111
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) MELALUI PROSES ARBITRASE DI KOTA MEDAN (Kasus Antara Esrawaty Melawan PT Graha Kirana Development Dalam Putusan No : 036/PEN/III/BPSK-MDN) SKRIPSI Disusun Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Mamperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: 150200444 Lismar Wahyuni Departemen Hukum Ekonomi FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019 Universitas Sumatera Utara

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

  • Upload
    others

  • View
    20

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) MELALUI PROSES

ARBITRASE DI KOTA MEDAN

(Kasus Antara Esrawaty Melawan PT Graha Kirana Development Dalam Putusan No : 036/PEN/III/BPSK-MDN)

SKRIPSI

Disusun Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Mamperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

150200444 Lismar Wahyuni

Departemen Hukum Ekonomi

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Universitas Sumatera Utara

Page 2: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Universitas Sumatera Utara

Page 3: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan judul “Penyelesaian Sengketa Konsumen Oleh Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen (BPSK) melalui Arbitrase di Kota Medan (Kasus Antara

Esrawaty Melawan PT Graha Kirana Development Dalam Putusan NO :

036/PEN/III/BPSK-MDN)”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan baik

dalam segi penguasaan pembahasan, tata bahasa, ataupun substansi isi dari

penulisan skripsi ini. Maka dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf dan

mohon diberikan kritik maupun saran agar dapat terwujudnya penulisan skripsi

ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari telah menerima banyak

bimbingan, motivasi dan doa dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan. Seiring rasa syukur yang tiada hentinya kepada Allah SWT, penulis

ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

4. Ibu Dr. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan III

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Syaiful Azam, S.H., M.Hum selaku Dosen Penasehat Akademik

(PA).

7. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.Hum. selaku Dosen

Pembimbing I, yang dengan ikhlas, sabar, dan berbaik hati memberikan

bimbingan, baik kritikan maupun saran sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

8. Ibu Tri Murti Lubis, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II.

Terimakasih atas waktu dan bimbingan yang Ibu berikan kepada Penulis,

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang

telah mendidik serta membimbing penulis selama proses perkuliahan

sampai tingkat akhir memperoleh gelar Sarjana Hukum.

10. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan, Bapak Dharma

Bakti Nasution, Bapak Saiful dan Kak Qoni yang telah membantu penulis

dalam penyelesaian skripsi ini.

11. Kedua orang tua saya Marwan Siregar dan Kamariah br. Manik, yang

selalu memberikan kasih sayang, dukungan, semangat, nasehat dan doa

yang tidak ada putusnya. Terima kasih telah memberikan dan melakukan

yang terbaik selama masa pendidikan saya di Fakultas Hukum USU ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

12. Untuk abangku Zefrika Sastra Siregar dan adik-adikku tersayang Emi

Masyroyani dan Neni Wardani, yang selalu memberikan doa dan semangat

hingga saya sampai pada tahap ini.

13. Seluruh keluarga besar HMI Komisariat Fakultas Hukum USU, Pengurus

HMI Periode 2017-2018, Pengurus KOHATI Periode 2017-2018,

Presidium HMI Periode 2017-2018 serta Pengurus HMI dan KOHATI

Periode 2019-2020.

14. Rekan seperjuangan, HMI Stambuk 2015 Adhani, Wulan, Faridah, Mar’ie,

Doni, Diwa, Andika, Farhan, Uan, Dana, Zulham, Zikri, Adji, Taufik,

Putri, Bayu, Arfan. Terimakasih telah menemani penulis dalam berproses

di hijau hitam tercinta.

15. Adik-adik yang saya sayangi Ecak, Tira, Nako, Helnia, Divia, Dinda,

Pristin, Fanisya. Terimakasi untuk setiap canda tawa yang diberikan.

Semangat terus kulianya dan jangan perna berhenti untuk berproses.

16. Sahabat penulis semasa SMA sampai saat ini yaitu Arvi, Annisa, Firli dan

Suci, yang selalu memberikan dukungan dan semangat. Juga kepada Nuri,

Mega, Kak Siti, Kak Ayang, teman penulis semasa Kuliah di USU yang

berasal dari daerah yang berbeda dan fakultas yang berbeda juga.

Terimakasih untuk semangat yang diberikan.

17. Pengurus MPM FH USU Periode 2019-2020.

18. Kepada Group G stambuk 2015 yang tidak dapat saya sebutkan satu

persatu, tetaplah semangat.

19. Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI) Fakults Hukum USU.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Sebagai penutup kata, penulis berharap semoga penelitian skripsi ini

dapat berguna dan menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Medan, 31Juli 2019

Lismar Wahyuni

Universitas Sumatera Utara

Page 7: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... v

ABSTRAKSI ...................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan................................................................. 8

D. Keaslian Penulisan ................................................................................... 9

E. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 10

F. Metodelogi Penulisan.............................................................................. 15

G. Sistematika Penulisan ............................................................................. 20

BAB II KEDUDUKAN BPSK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

A. PERLINDUNGAN KONSUMEN.......................................................... 23

1. Pengertian Perlindungan Konsumen ................................................ 23

2. Asas dan Tujuan Perlindungan ........................................................ 24

3. Hak dan Kewajiban Konsumen ....................................................... 28

4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ................................................... 35

B. PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ..................................... 38

1. Penyelesaian Sengketa secara Litigasi ............................................. 38

2. Penyelesaian Sengketa Non Litigasi ................................................ 40

Universitas Sumatera Utara

Page 8: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

C. KEDUDUKAN BPSK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

KONSUMEN .......................................................................................... 47

1. Dasar Hukum Pembentukan BPSK ................................................ 47

2. Bentuk Penyelesaian Sengketa di BPSK ......................................... 50

3. Tugas,Fungsi dan Wewenang BPSK dalam Penyelesaian

Sengketa ........................................................................................... 55

4. Kedudukan BPSK Dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen ........ 59

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA MEDAN MELALUI PROSES ARBITRASE

A. Prosedur Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase di BPSK ............... 62

B. Penyelesaian Sengketa Melalui Proses Arbitrase di BPSK Kota Medan 74

C. Kekuatan Hukum Putusan Arbitrase oleh BPSK .................................... 77

BAB IV ANALISIS HUKUM PUTUSAN NO : 036/PEN/III/BPSK-MDN

A. Kasus Posisi antara Esrawaty Sianturi melawan PT Graha Kirana

Development ........................................................................................ 80

B. Dalil Pemohon (Esrawaty Sianturi) ........................................................ 81

C. Dalil Termohon (PT Graha Kirana Development) ................................. 82

D. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim BPSK ......................................... 84

E. Analisis Hukum Putusan NO : 036/PEN/III/BPSK-MDN ..................... 86

1. Kedudukan Putusan Arbitrase oleh BPSK ....................................... 88

2. Analisis Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui Arbitrase

oleh BPSK Kota Medan ................................................................... 89

BAB V PENUTUP

Universitas Sumatera Utara

Page 9: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

A. Kesimpulan ......................................................................................... 95

B. Saran ................................................................................................... 96

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 98

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

Page 10: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

ABSTRAKSI

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) MELALUI

ARBITRASE DI KOTA MEDAN (Kasus Antara Esrawaty Melawan PT Graha Kirana Development Dalam

Putusan NO : 036/PEN/III/BPSK-MDN)

*) Lismar Wahyuni **) Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H,. M.H

***) Tri Murti Lubis, S.H., M.H

Sengketa konsumen dapat diselesaikan melalui Pengadilan ataupun diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela dari para pihak.Penyelesaian sengketa melalui jalurpengadilan mengacu kepada ketentuan yang berlaku dalam peradilan umum denganmemperhatikan Pasal 45 UUPK.Penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat dilakukandengan memanfaatkan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan suatu badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Metode penulisan yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif. Data penelitian ini diperoleh dari penelitian kepustakaan serta wawancara yang dilakukan dengan Majelis BPSK Kota Medan yang kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif untuk mendapatkan hasil yang bersifat deskriptif.

Adapun kesimpulan dalam skripsi ini antara lain yaitu BPSK Kota Medan merupakan lembaga yang berwenang dan bertugas menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan melalui cara arbitrase. Namun UUPK tidak menjelaskan secara rinci batasan sengketa konsumen yang dapat diselesaiakan oleh BPSK. Penyelesaian sengketa oleh BPSK yang dilakukan dengan cara arbitrase merupakan penyelesaian sengketa di mana para pihak menyerahkan sepenuhnya proses persidangan kepada arbiter, kemudian persidangan tersebut harus selesai dalam jangka waktu 21 hari. Dalam hal ini para pihak yang memilih majelis anggota BPSK yang terdiri dari unsur konsumen, pelaku usaha dan pemerintah. Proses penyelesaian sengketa dengan arbitrase dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya murah. Namun, tidak semua sengketa dapat dilselesaikan dengan cepat. Dalam Putusan BPSK No 036/PEN/III/BPSK-MDN, sengketa antara Esrawaty melawan PT Graha Kirana Development diselesaikan lebih dari 21 hari kerja sehingga masih belum sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU, Departemen Hukum Ekonomi **) Dosen Pembimbing I Skripsi Penulis, Dosen Fakultas Hukum USU ***) Dosen Pembimbing II Skripsi Penulis, Dosen Fakultas Hukum US

Universitas Sumatera Utara

Page 11: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesatnya pembangunan dan perkembangan perekonomian nasional telah

menghasilkan variasi produk barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi.

Kemajuan dibidang ilmu pengetahuan, teknologi komunikasi, dan informatika

juga turut mendukung perluasan ruang gerak transaksi barang dan/atau jasa

hingga melintasi batas-batas wilayah suatu Negara. Kondisi demikian pada satu

pihak sangat bermanfaat bagi kepentingan konsumen karena kebutuhannya akan

barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar

kebebasan untuk memilih aneka jenis kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan

kemampuannya.1

Konsumen selalu berada dalam posisi lemah dibandingkan dengan produsen

ataupun pelaku usaha. Konsumen pada umumnya kurang memperoleh informasi

lengkap mengenai produk yang dibelinya. Kenyataan seperti itu seringkali

disebabkan ketidakterbukaan produsen mengenai produk yang ditawarkan.

Sedangkan pelaku usaha dan/atau penyedia jasa mengharapkan keuntungan

yang sebesar-besarnya. Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya kedudukan

yang tidak seimbang antara pelaku usaha dan penyedia jasa dengan konsumen,

dimana konsumen akan dijadikan objek aktivitas bisnis oleh pelaku usaha dan

penyedia jasa.

2

1Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 1

2 NHT Siagian, Hukum Konsumen: perlindungan Konsumen dan tanggungjawab produk, (Jakarta: panta rei, 2005), hlm. 14

Universitas Sumatera Utara

Page 12: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Masyarakat luas sebagai konsumen sudah seharusnya diberikan

perlindungan karena seringkali tidak berdaya dalam menghadapi kegiatan

perdagangan sehari-hari. Permasalahan yang dihadapi konsumen Indonesia,

seperti juga yang dialami di negara-negara berkembang lainnya, tidak hanya

sekedar memilih barang, tetapi jauh lebih kompleks dari itu menyangkut pada

penyadaran semua pihak, baik itu pengusaha, pemerintah maupun konsumen

sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen.3

Kedudukan konsumen pada umumnya masih lemah dalam bidang ekonomi,

pendidikan dan daya tawar, karena itu sangatlah dibutuhkan adanya undang-

undang yang melindungi kepentingan-kepentingan konsumen. Untuk dapat

memberikan jaminan pada penyelenggaraan perlindungan konsumen, maka

pemerintah menuangkan perlindungan konsumen dalam suatu produk hukum. Hal

ini penting karena hanya hukum yang memiliki kekuatan memaksa pelaku usaha

untuk menaatinya, dan juga hukum memiliki sanksi yang tegas.

4

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

5 Kepastian

hukum itu meliputi segala upaya untuk mmberdayakan konsumen memperolah

atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta

mempertahankan atau membela hak-haknya apa bila dirugikan oleh perilaku

pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut.6

3Arif Rahman, Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Serang, Jurnal Ilmu Hukum, STKIP Pelita Pratama, Vol. 2 No. 1. Juni 2018. hlm 22

4 Susanti Adi Nugroho., Op. Cit, hlm. 2 5 Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 6 Susanti Adi Nugroho., Op. Cit, hlm. 4

Universitas Sumatera Utara

Page 13: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Pada usaha pemenuhan kepentingan tersebut, maka manusia harus

berinteraksi satu dengan yang lainnya. Ada kalanya kepentingan mereka itu saling

bertentangan, hal mana dapat menimbulkan suatu sengketa atau konflik. Sengketa

yang terjadi bisa disebabkan adanya iktikad tidak baik dari pihak yang

bersengketa ataupun kerena ketidak-tahuannya dalam memandang permasalahan

yang terjadi, sehingga permasalahan terus terjadi tanpa pernyelesaian, yang

bermula dari hal-hal lebih mudah dapat deselesaikan/diperbaiki. Akan tetapi,

karena tidak adanya penyelesaian dengan iktikad baik, akhirnya kemudian

berkembang menjadi masalah yang sulit diselesaikan dan bahkan menjadi masalah

yang besar.7 Untuk menghindari gejala tersebut, mereka mencari jalan

mengadakan tata tertib, yaitu dengan membuat ketentuan atau kaedah hukum,

yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakat agar dapat mempertahankan

hidup bermasyarakat.8

Adapun Undang-Undang yang dibentuk oleh pemerintah yang mengatur

tentang perlindungan konsumen yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang perlindungan konsumen. Undang-Undang ini sebagai payung hukum yang

menjadi kriteria untuk mengukur dugaan adanya pelanggaran-pelanggaran hak-

hak konsumen, yang semula diharapkan oleh semua pihak mampu memberikan

solusi bagi penyelesaian segala macam kerumitan dalam hubungan antara

produsen dengan konsumen.

9

7 Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 6

8 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, cet. VIII, (Bandung: Mandar Maju, 1997), hlm.1

9Zulham, Hukum Pelindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 140

Universitas Sumatera Utara

Page 14: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Undang-undang Perlindungan Konsumen membagi penyelesaian sengketa

konsumen menjadi 2 bagian:10

1. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan

2. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan

a. Penyelesaian sengketa secara damai, oleh para pihak sendiri,

konsumen dan pelaku usaha/produsen; dan

b. Penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen dengan menggunakan mekanisme alternative dispute

resolution, yaitu konsiliasi, mediasi dan arbitrase.

Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk

mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian, dan/atau

mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak

akan terulang kembali kerugian yang diderita konsumen.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 membentuk suatu lembaga dalam

hukum perlindungan konsumen, yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Pasal 1 ayat (11) UUPK menyatakan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen (BPSK) adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan

sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.11

Harus diakui bahwa UUPK disamping kurang memberikan perhatian khusus

pada tahap pemeriksaan di BPSK sebagai institusi pertama yang menangani

BPSK sebenarnya dibentuk untuk

menyelesaikan kasus-kasus sengketa konsumen yang berskala kecil dan bersifat

sederhana. Terbentuknya lembaga BPSK, maka penyelesaian sengketa konsumen

dapa t dilakukan secara cepat, mudah, dan murah.

10 Susanti Adi Nugroho., Op. Cit, hlm. 14 11 Pasal 1 ayat (11) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Universitas Sumatera Utara

Page 15: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

masalah yang berkaitan dengan adanya pelanggaran terhadap hak-hak konsumen,

juga undang-undang mengabaikan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan

lembaga peradilan. BPSK sebagaimana dimaksud dalam UUPK, yang dibentuk

oleh pemerintah adalah badan yang bertugas menangani dan meyelesaikan

sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen, tetapi bukanlah merupakan

bagian dari institusi kekuasaan kehakiman. Pemerintah membentuk BPSK di

daerah tingkat II untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan.12

1. Mediasi

Penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan Undang–undang

Perlindungan Konsumen dapat ditempuh dengan jalur Non-Litigasi. Penyelesaian

dengan menggunakan jalur Non-Litigasi ini dapat ditempuh melalui BPSK.

Adapun proses penyelesaian sengketa konsumen ini dapat ditempuh dengan cara

seperti berikut :

Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (10) Kepmenperindag No.

350/MPP/Kep/12/2001 menyebutkan bahwa mediasi adalah proses penyelesaian

sengketa konsumen diluar pengadilan dengan perantara BPSK sebagai penasihat

dan penyelesaian diserahkan kepada para pihak. Artinya mediasi merupakan

sesuatu proses penyelesaian sengketa dengan melibatkan pihak ketiga netral agar

bias membantu para pihak yang sedang bersengketa untuk dapat memecahkan

masalah tersebut.

2. Konsilisai

Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (9) Kepmenperindag No.

350/MPP/Kep/12/2001 menyebutkan bahwa konsiliasi adalah proses penyelesaian

12 Susanti Adi Nugroho., Op. Cit, hlm 17

Universitas Sumatera Utara

Page 16: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

sengketa konsumen diluar pengadilan dengan perantara BPSK untuk

mempertemukan para pihak yang bersengketa, dan penyelesaiannya diserahkkan

kepada para pihak. Fungsi konsiliator di sini agar dapat mengusulkan solusi

penyelesaian sengketa, tetapi tidak berwenang untuk memutus perkara tersebut.

Dalam hal ini, majelis BPSK untuk selanjutnya menyerahkan sepenuhnya proses

penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk maupun jumlah

ganti kerugiannya. Terhadap usulan konsiliator, para pihak yang bersengketa

harus menyatakan persetujuan atas usulan tersebut menjadikannya sebagai

kesepakatan penyelesaian sengketa.

3. Arbitrase

Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (11) Kepmenperindag No.350/MPP/Kep/12/2001

menyebutkan bahwa arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa konsusmen di

luar pengadilan. Dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan

sepenuhnya penyelesaian sengketa kepada BPSK.

Salah satu metode penyelesaian sengketa secara non llitigasi yang di tempuh

di BPSK yang lazim digunakan adalah Arbitrase. Pranata arbitrase di Indonesia

sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Arbitrase adalah

pranata alternatif penyelesaian sengketa terahir dan bersifat final bagi para pihak.

