2
Pikiran Rakyat o Sabtu Senin 0 Se/asa 0 Rabu 0 Kamis 0 Jumat 12345678 9 10 @ 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 -:=----=----:;::----=-----=---:-"--- o Jan 0 Peb 0 Mar Apr 0 Mei 0Jun 0 Jut 0 Ags o Minggu 12 13 27 OSep 14 15 16 28 29 30 31 OOkt ONov ODes Ketika Senyum .Kembali Terkembang M ARAH, kesal, dan bingung. Semua rasa itu jadi satu tatkala Dedi Suryadi (43), salah se- orangjuru parkir di Kampus ITB, menge- tahui bahwa dia telah kehilangan pekerjaannya. Se- lain tidak punya gambaran dari mana dia akan menghidupi istri dan dua anaknya, pria berambut ke- labu ini juga tidak mau kembali menjadi buruh sera- butan yang pemah dilakoninya selama tujuh tahun. Sebelum menjadi juru parkir di Kampus ITB, pria yang tinggal di JIn. Muararajeun Lama Dalam, Ke- lurahan Cihaurgeulis, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung itu menjadi buruh serabutan selama tujuh tahun. Jadi, wajar sajajika Dedi dan keluar- ganya bemapas lega ketika dia diterima bekerja di Koperasi Keluarga Pegawai ITB sebagai juru parkir dengan status tenaga kerja kontrak. "Itu pekerjaan tetap pertama saya. Gaji terakhir Rp 1,5juta per bu- lan. Lumayanlah," ujamya. Namun, pekerjaan itu temyata tidak untuk sela- manya, Pada akhir Desember 2010 lalu, Dedi menda- patkan kenyataan pahit hams kehilangan pekerjaan- nya karena lahan parkir di Kampus ITB tak lagi dike- lola oleh koperasi. Dalam waktu sekejap, status Dedi pun berubah dari pekeIja menjadi pengangguran. Hal serupa juga dirasakan mantan juru parkir ITB lain, Agus Supriyanto (24). Karena kehilangan peker- jaan secara mendadak, Agus mengaku sempat meng- utang untuk memenuhi biaya hidup dia, istri, dan se- orang anaknya yang masih balita. Kendati merasa kecewa, Agus dkk. tidak melakukan hal-hal bodohseperti mengamuk atau melakukan aksi perusakan. Mereka justru memilih menunggu dan berkonsultasi dengan beberapa mahasiswa dan alum- nus ITB. Kesabaran mereka pun berbuah manis. Apa yang mereka alami temyata berhasil mengetuk pintu hati sejumlah mahasiswa dan alumni, termasuk pihak Kampus ITB sendiri. "Ada beberapa orang dari kami yang direkrut oleh Koperasi dan Kampus ITB. Adaju- ga yang dapat pekerjaan y~g lebih baik. Nah, sisanya, iz orang, diajak buat gabung ke 'Bandung Taxi Bike' ini," tutumya. ** NAMUN, kisah itu sudah berlalu. Siapa sangka, dua bulan berselang, wajah Dedi dan Agus sudah bisa menyunggingkan senyum lagi. Memang bukan senyum penuh kemenangan atau kepuasaan, tetapi senyumnya lebih kepada senyum lega karena sudah bisa menghidupi keluarga. Agus mengakui bahwa menjadi pengendara di "Bandung Taxi Bike" memang bukanlah pekerjaan ideal. Pasalnya, dia harus selalu siaga turun ke Wan dan memberikan pelayanan kepada pelanggan setiap ada permintaan. Akan tetapi, Agus sangat mensyu- kurinya karena dia masih bisa menjaga dapumya te- tap mengepul. "Penghasilannyajuga lumayan. Kalau lagi banyak pelanggan, bisa sampai Rp 2,1 juta per bu- lan. Kalau sepi, ya paling Rp i.z juta sebulan. Yang penting halal," katanya. Sementara itu, Dedi mengaku kerap masuk angin pada masa-masa awal menggeluti profesi "taksi ojek" ini. Selain itu, dia sering sekali nyasar dan kesulitan menemukanjalan. Namun, lama-kelamaan, ayah dua anak itu mulai bisa menikmati pekerjaan barunya. Menurut dia, bermotor keliling Kota Bandung mem- bebaskan hati dan pikirannya. Selain itu, dia selalu menemukan pengalaman menarik setiap kali men- jalankan pekerjaannya. "Sering antar-jemput pacar orang karena pacarnya telat jemput atau nganterin makanan untuk seling- kuhan, Pemah juga disuruh beli makanan sama klien, padahal jarak tempat makan sama rumah klien cuma beberapa puluh meter," ungkapnya. Kisah lain terjadi di "Kurir Bandung." Perusahaan jasa itu hanya memiliki empat karyawan yang disebar sebagai perigelola twitter di dua tempat. Sementara itu, personel pengiriman merupakan pekerja lepas. Dengan demikian, jumlahnya pun tidak tentu setiap harinya, disesuaikan dengan kebutuhan. Menurut pendiri "Kurjr Bandung", Roma Ar- jakusuma (25), khusus untuk pengendara, dia merekrut beberapa teman atau adik kelas semasa ku- liah di Universitas Padjadjaran. Pekerja lepas ini Kliplng Humas Onpad 2011

