30
BAB I PENDAHULUAN Setiap bangsa, suku bangsa, umat, maupun komunitas selalu menghadapi problematika dalam perjalanan hidup mereka. Itu merupakan hukum alam atau sunnatullah. Sebagai contoh, bangsa Amerika Serikat (AS) sekarang juga sedang menghadapi problematika hidup. Negara adidaya yang seolah merajai dunia itu kini dilanda kesulitan keuangan yang sangat serius. Krisis finansial di negara tersebut diawali dengan rontoknya pasar perumahan, yang kemudian merembet ke perusahaan-perusahaan lain. Diperkirakan krisis tersebut akan berdampak ke negara-negara lain, tidak terkecuali Indonesia. Kongres telah menyetujui rencana pemberian dana talangan sebesar 700 miliar dolar AS. Ini merupakan dana talangan terbesar dalam sejarah guna penyelamatan ekonomi mereka. Umat Islam Indonesia kini juga menghadapi berbagai problematika hidup. Dalam Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Se-Jawa dan Lampung di Jakarta, beberapa waktu 1

Problematika Kemiskinan Dalam Kehidupan Umat Dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Menurut Al

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Setiap bangsa, suku bangsa, umat, maupun komunitas selalu menghadapi

problematika dalam perjalanan hidup mereka. Itu merupakan hukum alam atau

sunnatullah. Sebagai contoh, bangsa Amerika Serikat (AS) sekarang juga sedang

menghadapi problematika hidup. Negara adidaya yang seolah merajai dunia itu kini

dilanda kesulitan keuangan yang sangat serius. Krisis finansial di negara tersebut

diawali dengan rontoknya pasar perumahan, yang kemudian merembet ke

perusahaan-perusahaan lain. Diperkirakan krisis tersebut akan berdampak ke negara-

negara lain, tidak terkecuali Indonesia. Kongres telah menyetujui rencana pemberian

dana talangan sebesar 700 miliar dolar AS. Ini merupakan dana talangan terbesar

dalam sejarah guna penyelamatan ekonomi mereka.

Umat Islam Indonesia kini juga menghadapi berbagai problematika hidup.

Dalam Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Se-Jawa dan Lampung di Jakarta,

beberapa waktu lalu, para ulama dan zuama Islam yang tergabung dalam Majelis

Ulama Indonesia (MUI) telah mengidentifikasi problematika yang dihadapi umat

Islam Indonesia.

Mereka berdiskusi tentang bagaimana caranya umat Islam sebagai mayoritas

penduduk Indonesia memberikan kontribusi untuk mengatasi keterpurukan bangsa-

negara di berbagai bidang, serta mengatasi problematika mereka sendiri. Dalam

perspektif global, para ulama dan zuama menyadari, Indonesia sebagai negara

berpenduduk muslim terbesar di dunia belum dapat menunjukkan karya-karya

1

unggulan yang menimbulkan respek umat Islam di negara lain terhadap umat Islam

Indonesia.

Kemiskinan merupakan problematika sosial yang tidak bisa dihindari. Setiap

Negara di dunia ini selalu tertimpa masalah sosial yang dinamakan kemiskinan.

Rakyat-rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan ini sangat sulit untuk

ditiadakan. Tindakan yang bisa dilaksanakan baik pemerintah maupun rakyat itu

sendiri adalah meminimalisir kuantitas penduduk yang berada di bawah garis

kemiskinan ini. Atau paling tidak, laju kemiskinan ini dapat ditekan hingga titik nol,

kalaupun itu bisa dilakukan.