Sifat pribadi dari arbitrase memberikan keuntungan–keuntungan melebihi proses

ajudikasi di pengadilan. Arbitrase lebih memberikan kebebasan, pilihan, otonomi,

dan kerahasiaan bagi para pihak yang bersengketa.Para pihak juga dapat

menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya termasuk proses dan

tempat penyelenggarakan arbitrase di BPSK.13

13 Fitri Hidayanti, Efektifitas Penerapan Arbitrase Dalam Menyelesaiakan Sengketa Perbankan, Fakultas Hukum USU, 2014, hlm. 8

Universitas Sumatera Utara

Page 17: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Kelemahan penyelesaian sengketa melalui BPSK tidak mempunyai

kemampuan untuk dapat berperan lebih aktif dalam penyelesaian persoalan

sengketa konsumen. Semua ini terjadi karena baik substansi pengaturan, prosedur,

dan mekanisme penyelesaian sengketa konsumen tidak dapat terselesaikan dengan

baik akibat kelemahan dan juga saling bertentangan.Inilah yang menjadi penyebab

BPSK tidak dapat berperan lebih banyak dalam penyelesaian sengketa konsumen

dalam beberapa hal, seperti keberatan mengenai keputusan konsiliasi atau mediasi

dan belum adanya pengaturan untuk penetepan eksekusi.

Arbitrase merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar

pengadilan yang mempermudah pihak yang bersengketa untuk rmenyelesaikan

sengketanya. Arbitrase juga menguntungkan para pihak karena dilakukan dengan

biaya yang ringan bagi masyarakat yang memiliki kepentingan untuk

menyelesaikan sengketa secara cepat dan efisien. Yang diharapkan ialah hal ini

sungguh-sungguh dilaksanakan oleh para arbiter termasuk BPSK Kota Medan.

Berdasarkan uraian diatas, maka mendorong penulis untuk mengadakan

penelitian dalam skripsi yang berjudul “Penyelesaian Sengketa Konsumen Oleh

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (Bpsk) Melalui Proses Arbitrase Di

Kota Medan (Kasus Antara Esrawaty Melawan PT Graha Kirana Development

Dalam Putusan No : 036/PEN/III/BPSK-MDN)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan masalah

yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen?

Universitas Sumatera Utara

Page 18: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

2. Bagaimana penyelesaian sengketa konsumen melalui proses arbitrase di

BPSK Kota Medan?

3. Bagaimana analisis hukum putusan No : 036/PEN/III/BPSK-MDN ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui kedudukan BPSK dalam penyelesaian sengketa

konsumen.

b. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa konsumen melalui proses

arbitrase di BPSK Kota Medan.

c. untuk menganalisis putusan No : 036/PEN/III/BPSK-MDN terhadap

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Secara Teoritis

Hasil dari penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum di

Indonesia.Terutama dibidang arbitrase sebagai salah satu penyelesaian

sengketa konsumen. Skripsi ini diharapkan tidak hanya menambah

pengetahuan saja, tetapi dapat memberikan gambaran yang nyata dan

signifikan kepada kalangan masyarakat Indonesia mengenai penyelesaian

sengketa konsumen melalui proses arbitrase oleh Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

b. secara praktis

Skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa, praktisi

hukum, pemerintah, serta masyarakat yang bersengketa sebagai pedoman

dan bahan rujukan dalam rangka menyelesaikan sengketa konsumen

dengan menggunakan arbitrase dalam proses penyelesaiannya, sehingga

hukum dapat ditegakkan dengan sebaik-baiknya.

D. Keaslian Penulisan

Beberapa hasil penelitian mengenai BPSK telah dilakukan oleh peneliti

sebelumnya yaitu yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara yang bernama Verytethy Hutagaol dengan judul “kendala-kendala

yang dihadapi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam

Mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen” yang ditulis pada tahun 2010. Penelitian tersebut

membahas mengenai Peran BPSK sebagai lembaga penyelesaian konsumen,

mekanisme hukum di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, serta kendala-

kendala yang dihadapi BPSK dalam mengimplementasikan UUPK.

Kemudian penelitian yang dilakukan Mahasiswi Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara bernama Pasca Sari Saragih dengan judul

“Kedudukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai Lembaga

Kuasi-Yudisial” ditulis pada tahun 2017. Penelitian tersebut membahas mengenai

tugas dan wewenang BPSK dalam menyelesaiakn sengketa konsumen, lembaga

kuasi-yudisial dalam sistem hukum Indonesia dan kedudukan BPSK sebagai

lembaga Kuasi-Yudisial.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Berbeda dengan penelitian ini, dimana penelitian ini lebih memfokuskan

kepada penyelesaian sengketa melalui proses arbitrase di BPSK. Adapun judul

tulisan ini adalah Penyelesaian Sengketa Konsumen Oleh Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen (BPSK) Melalui Proses Arbitrase Di Kota Medan (Kasus

Antara Esrawaty Melawan PT Graha Kirana Development Dalam Putusan No :

036/PEN/III/BPSK-MDN). Penulis telah melakukan pemeriksaan ada

Perpustakaan Fakultas Hukum USU, sehubungan dengan keaslian juduk skripsi

ini belum pernah ada yang membahas dan meneliti. Berdasarkan penelusuran di

Perpustakaan Fakultas Hukum USU ditemukan beberapa judul yang membahas

mengenai Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Meskipin demikian,

substansi permasalahan dan penyajian dari penelitian ini berbeda dengan

penelitian-penelitian tersebut. Penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan

keasliannya.

E. Tinjauan Pustaka

1. Konsumen dan Pelaku Usaha

Mengenai Pengertian konsumen, diatur dalam pasal 1 angka (2) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang

menyatakan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa

yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.14

14 Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Berdasarkan pengertian di atas, maka terdapat 4 unsur utama yang

membentuk pengertian tentang konsumen yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 21: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

1. Setiap orang

Yang dimaksud setiap orang yaitu perseorangan dan bukan badan hukum atau

pribadi hukum.

2. Pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

Barang dan/atau jasa yaitu dapat diperoleh di tempat umum, misalnya pasar,

supermarket dan toko.

3. Untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain atau makhluk hidup lain

Barang dan/atau jasa digunakan, dipakai, dimanfaatkan untuk kepentingan

konsumen dan keluarga, orang lain (teman) dan makhluk hidup (binatang

peliharaan).

4. Tidak untuk diperdagangkan

Barang dan/atau jasa digunakan, dipakai, dimanfaatkan tidak untuk tujuan

komersil.

Dalam penjelasan pasal 1 ayat (2) UUPK dijelaskan tentang berbagai jenis

konsumen yang menjadi batasan atas pengertian konsumen itu sendiri. Beberapa

batasan tentang pengertian konsumen sebagai berikut:15

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan

untuk tujuan tertentu.

b. Konsumen-Antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/jasa

utuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain atau untuk

diperdagangkan (tujuan komersil).

c. Konsumen-Akhir adalah setiap orang alami yang mendapatkan dsn

menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan

15 AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2002), hlm. 13

Universitas Sumatera Utara

Page 22: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah-tangga dan tidak untuk

diperdagangkan kembali (non komersil).

Pengertian pelaku usaha diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 pada pasal 1 angka (3) yang menyebutkan bahwa pelaku usaha adalah setiap

orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun

bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan

dalam wilayah hukum negara republik indonesia, baik sendiri maupun bersama-

sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang

ekonomi.16

Sengketa dalam pengertian sehari-hari dimaksudkan sebagai suatu keadaan

di mana pihak-pihak yang melakukan upaya-upaya perniagaan mempunyai

masalah yaitu menghendaki pihak lain untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu

tetapi pihak lainnya menolak atau tidak berlaku demikian. Sengketa juga dapat

dimaksudkan sebagai adanya ketidakserasian antara pribadi-pribadi atau

kelompok-kelompok yang mengadakan hubungan karena hak salah satu pihak

terganggu atau dilanggar.

Dalam penjelasan undang-undang yang termasuk dalam pelaku usaha

adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor

dan lainlain.

2. Sengketa Konsumen

17

Menurut ketentuan pasal 1 ayat (4) Peraturan Menteri Perdagangan

Republik Indonesia Nomor 06/M-DAG/PER/2/2017 menyebutkan bahwa

sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang

16 Pasal 1 ayat 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 17 Soerjono Soekanto, Mengenai Antropologi hukum, (Bandung: Alumni, 1979), hlm. 29

Universitas Sumatera Utara

Page 23: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

menuntut ganti rugi atau kerusakan, pencemaran dan/atau yang menderita

kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa yang dihasilkan

atau dimanfaatkan.18

Pada dewasa ini hampir semua negara dikembangkan berbagai jalan

terobosan alternatif karena kelemahan penyelesaian sengketa melalui

pengadilan/litigasi yang mengakibatkan terkurasnya sumber daya, dana, waktu,

pikiran dan tenaga, dan mulai mengedepankan pola-pola penyelesaian sengketa di

luar pengadilan. Menurut Pasal 45 ayat (2) UUPK menyebutkan bahwa

Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar

pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

Sengketa konsumen terjadi karena adanya ketidakpuasan konsumen

terhadap suatu produk atau kerugian yang dialami konsumen karena penggunaan

atau pemakaian barang atau jasa. Setiap kali konsumen membeli barang, harus

waspada agar tidak menderita kerugian.

3. Penyelesaian Sengketa

19

Berdasarkan ketentuan ini, bisa dikatakan bahwa ada dua bentuk

penyelesaian sengketa konsumen, yaitu melalui pengadilan atau di luar jalur

pengadilan.

a. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan

Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada

ketentuan peradilan umum yang berlaku di Indonesia.

18 Pasal 1 ayat (4) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 06/M-DAG/PER/2/2017 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

19 Pasal 45 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Universitas Sumatera Utara

Page 24: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

b. Penyelesian sengketa di luar pengadilan

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai

kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan

tertentu untuk menjamin tidak akan terjadinya kembali kerugian yang diderita

konsumen.

4. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah pengadilan

khusus konsumen yang sangat diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat

agar proses berperkara berjalan cepat, sederhana dan murah. Pemeriksaan

dilakukan oleh hakim tunggal dan kehadiran penuh pihak ketiga (pengacara)

sebagai wakil pihak yang bersengketa tidak diperkenankan.20

Istilah arbitrase berasal dari kata arbitrare (bahasa latin) yang berarti

kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Dihubungkannya

arbitrase dengan kebijaksanaan itu dapat menimbulkan salah pengertian tentang

arbitrase karena dapat menimbulkan kesan seolah-olah seorang arbiter atau suatu

majelis arbitrase dalam menyelesaikan suatu sengketa tidak mengindahkan

norma-norma hukum lagi dan menyandarkan pemutusan sengketa tersebut hanya

pada kebijaksanaan. Kesan tersebut keliru karena arbiter atau majelis tersebut juga

menerapkan hukum seperti yang dilakukan oleh hakim atau pengadilan.

5. Arbitrase

21

Arbiter sebagai pihak ketiga yang menengahi, menjalankan tugasnya dan

menyelesaiakan sengketa dengan cara memberikan putusan. Dalam hal ini arbiter

20 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 126

21 Sudiarto, Zaeni Asyhadie, Mengenal Arbitrase salah satu alternatif penyelesaian sengketa bisnis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 27

Universitas Sumatera Utara

Page 25: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

harus berada di posisi netral dan tidak memihak kepada salah satu pihak yang

bersengketa. Selain itu yang paling esensi adalah “independensi” dari arbiter

dalam melaksanakan tugasnya, sehingga dapat diperoleh suatu putusan yang adil

dan cepat bagi para pihak yang berbeda pendapat, berselisih paham maupun

sengketa.22

Metode berasal dari kata methodhos (Yunani) yang artinya cara atau

menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu objek atau objek penelitian,

sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah dan termasuk keabsahannya. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian

merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang

dilakukan secara metodelogis, sistematis dan konsisten. Menarik kesimpulan dari

pembahasan tersebut, bahwa sistem dan metode yang dipergunakan untuk

memperoleh informasi atau bahan materi suatu pengetahuan ilmiah yang disebut

dengan metodelogi ilmiah. Pada sisi lain dalam kegiatan untuk mencari informasi

tersebut dengan tujuan menemukan hal-hal yang baru merupakan suatu prinsip-

prinsip tertentu atau solusi (pemecahan masalah) tersebut disebut dengan

penelitian.

F. Metodelogi Penulisan

23

Dapat dikatakan bahwa metode merupakan suatu unsur yang mutlak harus

ada dalam penelitian, dipilih berdasarkan dan mempertimbangkan keserasian

dengan obyek serta metode yang digunakan sesuai dengan tujuan, sasaran,

variabel dan masalah yang hendak diteliti. Hal tersebut diperlukan untuk

22 Fitri Hidayati, Efektifitas Penerapan Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan, Fakultas Hukum USU, 2014, hlm. 16

23Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press,1986), hlm 5

Universitas Sumatera Utara

Page 26: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

memperoleh hasil penelitian yang mempunyai nilai validitas dan rebilitas yang

tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut, metode yang digunakan penulis dalam

melakukan penelitian ini adalah :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah

yuridis normatif.Pendekatan yuridis normatif mengacu kepada norma-

norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan

putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam

masyarakat, juga melihat sinkronisasi suatu aturan dengan aturan lainnya

secara hierarki.24

Sifat penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif.Penelitian

berbentuk deskriptif bertujuan menggambarkan realitas objek yang diteliti,

dalam rangka menemukan diantara dua gejala dengan memberikan

gambaran secara sistematis mengenai peraturan hukum dan fakta-fakta

sebagai pelaksana peraturan perundang-undangan di lapangan.

25

2. Lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis

mengambil lokasi di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

Kota Medan dan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara. Alasan memilih Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

Kota Medan sebagai tempat penelitian karena di tempat tersebut dapat

diperoleh data yang ingin diketahui secara sistmatik maupun secara

24 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hlm. 175 25Ibid., hlm. 223

Universitas Sumatera Utara

Page 27: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

keseluruhan mengenai Penyelesaian Sengketa Konsumen di Kota Medan

melalui Proses Arbitrase.

3. Data dan Sumber data

Data adalah kumpulan informasi yang diperoleh dari suatu pengamatan,

dapat berupa angka, lambang atau sifat.Data dapat memberikan gambaran

tentang suatu keadaan atau persoalan.Data juga didefenisikan sebagai

sekumpulan informasi atau nilai yang diperoleh dari pengamatan.

Adapun sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber

pertama.26

b. Data Sekunder

Data primer diperoleh langsung melalui riset dan wawancara

dengan narasumber yang berasal dari BPSK Kota Medan untuk

mendapatkan data dan informasi mengenai masalah yang diteliti guna

mendukung data-data sekunder.

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan pustaka.Data

sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi,

buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian

dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi dan peraturan

perUndang-Undangan.27

26 Soerjono soekanto.,Op. Cit, hlm. 12 27 Zainuddin Ali., Op. Cit, hlm. 106

Universitas Sumatera Utara

Page 28: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Data sekunder tersebut dapat dibagi menjadi :

1. Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian ini.

Dalam penelitian ini, jenis bahan hukum primer yang digunakan

adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan RI Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang

Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Nomor 06/M-DAG/PER/2/2017 tentang Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen, Putusan BPSK Nomor 036/PEN/III/BPSK-

MDN

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer misalnya hasil

penelitian dan karya ilmiah dari kalang hukum lainnya.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan

petunjuk dan penjelasan terkait bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, yang berupa kamus, ensiklopedia, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

4. Metode Pengumpulan Data

Mengingat jenis dan sumber data yang digunakan dalam tulisan ini adalah

jenis data primer dan sekunder maka metode yang digunakan dalam proses

pengumpulan data untuk penulisan ini adalah:

a. Penelitian Kepustakaan

Metode penelitian kepustakaan adalah data kepustakaan yang

diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari

peraturan perUndang-Undangan, buku-buku, dokumen resmi,

publikasi dan hasil penelitian.

b. Penelitian Lapangan

Metode penelitian lapangan adalah data lapangan yang diperlukan

sebagai data penunjang.Metode penelitian ini dilakukan dengan

melakukan kunjungan langsung ke lokasi penelitian untuk menemui

pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa konsumen pada

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan. Penelitian

lapangan ini dilakukan dengan teknik sebagai berikut :

- Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan cara Tanya

jawab langsung antara peneliti dengan subjek penelitian. Teknik

wawancara ini dimaksudkan untuk mengetahui pendapat

narasumber yang terlibat dalam penyelesaian sengketa konsumen

pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan..

5. Analisis Data

Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metodenpenelitian

bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan adalah

Universitas Sumatera Utara

Page 30: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

pendekatan kualitatif terhadap data primer dan sekunder.Deskriptif

tersebut meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang

dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum

yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang

menjadi objek kajian.28

28Ibid., hlm. 107

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan

hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka penulis

membuat suatu sestematika penulisan hukum. Penulis membagi skriksi ini

menjadi 5 bab, yang selanjutnya setiap bab terdiri atas beberapa sub bab yang

tujuannya untuk mempermudah menguraikan dan mendeskripsikan lebih

mendetail permasalahan yang dikaji. Adapun sistematika penulisan hukum ini

terdiri dari 5 (lima) bab yaitu Pendahuluan,Kedudukan BPSK Dalam Penyelesaian

Sengketa Konsumen, Penyelesaian Sengketa Konsumen Oleh Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Medan Melalui Proses Arbitrase, Dan Analisis

Hukum Putusan NO : 036/PEN/III/BPSK-MDN. Yang apabila disusun dengan

sistematis adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN. Pada awal bab ini penulis berusaha

memberikan gambaran awal tentang penelitian yang meliputi Latar Belakang

Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian

Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metodelogi Penulisan yang digunakan dan

Sistematika Penulisan.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

BAB II : KEDUDUKAN BPSK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

KONSUMEN. Dalam bab ini diuraikan mengenai gambaran umum mengenai

Perlindungan Konsumen, Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Kedudukan

BPSK dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen yang terdiri atas : Perlindungan

Konsumen yang terbali lagi menjadi Pengertian Perlindungan Konsumen, Asas

dan Tujuan Perlindungan Konsumen, Hak dan Kewajiban Konsumen, Hak dan

Kewajiban Pelaku Usaha, Penyelesaian Sengketa Konsumen yang kemudian

dibagi lagi menjadi Penyelesaian Sengketa secara Litigasi , Penyelesaian Sengketa

Non Litigasi dan Kedudukan BPSK dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen

yang terdiri atas Dasar Hukum Pembentukan BPSK, Bentuk Penyelesaian

Sengketa di BPSK, Kedudukan BPSK Dalam Penyelesaian Sengketa, Tugas,

Fungsi dan Wewenang BPSK dalam Penyelesaian Sengketa.

