93
TESIS PENURUNAN KADAR RHODAMIN B DALAM AIR LIMBAH DENGAN BIOFILTRASI SISTEM TANAMAN KOMANG YOGI PURNAMAWATI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

  • Upload
    vodieu

  • View
    237

  • Download
    13

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

TESIS

PENURUNAN KADAR RHODAMIN B DALAM AIR

LIMBAH DENGAN BIOFILTRASI SISTEM

TANAMAN

KOMANG YOGI PURNAMAWATI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 2: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

TESIS

PENURUNAN KADAR RHODAMIN B DALAM AIR

LIMBAH DENGAN BIOFILTRASI SISTEM

TANAMAN

KOMANG YOGI PURNAMAWATI

NIM 1391261025

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 3: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

PENURUNAN KADAR RHODAMIN B DALAM AIR

LIMBAH DENGAN BIOFILTRASI SISTEM

TANAMAN

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan

Program Pascasarjana Universitas Udayana

KOMANG YOGI PURNAMAWATI

NIM 1391261025

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 4: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 24 JUNI 2015

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS. Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika,MS.

NIP. 19670303 199403 1 002 NIP.19600318 198503 1 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K).

NIP. 19670303 199403 1 002 NIP. 19590215 198510 2 001

Page 5: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

iv

Tesis ini telah diuji pada

Tanggal 12 Juni 2015

Panitia penguji tesis berdasarkan SK rektor

Universitas Udayana, No: 1710/UN.14.4/HK/2015, Tanggal 4 Juni 2015

Ketua : Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS.

Anggota :

1. Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika,MS.

2. Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS.

3. Dra. Iryanti Eka Suprihatin, M.Sc, PhD.

Page 6: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Komang Yogi Purnamawati

NIM : 1391261025

Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan

Judul Tesis : Penurunan Kadar Rhodamin B Dalam Air Limbah Dengan

Biofiltrasi Sistem Tanaman

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat:

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan

Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, Juni 2015

Hormat Saya,

Komang Yogi Purnamawati

Page 7: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan atas Asung Kertha Wara Nugraha Ida Sang

Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), penulis dapat menyelesaikan tesis

yang berjudul ”Penurunan Kadar Rhodamin B Dalam Air Limbah Dengan

Biofiltrasi Sistem Tanaman“.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS selaku pembimbing I

dan Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika,MS selaku pembimbing II yang dengan penuh

perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan

saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian

penulisan tesis ini.

Ucapan yang sama juga tujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof.

Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan

Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan

kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan pada

penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana

Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada

seluruh dosen dan staf Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas

Udayana, penguji tesis Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS. dan Dra. Iryanti Eka

Suprihatin, M.Sc, PhD. yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan

Page 8: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

vii

koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini. Penulis juga mengucapkan

terima kasih sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia Kementrian

Pendidikan Nasional dan Kebudayaan yang telah memberikan bantuan finansial

dalam bentuk Beasiswa Unggulan sehingga meringankan beban penulis dalam

menyelesaikan studi ini.

Ucapan terima kasih yang tulus kepada orang tua, Ayah dan Ibu serta

keluarga, sahabat penulis, keluarga besar SMP Dirga Yusa Ungasan, seluruh

teman-teman angkatan 2013 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan atas

motivasi, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan selama ini. Semoga Ida

Sang Hyang Widi Wasa selalau melimpahkan rahmat dan karunianya kepada

semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena itu

penulis mengharapkan kritikan dan saran yang konstruktif guna perbaikan dan

penyempurnaan tesis ini. Penulis berharap semoga tesis ini dapat manfaat bagi

pembaca dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya. Atas

perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.

Denpasar, Juni 2015

Penulis

Page 9: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

viii

ABSTRACT

THE DECREASE OF RHODAMINE B IN WASTEWATER USING

BIOFILTRATION SYSTEM VEGETATION

The textile industry is growing rapidly and as the result it’s producing

waste that can harm the environment. One of which is rhodamine B. The aim of

this study determined effectiveness and capacity of Biofiltration System

Vegetation in reducing concentrate of rhodamine-B, total dissolved solid (TDS),

total suspended solid (TSS) and the pH stabilization in wastewater.

This study contains two processes. The first process, a sample preparation.

The last process is a determination of time effectiveness and capacity of

Biofiltration System Vegetation in reducing rhodamine B, TSS, TDS and the pH

stabilization by soaking for 0, 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42 and 48 hours.

The result showed that biofiltration effectiveness in reducing rhodamine B,

TDS and TSS concetrate were 51,70%; 47,60%; 50,44% while the pH obtained at

30 hours treatment time with pH value is 7,5. Capacity of biofiltration system

vegetation with volume 0,06 m3 can reduced rhodamine B, TDS and TSS by

0,2256 ppm; 278,0237 ppm and 9,4978 ppm respectively, while the optimum

detention time of wastewater in the biosystem for reducing rhodamine B was 30

hours and for TSS and TDS was 36 hours. It can be concluded that biofiltration

system vegetation was able to reduce rhodamine B, TDS, TSS and pH of

wastewater. in the further research needs an additional microbial, use of

rhodamine B sample with a neutral pH before it is processed and spread of

rhodamine B in plants, natural materials, and microbial.

Key words: biofiltration system vegetation, rhodamine B, effectiveness, capacity

Page 10: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

ix

ABSTRAK

PENURUNAN KADAR RHODAMIN B DALAM AIR LIMBAH DENGAN

BIOFILTRASI SISTEM TANAMAN

Industri tekstil yang semakin berkembang pesat tidak hanya menghasilkan

produk jasa tetapi juga limbah yang mencemari perairan. Salah satunya adalah

limbah Rhodamin B. Pemanfaatan teknik biofiltrasi sistem tanaman pada

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dan kapasitas biofiltrasi

sistem tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin B, Padatan Terlarut Total,

Padatan Tersuspensi Total dan stabilisasi pH pada air limbah.

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan penelitian. Tahap pertama,

penyiapan sampel. Tahap kedua adalah penentuan waktu efektif dan kapasitas

biosistem sistem terhadap penurunan rhodamin B, TDS, TSS dan stabilitas pH

dalam air dengan merendamnya selama 0, 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42, dan 48 jam.

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa tingkat efektivitas biofiltrasi sistem

tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin B, TDS, dan TSS adalah 51,07%;

47,60% ; 50,44%. Sedangkan kestabilan pH diperoleh pada waktu perlakuan ke

30 jam dengan nilai pH sebesar 7,5. Kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dengan

volume 0,06 m3, menurunkan kadar rhodamin B, TDS, TSS sebesar 0,2256 ppm;

278,0237 ppm dan 9,4978 ppm dengan waktu optimum penurunan rhodamin B ke

30 jam dan untuk TDS dan TSS pada waktu ke 36 jam.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa teknik biofiltrasi sistem

tanaman mampu menurunkan kadar rhodamin B, TDS, TSS dan pH pada air

limbah. Pada penelitian selanjutnya perlu penambahan jumlah mikroba,

penggunaan limbah rhodamin B dengan pH netral sebelum diolah dan penyebaran

rhodamin B pada tanaman, material alam, dan mikroba.

Kata kunci : biofiltrasi sistem tanaman, rhodamin b, efektivitas, kapasitas

Page 11: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

x

RINGKASAN

PENURUNAN KADAR RHODAMIN B DALAM AIR LIMBAH DENGAN

BIOFILTRASI SISTEM TANAMAN

Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal,

mengandung gugus amino yang bersifat basa dan inti benzen. Zat warna rhodamin

B banyak digunakan oleh industri tekstil. Salah satu alternatif penanganan limbah

adalah dengan teknik biofiltrasi. Teknik ini memanfaatkan kemampuan aktifitas

mikroba mendegradasi/ mengeliminasi senyawa polutan. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui efektivitas serta kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam

menurunkan kadar rhodamin B, Padatan Terlarut Total atau Total Dissolved Solid

(TDS), Padatan Tersuspensi Total atau Total Suspended Solid (TSS) dan derajat

keasaman (pH).

Tahapan penelitian meliputi, tahap pertama menumbuhkan koloni

mikroorganisme pada sistem media tersuspensi sampai fase puncak pertumbuhan

mikroorganismenya, menyiapkan tanaman pada petak penyerap (ekosistem lahan

basah). Tahap berikut adalah perlakuan dengan menentukan waktu efektif

biofiltrasi sistem tanaman dan kinerja sistem terhadap penurunan rhodamin B

dalam air. Dalam bak tersebut larutan /air limbah diperlakukan dengan

merendamnya selama 0, 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42, dan 48 jam. Data yang diperoleh

dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif kuantitatif berupa angka

efektivitas dan kapasitas biofiltrasi sistem tanaman serta analisis regresi untuk

melihat kurva penurunan konsentrasi rhodamin B terhadap lama waktu

perendaman.

Biofiltrasi sistem tanaman menyebabkan terjadinya penurunan rhodamin

B. Waktu efektif penurunan diperoleh pada 30 jam pada sampel air limbah dengan

persentase penurunan sebesar 51,07%. Penurunan kadar rhodamin B pada saat

pengolahan disebabkan adanya beberapa proses yang terjadi pada biosistem

tersebut. Adanya aktivitas mikroba yang ditambahkan, penyerapan oleh material

alam (pasir dan koral), serta penyerapan oleh tanaman Ipomea crassicaulis.

Aktivitas mikroba pendegradasi zat warna menyebabkan penurunan pada kadar

rhodamin b melalui proses biodegradasi. Proses pengolahan fisika secara adsorpsi

dilakukan oleh pasir dan koral, karena pasir dan koral memiliki kandungan silika.

Penyerapan rhodamin B oleh tanaman Ipomea crassicaulis dengan aktivitas

mikroba yang berada di sekitar akar melalui proses rhizodegradasi. Penurunan

kadar TDS terlihat pada waktu perlakuan ke 36 jam dengan persentase penurunan

sebesar 47,60%. Penurunan kadar TDS pada biofiltrasi sistem tanaman terjadi

akibat adanya bakteri dalam air limbah menyebabkan bahan organik diubah

menjadi senyawa/molekul yang lebih kecil. Peranan tanaman dalam menurunkan

kadar TDS yaitu adalah proses penyerapan unsur hara oleh akar tanaman,

pembusukan akar, distribusi debu dari udara ke dalam limbah. Efektivitas terbesar

pada penurunan TSS terjadi pada waktu perlakuan ke 36 jam dengan persentase

sebesar 50,44 %. Penurunan kadar TSS dapat disebabkan karena ketersediaan

nutrien sebagai bahan makanan bagi bekteri, sehingga aktifitas metabolisme

bakteri pun meningkat dan proses degradasi bisa berjalan maksimal. Selain

Page 12: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

xi

bakteri, penurunan TSS melalui fitoremediasi dapat terjadi karena padatan

tersuspensi yang berupa bahan organik digunakan oleh tumbuhan. Penurunan dan

kestabilan nilai pH didapatkan pada waktu perlakuan ke 30 jam dengan nilai 7,5.

Penurunan nilai pH disebabkan karena perubahan pH menunjukkan terjadinya

proses biodegradasi bahan organik. Kapasitas pengolahan rhodamin B sebesar

0,2256 ppm/m3jam. Jadi selama waktu tinggal air limbah 30 jam, 0,06 m

3 bak

pengolahan mampu menurunkan nilai rhodamin B sebanyak 0,2256 ppm.

Kapasitas penurunan TDS 278,0237 ppm/m3jam, dan kapasitas penurunan TSS

9,4978 ppm/m3jam.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa biofiltrasi sistem tanaman

mampu menurunkan kadar rhodamin B, TDS, TSS dan pH. Untuk penelitian

selanjutnya perlu penambahan jumlah mikroba, menggunakan limbah rhodamin B

dengan pH netral sebelum diolah, dan penyebaran rhodamin B pada tanaman,

material alam dan mikroba

Page 13: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

xii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ................................................................................... i

PRASYARAT GELAR ............................................................................ ii

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ....................................................... iv

PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ...................................................... v

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... vi

ABSTRAK DAN RINGKASAN ............................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................. xii

DAFTAR TABEL .................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xvi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................... 4

1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 4

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Cair Tekstil ................................................................ 6

2.2. Pengolahan Limbah Cair Tekstil ............................................. 9

2.3. Rhodamin B ............................................................................. 12

2.4. Biofiltrasi ................................................................................. 14

2.5. Rhizodegradasi ........................................................................ 16

2.6. Ipomea crassicaulis ................................................................. 17

2.7. Peranan Mikroorganisme Dalam Pengolahan Biologis .......... 20

2.8. Parameter Kualitas Air ............................................................ 21

2.8.1. Total Dissolved Solid (TDS) ......................................... 21

2.8.2. Total Suspended Solid (TSS) ........................................ 22

2.8.3. pH (Derajat Keasaman) ................................................. 24

BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

3.1. Kerangka berpikir .................................................................... 26

Page 14: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

xiii

3.2. Konsep penelitian .................................................................... 28

3.3. Hipotesis penelitian ................................................................. 29

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Percobaan ............................................................... 30

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 30

4.3. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 31

4.4. Penentuan Sumber Data............................................................ 31

4.5. Variabel Penelitian ................................................................... 31

4.6. Bahan Percobaan ...................................................................... 32

4.7. Instrumen Penelitian ................................................................. 32

4.8. Prosedur Penelitian ................................................................... 32

4.8.1. Penyiapan sampel ........................................................... 32

4.8.2. Penyiapan mikroba yang akan ditambahkan pada

biosistem ........................................................................ 33

4.8.3. Pembuatan Air Limbah dengan Kandungan Rhodamin B

5 mg/L ........................................................................... 34

4.8.4. Penentuan kemampuan biosistem menurunkan kadar ..

rhodamin B .................................................................... 35

4.8.5. Penentuan efektivitas biosistem .................................... 36

4.8.6. Penentuan kapasistas biosistem ..................................... 36

4.8.7. Penentuan padatan terlarut tersuspensi ......................... 37

4.8.8. Penentuan padatan terlarut total .................................... 38

4.8.9. Pengukuran pH .............................................................. 39

4.9. Analisis Data............................................................................. 39

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pembibitan Sedimen ................................................................... 40

5.2. Kemampuan Biofiltrasi Sistem Tanaman ................................... 41

5.2.1. Efektivitas Biofiltrasi Sistem Tanaman ............................ 42

5.2.2.1. Efektivitas penurunan nilai rhodamin b ................. 42

5.2.1.2. Efektivitas penurunan nilai TDS

(total dissolved solid) ............................................ 48

5.2.1.3. Efektivitas penurunan nilai TSS

Page 15: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

xiv

(total suspended solid) .......................................... 51

5.2.1.4. Penurunan pH ......................................................... 53

5.2.2. Kapasitas Biofiltrasi Sistem Tanaman .............................. 55

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan ..................................................................................... 58

6.2. Saran ........................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 59

Page 16: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1. Karakteristik dan baku mutu limbah cair industri tekstil ........ 9

2.2. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan ................. 25

5.1. Jumlah koloni mikroba saat pembibitan ................................. 41

5.1. Hasil pengukuran karakteristik awal limbah rhodamin B ........ 42

5.3. Kadar rhodamin B pada berbagai waktu berbeda .................... 43

5.4. Kadar TDS pada berbagai waktu berbeda ................................ 48

5.5. Kadar TSS pada berbagai waktu berbeda................................. 51

5.6. pH saat pengolahan pada waktu berbeda ................................. 53

5.7.Kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dari berbagai parameter .. 56

Page 17: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1. Proses pencelupan kain ........................................................... 8

2.2. Reaksi pembentukan rhodamin B ........................................... 13

2.3. Proses rhizodegradasi .............................................................. 17

2.4. Ipomea crassicaulis ................................................................. 19

3.1. Kerangka konsep ..................................................................... 28

4.1. Susunan media dalam bak pengolahan biosistem tanaman..... 35

5.1.Penurunan Kadar Rhodamin B Pada Selang

Waktu Perlakuan ..................................................................... 44

5.2.Grafik penurunan kadar TDS pada selang waktu berbeda ...... 49

5.3.Grafik penurunan kadar TSS pada selang waktu berbeda ........ 52

5.4.Grafik penurunan pH pada selang waktu berbeda.................... 54

Page 18: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Uji Pendahuluan Pembibitan Mikroba Sedimen Air

Limbah Pencelupan ................................................................................ 64

2. Isolat dan Karakter Bakteri dari Rhizodegradasi Limbah

Artificial Rhodamin B ............................................................................ 67

3. Analisis Data ........................................................................................... 69

4. Foto-foto penelitian ................................................................................. 72

Page 19: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal bewarna

kehijauan, bewarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi

dan bewarna merah terang pada konsentrasi rendah. Senyawa ini mengandung

gugus amino yang bersifat basa dan memiliki inti benzen. Rhodamin B termasuk

senyawa yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme secara alami. Zat warna

rhodamin B banyak digunakan oleh industri tekstil. Masuknya zat warna

rhodamin B dalam perairan merupakan permasalahan lingkungan yang serius. Zat

warna akan mempengaruhi pH air lingkungan yang menyebabkan terganggunya

mikroorganisme dan hewan air (Laksono, 2009). Masuknya molekul rhodamin B

dalam tubuh manusia dapat menimbulkan masalah serius karena dapat

menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada

saluran pencernaan, keracunan dan kanker hati (Trestiati, 2003).

