Author
dinhanh
View
256
Download
0
Embed Size (px)
PERANAN MAJELIS TAKLIM “PERSATUAN REMAJA ISLAM (PRISTA)” DALAM PEMBINAAN KEAGAMAAN REMAJA
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
ZIKRI MAULANA
NIM. 105051001956
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010 / 1431 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana 1 (S1) Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat
atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidaytullah Jakarta
Ciputat, 10 Juli 2010
Zikri Maulana
ABSTRAKSI
Zikri Maulana Peranan Majelis Taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)” Dalam Pembinaan Keagamaan Remaja
Dalam penulisan skripsi ini peneliti memilih judul “Peranan majelis Taklim Persatuan Remaja Islam (PRISTA) dalam pembinaan keagamaan remaja” dikarenakan lembaga non formal seperti majelis taklim diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa sarana pemberdayaan masyarakat untuk menanamkan dan meningkatkan pengetahuan agama.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya yang dilakukan majelis taklim “Persatuan Remaja islam (PRISTA)” dalam pembinaan keagamaan remaja, serta untuk mengetahui faktor penghambat pembinaan yang dilakukan di Majelis taklim “Persatuan remaja Islam (PRISTA)”.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu memaparkan secara mendalam dengan apa adanya secara obyektif sesuai dengan data yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi, kajian pustaka dan sumber lain yang ada di majelis taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA”.
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan di majelis takim “Persatuan remaja Islam (PRISTA” kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok, melalui wawancara dan observasi, bahwa upaya pembinaan yang dilakukan majelis taklim “Persatuan remaja Islam (PRISTA) di kelurahan Meruyung hanya terbatas pada kegiatan pengajian yang dilakukan setiap seminggu sekali, dalam kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh majelis taklim “Persatuan remaja Islam (PRISTA)” tidak melalui prosedur penyusunan program pembinaan yang baik, sehingga kegiatan pengajian yang dilakukan tidak sampai pada tujuan yang hendak adicapai atau hanya rutinitas yang tidak memiliki target. Seperti setiap materi tidak dirumuskan, lalu metode penyampaian yang masih hanya terfokus kepada metode ceramah saja. Kemudian yang menjadi faktor penghambat pembinaan yang dilakukan di majelis taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)” disebabkan karena tidak sehatnya struktur kepengurusan yang ada di majelis taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)” dan kurangnya pengetahuan pengurus tentang manajemen organisasi. Serta kurangnya dukungan dan perhatian dari masyarakat serta terutama pada para pendiri majelis taklim PRISTA terhadap perkembangan majelis taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)”.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peranan
Majelis Taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)” Dalam Pembinaan
Keagamaan Remaja Di Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi besar
Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan ke zaman
yang penuh dengan ilmu dan teknologi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
sebagaimana yang diharapkan walaupun waktu, tenaga, dan pikiran telah
diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan penulis miliki demi
terselesaikannya skripsi iniagar bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya.
Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi bebrapa pihak yang
telah membantu, motivasi serta arahan dari berbagai pihak, sehingga patut kiranya
penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. Muhammad Arif Subhan. MA selaku dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. Jumroni, M.Si dan ibu Umi Musyarofaj, MA sebagai ketua dan
sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Mahmud Jalal MA selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen
pembimbing akademik.
4. Pimpinan dan seluruh staff perpustakaan utama dan perpustakaan fakultas
Ilmu Dakwah dan ILmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
pada umumnya dan Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam khususnya
yang telah memberikan kontribusi pemikiran melalui pengajaran dan
diskusi yang berkaitan dengan skripsi ini.
6. Saudara Ali Rahman selaku ketua majelis Taklim “Persatuan Remaja Islam
(PRISTA)” kelurahan Meruyung, Kecamatan Limo, kota Depok serta
pengurus dan para anggota yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengadakan penelitian.
7. Terkhusus buat kedua orang tuaku tercinta Bpk. Mijar Wahyudi alm dan
Ibunda Eni Salmanih yang telah merawat, membesarkan, mendidik, dan
mencurahkan kasih saying serta tak bosan-bosannya memberikan bantuan
secara moril, materil, semangat dan doa buat penulis.
8. Buat kakak-kakakku serta adik-adikku tercinta yang telah memberikan
warna-warni dalam kehidupan penulis.
9. Seluruh teman-teman mahasiswa angkatan 2005 khususnya kelas KPI C
yang selalu bercanda tawa dan telah memberi warna-warni kehidupan
penulis, khususnya Edi Hardian, Ahmad Fadli, dan Saiful Bahri terima
kasih untuk semua dukungan dan perhatian yang diberikan kepada penulis
selama menyelesaikan skripsi ini. Dan juga kepada teman-temanku yang tak
bisa penulis sebutkan satu persatu, sekali lagi terima kasih.
Penulis berharap dan berdoa kepada Allah SWT, agar seluruh pengorbanan
yang telah diberikan kepada penulis, akan mendapatkan balasan yang setimpal
disisiNya, Jazakumullah Khairan Katsira.
Jakarta, Juni 2010
Penulis
Zikri Maulana
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan……………………………………………… i
Lembar Pernyataan……………………………………………… ii
ABSTRAKSI……………………………………………………… iii
KATA PENGANTAR……………………………………………. iv
DAFTAR ISI……………………………………………………… vi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.,………………………………. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………… 7
D. Metodologi Penelitian………………………………….. 9
E. Tinjauan Pustaka………………………………………… 12
F. Sistematika Penulisan…………………………………… 13
BAB II : LANDASAN TEORITIS
A. Peranan 1. Pengertian Peranan………………………………….. 15
2. Konflik Peranan……………………………………… 16
B. Pengertian Remaja……………………………………… 18
C. Organisasi……………………………………………….. 19
D. Majelis Taklim 1. Pengertian Majelis Taklim…………………………... 19
2. Tujuan Majelis Taklim………………………………. 21
3. Aktifitas Majelis Taklim…………………………….. 22
4. Materi dan Metode di Majelis Taklim………………. 24
E. Pembinaan Keagamaan 1. Pengertian Pembinaan………………………………. 28
2. Program Pembinaan…………………………………. 29
3. Pengertian Agama…………………………………… 32
4. Pembinaan Keagamaan……………………………… 34
BAB III : GAMBARAN UMUM MAJELIS TAKLIM “PERSATUAN REMAJA ISLAM MERUYUNG (PRISTA)”
A. Sejarah Berdiridan Perkembangannya………………… 40
B. Visi Misi dan Tujuan………………………………….. 44
C. Struktur Kepengurusan……………………………….. 45
D. Program Kerja…………………………………………. 46
E. Kegiatan Pembinaan………………………………….. 49
BAB IV : PERAN MAJELIS TAKLIM ”PERSTUAN REMAJA ISLAM (PRISTA)” DALAM PEMBINAAN KEAGAMAAN REMAJA
A. Deskripsi Informan……………………………………. 51
B. Upaya Majelis Taklim “Persatuan Remaja Islam
(PRISTA)” Dalam Pembinaan Keagamaan Remaja…. 62
C. Faktor Penghambat Pembinaan Keagamaan di
Majelis Taklim PRISTA………………………………. 71
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………………. 90
B. Saran………………………………………………….. 91
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam bentuk yang sebaik-baiknya,
bahkan merupakan makhluk yang paling mulia jika dibandingkan dengan
makhluk-makhluk lainnya, oleh karena itu ia diberkali akal dan pikiran. Manusia
yang merasa dirinya memiliki akal, tentunya berusaha untuk melihat hakikat
dirinya serta asal kejadiannya, sehingga hal tersebut dapat menumbuhkan
keyakinan dan melahirkan dorongan untuk mengabdikan diri sepenuhnya hanya
untuk menyembah sang Kholiq, yaitu Allah SWT.
Sebagai makhluk hidup, manusia tumbuh dan secara evolusi baik selama
kandungan maupun setelah lahir hingga menjadi dewasa dan mencapai usia lanjut.
Dengan demikian manusia dalamproses kejadiannya termasuk makhluk tanpa
daya dan eksploratif. Maksudnya manusia tidak mungkin dapat bertumbuh dan
berkembang sendiri (tanpa daya) hingga memerlukan bantuan.
Islam sebagai agama yang menjadi pedoman hidup bagi manusia
mencakup seluruh kehidupan manusia. Di samping sebagai way of life (pedoman
hidup), Islam menurut para pemeluknya juga sebagai ajaran yang harus
didakwahkan dan memberikan pemahaman berbagai ajaran yang terkandung
didalamnya. Sarana yang dapat dilakukan dalam mentransformasikan nilai-nilai
1
2
agama tersebut antara lain melalui majelis taklim yang berfungsi memberikan
pemahaman tentang nilai-nilai ajaran Islam.
Majelis taklim adalah lembaga pendidikan non-formal Islam yang
memiliki kurikulum tersendiri, diselenggrakan secara berkala dan teratur, dan
diikuti oleh jama`ah yang relative banyak, dan bertujuan untuk membina dan
mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah
SWT. Antara manusia sesamanya, dan antara manusia dan lingkungannya, dalam
rangka membina masyarakat yang bertakw kepada Allah SWT.1
Majelis taklim juga telah banyak memberikan pengetahuan di berbagai
lapangan kehidupan seperti:
1. Lapangan hidup keagamaan: agar perkembangan pribadi manusia
sesuai dengan norma ajaran Islam.
2. Lapangan hidup kemasyarakatan, agar terbina masyarakat yang adil
dan makmur dibawah ridho dan ampunan Allah SWT.
3. LApangan hidup ilmu pengetahuan: agar perkembangan menjadi alat
untuk mncapai kesejahteraan hidup umat manusia yang dikendalikan
oleh iman.
4. Lapangan hidup keluarga: agar berkembang menjadi keluarga yang
sakinah.2
1 Nurul Huda, Pedoman MAjelis Taklim, (Jakarta: KODI DKI Jakarta, 1990) Cet. II, H.5 2 Nur Uhbiyati, Ilmu pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997) H.9
3
Majelis taklim hendaknya merupakan proses pendidikan yang mengarah
pada internalisasi nilai-nilai agama ( Islam ). Artinya, jama`ah majelis taklim
diharapkan mampu merefleksikan tatanan normative yang mereka pelajari dalam
realitas kehidupan sehari-hari.
Secara strategis majelis taklim menjadi sarana dakwah dan tabligh yang
Islami coraknya yang berperan sentral pada pembinaan dan peningkatan kualitas
hidup umat Islam sesuai tuntutan ajaran Islam. Disamping itu guna menyadarkan
umat Islam dalam rangka menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya yang
kontekstual kepada hidup social, budaya dan alam sekitar mereka, sehingga dapat
menjadikan umat Islam sebagai Ummatan Washatan yang dapat diteladani
kelompok atau umat lain.
Jadi, peranan secara fungsional majelis taklim adalah mengokohkan
landasan hidup manusia Indonesia pada khususnya di bidang mental spiritual
kegamaan Islam dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya secara integral,
lahiriyah dan batiniyah, duniawiyah dan ukhuwariyah secara bersamaan, sesuai
tuntutan ajaran Islam yaitu iman dan takwa yang melandasi kehidupan duniawi
dalam segala bidang kegiatan, fungsi demikian sesuai dengan pembangunan
nasional kita.3
Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT tidak dapt
tereujud secara tiba-tiba melainkan terbentuk melalui proses kehidupan dan proses
3 H. M. Arifn, Kapita Seleta Pendidikan Islam (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi ANgsara,
1995) Cet.I H.120
4
pendidikan khususnya kehidupan beragama dan pendidikan agama. Dan proses
pendidikan berlangsung seumur hidup baik di lingkukngan keluarga, sekolah
maupun masyarakat, yang nantinya akan membawa dampak yang positif bagi
sikap keberagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk dapat membangun dan mewujudkan system Islam dalam kehidupan
manusia yang menjadi esensi dakwah, maka apa yang menjadi tugas dan fungsi
dari dakwah harus dituntut dengan baik.
Remaja adalah masa pencarian identitas. Kalau pada masa sebelumnya
penyesuaian diri dengan standar kelompok dianggap jauh lebih penting daripada
individualitas, atau kalau pada masa lalu anak merasa puas apabila dirinya telah
menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal, akan tetapi sekarang
dimasa remaja ini yang paling penting atau yang didampakannya adalah mencari
dan menemukan identitas dirinya.4
Masa remaja merupakan periode perubahan yang sangat pesat baik dalam
perubahan fisiknya maupun dalam perubahan sikapnya. Masa remaja juga
merupakan masa peralihan kanak-kanak menuju masa kedewasaan, mereka sangat
membutuhkan tuntunan dan bimbingan untuk memahami diri sendiri yang penuh
dengan rasa keingintahuan yang sangat tinggi. Keingintahuan yang sangat tinggi
menyebabkan para remaja tidak cukup hanya diberikan siraman rohani yang
isinya sejumlah doktrin agama yang ditelan mentah-mentah tetapi melalui
4Alisyf Sabri, Psikologi Pendidikan, Berdasarkan kurikulum nasional, (Jakarta: PEdoman
Ilmu Jaya, 1995), Cet.I, h.27
5
pengajian ini doktrin-doktrin agama telah ditelaah lebih dalam, sehingga remaja
benar-benar telah mengetahui kenapa mereka harus memilih Islam sebagai
pedoman kehidupannya.
Perubahan yang terjadi dikalangan remaja muslim saat ini sangat
memprihatinkan, karena semakin maju dan berkembangnya teknologi maka
semakin besar dampak negative yang kita terima. Salah satu contoh kecil,
penayangan budaya-budaya barat yang ditayangkan di Negara Indonesia yang
mayoritas penduduknya beragama Islam, yang pada akhirnya secara tidak sadar
mereka yang menikmati tayangan tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Remaja dewasa ini cenderung mengarah kepada hal-hal yang bersifat
negative. Tidak jarang mereka yang mengerjakan tindakan-tindakan yang tidak
sesuai dengan ajaran agama seperti tawuran di jalan-jalan yang dapat
mengganggu ketertiban umum, berpakaian yang tidak sesuai dengan ajaran Islam
dan budaya orang Indonesia sendiri.
Lingkungan RT 02/03 Kelurahan Meruyung, Kecamatan Limo kota Depok
merupakan wilayah yang berada di pinggir kota Jakarta sehingga kebudayaan
yang berasal dari luar sangat rentan terbentuk dengan sendirinya. Maka dari itu,
dituntut peran aktif dari mulai lingkungan yang terkecil yakni, keluarga, sekolah,
serta peran aktif masyarakat untuk menjaga pengaruh negative sehingga remaj
selalu onsisten terhadap keberagamaannya.
6
Majelis taklim PRISTA berawal dari aktifitas kelompok remaja yang
selalu melakukan diskusi-diskusi di warung gaul atau biasa disebut café. Setiap
harinya tempat tersebut selalu didatangi oleh para remaja baik untuk hanya
sekedar ngopi-ngopi atau memang hendak melakukan diskusi-diskusi ringan,
bahasan yang sering didiskusikan dari persoalan agama, social, ekonomi, hingga
permasalahan politik. Yang memang pada waktu itu Indonesia sedang mengalami
masa transisi demokrasi.
Mereka menganggap perlu ada sebuah lembaga atau organisasi yang
memberikan wadah bagi para remaja di lingkungan tersebut sebagai ajang
silaturahmi, serta sarana pembelajaran agamadalam rangka menjaga lingkungan
dari pengaruh-pengaruh negative.
Sesuai dengan latar belakang diatas maka penulis bermaksud untuk
mengadakan penelitian dengan judul Peranan Majelis Taklim “Persatuan
Remaja Islam (PRISTA)” Dalam PEmbinaan Keagamaan Remaja di kelurahan
Meruyung Kecmatan Limo kota Depok.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar dalam penelitian skripsi ini tdak melebar terlalu luas yang nantinya akan
sulit menemukan permasalahan yang dituju, maka penulis membatasi penulisan
7
ini pada upaya majelis taklim Persatuan Remaja Islam Dalam Pembinaan
Keagamaan Remaja Di Kelurahan Meruyung-Limo-Depok.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka permasalahan penelitian ini
dapat dirumuskan yakni:
a. Bagaimana upaya majelis taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)”
dalam pembinaan keagamaan remaja di kelurahan meruyung
kecamatan Limo kota Depok
b. Faktor apa saja yang menjadi penghambat pada majelis taklim
“Persatuan remaja Islam (PRISTA)” dalam upaya pembinaan
keagamaan remaja di kelurahan meruyung kecamatan Limo kota
Depok
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
8
a. Untuk mengetahui upaya majelis taklim “Persatuan remaja Islam
(PRISTA)” dalam pembinaan keagamaan di kelurahan Meruyung
kecamatan Limo kota depok
b. Untuk mengetahui faktor penghambat majelis taklim “Persatuan remaja
Islam (PRISTA)” dalam pembinaan keagamaan di kelurahan Meruyung
kecamatan Limo kota depok
2. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian diatas diharapkan penelitian ini dapat
memberikan manfaat antara lain:
a. Manfaat Teoritis (Akademis)
1) Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah pengetahuan
kepada mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
khususnya serta fakultas Ilmu Dakwah Ilmu Komunikasi umumnya
tentang pentingnya langkah-langkah yang harus dilakukan oleh
lembaga dakwah seperti majwlis taklim dalam menyusun program
kegiatan yang baik.
2) Memberikan motivasi kepada masyarakat khususnya civitas
akademika fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta untuk mengadakan penelitian yang lebih
mendalam Tentang Peranan Majelis Taklim Dalam Pembinaan
kegiatan Keagamaan.
9
b. Manfaat Praktis
1) Bagi organisasi diharapkan penelitian ini menjadi bahan masukan serta
infomasi agar lebih memperhatikan lagi tentang penyusunan program
kerja majelis taklim “Persatuan remaja Islam (PRISTA)” dalam
pembinaan keagamaan di kelurahan Meruyung kecamatan Limo kota
Depok.
2) Dengan data ini diharapkan akan menjadi bahan informasi bagi
semuanya untuk dapat meningkatkan mutu kegiatan baik yang
dilakukan lembaga formal maupun nonformal.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-
langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan
masalah tertentu untuk diolah, dianalisa, dan diambil kesimpulan.5 Untuk
memperoleh data, peneliti menggunakan jenis penelitian berdasarkan pada
pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Penelitian kualitatif
bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis,
faktual, dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat serta hubungan antara
fenomena yang diteliti.