BAB III : PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA MEDAN

MELALUI PROSES ARBITRASE. Dalam bab ini diuraikan tentang:Prosedur

Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase di BPSK, Penyelesaian Sengketa

melalui Proses Arbitrase di BPSK Kota Medan dan Kekuatan Hukum Putusan

Arbitrase oleh BPSK.

BAB IV : ANALISIS HUKUM PUTUSAN NO : 036/PEN/III/BPSK-MDN.

Dalam bab ini berisi uraian mengenai putusan BPSK NO : 036/PEN/III/BPSK-

MDN. Bab ini berisi tentang : Kasus Posisi antara Esrawaty Sianturi melawan PT

Graha Kirana Development, Dalil Pemohon (Esrawaty Sianturi), Dalil Termohon

(PT Graha Kirana Development), Pertimbangan Hukum Majelis Hakim BPSK

dan Analisis Hukum Putusan NO : 036/PEN/III/BPSK-MDN yang terdiri atas

Universitas Sumatera Utara

Page 32: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Kedudukan Putusan Arbitrase oleh BPSK dan Analisis Proses Penyelesaian

Sengketa Konsumen melalui Arbitrase oleh BPSK Kota Medan

BAB V : PENUTUP. Bab ini memuat kesimpulan hasil penelitian dan saran

sebagai pedoman dalam perumusan penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK

di Kota Medan melalui Arbitrase.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

BAB II

KEDUDUKAN BPSK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

D. PERLINDUNGAN KONSUMEN

5. Pengertian Perlindungan Konsumen

Dalam alinea ke IV UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 secara

tegas dinyatakan bahwa tujuan Negara Republik Indonesia adalah melindungi

segenap bangsa Indonesia dan selurun tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi

dan keadilan sosial.

Perlindungan hukum bagi konsumen adalah suatu masalah yang besar,

dengan persaingan global yang terus berkembang.Perlindungan hukum sangat

dibutuhkan dalam persaingan dan banyaknya produk dan layanan yang

menempatkan konsumen dalam posisi tawar yang lemah.Perlindungan hukum

bagi konsumen dalam bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh negara.29

Menurut ketentuan pasal 1 ayat (1) UUPK, perlindunagn konsumen adalah

segala upaya menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan

kepada konsumen.Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat

dalam pasal 1 ayat (1) UUPK tersebut cukup memadai.Kalimat yang menyatakan

“segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai

benteng untuk meniadakan kesewenang-wenangan yang merugikan pelaku usaha

hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.Meskipun undang-undang

29 Arif Rahman., Op. Cit, hlm 24

Universitas Sumatera Utara

Page 34: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

ini disebut sebagai Undang-undang Perlindungan Konsumen namun bukan berarti

kepentingan pelaku usaha tidak ikut menjadi perhatian, karena perekonomian

nasional banyak ditentukan oleh para pelaku usaha.30

a. Prinsip perlindungan kesehatan/harta konsumen

Dalam melindungi konsumen terdapat prinsip-prinsip perlindungan hukum

bagi konsumen di Indonesia, yaitu:

Perlindungan kesehatan/harta konsumen yang dimaksud adalah

perlindungan terhadap manusia agar kesehatannya tidak menurun/hartanya tidak

berkurang sebagai akibat penggunaan produk.31

b. Prinsip perlindungan atas barang dan harga

Perlindungan atas barang dan harga dimaksudkan sebagai perlindungan

konsumen dari penggunaan barang dengan kualitas di bawah standar atau kualitas

yang lebih rendah dari pada nilai harga yang dibayar.32

c. Prinsip penyelesaian sengketa secara patut

Penyelesaian sengketa secara patut merupakan, harapan setiap orang yang

menghadapi sengketa dengan pihak lain, termasuk penyelesaian sengketa secara

patut atas sengketa yang timbul antara konsumen dan pelaku usaha.33

6. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Berdasarkan pasal 2 UUPK disebutkan bahwa perlindungan konsumen

berasaskan manfaat, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian

30 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2017), hlm. 1

31 Ahmadi Miru, Op. Cit.,hlm. 184 32Ibid., hlm. 196 33Ibid., hlm. 209

Universitas Sumatera Utara

Page 35: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

hukum.34 Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama

berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:35

1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamankan bahwa segala upaya

dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan

manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku

usaha secara keseluruhan.

2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan

antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam

arti materiil dan spiritual.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada

konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang

dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

menyelenggarakan perlindungan kosumen, serta negara menjamin

kepastian hukum.

Memerhatikan pasal 2 UUPK demikian pula penjelasannya tampak bahwa

perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan nasional yaitu pembangunan

34 Pasal 2 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 35 Penjelasan Pasal 2 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Universitas Sumatera Utara

Page 36: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

manusia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah Negara Republik Indonesia.

Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila diperhatikan substansinya,

dapat dibagi menjadi 3 (tiga) asas yaitu:36

1. Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan

keselamatan konsumen

2. Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan, dan

3. Asas kepastian hukum.

Dalam hukum ekonomi keadilan disejajarkan dengan asas keseimbangan,

kemanfaatan disejajarkan dengan asas maksimalitas, dan asas kepastian hukum

disejajarkan dengan asas efisiensi karena menurut Himawan bahwa: ”Hukum

yang berwibawa berarti hukum yang efisiensi, dibawah naungan mana seseorang

dapat melaksanakan hak-haknya tanpa ketakutan dan melaksanakan kewajibannya

tanpa penyimpangan”.37

Tujuan yang ingin dicapai dalam perlindungan konsumen dijabarkan dalam

Undang-undang Perlindungan Konsumen pasal 3, yaitu perlindungan konsumen

bertujuan:

38

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri.

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

36Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. Cit., hlm. 26 37Ibid., hlm. 33 38 Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Universitas Sumatera Utara

Page 37: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi.

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha.

6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. ntut hak-haknya

sebagai konsumen.

Pasal 3 UUPK merupakan isi pembangunan nasional sebagaimana

dimaksud dalam pasal 2 UUPK, karena tujuan perlindungan konsumen

merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan

dibidang hukum perlindungan konsumen.39

Tujuan perlindungan konsumen yang telah disebutkan diatas dapat

dikelompokkan kedalam tiga tujuan hukum secara umum. Tujuan hukum untuk

mendapatkan keadilan dapat terlihat pada rumusan huruf c dan huruf e. Tujuan

hukum untuk memberikan kemanfaatan dapat dilihat pada rumusan huruf a, b,

termasuk huruf c, huruf d dan huruf f. Terakhir tujuan hukum yang memberikan

kepastian hukum dapat dilihat dalam rumusan huruf d. Pengelompokan ini

tidakbelaku mutlak, karena rumusan yang ada pada huruf a sampai dengan huruf f

terdapat tujuan yang dapat dikualifikasikan sebagai tujuan ganda.

40

39Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo., Op. Cit, hlm. 34 40Ibid., hlm. 34

Universitas Sumatera Utara

Page 38: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

7. Hak dan Kewajiban Konsumen

Sebagai pemakai barang dan/atau jasa, konsumen mempunyai sejumlah hak

dan kewajiban.Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar setiap

orang mampu bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri.

Berdasarkan pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen disebutkan, hak konsumen adalah:41

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa serta

mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar

dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakan.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif.

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

41 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Universitas Sumatera Utara

Page 39: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen lebih luas daripada hak-

hak dasar konsumen sebagai mana pertama kali dikemukakan oleh Presiden

Amerika Serikat J.F. Kennedy di depan Kongres pada tanggal 15 Maret 1962

yaitu:42

Keempat hak tersebut merupakan bagian dari Deklarasi Hak-hak Asasi

Manusia yang dicanangkan PBB pada tanggal 10 Desember 1948, yang kemudian

oleh Organisasi Konsumen Sedunia (International Organization of Consumers

Union – IOCU) ditambahakan empat hak dasar konsumen yaitu:

a. Hak memperoleh keamanan

b. Hak memilih

c. Hak medapatkan informasi

d. Hak untuk didengar

43

Disamping itu, Masyarakat Eropa (Europese Ekonomische Gemeenschap

atau EEG) juga telah menyepakati lima hak dasar konsumen. Lima hak dasar

tersebut adalah:

a. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup

b. Hak untuk memperoleh ganti rugi

c. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen

d. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat

44

a. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan

42Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo., Op. Cit, hlm. 38 43Ibid., hlm. 39 44Ibid., hlm. 39

Universitas Sumatera Utara

Page 40: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

b. Hak perlindungan kepentingan ekonomi

c. Hak mendapat ganti rugi

d. Hak atas penerangan

e. Hak untuk didengar

Memperhatikan hak-hak yang disebutkan di atas, maka secara keseluruhan

pada dasarnya dikenal 10 macam hak konsumen, yaitu sebagai berikut:45

a. Hak atas keamanan dan keselamatan

Hak ini dimaksudkan untuk menjamin kemanan dan keselamatan

konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya,

sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun

psikis) apabila mengonsumsi suatu produk.

b. Hak untuk memperoleh informasi

Hak atas informasi ini sangat penting, karena tidak memadainya

informasi yang disampaikan kepada konsumen juga merupakan salah

satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal dengan cacat instruksi

atau cacat karena informasi yang tidak memadai.Hak atas informasi

yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh

gambaran yang benar tentang suatu produk yang diinginkan sesuai

kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam

penggunaan produk.

Informasi yang merupakan hak konsumen tersebut diantaranya adalah

mengenai manfaat kegunaan produk; efek samping atas penggunaan

produk; tanggal kadaluarsa; serta identitas dari produk

45Ibid., hlm. 40-46

Universitas Sumatera Utara

Page 41: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

tersebut.Informasi itu dapat disampaikan baik secara lisan, maupun

tertulis, baik yang dilakukan dengan mencantumkan pada label yang

melekat pada kemasan produk, maupun melalui iklan-iklan yang

disampaikan oleh produsan, baik melalui media cetak maupun media

elektronik.

c. Hak untuk memilih

Hak untu memilih dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada

konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan

kebutuhannya, tanpa ada tekanan dari pihak luar.Berdasarkan hak ini,

konsumen berhak memutuskan untuk membeli atau tidak terhadap

suatu produk, demikian pula keputusan untuk memilih baik kualitas

maupun kuantitas jenis produk yang dipilihnya.

d. Hak untuk didengar

Hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak

dirugikan lebih lanjut.Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang

berbagai hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila

informasi tentang produk tersebut kurang memadai, ataukah berupa

pengaduan atas adanya kerugianyang telah dialami akibat penggunaan

suatu produk, atau yang berupa pernyataan/pendapat tentang suatu

kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.

e. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup

Hak ini merupakan hak yang mendasar karena menyangkut

kelangsungan hidup seseorang.Dengan demikian, setiap konsumen

Universitas Sumatera Utara

Page 42: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

berhak untuk memperoleh kebutuhan dasar (barang atau jasa) untuk

mempertahankan hidupnya secara layak.

f. Hak untuk memperoleh ganti kerugian

Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan

yang telah menjadi rusak akibat adanya penggunaan barang atau jasa

yang tidak memenuhi harapan konsumen.Hak ini sangat terkait

dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen baik

yang berupa kerugian materi maupun kerugian yang menyangkut

kerugian atas diri kosumen sendiri.

g. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen

Hak ini dimaksudkan agar konsumen memperoleh pengetahuan

maupun keterampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari

kerugian akibat penggunaan produk, karena dengan pendidikan

konsumen tersebut,konsumen dapat menjadi lebih kritis dan teliti

dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan.

h. Hak memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat

Hak atas lingkungan yang bersih dan sehat ini sangat penting bagi

setiap konsumen dan lingkungan.

i. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang

diberikannya

Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari permainan

harga yang tidak wajar, karena dalam keadaan tertentu konsumen

dapat saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi

Universitas Sumatera Utara

Page 43: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang

diperolehnya.

j. Hak untuk mendapat upaya penyelesaian hukum yang patut

Hak ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang

telah dirugikan akibat penggunaan produk, dengan melalui jalur

hukum.

Selain adanya hak, konsumen juga mempunyai beberapa kewajiban.

Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, kewajiban Konsumen

adalah:46

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian

atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan

keselamatan.

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau

jasa.

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

Adanya kewajiban konsumen membaca atau mengikuti petunjuk informasi

dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa merupakan hal

yang penting mendapat pengaturan. Banyak konsumen yang menderita kerugian

akibat penggunaan dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikarenakan

konsumen tidak membaca petunjuk informasi dan prosedur pemakaian yang

disampaikan oleh pelaku usaha pada label produk. Dengan pengaturan kewajiban

46 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Universitas Sumatera Utara

Page 44: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

ini, memberikan konsekuensi pelaku usaha tidak bertanggung jawab jika

konsumen yang bersangkutan menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban

tersebut.47

Mengenai kewajiban konsumen beriktikad baik hanya tertuju pada transaksi

pembelian barang dan/atau jasa.Hal ini tentu saja disebabkan karena bagi

konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat

melakukan transaksi dengan produsen.Berbeda dengan pelaku usaha

kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang dirancang /

diproduksi oleh produsen (pelaku usaha).

48

Kewajiban lain yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut adalah

kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa

perlindungan konsumen secara patut. Adanya kewajiban seperti ini diatur dalam

Undang-undang Perlindungan Konsumen dianggap tepat, sebab kewajiban ini

adalah untuk mengimbangi hak konsumen untuk mendapatkan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Hak ini akan menjadi

lebih mudah diperoleh jika konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa

secara patut. Hanya saja kewajiban konsumen ini, tidak cukup terealisasikan jika

tidak diikuti oleh kewajiban yang sama oleh pelaku usaha.

Selain itu, konsumen juga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai

dengan nilai tukar yang disepakati dengan pelaku usaha.Hal itu sudah menjadi

biasa dan dan sudah semestinya dalam suatu transkasi jual beli barang dan/atau

jasa.

49

47Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo., Op. Cit, hlm. 48 48Ibid., hlm. 49 49Ibid., hlm. 50

Universitas Sumatera Utara

Page 45: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

8. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pelaku usaha sebagai produsen dari barang atau jasa, dalam kegiatan jual

beli juga memiliki hak.Hak pelaku usaha diatur dalam UUPK. Adapun hak

pelaku usaha adalah:50

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan.

Berkaitan dengan kewajiban konsumen untuk membayar produk yang

dibeli sesuai dengan nilai tukar yang disepakati, maka pelaku usaha

berhak menerima pembayaran yang telah disepakati atas jual beli produk

tersebut.

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad tidak baik.

Iktikad baik pada dasarnya diwajibkan dalam segala perjanjian termasuk

perjanjian jual beli antara konsumen dan pelaku usaha.Apabila

konsumen tidak beriktikad baik maka pelaku usaha berhak mendapatkan

perlindungan hukum atas tindakan konsumen tersebut.

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen.

Dalam kegiatan jual beli antara konsumen dan pelaku usaha, banyak

kemungkinan yang bisa menyebabkan adanya sengketa

konsumen.Pelaku usaha dalam hal ini mempunyai hak untuk melakukan

pembelaan diri di dalam penyelesaian sengketa konsumen.

50 Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Universitas Sumatera Utara

Page 46: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan.

Jika dalam penyelesaian sengketa diputuskan bahwa pelaku usaha tidak

bersalah maka pelaku usaha berhak mendapatkan rehabilitasi atas

dirinya.

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Menyangkut hak-hak pelaku usaha yang lainnya, sebenarnya lebih banyak

berhubungan dengan aparat pemerintah atau Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen / Pengadilan dalam tugas dan wewenangnya melakukan penyelesaian

sengketa.Melalui hak-hak tersebut diharapkan perlindungan konsumen secara

berlebihan hingga mengabaikan hak pelaku usaha dapat dihindari.51

Selain adanya hak, pelaku usaha dalam kegiatan jual beli barang dan/atau

jasa juga mempunyai kewajiban. Kewajiban pelaku usaha adalah:

52

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,

perbaikan, dan pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif.

51Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo., Op. Cit, hlm. 51 52 Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Universitas Sumatera Utara

Page 47: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau

jasa yang berlaku.

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau

garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan.

f. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai

dengan perjanjian.

Kewajiban pelaku usaha beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usaha

merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian.Ketentuan

tentang iktikad baik diatur dalam pasal 1338 ayat (3) BW. Bagi masing-masing

calon pihak dalam perjanjian terdapat kewajiban untuk mengadakan penyelidikan

dalam batas-batas wajar terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak

atau masing-masing pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup

kontrak yang berkaitan dengan iktikad baik.53

Tentang kewajiban ke dua pelaku usaha yaitu Memberikan informasi yang

benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta

memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan, disebabkan karena

informasi disamping merupakan hak konsumen juga karena ketiadaan informasi

Dalam UUPK pelaku usaha diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan

kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen diwajibkan beriktikad baik dalam

melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

53Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo., Op. Cit, hlm. 53

Universitas Sumatera Utara

Page 48: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

atau informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha merupakan salah satu jenis

cacat produk (cacat informasi) yang akan merugikan konsumen. Pentingnya

penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen mengenai suatu produk,

agar konsumen tidak salah terhadap gambaran mengenai suatu produk tersebut.54

E. PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

3. Penyelesaian Sengketa secara Litigasi

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan merupakan penyelesaian sengketa

baik yang dipilih sebagai klausula perjanjian ataupun tidak adanya klausula

perjanjian (pilihan hukum) yang mencantumkan pilihan penyelesaian sengketa

melalui pengadilan dan pengadilan sebagai tempat penyelesaian sengketa.