Perkembangan dunia perindustrian di Indonesia terutama industri tekstil di

Indonesia semakin meningkat. Dari data yang diperoleh Kementerian

Perindustrian Republik Indonesia, usaha tekstil pada tahun 2011 mengalami

kenaikan sebesar 7,51% (Kemenperin, 2011). Industri tekstil di Bali adalah salah

satu sektor non migas yang menyumbang devisa terbesar. Pemerintah Kota

Denpasar secara berkelanjutan meningkatkan produk ekspor salah satunya adalah

pakaian jadi/industri garmen, di mana perkembangan dunia industri tekstil dan

produk tekstil mengalami perkembangan yang pesat. Akibat dukungan

Page 20: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

2

perkembangan teknologi yang memungkinkan pembuatan produk dengan biaya

rendah serta mutu yang tinggi, maka konsekuensi persaingannya adalah untuk

meningkatkan perekonomian yang berdampak pada meningkatnya permintaan.

Menurut penelitian Sari (2013) jumlah perusahaan garmen di Kota Denpasar 157

buah dan yang tergabung dalam e-commerce sebanyak 44 buah. Ironisnya

berkembangnya industri tekstil tidak sebanding dengan pengelohan limbah yang

dihasilkan. Sangat jarang yang memperhatikan dan mengolah limbah yang

dihasilkan sebelum dibuang ke lingkungan. Kegiatan pewarnaan kain

(pencelupan) sangat banyak menggunakan air dan sebagian besar kemudian

menjadi air limbah berwarna. Limbah tersebut telah mencemari dan banyak

merubah fungsi ekosistem perairan yang menerima beban limbahnya. Pelepasan

limbah ke lingkungan, dapat merusak ekosistem tanah, mencemari air tanah,

meracuni dan terakumulasi dalam biota serta mengancam kesehatan manusia.

Untuk mencegah timbulnya pencemaran lingkungan dan bahaya terhadap

kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya, limbah bahan berbahaya dan

beracun harus dikelola secara khusus agar dapat dihilangkan atau dikurangi sifat

bahayanya.

Salah satu alternatif penanganan limbah adalah dengan teknik biofiltrasi.

Teknik ini memanfaatkan kemampuan aktifitas mikroba mendegradasi/

mengeliminasi senyawa polutan. Biofiltrasi merupakan suatu reaktor biologis

film-tetap (fixed-film) menggunakan kerikil, plastik atau bahan padat lainnya

dimana limbah cair dilewatkan. Adanya bahan isian padat menyebabkan

mikroorganisme yang terlibat tumbuh dan melekat atau membentuk lapisan tipis

Page 21: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

3

(biofilm) pada permukaan media tersebut (MetCalf dan Eddy, 1991). Biofiltrasi

berupa filter dari medium padat tersebut diharapkan dapat melakukan proses

pengolahan atau penyisihan bahan organik terlarut dan tersuspensi dalam limbah

cair. Untuk memberikan alternatif pengolahan limbah pencelupan kain yang

higenis, unit pengolahan filtrasi berlapis dari pasir dan bebatuan yang dipadukan

dengan penyerapan tanaman maupun perombakan mikroba pada risosfir akar akan

memberikan hasil efektif bagi pemanfaatan kembali air limbah. Sistem yang

memadukan filtrasi secara fisik serta perombakan mikroba bahan organik

penyusun warna dan detergen, diterapkan untuk mengolah limbah.

Aplikasi metode biofiltasi telah banyak dilaporkan khususnya dalam

pengolahan limbah cair, seperti limbah cair industri tahu (Husin, 2008), limbah

pabrik alkohol (Suwarno, 2003). Menurut Rittmann dan McCarty (2001),

biofiltrasi juga dapat diaplikasikan dalam pengolahan limbah cair bahan-bahan

kimia, domestik, bahan makanan, soft drink, landfill leachate dan industri

farmasi.

Pertimbangan digunakannya proses biofiltrasi ini disebabkan proses

biofiltrasi memiliki beberapa kelebihan diantaranya sangat efektif, biaya

pembuatan kolam biofiltrasi relatif murah, tanaman untuk biofiltrasi cepat tumbuh

dan mudah dipelihara, serta tidak membutuhkan operator yang memiliki keahlian

khusus (Ulfin, 2001). Hasil penelitian Suyasa dan Dwijani (2007) menyatakan

bahwa, pengolahan limbah dengan biosistem menggunakan saringan pasir-

tanaman mampu menurunkan nilai BOD sebesar 93,63% dan COD sebesar

56,50% pada limbah pencelupan.

Page 22: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

4

Adopsi dari beberapa hasil penelitian tersebut tentunya dapat dicobakan

untuk menurunkan kadar rhodamin B yang biasanya terdapat pada limbah tekstil,

dengan memperhatikan beberapa variabel yaitu nilai Padatan Terlarut Total atau

Total Dissolved Solid (TDS), Padatan Tersuspensi Total atau Total Suspended

Solid (TSS) dan derajat keasaman (pH). Sehingga dapat diketahui bagaimana

efektivitas serta kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar

rhodamin b dalam air limbah. Dari kombinasi sistem yang dirancang secara

ekonomis dengan menggunakan bahan-bahan sederhana dengan teknologi yang

aplikatif diharapkan sistem tersebut dapat diterapkan dengan mudah sehingga

lingkungan dan pencemaran lingkungan dapat dihindari.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan :

1. Bagaimana efektivitas biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar

rhodamin B, Total Dissolved Solid (TDS), Total Suspended Solid (TSS)

dan derajat keasaman (pH) pada air limbah?

2. Berapa kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar

rhodamin B, Total Dissolved Solid (TDS), dan Total Suspended Solid

(TSS) pada air limbah?

Page 23: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

5

1.3.Tujuan Penelitian

1. Untuk menentukan efektivitas biofiltrasi sistem tanaman dalam

menurunkan kadar rhodamin B, Total Dissolved Solid (TDS), Total

Suspended Solid (TSS) dan derajat keasaman (pH) pada air limbah.

2. Untuk menentukan kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam

menurunkan kadar rhodamin B, Total Dissolved Solid (TDS), dan Total

Suspended Solid (TSS) pada air limbah.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Manfaat ilmiah yaitu bahwa hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan

ilmu pengetahuan dalam pengembangan biofiltrasi sebagai metode

pengolahan limbah cair secara biologi dengan segala modifikasinya.

2. Manfaat praktis yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

solusi yang tepat bagi pengusaha industri tektil sehingga memungkinkan

penerapannya untuk mengurangi limbah rhodamin B yang mencemari

perairan.

Page 24: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Cair Tekstil

Setiap aktivitas yang dijalankan selalu menghasilkan limbah, yang berupa

padat, cair ataupun gas. Limbah cair adalah sampah cair dari suatu lingkungan

masyarakat, terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir 0,1%-nya

berupa benda benda padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik. Limbah

cair yang dihasilkan oleh proses-proses pabrik dan industri yang mempergunakan

air dalam jumlah sedang sampai banyak disebut “sampah industri”. Istilah sampah

industri pada umumnya terbatas pada sampel cair yang karena alasan warna,

isinya yang padat, kandungan anorganik atau organik, kadar garam, keasaman dan

sifat-sifat khas mereka yang dapat menimbulkan masalah pencemaran air

(Mahida, 1984).

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 Pasal 1 ayat (11)

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran

air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau

komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun

sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai

dengan peruntukannya.

Adapun klasifikasi mutu air menurut PP Nomor 82 tahun 2001 Pasal 8

ayat (1) ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, yaitu

Page 25: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

8

a. Kelas satu, air yang dapat digunakan untuk air baku air minum,

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang

sama dengan kegunaan tersebut

b. Kelas dua, air yang dapat digunakan untuk prasarana/sarana

rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk

mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

c. Kelas tiga, air yang dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air

tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau

peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut.

d. Kelas empat, air yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang

sama dengan kegunaan tersebut.

Kandungan zat-zat pencemar dalam limbah tekstil tergantung pada proses

yang dilakukan yaitu proses pemintalan benang, penenunan dan pencelupan.

Pemintalan benang adalah proses pembuatan benang dari serat kapas, serat

poliester atau bahan lainnya. Penenunan adalah penyusunan benang menjadi kain.

Kain hasil penenunan selanjutnya mengalami proses pencelupan untuk

meningkatkan nilai komersial kain.

Proses pencelupan kain pada dasarnya meliputi penghilangan kanji

(desizing), pelepasan wax (scouring), pengelantangan (bleaching), mercerising

Page 26: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

9

dan pencelupan (dyeing). Secara garis besar tahapan dalam produksi tekstil

disajikan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1

Proses Pencelupan Kain (Rahmacandran, 2010)

Desizing merupakan penghilangan sisa-sisa bahan seperti pati dan polivinil

alkohol. Proses desizing dapat menggunakan asam atau enzim. Scouring

merupakan penghilangan pengotor-pengotor alami yang terdapat pada kain

Kain Jadi

Bahan organik

NaOH/Na2CO3

Bleaching

Proses akhir

pH tinggi, deterjen

Zat Warna

Desizing

Air, Asam, dan enzim

Scouring

Bahan organik

Mercerizing

NaOH

Kain

Silikon dan fungisida

Dyeing

NaOCl/CaOCl2

pH tinggi

Zat warna, bahan organik,

dan panas

Bahan organik

Page 27: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

10

melalui proses saponifikasi pada pH tinggi. Sabun atau detergen ditambahkan

selama proses scouring untuk mengendapkan kalsium, magnesium maupun besi

yang terdapat pada kain. Bleaching merupakan penghilangan zat warna alami

pada kain yang tidak diinginkan. Mercerising adalah pengolahan kain

menggunakan larutan alkali pekat yang bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan serat mengikat zat warna dan penampakan kain yang lembut

(Sunarto, 2008).

Karakteristik limbah cair yang dihasilkan industri tekstil sangat erat

hubungannya dengan bahan-bahan yang digunakan dalam tahapan proses

pembuatan tekstil. Karakteristik dan baku mutu limbah cair industri tekstil

disajikan seperti pada Tabel 2.1. di bawah ini.

Tabel 2.1.

Karakteristik dan Baku Mutu Limbah Cair Industri Tekstil

Parameter Satuan

Kadar Maksimum Menurut

KepMen LH No.

51/MENLH/10/1995

Biological oxygen

demand (BOD) mg/L 60,0

Chemical oxygen

demand (COD) mg/L 150,0

Total suspended solid

(TSS) mg/L 50,0

pH - 6,0-9,0

Warna Pt-Co -

(Sumber : KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995)

2.2. Pengolahan Limbah Cair Tekstil

Pengolahan limbah cair dilakukan untuk mengurangi zat pencemar, seperti

zat organik, senyawa mengandung nitrogen, padatan tersuspensi/terendapkan,

Page 28: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

11

senyawa garam dan lain-lain. Kebayakan zat pencemar tersebut terutama zat

organik, merupakan zat penyerap oksigen, sehingga mengurangi kadar oksigen

terlarut di dalam air dan mengganggu kehidupan biota air. Hasil limbah cair dari

penyempurnaan kapas biasanya langsung diproses secara biologi, karena proses

kimia secara koagulasi dan flokulasi membutuhkan banyak koagulan untuk

menghilangkan BOD yang tinggi. Limbah zat warna biasanya tidak dapat hilang

pada proses biologi, maka perlu dilakukan proses koagulasi kimia atau absorpsi

dengan karbon aktif. Untuk mencapai hasil yang baik secara ekonomis perlu

dilakukan hal-hal berikut :

a. Perlu dilakukan pemisahan untuk limbah pencelupan yang mengandung

garam-garam krom atau tembaga yang digunakan untuk tahan luntur pada

zat warna. Selanjutnya diolah secara proses pengendapan garam-garam

logam berat dan diberlakukan secara khusus sebagai limbah dari bahan

beracun berbahaya (B3).

b. Limbah pencelupan lainnya juga dipisahkan sebelum proses pembilasan,

untuk diolah khusus secara koagulasi dan flokulasi, baru kemudian

dicampur dengan limbah lain untuk di proses secara biologi atau secara

proses penyerapan oleh karbon aktif.

c. Perlu dilakukan pengkondisian terhadap limbah cair sebelum pengolahan

secara biologi antara lain suhu yang sesuai dengan suhu pembiakan

mikroorganisme (sekitar 35ºC), pH antara 6,5 – 9,5 (Malik, 2005).

Pengolahan limbah tekstil dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan

biologi. Proses fisika yang digunakan dalam pengolahan limbah adalah proses

Page 29: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

12

penyaringan dan adsorpsi. Penyaringan merupakan proses pemisahan padat-cair

melalui suatu alat penyaring, sedangkan proses adsorpsi dilakukan dengan

penambahan adsorben seperti zeolit, karbon aktif, serbuk gergaji. Pengolahan

limbah cair dengan cara adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran

partikel, pH dan lama waktu kontak antara adsorben dengan bahan pencemar

(Mattioli et al., 2002).

