23
PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK DI RUMAH SAKIT Oleh: H. M. Faiz Mufidi Sri Pursetyowati A. PENDAHULUAN Judul di atas, setidak-tidaknya dapatmengandung dua pemahaman: pertama ada sengketa medik dansengketa tersebut dislesaikan di rumah sakit. Artinyarumah sakithanya sebagai tempat penyelesaian sengketa medik. Kedua, ada sengketa medik dan rumah sakit sebagai salah satu subyek dalam sengketa tersebut. Keduapmahaman t rsebut sangat mungkin terjadi sebagai akibat dari pelayanan medik yang terjadi di rumahsakit. Pemahaman pertama menunjukkan ada sengketa antara dokter atau profesi medik lainnya sebagaipemberi pelayanan medik dengan penerimapolayananmedik atas bubunganpelayanan medik yang terjadi di rumah sakit. Sedangkan pemahaman kedua menunjukkan rurnah sakit sebagai pemberi pelayanan medik bersengketa dengan penerima pelayanan medik.Atas dasar pemahaman tersebut makalah ini secara sederhana bermaksud menguraikan alternatif-a]ternatif pnyelesaian sebagai pilihan bagipara pihak yangterlibat dalam sengketa medik. Umian tersebut diupayakan dapatmencakup seumber-sumber sengketa medik dan pemecahan sengketa medik yang terjadi di atau rumah sakit sebagai salah satu subyeknya. B. SENGKETA DAN SUMBER S{JMBERIIYA Sengketa dapat difahami dari bcrbagai sudut. Pemahanan sebagian praktisi hukum terhadap pengertian sengketa sering kali membatasi diri padasengketa-sengketa di pengadilan. Artinyasepanjang suatu perselisihan belumsampai ke pengadilan,maka dianggap blum terjadi sengketa. Konsekwensi daripemahaman ini, suatu obyek hukum, misalnya tanahatau bangunan dapatdialihkan sepanjang obyek hukum tersebut belum terdaftar sebagai salah satu obyek sengketa di pengadilan. Namun demikian senketa juga dapat diartikan lebih lTaearra PARAT,TARTA E

Penyelesaian sengketa medis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pedoman Penyelesaian sengketa medis

Citation preview

Page 1: Penyelesaian sengketa medis

PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK DIRUMAH SAKIT

Oleh : H. M. Faiz MufidiSri Pursetyowati

A. PENDAHULUAN

Judul di atas, setidak-tidaknya dapat mengandung duapemahaman: pertama ada sengketa medik dan sengketa tersebutdis€lesaikan di rumah sakit. Artinya rumah sakit hanya sebagaitempat penyelesaian sengketa medik. Kedua, ada sengketamedik dan rumah sakit sebagai salah satu subyek dalamsengketa tersebut. Kedua p€mahaman t€rsebut sangat mungkinterjadi sebagai akibat dari pelayanan medik yang terjadi dirumah sakit. Pemahaman pertama menunjukkan ada sengketaantara dokter atau profesi medik lainnya sebagai pemberipelayanan medik dengan penerima polayanan medik atasbubungan pelayanan medik yang terjadi di rumah sakit.Sedangkan pemahaman kedua menunjukkan rurnah sakit sebagaipemberi pelayanan medik bersengketa dengan penerimapelayanan medik. Atas dasar pemahaman tersebut makalah inisecara sederhana bermaksud menguraikan alternatif-a]ternatifp€nyelesaian sebagai pilihan bagi para pihak yang terlibat dalamsengketa medik. Umian tersebut diupayakan dapat mencakupseumber-sumber sengketa medik dan pemecahan sengketamedik yang terjadi di atau rumah sakit sebagai salah satusubyeknya.

B. SENGKETA DAN SUMBER S{JMBERIIYASengketa dapat difahami dari bcrbagai sudut.

Pemahanan sebagian praktisi hukum terhadap pengertiansengketa sering kali membatasi diri pada sengketa-sengketa dipengadilan. Artinya sepanjang suatu perselisihan belum sampaike pengadilan, maka dianggap b€lum terjadi sengketa.Konsekwensi dari pemahaman ini, suatu obyek hukum, misalnyatanah atau bangunan dapat dialihkan sepanjang obyek hukumtersebut belum terdaftar sebagai salah satu obyek sengketa dipengadilan. Namun demikian senketa juga dapat diartikan lebih

lTaearra PARAT,TARTA E

Page 2: Penyelesaian sengketa medis

luas lagi, sebagaimana dinyatakan oleh JG Merrillsr sengketaadalah ketidaksepakatan secara khusus yang menyangkutmasafah fakta, hukum, atau kebii^kan @olicy\ didalamnyatuntutan atau pemyataan suatu pihak ditolak, dituntut balik ataudiingkari oleh pihak lain. Hampir sama dengan nrmusan di atasadalah rumusan sengk€ta menurut Penranent Court oJInterualional Justice (PCI) yaitu ketidaksepakatan tentangmasalah hukum atau fakt4 suatu konflik tentang sudut pandanghukum atau kepentingan diantam dua pihak . Dengan demikiandapat disimpulkan bahwa sengketa dapat dirumuskan sebagaisuatu keadaan yang menempatkan suatu pihak yang inginmemaksakan kehendaknya kepada pihak lain yang menentangkehel dak tersebut dan m€ngadakan perlawanan.

Dari pemahaman yang diberikan doktrin ilmu hukumteNebut, maka pemahaman terhadap pengertian sengketa tidakhanya meliputi sengkata yang terjadi di pengadilan tetapi luaslagi termasuk yang belum masuk pengadilan.

Pengertian terhadap sengketa juga nengandungpemahaman terhadap kedudukan antar subyeknya. Tidakmungkin disebut sengkota apabila salah safu subyeknyamerupakan sub-ordinate dari subyek lainnya. Suatu sengketaselalu melibatkan subyek hukun yang rnempunyai kedudukans€demjat dalam suatu hubungan hukum tertentu.r Dengandemikian tidak pemah terjadi sengketa dalam wilayah huhumpublik, yang melibatkan kedudukan subyek hukum yang tidaksederajat, kecuali yang untuk hal-hal tertentu oleh hrjkum

ttC Menil\ Iatemotiohal Disputes Settlenent, CMbidAeUnivelsity Press, 199E, hln. l.

zlihat John Coflier & Vsugh t l,ove, The Setlenent of Disputes irIntertulidal La\', Oxford University Pr€ss, Now Yo.lq 1999, Hlm. 10. JohnCollier & Vaughn Lowe menb€dakan anran sengkela (dispure) dari konflik.S.ngketa m€rupatan ketidakleFkatar l.nr!n8 masalah hak-hak ddkep€ntingan-kepentinsan, s.dd8ko konflik lcbih luas lasi sudan lebihmcngaBh pada pennusuhan bahkan m€liputi p.p.rdgan, id. Hlm l-2

rDisini lermlsuk p€mahamrn rcftadap frasa sengkera kewcnanganyang melibatkan lcmbryr ncg@ Patinya l€nbaga n€ga€ yang terlibat dalms.rsk€la tesebut mcmpuryai kedudukan yrng s.d.njat.

WACIIIA PMA IFTA

Page 3: Penyelesaian sengketa medis

disederatkan kedudukannya."Untuk selanjutnya terhadap fras, s€ngketa dalam

makalah ini akan dibatasi pada sengketa perdala, yaitu sengketayang melibatkan para pihak dalam kedudukan yang sederajatterhadap hak-hak yang sepenuhnya dikuasai oleh subyeksengketa, lermasuk di dalamnya sengketa medik.