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi), penanganan perkaranya

melalui proses pendaftaran perkara di pengadilan negeri.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan

konsumenmenyatakan penyelesaian sengketa melalui pengadilan Pasal 48 yaitu

:“Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada

ketentuantentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan

dalampasal 45”.

Penunjukan pasal 45 dalamhal ini, lebih banyak bertujuan padaketentuan

tersebut dalam ayat (4). Artinya penyelesaian sengketa konsumenmelalui

pengadilan hanya dimungkinkan apabila :55

54Ibid., hlm. 55 55 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Op. Cit., hlm 234

a. Para pihak belum memilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di

luarpengadilan, atau

Universitas Sumatera Utara

Page 49: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

b. Upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan dinyatakan

tidak berhasiloleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang

bersengketa.

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) adalah suatu pola

penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak yang bersengketa, dalam

penyelesaian sengketa itu diselesaikan oleh pengadilan.Putusannya bersifat

mengikat.Penggunaan sistem litigasi mempunyai keuntungan dan kekurangannya

dalam penyelesaian suatu sengketa. Keuntungannya yaitu:56

1. Dalam mengambil alih keputusan dari para pihak, litigasi sekurang-

kurangnya dalam batas tertentu menjamin bahwa kekuasaan tidak dapat

memengaruhi hasil dan dapat menjamin ketenteraman social

2. Litigasi sangat baik sekali untuk menemukan kesalahan-kesalahan dan

masalah-masalah dalam posisi pihak lawan.

3. Litigasi memberikan suatu standar bagi produsen yang adil dan memberikan

peluang yang luas kepada para pihak untuk didengar keterangannya sebelum

mengambil keputusan.

4. Litigasi membawa nilai-nilai masnyarakat untuk menyelesaiakn sengketa

pribadi.

5. Dalam sistem litigasi para hakim menerapkan nilai-nilai masyarakat yang

terkandung dalam hukum untuk menyelesaikan sengketa.

Penyelesaian melalui litigasi tidak hanya menyelesaikan sengketa tetapi

lebih dari itu, yaitu menjamin suatu bentuk ketertiban umum, yang tertuang dalam

56 Anita D A Kolopaking, Asas Iktikad Baik dalam Penyelesaian Sengketa Kontrak Melalui Arbitrase, (Bandung: PT Alumni, 2013), hlm. 39

Universitas Sumatera Utara

Page 50: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

undang-undang eksplisit maupun implisit.Namun, litigasi setidak-tidaknya

memiliki banyak kekurangan (draw-backs). Kekurangan litigasi yaitu:57

1. Memaksa para pihak pada posisi yang ekstrem.

2. Memerlukan pembelaan (advocacy) atas setiap maksud yang dapat

memengaruhi putusan.

3. Benar-benar mengangkat seluruh persoalan dalam perkara, apakah

4. Persoalan materi (substantive) atau prosedur, untuk persamaan

kepentingan dan mendorong para pihak melakukan penyelidikan fakta

yang ekstrim dan sering kali marginal.

5. Menyita waktu dan meningkatkan biaya keuangan.

6. Fakta-fakta yang dapat dibuktikan membentuk kerangka persoalan,

para pihak tidak selalu mampu mengungkapkan kekhawatiran mereka

yang sebenarnya.

7. Tidak mengupayakan untuk memperbaiki atau memulihkan hubungan

para pihak yang bersengketa

8. Tidak cocok untuk sengketa yang polisenteris, yaitu sengketa yang

melibatkan banyak pihak, banyak persoalan dan beberapa

kemungkinan alternative penyelesaian sengketa.

4. Penyelesaian Sengketa Non Litigasi

Penyelesaian sengketa non litigasi adalah penyelesaian sengketa yang

dilakukan di luar pengadilan.Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat

dilakukan dengan :

57Ibid.,hlm. 40

Universitas Sumatera Utara

Page 51: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

1. Penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak yang bersengketa

Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 45

ayat (2) UUPK, tidak menutup kemungkinan dilakukannya penyelesaian

secara damai oleh para pihak yang bersengketa yaitu pelaku usaha dan

konsumen , tanpa melalui pengadilan atau BPSK dan sepanjang tidak

bertentangan dengan UUPK. Dari penjelasan pasal 45 ayat (2) UUPK dapat

diketahui bahwa UUPK menghendaki agar penyelesaian damai, merupakan

upaya hukum yang harus terlebih dahulu diusahakan oleh para pihak yang

bersengketa, sebelum para pihak memilih untuk menyelesaikan sengketa

mereka di BPSK atau badan peradilan.58

2. Penyelesaian sengketa melalui BPSK

Pemerintah membentuk suatu badan yaitu Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen (BPSK) untuk menyelesaikan sengketa konsumen diluar

pengadilan.Dengan adanya BPSK maka penyelesaian sengketa konsumen

dapat dilakukan secara cepat, mudah dan murah.59Setiap konsumen yang

merasa dirugikan dapat mengadukan masalahnya kepada BPSK, baik secara

langsung, diwakili kuasanya atau ahli warisnya. Penyelesaian sengketa

konsumen di BPSK diselenggarakan semata-mata untuk mencapai

kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian dan/atau

mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulang kembali

kerugian yang diderita oleh konsumen.60

Dalam penyelesaian sengketa melalui non-litigasi, kita telahmengenal

adanya alternatif penyelesaian sengketa atau AlternativeDispute Resolutin (ADR),

58 Susanti Adi Nugroho, Op. cit., hlm. 99 59Ibid., 60Ibid., hlm. 100

Universitas Sumatera Utara

Page 52: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

Tentang Arbitrase dan ADR,yang berbunyi sebagai berikut:

“Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembagapenyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui proseduryang disepakati para pihak, yakni penyelesaian sengketa diluar pengadilan dengan cara konsultasi, mediasi, konsiliasi,atau penilaian ahli.” Alternatif penyelesaian sengketa lahir dari tuntutan pencari keadilan yang

menginginkan peradilan yang sederhana, cepat danbiaya ringan. Cara

penyelesaian alternatif akhir-akhir ini mendapatperhatian dari berbagai kalangan

(terutama dalam dunia bisnis) sebagaicara penyelesaian perselisihan yang perlu

dikembangkan untuk mengatasi kemacetan melalui pengadilan.61

1. Konsultasi

Dalam Alternatif Penyelesaian sengketa terdapat beberapa bentuk

penyelesaian, anatara lain:

Konsultasi adalah suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak

tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, dimana pihak

konsultan memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan

kebutuhan kliennya.62

2. Negosiasi

Negosiasi sebagai sarana bagi para pihak yang bersengketa untuk

mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah,

sehingga tidak ada prosedur baku, akan tetapi prosedur dan mekanismenya

diserahkan kepada kesepakatan para pihak yang bersengketa tersebut.

61 Sudirto, Zaeni Asyhadie, Op. Cit., hlm. 11. 62https://business-law.binus.ac.id/2017/05/31/ragam-dan-bentuk-alternatif-penyelesaian-

sengketa/ , diakses tanggal 9 Mei 2019, Pukul 12.11 WIB

Universitas Sumatera Utara

Page 53: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Penyelesaian sengketa sepenuhnya dikontrol oleh para pihak, sifatnya informal,

yang dibahas adalah berbagai aspek, tidak hanya persoalan hukum saja.

3. Konsiliasi

Konsiliasi adalah suatu penyelesaian dimana para pihak berupaya aktif

mencari penyelesaian dengan bantuan pihak ketiga.Konsiliasi diperlukan apabila

para pihak yang bersengketa tidak mampu menyelesaikan sendiri

perselisihannya.63

4. Mediasi

Jika pihak yang bersengketa tidak mampu merumuskan suatu

kesepakatan, maka pihak ketiga mengajukan usulan jalan keluar dari

sengketa.Meskipun demikian konsiliator tidak berwenang membuat putusan,

tetapi hanya berwenang membuat rekomendasi, yang pelaksanaanya sangat

bergantung pada itikad baik para pihak yang bersengketa sendiri.

Mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan dibantu oleh pihak ketiga

(mediator) yang netral/tidak memihak.Peranan mediator adalah sebagai penengah

(yang pasif) yang memberikan bantuan berupa alternatif-alternatif penyelesaian

sengketa untuk selanjutnya ditetapkan sendiri oleh pihak yang bersengketa.

5. Penilaian Ahli

Pendapat para ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis sesuai dengan bidang

keahliannya.

6. Arbitrase

Arbitrase memiliki karakteristik yang hampir serupa dengan penyelesaian

sengketa adjudikatif.Sengketa dalam arbitrase diputus oleh arbiter atau majelis

arbiter yang mana putusan arbitrase tersebut bersifat final and binding.

63Sudiarto dan Zaeni Asyhadie, OP. Cit., hlm. 11

Universitas Sumatera Utara

Page 54: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Tidak semua bentuk alternatif penyelesaian sengketa baik untuk para pihak

yang bersengketa. Suatu alternative penyelesaian sengketa yang baik setidak-

tidaknya haruslah memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:64

a. Haruslah efisiensi dari segi waktu

b. Haruslah hemat biaya

c. Haruslah dapat diakses oleh para pihak. Misalnya tempatnya tidak

terlalu jauh.

d. Haruslah melindungi hak-hak dari para pihak yang bersengketa.

e. Haruslah dapat menghasilkan putusan yang adil dan jujur.

f. Badan atau orang yang menyelesaikan sengketa haruslah terpercaya di

mata masyarakat dan di mata para pihak yang bersengketa.

g. Putusannya haruslah final dan mengikat.

h. Putusannya haruslah bahkan mudah dieksekusi.

i. Putusannya haruslah sesuai dengan perasaan keadilan dari komuniti

dimana penyelesaian sengketa alternative tersebut terdapat.

Penyelesaian sengketa secara non litigasi yakni melalui lembaga alternative

penyelesaian sengketa, lebih menjadi pilihan dari para pelaku bisnis.Hal ini terjadi

karena terdapat keunggulan-keunggulan yang tidak dijumpai dalam penyelesaian

sengketa secara litigasi. Adapun beberapa keunggulan dari penyelesaian sengketa

secara non litigasi ialah sebagai berikut:65

64 Munir Fuady, Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 34

65 Khotibul Umam, Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010), hlm. 7

Universitas Sumatera Utara

Page 55: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

a. Sifat kesukarelaan dalam proses

Kesukarelaan disini karena penyelesaian sengketa melalui alternative

penyelesaian sengketa dilakukansesuai dengan perjanjian yang dibuat

para pihak. Perjanjian dimaksud dibuat dengan berdasarkan

kesukarelaan, baik menyangkut substansi maupun proses beracara di

lembaga peradilan yang prosedurnya telah ditentukan secara pasti.

b. Prosedur cepat

Keunggulan lain dari alternative penyelesaian sengketa adalah dalam hal

kecepatan. Kecepatan dalam penyelesaian tergantung dari iktikad baik

para pihak yang bersengketa dalam berupaya menyelesaikannya dengan

mengedepankan semangat kekeluargaan.Prosedurnya pun tergantung

dari kesepakatan para pihak sehingga lebih fleksibel.

c. Putusan non yudisial

Putusan bersifat non yudisial maksudnya bahwa putusan yang dihasilkan

tidak diputus oleh lembaga hakim, tetapi lebih pada hasil kesepakatan

para pihak yang bersengketa sendiri dengan atau tanpa bantuan pihak

ketiga yang netral.Karena merupakan kesepakatan maka hasil

penyelesaian hakikatnya merupakan perjanjian yang mengikat.

d. Prosedur rahasia

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan pada asasnya terbuka dan

dibuka untuk umum.Akan tetapi, dalam lembaga penyelesaian sengketa

alternative justru sebaliknya yaitu bahwa putusan harus dirahasiakan.Hal

ini ditujukan untuk menjaga reputasi dari para pihak yang bersengketa.

e. Fleksibel dalam merancang syarat-syarat penyelesaian masalah

Universitas Sumatera Utara

Page 56: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Syarat-syarat penyelesaian masalah dalam lembaga alternative

penyelesaian sengketa lebih fleksibel karena bisa ditentukan oleh para

pihak yang bersengketa.

f. Hemat waktu dan biaya

Konsekuensi logis dari fleksibelnya prosedur penyelesaian dan faktor

kecepatan adalah bahwa menyelesaikan sengketa melalui lembaga

alternative akan menghemat waktu dan biaya. Hal ini sejalan dengan

asas dalam penyelesaian sengketa yaitu dilakukan secara cepat,

sederhana dan biaya murah.

g. Pemeliharaan hubungan baik

Pemeliharaan hubungan baik antara pihak yang bersengketa dapat

terwujud karena penyelesaian sengketa dilakukan secara dialogis dengan

atau tanpa melibatkan pihak ketiga yang netral dan putusan hakikatnya

merupakan kesepakatan dari para pihak.Dengan demikian, sifat

penyelesaian sengketa yang ada yakni win-win solution, bahwa setiap

pihak tidak dirugikan dan masing-masing mendapatkan keuntungan

secara proporsional.

h. Lebih mudah dikontrol dan lebih mudah memperkirakan hasil

Lembaga alternative penyelesaian sengketa dengan prosedur yang

fleksibel, akan memudahkan bagi pihak yang bersengketa untuk

memperkirakan hasil penyelesaiannya.

i. Putusan cenderung bertahan lama karena penyelesaian sengketa secara

kooperatif dibandingkan pendekatan adversial atau pertentangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 57: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan meliputi:66

a. Penyelesaian sengketa kosumen yang dilakukan oleh pelaku usaha dan

konsumen sendiri.

b. Penyelesaian dengan mengadu kepada Lembaga Perlindungan

Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).

c. Penyelesaian dengan cara mengadu kepada Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen.

F. KEDUDUKAN BPSK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

KONSUMEN

1. Dasar Hukum Pembentukan BPSK

Dasar hukum pembentukan BPSK adalah Undang-Undang No. 8 Tahun

1999.Pasal 49 Ayat 1 yang menyatakan bahwa pemerintah membentuk Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian

sengketa di luar pengadilan. Ketentuan pasal 49 ayat (1) UUPK yang menetapkan

pembentukan BPSK hanya pada Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota),

memperlihatkan maksud pembuat undang-undang bahwa putusan BPSK sebagai

badan penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan tidak ada upaya

banding dan kasasi.67

Kehadiran BPSK diresmikan pada tahun 2001, yaitu dengan adanya

Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pemerintah Kota Medan, Kota

66 Susanti Adi Nugroho, Op. Cit., hlm 238 67 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit., hlm. 246

Universitas Sumatera Utara

Page 58: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota

Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang dan Kota Makassar.68

Selanjutnya dalam Keputusan Presiden No. 108 Tahun 2004 dibentuk lagi

BPSK di tujuh kota dan tujuh kabupaten berikutnya, yaitu di Kota Kupang, Kota

Samarinda, Kota Sukabumi, Kota Bogor, Kota Kediri, Kota Mataram, Kota

Palangkaraya dan pada Kabupaten Kupang, Kabupaten Belitung, Kabupaten

Sukabumi, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Serang, Kabupaten Ogan Komering

Ulu, dan Kabupaten Jeneponto

69

a. Ketua merangkap anggota

.

Terakhir, dalam Keputusan Presiden No. 18 Tahun 2005 membentuk BPSK

di Kota Padang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Bandung dan Kabupaten

Tangerang.

Menurut ketentuan pasal 90 Keppres No. 90 Yahun 2001, biaya pelaksanaan

tugas BPSK dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).Dalam upaya

untuk memudahkan konsumen menjangkau BPSK, maka dalam keputusan

presiden tersebut, tidak dicantumkan wilayah yuridiksi BPSK, sehingga

konsumen dapat mengadukan masalahnya pada BPSK mana saja yang di

kehendakinya.

Sesuai dengan ketentuan pasal 50 UUPK, kelembagaan BPSK terdiri dari:

b. Wakil ketua merangkap anggota

c. Anggota

68 Keputusan Presiden No. 90 Tahun 2001, LN No. 105 Tahun 2001 69 Keputusan Presiden No. 108 Tahun 2004

Universitas Sumatera Utara

Page 59: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

BPSK dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh sekretariat.Pada setiap

BPSK dibentuk secretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang terdiri

atas kepala sekretariat dan anggota, yang pengangkatan dan pemberhentiannya

dilakukan oleh menperindag.70

a. Warga negara RI

Untuk dapat diangkat menjadi anggota BPSK, seseorang harus memenuhi

syarat sebagai berikut:

b. Berbadan sehat

c. Berkelakuan baik

d. Tidak pernah dihukum karena kejahatan

e. Memiliki pengetahuan dan pengalaman dibidang perlindungan

konsumen

f. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun

Dalam pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ini mengacu

pada peraturan hukum, yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 Tentang Badan

PenyelesaianSengketa Konsumen Nasional (BPKN)

3. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan

PengawasanPenyelenggaraan Perlindungan Konsumen.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga

PerlindunganKonsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)

70 Pasal 51 ayat (1,2,3) Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Universitas Sumatera Utara

Page 60: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

5. Keputusan Presidan Nomor 50 Tahun 2001 Tentang Pembentukan

BadanPenyelesaian Sengketa Konsumen.

6. Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Nomor

301MPP/Kep/10/2001 Tanggal 24 Oktober 2001 tentang

PengangkatanPemberhentian Anggota Sekretariat Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen.

7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

302MPP/Kep/10/2001 Tanggal 24 Oktober 2001 Tentang Pendaftaran

LembagaPerlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).

8. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350

MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas danWewenang Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen.

9. Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

Nomor605/MPP/Kep/8/2002 Tanggal 29 Agustus 2002 Tentang

Pengangkatan AnggotaBadan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK).

10. Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2004 Tentang Pembentukan

Badan Penyelesaian Sengketa Kosumen (BPSK).

11. Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Pembentukan

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

2. Bentuk Penyelesaian Sengketa di BPSK

Penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau Alternative Dispute Resoution

dapat ditempuh dengan berbagai cara, berupa: arbitrase, mediasi, konsiliasi,

negosiasi, konsultasi dan pendapat ahli. Dari sekian banyak cara penyelesaian

Universitas Sumatera Utara

Page 61: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

sengketa di luar pengadilam, UUPK dalam pasal 52 tentang tugas dan wewenang

BPSK, memberikan 3 (tiga) macam bentuk penyelesaian sengketa di BPSK, yaitu:

a. Mediasi

Mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa diluar

pengadilan ditempuh atas inisiatif salah satu ihak atau para

pihak.Dalam mediasi, majelis BPSK bersikap aktif sebagai

pemerantara dan penasihat.

Pada dasarnya mediasi adalah suatu proses dimana pihak ketiga (a

third party), suatu pihak luar yang netral (a neutral outsider) terhadap

sengketa, mengajak pihak yang bersengketa pada suatu penyelesaian

sengketa yang disepakati. Sesuai dengan batasan tersebut mediator

berada di tengah-tengah dengan tidak memihak salah satu

pihak.Sesuai dengan sifatnya, mediasi tidak dapat diwajibkan

(compulsory), tetapi hanya dapat terjadi jika kedua belah pilah secara

sukarela (voluntary) berpartisipasi.71

71Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Teori dan Praktek Penegakan Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 23

Peran mediator sangat terbatas yaitu pada hakikatnya hanya menolong

para pihak untuk mencari jalan keluar dari persengketaan yang mereka

hadapi, sehingga hasil penyelesaian dalam bentuk kompromi terletak

sepenuhnya pada kesepakatan para pihak, dan kekuatannya tidak

secara mutlak mengakhiri sengketa secara final dan tidak pula

mengikat secara mutlak tetapi tergantung pada iktikad baik untuk

memenuhi secara sukarela.

Universitas Sumatera Utara

Page 62: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Keuntungan penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah karena cara

pendekata penyelesaian diarahkan pada kerja sama untuk mencapai

kompromi, sehingga masing-masing pihak tidak perlu saling

mempertahankan fakta dan bukti yang mereka miliki, serta tidak

membela dan mempertahankan kebenaran masing-masing. Dengan

demikian, pembuktian tidak lagi menjadi beban yang memberatkan

para pihak.72

b. Arbitrase

Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar

peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat

secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dalam upaya

penyelesaian sengketa, para pihak menyerahkan sepenuhnya kepada

Majelis BPSK untuk memutuskan dan menyelesaikan sengketa

konsumen arbitrase.Arbitrase merupakan suatu metode penyelesaian

sengketa dalam masalah-masalah perdata yang dapat disetujui oleh

kedua belah pihak yang dapat mengikat (binding) dan dapat

dilaksanakan/ditegakkan.73

Kelebihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini karena

putusannya langsung final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan

mengikat para pihak.Putusa arbitrase ini memiliki kekuatan

eksekutorial, sehingga apabila pihak yang dikalahkan tidak memenuhi

72Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. Cit., hlm. 261 73 Yusuf Shofie, Op. Cit., hlm. 25

Universitas Sumatera Utara

Page 63: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

putusan secara sukarela, maka pihak yang menang dapat meminta

eksekusi ke pengadilan.74

Secara umum dinyatakan bahwa lembaga arbitrase mempunya

kelebihan, antara lain:

75

1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak

2. Dapat dihindarkan kelambatan yang diakibatkan karena hal

prosedur dan administratif

3. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya

mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang

cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil

4. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan

masalah serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase

5. Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan

dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun

langsung dapat dilaksanakan.

Walaupun arbitrase memiliki kelebihan, namun pada akhir-akhir

ini peran arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa di luar

pengadilan digeser oleh alternative penyelesaian sengketa yang

lain, Karena pada arbitrase:76

a. Biaya mahal, karena walaupun secara teori biayanya lebih

murah namun dalam prakteknya biaya yang harus dikeluarkan

hampir sama dengan biaya litigasi karena terdapat beberapa

komponen biaya yang harus dikeluarkan seperti biaya

74Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. Cit., hlm. 254 75 Sudiarto dan Zaeni Asyhadie, Op. Cit., hlm33 76Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. Cit., hlm. 254

Universitas Sumatera Utara

Page 64: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

administrasi, honor arbiter, biaya transportasi dan akomodasi

arbiter serta biaya saksi dan ahli.

b. Penyelesaian yang lambat, karena walaupun banyak sengketa

yang diselesaikan dalam jangka waktu 60-90 hari, namun

banyak juga penyelesaian yang memakan waktu panjang

bahkan bertahun-tahun, apalagi kalau terjadi perbedaan

pendapat tentang penunjukan arbitrase atau hukum yang

hendak diterapkan, maka penyelesaiannya akan bertambah

rumit.

c. Konsiliasi

Konsiliasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang

ditempuh di luar pengadilan, yang diartikan sebagai: an independent

person (conciliator) brings the parties together and encourages a

mutually acceptable resolution of the dispute by facilitating

communication bertween the parties.77

Di dalam konsiliasi, seorang konsiliator akan mengklarifikasikan

masalah-masalah yang terjadi dan bergabung di tengah-tengah para

pihak, tetapi kurang aktif dibandingkan dengan seorang mediator

dalam menawarkan pilihan-pilihan (options) penyelesaian suatu

sengketa. Konsiliasi menyatakan secara tidak langsung suatu

Cara konsiliasi ditempuh atas inisiatif salah satu pihak atau para

pihak, sedangkan Majelis BPSK bersikap pasif.Majelis BPSK

bertugas sebagai pemerantara antara para pihak yang bersengketa.

77Ibid., hlm. 258

Universitas Sumatera Utara

Page 65: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

kebersamaan para pihak di mana pada akhirnya kepentingan-

kepentingan bergerak mendekat (moving closer) dan selanjutnya

dicapai suatu penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak (a

measure of goodwill).78

Oleh karena itu, maka penyelesaian sengketa konsumen sebaiknya

diselesaikan secara berjenjang dalam arti bahwa setiap sengketa diusahakan

penyelesaiannya melalui proses mediasi, jika mediasi gagal penyelesaian

ditingkatkan menjadi konsiliasi, dan jika konsiliasi gagal penyelesaian di

tingkatkan menjadi arbitrase.

Penyelesaian sengketa ini memiliki kesamaan dengan arbitrase , dan

juga menyerahkan kepada pihak ketiga untuk memberikan

pendapatnya tentang sengketa yang disampaikan para pihak. Namun

pendapat dari konsiliator tersebut tidak mengikat sebagaimana

putusan arbitrase.Keterikatan para pihak terhadap pendapat dari

konsiliator menyebabkan penyelesaian sengketa tergantung pada

kesukarelaan para pihak.

UUPK menyerahkan wewenang kepada BPSK untuk menyelesaikan setiap

sengketa konsumen (di luar pengadilan).UUPK tidak menentukan adanya

pemisahan tugas anggota BPSK yang bertindak sebagai mediator, arbitrator

ataupun konsiliator.

79

3. Tugas, Fungsi dan Wewenang BPSK dalam Penyelesaian Sengketa

Pasal 1 angka 11 UUPK menjelaskan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaiakn sengketa

78 Yusuf Shofie, Op. cit., hlm. 22 79Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. Cit., hlm. 263

Universitas Sumatera Utara

Page 66: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

antara pelaku usaha dan konsumen.Setiap penyelesaian sengketa konsumen

dilakukan oleh majelis yang dibentuk oleh Ketua BPSK dan dibantu oleh

panitera.Panitera BPSK berasal dari anggota secretariat yang ditetapkan oleh

ketua BPSK. Tugas penitera terdiri dari:

a. Mencatat jalannya proses penyelesaian sengketa konsumen.

b. Menyiapkan berkas laporan.

c. Menjaga barang bukti.

d. Membantu majelis menyusun putusan.

e. Membantu menyampaikan putusan kepada konsumen dan pelaku usaha.

f. Membuat berita acara persidangan.

g. Membantu majelis dalam tugas-tugas penyelesaian sengketa.

Mengenai tugas dan wewenang BPSK diatur dalam pasal 52 UUPK jo.

Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan

Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yaitu:

a. Melaksanakan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui

mediasi atau arbitrase atau konsiliasi.

b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen.

c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku

d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan

dalam undang-undang ini.

e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen

tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.

f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen.

Universitas Sumatera Utara

Page 67: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran

terhadap perlindungan konsumen.

h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang

dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini.

i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi

ahli, atau setiap orang sabagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h,

yang tidak bersedia memenuhi panggilan Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen.

j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain

guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan.

k. Memutuskan atau menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak

konsumen.

l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran

terhadap perlindungan konsumen.

m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar

ketentuan undang-undang ini

Dari pemaparan tentang tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa

tersebut di atas, dapat dilihat bahwa tugas utama dari dibentuknya Badan

Penyelesaian Sengketa adalah untuk menangani dan menyelesaikan sengketa

konsumen namun selain itu pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen juga mempunyai tugas lain yakni untuk lebih mengayomi dan

memberikan fasilitas kepada konsumen untuk lebih dapat mengerti tentang apa-

apa saja hak-hak dari konsumen.

Universitas Sumatera Utara

Page 68: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Berdasarkan tugas dan wewenang yang dimiliki oleh BPSK, BPSK

memiliki karakteristik lembaga kuasi yudisial sebagaimana yang dirumuskan oleh

Jimly Asshiddiqie. Adapun karakteristik yang dimiliki oleh Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen (BPSK) adalah sebagai berikut :

1. BPSK memiliki kekuasaan untuk mendengar dan menentukan atau

memastikan fakta-fakta. Pada tugas dan wewenangnya BPSK dapat melakukan

penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen. Untuk

melaksanakan tugas tersebut BPSK dapat memanggil para pihak yang bersengketa

untuk dapat menyelesaikan sengketa yang terjadi. BPSK juga dapat meneliti

dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain.

2. BPSK memiliki kekuasaan untuk menguji saksi-saksi, untuk memaksa

saksi-saksi untuk hadir, dan untuk mendengar keterangan para pihak dalam

persidangan. Kekuasaan yang dimiliki oleh BPSK ini terlihat dari tugas dan

wewenang BPSK yang tertuang pada pasal 52 poin h dan i. Di mana dalam poin

tersebut dijelaskan bahwa BPSK dapat memanggil dan menghadirkan saksi, saksi

ahli, dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui tentang pelanggaran UUPK.

Bahkan BPSK sendiri memiliki wewenang untuk meminta bantuan dari penyidik

untuk dapat menghadirkan pelaku usaha, saksi saksi ahli dan juga orang yang

dianggap mengetahui pelanggaran UUPK.

3. BPSK memiliki kekuasaan untuk menegakkan keputusan atau

menjatuhkan sanksi hukuman. Tugas dan wewenang BPSK yang tertulis pada

poin k dan m menjelaskan bahwa BPSK dapat memutuskan dan menetapkan ada

atau tidaknya kerugian di pihak konsumen dan juga menjatuhkan sanksi

Universitas Sumatera Utara

Page 69: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

administrative kepada pelaku usaha iyang melanggar ketentuan undang-undang

ini.

Berdasarkan tugas dan wewenang tersebut, maka terdapat 2 (dua) fungsi

strategis dari BPSK, yaitu:80

a. BPSK berfungsi sebagai instrument hukum penyelesaian sengketa diluar

pengadilan (alternative dispute resolution), yaitu melalui konsiliasi, mediasi

dan arbitrase.

b. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku (one-sided

standard from contract) oleh pelaku usaha (pasal 52 huruf c UUPK).

Termasuk disini klausula yang dikeluarkan oleh PT PLN (persero) dibidang

kelistrikan, PT Telkom (persero) dibidang telekomunikasi, bank-bank milik

pemerintah maupun swasta, perusahaan leasing/pembiayaan dan lain-lain.

Salah satu fungsi strategis ini adalah untuk menciptakan keseimbangan

kepentingan-kepentingan pelaku usaha dan konsumen. Jadi, tidak hanya kalusula

baku yang dikeluarkan oleh pelaku usaha atau badan usaha perusahaan-

perusahaan swasta saja, tetapi juga pelaku usaha atau perusahaan-perusahaan

milik negara.

4. Kedudukan BPSK Dalam Sistem Penyelesaian Sengketa Konsumen

Pasal 47 UUPK menjelaskan, penyelesaian sengketa konsumen di luar

pengadila diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan

besarnya ganti kerugian dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin

tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita

80 Susanti Adi Nugroho, Op. Cit., hlm. 83

Universitas Sumatera Utara

Page 70: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

oleh konsumen.81

81 Pasal 47 Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen

Untuk penyelesaian sengketa antar pelaku usaha dan konsumen

di luar pengadilan, pemerintah membentuk suatu badan yaitu Badan Penyelesaian

Sengketa konsumen yang berada di daerah tingkat II (Kabupaten/Kota).

BPSK berkedudukan sebagai lembaga yang dapat memeriksa dan memutus

sengketa konsumen, yang bekerja seolah-olah sebagai sebuah pengadilan. Karena

itu BPSK dapat disebut sebagai kuasi peradilan. BPSK menyelesaikan perkara-

perkara kecil, atau sengketa konsumen yang berskala kecil dan bersifat sederhana.

Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan putusan paling

lambat 21 hari kerja setelah gugatan di terima, hal ini tertulis dalam pasal 55

UUPK. Dalam waktu paling lambat 7 hari kerja semenjak menerima putusan dari

badan penyelesaian sengketa konsumen pelaku usaha wajib melaksanakan

putusan tersebut.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

Nomor:350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK

dinyatakan bahwa BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa konsumen diluar

pengadilan menyelesaiakan penyelesaian sengketa dengan cara konsiliasi,

mediasi, atau arbitrase. Penyelesaian sengketa konsumen di BPSK melalui cara

konsiliasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa didampingi oleh

Majelis yang bertindak sebagai konsiliator. Penyelesaian sengketa konsumen oleh

BPSK dengan cara Mediasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa

dan didampingi oleh majelis yang bertindak sebagai mediator. Penyelesaian

sengketa konsumen melalui arbitrase dilakukan sepenuhnya dan diputuskan oleh

Majelis yang bertindak sebagai arbiter.

Universitas Sumatera Utara

Page 71: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Dalam menyelesaiakan sengketa konsumen BPSK membentuk majelis.

Pada pasal 54 ayat yang ke (3) UUPK menyatakan bahwa putusan yang

dikeluarkan oleh majelis bersifat final dan mengikat

Universitas Sumatera Utara

Page 72: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

BAB III

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA

MEDAN MELALUI PROSES ARBITRASE

D. Prosedur Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase di BPSK

Tata cara penyelesaian sengketa konsumen oleh Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen jo. Kepmenperindag No. 350/MPP/12/2001 tentang

Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen.Prosedur penyelesaiannya pun diatur sangat sederhana dan sejauh

mungkin dihindari suasana yang formal.

Berikut ini akan diuraikan prosedur penyelesaian sengketa konsumen

melalui BPSK, yang terbagi kedalam 3 (tiga) tahap sebagai berikut:

1. Tahap Permohonan penyelesaian sengketa konsumen

Setiap konsumen yang dirugikan, ahli waris atau kuasanya dapat

mengajukan permohonan penyelesaian sengketa konsumen kepada BPSK baik

secara tertulis maupun lisan melalui secretariat BPSK yang menangani pengaduan

konsumen.82Pengaduan konsumen dapat dilakukan di tempat BPSK yang terdekat

dengan domisili konsumen.83

Permohonan yang diajukan oleh ahli waris atau kuasanya yang

dilakukanbilamana:

84

82Pasal 15 ayat (1) Kepmenperindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK. 83Pasal 2 Keppres No. 90 tahun 2001. 84Pasal 15 ayat (3), Kepmenperindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan

Tugas dan Wewenang BPSK.

a. Konsumen yang bersangkutan telah meninggal dunia

Universitas Sumatera Utara

Page 73: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

b. Konsumen sakit atau telah lanjut usia, sehingga tidak dapat diajukan

pengaduan sendiri baik secara tertulis maupun lisan,

sebagaimanadibuktikan dengan surat keterangan dokter dan bukti Kartu

TandaPenduduk (KTP);

c. Konsumen belum dewasa sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku;

d. Konsumen warga negara asing.

Permohonan yang dibuat secara tertulis diberikan bukti tanda terima oleh

sekretariat BPSK kepada pemohon.85 Sedangkan permohonan yang dibuat

secaratidak tertulis harus dicatat oleh sekretariat BPSK dalam suatu formulir

yangdisediakan dan dibubuhi tanda tangan atau cap jempol oleh konsumen atau

ahliwarisnya atau kuasanya dan kepada pemohon diberikan bukti tanda

terima.86Berkas permohonan penyelesaian sengketa konsumen baik yang tertulis

maupun tidak tertulis dicatat oleh sekretariat BPSK dan dibubuhi tanggal dan

nomorregistrasi.87

Permohonan penyelesaian sengketa konsumen sebaiknya memang diajukan

secara tertulis dengan memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan,

karena dapat dijadikan tanda bukti bahwa permohonan sudah diajukan.

Permohonan penyelesaian sengketa konsumen secara tertulis harus memuat secara

benar dan lengkap mengenai:

88

85Pasal 15 ayat (4), Kepmenperindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK

86Pasal 15 ayat (5) Kepmenperindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK 87Pasal 15 ayat (6) Kepmenperindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan

Tugas dan Wewenang BPSK 88Pasal 16 Kepmenperindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan

Wewenang BPSK.

Universitas Sumatera Utara

Page 74: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

a. Nama dan alamat lengkap konsumen, ahli waris atau kuasanya

disertaibukti diri;

b. Nama dan alamat lengkap pelaku usaha;

c. Barang atau jasa yang diadukan;

d. Bukti perolehan (bon, faktur, kuitansi dan dokumen bukti lain);

e. Keterangan tempat, waktu dan tanggal diperoleh barang atau jasa

tersebut;

f. Saksi yang mengetahui barang atau jasa tersebut diperoleh;

g. Foto-foto barang dan kegiatan pelaksanaan, bila ada.

