yaitu
pendekatan melihat fenomena masyarakat atau peristiwa sosial
budaya suatu unit sosial, individu, kelompok atau lembaga-
lembaga sosial. sebagai jalan untuk memahami hukum yang
berlaku dalam masyarakat. (Soekanto, 1999:45)
b. Lokasi dan Waktu Penelitian
Peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus pengumpul
data yang mana penulis langsung datang dan mewawancarai
masyarakat Dusun Tarukan. Penelitian dilakukan oleh peneliti
secara dua tahap. Tahap pertama adalah penelitian pendahuluan
yang dilakukan oleh peneliti selama tiga hari, yaitu pada hari
Sabtu-Senin, 28-30 April 2012. Tahap kedua adalah penelitian
lanjutan yang dilakukan oleh peneliti selama sepuluh hari yaitu
pada hari Sabtu-Senin, 5-14 Juni 2012. Dan jika dipandang perlu,
peneliti akan melakukan penelitian tahap ketiga sesuai kebutuhan.
Penelitian ini berlokasi di Dusun Tarukan, Desa Candi, Kecamatan
Bandungan, Kabupaten Semarang.
c. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu:
1) Data Primer
Merupakan sebuah keterangan atau fakta yang secara langsung
diperoleh melalui penelitian lapangan. Data primer diperoleh
dari:
a) Informan
Informan adalah orang yang di manfaatkan untuk
memberikan informasinya tentang situasi dan kondisi latar
penelitian. Jadi seorang informan harus mempunyai
banyak pengalaman tentang latar penelitian. Seorang
informan berkewajiban secara suka rela menjadi anggota
tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Sebagai
anggota tim dengan kebaikannya dan dengan
kesukarelaannya ia dapat memberikan pandangan dari segi
orang dalam, tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses
dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat
(Moleong, 2002:90). Dalam penelitian ini yang menjadi
informan adalah panitia pengelola zakat, aparat Desa,
tokoh masyarakat dan masyarakat umum di Dusun
Tarukan. Selanjutnya informasi yang diperoleh dari para
informan dideskripsikan dan diolah menjadi data primer.
2) Data Sekunder
Adalah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-
buku, hasil penelitian yang berbentuk laporan dan seterusnya
(Soekanto, 1986:12). Sumber data skunder berasal dari setiap
bahan tertulis berupa buku-buku dan tulisan yang berkaitan
dengan zakat.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara (interview)
Wawancara atua interview merupakan tanya jawab secara
lisan diman dua orang atau lebih berhadapan secara langsung
dalam proses interview ada dua pihak yang menempati kedudukan
yang berbeda. Satu pihak berfungsi sebagai pencari informasi atau
interviewer sedangkan pihak lain berfungsi sebagai informasi atau
informan atau responden (Romy H, 1990:71). Wawancara
dilakukan penulis dengan beberapa sumber
1) Ahmad Mukito selaku ketua BAZIS untuk mengetahui
pengelolaan pendistribusian zakat
2) Kepala Dusun untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi
masyarakat Dusun Tarukan
3) Suhirzin selaku tokoh agama untuk mengetahui kondisi
keagamaan masyarakat Dusun Tarukan
4) Eriyanto selaku mustahiq untuk mengetahui perkembangan
kambing yang dipelihara.
b. Observasi (pengamatan)
Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan oleh penulis dengan menagadakan pengamatan secara
langsung terhadap objek yang berkaitan masalah yang diteliti
dengan tujuan untuk mendapatkan data yang menyeluruh dari
perilaku manusia atau sekelompok manusia sebagaimana terjadi
kenyataannya dan mendapatkan deskripsi yang relative lengkap
mengenai kehidupan sisial dan salah satu aspek (Soekanto,
1988:239). Dalam mengumpulkan data, penulis melakukan
observasi di rumah mustahiq untuk mengetahui perkembangan
kambing yang mereka kelola.
3. Analisis Data
Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis
seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Untuk
menganalisisnya, data- data yang diperoleh kemudian direduksi,
dikategorikan dan selanjutnya disentisasi atau disimpulkan (Moleong,
2011:288). Dalam penganalisaan data tersebut penulis menggunakan
analisa kualitatif yaitu analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul
kemudian disajikan dalam bentuk uraian.
4. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk mengecek keabsahan data, penulis menggunakan
metode trigulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data itu sebagai
pembanding (Moloeng, 2011:330). Pengecekan keabsahan data
dilakukan karena dikhawatirkan masih adanya kesalahan atau
kekeliruan yang terlewati oleh penulis, dengan cara menulis kembali
hasil wawancara setelah selesai melakukan wawancara secara
langsung, ataupun mewawancarai ulang dari salah satu subjek
penelitian untuk menambah data yang kurang bila diperlukan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yang
lebih lanjut dan jelas dalam membaca penelitian ini, maka disusunlah
sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut:
1. Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, fokus
penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah,
metode penelitian yang berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian,
kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur
pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-
tahap penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Bab II adalah kajian pustaka yang berisi pembahasan tentang makna
zakat, kemiskinan dan produktifitas zakat yang meliputi makna zakat,
hikmah dan tujuan zakat, harta yang wajib dizakati kadar dan syarat-
syaratnya, distribusi zakat, Islam dan kemiskina, dan produktifitas
pengelolaan zakat.
3. Bab III adalah paparan data dan temuan penelitian yang berisi
gambaran umum kondisi sosial keagamaan masyarakat Dusun
Tarukan, Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang
yang meliputi: letak geografis Dusun Tarukan, penduduk Dusun
Tarukan dalam angka, potret kehidupan beragama serta kondisi umum
BAZIS Dusun Tarukan yang meliputi sejarah berdiri dan program-
program dalam mengelola pendistribusian zakat.
4. Bab IV adalah pembahasan yang berisi analisis pemahaman
masyarakat tentang praktik pengelolaan pendistribusian zakat,
analisis dampak pengelolaan pendistribusian zakat sebagai upaya
pengentasan kemiskinan oleh BAZIS di Dusun Tarukan, Desa
Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang.
5. Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan, saran-saran, dan
penutup.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsepsi Zakat
Kata zakat berasal dari kata zaka yang mempunyai pengertian
berkah, tumbuh, bersih dan baik. Sedangkan menurut lisan Arab, arti dasar
dari kata zakat, ditinjau dari segi bahasa adalah suci, tumbuh, berkah dan
terpuji yang semuanya digunakan dalam Al Qur`an dan Hadist. Zakat
dalam istilah fiqih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah
SWT diserahkan kepada orang-orang yang berhak (Qardawi, 1999:34).
Dinamakan zakat karena dapat mengembangkan, menyuburkan pahala dan
menjauhkan harta yang telah diambil zakatnya dari bahaya (Ash Shiddiqie,
1984:24). Undang-undang nomor 23 tahun 2011 pasal ayat 3 Tentang
Zakat, menjelaskan bahwa Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan
oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Berdasarkan macamnya zakat ada dua, yaitu zakat mal atau zakat
harta dan zakat fitrah. Yang dimaksud dengan zakat mal atau zakat harta
adalah bagian dari harta seseorang yang wajib dikeluarkan untuk golongan
orang-orang tertentu setelah dimiliki selama jangka waktu dan jumlah
minimal tertentu. Sedangkan zakat fitrah adalah pengeluaran wajib yang
dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan
keluarga yang wajar pada malam dan siang hari raya (Ali, 1988:39). Zakat
merupakan sarana mensucikan jiwa seseorang dari berbagai kotoran hati
yang salah satunya adalah cinta dunia. Zakat juga berfungsi untuk
mensucikan harta, karena syubhat yang sering melekat pada waktu
mendapatkannya atau mengembangkannya. Penyucian harta tersebut
adalah dengan mengeluarkan zakat seperti yang telah ditegaskan dalam al
Quran:
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka ( Q.S. at Taubah: 103)
Perintah tentang pelaksanaan zakat, tentu saja mempunyai berbagai
alasan atau motif, selain beraspek transenden-teologis, juga ada maksud
sosial yaitu pemerataan kekayaan. Karena sesungguhnya dalam harta
orang-orang kaya ada sebagian yang menjadi hak milik fakir-miskin dan
hak tersebut harus diberikan kepada yang punya. Seperti firman Allah:
Artinya: Maka berikanlah kepada Kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan. (Q.S ar Rum: 38)
Jadi, dalam memaknai zakat tidak hanya semata-mata
mengeluarkan harta untuk ritual kosong tanpa makna, akan tetapi ada
tujuan besar yaitu untuk melaksanakan kewajiban atau perintah dari Allah
dan memberikan harta yang menjadi hak orang lain atau mustahiq demi
terciptanya kehidupan yang sejahtera.
