9
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019) ISBN : 978-60274420-7-8 216 PERAN RESILIENSI TERHADAP STRES AKADEMIK SISWA SMA Esti Widya Rahayu Miftah Ellyan Anggi Djabbar Magister Psikologi Sains Universitas Muhammadiyah Malang [email protected] [email protected] A B S T R A K Siswa yang dihadapkan pada berbagai macam tekanan, harus menunjukkan akademik yang baik di sekolah. Stresor pada remaja di sekolah muncul ketika mereka menghadapi ujian, tugas, interaksi teman sebaya, hubungan guru dengan murid, dan manajemen waktu. Mencapai keberhasilan akademik dapat diprediksi melalui resiliensi pada siswa. Tingkat resiliensi yang tinggi berkaitan dengan harga diri ( self- esteem) sehingga individu mampu mengatasi stres dan mencapai nilai yang lebih tinggi. Tingkat dan perwujudan dari resiliensi tersebut berkaitan dengan keefektifan mereka dalam menghadapi stres akademik. Metode pemilihan subjek pada penelitian ini menggunakan purposive sampling, melalui 185 siswa dengan kriteria kelas X sebanyak 58 siswa, kelas XI sebanyak 66 siswa, kelas XII sebanyak 61 siswa. Berdasarkan analisis, dapat diketahui bahwa resiliensi dan stres akademik berhubungan negatif. Semakin tinggi resiliensi siswa, maka semakin rendah stres akademik yang dirasakan. Dalam penelitian ini pengaruh resiliensi terhadap stres akademik diketahui sebesar 81,6%, sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. L A T A R B E L A K A N G Karakteristik perilaku yang muncul pada remaja merupakan hasil dari respon mereka terhadap lingkungan sekitar. Hal ini terjadi karena lingkungan memberikan kontribusi pada perkembangan remaja melalui feedback yang diberikan. Kualitas hasil dari feedback, bergantung pada harapan, nilai, dan kecenderungan lingkungan sosialnya. Masalah dalam perkembangan remaja terjadi apabila timbul ketidaksesuaian antara kebutuhan dalam perkembangan remaja dan kesempatan untuk mengusahakannya (Eccles dalam Compas, Hinden, & Gerhardt, 1995). Hal ini terjadi karena adanya sebuah harapan dari lingkungan yang melampaui kapasitas perkembangan individu. Beberapa harapan yang menantang dapat menimbulkan stimulus dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi yang baru, namun apabila harapan tersebut melampaui kapasitas individu maka akan menyebabkan gangguan dan stres dengan tingkat yang tinggi (Compas, Hinden, & Gerhardt, 1995) Siswa yang menempuh pendidikan, dihadapkan pada berbagai macam tekanan dan harus menunjukkan akademik yang baik di sekolah. Informasi yang banyak, harapan yang tinggi pada siswa, orang tua, guru, tekanan akademik, kompetisi yang sengit, waktu yang terbatas adalah sumber yang utama dalam membentuk tekanan, ketakutan, dan kecemasan pada siswa (Kumar, 2017). Kecemasan merupakan salah satu sumber stres yang utama bagi siswa dan berdampak pada kehidupan di sekolah seperti akademiknya, dengan demikian stres akademik merupakan hal yang umum bagi siswa. Penelitian dalam stres akademik pada siswa telah mengungkapkan berbagai tekanan seperti manajemen waktu, tes, ujian, ketakutan akan kegagalan, dan harapan orang tua (Ang & Huan, 2006). Selain itu, berbagai penelitian menunjukkan beberapa stressor pada remaja, berkaitan dengan sekolah muncul sebagai sumber stres utama ketika remaja menghabiskan waktunya di dalam lingkungan sekolah. Stressor di sekolah, dilaporkan lebih banyak oleh siswa pada berbagai belahan dunia sebagai tantangan akademik seperti, tes, ujian, tugas, interaksi teman sebaya, hubungan guru dengan murid, regulasi sekolah, dan manajemen waktu (Angolla & Ongori, 2009).

PERAN RESILIENSI TERHADAP STRES AKADEMIK SISWA SMApsychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/25_ Naska… · satunya sistem belajar di sekolah yaitu penggunaan kurikulum

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERAN RESILIENSI TERHADAP STRES AKADEMIK SISWA SMApsychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/25_ Naska… · satunya sistem belajar di sekolah yaitu penggunaan kurikulum

Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019)

ISBN : 978-60274420-7-8

216

PERAN RESILIENSI TERHADAP STRES AKADEMIK SISWA SMA

Esti Widya Rahayu Miftah Ellyan Anggi Djabbar

Magister Psikologi Sains Universitas Muhammadiyah Malang

[email protected]

[email protected]

A B S T R A K

Siswa yang dihadapkan pada berbagai macam tekanan, harus menunjukkan akademik yang baik di sekolah. Stresor pada remaja di sekolah muncul ketika mereka menghadapi ujian, tugas, interaksi teman

sebaya, hubungan guru dengan murid, dan manajemen waktu. Mencapai keberhasilan akademik dapat

diprediksi melalui resiliensi pada siswa. Tingkat resiliensi yang tinggi berkaitan dengan harga diri (self-

esteem) sehingga individu mampu mengatasi stres dan mencapai nilai yang lebih tinggi. Tingkat dan

perwujudan dari resiliensi tersebut berkaitan dengan keefektifan mereka dalam menghadapi stres akademik. Metode pemilihan subjek pada penelitian ini menggunakan purposive sampling, melalui 185

siswa dengan kriteria kelas X sebanyak 58 siswa, kelas XI sebanyak 66 siswa, kelas XII sebanyak 61

siswa. Berdasarkan analisis, dapat diketahui bahwa resiliensi dan stres akademik berhubungan negatif.