Terhadap formulir pengaduan penyelesaian sengketa konsumen konsumen

dilakukan penelitian yang meliputi penelitian kelengkapan formulir pengaduandan

bukti-bukti pendukung.Data pengaduan yang diterima secara benar dan lengkap

diajukan oleh kepala sekretaiat kepada ketua BPSK, selanjutnya ketua BPSK

membuat suratpanggilan kepada tergugat dan penggugat agar hadir pada sidang

pertama. KetuaBPSK juga harus membentuk majelis dan menunjuk panitera, hal

ini harusdilakukan sebelum sidang pertama.Bagi pengaduan yang tidak lengkap

pengaduan tersebut dikembalikan kepada pengadu untuk dilengkapi.89

89 Susanti Adi Nugroho, Op.cit.,hlm. 153

Pasal 17 Kepmenprindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001

menyebutkanbahwa ketua BPSK menolak permohonan penyelesaian sengketa

konsumen, apabila permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 16 Kepmenperindag RI No. 350 Tahun 2001 atau

permohonan gugatan bukan merupakan kewenangan BPSK.

Universitas Sumatera Utara

Page 75: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Ketentuan Pasal 17 tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam Pedoman

Operasional BPSK yang dikelurkan oleh Direktorat Perlindungan Konsumen

Departemen Perdagangan, yaitu menjadi:

a. Setiap permohonan secara tertulis tidak dapat diterima, apabila tidakdisertai

dengan bukti-bukti secara benar sebagaimana dimaksud dalamPasal 16

Kepmenperindag RI No. 350 Tahun 2001.

b. Setiap permohonan pengaduan secara lisan tidak dapat diterima

bilamanatidak mengisi dan menyerahkan formulir pengaduan pada angka 1

di atas.Formulir dibuat dalam rangkap 4.

c. Pengaduan yang bukan merupakan kewenangan BPSK tidak dapat diterima

meskipun penggugatnya konsumen akhir, adalah:

1) Tergugatnya adalah lembaga atau instansi pemerintah baik sipil maupun

militer (contohnya dalam masalah SIUP, KTP, sertifikat,

penyalahgunaan kekuasaan, dan lain-lain).

2) Barang atau jasa yang dikonsumsi, secara hukum dilarang untuk

dikonsumsi atau diperdagangkan (contohnya dalam masalah narkoba,

barang purbakala, jasa kenikmatan yang dilarang, dan lain-lain).

3) Kasus pidana yang dilakukan oleh pelaku usaha.

d. Pengadu yang bukan konsumen akhir atau gugatan joinder tidak

dapatditerima oleh BPSK.

e. Pelaku usaha tidak boleh mengajukan gugatan kepada konsumen

melaluiBPSK.

2. Tahap Persidangan Arbitrase

Universitas Sumatera Utara

Page 76: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Pasal 26 Kepmenperindag No. 350/MPP/12/2001 tersebut menenentukan

bahwa pemanggilan pelaku usaha untuk hadir di persidangan BPSK, dilakukan

secara tertulis disertai dengan copy permohonan penyelesaian sengketa konsumen

dalam waktu 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan penyelesaian sengketa

konsumen diterima secara lengkap dan benar telah memenuhi persyaratan Pasal

16 Kepmenperindag No. 350/MPP/12/2001. 90

1. Hari, tanggal, dan tempat persidangan.

Secara formal dalam surat

panggilan tersebut dicantumkan:

2. Kewajiban pelaku usaha untuk memberikan jawaban terhadap

permohonan penyelesaian sengketa konsumen dan disampaikan pada

hari persidangan pertama.

Secara keseluruhan ketentuan Pasal 26 Kepmenperindag No.

350/MPP/12/2001 tersebut mendorong dan menuntut Ketua Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen berbuat teliti dan cermat tentang prosedur pemanggilan pada

persidangan pertama.Persidangan pertama harus sudah dilakukan pada hari ke-7

(ketujuh) ini terhitung sejak permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(PSK) telah dinyatakan dan benar menurut Pasal 16 Kepmenperindag No.

350/MPP/12/2001.91

Maksimal Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diberi waktu 3

hari kerja untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran (secara formal)

permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen (PSK).Pada tahap ini, dituntut

sikap aktif KetuaBadan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Jadi maksimal waktu

yang dimiliki Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dari mulai

90 Yusuf Shofie, Op. cit., hlm. 33 91Ibid., hlm. 34

Universitas Sumatera Utara

Page 77: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

pemerikasaan kelengkapan dan kebenaran (secara formal) permohonan

Penyelesaian Sengketa Konsumen sampai dengan dilaksanakannya persidangan

pertama, yaitu maksimal 10 hari kerja, tidak termasuk hari libur nasional.92

Pada persidangan dengan cara arbitrase, para pihak menyerahkan

sepenuhnya kepada Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen untuk

memutuskan dan menyelesaikan sengketa yang terjadi. Majelis Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen mempunyai kewajiban menjaga ketertiban

jalannya persidangan.Majelis di BPSK terdiri atas 3 (tiga) anggota atau arbitor

yaitu arbitor dari unsur konsumen, arbitor dari unsur pelaku usaha dan arbitor dari

unsur PNS (Pemerintah). Pelaku usaha memilih arbitor pelaku usaha dan

konsumen memilih arbitor dari unsur konsumen. Sedangkan arbitor dari unsur

Berdasarkan Undang-undang No. 30 Tahun 1999, pengertian arbitrase

adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan, yang

didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak

yang bersengketa. Dalam proses ini pihak bersengketa mengemukakan masalah

mereka kepada pihak ketiga netral dan memberinya wewenang untuk memberinya

keputusan.

Dalam pasal 1 angka 11 Kepmenperindag RI Nomor 350/MPP/Kep/12/2001

mendefinisikan “Arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar

pengadilan yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan

sepenuhnya penyelesaian sengketa kepada BPSK”.

92Ibid.,

Universitas Sumatera Utara

Page 78: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

pemerintah dipilih oleh arbitor konsumen dan pelaku usaha dan dikukuhkan oleh

penetapan dari ketua dan/atau wakil ketua BPSK.93

a. Kewajiban majelis BPSK memberikan petunjuk tentang upaya hukum bagi

kedua belah pihak.

Prinsip tata cara Penyelesaian Sengketa Konsumen dengan cara arbitrase

dilakukan melalui 2 (dua) tata cara persidangan yaitu melalui persidangan pertama

dan persidangan kedua. Prinsip-prinsip persidangan pertama yaitu:

94

b. Kewajiban majelis BPSK untuk mendamaikan kedua belah pihak.

95Dalam

hal tercapai perdamaian, maka hasilnya wajib dibuatkan penetapan

perdamaian oleh majelis BPSK.96

c. Pencabutan gugatan konsumen dilakukan sebelum pelaku usaha

memberikan jawaban, dituangkan dengan surat penyataan, disertai

kewajiban majelis mengumumkan pencabutan gugatan tersebut dalam

persidangan.

97

d. Kewajiban majelis BPSK untuk memberikan kesempatan yang sama

bagipara pihak,

98

dengan persidangan dan membuat kutipan seperlunya.

yaitu:

1) Kesempatan yang sama untuk mempelajari berkas yang berkaitan

99

93 Wawancara dengan Bapak Dharma Bakti Nst (wakil ketua BPSK Medan), pada tanggal 16 Mei 2019 pukul 13.43 WIB

94Pasal 33 Ayat (1) Kepmenperindag RI No.350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK.

95Pasal 34 Ayat (1) Kepmenperindag RI No.350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK

96Pasal 35 Ayat (3) Kepmenperindag RI No.350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK

97Pasal 35 Ayat (1) dan Ayat (2) Kepmenperindag RI No.350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK.

98Pasal 34 Ayat (2) Kepmenperindag RI No.350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK.

Universitas Sumatera Utara

Page 79: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

2) Pembacaan isi gugatan konsumen dan surat jawaban pelaku usaha,jika

tidak tercapai perdamaian.100

a. Kewajiban majelis BPSK untuk memberikan kesempatan terakhir sampai

persidangan kedua disertai kewajiban para pihak membawa alat bukti yang

diperlukan, bila salah satu pihak tidak hadir pada persidangan pertama.

Prinsip-prinsip pada persidangan kedua, yaitu:

101

d. Pengabulan gugatan konsumen, jika pelaku usaha tidak datang pada

persidangan kedua (verstek), sebaliknya gugatan digugurkan, jika konsumen

yang tidak datang.

b. Persidangan kedua dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari

kerja sejak hari persidangan pertama.

c. Kewajiban sekretariat BPSK untuk memberitahukan persidangan kedua

dengan surat panggilan kepada para pihak.

102

a. Barang dan/atau jasa

Selama proses penyelesaian sengketa alat bukti dapat diajukan oleh Majelis

atas permintaan para pihak yang bersengketa. Dalam pasal 21 Kepmenperindag

No 350 MPP/Kep/12/2001, alat bukti yang digunakan dalam penyelesaian

sengketa konsumen berupa:

b. Keterangan para pihak yang bersengketa

c. Keterangan saksi dan/atau saksi ahli

d. Surat dan/atau dokumen

99Pasal 33 Ayat (2) Kepmenperindag RI No.350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK

100Pasal 34 Ayat (1) Kepmenperindag RI No.350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK

101Pasal 36 Ayat (2) Kepmenperindag RI No.350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK

102Pasal 36 Ayat (3) Kepmenperindag RI No.350/MPP/Kep/12/2001, tentang PelaksanaanTugas dan Wewenang BPSK

Universitas Sumatera Utara

Page 80: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

e. Bukti-bukti lain yang mendukung

Sekalipun dalam proses penyelesaian sengketa konsumen beban pembuktian

ada pada pelaku usaha, namun konsumen pun berhak mengajukan bukti untuk

mendukung gugatannya.Setelah mempertimbangkan penyataan dari kedua belah

pihak mengenai hal yang dipersengketakan dan mempertimbangkan hasil

pembuktian serta permohonan yang diinginkan para pihak, maka Majelis Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen memberikan putusan.103

3. Tahap Putusan

Putusan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sedapat mungkin

didasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat, namun jika telah

diusahakan namun tidak mencapai kata mufakat, maka putusan diambil dengan

suara terbanyak (voting).104 Hasil penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase

dibuat dengan putusan majelis yang ditandatangani oleh ketua dan anggota

majelis. Keputusan majelis dalam arbitrase dapat memuat sanksi administrasi.105

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti kerugian atas,

pencemaran akibat mengonsumsi barang yang diperdagangkan, dan/atau kerugian

konsumen atas jasa yang dihasilkan.

Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dapat berupa:

a. Perdamaian

b. Gugatan ditolak; atau

c. Gugatan dikabulkan

106

103 Susanti Adi Nugroho, Op. cit., hlm. 118 104Pasal 39 Ayat (1) Kepmenperindag RI No.350/MPP/Kep/12/2001, tentang

PelaksanaanTugas dan Wewenang BPSK. 105Pasal 37 Ayat (5) Kepmenperindag RI No.350/MPP/Kep/12/2001, tentang

PelaksanaanTugas dan Wewenang BPSK. 106 Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Manakala gugatan dikabulkan, maka

Universitas Sumatera Utara

Page 81: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

dalam amar putusann ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku

usaha, dapat berupa pemenuhan:

1. Ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam putusan dapat berupa:107

a) Pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yangsejenis

atau setara nilainya atau perawatan.

b) Pemberian santunan sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-

undangan yang berlaku.

c) Ganti kerugian tersebut dapat pula ditujukan sebagai

penggantiankerugian terhadap keuntungan yang akan diperoleh apabila

tidakterjadi kecelakaan, atau kehilangan pekerjaan atau

penghasilanuntuk sementara atau seumur hidup akibat kerugian fisik

yangdiderita, dan sebagainya.

2. Sanksi administrasi berupa penetapan ganti kerugian paling banyak

Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).108

Sanksi administrasi dapat dibebankan kepada pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran terhadap:

109

1. Tidak dilaksanakannya pemberian ganti kerugian oleh pelaku usaha

kepada konsumen, dalam bentuk pengembalian uang atau penggantian

barang dan/atau jasa yang sejenis, maupun perawatan kesehatan atau

pemberian santunan atas kerugian yang diderita oleh konsumen.

2. Terjadinya kerugian sebagai akibat kegiatan produksi iklan yang

dilakukan oleh pelaku usaha periklanan.

107Pasal 19 Ayat (2) Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 108Pasal 40 Kepmenperindag RI No.350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan

Wewenang BPSK. 109 Susanti Adi Nugroho, Op. cit., hlm. 120

Universitas Sumatera Utara

Page 82: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

3. Pelaku usaha yang tidak dapat menyediakan fasilitas jaminan purna

jual, baik dalam bentuk suku cadang maupun pemeliharaannya, serta

pemberian jaminan atau garansi yang telah ditetapkan sebelumnya.

Ketentuan ini berlaku baik terhadap pelaku usaha yang

meperdagangkan barang dan/atau jasa.

Gugatan kerugian secara perdata, tidak menutup kemungkinan adanya

tuntuntan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur

kesalahan dari pelaku usaha. Ganti kerugian yang dapat digugat oleh konsumen

maupun yang dapat dikabulkan BPSK adalah ganti kerugian yang nyata/riil yang

dialami konsumen. UUPK tidak mengenal gugatan immateriil, yaitu gugatan ganti

kerugian atas hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan, kenikmatan,

nama baik dan sebagainya. Oleh sebab itu, majelis BPSK dilarang mengabulkan

gugatan immateriil yang diajukan konsumen. Sebaliknya dalam upaya melindungi

konsumen, UUPK memberi wewenang kepada BPSK untuk menjatuhkan sanksi

administratif yang dibebankan kepada pelaku usaha untuk dibayarkan kepada

konsumen.

Ganti kerugian berupa sanksi administratif adalah berbeda dengan ganti

kerugian yang nyata atau riil yang dialami konsumen yang digugat melalui BPSK.

Majelis BPSK selain mengabulkan gugatan ganti kerugian nyata dialami

konsumen juga berwenang menambahkan ganti kerugian berdasarkan sanksi

administratif tersebut. Besarnya ganti kerugian tersebut tergantung pada nilai

kerugian konsumen akibat memakai, menggunakan, atau memanfaatkan barang

atau jasa produsen atau pelaku usaha.

Universitas Sumatera Utara

Page 83: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Berdasarkan Pasal 38 Kepmenperindag No. 350/MPP/12/2001 Majelis

wajib memutuskan sengketa konsumen tersebut selambat-lambatnya dalam waktu

21 (dua puluh satu) hari kerja terhitung sejak gugatan diterima oleh Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen.110Ketua BPSK memberitahukan putusan

Majelis secara tertulis kepada Konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa,

selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan dibacakan. Setelah putusan

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diberitahukan, selambat-lambatnya

dalam14 (empat belas) hari kerja sejak putusan dibacakan, konsumen dan pelaku

usaha yang bersengketa wajib menyatakan menerima atau menolak putusan Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen.111

Apabila konsumen dan atau pelaku usaha menolak putusan Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen, maka mereka dapat mengajukan keberatan

kepada pengadilan negeri selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari

kerja terhitung sejak putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

diberitahukan.

112

Sebaliknya apabila konsumen dan pelaku usaha menerima putusan BPSK

tersebut maka pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut selambat-

lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak menyatakan menerima putusan

tersebut.

113

110Pasal 38 Kepmenperindag RI No.350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK.

111 Pasal 41 ayat (2)Kepmenperindag RI No.350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK.

112 Pasal 41 ayat (3)Kepmenperindag RI No.350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK.

113 Pasal 41 ayat (4)Kepmenperindag RI No.350/MPP/Kep/12/2001, tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK

Universitas Sumatera Utara

Page 84: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang tidak diajukan

keberatan oleh pelaku usaha, dimintakan penetapan fiat eksekusinya kepada

pengadilan negeri di tempat tinggal konsumen yang dirugikan.Pelaku usaha yang

menolak putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, tetapi tidak

mengajukan keberatan setelah melampaui batas waktu untuk menjalankan

putusan, maka dianggap menerima putusan.Putusan BPSK merupakan putusan

yang final dan mepunyai kekuatan hukum tetap.

E. Penyelesaian Sengketa Melalui Proses Arbitrase Di BPSK Kota Medan

BPSK merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelesaikan sengketa

antara konsumen dengan pelaku usaha. BPSK berkedudukan di Daerah Tingkat II,

salahsatunya BPSK Kota Medan. Penyelesaian sengketa di BPSK Kota Medan

dapat dilakukan dengan cara Mediasi, konsiliasi dan Arbitrase.

Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar

pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak

yang bersengketa. Dalam proses ini para pihak bersengketa mengemukakan

masalah mereka kepada pihak ketiga yang netral dan memberinya wewenang

untuk memberikan putusan.

Dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan arbitrase di BPSK Kota

Medan berdasarkan pada UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

dan Kepmenperindag No 350/MPP/Kep/12/2001. Penyelesaian sengketa

konsumen melalui arbitrase di BPSK Kota Medan dilaksanan secara sederhana,

cepat, biaya murah dan Proses penyelesaiannya sejauh mungkin dihindari suasana

yang formal. Jangka waktu penyelesaian sengketa ialah 21 hari dengan biaya Rp

0,-. Namun, tidak semua sengketa yang diadukan ke BPSK Kota Medan

Universitas Sumatera Utara

Page 85: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

diselesaikan dengan waktu 21 hari ( lebih dari 21 hari). Sengketa yang

diselesaikan lebih dari 21 hari biasanya adalah sengketa yang kompleks. Selain itu

cepatnya penyelesaian sengekta juga tergantung pada para pihak, artinya

kehadiran para pihak dalam menyelesaikan sengketa juga menentukan.

Persidangan arbitrase di BPSK Kota Medan dilaksanakan setiap hari kamis pada

hari kerja saja.