Pengolahan limbah secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan

partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, dan

zat organik beracun dengan menambahkan bahan kimia tertentu. Salah satu

contoh pengolahan limbah secara kimia adalah koagulasi. Prinsip koagulasi

adalah penambahan koagulan seperti MgSO4 atau Al2(SO4)3 pada limbah sehingga

terjadi interaksi antara bahan pencemar dengan koagulan membentuk endapan

(Said, 2009).

Pengkajian biodegradasi zat warna tekstil secara biologi lebih banyak

diarahkan dengan menggunakan bakteri dan jamur. Beberapa bakteri pada kondisi

anaerob dilaporkan mampu untuk mendegradasi zat warna azo di antaranya

Aeromonas sp., Pseudomonas sp., dan Flavobacterium sp. Sebaliknya, ada

beberapa bakteri yang dilaporkan mampu mendegradasi zat warna azo pada

kondisi aerob diantaranya adalah Plesiomonas sp. dan Vibrio sp. (Sastrawidana,

2009). Pada kondisi anaerob degradasi zat warna tekstil menggunakan bakteri

lebih cepat dibandingkan dengan kondisi aerob, namun kelemahannya yaitu

menghasilkan amina aromatik yang bersifat lebih toksik dibandingkan dengan zat

warna azo itu sendiri. Hasil uji toksisitas menunjukkan degradasi limbah tekstil

Page 30: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

13

pada kondisi anaerob lebih toksik dibandingkan dengan limbah awal

(Sastrawidana, 2009).

2.3. Rhodamin B

Rhodamin B merupakan zat warna yang digunakan pada industri tekstil

dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut, dan sabun.

Nama lain rhodamin B adalah D and C Red no 19. Food Red 15, ADC Rhodamine

B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink (O’neil, 2006). Penggunaan rhodamin B

dalam industri akan mengakibatkan senyawa tersebut banyak ditemukan dalam

limbah cair hasil industri. Limbah cair hasil industri tanpa pengelolaan lebih lanjut

kemudian dialirkan ke sungai-sungai yang akan dimanfaatkan oleh masyarakat

untuk keperluan sehari-hari. Hal ini akan memberikan dampak yang fatal terhadap

kehidupan masyarakat terutama dalam bidang kesehatan. Rhodamin B merupakan

hasil reaksi antara satu molekul Ptalat anhidrat atau suksinat anhidrat dengan dua

molekul meta dietilaminofenol seperti reaksi pada Gambar 2.2 berikut

Page 31: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

14

CO

CO

O

Ptahalat anhidrat

atau

COOH

CH2 OH

Suksinat anhidrat

+

N(C2H5)2OH

O

COOH

(C2H5)2N N+(C2H2)

Cl-

Rhodamin B

m-dimetilaminophenol

Gambar 2.2

Reaksi pembentukan rhodamin B (Kusuma, 2006)

Sifat-sifat fisik yang dimiliki oleh rhodamin B adalah sebagai berikut :

Berat molekul : 479 gr/mol

Rumus molekul :C28H31N2O3Cl

Titik leleh :165°C

Kelarutan :sangat larut dalam air dan alkohol, sedikit larut dalam

asam klorid dan natrium hidroksida

Page 32: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

15

Nama kimia :N-[9-(2-carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanthen-3

ylidene]-N-ethylethanaminium chloride

Nama lain :tetraethylrhodamine; D & C Red No. 19; rhodamine B

chloride; C.I. Basic Violet 10; C.I. 45170

Bentuk :kristal bewarna hijau atau serbuk ungu kemerahan

Rhodamin B berikatan dengan klorin ( Cl ). Atom klorin merupakan

senyawa halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini

akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa

lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Reaksi untuk

mengikat ion klorida disebut sebagai sintesis zat warna. Disini dapat digunakan

Reaksi Frield- Crafts untuk mensintesis zat warna seperti triarilmetana dan

xentana. Reaksi antara ftalat anhidrida dengan resorsinol dengan keberadaan seng

klorida menghasilkan fluoresein. Apabila resorsinol diganti dengan N-N-

dietilaminofenol, reaksi ini akan menghasilkan rhodamin B (Purnamasari, 2013).

2.4. Biofiltrasi

Penanganan limbah cair perlu mendapatkan perhatian yang intensif oleh

semua pihak. Penanganan limbah cair setidaknya dapat meminimalisasi

kandungan zat-zat polutan terutama bahan organik yang berpotensi merusak

lingkungan.

Biofiltrasi merupakan salah satu proses pengolahan air limbah secara

biologis yang pada prinsipnya melibatkan mikroba sebagai media penghancur

bahan-bahan pencemar tertentu terutama senyawa organik (Muhamad, 2010).

Page 33: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

16

Biofiltrasi memanfaatkan material hidup untuk menangkap dan secara biologis

mendegradasi polutan didalamnya. Biofiltrasi air limbah domestik merupakan

proses pengolahan yang unik dibandingkan dengan pengolahan biologis lainnya

dimana mikroorganisme menempel pada media kontak dan air limbah dialirkan

melewatinya untuk diolah. Teknologi biofiltrasi ini secara umum dapat dibagi

menjadi dua kategori yaitu (a) sistem konvensional dimana mikroorganisme

menempel secara alami pada media kontak dan (b) penempelan mikroorganisme

secara artifisial pada material polimer. Dalam sistem biofiltrasi modern,

mikroorganisme ditempelkan pada media kontak atau diperangkap dalam

suatu membran sehingga dapat lebih meningkatkan penyisihan BOD dan padatan

tersuspensi dibandingkan dengan teknologi biofiltrasi konvensional.

Lebih jauh lagi, penyisihan BOD dan padatan tersuspensi dalam air limbah dapat

tercapai dengan baik apabila mekanisme dan parameter yang mempengaruhi

kekuatan penempelan biofilm pada permukaan artifisial dapat diketahui dan

dikontrol (Djonoputro et al, 2012).

Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter dilakukan dengan

cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang telah diisi dengan

media penyangga untuk pengembangbiakkan mikroorganisme dengan atau tanpa

aerasi. Untuk proses anaerobik dilakukan tanpa pemberian udara atau oksigen.

Biofiler yang baik adalah menggunakan prinsip biofiltrasi yang memiliki struktur

menyerupai saringan dan tersusun dari tumpukan media penyangga yang disusun

baik secara teratur maupun acak di dalam suatu biofilter. Adapun fungsi dari

media penyangga yaitu sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya bakteri yang

Page 34: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

17

akan melapisi permukaan media membentuk lapisan massa yang tipis (biofilm)

(Herlambang, 2003).

Biofiltrasi telah banyak digunakan dalam pengolahan limbah cair, seperti

limbah cair industri tahu, dimana COD turun hingga 62% (Husin, 2008) , limbah

pabrik alkohol (Suwarno et al, 2003) serta penelitian penelitian Suyasa dan

Dwijani (2007) dimana sistem biofiltrasi mampu menurunkan nilai BOD sebesar

93,63% dan COD sebesar 56,50 % pada limbah pencelupan. Menurut Rittmann

dan McCarty (2001), biofiltrasi juga dapat diaplikasikan dalam pengolahan

limbah cair bahan-bahan kimia, domestik, bahan makanan, soft drink, landfill

leachate dan industri farmasi. Selain limbah cair organik, metode biofiltrasi

mampu menyerap logam berat Cr hingga 92% (Ulvin, 2005).

2.5. Rhizodegradasi

Rhizodegradasi merupakan bagian dari proses fitoremediasi dengan

pelepasan produk ke zona akar. Rhizodegradasi yaitu penguraian zat-zat

kontaminan oleh aktivitas mikroba (ragi, fungi atau bakteri) yang berada disekitar

tumbuhan. Mikroba mengkonsumsi dan menguraikan atau mengubah bahan

organik untuk dipergunakan sebagai bahan nutrient (Schnoor, 2005). Beberapa

jenis mikroorganisme dapat menguraikan bahan organik seperti minyak atau

larutan yang berbahaya bagi manusia dan mengubah bahan-bahan berbahaya

tersebut menjadi bahan kurang berbahaya melalui proses degradasi. Senyawa-

senyawa alami yang dilepaskan oleh akar tumbuhan seperti zat gula, alkohol dan

asam yang mengandung karbon organik berfungsi sebagai sumber nutrient bagi

Page 35: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

18

mikrobia tanah dan penambahan nutrient akan memacu aktivitas mikrobia tersebut

(Sudrajat, 2010).

Gambar 2.3

Proses rhizodegradasi (EPA, 2000)

Mekanisme rhizodegradasi yaitu dengan cara tumbuhan mengeluarkan dan

mentransportasikan oksigen dan air ke dalam tanah. Tumbuhan juga menstimulasi

biodegradasi melalui mekanisme lain seperti penyetopan metabolisme lain dan

mentransportasikan oksigen atmosfer ke dalam daerah akar. Polutan diuraikan

oleh mikroba dalam tanah, yang diperkuat/sinergis oleh ragi, fungi, dan zat-zat

keluaran akar tumbuhan (eksudat) yaitu gula, alcohol, asam. Eksudat itu

merupakan makanan mikroba yang menguraikan polutan maupun biota tanah

lainnya. Proses ini adalah tepat untuk dekontaminasi zat organik (EPA, 2000).

Page 36: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

19

2.6. Ipomea crassicaulis

Ipomoea crassicaulis lebih dikenal di daerah Jawa dengan nama

kangkungan. Tumbuhan yang berasal dari Amerika Tengah ini, dulunya banyak

ditanam sebagai tanaman hias, namun kini telah mengalami naturalisasi dan

tumbuh di sembarang tempat (Lingga, 1992). Tumbuh di daerah yang lembab,

khususnya daerah yang memiliki kadar air yang tinggi. Di pinggiran sungai,

pinggir jalan dan di areal persawahan. Pertumbuhannya yang cepat kadang

membuat orang menganggap bahwa tanaman ini adalah tanaman pengganggu

(gulma) sehingga harus dimusnahkan.

Habitat Ipomea crassicaulis berupa semak, tumbuh tegak atau condong,

bergetah putih seperti air susu. Tinggi dapat mencapai lebih dari 2 m., tumbuh

pada ketinggian sekitar 1-1000m dpl. Akar I.crassicaulis berkayu, kompak, ulet,

bentuk kerucut, memanjang ke bawah, warna putih-coklat, panjang 0,15-1,0 m,

diameter 1-2,5 cm. Batang I. crassicaulis berkayu, bulat, kompak, permukaan

batang banyak lentisel, bergetah, tinggi batang 1,5-2,5 m, diameter 0,5-3 cm.

Tangkai daun I. crassicaulis berongga, licin, panjang 5-7 cm, diameter 3-5 mm

Helai daun I.crasssicaulis bentuk jantung, ujung runcing, pangkal berlekuk,

pertulangandaun menyirip, permukaan licin, tepi rata,ukuran helai 5-20x4-14 cm

(Suratman, 2000). Tanaman ini memiliki warna daun hijau, dengan daun

berbentuk waru atau daun pada umumnya, bentuk bunga seperti trompet dengan

warna bunga ungu. Ditunjukkan dalam Gambar 2.4

Page 37: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

20

Gambar 2.4

Ipomea crassicaulis

Tanaman ini dapat diperbanyak dengan cara mengambil sebagian

rumpunnya, salah satunya dengan cara stek batang. Varietas Ipomea lainnya yang

banyak dikenal yaitu Ipomoea horsfalliae, I. alba, I. leari, I. melanotricha, I.

setosa, I. nil. Taksonomi tumbuhan Ipomoea crassicaulis adalah sebagai berikut :

Divisi : Angiospermae

Kelas : Dycotiledone

Bangsa : Convolvuales

Suku : Convolvulaceae

Jenis : Ipomea

Spesies : Ipomoea crassicaulis

Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan pengolahan limbah dengan

sistem biofiltrasi menggunakan tanaman Ipomea crassicaulis dapat menurunkan

Page 38: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

21

COD 83,93%, nitrat 55,54% , pH 36,43% (Angraeni, 2014), BOD 83,30 %, TDS

87,02 % dan klorida 91,67 % (Sudyadnyana, 2012).

2.7. Peranan Mikroorganisme Dalam Pengolahan Biologis

Dalam pengolahan biologis keberadaan mikroorganisme sangat

dibutuhkan karena proses tidak akan berlangsung tanpa kehadiran

mikroorganisme pengurai. Bakteri, jamur, alga, protozoa, crustacea dan virus

adalah mikroorganisme yang berperan penting dalam proses pengolahan air

buangan. Diantara mikroorganisme yang memegang peranan terpenting adalah

bakteri dan juga yang paling banyak digunakan dalam proses pengolahan air

buangan, sehingga struktur sel mikroorganisme lainnya dapat disamakan dengan

bakteri (Metcalf & Eddy, 1991).

Untuk memperoleh hasil yang memuaskan dari suatu proses pengolahan

air limbah secara biologis diperlukan desain sistem pengolahan yang efektif.

Untuk mendapatkan desain yang efektif diperlukan faktor-faktor berikut :

1. Kebutuhan nutrisi mikroorganisme.

2. faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.

3. Metabolisme mikroorganisme

Hubungan antara pertumbuhan mikroorganisme dan pemakaian substrat

Berdasarkan temperatur untuk tumbuh dan berkembang biak, maka

mikroorganisme dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

1. Mikroorganisme Psikofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh pada

temperatur (10 – 30)ºC, dengan temperatur optimal (12 –18) ºC.

Page 39: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

22

2. Mikroorganisme Mesofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh pada

temperatur (20 – 50) ºC, dengan temperatur optimal (25 –40) ºC.

3. Mikroorganisme Thermofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh

pada temperatur (35 – 75) ºC, dengan temperatur optimal (55 – 65) ºC .

(Kusnadi, 2003).

Menurut BPPT, mikroorganisme mengalami proses metabolisme yang

terdiri dari katabolisme dan anabolisme. Proses anabolisme memerlukan energi

(reaksi endergonik) dan terjadi pada proses sintesa mikroorganisme. Sedangkan

proses katabolisme yang terjadi pada proses oksidasi dan respirasi merupakan

reaksi eksergonik karena melepaskan energi. Proses transformasi substrat

berlangsung dalam suatu kelompok protein yang berperan sangat penting dalam

proses biologis, yaitu enzim yang bersifat katalis.

2.8. Parameter Kualitas Air

2.8.1. Total Dissolved Solid (TDS)

TDS (Total Dissolved Solid) atau padatan terlarut total adalah bahan-bahan

terlarut dalam air yang tidak tersaring dengan kertas saring Milipore dengan

ukuran pori-pori 0,4µm (Bambang, 1996). Total padatan terlarut dapat pula

merupakan konsentrasi jumlah ion kation (bermuatan positif) dan anion

(bermuatan negatif) di dalam air. Analisa padatan terlarut total merupakan

pengukuran kualitatif dari jumlah ion terlarut, tetapi tidak menjelaskan sifat atau

hubungan ion. Selain itu, pengujian tidak memberikan wawasan dalam masalah

kualitas air yang spesifik. Padatan terlarut total digunakan sebagai uji indikator

Page 40: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

23

untuk menentukan kualitas umum dari air. Sumber padatan terlarut total dapat

mencakup semua kation dan anion terlarut (Oram, B.,2010).