Semakin tinggi resiliensi siswa, maka semakin rendah stres akademik yang dirasakan. Dalam penelitian ini pengaruh resiliensi terhadap stres akademik diketahui sebesar 81,6%, sisanya dipengaruhi oleh faktor

lain.

L A T A R B E L A K A N G

Karakteristik perilaku yang muncul pada remaja merupakan hasil dari respon mereka terhadap lingkungan sekitar. Hal ini terjadi karena lingkungan memberikan kontribusi pada perkembangan remaja

melalui feedback yang diberikan. Kualitas hasil dari feedback, bergantung pada harapan, nilai, dan

kecenderungan lingkungan sosialnya. Masalah dalam perkembangan remaja terjadi apabila timbul

ketidaksesuaian antara kebutuhan dalam perkembangan remaja dan kesempatan untuk

mengusahakannya (Eccles dalam Compas, Hinden, & Gerhardt, 1995). Hal ini terjadi karena adanya sebuah harapan dari lingkungan yang melampaui kapasitas perkembangan individu. Beberapa harapan

yang menantang dapat menimbulkan stimulus dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi yang

baru, namun apabila harapan tersebut melampaui kapasitas individu maka akan menyebabkan gangguan

dan stres dengan tingkat yang tinggi (Compas, Hinden, & Gerhardt, 1995)

Siswa yang menempuh pendidikan, dihadapkan pada berbagai macam tekanan dan harus menunjukkan

akademik yang baik di sekolah. Informasi yang banyak, harapan yang tinggi pada siswa, orang tua, guru,

tekanan akademik, kompetisi yang sengit, waktu yang terbatas adalah sumber yang utama dalam

membentuk tekanan, ketakutan, dan kecemasan pada siswa (Kumar, 2017). Kecemasan merupakan

salah satu sumber stres yang utama bagi siswa dan berdampak pada kehidupan di sekolah seperti akademiknya, dengan demikian stres akademik merupakan hal yang umum bagi siswa.

Penelitian dalam stres akademik pada siswa telah mengungkapkan berbagai tekanan seperti manajemen

waktu, tes, ujian, ketakutan akan kegagalan, dan harapan orang tua (Ang & Huan, 2006). Selain itu,

berbagai penelitian menunjukkan beberapa stressor pada remaja, berkaitan dengan sekolah muncul

sebagai sumber stres utama ketika remaja menghabiskan waktunya di dalam lingkungan sekolah. Stressor di sekolah, dilaporkan lebih banyak oleh siswa pada berbagai belahan dunia sebagai tantangan

akademik seperti, tes, ujian, tugas, interaksi teman sebaya, hubungan guru dengan murid, regulasi

sekolah, dan manajemen waktu (Angolla & Ongori, 2009).

Page 2: PERAN RESILIENSI TERHADAP STRES AKADEMIK SISWA SMApsychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/25_ Naska… · satunya sistem belajar di sekolah yaitu penggunaan kurikulum

Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019)

ISBN : 978-60274420-7-8

217

Penelitian dari Australia, Korea, Jepang, dan Cina menunjukkan bahwa ujian adalah sumber utama pada

stres akademik (Kaplan, Liu, & Kaplan, 2005). Berbagai ujian menjadikan stres akademik telah dibuktikan kebenarannya pada berbagai negara seperti Korea, Jepang, Cina, dan Nigeria, ketika para siswa harus

bersaing sangat kompetitif pada ujian (Yangyang & Zuhong, 2011). Sebagai persiapan dari ujian, para

siswa harus berlatih lebih maksimal, melakukan tes harian, menghadiri les privat, dan menghabiskan

waktu luang mereka dengan belajar (Tan & Yates, 2011).

Siswa yang dituntut untuk mengejar dan mempertahankan prestasi akademiknya, lebih cenderung

mengalami stres akademik dari pada siswa lain yang tidak memiliki tuntutan untuk mengejar hal tersebut

(Suldo, et al., 2009). Secara tidak langsung mereka memiliki lingkungan akademis yang lebih kompetitif,

dan tuntutan waktu yang lebih banyak (Mates & Allison dalam Adebusuyi, 2018). Stres akademik yang

cenderung menekan ke arah negatif pada siswa, memiliki hubungan dengan kesehatan fisik dan psiis remaja (García-ros, Pérez-gonzález, & Tomás, 2018). Di negara Korea, Jepang dan Cina stres akademik

mengacu pada diagnosis dengan berbagai gejala fisik dan psikologis seperti sakit perut, sakit kepala, sulit

tidur dan alergi (Bossy, 2000). Siswa yang berada di negara Korea, ditemukan memiliki tingkat depresi

dan masalah fisik yang lebih tinggi dibandingkan dengan teman-teman mereka di Amerika Serikat (Lee & Larson, 2000).

Temuan yang dilakukan di Jepang menemukan bahwa, siswa sekolah memiliki tingkat depresi, masalah

perilaku, dan pikiran untuk bunuh diri yang sangat tinggi (Bossy, 2000). (Struthers, Perry, & Menec

(2014) mengungkapkan bahwa tingkat stres akademik yang lebih tinggi dikaitkan dengan tingkat prestasi

yang lebih rendah. Kaplan, Liu, & Kaplan (2005) melaporkan temuan serupa di mana pengalaman stres akademik yang tinggi berdampak negatif terhadap kinerja akademik dalam jangka waktu tiga tahun

kemudian.