Seperti yang disebutkan di atas, setiap Negara di dunia ini hampir pasti pernah

mengalami masalah kemiskinan. Negara-negara yang tengah berjuang untuk

mengembangkan diri, meningkatkan pertumbuhan ekonomi ataupun peningkatan-

peningkatan di berbagai sektor, bahkan mengalami laju pertumbuhan tingkat

kemiskinan yang tinggi. Negara-negara tersebut lebih dikenal dengan istilah Negara-

negara berkembang (developing countries). Sementara di Negara-negara yang telah

memiliki tingkat kemajuan yang tinggi, masalah kemiskinan ini bisa ditekan

meskipun sulit untuk dihapuskan. Negara-negara yang memiliki tingkat kemajuan

setingkat lebih tinggi dari Negara-negara berkembang ini dikenal dengan Negara-

negara maju (developed countries).

Perjuangan masing-masing Negara untuk mensejahterakan rakyatnya

merupakan salah satu motivasi yang menyebabkan mereka harus bersusah payah

merancang dan merumuskan strategi guna mehilangkan masalah kemiskinan ini.

Berbagai macam teori ekonomi coba diterapkan. Pakar-pakar ekonomi terus-menerus

2

bermunculan. Masing-masing dari mereka mengusulkan teori-teori ataupun metode-

metode yang bisa dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan ini. Namun demikian,

apakah problematika kemiskinan ini telah tuntas dengan diaplikasikannya teori-teori

yang telah di kemukakan para pakar ekonomi tersebut?

Melihat kenyataan yang terjadi saat sekarang ini, berbagai macam teori dan

metode yang telah dikemukakan oleh para ekonom yang handal itu tidak mampu

menyelesaikan problematika kemiskinan ini.

Ketika keresahan mulai menyelimuti jiwa-jiwa yang kebingungan, maka

sudah sepantasnya kita menengok, kembali kepada agama kita Islam, mendalami

kitab sucinya, al-Qur’an yang suci mengharap ditemukannya solusi tebaik yang harus

diterapkan untuk mengeliminasi atau paling tidak meminimalisir laju kemiskinan

yang sang sulit dihindari ini.

Melihat fenomena di atas, penulis mencoba memaparkan sedikit tentang

strategi al-Qur’an dalam penanggulangan kemiskinan ini. Penulis membatasi masalah

ini menjadi dua, yaitu persepektif al-Qur’an tentang kemiskinan; serta langkah-

langkah yang diberikan al-Qur’an guna mengentaskan kemiskinan ini.

Tujuan penulis membahas permasalahan ini adalah untuk mengetahui

bagaimana al-Qur’an memandang kemiskinan ini, dan langkah-langkah apa saja yang

dikemukakan al-Qur’an guna mengentaskan kemiskinan ini.

3

BAB IIPEMBAHASAN

A. Masalah Kemiskinan

Problematika umat Islam Indonesia memang banyak, tetapi bisa dikerucutkan

pada empat problem terbesar. Problematika pertama adalah masalah kemiskinan.

Kalau penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan sekitar 17 persen,

maka sebagian besarnya adalah umat Islam. Faktor kemiskinan ini menimbulkan

dampak negatif yang sangat luas. Antara lain peluang anak-anak untuk mencapai

pendidikan tinggi sangat terbatas dan rendahnya daya saing dengan golongan lain.

Selain itu, terdapat beberapa hambatan untuk melakukan ibadah. Misalnya

akan menjalankan salat tidak punya pakaian yang memenuhi syarat syar’i, atau tak

sempat menjalankan salat karena kesibukan mencari nafkah, seperti dialami sebagian

sopir, tukang kayu, tukang batu, dan sebagainya. Saat tiba waktu salat, mereka tidak

berani meninggalkan pekerjaannya.

Kemiskinan juga bisa menyebabkan seseorang mudah meninggalkan atau

melanggar ajaran agama, seperti dijelaskan dalam sebuah hadis: ”Kefakiran itu nyaris

menyebabkan seseorang menjadi kafir”. Berbagai fenomena dalam dasawarsa

terakhir membuktikan, kemiskinan telah menimbulkan erosi keimanan. Karena

iming-iming atau bujukan materi, jabatan, pengobatan, atau pekerjaan, tidak sedikit

orang Islam yang menjadi murtad. Untuk mengatasi hal ini, serta demi menjaga

kerukunan hidup antarumat beragama, perlu dibuat undang-undang (UU) tentang

pedoman penyiaran agama. 

