Upload
duongduong
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN DAMPAKNYA
TERHADAP STOK KARBON PERMUKAAN
PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG
ARIEF NUGROHO NUR PRASETYO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2 0 1 3
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini menyatakan bahwa tesis Perubahan Penutupan Lahan dan
Dampaknya Terhadap Stok Karbon Permukaan pada Daerah Aliran Sungai
Ciliwung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2013
Arief Nugroho Nur Prasetyo
E451090101
iii
ABSTRACT
Arief Nugroho Nur Prasetyo. Land Covers Change and Its Impact to Carbon
Stocks in Ciliwung Watershed. Under Supervision of Basuki Wasis as chairman,
Bambang Hero Saharjo and Hadi Susilo Arifin as members.
Changes in land cover will affect the ecological condition of the
watershed. Currently, the conversion of natural forests into agricultural land has
been one of the main factors of deforestation in Indonesia. The land covers
dynamic could give impact to erosion, increase run off and sedimentation, loss of
biodiversity, change of micro climate, the release of Carbon and Green House
Gas (GHG)into the air, etc. This problem has been going on in Ciliwung
watershed. Forest area, as sources of Carbon deposits and Carbon absorbents,
has limited area along with increasing extents of build up areas. Therefore, it’s
estimated the ecological changes will be extended, then will affect the amount of
Carbon stocks in Ciliwung watershed. The objectives of research are: to
determine land cover changes during the last twenty years, to analyze actual
Carbon stocks in Ciliwung watershed, and to analyze the effect of land cover
changes in over twenty years of greenhouse gases, especially CO2. This research
used three samples plot on each of the existing land cover. Biomass approach was
used in order to estimate Carbon stock. Changes in Carbon stocks were
calculated by using interpolation based on the actual Carbon stocks in 2011. The
research results showed that build up areas was increased 153,36% during twenty
years. The highest potencial Carbon stocks was found in pines forests, which is
144,99 tons/ha. Over the last twenty years, Carbon stocks in Ciliwung watershed
is increased 188.676,32 tons carbon or 692.442,08 tons CO2e.
Key word: biomass approach, CO2, Green House Gas, twenty years.
iv
RINGKASAN
Arief Nugroho Nur Prasetyo. Perubahan Penutupan Lahan dan Dampaknya
Terhadap Stok Karbon Permukaan pada Daerah Aliran Sungai Ciliwung.
Dibimbing oleh Basuki Wasis sebagai ketua, Bambang Hero Saharjo dan Hadi
Susilo Arifin sebagai anggota.
Perubahan pada penutupan lahan akan mempengaruhi kondisi ekologis
suatu DAS. Saat ini, konversi hutan alam menjadi areal pertanian telah menjadi
salah satu penyebab utama deforestasi di Indonesia. Perubahan tersebut dapat
berdampak pada erosi, peningkatan aliran permukaan dan sedimentasi, kehilangan
bodiversiti, perubahan iklim mikro, pelepasan karbon dan Gas Rumah Kaca
(GRK) ke udara, dll. Salah satu yang mengalami masalah ini adalah DAS
Ciliwung. Areal hutan, sebagai sumber simpanan dan penyerap karbon, pada DAS
Ciliwung semakin sempit, seiring dengan bertambahnya luasan ruang terbangun.
Sehingga, dapat diperkirakan perubahan ekologi akan terus terjadi, dan akan
mempengaruhi jumlah stok karbon di DAS Ciliwung. Tujuan dari penelitian ini
adalah: untuk menganalisa perubahan penutupan lahan selama dua puluh tahun
terakhir, untuk menganalisa karbon aktual di DAS Ciliwung, dan untuk
menganalisa dampak dari perubahan penutupan lahan selama dua puluh tahun
terhadap kondisi GRK terutama CO2.
Peta penutupan lahan yang didapat dari BAPLAN digunakan untuk
menganalisa perubahan penutupan lahan sejak tahun 1990 – 2011. Pengukuran
lapang dilakukan pada 7 klasifikasi penutupan lahan, yaitu kelas hutan alam ,
hutan tanaman, perkebunan, ruang terbangun, pertanian lahan kering, sawah, dan
semak. Penelitian ini menggunakan tiga kali ulangan pada setiap penutupan lahan.
Pendekatan biomassa digunakan untuk memperkirakan stok karbon. Stok karbon
aktual DAS Ciliwung tahun 2011 didapat dari akumulasi stok karbon pada tiap
penutupan lahan. Perubahan stok karbon dihitung dengan cara interpolasi
berdasarkan stok karbon aktual tahun 2011.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perubahan tutupan lahan di DAS
Ciliwung selama dua puluh tahun (1990-2011). Perubahan terbesar adalah
bertambahnya tutupan permukiman yang semula 7.294,38 ha pada tahun 1990,
menjadi 18.480,82 ha pada tahun 2011 yang berarti meningkat sebesar 153,36%
dari tahun 1990 atau sebanyak 28,97% dari total luasan DAS Ciliwung.
Tutupan lahan pada DAS Ciliwung memiliki cadangan potensi karbon
yang bervariasi dari 2,50–144,99 ton/ha. Tutupan ruang terbangun memiliki
cadangan karbon sebesar 2,53 ton/ha. Tutupan pertanian lahan kering memiliki
cadangan karbon sebesar 4,44 ton/ha. Tutupan sawah memiliki cadangan karbon
sebesar 4,61 ton/ha. Tutupan semak memiliki cadangan karbon sebesar 6,15
ton/ha. Tutupan kebun memiliki cadangan karbon sebesar 29,77 ton/ha. Tutupan
hutan alam memiliki cadangan karbon sebesar 111,20 ton/ha. Tutupan hutan
tanaman memiliki cadangan karbon sebesar 144,99 ton/ha. Dalam skala DAS,
cadangan karbon pada DAS Ciliwung di tahun 2011 adalah sebesar 1.092.341,80
ton karbon.
Perubahan tutupan ruang terbuka hijau menjadi tutupan ruang terbangun
mengakibatkan kehilangan cadangan karbon. Secara total, selama tahun 1990
sampai 2011 terdapat kecenderungan yang meningkat terhadap cadangan karbon
v
di DAS Ciliwung yaitu meningkat sebesar 69.403,59 ton karbon antara tahun
1990 sampai 2000, dan meningkat sebesar 119.272,72 ton karbon antara tahun
2000 sampai 2011, atau peningkatan total sebesar 188.676,32 ton karbon atau
setara dengan 692.442,08 ton CO2e. Peningkatan disebabkan adanya asumsi
pertumbuhan pada hutan tanaman pinus selama 20 tahun.
Kata kunci: pendekatan biomassa, CO2,Gas Rumah Kaca, dua puluh tahun.
vi
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
kependidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa ijin IPB.
vii
PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN DAMPAKNYA
TERHADAP STOK KARBON PERMUKAAN
PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG
ARIEF NUGROHO NUR PRASETYO
E451090101
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Program Studi Silvikultur Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2 0 1 3
viii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Iwan Hilwan, M. S.
ix
Judul Tesis : Perubahan Penutupan Lahan dan Dampaknya Terhadap
Stok Karbon Permukaan pada Daerah Aliran Sungai
Ciliwung
Nama : Arief Nugroho Nur Prasetyo
NRP : E451090101
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Tanggal Ujian: 10 Desember 2012 Tanggal Lulus:
Dr. Ir. Basuki Wasis, M.S.
Ketua
Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M. Agr.
Anggota I
Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S.
Anggota II
Ketua Program Studi
Silvikultur
Dr. Ir. Basuki Wasis, M.S.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
x
Tulisan ini ku persembahkan untuk
Orang Tua tercinta
Istri dan anak-anakku tersayang
Keluarga besar di Bintaro dan Bogor
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis curahkan kepada Allahswt, Tuhan semesta alam.
Sholawat dan salam tak lupa penulis sampaikan atas tauladan mulia; Rasulullah
Muhammad saw beserta para keluarga dan ummatnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah, dengan rahmat dan karunia Allah, akhirnya penulis bisa
menyelesaikan penelitian yang berjudul ”Perubahan Penutupan Lahan dan
Dampaknya Terhadap Stok Karbon Permukaan pada Daerah Aliran Sungai
Ciliwung” ini. Selama dua puluh tahun lebih penulis tinggal di DAS Ciliwung,
dan selama itu pula penulis merasakan perubahan yang terjadi pada DAS tersebut.
Tesis ini dibuat sebagai wujud keprihatinan penulis terhadap kondisi penutupan
lahan terutama pada DAS Ciliwung sejak dua puluh tahun terakhir.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Basuki Wasis, Prof.
Bambang Hero Saharjo, dan Prof. Hadi Susilo Arifin sebagai dosen pembimbing
tesis atas segala bimbingan dan sarannya untuk penyelesaian tulisan ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu
kelancaran penyusunan tulisan ini. Ucapan terima kasih tak terhingga juga penulis
sampaikan kepada Inna Novianty, Anisah Arienna NP, Anna Hafidzotusholihah
NP, keluarga kecilku yang senantiasa menemani perjuangan penulis
menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Mama’
dan Bapak atas kegigihan dan semangat pantang menyerah. Juga kepada keluarga
penulis di Bogor, ibu, bapak, dan kakak tercinta atas segala kasih sayang, doa, dan
dukungan. Terima kasih kepada teman-teman mahasiswa Mayor Silvikultur
Tropika Sekolah Pascasarjana IPB
Akhirnya penulis tetap berharap adanya kritik dan saran dari para
pembaca sebagai masukan bagi penulis. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi
para pembacanya, terutama bagi pemerintah selaku pengambil kebijakan.
Bogor, Maret 2013
Penulis
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Arief Nugroho Nur Prasetyo ini,
merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Dilahirkan di Jakarta pada tanggal
08 Juli 1984 dari pasangan Nanik Sri Mulyani (ibu) dan Djoko Setyono (bapak).
Penulis memiliki seorang istri bernama Inna Novianty, dan dua orang putri
bernama Anisah Arienna Nur Prasetyo, dan Anna Hafidzotusholihah Nur
Prasetyo.
Penulis memulai pendidikan di TK Kartika Jaya Jakarta Selatan pada
tahun 1990, yang dilanjutkan ke SD Negeri 03 Pagi Jakarta Selatan hingga tahun
1996. Kemudian penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 177 Jakarta Selatan dan
SMU Negeri 47 Jakarta Selatan, masing-masing lulus pada tahun 1999 dan 2002.
Pada tahun 2002 pula, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Departemen Manajemen Hutan,
Program Studi Silvikultur.
Tahun 2008 penulis menjadi pengajar di Sekolah Alam Depok dan
beberapa tempat bimbingan belajar. Tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan
di Sekolah Pascasarjana IPB Program Mayor Silvikultur Tropika. Pada tahun
2010-2011 penulis berkesempatan mengikuti program student exchange di IDEC-
Hiroshima University, Jepang. Saat ini penulis bekerja di perusahaan agroforestri
nasional di Kota Bogor.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................... 2
1.3 Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................... 3
1.4 Tujuan ......................................................................................... 4
1.5Manfaat ......................................................................................... 4
1.6 Batasan Penelitian ....................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5
2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) ...................................................... 5
2.2 Perubahan Tutupan Lahan........................................................... 5
2.3 Biomassa dan Karbon Stok ......................................................... 6
2.4 Sekuestrasi Karbon...................................................................... 8
2.5 Efek Rumah Kaca ....................................................................... 9
2.6 Perubahan Iklim .......................................................................... 11
BAB III BAHAN DAN METODE .................................................................. 13
3.1 Lokasi dan Waktu ..................................................................... 13
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................... 13
3.3 Variabel yang Diamati ............................................................... 13
3.4 Desain Sampling ....................................................................... 13
3.5 Diagram Alir Penelitian ............................................................. 14
3.6 Analisis Perubahan Penutupan Lahan ........................................ 15
3.7 Penilaian Stok Karbon................................................................ 16
3.8 Penilaian Dampak Perubahan RTH Terhadap
Peningkatan GRK ...................................................................... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 25
4.1 Hasil
4.1.1 Analisis Situasional Wilayah Penelitian ........................... 25
4.1.2 Tutupan Lahan .................................................................. 29
4.1.3 Analisis Cadangan Karbon Aktual .................................... 39
4.1.4 Potensi Cadangan Karbon dalam Skala DAS ................... 46
4.2 Pembahasan
4.2.1 Perubahan Ruang Terbuka Hijau (RTH)........................... 46
4.2.2 Analisis Konversi Perubahan RTH ................................... 51
4.2.3 Dampak Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Kondisi
Gas RumahKaca (GRK) .................................................... 52
4.2.4 Upaya Meningkatkan Cadangan Karbon .......................... 55
iv
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 59
5.1 Simpulan .................................................................................... 59
5.2 Saran ........................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 61
LAMPIRAN .................................................................................................... 65
v
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Persentase perubahan penutupan lahan selama dua dekade (1989-2009) pada
DAS Cisadane dan Ciliwung ....................................................................... 6
2. Daya rosot karbondioksida pada 5 jenis tanaman hutan kota ...................... 8
3. Daya rosot karbondioksida pada 25 jenis tanaman hutan kota .................... 9
4. Penutupan lahan DAS Ciliwung tahun 2011 ............................................... 29
5. Luas, jumlah dan kepadatan penduduk di DAS Ciliwung ........................... 31
6. Jenis pohon yang terdapat pada ruang terbangun di DAS Ciliwung ........... 33
7. Jenis vegetasi yang terdapat pada kebun/kebun campuran .......................... 34
8. Jenis vegetasi yang ditemukan di hutan alam TWA Telaga Warna............. 36
9. Potensi karbon pada berbagai penutupan lahan di DAS Ciliwung .............. 39
10. Perubahan penutupan lahan selama dua dekade di DAS Ciliwung ............. 47
11. Kontingensi penutupan lahan DAS Ciliwung tahun 1990-2000 .................. 50
12. Kontingensi penutupan lahan DAS Ciliwung tahun 2000-2011 .................. 50
13. Cadangan karbon pada tiap tutupan lahan tahun 1990, 2000, 2011 di
DAS Ciliwung .............................................................................................. 52
14. Estimasi kehilangan cadangan karbon akibat konversi RTH menjadi
ruang terbangun di DAS Ciliwung tahun 1990 – 2000 ................................ 54
15. Estimasi kehilangan cadangan karbon akibat konversi RTH menjadi
ruang terbangun di DAS Ciliwung tahun 2000 – 2011 ................................ 54
vi
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ....................................................................... 3
2. Perubahan penutupan lahan DAS Cisadane dan Ciliwung tahun 1989-2009 . 6
3. Diagram alir penelitian .................................................................................... 14
4. Sub-plot contoh untuk pengukuran biomassa dan nekromassa....................... 17
5. Bentuk kuadran untuk pengambilan contoh tumbuhan bawah dan serasah .... 19
6. Penempatan kuadran (titik contoh) dalam sub-plot ........................................ 19
7. Kelas penutupan lahan di DAS Ciliwung tahun 2011 .................................... 30
8. Salah satu bentuk ruang terbangun di DAS Ciliwung (2012) ......................... 32
9. Kebun teh dan kebun campuran di hulu DAS Ciliwung (2011) ..................... 34
10. Tutupan vegetasi di TWA Telaga Warna (2011) ............................................ 35
11. Salah satu tutupan vegetasi pertanian lahan kering di DAS Ciliwung(2011) . 37
12. Sebagian areal hutan tanaman pinus di DAS Ciliwung (2012)....................... 37
13. Penutupan semak di DAS Ciliwung (2012) .................................................... 38
14. Areal persawahan di tepi Sungai Ciliwung (2011) ......................................... 39
15. Perubahan penutupan lahan di DAS Ciliwung ............................................... 49
16. Komposisi cadangan karbon pada berbagai tahun di DAS Ciliwung ............. 56
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggung-
punggung gunung di mana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung
oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke
sungai utama (Asdak 2002), karena setiap permukaan bumi memiliki ketinggian
dan kemiringan tertentu dan mengalirkan air hujan (presipitasi), pada akhirnya
akan membentuk DAS. Pada hakikatnya seluruh daratan di muka bumi ini terbagi
habis atas DAS (BP DAS Musi 2009).
Berdasarkan susunan ekologis, DAS memiliki ekosistem daratan yang
lengkap. MenurutDixon dan Easter (1986) dalam Anonim (2010) disebutkan
bahwa DAS merupakan penyatu ekosistem alami antara wilayah hulu (dari
puncak gunung/bukit) dengan wilayah hilir (sampai dengan muara sungai dan
wilayah pantai yang masih terpengaruh daratan) melalui siklus/daur hidrologi/air.
Oleh karena itu, DAS sering kali dijadikan sebagai basis ekologis dalam
melakukan berbagai riset penelitian.
Perubahan penggunaan lahan akan memengaruhi kondisi ekologis dari
suatu DAS tertentu. Perubahan itu dapat berupa erosi, peningkatan aliran
permukaan (run off), peningkatan sedimentasi, kehilangan keanekaragaman
hayati, perubahan iklim mikro, pelepasan karbon ke udara, peningkatan Gas
Rumah Kaca (GRK), atau lainnya. Hasil penelitian Pudjiharta dan Basuki (1990)
yang membandingkan dua DAS yang berbeda penutupan lahannya di Provinsi
Bali memperlihatkan di Sub DAS Pulukan yang 82% lahannya tertutup hutan
primer memiliki distribusi yang teratur dengan perbandingan debit maksimum dan
minimum 2 : 1, sedangkan di Sub DAS Yeh Leh yang lahannya tertutup kopi
memiliki fluktuasi debit maksimum dan minimum 1 : 1.
Hasil penelitian Tomich et al. (1997) yang disitasi oleh Hairiah dan
Rahayu (2007) memperlihatkan bahwa cadangan karbon (C) yang tersimpan pada
hutan alam jauh lebih besar dari tata guna lahan yang lainnya. Oleh karena itu,
hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan seresah
2
yang banyak merupakan gudang penyimpan C tertinggi. Bila hutan diubah
fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau pemukiman, maka
jumlah C tersimpan akan merosot (Hairiah dan Rahayu 2007).
Saat ini, konversi hutan alam menjadi lahan pertanian telah menjadi salah
satu penyebab utama deforestrasi di Indonesia (Sulistyawati, Ulumudin, dan Zuhri
2008). Salah satu di antara yang mengalami perubahan itu adalah DAS Ciliwung.
Menurut Kaswanto, Nakagoshi, dan Arifin (2010), luasan hutan, sebagai sumber
simpanan dan penyerap karbon, pada DAS Ciliwung semakin sempit, seiring
dengan bertambahnya luasan permukiman.
Selain itu, di sepanjang DAS ini terdapat tiga kota besar, yaitu ibu kota
Jakarta, dan dua kota satelit yang masih terus membangun; Bogor dan Depok.
Sehingga, bila kondisi ini terus berlanjut, dapat diperkirakan akan terus terjadi
perubahan ekologis yang akan berpengaruh terhadap stok karbon di DAS
Ciliwung.
Di sisi lain, Pemerintah Indonesia telah membuat target yang jelas serta
berupaya keras untuk mengurangi GRK dari emisi karbon sampai lebih dari 26%
pada 2020 dengan menggunakan biaya sendiri, atau 41% dengan bantuan
internasional (Pepres RI No. 61 Tahun 2011). Untuk itu analisis perubahan karbon
yang ditimbun (stokkarbon) dan karbon yang diserap per tahunnya dalam setiap
lahan di DAS Ciliwung menjadi perlu dilakukan, dengan harapan dapat turut
membantu program pemerintah untuk memperkirakan akibat yang terjadi terhadap
kondisi GRK di DAS Ciliwung karena perubahan penutupan lahan selama dua
dekade ini.
1.2 Perumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang diajukan pada penelitian ini:
1. Bagaimanakah perubahan penutupan lahan yang terjadi sejak tahun 1990 –
2011 di DAS Ciliwung?
2. Berapa stok karbon aktual tahun 2011 yang tersimpan pada keseluruhan DAS
Ciliwung?
3. Apa dampak konversi Ruang Terbuka Hijau (RTH) sejak tahun 1990 – 2011
terhadap stok karbon di DAS Ciliwung?
3
1.3 KerangkaPemikiranPenelitian
Penelitian ini mendasarkan pada DAS Ciliwung sebagai basis ekologis
penelitian dengan mengamati perubahan penutupan lahannya secara temporal.
Analisis perubahan ruang terbuka hijau (RTH) dilakukan melalui dua pendekatan,
yaitu: secara pengecekan lapang langsung, dan melalui analisis citra multi
temporal.
Pengecekan lapang langsung akan menghasilkan jumlah karbon tersimpan
pada tiap penutupan lahan, dan jumlah karbon tersimpan aktual di DAS Ciliwung
secara keseluruhan. Sedangkan pengolahan citra multi temporal akan
menghasilkan analisis perubahan RTH. Berdasarkan jumlah karbon tersimpan per
penutupan lahan dan karbon tersimpan actual keseluruhan, serta data analisis
perubahan RTH, maka akan dapat diketahui jumlah stok karbon secara temporal.
Akhirnya, dapat diketahui pula dampak perubahan RTH terhadap stok karbon dan
GRK di DAS Ciliwung.
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
4
1.4 Tujuan
Tujuan penelitian ini, adalah:
1. Menganalisis perubahan RTH sejak tahun1990 – 2011.
2. Menganalisis jumlah karbon tersimpan pada tiap penutupan lahan di DAS
Ciliwung.
3. Menilai dampak perubahan RTH sejak tahun1990 – 2011 terhadap kondisi
GRK di DAS Ciliwung.
1.5 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, antara lain:
1. Memberikan informasi kepada pemerintah dan masyarakat umum tentang
perubahan penutupan lahan di DAS Ciliwung.
2. Memberikan informasi kepada pemerintah dan masyarakat umum tentang
perubahan kondisi emisi GRK di DAS Ciliwung.