Pikiran Rakyat • Senin Rabu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/04/pikiran....Kembali Terkembang MARAH, kesal, dan bingung. Semua rasa itu jadi

  • Upload
    builiem

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pikiran Rakyat • Senin Rabu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/04/pikiran....Kembali Terkembang MARAH, kesal, dan bingung. Semua rasa itu jadi

Pikiran Rakyato Sabtu• Senin 0 Se/asa 0 Rabu 0 Kamis 0 Jumat

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 @17 18 19 20 21 22 23 24 25 26-:=----=----:;::----=-----=---:-"---o Jan 0 Peb 0Mar • Apr 0Mei 0Jun 0 Jut 0 Ags

o Minggu

12 1327

OSep

14 15 1628 29 30 31OOkt ONov ODes

Ketika Senyum.Kembali TerkembangMARAH, kesal, dan bingung. Semua rasa itu

jadi satu tatkala Dedi Suryadi (43), salah se-orangjuru parkir di Kampus ITB, menge-

tahui bahwa dia telah kehilangan pekerjaannya. Se-lain tidak punya gambaran dari mana dia akanmenghidupi istri dan dua anaknya, pria berambut ke-labu ini juga tidak mau kembali menjadi buruh sera-butan yang pemah dilakoninya selama tujuh tahun.Sebelum menjadi juru parkir di Kampus ITB, pria

yang tinggal di JIn. Muararajeun Lama Dalam, Ke-lurahan Cihaurgeulis, Kecamatan Cibeunying Kaler,Kota Bandung itu menjadi buruh serabutan selamatujuh tahun. Jadi, wajar sajajika Dedi dan keluar-ganya bemapas lega ketika dia diterima bekerja diKoperasi Keluarga Pegawai ITB sebagai juru parkirdengan status tenaga kerja kontrak. "Itu pekerjaantetap pertama saya. Gaji terakhir Rp 1,5 juta per bu-lan. Lumayanlah," ujamya.Namun, pekerjaan itu temyata tidak untuk sela-

manya, Pada akhir Desember 2010 lalu, Dedi menda-patkan kenyataan pahit hams kehilangan pekerjaan-nya karena lahan parkir di Kampus ITB tak lagi dike-lola oleh koperasi. Dalam waktu sekejap, status Dedipun berubah dari pekeIja menjadi pengangguran.Hal serupa juga dirasakan mantan juru parkir ITB

lain, Agus Supriyanto (24). Karena kehilangan peker-jaan secara mendadak, Agus mengaku sempat meng-utang untuk memenuhi biaya hidup dia, istri, dan se-orang anaknya yang masih balita.Kendati merasa kecewa, Agus dkk. tidak melakukan

hal-hal bodohseperti mengamuk atau melakukan aksiperusakan. Mereka justru memilih menunggu danberkonsultasi dengan beberapa mahasiswa dan alum-nus ITB. Kesabaran mereka pun berbuah manis. Apayang mereka alami temyata berhasil mengetuk pintuhati sejumlah mahasiswa dan alumni, termasuk pihakKampus ITB sendiri. "Ada beberapa orang dari kamiyang direkrut oleh Koperasi dan Kampus ITB. Adaju-ga yang dapat pekerjaan y~g lebih baik. Nah, sisanya,iz orang, diajak buat gabung ke 'Bandung Taxi Bike'ini," tutumya.