4

Problematika kedua adalah erosi moralitas. Betapa parah kemerosotan moral

di kalangan bangsa kita dapat diketahui dari berita-berita yang disiarkan media

massa. Kejahatan dan kemaksiatan dalam istilah Polri disebut penyakit masyarakat

telah merajalela. Penyakit masyarakat tersebut dilakukan berbagai lapisan masyarakat

dan dari berbagai umur, serta dari kalangan birokrasi, baik eksekutif, legislatif,

maupun yudikatif.

Padahal, idealnya, umat Islam pada khususnya dan umat beragama pada

umumnya adalah orang-orang yang menjunjung tinggi norma-norma moral, akhlak,

atau budi pekerti. Dalam sebuah Hadis disebutkan, ”Agama adalah akhlak yang

luhur”. Dalam kenyataan di lapangan, tidak sedikit tokoh agama yang mestinya

memberikan keteladanan utama dalam soal akhlak kepada umat, justru melakukan

perbuatan tercela. Demikian pula di kalangan aparat hukum, yang mestinya

menunjukkan konsistensinya dalam menegakkan hukum, ternyata tidak sedikit yang

justru melanggar hukum. 

Problematika ketiga adalah egoisme kelompok. Di Indonesia ini terdapat

ormas-ormas keagamaan yang mencerminkan corak pemikiran keagamaan Islam,

seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis, Al-Jam’iyatul

Washliyah, Mathla’ul Anwar, Syarikat Islam, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, dan lain-

lain. Menurut tuntunan Alquran, semua orang mukmin itu bersaudara. Maka ukhuwah

Islamiah (persaudaraan antarsesama umat Islam) merupakan keniscayaan. 

Para pemuka Islam yang memahami tuntunan Alquran itu telah berupaya

memperkukuh ukhuwah Islamiyah. Berdirinya MUI antara lain juga untuk menjadi

”tenda besar” yang dapat memayungi seluruh aliran umat Islam. Namun upaya untuk

5

memperkukuh ukhuwah Islamiyah itu hingga kini belum mencapai hasil maksimal.

Masih terdapat masjid-masjid, lembaga pendidikan, atau forum-forum pengajian yang

alergi terhadap khatib, guru, dan mubalig yang bukan dari golongannya. Fenomena di

bidang politik lebih runyam lagi. Terbukti dari mudahnya parpol-parpol Islam atau

parpol yang berbasis umat Islam terpecah-pecah, sehingga potensi politik Islam

makin lemah. Memperhatikan fenomena di atas, kita mendambakan munculnya

seorang pemimpin Islam yang alim (berpengetahuan luas), disegani, dan berwibawa,

yang bisa menjadi anutan dan pengayom seluruh umat Islam Indonesia.

Problematika keempat, umat Islam berada dalam tarikan paham liberalisme,

fundamentalisme, dan transnasionalisme. Liberalisme mempunyai banyak versi.

Diantaranya ada paham liberalisme yang sering dituding sudah kebablasan, karena

dominasi rasio dalam memahami teks-teks Alquran dan Hadis. Di tambah lagi adanya

pengaruh pemikiran kaum orientalis dalam paham tersebut. Semua ini bisa

mendistorsi orisinalitas ajaran Islam yang sejati.

Fundamentalisme dalam agama adalah corak pemahaman agama yang bersifat

tekstual, radikal, dan militan. Pengikutnya sering menunjukkan tindak kekerasan

untuk membongkar hal-hal yang menurut mereka bertentangan dengan agama,

sehingga menyulut konflik sosial. Adapun transnasionalisme adalah paham yang

ingin mewujudkan kewilayahan umat Islam melampaui batas-batas negara yang telah

ditentukan.

Umat Islam Indonesia pada umumnya sudah merasa adem ayem memiliki

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sehingga segenap potensi bangsa lebih

baik difokuskan untuk membangun negara ini saja.