1.6 Batasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah karbon permukaan
tersimpan pada DAS Ciliwung berdasarkan karbon tersimpan di tiap penutupan
lahannya. Data ini diperoleh melalui pengukuran lapang karbon pada biomassa
dan nekromassa tumbuhan dari beberapa plot sampel yang mewakili tiap
penutupan lahan. Hasil pengukuran dalam skala plot ini dikonversi ke skala
penutupan lahan. Hasil pengukuran dalam skala penutupan lahan dikonversi ke
dalam skala DAS. Selain itu, dilakukan juga analisis perubahan penutupan lahan
sejak tahun 1990 – 2011 untuk mengetahui dampak perubahan penutupan lahan
terhadap stok karbon di DAS Ciliwung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggung-
punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung
oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke
sungai utama (Asdak 2002). Setiap permukaan bumi memiliki ketinggian dan
kemiringan tertentu dan mengalirkan air hujan (presipitasi), pada akhirnya akan
membentuk DAS,sehingga pada hakikatnya seluruh daratan di muka bumi ini
terbagi habis atas DAS (Santoso 2011).
Berdasarkan susunan ekologis, DAS memiliki ekosistem daratan yang
lengkap. Menurut Dixon dan Easter (1986) dalam Litbang Dephut (2010)
disebutkan bahwa DAS merupakan penyatu ekosistem alami antara wilayah hulu
(dari puncak gunung/bukit) dengan wilayah hilir (sampai dengan muara sungai
dan wilayah pantai yang masih terpengaruh daratan) melalui siklus/daur
hidrologi/air, oleh karena itu, DAS seringkali dijadikan sebagai basis ekologis
dalam melakukan berbagai riset penelitian.
2.2 Perubahan Tutupan Lahan
Laju kehilangan hutan (deforestasi) pada tahun 1980 di Indonesia rata-rata
1 juta ha per tahun dan meningkat menjadi1.7 juta ha per tahun pada 10 tahun
berikut (1990) dan pada tahun 1996 tercatat 2 juta ha per tahun (Intip Hutan
2003). Kondisi ini diperparah dengan meningkatnya perambahan hutan pasca
1998 di mana setengah dari luas hutan di Indonesia sudah terfragmentasi oleh
jaringan jalan, jalur akses dan pembukaan lahan untuk perkebunan dan hutan
tanaman industri serta kebakaran hutan yang cukup luas baik yang diakibatkan
oleh pembukaan hutan untuk lahan perkebunan maupun akibat adanya El Nino
sehingga penurunan luas hutan alam tropika menjadi semakin cepat (Intip Hutan
2003). Menurut Kaswanto et al. (2010), terjadi pula perubahan penutupan lahan di
DAS Cisadane dan Ciliwung yang terutama didominasi oleh ruang terbangun
yang menggantikan areal yang lainnya (Gambar 2 dan Tabel 1).
6
Gambar 2 Perubahan penutupan lahan DAS Cisadane tahun 1989 – 2009
(Kaswanto et al. 2010).
Menurut Kaswanto et al. (2010), luas penutupan ruang terbangun selama
dua dekade (1989-2009) di DAS Cisadane dan Ciliwung terus mengalami
kenaikan. Pada DAS Cisadane luas peningkatan tersebut sebesar 12,70%,
sedangkan pada DAS Ciliwung sebesar 20,49% (Tabel 1).
Tabel 1 Persentase perubahan penutupan lahan selama dua dekade (1989-
2009) pada DAS Cisadane dan Ciliwung
Tipe penutupan lahan DAS Cisadane DAS Ciliwung
Perubahan(%) Hutan -8,95 -25,78 Padang rumput -10,38 -1,84 Lahan pertanian 6,64 7,13 Ruang terbangun 12,70 20,49
Sumber: Kaswanto et al. (2010)
2.3 Biomassa dan Karbon Stok
Biomassa adalah total berat atau volume organisme dalam suatu area atau
volume tertentu (IPCC1995). Biomassa juga didefinisikan sebagai total jumlah
materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan
7
ton berat kering per satuan luas (Brown 1997). Konversi biomassa menjadi karbon
didekati dengan menggunakan koefisien standar, yaitu Karbon = 0,55 x biomassa
(Mac Dicken 1998 dalam Lal 2005). Menurut Hernandez et al. (2011), stok
karbon didapat dari: Stok karbon(total) = C dalam biomassa (atas dan bawah) +
karbon tanah.
Vegetasi hutan dan tanah mengandung sekitar 1.240 Pg Karbon (C)
(Dixon et al. 1994 dalam Lal 2005), dan stok karbon bervariasi berdasarkan lokasi
lintang bumi. Dari total stok karbon yang ada dalam biomassa hutan, 37% berada
di hutan pada garis lintang bawah, 14% berada pada garis lingtang tengah, dan
49% berada pada garis lintang atas. Kerapatan karbon tumbuhan bawah akan
meningkat seiring berkurangnya garis lintang dari tundra sampai hutan hujan
tropis. (Fisher 1995 dalam Lal 2005).
Berdasarkan Kondo et al. (2010), luasan hutan tropis hanya 5% dari
keseluruhan permukaan daratan di bumi, namun mengandung stok karbon sebesar
45% dari keseluruhan stok karbon yang ada, sehingga sedikit saja perubahan yang
terjadi pada hutan tropis, akan sangat berpengaruh pada siklus karbon dunia.
Aktivitas kehutanan berpengaruh luas, baik sebagai sumber terjadinya GRK (gas
rumah kaca), khususnya CO2 atau sebaliknya, dalam kegiatan pengurangan emisi
dan penambatan karbon. Secara mendasar ada tiga macam praktek pengelolaan
hutan yang dapat dilakukan untuk memperkecil laju peningkatan karbon dioksida
di atmosfer (Brown et al. 1996; Watson et al.1996), yaitu (1) pengelolaan untuk
mengkonservasi karbon, (2) pengelolaan untuk pengambilan dan penyimpanan
karbon dan (3) pengelolaan untuk mencari substitusi karbon (Rusolono 2006).
Jaringan tumbuhan bervariasi kandungan karbonnya.Batang dan buah
mempunyai lebih banyak karbon per satuan beratnya dibanding dengan daun,
tetapi tumbuhan umumnya mempunyai beberapa jaringan yang banyak karbon
dan beberapa jaringan lagi sedikit karbon, dengan konsentrasi karbon rata-rata
sekitar 45-50% yang telah diterima secara umum (Chan 1982 dalam Rusolono
2006).Jumlah karbon yang disimpan di dalam pohon atau hutan dapat dihitung
jika diketahui jumlah biomassa atau jaringan hidup tumbuhan di hutan tersebut
dan memberlakukan suatu faktor konversi.
8
2.4 Sekuestrasi Karbon
Sekuestrasi karbon umumnya diartikan sebagai pengambilan CO2 secara
(semi) permanen oleh tumbuhan melalui fotosintesis dari atmosfer ke dalam
komponen organik, atau disebut juga fiksasi karbon (Hairiah et al. 2001b disitasi
oleh Rusolono 2006). Menurut Grey dan Deneke (1976) yang disitasi oleh Irwan
(1997) menyatakan bahwa setiap tahun vegetasi di bumi mempersenyawakan
sekitar 150.000 juta ton CO2 dan 25.000 juta ton hidrogen dengan membebaskan
400.000 juta ton O2 ke atmosfer, serta menghasilkan 450.000 juta ton zat-zat
organik. Setiap jam 1 ha daun hijau menyerap 8 kg CO2 yang ekuifalen dengan
CO2 yang dihembuskan oleh nafas manusia sekitar 200 orang dalam waktu yang
sama sebagai hasil pernafasannya.
Tanaman khususnya yang berdaun hijau mempunyai kemampuan serapan
CO2 (karbon sekuestrasi) yang berbeda-beda. Karyadi (2005) dalam Mayalanda
(2008) melakukan penelitian mengenai daya rosot CO2 terhadap 5 jenis tanaman
hutan kota di Kampus IPB Dramaga (Tabel 2).
Tabel 2 Daya rosot karbondioksida pada 5 jenis tanaman hutan kota
No. Jenis Daya rosot CO2 (g/m2/hari)
Daya rosot bersih CO2 per pohon (g/phn/hari)
1. Jati 6,32 298,04 2. Kenari 1,55 363,54 3. Mangga 9,93 1246,64 4. Sawo duren 6,63 648,51 5. Tanjung 7,77 1622,45
Sumber : Karyadi (2005)
Purwaningsih (2007) juga melakukan penelitian terhadap 25 jenis tanaman
hutan kota untuk mengenai daya rosot CO2 dengan menggunakan metode yang
sama. Hasil penelitiannya menunjukkan daya rosot yang berbeda-beda antar
masing-masing jenis (Tabel 3).
9
Tabel 3 Daya rosot karbondioksida pada 25 jenis tanaman hutan kota
No. Jenis Tanaman Daya rosot bersih CO2 tiap pohon
(g/jam)
Daya rosot bersih CO2 per ha
(× 103 g/jam)
1. Flamboyan 1,430 0,572 2. Johar 2,750 1,100 3. Merbau pantai 0,356 1,420 4. Asam 0,118 0,047 5. Kempas 4,970 1,990 6. Sapu tangan 0,107 0,043 7. Bunga merak 0,743 0,297 8. Cassia 1280,000 511,000 9. Krey payung 11,800 4,704 10. Matoa 7,180 2,870 11. Rambutan 0,064 0,026 12. Tanjung 0,102 0,041 13. Sawo kecik 1,840 0,734 14. Angsana 0,217 0,087 15. Dadap 0,136 0,056 16. Trembesi 66,300 26,500 17. Saga 7,400 2,960 18. Asam kranji 0,218 0,087 19. Mahoni 2,500 1,000 20. Khaya 0,605 0,242 21. Pingku 99,300 39,700 22. Beringin 622,000 2490,000 23. Nangka 3,410 5,980 24. Kenanga 22,600 9,030 25. Sirsak 25,500 10,200
Sumber : Purwaningsih (2007)
Jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman
dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya.
Penyimpanan C suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya
baik, atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di atas tanah (biomasa tanaman)
ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah (bahan organik
tanah). Indonesia memiliki berbagai macam penggunaan lahan, mulai dari yang
paling ekstensif misalnya agroforestri kompleks yang menyerupai hutan, hingga
paling intensif seperti sistem pertanian semusim monokultur.
2.5 Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari.
Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk
cahaya tampak. Ketika energi ini tiba di permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya
10
menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap
sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini
berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun
sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah
gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi
perangkap gelombang radiasi ini.
Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang
dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan
Bumi. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana rumah kaca. Dengan semakin
meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang
terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang
ada di bumi. Menurut Soemarwoto (1994), tanpa efek rumah kaca natural ini
maka suhu akan lebih rendah dari yang ada sekarang dan kehidupan seperti yang
ada sekarang tidak mungkin ada. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F),
bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak
ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh
permukaan Bumi.
Tetapi permasalahan akan muncul ketika terjadi konsentrasi gas rumah
kaca pada atmosfer bertambah. Sejak awal revolusi industri, konsentrasi karbon
dioksida pada atmosfer bertambah mendekati 30%, konsetrasi metan lebih dari
dua kali, konsentrasi asam nitrat bertambah 15%. Murdiyarso (1999) menyatakan
bahwa rata-rata konsentrasi CO2 di atmosfer saat ini adalah 358 ppmv (part per
million by volume). Nilai ini merupakan peningkatan yang cukup besar sejak masa
pra-industri yang pada masa itu konsentrasinya sekitar 280 ppmv. Pada tahun
1980-an, laju peningkatan konsentrasi CO2 adalah sekitar 1,5 ppmv/th (0,4%),
kemudian menurun pada awal tahun 1990-an menjadi 0,6 ppmv/th. Penyebab
utama peningkatan laju konsentrasi CO2 ini adalah kegiatan manusia yang
berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil dan penggundulan hutan yang
merupakan cadangan karbon dalam ekosistem daratan. Emisi neto global karbon
pada tahun 1980-an yaitu 1,5 GtC/th.
11
Meningkatnya konsentrasi CO2 dapat pula disebabkan oleh pengelolaan
lahan yang kurang tepat, antara lain pembakaran hutan dalam skala luas secara
bersamaan dan pengeringan lahan gambut untuk pembukaan lahan-lahan
pertanian. Penambahan CO2 tersebut telah meningkatkan kemampuan menjaring
panas pada atmosfer bumi dan mengakibatkan pemanasan global.
2.6 Perubahan Iklim
Iklim (WWF 2012) adalah rata-rata peristiwa cuaca di suatu daerah
tertentu, termasuk perubahan ekstrem musiman dan variasinya dalam waktu yang
relatif lama, baik secara lokal, regional atau meliputi seluruh bumi kita. Menurut
Meehl (2000) yang disitasi oleh Hairiah (2011), perubahan iklim terjadi apabila
terdapat: perubahan rata-rata parameter iklim, perubahan perbedaan parameter
iklim, atau perubahan keduanya yang mengakibatkan kejadian-kejadian ekstrim.
Kaimuddin (2000) dalam LAPAN (2009) dengan analisis spasial bahwa
curah hujan rata-rata tahunan kebanyakan di daerah selatan adalah berkurang atau
menurun sedangkan di bagian Utara adalah bertambah. Iklim di Indonesia telah
menjadi lebih hangat selama abad 20. Suhu rata-rata tahunan telah meningkat
sekitar 0,3oC sejak 1900 dengan suhu tahun 1990-an merupakan dekade terhangat
dalam abad ini dan tahun 1998 merupakan tahun terhangat, hampir 1oC di atas
rata-rata tahun 1961-1990. Peningkatan kehangatan ini terjadi dalam semua
musim di tahun itu. Curah hujan tahunan telah turun sebesar 2 hingga 3 persen di
wilayah Indonesia di abad ini dengan pengurangan tertinggi terjadi selama periode
Desember- Febuari, yang merupakan musim terbasah dalam setahun (LAPAN
2009).
12
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung.
DAS ini memiliki panjang sungai utama sepanjang 124,1 km, dengan luas total
area sebesar 38.610,25 ha. Pengukuran lapang dilakukan pada 7 klasifikasi
penutupan lahan dan 3 kali ulangan pada tiap klasifikasi penutupan
lahan.Penelitian dilakukan mulai bulan September 2011 sampai dengan bulan
Maret 2012.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelititan ini, yaitu:
1. oven
2. timbangan
3. meteran
4. GPS
5. alat dokumentasi
6. program arcview 3.2
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
a) Citra Landsat 7ETM+DAS Ciliwung tahun 1990, 2000, 2011 dari USGS,
skala 1:250.000, resolusi 90 m x 90 m diolah oleh Badan Planologi Nasional
(BAPLAN) tahun 2012.
b) Sampel tumbuhan bawah dan serasah.
c) Kertas label.
d) Kantong plastik sampel.
3.3 Variabel yang Diamati
Beberapa variabel yang diamati dalam penelitian ini antara lain, yaitu:
1. Diameter pohon sampel.
2. Jumlah dan jenis tanaman sampel.
3. Berat biomassa tanaman dan pohon sampel.
4. Perubahan penutupan lahan pada tahun 1990 – 2011.
3.4 Desain Sampling
Rancangan pengambilan sampel dalam penelitian ini antara lain, yaitu:
14
1. Klasifikasi lahan (pengelompokan ke dalam masing-masing penutupan
lahan), dilakukan berdasarkan klasifikasi penutupan lahan tertentu.
Misalnya : hutan alam, hutan tanaman, kebun campuran, lahan pertanian.
2. Pemilihan lokasi plot sampel dilakukan pada lokasi yang dianggap
mewakili tiap penutupan lahan. Ukuran plot sampel berbeda pada tiap
tingkatan tumbuhan yang diukur atau kondisi plot tersebut.
3. Pengukuran diameter dan penentuan jenis pohon serta tanaman.
4. Penentuan kandungan karbon dan biomassa tumbuhan.Penentuan karbon
pada pohon dengan menggunakan konversi Berat Jenis (BJ), sedangkan
pada tumbuhan bawah menggunakan pengovenan.
5. Penelitian ini menggunakan 3 (tiga) kali ulanganpada setiap penutupan
lahan.
3.5 Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian klasifikasi penutupan lahan dan deteksi perubahannya
ditunjukkan pada Gambar 5 (Widayati et al. 2003 dengan perubahan).
Gambar 3 Diagram alir penelitian.
Berdasarkan diagram alir (Gambar 3), maka penelitian ini secara garis besar
dilakukan dengan cara:
15
1. Pengolahan peta multitemporal (tahun 1990, 2000, dan 2011).
2. Penghitungan stok karbon aktual (actual carbon stock) pada tahun 2011
melalui survey lapang (ground survey)dan pembuatan plot contoh.
3. Analisa dampak perubahan RTH terhadap stok karbon melalui interpolasi
stok karbon tahun 2011 dengan peta tutupan lahan tahun 1990 dan 2000.
3.6 AnalisaPerubahan Penutupan Lahan
3.6.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam tahap ini, yaitu: GPS dan
program arcview 3.2.
Bahan-bahan yang digunakan dalam tahap ini, yaitu:
Citra Landsat 7ETM+DAS Ciliwung tahun 1990, 2000, 2011 dari USGS,
skala 1:250.000, resolusi 90x90 m. Deliniasi DAS menggunakan DEM
SRTM 90 m. Pengolahan citra dilakukan olehBadan Planologi Nasional
(BAPLAN) tahun 2012.
3.6.2 Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam tahap ini adalah:
Perubahan penutupan lahan pada tahun 1990 – 2011.
3.6.3 PengolahanPeta Tutupan Lahan
3.6.2.1 Klasifikasi Penutupan Lahan
Klasifikasi penutupan lahan menggunakan data dari Badan Planologi
Nasional (BAPLAN) tahun 2012. Dalam proses klasifikasi ini peta
penutupan lahan dari BAPLAN disesuaikan dengan kebutuhan penelitian
sehingga menjadi beberapa tipe penutupan lahan yang utama saja.
3.6.2.2 Area Contoh
Dataset area contoh dikumpulkan pada saat kegiatan pengukuran
lapangan.Letak area contoh di lapangan direkam dengan GPS (Global
Positioning System). Kelas penutupan lahan yang dapat diidentifikasi di
lapangan selama kegiatanpengukuran lapangan sebanyak 7 kelas.
3.6.4 Analisa Perubahan Penutupan Lahan
Data perubahan penutupan lahan yang digunakan dalam proses ini berupa
data yang berasal dari peta penutupan lahan multiwaktu/temporal. Citra
16
terklasifikasi DAS Ciliwung tahun 1990, 2000 dan 2011 dibandingkan satu
dengan lainnya untuk menghitung perubahan penutupan lahan.
3.7 Penilaian Stok Karbon
Terdapat 3 tahap pengukuran atas karbon (Hairiah, 2007) yaitu:
1. Mengukur biomassa semua tanaman dan nekromassa yang ada pada suatu
lahan
2. Mengukur biomassa tanaman di laboratorium
3. Menghitung kandungan C yang disimpan pada suatu lahan
3.7.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam tahap ini, yaitu:
1. oven
2. timbangan
3. meteran
4. haga
5. GPS
6. alat dokumentasi
Bahan-bahan yang digunakan dalam tahap ini, yaitu:
a) Sampel tumbuhan bawah dan serasah.
b) Kertas label.
c) Kantong plastik sampel.
3.7.2 Variabel yang Diamati
Beberapa variabel yang diamati dalam tahap ini antara lain, yaitu:
1. Diameterdan tinggi pohon sampel.
2. Jumlah dan jenis tanaman sampel.
3. Berat biomassa tanaman dan pohon sampel.
3.7.3 Pengukuran Biomassa danKarbon Tanaman pada Plot Contoh
A. Pengukuran biomassa tanaman pada setiap lahan.
Melibatkan 3 tahap kegiatan:
1. Membuat plot contoh pengukuran (transek pengukuran)
a) Untuk lahan hutan: membuat plot berukuran 5 mx40 m = 200 m
(disebut sub-plot). Sub-plotdipilih pada lokasi yang kondisi
vegetasinya seragam.
b) Plot diberi tanda dengan tali pada keempat sudut sub-plot
17
c) Ukuran sub-plot diperbesar bila dalam lahan yang diamati terdapat
pohon besar (diameter batang > 30 cm) menjadi 20 mx100 m =
2.000m (disebut plot besar).
d) Untuk sistem agroforestri atau perkebunan yang memiliki jarak tanam
antar pohon cukup lebar, dibuat sub-plotbesar ukuran 20 m x 100 m =
2.000 m.
e) Ditentukan pula minimal 6 titik contoh pada setiap sub-plot untuk
pengambilan contoh tumbuhan bawah, seresah dan tanah; setiap titik
berukuran 0,5 m x 0,5 m = 0,25 m .
Gambar 4 Sub-plot contoh untuk pengukuran biomassa dan
nekromassa (Hairiah, 2007).
2. Mengukur biomassa pohon
Pengukuran biomassa pohon dilakukan dengan cara 'non-destructive'
(tidak merusak bagian tanaman).
Cara pengukuran:
a) sub-plot dibagi menjadi 2 bagian, dengan memasang tali di bagian
tengah sehingga ada sub-sub-plot, masing-masing berukuran 2,5m x
40m.
b) Nama setiap pohon dicatat, dan diukur diameter batang setinggi
dadanya (dbh = diameter at breast height = 1,3 m dari permukaan
tanah) semua pohon yang masuk dalam sub-sub-plot sebelah kiri dan
kanan. Pengukuran dbh hanya dilakukan pada pohon berdiameter 5
18
cm hingga 30 cm. Pohon dengan dbh<5 cm diklasifikasikan sebagai
tumbuhan bawah.
c) Khusus untuk pohon-pohon yang batangnya rendah dan bercabang
banyak, misalnya pohon kopi yang dipangkas secara regular, maka
diukur semua diameter semua cabang. Bila pada sub-plot terdapat
tanaman tidak berkeping dua (dikotil) seperti bambu dan pisang,
maka diukur diameter dan tinggi masing-masing individu dalam
setiap rumpun tanaman. Demikian pula bila terdapat pohon tidak
bercabang seperti kelapa atau tanaman jenis palem lainnya.
d) Bila terdapat tunggul bekas tebangan yang masih hidup dengan tinggi
> 50 cm dan diameter > 5 cm, maka diukur diameter batang dan
tingginya.
e) Ditetapkan berat jenis (BJ) kayu dari masing-masing jenis pohon
dengan jalan memotong kayu dari salah satu cabang, lalu ukur
panjang, diameter dan timbang berat basahnya. Dimasukkan dalam
oven, pada suhu 100O C selama 48 jam dan timbang berat keringnya.