5 Wardi Bachtiar, etodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1999), Cet.II
H.1
10
Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta, serta informasi yang
akan mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini,
tentang bagaimana peranan majelis taklim “Persatuan remaja Islam
(PRISTA)” dalam pembinaan keagamaan di kelurahan Meruyung kecamatan
Limo kota Depok
2. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek adalah orang atau sekelompok orang yang
memberikan informasi, dalam hal ini adalah para pengurus yang
berjumlah 4 orang dan majelis taklim (PRISTA) yang berjumlah 2 orang
di kelurahan Meruyung, yang terdiri dari ketua majelis taklim “PRISTA”
saudara Ali Rahman, skeretaris saudari Hujaifah, Departemen Pendidikan
Saudara Khoirudin, Departemen Humas Saudara Syaiful Ghozi, anggota
majelis taklim saudara Ahmad Taufiq, Azzura Bilqis, serta satu guru yang
mengajar yaitu bapak Zaini BA.
b. Objek Penelitian
Selain mempelajari subjek, penelitian ini juga akan mempelajari
dengan seksama tentang objek penelitian, meliputi program pembinaan
keagamaan yang dilakukan majelis taklim “PRISTA” terhadap remaja.
3. Tempat Penelitian Dan Waktu Penelitian
a) Tempat penelitian
11
Tempat yang dijadikan penelitian adalah Majelis Taklim “Persatuan
Remaja Islam (PRISTA)” kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok,
Jl. Meruyung Raya RT 03/02 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota
Depok.
b) Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 Februari sampai 15 Mei
2010.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dari penelitian lapangan, peneliti menggunakan
tekhnik-tekhnik pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan
dokumentasi.
a. Observasi
Dalam obervasi ini penulis melakukan pengamatan secara langsung
sebanyak lima kali yaitu tanggal 18 Februari, 25 Februari, 4 Maret, 11 Maret,
18 Maret. Terhadap objek peelitian mengenai keadaan yang sebenarnya terjadi
dilokasi penelitian yang berkaitan dengan pembinaan keagamaan terhadap
remaja. Yaitu aktifitas pengajian yang dilakukan setiap Jumat malam.
b. Wawancara
12
Pada wawancara ini penulis mengadakan komunikasi langsung dan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada beberapa pihak yakni tanya
jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Keterangan-
keterangan yang terdiri dari ketua majelis taklim “PRISTA” saudara Ali
Rahman, skeretaris saudari Hujaifah, Departemen Pendidikan Saudara
Khoirudin, Departemen Humas Saudara Syaiful Ghozi, anggota majelis
taklim saudara Ahmad Taufiq, Azzura Bilqis, serta satu guru yang
mengajar yaitu bapak Zaini BA sebagai guru yang aktif mengajar di
majelis taklim PRISTA.
c. Dokumentasi
Yakni penulis memperoleh data-data ynag diperlukan dalam peneltian
ini yang didapatkan dari pengurus majelis taklim Persatuan Remaja di
Kelurahan Meruyung, buku-buku serta makalah yang berkaitan dengan
pokok bahasan.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yng digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan analisis deskriptif yaitu dengan cara mengmpulkan data
disusun, disajikan, dan kemudian dianalisis untuk mengungkapkan arti data
tersebut, menggambarkan sasaran apa adanya, adapun caranya setelah data
terkumpul, kemudian peneliti mnjabarkan data tersebut dengan berbagai
kajian pustaka.
13
Adapun teknik penulisan skripsi ini penulis berpedoman pada “Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Thesis, dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh
CEQDA (Centre For Quaity Development And Assurance), di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
E. Tinjauan Pustaka
Pada tinjauan pustaka ini, penulis mencoba menjelaskan tentang
perbedaan skripsi yang hendak penulis teliti, dengan skripsi yang terdahulu yang
memiliki kesamaan judul:
1. Nasrulah, dengan Skripsi yang berjudul“Strategi Komunikasi Kelmpok
Dalam Pembinaan Akhlak Anak Panti Asuhan Yatim Piatu Yakin Jati
Padang Jakarta Selatan” Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
jung dterapkan oleh guru dalam pembinaan akhlak pada anak.rusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam, NIM: 204051002849. adapun dalam
skripsi ini membahas bagaimana strategi komunikasi akhlak pada anak.
2. Zainudin Lubis, NIM: 105051001879 dengan judul skripsi “Pola
Komunikasi Ustadz Ali Fachrudi MA Dalam Pembinaan Takhfizul
Qur`an”, penekanan pada skripsi ini mengenai pola komunikasi ustadz Ali
Fachrudin MA dengan peserta didik dan bagaimana pola komunikasi yang
terjadi antara peserta didik.
3. Dwi Budi Haryanto, NIM 102053025690 dengan judul “Analisis
Strategi Dakwah Ikatan Masjid Dan Musholla Indonesia Provinsi
14
Jakarta”, penekanan skripsi tesebut bagaimana perumusan,
implementasi, dan evaluasi strategi dakwah yang diterapkan di
organisasi IMAMI, provinsi DKI Jakarta, serta apa saja hasil yang
telah dicapai dalam kegiatan dakwah IMAMI provinsi DKI Jakarta.
Sementara judul skripsi penulis adalah Peranan Majelis Taklim “Persatuan
Remaja Islam (PRISTA) Dalam Pembinaan Keagamaan Remaja Di Kelurahan
Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok dengan batasan masalah upaya yang
dilakukan Majelis Taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA) Dalam Pembinaan
Keagamaan Remaja serta faktor apa saja yang menjadi penghambat pembinaan
keagamaan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis menyusun
kedalam lima bab, setiap bab terdiri dari sub-sub bab. Bab-bab tersebut secara
keseluruhan saling berkaitan satu sama lain yang diawali dengan pendahuluan dan
diakhiri dengan bab penutup berupa kesimpulan dan saran.
15
BAB I PENDAHULUAN
Menjelaskan tentang latar belakang masalah yang akan penulis teliti,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
dan metodologi penelitian, tunjauan pustaka dan sistematika
penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI
Bagian ini berisikan landasan teori peran majelis taklim dan
pembinaan keagmaan remaja, yang terdiri dari pengertian peran
majelis taklim, pembinaan keagamaan, serta pengertian remaja.
BAB III GAMBARAN UMUM MAJELIS TAKLIM “PERSATUAN
REMAJA ISLAM (PRISTA)”
Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang organisasi persatuan
remaja Islam (PRISTA) antara lain: sejarah berdirinya,
perkembangannya, visi misi dan tujuan majelis taklim, struktur
kepengurusan majelis taklim, serta program kerja majelis taklim.
16
BAB IV PERANAN MAJELIS TAKLIM “PERSATUAN REMAJA
ISLAM (PRISTA)” DALAM PEMBINAAN KEAGAMAAN
REMAJA
Pada bagian ini akan diuraikan mengenai deskriptif informan serta
upaya Majelis Taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA) Dalam
Pembinaan Keagamaan Remaja Di Kelurahan Meruyung Kecamatan
Limo Kota Depok serta faktor-faktor penghambatnya.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini berisikan tentang penutup yang terdiri dari kesimpulan
dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Peranan
1. Pengertian Peranan
“Peranan” berasal dari kata peran berarti sesuatu yang menjadi bagian
atau memegang pimpinan yang utama.1 Peranan menurut Levinson sebagaimana
dikutip oleh Soejono Soekanto sebagai berikut:
“Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu
yang penting bagi struktur social masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang
dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan
dalam arti ini merupakan serangkaian peraturan-peraturan yang membimbing
seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.”2
Menurut Biddle dan Tomas, peran adalah serangkaian rumusan yang
membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu,
misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa member
anjuran, member penilaian, member sangsi atau lain-lain. Kalau peran ibu
digabungkan dengan peran ayah maka menjadi peran orang tua dan menjadi lebih
luas sehingga perilaku-perilaku yang diharapkan juga menjadi lebih beraneka
ragam.3
1 W.J.S Poerwadarmanita, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai
Pustaka, 1985), h.735 2 Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1982)
h.238 3 Sarlito Wirawan, Teori-teori psikologi Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2000), Cet, V H.224
17
18
2. Konflik Peranan
Konflik peran terjadi karena adanya permasalahan yang terpolarisasi
menyangkut peran, dua macam konflik peran antara lain:
1. Konflik antar peran (in role conflict), contoh seorang mahasiswi yang
telah menikah dimana dia harus membagi waktu antara melakukan
tuntutan peran sebagai mahasiswi selain itu juga harus memenuhi tugas-
tugas sebagai istri
2. Konflik dalam peran (intra role conflict) contoh pendeta dalam
ketentaraan yang berdoa demi perdamaian dan harus mempertahankan
semangat prajurit agar siap untuk membunuh.4
B. Pengertian Remaja
Remaja adalah masa pencarian identitas. Kalau pada masa sebelumnya
penyesuaian diri dengan standar kelompok dianggap jauh lebih penting daripada
individualitas, atau kalau pada masa lalu anak merasa puas apabila dirinya telah
menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal, akan tetapi sekarang
dimasa remaja ini yang paling penting atau yang didampakannya adalah mencari
dan menemukan identitas dirinya.5
4 Ibid, Sarlito Wirawan Sarwono h.229 5Alisyf Sabri, Psikologi Pendidikan, Berdasarkan kurikulum nasional, (Jakarta:
PEdoman Ilmu Jaya, 1995), Cet.I, h.27
19
Remaja dapat diartikan, yaitu seseorang yang berada dalam suatu masa
perubahan perkembangan secara utuh, baik fisik maupun mental yang merupakan
perkembangan transisi dari anak-anak ke masa dewasa, sesuai pola umum
perkembangan.
C. Organisasi
Asas organisasi adalah berbagai pedoman yang sejauh mungkin
hendaknya dilaksanakan agar diperoleh struktur organisasi yang baik dan aktivitas
organisasi dapat berjalan dengan baik dan lancar.6
Setiap organisasi, tentu menghadapi masalah bagaimana organisasinya
dapat berjalan dengan baik. Salah satu sarana organisasinya dapat berjalan dengan
baik dan struktur yang bersangkutan sehat dan efisien haruslah melakukan asas-
asas organisasi.
D. Majelis Taklim
1. Pengertian Majelis Taklim
Majelis Taklim menurut bahasa terdiri dari dua kata yaitu “Majelis” dan
“Taklim”, yang keduanya berasal dari bahasa Arab. Kata majelis taklim adalah
bentuk isim makna dari akar kata “jalasa-yajlisu” yang berarti “tempat duduk,
tempat sidang atau dewan”.7
6 Ibid, H.43 7 Ahmad Waeson Munawir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta:
Pustaka Progressif, 1997), cet.14, h.202
20
Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia pengertian majelis adalah:
“pertemuan atau perkumpulan orang banyak atau bangunan tempat orang
berkumpul.”8
Tuti Alawiyah As dalam bukunya mengatakan bahwa salah satu arti dari
majelis taklim adalah “pertemuan atau perkumpulan orang banyak” sedangkan
taklim berarti “pengajaran atau pengajian agama Islam.”9
Kini apabila kedua istilah tersebut disatukan maka yang akan muncul
kemudian gambaran sebuah suasana dimana para muslimin berkumpul untuk
melakukan kegiatan yang tidak hanya terikat pada makna pengajian belaka
melainkan kegiatan yang dapat menggali potensi dan bakat serta menambah
pengetahuan dan wawasan para jama`ahnya.
Musyawarah majelis taklim se-DKI Jakarta yang berlangsung tanggal 9-10
Juli 1980 memberikan batasan (ta`rif) majelis taklim adalah lembaga pendidikan
non formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara
berkala dan teratur, dan diikuti oleh jama`ah yang relative banyak, dan bertujuan
untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara
manusia dengan Allah SWT. Antara manusia sesamanya, dan antara manusia
8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan< Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1999) Cet ke 10, h.615 9 Tuti Alawiyah, Strategi Dakwah di lingkungan majelis Taklim, (Bandung:
MIZAN, 1997), h.5
21
dengan lingkungannya. Dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa
kepada Allah SWT.10
Dari berbagai definisi tersebut maka majelis taklim dapatlah ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Majelis Taklim adalah tempat berlangsungnya kegiatan pengajian atau
pengajaran agama Islam. Waktunya berkala tetapi teratur tidak tiap
hari atau tidak seperti sekolah.
2. Majelis Taklim merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang
pengikutnya disebut jama`ah bukan pelajar atau murid. Hal ini
didasarkan karena kehadiran di Majelis Taklim tidak merupakan suatu
kewajiban sebagaimana dengan kewajiban murid di sekolah.
2. Tujuan Majelis Taklim
Mengenai hal yang menjadi tujuan majelis taklim, mungkin rumusnya
bermacam-macam. Tuti Alawiyah merumuskan bahwa tujuan majelis taklim dari
segi fungsi, yaitu:
1. Berfungsi sebagai tempat belajar, maka tujuan majelis taklim adalah
menambah ilmu dan keyakinan agama yang akan mendorong
pengalaman ajaran agama.
2. Berfungsi sebagai tempat kontak social, maka tujuannya adalah
silaturahmi.
10 Nurul Huda, Pedoman Majelis Taklim, (Jakarta: KODI DKI Jakarta, 1990) cet.II, H.5
22
3. Berfungsi mewujudkan minat social, maka tujuannya adalah
meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan
lingkungan jama`ahnya.11
Secara sederhana tujuan majelis taklim dari apa yang diungkapkan di atas
adalah tempat berkumpulnya manusia yang didalamnya membahas pengetahuan
agama serta terwujudnya ikatan silaturahmi guna meningkatkan kesadaran
jama`ah atau masyarakat sekitar tentang pentingnya peranan agama dalam
kehidupan sehari-hari.
Sedangkan didalam ensiklopedia Islam, diungkapkan bahwa tujuan majelis
taklim adalah:
a. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran beragama di kalangan
masyarakat khususnya bagi jama`ah
b. Meningkatkan amal ibadah masyarakat.
c. Mempererat silaturahmi antar jama`ah
d. Membina kader di kalangan umat Islam.12
3. Aktifitas Majelis Taklim
Majelis taklim adalah lembaga Islam non formal. Dengan demikian
Majelis Taklim bukan lembaga pendidikan Islam formal seperti madrasah atau
perguruan tinggi. Majelis taklim bukanmlah merupakan wadah organisasi
11 Tuti Alawiyah As, Strategi Dakwah, h.78 12 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Majelis Ensiklopedia Islam, (Jakarta:
chtiar baru Van Haefe, 1994) h.122
23
masyarakat yang berbasis politik. Namun, majelis taklim mempunyai peranan
yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Peranan majelis taklim sebagai
berikut:
a. Sebagai Wadah untuk membina dan mengembangkan kehidupan
beragama dalam rangka membentuk masyarakat yang bertaqwa kepada
Allah SWT.
b. Taman rekreasi rohaniah, karena penyelenggaraannya bersifat santai.
c. Wadah silaturahmi yang menghidup suburkan syiar Islam.
d. Media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pengembangan
umat dan bangsa.13
Secara strategis majelis taklim menjadi sarana dakwah dan tabligh yang
Islami coraknya yang berperan sentral pada pembinaan dan peningkatan kualitas
hidup umat Islam sesuai tuntunan ajaran Islam. Disamping itu guna menyadarkan
umat Islam dalam rangka menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya yang
kontekstual kepada lingkungan hidup social budaya dan alam sekitar mereka,
sehingga dapat menjadikan umat Islam sebagai Ummatan Washatan yang
meneladani kelompok umat lain.
Dalam kaitannya dengan hal ini, M. Arifin mengatakan:
“Jadi peranan secara fungsional majelis taklim adalah mengkokohkan
landasan hidup manusia Indonesia pada khususnya di bidang mental spiritual
keagamaan Islam dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya secara integral,
13 Ibid, Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, h.120
24
lahiriah dan batiniah, duniawi dan ukhrawiyah secara bersamaan, sesuai tuntutan
ajaran agama Islam yaitu iman dan takwa yang melandasi kehidupan duniawi
dalam segala bidang kegiatannya, fungsi sesuai dengan pembangunan nasional
kita.”14
4. Materi Dan Metode Yang Dikaji Majelis Taklim
1) Materi
Materi atau bahan ialah apa yang hendak diajarkan dalam majelis taklim.
Dengan sendirinya materi itu adalah ajaran Islam dengan segala keluasannya.
Islam memuat ajaran tentang tata hidup yang meliputi segala aspek kehidupan,
maka pengajaran Islam berarti pengajaran tentang tata hidup yang berisi pedoman
pokok yang digunakan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia dan
untuk menyiapkan hidup yang sejahtera di akhirat nanti. Dengan demikian materi
pelajaran agama Isalam luas sekali meliputi segala aspek kehidupan.
Dewasa ini, sekedar untuk memudahkan sering dilakukan pembagian
antara ilmu agama arti khusus dan ilmu umum yang dipandang dri segi agama
dengan demikian, maka secara garis besarnya, ada dua kelompok pelajaran dalam
majelis taklim, yakni kelompok pengetahuan agama dan kelompok pengetahuan
umum.
14 Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Islam dan Umum: Jakarta Bumi Aksara, 1995)
25
a. Kelompok pengetahuan agama
Bidang pengajaran yang termasuk kelompok ini antara lain adalah
tauhid, fiqh, Tasir, Hadis, Akhak, Tarikh, dan Bahasa Arab.
b. Kelompok pengetahuan umum
Karena banyaknya pengetahuan umum, maka tema-tema atau maudlu
yang disampaikan hendaknya hal-hal yang langsung ada kaitannya
dengan kehidupan masyarakat. Kesemuanya itu dikaitkan dengan
agama, artinya dalam menyampaikan uraian-uraian tersebut hendaknya
janganm melupakan dalil-dalil agama baik berupa ayat-ayat Al Quran
atau hadits-hadits atau contoh-contoh dari kehidupan Rasulullah SAW15
Menurut Tuti Alawiyah bahwa kategori pengajian itu diklasifikasikan
menjadi lima bagian:
a) Majelis Taklim tidak mengajarkan secara rutin tetapi hanya sebagai
tempat berkumpul, membaca shalawat, membaca surat Yasin atau
Tahlil.
b) Membaca shalawat nabi dan sebulan sekali pengurus majelis taklim
mengundang seorang guru untuk berceramah itulah merupakan isi
takim.
c) MAjelis taklim mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dasar
ajaran agama seperti belajar mengaji Al Quran atau penerangan fiqh.
15 Nurul Huda, Pedoman Majelis Taklim, h.5
26
d) Majelis Taklim mengajarkan pengetahuan agama tentang fiqh, tauhid
atau akhlak yang diajarkan dalam pidato-pidato mubaligh yang kadang-
kadang dilengkapi Tanya jawab.
e) Majelis taklim seperti butir ke-3 dengan menggunakan kitab sebagai
pegangan, ditambah dengan pidato atau ceramah.
f) Majelis Taklim dengan pidato-pidato dan dengan pelajaran pokok yang
diberikan teks tertulis. Materi pelajaran disesuaikan dengan situasi
hangat berdasarkan ajaran Islam.16
Penambahan dan pengembanagn materi dapat saja terjadi di majelis
taklim, melihat semakin majunya zaman dan semakin kompleks permasalahan
yang perlu penanganan yang tepat. Wujud program yang tapat dan actual sesuai
dengan kebutuhan jama`ah itu sendiri merupakan suatu langkah yang baik agar
majelis taklim tidak terkesan kolot dan terbelakang. Karena majelis taklim
merupakan salah satu struktur kegiatan dakwah yang berperan penting dalam
mencerdaskan umat, maka selain pelaksanaannya harus sesuai teratur dan periodik
juga harus membawa jama`ah kearah yang baik.