Sengketa medik mengaodung pengertian sengk€ta yangobyeknya adalah p€l.yanan medik. Pelayanan medik selalumelibatkan health provider (pemberi pel^yman\ dan healfireceiver (penerima pelayanan). Pelayanan medik tersebutdilakukan dengan tujuan untuk pemeliharaan kesehatan,pencegahan penyakil, peningkatan, kesehatan, pengobatanp€nyakit dan pemulihan kesehat n.' Dalam kaitan ini, baikrumah sakit maup|lo doker yang b€rpraktek di rumah sakitdapal menjadi heallh proyrdel, sedangkan pemahaman terhadaphealth receiver secara umum adalah Dasien.o

aMisdnya sengleia pajsk antara negan de wajib pajalc Dalams€ngketa l€rs€bul kepada wajib pajak dibcrik4 kcdudukan ydg s.dcrujatunluk mengoptimalku ba&-haknya $bagai subyek sengkcla

'Bandingkan Pasal 39 UU No. 29 Tahuo 2004 'zn8 mcnycbutkmiujuannujue lersebui sebag.i lujum praktek l(edoktemn. bandinglan jueaPasal I0 UUNo.23Taiun 1992yeAn nycbulkm lujum-tujum t rsbulm€rupakan rujum d&i upry! kes€hahn.

'Terdapat perMd p€mahmd terhadap islihn pasn. Umumc.dcrung m.ngbggap bahw8 s€tiap o.mg yrng membuluhkm p.layanankesehatm ldalah pa!€n, s.dangkrn undang-undang m.ngadikan pensebagaimane dirumuskan UU No. 29 Tahun 2004 adalah s.liap omg yangmelakukd konsultai mdalah k*hatannya untuk memp.ol€h pelayanankes.halan yarg dipedukd baik s€cam langsung maupun tid.k lmgsung daridoher alau dokter gigi. D€ngan demikian 6umsi yans mondasaii p€rumusopergenian p6ien menurut undagan-undan8 adahn s€ake-*an pituk yengakan berkonsullasi pasli m€rupakm pihak Fns m€mbuluhkatr dm akanmcnerima p.layanan kes€hat n. Dalam keoyataannya dapat t€dadi omng yangmelakukan konsultasi bukan orang yang aLan m€mpemleh pclayanankes€hatan. Misalnya omng yang konsultai adalah omn8 lua dei sorana arakyeg m€mbuiuhkan p€layanan kes€hatan. Mak!, siapatah ynng dimakudpasien dalam kasus ters€but. Demikian juga densrn pengcrtid lrnSsung ataulidak largsung dalm rumuson tersebut. Salah satu ani "langsung" adalah tidakd€ngan peraorrraan (lihsl M. Andrc Martin & FV Bhakaa Kdn6 Bohooladotusia, Ktina\ S!frbay4 2002, Hlm. 348), s€dangkan kegiata! konsultdihanya dapat dilakukan oleh omng yans sde. Apakah dense d€mikian orangyang lidak sadd dd dibawa ke dokt€r oleh keluarernla lidak lemasuk

I wAcAnA PARAI'IAnTA El

Page 4: Penyelesaian sengketa medis

Sengketa medik dapat terjadi karen4 adanya hubunganhukum pelayanan medik yang menimbulkan akibat yang tidaksesuai dengan ekspektasi dari pasen. Hubungan-hubungsnpelayanan medik yang m€nunjukkan kesede.ajatan, setidak-tidaknya pada saat para pihak akan memasuki hubungan hukumtersebut, selalu merupakan hubungan keperdataan.

Mencad aspek keperdataan pada hubungan hukumantnra rumah sakit/dokter dan pasen tidak terlalu sulit. Bahkanhubungan hukum antara rumah sakit/dokter dan pasendidominasi oleh hubungan keperdataan..

Mencad sebab-sebab atau sumber hubungan hukumpelayAnan medik, memang tidak dapat ditemukan dalamperaturan p€rundangan. Namun untuk memahami sumbertersebut, barangkali dapat dibantu dengan melihat sebabtedadinya praktek kedokteran sebagai salah satu wujudnya,sebagaimana diatur dalam UU no. 29 Tahun 2004,

Pasal 39 UU No. 29 Tahun 2004 menyatakan bahwapraktik kedokt€ran diselenggamkan berdasarkan padakesepakatan antara dokt€r dan dokter gigi dengan pasen...dst.Kesepakatan dalam hukum merupakan sumber perjanjian.Dengan demikian rumusan dalam ketentuan tersebutmenunjukkan bahwa hubungan hukum antara rumah sakiy'dokterdan pasen hanya dapat terjadi karena perjanjian. Ruqusantersebut tidak seluruhnya tepat. Dengan membaca ketentuanPasal I butir I undang-undang tersebut yang menyatakan bahwapraktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukanoleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakanupaya kesehatan, rnaka jika dihubungkan dengan pemahamanumum terhadap pengertian pasen, sebenamya dokter tidak sajaakan berhadapan dengan pasien yang mampu menyatakankehendaknya tetapi juga pada pasen yang tidak mampu atautidak mungkin memberikan partisipasi dalam memperolehpelayanan kesehatan. Apakah dengan demikian apabila rumahsakit/dokter memberikan ;relayanan medik terhadap orang-orangyang disebut terakhir ini berarti dokter tidak melakukan praktikkedokteran ? Atas dasar hal itu dan sejalan dengan pengertian

pasien? Mengingat k€tidakjelasannya lersebut, maka p€nyebutan p6ien dalamtulisan ini dimaksudkar sctiap omng yang m€mburuhkan pelsyanan kes€haran.

w c^ll^ PAnarrAnT

Page 5: Penyelesaian sengketa medis

praktik kedokteran yang terdapat dalam rumusan undang-undang, maka aspek keperdataan dari hubungan hukum anlaradokter dan pasen dapat terjadi karena undang-undang ataukarena perjanjian.

Dikaitkan dengan isi dari hubungan hukum tersebut,yaitu pelayanan medik yang mencakup berbagai tujuan makapelayanan tersebut ada yang berobyekkan pelayanan denganukuran hasilnya ada juga yang berobyekkan pelayanan sebagaiusaba atau ikhtiar. Oleh karenanya, hubungan hukum tersebutdapat dikelompokkan pada resultaat verbintennis (perikatanhasil) dan inspanning verbintenis (perikatan ihtiar). Perbedaanyang menonjol diantara dua jenis hubungan hukum t€rsebutadalah pada resultaat verbintenis yang terp€nting bagi pasenadalah hasil yang sesuai dengan keinginannya sedangkan pad6insparning verbintenis pasen tidak dapat m€ngharapkan hasilnyatetapi iktiar yang sebaik-baiknya dalam melakukan pelayanankesehatan. Sekalipun hubungan hukuft yang berisi pelayanankesehatan dapat dibedakan pada hubungan hukum atas hasil danhubungan hukum atas ihtiar, pada umumnya persoalan-persoalanhukum yang timbul dari hubungan hukum antam dokt€r danpasen adalah hubungdn hukum ihtiar.