Dilaporkan berbagai fenomena yang terjadi pada siswa di Indonesia mengenai stres akademik, salah

satunya sistem belajar di sekolah yaitu penggunaan kurikulum 2013 yang dirasa menimbulkan stres akademik. Survei menunjukkan 44% pelajar merasa stres menghadapi ujian dan tugas, sedangkan 12%

diliputi kegalauan akibat rasa takut tidak naik kelas (Republika.co.id). Kemudian terdapat kasus di

Sumedang, yaitu terdapat belasan pelajar SMK yang mabuk karena mencampur lem dengan obat batuk

cair dan alkohol di sebuah rumah kos. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh polisi, siswa tersebut

mengaku stres menjelang menghadapi ujian nasional (news.okezone.com).

Levitt, Guacci-Franco, & Levitt (1993)menemukan bahwa keberhasilan akademik dapat diprediksi

melalui persepsi lingkungan kelas dan resiliensi pada siswa. Berperan sebagai faktor protektif, resiliensi

mampu menurunkan kemungkinan resiko yang tinggi pada situasi yang terjadi, namun tidak menunjukkan

hubungan pada hasil dengan resiko yang rendah (Compas, Hinden, & Gerhardt, 1995). Wilks (2008)

mengungkapkan bahwa tingginya resiliensi pada individu juga dapat dipengaruhi oleh dukungan sosial. Dukungan sosial orang tua memiliki hubungan negatif dengan stres akademik siswa (Ernawati, 2015).

Hal ini dapat dijelaskan bahwa orang tua, merupakan agen utama siswa dalam kehidupannya yang

berpengaruh pada kinerja akademik (academic performance) siswa (Syah dalam Ernawati, 2015). Apabila

dukungan sosial yang diterima dari orang tua besar, maka siswa mampu menghadapi segala situasi yang mengancam dengan baik.

Beberapa faktor yang mempengaruhi stres akademik siswa berasal dari faktor eksternal ialah sistem

akademik yang banyak menuntun siswa, sedangkan pada faktor internal terdapat pola pikir siswa yang

tidak dapat mengendalikan situasi dan cenderung mengalami stres yang lebih besar. Semakin besar dan

yakin siswa terhadap kendali atas sesuatu hal, maka ia akan mendapatkan kemungkinan stres yang kecil. Selanjutnya terdapat kepribadian, ketika siswa mampu menoleransi stres yang sedang ia hadapi maka

rasa optimis juga akan mengiringinya. Faktor yang terakhir dari internal ialah keyakinan maupun

pemikiran terhadap diri sendiri. Interpretasi terhadap situasi yang terjadi pada lingkungan sekitar, dapat

mempengaruhi keyakinan individu. Karena hal ini mampu mengubah pola pikir individu dan berdampak stres pada individu (Barseli, Ifdil, & Nikmarijal, 2017).

Page 3: PERAN RESILIENSI TERHADAP STRES AKADEMIK SISWA SMApsychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/25_ Naska… · satunya sistem belajar di sekolah yaitu penggunaan kurikulum

Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019)

ISBN : 978-60274420-7-8

218

Selain resiliensi terdapat faktor internal lain yang berpengaruh terhadap situasi yang menekan terutama

pada akademik siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari & Rachmawati (2014) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan pada keyakinan diri (self-efficacy) dengan stres akademik pada siswa

yang mengikuti program akselerasi. Hal ini dapat dijelaskan melalui motivasi intrinsik yang secara

signifikan berkaitan dengan faktor internal yaitu keyakinan diri (self-efficacy) menunjukkan adanya

keterlibatan pada akademik siswa, dengan demikian para siswa yang memiliki motivasi intrinsik yang tinggi lebih memiliki kemampuan yang besar untuk mengatasi stres dan pengalaman buruk yang dihadapi

(Reynolds & Weigand dalam Wilks, 2008).

Tingkat resiliensi yang tinggi berkaitan dengan harga diri (self-esteem) yang tinggi juga. Dengan demikian,

individu dengan harga diri tinggi, mampu mengatasi stres dan mencapai nilai yang lebih tinggi (Clifton, et

al., 2004). Oleh karena itu, tingkat resiliensi siswa dan perwujudan dari resiliensi tersebut berkaitan keefektifan mereka dalam mengahadapi stres akademik. Setiap individu, memiliki tingkat resiliensinya

masing-masing. Sekolah dan tenaga pendidik yang ada di dalamnya, mampu mengembangkan resiliensi

pada siswa. Dampak yang diberikan sekolah pada siswa ini dapat berupa terbentuknya hubungan sosial

yang positif, dapat menemukan pemecahan masalah yang sesuai, dan mampu memanajemen stresnya (Singh, 2016).

Peneliti melakukan penelitian di SMA Negeri Taruna Nala, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sekolah ini

merupaka hasil kerjasama dengan TNI AL, dengan demikian dikeluarkan Piagam Kerja Bersama (PKB)

yang ditandatangani oleh Gubernur Jawa Timur dan KASAL (Kepala Staff Angkatan Laut) dan

Penandatanganan Kerja Sama (PKS) yang ditandatangani oleh Kepala Pendidikan Nasional provinsi dan Kodiklatal. Kurikulum yang digunakan pada SMAN Taruna Nala ini, tidak hanya menggunakan kurikulum

2013/K13, namun juga menambahkan kurikulum Bela Negara dan Kemaritiman dengan demikian dapat

disebut semi-militer (SMAN Taruna Nala Jawa Timur, 2016).