B. Tujuan dan Hikmah Zakat
Perintah wajib zakat turun di Madinah pada bulan Syawal tahun ke
dua Hijrah Nabi SAW, kewajibannya terjadi setelah kewajiban puasa
Ramadhan. Zakat mulai diwajibkan di Madinah karena masyarakat Islam
sudah mulai terbentuk dan kewajiban ini dimaksudkan untuk membina
masyarakat muslim yakni sebagai bukti solidaritas sosial. Adapun ketika
umat Islam masih berada di Makkah, Allah SWT sudah menegaskan
dalam al Quran tentang pembelanjaan harta yang belum dinamakan zakat,
tetapi berupa infaq bagi mereka yang mempunyai kelebihan harta agar
membantu bagi yang kekurangan (Masud, 2005:39).
Pada masa khalifah Abu Bakar, mereka yang terkena kewajiban
membayar zakat tetapi enggan melakukannya diperangi dan ditumpas
karena dianggap memberontak pada hukum agama. Hal ini menunjukkan
betapa zakat merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar (Depag
RI, 1996:176). Di jaman Umar bin Abdul Aziz, salah satu khalifah masa
pemerintahan Bani Umayyah berhasil memanfaatkan potensi zakat.
Sedekah dan zakat didistribusikan dengan cara yang benar hingga
kemiskinan tidak ada lagi dizamannya, tidak ada lagi orang yang berhak
menerima zakat ataupun sedekah.
Sebagai salah satu rukun Islam, zakat mempunyai tujuan dan
hikmah sebagai berikut:
1. Tujuan Zakat
Setiap segala ajaran agama Islam pasti mempunyai sebuah
tujuan, di antara tujuan-tujuan zakat adalah sebagai berikut:
a. Membantu, mengurangi dan mengangkat kaum fakir miskin dari
kesulitan hidup dan penderitaan mereka
b. Membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh para
mustahiq zakat
c. Membinan dan merentangkan tali solidaritas sesama umat manusia
d. Mengimbangi ideologi kapitalisme dan komunisme
e. Menghilangkan sifat bakhil dan loba pemilik kekayaan dan
penguasaaan modal
f. Menghindarkan penumpukan kekayaan perseorangan yang
dikumpulkan di atas penderitaan orang lain
g. Mencegah jurang pemisah kaya miskin yang dapat menimbulkan
kejahatan sosial
h. Mengembangkan tanggungjawab perseorangan terhadap kepentingan
masyarakat dan kepentingan umum
i. Mendidik untuk melaksanakan disiplin dan loyalitas seorang untuk
menjalankan kewajibannya dan menyerahkan hak orang lain (Depag
RI, 1996: 183).
2. Hikmah Zakat
Dalam melaksanakan zakat sebenaryna banyak sekali hikmah
dan makna yang terkandung di dalamnya. Menurut Al-Ghazali
(1994:66) ada tiga makna yang dapat dipetik dalam melaksanakan
zakat, yaitu:
a. Pengucapan dua kalimat syahadat Pengucapan dua kalimat syahadat merupakan langkah yang
mengikatkan diri seseorang dengan tauhid disamping
penyaksian diri tentang keesaan Allah. Tauhid yang hanya
dalam bentuk ucapan lisan, nilainya kecil sekali. Maka untuk
menguji tingkat tauhid seseorang ialah dengan memerintahkan
meninggalkan sesuatu yang juga dia cintai. Untuk itulah mereka
diminta untuk mengorbankan harta yang menjadi kecintaan
mereka. Sebagaimana dalam firman Allah dalam surat At
Taubah ayat 111 yaitu:
Artinya:
``Sesungguhnya Allah membeli dari kaum mu`min diri-diri dan
harta-harta mereka, dengan imbalan surga bagi mereka.``
b. Mensucikan diri dari sifat kebakhilan Zakat merupakan perbuatan yang mensucikan pelakunya dari
kejahatan sifat bakhil yang membinasakan. Penyucian yang
timbul darinya adalah sekedar banyak atau sedikitnya uang yang
telah dinafkahkan dan sekedar besar atau kecilnya
kegembiraannya ketika mengeluarkannya dijalan Allah.
c. Mensyukuri nikmat Tanpa manusia sadari sebenarnya telah banyak sekali nikmat
diberikan Allah kepada manusia, salah satunya adalah nikmat
harta. Dengan zakat inilah merupakan salah satu cara manusia
untuk menunjukkan rasa syukurnya kepada Allh SWT. Karena
tidak semua orang mendapatkan nikmat harta. Disamping
mereka yang hidup dalam limpahan harta yang berlebihan ada
juga mereka yang hidup dalam kekurangan.
Dari ketiga makna yang terkandung dalam kewajiban zakat
tersebut dapat diketahui betapa pentingnya kedudukan zakat.
Sebagaimana diketahui, bahwa manusia mempunyai sifat yang sangat
mencintai kehidupan dunia. Dengan adanya kewajiban zakat tersebut,
manusia diuji tingkat keimanannya kepada Allah SWT, dengan
menyisihkan sebagian dari harta kekayaan mereka menurut ketentuan
tertentu. Tingkat keikhlasan manusia dalam melaksanakan kewajiban
zakat dapat menunjukkan tingkat keimanan seseorang. Selain itu,
dengan kewajiban zakat manusia dilatih untuk mensyukuri nikmat yang
telah diberikan oleh Allah kepadanya.
Di samping hikmah di atas, ada beberapa hikmah lain dalam
melaksanakan zakat, di antaraanya adalah:
a. Mensyukuri nikmat Allah, meningkatsuburkan harta dan pahala
serta membersihkan diri dari kotoran, kikir dan dosa
b. Melindungi masyarakat dari bahaya kemiskinan dan kemelaratan
dengan segala akibatnya
c. Menerangi dan mengatasi kefakiran yang menjadi sumber kejahilan
d. Membina dan mengembangkan stabilitas sosial, ekonomi,
pendidikan dan lainnya
e. Mewujudkan rasa solidaritas dan belah kasih
f. Merupakan menifestasi kegotongroyongan dan tolong-menolong.
C. Harta Yang Wajib Dizakati, Kadar dan Syarat-Syaratnya
1. Harta Yang Wajib Zakat dan Kadarnya
Pada hakikatnya, semua yang dihasilkan dari usaha seorang
muslim, apapun sumbernya, pasti ada hak dari sebagian harta tersebut
yang harus diberikan kepada kaum yang membutuhkan, dalam arti harta
itu harus dikeluarkan zakatnya , tetapi disisi lain juga ada harta yang
tidak terkena atau wajib zaka. Pada umumnya harta yang harus
dikelurkan zakatnya ada lima jenis, yaitu emas dan perak, barang
tambang dan barang temuan, harta perdagangan, tanaman dan buah-
buahan, dan binatang ternak yaitu unta, sapi dan kambing (Zuhayly,
1995:126).
a. Zakat Emas dan Perak
Para fuqoha sepakat bahwa emas dan perak wajib
dikeluarkan zakatnya, baik yang berupa potongan, yang dicetak
ataupun yang berbentuk bejana. Bahkan dalam mazhab Hanafi,
mengharuskan zakat kepada perhiasan yang terbuat dari bahan
tersebut (Zuhayly, 1995:126). Berbeda dengan Hanafi, Jika perak
dan emas digunakan sebagai perhiasan yang diperbolehkan,
keduanya tidak wajib dizakati menurut Imam Syafii (al Mawardi,
2007:213).
Adapun nisab zakat emas adalah 200 dinar, atau menurut
jumhur ukuran emas tersebut sama dengan 91 gram. Sedangkan
nisab perak adalah 200 dirham yang kira-kira, menurut mazhab
Hanafi, sama dengan 700 gram perak, dan menurut jumhur ulama
adalah 643 gram. Sedangkan zakat uang disesuaikan dengan nisab
emas dan disesuaikan dengan nilai tukar yang ada. Kadar zakat yang
harus dikeluarkan dari emas dan perak adalah 2,5 %. Dengan
demikian, jika seseorang memiliki nisab itu dalam waktu setahun,
maka ia wajib mengeluarkan zakatnya (Zuhayly, 1995:127). Untuk
penetapan nisab emas terdapat berbagai pandangan. Ada yang
berpendapat 85 gram, 91 gram, 93,6 gram, 94 gram dan 96 gram.