6

B. Perspektif Al-Qur’an Tentang Kemiskinan

Sebelum kita menyelam lebih dalam kepada strategi penanggulangan

kemiskinan ala al-Qur’an ini, sayogyanyalah kita mengetahui terlebih dahulu apakah

yang dimaksud dengan kemiskinan itu. Telah dimaklumi bersama, khusunya kita

kaum muslimin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang diakui pada hari kiamat

dan Allah SWT dengan tegas telah menyatakan bahwa yang mencari agama selain

Islam adalah batil dan tidak akan diterima di hari kiamat kelak. Allah SWT

berfirman:

`tBur Æ÷tGö;tƒ uŽö�xî Ä »N n=ó™M}$# $Y ƒY ÏŠ `n=sù Ÿ@t6ø)ムçm÷YÏB uqèdur ’Îû Íot�ÅzFy$#

z`ÏB z`ƒÌ�Å¡»y‚ø9$# ÇÑÎÈ Artinya:

Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan

diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang

rugi.(Q.S. Ali Imran: 85)

Dengan demikian, sudah sangat jelas bahwa agama selain Islam adalah

tertolak. Sejak turunnya ayat pada surat al-Maidah pada waktu haji wada’ kepada

baginda junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, maka agama Islam yang telah

didakwahkan oleh beliau selama 23 tahun itu sempurna sudah. Hal ini telah

dijelaskan oleh Allah SWT dalam firmanNya:

4 tPöqu‹ø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3o ƒY ÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3ø‹n=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊu‘ur ãNä3s9 z »N n=ó™M}$# $Y ƒY ÏŠ 4 .......

ÇÌÈ

7

Artinya:

Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan

kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.(Q.S. Al-

Maidah: 3)

Dari ayat di atas, sudah jelas sekali akan kesempurnaan agama Islam yang

telah diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Berbekal kitab suci al-Qur’an yang merupakan mukjizat terbesar Rasulullah

SAW, ajaran Islam tertuang dalam untaian ayat-ayat yang begitu indah, yang tak

satupun mampu membuat yang semisal dengan al-Qur’an tersebut meski mereka

ditolong oleh beribu-ribu, bahkan seluruh umat manusia ini.1 Al-Qur’an merupakan

sumber utama ajaran agama Islam.2 Ia adalah mashdar asasiy bagi agama Islam yang

luhur ini.

Dengan demikian mari kita menengok ke dalam al-Qur’an 3 bagaimana

kemiskinan tersebut. Allah SWT telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Taubah

ayat 60 yang berbunyi:

* $yJ¯RÎ) àM»s%y‰¢Á9$# Ïä!#t�s)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#Ï »J yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% †Îûur É>$s%Ìh�9$# tûüÏBÌ�»tóø9$#ur †Îûur È ‹@ Î6y™ «!$# Èûøó$#ur È ‹@ Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌ�sù šÆÏiB «!$# 3

ª!$#ur í ŠO Î=tæ Ò ‹O Å6ym ÇÏÉÈ

1 Lihat al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 23-24.2 Sulaiman ibn Abdullah ibn Hamud Aba al-Khail, Mashadir al-Din al-Islamiy wa Abrazu

Mahasinihi wa Mazayahu, Cet. I (Riyadh: 2005), Maktabah al-Malik Fahd al-Wathaniyah, hal. 7. 3 Harun Yahya, Memilih Al-Qur’an Sebagai Pembimbing, cet. I (Surabaya: Risalah Gusti,

2004), hal. 35

8

Artinya:

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang

miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk

(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk

mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan

Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.4

Di dalam ayat ini al-Qur’an telah menyebutkan dua istilah bagi kemiskinan

ini, yaitu, fuqaraa’ yang merupakan jamak’ (plural) dari faqir; dan masaakiin yang

merupakan jamak’ (plural) dari miskin. al-Qur’an selalu menggunakan kedua istilah

ini ketika menyebutkan tentang problematika kemiskinan ini. munculnya dua istilah

ini sudah barang tentu ada perbedaan di antara kedua istilah ini.