2) Metode
Metode adalah cara, dalam hal ini cara menyajikan bahwa pengajaran
dalam majelis taklim untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Makin baik
metode yang dipilih makin efektif pencapaian tujuannya.
16 Tuti Alawiyah, Strategi Dakwah, Cet.I h,79
27
Metode mengajar banyak sekali macamnya. Namun bagi majelis taklim
tidak semua metode itu dapat dipakai. Ada metode mengajar di kelas yang tidak
dapat dipakai dalam majelis taklim. Hal ini disebabkan karena perbedaan kondisi
dan situasi antara sekolah dengan majelis taklim.
Ada beberapa metode yang digunakan di majelis taklim, diantaranya:
a. Majelis Taklim yang diselenggarakan dengan metode halaqah. Dalam
hal ini pengajar atau ustadzah atau kiyai memberikan pelajaran
biasanya dengan memegang suatu kitab tertentu. Peserta
mendengarkan keterangan pengajar sambil menyimak kitab yang
sama atau melihat ke papan tulis dimana dituliskan apa-apa yang
hendak diterangkan.
b. Majelis Taklim yang diselenggarakan dengan metode mudzakarah.
Metode ini dilaksanakan dengan cara tukar menukar pendapat atau
diskusi mengenai suatu masalah yang disepakati untuk dibahas.
c. Majelis Taklim yang diselenggarakan dengan metode ceramah.
Metode ini dilaksanakan dengan dua cara. Pertama, ceramah umum,
dimana pengajar atau ustadzah atau kiyai bertindak aktif dengan
memebrikan pelajaran atau ceramah, sedangkan peserta pasif, yaitu
tinggal mendengar atau menerima materi yang diceramahkan. Kedua,
ceramah terbatas, dimana biasanya terdapat kesempatan untuk
bertanya jawab. Jadi baik pengajar atau ustadzah atau kiyai maupun
peserta atau jamaah sama-sama aktif.
28
d. Majelis Taklim yang diselenggarakan dengan metode campuran.
Artinya satu majelis taklim menyelenggarakan kegiatan pendidikan
atau pengajian tidak dengan stu macam metode saja, melainkan
dengan berbagai metode secara berselang-seling.17
Barangkali dalam majelis taklim dewasa ini (majelis taklim umum)
metode yang digunakan telah sangat membudaya, seolah-olah hanya metode ini
saja yang dapat dipakai dalam majelis taklim. Dalam rangka pengembangan dan
peningkatan mutu majelis taklim ada baiknya metode yang lain mulai dipakai.
E. Pembinaan Keagamaan
1. Pengertian Pembinaan
Pembinaan dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata pembinaan berarti
proses, pembuatan, cara membina (Negara dan sebagainya), pembaharuan,
penyempurnaan, usaha dan tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya
guna yang lebih baik.18
Pembinaan merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa Inggris yaitu
training berarti latihan, pendidikan serta pembinaan, secara istilah pembinaan
adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang baru yang belum
dimiliki dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya untuk membenarkan
dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta
17 Nurul Huda, Pedoman Majelis, h.29 18 Ibid, W.J.S. Poerwadarmanita, h.141
29
mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup yang
sedang dijalani secara lebih efektif.19
Pembinaan merupakan program, peserta berkumpul untuk memberi,
menerima dan mengolah informasi, pengetahuan dan kecakapan dengan
mengembangkan yang sudah ada dengan menambah yang baru. Pembinaan diikuti
oleh sejumlah peserta yang diperhitungkan dari tujuan dan efektifitasnya.
Adapu fungsi pokok pembinaan meliputi tiga hal yaitu:
1. Penyampaian informasi
2. Perubahan dan pengembangan sikap
3. Latihan dan pengembangan sikap.
2. Program Pembinaan
Ialah prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi dan urutan
acara-acara yang dilakukan.20 Program pembinaan menyangkut sasaran, isi,
pendekatan, serta metode pembinaan.
a) Sasaran Program
Tidak jarang terjadi sasaran, objek, program pembinan tidak dirumuskan
dengan tegas dan jelas. Hal ini terjadi karena berbagai sebab antar lain:
1. Pembina tidak tahu kepentingan perumusan sasaran program
pembinaan
19 Mangun Hardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya, (Yogyakarta: Kanisius,
1986), h.11 20 Ibid, Mangun Hardjana, h.11
30
2. Pembina terlalu yakin diri sehingga dia tidak merasa perlu untuk
membuatnya.
3. penyelenggara tidak mampu membedakan antara isi dan sasaran
program pembinaan
4. program pembinaan sudah biasa dijalankan
Apapun alasannya suatu pembinaan yang tidak mempunyai sasran yang
jelas mengandung bahaya bagi kelangsungan pembinaan. Jangan samai
pembinaan tidak mempunyai arah dan tujuan yang tidak jelas pula. Kecuali tanpa
sasaran yang dirumuskan, pembinaan sulit dinilai berhasil tidaknya. Oleh karena
itu, sasaran harus dirumuskan dengan jelas dan tegas agar pembinaan itu pada
akhirnya sejalan dengan minat peserta.
b) Isi Program
Isi pembinaan berhubungan dengan sasaran. Maka betapa pun baiknya
acara sebagai isi program pembinaan yang dipimpinnya kalau tidak
mendukung tercapainya sasaran program. Isi program pembinaan
sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Isi sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan para
peserta pembinaan dan berhubungan dengan pengetahuan dan
pengalaman mereka.
31
2. Isi tidak terlalu teoritis, tetapi praktis dalam arti dapat dibahas dan
dikembangkan dari berbagai pandangan dan pengalaman para
peserta, serta dapat dipraktekkan dalam kehidupan nyata.
3. Isi tidak terlalu banyak tetapi disesuaikan dengan daya tangkap
para peserta dan waktu yang tersedia.
c) Pendekatan program
Kita mengenal beberapa pendekatan umum dalam program pembinaan
antara lain:
1. Pendekatan informatif
Dalam pendekatan ini seseorang menjalankan program dengan
menyampaikan informasi kepada para peserta dengan pendekatan
informative biasanya program pembinaan dengan menggunakan
ceramah. Atau kuliah oleh berbagai pembicara tentang berbagai hal
yang dianggap perlu bagi peserta. Dengan pendekatan itu, partisipasi
peserta dalam pembinaan kecil. Partisipasi peserta terbatas pada
permintaan penjelasan atau penyampaian pertanyaan mengenai hal
yang belum dianggap mengerti benar-benar.
2. Pendekatan partisipatif
Partisipatif approach berlandaskan kepercayaan bahwa peserta sendiri
merupakan sumber pembinaan yang utama. Maka dalam pembinaan,
pengetahuan dan keahlian mereka dimanfaatkan, lebih merupakan
32
situasi belajar bersama, dimana para peserta saling melakukan
interaksi.
3. Pengertian Agama
Asal kata agama menurut bahasa Arab, agama berasal dari kata Ad-Din
bahasa Belanda adalah religie, dalam bahasa Inggris religion, yang mempunyai
arti “hubungan antara manusia dengan atau kekuasaan luar yang lain dan lebih
daripada apa ang dialami oleh manusia.”21
Sedangkan istilah agamis didalam kamus umum Bahasa Indonesia
diartikan memiliki sifat keagamaan. Atau dalam artian bahwa seseorang yang
memiliki sifat yang sesuai dengan ajaran Islam.
Menurut Quraish Shihab agama adalah “sebagai hubungan antara makhluk
dengan Khaliqnya, hubungan ini terwujud dalam sikap batinnya serta tampak
dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.22
Prof Muzayyin Arifin dalam bukunya “Pedoman pelaksanaan bimbingan
dan penyuluhan Agama”, mengatakan:
“Dari aspek subjektif (pribadi manusia), agama mengandung pengertian
tentang tingkah laku manusia yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan yang
berupa getaran batin yang dapat mengatur dan mengarahkan tingkah laku
21 Hasan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar baru Van Hoeve, )
Jilid 1, h.104 22 M. Quraish Shihab, Membumikan Al Quran, (Bandung: Mizan, 1994), Cet.17,
h.210
33
tersebut kepada pola hubungan antara manusia dengan Tuhan-Nya dan
pola hubungan antar manusia dengan masyarakat serta alam sekitar.”23
Menurut Harun NAsution agama adalah:
a. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib
yang harus dipatuhi
b. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
c. Mengikat diri pada sesuatu bentuk hidup ynag mengandung pengakuan
suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang
mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
d. Kepercayaan pada suatu kepercayaan gaib yang menimbulkan cara
hidup tertentu.
e. Suatu sistem tingkah laku (Code of Conduct) yang berasal dari sesuatu
kekuatan gaib.
f. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-ewajiban yang diyakini
tersumber pada kekuatan gaub
g. Pengakuan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah
dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam
alam sekitar manusia.
h. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui
seorang Rasul.24
23 Muzayyin Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan
agama, (Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1991) Cet.II, H.1 24 Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, (Jakarta: UI Press
1987), Cet.V, h.10
34
Agama dalam pengetrian diatas selanjutnya akan lebih diarahkan
pengertian agama samawi yakni agama tauhid dan ketundukan kepada Tuhannya
dengan tujuan menyerahkan diri seluruhnya kepada Tuhan pencipta semesta alam
dan patuh pada perintah-Nya, dimana manusia mempunyai ruh dan jiwa bersih
dan budi pekerti luhur. Maka kemudian agama sangat erat kaitannya dengan
pendidikan moral dan norma-norma akhlak.
Dari beberapa definisi agama yang telah dipaparkan diatas, dapat
disimpulkan bahwa secara garis besar agama adalah tuntunan Tuhan untuk diikuti,
dipatuhi dan diamalkan oleh manusia untuk memperoleh kebahagiaan di dunia
dan akhirat. Sedangkan kata agamis itu sendiri maksudnya adalah “sifat-sifat yang
terdapat dalam agama, dapat juga dikatakan segala sesuatu mengenai agama.”
4. Pembinaan Keagamaan
Manusia adalah makhluk beragama (Homo Religius) karena manusia
sudah memiliki potensi beragama. Potensi tersebut bersumber dari faktor intern
manusia yang termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri, akal,
perasaan maupun kehendak dan sebagainya.
Pada prinsipnya manusia adalah makhluk theomorfosis, karena didalam
diri manusia terdapat sifat-sifat yang agaknya menyerupai sifat-sifat Tuhan.
Bahkan menurut Hasan Langulung bahwa Tuhan memberi manusia beberapa
potensi sesuai dengan sifat-sifat Tuhan (Asma`ul Husna) artinya –sebagai misal-
jika Allah bersifat Al-ilmu (maha mengetahui) maka manusiapun memiliki sifat-
35
sifat tersebut. Dengan sifat tersebut manusia senantiasa berupaya untuk
mengetahui sesuatu, setelah manusia mendapat pengetahuan akan sesuatu.25
Potensi dasar ini terintegrasi dalam hidup manusia dan memberikan
kekuatan moral padanya dalam rangka mewujudkan kemanusiaan sebagai bagian
janjinya kepada Tuhan.
Tugas hidup manusia, oleh Allah SWT ditentukan agar beribadah kepada-
Nya. Beribadah dalam arti yang luas yaitu semua perbuatan, ucapan dan tingkah
laku manusia selama berdimensi kepada Allah SWT dan memperoleh
keridhaanNya.26
Manusia terdorong untuk beragama karena pengaruh ekstern atau luar
dirinya. Seperti rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah. Manusia
juga dilengkapi potensi berupa kesiapan untuk menerima pengaruh luar sehingga
dirinya dapat dibentuk menjadi manusia yang memiliki perilaku keagaman.
Pengaruh itu bisa didapatkan dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
1. Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah
kecil orang karena berhubungan semenda dan sedarah.27
25 Irsyad Djuwaeli, Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam, (Ciputat: Karsa
Utama Mandiri dan PB Mathla`ul Anwar, 1998) Cet.I, h.15 26 Sahilun A Nasr, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problem
Remaja, (JAkata: KAlam Mulia, 1999) Cet.I h.28 27 Umar Tirtarahardja dan La Sula, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineke
Cipta, 1998) h.168
36
Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam kehidupan umat manusia
sebagai makhluk sosial, ia merupakan unit pertama dalam masyarakat. Disitulah
terbentuknya tahap awal proses sosialisasi dan perkembangan individu.
Menurut definisi di atas keluarga diikat oleh dua hubungan yaitu hubungan
darah dan hubungan pernikahan. Bentuk keluarga yang paling sederhana adalah
keluarga inti yang terdiri dari suami istri dan anak-anaknya, hidup bersama dalam
suatu tempat tinggal.
Sebuah keluarga dapat terbentuk karena adanya suatu ikatan janji setia
untuk mencapai kebahagiaan yang dikemas melalui pernikahan. Menurut
Barnadib kata keluarga berasal dari kata “kulo” dan “warga”, artinya: abdi, hamba
mengabdi untuk kepentingan umum, warga anggota, berhak ikut bicara, bertindak.
Jadi keluarga adalah perpaduan kata-kata yang arti keseluruhannya adalah
mengabdi, bertindak dan bertanggung jawab untuk kepentingan umum, disini
yang menjadi pemimin adalah orang tua.
Salah satu tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya adalah
“Mendidik mereka dengan akhlak mulia yang jauh dari kejahatan dan kekeliruan,
seorang anak memerlukan pendalaman dan penanaman nilai-nilai norma dan
akhlak kedalam jiwa mereka. Sebagaimana orang tua harus terdidik dan berjiwa
suci, berakhlak mulia dan jauh dari sifat hina dan keji, maka mereka juga dituntut
37
menanamkan nilai-nilai mulia ini kedalam jiwa anak-anak mereka menyucikan
kalbu mereka dari kotoran.”28
Pada dasarnya agama seseorang itu banyak ditentukan oleh pendidikan,
pengalaman, latihan dan kebiasaan yang dialami sejak masih anak-anak.
Seseorang yang tidak pernah memperoleh pendidikan agama pada waktu kecil,
tentu dia tidak dapat merasa betapa pentingnya beragama itu.
Anak-anak mengenal alam sekitarnya, melalui bahasa ucapan. Apabila
orang tuanya atau orang disekitarnya terlihat olehnya sering melakukan perilaku
keagamaan, membaca doa dan kitab suci, sering mendengar nama Allah dan sifat-
sifatNya disebut, anak yang masih kecil akan ikut-ikutan menirunya.
Dari penjelasa diatas dapat penulis simpulkan bahwa keluarga adalah
suatu lembaga atau unit sosial terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak atau
saudara kandung, berfungsi membudayakan manusia (anggotanya), mereka
menjunjung tinggi harkat kemanusiaan, bertindak dan bertanggung jawab untuk
mencapai tujuan.
Pengaruh ayah terhadap anak juga besar. Bagi anak ia adalah sosok yang
tinggi gengsinya dan terpandai diantara orang-orang yang dikenal, dan ayah
adalah penolong pertama bagi anak dan istrinya.
Pada dasarnya kenyataan sosial yang dikemukakan di atas berlaku dalam
kehidupan keluarga dan rumah tangga. Kenyataan ini menunjukkan cirri-ciri rasa
28 Husain Mazhahiri, Pintar Medidik Anak, (Panduan Lengkap bagi orang tua,
guru, dan masyarakat berdasarkan ajaran Islam, (Jakarta: PT Lentera Basritama, 1999), cet,2 h.240
38
tanggung jawab setia orang tua terhadap kehidupan anak-anak mereka untuk masa
kini dan masa mendatang.
2. Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting sesudah keluarga karena
makin besar kebutuhan anak, maka orang tua menyerahkan tanggung jawabnya
kepada lembaga sekolah.
Pendidikan di sekolah adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga yang
sekaligus juga merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Dan
kehidupan sekolah merupakan jembatan bagi anak yang akan menghubungkan
kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak.29
Agar pendidikan jiwa agama yang telah dimulai dari rumah, dapat dipupuk
dan diteruskan disekolah, dalam peningkatan pendidikan agama disekolah itu,
yang dimaksud dengan pendidikan agama bukanlah yang diberikan oleh guru
agama saja tetapi seluruh staf pengajar, staf pimpinan sekolah, pegawai, alat serta
peraturan dan tata tertib yang berlaku disekolah. Maka sebagai guru, apakah da
guru agama atau guru umum, harus berjiwa agama. Dia harus menjunjung tinggi
ajaran agama, kendatipun dia tidak mendalaminya, namun kepribadian, akhlak
dan sikapnya, hendaknya dapat mendorong anak didik untuk mencintai agama dan
hidup sesuai dengan ajaran agama.30
29 Alisuf Sabri, ilmu pendidikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999), cet.I h.19
30 Zakiah Dardjat, Membina Nilai-nilai moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971) h.68
39
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan yang
dilaksanakan dalam sekolah
Imam Ghazali berkata:
“Makhluk yang paling mulia dimuka bumi ialah manusia, sedang yang
paling mulia penampilannya ialah qalbunya. Guru atau pengajar selalu
menyempurnakan, mengagungkan dan mensucikan qalbu itu serat
menuntunya untuk dekat kepada Allah”31
Secara sederhana tugas guru adalah mengarahkan dan membimbing para
murid agar semakin meningkat pengetahuannya, semakin mahir keterampilannya
dan semakin terbina dan berkembang potensinya. Dalam hubungan ini ada
sebagian ahli mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang mampu
melaksanakan inspiring teaching, yaitu guru yang melalui kegiatan mengajarnya
mampu mengilhami murid-muridnya. Melalui kegiatan mengajar yang
dilakukannya seorang guru mampu mendorong para siswa agar mampu
mengemukakan gagasan-gagasan yang besar dari muridnya.
Seorang guru tidak cukup hanya dengan menguasai bahan pelajaran yang
akan diajarkannya, tetapi ia juga harus tahu nilai-nilai apa yang dapat disentuh
oleh materi pelajaran yang akan diberikan kepada para siswanya. Guru harus tahu
sifat-sifat kepribadian apa yang dapat dirangsang pertumbuhannya melalui materi
pelajaran yang diajarkan.
31 Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: pustaka Pelajar Offset, 1998) cet,I, h.63
40
3. Lingkungan Masyarakat
Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi,
yakni:
a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang
dilembagakan (jalur sekolah maupun jalur luar sekolah) maupun yang
tidak dilembagakan (jalur luar sekolah)
b. Lembaga kemasyarakatan dan atau kelompok sosial di masyarakat,
baik langsung maupun tidak langsung, ikut memimiliki peran dan
fungsi edukatif.
c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang
dirancang maupun yang dimanfaatkan.32
Lembaga pendidikan masyarakat seperti karang taruna, majelis taklim,
organisasi kesenian merupakan lembaga pendidikan yang ketiga sesudah keluarga
dan sekolah. Pendidikan di masyarakat telah dimulai sejak anak-anak untuk
beberapa jam sehari selepas dari asuhan keluarga dan berada diluar sekolah.