Hubungan hukum antara rumah sakit/dokter dan pasenyang bersumb€r dari undang-undang adalah hubungan hukumyang terjadi karena undang-undang memberikan ke\rajibankepada dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan kepadapas€n. Artinya untuk terjadinya hubungan hukum ini tidaldiperlukan pnkarsa bahkan panisipasi pasen. Hubungan-hubungan hukum seperti ini terjadi misalnya pada keadaanemergency yang tidak memungkinkan meminta persetujuanpasen untuk terjadinya pelayanan kesehatan padahal undang-undang memerintahkan kepada dokter untuk memberikanpenolongan.

Ketiadaan prakarsa bahkan partisipasi pasen t€$€butdapat terjadi sejak awal t€dadinya hubungan hukum atauditengah-tengah berlangsungnta hubungan hukum. Pada yangterakhir ini awalnya pasen dalam keadaan sadar danmemberikan persetujuan untuk dilakukannya tindakan tertentu,kemudian dalam proses pelaksanaan pelayanan me-dik ketikapas€n diletakkan dalam keadaan lidak sadar (anestesi) terjadi

I wAcAnA FARAMAFTA trL

Page 6: Penyelesaian sengketa medis

sesuatu yang mengakibatkan dokter harus melakukan tindakantertentu untuk hIe savin& paqahal tidak dimungkinkan lagimendapatkan persetujuan pasen.'

OIeh karena keadaan pasien yang tidak memungkinkanmemberikan partisipasi dalam hubungan-hubungan hukumseperti dinyatakan diatas, maka ada yang berpendapat bahwahubungan hukum dokter dan pasen tersebut dapat dikualifikasisebagai hubungan hukum perwakilan sukarelas(zaakwaarneming) sebagaimana diatur dalam Pasal 1354 KUHPerdata. Hubungan hukum perwakilan sukarela sendiri dapatdirumuskan sebagai hubungan hukum yang didalamnyaseseorang mengunrs urusan orang lain dengan sukarela tanpadimir.ta oleh orang yang punya urusan, baik diketahui atau tidakdiketahui oleh yang punya urusan. Pemilik urusan disebutdominus, sedang yang mengurus secara sukarela disebul gestore.Mengingat titik berat hubungan hukum perwakilan sukarelaadalah kesukarelaan gestor tanpa adanya pemberian kuasa, makadi dalamnya juga terkandung pengerfian tanpa kuasa atauperintah undang-undang. Sedangkan dalam kaitan doktermemberikan pelayanan kesehatan kepada pasen yangmembutuhkan, dan sang pasen tidak mampu memberikanpartisipasi dalam proses pelayanan kesehatan tersebutmerupakan kewajiban undang-undang, maka sangat tidak tepatapabila dikualifikasi sebagai hubungan perwakilan suka reJa.Dengan demikian seorang dokter yang memberikan pertolongandalam bentuk pelayanan kesehatan kepada seseorang yang tidakmeminta, misalnya dalam keadaao tidak sadar, bukanlahmemberikan pertolongan secara sukarela tetapi melakukankewajiban menurul. undang-undangr0. maka pirikaun yang

'Pcd@ P Solis drlam Medi.at Jtisptudeee, UniveBity of ThePhilipppines, Maila, 1980, HIm. 33 menyebutkm 3 Dacam pola hubunganhukun dokter dar pasien yang meliputi hubungan ' Aklif,Pasif', hubungm"Kerjdma Terpimpin" dan hubunsatr "Parrisipasi Belsma-'.

'Lihat Hermi€n Hadiati Kuswadji. Hukum Kedoktemn (SrudiT€ntdg Hubungan Hukum Ddm Mea Dokl€r Sebagai Salan Satu pihak),Cnra Adirya Bakti, Bandung 1998, Hlm.49.

"Abdulwahab Arkri, lt &rr Benda ,laa Perikttan. Fd<ulr^s HukrmUniversitas lslam Bddun8, 1996, Hlm. ?8

'"Ketentud PeBturo Perundangan yang m€wajibkanny4 dapatdilihal misalnya pada Pel 5 | Undang-Undug Nomor 29 Tanun 2004 tenlans

WACAI{I PABAIIARTA

Page 7: Penyelesaian sengketa medis

timbul adalah perikatan menurut undang-undang, yang bukan

Dapat dikatakan bahwa semua hubungan hukum antaradokter dan pasen yang bersumber dari undang-undang, tidakmungkin menghasilkan resultaat v€rbintenis, oleh karena pasentidak mempunyai pmkarsa bahkan partisipasi. Dengau demikianperikatan yang dihasilkannya adalah inspanning verbintenis.Sebagai suatu perikatan, sekalipun pasen tidak mempunyaiprakarsa atau bahkan partisipasi dalam terjadinya peristiwahukum tersebut maka hak pasen untuk memperoleh ikhtiar yangsebaik-baiknya dari dokter dalam melaksanakan kewajibanmemberikan pelayanan kesehatan tetap mendapatkanperlindungan hukum. Dengan demikian apabila dokter dalarnmelaksanakan kewajiban dalam bentuk pelayanan kesehatanmelakukan kesalahan dan kemudian menimbulkan kerugian bagipasen, maka pasen tetap berhak menggugat,

Adapun untuk hubungan hukum antam rumahsakit/dokter dan pasen yang bersumber dari p€rjanjian terjadiakibat dari kesepakatan mereka. Perjanjian antara rumahsakit/dokter dan pasen dinarnakan sebagai perjanjian tcrapeutik..Dalam hal ini ketentuan yang patut diperhatikan adalahketentuan yang mengatur tentang syarat-syarat perjanjiansebagaimana lerdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata danbeberapa pasal berikutnya. Suatu perjanjian pada hekekatnyamerupakan pertemuan antara penawaran dan penerimaan. Tidakseperti dalam hubungan jual beli, yang lebih mudah untukmengatakan bahwa pihak penjual adalah pihak yang melakukanpenawaran dan pihak pembeli sebagai pihak yang melakukanpenerimaan, maka pada pada hubungan rumah sakitdokter danpasen, mungkin dapat dip€rsoalkan; siapa sebenarnya yangmelakukan penawaran dan siapa yang melakukan penerimaan ?Apabila seorang pasen datang ke seorang rumah sakit/dokter,apakah pasen itu datang karena dokter memasang papan nama,

Prattik Kcdokto@, yang menyalakd banwa dokler atau dokrer giAi dalammelakanakan praktik kedokterd m€mpunyai kowajibd :.-.. d, melakuklnperlolongan daNal at6 d6d p€rikemanusiaa, kecuali bila ia yakin ada omnglain yang b€nugas dan tnampu melakukmny.. Lihatjuga K€pulusan MenteriKesehatat Nomor 143/Mon-KcVSK,'Xl1983, lenlang Kode Etik K€doktetr

WACANA PASAMANTA

Page 8: Penyelesaian sengketa medis

yang menurut pasen, dengan itu beradi dokter menawarkan diriuntuk memberikan pelayanan sehingga ia tertarik untuk datang.Atau sebaliknya menurut dokter, yang berpandangan bahwa iadiharuskan undang-undang untuk memasang papan namarrkemudian didatangi pasen dan pasen tersebut menceritakankeluhannya serta "menawarkan" kepada dokter agar bersediamemberikan pelayanan. Perdebatan ini memang tampak teoritis,namun akan terasa urgensinya jika mengingat Pasal 1349 KUHPerdata yang pada pokoknya menyatakan bahwa jika terdapatkeragu-raguan terhadap ketentuan perjanjian, maka harusditafsirkan untuk kerugian orang yang menawarkan dankeuntungan bagi orang yang ditawari.