Hal ini karena disebabkan ketidaksamaan dalam mengkonversi alat
ukur yang dipergunakan dari masa lalu dan sekarang (Masud,
2005:46)
b. Zakat Barang Tambang
Ada beberapa hal yang diperselisihkan oleh para fuqaha,
yaitu makna barang tambang atau madin, barang temuan atau rikaz,
atau harta simpanan atau kanz. Zakat yang mesti dikeluarkan dari
harta tambang menurut mazhab Hanafi dan maliki adalah seperlima
atau khumus, sedangkan menurut mazhab Syafii dan Hanbali
sebanyak seperempat puluh (2,5 %). Barang tambang menurut
mazhab Maliki dan Syafii adalah emas dan perak sedangkan
menurut mazhab Hanafi, barang tambang adalah setiap yang dicetak
dengan menggunakan api. Adapun mazhab Hanbali berpendapat
bahwa yang dimaksud dengan barang tambang adalah semua jenis
tambang, baik yang berbentuk padat maupun cair.
c. Zakat Harta Terpendam
Harta terpendam adalah harta yang ditemukan terpendam
sejak zaman jahiliyah di lahan kosong atau jalanan. Harta tersebut
menjadi milik penemunya dan besar zakatnya adalah 20%. Apa saja
yang ditemukan di tanah milik seseorang, maka barang temuan
tersebut menjadi milik pemilik tanah dan penemunya tidak punya
hak di dalamnya. Ada pun barang yang ditemukan sesudah zaman
Islam, baik terpendam atau tidak maka namanya adalah luqatah
(barang temuan). Luqatah tersebut harus diumumkan selama
setahun. Jika pemiliknya datang penemunya harus menyerahkan
barabg tersebut kepada pemiliknya. Jika tidak ada seorangpun yang
datang kepadanya pemiliknya berhak memilikinya dengan jaminan
ia menggantinya jika suatu saat pemiliknya datang kepadanya (al
Mawardi, 2007:214)
d. Zakat Harta Perdagangan
Harta perdagangan adalah semua aset dari benda-benda yang
diperjual-belikan, termasuk rumah yang diperjual oleh pemiliknya.
Besar zakat yang dikeluarkan adalah 2,5% dari jumlah keseluruhan
harta dagangan yang dimiliki. Dalil mengenai kewajiban zakat harta
perdagangan tercantum dalam al quran, yaitu:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian hasil usahamu yang baik-baik (Q.S. al Baqarah: 267)
Sebelum mengeluarkan harta perdangan harus memenuhi
beberapa syarat, yang menurut jumhur ulama, ada 3 (tiga) syarat
yang harus dipenuhi, yaitu :
1) Nisab harta perdagangan harus telah mencapai nisab senilai 94
gram emas. Harga tersebut disesuaikan dengan harga yang
berlaku di setiap daerah.
2) Harta dagang harus telah mencapai haul, yaitu satu tahun sejak
dimilikinya harta tersebut. Jadi, zakat barang dagang
dikeluarkan setiap tutup buku setelah perdagangan berjalan satu
tahun.
3) Niat melakukan perdagangan saat membeli barang-barang
dagangan. Pemilik barang harus berniat berdagang ketika
membelinya. Adapun jika niat dilakukan setelah harta dimiliki,
niatnya harus dilakukan ketika kegiatan perdagangan dimulai.
e. Zakat Profesi
Zakat profesi itu bisa dilaksanakan setahun sekali atau
sebulan sekali, atau berapa bulan sekali. Yang jelas, bila ditotal
setahun besar zakat yang dikeluarkan harus sama. Namun zakat
tersebut wajib dikeluarkan jika penghasilannya, ditotal selama
setahun setelah dikurangi kebutuhan-kebutuhannya selama setahun
melebihi nisab. dengan ketentuan nisab setara dengan 84 gram emas
24 karat, dan kadar zakatnya sebesar 2,5%. Jika tidak mencapai
nishab, tidak wajib untuk dizakati. (Hafidhuddin, 2002 :94) Semua
penghasilan melalui kegiatan profesional tersebut, apabila telah
mencapai nisab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini
berdasarkan nash-nash yang bersifat umum, misalnya firman Allah
dalam Surat al-Baqarah ayat 267 yang sudah disebutkan di atas.
f. Zakat Tanaman dan Buah-buahan
Pada dasarnya, zakat ini diwajibkan berdasarkan dalil dari
alquran, sunnah, ijma dan akal. Dalil yang diambil dari alquran
diantara, yaitu :
Artinya: Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya
(dengan disedekahkan kepada fakir miskin), dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan (Q.S. Al Anam; 141)
Juga dijelaskan lagi dalam surat al Baqarah ayat 267 yang
berbunyi:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian yang
kami keluarkan dari hasil bumi untukmu (Q.S al Baqarah: 267) Mengenai zakat tanaman yang tumbuh dari tanah, para
fuqaha mempunyai dua pendapat. Pendapat yang pertama
menyatakan bahwa tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya
mencakup semua jenis tanaman. Sedangkan pendapat kedua
menyatakan bahwa tanaman yang wajib dizakati adalah khusus
tanaman yang berupa makanan yang mengenyangkan dan bisa
disimpan. Nisab zakat tanaman adalah 1350 kg gabah atau 750 kg
beras. Kadar zakatnya adalah 5% jika pengairannya atas usaha
penanam dan 10% jika pengairanya berasal dari hujan tanpa usaha
penanam.
g. Zakat Hewan atau Binatang Ternak
Zakat dikenakan atas binatang-binatang ternak seperti unta,
sapi dan domba (kambing). Abu Hanifah berbeda pendapat dengan
Syafii dan Maliki dengan menambahkan kewajiban zakat pada
kuda. Sedangkan Syafii dan Maliki tidak mewajibkan kecuali jika
kuda itu diperdagangkan.
Secara umum pembagian zakat binatang ternak penulis
gambarkan dalam tabel berikut:
1) Unta, ketentuan nishob dan besarnya zakat yang harus
dibayar penulis gambarkan dalam tabel 2.1:
Tabel 2.1 Ketentuan Zakat Unta
Nisab (ekor) Zakatnya Umur (tahun)
5 9 1 kambing
10 14 2 kambing 2
15 19 3 kambing 2
20 24 4 kambing 2
25 35 1 unta 1
36 45 1 unta 2
46 60 1 unta 3
61-75 1 unta 4
76 90 2 unta
91 120 2 unta
121 - 3 unta
Sumber: data diolah dari Wahbah Zuhayly (1995:233-234)
2) Sapi atau kerbau, ketentuan nishob dan besarnya zakat yang
harus dibayar penulis gambarkan dalam tabel 2.2:
Tabel 2.2 Ketentuan Zakat Sapi atau Kerbau
Nisab (ekor) Zakatnya Umur (tahun)
30 39 1 sapi 1
40 59 1 sapi 2
60 69 2 sapi 1
70 -79 2 sapi 1 dan 2
80-89 2 sapi 2
90-99 3 sapi 1
100 3 sapi Dua ekor 1 dan satu
2
Sumber: data diolah dari Wahbah Zuhayly (1995:240-241)
3) Kambing atau domba, ketentuan nishob dan besarnya zakat
yang harus dibayar penulis gambarkan dalam tabel 2.3:
Tabel 2.3 Ketentuan Zakat Kambing
Nisab (ekor) Zakatnya Umur (tahun)
40 120 1 Kambing 2
121 200 2 Kambing 2
201 399 3 Kambing 2
400 4 Kambing 2
Sumber: data diolah dari Wahbah Zuhayly (1995:243)
Setelah lebih dari 400 ekor zakatnya dihitung tiap 100
ekor adalah 1 kambing berumur 2 tahun.
2. Syarat-syarat Harta Yang Wajab Dizakati
Terhadap harta yang wajib dizakati, terdapat beberapa syarat
yang harus dipenuhi sebelum diambil zakatnya. Syarat-syarat tersebut
yaitu meliputi:
a. Milik penuh
Harta tersebut harus berada dalam kontrol dan kekuasaannya
secara penuh dan dapat diambil maanfaatnya secara penuh, serta
didapatkan melalui proses pemilikan yang halal, seperti: usaha,
warisan, pemberian negara atau orang lain serta cara-cara lain yang
sah. Sedang untuk harta yang diperoleh dengan proses haram, maka
harta tersebut tidak wajib untuk dizakati, sebab harta tersebut harus
dikembalikan kepada yang berhak.
b. Berkembang
Harta tersebut merupakan harta yang dapat berkembang atau
bertambah apabila diusahakan.
c. Mencapai Nisab
Artinya adalah harta tersebut telah mencapai batas minimal
dari harta yang wajib dizakati. Sedangkan untuk harta yang belum
mencapai nishab terbebas dari zakat.
d. Lebih dari Kebutuhan Pokok
Artinya adalah apabila harta tersebut lebih dari kebutuhan
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minimal si pemilik
harta untuk kelangsungan hidupnya. Kebutuhan tersebut meliputi
kebutuhan primer, misalnya, pangan, sandang, dan papan.
e. Bebas Dari Hutang
Orang yang mempunyai hutang yang besarnya sama atau
mengurangi senishab yang harus dibayar pada saat yang bersamaan,
maka harta tersebut tidak wajib zakat.
f. Mancapai Haul
Artinya adalah bahwa harta tersebut telah mencapai batas
waktu bagi harta yang wajib dizakati, yaitu telah mencapai masa satu
tahun. Haul hanya berlaku bagi harta berupa binatang ternak, harta
perniagaan serta harta simpanan. Sedangkan untuk hasil pertanian,
buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada haulnya (Ahmad
Husnan, 1996:38)
D. Distribusi Zakat
Dalam al Quran telah dijelaskan, bahwa zakat harus
didistribusikan hanya untuk delapan golongan orang, seperti firman Allah
yang berbunyi :
.