Corak ragam pendidikan yang diterima anak didik dalam masyarakat banyak
sekali, yaitu meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan, pembentukan
pengetahuan, sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Pendidikan di dalam masyarakat adalah pendidikan secara tidak langsung
pendidikan yang dilaksanakan oleh masyarakat kepada anak mereka secara tidak
32 Umar Tirtarahadja & La Sula, Penganta…..h.178
41
langsung dapat mempertebal keimanan serta keyakinan sendiri akan nilai-nilai
kesusilaan dan keagamaan di dalam masyarakat.
yang disiarkan. Siaran adalah hasil (output) stasiun penyiaran yang
dikelola oleh organisasi penyiaran.33
33http://www.pdfqueen.com/html/aHR0cDovL2RpZ2lsaWIucGV0cmEuYWMuaWQvaml1bmtwZS9zMS9pa29tLzIwMDgvaml1bmtwZS1ucy1zMS0yMDA4LTUxNDA0MDQ0LTkxODItcGVueWlhcmFuLWNoYXB0ZXIyLnBkZg
42
Porgram adalah hal yang sangat penting dalam dunia radio, karena suatu
program seringkali menjadi tolak ukur sukses tidaknya radio dalam eksistensinya.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia terbitan departemen pendidikan dan
kebudayaan, menjelaskan bahwa program adalah acara, maksudnya program
adalah seperti pertunjukan siaran, pagelaran dan sebagainya.34
Menurut kamus WJS Purwodarminto, pengertian program adalah acara,
sementara kamus Webster Internasional volume 2 lebih merinci lagi, yakni:
program adalah suatu jadwal (schedule) atau perencanaan untuk ditindaklanjuti
dengan penyusunan “butir” siaran yang berlangsung sepanjang siaran itu berada di
udara.35
Program acara radio selama beberapa periode terakhir ini meliputi musik
atau variaty show, komedi, drama dan berita. Sedang Dominick (1983) membagi
4 kategori dasar format acara siaran radio yaitu Music, Talk, News dan Black and
etnic.36
Secara umum mata acara atau program radio diperoleh dari empat sumber,
yaitu:
1. Jaringan antar stasium atau merelay dari stasiun penyiaran lain.
2. Rekaman dan atau menyewa dari rumah produksi
3. produksi sendiri
34 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka) cet ke 1, h. 702 35 RM Soenarto, Programa Televisi Dari Penyusunan Sampai Pengarug Siaran, (Jakarta:
FFTV-IKJ Press, 2007) h. 1 36 Tommy Suprapto, Berkarier di Bidang Broadcasting, (Yogyakarta: Media Pressindo,
2006) h. 14
43
4. Sindikasi program atau pertukaran program dengan pihak lain yang
menjadi kongsinya.37
Tujuan program secara umum adalah untuk mendidik, memberi informasi
ataupun menghibur38
Program dapat dikatakan berhasil atau tidaknya tergantung dari 2 hal.
Yang pertama adalah pengemasan program, dimana bila program radio tidak
dikemas dengan baik, maka tentu saja program tersebut akan menjadi tidak bisa
dinikmati. Yang kedua adalah sejauh mana respon dari pendengar terhadap suatu
program. Bilamana pendengar memberikan respon positif dan menyukai program
radio, maka program tersebut bisa dikatakan berhasil karena telah mencapai
tujuan awalnya dalam membuat program.
F. Ruang Lingkup Radio
1. Pengertian Radio
Secara etimologis radio adalah pengirim suara atau bunyi melalui udara.
Menurut Ton Kertapati, “Pada dasarnya radio merupakan medium untuk bercerita
yang dalam permulaannya segala apa yang disiarkan mempunyai bentuk cerita,
namun didalam bercerita itu diikuti dengan faktor lain yang membedakannya
37 Ibid, h. 15 38 Howard Gough, Programma Radio, (Jakarta: The Asia Foundation, 1999) h.335
44
dengan surat kabar yaitu efek, suara, musik, dan dialog”.39 Radio berarti
menciptakan gambar dengan kata-kata, musik, dan suara.40
Pengertian Radio menurut ensiklopedi Indonesia yaitu penyampaian
informasi dengan pemanfaatan gelombang elektromagnetik bebas. Sedangkan
istilah radio siaran atau siaran radio berasal dari kata radio broadcast (dalam
bahasa Inggris) atau radio omroep (dalam bahasa Belanda) artinya yaitu
penyampaian informasi kepada khalayak berupa suara yang berjalan satu arah
dengan memanfaatkan gelombang radio sebagai media.41
Radio merupakan alat atau media yang didalamnya terdapat maksud untuk
penerangan, ajakan, pendidikan dan hiburan yang mampu menggugah manusia
untuk berbuat baik dan meninggalkan kemungkaran.
Radio siaran mendapat julukan “kekuasaan kelima” atau The fifth estate”,
setelah pers dianggap sebagai “kekuasaan keempat” (the fourth estate) dan tiga
lembaga lainnya yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif.
Para ahli komunikasi memberi julukan kekuasaan kelima kepada radio
karena dibuktikan oleh sejarah yakni menjelang, semasa, dan sesudah perang
dunia II, tatkala Jerman, Italy, dan Jepang di satu pihak, terlibat dalam perang
radio dengan Inggris, Amerika, Russia, dan negara-negara lainnya di lain pihak.
39 Ton Kertapati, Dasar-dasar Publisistik dalam Pengembangannya Menjadi Ilmu
Komunikasi, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), cet. Ke 3 h. 205 40 Howard Gough, Programa Radio, (Jakarta: HPPI, 1999) h. 5
41 http://emteika.wordpress.com/2008/08/19/media-radio-dan-siaran-radio-pendidikan/
45
Mengapa radio dijuluki kekuasaan kelima? Ada tiga faktor yang
mendukungnya:
1. Radio siaran bersifat langsung
Makna langsung sebagai sifat radio siaran adalah, bahwa suatu pesan yang
akan disiarkan dapat dilakukan tanpa proses yang rumit. Bandingkan dengan
penyiaran pesan melalui surat kabar, brosur, pamflet, atau media cetak lainnya,
selain lama dalam prosesnya, juga tidak mudah menyebarluaskannya.
Penyampaian pesan lebih efektif dan efisien melalui radio karena langsung tertuju
ke rumah-rumah dan langsung disampaikan melalui mikrofon.
2. Radio tidak mengenal jarak dan rintangan
Bagi radio tidak ada jarak waktu. Begitu suatu pesan diucapkan oleh
seorang penyiar atau operator, pada saat itu juga dapat diterima oleh khalayak.
Bagi radio tidak ada pula jarak ruang. Bagaimanapun jauhnya sasaran yang dituju,
radio dapat mencapainya. Gunung, lembah, padang pasir, ataupun samudera tidak
menjadi rintangan selama masih dalam jangkauan gelombang frekuensi radio.
3. Radio siaran memiliki daya tarik
Faktor ketiga yang menyebabkan radio dijuluki kekuasaan kelima ialah
daya tarik yang dimilikinya. Radio memiliki daya tarik, disebabkan oleh tiga
unsur yang melekat padanya. Yakni, kata-kata lisan (spoken words), musik, dan
efek suara.
46
Itulah faktor yang menyebabkan dijulukinya radio sebagai the fifth estate.
Langsung, tidak mengenal jarak dan rintangan, serta memiliki daya tarik.42
Keefektifan radio semakin didukung oleh produk teknologi mutakhir, seperti
pemancar frequency modulation (FM) yaitu teknik yang dipakai untuk
memasukan informasi dalam suatu gelombang pembawa, biasanya berupa
gelombang sinus yaitu sebuah teknik yang digunakan untuk mengirim data ke
penerima.43
Sedangkan menurut Undang-undang Penyiaran no 32/2002, siaran radio
adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau
sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum
frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima
secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima
siaran, yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.44
Radio tidak terbatas dan sulit dikontrol oleh keluarga di rumah-rumah. Ia
memasuki rumah dan kamar tidur tanpa mengetuk pintu.45
2. Fungsi Radio
Radio merupakan media audio (media yang menggunakan media suara),
dimana salah satu keunggunlannya adalah lebih murah, merakyat, dan bisa dibawa
atau didengarkan di mana-mana.
42 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004)
h. 107-109 43 http://www.total.or.id/info.php?kk=Frequency%20Modulation
44 http://dodimawardi.wordpress.com/2008/09/08/produksi-siaran-radio-pekan-1/ 45 Atie Rachmiatie, Radio Komunitas, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007) h.67
47
Berbicara tentang fungsi siaran, tidak terlepas dari media massa itu sendiri.
Dalam hal ini Harold D. Laswell. Seperti dikutip Onong Uchjana Effendi,
menyebutkan bahwa media massa mempunyai tiga fungsi utama:
a. The surveillance of the environment (mengungkapkan dan
menyebarkan informasi mengenai kejadian di suatu lingkungan dan
penggarapan berita.)
b. The correlation of part of society in responding to the environment
(kegiatan yang mencakup tentang interpretasi terhadap informasi
mengenai lingkungan dalam beberapa hal ini dapat dikatakan sebagai
tajuk rencana atau propaganda)
c. The transmission of social heritage from one generation to the next
(difokuskan dari generasi ke generasi lain atau dari anggota dan norma
sosial dari generasi ke generasi lain atau dari anggota kepada
pandangan baru, ini sama dengan kegiatan pendidikan).46
Aktivitas penyiaran (dalam hal ini radio) tidaklah semata merupakan
kegiatan ekonomi, tetapi juga memiliki peran sosial yang tinggi sebagai medium
komunikasi. Kecendrungan ini nampak jelas sebagaimana dikemukakan oleh
Mulyana (2000) fungsi komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa
komunikasi penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk
memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan antara lain lewat
46 Onong Uchjana Effendi, Dimensi-dimensi Komunikasi, (Bandung: Mandar Maju, 1986) h.13
48
komunikasi yang bersifat menghibur. Atas dasar hal tersebut, maka media (dalam
hal ini siaran radio) sering dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan sosial seperti
kampanye anti narkoba, imunisasi, dan lain sebagainya.47
3. Karakteristik Radio
Radio adalah perangkat elektronik yang dapat berfungsi sebagai alat untuk
mendapatkan informasi dari berbagai pihak dengan baik dan aktual. Radio sebagai
media massa, sama seperti media massa lainnya, pada dasarnya memiliki fungsi
yang utama. Informasi, hiburan dan pendidikan merupakan fungsi dari media
massa. Tidak terpenuhinya salah satu fungsi tersebut akan membuat media massa
kehilangan audience dimana pada akhirnya digugat oleh khalayak, sebab tidak
memenuhi keinginan atau kemauan dan kebutuhan masyarakat.
Selain memiliki fungsi, radio juga memiliki sifat khas (karakteristik),
sehingga radio dapat dibedakan dari media massa lainnya. Dalam bukunya Media
Fack Book-KBP, Pedrice, Toledo, dan Montilla mengungkapkan bahwa
karakteristik radio memberikan manfaat yang unik, diantaranya:
1. Menarik Imajinasi
2. Cepat, karena radio merupakan alat informasi yang efisien
3. Mudah dibawa
4. Tidak memerlukan kemampuan membaca atau menulis
5. tidak memerlukan konsentrasi yang penuh dari pendengarnya
6. Cukup murah
47 Tommy Suprapto, Berkarier di Bidang Broadcasting, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2006) h.2-3
49
7. Mudah digunakan48
Selain itu, menurut Djamalul Abidin radio juga memiliki sifat khas
(karakteristik), sehingga dapat membedakan dari media massa lainnya:
a. Sifat siaran radio hanya untuk didengar
b. Bahasa yang dipergunakan haruslah bahasa tutur
c. Orang mendengar radio dalam keadaan santai, bekerja dan sebagainya.
d. Siaran radio harus mempunyai daya reka.
e. Siaran radio hanya bersifat komunikasi satu arah.49
Sedangkan menurut Antonius Darmanto, karakteristik radio sebagai media
massa yaitu:
1. Auditori artinya bahwa sifat radio siaran hanyalah untuk didengar untuk
konsumsi telinga. Padahal kemampuan indera telinga dalam menyerap
informasi sangat terbatas. Bahwa kemampuan orang menyerap informasi
melalui telinga hanya sekitar 5-10 persen dari keseluruhaan informasi yang
sempat didengarnya. Dengan demikian informasi yang disiarkan melalui
media radio bersifat sepintas lalu.
2. Mengalami gangguan sebagaimana media yang mengandalkan pada kekuatan
pancar gelombang elektro magnetic komunikasi melalui radio sering
48 Harley Prayudha, Radio: Penyiar its not just talk, ( Jawa Timur: Bayumedia Publishing) h.
12 49 Djamalul Abidin Ass, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, (Jakarta: Gema Insani Press,
1996), Cet ke-1, h.125
50
mengalami berbagai gangguan, terutama yang disebabkan oleh faktor-faktor
geografis maupun faktor teknologi.50
Dengan demikian, agar pesan atau materi yang disampaikan oleh seorang
penyiar itu sampai ke pendengar, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
diantaranya:
a) Karena kemampuan pendengar terbatas, maka pesan radio siaran harus
disusun secara singkat dan jelas
b) Oleh karena hanya indera pendengar yang digunakan khalayak, dan
pesannya pun selintas, maka radio siaran dapat mengajak
komunikannya untuk berimajinasi dan mampu menggugah emosi
pendengar.
c) Pentiar diharapkan akrab terhadap pendengar, seolah-olah penyiar ada
disamping pendengar.
d) Materi siaran kata pada radio siaran sebaiknya bergaya percakapan.51
Karakter lain dari radio adalah: At Once (cepat, segera, dan seketika),
heard once (didengar sepintas), secondary medium or half ears media (teman
dalam aktivitas), murah, mobile or portable (mudah dibawa dan dipindahkan),
lokal (faktor kedekatan).52
50 Antonius Darmanto, Teknik Penelitian Naskah Acara Siaran Radio, (Yogyakarta:
Penerbitan Atma Jaya, 1998), cet ke-1, h.13-14 51 Karlinah, Buku Materi Pokok Komunikasi Massa, (Jakarta: Universitas terbuka, 1999) cet
le-1, h. 77 52 http://dodimawardi.wordpress.com/2008/09/08/produksi-siaran-radio-pekan-1/
51
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik
radio siaran perlu dipahami komunikator agar dalam menyusun dan
menyampaikan pesan dengan menggunakan media radio, komunikator dapat
melakukan penyesuaian, sehingga komunikasi tepat sasaran karena melihat waktu
siaran yang relatif singkat dan tidak bisa diulang-ulang, maka disinilah tantangan
yang harus dihadapi oleh para penyiar sebagai komunikator.53
G. Media Dakwah
Dakwah adalah sebuah kegiatan, dimana pada kegiatan tersebut kita
memanggil atau mengajak orang untuk beriman kepada Allah SWT, adapun
menurut Nasrudin Latif, dakwah adalah setiap aktifitas dengan lisan ataupun
tulisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil maupun lainnya untuk
beriman dan mentaati Allah SWT sesuai dengan garis-garis aqidah dan syariat
serta akhlak Islamiyah.54
Dakwah bisa dilakukan dimana saja, seperti halnya dakwah melalui media massa
yang dianggap efektif karena bisa menjangkau sasaran yang lebih luas.
53 Karlinah, Buku Materi Pokok Komunikasi Massa, (Jakarta: Universitas terbuka, 1999) cet
le-1, h.79 54 Nasrudin Latif, Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah, (Jakarta: Firma Dara, 1998)
52
1. Pengertian Media Dakwah
Media yaitu segala sesuatu yang dapat membantu juru dakwah
dalam menyampaikan dakwahnya secara efektif dan efisien.55 Media
dakwah adalah peralatan yang dipergunakan untuk menyampaikan
materi dakwah.56
Media adalah suatu alat yang digunakan untuk menyampaikan
sesuatu. Sarana penggunaannya adalah keefektifan dan keefisienan,
semakin efektif dan efisien suatu media dalam menyampaikan
sesuatu, maka ia akan jadi pilihan. Adapun 3 wasilah dakwah (media
dakwah) dari segi penyampaian pesan, yaitu:
1. Spoken Words, yaitu media dakwah berbentuk ucapan atau bunyi yang dapat
ditangkap dengan panca indera pendengaran seperti radio, telepon dan
sebagainya.
2. Printed Writing, yaitu media dakwah yang berbentuk tulisan, gambar, lukisan
dan sebagainya yang dapat dengan panca indera penglihatan.
3. The Audio Visual, yaitu media dakwah yang berbentuk gambar hidup yang
dapat didengar dan dilihat, seperti televisi, video dan sebagainya.
55 Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di
Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h. 40 56 Warbi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997),
cet. Ke-1, h.35
53
Dilihat dari asal katanya, kata media berasal dari bahasa latin yaitu
“medium” atau alat. Sedangkan menurut istilah media adalah sarana atau alat
yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan.
Dalam kamus telekomunikasi media adalah sarana yang digunakan untuk
komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan suatu pesan kepada
komunikan, apabila komunikan jauh tempatnya ataupun jumlahnya lebih banyak.
Media dakwah adalah hal, keadaan, benda, yang dapat digunakan sebagai
perantara untuk melaksanakan dakwah yang digunakan oleh juru dakwah untuk
menyampaikan pesan dakwahnya kepada mad’u.57
Kepandaian seorang juru dakwah dalam memilih media merupakan salah
satu unsur keberhasilan dakwah. Adapun sarana atau media dakwah menjadi tiga
bagian yaitu:
a. Spoken words, yakni media dakwah yang berbentuk ucapan atau bunyi
yang ditangkap dengan indera telinga, seperti radio, telepon, hanphone
dan lainnya.
b. Printed writing, berbentuk tulisan, gambar, lukisan, dan sebagainya
yang ditangkap oleh mata.
c. Audio visual, berbentuk gambar hidup yang dapat didengar sekaligus
dapat dilihat, seperti televisi, video, film, dan sebagainya.58
57 Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, h. 163. 58 Moh.Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah, (Jakarta: Mitra Cahaya Utama,
2006), h.37-38.
54
Setelah mengetahui media dan dakwah, dengan demikian dapat diambil
sebuah kesimpulan bahwa media dakwah adalah sarana atau alat untuk
menyampaikan pesan kepada khalayak dimana pesan yang disampaikan adalah
dakwah.
2. Jenis-jenis Media Dakwah
Ada banyak jenis media yang digunakan sebagai sarana dakwah megingat
di zaman modern seperti sekarang ini perkembangan media sudah semain pesat,
begitu pula dengan metode dakwah melalui media, saat ini dakwah bisa dilakukan
melalui media. Adapun jenis media dakwah adalah sebagai berikut:
a. Media Cetak
1) Surat kabar
Sebagai media cetak, surat kabar memiliki beberapa keunggulan,
diantaranya mudah dijangkau oleh masyarakat, karena relatif murah dibandingkan
media massa lainnya. Disamping itu, sesuai dengan sifat/karakteristiknya, surat
kabar dapat dijadikan media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah, dimana
berdakwah melalui surat kabar dapat dilakukan dalam bentuk tulisan-tulisan
didalam artikel surat kabar tersebut. Hal ini dirasa efektif karena surat kabar
penyebarannya cukup luas dikalangan masyarakat.