Hasil Persidangan BPSK Jumlah

Mediasi 3

Konsiliasi 6

Arbitrase 70

Ditolak 25

Total 104

Sumber: Matriks Pelaksanaan BPSK Kota Medan Tahun 2018

Berdasarkan matriks diatas dapat dilihat bawasannya pada tahun 2018

BPSK Kota Medan telah menerima pengaduan dari konsumen sebanyak 104

kasus. Diantara 104 kasus tersebut, sebanyak 25 kasus ditolak, 6 kasus

diselesaikan dengan cara konsiliasi, 3 kasus diselesaikan dengan cara mediasi, dan

sebanyak 70 kasus diselesaikan dengan cara arbitrase. Dalam hal ini arbitrase

merupakan cara penyelesaian sengketa yang paling banyak digunakan dalam

menyelesaikan sengketa konsumen di BPSK Kota Medan.

Dari 70 kasus yang diselesaikan dengan cara arbitrase, 9 kasus yang

diselesaikan merupakan sengketa perumahan. Sengketa perumahan yang diadukan

untuk diselesaikan di BPSK Kota Medan disebabkan oleh pihak pengembang

Universitas Sumatera Utara

Page 86: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

(Pelaku usaha) yang ingkar janji terhadap unit perumahan yang telah diperjanjikan

dan disepakati.

Penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK Kota Medan yang dilakukan

dengan cara arbitrase memiliki beberapa hambatan yaitu sebagai berikut:

1. Para pihak tidak memahami arbitrase di BPSK. Salah satu penyebab

para pihak (konsumen dan pelaku usaha) tidak memahami arbitrase ialah

kurangnya sosialisasi

2. Salah satu pihak tidak menghendaki cara arbitrase. Maksudnya, dalam

menyelesaikan sengketa hanya satu pihak saja yang ingin sengketanya

diselesaikan dengan arbitrase sedangkan pihak yang lainnya tidak. Hal

ini memberikan kesulitan bagi Majelis dalam menyelesaikan sengketa

diantara para pihak.

3. Waktu penyeleseaian sengketa secara arbitrase yang telah ditentukan

dalam UUPK ialah 21 hari kerja setelah gugatan diterima. Namun dalam

praktiknya tidk sesuai. Salah satu faktor yang menjadi penyebabnya

ialah salah satu atau para pihak yang tidak dapat berhadir dalam

persidangan.

Dalam penyelesaian sengketa perumahan, pihak BPSK Kota Medan

memiliki beberapa kendala, yaitu:

1. Konsumen tidak memahami transaksi jual beli perumahan yang

dilakukan. Mereka tidak paham dengan isi dari perjanjian yang di buat.

Isi perjanjian yang dimaksud adalah konsumen memberi kuasa kepada

developer untuk mengagunkan tanahnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 87: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

2. Klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang. Misalnya

rumah yang dibangun untuk tempat melakukan kegiatan yang dilarang.

3. Pelaku usaha (developer) berusaha untuk menjelaskan perjanjian

ataupun pajak seolah-oleh dhilangkan. Maksudnya pihak developer

tidak menjelaskan di awal bahwasannya biaya seperti pajak, akta jual

beli belum termasuk didalamnya sehingga memberatkan konsumen.

F. Kekuatan Hukum Putusan Arbitrase BPSK

Herzien Inlandsch Reglemen atau HIR pasal 185 menentukan putusan dapat

dibagi menjadi dua macam, yakni putusan sela dan putusan akhir.Putusan sela

adalah putusan yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau

mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara.Putusan akhir ialah putusan yang

mengakhiri perkara pada tingkat pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan

tingkat pertama, pengadilan tinggi dan mahkamah agung.114

HIR tidak memuat ketentuan tentang kekuatan putusan hakim, namun dalam

pasal 180 hanya disebutkan adanya suatu putusan yang telah mempunyai kekuatan

tetap.Karena ada putusan hakim yang mempunyai kekuatan tetap tentu ada

putusan hakim yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.Putusan hakim

yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah putusan yang menurut undang-

undang tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa

melawn putusan itu.Jadi putusan yang tidak dapat diganggu gugat.Sedangkan

putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap adalah putusan yang

114 Moh Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata,(Jakarta: PT Rineka Cipta,2004), hlm.129

Universitas Sumatera Utara

Page 88: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

menutut ketentuan undang-undang masih terbuka kesempatan mengguunakan

upaya hukum melawan putusan misalnya banding dan kasasi.115

BPSK wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 (dua

puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima.

Dalam UUPK Pasal 54 ayat (3) menegaskan bahwa putusan dari majelis

BPSK bersifat final dan mengikat.arti dari putusan yang bersifat final adalah

bahwa tidak adanya upaya banding dan kasasi pada putusan tersebut. Sedangkan

arti mengikat pada sifat putusan tersebut adalah putusan tersebut harus dijalankan

oleh yang diwajibkan untuk itu.

116Segera setelah putusan

diucapkan, maka dimintalah penetapan esksekusinya kepada pengadilan neger

ditempat tergugat berkediaman.Dalam waktu paling lambat 7 hari kerja sejak

menerima putusan BPSK sebagaimana dimaksud Pasal 55 UUPK pelaku usaha

wajib melaksanakan putusan tersebut.Ada hal yang menimbulkan kontradiktif

terhadap putusan BPSK, di mana dalam UUPK pasal 56 Ayat (2) dinyatakan para

pihak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri paling lambat

14(empat belas) hari kerja setelah menerima putusan BPSK.Dengan dibukanya

kesempatan mengajukan keberatan maka dapat dikatakan bahwa putusan BPSK

belum bersifat final atau dapat dikatakan tidak berkekuatan hukum tetap.117

Dalam penjelasan Pasal 54 ayat (3) UUPK menyebutkan putusan majelis

bersifat final adalah tidak adanya upaya hukum banding dan kasasi. Jika

dihubungkan pada ketentuan pasal 56 ayat (2) UUPK, maka dapat diketahui

bahwa ternyata istilah final putusan BPSK hanya dimaknai pada upaya banding,

115Ibid., hlm. 131 116 Pasal 55 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 117 Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen, (Banjarmasin: Penerbit

Nusa Media,2008),hlm.182.

Universitas Sumatera Utara

Page 89: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

tetapi tidak termasuk terhadap upaya mengajukan keberatan kepada pengadilan

negeri, yang ternyata atas putusan pengadilan negeri ini UUPK masih membuka

lagi kesempatan untuk mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.118

Putusan Majelis BPSK bersifat nonlitigasi, sehingga apabila ada pihak yang

keberatan atas putusan BPSK tersebut, mereka dapat mengajukan kepada

pengadilan negeri.Dalam arti pula putusan BPSK tidak memiliki kekuatan

eksekutorial.

119

118 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit,hlm. 266 119 Abdul Halim Barkatulah, Op.cit, hlm.184.

Universitas Sumatera Utara

Page 90: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

BAB IV

ANALISIS HUKUM PUTUSAN BPSK NO : 036/PEN/III/BPSK-MDN

A. Kasus Posisi Antara Esrawaty Melawan PT Graha Kirana Development Kasus ini merupakan kasus sengketa konsumen yang terjadi antara Esrawaty

Sianturi selaku konsumen pengguna jasa perumahan dengan PT Graha Kirana

Development selaku pelaku usaha dibidang jasa perumahan.Sengketa tersebut

terjadi karena tidak ada kejelasan dari pihak PT Graha Kirana Development

mengenai masalah penyelesaian perumahan yang dijanjikan.

Sengketa bermula pada tahun 2015, dimana pada saat itu marketing PT

Graha Kirana Development menawarkan perumahan Kirana Garden kepada

Esrawaty Sianturi dengan mengatakan bahwa rumah tersebut akan selesai dan

serah terima pada bulan September 2015. Pada tanggal 13 Juli 2015 Esrawaty

Sianturi melunasi DP rumah tersebut dengan menyerahkan uang sebesar Rp

27.500.000,- (dua puluh juta lima ratus ribu rupiah).

Pada akhir tahun 2016, Esrawaty hampir menandatangani akta kredit,

namun dikarenakan terjadi kesalahan dari pihak PT Graha Kirana Development

sendiri sehingga akhirnya Esrawaty menangguhkan proses akad kredit tersebut.

Kemudian ketika ingin melanjutkan proses akad kredit tersebut, Esrawaty

(konsumen) mendapat informasi bahwa perumahan Kirana Garden sedang

bermasalah sehingga proses pemberian berkas ke BTN (Bank Tabungan Negara)

dibatalkan.

Pihak Esrawaty menanyakan kepada Marketing dari Kirana Garden, namun

Ia berbohong dan mengatakan bahwa informasi tersebut tidah benar. Namun,

Universitas Sumatera Utara

Page 91: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

setelah pihak Esrawaty memberi tahu informasi yang ditanyakan, pihak Kirana

Garden akhirnya mengaku bahwa sedang ada masalah dengan pihak kontraktor.

Pada tahun 2017, pihak Esrawaty masih menunggu penyelesaian proses

pembangunan perumahan Kirana Garden, namun tidak ada kemajuan. Sementara

itu Esrawaty harus tetap membayar kontrakan rumah tiap tahunnya.

B. Dalil Pemohon (Esrawaty Sianturi)

Pemohon telah melunasi pembayaran DP rumah yang dipesan sebesar

Rp 27.500.00,-. Namun, pemohon enggan untuk menandatangani akad kredit

dikarenakan pihak pelaku usaha mengalami permasalahan dengan pihak

kontraktor. Karena hal tersebut, konsumen sangat dirugikan oleh pihak pelaku

usaha dengan pertimbangan UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

pasal 45 ayat 1 yang menyatakan bahwa Setiap konsumen yang merasa dirugikan

dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan

sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di

lingkungan peradilan umum.Dalam hal ini, konsumen mengadukan masalah

tersebut kepada BPSK Kota Medan. Atas dasar pengaduan konsumen

melampirkan beberapa bukti sebagai berikut:

1. Fotocopy KTP a/n Esrawaty Sianturi

2. Fotocopy Surat Pemesanan Unit

3. Fotocopy Denah Rumah

4. Fotocopy syarat-syarat dan ketentuan surat pemesanan

5. Fotocopy kwitansi pembayaran

6. Fotocopy Surat konsumen kepada PT Kirana Garden tanggal 16 januari

2018

Universitas Sumatera Utara

Page 92: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

7. Fotocopy balasan surat PT Kirana Garden No : 004/GK/LGL/I/2018,

tanggal 19 Januari 2018

Dalam dalilnya Esrawaty Sianturi menuntut pihak PT Graha Kirana

Development untuk mengembalikan dana penuh 100% ditambah dengan bunga

yang harus dibayar sekaligus tanpa dicicil

C. Dalil Termohon (PT Graha Kirana Development)

Dalam penyelesaian sengketa antara Esrawaty melawan PT Graha Kirana

Development, Manajemen PT Graha Kirana Development memberi tanggapan

untuk Esrawaty bahwa DP adalah tanda jadi (panjar) pemesan unit rumah, yang

harus dilanjutkan dengan pembayaran jual beli (dengan cara KPR, tunai bertahap

atau tunai keras). Namun, hingga saat ini konsumen tidak melanjutkan

pembayaran sebagaimana seharusnya. Pembangunan unit yang dipesan konsumen

menggunakan fasilitas indent bukan fasilitas ready stock (rumah dibangun

terlebih dahulu baru dijual belikan) yang artinya bahwa pelunasan pembayaran

harus dilakukan terlebih dahulu baru unit yang dipesan dilaksanakan

pembangunannya sebagaimana yang sudah disampaikan sales perusahaan.

Dikarenakan belum dilakukannya pelunasan pembayaran oleh konsumen,

perusahaan belum dapat menyelesaikan pembangunan unit secara

keseluruhan.Oleh sebab itu, perusahaan mengharapkan konsumen untuk

menyiapkan berkas yang dibutuhkan oleh Bank agar pross KPR bisa dilaksanakan

dan unit bisa diselesaikan sebagaimana yang tercantum dalam Surat Pesanan Unit

(SPU).

Universitas Sumatera Utara

Page 93: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Melihat pengaduan yang dilakukan konsumen untuk meminta pengembalian

DP, berlaku ketentuan yang ada dalam SPU yang telah disepakati bersama sejak

awal pemesanan unit, yaitu:

- Apabila pemesanan Unit batal maka :

Dalam SPU berlaku ketentuan sebagai berikut:

(i) Apabila pemesan telah membayar angsuran (termasuk booking fee,

down payment/angsuran down payment dan pembayaran lain) kurang

dari atau 20 % dari harga unit rumah maka seluruh pembayaran

angsuran tersebut menjadi hak dan milik penerima pesanan, pemesan

tidak dapat menuntut kembali seluruh atau sebagian pembayaran

angsuran tersebut;

Dalam perjanjian pengikatan jual beli berlaku ketentuan sebagai berikut :

a. Apabila pihak kedua telah membayar angsuran kurang dari atau sampai

dengan 20% (dua puluh persen) dari harga pengikatan, maka seluruh

pembayaran angsuran tersebut menjadi hak dan milik pihak pertama dan

pihak kedua tidak dapat menuntut kembali seluruh atau sebagian

pembayaran angsuran tersebut.

- Bahwa sesuai dengan azas pacta sun servanda dijelaskan bahwa setiap

perjanjian mengikat dan semua persetujuan yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bai mereka yang membuatnya (pasal

1338 KUHPerdata);

- Bahwa persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain

dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh

undang-undang dinyatakan cukup untuk itu dikarenakan perjanjian

Universitas Sumatera Utara

Page 94: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

tersebut sudah sesuai dengan syarat sah perjanjian sesuai dengan pasal

1320 KUHPerdata;

-

D. Pertimbangan Majelis Hakim BPSK

Dasar pertimbangan yang diambil majelis hakim BPSK dalam penyelesaian

sengketa antara Esrawaty melawan PT Graha Kirana Development yaitu :

1. Bahwa maksud dan tujuan perkara ini adalah seperti yang telah

diuraikan.

2. Bahwa yang dimaksud dengan konsumen menurut Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam pasal 1

angka (1) adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

3. Bahwa yang dimaksud dengan pelaku usaha menurut Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam pasal 1

angka (3) adalah setiap orang perorangan atau badan usaha baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan

dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum

Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang

ekonomi.

4. Bahwa konsumen dan pelaku usaha memiliki hubungan hukum

berdasarkan Surat Pesanan Unit No 1505005547 yang dijadikan

lampiran bukti oleh konsumen.

Universitas Sumatera Utara

Page 95: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

5. Bahwa konsumen ada membeli rumah dengan cara memesan Unit

Claster 2 Blok 2-A No Unit 2-A-12, namun pembangunan rumah

tersebut belum selesai sampai sekarang.

6. Bahwa konsumen merasa telah dirugikan akibat tindakan pelaku usaha

yang tidak memenuhi janjinya menyelesaikan dan/atau menyerahkan

rumah yang telah dipesan dan/atau dibeli oleh konsumen.

7. Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, pasal 45 ayat 1 dinyatakan bahwa Setiap konsumen yang

merasa dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang

bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha

atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

8. Bahwa konsumen telah mengadukan masalah ini kepada BPSK Medan

untuk diselesaikan demi mendapatkan kepastian hukum.

9. Bahwa majelis BPSK telah memberikan kesempatan kepada keduabelah

pihak untuk berdamai, namun tidak mendapatkan hasil yang baik dalam

penyelesaian.

10. Bahwa kewajiban pelaku usaha dalam pasal 7 huruf g Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 adalah wajib memberikan kompensasi, ganti rugi

dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau

dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

11. Bahwa kewajiban pelaku usaha dalam pasal 7 huruf a Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 adalah wajib beriktikad baik dalam melakukan

kegiatan usahanya, maka seharusnya janji yang diberikan kepada

konsumen itu harus ditunaikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 96: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

12. Bahwa dalam pasal 16 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 pelaku

usaha dilarang untuk tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan

waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan.

13. Bahwa asas perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam pasal 2

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah manfaat, keadilan serta

kepastian hukum. Maka Konsumen harus mendapatkan manfaat,

keadilan dan kepastian hukum atas sengketa tersebut.

14. Bahwa tujuan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud dalam

pasal 3 huruf e Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah

menumbuhkan kesadarab pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan

bertanggungjawab dalam berusaha.

15. Bahwa tugas dan wewesang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK) adalah menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis

dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan

konsumen dengan cara konsiliasi, mediasi atau arbitrase, memmutuskan

dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian dipihak konsumen, dan

menjatuhkan sanksi administrative kepada pelaku usaha yang melanggar

ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

16. Bahwa demi asas kepastian hukum dalam perlindungan konsumen maka

sengketa ini harus diselesaikan berdasarkan kewenangan tersebut.

E. Analisis Putusan No. 036/PEN/III/BPSK-MDN

Universitas Sumatera Utara

Page 97: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Perlindungan konsumen menurut pasal 1 angka 1 UU Nomor 8 Tahun 1999

adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada konsumen. Pengertian tersebut menggambarkan bahwa pada

dasarnya hubungan antara konsumen adalah hubungan hukum yang menimbulkan

hak dan kewajiban secara timbal balik antara para pihak.

Berdasarkan putusan BPSK No. 036/PEN/III/BPSK-MDN bahwa terjadi

keterlamban penyelesaian pembangunan perumahan kirana garden yang telah di

pesan konsumen dan juga pemberian informasi yang tidak jujur. Dalam putusan

majelis BPSK tersebut, pihak pelaku usaha telah melanggar pasal 4 huruf c dan h

UUPK mengenai hak konsumen. Adapun hak-hak tersebut ialah sebagai berikut:

1. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa.

Informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa perlu disampaikan oleh pelaku usaha agar konsumen tidak

mempunyai gambaran yang keliru mengenai produk barang dan/atau jasa

yang digunakan agar konsumen tidak merasa dirugikan di kemudian hari

setelah penggunaan barang dan/atau jasa tersebut. Dalam kasus ini,

Esrawaty sianturi tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai

penyelesaian perumahan yang telah ia pesan kepada pihak kirana garden.

2. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian

atau tidak sebagaimana mestinya.