Sumber utama untuk TDS dalam perairan adalah limpahan dari pertanian,

limbah rumah tangga, dan industri. Unsur kimia yang paling umum adalah

kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium dan klorida.

Banyak zat terlarut yang tidak diinginkan dalam air. Mineral, gas, zat

organik yang terlarut mungkin menghasilkan warna, rasa dan bau yang secara

estetis tidak menyenangkan. Beberapa zat kimia mungkin bersifat racun, dan

beberapa zat organik terlarut bersifat karsinogen. Dua atau lebih zat terlarut

khususnya zat terlarut dan anggota golongan halogen akan bergabung membentuk

senyawa yang bersifat lebih dapat diterima daripada bentuk tunggalnya (Effendi,

2003).

2.8.2. Total Suspended Solid (TSS)

TSS (Total Suspended Solid) atau padatan tersuspensi total adalah bahan-

bahan tersuspensi dan tidak terlarut dalam air. TSS dapat juga diartika residu dari

padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm

atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS menyebabkan kekeruhan pada

air akibat padatan tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap (Bambang,

1996). Semakin tinggi padatan tersuspensi yang terkandung dalam suatu perairan

maka perairan tersebut semakin keruh. Kekeruhan pada perairan yang tergenang

(lentik) lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan

partikel-partikel halus, sedangkan pada sungai yang sedang banjir disebabkan

karena adanya larutan tersuspensi yang terbawa arus air. TSS merupakan tempat

Page 41: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

24

berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan

pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan

produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan dan Edward, 2003).

TSS terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil

dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel

mikroorganisme, dan sebagainya (Nasution, 2008). Yang termasuk TSS adalah

lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS

umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan.

Material tersuspensi mempunyai efek yang kurang baik terhadap kualitas

badan air karena dapat menyebabkan menurunkan kejernihan air dan dapat

mempengaruhi kemampuan ikan untuk melihat dan menangkap makanan serta

menghalangi sinar matahari masuk ke dalam air. Endapan tersuspensi dapat juga

menyumbat insang ikan, mencegah telur berkembang. Ketika suspended solid

tenang di dasar badan air, dapat menyembunyikan telur dan terjadi pendangkalan

pada badan air sehingga memerlukan pengerukan yang memerlukan biaya

operasional tinggi. Kandungan TSS dalam badan air sering menunjukan

konsentrasi yang lebih tinggi pada bakteri, nutrien, pestisida, logam didalam air

(Margareth, 2009).

Kandungan TSS yang tinggi dapat dipengaruhi oleh kadar besi (Fe),

Mangan (Mn), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan zat-zat lain yang tersuspensi

dalam air.

Page 42: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

25

2.8.3. pH (Derajat Keasaman)

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen

dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat

keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah

netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7

dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003).

Secara alamiah, pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida

(CO2) dan senyawa bersifat asam. Semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari hasil

respirasi, reaksi secara bertahap melepaskan ion H+ yang menyebabkan pH air

turun. Reaksi sebaliknya terjadi pada peristiwa fotosintesis yang membutuhkan

CO2, sehingga menyebabkan pH air naik. Pada peristiwa fotosintesis, fitoplankton

dan tanaman air lainnya akan mengambil CO2 dari air sehingga mengakibatkan

pH air meningkat pada siang hari dan menurun pada waktu malam hari.

Larutan asam bersifat korosif. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu

senyawa kimia. Senyawa amoniak yang dapat terionisasi banyak ditemukan di

perairan dengan pH rendah. Biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Standar

baku pH untuk kehidupan biota akuatik adalah sekitar 7-8.5. (Mackereth et al,

1989).

Adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air,

sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan

keasaman suatu perairan. Limbah buangan industri dan rumah tangga dapat

mempengaruhi nilai pH perairan (Mahida, 1993).

Page 43: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

26

Karena pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan tumbuhan

dan hewan akuatik, maka pH suatu perairan seringkali dipakai sebagai petunjuk

baik atau buruknya perairan sebagai lingkungan hidup.

Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan dapat dilihat pada Tabel

2.2.

Tabel 2.2.

Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan

Nilai pH Pengaruh Umum

6,0 – 6,5

a. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit

menurun.

b. Kelimpahan total, biomassa dan produktivitas tidak

mengalami perubahan.

5,5 – 6,0

a. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan

bentos semakin tampak.

b. Kelimpahan total, biomassa dan produktivitas masih

belum mengalami perubahan yang berarti.

c. Alga hijau berfilamen mulai tampak pada zona

litoral.

5,0 – 5,5

a. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis

plankton, perifiton dan bentos semakin besar.

b. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa

zooplankton dan bentos.

c. Alga hijau berfilamen semakin banyak.

d. Proses nitrifikasi terhambat .

4,5 – 5,0

a. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis

plankton, perifiton dan bentos semakin besar.

b. Penurunan kelimpahan total dan biomassa

zooplankton dan bentos.

c. Alga hijau berfilamen semakin banyak.

d. Proses nitrifikasi terhambat.

(Sumber : Effendi (2003))

Page 44: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

26

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Berpikir

Perkembangan dunia perindustrian di Indonesia terutama industri tekstil

begitu pesat di Indonesia. Industri mempunyai pengaruh besar kepada lingkungan,

karena mengubah sumber alam menjadi produk baru dan menghasilkan limbah

produksi yang mencemari lingkungan. Limbah produksi bisa mencemarkan

bahkan merusak lingkungan, baik untuk jangka waktu yang pendek maupun

jangka waktu yang panjang. Industri tekstil mengeluarkan air limbah dengan

BOD, COD, dan warna yang tinggi (Sunarto, 2008). Salah satu zat warna yang

sering digunakan pada industri tekstil adalah zat warna Rhodamin b. Zat warna

rhodamin b pada dasarnya adalah racun bagi tubuh manusia. Pencemaran akibat

zat warna ke air lingkungan perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh agar

tidak sampai masuk ke dalam tubuh manusia melalui air minum. Zat warna akan

mempengaruhi pH air lingkungan yang menyebabkan terganggunya

mikroorganisme dan hewan air (Syukri, 2007)..

Untuk mencegah timbulnya pencemaran lingkungan dan bahaya terhadap

kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya, limbah bahan berbahaya dan

beracun harus dikelola secara khusus agar dapat dihilangkan atau dikurangi sifat

bahayanya. Salah satu alternatif penanganan limbah yang mudah dan efisien

adalah dengan teknik biofiltrasi. Pada dasarnya prinsip biofiltrasi melibatkan

mikroba sebagai media penghancur bahan-bahan pencemar tertentu terutama

senyawa organik (Muhamad 2010). Pengembangan teknik biofiltrasi juga dapat

Page 45: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

27

menggunakan unit pengolahan filtrasi berlapis dari pasir dan bebatuan yang

dipadukan dengan penyerapan tanaman maupun perombakan mikroba pada

risosfir akar (Suyasa dan dwijani, 2007) yang selanjutnya disebut dengan kolam

biosistem. Penyerapan oleh akar atau rhizodegradasi menguraikan zat-zat

kontaminan oleh aktivitas mikroba (ragi, fungi atau bakteri) yang berada disekitar

tumbuhan. Mikroba mengkonsumsi dan menguraikan atau mengubah bahan

organik untuk dipergunakan sebagai bahan nutrient (Schnoor, 2005). Diantara

mikroba yang memegang peranan terpenting dan juga yang paling banyak

digunakan dalam proses pengolahan air buangan adalah bakteri sehingga struktur

sel mikroba lainnya dapat disamakan dengan bakteri (Metcalf & Eddy, 1991).

Percobaan ini diawali dengan penyiapan tanaman sebagai media tanam

yaitu Ipomea crassicaulis dan pembibitan bakteri yang diambil dari limbah

pencelupan. Setelah itu dilanjutkan dengan melakukan pengolahan air limbah.

Bak biosistem yang telah diisi pasir, koral, dan tanaman dialiri limbah buatan

rhodamin B. Pengamatan yang dilakukan setiap selang waktu pengolahan adalah

pengukuran pH, konsentrasi rhodamin B, TSS dan TDS. Perlakuan ini bertujuan

untuk mengetahui efektivitas dan kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam

menurunkan kadar rhodamin B.

Page 46: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

28

3.2. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dituangkan pada Gambar 3.1

Gambar 3.1

Kerangka Konsep

Kadar rhodamin B

Limbah industri tekstil

Teknik pengolahan limbah

biofiltrasi

Pencemaran

Tidak diolah

dengan baik

Kesehatan

manusia

Modifikasi teknik biofiltrasi

Efektivitas dan kapasitas biosistem

Zat warna rhodamin B

Biofiltrasi sistem tanaman

(biosistem)

TDS dan TSS pH

Page 47: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

29

3.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dapat diajukan pada penelitian ini adalah:

Teknik Biofiltrasi dengan sistem tanaman efektif menurunkan kadar

rhodamin b, TSS, TDS, dan pH pada limbah cair.

Page 48: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

30

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh penggunaan

biofiltrasi sistem tanaman terhadap penurunan kadar Rhodamin B. Dalam

percobaan ini akan dianalisis pengujian adaptasi sistem biologis (mikroorganisme

dan tanaman) terhadap penurunan kadar rhodamin B dalam air. Dengan

perlakukan dalam rentang waktu tertentu akan diukur perubahan kadar rhodamin

B serta analisis perubahan nilai Total Dissolved Solid (TDS) dan Total Suspended

Solid (TSS). Selain itu akan dihitung pula efektivitas dan kapasitas dari biofiltrasi

sistem tanaman tersebut.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Kimia

FMIPA Unud, Laboratorium UPT Analitik Unud dan Laboratorium FMIPA Unud

di Kampus Bukit Jimbaran.

Lama penelitian sesuai dengan tahapan penelitian yang meliputi tahap

pertama menumbuhkan koloni mikroorganisme pada sistem media tersuspensi

sampai fase puncak pertumbuhan mikroorganismenya, menyiapkan tanaman pada

petak penyerap (ekosistem lahan basah). Tahap berikut adalah perlakuan dengan

menentukan waktu efektif perlakuan biofiltrasi sistem tanaman dan kinerja sistem

Page 49: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

31

terhadap penurunan rhodamin B dalam air. Jadi penelitian keseluruhan termasuk

persiapan membutuhkan waktu 4 bulan.

4.3. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan terhadap penentuan efektivitas dan kapasitas

perubahan kadar Rhodamin B dalam rentang waktu tertentu serta penentuan Total

Dissolved Solid (TDS) dan Total Suspended Solid (TSS). Kondisi tersebut akan

diaplikasikan untuk proses pengolahan air limbah artificial dengan kadar

rhodamin B 5 mg/L sehingga dapat menurunkan kadar rhodamin B tersebut.

4.4. Penentuan Sumber Data

Sampel lumpur untuk pembibitan mikroba diambil dari limbah pencelupan

yang berada di Desa Pemogan Denpasar melalui metode grab. Penentuan

penurunan kadar rhodamin B diukur di laboratorium menggunakan

spektrofotometer uv-vis. Air limbahnya sendiri menggunakan air limbah buatan

(artificial) yang telah ditentukan kadar rhodamin B nya.

4.5. Variabel Penelitian

Variabel yang dianalisis pada penelitian ini adalah perubahan kadar

Rhodamin B, Total Dissolved Solid (TDS), Total Suspended Solid (TSS), dan pH.

Keempat variabel tersebut diukur pada selang waktu tertentu pada saat proses

pengolahan terjadi.

Page 50: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

32

4.6. Bahan Percobaan

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sampel tanah

sebagai sumber bibit yang akan diambil dari selokan disekitar limbah pencelupan

yang berlokasi di Denpasar Selatan. Tanaman yang akan dibibit Ipomea

crassicaulis serta media campuran pasir dan koral. Beberapa bahan kimia utama

yaitu rhodamin B, glukosa (KH), K2HPO4, KH2PO4, (NH4)2[Fe(SO4)2].6H2O,

MgSO4, FeSO4, ekstrak ragi, H2SO4 s, aquades dan kertas saring wathman.

4.7. Instrumen Penelitian

Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain : peralatan gelas

untuk pembibitan, kotak kaca untuk media tanaman, pipa dan saluran sampling.

Pipet volume, pH meter, timbangan analitik, desikator, oven dan spektrofotometer

uv vis.

4.8. Prosedur Penelitian

4.8.1. Penyiapan sampel

4.8.1.1 Sampling sedimen

Sampling sedimen dilakukan melalui metode grab yaitu dilakukan sekali

pada saat pengambilan contoh dengan mengambil bagian dari suatu material yang

mengandung mineral secara acak. Sampling sedimen dilakukan di selokan

disekitar pembuangan limbah pencelupan yang berlokasi di Denpasar Selatan.

Sedimen tercemar yaitu sedimen selokan disekitar pembuangan limbah

pencelupan diambil menggunakan serokan dengan kedalaman + 10 cm dari

Page 51: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

33

permukaan dasar sebanyak + 100 gram. Masing- masing sedimen diambil dengan

menentukan tiga titik, kemudian dicampur menjadi satu dengan asumsi dapat

mewakili keseluruhan kawasan tempat pengambilan sampel dari masing-masing

sumber tersebut. Kemudian diletakkan sementara pada satu kantong plastik klip

dan disimpan pada cooler box.

4.8.1.2 Penyediaan tanaman pada Biofiltrasi Sistem Tanaman

Tanaman yang digunakan adalah tanaman liar (Ipomoea crassicaulis),

ditumbuhkan dengan cara stek batang. Bibit tanaman ini diperoleh dengan

mengambil secara langsung pada habitatnya di daerah Denpasar Selatan. Bibit

(batang) yang diperoleh kemudian ditanam di tanah yang dicampur pasir selama ±

2 bulan.

Untuk konstruksi unit rhizoekosistem pada lahan basah berupa unit

pengolahan terdiri dari sebuah tempat semaian ukuran 125 cm x 58 cm x 36 cm

dan dilengkapi dengan tabung tempat pengambilan sampel. Bak perlakuan diisi

dengan batu koral ukuran 5 cm setinggi 10 cm kemudian diatasnya diisi campuran

pasir dan sedikit koral kecil berukuran 0,5cm setinggi 20 cm. Pada lapisan pasir

ini akan ditanam tumbuhan, yang banyaknya disesuaikan dengan panjang dan

lebar akar yang memungkinkan sebagian besar lapisan itu terisi oleh risosfir.

Tanaman ini diadaptasikan selama 1 bulan dengan jarak tanam ±10-15 cm.

4.8.2. Penyiapan mikroba yang akan ditambahkan pada Biofiltrasi Sistem

Tanaman

4.8.2.1 Pembuatan media cair

Ditimbang dengan menggunakan timbangan merk OHAUS Galaxy 400

sebanyak 2 g glukosa (KH); 0,1 g K2HPO4; 0,1 g KH2PO4, 0,1 g

Page 52: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

34

(NH4)2[Fe(SO4)2].6H2O; 0,02 g MgSO4; 0,02 g FeSO4, 0,02 g ekstrak ragi dan 2

mg rhodamin b, kemudian dilarutkan dalam 2,0 liter akuades. Selanjutnya

campuran dikocok sampai semua campuran homogen kemudian dimasukkan ke

dalam erlenmeyer 2L. Erlenmeyer ditutup dengan kapas dilapisi aluminium foil.