2) Majalah
Majalah memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah content (isi)
yang lebih terfokus, biasanya majalah memiliki segment tersendiri dalam target
55
publikasinya seperti contoh majalah olah raga, majalah musik, majalah ekonomi,
dan lain sebagainya. Berdakwah melalui majalah dapat dilakukan sesuai dengan
corak majalah tersebut. Misalnya, berdakwah tentang wanita dapat disampaikan
melalui majalah wanita, dan seterusnya tentang ekonomi, bisnis, politik dan
sebagainya dapat dilakukan dengan segment yang sesuai.
3) Buku
Buku cetak merupakan kumpulan tulisan seseorang yang telah disusun
dengan sedemikian rupa, sehingga dapat dibaca secara sistematis tentang apa yang
diungkapkan oleh penulisnya. Dengan membaca buku seseorang dapat
memperoleh informasi dan memperluas wawasan pengetahuan tentang suatu hal.
Ini menunjukkan bahwa buku merupakan salah satu media yang cukup tepat
dalam menyebarluaskan informasi.59 Dengan demikian buku dapat pula dijadikan
sebagai media dakwah, karena buku merupakan salah satu media informasi.
b. Media Elektronik
1) Radio
Radio adalah salah satu sarana informasi yang cukup efektif di zaman
sekarang ini, karena radio memiliki sifat langsung dalam arti, pesan yang
disampaikan oleh radio akan langsung sampai pada audiensnya, ditambah
keunggulan lainnya seperti tidak mengenal jarak, dan dapat dinikmati kapanpun.
Hal inilah yang membuat radio menjadi sarana efektif untuk berdakwah.
2) Televisi
59 Slamet Muhaemin Abda, Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, (Surabaya: Nasional, 1992) h.20
56
Perkembangan televisi siaran di Indonesia dimulai pada Bulan Agustus
1962, yakni bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan pesta olahraga
Asean Game di senayan.60 Perkembangan siaran program televisi di Indonesia
pun saat ini semakin pesat seiring dengan munculnya stasiun-stasiun televisi
swasta. Martin Essin (dalam Saktiyanti Jahja, 2006) menyebut bahwa era
sekarang ini sebagai The Age Of Television dimana televisi saat ini telah menjadi
kotak ajaib yang membius para penghuni gubuk-gubuk reyot masyarakat di dunia
ketiga.61 Karena keunggulannya inilah masyarakat tak pernah mampu melepaskan
diri dari hubungannya dengan dunia penyiaran.62
Televisi dirasa tepat dijadikan sebagai salah satu media dakwah karena
memiliki banyak peminat, dan juga banyak keunggulan.
3) Internet
Saat ini, dunia internet sudah maju sangat pesat. Hal ini dapat dibuktikan dengan
munculnya situs-situs jejaring sosial seperti facebook, Twitter, ataupun Friendster.
Selain situs jejaring sosial, ada juga blog-blog khusus untuk mempublikasikan ide
atau tulisan seseorang. Kecanggihan dan kelebihan dari internet inilah yang bisa
dimanfaatkan sebagai media dakwah. Seperti kita ketahui, saat ini sudah banyak
beredar grup-grup dakwah di situs jejaring sosial facebook, begitu pula banyak
bermunculan blog-blog yang mempresentasikan tentang kegiatan dakwah, serta
60 Wawan Kusnadi, Komunikasi Massa: Sebua Analisis Media Televisi, (Jakarta: Rineka Cipta
1996) 61 Tommy Suprapto, Berkarier di Bidang Broadcasting, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2006)
h.1 62 Ibid, h.2
57
situs-situs lainnya, hal inilah yang membuat internet menjadi salah satu media
dakwah yang efektif.
BAB III
GAMBARAN UMUM MAJELIS TAKLIM
“PERSATUAN REMAJA ISLAM (PRISTA)”
A. Sejarah Berdiri dan Perkembangannya
Majelis taklim adalah lembaga pendidikan non formal Islam yang
memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan
diikuti oleh jama`ah yang relatif banyak, dan bertujuan untuk membina dan
mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah
SWT, antara manusia dan sesamanya, dan antara manusia dan lingkungannya,
dalm rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allh SWT.
Remaja dapat diartikan, yaitu seseorang yang berada dalam suatu masa
perubahan perkembangan secara utuh, baik fisik maupun mental yang merupakan
perkembangan transisi dari anak-anak ke masa dewasa, sesuai pola umum
perkembangan.
Majelis taklim “Persatua Remaja Islam (PRISTA)” berawal dari aktifitas
sekelompok remaja yang selalu melakukan diskusi-diskusi ringan disebuah wrung
gaul atau biasa disebut cafe. Setiap harinya tempat tersebut selalu didatangi oleh
para remaja baik untuk hanya sekedar ngopi-ngopi atau memang hendak
melakukan diskusi-diskusi ringan, bahasa yang sering didiskusikan dari persoalan
agama, sosial, ekonomi, hingga permasalahan politik. Yang memang pada waktu
itu Indonesia sedang mengalami masa transisi demokrasi.
40
41
Pada tanggal 15 Oktober 1998, yang diprkarsai oleh beberapa remaja
diantaranya Syahrul Fadhli, Faisal Rahman, Anton Sujarwo, Mulyanih,
dibentuklah sebuah organisasi remaja yang diberi nama Perstuan Remaja Islam
RT 03, Meruyung, Limo, Depok.1
Mereka menganggap perlu ada sebuah lembaga atau organisasi yang
memberikan wadah bagi para remaja di lingkungan tersebut sebagai ajang
silaturahmi, serta sarana pembelajaran agama, dalam rangka menjaga lingkungan
dari pengaruh-pengaruh negatif. Hal tersebut yang menjadi latar belakang
didirikannya lembaga atau organisasi yang diberi nama “Persatuan Remaja Islam
(PRISTA)”. Ada beberapa hal lain yang menjadi alasan majelis taklim ini
didirikan yaitu:
1. Melonjak pesatnya dekadensi moral dan makin tipisnya kesadaran
beragama pada sebagian besar umat Islam, terutama pada kalangan
remaja, seperti persentuhan remaja dengan moderenisasi,
industrialisasi dan globalisasi mendorong terkondisinya iklim yang
serba nisbi.
2. Makin derasnya kemajuan berfikir dan kemampuan manusia pada era
globalisasi dewasa ini, dapat menimbulkan efek samping berupa
tumbuhnya isme-isme yang bertentangan dengan agama. Mudahnya
penyusupan budaya asing, praktik gaya hidup bebas yang
mengakibatkan krisi moral, lenyapnya gotong royong dan silaturahmi
1 Ali Rahman Ketua Persatuan Remaja Meruyung, Wawancara Pribadi, (Depok: 29 April 2010)
42
hingga godaan potensial membenuk pribadi yang sombong ujub dan
semcamnya adalah dampak-dampak negatif yang timbul dari arus
globalisasi.
3. Pelaksanaan pembangunan di Indonesia mustahil terwujud apabila
remaja.2
Pasang surut serta lika-liku majelis taklim PRISTA Meruyung telah
dirasakan oleh pengurus dalam menjalankan aktifitasnya. Keseragaman para
pengurus yang selalu mengedepankan kepentingan organisasi dari pada
mengambil kepentingan pribadinya, menjadikan majelis taklim PRISTA
Meruyung ini semakin berkembang kearah yang lebih maju. Kemajuan ini
ditandai dengan awal berdirinya organisasi, yang tidak memiliki ruang untuk
pertemuan pengurus, hanya sarana musholla saja yang digunakan oleh para
pengurus pada waktu itu, namun majelis taklim PRISTA akhirnya bisa memiliki
sekretariat sebagai pusat pertemuan pengurus dan anggotanya walaupun tidak
terlalu megah, tapi cukup mendukung dalam melaksanakan kerjanya.
Berkembangnya program kerja yang awalnya hanya terfokus kepada
pembinaan remaja, namun bisa meluas lagi pada sektor pendidikan dengan
didirikannya lembaga pendidikan TPA untuk warga sekitar, dan perpustakaan
yang diperuntukkan bagi masyarakat sekitar, serta berdirinya sektor ekonomi
seperti adanya warung gaul sebagai sumber dana organisasi, dan organisasi ini
pernah juga mendapatkan penghargaan dari kelurahan sebagai organisasi yang
2 Ali Rahman Ketua Persatuan Remaja Meruyung, Wawancara Pribadi
43
aktif diberbagai aspek kehidupan baik aspek agama, sosial serta aspek ekonomi.
Sehingg menggugah remaja lingkungan lain, untuk mendirikan organisasi yang
sama.
Anggota majelis taklim PRISTA adalah seorang muslim yang berada di
lingkungan RT 03/02 Kelurahan Meruyung, ecamatan Limo, Kota Depok.
Perekruta anggota dilakukan dengan cara membuka formulir pendaftaran yang
diberikan kepada remaja yang benar-benar ingin membesarkan majelis taklim
PRISTA tanpa ada unsur peaksaaan. Selanjutnya remaja yang sudah mendaftar
diwajibkan untuk mengikuti kegiatan pengkaderan yang tujuannya untuk
mengenal lebih jauh lagi tentang majelis taklim PRISTA.
Anggota pengajian remaja yang mengikuti pengajian berjumlah 160 orang,
yaitu 77 orang remaja putra, dan 83 orang remaja putri, mulai usia 12 tahun
sampai 27 tahun. Sebagian anggota adalah pelajar dan mahasiswa dan sebagian
lagi anggota sudah bekerja.
Namun sekarang ini majelis taklim PRISTA tidak seperti di awal-awal
terbentuknya organisasi ini, sekarang terlihat begitu mundur. Dahulu majelis
taklim PRISTA yang memiliki segudang aktifitas, sekarang yang tersisa hanya
kegiatan pengajian saja. Anggota yang hadir pun hanya beberapa orang. Hal ini
mengidentifikasikan bahwa majelis taklim PRISTA sedang mengalami
kemunduran. Sampai sekarang majelis taklim PRISTA mengalami kefakuman
yang disebabkan antara lain yaitu: banyaknya senior yang sudah sibuk dengan
44
aktifitasnya sehingga tidak memiliki waktu untuk memberikan bimbingan dan
nasihat kepada pengurus yang menjabat.
B. Visi, Misi Dan Tujuan
a. Visi
Visi adalah cara pandang yang menyeluruh dan futuristik terhadap
keberadaan organisasi, adapun visi majelis taklim PRISTA adalah:
1. Wawasan keagamaan
2. Membangun akhlak pemuda
3. Sebagai wadah pemersatu antara remaja Islam
Pengurus majelis taklim PRISTA, sebagai suatu organisasi remaja Islam
memiliki arah organisasi yang tidak hanya meningkatkan masalah keagamaan
saja, namun beusaha membentuk remaja yang memiliki orientasi pengembangan
minat bakat, dan pengembangan ekonomi, serta kerukunan untuk terciptanya kerja
sama antar ulama dan umaro, serta masyarakat.
b. Misi
Sementara itu misi majelis taklim PRISTA, dengan berorientasi serta
merujuk pada khittah perjuangan dan visi, majelis taklim PRISTA mempunyai
misi program sebagai gerakan dakwah, organisasi kader, serta wahana komunikasi
organisasi remaja.
45
c. Tujuan
Tujuan adalah suatu sasaran diman kegiatan itu diarahkan dan diusahakan
untuk sedapat mungkin dicapai dalam jangka waktu tertentu. Semua orng harus
mengetahui tujuan dalam organisasi yang hendak dicapai agar kegiatan yang
dilakukannya tidak saling bertentangan cara yang mereka tempuh dapat berbeda-
beda sesuai dengan pembagian tugas masing-masing orang dalam organisasi.
Tujuan majelis taklim berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya,
sebab pendiri majelis taklim, lingkungan dan jamaahnya berbeda-beda dan
mereka tidak pernah membuat suatu kesepakatan tentang tujuan majelis taklim.
Maksud dan tujuan didirikannya majelis taklim Persatuan Remaja Islam
PRISTA adalah dalam rangka membentuk remaja yang selalu menjunjung tinggi
nilai-nilai agama baik dari aspek aqidah, ibadah dan aspek akhlak, serta
mencerdaskan remaja Islam dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan
bebas.
C. Struktur Kepengurusan
Struktur organisasi dapat diartikan sebagai mekanisme-mekanisme formal
dimana organisasi tersebut dikelola. Struktur organisasi menunjukkan kerangka
dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsi-fungsi,
bagian-bagian atau posisi-posisi, maupun orang-orang yang menunjukkan
kedudukan, tugas wewenang dan tanggung jawab.
46
Sebagaimana lembaga-lembaga pada umumnya, perjalanan PRISTA
selama ini dibawah penguasaan ketua yang dibantu oleh staf-stafnya. Proses
pemilihan ketua tidak ditunjuk begitu saja teapi melalui pemilihan para
anggotanya yang tentunya calon ketua harus memiliki keinginan untuk
memajukan PRISTA di masa yang akan datang dan mempunyai jiwa
kepemimpinan.
Majelis Taklim adalah pendidikan non formal dan agar majelis ini dapat
berjalan baik, maka dibentuklah kepengurusan yang mengatur jalannya kegiatan
di majelis taklim.
D. Program Kerja
Adapun program kerja pengurus PRISTA Meruyung masa bakti 2008-
2013 adalah sebagai berikut:
1. Penasehat
Memberikan nasehat, petunjuk, koreksi dan penyumbangan pikiran
yang bersifat konsepsional. Baik diminta maupun tidak diminta.
2. Ketua
Mengkoordinasikan dan mengawasi serta bertanggung jawab terhadap
seluruh kegiatan baik kedalam maupun keluar, menandatangani surat-surat
bersama sekretaris, terutama yang bersifat policy dan surat-surat
keputusan.
47
3. Sekretaris
Menyiapkan seluruh peralatan kesekretariatan yang dibutuhkan oleh
organisasi, mengkoordinasikan pelaksanaan teknis administrasi dewn-
dewan dan koordinator perwakilan, mengkoordinasikan surat-menyurat
antara departemen baik surat masuk maupun surat keluar, menandatangani
surat-surat membantu tugas-tugas ketua dan wakil-wakil ketua.
4. Bendahara
Mengusahakan, menggali dan mengembangkan sumber-sumber
pendapatan, menyimpan dan mengeluarkan keuangan atas persetujuan
ketua, mempertanggung jawabkan pengelolaan keuangan, mengawasi dan
memonitor tentang administrasi keuangan.
5. Departemen Pendidikan
Merencanakan dan mempersiapkan serta melaksanakan kegiatan
pengajian yang diadakan setiap satu minggu sekali, mengadakan
komunikasi dan konsultasi kepada remaja dari majelis taklim lain. Serta
mengadakan peringatan hari besar Islam. Dan mengadakan pesantren
ramadhan, serta pelatihan dan kepemimpinan.
6. Departemen Seni dan Budaya
Mengadakan berbagai kegiatan seni budaya Islam yang dapat menarik
minat remaja kearah peningkatan kesadaran beragama, mengadakan
kontak dengan berbagai lembaga seni budaya Islam lain untuk
menciptakan kegiatan bersama, guna mempererat ukhuwah dan kemitraan
48
PRISTA dengan organsasi seni lain. Merintis berdirinya sanggar budaya
dan seni bela diri PRISTA yang tenaganya diambil dari remaja-remaja
Islam yang berminat, mengadakan acara-acara serimonial setiap 2 tahun
sekali.
7. Departemen Ekonomi
Menggali dan menciptakan berbagai kemungkinan sumber-sumber
financial (dana) yang dibutuhkan organisasi, merintis berdirinya koperasi
atau yang sejenisnya dikalangan anggota PRISTA, memberikan usul,
saran dan advis kepada pengurus harian tentang sistem dan metode yang
tepat dalam mencari dana, guna mengembangkan organisasi,
mengupayakan berbagai bentuk kerjasama, baik dengan pihak luar
maupun anggota PRISTA yang menghasilkan fnansial yang halal dan
berkesinambungan.
8. Departemen Penghubung
Bertindak sebagai perantara antar pimpinan PRISTA dengan pihak
luar dalam kegiatan-kegiatan organisasi, mengambi inisiatif untuk
memperlancar kepentingan organisasi dengan pihak terkait, mencari dan
memberikan informasi tentang berbagai peluang bermanfaat bagi
organisasi dari pihak luar yang berkepentingan dengan PRISTA,
memainkan peran sebagai lembaga penghubung antara pihak luar dengan
PRISTA dalam aspek kepentingan organisasi.
49
9. Departemen Olah Raga
Membuat tim olahraga serta menjadwalkan latihan untuk par anggota
PRISTA sesuai dengan bakatnya, mengadakan pertandingan persahabatan
dengan remaja lain, mengadakan gerakan hidup sehat yang melibatkan
seluruh elemen masyarakat serta mengadakan kegiatan berobat gratis bagi
warga sekitar.3
E. Kegiatan Pembinaan
Dalam bidang dakwah, kegiatan yang dilaksanakan oleh PRISTA hanya
baru sebatas kegiatan pengajian yang diadakan setiap Jumat malam, sebagai
organisasi remaja yang berbasis agama, organisasi ini memiliki tujuan dari
pengajian yang dilakukan setiap satu kali dalam satu minggu dalam rangka
membentuk remaja yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama baik dari
aspek ibadah dan aspek akhlak, serta membentengi remaja dari pengaruh-
pengaruh buruk dari pesatnya kemajuan jaman dan untuk memperkokoh aqidah
Islamiyah remaja.
Pertemuan ini dilakukan setiap hari Jumat ba`da Isya yang bertempat di
musholla Al-Hidayah. Tempat ini diambil sebagai lokasi pengajian, sebagai
refleksi sejarah yang pernah dilakuka oleh Rasulullah SAW, serta menanamkan
kecintaan remaja terhadap rumah ibadahnya, meskipun sebelumnya terjadi
3 Hujaifah, Sekretaris Majelis Taklim “PRISTA”, Wawancara Pribadi, (Depok: 1 Mei 2010)
50
perdebatan diantara remaja yang menginginkan pertemuan pengajian dilakukan di
rumah anggota.
Proses pengajian dilaksanakan selama 2 jam dimulai dari pukul 19.30
WIB sampai 21.30 WIB, pengajian diawali dengan pembacaan ayat suci Al Quran
oleh salah satu jamaah dilanjutkan dengan sambutan dari pengurus organisasi,
setelah itu penyampaian materi yang disampaikan oleh narasumber sesuai dengan
jadwalnya.