Banyaknya tuntutan yang didapatkan siswa seperti pendidikan bela negara dan kemaritiman, program kewirausahaan, program ekstrakurikuler life skill (kecakapan hidup) dan program pengabdian masyarakat

(SMAN Taruna Nala Jawa Timur, 2016) akan membuat siswa mendapatkan tekanan yang harus mereka

selesaikan. Kemampuan untuk tetap bertahan pada kondisi yang menekan, maka siswa akan menjadi

resilien untuk menghadapi stres akademik yang dihadapi dengan menggunakan strategi koping yang baik.

Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan penelitian ini untuk membuktikan peran resiliensi terhadap stres akademik pada siswa SMA.

T I N J A U A N P U S T A K A

Stres Akademik Stres didefinisikan sebagai respon tubuh terhadap berbagai situasi yang dihadapinya (Selye dalam Kohn

& Frazer, 1986). Respon ini seringkali diidentifikasikan dengan bentuk emosi, kognisi, perilaku yang

negatif individu dalam mengatasi, menyesuaikan diri, dan menghadapi stressor yang ada (Bernstein,

2008). Terdapat berbagai macam pemicu stres yang berasal dari fisik, kognitif, dan psikologis. Stres pada kehidupan siswa dapat memberikan dampak pada bagaimana siswa mengatasi tuntutan kehidupan

akademiknya (Sindhu, 2016).

Stres akademik adalah salah satu hambatan yang signifikan bagi kinerja akademik siswa di sekolah.

Ketegangan emosional yang diungkapkan atau dirasakan oleh siswa ketika mendapatkan kegagalan dalam mengatasi tuntutan akademik dan konsekuensinya ditunjukkan dalam bentuk yang bahaya dan adanya

masalah kesehatan utama, baik fisik maupun mental (Kumar, 2017). Sumber terbesar dari stres

akademik ini berasal dari mengikuti ujian (pada saat dalam proses belajar maupun pada saat ujian akhir),

kompetisi antar kelas, merasakan ketidakseimbangan, dan kursus yang lama (Kohn & Frazer, 1986). Berbagai laporan pada penelitian tentang stres akademik menghasilkan beberapa tuntutan yang terdiri

dari, mata pelajaran, manajemen waktu, aktivitas sosial, dan kurangnya jaringan sosial (Misra & Castillo,

2004). Tuntutan akademik dan kompetisi yang tinggi, membuat siswa mempunyai waktu yang yang

Page 4: PERAN RESILIENSI TERHADAP STRES AKADEMIK SISWA SMApsychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/25_ Naska… · satunya sistem belajar di sekolah yaitu penggunaan kurikulum

Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019)

ISBN : 978-60274420-7-8

219

sedikit waktu untuk tidur, dan juga waktu luang yang sedikit (Lee & Reed, 2009), selain itu informasi

yang banyak, harapan yang tinggi pada siswa, orang tua, guru, tekanan akademik, kompetisi yang sengit, waktu yang terbatas adalah sumber yang utama dalam membentuk tekanan, ketakutan, dan kecemasan

pada siswa. Beberapa hal diatas merupakan dampak dari stres akademik siswa yang serinf dihadapi.

Stresor yang terdapat pada lingkungan pendidikan siswa terutama akademiknya, terabagi menjadi 3 aspek antara lain menurut Kohn & Frazer (1986), antara lain faktor pertama ialah stressor fisik seperti

faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku siswa (temperatur/suhu, pencahayaan, kebisingan),

faktor kedua ialah stressor psikis seperti kurang sesuainya antara kompetensi yang dimiliki dengan

materi yang disampaikan dalam pembelajaran, hal ini dapat memunculkan konsekuensi emosional siswa,

dan stressor yang terakhir ialah psikososial, seperti interaksi interpersonal yang mempengaruh perilaku siswa.

Resiliensi Resiliensi mengacu pada fenomena yang dicirikan oleh hasil yang baik meskipun terdapat ancaman yang

serius di dalam adaptasi dan perkembangan individu tersebut (Masten, 2001). Menurut Connor &

Davidson (2003), resiliensi merupakan kemampuan yang seimbang antara biologis dan fisik

(menyesuaikan tubuh, pikiran, dan jiwa dengan keadaannya saat ini) dalam menghadapi situasi yang berbahaya atau mengancam. Hal ini dapat mencerminkan kualitas pribadi yang memungkinkan seseorang

untuk berkembang dalam menghadapi kesulitan

Faktor pembentuk resiliensi menurut Connor & Davidson (2003) terdapat, faktor pertama

menggambarkan kompetensi diri sendiri, standar yang tinggi, dan keuletan, faktor kedua berhubungan

dengan kepercayaan akan nalurinya, mempunyai tolerasi terhadap efek yang negatif, dan mempunyai kekuatan dalam mengahadapi stres, faktor ketiga berkaitan dengan mampu menerima perubahan positif

dan mempunyai hubungan yang aman dengan orang lain, faktor keempat mengenai pengendalian diri dan

faktor yang kelima berkairan dengan pengaruh spiritual atau hubungannya dengan Tuhan.

Banyaknya tekanan akademis dapat mengganggu bagaimana seorang siswa mempersiapkan,

berkonsentrasi dan melakukan suatu kegiatan. Menunda membaca, menulis makalah, dan belajar mendadak memiliki efek dua arah. Hal ini meningkatkan kemungkinan untuk dilampiaskan pada hal yang

buruk dan dapat membangkitkan stres dan kecemasan. Dengan demikian, stres akademik telah

dilaporkan sebagai faktor penting yang mempengaruhi berbagai perilaku, kegiatan dan kinerja akademik

individu. Kunci untuk menghindari putus sekolah, sebagai akibat dari tekanan akademis adalah mengidentifikasi sumber atau faktornya yang menyebabkan stres akademik tersebut (Kumar, 2017).