Media disterilisasi dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit dengan

tekanan 15 p.s.i dan suhu 121oC. Perhitungan waktu 15 menit dimulai sejak

termometer menunjukkan suhu 121oC. Setelah sterilisasi, media didiamkan pada

suhu 37oC selama 5 menit dan selanjutnya media dapat disimpan dalam

refrigerator sampai saat diperlukan.

4.8.2.2 Pembibitan sedimen

Pembibitan adalah tahap pertumbuhan mikroba dari sedimen yang di

sampling dari selokan tercemar limbah pencelupan. Dua gelas beker 1 L dengan

kondisi bersih disiapkan, sebanyak 2 L media cair dimasukkan ke dalam gelas

beker, kemudian pada gelas beker ditambahkan sedimen selokan tercemar limbah

pencelupan sebanyak + 1 gram. Media kemudian diaerasi dengan menggunakan

aerator yang diberi selang, yang diletakkan pada dasar gelas beker. Gelas beker

ditutup dengan kain kasa dan diikat dengan gelang karet didiamkan selama 1 jam

agar homogen. Setelah homogen aerator dimatikan dan digenangkan beberapa

saat + 10-15 menit.

4.8.3. Pembuatan Air Limbah dengan Kadar Rhodamin B 5 mg/L

Air limbah artificial dibuat dengan kadar rhodamin B sebesar 5 mg/L.

Untuk membuat larutan dengan kadar rhodamin B 5 mg/L dilakukan dengan

menimbang 5 mg rhodamin B secara teliti kemudian dilarutkan dalam aquadest.

Page 53: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

35

Larutan dipindahkan secara kuantitatif ke labu ukur 1 L dan diencerkan dengan

aquadest sampai tanda batas. Limbah artificial dibuat sebanyak 100 liter.

4.8.4.Penentuan kemampuan biofiltrasi sistem tanaman menurunkan kadar

rhodamin b

Larutan rhodamin b dialirkan ke dalam bak pengolahan biofiltrasi sistem

tanaman. Dalam bak tersebut larutan /air limbah diperlakukan dengan

merendamnya selama 0, 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42, dan 48 jam. Kemudian sampel

diambil dan dianalisis secara duplo (penetapan dua ulangan untuk satu contoh)

untuk diukur kandungan rhodaminnya. Ditentukan perubahan kandungan

rhodamin b dengan memplotnya dengan waktu perendaman. Digambarkan kurva

dan ditentukan kisaran waktu efektif kerja sistem pengolahan. Kurva dibuat

dengan ketentuan garis x menunjukkan waktu pengolahan (t) dan garis y

menunjukkan kadar pencemar.

Gambar 4.1

Susunan media dalam bak pengolahan biofiltrasi sistem tanaman

Tanaman

Ipomea crassicaulis

Sampling port

Batu pasir (20 cm)

c

Koral (10 cm)

5 cm

Page 54: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

36

Penetapan kadar rhodamin B dilakukan dengan spektrofotometri cahaya

tampak pada panjang gelombang 400-800 nm. Sedangkan untuk menghitung

kadar rhodamin B dengan menggunakan kurva kalibrasi dengan persamaan

regresi : y = ax ± b.

4.8.5. Penentuan Efektivitas Biofiltrasi Sistem Tanaman

Efektivitas pengolahan dari ekosistem buatan dihitung berdasarkan

efektivitas proses yang terjadi, yakni penurunan persentase kadar rhodamin b pada

saat proses pengolahan. Hasil pengolahan dikatakan cukup efektif apabila

persentase efektivitas mencapai di bawah 50%, efektif di atas 50% dan sangat

efektif apabila hasil diatas 80%. Penurunkan kadar limbah rhodamin B ditentukan

berdasarkan persamaan berikut (Metcalf dan Eddy, 1991).:

% Efektivitas =

x 100% ..........................(1)

Keterangan : Ca = konsentrasi rhodamin B, TDS, TSS awal (mg/L)

Ct = konsentrasi rhodamin B, TDS, TSS akhir (mg/L) (pada waktu

tertentu)

4.8.6. Penentuan Kapasitas Biosistem

Kapasitas pengolahan dari ekosistem buatan dalam menurunkan kadar

limbah ditentukan berdasarkan persamaan berikut (Parasara, 2015):

Kapasitas =

..........................(2)

Keterangan : Ca = konsentrasi rhodamin B, TDS, TSS awal (mg/L)

Ct = konsentrasi rhodamin B, TDS, TSS akhir (mg/L) (dengan

waktu tinggal yang paling efektif)

V = volume ekosistem buatan (m3)

Page 55: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

37

tR = waktu tinggal ( jam)

4.8.7. Penentuan padatan tersuspensi total (TSS)

a. Penimbangan Kertas Saring Kosong.

Kertas saring diletakkan pada alat penyaring dan dibilas tiga kali dengan

akuades masing-masing sebanyak 20 mL. Alat pengisap dinyalakan untuk

menghisap air yang terdapat pada kertas saring. Kertas saring Whatman 42

dengan ukuran pori 0,45 µm diambil dan dikeringkan dalam oven dengan suhu

103-105˚C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit

dan ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan.

b. Penyaringan contoh.

Contoh homogen sebanyak 50,0 mL disaring dengan menggunakan kertas

saring yang telah diketahui bobot konstannya pada cawan Gooch yang dilengkapi

dengan alat pengisap. Kemudian kertas saring dibilas tiga kali dengan akuades

masing-masing sebanyak 10 mL. Setelah itu, kertas saring diambil dan

dikeringkan dalam oven dengan suhu 103-105˚ selama 1 jam. Kertas saring

didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan kemudian ditimbang.

Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan (Standar Nasional

Indonesia, 2004).

c. Perhitungan

Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut:

…………………….(3)

Keterangan :

Page 56: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

38

A=Berat kertas saring berisi zat tersuspensi (mg)

B=Berat kertas saring kosong (mg)

4.8.8. Penentuan Padatan Terlarut Total (TDS)

a. Penimbangan kertas saring kosong.

Kertas saring diletakkan pada alat penyaring dan dibilas tiga kali dengan

akuades masing-masing sebanyak 20 mL. Alat pengisap dinyalakan untuk

menghisap air yang terdapat pada kertas saring. Kertas saring Whatman Grade 42

dengan ukuran pori 0,45 µm diambil dan dikeringkan dalam oven dengan suhu

103-105˚C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit

dan ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan.

b. Persiapan cawan

Cawan yang telah bersih dipanaskan pada suhu 180°C selama 1 jam di

dalam oven. Cawan dipindahkan ke dalam desikator dengan menggunakan

penjepit. Setelah dingin ditimbang dengan neraca analitik. Ulangi pemanasan

dengan oven dan penimbangan hingga didapat bobot yang konstan.

c. Penyaringan contoh.

Contoh homogen sebanyak 50,0 mL disaring dengan menggunakan kertas

saring yang telah diketahui bobot konstannya pada cawan Gooch yang dilengkapi

dengan alat pengisap. Filtrat dipipet sebanyak 10,0 mL, dimasukkan ke dalam

cawan yang telah diketahui bobotnya. Cawan berisi filtrat dikeringkan hingga

semua air telah menguap dalam oven pada suhu 180°C. Dinginkan dalam

desikator selama 10 menit dan kemudian ditimbang. Ulangi pemanasan dengan

Page 57: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

39

oven dan penimbangan hingga didapat bobot yang konstan (Standar Nasional

Indonesia, 2004).

d. Perhitungan

Rumus untuk perhitungan TDS (mg/L) adalah sebagai berikut:

………………………(4)

Keterangan :

A= Berat cawan penguap berisi zat terlarut (mg)

B = Berat cawan penguap kosong (mg)

4.8.8. Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Prosedur

pemeriksaan pH adalah Alat pH-meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan

buffer pH 7 dan 10. Elektroda pH-meter dibilas dengan aquadest dan dikeringkan

dengan kertas tissu, lalu dibilas dengan larutan uji. Elektroda dicelupkan ke

contoh uji sampai pH meter menunjukkan pembacaan yang tetap. Hasil

pembacaan skala atau angka pada tampilan dari pH meter dicatat (Badan Standar

Nasional, 2004).

4.9. Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif

kuantitatif berupa angka efektivitas dan kapasitas biofiltrasi sistem tanaman serta

analisis regresi untuk melihat kurva penurunan konsentrasi rhodamin B terhadap

lama waktu perendaman.

Page 58: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

40

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pembibitan Sedimen

Pembibitan adalah tahap pertumbuhan mikroba dari sedimen yang di

sampling dari selokan tercemar limbah pencelupan. Tujuan pembibitan tersebut

untuk memperoleh waktu optimal dari populasi dan aktivitas mikroba sebelum

dituang ke dalam kolam biofiltrasi sistem tanaman.

Penanaman mikroba dapat dilakukan dengan menambahkan bakteri ke

dalam instalasi pengolahan air limbah. Mikroba yang digunakan dapat berasal dari

lokasi tercemar (indigenous) atau dari luar lokasi yang tercemar (non-indigenous)

(Sugiharto, 1987). Pada penelitian ini, pembibitan mikroba dilakukan secara

indigenous. Pembibitan dilakukan dengan mengambil sedimen dari air limbah

pencelupan yang terletak di Jalan Batas Dukuh Sari, Gg Garuda, Denpasar.

Pengambilan dilakukan dengan metode grab. Lumpur sedimen yang didapatkan

dari lokasi pembuangan air limbah pencelupan memiliki kondisi awal warna

hitam pekat dengan bau yang menyengat.

Penentuan waktu optimum pembibitan dilakukan melalui data visual, yang

pertama melihat adanya perubahan warna pada larutan bibit. Saat awal pembibitan

larutan tampak berwarna merah muda pekat kemudian berangsur-angsur warna

mulai terlihat memudar. Hal ini disebabkan karena aktivitas dan populasi mikroba

dalam larutan bertambah sehingga mampu mendegradasi zat warna rhodamin

yang terdapat pada larutan bibit. Ciri fisik kedua yaitu mulai tercium bau alkohol

dari larutan bibit. Menurut Muchtadi, dkk (2010), dalam keadaan anaerob mikroba

Page 59: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

41

melakukan metabolisme berupa fermentasi, mikroba yang melakukan fermentasi

membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari glukosa. Bakteri mengubah

glukosa menjadi air, CO2, dan energi (ATP) yang digunakan untuk kegiatan

pertumbuhan. Hasil penguraian adalah energi, CO2, air, dan sejumlah asam

organik lainnya seperti asam laktat, asam asetat, etanol, serta bahan-bahan organik

yang mudah menguap yakni alkohol, ester, dan sebagainya. Terjadinya fermentasi

ini dapat menyebabkan perubahan sifat larutan akibat dari pemecahan kandungan

bahan tersebut.

Hasil penelitian pendahuluan mendapatkan bahwa, waktu optimal

pembibitan adalah pada hari ke 7 (Tabel 5.1). Hal ini dibuktikan dengan populasi

mikroba tertingginya terdapat pada hari ke 7 dengan jumlah bakteri lebih dari 300

koloni sampai pengenceran ke-8.

Tabel 5.1.

Jumlah koloni mikroba saat pembibitan

No Pengenceran Jumlah Koloni

H-1 H-4 H-7 H-10

1 Kontrol - - - -

2 10-1

>300 >300 >300 >300

3 10-2

>300 >300 >300 >300

4 10-3

250

>300 >300 62

5 10-4

193 >300 >300 9

6 10-5

32 >300 >300 1

7 10-6

5 >300 >300 -

8 10-7

- - 336 -

9 10-8

- - 324 -

5.2. Kemampuan Biofiltrasi Sistem Tanaman

Kemampuan dari biofiltrasi sistem tanaman dilihat dari dua aspek yaitu

bagaimana efektivitas dan berapa kapasitas biofiltrasi sistem tanaman terhadap

Page 60: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

42

penurunan kadar rhodamin B, TDS, TSS dan pH. Efektivitas biofiltrasi sistem

tanaman, merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

(kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase

target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya (Hidayat, 1986). Kapasitas

(capacity) adalah hasil atau volume atau jumlah unit yang dapat ditangani,

diterima, disimpan oleh sebuah fasilitas dalam suatu periode waktu tertentu

(Heizer dan Barry, 2006). Penelitian efektivitas dan kapasitas diawali dengan

penentuan karakteristik awal limbah rhodamin B. Tujuan pengukuran karakteristik

limbah buatan rhodamin B adalah untuk mengetahui nilai awal dari keempat

parameter yang akan diukur. Hasil pengukuran karakteristik awal limbah buatan

rhodamin B disajikan pada tabel 5.2.

Tabel 5.2.

Hasil pengukuran karakteristik awal limbah rhodamin B

Keterangan:

* Baku Mutu Kualitas Air Limbah Domestik Pergub Bali No. 8 tahun 2007

kelas I.

** Baku Mutu Metilen Blue pada Baku Mutu Kualitas Air Limbah Domestik

Pergub Bali No. 8 tahun 2007

Hasil pengukuran menunjukkan kadar rhodamin B, TSS, dan pH berada di

bawah baku mutu air limbah dan kadar TDS berada diatas baku mutu air limbah

menurut Peraturan gubernur Bali No. 8 tahun 2007 kelas I mengenai kualitas air

limbah domestik.

Parameter Satuan Kadar Parameter

Rata-Rata

Standar Baku

Mutu

Rhodamin B mg/L 4,9991 5**

TDS mg/L 1144,0801 1000*

TSS mg/L 40,5042 50*

pH - 7,8 6,0-9,0*

Page 61: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

43

5.2.1. Efektivitas biofiltrasi sistem tanaman

5.2.1.1. Efektivitas penurunan kadar rhodamin B

Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan

pada industri tekstil dan kertas. Rhodamin B begitu berbahaya jika dikonsumsi

karena senyawa tersebut adalah senyawa yang radikal. Senyawa radikal adalah

senyawa yang tidak stabil. Dalam struktur rhodamin mengandung klorin (senyawa

halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau memiliki reaktivitas yang

tinggi. Untuk mencapai kestabilan, klorin berikatan dengan senyawa-senyawa

dalam tubuh sehingga akan memicu kanker pada manusia. Aplikasi biofiltrasi

sistem tanaman untuk menurunkan kadar rhodamin B selama 48 jam dan pada jam

ke 216 atau hari ke 7 disajikan pada tabel 5.3 dan gambar 5.1

Tabel 5.3.