Wujud dari perjanjian terapeutik diawali oleh informedconsenL yang sekalipun klrang tepat, sudah lazimdilerjemahkan sebagai persetujuan tindakan medik

Dalam bentuk undang-undang, informed consentpertama kali disinggung dalam Undang-Undang Nomor 23Tahun 1992 tentang Kes€hatan. Pasal 53 ayat (2) UU tersebutmenyatakan bahwa tenaga kesehatan dalam melakukrn tugasnyaberkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormatihak pasen. Dalam menjelaskan hak pasen, penjelasan pasaltersebut memberikan contoh-contoh tentang hak pasendiantaranya hak atas informasi dan hak untuk memberikanpersetujuan.

Khusus bagi dokter kewajiban untuk memperolehp€rsetujuan pasen terhadap tindakan kedokteran yang akandilakukan diatur dalam Pasal 45 ayat (l) UU No. 29 Tahun2004. A.yat (2) ketentuan tersebut menyatakan bahwaperselujuan diberikan oleh pasen setelah mendapat penjelasansecara lengkap.

Terdapat perbedaan pelaksanaan p€rsetujuan lindakanmedik yan& UU No,23 Tahun 1992r'?menyatakan bahwa hakpasen, diantaranya hak atas informasi dan hak memberikanpersetujuan, akan diatur dengan peraturan pemerintah sedangkanUU No. 29 Tahun 2004, menyatakan akan diatur dengankeoutusan menteri.

"Lihal Pasal 42 UU Nomo.29 Tahun 2004[Lihat Pasal 5] ayar (4)

V{ACA}IA PAMlrllFTt

Page 9: Penyelesaian sengketa medis

Sampai sekarang, baik p€mturan pemerintah, maupunkeputusan m€nteri yang dimaksud oleh kedua undang-undangtersebut belum diterbitkan. Sebelum kedua undang-undangt€rsebut diundangkan, ketentuan yang mengatur tentanginformed consent adalah Pemturafl Menleri Kesehatan(Permenkes) Nomor 585 Tahun 1989. Dalam Pem€nkes tersebutinformed consent atau yang diterjemahkan sebagai persetujuantindakan medik didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikanoleh pasien atau keluarganya atas dasar p€ojelasan mengenaitindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

Dikaitkan dengan Pasal 1320 KUH Perdata, beberapapertanyaan tentang infomed consent dapat diajukan. Pertama,bagaimanakah inlomed cowent it\t diberikan ? Pertanyaan inib€rkaitan dengan syant pertama dari perjanjian yaitu adanyakata sepakat yang merupakan wujud asas konsensualisme dalampeianjian dan diukur dari ketiadaan pakaan, ketiadaankekhilafan dan ketiadaan p€nipuan. Dapat dipastikan bahwaseorang dokter yang terikat dengan sumpah jabatannya tentutidak akan melakukan penipuan, tetapi mengukur ketiadaanpaksaan dan kekhilafan adalah sesuatu yang tidak mudah.Mengukur ketiadaan paksaan dan kekhilafan sangat tergantungdari seb€rapa jauh pasen dapat memahami altematif pilihan-pilihan sebelum memberikan persetujuan atas tindakan mediktertentu, dan seberapa jauh doker telah memb€rikan penjelasan.Pasal 45 ayat (3) UU No. 29 Tahun 2004 memberikan ukuranbahwa suatu penjelasan dianggap adequate apabila sekurang-kurangnya mencdkup :

a. diagnosis dan tata cara tindakan medik ;b. tujuan tindakan medik yang dilakukan ;c. alternatife tindakan lain dan resikonya ;d. risiko dan komplikasiyang mungkin terjadi ;e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan

Hal-hal tersebut merupakan ukuran minimal tetapi disamping itu pada akhirnya ukuran ketiadaan kekhilafan akansangat banyak ditentukan dari tingkat kepercayaan pas€nterhadap dokter dan individu pasen. Bagi pasien terlentu yangsudah sangat percaya kepada doktemya dengan mudah akar

WACAI{A PARAI{ARTA

Page 10: Penyelesaian sengketa medis

memberikan persetujuannya tanpa perlu banyak bertanya,sedangkan bagi pasen yang lain mungkin dia akan banyakb€rtanya bahkan bila perlu b€rtanya pada dokter lain.

Pertanyaan kedua adalah siapa yang memberikanpersetujuan ? Pertanyaan ini berkaitan dengan syarat kedua dariperjanjian yaitu adanya kecakapan untuk membuat perjanjian.Pada dasarnya baik penjelasan Pasal 45 ayat (l) UU No. 29Tatun 2004, maupun Permenkes No. 585 Tahun 1989memberikan pengaturan yang sama, hanya Permenkes lebihj€las dalam menentukan pihak yang memberikan perset{uan,yaitu pasen sendiri dalam hal ia telah dewasa (berunrur 2l tahrnkcatas atau telah menikah) dan dalam keadaan sadar serta seha!mcntal. Apabila pasen dalam keadaaD tidak sadar atau menderitagangguan mental, maka orang tuanya atau walinya yangmemberikan persetujuan. Untuk pasen yang befum dewasa,K€putusan Menteri teBebut tidak mengatur tentaDg pemberipersetujuannya, namun demikian kjranya dapat dipersamakandengan pasen yang tidak sadar atau mengalami gangguanmental, yaitu orang tua atau walinya. Penentuan tersebutmerupakan a contrario dari ketentuan Pasal i0 Permenkestersebut yang menyatakan bahwa bagi pasem di bawah 2l tahundan tidak mempunyai orang tua./wali dan atau orang tua,/waliberhalangan persetujuan diberikan oleh keluarga terdekat..

Bagi hukum penenruan wali dalam hal pasen l idaksadar atau mengalami gangguan mental atau belum dewasatidaklah sesederhana seperti halnya dalam kedua peraturantersebut, sebab penentuan wali yang bukan orang tua padadasarnya diperlukan penetapan dari pengadilan. Sehingga atasdasar hal itu apabila tidak ada wali atau walinya berhalangan,sedangkan terhadap pasien tersebut harus dilakukan tindakanmedik, maka sama dengan ketentuan Pasal I I Permenkes No-585 Tahun 1989 tidak diperlukan persetujuan. Sebaliknyaapabila tidak dalam keadaan yang mengharuskan segeradilakukan tindakan medik sebaiknya pemberian pelayananditangguhkan hingga didapatkan wali yang definitif menuruthukum.

Masih berkaitan dengan syarat kecakapan untukmembuat perjanjian, patut dipertanyakan kepada siapakanpersetujuan diberikan ? Sayang terhadap hal ini, pengaturannya

WACAI{I PARAIIABTA

Page 11: Penyelesaian sengketa medis

tidak serinci pengaturan tentang siapa yang memberikanpersetujuan. Namun meskipun demikian sudah seharusnyabahwa persetujuan tersebut hanya diberikan kepada dokter yangakan melakukan pelayanan kesehatan. Atas dasar hal itu doktertersebut harus mempunyai wewenang untuk melakukanpelayanan kesehatan tersebut. Apabila doker ienebut ddakmempunyai wewenang untuk melakukan pelayanan mediktertentu yang menjadi obyek persetujuan, maka informedconsent dapat dibatalkan.