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Q.S. at Taubah: 60) Secara umum, pesan pokok dalam ayat tersebut, adalah mereka
yang secara ekonomi kekurangan. Kecuali amil dan muallaf yang sangat
mungkin secara ekonomi berada dalam keadaan kecukupan. Karena itu, di
dalam pendistribusiannya, hendaknya mengedepankan upaya merubah
mereka yang memang membutuhkan, sehingga setelah menerima zakat,
dalam periode tertentu berubah menjadi pembayar zakat.
Umar bin Khattab berpendapat, bisa saja zakat dibagikan kepada
salah seorang mustahik saja, ataupun dibagi secara rata. Namun yang perlu
dipertimbangkan adalah bahwa tujuan zakat adalah menjadikan mereka
tidak lagi sebagai penerima zakat, tetapi berubah menjadi muzakki.
Dengan demikian, distribusi zakat dapat didasarkan kepada skala prioritas
dan kebutuhan sesuai dengan kondisi masyarakat sekitar.
Distribusi zakat, menurut mazhab Syafii tidak membolehkan
pembayaran zakat hanya dalam satu kelompok saja karena berpegang
teguh pada ayat al Quran surat at Taubah ayat 60. Sedangkan menurut
Hanafi, Maliki, dan Hanbali seperti halnya Umar bin Khattab,
membolehkan pembagian zakat hanya kepada satu kelompok saja, bahkan
mazhab Maliki menyatakan bahwa memberikan zakat kepada orang yang
sangat membutuhkan dibandingkan kelompok yang lainnya adalah sunat
(Zuhayly, 1995:279).
Berikut akan sedikit dijelaskan mengenai siapa saja delapan
kelompok yang dimaksud mendapatkan zakat.
1. Orang fakir (fuqara)
Pengertian orang fakir adalah orang yang tidak memiliki harta
benda dan pekerjaan yang mampu mencukupi kebutuhannya sehari-
hari. Mungkin saja apa yang dihasilkan darinya untuk makan saja
kurang. Secara sederhana di Indonesia khususnya Jawa tengah, yang
termasuk orang-orang fakir menurut penulis adalah orang-orang yang
berpenghasilan kurang dari Rp. 10.000,-.
2. Orang miskin (masakin)
Pengertian yang biasa dipahami dari orang miskin adalah orang
yang mempunyai pekerjaan halal tetapi hasilnya tidak dapat mencukupi
kebutuhan hidupnya sendiri dan orang yang ditanggungnya (Mahfud, :
2003,145). Menurut penulis orang miskin saat ini adalah orang-orang
yang berpenghasilan di atas Rp. 10.000,- dan dibawah Rp. 20.000,-.
3. Panitia zakat (amil)
Panitia zakat adalah orang yang bertugas untuk memungut harta
zakat dan membagikannya kepada mustahik zakat.
4. Muallaf yang perlu ditundukkan hatinya
Yang dapat dikatakan kelompok ini adalah orang-orang yang
lemah niatnya untuk memasuki Islam. Mereka diberi bagian dari zakat
dengan maksud keyakinan untuk memeluk Islam dapat menjadi lebih
kuat.
5. Para budak
Budak yang dimaksud para ulama adalah para budak muslim yang
telah membuat perjanjian dengan tuannya untuk dimerdekakan dan
tidak memiliki uang untuk membayar tebusan atas mereka. Tetapi di
zaman sekarang para budak sudah tidak ada.
6. Orang yang memiliki hutang
Yang dimaksud dari kelompok ini adalah orang yang memiliki
hutang bukan untuk dirinya sendiri melainkan orang yang memiliki
hutang untuk kepentingan orang banyak.
7. Sabilillah
Jumhur ulama berpendapat, maksud sabilillah adalah orang-
orang yang kelompok ini adalah orang yang berangkat perang di jalan
Allah dan tidak mendapat gaji dari pemerintah atau komando
militernya. Makna sabilillah mempunyai cakupan yang luas,
pemaknaan tersebut tergantung pada sosio kondisi dan kebutuhan
waktu. Dapat dimasukkan ke dalam golongan ini seperti orang sholeh,
pengajar keagamaan, dana pendidikan, dana pengobatan, dan lain-lain.
8. Ibnu sabil
Yang dimaksud adalah orang yang melakukan perjalanan untuk
melaksanakan sesuatu dengan maksud baik dan diperkirakan tidak akan
mencapai tujuannya jika tidak dibantu. Dalam konteks sekarang makna
ibnu sabil bisa sangat artinya, termasuk di dalamnya adalah anak-anak
yang putus sekolah dan anak-anak yang tidak punya biaya untuk
mengenyam pendidikan yang layak.
Di samping penjelasan delapan asnaf tersebut di atas, ada beberapa
ketentuan khusus sebagai berikut:
1. Pengaturan bagi fakir miskin
Bila hasil pengumpulan zakat cukup banyak, seharusnya pembagian
untuk para fakir miskin (yang biasa berdagang) diberi modal berdagang
yang besarnya diperkirakan keuntungannya cukup guna biaya hidup,
agar sekali diberi untuk selamanya.
2. Zakat kepada sanak kerabat
Memberikan zakat kepada sanak kerabat demikian baiknya, karena
selain memberi, akan berarti juga merapatkan persaudaraan
(silaturahim). Adapun yang dimaksud sanak kerabat itu misalnya
saudara laki-laki atau perempuan, paman, bibi, dan lain-lain, asal
mereka termasuk mustahiq.
3. Zakat kepada pencari ilmu
Pemberian zakat kepada para pelajar dan mahasiswa itu boleh, terutama
jika yang dipelajari itu ilmu-ilmu yang diperlukan oleh agama, dan
mereka karena belajar itu tidak berkesempatan mencari nafkah.
4. Zakat kepada suami yang fakir
Seorang istri yang memiliki kekayaan berupa barang yang wajib
dizakati dan barang itu telah cukub senisab, maka ia boleh memberikan
zakatnya kepada suaminya asal suami itu termasuk golongan mustahiq
dan zakat yang diterimanya tidak akan dijadikan nafkah kepada
isterinya.
5. Zakat kepada orang soleh
Diutamakan zakat diberikan kepada ahli ilmu dan orang yang baik adab
kesopanannya. Orang yang bila diberi zakat akan dipergunakan untuk
maksiat, maka orang semacam itu jangan diberi zakat (Depag RI,
1996:126-129).
Selain orang-orang yang berhak menerima zakat, ada pula
beberapa orang atau kelompok yang tidak boleh mendapat pembagian
zakat, yaitu :
1. Keturunan Nabi
2. Keluarga muzakki yang meliputi anak dan istri.
3. Orang Kafir.
Dalam pendistribusian dana hasil zakat untuk usaha ada dua
pendapat ulama, kedua pendapat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Zakat, atau sebagian zakat tidak boleh ditasarufkan atau didistribusikan
untuk kepentingan kemaslahatan umum lain. Namun ada pendapat yang
dikutip dari tafsir al Khazin oleh Imam Qaffal yang menyatakan boleh
(LTN NU Jatim, 2007:382).
2. Pengelola zakat tidak diperbolehkan untuk mengelola (dijadikan modal
usaha) harta zakat yang telah diperoleh sehingga menyampaikan
kepada fakir miskin yang berhak. Hal ini karena fakir miskin sebagai
pihak yang cakap tidak memberikan kewenangan kepada panitia,
sehingga mereka tidak diperbolehkan mengelola harta tanpa izin para
fakir miskin tersebut (LTN NU Jatim, 2007:383). Dari pendapat ini
sebenarnya zakat dikelola untuk modal usaha sebenarnya diperbolehkan
dengan catatan diizinkan oleh para mustahiq.
Pada praktek pendistribusian dana zakat telah dilakukan berbagai
terobosan dalam berbagai bidang. Di Desa Gedangan, Kecamatan Tuntang
kabupaten Semarang, dana hasil zakat didistribusikan dalam berbagai
bidang yaitu untuk beasiswa pendidikan dan kegiatan-kegiatan keagamaan
masyarakat (Sigit Purnomo, 2006:56). Selain itu di Kota Salatiga dana
zakat dikelola oleh BAZIS kota Salatiga didistribusikan untuk bidang
pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) dan peternakan lembu
(Catur Dyah Handayani, 2006:62).
E. Islam dan Problematika Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan penghidupan di mana orang tidak
amapu memenuhi kebutuhan dasar. Zakiyah Darajat mendefinisikan
kemiskinan bahwa orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam
kekurangan. Bambang Sudibyo mengukur ketetapan miskin dengan
memakai standar nisab zakat (Masud, 2005:70). Akan tetapi yang terjadi
di dalam masyarakat tidak jarang adanya perdebatan dalam kategorisasi
seseorang dikatakan miskin, hal tersebut karena masyarakat memandang
bahwa kurang atau tidaknya pemenuhan sehari-hari itu bersifat relatif.