Kadar rhodamin B pada berbagai waktu berbeda

No

Waktu

Kadar

rhodamin B

rata-rata

Penurunan kadar

rhodamin B

Efektivitas

penurunan

rhodamin B

(jam) (mg/L) (mg/L) (%)

1 0 0,7934 - -

2 6 0,5960 0,1974 24,88

3 12 0,5061 0,0899 36,21

4 18 0,4860 0,0201 38,74

5 24 0,4389 0,0471 44,68

6 30 0,3882 0,0507 51,07

7 36 0,3511 0,0371 55,75

8 42 0,3196 0,0315 59,72

9 48 0,2841 0,0355 64,19

10 216 0,0944 0,1897 88,10

Page 62: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

44

Gambar 5.1

Grafik penurunan kadar rhodamin b pada selang waktu berbeda

Biofiltrasi sistem tanaman mampu menurunkan kadar rhodamin B yang

terdapat pada air limbah artificial. Biofiltrasi sistem tanaman menyebabkan

terjadinya penurunan rhodamin B sangat pesat diawal perlakuan. Waktu efektif

penurunan diperoleh pada waktu perlakuan ke 30 jam dengan persentase

penurunan sebesar 51,07%. Penambahan pengukuran sampel sampai 7 hari setelah

perlakuan yang direncanakan (48 jam) yakni jam ke 216 adalah untuk mengetahui

waktu optimum biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin B

sehingga dalam penelitian selanjutnya waktu dari perlakuan dapat diperpanjang.

Penurunan kadar rhodamin B pada saat pengolahan disebabkan adanya

beberapa proses yang terjadi pada biofiltrasi sistem tanaman tersebut, yaitu

aktivitas mikroba yang ditambahkan, penyerapan oleh material alam (pasir dan

koral), serta penyerapan oleh tanaman Ipomea crassicaulis. Aktivitas mikroba

pendegradasi zat warna menyebabkan penurunan pada kadar rhodamin b melalui

proses biodegradasi. Berdasarkan hasil uji Laboratorium terdapat 5 isolat bakteri

Page 63: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

45

dan 1 yeast yang berhasil diisolasi yaitu bakteri Pseudomonas sp., Shigella sp.,

Stenotrophomonas sp., Pasteurella sp., Proteus sp., dan yeast (spesies x). Adanya

bakteri dan yeast tersebut berbeda-beda, hanya Pseudomonas sp yang selalu

muncul pada setiap waktu perlakuan. Dominasi adanya Pseudomonas sp dapat

disebabkan karena spesies ini tidak bisa hidup pada kondisi asam (pada pH 4,5)

sehingga bakteri ini sering ditemukan di daerah dengan pH basa. Menurut Chen et

al. (1999) Pseudomonas sp banyak dikembangkan untuk merombak zat warna azo

dengan menggunakan gula sebagai sumber karbon. Pseudomonas sp mempunyai

aktivitas perombakan terhadap remazol yellow, remazol red, dan remazol blue

dengan efisiensi perombakan 91,16-95,17% selama 5 hari inkubasi (Sastrawidana,

2009). Waktu efektif rhodamin B yaitu pada waktu perlakuan ke 30 jam, saat itu

isolat yang tampak adalah Pseudomonas sp., Stenotrophomonas sp., dan

Pasteurella sp. Mikroba yang digunakan dalam biodegradasi, memproduksi

enzim yang memodifikasi polutan toksik dengan mengubah struktur kimia polutan

tersebut sehingga menjadi tidak kompleks sehingga kadar toksiknya berkurang,

dan menjadi metabolit yang tidak berbahaya. Enzim ekstraselular yang umumnya

diproduksi oleh bakteri pendegradasi pewarna tekstil diantaranya enzim laccase,

hidroksilase, dehidrogenase, dan peroksidase (Yanu, 2013).

Proses pengolahan fisika secara adsorpsi dilakukan oleh pasir dan koral,

karena pasir dan koral memiliki kandungan silika. Menurut El Hadi dkk., (2002)

struktur kerangka silikat merupakan polimer dari tetrahedral SiO4, rantai

tetrahedral ini membentuk jaringan polihedral tiga dimensi melalui ikatan antar

oksigen dalam salah satu tetrahedral dengan atom silikat pada tetrahedral lainnya.

Page 64: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

46

Polihedral yang terbentuk selanjutnya bergabung satu sama lain dengan cara yang

sama membentuk kerangka silikat. Akibat pembentukan kerangka silikat tersebut,

maka akan terdapat pori-pori dan saluran yang cukup terbuka, sehingga

memungkinkan molekul lain dapat masuk melalui proses adsorpsi. Penurunan

konsentrasi kadar rhodamin dipengaruhi oleh sifat rhodamin B yang sangat polar.

Semakin polar suatu senyawa, maka semakin kuat teradsorpsi. Rhodamin B juga

memiliki bobot molekul yang sangat tinggi yang menyebabkan senyawa ini

mudah teradsorpsi.

Salah satu metode pemulihan kualitas lingkungan tercemar adalah

menggunakan teknik fitoremediasi, yaitu pemulihan lingkungan terkontaminasi

menggunakan tanaman. Stowell dalam Yusuf (2008) menyatakan bahwa

tanaman memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-

komponen tertentu di dalam perairan. Pada penelitian ini tanaman yang digunakan

sebagai fitoremediator adalah tanaman Ipomea crassicaulis atau yang biasa

disebut dengan kangkungan. Tumbuhan akan menyerap unsur-unsur hara yang

larut dalam air dan tanah melalui akarnya. Tumbuhan dapat menyerap kontaminan

sedalam atau sejauh akar tanaman yang dapat tumbuh (Rock dalam Stefhany et

al., 2013). Menurut Wolverton dan Mcknown (1975) semua tumbuhan

mempunyai kemampuan menyerap yang memungkinkan pergerakan ion

menembus membran sel, mulai dari unsur yang berlimpah sampai dengan unsur

yang sangat kecil dibutuhkan tanaman dapat diakumulasikan. Tanaman Ipomea

crassicaulis yang digunakan pada penelitian ini berumur ±3 bulan, terlihat terjadi

perubahan tanaman setelah dialiri limbah rhodamin. Tanaman yang awalnya segar

Page 65: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

47

dan memiliki daun yang lebat, menjadi layu kekuningan. Hal ini membuktikan

bahwa tanaman ikut menyerap rhodamin B sehingga mampu menurunkan kadar

rhodamin B dalam air limbah.

Selain menyerap rhodamin B tanaman Ipomea crassicaulis menguraikan

zat-zat kontaminan dengan aktivitas mikroba yang berada di sekitar akar melalui

proses rhizodegradasi. Kontaminan-kontaminan organik di dalam tanah diuraikan

menjadi produk-produk turunan atau secara lengkap dimineralisasi menjadi

produk-produk anorganik seperti karbondioksida dan air melalui bantuan

mikroorganisme. Kehadiran akar-akar tanaman akan meningkatkan ukuran dan

variasi populasi mikrobia di dalam tanah mengelilingi akar (rhizosphere).

Prediksi trend penurunan kadar rhodamin B terhadap waktu pada

biofiltrasi sistem tanaman menggunakan aplikasi costat. Persamaan yang

diperoleh Ct=0,66 e -0,017t

dengan R2

sebesar 0,84, dimana Ct adalah konsentrasi

rhodamin B (mg/L) pada waktu ke sekian dan t adalah waktu perendaman (jam).

Nilai pangkat eksponensial -0,017 menunjukkan laju penurunan rhodamin B, yang

artinya kadar rhodamin B mengalami penurunan rata-rata 0.017 mg/L tiap jam.

Menurut Alauddin (2006) definisi analisis regresi sebagai kajian terhadap

hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan dengan

satu variabel yang menerangkan. Jika R2

mendekati 1 maka nilai X dan Y

memiliki korelasi yang tinggi. Pada persamaan diatas nilai R2

sebesar 0,84 maka

hubungan antara waktu dengan penurunan kadar rhodamin B memiliki korelasi

yang tinggi. Dapat pula diartikan bahwa 84 % nilai-nilai Y besarnya ditentukan

oleh nilai-nilai variabel X yang dimasukkan dalam model, sedangkan 16% lagi

Page 66: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

48

ditentukan oleh variabel lain diluar model. Persamaan ini dapat digunakan untuk

memprediksi konsentrasi rhodamin B pada waktu yang ditentukan.

5.2.1.2. Efektivitas penurunan kadar TDS (total dissolved solid)

Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid atau TDS) merupakan bahan-

bahan terlarut (diameter < 10-6

mm) dan koloid (diameter 10-6

mm – 10-3

mm)

yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring

pada kertas saring berdiameter 0,4 µm (Rao, 1992 dalam Effendi, 2003). Analisis

TDS dilakukan untuk mengetahui ukuran zat terlarut (baik itu zat organik maupun

anorganik) yang terdapat pada larutan. TDS menggambarkan jumlah zat terlarut

dalam Part Per Million (PPM) atau sama dengan milligram per Liter (mg/L).

Penurunan nilai padatan terlarut total (TDS) dapat dilihat pada tabel 5.4. dan

gambar 5.2

Tabel 5.4.

Kadar TDS (Total Dissolve Solid) pada berbagai waktu berbeda

No Waktu

Kadar TDS

rata-rata

Penurunan

kadar TDS

Efektivitas

penurunan TDS

(jam) (mg/L) (mg/L) (%)

1 0 1261,5537 - -

2 6 1103,4377 158,116 12,53

3 12 1006,8286 96,6091 20,19

4 18 1106,7884 -99,9598 12,27

5 24 1068,3294 38,459 15,32

6 30 941,6219 126,7075 25,36

7 36 661,0226 280,5993 47,60

8 42 461,8431 199,1795 63,39

9 48 439,7389 22,1042 65,14

10 216 356,3416 905,2121 71,75

Page 67: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

49

Gambar 5.2

Grafik penurunan kadar TDS pada berbagai selang waktu berbeda

Penurunan kadar TDS pada tabel 5.4. dan gambar 5.2. terlihat saat awal

perlakuan. Persentase penurunan paling efektif diperoleh saat waktu perlakuan ke

36 jam sebesar 47,60% dengan konsentrasi 661,0226 mg/L.

Pada waktu perlakuan ke 18 jam terjadi kenaikan kadar TDS dari

1006,8286 mg/L menjadi 1106,7884 mg/L. Kenaikan kadar TDS ini menunjukkan

bahwa bahan organik yang berukuran kecil ≤ 1 μm belum terdegradasi secara

sempurna menjadi gas dan adanya peningkatan biomassa mikroorganisme yang

berukuran lebih kecil dari kertas saring ukuran 1 μm. Faktor lain yang membuat

ketidakstabilan pengukuran TDS ada suhu saat pemanasan. Suhu yang digunakan

untuk mengeringkan residu sangat penting dan mempengaruhi hasil karena bobot

yang hilang akibat bahan organik volatil, air, gas yang keluar akibat dekomposisi

kimia sebagai bobot akibat oksidasi tergantung suhu dan waktu pemanasan. Jika

dibandingkan dengan baku mutu, nilai padatan terlarut yang dicapai sudah di

bawah standar baku mutu yang ditentukan.

Page 68: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

50

Kadar TDS berpengaruh terhadap proses pengolahan secara anaerob. Pada

proses pengolahan limbah secara anaerob, bahan organik komplek dihidrolisis

menjadi organik sederhana (asam organik) oleh mikroba (Seabloom, 2004).

Waktu efektif dari penurunan TDS terjadi pada waktu ke 36 jam, berdasarkan uji

laboratorium mikrobiologi, bakteri yang mendominasi saat itu adalah

Pseudomonas sp, Pasteurella sp dan Yeast (Spesies x). Adanya bakteri dalam air

limbah menyebabkan bahan organik diubah menjadi ukuran yang lebih kecil

(proses degradasi). Pada fase Methanogenic, asam organik diubah menjadi

karbondioksida (CO2) dan metan (CH4) (Seabloom, 2004). Penurunan kadar

TDS pada biofiltrasi sistem tanaman terjadi akibat bahan organik yang terdapat

pada sampel air limbah telah dikonversi menjadi gas. Peranan tanaman dalam

menurunkan kadar TDS adalah proses penyerapan unsur hara oleh akar tanaman.

Prediksi trend penurunan kadar TDS terhadap waktu pada biofiltrasi

sistem tanaman menggunakan aplikasi costat. Trend penurunan kadar TDS

mengikuti persamaan logaritmik. Persamaan yang diperoleh Ct = 1831,89 – 315 ln

t dengan nilai R2

= 0,61, dimana Ct adalah kadar TDS (mg/L) dan t adalah waktu

(jam). Persamaan logaritmik menyatakan bahwa laju penurunan awalnya berjalan

lambat, tapi kemudian terus meningkat. Persamaan ini dapat digunakan untuk

memprediksi kadar TDS pada berbagai waktu perendaman.

5.2.1.3. Efektivitas penurunan kadar TSS (total suspended solid)

Zat padat tersuspensi atau TSS adalah semua zat padat atau partikel yang

tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti

fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti

Page 69: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

51

detritus dan partikel-partikel anorganik (pasir, lumpur, dan tanah liat). Zat padat

tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen

dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat

menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan, 2003).

Penurunan kadar padatan suspensi total (TSS) dapat dilihat pada tabel 5.5. dan

gambar 5.3 .Persentase penurunan paling efektif diperoleh saat waktu perlakuan

ke 36 jam sebesar 50,44% dengan konsentrasi 20,1534 mg/L.

Tabel 5.5.

Kadar TSS (Total Suspended Solid) pada berbagai waktu berbeda

No

Waktu Kadar TSS

rata-rata

Penurunan

kadar TSS

Efektivitas

penurunan TSS

(jam) (mg/L) (mg/L) (%)

1 0 40,6687 - -

2 6 40,4764 0,1923 0,47

3 12 40,3238 0,1526 0,85

4 18 32,8426 7,4812 19,24

5 24 30,4936 2,349 25,02

6 30 28,501 1,9926 29,92

7 36 20,1534 8,3476 50,44

8 42 20,1234 0,03 50,52

9 48 12,1311 7,9923 70,17

10 216 10,3399 1,7912 74,58

Page 70: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

52

Gambar 5.3

Grafik penurunan kadar TSS pada selang waktu berbeda

Penurunan kadar TSS dapat disebabkan karena ketersediaan nutrien

sebagai bahan makanan bagi bekteri, sehingga aktifitas metabolisme bakteri pun

meningkat dan proses degradasi bisa berjalan maksimal. Pada waktu efektif

bakteri yang berhasil diisolasi Pseudomonas sp, Pasteurella sp dan Yeast (Spesies

x). Menurut penelitian Reza, dkk (2012) Pseudomonas sp mampu menghasilkan

biosurfaktan yang dapat menurunkan kadar TSS dari 2,96% menjadi 1,95%.

Padatan yang bisa dilisiskan oleh biosurfaktan adalah padatan organik dengan

sifat non-polar, biosurfaktan mengikat padatan organik yang bersifat non-polar

sehingga menyatu dengan air yang bersifat polar. Selain bakteri, penurunan TSS

melalui fitoremediasi dapat terjadi dengan cara padatan tersuspensi yang berupa

bahan organik digunakan oleh tumbuhan sebagai unsur hara yang menunjang

pertumbuhan (Debora, 2013).

Trend penurunan kadar TSS diperoleh dengan menggunaka aplikasi costat.