Adapun hal-hal yang menjadi substansi persetujuan,yaitu tindakan medik yang akan dilakukan oleh dokter sebaeaiwujud pelalanan keseharan merupakan p€menuhan dari s);lketiga perjanjian yaitu adanya hal tertentu. Di dalam pengerrianhal tertentu sebagai obyek perjanjian, maka substansi tindakanmcdik yang akan dilakukan harus jelas, dalam pengertian syaratperjanjian harus dapat ditentukan-

Hubungan pelayanan medik sangat tidak mungkinbenentangan baik dengan hukum, undang-undang, kepatutanmaupun kesusilaan. OIeh karenanya syamt keempat dariperjanjian yaitu adanya kausa yang kialal, diasumsikan selaluada, sehingga tidak perlu dibahas lebih lanjut. Bahwaseandainya di dalam kenyataannya terdapat praktik-praktiksemacam euthanasia atau aborsi, yang @ntunya berlentangandengan kausa yang halal, maka tindakan-tindakan tersebdt tidaktermasuk dalam pengertian tindakan pelayanan medik.

C. PENYELESAIAN SENGKETA MEDIKPada umumnyajika disebut kata penyelesaian s€ngketa,

bayangan orang pertama-tama akan mengarah pada institusipengadilan. Hal tersebut tidak seluruhnya salah, s€bab tugasutama pengadilan adalah menyelesaikan sengketa. Dengan katalain orang datang k€ pengadilan dengan harapan pengadilanmewujudkan akibat hukum teihadap sengketa di antara mereka.Dan menang tugas pengadilanlah untuk menyelesaikansengketa tersebut.'r

irlihat Pasal I UU No- 4 Tahun 2004 rctrte8 Kckuasaan K€hakimanbahwa Kekudtu Kehakimd adalah kekudan n€gam yang merdeka untutmeny.l€nggamkan pcradilan guna m€n€gakkan hukum dd keadildberdasa*an Pancrsila d€mi ters€lenggatuya Negda Hukum Rcpubtik

WACA}IA PAMIiIARIA

Page 12: Penyelesaian sengketa medis

Pasal 16 UU No. 4 Tahun 2004 menyatakan dikatakanbahwa Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa,mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengandalih bahwa hukum tidak ado atau kurangjelas, melainkan wajibuntuk mem€riksa dan mengadilinya. Dengan demikian sengkatamedik dapat diselesaikan melalui lembaga peradilan umum.

Namun demikian banyak kalangan tidak menyukaiberurusan dengan pengadilan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, di antaranya biaya yang tidak sedikit,waktu yang relatif lama, proses pemeriksaan yang terbuka danputusan yang berujung pada kalah-menang sehingga sangat sulituntuk merajut hubungan hubungan hukum kembali bagi parapihak yang sudah b€rperkara di pengadilan. Singkatnyab€rperkara di pengadilan akan membuat orang terluka dan tidakmau berhubungan kembali dengan mitranya.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, bagiorang-orang pada profesi tertentu termasuk pemberian jasa atauterutama kalangan dunia usaha yang senantiasa berpikir praktis,cepat dan ekonomis serta tidak ingin sengketanya diketahuisecara luas apalagi disebarluaskan oleh media massa danmenginginkan penyelesaian yang masih dalam kerangkahubungan-hubungan sosial tertentu merasakan adanyakebutuhan terhadap adanya lembaga penyelesaian sengketa yangIain. Aninya dibutuhkan adanya altematif lembaga penyelesiiansengketa.

Sekalipuo kata "alternatif' sendiri menurutpengeniannya_ adalah pilihan di antara dua atau beberapakemungkinan'" namun untuk ini lebih ditujukan pada art i jalanlain' ' . Dengan demikian apabila digunakan ist i lah altematif

Indo.esia. Pasal 2 nya menyatakan bahwa penyelengguam kekuasaankehakime scbasaimana dimaksud Pasal I dilakukar oleh s€hah MahkmahAgung dan badm p.radilan di bawahnya dalan lingkungan p.raditan omum,linskungan !€radile a8mq lilngkunse pcmdilan mihcr, lingkunsanperadilm tata usala negar4 du oleh scbuah Mahkamah Konstirusi.

r'Lihat misalnyr M. Andrc Madin & FV Bhaskan4 (dn6 Burora/ndorerta Karin4 Surab.y4 2002, Hlm.34

rsftmikian jlga derean istilah "p€ngobaran altomatif' yansditujukan pada pengertian p€ngobalan d.Dgd ialEn lain *lain pengobararmedik.

WACAIIA PARAMARTA

Page 13: Penyelesaian sengketa medis

penyelesaian sengketa, maka yang dimaksudkan adalahpenyelesaian sengketa yang ditempuh tidak melalui lembagaperadilan sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 4Tahun 2004.

Di Indonesia cukup baryak lembaga p€nyelesaiansengketa yang bukan lembaga pengadilan. Untuk sekcdarmenyebut diantaranya adalah Badan Penyelesaian SengketaPajak (UU Nomor l7 'I'ahun 1997). Panitia PenyelesaianPerselisihan Perburuhan (UU Nomor 22 Tahun 1957 jo UtJNomor 12 Tahun 1964 tentang Pemuttsan Hubungan Ke4a diPerusahran Swasta), Komite Pengawas Persaingan lJsaha (UUNomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli danPersaingan Usaha Tidak Sehat), Badan Penyelesaian SengketaKonsumen (UU Nomor 8 Tahun 1999), Lembaga Penyedia JasaPelayanan Sengketa Lingkungan Hidup di luar Pengadilan(Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000) dan AlternalifPenyelesaian Sengketa m€nurut UU Nomor 30 Tahun 1999.

Walaupun lembaga p€nyelesaiao s€ngketa di luarpengadilan di lndonesia cukup banyak. namun tidak semualembaga tersebut akan dikupas, melainkan hanya alternalifpenyelesaian sengketa menunrt UU Nomor 30 Tahun 1999tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.Pcmbahasannya akan meliputi sebagian metoda-metodaalternatif penyelesaian segkcta yanS diatur 'besertamekanismenya.

Sekalipun pada penge(ian yang terkandung dalamistitah alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dinyatakandiatas pada dasarnya semua cara penyelesaian sengketa diluarpengadilan termasuk arbitrase adalah bagian dari metodaalternative penyelesaian sengk€ta, namun ternyata UU Nomor30 Tahun 1999 memisahkan arbitrase sebagai metoda tersendiridiluar alternatif penyelesaiao sengketa. Dari UU tersebutsekaligus dapat dipahami nampaknya pengertian alternatifpenyelesaian sengketa dapat dibagi pada arti luas dan artisempit. Dalam arti luas adalah segala cara penyelesaian sengketadi luar pengadilan termasuk arbitrase, sedangkan dalam artisempit adalah metoda-metoda penyelesa'an sengketa yang diatur

WACAI.IA PARAIiIANTA

Page 14: Penyelesaian sengketa medis

dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 kecuali arbitrase''.Terhadap pembedaan yang bersifat teknis terminologis

altematif psnyelesaian sengketa t€rsebut nampaknya pembentukundar g-undang kurang mempertahankan konsistensinya karenadalam Pasal 6 ayat (l) UU Nomo. 30 Tahun 1999 dinyatakanbahwa sengketa atau beda pendapat pcrdata dapat diselesaikanoleh para pihak melalui altematif penyelesaian sengketa yangdidas:rkan pada itikad baik dengan mengesampingkanpenyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Apabilaarbitrase tidak termasuk metoda alternatif penyelesaian sengkctaseharusnya istilah Iitigasi diganti dengan istilah ajudikasi yangpengertiannya meliputi pengadilan dan arbitras€.