Hitung volume dan BJ kayu dengan rumus sebagai berikut:
Volume (cm3) = πR2T Keterangan: R = jari-jari potongan kayu = ½ x Diameter (cm)
T = panjang kayu (cm)
BJ (g/cm3) = Berat kering (g) Volume (cm3)
3. Mengukur biomassa tumbuhan bawah
Pengambilan contoh biomassa tumbuhan bawah dilakukan dengan
metode 'destructive' (merusak bagian tanaman).Tumbuhan bawah
yang diambil sebagai contoh adalah semua tumbuhan hidup berupa
pohon yang berdiameter < 5 cm, herba dan rumput-rumputan.
19
Gambar 5 Bentuk kuadran untuk pengambilan contoh tumbuhan
bawah dan serasah (Hairiah 2007). Cara pengambilan contoh tumbuhan bawah ('understorey')
a. Tempatkan kuadran bambu, kayu atau aluminium di dalam sub-
plot (5 m x 40 m) secara acak.
b. Semua tumbuhan bawah (pohon berdiameter < 5 cm, herba dan
rumbut-rumputan) yang terdapat di dalam kuadran dipotong.
c. Contoh tumbuhan bawah dimasukkan ke dalam kantong.
d. Berat basah daun atau batang ditimbang.
e. Ambil sub-contoh tanaman dari masing-masing biomassa daun
dan batang sekitar 100-300g.
f. Sub-contoh biomassa tanaman yang telah diambil dikeringkan
dalam oven pada suhu 80 OC selama 2 x 24 jam.
g. Timbang berat keringnya.
Gambar 6 Penempatan kuadran (titik contoh) dalam sub-plot
(Hairiah 2007).
20
Pengolahan data
Hitung total berat kering tumbuhan bawah per kuadran dengan rumus
sebagai berikut:
Total BK (g) = BK subcontoh (g)
X Total BB (g) BB subcontoh (g)
Dimana, BK = berat kering dan BB = berat basah
B. Pengukuran Nekromassa tanaman
Lakukan pengambilan contoh 'nekromassa' (bagian tanaman mati)
pada permukaan tanah yang masuk dalam sub-plot (5 m x 40 m)
dan/atau plot besar (20 m x 100 m). Pengambilan contoh nekromassa
yang berdiameter antara 5 cm hingga 30 cm dilakukan pada sub-plot,
sedangkan batang berdiameter > 30 cm dilakukan pada plot besar.
Nekromassa dibedakan menjadi 2 kelompok:
a. Nekromassa berkayu: pohon mati yang masih berdiri maupun yang
roboh, tunggul-tunggul tanaman, cabang dan ranting yang masih
utuh yang berdiameter 5 cm dan panjang 0.5 m.
b. Nekromassa tidak berkayu: seresah daun yang masih utuh (seresah
kasar), dan bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi
sebagian dan berukuran > 2 mm (seresah halus).
a) Nekromassa berkayu
Cara pengukuran:
• Ukur diameter (lingkar batang) dan panjang (tinggi) semua pohon mati
yang berdiri maupun yang roboh, tunggul tanaman mati, cabang dan
ranting.
• Catat dalam blangko pengukuran masing-masing, baik untuk
nekromassa yang berdiameter > 30 cm dan maupun untuk nekromassa
yang berdiameter antara 5 - 30 cm.
• Apabila dalam subplot maupun plot besar terdapat batang roboh
melintang, maka diukur diameter batang pada dua posisi (pangkal dan
21
ujung) dan panjang batang hanya diukur pada contoh yang masuk
dalam sub-plot atau plot besar saja.
• Ambil sedikit contoh kayu ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm, timbang
berat basahnya, masukkan dalam oven suhu 80o C selama 48 jam
untuk menghitung BJnya.
b) Nekromassa tidak berkayu
Cara pengambilan contoh seresah
• Gunakan kuadran kayu/bambu/aluminium. Ambillah contoh seresah
kasar langsung setelah pengambilan contoh biomassa tumbuhan
bawah, lakukan pada titik contoh dan luas kuadran yang sama dengan
yang dipakai untuk pengambilan contoh biomassa tumbuhan bawah.
• Ambil semua sisa-sisa bagian tanaman mati, daun- daun dan ranting-
ranting gugur yang terdapat dalam tiap-tiap kuadran, masukkan ke
dalam kantong kertas dan beri label sesuai dengan kode titik
contohnya.
• Keringkan semua seresah di bawah sinar matahari, bila sudah kering
goyang-goyangkan agar tanah yang menempel dalam seresah rontok
dan terpisah dengan seresah.
• Ambil sub-contoh seresah sebanyak 100-300 g untuk dikeringkan
dalam dalam oven pada suhu 80o C selama 48 jam. Bila biomassa
contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka timbang
semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh.
• Timbang berat keringnya dan catat dalam blangko. Estimasi BK
seresah kasar per kuadran melalui perhitungan sebagai berikut:
Total BK (g) = BK subcontoh (g) X Total BB (g)
BB subcontoh (g) Keterangan, BK = berat kering dan BB = berat basah
3.7.4 Menghitung Karbonpada Suatu Lahan
Semua data (total) biomassa dan nekromassa per lahan dimasukkan
ke dalam tabel yang merupakan estimasi akhir jumlah C tersimpan per
lahan. Konsentrasi C dalam bahan organik biasanya sekitar 46%, oleh
22
karena itu estimasi jumlah C tersimpan per komponen dapat dihitung
dengan mengalikan total berat masanya dengan konsentrasi C, sebagai
berikut (Hairiah, 2007):
Berat kering biomassa atau nekromassa (kg/ha) x 0,46
Khusus untuk hutan tanaman (dalam hal ini Pinus), cadangan
karbon pada hutan pinus di tahun 1990 dan 2000 didapat melalui
perhitungan Mean Annual Increament (MAI) dan persamaan alometrik
untuk Pinus:
• MAI = Vt/V (Soeroso, 1961 yang disitasi oleh Harmoko 2004)
• Y = 0,0417D2,6576 (Waterloo 1995 disitasi oleh Hairiah dan Rahayu
2010)
3.7.5 Menghitung Karbon pada tingkat DAS
Penghitungan selanjutnya adalah menghitung jumlah C tersimpan
yang ada pada tingkat DAS (kawasan), yaitu mengalikan nilai rata-rata
penyimpanan C per sistem penutupan lahan dengan jumlah luasannya
sehingga penyimpanan C per kawasan dapat diketahui (Hairiah 2007).
3.8 Penilaian Dampak Perubahan RTH Terhadap Peningkatan GRK
3.8.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam tahap ini, yaitu: komputer dan
programarcview 3.2.
Bahan-bahan yang digunakan dalam tahap ini, yaitu:
Citra Landsat 7ETM+ DAS Ciliwung tahun 1990, 2000, 2011 dari USGS,
skala 1:250.000, resolusi 90 m x90 m. Deliniasi DAS menggunakan DEM
SRTM 90 m. Pengolahan citra dilakukan oleh Badan Planologi Nasional
(BAPLAN) tahun 2012.
3.8.2 Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam tahap ini adalah:
1. Perubahan penutupan lahan pada tahun 1990 – 2011.
2. Perubahan simpanan karbon pada tahun 1990 – 2011.
23
3.8.3 Proses Penilaian
Penilaian dampak perubahan RTH dilakukan dengan menggabungkan dua
analisa perhitungan, yaitu:
1. Penutupan lahan pada tahun 1990, 2000, dan 2011.
2. Stok karbon pada tiap penutupan lahan dengan acuan data lapang
tahun 2011.
Dari pembandingan data penutupan lahan pada tahun 1990, 2000, dan
2011 maka dapat diketahui perubahan penutupan lahan selama sekitar dua
puluh tahun.Kemudian dengan data perubahan tersebut, tiap penutupan
lahan dikonversi ke dalam stok karbon dengan mengacu pada data lapang
tahun 2011, sehingga dapat diketahui perubahan stok karbon yang terjadi
selama sekitar dua puluh tahun. Serapan CO2 dihitung dengan
menggunakan perbandingan massa molekul relatif CO2 (44) dan massa
atom relatif C (12) sehingga:
.
serapan CO2 = 3,67 x cadangan karbon
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL
4.1.1. Analisis Situasional Wilayah Penelitian
4.1.1.1. Letak Geografis dan Administratif
Secara geografis DAS Ciliwung terletak pada 6o 6’ 00” - 6o 46’ 12” LS
dan 106o 48’ 36” - 107o 00’ 00” BT. DAS Ciliwung berbatasan dengan DAS
Krukut dan Grogol di sebelah Barat yang terhubung dengan Banjir Kanal Barat
(BKB). Sementara, di sebelah Timur berbatasan dengan DAS Cipinang, Sunter,
Buaran-Jatikramat, dan Cakung yang terhubung dengan Banjir Kanal Timur
(BKT).(BPDAS Citarum-Ciliwung, 2011). Total luas DAS Ciliwung sendiri
sekitar 38.610,25 ha (BAPLAN, 2012).
Berdasarkan batas administrasi, wilayah DAS Ciliwung ini melingkupi
Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Provinsi DKI
Jakarta dengan delineasi wilayah sebagai berikut (BPDAS Citarum-Ciliwung,
2011):
a. Bagian hulu DAS Ciliwung termasuk dalam wilayah Kabupaten Bogor
dan Kota Bogor, DAS Krukut, Grogol, Sunter, dan Cipinang berada pada
wilayah administrasi Kota Depok; sementara bagian hulu DAS Buaran dan
Cakung termasuk dalam wilayah Kota Bekasi.
b. Bagian tengah DAS Ciliwung berada di wilayah Kabupaten Bogor, Kota
Bogor, Kota Depok, dan Kota Bekasi.
c. Bagian hilir DAS Ciliwung seluruhnya berada di wilayah Provinsi DKI
Jakarta.
Bentuk DAS Ciliwung sendiri mulai dari hulu sampai daerah Katulampa
mempunyai bentuk dendritik.Bentuk ini mencirikan bahwa antara kenaikan aliran
dengan penurunan aliran ketika terjadi banjir mempunyai durasi yang
seimbang.ke arah hilir berbentuk pararel (memanjang) dan makin sempit. Dengan
bentuk seperti ini peranan daerah hulu makin penting, kontribusi aliran permukaan
dari daerah ini cukup besar. Jika kondisi fisik khususnya perubahan penggunaan
26
lahan berubah maka akan mengakibatkan perubahan yang nyata terhadap
karakteristik aliran sungai (BPDAS Citarum-Ciliwung, 2011).
4.1.1.2. Iklim
Curah hujan rata- rata tahun 1989-2001 adalah 3.636 mm/tahun dengan
rata-rata hujan bulanan 303 mm. Batas musim kemarau dengan musim penghujan
di bagian hulu tidak jelas, kecuali daerah Citeko Diana musim kemarau terjadi
pada bulan Juni sampai dengan September, dan musim penghujan pada bulan
Oktober sampai bulan Mei ( BP DAS Citarum-Ciliwung 2003). Tipe iklim DAS
Ciliwung di bagian hulu menurut sistem klasifikasi Smith dan Ferguson yang
didasarkan pada besarnya curah hujan, yaitu Bulan Basah> 200 mm dan Bulan
Kering <100 mm adalah termasuk kedalam Tipe A. (Ditjen Penataan Ruang
Depkimpraswil 2003). Suhu udara di DAS Ciliwung hulu berkisar antara 14,8–
26,6oC. Hasil penelitian Fakhrudin (2003) menyebutkan curah hujan di Stasiun
Katulampa kurun waktu 1972-1999 terbesar harian rata-rata114 mm.
Menurut Antoro dan Fahmiza (2002) yang disitasi oleh BPDAS Citarum-
Ciliwung (2011).Pada bagian tengah DAS Ciliwung, curah hujan rata-rata tahunan
selama periode 1989-2001 adalah 3.910 mm dengan rata-rata hujan bulanan 326
mm. Hujan di Depok jauh lebih rendah dibandingkan hujan di tiga stasiun hujan
lainnya yang ada di bagian tengah DAS Ciliwung.Secara umum hujan di bagian
tengah lebih tinggi dibandingkan dengan hujan di bagian hilir, kecuali pada
musim penghujan (Januari-Maret) hujan di hilir lebih tinggi (BPDAS Citarum-
Ciliwung 2011).
Bagian hilir DAS Ciliwung curah hujan rata-rata tahunan selama periode
1989-2001 adalah 2.126 mm dengan rata-rata hujan bulanan 177 mm. Di daerah
hilir yang umumnya berada di Jakarta, batas antara musim kemarau dan musim
penghujan tampak jelas. Musim penghujan mulai bulan Desember dan berakhir
bulan Maret.Secara umum, hujan di bagian hilir ini paling kering dibandingkan
dengan hujan di bagian tengah dan hulu DAS (BPDAS Citarum-Ciliwung 2011).
4.1.1.3. Topografi
DAS Ciliwung terletak pada dataran landai (bagian hilir), bergelombang
hingga pegunungan (bagian tengah dan hulu).Daerah berbukit atau bergelombang
27
yaitu mulai dari Kedungbadak ke arah selatan sampai daerah Tugu Selatan (1.057
m dpl).Semakin ke arah selatan dan timur termasuk daerah pegunungan yang
merupakan batas DAS, seperti Gunung Halimun (1.665 m dpl), Gunung Kencana
(1.796 m dpl), Gunung Megamendung (1.672 m dpl) dan Gunung Pangrango
(3.019 m dpl) (BPDAS Citarum-Ciliwung 2011).
Bagian hulu DAS Ciliwung mencakup areal seluas 146 km2 yang
merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 300-3.000 m dpl. Bagian
hulu dicirikan oleh sungai pegunungan yang berarus deras, variasi kemiringan
lereng yang tinggi, dengan kemiringan lereng 2-15% (70,5 km2), 15-45% (52,9
km2), dan sisanya lebih dari 45% (BPDAS Citarum-Ciliwung 2011).
Bagian tengah mencakup areal seluas 94 km2 merupakan daerah
bergelombang dan berbukit-bukit dengan variasi elevasi antara 100-300 m
dpl.Bagian tengah Ciliwung didominasi area dengan kemiringan lereng 2-15%
(BPDAS Citarum-Ciliwung 2011).
Bagian hilir sampai stasiun pengamatan Kebon Baru/ Manggarai pada
elevasi +8 m dpl mencakup areal seluas 82 km2 merupakan dataran rendah
bertopografi landai dengan elevasi antara 0-100 m dpl. Bagian hilir didominasi
area dengan kemiringan lereng 0-2%, dengan arus sungai yang tenang (BPDAS
Citarum-Ciliwung 2011).
4.1.1.4. Hidrologi
Menurut BPDAS Citarum-Ciliwung (2011), Sungai Ciliwung beserta
anak-anak sungainya berada di wilayah tengah dan terbagi menjadi lima zona.
Pada zona I yang berada di Kabupaten Bogor terdapat Sungai Cisarua,
Cisukabirus, Ciesek, Cisuren, Ciseuseupan dan Cibalok.Zona ini merupakan DAS
Ciliwung bagian hulu mulai dari daerah Puncak sampai ke Bendung Katulampa.
Pada zona II yang termasuk ke dalam wilayah administrasi Kota Bogor
terdapat Sungai Ciluar, Cibuluh, dan Cipagiri.Sungai-sungai tersebut bermuara ke
Sungai Ciliwung yang berada di zona III (Kabupaten Bogor) dan zona IV (Kota
Depok). Walaupun secara keseluruhan menurut batas DAS Ciliwung zona IV
termasuk dalam DAS Ciliwung bagian tengah, zona IV juga merupakan daerah
hulu bagi Sungai Cikumpa, Kali Sugutamu, dan Cijantung yang semuanya
28
bermuara ke Sungai Ciliwung. Sementara pada zona V yang termasuk dalam
wilayah Provinsi DKI Jakarta terdapat Sungai Cijantung bagian hilir dan Kali
Condet (BPDAS Citarum-Ciliwung 2011).
Aliran lainnya adalah saluran irigasi yang mengalir pararel di sebelah
Barat dan Timur Sungai Ciliwung.Saluran di sebelah Timur Sungai Ciliwung
merupakan saluran irigasi dari Bendung Katulampa dan beruara ke Sungai
Ciliwung bagian hilir sebelum Pintu Air Manggarai. Saluran buatan ini disebut
dengan Kali Baru Timur atau Kali Baru 3 dengan panjang aliran 51,3 km.
Sementara saluran di sebelah Barat Sungai Ciliwung merupakan saluran yang
berasal dari Sungai Cipakancilan (Sungai Irigasi Bendung Empang). Saluran
tersebut bertemu dengan sodetan Sungai Ciliwung di zona III (Kabupaten Bogor)
dan terbagi dua menjadi Kali Baru 1 dan 2 (BPDAS Citarum-Ciliwung 2011).
4.1.1.5. Sosial Ekonomi
Karakteristik sosial yang paling menonjol dari DAS Ciliwung adalah
pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Berdasarkan data BPS yang disitasi
oleh BPDAS Citarum-Ciliwung (2011), diketahui bahwa laju perkembangan
penduduk Jabotabek mulai tahun 1961-2000 mengalami pertumbuhan yang sangat
pesat. Pada tahun 1961, jumlah penduduk Jabotabek baru mencapai 5,65 juta jiwa.
Pada tahun 1980 sejumlah 11,65 juta jiwa. Pada akhir tahun 2000 diperkirakan
mencapai 23,31 juta jiwa. Berdasarkan struktur sosial, masyarakat setempat
mencapai 80-85% dari populasi DAS Ciliwung hulu, tetapi tingkat kepemilikan
lahan hanya mencapai 20-30%. Kondisi demikian menimbulkan permasalahan
masyarakat lapar lahan.
Kegiatan ekonomi masyarakat di wilayah DAS Ciliwung dan sekitarnya
sangat beragam dan terus mengalami pergeseran sejalan dengan perkembangan
wilayah Jakarta, Depok, dan Bogor. Kegiatan ekonomi masyarakat pada sektor
pertanian, di mana kegiatan usahanya tergantung pada lahan sudah semakin
terbatas, yaitu pada wilayah DAS Ciliwung bagian hulu dan sebagian kecil pada
bagian tengah (BPDAS Citarum-Ciliwung 2011), sehingga pada saat ini kegiatan
ekonomi masyarakat di DAS Ciliwung beralih menjadi sektor barang dana jasa.
29
4.1.2. Tutupan Lahan
Potensi cadangan karbon pada suatu lanskap dipengaruhi oleh tutupan
lahan pada suatu lanskap tersebut.Berdasarkan data BAPLAN tahun 2012, tutupan
lahan pada DAS Ciliwung pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 14.Secara
visual dapat dilihat bahwa tutupan vegetasi pada DAS Ciliwung (dibandingkan
dengan ruang terbangun) memiliki perbandingan luas yang hampir sebanding.
Jika menggunakan persentasi, maka luasan DAS Ciliwung di luar tutupan ruang
terbangun, adalah sebesar 52,13% (Tabel 4). Kawasan yang bervegetasi rapat
kemungkinan adalah berupa hutan pada TWA Telaga Warna dan Gunung Gede di
mana areal ini tergolong ke dalam kawasan lindung.
Menurut Adinugroho (2012), pola tutupan lahan pada suatu DAS sangat
menentukan kemampuannya dalam mensekuestrasi karbon. Selain itu, kondisi
penutupan/penggunaan lahan merupakan indikator penting dalam mengetahui
karakteristik kondisi hidrologi permukaan (BPDAS Citarum-Ciliwung,
2011).Oleh karena itu kondisi DAS di bagian hulu perlu dijaga agar tetap
berfungsi dengan baik sehingga tidak menimbulkan dampak yang merugikan pada
daerah bagian hilir.
Kondisi DAS Ciliwung berdasarkan data olahan BAPLAN tahun 2012
menghasilkan tujuh kelas penutupan lahan, yaitu kelas hutan alam , hutan
tanaman, perkebunan, ruang terbangun, pertanian lahan kering, sawah, dan semak
(Gambar 7). Tipe penutupan lahan, luas dan kontribusi masing-masing tipe
penutupan lahan di DAS Ciliwung disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Penutupan lahan DAS Ciliwung tahun 2011
Jenis Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%) Ruang terbangun 18.480,82 47,87 Kebun 10.323,63 26,74 Hutan alam 3.922,68 10,16 Pertanian lahan kering 3.773,04 9,77 Hutan tanaman 1.961,76 5,08 Semak belukar 127,97 0,33 Sawah 20,36 0,05 Total 38.610,25 100,00
Sumber: diolah dari BAPLAN (2012)
30
Gambar 7 Kelas penutupan lahan di DAS Ciliwung tahun 2011.
DEPOK
JAKARTA
BOGOR
31
1) Ruang terbangun
Ruang terbangun merupakan penutupan lahan yang terluas di DAS
Ciliwung. Di DAS Ciliwung, daerah lahan terbangun (termasuk ruang
permukiman) tersebar merata dari bagian tengah sampai hilir. Ruang terbangun
yang dimaksud merupakan areal perumahan, gedung non-perumahan, serta jalan.