M E T O D E P E N E L I T I A N

Rancangan pada penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif regresi, yang mendasarkan pada

hubungan antar variabel dan dikaitkan dengan teori yang ada. Penelitian dilaksanakan di SMA Taruna

NALA, yang bertempat di Kabupaten Malang.

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu resiliensi, menggunakan instrumen The Conor-Davidson Resilience

Scale (CD-RISC) Conor & Davidson (2003), dengan Cronbach Alpha sebesar 0,89 dan jumlah aitem

sebanyak 25. Kemudian contoh pernyataan untuk instrumen CD-RISC seperti, “Saya mudah

beradaptasi terhadap perubahan”, dengan 5 pilihan jawaban yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), KK (Kadang-kadang), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai).

Pada variabel terikat yaitu stres akademik, menggunakan instrumen Academic Stress Scale (ASS), Kohn

& Frazer (1986). Jumlah aitem, terdapat 35 dengan cronbach’s alpha sebesar 0,906 namun terdapat 3

aitem yang tidak sesuai konteks penelitian yaitu speaking class, nonnative language lectures, dan evaluating calssmates work. Sehingga jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 32 aitem. Contoh pernyataan untuk

instrumen ini seperti “Tugas yang banyak”. Pilihan jawaban setiap aitem ini, dikemukakan melalui 4

pilihan jawaban yaitu SS (Sangat Stres), S (Stres), TS (Tidak Stres), dan STS (Sangat Tidak Stres).

Page 5: PERAN RESILIENSI TERHADAP STRES AKADEMIK SISWA SMApsychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/25_ Naska… · satunya sistem belajar di sekolah yaitu penggunaan kurikulum

Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019)

ISBN : 978-60274420-7-8

220

H A S I L D A N P E M B A H A S A N

Hasil

Data Deskriptif

Latar belakang suku dari siswa SMA Taruna Nala tidak hanya dari suku Jawa, melainkan terdapat dari

suku Madura, Bali, Bugis, Batak, Dayak, Tionghoa, Sunda, Minang, Melayu, dan yang lain. Rentang usia

siswa berada pada 15 – 19 tahun (Mean= 16.29). Jumlah siswa dalam penelitian ini sebanyak 185 siswa dengan kriteria kelas X sebanyak 58 siswa (31.35%), kelas XI sebanyak 66 siswa (35.67%), kelas XII

sebanyak 61 siswa (32.97%), dan jumlah siswa laki-laki sebanyak 77 (41.62%) sedangkan siswa

perempuan sebanyak 108 (58.37%). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala yang

disusun menggunakan skala likert. Dalam pemilihannya, subjek dihadapkan pada pernyataan tertutup dengan berbagai pilihan alternatif jawaban.

Tabel 1 Mean dan SD Variabel

Variabel Mean SD

Resiliensi 4.0579 .39585 Stres Akademik 2.453 .38406

Pada variabel resiliensi, skor rata-rata pada siswa berada pada 4.0579 (skor bergerak antara 1-5), hal ini dapat dikategorikan resiliensi siswa cenderung tinggi (SD=.39282). Selanjutnya pada variabel stres

akademik, skor rata-rata siswa mencapai 2.453 (skor bergerak antara 1-4), sehingga dapat disimpulkan

stres akademik siswa cenderung rendah (SD=0.384).

Uji Hipotesis Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa resiliensi berpengaruh langsung secara signifikan

terhadap stres akademik. Koefisien nilai F sebesar 809,159 dan koefisien nilai p<0,05 yaitu sebesar

0,000. Dengan demikian hipotesis diterima, semakin tinggi resiliensi siswa, maka semakin rendah stres

akademik yang di alami, begitu juga sebaliknya apabila resiliensi siswa rendah maka stres akademik yang dialaminya cenderung tinggi, selanjutnya hal ini dapat dijelaskan bahwa sebanyak 81,6% variabel resiliensi

memberikan pengaruh pada stres akademik.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, terdapat hasil yang signifikan pada peran resiliensi terhadap stres

akademik siswa SMA. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa Semakin tinggi kemampuan seseorang dalam menangani hal yang sulit pada kehidupannya, maka semakin rendah dampak dari situasi buruk

yang akan ia hadapi.

Menjadi resilien bukan berarti individu terlepas dari kehidupan tanpa adanya tekanan. Pada saat individu mengalami permasalahan, maka mereka akan merasakan berbagai emosi. Perhatian terhadap suatu

masalah, memberikan efek pada individu untuk menjadi fleksibel. Peneliti percaya bahwa resiliensi

merupakan sebuah pemulihan atas konsekuensi positif untuk penyembuhan dari sisi emosional dan

kognitifnya (Garmzi & Masten dalam Savitri et al., 2015). Hal ini juga didukung oleh penelitian yang

dilakukan Hartley (2013) bahwa resiliensi meningkatkan ketekunan akademik siswa. Ketekunan ini merupakan kemampuan siswa dalam menyatukan siatuasi atau tuntutan akademik seperti, menghadiri

kelas, belajar, berdiskusi dengan teman mengenai materi pembelajaran di kelas. Dengan demikian, ketika

siswa mampu mengeluarkan konsekuensi positif dari emosi dan kognitifnya maka ia dapat terhindar dari

stres akademik. Garmezy dalam Terzi (2013) mengungkapkan bahwa resiliensi sebagai kekuatan pemulihan dan kemampuan untuk kembali pada pola adaptasi dan kemampuannya sebelum individu

tersebut mengalami stres yang ekstrem.