UU Nomor 30 Tahun 1999 berisi 82 pasal, namunketentuan yang mengatur alternatif penyelesaian sengketa sangatsedikit yaitu 3 ketentuan, Pasal I butir 10, Pasal 6 dan Pasal 52,dengan catatan Pasal I hanya menyebut pengertian dan metoda-metodanya sedangkan Pasal 52 tidak secara khusus mengaturalternatif penyelesaian sengketa tetapi lebih pada fungsi lainarbitrase yang tidak sekedar lembaga ajud;kasi,. Karenapengaturannya yang sedikit ini s€hingga sempat untuk diusulkanagarjudul undang-undang diubah menjadi arbitrase saja denganmembuan-g pasal-pasal yang mengatur alternatif penyelesaiansengketa, ' .

Pengertian autentik altematif penyelesaian sengketamenurut UU Nomo.30 Tahun 1999 dinyatakan dalam Pasal Ibutir I0 adalah lembaga penyelesaian sengketa atau bedapendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yaknipenyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi,negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Sekalipun

''Bandingkan Sujud Margono, ADR (Akernatire Dispute Resotttion)d ,4/bttare, Chalia Indonesi4 Jakan4 2000. Hlm. 36-37 ymg membedakanpe Eqtian alternatite dalam islil l alte otiye dnpute resalutioa Oatlaatueraative to litigation di dalamnya ternasuk arbilra* d.n dlterhdtite toadjrr)icatioa di dalaDnya tidak mencakup arbnr6e. ,uga David H. Ott.s€bagaimara dikutip Eman Supnmd, Pilihan Fqun Atbitr^e dahnSeigketa Konetial ,ntu* Peneqdtrn Ke.dilaa, PL Tararus4 l.kana, 2004,Hlm.97.

rrlihat Emmy Yuhdsa.ie & E ddg Selyowati (ed.) Prcceedings :Arbilrase dd M.diasi, Kerjasams Pusat Pengkajian Hukun dan MahkamahAgung R. I, Hlm. 2?

ilwAcana PAurr,rAnTil

Page 15: Penyelesaian sengketa medis

istilah-istilah teknis metoda alternatif peny€l€saian s€rgketdisebut dalam kctentuan itu, namun temyata und.ng-undangsama sekali tidak m€nyebutkan p€ngertiannya, dan refisdap halini juga menimbulkan pertanyaan; apak l metoda-metodat€rsebut limitatif dalam arti undang-undang tidak mengenalmetoda yang lain ? Tidak mungkin membahas semua m€todaterseblt dalam kesempatan ini. Untuk itu hanya akandikemukakan metoda-metoda yang menurit Penulis palinglayang untuk p€nyelesaian s€ngketa medik yditu meroddnegosiasi dan mediasi.l. Negosiasi

UU Nomor 30 Tshun 1999 ti&k merumuskanpeng€rtian negosiasi. Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 30 TahunI 999 m€ny.takan:

"Penyelesaian sengketa atau beda pcndapat melaluialtematif penyelesai6n s€ngketa sebagaimana dimaksuddalam ayat (l) diselesaikan dalam penemuan langsungpara pihak...dst"Diantara semua metode altematif penyelesaian sengkela,

negosiasi ditempatkan oleh undang-undang sebagai metoda yangpertama untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi. Sesuaidengan penempatannya pada ketentuan diatas, dapat dipastikanjuga dalam kenyataannya negosiasi merupakan cara pertamayang akan ditempuh para pihak guna menghindari ataumengatasi suatu sengketa, karena merupakan cam lermumh danpaling tertutup dari pihsk lain dibandingkan cara-cara lainnya.Dengan demikian sangt dimengerti apabila dikatakan bahwanegosiasi menrpakan cara yang paling dasar dan lertua untukmenyelesaikan sengketafr. Tentang ini Perfianenl Court oflntemationol Juslke menyalrkan bahwa rrir ir lhe chiefnelhodby which States seule their disputes". Seringlali dalam suatu

''W. Po€gcl & E. Ocslr, Lih.. Hualn Adolf, Huhn Eko\oniInter@itul : Suatu Pengadrr, PT Rrj! Gnfindo, Jal(,d4 2003 Hlm. 250.Bandingkan juga pcm)dran P€.mar6i Coun. Bagi scomng la$ycr, negosiasimcrupakan kclllmpilrn 'ang pcnting unrok dikors.i s.k lipun lidak adasngkcra Lihat lebih bnjut pad. G.nld R Wiuirrts, ruadr N.gotiatidt ond,!ut 'e,r, St. Paul, MirL W€st Publishiog Co, 1983, Hlrn l-2

'eD$l?'n MMnatb PdLtti@ CM.Bi@ C@ (1c21\ LihslJohn Colli€r & VarglEr Lwq opcil, Hlm. 20

Iw c xr PAnrmRrr trL

Page 16: Penyelesaian sengketa medis

kontrak, khususnya kontrak-kontrak nasional dalam basianpenutupnya selalu mencantumkan klausul yang menyataian,segala per!€daan atau sengketa yang timbul sebagai akibatpelakf;anaan perjanjian ini, para pihak akan menyelesaikannyasecara musyawarah untuk mencapai mufakat. Hal ini merupakanpemyataan bahwa negosiasi dipilih sebagai cara pertamamenyelesaikan sengketa. Tentu saja dalam kontrak terapeutik.yarg jarang dibuat secara lenulis, klausul ini boleh dikaokantidak pemah ada. Namun demikian dapat dipastikan apabilaterjadi sengketa para pihak akan menggunakan cara ini sebagaicam yang pertama sebelum menggunakan cara-cara yang lain.

Sekalipun dikatakan cara yang paling dasar dan tertua,na,nun negosiasi memiliki kel€mahan-kelemahan, diantaranya2o:l. manakala kedudukan para pihak tidak seimbatrg;2. sering lambat dan membutuhkan waktu yang lama ;J. manakala terdapal pihak yang kakl.

Membaca ketentuan di atas, maka dapat diketahuibahwa dalam negosiasi para pihak tidak menghadirkan pihakketiga unluk menyelesaikan sengketa mereka, melainkan cukupupaya mereka sendiri. Negosiasi sebetulnya perundingan diantara para pihak. Pada ketentuan di atas, patut dipertanyakan ;apakah yang dimaksud dengan pemyataan ,'pertemuan langsungpara pihak" ? apakah ini berarti bahwa negosiasiharus dilakulanoleh para pihak sendiri dan tidak boleh diwakilkan termaiukkepada kuasa hukum ? setab salah satu arti ,,langsung', adalahtidak dengan perantaraanzr. Apabila yang dimaksud Jemikian,maka hal ini sulit untuk difahami sebab pada umumnya hak-hakkeperdataan, termasuk sengketa pelayanan medik sebagaimanaobyek pengaturan undang-undang ini, dalam hukum dapatdiwakilkan kepada orang lain, apalagi kepada kuasa hukumz2.

Negosiasi juga akan kurang bermanfaat apabila para

aG. Malinvcmi, l,ihat Huala Adoli id, Hlm. 2jt, Bardin8kfl jugaJG Menils, oDcir, Hlm.23.

':rl-ihat M. Andre Martin & FV Bhaskdr4 oDEi! Hlm.348z':Apabila dikarakrn pads umumny4 hal rni dimaksudkan ada hak

yang fidat dapat diMkilkm penerima$nya k.pada omng lain kena sifarnyayMg harus drte ma oleh krditur pribadi, misahla hak paien sro5 trndatdnedik yeg wajib dilakukm dokter atas dnse rrdsaksi rem!€urik.