Berdasarkan data BAPLAN (2012), luasan ruang terbangun di DAS Ciliwung
pada tahun 2011 mencapai 47,87% dari total luasan DAS, atau seluas 18.480,82
ha yang meliputi daerah Megamendung, Cisarua, Ciawi, Kota Bogor, Cibinong,
Depok, Pasar Minggu dan Manggarai. Daerah ruang terbangun yang paling padat
berada di bagian hilir DAS, sekitar daerah Depok sampai Manggarai (BPDAS
Citarum-Ciliwung 2011).
Tabel 5 Luas, jumlah dan kepadatan penduduk di DAS Ciliwung
No Kecamatan Luas (Ha) Penduduk
Jumlah Kerapatan
A. Wilayah Bogor
1. Ciawi 2.518 78.792 31,29
2. Cisarua 6.372 90.914 14,26
3. Mega Mendung 4.006 77.558 19,36
4. Cibinong 4.249 207.763 48,89
5. Sukaraja 4.202 125.658 29,90
6. Kemang 2.341 107.989 46,13
7. Bojong Gede 5.561 199.544 35,88
B. Wilayah Depok
1. Pancoran Mas 2.671 156.118 58,45
2. Beji 1.614 80.377 49,80
3. Sukmajaya 3.398 216.118 63,60
4. Cimanggis 5.077 221.330 43,59
Sumber: RTRW Kab. Bogor dan Profil Kabupaten/Kota dalam Anonimous (2002) yang disitasi oleh BPDAS Citarum-Ciliwung (2011) Ruang terbangun terutama pada bagian hilir DAS Ciliwung memiliki
luasan lahan terbuka hijau yang sempit.Makin ke arah hulu DAS Ciliwung, luasan
lahan terbuka hijau tersebut cenderung meningkat berbanding terbalik dengan
32
tingkat kerapatan bangunannya yang semakin menurun.Kondisi ini sesuai dengan
perbedaan kepadatan penduduk.Penduduk pada DAS Ciliwung bagian hulu (3
kecamatan di Bogor) dapat digambarkan lebih jarang (<50 jiwa/ha) dari pada
penduduk pada DAS Ciliwung bagian tengah (4 kecamatan di Bogor dan 3
kecamatan di Depok) yang kepadatan penduduknya rata-rata di atas 50 jiwa/ha
(Tabel 5).
Dalam klasifikasi citra landsat oleh BAPLAN tidak didetailkan dengan
tutupan RTH yang ada pada areal ruang terbangun, misalnya hutan dan taman
kota, jalur hijau. Menurut Isdiyantoro (2007), luas RTH Kodya Jakarta Timur
tahun 2005 adalah 7.787,391 hektar. Jika dibandingkan dengan pengamatan pada
data Citra Landsat MSS aquisisi tahun 1986 RTH yang tersedia adalah 11.216,688
hektar.Hal ini menggambarkan bahwa tutupan RTH pada ruang terbangun di
daerah perkotaan (dalam kasus ini Jakarta), turut mengalami penyempitan luasan.
Gambar 8 Salah satu bentuk ruang terbangun di DAS Ciliwung (2012).
Keberadaan vegetasi pada tutupan ruang terbangun terdapat pada areal
pekarangan, atau jalur hijau/median jalan dalam bentuk tanaman peneduh jalan.
Pada sebagian ruang terbangun, dapat ditemui pohon berdiameter di atas 30 cm
dan usia belasan atau puluhan tahun. Pada sebagian yang lain (terutama pada
permukiman modern), pohon dengan diameter besar dan usia puluhan tahun
semakin sulit ditemui. Hal ini dikarenakan pohon atau pun vegetasi pada
33
permukiman modern merupakan vegetasi yang baru ditanam seiring dengan
dibangunnya lahan ruang terbangun/perumahan modern tersebut. Pilihan jenis
yang ditanam pada permukiman modern lebih karena pertimbangan estetika atau
keindahan (Gambar 7). Beberapa jenis pohon yang dapat ditemui pada tutupan
ruang terbangun di DAS Ciliwung di antaranya terdapat pada Tabel 6.
Tabel 6 Jenis pohon yang terdapat pada ruang terbangun di DAS Ciliwung
No Nama Lokal Nama Ilmiah Family 1 Alpukat Persea americana Mill. Lauraceae
2 Angsana Pterocarpus indicus Willd. Fabaceae 3 Belimbing Wuluh Averrhoa bilimbi L. Oxalidaceae 4 Beringin Ficus benjaminaL. Moraceae 5 Cemara kipas Thuja orientalisL. Cepressaceae 6 Dadap Merah Erythrina crista-galli L. Fabaceae 7 Jambu Biji Psidium guajava L. Myrtaceae 8 Jelly palm Butia capitata (Mart.) Becc. Arecaceae 9 Kamboja Plumeria rubra L. Apocynaceae
10 Kembang kupu-kupu Bauhinia purpureaL. Fabaceae 11 Kerai Payung Filicium decipiens (Wt. & Arn.) Thw. Sapindaceae 12 Kersen/ceri Muntingia calabura L. Muntingiaceae 13 Mahoni Swietenia mahagoni Jacq. Meliaceae 14 Mengkudu Morinda citrifolia L. Rubiaceae 15 Nangka Artocarpus heterophyllus Lamk. Moraceae 16 Palem Putri Veitchia merilii(Becc.) H.E. Moore Arecaceae 17 Palem Raja Roystonea regia O.F. Cook Arecaceae 18 Pisang Musa x paradisiaca L, pro spec,; C. Jeffrey Musaceae 19 Pulai Alstonia scholarisR.Br. Apocynaceae 20 Sawo kecik Manilkara kauki L. Sapotaceae 21 Sukun Artocarpus communis Forst. Moraceae 22 Tanjung Mimusops elengi L. Sapotaceae Sumber: Hasil inventarisasi di lapangan (2012)
2) Perkebunan
Di bagian hulu DAS Ciliwung terdapat dua perkebunan teh, masing-
masing PTP VIII Gunung Mas dan perkebunan teh Ciliwung yang berbatasan
dengan Cagar Alam Telaga Warna dan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango.Pada bagian hulu dan tengah DAS Ciliwung terdapat pula kebun
campuran yang memadukan berbagai vegetasi seperti mangga, kelapa, pisang,
kayu afrika, rambutan, sukun, dan lain-lain (Gambar 8).
34
(a) (b)
Gambar 9 Kebun teh (a), dan kebun campuran (b) di hulu DAS Ciliwung (2011).
Tabel 7 Jenis vegetasi yang terdapat pada kebun/ kebun campuran
No Nama Lokal Nama Ilmiah Family 1 Akasia Acacia mangium Willd. Fabaceae 2 Alpukat Persea americana Mill. Lauraceae
3 Durian Durio zibethinus Murr. Malvaceae
4 Jambu air Syzygium aqueum Alston Myrtaceae
5 Kayu afrika Maesopsis eminii Engl. Rhamnaceae 6 Kelapa Cocos nuciferaL. Arecaceae
7 Mangga Mangifera indica Blume Anacardiaceae
8 Nangka Artocarpus heterophyllus Lamk. Moraceae
9 Bacang Mangifera foetida Lour. Anacardiaceae
10 Pala Myristica fragrans Houtt. Myristicaceae
11 Palem raja Roystonea regia O.F. Cook Arecaceae
12 Pepaya Carica papaya L. Caricaceae
13 Petai cina Leucaena glauca (L.) Benth. Fabaceae
14 Pinang Areca catechu L. Arecaceae
15 Pisang Musa x paradisiaca L, pro spec,; C. Jeffrey Musaceae
16 Rambutan Nephelium lappaceum L Sapindaceae
17 Sengon Paraserianthes falcataria (L.) I. Nielsen Fabaceae 18 Tanjung Mimusops elengi L. Sapotaceae
19 Teh Camellia sinensis L. Theaceae Sumber: Hasil inventarisasi di lapangan (2011)
Penutupan jenis kebun ini memiliki luasan yang cukup besar di DAS
Ciliwung. Luas perkebunan dan kebun campur ini pada tahun 2011 melingkupi
areal seluas 10.323,63 ha, atau sebesar 26,74% dari keseluruhan luas DAS
35
Ciliwung sehingga menjadikan tutupan lahan ini menjadi tipe tutupan vegetasi
yang terluas di DAS Ciliwung.
3) Hutan Alam
Hutan alam merupakan salah satu penyusun kawasan DAS Ciliwung
dengan luasan 3.922,68 ha atau sebesar 10,16% dari keseluruhan luas DAS
Ciliwung. Hutan alam pada DAS Ciliwung terdapat pada bagian hulu dari DAS
tersebut, di antaranya pada Taman Wisata Alam (TWA) Telaga Warna. TWA
Telaga Warna ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan Surat Keputusan (SK)
Menteri Pertanian No.131/UM/1954 tanggal 6 Desember 1954 seluas 23,5 ha dan
selanjutnya dipeluas dengan dikeluarkannya SK Menteri Pertanian No.
394/Kpts/Um/1979 tanggal 23 Juni 1979 dengan luas 350 ha sehingga luasnya
menjadi 373,25 ha. Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 481/Kpts/um/1981
tanggal 9 Juni 1981 sebagian luas cagar alam dirubah statusnya menjadi Taman
Wisata Alam seluas 5 ha, sehingga luas cagar alam menjadi 368,25 ha. Secara
administratif pemerintahan, kawasan ini terletak di Desa Tugu Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bogor.Secara geografis terletak pada 6o 42’ 00” LS dan 107o
11’ 05” – 107o 20’ 00” BT (BBKSDA Jawa Barat, 2007).
Gambar 10 Tutupan vegetasi di TWA Telaga Warna (2012).
Kawasan ini termasuk tipe hutan hujan pegunungan dengan jenis flora
yang beraneka ragam mulai dari jenis pohon, liana, dan epifit.Berdasarkan hasil
survei di TWA Telaga Warna, terdapat banyak tegakan pohon yang dapat pula
dijumpai di hutan pegunungan Jawa Barat seperti beleketebe (Sloanea
36
sigun(Blume)), saninten (Castanopsis argenteaA. DC.), dan kibangkong (Turpinia
sphaerocarpa Hassk.)(Tabel 8).
Tabel 8 Jenis vegetasi yang ditemukan di hutan alam TWA Telaga Warna
No Nama Nama Ilmiah Famili 1 Beleketebe Sloanea sigun (Blume) Elaeocarpaceae 2 Beunying Ficus fistulosa Reinw. Ex Blume Moraceae 3 Ganitri Elaeocarpus ganitrus Roxb. Elaeocarpaceae
4 Hamirung Vernonia arborea Buch. –Ham Asteraceae
5 Huru Actinodaphne glomerata (Blume) Lauraceae
7 Ki bangkong Turpinia sphaerocarpa Hassk. Staphylaceae 8 Ki leho Saurauaia bracteosa D.C. Actinidiaceae 9 Ki pahit Picrasma javanica Blume Simaroubaceae 10 Ki panggang Trevesia sundaicaMiq. Araliaceae 11 Ki rukem Flacourtia rukam Zoll. & Moritzi Salicaceae 12 Kisirem Podocarpus neriifolius D. Don Podocarpaceae 13 Kimareme Glocidion borneense (Mull. Arg.) Boerl. Euphorbiaceae 14 Kayu afrika Maesopsis eminii Engl. Rhamnaceae 15 Manglid Magnolia blumei Prantl Magnoliaceae
16 Nangsi Villebrunea rubescens Blume Urticaceae 17 Pasang Lithocarpus pseudomoluccus (Blume) Rehder Fagaceae 18 Pulus Laportea stimulans Miq. Urticaceae
19 Salam hutan Syzygium polyanthum Miq. Myrtaceae
20 Saninten Castanopsis argentea A. DC. Fagaceae 22 Walen Ficus ribes Reinw. Moraceae Sumber: Hasil inventarisasi di lapangan (2012)
4) Pertanian Lahan Kering
Polatutupan lahan di DAS Ciliwung berupa lahan pertanian kering adalah
berupa lahan atau tegalan yang pada umumnya merupakan bentuk usaha pertanian
pangan lahan kering pada lahan sawah tadah hujan.Sawah yang telah dipanen
biasanya digilir dengan penanaman tanaman palawija untuk kemudian ditanam
dengan padi sawah kembali pada musim hujan.Jenispertanian lahan kering yang
biasa ditemui pada DAS Ciliwung adalah tanaman singkong (Manihot utillissima
pohl.), ubi (Ipomoea cairica L.Sweet), jagung (Zea mays L), kacang tanah
(Arachis hypogaea L.), dan lain sebagainya.Penutupan lahan jenis ini terutama
terdapat pada bagian hulu sampai bagian tengah dari DAS Ciliwung. Pada tahun
37
2011, areal pertanian lahan kering di DAS Ciliwung memiliki luas 3.773,04 ha
atau sebesar 9,77% dari keseluruhan luas DAS Ciliwung.
Gambar 11 Salah satu tutupan vegetasi pertanian lahan kering di DAS Ciliwung
(2011).
5) Hutan Tanaman
Hutan tanaman yang terdapat pada DAS Ciliwung adalah dominasi jenis
pinus (Pinus merkusii Jungh.& De Vr.)di mana kawasan ini terletak pada daerah
hulu dari DAS Ciliwung dan sebagian berada pada daerah Megamendung.
Kawasan ini sebelumnya adalah wilayah persawahan yang kemudian dikelola
pemerintah (PERHUTANI) dan ditanami dengan pinus.
Gambar 12 Sebagian areal hutan tanaman pinus di DAS Ciliwung (2012).
Selain pinus, pohon jenis lain seperti agathis, sengon, atau pun pinus juga
ada di wilayah ini. Antara tahun 2000 – 2011, hutan tanaman pinus di DAS
Ciliwung meningkat luasannya yang diduga dari pembangunan permukiman
38
modern yang menjadikan pinus sebagai tanaman pada RTH permukiman tersebut.
Berdasarkan data BAPLAN tahun 2012, hutan tanaman di hulu DAS Ciliwung ini
berkontribusi seluas 1.961,76 ha atau sebesar 5,08% dari keseluruhan luas DAS
Ciliwung.
6) Semak Belukar
Semak belukar mendominasi daerah hulu DAS Ciliwung dan sebagian
berada di bagian tengah (kota Depok). Areal semak lebih luas dari areal
persawahan. Pada tahun 2011, semak memiliki luas 127,97ha, atau sebesar 0,33%
Gambar 13 Penutupan semak di DAS Ciliwung (2012).
dari luas DAS Ciliwung secara keseluruhan. Tutupan lahan semak yang ditemui
umumnya merupakan semak-semak atau padang alang-alang pada areal rencana
pengembangan perumahan yang belum terbangun, pada bagian hulu di sekitar
kawasan hutan yang telah dirambah dan tidak dimanfaatkan, ataupun lahan-lahan
pertanian yang terabaikan. Vegetasi utama pada tutupan semak ini berupa alang-
alang (Imperata cylindrica (L.)), pohon dari keluarga mimosa, sentro
(Centrosema pubescens), dan rumpunan bambu (Gambar 12).
7) Sawah
Areal persawahan dengan masa tanam rata-rata empat bulan panen juga
terdapat pada DAS Ciliwung terutama pada bagian hulu (Gambar 13).
Berdasarkan BPDAS Citarum-Ciliwung (2012), areal persawahan di DAS
39
Ciliwung yang dimaksud dalam analisis peta digital adalah yang menggunakan
sistem irigasi. Areal persawahan dengan sistem tadah hujan digolongkan ke per-
Gambar 14 Areal persawahan di tepi Sungai Ciliwung (2011).
tanian lahan kering, karena pada saat bera digunakan untuk bercocok tanam
tanaman pertanian jenis lain. Wilayah persawahan termasuk wilayah yang cukup
banyak terkonversi. Pada tahun 2011, luasan sawah di DAS Ciliwung tinggal
sebesar 0,05% dari luas total DAS Ciliwung, atau seluas 20,36 ha saja.
4.1.3.Analisis Cadangan Karbon Aktual
Cadangan karbon pada suatu lanskap bervariasi sesuai dengan tegakan
penyusun lanskap tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, tutupan lahan pada DAS
Ciliwung memiliki cadangan potensi karbon yang bervariasi dari 144,99 – 2,53
ton/ha. Perbedaan cadangan potensi karbon disebabkan karena perbedaan
komposisi vegetasi pada tiap tutupan lahan. Ruang terbangun mempunyai nilai
cadangan karbon terendah (2,53 ton/ha). Potensi cadangan karbon tertinggi
terdapat pada hutan pinus, yaitu 144,99 ton/ha (Tabel 9).
Tabel 9 Potensi karbon pada berbagai penutupan lahan di DAS Ciliwung
No Penutupan Lahan Potensi Karbon (ton/ha) 1 Hutan alam 111,20 2 Hutan tanaman 144,99 3 Semak 6,15 4 Kebun 29,77 5 Sawah 4,61 6 Ruang terbangun 2,53 7 Pertanian lahan kering 4,44
Sumber: hasil pengukuran lapang (2012)
40
Untuk wilayah hutan tropis Asia terutama di Indonesia memiliki potensi
bimassa sebesar 533 ton/ha atau 266,5 ton C/ha dengan asumsi fraksi karbon
sebesar 50% (Brown 1997 disitasi oleh Adinugroho 2012). Stok karbon
permukaan pada berbagai penutupan lahan di DAS Ciliwung dengan asumsi fraksi
karbon sebesar 0,46 (Hairiah 2007) terdapat pada Tabel 9.
1) Rata-rata Cadangan Karbon Hutan Alam
Hutan alam sangat berperan pada kelestarian lingkungan dan
kelangsungan hidup manusia.Begitu halnya hutan alam yang berada di hulu DAS
Ciliwung.Pada penelitian ini, plot contoh hutan alam berada pada TWA Telaga
Warna yang terletak pada titik 6o 42’ 07,70” LS dan 106o 59’ 44,40”. Hutan alam
di DAS Ciliwung memilki cadangan karbon sebesar 111,20 ton/ha (Tabel 9).
Potensi karbon terbesar pada hutan alam hulu DAS Ciliwung terdapat pada jenis
Walen (Ficus ribes), Beleketebe (Sloanea sigun), Nangsi (Villebrunea rubescens),
Saninten (Castanopsis argentea), dan Ki Leho (Saurauaia bracteosa). Menurut
Dharmawan (2010) yang disitasi oleh Litbang Kehutanan (2010), besar potensi
karbon permukaan pada hutan alam Jawa Barat di wilayah Gunung Gede
Pangrango pada tipe hutan sekunder dataran tinggi sebesar 113,20 ton/ha. pada
tipe hutan alam primer dataran tinggi sebesar 103,16 ton/ha. Berdasarkan
perbandingan data antara hasil penelitian dan literatur, hasil penelitian
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Nilai cadangan karbon yang tidak
jauh berbeda menunjukkan bahwa kondisi struktur tegakan, kerapatan tegakan,
dan luas bidang dasar secara umum antar lokasi tersebut juga tidak jauh berbeda.
Menurut Brown (1997) yang disitasi oleh Adinugroho (2012), hutan primer di
Indonesia memiliki cadangan karbon sebesar 266,5 ton/ha bahkan berdasarkan
Siregar (2007) yang disitasi oleh Adinugroho (2012), cadangan karbon di hutan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebesar 275,56 ton/ha. Berdasarkan
penelitian Adinugroho (2012), cadangan karbon pada hutan alam di hulu Kali
Bekasi sebesar 86,68 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa hutan alam di DAS
Ciliwung telah mengalami degradasi yang berdampak pada perubahan struktur,
kerapatan tegakan dan luas bidang dasar secara umum lebih rendah dibandingkan
hutan primer umumnya. Jika dibandingkan dengan hutan alam di hulu Kali
41
Bekasi, hutan alam di DAS Ciliwung masih memiliki cadangan karbon yang lebih
besar walaupun juga mengalami degradasi. Hal ini mungkin dikarenakan adanya
perhatian yang khusus terutama pada kawasan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango.
2) Rata-rata Cadangan Karbon Hutan Tanaman (Pinus)
Hutan pinus merupakan tipe penggunaan lahan di DAS Ciliwung yang
mempunyai potensi cadangan karbon terbesar, yaitu 144,99 ton/ha dengan rata-
rata diameter pohon berkisar 18 – 59 cm dengan rata-rata diameter 38,25 cm.
Contoh plot pada penelitian ini dilakukan pada hutan pinus di daerah Mega
Mendung pada titik 6 o 39’ 41,70” LS dan 106 o 57’ 00,10” BT.
Menurut Hendra (2002) yang disitasi oleh Adinugroho (2012), cadangan
karbon terbesar pada pohon pinus terdapat pada bagian batang yaitu 78% dan
sisanya terdapat pada bagian cabang (11%), tunggak (5%), ranting (4%) dan daun
(2%). Menurut Gintings (1997) yang disitasi oleh Litbang Kehutanan (2012),
hutan tanaman Pinus merkusii di Jawa Timur dan Jawa Barat memiliki cadangan
karbon permukaan berkisar 74,6 – 217,5 ton/ha. Berdasarkan hasil penelitian, nilai
144,99 ton/ha berada pada kisaran 74,6 – 217,5 ton/ha tersebut. Menurut
Handayani (2003) yang disitasi oleh Adinugroho (2012), tegakan pinus di KPH
Bogor berubah dari umur 1 tahun sampai 25 tahun yaitu 7,06 ton/ha menjadi
137,14 ton/ha. Berdasarkan penelitian Adinugroho (2012), hutan pinus di hulu
DAS Kali Bekasi memiliki cadangan karbon sebesar 160,53 ton/ha. Cadangan
karbon di hutan pinus DAS Ciliwung sebesar 144,99 ton/ha sehingga besar
kemungkinan pohon pinus yang terdapat pada hulu DAS Kali Bekasi dan DAS
Ciliwung berumur > 25 tahun.