**NAMUN, kisah itu sudah berlalu. Siapa sangka,

dua bulan berselang, wajah Dedi dan Agus sudah bisamenyunggingkan senyum lagi. Memang bukansenyum penuh kemenangan atau kepuasaan, tetapisenyumnya lebih kepada senyum lega karena sudahbisa menghidupi keluarga.Agus mengakui bahwa menjadi pengendara di

"Bandung Taxi Bike" memang bukanlah pekerjaanideal. Pasalnya, dia harus selalu siaga turun ke Wandan memberikan pelayanan kepada pelanggan setiapada permintaan. Akan tetapi, Agus sangat mensyu-kurinya karena dia masih bisa menjaga dapumya te-tap mengepul. "Penghasilannyajuga lumayan. Kalaulagi banyak pelanggan, bisa sampai Rp 2,1juta per bu-lan. Kalau sepi, ya paling Rp i.z juta sebulan. Yangpenting halal," katanya.Sementara itu, Dedi mengaku kerap masuk angin

pada masa-masa awal menggeluti profesi "taksi ojek"ini. Selain itu, dia sering sekali nyasar dan kesulitanmenemukanjalan. Namun, lama-kelamaan, ayah duaanak itu mulai bisa menikmati pekerjaan barunya.Menurut dia, bermotor keliling Kota Bandung mem-bebaskan hati dan pikirannya. Selain itu, dia selalumenemukan pengalaman menarik setiap kali men-jalankan pekerjaannya.

"Sering antar-jemput pacar orang karena pacarnyatelat jemput atau nganterin makanan untuk seling-kuhan, Pemah juga disuruh beli makanan sama klien,padahal jarak tempat makan sama rumah klien cumabeberapa puluh meter," ungkapnya.Kisah lain terjadi di "Kurir Bandung." Perusahaan

jasa itu hanya memiliki empat karyawan yang disebarsebagai perigelola twitter di dua tempat. Sementaraitu, personel pengiriman merupakan pekerja lepas.Dengan demikian, jumlahnya pun tidak tentu setiapharinya, disesuaikan dengan kebutuhan.Menurut pendiri "Kurjr Bandung", Roma Ar-

jakusuma (25), khusus untuk pengendara, diamerekrut beberapa teman atau adik kelas semasa ku-liah di Universitas Padjadjaran. Pekerja lepas ini

Kliplng Humas Onpad 2011

Page 2: Pikiran Rakyat • Senin Rabu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/04/pikiran....Kembali Terkembang MARAH, kesal, dan bingung. Semua rasa itu jadi

menriWcikendM~an~s~e~n:m:.n~..:~:e:r:e:ka::re:r:se:b~M~m~.;se~-::::::::;;;;;:::;;lillliii~~lIlIiiii~'\----~ir----,

jwnlah titik. "Jam, ketika ada pesanan lewat twitter,kami (admin -red.) tinggal menghubungimereka untuk memberitahukanlokasijem-put-antardan tarif-nya,"katanya.Rama

menyebutkan,tidaksemuapekerja lepasyang dia rekrutadalah peng-angguran. Jus-tru sebagian be-SMsudah beker-ja, tetapi membu-tuhkan uang tam-bahan dan memi-likiwaktu luang."Sementara ini,saya belum meng-gunakan jasa tu-kang ajek," ucapnya.Untuk upah, Ro-

ma menggunakansistem bagi hasil perhari dengan pekerjalepasnya. PMa pelang-gan, kata Roma, mem-bayar biayajasa kepa-da pekerja lepas. Padasore harinya, penda-patan dihitung dandibagi antara "KurirBandung" dan pekerjalepasnya. (Lia Marlia-IDewiyatini/"PR") ***

-T