Sebagai salah satu ukuran kemiskinan adalah apa bila seseorang
memiliki harta di bawah ukuran nisab zakat maka seseorang tersebut
digolongkan miskin. Penentuan seseorang atau keluarga dikategorikan
miskin berdasarkan sampai berapa jauh terpenuhinya kebutuhan pokok
atau konsumsi nyata yang meliputi pangan sandang, pemukiman,
pendidikan dan kesehatan. Kebutuhan pokok ini dinyatakan secara
kuantutatif (bentuk uang) berdasarkan harga tiap tahunnya (Masud,
2005:71). Ukuran tersebut di atas menurut hemat penulis cukup untuk
dijadikan landasan penentuan kategorisasi miskin karena sudah mencakup
kebutuhan-kebutuhan dasar seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Jika ditinjau dari pendapatan, kemiskinan ada dua macam yaitu
kemiskinan relatif dan absolut. Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang
dilihat antara satu tingkatan pendapatan dengan tingkat pendapatan
lainnya, sebagai contohnya seseorang dalam kelompok masyarakat
tertentu dapat digolongkan kaya akan tetapi dalam kelompok lain dapat
digolongkan miskin. Sedangkan kemiskinan absolut adalah suatu keadaan
kemiskinan yang ditentukan terlebih dahulu menetapkan garis tingkat
pendapatan di atas tingkat pendapatan minimum tersebut dikategorikan
bukan orang miskin (Masud, 2005:70).
Kemiskinan jika ditinjau dari penyebabnya ada dua macam yaitu
sebab mental (kultural) dan struktural. Kemiskinan yang disebabkan oleh
kultural yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh budaya seperti malas,
boros, dan lainnya. Sedangkan Kemiskinan yang disebabkan struktural
adalah kemiskinan yang disebabkan oleh sistem pembangunan yang tidak
adil dan diakibatkan oleh faktor-faktor ulah rekayasa manusia.
Di Indonesia dari total penduduk yang berjumlah 240.000.000 jiwa,
penduduk yang tergolong miskin sebanyak 30.018.930 jiwa. Dari jumlah
penduduk miskin tersebut sebanyak 11.046.750 jiwa berdomisili di Kota
dan yang berdomisili di Desa sebanyak 18.972.180 jiwa (BPSNAS, 2011),
artinya penduduk miskin di Desa lebih banyak dibandingkan di Kota
dengan perbandingan 63,2% di pedesaandan dan 36,8% di Kota. Secara
umum ada beberapa faktor penyebab terjadinya kemiskinan di pedesaan,
di antaranya adalah:
1. Kurangnya pengembangan SDM
2. Adanya struktur yang menghambat pengembangan ekonomi rakyat
pedesaan
3. Ketidakberuntungan kelompok masyarakat miskin pedesaan
4. Ketimpangan distribusi pembangunan antara Kota dan Desa.
Kemiskinan, dalam Islam menjadi perhatian serius. Hal tersebut
terbukti dengan banyaknya ayat-ayat al quran yang memerintahkan untuk
memberikan makanan kepada orang-orang yang kelaparan dan saling
mengingatkan untuk menolong fakir miskin. Begitu pentingnya menolong
orang orang miskin, sehingga Allah menyatakan sebagai pendusta agama
orang yang tidak mau memberi makan orang miskin, dengan Fifman-Nya:
Artinya: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi Makan
orang miskin (Q.S. al Maun: 1-3).
Nabi Muhammad selalu mengajarkan kepada umatnya agar
memberikan bantuan sosial kepada yang membutuhkan. Sebagai
contohnya adalah ketika bani Nadir berpindah dan harta bendanya dimiliki
oleh umat Islam Rasululloh membagikan harta tersebut dengan bagian
yang sama kepada kaum Muhajirin. Orang-orang Ansar yang miskin dan
tidak punya sumberkehidupan juga diberi harta tersebut. Rasululloh
selanjutnya berusaha menyediakan kebutuhan-kebutuhan pokok bagi
setiap anggota masyarakat miskin dan cacat serta bagi yang tidak mampu
menyediakan kebutuhan pokok bagi dirinya atau keluarganya (Masud,
2005:82).
Islam memerintahkan kepada umatnya agar melawan kemiskinan.
Di samping umat Islam diperintah untuk berjuang merubah diri mereka
sendiri dengan bekerja keras, juga diajarkan agar tanggap terhadap kondisi
lingkungan sekitar untuk memeratakan pendapatan dan kekayaan terutama
bagi masyarakat pedesaan. Sebagai salah satu cara untuk mempersempit
ketimpangan ekonomi dalam masyarakat, maka umat Islam dianjurkan
untuk bersodaqoh, berinfaq dan diwajibkan untuk berzakat.
F. Produktifitas Pengelolaan Zakat
Zakat sebagai manifesto ajaran Islam yang bertujuan untuk
mendistribusikan kekayaan umatnya, menemukan momentumnya sebagai
salah satu alternatif solusi. Dengan tujuan untuk merubah penerima zakat
menjadi pemberi zakat, Islam sudah menawarkan nilai-nilai kebersamaan
dalam bermasyarakat, sekaligus menjadi ciri sebagai agama pembebasan,
membebaskan umat dari kemiskinan.
Selama ini, peranan zakat dalam mengentaskan kemiskinan
memang belum optimal, hal tersebut disebabkan karena cara pandang
semua pihak baik muzakki, pengelola dan mustahiq, dalam mengelola
harta zakat masih berorientasi konsumtif. Akibatnya, harta hasil zakat
tersebut habis untuk dikonsumsi tanpa berpengaruh terhadap permasalahan
kemiskinan. Demi mewujudkan zakat sebagai salah satu solusi
pengentasan kemiskinan maka perlu adanya perubahan cara pandang
dalam pengelolaan harta zakat dari konsumtif menjadi berorientasi
produktif.
Orientasi pengelolaan zakat secara produktif harus dipahami
bersama-sama secara menyeluruh oleh semua masyarakat (muzakki, amil
dan mustahiq). Masyarakat harus memahami tujuan dari pengelolaan zakat
produktif yaitu untuk kesejahteraan masyarakat, seperti yang disebutkan
dalam pasal 3 UU nomor 23 tahun 2011 bahwa pengelolaan zakat
bertujuan:
1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat
2. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat yang produktif, dewasa
ini muncul konsepsi kontemporer tentang permasalahan zakat yang telah
jauh melampui pendapat-pendapat hukum klasik, terutama menyangkut
tiga hal pokok, yaitu:
1. Pegembangan Obyek Zakat
Obyek zakat tidak selalu harus sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang telah diterapkan dalam al Quran dan Hadits, maupun
yang dipersipkan oleh para ulama klasik seperti, emas dan perak,
tanaman dan tumbuh-tumbuhan, hewan ternak tertentu, harta
perniagaan, harta yang ditemukan dalam perut bumi (Masud, 2005:90).
Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa perlu adanya
terobosan-terobosan baru dalam menentukan obyek zakat. Perluasan
obyek zakat jika mencermati kontekstual lingkungan dan kedinamisan
kehidupan maka akan mengsilkan objek zakat yang sangat luas,
misalnya harta rikaz yang secara klasik dipahami hanya emas dan perak
dapat dikembangkan pada batu mulia, permata, berlian dan sebagainya.
Sebagai contoh lainnya dalam dunia profesi misalnya, saat ini banyak
sekali profesi yang menghasilkan uang dalam jumlah besar, misalnya
para pejabat tinggi negara, pengusaha, dokter, pengacara dan
sebagainya. Melihat potensi perluasan objek zakat yang ada, maka dana
zakat akan bisa terkumpul optimal dan bisa melakukan tindakan atau
aksi dalam mengentaskan kemiskinan.
2. Kelembagaan Zakat
Dalam rangka mengoptimalkan pendapatan dana zakat perlu
pengelolaan yang berkualitas, untuk itu perlu adanya badan atau panitia
yang mengelola zakat (amil). Untuk membentuk sebuah lembaga atau
panitia amil zakat yang berkualitas paling tidak ada tiga hal yang harus
dipenuhi.
a. Amanah
Lembaga atau panitia pengelola (amil) zakat harus amanah
(dapat dipercaya). Perlu adanya sistem akuntansi keuangan, untuk
mengetahui akan ke mana uang zakat tersebut mengalir. Sehingga
nantinya diharapkan tumbuhnya kesadaran dan kepercayaan
masyarakat (muzakki) untuk menunaikan zakat melalui lembaga
amil zakat.
b. Fatonah
Di samping sebuah lembaga pengelola zakat dapat dipercaya,
juga harus fatonah (profesional). Lembaga tersebut harus dikelola
oleh orang-orang yang punya dedikasi tinggi dan profesional dalam
bidangnya, sehingga lembaga tersebut berjalan secara terus menerus
dan mampu menelorkan dan mengawal program-program yang ada
dengan baik.
c. Transparan
Sebagaiman diketahui dana zakat adalah dana yang
dikumpulkan dari masyarakat (publik) untuk disalurkan kepada
kepada masyarakat, atau dana yang dikumpulkan dari muzakki oleh
suatu instansi yang akan diserahkan kepada para mustahiq. Karena
dana tersebut berasal dari dana publik, maka dengan demikian publik
harus tahu kemana dana tersebut disalurkan dan dimanfaatkan.