3) Rata-rata Cadangan Karbon Semak
Kemampuan penyimpan karbon dapat juga terjadi di luar kawasan hutan
pada beberapa pemanfaatan lahan yang terdapat berbagai tumbuhan.Cadangan
karbon pada kawasan non-hutan pada berbagai jenis tanaman dan umur berkisar
antara 0,7 – 932,96 ton/ha (Litbang Kehutanan 2010). Savana atau padangrumput
dan semak belukar memiliki keterbatasan dalam menyimpan karbon. Pada
42
penelitian ini, semak memiliki cadangan karbon sekitar 6,15 ton/ha. Plot contoh
untuk tutupan semak dalam penelitian ini dilakukan pada daerah Depok pada
koordinat 6o 24’ 46,80” LS dan 106 o 46’ 07,90”.
Nilai cadangan karbon yang didapat pada penelitian ini relatif lebih rendah
dari hasil penelitian di Jambi oleh Prasetyo (2000) dalam Muzahid (2008) yang
disitasi oleh Litbang Kehutanan (2010) yaitu sebesar 6,0 ton/ha untuk padang
rumput dan 15,0 ton/ha untuk semak. Hasil cadangan karbon semak pada
penelitian ini cukup berbeda dari pada yang terdapat pada literatur. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena lokasi plot dan kondisi vegetasi yang berbeda.
4) Rata-rata Cadangan Karbon Kebun
Kebun teh (Camellia sinensis) mendominasi perkebunan di hulu DAS
Ciliwung dan berbatasan langsung dengan hutan alam di TWA Telaga Warna,
serta memiliki luasan yang tetap selama 20 tahun terakhir (BAPLAN, 2012).
Berdasarkan keterangan dari petugas lapang, kebun teh di kawasan tersebut sudah
ada sejak tahun 1980-an.
Adapun kebun campuran merupakan salah satu sistem agroforestri
sederhana yang telah lama dijumpai di Indonesia.Kombinasi tanaman pisang,
mangga, nangka, petai, rambutan, durian serta kadang dikombinasi juga dengan
tanaman kayu seperti kayu afrika atau sengon adalah gambaran struktur tegakan
pada sistem kebun campuran yang dijumpai di DAS Ciliwung terutama bagian
hulu. Lokasi pengambilan plot contoh pada tutupan kebun the dilakukan pada
koordinat 6o 42’ 07,50” LS dan 106o 58’ 47,80” BT, sedangkan pada tutupan
kebun campur dilakukan pada koordinat 6o 37’ 51” LS dan 106o 50’ 13,20” BT.
Di lokasi penelitian terlihat bahwa pemanfaatan kebun campuran dengan
penanaman tanaman petanian masih rendah, masyarakat lebih memanfaatkan
kebun campuran untuk tanaman buah-buahan tahunan yang tidak memerlukan
pengelolaan dan perawatan intensif. Menurut Adinugroho (2012), kebun
campuran dengan proporsi tanaman buah-buahan berkayu secara potensial
cenderung akan memiliki persediaan karbon yang lebih besar tetapi dengan laju
serapan karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan agroforestri dengan
tanaman pertanian yang lebih besar.
43
Hasil penelitian lapang, konversi hutan alam menjadi kebun campuran
ataupun perkebunan teh berdampak pada penurunan cadangan karbon. Cadangan
karbon pada hutan alam sebesar 111,20 ton/ha, sedangkan kebun campuran
memiliki cadangan karbon sebesar 29,77 ton/ha (Tabel 9). Nilai ini berada dalam
kisaran cadangan karbon untuk agroforestri dengan pola kebun campuran yang
dilakukan oleh Rusolono (2006) yang disitasi oleh Litbang Kehutanan (2010),
yaitu sebesar 10,4-73,8 ton/ha. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Adinugroho (2012), besarnya cadangan karbon pada kebun campuran yang ada di
hulu Kali Bekasi mencapai 62,34 ton/ha. Berdasarkan penelitian Rusolono (2006),
cadangan karbon pada agroforestri murni di Pacekelan sebesar 13,4 – 76,1 ton/ha,
sedangkan di Kertayasa pada agroforestri campuran mempunyai cadangan karbon
sebesar 8,5 – 70,8 ton/ha. Jika dibandingkan dengan kebun campuran di hulu
DAS Kali Bekasi, cadangan karbon yang didapat pada penelitian ini relatif lebih
rendah, tetapi hal ini secara umum relatiftidak berbeda karena nilainya berada
pada kisaran cadangan karbon di Pacekelan maupun Kertayasa. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan struktur, jenis, kerapatan, dan
usia tanaman saat dilakukan proses sampling antara satu lokasi dengan lokasi
lainnya.
5) Rata-rata Cadangan Karbon Sawah
Padi merupakan salah satu tanaman semusim yang dapat panen beberapa
kali dalam setahun.Lokasi plot contoh untuk tutupan sawah berada pada koordinat
6o 37’ 55,20” LS dan 106o 49’ 56,30” BT. Pada lokasi penelitian, padi yang
ditanam dapat panen sebanyak tiga kali setahun atau empat bulan dalam satu
periode penanaman. Kondisi tanaman padi saat dilakukan penelitian adalah pada
tanaman berumur dua dan empat bulan.Artinya pada tanaman padi yang dalam
masa pertengahan dan akhir masa tanam. Dalam penelitian ini, rata-rata padi di
sawah memilki potensi karbon sebesar 4,61 ton/ha sedikit lebih kecil dari pada
potensi karbon yang ada pada tutupan semak (6,15 ton/ha).
Walaupun mempunyai potensi untuk menyerap karbon, areal persawahan
juga cukup rawan melepaskan karbon ke udara. Masa tanam padi cukup singkat,
sehingga dalam satu tahun dapat dipanen sebanyak tiga kali. Pada areal sawah,
44
sisa-sisa pemanenan dapat digunakan sebagai pakan ternak ataupun dibakar untuk
menyuburkan lahan. Padi yang berumur tua atau hampir panen memiliki cadangan
karbon yang lebih besar dari pada padi berusia muda. Hal ini kemungkinan
disebabkan padi yang hampir panen memiliki bulir padi yang berat, serta
kandungan air pada daun dan batang yang lebih rendah.
6) Rata-rata Cadangan Karbon Ruang Terbangun
Ruang terbangun pada penelitian ini merupakan tutupan lahan yang paling
sedikit memilki cadangan karbon.Cadangan karbon pada tutupan ruang terbangun
didapat dari keberadaan vegetasi di sekitar ruang terbangun tersebut.Lokasi plot
contoh tutupan ruang terbangun pada penelitian ini terletak pada koordinat 6o 24’
32” LS dan 106o 45’ 20” BT.
Di bagian hulu DAS Ciliwung, masih dapat dijumpai areal ruang
terbangun yang memiliki pekarangan yang cukup luas dengan penggunaan kayu
yang erat sebagai struktur bangunan. Tanaman pada pekarangan pun ada yang
berupa (habitus) pohon dengan usia yang menahun. Beberapa jenis pohon yang
dapat ditemui pada lokasi ini di antaranya mahoni (Swietenia mahagoni dan S.
macrophylla), tanjung (Mimusops elengi), kerai payung (Filicium decipiens), dan
lain-lain.Pada bagian tengah DAS Ciliwung, penggunaan kayu sebagai struktur
bangunan semakin sedikit karena banyaknya komplek perumahan modern dari
berbagai pengembang yang lebih menggunakan baja ringan sebagai ganti kaso
dan reng.Keberadaan pohon sebagai peneduh masih dijumpai pada daerah ini,
dengan tinggi dan diameter yang seragam.Hal ini disebabkan waktu penanaman
yang seragam, yaitu pada saat pengembangan perumahan tersebut
dimulai.Tanaman yang ada pada komplek ruang terbangun di DAS Ciliwung
tengah di antaranya adalah dadap merah (Erythrina crista-gali), pulai (Alstonia
scholaris), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), dan palem raja (Roystonea
regia) dengan tanaman penutup tanah rumput paetan (Axonopus compressus).Pada
bagian hilir DAS Ciliwung, masih dijumpai adanya pekarangan dalam luasan
yang terbatas terutama pada permukiman modern. Penggunaan kayu pada
bangunan umumnya hanya sebagai alat cetak coran beton. Pada penelitian ini,
potensi karbon yang tersimpan pada tutupan ruang terbangun adalah sebesar 2,5
45
ton/ha yang didapat hanya dari jalur hijau pada ruang terbangun terutama pada
permukiman modern.
Studi cadangan karbon di pekarangan pada hulu DAS Kali Bekasi oleh
Adinugroho (2012) melaporkan bahwa rata-rata cadangan karbon terbesar
terdapat pada tipe pekarangan sedang (200-500 m2) dengan potensi cadangan
sebesar 52,10 ton/ha, pada tipe pekarangan sangat besar (>1.000 m2) rata-rata
cadangan karbonnya sebesar 21,11 ton/ha, pada tipe pekarangan sempit (<200 m2)
sebesar 43,17 ton/ha, pada tipe pekarangan besar (500-1000 m2) sebesar 7,54
ton/ha. Rata-rata cadangan karbon ini sangat dipengaruhi oleh struktur tegakan
penyusunnya. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa pekarangan
dalam areal permukiman memiliki potensi cadangan karbon yang cukup besar.
7) Rata-rata Cadangan Karbon Pertanian Lahan Kering
Cadangan karbon pada pertanian lahan kering bervariasi tergantung lokasi,
dan komposisi vegetasi yang ditanam.Di bagian hulu DAS Ciliwung, dapat
ditemukan pertanian lahan kering berupa kebun singkong, jagung, ubi, dan
kacang.Lokasi plot contoh tutupan pertanian lahan kering pada penelitian ini
berada pada koordinat 6o 33’ 41,30” LS dan 106o 45’ 18” BT. Pada penelitian ini,
cadangan karbon pada pertanian lahan kering sebesar 4,44 ton/ha, sedikit lebih
kecil daripada cadangan karbon yang terdapat pada tutupan persawahan (4,61
ton/ha).
Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), lahan pertanian semusim mempunyai
cadangan karbon sebesar 3 ton/ha. Menurut penelitian ini, cadangan karbon pada
pertanian lahan kering sebesar 4,44 ton/ha. Christanty et. al. (1996) yang disitasi
oleh Adinugroho (2012) mengatakan dalam studinya di Jawa Barat dengan asumsi
50% biomassa adalah karbon yang tersimpan mengemukakan bahwa singkong
pada umur 2-9 bulan hanya mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 0,1422-
3,3584 ton/ha, kentang pada umur 70-160 hari mempunyai potensi cadangan
karbon sebesar 0,0497-0,259 ton/ha, ketimun pada umur 22-64 hari mempunyai
potensi cadangan karbon sebesar 0,0054-0,1165 ton/ha, kacang pada umur 45-180
hari mempunyai cadangan karbon sebesar 0,0475-3,673 ton/ha.
46
4.1.4. Potensi Cadangan Karbon dalam Skala DAS
DAS Ciliwung mempunyai tutupan RTH yang semakin menyempit.
Berdasarkan olahan citra tahun 2011 oleh BAPLAN, luasan ruang terbangun
semakin mendominasi hingga 47,87% atau seluas 8.475,61 ha. Dengan kata lain,
tutupan lahan lainnya (hutan alam, hutan tanaman, semak, kebun, sawah,
pertanian lahan kering) adalah sebesar 52,13%.
Berdasarkan rata-rata cadangan karbon hasil pengukuran lapang pada tiap-
tiap tutupan lahan (ruang terbangun, hutan alam, hutan tanaman, semak, kebun,
sawah, pertanian lahan kering), maka total cadangan karbon di DAS Ciliwung
pada tahun 2011 adalah sebesar 1.092.187,84 ton. Hutan alam memberikan
kontribusi cadangan karbon terbesar terhadap cadangan karbon yang ada di DAS
Ciliwung yaitu sebesar 39,94% atau sebesar 436.208,92 ton. Kebun juga
memberikan kontribusi yang besar terhadap cadangan karbon, yaitu sebesar
28,14% atau sebesar 307.373,89 ton. Urutan ketiga terbesar adalah hutantanaman
yang memberikan cadangan karbon sebesar 26,04% atau sebesar 284.437,86 ton.
Tutupan sawah memiliki cadangan karbon lebih besar daripada tutupan
ruang terbangun maupun tutupan pertanian lahan kering. Tetapi dengan luasannya
yang lebih sempit, tutupan persawahan berkontribusi terhadap cadangan karbon di
DAS Ciliwung ‘hanya’ sebesar 0,01% atau sebesar 93,77 ton, lebih sedikit
dibandingkan dengan tutupan ruang terbangun (46.698,71 ton), tutupan pertanian
lahan kering (16.741,98 ton), atau pun tutupan semak (632,71 ton). Hal tersebut
menunjukkan bahwa upaya untuk mengoptimalkan penanaman vegetasi penyerap
karbon pada lahan-lahan pribadi (pekarangan rumah), menanam pohon peneduh
pada areal pertanian lahan kering, atau pun memanfaatkan areal semak adalah
sangat diperlukan dalam rangka menciptakan daya dukung kawasan untuk
sekuestrasi karbon.
4.2. PEMBAHASAN
4.2.1. Perubahan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Jumlah penduduk dari tahun ke tahun yang semakin meningkat dan
kemajuan suatu wilayah berdampak pada peningkatan kebutuhan akan ruang
terbangun serta bangunan sarana pendukung lainnya yang akhirnya akan
47
memberikan perubahan pola penutupan lahan, dinamika perubahan ini juga
tergambar pada DAS Ciliwung, baik pada bagian hulu, tengah,maupun hilir.
Berdasarkan hasil analisis perubahan penutupan lahan di DAS Ciliwung
(Tabel 10 dan Gambar 14) terlihat kecenderungan penurunan areal terbuka hijau
(RTH) di luar ruang terbangun. Di tahun 2012, persentase total luasan ruang
terbangun meningkat sebesar 28,97% dibandingkan data tahun 1990, dengan kata
lain luasan RTH di luar ruang terbangun berkurang dengan persentase yang
sebanding.
Tabel 10 Perubahan penutupan lahan selama dua dekade di DAS Ciliwung.
Jenis Penutupan Lahan
1990 (ha)
2000 (ha)
2011 (ha)
Perubahan LC*(%)
Perubahan Total (%)
Ruang terbangun
7.294,38
8.475,61
18.480,82 153,36 28,97
Kebun
11.159,62
11.152,79
10.323,63 -7,49 -2,17
Hutan alam
4.362,41
4.362,41
3.922,68 -10,08 -1,14
Pertanian lahan kering
13.918,22
12.931,24
3.773,04 -72,89 -26,28
Hutan tanaman
1.522,02
1.522,02
1.961,76 28,89 1,14
Semak belukar
237,80
145,83
127,97 -46,19 -0,28
Sawah
115,80
20,36
20,36 -82,42 -0,25
38.610,25 38.610,25 38.610,25 Sumber: diolah dari BAPLAN (2012) *LC = Land Cover Ruang terbangun= permukiman, pekantoran, industri, infrastruktur jalan; Kebun= kebun campuran, termasuk kebun teh; Hutan alam= hutan primer dan sekunder; Pertanian lahan kering= terutama singkong, ubi, jagung; Hutan tanaman = dominasi Pinus merkusii; Semak belukar= lahan tidak produktif, bekas permukiman atau garapan masyarakat; Sawah= areal penanaman padi dengan sistem irigasi.
Tabel 10 menunjukkan perubahan penutupan lahan yang terjadi selama
sekitar dua puluh tahun.Dari data tersebut diketahui bahwa luas wilayah
penutupan ruang terbangun di DAS CIliwung terlihat terbanyak mengalami
peningkatan.
Pada sepuluh tahun pertama (tahun 1990-2000), luas ruang terbangun
meningkat dari 7.294,38 ha menjadi 8.475,61 ha. Pada sepuluh tahun berikutnya
(tahun 2000-2011), luas ruang terbangun kembali meningkat menjadi 18.480,82
48
ha, yang berarti mengalami total peningkatan dari tahun 1990 sebesar 153,36%
dari luas ruang terbangun semula, atau meningkat 28,97% dari luas keseluruhan
DAS Ciliwung (Tabel 10).
Penutupan lahan jenis perkebunan/kebun campur juga mengalami
perubahan. Dari data pada Tabel 10, diketahui selama tahun 1990 sampai 2011,
luasan penutupan perkebunan mengalami perubahan, yaitu seluas 11.159,62 pada
tahun 1990, menjadi seluas 11.152,79 ha pada tahun 2000. Kemudian luasan lahan
perkebunan/ kebun campur berubah kembali menjadi 10.323,63 pada tahun 2011
yang berarti berkurang sebesar 7,49% dari luasan perkebunan/ kebun campur
semula, atau berkurang 2,17% dari keseluruhan luas DAS Ciliwung.
Luasan hutan alam di DAS Ciliwung selama sepuluh tahun pertama (tahun
1990-2000), tidak mengalami perubahan luas, yaitu tetap seluas 4.362.41 ha.
Pada sepuluh tahun berikutnya (tahun 2000-2011), hutan alam mengalami
penurunan luas menjadi 3.922,68 ha, yang berarti mengalami perubahan lahan
sebesar 10,08% dari luasan awal (tahun 1990), atau mengalami penurunan sebesar
1,14% dari luas keseluruhan DAS Ciliwung (Tabel 10).
Pertanian lahan kering pada DAS Ciliwung juga mengalami perubahan
luas. Pada sepuluh tahun pertama (tahun 1990-2000), luas penutupan pertanian
lahan kering berubah dari 13.918,22 ha menjadi 12.931,24 ha. Kemudian pada
sepuluh tahun kedua (tahun 2000-2011), kembali berubah 61.192,66 ha menjadi
3.773,04 ha. Hal ini berarti luas penutupan perkebunan pada DAS Ciliwung
mengalami penurunan total sejak tahun 1990 sebesar 72,89% dari luasan semula,
atau berkurang 26,28% dari keseluruhan luas DAS Ciliwung (Tabel 11 dan Tabel
12).
Hutan tanaman di DAS Ciliwung juga tidak mengalami perubahan luas
pada sepuluh tahun pertama (tahun 1990-2000), yaitu tetap seluas 1.522,02 ha.
perubahan luas hutan tanaman terjadi pada sepuluh tahun berikutnya (tahun 2000-
2011), yaitu menjadi seluas 1.961,76 ha, atau bertambah sebesar 28,89% dari
luasan semula, atau meningkat sebesar 1,14% dari keseluruhan luas DAS
Ciliwung (Tabel 11 dan Tabel 12).
49
Sumber: diolah dari BAPLAN (2012) Gambar 15 Perubahan penutupan lahan di DAS Ciliwung tahun 1990 (a), 2000 (b), 2011 (c).
49
(a) (b) (c)
Tabel 11 Kontingensi penutupan lahan DAS Ciliwung tahun 1990 - 2000
Keterangan
Tahun 2000
Ruang terbangun Kebun
Hutan alam
Pertanian lahan kering
Hutan tanaman Semak Sawah
TOTAL (ha)
Tahu
n 19
90
Ruang terbangun 7.294,38 - - - - - - 7.294,38 Kebun 6,84 11.152,79 - - - - - 11.159,62 Hutan alam - - 4.362,41 - - - - 4.362,41 Pertanian lahan kering 986,98 - - 12.931,24 - - - 13.918,22 Hutan tanaman - - - - 1.522,02 - - 1.522,02 Semak belukar 91,97 - - - - 45,83 - 237,80 Sawah 95,44 - - - - - 20,36 115,80 TOTAL (ha) 8.475,61 11.152,79 4.362,41 12.931,24 1.522,02 145,83 20,36 38.610,25
Tabel 12 Kontingensi penutupan lahan DAS Ciliwung tahun 2000 - 2011
Keterangan
Tahun 2011
Ruang terbangun Kebun
Hutan alam
Pertanian lahan kering
Hutan tanaman Semak Sawah
TOTAL (ha)
Tahu
n 20
00
Ruang terbangun 8.475,61 - - - - - - 8.475,61 Kebun 829,16 10.323,63 - - - - - 11.152,79 Hutan alam - - 3.922,68 - 439,74 - - 4.362,41 Pertanian lahan kering 9.158,20 - - 3.773,04 - - - 12.931,24 Hutan tanaman - - - - 1.522,02 - - 1.522,02 Semak belukar 17,86 - - - - 127,97 - 145,83 Sawah - - - - - - 20,36 20,36 TOTAL (ha) 18.480,82 10.323,63 3.922,68 3.773,04 1.961,76 127,97 20,36 38.610,25
Sumber: diolah dari BAPLAN (2012)
50
Penutupan semak juga mengalami perubahan luas. Pada tahun 1990, luas
penutupan semak adalah 237,80ha. Pada tahun 2000, luas penutupan semak
berubah menjadi 145,83ha. Kemudian pada tahun 2011, kembali berubah menjadi
127,97ha atau menurun sebanyak 46,19% sejak tahun 1990, atau berkurang
sebesar 0,28% dari luas keseluruhan DAS Ciliwung (Tabel 11 dan Tabel 12).
Sawah salah satu penutupan yang juga mengalami perubahan luas. Dari
semula seluas 115,80 ha pada tahun 1990 menjadi 20,36 ha pada tahun 2000. Dan
tetap pada luasan tersebut sampai tahun 2011. Sehingga dapat diketahui bahwa
luas penutupan sawah mengalami penurunan sebesar 82,42% sejak tahun 1990,
atau mengalami penurunan sebesar 0,25% dari keseluruhan luas DAS
Ciliwung(Tabel 11 dan Tabel 12).
4.2.2. Analisis Konversi Perubahan RTH
Dari Tabel 11, dapat diketahui bahwa antara tahun 1990 – 2000, areal
kebun seluas 6,84 ha berubah fungsinya menjadi areal ruang terbangun. Areal
pertanian lahan kering juga mengalami perubahan menjadi areal ruang terbangun
seluas 986,98 ha. Berdasarkan analisis peta, lokasi areal pertanian lahan kering
yang paling banyak terkonversi menjadi areal ruang terbangun pada dekade ini
berada pada daerah Depok, dan sebagian kecil di wilayah Jakarta. Selain itu, areal
semak juga mengalami konversi menjadi areal ruang terbangun seluas 91,97 ha.