Tingginya tingkat resiliensi pada siswa, dapat memberikan keuntungan pada segala aspek kehidupannya.

Salah satunya rendahnya stres akademik, yang memiliki indikasi bahwa individu memiliki self-motivation.

Individu yang resilien, menggunakan strategi pemecahan masalah secara internal untuk mengatasi

Page 6: PERAN RESILIENSI TERHADAP STRES AKADEMIK SISWA SMApsychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/25_ Naska… · satunya sistem belajar di sekolah yaitu penggunaan kurikulum

Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019)

ISBN : 978-60274420-7-8

221

tantangan yang sedang dihadapi, menerima tantangan tersebut sebagai bagian dari ketahanan mereka

untuk menyelesaikannya, memecahkan masalah, dan meregulasi perilaku sebagai indikasi self-motivation dalam dirinya (Trigueros et al., 2019)

Mathur & Sharma (2015) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang

berkorelasi antara resiliensi dengan stres akademik. Sumber instrinsik seperti resiliensi, optimism pada

individu, dapat meningkatkan selain itu kemampuan siswa dalam mengurangi stres dan mendorong mereka untuk menangani secara efektif. Resiliensi pada individu ditandai dengan adanya kemampuan

untuk melihat tekanan sebagai tantangan, mampu berkomitmen, mampu mengetahui keterbatasan diri,

membutuhkan dukungan orang lain, memiliki kelekatan yang aman dengan orang lain, memiliki tujuan,

efikasi diri, menjadikan pengaruh stres sebagai sarana untuk memperkuat diri, mampu belajar dari masa

lalu, mampu menentukan pilihan secara realistis, memiliki selera humor, sabar, mampu mengendalikan afek negatif, mampu beradaptasi terhadap perubahan, optimis, dan percaya kepada Tuhan (Connor &

Davidson, 2003).

Pada kehidupan individu, resiliensi merupakan proses yang berkelanjutan, dari kesulitan-kesulitan hidup

yang menjadi tantangan, dari gagal menjadi sukses, dan ketidak berdayaan menjadikan sebuah kekuatan. Dengan demikian, siswa yang memiliki resiliensi maka ia dapat dengan mudah beradaptasi dan

menyelesaikan persoalan yang ia hadapi. Mereka mampu mengatur dan mengontrol dirinya pada saat

berinteraksi dengan teman sebaya, guru, tenaga pendidik lain, aturan di sekolah dan berbagai situasi

yang ada di sekolah. Dalam hal ini, resiliensi merupakan faktor protektif pada siswa dalam menghadapi

akademik stres.

Resiliensi merupakan variabel yang penting dan dan paling dibutuhkan untuk siswa dalam menempuh

pendidikan dan mencapai prestasi akademik. Selain itu, resiliensi juga mampu menjadi tolak ukur

performa akademik siswa. Semakin bagus atau semakin tinggi resiliensinya maka semakin bagus

performa akademik siswa, sebaliknya semakin rendah resiliensi siswa maka semakin buruk performa

akademiknya (Zakaria, 2019).

Terlepas dari resiliensi yang harus dibentuk secara mandiri oleh siswa, pihak eksternal juga mampu

membentuk siswa menjadi resilien. Dilakukannya pelatihan secara terjadwal juga mampu membantu

siswa (Subramani, 2017). Pendidik harus memberikan perhatian pada konteks sosial dan organisasi yang

berfungsi pada individu. Intervensi yang diberikan dapat mengenai intelegensi emosi, mindfulness, strategi

koping dan strategi berpkir (misalnya cara pandang). Selain itu, dapat menunjukkan aktvitas yang mampu

meningkatkan self-efficacy dan membuat persiapan untuk siswa agar mampu menghadapi masa depan.

Pentingnya kepedulian terhadap diri sendiri dan dalam mencari bantuan harus dilakukan dengan tegas

oleh siswa (Brewer et al., 2019)

Selain dari lingkup sekolah, orang tua juga tidak terlepas dari perannya untuk membentuk resilien pada

diri siswa. Orang tua selayaknya peka dengan stres akademik yang dialami siswa dan membantu mereka

untuk menyediakan jalan keluar yang efektif dalam menghadapi stres akademik (Subramani, 2017).

Resiliensi, berbeda halnya dengan penyesuaian yang baik. Ketika siswa mempunyai resiliensi yang tinggi,

maka dia memiliki penyesuaian yang baik terhadap lingkungan sekolah maupun akademik. Sehingga,

proses siswa untuk keluar dari tantangan maupun hambatan yang sedang dihadapi siswa merupakan

proses resiliensi. Hasil dari proses resiliensi, selain berbentuk penyesuain yang baik pada siswa. Pada

prosesnya, mereka juga mendapat sebuah pengalaman seperti, mampu menghindari resiko dari hal yang

buruk, dan mampu menggunakan koping pada hal yang traumatis. Resiliensi juga merupakan sebuah

kompetensi, yang merupakan nilai individu dari komponen proses resiliensi (Fergus & Zimmerman,

2005). Ketika siswa memiliki kompeten maka hal ini mampu menjadi penolong mereka untuk mengatasi

masalah yang sedang mereka hadapi.