Zaman semakin maju dan keterbukaan tidak bisa dielakkan
lagi apalagi hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan publik
termasuk zakat. Dengan dituntut adanya keterbukaan maka lembaga-
lembaga pengelola zakat harus bersifat terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan. Sifat keterbukaan ini penting agar para
muzakki mengetahui kemana distribusi dan pemanfaatan harta zakat
mereka.
Sebagai wujud keterbukaan atas dana zakat yang dikelola,
lembaga-lembaga pengelola zakat dapat memberikan laporan secara
langsung kepada masyarakat atau memanfaatka teknologi.
Pemanfaatan tekhnologi sangat penting karena transparansi dapat
diakses oleh publik secara luas (Masud, 2005:97)
3. Pendayagunaan Zakat
Secara umum terdapat dua pendapat masalah pendayagunaan
dana zakat. Pertama, bahwa zakat lebih bersifat konsumtif dan
disalurkan secara langsung kepada para mustahiq untuk kepentingan
konsumtif. Kedua, bahwa pendayagunaan dana zakat mengedepankan
aspek sosial ekonomi yang luas tidak sekedar konsumtif. Untuk
mencermati hal ini, perlu dibedakan antara zakat fitrah dan zakat mal.
Meski keduanya memiliki nilai ibadah (hablun minAllah) namun ada
perbedaan antara keduanya. Zakat fitrah yang dimaknai sebagai
kewajiban bagi setiap muslim tanpa terkecuali untuk mensucikan diri,
dan sifat dari zakat fitrah untuk kebutuhan konsumtif. Sedangkan zakat
mal yang bertujuan untuk mensucikan harta maka sifat dari zakat ini
untuk kepentingan produktif, untuk menyokong pengembangan harta
para mustahiq terutama fakir miskin.
Untuk dapat melakukan pendayagunaan dana zakat mal maka
penyalurannya diprioritaskan untuk kepentingan yang bersifat
produktif. Sebagai upaya mewujudkan produktifitas dalam pengelolaan
dana zakat, dana hasil zakat dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
kesejahteraan lahir batin masyarakat. Dana tersebut dapat digunakan
untuk pembiayaan bidang dan sarana ibadah, bidang pendidikan Islam,
kesehatan, layanan sosial, dan pengembangan ekonomi (Depag RI,
1996:195-196). Dari berbagai bidang atau program pengelolaan zakat
secara produktif di atas untuk menentukan aplikasinya harus
memperhatikan kondisi sosial masyarakat. Di samping melihat potensi
daerah tertentu perlu juga diperhatikan potensi sumber daya
masyarakatnya (mustahiq), agar program-program yang digulirkan
mampu berjalan dengan baik, sehingga pemberdayaan harta zakat
memang benar-benar berpengaruh terhadap pemerataan kesejahteraan
bisa terwujud.
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Dusun Tarukan
1. Letak Geografis dan Batas Wilayah
Dusun Tarukan adalah sebuah perkampungan kecil yang berada
di sekitar lereng Gunung Ungaran. Terletak 2 km sebelah selatan
Kecamatan Bandungan, dan 4 km sebelah timur dari objek wisata Candi
Gedong Songo. Dusun Tarukan merupakan wilayah Dusun yang berada
di bawah pemerintahan Desa Candi Kecamatan Bandungan, Kabupaten
Semarang.
Secara geografis Dusun Tarukan memiliki luas wilayah sekitar
40 Ha, dengan batas wilayah sebelah barat berbatasan dengan Dusun
Ngablak, Desa Candi, sebelah timur berbatasan dengan Dusun Ampel
Gading, Desa Kenteng, sebelah utara berbatasan dengan Dusun Talun,
Desa Candi, sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Banaran, Desa
Banyukuning. Secara umum Dusun Tarukan sebagian besar wilayahnya
terdiri dari lahan pertanian dan ladang persawahan. Dusun Tarukan
terdiri dari 8 RT dan terdiri dari 328 kepala keluarga dan berpenduduk
1170 dengan rincian 580 laki-laki dan 590 perempuan.
2. Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat Dusun Tarukan masih kental dengan ikatan
silaturahminya, kepedulian sosialnya masih tinggi. Kegiatan-kegiatan
sosial dalam masyarakat masih berjalan dengan baik sampai sekarang.
Seperti di Dusun-dusun sekitar, di Dusun Tarukan kegiatan gotong-royong dan saling bantu-membantu sesama warga
berjalan dengan baik, seperti kerja bakti, sambatan (bantuan
secara cuma-cuma) kepada orang-orang yang sedang
mempunyai hajatan seperti pembangunan rumah, walimatul
urs, membantu sohibul musibah dan kegiatan-kegiatan
hajatan lainnya. Hal tersebut dilandasi karena seseorang tidak
mampu hidup sendiri dan suatu saat pasti membutuhkan
dengan bantuan orang lain.
Dari keterangan bapak Kepala Dusun Tarukan (wawancara
pada 4/6/2012) dapat disimpulkan bahwa kegiatan sosial di Dusun
Tarukan sampai saat ini dapat berjalan dengan baik karena adanya
pemahaman warga bahwa seseorang tidak akan mampu memenuhi
kebutuhan hidup sendirian dan pasti butuh bantuan orang lain.
Dalam bidang ekonomi, masyarakat Dusun Tarukan
memiliki berbagai macam mata pencaharian, ada yang berprofesi
sebagai pejabat pemerintah pusat dan pemerintah daerah, wirausaha,
guru, petani, dan sebagainya. Dengan didukung wilayah yang masih
luas lahan pertaniannya, bidang pertanian menjadi mata pencaharian
mayoritas masyarakat. Angka penduduk Tarukan berdasrkan mata
pencaharian dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1 data Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No Profesi Jumlah Prosentase %
1 PNS 23 4,62
2 Pegawai swasta 49 9,85
3 Pensiunan 8 1,66
4 Buruh bangunan 79 15,89
5 Buruh Pabrik 14 2,81
6 Buruh Tani 39 7,84
7 Petani 205 41,24
8 Peternak 27 5,43
9 Lain-lain 53 10,66
Jumlah 497
Sumber: Monografi Kantor Kepala Dusun
Di Dusun Tarukan angka kemiskinan bisa dibilang cukup
kecil. Karena hanya berjumlah sekitar 12% dari jumlah penduduk
Dusun secara keseluruhan. Bapak Kepala Dusun Tarukan
mengatakan bahwa:
Penduduk di Dusun Tarukan tergolong rata-rata orang mampu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pengalaman orang yang mendapatkan BLT pada tahun 2008
ada 38 KK. Dan penentuan penerima BLT tersebut
berdasarkan tim survey langsung dari Pemerintah Kabupaten
Semarang
Dari kerterangan bapak Kepala Dusun Tarukan (wawancara
pada 4/6/2012) dapat disimpulkan bahwa jika diasumsikan 38 KK
beranggotakan 4 jiwa maka berjumlah 152 jiwa. Dari total penduduk
Dusun Tarukan yang berjumlah 1170 maka dapat diprosentasekan
bahwa penduduk miskin di Dusun tersebut berjumlah 12%.
3. Kondisi Keagamaan
Penduduk Dusun Tarukan mayoritas memeluk agama Islam,
meskipun ada itu hanya sedikit yang beragama katolik yang angkanya
tidak mencapai 10% dari keseluruhan jumlah penduduk. Tidak ada
agama lain yang dianut masyarakat setempat kecuali kedua agama
tersebut. Meskipun dua ajaran agama dianut dalam satu wilayah
masyarakat hubungan kerukunan umat beragama sudah terjalin dengan
baik. Masyarakat mampu memisahkan wilayah keagamaan dan
kehidupan bermasyarakat. Harmonisasi dalam kehidupan
bermasyarakat sangat tampak, masih menjunjung tinggi semangat
gotong-royong yang masih berlangsung dengan baik. Bapak Sukhirzin
mengatakan bahwa:
Di sini terdapat tiga macam agama, ada yang beragama Islam, katolik dan Protestan. Meski berbeda dalam beragama,
tapi masyarakat tetap menjaga kerukunan antar agama. Setiap
ada kegiatan-kegiatan sosial semua saling membantu tanpa
memandang agama. Yang terpenting adalah menghormati
agama orang lain jika kita ingin dihormati agama kita.