Dalam setiap pengajian anggota harus mengisi absen kehadiran yang
tujuannya untuk mengetahui kehadiran jamaah setia minggunya. Pakaian yang
digunakan dalam mengikuti pengajian adalah busana muslim atau muslimah.
Materi yag diajarkan di majelis taklim persatuan remaja Islam “PRISTA”
antara lain fiqih, akhlak, hadits, dan tafsir. Tenaga pengajar pengajian remaja ini
awalnya hanya dipimpin oleh para perintis serta tokoh lingkungan yakni ustadz
Zaini BA, ustadz H. Zaelani HN dan ustadz H. Djawahir.
BAB IV
PERANAN MAJELIS TAKLIM “PERSATUAN REMAJA ISLAM
(PRISTA)” DALAM PEMBINAAN KEAGAMAAN REMAJA
A. Deskripsi Informan
Deskripsi informan adalah gambaran orang-orang yang memberikan
informasi atau data di majelis taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)” yang
berlokasi di Jl. A. Rahim RT 03/02 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota
Depok, yaitu:
1. Ketua Majelis Taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)”
Pada periode ini majelis taklim PRISTA dipimpin oleh saudara Ali Rahman
dengan biodata sebagai berikut:
Nama : ALI RAHMAN
Tempat Tanggal Lahir : Bogor 12 Mei 1983
Alamat :Jl. A. Rahim RT 03/02 Kelurahan
Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jabatan : Ketua PRISTA
Pekerjaan : Karyawan Toko Bhakti Jaya
Nama Orang Tua
a. Ayah : Abdul Majid
b. Ibu : Siti Aminah
51
52
Latar Belakang pendidikan sebagai berikut:
Tabel 1
Pendidikan
NO PENDIDIKAN TAHUN
1 Madrasah Ibtidaiyah Meruyung 1990-1996
2 SMP Islam YAPKUM 1997-1999
3 SMA Negeri Parung Bogor 2000-2003
Pengalaman organisasi sebagai berikut:
Tabel 2
Pengalaman Organisasi
NO ORGANISASI JABATAN TAHUN
1 Pengurus OSIS Seksi Olahraga 2001-2002
2 Pengurus PRISTA Departemen Ekonomi 2003-2007
3 Ketua PRISTA Ketua 2008-Sekarang
2. Pengurus Majelis Taklim “PRISTA”
Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai tiga pengurus majelis taklim
“Persatuan Remaja Islam (PRISTA)” yaitu sebagai berikut:
Nama : HUJAIFAH
Tempat Tanggal Lahir : 17 Januari 1990
Alamat :Jl. A. Rahim No.38 RT 03/02 Kelurahan
Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok
53
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jabatan : Sekretaris PRISTA
Pekerjaan : Pelajar
Nama Orang Tua
a. Ayah : H. Muhasan
b. Ibu : Mariyah
Latar Belakang pendidikan sebagai berikut:
Tabel 3
Pendidikan
NO PENDIDIKAN TAHUN
1 Madrasah Ibtidaiyah Meruyung 1997-2003
2 SMP Muhammadiyah 2004-2006
3 SMK Baskara 2007-2010
Pengalaman organisasi sebagai berikut:
Tabel 4
Pengalaman Organisasi
NO ORGANISASI TAHUN
1 Anggota Rohis SMK Baskara 2007-2008
2 Anggota PRISTA 2005
3 Sekretaris PRISTA 2008-Sekarang
54
Nama : KHOIRUDIN
Tempat Tanggal Lahir : 12 Mei 1983
Alamat :Jl. A. Rahim No.23 RT 03/02 Kelurahan
Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jabatan : Koordinator Departemen Pendidikan
Pekerjaan : Mahasiswa
Nama Orang Tua
a. Ayah : Syafi`i
b. Ibu : Salmiah
Latar Belakang pendidikan sebagai berikut:
Tabel 5
Pendidikan
NO PENDIDIKAN TAHUN
1 Madrasah Ibtidaiyah Meruyung 1990-1996
2 Mts Sunan Pandan Aran Yogyakarta 1997-1999
3 MA. Islamiyah Sawangan 2001-2003
4 UHAMKA 2004-Sekarang
55
Pengalaman organisasi sebagai berikut:
Tabel 6
Pengalaman Organisasi
NO ORGANISASI TAHUN
1 Ketua Osis Mts Sunan Pandan Aran 1998
2 Ketua Osis Ma Islamiyah 2002
3 Anggota PRISTA 2000
4 Koord Departemen Pendidikan PRISTA 2008-Sekarang
Nama : AHMAD GHOZI
Tempat Tanggal Lahir : 20 November 1989
Alamat :Jl. A. Rahim No.23 RT 03/02 Kelurahan
Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jabatan : Koordinator Departemen HUMAS
Pekerjaan : Pelajar
Nama Orang Tua
a. Ayah : Syafi`i
b. Ibu : Salmiah
56
Latar Belakang pendidikan sebagai berikut:
Tabel 7
Pendidikan
NO PENDIDIKAN TAHUN
1 SD Negeri Meruyung 1996-2002
2 SMP Islam YAPKUM Meruyung 2003-2005
3 SMA YAPAN Sawangan 2006-2008
4 Universitas Muhammadiyah Jakarta 2009-Sekarang
Pengalaman organisasi sebagai berikut:
Tabel 8
Pengalaman Organisasi
NO ORGANISASI TAHUN
1 Anggota PRISTA 2006
2 Koordinator Departemen Olah Raga 2008-2013
3. Anggota PRISTA
Anggota pengajian remaja PRISTA yang mengikuti pengajian berjumlah
160 orang, yaitu 77 orang remaja putra, dan 83 orang remaja putri. Mulai usia 12
tahun sampai 27 tahun, sebagian anggota adalah pelajar dan mahasiswa dan
sebagian lagi anggota sudah bekerja.
57
Pada penelitian ini, peneliti melakukan wwancara pribadi dengan anggota
PRISTA, sejumlah dua orang yaitu:
Nama : AHMAD TAUFIK
Tempat Tanggal Lahir : 9 Februari 1992
Alamat :Jl. A. Rahim No.07 RT 03/02 Kelurahan
Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jabatan : Anggota PRISTA
Pekerjaan : Pelajar
Nama Orang Tua
a. Ayah : H. Suhanda
b. Ibu : Hj. Suriyah
Latar Belakang pendidikan sebagai berikut:
Tabel 9
Pendidikan
NO PENDIDIKAN TAHUN
1 Madrasah Ibtidaiyah Meruyung 1999-2005
2 SMP Islam YAPKUM 2006-2008
3 SMA Baskara 2009-Sekarang
58
Nama : AZZURA BILQIS
Tempat Tanggal Lahir : 20 April 1987
Alamat :Jl. A. Rahim No.23 RT 03/02 Kelurahan
Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jabatan : Anggota PRISTA
Pekerjaan : Belum Bekerja
Nama Orang Tua
a. Ayah : Matroji
b. Ibu : Zakiah
Latar Belakang pendidikan sebagai berikut:
Tabel 10
Pendidikan
NO PENDIDIKAN TAHUN
1 SD Negeri Meruyung 1994-1999
2 SMP Islam YAPKUM 2000-2002
3 SMA Fajar 2003-2006
59
Pengalaman organisasi sebagai berikut:
Tabel 11
Pengalaman Organisasi
NO ORGANISASI TAHUN
1 Pengurus OSIS SMP YAPKUM 2001
2 LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan) 2004
3 Sekretaris PRISTA 2004
4. Guru
Guru yang mengajar di majelis taklim PRISTA berjumlah 3 orang yaitu:
Nama : Bapak Zaini BA.
Tempat Tanggal Lahir : 11 Juli 1965
Alamat :Jl. A. Rahim RT 01/03 Kelurahan
Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok
Pekerjaan : Guru
Latar Belakang Pendidikan:
Tabel 12
Pendidikan
NO PENDIDIKAN
1 SR (Sekolah Rakyat)
2 PGA Sawangan
60
Pengalaman Organisasi :
Tabel 13
Pengalaman Organisasi
NO ORGANISASI TAHUN
1 Ketua DKM Masjid Al-Muthmainah 1987-1992
2 Ketua RT 01/03 1998-2003
Nama : Bapak Djawahir.
Tempat Tanggal Lahir : 11 Juli 1960
Alamat :Jl. A. Rahim RT 01/03 Kelurahan
Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok
Pekerjaan : Wiraswasta
Latar Belakang Pendidikan:
Tabel 14
Pendidikan
NO PENDIDIKAN
1 SR (Sekolah Rakyat)
2 PGA Sawangan
61
Pengalaman Organisasi :
Tabel 15
Pengalaman Organisasi
NO ORGANISASI TAHUN
1 Ketua DKM Masjid Al-Muthmainah 1993-1998
Nama : Bapak Djaelani HN
Tempat Tanggal Lahir : 13 Juni 1959
Alamat :Jl. A. Rahim No.3 RT 01/03 Kelurahan
Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok
Pekerjaan : Guru
Latar Belakang Pendidikan:
Tabel 16
Pendidikan
NO PENDIDIKAN
1 SR (Sekolah Rakyat)
2 PGA Sawangan
62
Pengalaman Organisasi :
Tabel 13
Pengalaman Organisasi
NO ORGANISASI
1 Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah
2 Ketua DKM Masjid Jami Al-Muthmainah
3 Ketua Yayasan Kesejahteraan Umat
4 Ketua MUI Kecamatan Limo
5 Mutasar Ranting NU Kelurahan Meruyung
B. Upaya Majelis Taklim “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)” Dalam
Pembinaan Keagamaan Remaja
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan ketua PRISTA, bahwa
kegiatan aktifitas yang masih berjalan yang berkaitan dengan pembinaan yang
dilaksanakan oleh PRISTA hanya baru sebatas kegiatan pengajian yang diadakan
setiap Jumat malam, sebagai organisasi remaja yang berbasis agama, organisasi
ini memiliki tujuan dari pengajian yang dilakukan setiap satu kali dalam seminggu
dalam rangka membentuk remaja yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama
baik dari aspek ibadah dan aspek akhlak, serta membentengi remaja dari
63
pengaruh-pengaruh buruk dari pesatnya kemajuan zaman dan untuk
memperkokoh aqidah Islamiyah remaja.1
Pertemuan ini dilakukan setiap hari jumat ba`da Isya yang bertempat di
musholla Al-Hdayah. Tempat ini diambil sebagai lokasi pengajian, sebagai
refleksi sejarah yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, serta menanamkan
kecintaan remaja terhadap rumah ibadahnya, meskipun sebelumnya terjadi
perdebatan diantara remaja yang menginginkan pertemuan pengajian dilakukan di
rumah anggota.
Pembinaan merupakan program, dimana peserta berkumpul untuk
memberi, menerima dan mengolah informasi, pengetahuan dan kecakapan dengan
mengembangkan yang sudah ada dengan menambah yang baru. Pembinaan
diikuti oleh sejumlah peserta yang diperhitungkan dari tujuan dan efektifitasnya.2
Program pembinaan ialah prosedur yang dijadikan landasan untuk
menentukan isi dan urutan acara-acara yang dilakukan, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan diantaranya menyangkut materi, metode, anggota, tenaga
pengajar.
a. Materi Pengajian
Materi atau bahan ialah apa yang hendak diajarkan dalam majelis taklim.
Dengan sendirinya materi itu adalah ajaran Islam dengan segala keluasannya.
Islam memuat ajaran tentang tata hidup yang meliputi segala spek kehidupan,
1 Ali Rahman, Ketua Persatuan Remaja Meruyung, Wawancara Pribadi, (Depok: 29 April
2010) 2 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari berbagai Aspek, (Jakarta: UI Press 1987) Cet.V Jilid I,
h.10
64
maka pengajaran Islam berarti pengajaran tentang tata hidup yang berisi pedoman
pokok yang digunakan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia dan
untuk menyiapkan hidup yang sejahtera di akhirat nanti. Dengan demikian materi
pelajaran agama Islam luas sekali meliputi segala aspek kehidupan.
Hasil dari wawancara yang penulis lakukan dengan departemen
pendidikan mengenai materi yang diajarkan dalam pengajian yang dilaksanakan
setiap minggu sekali meliputi fiqih, akhlak, hadits, dan tafsir. Materi-materi
diajarkan secara bergantian setiap minggunya, proses pengajian dilaksanakan
selama 2 jam dimulai dari pukul 19.30 WIB sampai 21.30 WIB. Pengajian diawali
dengan pembacaan ayat suci Al Quran, oleh salah satu jamaah dilanjutkan dengan
sambutan dari pegurus organisasi, setelah itu penyampaian materi yang
disampaikan oleh narasumber sesuai dengan jadwalnya. Mengenai sub materi
diserahkan sepenuhnya oleh narasumber, jadi majelis taklim tidak mengatur sub
materi yang akan diajarkan setiap pertemuan baik materi fiqih, hadits, dan
akhlak.3
Menurut peneliti, seharusnya pengurus melakukan pengaturan terhadap isi
materi yang diajarkan, agar isi materi sesuai dengan sasaran yang hendak dicapai,
agar dapat sejalan dengan sasaran program, waktu merencanakan isi atau materi
pembinaan sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
3 Khoirudin, Departemen Pendidikan, Wawancara Pribadi, (Depok 3 Mei 2010)
65
1. Isi sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan para peserta
pembinaan dan berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman
mereka.
2. Isi tidak terlalu teoritis, tetapi praktis dalam arti dapat dibahas dan
dikembangkan dari berbagai pandangan dan pengalaman para peserta,
serta dapat dipraktekkan dalam kehidupan nyata.
3. Isi tidak terlalu banyak tetapi disesuaikan dengan daya tangkap para
peserta dan waktu yang tersedia.4
Menurut peneliti, penambahan dan pengembangan materi dapat saja
terjadi di majelis taklim, melihat semakin majunya zaman dan semakin kompleks
permasalahan yang perlu penanganan yang tepat. Wujud program yang tepat dan
aktual sesuai dengan kebutuhan jamaah itu sendiri merupakan suatu langkah baik
agar majelis taklim tidak terkesan kolot dan terbelakang. Karena majelis taklim
merupakan salah satu struktur kegiatan dakwah yang berperan penting dalam
mencerdaskan umat, maka selain pelaksanaannya harus sesuai teratur dan periodik
juga harus mampu membawa jamaah kearah yang lebih baik.
b. Metode Pengajian
Metode adalah cara, dalam hal ini cara menyajikan bahwa pengajaran
dalam majelis taklim untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan makin baik
metode yang dipilih makin efektif pencapaian tujuan.
4 Mangun Hardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya, (Yogyakarta: Kanisius, 1986) h.12
66
Dari hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan dengan
koordinator departemen pendidikan, bahwa cara atau metode yang digunakan oleh
narasumber untuk menyampaikan materi hanya menggunakan metode ceramah
saja. Artinya narasumber hanya menyampaikan pembahasan tanpa memegang
buku materi. Sama halnya dengan anggota remaja, fungsi mereka hanya
mendengarkan apa yang telah disampaikan narasumber, tanpa memegang buku
panduan materi, dan tanpa adanya tanya jawab.5
Menurut peneliti, banyak kelemahan seandainya narasumber hanya
mengandalkan sati metode saja dalam menyampaikan materi. Mengingat daya
penangkapan remaja yang berbeda-beda. Seharusnya narasumber bisa
menggunakan variasi metode untuk menghindari kebosanan dan kejenuhan yang
dirasakan oleh anggota “PRISTA”.
Sebenarnya metode mengajar banyak sekali macamnya. Namun bagi
majelis taklim tidak semua metode itu dapat dipakai. Ada metode mengajar di
kelas yang tidak dapt dipakai dalam majelis taklim. Hal ini disebabkan karena
perbedaan kondisi dan situasi antara sekolah dengan majelis taklim.
Ada beberapa metode yang digunakan dalam majelis taklim, diantaranya:
a. Majelis taklim yag diselenggarakan dengan metode halaqah. Dalam
hal ini pengajar atau ustadzah atau kiyai memberikan pelajaran
biasanya dengan memegang suatu kitab tertentu. Peserta
mendengarkan keterangan pengajar sambil menyimak kitab yang sama
5 Khoirudin, DEpartemen Pendidikan, Wawancara Pribadi
67
atau melihat ke papan tulis dimana menuliskan apa-apa yang hendak
diterangkan.
b. Majelis taklim yang diselenggarakan dengan metode mudzakarah.
Metode ini dilaksanakan dengan cara tukar menukar pendapat atau
diskusi mengenai suatu masalah yang disepakati untuk dibahas.
c. Majelis taklim yang diselenggarakan dengan metode ceramah. Metode
ini dilaksanakan dengan dua cara. Pertama, ceramah umum, dimana
pengajar atau istadzah atau kiyai bertindak aktif dengan memberikan
pelajaran atau ceramah, sedangkan peserta pasif, yaitu tinggal
mendengar atau menerima materi yang diceramahkan. Kedua, ceramah
terbatas, dimana biasanya terdapat kesempatan untuk bertanya jawab.
Jadi baik pengajar atau ustadzah atau kiyai maupun peserta atau
jamaah sama-sama aktif.
d. Majelis taklim yang diselenggarakan dengan metode campuran.
Artinya satu majelis taklim menyelenggarakan kegiatan pendidikan
atau pengajian tidak dengan satu macam metode saja, melainkan
dengan berbagai metode secara berselang-seling.6
e. Guru
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan koordinator
departemen pendidikan, mengenai guru yang memberikan materi berjumlah tiga
6 Nurul Huda, Pedoman Majelis Taklim, (Jakarta: KODI DKI Jakarta, 1990), Cet II, h.29
68
orang mereka berasal dari lingkungan Meruyung saja, ada keinginan untuk
mengambil narasumber dari luar namun anggaran biaya yangtidak mencukupi.
Tabel 18
Jadwal Kegiatan Pengajian
NO Materi Guru Metode
1 Fiqih Ustadz. Zainni BA Ceramah
2 Akhlak Ustadz. H. Djawahir Ceramah
3 Hadist Ustadz. H. Djaelani Ceramah
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dnegan guru yang
memberikan materi yakni bapak ustadz Zaini BA mengenai materi yang
disampaikan terutama pada pembahasan fiqih hanya membahas masalah ibadah
seperti membahas sholat, sedangkan metode penyampaian yang digunakan oleh
guru, hanya menggunakan metode ceramah saja, menurutnya metode ini
merupakan metode yang sangat mudah. Dan metode ini saja yang diketahuinya.7
Hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh guru tentang
strategi penyampaian metri yang baik.