Page 7: PERAN RESILIENSI TERHADAP STRES AKADEMIK SISWA SMApsychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/25_ Naska… · satunya sistem belajar di sekolah yaitu penggunaan kurikulum

Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019)

ISBN : 978-60274420-7-8

222

S I M P U L A N

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiliensi memiliki peran secara signifikan terhadap stres akademik

pada siswa SMA. Semakin tinggi tingkat resiliensi, maka semakin rendah stres akademik siswa. Begitu

juga dengan sebaliknya, semakin rendah tingkat resiliensi maka akan semakin tinggi stres akademik siswa.

Implikasi

Siswa yang memiliki resiliensi cenderung sedang, dapat ditingkatkan resiliensinya pada faktor internal

seperti melakukan pelatihan yang pertama self-eficacy yaitu mendorong individu untuk percaya pada

kemampuannya untuk menyelesaikan sebuah tugas yang sedang dihadapi, yang kedua terdapat empati

yaitu peduli dengan perspektif dan kesejahteraan orang lain, yang ketiga kemampuan menemukan solusi

untuk memecahkan masalah, yang keempat ialah self-awareness yaitu memahami perasaan, pemikiran,

dan perilaku individu sendiri.

Pada faktor eksternal terutama pihak sekolah, dapat memberikan yang pertama perasaan kebersamaan siswa di sekolah seperti rasa aman dan kebahagiaan, yang kedua dukungan sekolah yaitu memberikan

dorongan, bantuan, dan semangat dari guru atau orang dewasa lain dalam lingkungan sekolah, yang

ketiga partisipasi yang bermakna bagi siswa di sekolah yaitu ketertarikan atau minat siswa dalam sekolah

dan dampaknya bagi aktivitas pembelajaran, yang keempat hubungan yang peduli dengan teman sebaya yaitu adanya kepedulian dan tersedianya bantuan selama masa-masa sulit, yang kelima teman sebaya

yang prososial yaitu teman-teman menyediakan, memberikan dan melakukan sebuah pilihan yang baik,

yang selanjutnya pada lingkup rumah tersedianya kehadiran yang suportif dan dorongan dari orang tua

maupun orang dewasa lainnya, dan yang terakhir ialah partisipasi yang bermakna di rumah yaitu individu

membantu membuat sebuah keputusan dalam keluarga dan merasa bahwa mereka melakukan hal yang baik (Kuperminc, et al., 2019).

Bagi siswa yang memiliki stres akademik yang tinggi maka mereka harus mendiskusikan yang menjadi

masalah akademik dengan guru seperti halnya menceritakan ke orang tuanya, selain itu mereka harus

dibimbing dengan baik untuk memilih caranya secara spesifik dan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Orang tua dan guru harus mempunyai dan memahami ekspektasi yang dimunculkan

berdasarkan kemampuan anak-anaknya. Selain itu, guru juga harus membuat dan menyusun lingkungan

belajar untuk menurunkan stres akademik siswa seperti menyediakan fasilitator atau mentor,

penjadwalan aktivitas, mengubah metode belajar, dan menyedikan aktivitas ekstrakulikuler (Sagar &

Singh, 2017).

D A F T A R P U S T A K A

Ang, R. P., & Huan, V. (2006). Academic expectations stress inventory: Development, factor analysis,

reliability, and validity. Educational and Psychological Measurement, 66(3), 522–539.

https://doi.org/10.1177/0013164405282461 Angolla, J. E., & Ongori, H. (2009). An assessment of academic stress among undergraduate students:

The case of university of botswana. Educ. Res. Rev., 063–070. Retrieved from

http://wiki.ros.org/rqt_reconfigure

Barseli, M. B., Ifdil, & Nikmarijal. (2017). Konsep stres akademik siswa. Jurnal Konseling Dan Pendidikan, 5(3), 143–148. https://doi.org/https://doi.org/10.29210/119800

Bossy, S. (2000). Academic pressure and impact on japanese students. McGill Journal of Education, 35(1),

71–89. Retrieved from http://mje.mcgill.ca/index.php/MJE/article/view/8513/6446

Brewer, M. L., Kessel, G. Van, Sanderson, B., Naumann, F., Lane, M., Reubenson, A., … Carter, A.

(2019). Resilience in higher education students : a scoping review. Higher Education Research & Development, 0(0), 1–16. https://doi.org/10.1080/07294360.2019.1626810

Clifton, R. A., Perry, R. P., Stubbs, C. A., & Roberts, L. W. (2004). Faculty environments, psychoscoial

Page 8: PERAN RESILIENSI TERHADAP STRES AKADEMIK SISWA SMApsychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/25_ Naska… · satunya sistem belajar di sekolah yaitu penggunaan kurikulum

Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019)

ISBN : 978-60274420-7-8

223

dispositions, and the academic acheivements of college students. Research in Higher Education,

45(8), 801–828. Compas, B. E., Hinden, B. R., & Gerhardt, C. A. (1995). Adolescent development: Pathways and

processes of risk and resilience. Annual Review of Psychology, 46, 265–293.