Dari keterangan bapak Sukhirzin (wawancara pada 3/6/2012)
dapat disimpulkan bahwa kerukunan antar umat beragama di Dusun
Tarukan masih mampu berjalan dengan baik karena didasari rasa saling
menghormati antar umat beragama. Berikut penulis gambarkan jumlah
penduduk berdasarkan agama dalam tabel 3.2
Tabel 3.2 Data Penduduk Berdasarkan Agama
No Agama Laki-laki Perempuan Jumlah Prosentase %
1 Islam 558 553 1111 94,96
2 Katolik 30 25 55 4,70
3 Protestan 2 2 4 0,34
Jumlah 590 580 1170
Sumber: Kantor Kepala Dusun
Masyarakat Dusun Tarukan termasuk masyarakat yang religius,
mereka sangat memperhatikan dan menjunjung tinggi kegiatan
keagamaan. Suasana religius dapat dilihat dari banyaknya kegiatan-
kegiatan keagamaan seperti khataman al Quran, pengajian al Quran,
yasinan dan lain sebagainya. Kegiatan-kegiatan keagamaan oleh penulis
gambarkan pada tabel 3.3
Tabel 3.3 Kegiatan Keagamaan Dusun Tarukan
No Waktu Kegiatan
1 Malam Senin Yasinan bapak-bapak di tiap-tiap RT
2 Malam Selasa Mujahadah bapak-bapak digilir tiap
musholla
3 Malam Rabu Khatmil Quran bapak-bapak digilir tiap
rumah
4 Malam Kamis Yasinan ibu-ibu seDusun digilir tiap rumah
5 Kamis Wage Semaan Quran umum digilir tiap musholla
6 Malam Jumat Yasinan umum laki-laki dibagi dua
kelompok dewasa dan remaja digilir tiap
rumah
7 Jumat Pahing Pengajian darul arqom yang diisi bapak-
bapak dan dan ibu-ibu digilir tiap rumah
8 Malam Minggu Dzibaan lelaki dan perempuantiap-tiap
musholla
Sumber: data diolah dari wawancara dengan Sukhirzin (3/6/2012)
Islam, oleh masyarat Dusun Tarukan dimaknai sebagai suatu
agama yang harus dijalankan sesuai dengan syariatnya dan disesuaikan
dengan kebutuhan zaman. Syariat Islam harus dinamis dan jangan
dimaknai secara kaku. Bapak Sukhirzin mengatakan bahwa:
Dalam menjalankan syariat Islam di daerah manapun, dan khususnya di Dusun Tarukan harus memperhatikan konteks
keadaan dan kebutuhan zaman. Setiap orang bisa memaknai
ajaraan Islam sesuai dengan pemahaman masing masing, akan
tetapi paling penting adalah menghargai setiap perbedaan
pandangan agar tetap bisa hidup rukun. Ajaran-ajaran Islam
harus dikembangkan sesuai kebutuhan zaman, karena telah
nyata bahwa aturan-aturan syariat zaman dahulu, seperti zakat,
qurban, dan kegiatan keagamaan yang dahulu dilakukan oleh
orang tua zaman dahulu sekarang sudah tidak dilestarikan lagi
karena sudah tidak sesuai dengan keadaan zaman. Begitu juga
apa yang sudah tertata sekaraang ini, pasti kelak 20-30 tahun
kedepan jika generasi dan perkembangan zaman sudah berganti
maka yang ada hari ini juga harus dirubah sesuai kebutuhan
zaman.
Dari keterangan bapak Sukhirzin (wawancara pada 3/6/2012) ini
dapat disimpulkan bahwa Dalam menjalankan syariat Islam, harus
menghargai perbedaan yang ada. Syariat Islam juga harus dijalankan
sesuai dengan konteks keadaan dan zaman.
4. Kondisi Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat pendidikan masyarakat Dusun
Tarukan dapat dilihat dalam tabel 3.4
Tabel 3.4 Data Penduduk Berdasarkan Pendidikan
No Keterangan Jumlah Prosentase %
1 Tidak sekolah 173 16,77
2 Tidak Lulus SD 8 0,78
3 TK 20 1,94
4 Belum tamat SD 101 9,79
5 Lulusan SD 308 29,85
6 Lulusan SLTP 173 16,76
7 Lulusan SMA 179 17,34
8 Diploma 18 1,74
9 Lulusan S1 ke atas 52 5,03
Jumlah 1032
Sumber: Kantor Kepala Dusun
Dari data diatas menunjukkan tamatan SMP keatas berjumlah
40,8%, tamatan SD dan tidak sekolah berjumlah 47,4%, sedang sekolah
TK dan SD sebanyak 11,7%. Dari prosentase tersebut dapat diketahui
bahwa jumlah dari rata-rata tamatan pendidikan masyarakat Dusun
Tarukan masih cukup banyak masyarakatnya kurang memperhatikan
pendidikan sekolah.
B. Profil BAZIS Dusun Tarukan
1. Sejarah BAZ Tarukan
Badan amil zakat, infaq dan shodaqoh (BAZIS) Dusun Tarukan
berdiri pada tahun bulan Ramadhan tahun 1996. Berdirinya BAZIS
tersebut diinisiasi oleh Pengurus Takmir Masjid Baiturrahman pada
masa itu. Pendirian BAZIS tersebut dilatarbelakangi karena sebelumnya
zakat dikelola oleh tiap-tiap musholla, sehingga distribusi zakat hanya
berputar pada wilayah musholla tersebut. Distribusi tersebut dirasa
tidak merata, karena ada RT yang terdapat banyak fakir miskinnya
mendapatkan bagian sedikit dan yang sedikit warga fakir miskinnya
mendapatkan jatah harta banyak. Dengan tujuan agar harta zakat dapat
dibagi merata kepada seluruh mustahiq di Dusun tersebut, maka
didirikanlah Badan Amil Zakat Infaq dan Sadaqah (BAZIS).
Berikut adalah nama-nama ketua BAZIS dari awal berdiri
sampai sekarang:
a. Ketua BAZIS periode 2010/2012 Bapak Ahmad Mukito
b. Ketua BAZIS periode 2008-2010 Bapak Kholid
c. Ketua BAZIS periode 1998-2008 Bapak Khirzin (terpilih selama 9
periode)
d. Ketua BAZIS periode 1996-1998 Bapak Kiran (terpilih selama 2
periode)
Sebelum tahun 2006 masa jabatan pengurus BAZIS adalah satu
tahun, kemudian setelah tahun 2006 masa jabatan dirubah selama dua
tahun, hal ini disebabkan karena pada tahun tersebut muncul rintisan
pengelolaan pendistribusian zakat mal berorientasi produktif, dengan
masa jabatan dua tahun dimaksudkan agar BAZIS dapat memantau
perkembangan mustahiq yang diberi dana zakat.
Adapun komposisi pengurus BAZIS adalah tokoh agama, tokoh
masyarakat dan ketua RT. Tokoh agama dan tokoh masyarakat tersebut
selanjutnya akan dipilih menjadi Badan Pengurus Harian (BPH) dan
ketua RT menjadi anggota, melalui Forum Evaluasi yang diadakan
setiap dua tahun sekali pada bulan Syaban. Secara teknis tokoh agama,
tokoh masyarakat dan ketua RT berkumpul untuk menentukan ketua
beserta pengurusnya. Setelah pengurus itu terbentuk kemudian
dikonsultasikan dengan Ketua takmir Masjid dan selanjutnya
dimintakan SK kepada Ketua takmir tersebut. Berikut ini adalah
Struktur Pengurus BAZIS tahun 2010/2012:
Susunan Pengurus BAZIS Dusun Tarukan tahun 2010/2012
Penasehat : Ketua Takmir Masjid Baiturrahman
Ketua : Ahmad Mukito
Wakil ketua : Ngatono
Sekretaris : Supriyanto
Wakil sekretaris : Adi Triyanto
Bendahara : Nasoka
Wakil Bendahara : Mawardi
Anggota :
1. Ketua RT 1
2. Ketua RT 2
3. Ketua RT 3
5. Ketua RT 5
6. Ketua RT 6
7. Ketua RT 7
4. Ketua RT 4 8. Ketua RT 8
2. Program-program BAZIS
a. Evaluasi kepengurusan setiap dua tahun sekali pada bulan Syaban
b. Persiapan pengumpulan dan pendistribusian zakat mal, infaq dan
shodaqoh.
1) Akhir bulan Syaban dibentuk petugas penerima zakat di tiap-tiap
musholla dan di masjid.
2) Minggu pertama Ramadhan melakukan sosialisasi kepada
masyarakat
3) Minggu kedua pendataan calon mustahiq di wilayah RT
4) Minggu ketiga pengusulan calon mustahiq dari RT kepada BPH
BAZIS
5) Minggu keempat penetapan mustahiq dan pendistribusian zakat
fitrah
6) Bulan Dzul Hijjah pendistribusian zakat mal.
c. Pada bulan Dzul Qodah Persiapan qurban yang dilaksanakan bulan
Dzul Hijjah.
C. Pengumpulan Harta Zakat Oleh BAZIS Dusun Tarukan
Zakat mal zakat fitrah, infaq dan shodaqoh dibayarkan secara
bersamaaan oleh masyarakat pada bulan Ramadhan. Untuk zakat fitrah
oleh muzakki ada dua macam wujudnya, ada yang dibayarkan berbentuk
beras dan berbentuk uang. Selanjutnya harta-hasil Pengumpulan tersebut
dikelompokkan sendiri-sendiri. Dalam pembayaran zakat fitrah dan zakat
mal, secara teknis para penduduk membayar kepada panitia tersebut di
mushola-mushola terdekat. Untuk masyarakat wilayah RT 1 di mushola as
Syaifullah, wilayah RT 2 dan 3 di masjid Baiturrahman, wilayah RT 4
mausola Nurul Iman, wilayah RT 5 dan 6 mushola al Ihsan, wilayah RT 7
di musholla as Syafaat, wilayah RT 8 Darul Iman selanjutnya
dikumpulkan di kantor BAZIS Dusun yang bertempat di rumah bapak
kepala Dusun. Setelah semua harta dikumpulkan menjadi satu kemudian
harta didistribusikan oleh para pengurus BAZIS dari unsur RT dan dibantu
oleh petugas RT untuk 10 mustahiq didistribusikan oleh 1 orang.