Imam Thabari dalam tafsirnya menerangkan bahwa maksud dari kata fuqaraa’

adalah orang orang sangat membutuhkan bantuan untuk meringankan bebannya, (

المسألة عن المتعففون ,(المحتاجون sedangkan masaakiin ialah orang

yang keliling untuk meminta-minta ( السائلين 5. (الطوافين

Sedangkan definisi faqir dan miskin, seperti yang dikemukakan di dalam al-

Qur’an dan terjemahnya Departemen Agama RI, yaitu:

4

5 Abu Yahya Muhammad ibn Shumadih at-Tujibiy, Mukhtashar min Tafsir al-Imam at-Thabariy, (Kairo: tt), Dar al-Manar lin-Nasyr wa at-Tauzi’, hal. 196.

9

“orang fakir adalah orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta

dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. sedangkan orang miskin adalah orang

yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan”.6

Melihat berbagai definisi di atas, jelaslah bahwa orang fakir adalah orang

yang tidak mempunyai daya upaya, baik berupa harta maupun tenaga yang

menyebabkan ketidakmampuannya memenuhi hajat hidupnya. Dengan begitu orang

fakir inilah yang terutama harus dibantu sebelum yang lainnya.

Sedangkan orang miskin ini memiliki kemampuan untuk bekerja namun

belum bisa mencukupi kehidupannya. Dari itu, ia masih memerlukan uluran tangan

orang-orang yang berada untuk mencukupi kebutuhannya.

Dengan demikian, baik fakir maupun miskin kedua-duanya harus

mendapatkan uluran tangan kita. Itulah sebabnya delapan golongan penerima zakat

(mustahiq zakat) seperti yang disebutkan dalam al-Qur’an surat at-taubah ayat 60 di

atas, yang diutamakan adalah orang-orang fakir (fuqaraa’) dan orang-orang miskin

(masaakiin).

Demikianlah al-Qur’an memandang kemiskinan. Kemiskinan itu merupakan

sebuah keniscayaan. Hal ini merupakan sunnatullah. Allah SWT telah menciptakan

segala sesuatu itu berpasang-pasangan, maka dari itu jika ada yang namanya orang

kaya, maka tentulah ada yang disebut miskin. Karena jika tidak ada orang kaya, maka

tidak mungkin ada istilah orang miskin, pun begitu sebaliknya.

6 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya: Al-Jumanatul ‘Ali (Seuntai Mutiara yang Maha Luhur), (Bandung: J-Art, 2005), hal. 197

10

C. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Menurut Al-Qur’an

Problematika sosial yang kita hadapi di dunia ini, yang salah satunya adalah

kemiskinan ini telah diwanti-wanti oleh al-Qur’an. Sehingga sebenarnya al-Qur’an

telah melakukan tindakan preventif agar tidak terjadi kemiskinan yang bergitu luas di

kalangan penduduk bumi ini.

Kemiskinan ini sangatlah berbahaya, baik untuk diri sendiri maupun untuk

agama kita tercinta Islam. Berapa banyak orang-orang yang pindah agama lain

Karena mie instan satu kardus. Bahkah, demi menyambung hidup mereka rela

mengorbankan akidah. Inilah bahayanya penyakit yang dinamakan kemiskinan.