Sama halnya dengan trend penurunan TDS, trend penurunan TSS juga mengikuti

Page 71: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

53

persamaan logaritmik. Persamaan yang diperoleh Ct = 69,22 – 13,18 ln t dengan

nilai R2

= 0,84. Ct adalah nilai TSS (mg/L) dan t adalah waktu (jam). Persamaan

ini dapat digunakan untuk memprediksi kadar TSS pada berbagai waktu

perendaman. Nilai regresi mendekati 1 menyatakan bahwa adanya korelasi yang

baik antara penurunan kadar TSS dengan waktu.

5.2.1.3. Penurunan pH

pH merupakan suatu parameter penting untuk menentukan kadar

asam/basa dalam air. Penentuan pH merupakan tes yang paling penting dan paling

sering digunakan pada penentuan kualitas air. pH digunakan pada penentuan

alkalinitas, CO2, serta dalam kesetimbangan asam basa. Pada temperatur yang

diberikan, intensitas asam atau karakter dasar suatu larutan diindikasikan oleh pH

dan aktivitas ion hidrogen. Penurunan pH selama waktu perlakuan disajikan pada

tabel 5.6. dan gambar 5.4

Tabel 5.6.

pH saat pengolahan pada waktu berbeda

No Waktu

(jam)

Nilai pH rata-rata

1 0 7,6

2 6 7,6

3 12 7,6

4 18 7,4

5 24 7,4

6 30 7,5

7 36 7,5

8 42 7,5

9 48 7,5

10 216 7,5

Page 72: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

54

Gambar 5.4

Grafik penurunan pH pada selang waktu berbeda

Hasil pengukuran pH selama 48 jam dengan selang waktu 6 jam

menunjukan penurunan pH terjadi saat waktu ke 12 jam yaitu dari 7,6 menjadi 7,4

namun pada waktu ke 30 jam nilai pH kembali mengalami kenaikan menjadi 7,5.

Nilai pH tersebut stabil sampai waktu ke 48 hingga waktu ke 216 jam atau 7 hari

setelah hari perlakuan yang direncanakan.

Ketidakstabilan pH diawal perlakuan kemungkinan disebabkan oleh

degradasi bakteri akan menurunkan pH sehingga bersifat lebih asam. Selanjutnya

bakteri mulai mengubah nitrogen anorganik menjadi ammonium yang

mengakibatkan pH meningkat dengan cepat dan menjadi basa. Sebagian ammonia

dilepaskan atau dikonversi menjadi nitrat, selanjutnya nitrat didenitrifikasi oleh

bakteri sehingga pH kembali stabil.

Penurunan nilai pH disebabkan karena terjadinya proses biodegradasi

bahan organik. Aktivitas mikroorganisme pendegradasi memungkinkan terjadi

penurunan pH karena senyawa organik telah diuraikan menjadi asam organik.

Page 73: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

55

Mikroorganisme dalam suspensi aktif cenderung menggunakan mineral terlarut dari

pemecahan senyawa kimia dalam kondisi asam (Suyasa and dwijani, 2015).

Bakteri pada waktu perlakuan ke 30 adalah Pseudomonas sp.,

Stenotrophomonas sp., dan Pasteurella sp. Seperti diketahui Pseudomonas sp.

Mampu beradaptasi pada pH yang cenderung basa. Menurut penelitian

Sastrawardana (2008) kondisi pH optimum untuk berlangsungnya perombakan zat

warna dengan bakteri Pseudomonas sp. Dicapai pada pH 7-8 dengan efisiensi

perombakan 90-95%. Kebanyakan bakteri hidup dan beraktivitas baik pada

kondisi pH netral. Bila kondisi lingkungan tidak menguntungkan, pertumbuhan

mikroorganisme menjadi terganggu bahkan menyebabkan kematian. Selain

peranan bakteri, tanaman juga berpengaruh terhadap stabilisasi pH. Reaksi antara

CO2 dan dengan unsur yang berada dalam air menyebabkan pH air berangsur-

angsur mendekati 7.

Mackereth et al. (1989) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan

karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai

alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat

asam (pH rendah) bersifat korosif. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu

senyawa kimia.

5.2.2. Kapasitas Biofiltrasi Sistem Tanaman

Kapasitas pengolahan dari biofiltrasi sistem tanaman merupakan suatu

ukuran untuk menentukan kemampuan dari suatu sistem ekosistem buatan dalam

menyerap suatu pencemar. Kapasitas pengolahan didefinisikan sebagai suatu

Page 74: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

56

kemampuan sistem dalam menurunkan kadar zat pencemar per satuan volume bak

(sistem) per satuan waktu (Sugianthi, 2011). Kapasitas pengolahan dapat

diketahui dengan mengukur penurunan kadar pencemar tertentu selama waktu

tinggal paling efektif dan volume ekosistem buatan tersebut. Waktu efektif pada

masing-masing pencemar berbeda, waktu efektif penurunan kadar rhodamin

terjadi pada jam ke 30, sedangkan kadar TDS dan TSS pada jam ke 36. Perbedaan

waktu efektif parameter pencemar kemungkinan disebabkan karena proses yang

terjadi pada biofiltrasi sistem tanaman dapat terlebih dahulu mendegradasi

rhodamin B menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga waktu yang yang

diperlukan lebih cepat dibandingkan penurunan kadar TDS dan TSS. Volume

maksimum air limbah yang dapat ditampung bak pengolahan dengan skala 125

cm x 58 cm x 36 cm, didapat dengan menuangkan air limbah sedikit demi sedikit

ke dalam biosistem sampai air limbah terisi penuh dalam biosistem yang telah

terisi campuran pasir dan koral serta tanaman ipomea crassicaulis. Hasil

pengukuran yang didapat, volume maksimum bak pengolahan adalah 60 liter atau

0,06 m3.

Hasil pengukuran kapasitas biofiltrasi sistem tanaman terhadap beberapa

parameter dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7.

Kapasitas biosistem dari berbagai parameter

No Parameter Ca Ct V tR kapasitas

(mg/L) (mg/L) (m3) (jam) (mg/L/m3jam)

1 Rhodamin B 0,7934 0,3874 0,06 30 0,2256

2 TDS 1261,5537 661,0226 0,06 36 278,0237

3 TSS 40,6687 20,1534 0,06 36 9,497824

Page 75: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

57

Dari hasil perhitungan kapasitas rhodamin B sebesar 0,2256 mg/L/m3jam.

Jadi selama waktu tinggal air limbah 30 jam, 0,06 m3 bak pengolahan mampu

menurunkan kadar rhodamin B sebanyak 0,2256 mg/L. Kapasitas nilai TDS

278,0237 mg/L/m3jam, selama waktu tinggal air limbah 36 jam, 0,06 m

3 bak

pengolahan mampu menurunkan nilai TDS sebanyak 278,0237 mg/L. Kapasitas

kadar TSS mg/L/m3jam, selama waktu tinggal air limbah 36 jam, 0,06 m

3 bak

pengolahan mampu menurunkan kadar TSS sebanyak 9,4978 mg/L.

Page 76: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

58

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik suatu

kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengolahan menggunakan biofiltrasi sistem tanaman efektif untuk

menurunkan kadar rhodamin B dan TSS (di atas 50%), namun kurang

efektif untuk menurunkan kadar TDS (di bawah 50%).

2. Kapasitas biofiltrasi sistem tanaman dalam menurunkan kadar rhodamin B

0,256 mg/L/m3jam, TDS 278,0237 mg/L/m

3jam, dan TSS 9,4978

mg/L/m3jam.

6.2. Saran

1. Penambahan jumlah mikroba agar efektivitas sistem pengolahan dapat

berjalan maksimal.

2. Perlu penelitian menggunakan limbah rhodamin B dengan pH netral

sebelum diolah.

3. Penelitian lanjutan mengenai penyebaran rhodamin B pada tanaman,

material alam dan bakteri pendegradasi.

Page 77: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

59

DAFTAR PUSTAKA

Alauddin. 2006. Regresi dan Korelasi Linier Sederhana. UIN. Bandung.

Angraeni, Gina., IWB Suyasa dan Wahyu D. 2013. “Pengaruh Perlakuan

Biofiltrasi Ekosistem Buatan Terhadap Penurunan Cod, Nitrat, Dan Ph Air

Limbah Pencucian Rumput Laut” (skripsi). Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Udayana. Jimbaran.

Bambang, Widigdo. 1996. Limnologi. Laboratorium Limnologi Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

BSN. 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-6989.11-2004. Air dan Air

limbah – Bagian 11: Cara Uji Derajat Keasaman (pH) Dengan

Menggunakan Alat pH meter. BSN.Jakarta.

BSN. 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-6989.3:2004. Air dan air

limbah – Bagian 3: Cara Uji Padatan Tersuspensi Total (Total

Suspended Solid , TSS) Secara Gravimetri. BSN. Jakarta.

BSN. 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 06-6989.27:2004 Air dan air

limbah – Bagian 27: Cara Uji Kadar Padatan Terlarut Total (Total

Dissolved Solids, TDS) Secara Gravimetri. BSN. Jakarta.

BPPT. Petunjuk Teknis Pengolahan Limbah. [cited 2014 April 15]. Available

from URL : http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuPetnisLimbLH/

04TEXTIL.pdf

Chen, K., Huang, W.,Wu, J.& Houng, J. 1999. Microbial decolorization of azo

dyes by Proteus mirabilis. Journal of Microbiology and Biotechnology.

23: 686-690.

Debora F, Sitompul., Mumu,S., Kancitrha, P. 2013. Pengolahan Limbah Cair

Hotel Aston Braga City Walk dengan Proses Fitoremediasi menggunakan

Tumbuhan Eceng Gondok. Jurnal Institut Teknologi Nasional vol 2 (1).

Djonoputro, ER., Isabel Blackett., Almud Weitz., Alfred Lambertus., Reini

Siregar., Ikabul Arianto dan Job Supangkat. 2012. Buku Panduan : Opsi

Sanitasi Yang Terjangkau Untuk Daerah Spesifik. Water and Sanitation

Program - East Asia & the Pacific (WSP-EAP). Jakarta.

Effendi, H. 2003. Telah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Periaran. Kanisius. Yogyakarta.

El Hadi, R.M., Husniah, H., Widjajani, Rohmah, D.S., dan Purba, D.B., 2002,

"Rancangan Model Simulasi Pengolahan Limbah Cair Industri

Penyamakan Kulit Menggunakan Serbuk Kaca Bekas dengan Sistem Daur

Page 78: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

60

Ulang", Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang

Industri, Yogyakarta.

EPA. 2000. Introduction to Phytoremediation. National Risk Management

Research Laboratory Office of Research and Development U.S.

Environmental Protection Agency Cincinnati, Ohio 45268.

Herlambang, A dan R. Marsidi. 2003. Proses Denitrifikasi dengan Sistem Biofilter

untuk Pengolahan Air Limbah yang Mengandung Nitrat. Jurnal Teknologi

Lingkungan, 4(1): 46-55

Heizer, Jay dan Barry Render. 2006. Manajemen Operasi, Edisi tujuh. Salemba

Empat. Jakarta.

Hidayat. 1986. Teori Efektivitas Dalam Kinerja Karyawan. Gajah Mada

University Press. Yogyakarta.

Husin, Amir. 2008. “Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Biofiltrasi

Anaerob Dalam Reaktor Fixed – Bed” (tesis). Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Kemenperin. 2011. Laju Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas

(Kumulatif). [cited 2014 March 20]. Available from URL

:Http://www.Kemenperin.Go.Id/Statistik/Pdb_Growthc.Php.

Kusnadi. 2003. Mikrobiologi. JICA. Malang.

Kusuma, I.A. 2006. ”Pola Adsorpsi rhodamin B oleh Monmorilonit” (Skripsi)

Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Yogyakarta.

Laksono, E.W. 2009. Kajian Penggunaan Adsorben Sebagai Alternatif

Pengolahan Limbah Zat Pewarna Tekstil. Jurusan Pendidikan Kimia

Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Lingga., P. 1992. Bertanam Ubi-Ubian. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mackereth FJH, Heron J and Talling JF. 1989. Water Analysis. Freshwater

Biological Association, Cumbria, UK.

Mahida, U. N. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. C V

Rajawali. Jakarta.

Mattioli, D., Malpei, F., Bortone, G., and Rozzi, A. 2002. “Water Minization and

Reuse In Textile Industry: Analysis, Technologies And Implementation”.

IWA Publishing, Cornwall.

Malik. 2005. Pengolahan dan Pengelolaan Limbah Cair Industri Penyempurnaan

- Tekstil yang Ramah Lingkungan. Universitas Islam Indonesia.

Yogyakarta.

Page 79: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

61

Metcalf dan Eddy. 1991. Waste Water Engineering : Treatment Disposal Reuse.

3rd

Edition. Mcgraw-Hill Publishing Company Ltd. New York.

Muchtadi, Tien R., dan Fitriyono A. 2010. Teknologi Proses Pengolahan

Pangan. Alfabeta. Bandung.

Muhammad, R., 2010. Biofiltrasi Limbah Perairan. [cited 2014 october].

Available from URL : http://muhammadr078. student. ipb. ac.id/ 2010 /06/

20/biofiltrasi -limbah- perairan.

Nailufary, L. 2008. “Pengolahan Air Limbah Pencelupan Tekstil Menggunakan

Biofilter Tanaman Kangkungan (Ipomoea Crassicaulis) Dalam Sistem

Batch (Curah) Teraerasi” (skripsi). Universitas Udayana. Jimbaran.

Nasution, MI. 2008. Penentuan Jumlah Amoniak dan Total Padatan Tersuspensi

Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate

Dolok Merangkir. Universitas Sumatera Utara.

O'Neil, Maryadele J. et al, 2006, The Merck Index, Merck Sharp & Dohme Corp.,

a subsidiary of Merck & Co., Inc.

Oram, B. 2010. Total Dissolved Solids. [cited 2014 Desember 5]. Available from

URL : http://www.water-research.net/totaldissolved solids.htm.

Parasara, IGNB. 2015. “Pengolahan Air Limbah Domestik Dengan Biosistem

Tanaman Basah (Contrusted Wetland) di Bandara Ngurah Rai” (tesis).

Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana. Denpasar.

Purnamasari, Dewi Sri and Saebani. 2013. “Pengaruh Rhodamine B Peroral

Dosis Bertingkat Selama 12 Minggu Terhadap Gambaran

Histomorfometri Limpa : Studi pada diameter folikel pulpa putih,diameter

centrumgerminativum dan jarak zona marginalis limpa tikus wistar”

(Undergraduate thesis). Diponegoro University. Semarang.

Rahmacandran, Ganesan, P., Hariharan, S. 2010. Decolorization Of Textile

Effluent-An Overview. Ei (I) Journal, 90.

Reza, R.P., Masdiana C., Padaga., Dyah KW. 2012. Pengaruh Penggunaan

Biosurfaktan Asal Pseudomonas sp. dengan Media Tumbuh Air

Rendaman Kedelai terhadap Kadar Total Suspended Solid (TSS) dan

Lemak pada Bioremediasi Limbah Cair Rumah Potong Ayam (RPA).

Jurnal PKH universitas brawijaya.

Rittmann, B.E., and McCarty, P.L., 2001, Environmental Biotechnology :

Principles and Applications, McGraw Hill International Ed., New York.