WACAIIA PAMIIARTA

Page 17: Penyelesaian sengketa medis

pihak yang mengadakan perjanjian tidak dapat mewakilkankepada orang lain, sebab lalu lintas bisnis saat ini sldahmengglobal, dalam arti hubungan-hubungan perdagangandilakukan oleh pengusaha-pengusaha yang tidak berdomisilidisatu tempat bahkan sudah melewati balas-batas wilayahnegara, bagaimana mungkin para pihak yang mengadakanperjanjian perdagangan harus bemegosiasi dengan tidakdiperbolehkan mewakilkan kepada kuasa hukum ? Apalagi jikamengingat kelemahan-kelemahan metoda negosiasisebagaimana telah dikemukakan di depan. Jika dihubungkandengan k€lemahan bila terdapat ketidakseimbangan dalam posisitawar, maka seandainya pihak yang lemah tidak diwakili olehkuasa hukum tentu n€gosiasi cenderung akan mengorbankanpihak yang memiliki posisi tawar lebih lemah.

Nampaknya untuk mengerti pemyataan "pertemuanlangsung para pihak" sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (2),harus dilakukan dengan penafsiran sistematis, denganmemahami dulu pengertian metoda penyelesaian sengketa yanglain, yang disebut juga dalam undang-undang ini, yaitukonsultasi, mediasi, konsiliasi dan penilaian ahli serta pendapatarbitmse. Semua metoda-metoda yang terakhir disebut selalumelibatkan pihak ketiga yang tentunya hanrs tidak mewakilikepentingan pihak yang bersengketa. Alas dasar hal tersebutmaka yang dimakud "pertemuan langsung para pihak': dalampengertian negosiasi adalah pertemuan para pihak sendiri atauwakilnya termasuk kuasa hukum mewakili kepentingan parapihak. Sehingga dengan demikian penggunaan istilah"pertemuan langsung para pihak" hanya sekedar untukmembedakan negosiasi dengan metoda penyelesaian sengketayang lain Kesimpulan ini juga didukung salah satu pengertiannegosiasi yaitu ,egor?tion usually involves complete aulonomyfor lhe-- parties inrolvd, vithout the inlenention of lhird

Baik dalam UU Nornor 30 Tahun 1999, maupun dalamhukum intemasional tidak ada prosedur khusus ysng mengaturmekanisme negosiasi, namun dalam hukum internasional tidakberarti bahwa para pihak bebas tanpa batas menentukan sendiri.

?rLiha! Bryan A Gamef (ed.), op.ir, Hlm. 1064n065

I wacAIA PARAIIARTA xfl

Page 18: Penyelesaian sengketa medis

melainkan dibatasi oleh berikut 2a:

Tent?rng kapan negosiasi dip€rlukan para pihak, hal inimenjadi ba3ian dari kebebasan para pihakz5tetapi kiranya dapatdisimpulkan beberapa sifat dari negosiasi :a. pelaksanaao negosiasi bergantung sepenuhnya kepada

kehendak pam pihak, karenanya tidak ada prosedurkhusus tentang pelaksanaan negosiasi :

b. para pihak trebas untuk menentukan pada tahap mananegosiasi t€lah menyelesaikan sengketa yang merekaa t a m l ;

c. para pihakjuga bebas untuk menentukan daya ikat l1asilkesepakatan dari negosiasi ;

2. MediasiIstilah mediasi disebut dalam Pasal I butir l0 namun

indiknsi rumusan tindakan apalagi pengertiannya tidakdisebutkan dalam Pasal 6, melainkan hanya disebutkanorangnya, yaitu mediator disebut dalam ayat (3).

Black's Law Dictionary merumuskan mediasi sebagai :"A Mefiod of non binding dispute lesolution inyollting a nearalthird party who ties to help the disputihg parties reach anulually agreeable solution". Dengan demikian sebenamyamediasi adalah proses penyelesaian sengk€ta dengan melibatkanpihak k€tiga sebagai penghubung (mediator) untuk mencapaikesepakatan p€nyelesaian di antara para pihak atas sengketayang teiadi. Sangat mungkin mediasi dilakukan setelah para

'1apdnsip-prinsip yang membalasi dalam bukum internasionat adatahr a. prinsip tundamental dalam hukum inte.n6ional. seprni pinsip tmngrnpengsund kekerasan dan kew.jiban untuk menjasa perdamaiar, keanmandan keadilan ; b. agabila pam pihaknya ne8.q pda pihak hms retapmenghormati prinsip kcdaulalan dan lamngan inrervensi terhadap urusanelonomi dalam negeri dan negea mitra: c. pam prhat harus terap menjunjungittikad baik, baik dalam proses negosiasi maupun pada p.o$spelaksnamnyalihat Huala Adolf, id, Hlm.254

" td. t m- 254-255" Bryan ACamer(€d.), opcit, Htm. 103

rVACA}IA P$AiIABTA

Page 19: Penyelesaian sengketa medis

pihak sulit mencapai kesepakatan m€lalui negosiasi''Mengspa perlu mediator ? Hal ini disebabkan para pihak

tidak mungkin bertemu disebabkan faktor lokasi tempat tinggalyang berjauhan atau memang para pihak tidak mau bertemudikarenakan hambatan-hambatan psikologis. Karenanyamediator harus independen dan netral serta mampu menciptakansuasana yang kondusif. Sekalipun demikian ia tidak mempunyaikewenangan untuk memaksakan kepada para pihak yangbersengketa agar segera mencapai kesepakatan. Artinyakesepakatan untuk mengakhiri sengk€ta tetap berada padakewenangan dan kehendak para pihak.

Secara teknis dalam menjalankan tugasnya, setelahditunjuk para pihak, mediator bertemu dcngan ataumempertemukan para pihak untuk mengetahui duduk persoalansengketa yang sebenarnya, selanjutnya ia dapat saja membuatcatatan-catatan tentang fakla-fakta yang disampaikan para Pihaksambil m€mberikan pendapat hukumnya tentang kelemahan dankekuatan kedudukan hukum masing-masing pihak. Atas dasaritu kemudian membuat rumusan usulan tentang penyelesaiansengketanya agar dapat dijadikan pertimbangan para pihak;apakah mereka akan menyetujuinya atau tidak. Tindakan-tindakan mediator tersebut daDat dilakukan dalam sualupertemuan yang dihadiri para pihak maupun dilakukan sendiriberdasarkan informasi atau fakta-fakta yang diterima dari parapihak dalam kesempatan yang terpisah.

Membaca ket€ntuan Pasal 6 ayat (4) dapat dikatakanbahwa Undang-Undang membedakan mediator ke dalam :a. Mediator yang ditunjuk secara brsama oleh para pihak ;

dan

b. Mediator yang ditunjuk olch lcmbaga arbitrase ataulcmbaga alternatif peDyelesaian yang ditunjuk pa.a pihak.