Pendataan pemasukan zakat fitrah tahun 2011 penulis gambarkan
dalam tabel 3.5 dan tabel 3.6 untuk pemasukan zakat fitrah dari tahun
2008-2011.
Tabel 3.5 Rekapitulasi Pemasukan Zakat Fitrah Dusun Tarukan
Tahun 2011
No Mushalla/Masjid Muzak
ki
Beras Uang
Jiwa Kg Jiwa Rupiah
1 Mushalla As syaifullah 110 19 47,5 91 1.834.000
2 Masjid Baiturrahman 227 95 237,5 132 2.640.000
3 Mushalla Nurul Iman 88 39 97,5 47 940.000
4 Mushalla al Ikhsan 255 128 320 127 2.540.000
5 Mushalla as Syafaat 129 49 122,5 80 1.600.000
6 Mushalla Darul Iman 96 41 102,5 55 1.100.000
Jumlah 903 371 927,5 532 10.654.000
Sumber: arsip BAZIS Dusun Tarukan
Tabel 3.6 Rekapitulasi Pemasukan Zakat Fitrah
Dari Tahun 2008-2011
No Tahun Muzakki Beras Uang
1 2011 903 927,5 10.654.000
2 2010 891 975 9.769.500
3 2009 840 847,5 9.669.300
4 2008 813 780 9.519.000
Sumber: arsip BAZIS Dusun Tarukan
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan
penerimaan zakat fitrah mengalami kenaikan setiap tahunnya. Hal tersebut
dipengaruhi dengan bertambahnya muzakki zakat fitrah dalam setipa
tahunnya.
Sedangkan untuk perolehan zakat mal setiap tahunnya tidak
menentu, jumlahnya tergantung pada kesadaran masyarakat dalam
mengeluarkan zakat mal. Sebagai contoh pendataan zakat mal, penulis
gambarkan pada tabel 3.5 untuk tahun 2011 dan tabel 3.6 untuk kurun
waktu 4 tahun terakhir.
Tabel 3.7 Rekapitulasi Pemasukan Zakat Mal Dusun Tarukan
Tahun 2011
No Mushalla/masjid Muzakki Uang
1 Mushalla As
syaifullah
- -
2 Masjid Baiturrahman 1 200.000
3 Mushalla Nurul Iman - -
4 Mushalla al Ikhsan - -
5 Mushalla as Syafaat 1 1.000.000
6 Mushalla Darul Iman 1 900.000
Jumlah 3 2.100.000
Sumber: arsip BAZIS Dusun Tarukan
Tabel 3.8 Rekapitulasi Pemasukan Zakat Mal Dusun Tarukan
Tahun 2008-2011
No Tahun Jumlah
Muzakki
Jumlah Uang
1 2011 3 2.100.000
2 2010 6 7.900.000
3 2009 5 8.050.000
4 2008 4 1.700.000
Sumber: arsip BAZIS Dusun Tarukan
Kesadaran masyarakat menunaikan zakat mal masih rendah, selama
ini yang memberikan zakat mal hanya masyarakat yang berprofesi sebagai
pedagang. Sedangkan untuk zakat mal di luar zakat dagang belum ada
yang mengeluarkan zakatnya. Dalam perolehan 2008 dan 2009 cukup
banyak karena pada waktu itu ada salah satu warga Dusun Tarukan yang
telah sukses berdagang di jakarta kemudian selama dua tahun tersebut
mengeluarkan zakat kepada BAZIS Dusun Tarukan.
D. Mustahiq Zakat di Dusun Tarukan
1. Penentuan Mustahiq
Sesungguhnya mustahiq yang disebutkan di dalam al quran ada
delapan asnaf yang berhak menerima zakat. Di Dusun Tarukan ada
enam kelompok yang diberi harta zakat yaitu:
a. Faqir adalah karena di Dusun Tarukan tidak ada orang yang taidak
mempunyai penghasilan, maka fakir dimaknai sebagai orang yang
paling miskin diantara orang-orang miskin.
b. Miskin adalah orang yang punya penghasilan tetap akan dan hanya
cukup untuk kebutuhan sandang dan pangan tetapi tidak cukup
untuk membiayai sekolah
c. Mualaf adalah Orang-orang yang baru masuk Islam.
d. Amil adalah Orang-orang yang menjadi pengurus BAZIS dan para
petugas dari RT yang membantu menggurusi zakat.
e. Sabillah adalah orang-orang yang berjuang mendakwahkan ilmu
agama semisal guru ngaji, guru TPA.
f. Ghorim adalah orang-orang yang mempunyai hutang untuk
mencukupi kebutuhan sandang dan pangan.
Untuk menentukan siapa saja yang akan menjadi mustahiq di
atas, Badan Pengurus Harian BAZIS dibantu oleh panitia zakat unsur
RT. Secara teknis setiap Ketua RT berkoordinasi dengan ketua takmir
takmir musholla atau masjid diwilayah tersebut untuk menetukan siapa
saja yang diusulkan kepada Badan Pengurus Harian BAZIS untuk
menjadi mustahiq zakat. Setelah itu nama-nama calon mustahiq tersebut
digodog oleh BPH BAZIS yang kemudian menjadi data final mustahiq
zakat.
Dalam menentukan mustahiq zakat mal ada kriteria khusus di
luar kriteria orang-orang yang tergolong fakir miskin dalam zakat
fitrah. Ahmad Mukito mengatakan bahwa:
Dalam menentukan mustahiq zakat mal berbeda dari mustahiq fitrah, di samping dilihat kondisi ekonomi pada waktu
bulan Ramadahan juga dilihat tingkat keaktifan dalam beribadah
dan kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat.
Dari keterangan bapak Ahmad Mukito (wawancara pada
4/6/2012) dapat disimpulkan bahwa ada tiga kriteria dalam menentukan
mustahiq zakat mal, yaitu:
a. Orang orang yang tergolong fakir atau miskin
b. Taat dalam menjalankan ibadah
c. Aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan sosial keagamaan.
2. Prosentase Pembagian Untuk Mustahiq
a. Zakat Fitrah
Zakat fitrah dibagikan kepada enam asnaf yaitu fakir, miskin,
mualaf, amil gharim dan sabilillah. Prosentase pembagiannya adalah
sebagai berikut:
1) Fakir, miskin, mualaf adalah 70% dari total zakat. Dari 70%
tersebut kemudian dibagi untuk fakir adalah 50%, dan 50%
sisanya untuk miskin dan mualaf.
2) Amil, gharim dan sabilillah adalah 30% dari total zakat. Dari
30% itu kemudian dibagi Untuk amil adalah 40%, untuk
gharim 30% dan sabilillah 30%.
3) Ada ketentuan tambahan jika jatah perorang amil melebihi
jatah perorangan faakir, maka jatah amil tersebut dikurangi
untuk dialokasikan jatah fakir. Bagi amil jatahnya selama
mengurusi zakat hanya dihitung uang kerja sehari yang
gajinya maksimal 50.000.
4) Contoh prosentase pembagian harta zakat fitrah tahun 2011.
a) Perolehan hasil zakat
Jumlah beras: 927,5 kg
Jumlah uang: Rp. 10.654.000
b) Pembagian untuk fakir, miskin dan mualaf:
Beras 70% x 927,5 = 649,25 kg
Uang 70% x 10.654.000 = 7.457.800
Fakir
Beras 50% x 649,25 = 324, 625 kg
Uang 50% x 7.457.800 = 3.728.900
Miskin dan mualaf
Beras 50% x 649,25 = 324, 625 kg
Uang 50% x 7.457.800 = 3.728.900
c) Amil Ghorim dan Sabillah
Beras 30% x 927,5 = 278, 25 kg
Uang 30% x 10.654.000 = 3.196.200
Amil
Beras 40% x 278, 25 = 112,25 kg
Uang 40% x 3.196.200 = 1.278.500
Ghorim dan Sabillah
Beras 60% x 278, 25 = 166 kg
Uang 60% x 3.196.200 = 1.917.700
b. Zakat Mal
Zakat mal hanya diberikan kepada tiga asnaf yaitu kepada fakir,
miskin sebagai pengentasan kemiskinan dan kepada amil. Prosentase
pembagian zakat mal dari total harta zakat adalah 85% diberikan
kepada fakir miskin untuk pengentasan kemiskinan dan 15% untuk
amil. Contoh pembagian zakat mal tahun 2011:
1) Perolehan zakat mal 2.100.000
2) Jatah fakir Miskin 85% x 2.100.000 = 1.750.000
3) Jatah amil 15% x 2.100.000 = 300.000
Transport = 85.000
Uang