Sampai-sampai Rasulullah SAW bersabda:

( الحديث ( aفرا ك cونa cك ي cن أ aقرcالف cادc ك

Artinya :

Hampir saja kefakiran itu menyebabkan kepada kekufuran (al-Hadits)

Maka dari itu, Al-Qur’an telah memberikan beberapa strategi/langkah-

langkah untuk menanggulangi kemiskinan ini, di antaranya:

1. Al-Qur’an Menyeru Untuk Bekerja Dan Berusaha

Allah SWT melarang kita untuk hidup bermalas-malasan. Bahkan Allah SWT

memerintahkan kita untuk selalu giat bekerja dan berusaha. Bertebaran di muka bumi

ini untuk mencari rizki Allah SWT. Hal ini disebabkan Allah SWT telah

menyebarkan rizki itu dari berbagai sumber yang kita tidak tahu dari sumber yang

mana rizki kita itu. Dengan tegas, Allah SWT memerintahkan manusia untuk

11

bertebaran di muka bumi ini mencari fadlillah (rizki), seperti firmanNya  yang

tertuang dalam surat al-Jumu’ah ayat 10, yang berbunyi:

#sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rã�ϱtFR$$sù ’Îû ÇÚö‘F{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rã�ä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽ�ÏWx. ö/ä3¯=yè©9

tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ Artinya:

Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan

carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

(Q.S. al-Jumu’ah: 10)

Pada ayat lain, Allah SWT memerintahkan kita untuk memburu kehidupan

akhirat, namun jangan sekali-kali melupakan kehidupan dunia ini. Allah SWT

berfirman:

Æ÷tGö/$#ur !$y ‹J Ïù š�9t?#uä ª!$# u‘#¤ !$ $# not�ÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u‹÷R‘‰9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# š�ø‹s9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# ’Îû ÇÚö‘F{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw �=Ïtä† tûïωšøÿßJø9$#

ÇÐÐÈ Artinya:

Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)

negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)

duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat

baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.

12

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. Al-

Qashash: 77)

Ayat ini dengan jelas menerangkan bahwa mencari kehidupan ukhrawi

itu lebih utama, yaitu dengan cara taat kepada Allah SWT, namun tidak boleh bagi

kita untuk melupakan kehidupan dunia ini. Hal ini dikarenakan kehidupan dunia itu

merupakan jembatan menuju kehidupan yang kekal abadi, yaitu kehidupan akherat.

Bekerja itu bisa dikatakan bukanlah suatu ‘kewajiban’, namun ia adalah sebuah

kebutuhan. Jika kemiskinan menjangkiti kita, maka ketenangan untuk menggapai

kehidupan akherat itu akan terganggu. Sebagai suatu contoh, jika kita shalat dalam

keadaan lapar, maka kekhusyu’an itu akan berkurang, bahkan akan sirna. Yang

terpikir adalah perut yang kosong yang belum terisi makanan. Apalagi kalau kita

telah berkeluarga yang kita berperan sebagai suami. Kita bertanggungjawab terhadap

nafkah, baik istri kita, maupun anak-anak kita. Sedangkan nafkah itu hak istri dan

anak. Begitupula orang tua berkewajiban atas pendidikan anank-anaknya yang

tentunya memerlukan biaya dalam proses pendidikan tersebut.7 Darimana biaya

tersebut akan didapat jika orang tua tidak berkerja dan berusaha?8

Bekerja dan berusaha ini mutlak diperlukan guna menunjang kehidupan kita

di dunia ini. Tanpa adanya usaha sangat sedikit peluang untuk menjadi sukses dalam

menapak hidup ini.

2. Hidup Hemat Dan Tidak Berlebih-Lebihan

7 Rashda Diana, Fiqh Muslimah, dalam Ijtihad: Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam, Vol. 2 nomor 1, (Fakultas Syari’ah Institut Studi Islam Darussalam: 1427-1428), hal. 19

8 Mengenai hak-hak wanita, lihat Abdul Ghaffar Hamid Hilal, Huquq al-mar’ah fi al-Islam, dalam Makanah al-Mar’ah fi al-Islam, Rabithah al-Jami’aat al-Islamiyyah, hal. 5

13

Islam sangat membenci sikap berlebih-lebihan. Allah SWT melarang kita

untuk berlebih-lebihan dalam segala hal. Allah SWT bahkan menyatakan bahwa

orang yang suka berlebih-lebihan itu termasuk saudaranya syaitan. Allah SWT

berfirman pada Surat al-Isra’ ayat 26-27:

Ï #N uäur #sŒ 4’n1ö�à)ø9$# ¼çm¤)ym tûüÅ3ó¡ÏJø9$#ur tûøó$#ur È ‹@ Î6¡¡9$# Ÿwur ö‘Éj‹t7è? #·�ƒÉ‹ö7s? ÇËÏÈ ¨bÎ) tûïÍ‘Éj‹t6ßJø9$# (#þqçR%x. tbºuq÷zÎ) ÈûüÏÜ»u‹¤±9$# ( tb%x.ur

ß`»sÜø‹¤±9$# ¾ÏmÎn/t�Ï9 #Y‘qàÿx. ÇËÐÈ Artinya:

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang

miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-

hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah

Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.

(Q.S. Al-Isra’: 26-27)

Di ayat yang lain Allah SWT berfirman:

* uqèdur ü“Ï%©!$# r't±Sr& ;M»¨Yy_ ;M»x©rá�÷è¨B uŽö�xîur ;M»x©râ�÷êtB Ÿ@÷‚¨ 9Z $#ur tíö‘¨“9$#ur $¸ÿÎ=tFøƒèC ¼ã&é#à2é& šcqçG÷ƒ¨“9$#ur šc$¨B”�9$#ur $\kÈ:»t±tFãB uŽö�xîur 7mÎ7»t±tFãB 4 (#qè=à2 `ÏB ÿ¾ÍnÌ�yJrO !#sŒÎ) t�yJøOr& (#qè?#uäur

14

¼çm¤)ym uQöqtƒ ¾ÍnÏŠ$|Áym ( Ÿwur (#þqèùÎŽô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw �=Ïtä†

šúüÏùÎŽô£ßJø9$# ÇÊÍÊÈ Artinya:

Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak

berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun

dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah

dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya

di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah

kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-

lebihan. (Q.S. Al-An’am: 141)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang melarang kita berlebih-lebihan dan

menganjurkan untuk berhemat (bashathah). Demikianlah, Allah SWT melarang

hambanya terlalu boros membelanjakan harta benda yang dititipkan kepadanya.

Jika kita berlebih-lebihan di muka bumi ini maka akan terjadi kerusakan-

kerusakan akibat keserakahan kita. Hal inilah yang memnyebabkan terjadinya

kerusakan pada lingkungan hidup seperti pemanasan global yang santer dibicarakan

akhir-akhir ini.

3. Mewajibkan Kaum Muslimin Untuk Mengeluarkan Zakat, Serta

Menyeru Kepada Shadaqah

Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk mengeluarkan zakat beriringan

dengan perintah untuk mendirikan shalat. Allah SWT berfirman:

15

(#qß ŠJ Ï%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨“9$# (#qãèx.ö‘$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§�9$#

ÇÍÌÈ Artinya:

Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang

ruku. (Q.S. Al-Baqarah: 43)

Bahkan Allah SWT telah menentukan golongan-golongan yang berhak

menerima zakat, yaitu delapan golongan, seperti yang disebutkan dalam surat at-

Taubah ayat 60 yang artinya:

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang

miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk

(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk

mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan

Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(Q.S. At-Taubah: 60)

Dari kedelapan ashnaf (golongan) mustahiq zakat ini, yang diperintahkan

untuk didahulukan adalah fakir miskin. Hal ini ini sangat kontras karena dua

golongan inilah yang paling membutuhkan uluran tangan.

Anjuran yang kedua adalah hendaklah kita memperbanyak shadaqah, karena

dengan banyak shadaqah itu bukan mengurangi harta, akan tetapi menambah harta.

Memang, secara lahiriah ketika kita menyedekahkan harta kita, Nampak bahwa harta

tersebut berkurang. Padahal pada hakekatnya barta itu tidaklah hilang, malah ia akan

menjadi semakin banyak. Allah SWT telah berjanji kepada orang yang

16

menyedekahkan sebagian hartanya akan melipatgandakannya menjadi sepuluh,

seratus, tujuh ratus ila maa yasyaa’ullah azza wa jalla.