Sengketa konsumen antara esrawaty sianturi dengan pihak kirana garden

yang diselesesaikan di BPSK diputuskan dengan adanya pengembalian uang

Universitas Sumatera Utara

Page 98: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

yang telah dibayarkan konsumen. Dalam hal ini pihak kirana garden

mendapatkan kembali uang DP yang telah dibayarkan sebelumnya yang

berjumlah Rp 27.500.000,- (dua puluh juta lima ratus ribu).

1. Kedudukan Putusan Arbitrase oleh BPSK Kota Medan

Arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan

yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya

penyelesaian sengketa kepada BPSK. Setiap putusan arbitrase pada dasarnya

hukum yang mengikat terhadap para pihak yang bersangkutan.Hal ini sejalan

dengan pasal 54 ayat 3 UUPK yang menyatakan bahwa putusan majelis bersifat

final dan mengikat. Berdasarkan pasal 42 ayat 1 Kepmenperindag Nomor

350/MPP/12/2001 menyatakan bahwa putusan BPSK merupakan putusan yang

final dan mengikat para pihak sehingga para pihak harus dengan itikad baik

menjalankan hal yang sudah disepakati. Agar putusan tersebut dapat menjadi

putusan yang bersifat eksekutorial, terhadap putusan tersebut dapat dimintakan

eksekusi ke Pengadilan Negeri.

Putusan Arbitrase dari majelis BPSK Kota Medan bersifat final dan

mengikat.arti dari putusan yang bersifat final adalah bahwa tidak adanya upaya

banding dan kasasi pada putusan tersebut. Sedangkan arti mengikat pada sifat

putusan tersebut adalah putusan tersebut harus dijalankan oleh yang diwajibkan

untuk itu.dengan begitu, putusan BPSK No. 036/PEN/III/BPSK-MDN secara

hukum mengikat antara Esrawaty dengan PT Graha Kirana Development. Para

pihak wajib menjalankan putusan yang telah ditetapkan.Dalam putusan BPSK No.

036/PEN/III/BPSK-MDN, PT Graha Kirana Development diwajibkan untuk

mengembalikan sejumlah uang yang telah dibayarkan Esrawaty selaku konsumen.

Universitas Sumatera Utara

Page 99: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Berdasarkan hal tersebut, putusan arbitrase BPSK No. 036/PEN/III/BPSK-

MDN mempunyai kedudukan yang sejajar serta mempunyai kekuatan hukum

yang sama dengan putusan hakim dan mengikat para pihak. Namun, dalam tahap

eksekusinya putusan arbitrase masih tergantung pada kewenangan Pengadilan

Negeri.

2. Analisis Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui Arbitrase oleh BPSK Kota Medan Berdasarkan pasal 45 UUPK, Konsumen dapat menuntut haknya apabila

merasa dirugikan oleh pelaku usaha, yaitu sebagai berikut:

1. Setiap konsumen yang merasa dirugikan dapat menggugat pelaku usaha

melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara

konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di

lingkungan peradilan umum.

2. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan

atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang

bersengketa.

3. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan tidak menghilangkan

tanggungjawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang.

4. Apabila telah dipilih penyelesaian sengketa di luar pengadilan, gugatan

melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut

dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang

bersengketa.

Dari putusan BPSK No. 036/PEN/III/BPSK-MDN, dapat dilihat bahwa

Konsumen (Esrawaty) akhirnya mengadukan permasalahannya dengan pihak

Kirana Garden kepada BPSK Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

Page 100: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK mengacu pada

Kepmenperindag Nomor 350/MPP/12/2001 tentang Pelaksanaan tugas dan

wewenang BPSK. Dalam penyelesaian sengketa antara Esrawaty melawan PT

Graha Kirana Development oleh BPSK Kota Medan Sesuai dengan

Kepmenperindag Nomor 350/MPP/12/2001 yang terdiri dari 3 tahap yaitu tahap

permohonan, tahap persidangan dan tahap putusan. Namun, didalam tahap

tersebut terdapat beberapa proses yang tidak berjalan sesuai dengan ketentuan.

1. Tahap permohonan

Setiap konsumen yang dirugikan dapat mengajukan permohonan

penyelesaian sengketa baik tertulis maupun lisan kepada BPSK.Pengaduan

konsumen dapat dilakukan di tempat BPSK yang terdekat dengan domisili

konsumen. Dari putusan BPSK No. 036/PEN/III/BPSK-MDN, dapat dilihat

bahwa Konsumen (Esrawaty) yang beralamat di jalan Pinus 17 No 12 Perumnas

Simalingkar Medan mengadukan permasalahannya dengan pihak Kirana Garden

kepada BPSK Kota Medan. Pihak konsumen merasa telah dirugikan atas

ketidakjujuran pelaku usaha mengenai penyelesaian pembangunan unit rumah

yang telah dipesan. Dalam pengaduannya, Esrawaty menuntut pengembalian dana

100% fullditambah dengan bunga serta pembayarannya dilakukan sekaligus tanpa

dicicil. Pada tahap permohonan penyelesaian sengketa Esrawaty melampirkan

bukti-bukti yang mendukung berupa:

1. Fotocopy KTP a/n Esrawaty Sianturi

2. Fotocopy Surat Pemesanan Unit

3. Fotocopy Denah Rumah

4. Fotocopy syarat-syarat dan ketentuan surat pemesanan

Universitas Sumatera Utara

Page 101: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

5. Fotocopy kwitansi pembayaran

6. Fotocopy Surat konsumen kepada PT Kirana Garden tanggal 16 januari

2018

7. Fotocopy balasan surat PT Kirana Garden No : 004/GK/LGL/I/2018,

tanggal 19 Januari 2018

Pada tahap ini Ketua BPSK juga harus membentuk majelis dan menunjuk

panitera. Ketua BPSK Kota Medan membentuk Majelis BPSK berjumlah 3 orang

yaitu Syahrizal Arif, S.E., S.H., MM sebagai Ketua Majelis, M. Djanel Hamjas,

S.H., dan Faisal Riza, S.H.,M.H yang masing-masing sebagai anggota Majelis

serta Sandra Komala Pontas,S.T sebagai Panitera.

2. Tahap Persidangan

Pada persidangan dengan cara arbitrase, para pihak menyerahkan

sepenuhnya kepada Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen untuk

memutuskan dan menyelesaikan sengketa yang terjadi.

Persidangan arbitrase dalam menyelesaikan sengketa antara Esrawaty

melawan PT Graha Kirana Development dilaksanakan cukup lama.Hal ini

dikarenakan dalam beberapa kali panggilan untuk menghadiri persidangan, pihak

PT Graha Kirana Development tidak hadir.

Persidangan pertama dilakukan pada tangal 5 April 2018, BPSK Kota

Medan memanggil para pihak untuk didengar keterangannya, namun pelaku usaha

tidak hadir.Tanggal 12 April 2018 persidangan dilanjutkan, namun pelaku usaha

juga tidak berhadir. Selanjutnya tanggal 19 April 2019 sidang kembali dilanjutkan

dan majelis memanggil para pihak untuk berhadir. Esrawaty selaku konsumen

hadir dalam persidangan akan tetapi PT Graha Kirana Development selaku Pelaku

Universitas Sumatera Utara

Page 102: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

usaha tidak hadir namun diwakilkan kepada kuasa hukumnya. Pada persidangan

tersebut, majelis hakim BPSK Kota medan berusaha untuk mendamaikan para

pihak namun tidak mendapatkan hasil yang baik dalam penyelesaiannya. Sidang

kembali dilanjutkan pada tanggal 26 April 2018 dan pada persidangan tersebut

pihak pelaku usaha memberikan tanggapan yang mengatakan bahwa DP yang

telah dibayar merupakan tanda jadi (panjar) pemesanan unit rumah yang dipesan,

sehingga apabila unit rumah yang telah dipesan ingin diselesaikan

pembangunannya maka pihak konsumen harus melanjutkan pembayaran jual beli

baik dengan cara KPR, tunai bertahap ataupun tunai keras. Dan untuk

pengembalian DP berlaku ketentuan dalam SPU yang telah disepakati antara

konsumen dan pelaku usaha.Dalam SPU yang disepakati apabila pemesan telah

membayar angsuran kurang dari atau 20% dari harga unit rumah maka seluruh

pembayaran menjadi hak milik penerima pesanan.Dalam kasus ini, Esrawaty

hanya membayar DP saja dan belum melakukan pembayaran angsuran rumah

yang dipesan.

3. Tahap Putusan

Putusan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sedapat mungkin

didasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat. Hasil penyelesaian

sengketa konsumen dengan cara arbitrase dibuat dalam bentuk putusan yang

ditandatangani oleh ketua dan anggota majelis. Dalam hal ini, hasil penyelesaian

sengketa antara Esrawaty dengan PT Graha Kirana Development dibuat dalam

putusan BPSK No. 036/PEN/III/BPSK-MDN.

Menurut pasal 40 ayat 1 Kepmenperindag No 350 Tahun 2001, putusan

BPSK dapat berupa:

Universitas Sumatera Utara

Page 103: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

a. Perdamaian;

b. Gugatan ditolak;

c. Gugatan dikabulkan.

Manakala gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan ditetapkan

kewajiban yang harus dilakukan pelaku usaha berupa ganti kerugian ataupun

sanksi administrasi berupa penetapan ganti kerugian Terhadap penyelesaian

sengketa antara Esrawaty melawan PT Graha Kirana Development, BPSK Kota

Medan dalam putusannya mengabulkan gugatan Esrawaty selaku

konsumen..Majelis BPSK Kota Medan dalam putusannya No.

036/PEN/III/BPSK-MDN memberikan amar putusannya sebagai berikut,

PertamaMenerima pengaduan konsumen sebahagian, KeduaMenyatakan

konsumen berhak atas uang yang telah dibayarkan, Ketiga Mewajibkan pelaku

usaha untuk mengembalikan uang yang telah dibayarkan, KeempatMenolak

permohonan konsumen selebihnya, KelimaMembebankan biaya perkara kepada

Negara.

Dalam putusan BPSK No. 036/PEN/III/BPSK-MDN, Majelis Hakim

mengabulkan permohonan konsumen sebahagian dan menolak Permohonan

selebihnya. Permohonan sebahagian konsumen yang dikabulkan ialah pemenuhan

ganti kerugian berupa pengembalian uang yang nilainya setara yaitu

pengembalian DP yang telah dibayar sebesar Rp 27.500.000,-. Permohonan

selebihnya yang ditolak ialah pengembalian bunga. Biaya penyelesaian sengketa

di BPSK Rp 0,- karena seluruh biaya dibebankan kepada negara.

Berdasarkan penjelasan diatas, menurut penulis penyelesaian sengketa

dalam putusan BPSK No. 036/PEN/III/BPSK-MDN antara Esrawaty melawan PT

Universitas Sumatera Utara

Page 104: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Graha Kirana Development masih belum sesuai dengan kaidah yang terdapat

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

dan Kepmenperindag Nomor 350/MPP/12/2001.

Berdasarkan pasal 38 Kepmenperindag Nomor 350/MPP/12/2001 majelis

wajib memutuskan sengketa konsumen selambat-lambatnya 21 hari kerja

terhitung sejak gugatan diterima BPSK.Dalam penyelesaian sengketa antara

Esrawaty melawan PT Graha Kirana Development tidak sesuai dengan ketentuan

dalam pasal 38 Kepmenperindag Nomor 350/MPP/12/2001 tersebut.Sengketa

antara Esrawaty melawan PT Graha Kirana Development diputuskan tanggal 3

Mei 2018 dimana telah melebihi jangka waktu yang diatur dalam

Kepmenperindag Nomor 350/MPP/12/2001.Lamanya putusan tersebut disebabkan

pelaku usaha yang tidak berhadir beberapa kali dalam persidangan yang telah

ditentukan. Meskipun demikian, tidak ada ketentuan mengenai akibat hukum apa

yang akan ditimbulkan apabila penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK

Kota Medan melebihi 21 hari.

Universitas Sumatera Utara

Page 105: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan dari uraian pembahasan maka penulis menarik kesimpulan dari

penelitian ini sebagai berikut:

1. Kedudukan BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen ialah sebagai

salah satu lembaga yang menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen

di luar pengadilan yang mempunyai tugas, fungsi dan wewenang

sebagaimana diatur dalam UUPK. BPSK tidak diperbolehkan atau berhak

menolak permohonan penyelesaian sengketa yang diajukan pada kantor

BPSK apabila tidak memenuhi syarat pengajuan permohonan, perkara

bukan sengketa konsumen atau sengketa konsumen yang telah diperjanjikan

akan diselesaikan di tempat lain oleh para pihak.

2. Penyelesaian sengketa oleh BPSK melalui proses arbitrase dilakukan dan

diputuskan sepenuhnya oleh majelis yang bertindak sebagai arbiter. Majelis

BPSK terdiri dari unsur konsumen, unsur pelaku usaha dan unsur

pemerintahan. Penyelesaia sengketa melalui arbitrase di BPSK Kota Medan

mengacu pada UUPK dan Kepmenperindag No 350/MPP/Kep/12/2001.

Proses dalam penyelesaian sengketa di BPSK dilakukan dengan cepat, mudah,

murah serta jauh dari sifat formal. Salah satu cara penyelesaian sengketa di

BPSK Kota Medan ialah Abitrase. Dalam arbitrase, para pihak memberikan

wewenang kepada piha ketiga (Majelis/arbitor) yang bersifat netral untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 106: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

menyelesaikan sengketa para pihak. Prosedur Penyelesaian sengketa konsumen

melalui arbitrase di BPSK terbagi kedalam 3 tahap yaitu tahap permohonan

penyelesaian sengketa, tahap persidangan dan tahap putusan.

3. Penyelesaian sengketa antara Esrawaty melawan PT Graha Kirana

Development dalam putusan NO : 036/PEN/III/BPSK-MDN, BPSK Kota

Medan dalam jangka waktu pemberian putusan tidak sesuai dengan ketentuan

yang ada dalam UUPK dan Kepmenperindag Nomor 350/MPP/12/2001.

Dalam UUPK dan Kepmenperindag Nomor 350/MPP/12/2001 jangka

waktu putusan ialah 21 hari kerja sejak permohonan namun dalam kasus ini

putusan diberikan lebih dari 21 hari dikarenakan PT Graha Kirana

Development selaku pelaku usaha yang tidak berhadir dalam beberapa

persidangan. Putusan BPSK bersifat mengikat antara kedua belah pihak.

B. SARAN

1. UUPK tidak menjelaskan secara rinci mengenai ruang lingkup sengketa

konsumen yang dapat diselesaikan di BPSK. Permenperindag menyatakan

bahwa sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dan

konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau

yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memnfaatkan

jasa. Oleh sebab itu, penulis menyarankan agar pemerintah memberikan

standard mengenai sengketa yang dapat diselesaikan di BPSK.

2. Dihimbau kepada masyarakat agar menyadari peranan hukum perlindungan

konsumen yang mengatur adanya lembaga yang dapat menyelesaikan

sengketa diluar pengadilan yaitu BPSK. Selain itu, perlu adanya ketelitian

bagi masyarakat sebelum mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang

dipasarkan oleh pelaku usaha, serta pelaku usaha diharapkan lebih

Universitas Sumatera Utara

Page 107: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

meningkatkan pelayanan dan keakuratan mengenai informasi produk yang

dipasarkan.

3. BPSK kota Medan dalam Penyelesaian sengketa harusla sesuai dengan

kaidah yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Agar

penyelesaian sengketa oleh BPSK dapat dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan, para pihak yang bersengketa juga harus beriktikad baik dan

melaksanakan setiap prosedur yang telah ditentukan.

Universitas Sumatera Utara

Page 108: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ali, Zainuddin. 2016. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika

Barkatulah, Abdul Halim. 2008.Hukum Perlindungan Konsumen. Banjarmasin:

Penerbit Nusa Media

Fuady, Munir. 2000.Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis.

Bandung: Citra Aditya Bakti

Hidayanti, Fitri. 2014.Efektifitas Penerapan Arbitrase Dalam Menyelesaiakan

Sengketa Perbankan. Fakultas Hukum USU

Kolopaking, Anita D A. 2013.Asas Iktikad Baik dalam Penyelesaian Sengketa

Kontrak Melalui Arbitrase. Bandung: PT Alumni

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2008.Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar

Grafika

Makarao, Moh Taufik. 2004.Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta: PT

Rineka Cipta

Miru, Ahmadi. 2013.Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di

Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. 2017.Hukum Perlindungan Konsumen.

Jakarta: Raja Grafindo Persada

Nasution, AZ.2002. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Jakarta:

Diadit Media

Nugroho, Susanti Adi. 2011.Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau

dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya. Jakarta: Kencana

Universitas Sumatera Utara

Page 109: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Siagian, NHT. 2005.Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen Dan

Tanggungjawab Produk. Jakarta: Panta Rei

Soekanto, Soerjono.1979.Mengenai Antropologi Hukum. Bandung: Alumni

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press

Shofie, Yusuf. 2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang

Perlindungan Konsumen (UUPK) Teori dan Praktek Penegakan Hukum.

Bandung: Citra Aditya Bakti

Sudiarto, Zaeni Asyhadie. 2004.Mengenal Arbitrase Salah Satu Alternatif

Penyelesaian Sengketa Bisnis. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. 1997.Hukum Acara Perdata

Dalam Teori dan Praktek, Bandung: Mandar Maju

Umam, Khotibul. 2010.Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan. Yogyakarta:

Pustaka Yustisia

Zulham. 2013. Hukum Pelindungan Konsumen. Jakarta: Kencana

Peratutan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa

Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan

Wewenang Badan Penyelasain SengketaKonsumen

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 06/M-

DAG/PER/2/2017 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Universitas Sumatera Utara

Page 110: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Lain-Lain

Arif Rahman, Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Serang, Jurnal Ilmu Hukum, STKIP

Pelita Pratama, Vol. 2 No. 1. Juni 2018

https://business-law.binus.ac.id/2017/05/31/ragam-dan-bentuk-alternatif

penyelesaian-sengketa/, diakses tanggal 9 Mei 2019, Pukul 12.11 WIB

Universitas Sumatera Utara

Page 111: PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN …

Universitas Sumatera Utara