Areal sawah yang terkonversi menjadi ruang terbangun seluas 95,44 ha. Hasil dari
konversi lahan ini mengakibatkan luasan areal ruang terbangun antara tahun 1990
– 2000 meningkat total seluas 1.181,23 ha menjadi 8.475,61 pada tahun 2000 dari
luasan semula 7.294,38 ha pada tahun 19990.
Pada tahun 2000 – 2011, areal kebun mengalami konversi menjadi areal
ruang terbangun (Tabel 12). Areal kebun yang berubah ini seluas 829,16 ha yang
berada di wilayah Bogor dan sebagian lagi di Depok.Sejak akhir delapan puluhan
telah muncul kota-kota baru, yaitu merupakan kota-kota yang direncanakan
pembangunannya oleh pengembang. Kota baru ini merupakan “satellite city” yang
dibangun di wilayah sub-urban dan mengelilingi kota utamanya. Sebagai contoh,
kota-kota baru tersebut sebagai pusat ruang terbangun yang memiliki infrastruktur
an fasilitas yang lengkap banyak tumbuh di seputar Jakarta, Bogor, Tangerang,
51
52
Depok, dan Bekasi (Arifin 2011). Dari alamat properti di Jabodetabek
(Livingestate 2011 dalam Arifin 2011), tercatat ada 17 pengembang perumahan di
Jakarta, 31 di Bogor, 19 di Depok, 45 di Tangerang, dan 144 di Bekasi. Hal ini
salah satu yang menyebabkan meningkatnya ruang terbangun pada DAS
Ciliwung.
4.2.3. Dampak Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Kondisi Gas Rumah Kaca (GRK)
Perubahan penutupan lahan yang terdapat pada suatu lanskap tentu saja
akan berdampak pada potensi yang dimiliki oleh lanskap tersebut dalam
mensekuestrasi karbon dioksida. Berdasarkan hasil penelitian dengan melihat
perubahan luasan lahan dengan nilai simpanan karbon aktual pada tahun 2011,
pada tahun 2011 DAS Ciliwung memiliki cadangan karbon sebesar 1.092.187,84
ton karbon.Berdasarkan perhitungan dengan pendekatan Mean Annual Increament
(MAI) dan alometrik, cadangan karbon hutan tanaman pinus pada tahun 2000 dan
1990 berturut-turut adalah 76.113,17 ton dan 4.106,41 ton (Tabel 13).
Tabel 13 Cadangan karbon pada tiap tutupan lahan tahun 1990, 2000, 2011 di DAS Ciliwung
No Penutupan lahan Tahun 1990 2000 2011
1 Hutan alam 485.108,51 485.108,51 436.208,92 2 Kebun 332.264,61 332.061,09 307.373,89 3 Hutan tanaman 4.106,41 76.113,17 284.437,86 4 Ruang terbangun 18.431,98 21.416,80 46.698,71
5 Pertanian lahan kering 61.758,78 57.379,29 16.741,98
6 Semak 1.461,84 896,45 786,67 7 Sawah 533,35 93,77 93,77
Total 903.665,48 973.069,07 1.092.341,80 Total CO2e 3.316.452,32 3.571.163,50 4.008.894,40
Sumber: Hasil pengukuran lapang (2012)
Pada tahun 2000 DAS Ciliwung memiliki cadangan kabon sebesar
972.893,63 ton karbon. Pada tahun 1990 DAS Ciliwung memiliki cadangan
karbon sebesar 903.379,38 ton karbon (Tabel 13 dan Gambar 15). Dengan
53
menggunakan perbandingan massa molekul relatif CO2 (44) dan massa atom
relatif C (12), maka serapan CO2 adalah 3,67 x cadangan karbon.
Serapan CO2 pada tahun 1990, 2000, dan 2011 berturut-turut adalah
3.316.452,32ton CO2e; 3.571.163,50ton CO2e; dan 4.008.894,40ton CO2e(Tabel
13). Dari data tersebut terlihat bahwa selama dua puluh tahun terakhir terdapat
kecenderungan yang meningkat terhadap cadangan karbon pada DAS Ciliwung
yaitu sebesar 69.403,59 ton karbon antara tahun 1990 sampai 2000, dan
119.272,72 ton karbon antara tahun 2000 sampai 2011, atau sebesar total
188.676,32 ton karbon atau 692.442,08 ton CO2e.
Penambahan cadangan karbon pada sepuluh tahun kedua setelah tahun
1990 hampir mencapai 2 kali lipat dari pada penambahan cadangan karbon pada
sepuluh tahun yang pertama. Hal ini dapat diperkirakan karena adanya proses
pertumbuhan pada hutan tanaman pinus di hulu DAS Ciliwung yang terjadi
selama dua dekade tersebut. Selama dua dekade, hasil penelitian memperlihatkan
bahwa hanya ada dua tutupan lahan yang meningkat positif (Tabel 11 dan Tabel
12), yaitu tutupan ruang terbangun yang meningkat 153,36% dari tahun 1990, dan
tutupan hutan tanaman yang meningkat 1,14%.
Tabel 12 menunjukkan bahwa peningkatan tutupan hutan tanaman berasal
dari tutupan hutan alam yang dikonversi.Berdasarkan pembacaaan peta dan
tinjauan lapang, hutan alam yang dikonversi menjadi hutan tanaman tersebut
berada pada daerah Mega Mendung.Data lapangan menyebutkan bahwa hutan
tanaman pada DAS Ciliwung memiliki cadangan karbon yang lebih banyak dari
pada hutan alam, sehingga tidak menurunkan cadangan karbon kecuali di awal-
awal penanamannya.
Tutupan ruang terbangun diketahui berasal dari tutupan yang lainnya
(kebun, pertanian lahan kering, semak, dan sawah).Tutupan ruang terbangun juga
memiliki cadangan karbon, namun perubahan tutupan ruang terbuka hijau menjadi
tutupan ruang terbangun tetap berpotensi mengurangi cadangan karbon.Hal itu
disebabkan karena tutupan ruang terbangun memiliki cadangan karbon yang lebih
rendah jika dibandingkan tutupan ruang terbuka hijau. Selama kisaran tahun 1990
– 2000, luas tutupan kebun berubah menjadi tutupan ruang terbangun sebanyak
54
6,84 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS
Ciliwung sekitar 186,37 ton karbon.
Tabel 14 Estimasi kehilangan cadangan karbon akibat konversi RTH menjadi ruang terbangun di DAS Ciliwung tahun 1990 - 2000
No Jenis Tutupan Lahan Luas (ha)
Estimasi kehilangan karbon
(ton/ha)
Estimasi kehilangan karbon per LC*
(ton) 1 Kebun 6,84 27,24 186,37 2 Pertanian lahan kering 986,98 1,91 1,885,51 3 Semak belukar 91,97 3.62 333.22 4 Sawah 95,44 2,08 198,41
Total 1.181,23 2.603,51 *LC = Land Cover Sumber: Hasil pengukuran lapang (2012)
Luas tutupan pertanian lahan kering berubah menjadi tutupan ruang
terbangun sebanyak 986,98 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan
karbon pada DAS Ciliwung sekitar 1.885,51 ton karbon. Luas tutupan semak juga
berubah menjadi tutupan ruang terbangun yaitu sebanyak 91,97 ha. Hal ini
diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 333.22
ton karbon. Selain itu luas tutupan sawah berubah menjadi tutupan ruang
terbangun sebanyak 95,44 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan
karbon pada DAS Ciliwung sekitar 198,41 ton karbon (Tabel 14).
Tabel 15 Estimasi kehilangan cadangan karbon akibat konversi RTH menjadi
ruang terbangun di DAS Ciliwung tahun 2000 - 2011
No Jenis Tutupan Lahan Luas (ha)
Estimasi kehilangan karbon
(ton/ha)
Estimasi kehilangan karbon per LC
(ton) 1 Kebun 829,16 27,24 22.592,08 2 Pertanian lahan kering 9158,20 1,91 17.495,71 3 Semak belukar 17,86 3,62 64,71
Total 10.005,22 40.152,50 *LC = Land Cover Sumber: Hasil pengukuran lapang (2012)
Selama kisaran tahun 2000 - 2011, luas tutupan kebun berubah menjadi
tutupan ruang terbangun sebanyak 829,16 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan
cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 22.592,08 ton karbon. Luas tutupan
55
pertanian lahan kering berubah menjadi tutupan ruang terbangun sebanyak 9158,2
ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS Ciliwung
sekitar 17.495,71 ton karbon. Luas tutupan semak juga berubah menjadi tutupan
ruang terbangun yaitu sebanyak 17,86 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan
cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 64,71 ton karbon (Tabel 15).
4.2.4. Upaya Meningkatkan Cadangan Karbon
Sebenarnya telah banyak kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah
yang telah dikeluarkan untuk ‘mengamankan’ wilayah ini agar pemanfaatan ruang
dan lahannya serasi seimbang dan lestari, seperti PP Nomor 13 tahun 1963
tentang Penertiban Pembangunan Baru Sepanjang Jalan Jakarta-Bogor-Puncak-
Cianjur, di luar batas DKI, daerah swasantra Tk II Bogor dan Cianjur, Keppres
Nomor 48 tahun 1963 tentang Penanganan Khusus Penataan Ruang dan
Penertiban serta Pengendalian Pembangunan pada Kawasan Pariwisata Bopunjur;
dan Keppres Nomor 79 tahun 1985 tentang Penetapan Rencana Umum Tata
Ruang Kawasan Bopunjur. Pada tahun 1999 pemerintah menetapkan Keppres
Nomor 114 tentang Penataan Ruang Kawasan Bopunjur, yang merupakan
pengganti dari Keppres sebelumnya, yaitu Keppres Nomor 48 tahun 1963. Aturan
pendukung RTH lainnya juga sudah dikeluarkan, seperti PP No. 62 tahun 2002
tentang Hutan Kota.
Selain itu telah banyak program dan kegiatan pengelolaan DAS Ciliwung,
baik atas inisiatif pemerintah maupun lembaga non-pemerintah dan
masyarakat.Tercatat sebanyak 102 program/kegiatan yang telah dilaksanakan di
DAS Ciliwung dengan berbagai klasifikasinya (Ruhendi, 2005).
Tutupan kebun, ruang terbangun, dan pertanian lahan kering adalah
tutupan lahan yang memiliki kontribusi penyerapan karbon yang cukup potensial
di DAS Ciliwung karena akumulasi luas (Gambar 15),sehingga upaya
peningkatan cadangan karbon di DAS Ciliwung dapat dilakukan dengan
mengoptimalkan areal pada lahan pribadi tersebut seperti pekarangan, kebun, dan
pertanian lahan kering termasuk juga area publik pada ruang terbangun modern.
Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menanam kombinasi tanaman lokal yang
memiliki kemampuan daya serap karbon tinggi dan juga mampu memberi manfaat
56
lainnya seperti untuk kebutuhan pakan, kenyamanan, kayu, estetika, dan lain
sebagainya. Menurut Arifin dan Nakagoshi (2011), pekarangan berperan penting
dalam menjaga keseimbangan di masa ini dan di masa depan kelak. Dahlan (1992)
yang disitasi oleh Mayalanda (2008) menyatakan bahwa hutan kota memiliki
berbagai peranan di antaranya sebagai penyerap karbondioksida dan penghasil
oksigen. Peranan ini berlangsung melalui proses fotosintesis yang terjadi pada
tumbuhan, dalam hal ini yaitu pohon-pohon pada hutan kota. Oleh karena itu
pemilihan jenis tanaman sangat penting dalam pembangunan hutan kota.
Gambar 16 Komposisi cadangan karbon pada berbagai tahun di DAS
Ciliwung.
Beberapa jenis tanaman lokal yang ditemukan di DAS Ciliwung seperti
pule, nangka, kembang kupu-kupu, randu, dan beringin mempunyai daya serap
karbondioksida yang tinggi bahkan sangat tinggi sehingga tanaman tersebut
potensial untuk ditanam pada areal kosong, kebun campuran, ataupun areal ruang
terbangun dalam rangka optimasi pekarangan. Studi cadangan karbon di
pekarangan pada hulu DAS Kali Bekasi oleh Adinugroho (2012) melaporkan
bahwa rata-rata cadangan karbon terbesar terdapat pada tipe pekarangan sedang
(200-500 m2) dengan potensi cadangan sebesar 52,10 ton/ha, pada tipe
pekarangan sangat besar (>1.000 m2) rata-rata cadangan karbonnya sebesar 21,11
ton/ha, pada tipe pekarangan sempit (<200 m2) sebesar 43,17 ton/ha, pada tipe
pekarangan besar (500-1000 m2) sebesar 7,54 ton/ha. Rata-rata cadangan karbon
ini memang sangat dipengaruhi oleh struktur tegakan penyusunnya. Berdasarkan
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1990 2000 2011
Cada
ngan
Kar
bon
(ton
)
Tahun
Hutan Alam
Kebun Campuran
Hutan Tanaman
Ruang Terbangun
Pertanian Lahan Kering
Semak
Sawah
57
data tersebut, dapat diketahui bahwa potensi pekarangan dalam areal permukiman
memiliki potensi cadangan karbon yang cukup potensial dijadikan karbon
sekuester.
Kegiatan-kegiatan peningkatan cadangan karbon dapat dilakukan sebagai
salah satu upaya untuk mengurangi emisi CO2 di udara dalam rangka mitigasi
perubahan iklim, tetapi hal ini harus pula diiringi oleh kesadaran masyarakat
untuk mengurangi pelepasan CO2 ke udara, misalnya dengan mengurangi
penggunaan bahan bakar fosil dan tetap menjaga tutupan vegetasi di sekitar areal
ruang terbangun.
58
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat perubahan tutupan lahan di DAS Ciliwung selama dua puluh
tahun (1990-2011). Perubahan terbesar adalah bertambahnya tutupan
permukiman yang semula 7.294,38 ha pada tahun 1990, menjadi
18.480,82 ha pada tahun 2011 yang berarti meningkat 153,36% dari tahun
1990 atau 28,97% dari total luasan DAS Ciliwung.
2. Tutupan lahan pada DAS Ciliwung memiliki cadangan potensi karbon
yang bervariasi dari 2,50–144,99 ton/ha. Perbedaan cadangan potensi
karbon dipengaruhi perbedaan komposisi vegetasi pada tiap tutupan lahan.
Tutupan ruang terbangun memiliki cadangan karbon 2,53 ton/ha. Tutupan
pertanian lahan kering memiliki cadangan karbon 4,44 ton/ha. Tutupan
sawah memiliki cadangan karbon 4,61 ton/ha. Tutupan semak memiliki
cadangan karbon 6,15 ton/ha. Tutupan kebun memiliki cadangan karbon
29,77 ton/ha. Tutupan hutan alam memiliki cadangan karbon 111,20
ton/ha. Tutupan hutan tanaman memiliki cadangan karbon 144,99 ton/ha.
Dalam skala DAS, cadangan karbon pada DAS Ciliwung di tahun 2011
adalah 1.092.341,80 ton karbon.
3. Perubahan tutupan ruang terbuka hijau menjadi tutupan ruang terbangun
mengakibatkan kehilangan cadangan karbon. Secara total, selama tahun
1990 sampai 2011 terdapat kecenderungan yang meningkat terhadap
cadangan karbon di DAS Ciliwung yaitu meningkat 69.403,59 ton karbon
antara tahun 1990 sampai 2000, dan meningkat 119.272,72 ton karbon
antara tahun 2000 sampai 2011, atau peningkatan total 188.676,32 ton
karbon atau setara dengan 692.442,08 ton CO2e. Peningkatan disebabkan
adanya asumsi pertumbuhan pada hutan tanaman pinus selama 20 tahun.
60
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian ini, beberapa hal yang dapat direkomendasikan
adalah sebagai berikut:
1. Mengoptimalkan lahan pribadi seperti permukiman dan areal pertanian
lahan kering dapat membantu penyerapan karbon di udara. Lahan pribadi
yang disusun dengan jenis tanaman buah-buahan dan kayu dengan daya
serap CO2 tinggi sangat berpotensi untuk menjadi karbon sekuester.
2. Pada kawasan permukiman modern, ketersediaan ruang terbuka hijau
menjadi syarat yang harus disediakan oleh pengembang untuk
meningkatkan cadangan karbon.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugroho WC. 2012. Kontribusi Sistem Agroforestri Terhadap Cadangan Karbon di Hulu DAS Kali Bekasi. [tesis]. Bogor: Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Alphan H, Doygun H, Yüksel I, Unlukaplan. 2008. Post-classification comparison of land cover using multitemporal Landsat and ASTER imagery: the case of Kahramanmaras, Turkey. Springer 151: 327-336.
Arifin HS, Nakagoshi N. 2011. Landscape ecology and urban biodiversity in tropical Indonesian cities. Lanscape Ecology, 7: 33-43.
Asdak C. 2004. Hirologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: GajahMadaUniversity Press.
[BAPLAN] Badan Planologi Nasional. 2012. Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung.
[BPDAS Citarum-Ciliwung] Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung. 2011. Penyusunan Rencana Tindak Pengelolaan DAS Ciliwung. Bogor: BPDAS Citarum-Ciliwung.
Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest: a Primer. Rome, Italy: FAO Forestry Paper 134.
Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran “Karbon Tersimpan” di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre.
Hairiah K, Rahayu S. 2010. Mitigasi Perubahan Iklim: Agroforestri Kopi Untuk Mempertahankan Cadangan Karbon Lanskap. Makalah dalam Simposium Kopi 2010. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Hairiah K. 2011. Pertanian Berlanjut. Bahan Kuliah Universitas Brawijaya, Malang.
Harmoko AD. 2004. Inventarisasi Hasil-hasil Penelitian Tentang Pertumbuhan Pohon dan Pengaturan Hasil Hutan di Indonesia. [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Hernandez PP, Koohafkan P, Antoine J. 2011. A Methodological Framework for The Assessment of Carbon Sequestration Scenarios: FAO ecperiences based on the integration of model to GIS.
Intip Hutan. 2003. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Forest Watch Indonesia.
Irwan ZD. 1997. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo.
62
Isdiyantoro. 2007. Pendugaan Cadangan Karbon Pohon Pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota di Kodya Jakarta Timur Menggunakan Citra Landsat. [tesis]. Bogor: Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Karyadi H. 2005. Pengukuran Daya Serap Karbondioksida 5 Jenis Tanaman Hutan Kota. [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Kaswanto RL, Nakagoshi N, Arifin HS. 2010. Impact of land use changes on spatial pattern of landscape during two decades (1989 – 2009) in West Java region. Hikobia 15: 363-376.
Kondo T, Nishimura S, Naito Y, Tsumura Y, Isagi Y, Nakagoshi N, Okuda T, Leong LS, Norwati M. 2010. Ecosystem Management toward the Balancing of Natural Resources Usage and Carbon Sink Protection. Lecture material of International Environmental Cooperation Studies II. Hiroshima University. Japan.
Lal R. 2005. Forest Soil and Carbon Sequestration. Forest Ecology and Management 220: 242 – 258.
[Litbang Dephut] Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan. 2010. Rencana Penelitian Integratif: Sistem Pengelolaan DAS Hulu, Lintas Kabupaten, Lintas Provinsi.
Mayalanda Y. 2008. Kajian Daya Rosot Karbondioksida oleh Jenis Tanaman Hutan Kota di Hutan Penelitian Dramaga. [skripsi].Bogor : Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Murdiyarso D. 1999. Perlindungan Atmosfer Melalui Perdagangan Karbon : Paradigma Baru dalam Sektor Kehutanan [Orasi Ilmiah]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Nuarsa, I W. 2004. Menganalisis Data Spasial dengan Arc View GIS 3.3. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
[Pepres RI] Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 61 Tahun 2011. Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.
Pramukanto Q. 1998. Evaluasi Sumberdaya Lahan Untuk Rekreasi Alam Pada Sub DAS Ciliwung Hulu, Jawa Barat. [Seminar Hasil-hasil Penelitian IPB]. Bogor:Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
63
Pudjiharta AG, Basuki TM. 1990. Distribusi Debit dan Hasil Air Pada Dua Sub DAS yang Berbeda Penggunaan Lahannya di Propinsi Bali. For. Res. Bull. 527 : 1-8.
Purwaningsih S. 2007. Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor [skripsi]. Bogor:Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
RahayuS, Lusiana B, van Noordwijk M. 2004. Pendugaan Cadangan Karbon di Atas Permukaan Tanah pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di Kabupaten Nunukaan, Kalimantan Timur. Word Agroforestry Center.
Ruhendi H. 2005. Kajian Kelembagaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Ciliwung [skripsi]. Bogor:Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Rusolono T. 2006. Model Pendugaan Persediaan Karbon Tegakan Agroforestri Untuk Pengelolaan Hutan Milik Melalui Skema Perdagangan Karbon. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Santoso H. 2011. Kebijakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
Sianturi RD. 2004. Potensi Karbon Di Atas Permukaan Tanah Pada Hutan Rakyat Sengon (Studi Kasus di Desa Pacekelan, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah) [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Soemarwoto O. 1994. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan: Yogyakarta.
Sulistyawati E, Ulumuddin YI, Zuhri M. 2008. Land-use Change in Mount Papandayan: Its Associated Impacts on Biodiversity and Carbon Stock. Paper of International Conference on Environmental Research and Technology.
Widayati A, Ekadinata A, Syam R. 2003. Alih Guna Lahan di Kabupaten Nunukan: Pendugaan Cadangan Karbon Berdasarkan Tipe Tutupan Lahan dan Kerapatan Vegetasi pada Skala Lanskap. Word Agroforestry Center.
[WWF] World Wide Foundation. 2012. Seputar Perubahan Iklim, Seputar Iklim dan Energi.
Zhou W, Troy A, Grove M. 2008. Object-based Land Cover Classification and Change Analysis in the Baltimore Metropolitan Area Using Multitemporal High Resolution Remote Sensing Data. Sensors 8: 1631-1636.