Demikianlah beberapa langkah yang dikemukakan al-Qur’an untuk

mengurangi ataupun mengentaskan kemiskinan yang selama ini melanda Negara-

negara yang terutama sedang berusaha memajukan diri (developing countries).

Bahkan seandainya saja setiap individu mengeluarkan kewajiban zakatnya di Negara

kita tercinta Indonesia ini, maka tidak perlu lagi kita membayar pajak. Mengapa

demikian? Karena semua itu telah tercukupi oleh pembayaran zakat kaum muslimin

yang merupakan mayoritas agama penduduk Indonesia ini.

Kalau setiap kita mampu menerapkan staregi ini, insya Allah kita akan

mampu meminimalisir kemiskinan, terutama kemiskinan dalam diri kita sendiri

(individu).

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan

17

Dari penjelasan singkat ini, penulis dapat mengambil kesimpulan yang

merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah penulis kemukakan pada

pendahuluan, yaitu:

1. Bahwa Al-Qur’an memandang problematika kemiskinan itu merupakan

sunnatullah yang akan terus ada karena Allah SWT menciptakan segala sesuatu

di dunia ini berpasang-pasangan. Dengan demikian terdapat ladang amal bagi

yang berada untuk membantu saudaranya yang kekurangan (miskin).

2. Beberapa strategi/langkah yang dikemukakan Al-Qur’an dalam penanggulangan

kemiskinan ini adalah: perintah untuk bekerja dan berusaha untuk mencari rizki

Allah SWT; menjalani kehidupan yang sederhana dan berhemat serta tidak

berlebih-lebihan; perintah untuk mengeluarkan zakat serta anjuran untuk

menggalakkan shadaqah. Wallahu a’lam bisshawab.

B. Saran

Demikianlah makalah singkat ini penulis ketengahkan, semoga bermanfaat

baik secara teoritis, yaitu sebagai perbendaharaan pengetahuan bagi para akademisi

untuk menindaklanjuti beberapa strategi yang telah dikemukakan di atas; dan secara

praktis, untuk memberikan pengetahuan umum kepada masyarakat bahwa Al-Qur’an

ternyata telah memberikan solusi bagi setiap problematika umat khususnya masalah

kemiskinan yang tak kunjung hilang di tengah-tengah masyarakat kita.

18

DAFTAR PUSTAKA

Aba al-Khail, Sulaiman ibn Abdullah ibn Hamud, 2005. Mashadir ad-Diin al-Islami:

wa Abrazu Mahasinihi wa Mazayahu. Riyadh: Maktabah al-Malik Fahd al-

Wathaniyyah, cet. I.

Al-Qur’an Digital versi 2.0, Freeware, Maret 2004.

At-Tujibiy, Abi Yahya Muhammad ibn Shumadih, tt. Mukhtashar Min Tafsir

al-Imam at-Thabariy. Kairo: Dar al-Manar.

Aziz, Abdul dan Ahmad Musthofa Hadna, 2001. Qur’an Hadis Untuk Madrasah

Aliyah Jilid I Kelas I. Semarang: CV. Wicaksana.

Departemen Agama RI, 2005. Al-Qur’an dan Terjemahnya Al-Jumanatul ‘Ali

(seuntai mutiara yang maha luhur). Bandung: J-Art.

Diana, Rashda, 1427-1428. Fiqh Muslimah, dalam Ijtihad: Jurnal Hukum dan

Ekonomi Islam, Vol. 2 nomor 1, Penerbit Fakultas Syari’ah Institut Studi

Islam Darussalam.

El-Fandy, Muhammad Jamaluddin, 2004. Al-Qur’an tentang Alam Semesta. Penerbit

Amzah.

Yahya, Harun, 2004. Memilih Al-Qur’an Sebagai Pembimbing. Surabaya: Risalah

Gusti, cet. I.

19