Menurut peneliti, seharusanya guru tidak hanya menggunakan metode
ceramah saja dalam menyampaikan materi pengajaran. Akan tetapi guru bisa
menggunakan metode yang lain seperti metode diskusi dan demonstrasi, yang
disesuaikan dengan isi materi yang akan disampaikan, begitu juga dengan teori
mengajarnya, menurut peneliti, teori mengajar yang digunakan adalah teori
7 Khoirudin, Departemen Pendidikan, Wawancara Pribadi
69
mengajar tradisional artinya teori mengajar yang berpusat pada guru (teacher
centered), seharusnya guru memberikan kesempatan kepada anggota untuk
mengembangkan segala potensi yang dimiliki oleh anggota (self activity).8
Menurut peneliti, bahwa seorang guru tidak hanya dituntut menuasai ilmu
pengetahuan saja, akan tetapi lebih jauh lagi, seorang narasumber dituntut untuk
bisa memahami dan mengetahui metodologi penyampaian materi agar materi
yang disampaikan dapat diterima oleh para anggota. Dalam hal ini para ahli
membagi tiga tipe audiens dalam menangkap materi yang disampaikan antara
lain:
a. Tipe auditif, yang mudah menerima pelajaran dengan pendengaran
b. Tipe visual, yang mudah menerima pelajaran dengan melihat
c. Tipe metodik, yang mudah menerima pelajaran dengan gerak.9
Dalam hubungan ketiga tipe diatas maka seorang pengajar harus dapat
mempergunakan beberapa metode dalam menyampaikan materi. Agar materi
yang disampaikan dapat diterima sesuai dengan tingkat kemampuannya.
f. Anggota Pengajian
Anggota “PRISTA” Meruyung adalah seorang muslim yang berada di
lingkungan RT 03/02 Kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok,
perekrutan anggota dilakukan dengan cara membuka formulir pendaftaran yang
diberikan kepada remaja yang benar-benar ingin membesarkan “PRISTA”, tanpa
ada unsur pemaksaan. Selanjutnya remaja yang sudah mendaftar diwajibkan untuk
8 Ramayulius, teknologi Pendidikan, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002) h.29 9 Ibid, h.30
70
mengikuti kegiatan pengkaderan yang tujuannya untuk mengenal lebih jauh lagi
tentang “PRISTA” Meruyung.
Anggota pengajian “PRISTA” Meruyung berjumlah 160 orang, yaitu 77
orang remaja putra, dan 83 orang remaja putri mulai usia 12 tahun sampai 27
tahun. Sebagian anggota adalah pelajar dan mahasiswa dan sebagian lagi sudah
bekerja.10
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap keaktifan anggota
dalam mengikuti pengajian yang diadakan seminggu sekali, sangat
memprihatinkan. Dari jumlah anggota yang terdata hanya 10-15 orang saja yang
hadir ketika pengajian dilaksanakan.
Ketika peneliti mewawancarai anggota pengajian yakni saudara Ahmad
Taufik dan Azzura Bilqis bahwa mereka sebenarnya meras bosan dengan kegiatan
yang dilaksanakan setiap seminggu sekali, karena dinilai sangat monoton, begitu
juga dengan pengetahuan yang didapatkan setelah mengikuti pengajian di
“PRISTA” mereka mersa pengetahuan yang didapatkan di “PRISTA” tidak
bertambah setelah mengikuti pengajian.
10 Ali Rahman Ketua “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)” Meruyung, Wawancara Pribadi
71
C. Faktor Ynag Menjadi Penghambat Majelis Taklim “PRISTA” dalam
Pembinaan Keagamaan Remaja.
Di dalam organisasi faktor penghambat sebuah organisasi dapat
menghambat kelancaran pelaksanaan kegiatan dalam organisasi, adapun faktor
penghambat dalam organisasi “Persatuan Remaja Islam (PRISTA)” yaitu:
a) Penghambat dari dalam (Intern)
1. Tidak sehatnya struktur organisasi yang ada di majelis taklim
PRISTA Meruyung
Dari hasil wawancara penulis dengan ketua PRISTA Meruyung saudara
Ali Rahman bahwa, majelis taklim PRISTA berawal dari aktifitas sekelompok
remaja yang selalu melakukan diskusi-diskusi ringan disebuah warung gaul atau
bisa disebut caffe, setiap harinya tempat tersebut selalu didatangi oleh para remaja
baik untuk hanya sekedar ngopi-ngopi atau memang hendak melakukan diskusi-
diskusi ringan, bahasan yang sering didiskusikan mulai dari persoalan agama,
sosial, ekonomi, hingga permasalahan politik, yang memang pada waktu itu
Indonesia sedang mengalami masa transisi demokrasi.11
Pada tanggal 15 Oktober 1998, yang diprakarsai oleh beberapa remaja
diantaranya Syahrul Fadhli, Faisal Rahman, Anton Sujarwo, Mulyanih.
Dibentklah sebuah organisasi remaja yang diberi nama Persatuan Remaja Islam
PRISTA di kelurahan Meruyung Kecamatan Limo Depok. Pasng surut serta lika-
liku PRISTA Meruyung telah dirasakan oleh pengurus dalam menjalankan
11 Ali Rahman Ketua Persatuan Remaja Meruyung, Wawancara Pribadi
72
aktifitasnya. Keseragaman para pengurus yang selalu mengedepankan
kepentingan organisasi daripada mengambil kepentingan pribadinya, menjadikan
PRISTA Meruyung ini semakin berkembang kearah yang lebih maju. Kemajuan
ini ditandai dengan awal berdirinya organisasi, yang tidak memiliki ruang untuk
pertemuan pengurus, hanya sarana musholla saja yang digunakan oleh para
pengurus pada waktu itu, namun PRISTA Meruyung akhirnya memiliki
sekretariat sebagai pusat pertemuan pengurus dan anggotanya walaupun tidak
terlalu megah, tapi cukup mendukung dalam melaksanakan kerjanya.12
Pada dua periode yakni pada masa periode kepemimpinan Syahrul Fadli
dan Faisal Rahman, kemajuan majelis taklim PRISTA sangatlah pesat, dimana
program kerja yang direncanakan dapat terwujud dengan baik, bahkan majelis
taklim PRISTA menjadi pelopor berdirinya organisasi-organisasi kepemudaan
dilingkungan lainnya. Hingga majelis taklim PRISTA mendapatkan penghargan
yang diberikan oleh pihak kelurahan Meruyung, sebagai organisasi terbaik yang
memiliki peran yang sangat bermanfaat khususnya pada pembinaan kepemudaan
dan umumnya pada masyarakat disekitarnya.
Namun dewasa ini selama dua tahun masa kepemimpinan saudara Ali
Rahman, kejayaan majelis taklim PRISTA dirasakan sudah redup, hal ini
dibuktikan dengan tidak berjalannya program kerja organisasi yang sudah
dirancang sebelumnya. Seperti koperasi PRISTA, sekarang tinggal hanya
12 Ibid Arif Rahman
73
bangunannya saja tanpa ada aktifitas didalamnya. Begitu juga dengan sarana
olahraga.13
Tahap pembuatan dan perumusan program kerja adalah tahap yang paling
penting dalam sebuah organisasi. Inti topik dari tahap ini adalah menghubungkan
organisasi dengan lingkungannya dan menciptakan program-program kerja yang
cocok untuk mencapai tujuan organisasi.
Majelis taklim Persatuan Remaja Islam “PRISTA” Meruyung sebagai
organisasi yang memiliki tujuan dalam rangka membentuk remaja yang selalu
menjunjung tinggi nilai-nilai agama baik dari aspek aqidah, ibdah dan aspek
akhlak, serta mencerdaskan remaja Islam dalam menghadapi era globalisasi dan
perdagangan bebas.
Majelis taklim PRISTA Meruyung dengan beraneka ragam programnya,
ingin menciptakan remaja-remaja yang berada disekitarnya menjadi remaja yang
memiliki agama yang kuat baik pada aspek ibadahnya, akhlaknya, serta memiliki
wawasan pengetahuan umum yang luas.
Perumusan program kerja dilaksanakan dalam wadah rapat kerja (Raker)
disetiap pergantian keengurusan yang diadakan setiap lima tahun sekali, dari hasil
rapat kerja ini menghasilkan program kerja setiap departemen yang harus
dijalankan selama lima tahun.
Adapun program kerja dan kegiatan dari setiap bidang yang dilakukan
oleh majelis taklim PRISTA adalah:
13 Hujaifah, Sekretaris “PRISTA” Meruyung, Wawancara Pribadi, (Depok: 1 Mei 2010)
74
1. Depatemen pendidikan: Merencanakan dan mempersiapkan serta
melaksanakan kegiatan pengajian yang diadakan setiap satu minggu
sekali, mengadakan komunikasi dan konsultasi kepada remaja dari
majelis taklim lain, serta mengadakan peringatan hari besar Islam. Dan
mengadakan pesantren ramadhan, serta pelatihan dasar kepemimpinan.
2. Departemen Seni dan Budaya: Mengadakan berbagai kegiatan seni
budaya Islam yang dapat menarik minat remaja kearah peningkatan
kesadaran beragama, mengadakan kontak dengan berbagai lembaga
seni budaya Islam lain untuk menciptakan kegiatan bersama, gna
mempererat ukhuwah dan kemitraan PRISTA dengan organisasi seni
lain. Merintis berdirinya sanggar budaya dan seni bela diri PRISTA
Meruyung yang tenaganya diambil dari remaja-remaja Islam yang
berminat, mengadakan acara-acara seremonial setiap dua tahun sekali.
3. Depatemen Ekonomi: Menggali dan menciptakan berbagai
kemungkinan sumber-sumber financial (dana) yang dibutuhkan
organisasi, merintis berdirinya koperasi atau yang sejenisnya
dikalangan anggota PRISTA Meruyung, memberikan usul, saran dan
advis kepada pengurus harian tentang sistem dan metode yang tepat
dalam mencari dana, guna mengembangkan organisasi, menguoayakan
berbagai bentuk kerjasama, baik dengan pihak luar maupun anggora
PRISTA Meruyung yang menghasilkan finansial yang halal dan
berkesinambungan.
75
4. Departemen Penghubung: Bertindak sebagai perantara antar pimpinan
PRISTA dengan pihak luar dalam kegiatan-kegiatan organisasi,
mengambil inisiatif untuk memperlancar kepentingan organisasi
dengan oihak yang terkait, mencari dan memberikan informasi tentang
berbagai peluang bermanfaat bagi organisasi dari pihak luar yang
berkepentingan dengan PRISTA Meruyung memainkan peran sebagai
lembaga penghubung antara pihak luar dengan PRISTA dalam aspek
kepentingan organisasi.
5. Departemen olah raga: Membuat tim olah raga serta menjadwalkan
latihan untuk para anggota PRISTA Meruyung sesuai dengan
bakatnya, mengadakan pertandingan persahabatan dengan remaja lain,
mengadakan gerakan hidup sehat yang melibatkan seluruh elemen
masyarakat, serta mengadakan kegiatan berobat gratis bagi warga
sekitar.14
Dari sekian banyak kegiatan yang diprogram oleh pengurus semuanya
tidak berjalan lagi, dari hasil observasi yang peneliti lakukan, program kerja yang
hingga saat ini berjalan hanyalah kegiatan pengajian yang dilaksanakan setiap
seminggu sekali. Itu pun anggota yang hadir hanya beberapa orang saja.
Menurut peneliti, permasalahan yang terjadi di PRISTA Meruyung dengan
tidak berjalannya program kerja yang telah dirumuskan pada rapat kerja PRISTA,
disebabkan karena tidak sehatnya struktur oeganisasi yang ada di PRISTA
14 Ibid, Hujaifah, sekretaris “PRISTA” Meruyung, Wawancara Pribadi
76
Meruyung. Yang dimaksud dengan struktur organisasi adalah kerangka antar
hubungan satuan-satuan organisasi yang didalamnya terdapat pejabat, serta tugas
dan wewenang yang masing-masing mempunyai peranan tertentu dalam satu
kesatuan yang utuh.15
Struktur organisasi yang akan dientuk tentulah struktur organisasi yang
baik. Struktur organisasi yang baik harus memenuhi syarat sehat dan efisien.
Struktur organisasi yang sehat berarti tiap-tiap satuan organisasi yang ada dapat
menjalankan perannya dengan tertib, struktur organisasi efisien berarti dapat
menjalankan perannya tersebut masing-masing satuan organisasi dapat mencapai
perbandingan terbaik antara usaha dan hasil kerja. Agar dapat diperoleh struktur
organisasi yang sehat dan efisien, pada waktu membentuk harus memperhatikan
berbagai asas organisasi.
Asas organisasi adalah berbagai pedoman yang sejauh mungkin
hendaknya dilaksanakan agar diperoleh struktur organisasi yang baik dan aktivitas
organisasi dapat berjalan dengan baik dan lancar.16
Hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan ketua PRISTA yakni
saudara Ali Rahman, bahwa mekanisme yang dilakukan oleh pimpinan PRISTA
Meruyung dalam membuat struktur organisasi hanya sebatas mengikuti struktur
yang sudah ada sebelumnya hanya tugas pimpinan PRISTA menunjuk orang-
15 Sutarto, Dasar-dasar Organisasi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2002)
Cet.20, h.41 16 Ibid, H.43
77
orang yang akan duduk disatuan atau departemen yang sudah ada, tanpa melihat
asas-asas organisasi.17
Setiap organisasi, tentu menghadapi masalah bagaimana organisasinya
dapat berjalan dengan baik. Salah satu sarana organisasinya dapat berjalan dengan
baik dan struktur yang bersangkutan sehat dan efisien haruslah melakukan asas-
asas organisasi.
Dari hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pengurus PRISTA Meruyung, tiap-tiap departemen kebanyakan tidak mempunyai
daftar rincian tugas yang jelas, sehingga mereka tidak mengetahui apa sebenarnya
yang menjadi tanggung jawab pokok, banyak dari mereka yang menjalankan
tugas hanya menunggu perintah dari pimpinan. Kalau hal tersebut tetap dibiarkan
tanpa ada cara penyelesaiannya maka lambat laun PRISTA akan menjadi majelis
taklim hanya memiliki nama tanpa ada program kerja yang berjalan.18
Dalam rangka mengantisipasi keterpurukan lebih jauh lagi kiranya
pimpinan PRISTA Meruyung harus mengambil langkah-langkah seperti
menyehatkan kembali struktur organisasi dengan melakukan pedoman-pedoman
asas organisasi meliputi:
a. Perumusan tujuan dengan jelas
Maksud dan tujuan didirikannya maejlis taklim PRISTA Meruyung adalah
dalam rangka membentuk remaja yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama
17 Ali Rahman Ketua Persatuan Remaja Meruyung, Wawancara Pribadi 18 Khoirudin, Kooridnator Departemen Pendidikan, Wawancara Pribadi
78
baik dari aspek aqidah, ibadah dan aspek akhlak, serta mencerdaskan remaja
Islam dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas.19
Dari hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan dengan
pengurus PRISTA Meruyung, banyak dari pengurus PRISTA yang tidak
mengetahui arah dan tujuan dari organisasi PRISTA Meruyung, hal ini
sebenarnya tidak perlu terjadi jika pimpinan PRISTA Meruyung bisa menjalankan
tugas dan wewenangnya dengan baik.
Tujuan adalah kebutuhan manusia baik jasmani maupun rohani yang
diusahakan untuk dicapai dengan kerjasama sekelompok orang. Kebutuhan
manusia yang hendak dicapai harus jelas. Tujuan yang telah dirumuskan dengan
jelas akan memudahkan untuk dijadikan pedoman dalam menetapkan haluan
organisasi, pemilihan bentuk organisasi, pembentukan struktur organisasi,
penentuan macam-macam pekerjan yang akan dilakukan, kebutuhan pengurus.20
Menurut peneliti, tujuan terumus dengan jelas haruslah diketahui serta
diyakini oleh setiap pengurus dalam organisasi sejak dari pucuk pimpinan sampai
dengan pejabat yang berkedudukan disetiap satuan organisasi. Hanya pejabat yang
megetahui serta meyakini tujuan organisasinya akan dapat bekerja dengan
sungguh-sungguh, dapat saling menyumbangkan idenya, pengalamannya,
kecakapannya, daya kreasinya, demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan.
Dalam merumuskan tujuan hendaknya memperhatikan adanya pengertian
ketunggalan tujuan dan tahap-tahap tujuan. Yang dimaksud dengan ketunggalan
19 Ali Rahman Ketua Persatuan Remaja Meruyung, Wawancara Pribadi 20 Sutarto, Dasar-dasar Oranisasi, h.61
79
tujuan adalah organisasi sebagai keseluruhan serta masing-masing satuan
organisasi yang ada harus memiliki kebutuhan baik jasmani maupun kebutuhan
rohani yang diusahakan untuk dicapai yang satu bagi keseluruhan organisasi,
artinya tiap-tiap satuan organisasi dan subsatuan organisasi dari organisasi harus
dilahirkan dari suatu tujuan yang jelas dan selaras dengan tujuan organisasi.
Yag dimaksud dengan tahapan-tahaoan adalah urutan-urutan keseluruhan
kebutuhan baik jasmani maupun rohani yang diusahakan untuk dicapai oleh suatu
organisasi sehingga diketahui dengan jelas manakah tujuan pokok yang harus
dicapai lebih dahulu dan manakah tujuan tambahan yang dapat dicapai pada tahap
berikutnya.
Tujuan pokok adalah kebutuhan rhani maupun jasmani yang menjadi dasar
dibentuknya suatu organisasi. Sedang tujuan tambahan adalah kebutuhan jasmani
maupun rihani yang hendak dicapai oleh suatu organisasi karena sebagian tujuan
pokok telah dapat dicapai dengan baik dan organisasi tersebut masih mempunyai
kelebihan kemampuan.21
b. Departemenisasi
Departemenisasi adalah aktifitas untuk menyusun satuan-satuan organisasi
yang akan diserahi bidang kerja tertentu atau fungsi tertentu.
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan ketua “PRISTA”
Meruyung bahwa mekanisme yang dilakukan untuk menunjuk anggota yang akan
menjadi pengurus disetiap departemen berdasarkan kemampuan dan bakat yang
21 Sutarto, Dasar-dasar Organisasi, h.63
80
dimiliki oleh para anggota, hal tersebut dimusyawarahkan yang melibatkan wakil
ketua, sekretaris dan bendahara. Setelah itu ketua melayangkan surat
pemberitahuan kepada orang-orang yang ditunjuk sebagai pengurus PRISTA.
Menurut peneliti, hal tersebut sudah bagis dilakukan oleh ketua artinya
menempatkan orang untuk duduk di departemen sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki. Namun ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh ketua dalam
menentukan orang yang akan menjabat di setiap depatemen. Artinya tidak saja
sesuai dengan kemampuan saja akan tetapi ada langkah-langkah yang harus
dilakukan oleh ketua agar program kerja yang direncanakan dapat berjalan antara
lain:
a) Tiap-tiap pembentukan stuan organisasi khususnya apapun namanya
harus dirumuskan dengan jelas tujuannya.
b) Kepada setiap departemen khususnya yang dibentuk harus diberikan
suatu tata-kerja yang sederhana agar dapat menjalankan aktifitasnya
dengan lancar.
c) Kepada tiap departemen yang ada harus diberikan fasilitas secukupnya.
d) Terhadap departemen harus dilakukan pengontrolan secara kontinyu.
e) Tiap-tiap departemen harus membuat laporn secara berkala tentang
aktifitas yang dilakukan.22
22 Sutarto, Dasar-dasar Organisasi, h.95
81
c. Pembagian kerja
Pembagian kerja adalah rincian serta pengelompokkan aktifitas-aktifitas
yang semacam erat hubungannya satu sama lain untuk dilakukan satuan
organisasi tertentu.