64
LAMPIRAN
66
Lampiran 1 Perhitungan biomassa tumbuhan bawah pada hutan alam
Sampel 1
Keterangan
Total
(g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa plot
(g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
tersimpan
(ton/ha)
Serasah 1360 260 112,5 588,46 3,92 1,80
Daun 2228 403 65 359,35 2,40 1,10
TOTAL 6,32 2,91
Sampel 2
Keterangan
Total
(g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa plot
(g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
tersimpan
(ton/ha)
Serasah 1875 325 178 1026,92 6,85 3,15
Daun 1255 325 36,5 140,95 0,94 0,43
TOTAL 7,79 3,58
Sampel 3
Keterangan
Total
(g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa plot
(g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
tersimpan
(ton/ha)
Serasah 1182 332 194,5 692,47 4,62 2,12
Daun 1028 378 48,5 131,90 0,88 0,40
TOTAL 5,50 2,53
Keterangan : BB = Berat Basah, BK = Berat Kering
67
Lampiran 2 Perhitungan biomassa tumbuhan bawah pada hutan tanaman
Sampel 1
Keterangan
Total
(g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa plot
(g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
tersimpan
(ton/ha)
Serasah 120 64 21 39,38 0,26 0,12
Sampel 2
Keterangan
Total
(g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa plot
(g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
tersimpan
(ton/ha)
Daun 126 126 69,2 69,20 0,92 0,42
Keterangan : BB = Berat Basah, BK = Berat Kering
68
Lampiran 3 Perhitungan biomassa tumbuhan bawah pada semak
Total (g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa
plot (g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon tersimpan
(ton/ha)
2810,1 775 335,5 1216,50 8,11 3,73
Keterangan : BB = Berat Basah, BK = Berat Kering
69
Lampiran 4 Perhitungan biomassa tumbuhan bawah pada kebun campuran
Sampel 1
Keterangan Total (g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa plot
(g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
tersimpan
(ton/ha)
Serasah 750 150 55,1 275,5 1,84 0,84
Daun 550 150 22,7 83,23 0,55 0,26
TOTAL 2,39 1,10
Sampel 2
Keterangan Total (g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa plot
(g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
tersimpan
(ton/ha)
Serasah 908 100 68 617,44 4,12 1,89
Daun 881,5 100 27 238,01 1,59 0,73
TOTAL 5,70 2,62
Sampel 3
Keterangan Total (g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa plot
(g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
tersimpan
(ton/ha)
Serasah 500 203,0 74 182,27 1,22 0,56
Daun 864 229,5 48 180,71 1,20 0,55
TOTAL 2,42 1,11
70
Lampiran 5 Perhitungan biomassa tumbuhan bawah pada sawah
Keterangan
Total
(g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa plot
(g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
Tersimpan
(ton/ha)
Daun 4650 317 112 1642,90 21,91 10,08
TOTAL 10,08
Sampel 2
Keterangan
Total
(g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa plot
(g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
Tersimpan
(ton/ha)
Daun 1100 276,5 55 218,81 2,92 1,34
TOTAL 1,34
Sampel 3
Keterangan
Total
(g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa plot
(g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
Tersimpan
(ton/ha)
Daun 1870 361 75,5 391,09 5,21 2,40
Keterangan : BB = Berat Basah, BK = Berat Kering
71
Lampiran 6 Perhitungan biomassa tumbuhan bawah pada ruang terbangun
Plot1 Total (g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa
plot (g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
Tersimpan
(ton/ha)
Serasah 873,7 203,5 80 343,47 2,29 1,05
TOTAL 2,29 1,05
Plot2 Total (g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa
plot (g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
Tersimpan
(ton/ha)
Serasah 2530 237 46 491,05 3,27 1,51
TOTAL 3,27 1,51
Keterangan : BB = Berat Basah, BK = Berat Kering
72
Lampiran 7 Perhitungan biomassa tumbuhan bawah pada pertanian lahan kering
Sampel 1
Keterangan
Total
(g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa plot
(g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
Tersimpan
(ton/ha)
Daun 5900 100 9,5 560,5 3,74 1,72
TOTAL 3,74 1,72
Sampel 2
Keterangan
Total
(g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa plot
(g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
Tersimpan
(ton/ha)
Serasah 750 100 21,6 162 1,08 0,50
Daun 3900 200 59,4 1.158,30 7,72 3,55
TOTAL 8,80 4,05
Sampel 3
Keterangan
Total
(g)
BB sampel
(g)
BK sampel
(g)
Biomassa plot
(g)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
Tersimpan
(ton/ha)
Daun 4000 100 61,5 2460,00 16,40 7,54
TOTAL 16,40 7,54
Keterangan : BB = Berat Basah, BK = Berat Kering
73
Lampiran 8 Perhitungan biomassa tegakan pada hutan alam
Sampel 1
No Nama
Kell
(cm)
Diamater
(cm)
Tinggi
(m)
BJ
(kg/m3)
Vol Tot
(kg)
1 Saninten 365 116,24 15 730 10.569,43
2 Beleketebe 304 96,82 19 560 7.124,27
3 Kimareme 76 24,20 6 630 158,19
4 Beleketebe 175 55,73 15 560 1.863,83
5 Kimareme 42 13,38 5 630 40,26
6 Beleketebe 235 74,84 22 560 4.929,45
7 Walen 40 12,74 3 460 16,00
8 Ki panggang 40,5 12,90 4 470 22,34
9 Beleketebe 146 46,50 16 560 1.383,77
10 Walen 70 22,29 4 460 65,32
11 Walen 70 22,29 3 460 48,99
12 Walen 67 21,34 2 460 29,92
13 Walen 80 25,48 5 460 106,65
14 Walen 65 20,70 3 460 42,24
15 Walen 62 19,75 6 460 76,87
16 Walen 62 19,75 4 460 51,25
17 Walen 38 12,10 4 460 19,25
18 Ki leho 70 22,29 5 430 76,33
19 Ki leho 160 50,96 7 430 558,29
20 Walen 45 14,33 4 460 27,00
21 Ki leho 130 41,40 8 430 421,21
22 Ki leho 35 11,15 3 430 11,45
23 Kimareme 45 14,33 4 630 36,97
24 Ki leho 54 17,20 4 430 36,34
25 Walen 44 14,01 4 460 25,81
26 Walen 73 23,25 4 460 71,04
27 Walen 96 30,57 5 460 153,58
28 Ki bangkok 135 42,99 15 450 891,30
29 Walen 45 14,33 5 460 33,74
30 Walen 66 21,02 6 460 87,11
31 Walen 48 15,29 6 460 46,07
32 Walen 46 14,65 6 460 42,31
33 Walen 60 19,11 6 460 71,99
34 Walen 60 19,11 5 460 59,99
35 Walen 27 8,60 3 460 7,29
36 Walen 43 13,69 3 460 18,49
37 Walen 61 19,43 5 460 62,01
38 Ki bangkong 180 57,32 8 450 845,08
74
39 Walen 61 19,43 5 460 62,01
40 Walen 72 22,93 4 460 69,11
41 Nangsi 45 14,33 4 620 36,39
42 Ki pahit 74 23,57 8 560 177,74
43 Ki pahit 68 21,66 8 560 150,09
44 Ki pahit 48 15,29 4 560 37,39
45 Pasang 165 52,55 7 950 1.311,72
46 Ki pahit 96 30,57 7 560 261,75
47 Nangsi 70 22,29 8 620 176,09
48 Pasang 36 11,46 4 950 35,68
49 Ki sirem 64 20,38 3 520 46,30
50 Beleketebe 55 17,52 4 560 49,09
51 Saninten 200 63,69 8 730 1.692,48
52 Ki pahit 69 21,97 6 560 115,90
53 Beleketebe 75 23,89 6 560 136,93
54 Hamirung 55 17,52 6 380 49,97
55 Walen 61 19,43 6 460 74,41
56 Nangsi 55 17,52 4 620 54,35
57 Beleketebe 45 14,33 5 560 41,08
58 Ky afrika 176 56,05 15 420 1.413,90
59 Pulus 43 13,69 4 380 20,36
60 Ki sirem 51 16,24 3 520 29,40
61 Walen 61 19,43 4 460 49,61
62 Walen 56 17,83 4 460 41,81
63 Nangsi 49 15,61 4 620 43,14
64 Nangsi 50 15,92 3 620 33,69
65 Nangsi 52 16,56 3 620 36,44
66 Nangsi 55 17,52 3 620 40,77
67 Walen 76 24,20 4 460 77,00
68 Walen 77 24,52 5 460 98,80
69 Walen 72 22,93 4 460 69,11
70 Ki leho 41 13,06 3 430 15,71
71 Walen 70 22,29 3 460 48,99
72 Ki leho 64 20,38 4 430 51,04
73 Ki sirem 96 30,57 8 520 277,77
74 Ki sirem 118 37,58 9 520 472,13
75 Walen 42 13,38 4 460 23,52
76 Walen 45 14,33 3 460 20,25
77 Beunying 64 20,38 4 470 55,79
78 Beunying 66 21,02 4 470 59,33
79 Beunying 51 16,24 5 470 44,29
TOTAL (ton/ha) 188,66
BF = 0,3
75
Sampel 2
No Nama
Kell
(cm)
Diameter
(cm)
Tinggi
(m)
BJ
(kg/m^3)
Vol Tot
(kg)
1 Ki leho 180 57,32 10 430 1.009,40
2 Ki sirem 71 22,61 5 520 94,96
3 Walen 98 31,21 5 460 160,04
4 Hamirung 99 31,53 15 380 404,76
5 Kimareme 130 41,40 10 630 771,40
6 Ki sirem 70 22,29 4 520 73,84
7 Ki sirem 63 20,06 5 520 74,77
8 Ki sirem 59 18,79 5 520 65,57
9 Manglid 120 38,22 13 520 705,28
10 Beleketebe 115 36,62 9 560 482,92
11 Walen 44 14,01 5 460 32,26
12 Walen 82 26,11 5 460 112,05
13 Walen 37 11,78 4 460 18,25
14 Walen 40 12,74 4 460 21,33
15 Walen 32 10,19 4 460 13,65
16 Beleketebe 170 54,14 10 560 1.172,57
17 Walen 22 7,01 3 460 4,84
18 Walen 39 12,42 3 460 15,21
19 Walen 90 28,66 6 460 161,97
20 Walen 63 20,06 4 460 52,91
21 Walen 57 18,15 4 460 43,31
22 Walen 49 15,61 4 460 32,01
23 Nangsi 63 20,06 6 620 106,97
24 Nangsi 72 22,93 5 620 116,43
25 Walen 61 19,43 5 460 62,01
26 Walen 36 11,46 4 460 17,28
27 Walen 62 19,75 6 460 76,87
28 Walen 61 19,43 5 460 62,01
29 Walen 55 17,52 5 460 50,41
30 Ki leho 90 28,66 7 430 176,65
31 Beleketebe 100 31,85 7 560 284,01
32 Walen 61 19,43 5 460 62,01
33 Pasang 320 101,91 15 950 10.572,23
34 Beleketebe 125 39,81 9 560 570,56
35 Pasang 24 7,64 3 950 11,89
36 Beleketebe 31 9,87 4 560 15,60
37 Saninten 120 38,22 8 730 609,29
38 Walen 37 11,78 3 460 13,69
39 Walen 64 20,38 4 460 54,60
40 Walen 64 20,38 4 460 54,60
76
41 Walen 73 23,25 4 460 71,04
42 Walen 57 18,15 5 460 54,14
43 Ki bangkong 182 57,96 8 450 863,97
44 Beleketebe 34 10,83 4 560 18,76
45 Nangsi 139 44,27 6 620 520,74
46 Ki pahit 230 73,25 10 560 2,146,32
47 Walen 37 11,78 3 460 13,69
48 Walen 40 12,74 3 460 16,00
49 Walen 33 10,51 3 460 10,89
50 Walen 42 13,38 3 460 17,64
51 Beleketebe 80 25,48 6 560 155,80
52 Beleketebe 42 13,38 4 560 28,63
53 Saninten 49 15,61 5 730 63,49
54 Pasang 105 33,44 7 950 531,19
55 Walen 50 15,92 4 460 33,33
56 Walen 48 15,29 4 460 30,72
57 Walen 66 21,02 6 460 87,11
58 Ki bangkong 42 13,38 3 450 17,25
59 Walen 33 10,51 3 460 10,89
60 Beleketebe 130 41,40 8 560 548,55
61 Walen 70 22,29 4 460 65,32
62 Beleketebe 95 30,25 7 560 256,32
63 Walen 55 17,52 4 460 40,33
64 Ki bangkong 95 30,25 7 450 205,97
65 Walen 62 19,75 4 460 51,25
66 Walen 66 21,02 4 460 58,07
67 Walen 74 23,57 4 460 73,00
68 Walen 65 20,70 4 460 56,32
69 Ki leho 82 26,11 6 430 125,69
70 Ki leho 100 31,85 6 430 186,93
71 Walen 30 9,55 3 460 9,00
72 Ki rukem 42 13,38 5 930 59,43
73 Pasang 205 65,29 12 950 3.471,08
74 Salam hutan 310 98,73 15 700 7.310,79
TOTAL (ton/ha) 178,25
BF = 0,3
Sampel 3
No Nama
Kell
(cm)
Diameter
(cm)
Tinggi
(m)
BJ
(kg/m^3)
Vol Tot
(kg)
1 Beleketebe 110 35,03 8 560 392,75
2 Walen 70 22,29 4 460 65,32
3 Walen 70 22,29 6 460 97,98
77
4 Walen 80 25,48 5 460 106,65
5 Walen 62 19,75 6 460 76,87
6 Walen 60 19,11 7 460 83,99
7 Walen 88 28,03 9 460 232,28
8 Ki leho 72 22,93 8 430 129,20
9 Walen 87 27,71 6 460 151,36
10 Walen 45 14,33 4 460 27,00
11 Walen 37 11,78 5 460 22,81
12 Walen 56 17,83 5 460 52,26
13 Walen 48 15,29 6 460 46,07
14 Walen 72 22,93 6 460 103,66
15 Walen 45 14,33 4 460 27,00
16 Walen 62 19,75 4 460 51,25
17 Walen 37 11,78 5 460 22,81
18 Walen 47 14,97 5 460 36,81
19 Walen 55 17,52 5 460 50,41
20 Pasang 123 39,17 12 950 1.249,59
21 Walen 66 21,02 4 460 58,07
22 Walen 46 14,65 4 460 28,21
23 Walen 40 12,74 4 460 21,33
24 Walen 40 12,74 3 460 16,00
25 Walen 63 20,06 6 460 79,37
26 Walen 33 10,51 3 460 10,89
27 Beleketebe 93 29,62 7 560 245,64
28 Huru 114 36,31 11 960 994,32
29 Huru 82 26,11 9 960 420,91
30 Beleketebe 217 69,11 15 560 2.865,83
31 Walen 42 13,38 3 460 17,64
32 Walen 40 12,74 3 460 16,00
33 Walen 38 12,10 4 460 19,25
34 Walen 28 8,92 3 460 7,84
35 Saninten 180 57,32 13 730 2.227,73
36 Walen 42 13,38 5 460 29,40
37 Ki sirem 42 13,38 5 520 33,23
38
Ki
bangkong 40 12,74 8 450 41,73
39 Beleketebe 55 17,52 6 560 73,64
40 Beleketebe 70 22,29 7 560 139,17
41 Beleketebe 100 31,85 10 560 405,73
42 Beleketebe 78 24,84 8 560 197,48
43 Saninten 300 95,54 15 730 7.140,17
44 Pasang 170 54,14 15 950 2.983,76
45 Beleketebe 123 39,17 10 560 613,83
78
46
Ki
bangkong 209 66,56 8 450 1.139,32
47 Saninten 170 54,14 12 730 1.834,23
48 Nangsi 50 15,92 4 620 44,92
49 Beleketebe 145 46,18 10 560 853,05
50 Beleketebe 71 22,61 6 560 122,72
51 Beleketebe 63 20,06 6 560 96,62
52 Ganitri 125 39,81 8 700 633,96
53 Beleketebe 122 38,85 8 560 483,11
54 Nangsi 51 16,24 6 620 70,10
55 Beleketebe 100 31,85 8 560 324,59
56 Beleketebe 80 25,48 6 560 155,80
57 Beleketebe 33 10,51 4 560 17,67
58 Saninten 447 142,36 22 730 23.249,43
59 Saninten 330 105,10 20 730 11.519,47
60 Ganitri 176 56,05 7 700 1,099,70
61 Beleketebe 50 15,92 4 560 40,57
62 Saninten 54 17,20 4 730 61,69
63 Pulus 36 11,46 3 380 10,70
64 Ganitri 96 30,57 6 700 280,44
65
Ki
bangkong 44 14,01 3 450 18,94
66 Saninten 230 73,25 14 730 3.917,04
67 Beleketebe 47 14,97 4 560 35,85
68 Beleketebe 35 11,15 4 560 19,88
TOTAL (ton/ha) 338,72
BF = 0,3
79
Lampiran 9 Perhitungan biomassa tegakan pada hutan tanaman
No Nama
Kell
(cm)
Diameter
(cm)
Tinggi
(m)
BJ
(kg/m3)
Vol Tot
(kg)
1 Pinus merkusii 175 55,73 16,5 540 1.129,71
2 Pinus merkusii 85 27,07 16,5 540 266,52
3 Pinus merkusii 150 47,77 16,5 540 829,99
4 Pinus merkusii 89 28,34 16,5 540 292,19
5 Pinus merkusii 83 26,43 16,5 540 254,13
6 Pinus merkusii 126 40,13 16,5 540 585,64
7 Pinus merkusii 87 27,71 16,5 540 279,21
8 Pinus merkusii 117 37,26 16,5 540 504,97
9 Pinus merkusii 58 18,47 16,5 540 124,09
10 Pinus merkusii 130 41,40 16,5 540 623,42
11 Pinus merkusii 108 34,39 16,5 540 430,27
12 Pinus merkusii 114 36,31 16,5 540 479,40
13 Pinus merkusii 118 37,58 16,5 540 513,64
14 Pinus merkusii 95 30,25 16,5 540 332,92
15 Pinus merkusii 80 25,48 16,5 540 236,09
16 Pinus merkusii 70 22,29 16,5 540 180,75
17 Pinus merkusii 88 28,03 16,5 540 285,66
18 Pinus merkusii 130 41,40 16,5 540 623,42
19 Pinus merkusii 66 21,02 16,5 540 160,69
20 Pinus merkusii 95 30,25 16,5 540 332,92
21 Pinus merkusii 121 38,54 16,5 540 540,09
22 Pinus merkusii 70 22,29 16,5 540 180,75
23 Pinus merkusii 125 39,81 16,5 540 576,38
24 Pinus merkusii 162 51,59 16,5 540 968,10
25 Pinus merkusii 127 40,45 16,5 540 594,98
26 Pinus merkusii 91 28,98 16,5 540 305,47
27 Pinus merkusii 149 47,45 16,5 540 818,96
28 Pinus merkusii 125 39,81 16,5 540 576,38
29 Pinus merkusii 142 45,22 16,5 540 743,82
30 Pinus merkusii 109 34,71 16,5 540 438,27
31 Pinus merkusii 131 41,72 16,5 540 633,04
32 Pinus merkusii 133 42,36 16,5 540 652,52
33 Pinus merkusii 138 43,95 16,5 540 702,51
34 Pinus merkusii 119 37,90 16,5 540 522,38
35 Pinus merkusii 159 50,64 16,5 540 932,58
36 Pinus merkusii 133 42,36 16,5 540 652,52
37 Pinus merkusii 107 34,08 16,5 540 422,34
38 Pinus merkusii 134 42,68 16,5 540 662,37
39 Pinus merkusii 90 28,66 16,5 540 298,80
40 Pinus merkusii 94 29,94 16,5 540 325,95
80
41 Pinus merkusii 118 37,58 16,5 540 513,64
42 Pinus merkusii 145 46,18 16,5 540 775,58
43 Pinus merkusii 166 52,87 16,5 540 1.016,50
44 Pinus merkusii 133 42,36 16,5 540 652,52
45 Pinus merkusii 147 46,82 16,5 540 797,12
46 Pinus merkusii 167 53,18 16,5 540 1.028,78