Pengertian lembaga arbitrase sebagai dimaksudketentuan diatas tentunya adalah lembaga arbitase permanen,sebab arbitrase adhoc hanya diadakan untuk menyelesaikansengketa bukan untuk memberikan p€ndapat. Dengan demikian

':Tlihat John Collier& Vaughan Lowe, opcit, Hlm. 27

WACAIIA PANA ARTA

Page 20: Penyelesaian sengketa medis

lembaga arbitrase disamping berfungsi sebagai lembagaajudikasi dan pemberi pendapat hukum sebagaimana telahdikemukakan diatas, juga berfungsi sebagai penyedia mediator.Adaprn tentang lembaga alternatif penyel€saian sengk€ta yangFtermanen sebagaimana dimaksud ketentuan diatas,keberadaannya masih belum dikenal. Dengan demikian suatuketika dapat saja organisasi-organisasi kemasyarakatan tertentuyang didirikan dengan maksud untuk mengembangkan suatuprofesi membentuk lembaga alt€matif penyel€saian sengketauntuk bertindak sebagai penyedia mediator bagi sengketa-sengketa antar stake holdemy^, misalnya saja organisasiLembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yangkean[gotaannya meliputi unsur-unsur wakil perusahaan jasako$truksi, perwakilan asosiasi profesi jasa konstruksi, parapakar dan perguruan tinggi yang berkaitan dengan bidang jasakonstruksi dan instansi Pemerintah yang terkait membentuklembaga altematif p€nyelesaian sengketa yang permanen2s.Untuk itu perlu dipertimbangkan pembentukan lembagaaltematif penyeselesaian sengketa-sengketa medik yangdidirikan ol€h profesi medik, rumah sakit, peminat masalah-masalah medik (misalnya Perhuki) dan unsur masyarakatlainnya. Hal ini untuk menghindarkan sengketa medikdiselesaikar di Pengadilan.

Catatan lain terhadap rumusan Pasal 6 ayat (3) dan (4)UU Nomor 30 Tahun 1999 adalah tentangjumlah mediator yanghanya seorang. Apakah jumlah tersebut limitatif ? dan mengapaundang-undang membatasi demikian ? Semestinya undang-undang tidak perlu membatasi jumlah mediator, seperti halnyam€diator pada sengketa jasa konstruksi yang tidak dibatasijumlahnya,oleh UU Nomor l8 Tahun 1999 tenhng JasaKonstruksi". Dernikian juga dalam sengketa internasionaljumlah mediator tidak dibatasiro. Lagi pula bukankah dasar

"Lihar Pasal 3l ayat (l) UU Nomor tE Tahun t99 r.nrans JasaKonstrukli. Ketentuar ini menugali LPJK unluk meningksnkan peEn dbitrdse,mediasi dan poilai anlidi bidang jasa konstruksi.

'1elihar PNI 37 dan pcnj€lasannya UU Nomor I E Tahun | 999tenteS Jasa Konstruksi.

rorohn Coflier & Vaughan Lowe menyatf]'an bahwa nedration is thepa icipdtion ofo State q Stater ..dsl. John Collier & VauShan Lowq opcitHln.27

TI'ACAI.IA PANAMARTA

Page 21: Penyelesaian sengketa medis

kesepakatan penunjukan mediator diserahkan sepenuhnya padakebebasan para pihak ? apalagi UU Nomor 30 Tahun 1999kemudian tidak mencantumkan sanksi jika para pihak yangbersengketa menunjuk lebih dari scorang mediator untukpenyelesaian sengkela mereka-

Dalam sengketa hukum ekonomi internasional, mcdiasiadalah suatu cara penyelesaian melalui pihak kotjga. la bisanegara, organisasi inteflrasional atau indiv;du- Ia ikut sertasecara aktif dalam proses negosiasi. Biasanya ia dengankapasitasnya sebagai pihak yang netral berupaya mendamaikanpara pihak dengan memberikan saran penyelesaian sengketarr.

Sekalipun penyelesaian sengketa lewat p€ngadilankurang disukai, namun penyelesaian sengketa ters€but tidakmenutup kemungkinan para pihak menyelesaikannya dcngancara mediasi- Berkaitan dengan ini Mahkarnah AguDg denganPeraturan Mahkamah Agung Nomor I Tahun 2008, Tanggal 3lJuli 2008 telah menerbitkan peraturan tcntang Prosedur Mediasidi Pengadilan. Pada dasarnya lembaga ini diadakan untukmemberdayakan penerankan t embaga Dading.

Dalam Pasal 4 Perma tersebLrt dinyatakan kecualiperkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga,pengadilan hubungan industrial, keberalan atas putusan BadanPenyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusanKomisi Pengawas Persaingan Usaha, semua sengketa p€rdatayang diajukan ke Pengadilan Tingkat PertaDa wajib lebihdahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dergaDbantuan mediator

Selaniuhya dikatakaD dalam Pasal 7 Perma tersebut

(l) Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadir ikedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untukmenempuh mediasi.

(2) Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangipelaksanaan mediasi.

I's.bagaimana dikutip HnalaAdolf, opcif Hlm.259 dariW. PoegSel& E Oeser

mAcAlrA PTnAMARTA -fl

Page 22: Penyelesaian sengketa medis

(3) Hakim_ melalui kuasa hukum atau langsung kepada parapihak, mendorong para pihak untuk berperan langsungatau aktifdalam p.oses mediasi.

(4) <uasa hukum para pihak b€rkewajiban mendorong pampihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam Fosesmediasi,

(5) Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untukmemberikan kesempatan kepada para pihak menempuhproses mediasi. (6) Haldm wajib menjelaskan prosedurmediasi dalsfi Perma ini kepada para pihak yangbers€ngketa.

D. PENUTIJP

2 .

l .Dad uraian tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa.:

Sumber sengketa medik adalah hubungan-hubunganpelayanan medik baik yang bersumb€r dari undang-undangmaupun perjanjian.Sengketa p€layanan medik yang terjadi dapat diselesaikanmelalui proses litigasi di pengadilan maupun melahialtematif penyelesaian sengket berupa negosiasi maupunrhediasi

f nAcana pAnAT"ARTA I

Page 23: Penyelesaian sengketa medis

Daft.r PustlkaAbdufwahab Bak(i, Hukum Benda dan Perikalan, FakultasHukum Universitas Islam Bandung, 1996Collier, John & Lowe, Vaughan, The Se lement of Disputes inIntemation. Law,Oxford University Press, New York, 1999Eman Suparman, Pilihan Forum Arbitrase dalan SengketaKomersial untuk Penegakan Keadilan, PT. Tatanusa, Jakarta,2004.Emmy Yuhassarie & Endang Seryowati (ed.) Proceedings :Arbitrase dan Mediasi, Kerjasama Pusat Pengkajian Ilukum danMahkamah Agung R. I,Ilermien Hadiati Kuswadji, l/rrtln Kedokteran (Studi TentangHubungan Hukum Dalam Mata Dokter Sebagai Salah SatuPihak) , Citfa Aditya Bakii, Bandung I 998,Huala Adolf , Hukum Ekonomi Internasional : Suatu Pengantar,PT Raja Grafindo, Jakarta, 2003Mejrils, IG, Intemational Disputes Settleme l, CambridgeUniversity Press, 1998M. Andre Ma(in & FV Bhaskarra, Kanus Bahasa lndonesia,Karina, Surabaya, 2002Solis, Pedeo P dalam Medical Jxrisprudence, University ofThePhilipppines, Manila, 1980.Sujud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) &Arbitrase, Ghalia lndonesi4 Jakarta, 2000Wilfiams, Gerald R, l,egal Negoliation and Settlemenl, St. Paul,Mint, West Publishing Co, 1983,Peraturan PerundanganUndang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang KesehatanUndang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang PraktikKedokteranUndang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang K€kuasaanKehakimanKeputusan Menteri Kesehatan Nomor 343Men.Kes/SKr</1983,tentang Kode Etik Kedokteran Indonesia

WACAI{A PANAMARTA