Hasil wawancara peneliti dengan ketua PRISTA Meruyung, bahwa
perumusan program kerja setiap departemen dilaksanakan pada waktu rapat kerja
dilakukan. Setiap departemen diberikan bentuk program kerja yang sudah dibuat
sebelumnya, untuk dibahas terlebih dahulu pada tingkat departemen apakah
program kerja tersebut layak untuk dikerjakan atau ada tambahan program lain
dari setiap anggota departemen. Setelah itu program kerja diajukan dan
dipresentasikan pada rapat paripurna PRISTA. Dari hasil paripurna itulah maka
program kerja dihasilkan.
Menurut peneliti, hal tersebut sudah baik dilakukan dengan
mengedepankan demokrasi atau memberikan kesempatan kepada setiap
departemen mengaktualisasikan segenap kemampuannya yang tertuang dalam
rancangan program kerja. Namun ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan
dalam melakukan pembagian kerja antara lain:
a) Setiap departemen hendaknya memiliki rincian aktifitas yang jelas
tertulis pada daftar rincian aktifitas.
b) Setiap pejabat dari pimpinan sampai departemen-departemen harus
memiliki rincian tugas yang jelas dalam suatu daftar rincian tugas bagi
para departemen maka dapat dihindarkan terjadinya pengurus
82
c) Beban aktifitas bagi setiap departemen atau beban tugas masing-
masing departemen hendaknya merata sehingga dapat dihindarkan
adanya departemen yang terlalu banyak aktifitasnya dan ada
departemen yang sedikit aktifitasnya. Demikian pula dapat
dihindarkan adanya departemen yang terlalu menumpuk beban
tugasnya dan ada satuan departemen yang sedikit beban tugasnya
sehingga banyak menganggur.23
d. Koordinasi
Koordinasi adalah didalam organisasi harus ada keselarasan aktifitas
antara satuan organisasi atau keselarasan tugas antar pejabat.
Dari hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakuka dengan
departemen pendidikan bahwa disetiap departemen yang ada di kepengurusan
“PRISTA” Meruyung sedang mengalami kekosongan koordinasi, hal ini tampak
dari tidak adanya informasi dari ketua kepada departemen-departemen yang ada
atau sebaliknya serta putusnya komunikasi antara departemen-departemen yang
ada di PRISTA Meruyung.24
Menurut peneliti, hal ini juga yang menjadi salah satu penyebab tidak
berjalannya program kerja. Padahal ini sangat perlu dilakukan pada setiap
23 Sutarto, Dasar-dasar Organisasi, h.105 24 Khoirudin, Departemen Pendidikan, Wawancara Pribadi
83
organisasi apapun. Seharusnya ketua membuat agenda rapat koordinasi diantara
departemen yang ada di PRISAT Meruyung, agar tidak terjadi pencapaian tujuan
organisasi yang tidak berjalan secara lancar, suasana orgnisasi yang serba kacau,
para petugas tampak ragu dalam pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan, saling
berbenturan atau bahkan saling melempar tanggung jawab.
Ada beberapa manfaat dilakukannya koordinasi yang baik pada sebuah
organisasi antara lain:
a) Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan lepas satu sama lain
antara departemen-departemen atau antara pejabat
b) Dengan koordinasi dapat dihindarkan kemungkinan timbulnya
pertentangan antara satuan organisasi atau antar pejabat.
c) Dengan koordinasi dapat dihindari rebutan fasilitas
d) Dengan koordinasi dapat dihindarkan terjadinya peristiwa waktu
menunggu yang memakan waktu lama
e) Dengan koordinasi dapat dihindarkan kemungkinan terjadinya
kekosongan pekerjaan.
f) Dengan koordinasi dapat ditumbuhkan kesadaran diantara para pejabat
untuk saling memberitahu masalah yang dihadapi
g) Dengan koordinasi dapat dijamin kesatuan sikap antar pejabat
departemen.25
25 Sutarto, Dasar-dasar Organisasi, h.149
84
e. Pelimpahan Wewenang
Yang dimaksud dengan wewenang adalah hak seorang pejabat untuk
mangambil tindakan yang diperlukan agar tugas serta tanggung jawabnya dapat
dilaksanakan dengan baik. Pelimpahan sama dengan penyerahan. Jadi
pelimpahan wewenang berarti penyerahan sebagian hak untuk mengambil
tindakan yang diperlukan agar tugas dan tanggung jawabnya dapat dilaksanakan
dengan baik dari departemen satu dengan departemen lain.
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan ketua PRISTA
Meruyung bahwa dalam PRISTA tidak mengenal adanya pelimpahan
wewenang. Hal tersebut diyakini sebagai bentuk ketidak tahuannya dikarenakan
minimnya pengetahuan tentang manajemen organisasi.26
Manfaat pelimpahan wewenang antara lain:
a) Dengan pelimpahan wewenang setiap pekerjaan dapat diselesaikan
pada jenjang yang tepat.
b) Dengan pelimpahan wewenang inisiatif dan rasa tanggung jawab dapat
diperbesar.
c) Dengan pelimpahan wewenang walaupun orang yang menduduki
jabatan tertentu berhalangan namun program kegiatan dapat berjalan.
26 Ali Rahman Ketua Persatuan Remaja Meruyung, Wawancara Pribadi
85
f. Jenjang Organisasi
Yang dimaksud dengan jenjang organisasi adalh tingkatan-tingkatan
satuan organisasi yang didalamnya terdapat pejabat, tugas serta wewenang
tertentu menurut kedudukannya dari atas ke bawah dalam fungsi tertentu.
Mengenai jenjang organisasi dapat ditunjukkan dengan bagan atau struktur
organisasi.
Menurut peneliti, bahwa jenjang organisasi yang dtunjukkan dengan
struktur organisasi PRISTA Meruyung menggunakan struktur organisasi pipih
yaitu struktur organisasi yang melaksanakan jenjang organisasi antara dua
sampai dengan tiga tingkatan.
2. Perumusan Program Pembinaan Yang Belum Jelas
Ialah prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi dan urutan
acara-acara yang dilakukan.27 Program pembinaan menyangkut sasaran, isi,
pendekatan, serta metode pembinaan.
i. Sasaran Program
Tidak jarang terjadi sasaran, objek, program pembinaan tidak dirumuskan
dengan tegas dan jelas. Hal ini terjadi karena baerbagai sebab antara lain:
1. Pembina tidak tahu kepentingan perumusan sasaran program
pembinaan
27 Ibid, Mangun Hardjana, h.11
86
2. Pembina terlalu yakin diri sehingga dia tidak merasa perlu untuk
membuatnya
3. Penyelenggara tidak mampu membedakan antara isi dan sasaran
program pembinaan
4. Program pembinaan sudah biasa dijalankan
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan koordinator
departemen pendidikan bahwa, sasaran program yang hendak dicapai dari
pengajian yang dilakukan di majelis taklim PRISTA adalah membentuk remaja
yang mengerti dan memahami serta menjalankan perintah agama dengan baik.
Menurut peneliti, bahwa perumusan sasaran program sangat penting untuk
dilakukan, agar program pembinaan dapat dinilai berhasil tidaknya suatu
program pembinaan. Oleh karena itu, sasaran harus dirumuskan dengan jelas dan
tegas agar pembinaan itu pada akhirnya sejalan dengan minat peserta.
ii. Isi Program
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan koordinator
departemen pendidikan mengenai materi yang diajarkan dalam pengajian yang
dilaksanakan setiap seminggu sekali meliputi Fiqih, Akhlak, Hadits, dan Tafsir.
Materi-materi diajarkan secara bergantian setiap minggunya, proses pengajian
dilaksanakan selama 2 jam dimulai dari pukul 19.30 WIB sampai dengan 21.30
WIB. Pengajian diawali degan pembacaan ayat suci Al Quran, oleh salah satu
jamaah dilanjutkan dengan sambutan dari pengurus organisasi, setelah itu
penyampaian materi yang disampaikan oleh narasumber sesuai dengan
87
jadwalnya. Mengenai sub materi diserahkan sepenuhnya oleh narasumber, jadi
majelis taklim tidak mengatur sub materi yang akan diajarkan setiap pertemuan
baik materi Fiqih, Hadits, dan akhlak.28
Menurut peneliti, sebaiknya pengurus tidak hanya membuat jadwal materi
saja akan tetapi lebih dari itu pengurus juga harus membuat sub materi yang aka
diajarkan lengap dengan tujuan dari sub materi yang diajarkan, serta metodenya.
Sehingga guru tinggal mengikuti rumusan materi yang telah dibuat oleh
pengurus, misalkan bahasan sholat, tujuanya agar remaja mengetahui tata cara
menjalankan sholat dengan menggunakan metode diskusi, ceramah dan
demonstrasi.
iii. Pendekatan Program
Dari observasi yang peneliti lakukan di amjelis taklim PRISTA, bahwa
pendekatan yang masih digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi di
majelis taklim PRISTA, hanya menggunakan pendekatan informasi, dengan ciri,
dimana peserta atau anggota remaja hanya diberikan informasi tanpa adanya
pemenfaatan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh anggota.
Kita mengenal beberapa pendekatan umum dalam program pembinaan
antara lain:
a. Pendekatan informatif
Dalam pendekatan ini seseorang menjalankan program dengan
menyampaikan informasi kepada para peserta dengan pendekatan informatif
28 Khoirudin, Departemen Pendidikan, Wawancara Pribadi
88
biasanya program pembinaan dengan mengunakan ceramah. Atau kuliah oleh
berbagai pembicara tentang berbagai hal yang dianggap perlu bagi peserta.
Dengan pendekatan itu, partisipasi peserta dalam pembinaan kecil. Partisipasi
peserta terbatas pada permintaan penjelasan atau penyampaian pertanyaan
mengenai hal yang belum dianggap mengerti benar-benar.
b. Pendekatan partisipatif
Partisipatif approach berlandaskan kepercayaan bahwa peserta sendiri
merupakan sumber pembinaan yang utama. Maka dalam pembinaan,
pengetahuan dan keahlian mereka dimanfaatkan, lebih merupakan situasi belajar
besama, dimana para peserta saling melakukan interaksi.
b. Penghambat dari luar (Ekstern)
1. Kurangnya perhatian dari senior tentang perkembangan majelis taklim
PRISTA
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan ketua PRISTA,
bahwasanya sudah tidak ada lagi peran dari senior atau para pendiri PRISTA
untuk mencurahkan perhatiannya untuk kemajuan majelis taklim PRISTA,
mengingat terlalu sibuknya aktifitasnya, sehingga tidak memiliki waktu untuk
memberikan masukan-masukan kepada pengurus.29
Menurut peneliti, seharusnya ketua bisa melakukan pendekatan
komunikasi baik dengan para pendiri PRISTA itu sendiri atau pun dengan orang-
29 Ali Rahman Ketua Persatuan Remaja Meruyung, Wawancara Pribadi
89
orang yang berkompeten dalam manajemen oraganisasi, agar bisa menambah ilu
pengetahuan tentang manajemen organisasi yang baik.
2. Lemahnya dukungan yang diberikan masyarakat terhadap perkembangan
majelis taklim PRISTA
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan ketua PRISTA tentang
peran serta dan dukungan masyarakat terhadap majelis taklim PRISTA masih
sangat rendah hal ini dibuktikan dengan sikap tidak perdulinya dari masyarakat
terhadap kemunduran yang terjadi di majelis taklim PRISTA. Hal ini disebabkan
karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman warga tentang pentingnya
keberadaan majelis taklim PRISTA.30
Menurut peneliti, hal yang harus dilakukan oleh ketua adalah menjalin
komunikasi yang harmonis kepada masyarakat terutama kepada para tokoh
masyarakat setempat, untuk bersama-sama mencari jalan keluar dari
permasalahan yang dihadapi oleh majelis taklim PRISTA.
30 Ali Rahman Ketua Persatuan Remaja Meruyung, Wawancara Pribadi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uraian, pengolahan dan analisis data yang penulis
lakukan yang telah terurai dari bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Upaya pembinaan yang dilakukan majelis taklim Persatuan Remaja Islam
(PRISTA) di Kelurahan Meruyung hanya terbatas pada kegiatan pengajian
yang dilakukan setiap seminggu sekali, dalam kegiatan pembinaan yang
dilakukan oleh majelis taklim “PRISTA” tidak melalui prosedur penyusunan
program pembinaan yang baik, sehingga kegiatan pengajian yang dilakukan
tidak sampai pada tujuan yang hendak dicapai atau hanya rutinitas yang tidak
memiliki target yang hendak dicapai, seperti menentukan materi serta metode
pengajian yang masih belum tersusun dan tujuan setiap materi tidak
dirumuskan, lalu metode penyampaian yang masih hanya terfokus kepada
metode ceramah saja, padahal metode penyampaian materi tidak hanya
ceramah saja akan tetapi bisa menggunakan variasi metode yang tujuannya
agar anggota tidak hanya menjadi obyek pembinaan saja lebih dari itu anggota
juga bisa menjadi subjek pembinaan dengan segala pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki oleh anggota. Begitu juga degan guru yang belum
64
65
bisa meguasai metodologi penyampaian, hal tersebut perlu di program
kembali agar kegiatan pengajian bisa efektif sampai kepada tujuan.
2. Faktor yang menjadi penghambat majelis taklim “PRISTA” dalam pembinaan
keagamaan remaja, dibagi menjadi dua faktor yakni:
1) Faktor intern seperti tidak sehatnya struktur kepengurusan yang
menyebabkan terjadinya kefakuman terhadap program kerja yang sudah
dirumuskan. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan pengurus
tentang dasar-dasar organisasi.
2) Faktor ekstern meliputi kurangnya perhatian dari senior tentang
perkembangan majelis taklim PRISTA. Serta kurangnya dukungan dari
masyrakat sekitar terhadap kemunduran yang terjadi di majelis taklim
PRISTA.
B. Saran
1. Untuk para pengurus majelis taklim hendaknya memiliki keterampilan
berorganisasi dan keterampilan manajemen untuk dapat mengolah majelis
taklim dengan menggunakan manajemen organisasi yang baik agar kegiatan
yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang
diharapkan.
2. Kepada para pengurus majelis taklim untuk memberikan materi haruslah
mengetahui metode penyampaian materi agar anggota tidak merasa bosan dan
jenuh dengan kegiatan pengajian yang dilakukan setaip seminggu sekali.
66
3. Kepada majelis taklim PRISTA agar terus meningkatkan kreatifitasnya
dengan menyesuaikan kondisi masyarakat yang terus berubah sesuai dengan
perkembangan zaman.
4. Dalam hal pembinaan keagamaan remaja, hendaknya PRISTA membuat
rumusan program yang jelas agar kegiatan tersebut bisa sampai kepada tujuan
yang telah dirumuskan.
5. Kepada para pengurus majelis taklim “PRISTA” hendaknya merapatkan
kembali dengan menjalankan program kerja yang belum terlaksana.
DAFTAR PUSTAKA
Abda, Slamet Muhaemin. Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, (Surabaya: Nasional, 1992)
Abidin, Djamalul. Komunikasi dan Bahasa Dakwah, (Jakarta: Gema Insani Press,
1996), Cet ke-1. Ardani, Moh. Memahami Permasalahan Fikih Dakwah, (Jakarta: Mitra Cahaya
Utama, 2006). Arifin, Tatang M. Menyusun Rencana Penelitian (Jakarta: Rajawali Press, 1968) Bachtiar, Wardi. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. (Jakarta: Logos, 1997) Cet.
Ke 1. Darmanto, Antonius. Teknik Penelitian Naskah Acara Siaran Radio, (Yogyakarta:
Penerbitan Atma Jaya, 1998), cet ke-1. Departemen Program TVRI, Standar Operating Procedure, (Jakarta: PT. TVRI,
2008) Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka) cet ke 1, Dominick, Joseph R. The Dynamics of Mass Communication. New York: Random
House Effendy, Onong Uchjana. Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004). Effendy, Onong Uchjana. Dimensi-dimensi Komunikasi, (Bandung: Mandar Maju,
1986). Ghazali, M. Bahri. Dakwah Komunikatif, (Jakarta; CV Pedoman Ilmu, 1997), cet.
Ke-1. Gough, Howard. Programa Radio, (Jakarta: The Asia Foundation, 1999).
Karlinah, Buku Materi Pokok Komunikasi Massa, (Jakarta: Universitas terbuka, 1999) cet ke-1.
Kertapati, Ton. Dasar-dasar Publisistik dalam Pengembangannya Menjadi Ilmu
Komunikasi, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), cet. Ke-3. Kusnadi, Wawan. Komunikasi Massa: Sebuah Analisis Media Televisi, (Jakarta:
Rineka Cipta 1996) Latif, Nasrudin. Teori dan Praktek Dakwah Islamiyah, (Jakarta: Firma Dara,
1998) Masduki. Jurnalistik radio Menata Profesionalisme Reporter Dan Penyiar,
(Yogyakarta:LKIS, 2004), cet. Ke 3 Masduki, Menjadi Broadcaster Profesional, (Yogyakarta: Pustaka populer LKIS,
2004), cet ke-1. Prayudha, Harley. Radio: Penyiar its not just talk, ( Jawa Timur: Bayumedia
Publishing). Rachmatie, Atie. Radio Komunitas, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007). Rakhmat, Jalaludin. Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007). Soebroto, Darwanto Sastro. Produksi Acara Televisi. Soenarto, RM. Programa Televisi Dari Penyusunan Sampai Pengarug Siaran,
(Jakarta: FFTV-IKJ Press, 2007). Suprapto, Tommy. Berkarier di Bidang Broadcasting, (Yogyakarta: Media
Pressindo, 2006). Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Wibowo, Fred. Teknik Produksi Program Televisi, (Yogyakarta: Pinus, 2007), cet.
Ke-1
SUMBER INTERNET
- http://www.pdfqueen.com/html/aHR0cDovL2RpZ2lsaWIucGV0cmEuYWMuaWQvaml
1bmtwZS9zMS9pa29tLzIwMDgvaml1bmtwZS1ucy1zMS0yMDA4LTUxNDA0MDQ0LTkxODIt
cGVueWlhcmFuLWNoYXB0ZXIyLnBkZg
- http://emteika.wordpress.com/2008/08/19/media-radio-dan-siaran-radio-
pendidikan/
- http://www.total.or.id/info.php?kk=Frequency%20Modulation
- http://dodimawardi.wordpress.com/2008/09/08/produksi-siaran-radio-pekan-
1/
- http://www.rribogor.info/sejarah-rri.html
- http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id
=27622:-rri-tetap-eksis-bersaing-dengan-radio-
swasta&catid=14&Itemid=27