47 Pinus merkusii 139 44,27 16,5 540 712,72
48 Pinus merkusii 119 37,90 16,5 540 522,38
49 Pinus merkusii 73 23,25 16,5 540 196,58
50 Pinus merkusii 113 35,99 16,5 540 471,03
51 Pinus merkusii 138 43,95 16,5 540 702,51
52 Pinus merkusii 137 43,63 16,5 540 692,36
53 Pinus merkusii 129 41,08 16,5 540 613,86
54 Pinus merkusii 137 43,63 16,5 540 692,36
55 Pinus merkusii 102 32,48 16,5 540 383,79
56 Pinus merkusii 114 36,31 16,5 540 479,40
57 Pinus merkusii 127 40,45 16,5 540 594,98
58 Pinus merkusii 131 41,72 16,5 540 633,04
59 Pinus merkusii 95 30,25 16,5 540 332,92
60 Pinus merkusii 154 49,04 16,5 540 874,85
61 Pinus merkusii 110 35,03 16,5 540 446,35
62 Pinus merkusii 164 52,23 16,5 540 992,15
63 Pinus merkusii 109 34,71 16,5 540 438,27
64 Pinus merkusii 114 36,31 16,5 540 479,40
65 Pinus merkusii 78 24,84 16,5 540 224,43
66 Pinus merkusii 180 57,32 16,5 540 1.195,19
67 Pinus merkusii 186 59,24 16,5 540 1.276,20
TOTAL (TON/HA) 314,61
Perhitungan pertumbuhan pinus selama 20 tahun (1990-2011)
No Nama MAI
(cm/th)
Diameter (cm) Biomassa (kg)
2011 2000 1990 2000 1990
1 Pinus merkusii 2,2 55,73 33,44 11,15 468,82 25,29
2 Pinus merkusii 1,1 27,07 16,24 5,41 68,79 3,71
3 Pinus merkusii 1,9 47,77 28,66 9,55 311,24 16,79
4 Pinus merkusii 1,1 28,34 17,01 5,67 77,73 4,19
5 Pinus merkusii 1,1 26,43 15,86 5,29 64,57 3,48
6 Pinus merkusii 1,6 40,13 24,08 8,03 195,82 10,56
7 Pinus merkusii 1,1 27,71 16,62 5,54 73,18 3,95
8 Pinus merkusii 1,5 37,26 22,36 7,45 160,81 8,68
9 Pinus merkusii 0,7 18,47 11,08 3,69 24,91 1,34
10 Pinus merkusii 1,7 41,40 24,84 8,28 212,78 11,48
81
11 Pinus merkusii 1,4 34,39 20,64 6,88 130,00 7,01
12 Pinus merkusii 1,5 36,31 21,78 7,26 150,09 8,10
13 Pinus merkusii 1,5 37,58 22,55 7,52 164,49 8,87
14 Pinus merkusii 1,2 30,25 18,15 6,05 92,45 4,99
15 Pinus merkusii 1 25,48 15,29 5,10 58,55 3,16
16 Pinus merkusii 0,9 22,29 13,38 4,46 41,06 2,22
17 Pinus merkusii 1,1 28,03 16,82 5,61 75,43 4,07
18 Pinus merkusii 1,7 41,40 24,84 8,28 212,78 11,48
19 Pinus merkusii 0,8 21,02 12,61 4,20 35,12 1,89
20 Pinus merkusii 1,2 30,25 18,15 6,05 92,45 4,99
21 Pinus merkusii 1,5 38,54 23,12 7,71 175,84 9,49
22 Pinus merkusii 0,9 22,29 13,38 4,46 41,06 2,22
23 Pinus merkusii 1,6 39,81 23,89 7,96 191,72 10,34
24 Pinus merkusii 2,1 51,59 30,96 10,32 381,87 20,60
25 Pinus merkusii 1,6 40,45 24,27 8,09 199,98 10,79
26 Pinus merkusii 1,2 28,98 17,39 5,80 82,46 4,45
27 Pinus merkusii 1,9 47,45 28,47 9,49 305,75 16,50
28 Pinus merkusii 1,6 39,81 23,89 7,96 191,72 10,34
29 Pinus merkusii 1,8 45,22 27,13 9,04 269,05 14,52
30 Pinus merkusii 1,4 34,71 20,83 6,94 133,22 7,19
31 Pinus merkusii 1,7 41,72 25,03 8,34 217,16 11,72
32 Pinus merkusii 1,7 42,36 25,41 8,47 226,08 12,20
33 Pinus merkusii 1,8 43,95 26,37 8,79 249,38 13,45
34 Pinus merkusii 1,5 37,90 22,74 7,58 168,22 9,08
35 Pinus merkusii 2 50,64 30,38 10,13 363,37 19,60
36 Pinus merkusii 1,7 42,36 25,41 8,47 226,08 12,20
37 Pinus merkusii 1,4 34,08 20,45 6,82 126,82 6,84
38 Pinus merkusii 1,7 42,68 25,61 8,54 230,62 12,44
39 Pinus merkusii 1,1 28,66 17,20 5,73 80,08 4,32
40 Pinus merkusii 1,2 29,94 17,96 5,99 89,89 4,85
41 Pinus merkusii 1,5 37,58 22,55 7,52 164,49 8,87
42 Pinus merkusii 1,8 46,18 27,71 9,24 284,42 15,34
43 Pinus merkusii 2,1 52,87 31,72 10,57 407,45 21,98
44 Pinus merkusii 1,7 42,36 25,41 8,47 226,08 12,20
45 Pinus merkusii 1,9 46,82 28,09 9,36 294,97 15,91
46 Pinus merkusii 2,1 53,18 31,91 10,64 414,00 22,34
47 Pinus merkusii 1,8 44,27 26,56 8,85 254,21 13,71
48 Pinus merkusii 1,5 37,90 22,74 7,58 168,22 9,08
49 Pinus merkusii 0,9 23,25 13,95 4,65 45,91 2,48
50 Pinus merkusii 1,4 35,99 21,59 7,20 146,61 7,91
51 Pinus merkusii 1,8 43,95 26,37 8,79 249,38 13,45
52 Pinus merkusii 1,7 43,63 26,18 8,73 244,60 13,20
53 Pinus merkusii 1,6 41,08 24,65 8,22 208,46 11,25
82
54 Pinus merkusii 1,7 43,63 26,18 8,73 244,60 13,20
55 Pinus merkusii 1,3 32,48 19,49 6,50 111,68 6,03
56 Pinus merkusii 1,5 36,31 21,78 7,26 150,09 8,10
57 Pinus merkusii 1,6 40,45 24,27 8,09 199,98 10,79
58 Pinus merkusii 1,7 41,72 25,03 8,34 217,16 11,72
59 Pinus merkusii 1,2 30,25 18,15 6,05 92,45 4,99
60 Pinus merkusii 2 49,04 29,43 9,81 333,78 18,01
61 Pinus merkusii 1,4 35,03 21,02 7,01 136,49 7,36
62 Pinus merkusii 2,1 52,23 31,34 10,45 394,53 21,29
63 Pinus merkusii 1,4 34,71 20,83 6,94 133,22 7,19
64 Pinus merkusii 1,5 36,31 21,78 7,26 150,09 8,10
65 Pinus merkusii 1 24,84 14,90 4,97 54,74 2,95
66 Pinus merkusii 2,3 57,32 34,39 11,46 505,27 27,26
67 Pinus merkusii 2,4 59,24 35,54 11,85 551,27 29,74
TOTAL (ton/ha) 108,71 5,87
MAI (Mean Annual Increament) = Vt/V (Soeroso, 1961 yang disitasi oleh Harmoko,
2004)
Asumsi usia tanaman = 25 tahun
Persamaan alometrik pinus: Y = 0.0417D2.6576
(Waterloo, 1995 disitasi oleh Hairiah dan
Rahayu, 2010)
83
Lampiran 10 Perhitungan biomassa tegakan pada kebun campuran
Sampel 1
No Nama
Keliling
(cm)
Diameter
(cm)
Tinggi
(m)
BJ
(kg/m3)
Vol Tot
(kg)
1 Pisang* 44,0 14,01 2,2 - 8,30
2 Rambutan 21,0 6,69 2,2 910 6,40
3 Pala 68,0 21,66 3 540 54,27
4 Alpukat 40,0 12,74 3 719 25,00
5 Pinang* 51,0 16,24 10,2 - 15,34
6 Durian 18,0 5,73 2 540 2,54
7 Pisang* 27,5 8,76 1,8 - 3,05
8 Durian 80,0 25,48 10 540 250,39
9 Pala 93,5 29,78 10 540 342,03
10 Kelapa 79,0 25,16 5 500 113,04
11 Pala 69,5 22,13 8 540 151,18
12 Durian 89,0 28,34 10 540 309,90
13 Alpukat 18,0 5,73 2,2 719 3,71
14 Sengon 81,5 25,96 7 330 111,17
15 Alpukat 57,5 18,31 7 719 120,56
16 Pinang* 55,5 17,68 10 - 15,34
17 Kelapa 81,0 25,80 9 500 213,91
18 Durian 40,0 12,74 7 540 43,82
19 Kelapa 86,0 27,39 5 500 133,96
20 Palem* 44,0 14,01 5 - 43,00
21 Palem* 38,5 12,26 2 - 19,90
22 Kelapa 62,5 19,90 3 500 42,45
23 Durian 91,5 29,14 12 540 393,07
24 Kelapa 33,0 10,51 10 500 39,45
25 Palem* 25,0 7,96 1,8 - 18,36
26 Durian 93,0 29,62 13 540 439,90
27 Kelapa 74,0 23,57 2 500 39,67
28 Sengon 29,0 9,24 10 330 20,11
29 Alpukat 25,0 7,96 5 719 16,28
30 Akasia 30,0 9,55 4 610 15,91
31 Kelapa 81,0 25,80 3 500 71,30
32 Sengon 41,5 13,22 6 330 24,71
33 Sengon 44,0 14,00 8 330 36,96
34 Pala 112,5 35,83 10,2 540 505,07
35 Kelapa 116,5 37,10 10,2 500 501,50
36 Durian 113,5 36,15 13 540 655,21
37 Pala 148,0 47,13 10 540 856,98
38 Kelapa 112,0 35,67 10 500 454,42
84
39 Durian 108,0 34,39 13 540 593,25
40 Kelapa 100,0 31,85 10 500 362,26
41 Kelapa 100,0 31,85 9,5 500 344,15
42 Sengon 108,0 34,39 10 330 278,88
43 Durian 126,0 40,13 11 540 683,25
44 Kelapa 101,0 32,17 8 500 295,63
45 Sengon 106,0 33,76 8 330 214,92
46 Durian 121,5 38,69 13 540 750,83
47 Durian 110,5 35,19 13 540 621,03
48 Sengon 121,0 38,54 13 330 455,07
49 Durian 115,0 36,62 13 540 672,64
50 Kelapa 112,0 35,67 13 500 590,75
51 Durian 113,0 35,99 13 540 649,45
52 Durian 134,5 42,83 15 540 1.061,65
53 Sengon 127,5 40,61 9 330 349,81
TOTAL (ton/ha) 70,21
*menggunakan persamaan alometrik
Alometrik: pisang: Y = 0.03D2,13
(Arifin, 2001 yang disitasi oleh Hairiah, 2007);
Palem: Y = 4.5+(7.7D)
BF = 0,3
Sampel 2
No Nama
Keliling
(cm)
Diameter
(cm)
Tinggi
(m)
BJ
(kg/m3)
Vol Tot
(kg)
1 Mangga 19,0 6,05 5 670 12,52
2 Pisang* 35,0 11,15 2,5 - 5,10
3 Pisang* 28,0 8,92 2,5 - 3,17
4 Pala 74,5 23,73 8 540 248,17
5 Alpukat 114,5 36,46 8 719 780,52
6 Rambutan 148,5 47,29 8 910 1.661,64
7 Kelapa - 15,00 2,5 500 28,70
8 Alpukat - 15,00 5 719 82,55
9 Nangka - 6,50 5 610 13,15
10 Rambutan - 12,00 7 910 93,61
11 Kelapa 74,0 23,57 8 500 226,71
12 Tanjung 29,5 9,39 3 1000 27,02
13 Tanjung 17,0 5,41 3 1000 8,97
14 Pisang* 31,0 9,87 2,5 - 3,94
15 Pisang* 30,5 9,71 2,5 - 3,80
16 Pisang* 44,5 14,17 2,5 - 8,50
17 Pisang* 36,5 11,62 2 - 5,58
18 Pisang* 71,5 22,77 2 - 23,35
19 Pisang* 17,5 5,57 1 - 1,17
85
20 Pisang* 30,5 9,71 2 - 3,80
21 Pisang* 48,0 15,29 3 - 9,99
22 Pisang* 24,5 7,80 1,8 - 2,39
23 Pisang* 21,0 6,69 1,8 - 1,72
24 Pisang* 62,0 19,75 5 - 17,24
25 Pisang* 56,5 17,99 4 - 14,14
26 Pisang* 40,5 12,90 4 - 6,96
27 Pisang* 56,5 17,99 4 - 14,14
28 Pisang* 50,0 15,92 3 - 10,90
29 Pisang* 29,5 9,39 2 - 3,54
30 Pisang* 45,0 14,33 4 - 8,71
31 Pisang* 53,0 16,88 4,5 - 12,34
32 Pisang* 38,0 12,10 3 - 6,08
33 Rambutan 74,0 23,57 6 910 309,46
34 Rambutan 57,5 18,31 6 910 186,85
35 Rambutan 58,0 18,47 6 910 190,11
36 Rambutan 45,5 14,49 6 910 117,00
37 Rambutan 50,5 16,08 6 910 144,12
38 Rambutan 57,5 18,31 6 910 186,85
39 Durian 79,5 25,32 6,5 540 229,61
40 Pisang* 49,5 15,76 2,5 - 10,67
41 Pisang* 52,0 16,56 2,5 - 11,85
42 Pisang* 36,0 11,46 2 - 5,41
43 Pisang* 79,0 25,16 0,84 - 28,88
44 Pisang*
17,00 3 - 12,53
45 Rambutan 80,0 25,48 6,5 910 391,82
46 Rambutan 44,0 14,01 6,5 910 118,53
47 Pisang* 56,0 17,83 2 - 13,88
48 Alpukat 96,0 30,57 6,5 719 445,80
49 Rambutan 36,0 11,46 6 910 73,24
50 Rambutan 38,0 12,10 6 910 81,60
51 Durian 101,0 32,17 8 540 456,12
52 Pisang* 79,5 25,32 4 - 29,27
53 Pisang* 70,0 22,29 4 - 22,32
54 Pisang* 79,0 25,16 4 - 28,88
55 Pisang* 52,5 16,72 3 - 12,09
56 Pisang* 64,0 20,38 5 - 18,44
57 Pisang*
19,00 2,5 - 15,88
58 Rambutan 39,0 12,42 4 910 57,30
59 Pisang* 59,5 18,95 3 - 15,79
60 Pisang* 65,0 20,70 4 - 19,06
61 Pisang* 68,5 21,82 4,5 - 21,31
62 Durian 110,5 35,19 8 540 545,96
86
63 Mangga 18,0 5,73 2 670 4,49
64 Mangga 44,0 14,01 4 670 53,70
65 Kayu afrika 80,5 25,64 8 420 225,36
66 Kelapa 100,0 31,85 7 500 362,26
67 Rambutan 83,0 26,43 5 910 324,43
68 Rambutan 36,0 11,46 5 910 61,03
69 Rambutan 24,5 7,80 5 910 28,27
70 Rambutan 60,0 19,11 5 910 169,54
71 Rambutan 44,0 14,01 5 910 91,17
72 Rambutan 41,5 13,22 5 910 81,11
73 Rambutan 54,0 17,20 5 910 137,33
74 Rambutan 44,5 14,17 5 910 93,26
75 Rambutan 40,5 12,90 5 910 77,25
76 Rambutan 74,0 23,57 5 910 257,89
77 Petai cina 86,5 27,55 6 820 381,02
78 Petai cina 66,5 21,18 6,5 820 243,96
79 Petai cina 104,5 33,28 7 820 648,78
80 Petai cina 49,5 15,76 6 820 124,78
81 Petai cina 51,5 16,40 6 820 135,06
82 Durian 100,5 32,01 8 540 451,62
83 Durian 99,0 31,53 6,5 540 356,07
84 Durian 71,0 22,61 6,5 540 183,14
85 Durian 47,0 14,97 6,5 540 80,25
86 Nangka 63,5 20,22 5,5 610 140,02
87 Petai cina 47,0 14,97 5,5 820 103,12
88 Rambutan 66,5 21,18 6 910 249,91
89 Rambutan 31,0 9,87 6 910 54,31
90 Petai cina 49,0 15,61 5 820 101,89
91 Petai cina 49,0 15,61 5 820 101,89
92 Rambutan 28,0 8,92 4,5 910 33,23
93 Rambutan 54,0 17,20 4,5 910 123,59
94 Rambutan 22,0 7,01 4,5 910 20,51
95 Rambutan 54,0 17,20 4,5 910 123,59
96 Rambutan 41,0 13,06 4,5 910 71,25
97 Petai cina 100,5 32,01 7 820 600,06
98 Rambutan 46,5 14,81 4 910 81,46
99 Rambutan 60,0 19,11 4 910 135,63
100 Mangga 59,0 18,79 4 670 96,56
101 Kelapa 99,0 31,53 8 500 405,77
102 Jambu air 34,5 10,99 2 800 19,71
103 Petai cina 69,0 21,97 5 820 202,04
104 Mangga 48,5 15,45 5 670 81,56
105 Mangga 42,0 13,38 3 670 36,70
87
106 Mangga 35,0 11,15 3 670 25,49
107 Mangga 45,0 14,33 3 670 42,13
108 Rambutan 93,5 29,78 6 910 494,05
109 Petai cina 84,0 26,75 7 820 419,20
110 Mangga 38,5 12,26 3,5 670 35,98
111 Petai cina 73,5 23,41 7 820 320,95
112 Pakel 89,5 28,50 8 730 484,19
113 Mangga 38,5 12,26 3 670 30,84
114 Mangga 79,5 25,32 4 670 175,32
115 Kelapa 107,0 34,08 8 500 474,00
116 Mangga 67,0 21,34 5 670 155,65
117 Petai cina 23,0 7,32 2 820 8,98
118 Rambutan 71,0 22,61 4 910 189,92
119 Rambutan 56,0 17,83 2 910 59,07
120 Petai cina 113,5 36,15 7 820 765,35
121 Kelapa* - 26,00 7,5 500 258,70
122 Rambutan - 26,00 7,5 910 470,83
123 Alpukat - 15,00 6 719 99,05
TOTAL (ton /ha) 95,08
*menggunakan persamaan alometrik
Alometrik: pisang: Y = 0.03D2,13
(Arifin, 2001 yang disitasi oleh Hairiah, 2007);
Palem: Y = 4.5+(7.7D)
BF = 0,3
88
Lampiran 11 Perhitungan biomassa tegakan pada ruang terbangun
No Nama
Keliling
(cm)
Diameter
(cm)
Tinggi
(m)
BJ
(kg/m^3)
Vol
Tot (kg)
1 Alstonia scholaris 35,0 11,15 2,4 360 7,67
2 Alstonia scholaris 38,0 12,10 2,4 360 9,04
3 Alstonia scholaris 47,0 14,97 3 360 17,29
4 Alstonia scholaris 52,0 16,56 2,5 360 17,63
5 Alstonia scholaris 38,0 12,10 3 360 11,30
6 Erythrina crista-galli 38,0 12,10 3 270 8,47
7 Erythrina crista-galli 38,0 12,10 3 270 8,47
8 Erythrina crista-galli 33,0 10,51 3 270 6,39
9 Alstonia scholaris 35,0 11,15 2,4 360 7,67
10 Alstonia scholaris 38,0 12,10 2,4 360 9,04
11 Alstonia scholaris 47,0 14,97 3 360 17,29
12 Alstonia scholaris 52,0 16,56 2,5 360 17,63
13 Alstonia scholaris 38,0 12,10 3 360 11,30
14 Erythrina crista-galli 38,0 12,10 3 270 8,47
15 Erythrina crista-galli 38,0 12,10 3 270 8,47
16 Erythrina crista-galli 33,0 10,51 3 270 6,39
17 Alstonia scholaris 35,0 11,15 2,4 360 7,67
18 Alstonia scholaris 38,0 12,10 2,4 360 9,04
19 Alstonia scholaris 47,0 14,97 3 360 17,29
20 Alstonia scholaris 52,0 16,56 2,5 360 17,63
21 Alstonia scholaris 38,0 12,10 3 360 11,30
22 Erythrina crista-galli 38,0 12,10 3 270 8,47
23 Erythrina crista-galli 38,0 12,10 3 270 8,47
24 Erythrina crista-galli 33,0 10,51 3 270 6,39
TOTAL (ton/ha) 2,88
89
Lampiran 12 Perhitungan biomassa tegakan pada semak
No Nama
Keliling
(cm)
Diamater
(cm) Tinggi (m) BJ (kg/m^3) Vol Tot (kg)
1 Mimosa sp. 11 3,50 2,50 950 2,08
2 Mimosa sp. 7 2,23 2,50 950 0,84
3 Mimosa sp. 7 2,23 2,50 950 0,84
4 Mimosa sp. 5 1,59 2,50 950 0,43
5 Mimosa sp. 7 2,23 2,50 950 0,84
6 Mimosa sp. 5 1,59 2,50 950 0,43
TOTAL per plot 16,42
TOTAL (ton/ha) 0,41
BF = 0,3
No Nama Keliling (cm) Diameter (cm) Tinggi (m) Biomassa (kg)
1 Bambu 8 2,55 5 1,10
2 Bambu 8 2,55 5 1,10
3 Bambu 7 2,23 5 0,82
4 Bambu 8 2,55 5 1,10
5 Bambu 6 1,91 5 0,57
6 Bambu 11 3,50 5 2,28
7 Bambu 12 3,82 5 2,78
8 Bambu 13 4,14 5 3,34
9 Bambu 11 3,50 5 2,28
10 Bambu 13 4,14 5 3,34
11 Bambu 15 4,78 5 4,63
12 Bambu 12 3,82 5 2,78
13 Bambu 12 3,82 5 2,78
14 Bambu 7 2,23 5 0,82
15 Bambu 13 4,14 5 3,34
16 Bambu 7,5 2,39 5 0,95
17 Bambu 11 3,50 5 2,28
18 Bambu 11 3,50 5 2,28
19 Bambu 9 2,87 5 1,45
20 Bambu 8 2,55 5 1,10
21 Bambu 4 1,27 5 0,23
22 Bambu 5 1,59 5 0,38
23 Bambu 13 4,14 5 3,34
24 Bambu 13 4,14 5 3,34
TOTAL per plot 193,74
TOTAL per ha (ton/ha) 4,84
*persamaan alometrik bambu: Y = 0,1312 D 2,2784
(Priadarsini, 2000 yang disitasi oleh
Hairiah, 2004)
90
Lampiran 13 Rekapitulasi cadangan karbon pada berbagai penutupan lahan di DAS
Ciliwung tahun 2011
No Tipe penutupan lahan
Lokasi biomassa
Total
Biomassa
(ton/ha)
Potensi Karbon
(ton/ha)
Tegakan
(ton/ha)
Daun dan
serasah
(ton/ha)
1 Hutan alam 235,21 6,53 241,74 111,20
2 Hutan tanaman 314,61 0,59 315,20 144,99
3 Semak 5,25 8,11 13,36 6,15
4 Kebun 61,22 3,50 64,73 29,77
5 Sawah - 10,01 10,01 4,61
6 Lahan terbangun 2,88 2,62 5,49 2,53
7 Pertanian lahan kering - 9,65 9,65 4,44