Said, Muhammad. 2009. Pengolahan Air Limbah Laboratorium dengan

Menggunakan Koagulan Alum Sulfat dan Poli Aluminium Klorida (PAC).

Jurnal Penelitian Sains. 09:12-08.

Page 80: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

62

Sari, YD. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan

Konsumen Dalam Membeli Produk Industri Garment. J.Manajement

Universitas Udayana, 2 (1) : 86-105.

Sastrawidana, I D. K. 2009. “Isolasi bakteri dari Lumpur Limbah Tekstil dan

Aplikasinya untuk Pengolahan Limbah Tekstil Menggunakan System

Kombinasi Anaerob-Aerob” (disertasi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sastrawidana, I Dewa, Bibiana, Fauzi, Anas, D.A. Santosa. 2008. Pengolahan

Limbah Tekstil Sistem Kombinasi Anaerobik-Aerobik Menggunakan

Biofilm Bakteri Konsorsium dari Lumpur Limbah Tekstil. J. Ecotrophic.

Seabloom, R. B. 2004. University Curriculum Development for Decentralized

Wastewater Management : Septic Tanks. Emeritus Professor of Civil and

Environmental Engineering Dept. of Civil and Environmental

Engineering. University of Washington. Washington.

Schnoor, J.L and Mc Cutcheon, S. C. 2005. Phytoremediation Transformation

and Control of Contaminants. Wiley-Interscience Inc. USA.

Stefhany, A, Mumu Sutisna dan Kancitra Pharmawati. 2013. Fitoremediasi

Phospat dengan Menggunakan Tumbuhan Eceng Gondok (Eichhornia

crassipes) pada Limbah Cair Industri Kecil Pencucian Pakaian (Laundry).

Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.

Itenas. Bandung.

Sudrajat,S.U. 2006. Fitoremidiasi. PPLH- Universitas Mulawarman

FMIPA.

Sugianthi, R.. 2011. “Pengolahan Air Limbah Pembangkit Listrik PT Indonesia

Power dengan Metode Flotasi dan Biofiltrasi Saringan Pasir Tanaman”

(skripsi). Universitas Udayana. Jimbaran.

Sudyadnyana, Sandhika., IWB Suyasa,, Iryanti ES. 2012. Pengolahan Air Limbah

Pencucian Rumput Laut Untuk Menurunkan Nilai Bod Dengan Sistem

Biofiltrasi Ekosistem (Sbe). Journal chemistry universitas udayana, 6 (2).

Sunarto. 2008. Teknologi Pencelupan Dan Pencapan Jilid I. Departemen

Pendidikan Nasional. Jakarta.

Suratman, Dwi Priyanto, Ahmad Dwi Setyawan. 2000. Analisis Keragaman

Genus Ipomoea Berdasarkan Karakter Morfologi. Biodiversitas, 1 (2) : 72

– 79.

Suriawiria, U. 1985. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti. Jakarta.

Page 81: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

63

Suwarno, J., Tiarsipeni, Dan Adillah, A. 2003. Penurunan Kadar Fenol Secara

Biologis Dalam Reaktor Filter Anaerob Dua Tahap. Majalah Iptek, 14(2) :

65-72.

Suyasa, I.W.B and Dwijani, Wahyu. 2015. Biosystem Treatment Approach For

Seaweed Processing Wastewater. Journal of Environment and Waste

Management., 2(2) : 059-062.

Suyasa, I.W.B dan Dwijani, Wahyu. 2007. Kemampuan Sistem Saringan Pasir-

Tanaman Menurunkan Nilai BOD dan COD Air Tercemar Limbah

Pencelupan. Ecotrophic., 2(1) : 1-7.

Tarigan, M.S dan Edward. 2003. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total

Suspended Solid) Di Perairan Raha, Sulawesi Tenggara. Bidang Dinamika

Laut, Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,

Jakarta 14430, Indonesia. Makara Sains., 7(3).

Tortora, G.J.,et al. 2001. Microbiology an Introduction. Addison Wesley

Longman Inc. San Fransisco.

Trestiati, M. 2003. “Analisis Rhodamin B pada Makanan dan Minuman Jajanan

Anak SD (Studi Kasus : Sekolah Dasar di Kecamatan

MargaasihKabupaten Bandung)” (tesis). ITB. Bogor.

Ulfin, I. 2001. Penurunan Kadar Cd dan Pb dalam Larutan dengan Kayu Apu :

Pengaruh pH dan Jumlah Kayu Apu. Prosiding Senaki III, Kimia–

FMIPA, ITS. Surabaya.

Ulfin, I dan Widya W. 2001. Study Penyerapan Kromium Dengan Kayu Apu (

Pistia stratiotes,L)* . Akta Kimindo, 1(1) : 41-48

Waluyo, lud. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.

Wolverton, B.C. and M.M. Mcknown. 1975. Water hyacinth for removal of

phenol from polluted water. Journal Aquatic Botany (10): 72721.

Yusuf, G. 2008. Bioremediasi Limbah Rumah Tangga dengan Sistem Simulasi

Tanaman Air-Fakultas MIPA Universitas Islam Makassar. Jurnal Bumi

Lestari. 8 (2) : 136-144.

Young, J.C. 1991. Factors Affecting The Design And Performance Of Upflow

Anaerobic Filters, in Metcalf, Eddy. 2003. Wastewater Engineering :

Treatment, Disposal And Reuse, 4th

Ed. New York: Mcgraw Hill Book

Co.

Page 82: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

64

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Uji Pendahuluan Pembibitan Mikroba Sedimen Air

Limbah Pencelupan (Hasil Uji Laboratorium Mikrobiologi Universitas

Udayana)

A. DATA PENELITIAN JUMLAH KOLONI BAKTERI H1 PEMBIBITAN

No. PENGENCERAN JUMLAH KOLONI

TOTAL

Keterangan

1 KONTROL - -

2 10-1

>300 ∞

3 10-2

>300 ∞

4 10-3

250 CFU/ml x 103

250

A: 87

B : 3

C : 156

D : 4

5 10-4

193 CFU/ml x 104 196

A: 40

B: 1

C: 153

D: 2

6 10-5

32

CFU/ml x 105

32

A: 4

C: 27

D: 1

7 10-6

5

CFU/ml x 105

<30

B. DATA PENELITIAN JUMLAH KOLONI BAKTERI H4 PEMBIBITAN

No. PENGENCERAN JUMLAH KOLONI Keterangan

1 KONTROL - -

2 10-1

>300 (1. Isolat A: >300

koloni

Isolat B: 4 koloni)

3 10-2

>300 (1. Isolat A: >300

koloni

Isolat B: 3 koloni

Isolat C: 3 Koloni)

Page 83: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

65

4 10-3

>300 (1. Isolat A: >375

koloni Isolat B: 4

koloni)

5 10-4

>300

(1. Isolat A: >347

koloni

Isolat B: 9 koloni)

6 10-5

>300

(1. Isolat A: >304

koloni

Isolat C: 4 koloni)

7 10-6

>300 ∞

(1. Isolat A: >289

koloni

C. DATA PENELITIAN JUMLAH KOLONI BAKTERI H7 PEMBIBITAN

No. PENGENCERAN JUMLAH

KOLONI

Keterangan

1 KONTROL -

2 10-1

>300 A : 13

B : 14

D : >300

3 10-2

>300 A : 10

D : >300

C : 9

4 10-3

>300 A : 9

D : >300

C : 8

F : 4

5 10-4

>300 A : 16

D : >300

F : 5

6 10-5

>300 C : 8

D : >300

7 10-6

>300 C : 6

D : >300

8 10-7

336 CFU/ml x

107

C :6

D : >300

9 10-8

324 CFU/ml x

108

A : 10

D :>300

Page 84: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

66

E. DATA PENELITIAN JUMLAH KOLONI BAKTERI H10 PEMBIBITAN

No. PENGENCERAN JUMLAH

KOLONI

Keterangan

1 KONTROL -

2 10-1

>300 A : 5

B : 4

D : >300

3 10-2

>300 A : 4

D : >300

C : 1

4 10-3

62 CFU/ml x

103

D :62

5 10-4

9 CFU/ml x 104 D : 9

6 10-5

1 CFU/ml x 105 D : 1

KETERANGAN

NO. JENIS ISOLAT CIRI-CIRI

1 ISOLAT A Bulat, di bagian tengah putih, bagian

pinggir kuning permukaan licin warna

keruh

2 ISOLAT B Warna putih susu bentuk melebar

seperti bunga, mengkilap, permukaan

licin

3 ISOLAT C Warna putih susu, mengkilap, bulat,

cembung, permukaan licin

4 ISOLAT D Bulat kecil, mengkilap, cembung

permukaan licin, bening kekuningan

5 ISOLAT E Putih, kusam, permukaan rata, tidak

mengkilap,

Page 85: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

67

Lampiran 2. Isolat dan Karakter Bakteri dari Rhizodegradasi Limbah

Artificial Rhodamin B (Hasil Uji Laboratorium Mikrobiologi Universitas

Udayana)

A. Morfologi makroskopis isolat yang ditemukan

No. Kode Isolat Keterangan

1 IB1 Bulat kecil, bening kekuningan, mengkilap, tepi utuh,

cembung

2 IB2 Bulat kecil, warna merah muda, mengkilap, tepi utuh

3 IB3 Bulat, transparan, permukaan rata, tepi utuh, cembung

4 IB4 Bulat besar, warna putih susu, mengkilap, tepi utuh,

cembung

5 IB5 Bulat, putih susu, kusam, mengkilap, permukaan rata,

tepi berombak, sedikit cembung

6 IB6 Bulat kecil, putih susu, tidak mengkilap, tepi utuh,

cembung

B. Hasil Isolasi Bakteri dari Proses Rhizodegradasi Limbah Artificial

Rhodamin

No Kode Isolat Populasi Koloni Bakteri

(CFU/g tanah x 108)

T0

1 IB1 131

2 IB2 244

3 IB4 10

T6

1 IB1 122

2 IB3 21

3 IB6 131

T12

1 IB1 150

2 IB4 128

3 IB6 33

T18

1 IB1 279

2 IB4 13

3 IB5 11

T24

1 IB1 54

2 IB3 8

3 IB6 155

T30

1 IB1 154

2 IB3 1

3 IB4 18

Page 86: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

68

T36

1 IB1 106

2 IB4 20

3 IB6 188

T42

1 IB1 84

2 IB6 213

T48

1 IB1 109

2 IB4 10

3 IB6 156

Page 87: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

69

Lampiran 3. Analisis Data

A. Penentuan Kadar Rhodamin B

1. Penentuan panjang gelombang rhodamin B

Penentuan panjang gelombang diukur dari panjang gelombang 400-650

nm, menggunakan larutan standar rhodamin b 1,5 ppm. Hasil pengukuran

menunjukkan panjang gelombang maksimum dalah 553 nm.

2. Pembuatan Larutan Standar dan Kurva Kalibrasi

No Larutan standar Absorbansi

1 Blanko 0,0000

2 Standar 0,5 ppm 0,0187

3 Standar 1 ppm 0,0385

4 Standar 1,5 ppm 0,0643

5 Standar 2 ppm 0,0860

6 Standar 2,5 ppm 0,0990

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

400 430 460 490 500 520 530 540 545 550 553 555 560 570 580 600 650

Ab

sorb

an

si

Panjang gelombang (nm)

Page 88: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

70

3. Penentuan Kadar Rhodamin B

Absorbansi sampel T(0) = 0,0322

x (kadar rhodamin B dalam sampel) = . . . . . ?

Perhitungan kadar rhodamin B pada sampel :

axby

y = 0.0413x – 0,0005

0,0322 = 0,0413x – 0,0005

0,0322 + 0,0005 = 0,0413x

x =

Dengan cara yang sama diperoleh kadar rhodamin B dalam keseluruhan sampel

yaitu:

Waktu (jam) Absorbansi Konsentrasi (mg/L) Rata-

Rata

(mg/L) I II III I II III

0 0,0322 0,0322 0,0324 0,7918 0,7918 0,7966 0,7934

6 0,0204 0,0204 0,0204 0,5960 0,5960 0,5960 0,5960

12 0,0193 0,0192 0,0192 0,5061 0,5061 0,5061 0,5061

18 0,019 0,019 0,019 0,4860 0,4860 0,4860 0,4860

24 0,021 0,021 0,0211 0,4389 0,4389 0,4389 0,4389

30 0,0156 0,0155 0,0155 0,3898 0,3874 0,3874 0,3882

36 0,014 0,014 0,014 0,3511 0,3511 0,3511 0,3511

42 0,0127 0,0127 0,0127 0,3196 0,3196 0,3196 0,3196

48 0,0112 0,0112 0,0113 0,2833 0,2833 0,2857 0,2841

216 0,0034 0,0034 0,0034 0,0944 0,0944 0,0944 0,0944

y = 0.0413x - 0.0005 R² = 0.994

-0.02

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Ab

sorb

ansi

konsentrasi

Page 89: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

71

B. Penentuan kadar TDS (total dissolved solid)

No

Waktu Ulangan Rata-rata

(jam) I II III (mg/L)

1 0 1201,5400 1301,5231 1281,5981 1261,5537

2 6 1101,0200 1107,2341 1102,0590 1103,4377

3 12 1000,5700 1010,3412 1009,5747 1006,8286

4 18 1100,1100 1100,1100 1120,1451 1106,7884

5 24 1071,4100 1071,4100 1062,1682 1068,3294

6 30 940,7000 940,9831 943,1826 941,6219

7 36 661,2800 661,3268 660,4610 661,0226

8 42 461,2400 462,1265 462,1629 461,8431

9 48 439,4200 439,3450 440,4518 439,7389

10 216 356,3564 356,3345 356,3340 356,3416

C. Penentuan kadar TSS (total suspended solid)

No

Waktu Ulangan Rata-rata

(jam) I II III (mg/L)

1 0 40,6740 40,6240 40,7082 40,6687

2 6 40,4760 40,5033 40,4500 40,4764

3 12 40,2460 40,2177 40,5077 40,3238

4 18 32,3280 33,1218 33,0781 32,8426

5 24 30,1580 31,1267 30,1961 30,4936

6 30 28,1700 28,1988 29,1342 28,5010

7 36 20,1180 20,1789 20,1632 20,1534

8 42 20,0980 20,1245 20,1478 20,1234

9 48 12,0700 12,1977 12,1257 12,1311

10 216 10,3291 10,3556 10,3351 10,3399

Page 90: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

72

Lampiran 4. Foto-foto penelitian

Gambar 1.

Pembibitan tanaman Ipomea crassicaulis

Gambar 2.

Bak pengolahan beserta tanaman

Page 91: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

73

Gambar 3.

Lokasi pengambilan sampel sedimen

Gambar 4.

Seeding mikroba yang berasal dari limbah pencelupan

Page 92: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

74

Gambar 5.

Bak pengolahan yang telah diisi limbah rhodamin B

Gambar 6.

Sampel air limbah rhodamin B yang telah diolah

Page 93: penurunan kadar rhodamin b dalam air limbah dengan biofiltrasi

75

Gambar 7.

Pengukuran pH dengan pH meter digital

Gambar 8.

Pengukuran kadar rhodamin B menggunakan spektrofotometri uv-vis.