Connor, K. M., & Davidson, J. R. T. (2003). Development of a new Resilience scale: The Connor-

Davidson Resilience scale (CD-RISC). Depression and Anxiety, 18(2), 76–82. https://doi.org/10.1002/da.10113

Fergus, S., & Zimmerman, M. A. (2005). Adolescent resilience: A framework for understanding healthy

development in the face of risk. Annual Review of Public Health, 26, 399–419.

https://doi.org/10.1146/annurev.publhealth.26.021304.144357

García-ros, R., Pérez-gonzález, F., & Tomás, J. M. (2018). Analyzing academic stress in adolescence and their relationship with students’ psychological and physical well-being: Development and

validation of the Questionnaire of Academic Stress in Secondary Education.

https://doi.org/10.3390/ijerph15092023

Hartley, M. T. (2013). Investigating the relationship of resilience to academic persistence in college students with mental health issues. Rehabilitation Counseling Bulletin, 56(4), 240–250.

https://doi.org/10.1177/0034355213480527

Kaplan, D. S., Liu, R. X., & Kaplan, H. B. (2005). School related stress in early adolescence and academic

performance three years later : The conditional influence of self expectations. Social Psychology of Education, 8, 3–17.

Kohn, J. P., & Frazer, G. H. (1986). An academic stress scale: Identification and rated importance of

academic stressor. Psychological Reports, (59), 415–426.

Kumar, S. (2017). Academic Stress : Concept, Sources and Effects. Indian Journal of Applied Research,

7(9), 503–504. Kuperminc, G. P., Chan, W. Y., Hale, K. E., Joseph, H. L., & Delbasso, C. A. (2019). The role of school-

based group mentoring in promoting resilience among vulnerable high school students. Community

Psychology, 1–13. https://doi.org/10.1002/ajcp.12347

Lee, M., & Larson, R. (2000). The Korean “examination hell”: Long hours of studying, distress, and

depression. Journal of Youth and Adolescence, 29(2), 249–271. https://doi.org/10.1023/A:1005160717081

Lee, M., & Reed, L. (2009). The Korean “examination hell”: Long hours of studying, distress, and

depression. Journal of Youth and Adolescence, 29(2), 249.

Levitt, M. J., Guacci-Franco, N., & Levitt, J. L. (1993). Convoys of social support in childhood and early adolescence: Structure and function. Developmental Psychology, 29(5), 811–818.

https://doi.org/10.1037/0012-1649.29.5.811

Liu, Y., & Lu, Z. (2011). Chinese high school students’ academic stress and depressive symptoms:

Gender and school climate as moderators. Stress and Health, 28(4), 340–346.

https://doi.org/10.1002/smi.2418 Masten, A. S. (2001). Ordinary Magic: Resilience Processes in Development. American Psychologist,

56(3), 227–238. https://doi.org/10.1037//0003-066X.56.3.227

Mathur, R., & Sharma, R. (2015). Academic stress in relation with optimism and resilience. International

Research Journal of Interdisciplinary & Multidisciplinary Studies (IRJIMS) A Peer-Reviewed Monthly

Research Journal, 1(7), 129–134. Retrieved from http://www.irjims.com Misra, R., & Castillo, L. G. (2004). Academic stress among college students: Comparison of American

and international students. International Journal of Stress Management, 11(2), 132–148.

https://doi.org/10.1037/1072-5245.11.2.132

Roli, J. A. (2018). Academic stress, resilience, peer relation, and teacher support as predictors of undergraduates ’ academic confidence. Journal of Education and Practice, 9(27), 1–7.

Savitri, A. H., Siswati, Purwanti, D. A., Kustanti, E. R., Priasmoro, D. P., … Bulut, S. (2015). Compare

Resilience of Families with Mentally Retarded Children and Family with Normal Children. Social

Psychology of Education, 5(1), 20–26. https://doi.org/10.1177/0013164405282461

Sindhu, P. (2016). Impact of stress on academic achievement among engineering students. The International Journal of Indian Psychology, 4(1), 9–14. Retrieved from

Page 9: PERAN RESILIENSI TERHADAP STRES AKADEMIK SISWA SMApsychologyforum.umm.ac.id/files/file/Prosiding IPPI 2019/25_ Naska… · satunya sistem belajar di sekolah yaitu penggunaan kurikulum

Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019)

ISBN : 978-60274420-7-8

224

http://aygrt.isrj.org/UploadedData/6983.pdf

Singh, S. (2016). Resilience in the perspective of adolescents. Indian Journal of Positive Psychology, 7(1), 103–106. https://doi.org/10.1002/slct.201703028

Struthers, C. W., Perry, R. P., & Menec, V. H. (2014). An examination of the relationship among

academic stress, and performance in college. Research in Higher Education, 41(5), 581–592.

Subramani, C. (2017). Academic stress and mental health among high school students. Indian Journal of Applied Research, 7(5), 404–406.

Suldo, S. M., Shaunessy, E., Thalji, A., Michalowski, J., & Shaffer, E. (2009). Sources of stress for students

in high school college preparatory and general education programs: Group differences and

associations with adjustment. Adolescence, 44(176), 925–948. https://doi.org/10.1029/94JB01563

Tan, J. B., & Yates, S. (2011). Academic expectations as sources of stress in Asian students. Social Psychology of Education, 14(3), 389–407. https://doi.org/10.1007/s11218-010-9146-7

Terzi, Ş. (2013). Secure Attachment Style, Coping with Stress and Resilience Among University

Students, 1(2), 97–109.

Trigueros, R., Aguilar-Parra, J. M., Cangas, A. J., Bermejo, R., Ferrandiz, C., & LOpez-Liria, R. (2019). Influence of emotional intelligence, motivation and resilience on academic performance and the

adoption of healthy lifestyle habits among adolescents. Environmental Research and Public Health,

16(2810).

Wilks, S. E. (2008). Resilience amid academic stress : the moderating impact of social support among social work students. Advances in Social Work, 9(2), 106–125.

Zakaria, Z. (2019). The effects of learning resilience and stress on Student learning achievement, 295,

56–59.