Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Proses Inovasi Layanan Sistem E-Ticketing pada Kereta Commuter Jabodetabek
Singgih Rahadi, Kusnar Budi
Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
[email protected], [email protected]
Abstrak
Skripsi ini membahas proses inovasi layanan sistem e-ticketing pada pelayanan kereta commuter di Jabodetabek oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek.Penelitian ini dilakukan secara Post Positivis melalui studi lapangan dan studi kepustakaan. . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses inovasi yang terjadi dalam layanan sistem e-ticketing terdapat tiga tahap. Tahap pemunculan ide dimana ide inovasi berasal dari tuntutan masyarakat, Pemerintah, dan juga keadaan layanan yang tidak tersistem. Tahap penerimaan, melalui kerjasama dengan PT. Telkom namun tidak ada peran signifikan dari Pemerintah, Tahap implementasi, Strategi Implementasi bertahap membutuhkan adaptasi budaya dan perilaku pengguna.
Process of Innovation E-Ticketing Service System in Commuter Jabodetabek Train
Abstract
This thesis discusses the process of innovation service system of e-ticketing service on commuter line in Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi) area by PT. KAI Commuter Jabodetabek . This research is done in Post Positivist with field research and library research. he result of this research indicate that there are there stages in the innovation process that occurs in the system e-ticketing service. First stage is is the appearance of service innovation ideas, that comes from the demands of society, the government, and also the unsystematic service. Second stage is acceptance, through a partnership with PT. Telkom but no significant role of Government. The last one is the implementation stage of a phased implementation strategy, requires adaptation of culture and user behavior.
Keywords: innovation, innovation process and e-ticketing system
Pendahuluan
Kehidupan manusia semakin berkembang kearah modernisasi menyebabkan semakin
tingginya tingkat kompleksitas kebutuhan yang harus terpenuhi. Terdapat usaha-usaha yang
dilakukan oleh masyarakat, salah satunya dengan melakukan mobilisasi ketempat-tempat
pemenuhan kebutuhan yakni melalui transportasi. Dalam pembukaan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2007 disebutkan bahwa transportasi memiliki peranan penting dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah dan pemersatu bangsa. Dalam perjalanannya,
transportasi kerapkali menjadi permasalahan dibanyak kota-kota di Indonesia, khususnya di
Kota Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014
kendaraan bermotor yang mengalami peningkatan sebesar 50% dari tahun 2008 hingga tahun
2012.
Pada tahun 2010, pemerintah menetapkan 17 langkah guna mengurangi kemacetan,
mulai dari penerapan electronic road pricing (ERP), sterilisasi dan penambahan jalur busway,
perbaikan jalan, kebijakan perpakiran, perbaikan pengelolaan angkutan kereta api, pembuatan
jalur ganda berganda (double-double track) kereta api, pembangunan jalur rel kereta api
lingkar dalam kota dan sebagainya. (Kompas.com,2010). Dari berbagai upaya yang ditempuh,
pengembangan sistem transportasi berbasis rel yaitu Kereta Rel Listrik (KRL) dianggap
sebagai upaya solutif untuk mengatasi masalah kemacetan di kota Jakarta. Pertama, KRL
memiliki kapasitas angkut yang banyak dan cepat, daya jelajah yang mencakup lintas
provinsi, yakni mencakup Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek)
(Darmaningtyas, 2011). KRL memiliki keunggulan yaitu hemat Bahan Bakar Minyak (BBM)
enam kali lipat dan juga rendah emisi.
Pelayanan KRL atau kereta commuter Jabodetabek diselenggarakan oleh PT. KAI
Commuter Jabodetabek yang merupakan anak perusahaan PT. KAI (Persero). Setiap harinya,
rata-rata sebanyak 367.361 warga Jabodetabek menikmati layanan ini. Layanan transportasi
KRL menjadi lebih diprioritaskan pelaksanaannya oleh pemerintah melalui Unit Kerja
Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang menargetkan
pada tahun 2019 KRL akan menjadi tulang punggung transportasi publik di Jabodetabek
dengan mengangkut hingga 1,2 juta penumpang per hari. Selain itu, penerimaan PT. KAI
(Persero) yang sekitar 40 persen berasal dari kereta commuter Jabodetabek menjadi
perhatian penting dalam meningkatkan pelayanan itu sendiri. Hal tersebut berbanding terbalik
dengan kondisi pelayanan kereta Jabodetabek yang masih dianggap jauh dari kelayakan.
Banyak permasalahan yang terdapat dalam pelayanan KRL Jabodetabek, mulai dari jadwal
perjalanan kereta yang sering terlambat, prasarana perkeretaapian yang tidak memadai
misalnya pendingin (AC) yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, hingga kondisi
penumpang yang berdesakan baik didalam kereta maupun saat mengantre tiket.
PT. KAI Commuter Jabodetabek melakukan berbagai langkah perubahan untuk
mencapai pelayanan yang diinginkan sekaligus menyesuaikan diri dengan kebutuhan
transportasi masyarakat Jakarta dimasa depan. dengan diberlakukannya sistem e-ticketing
yang menggantikan sistem konvensioal yang diberlakukan selama ini dalam pelayanan KRL
Jabodetabek. COMMET atau Commuter Electronic Ticketing. Layanan sistem e-ticketing
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014
memiliki banyak dampak signifikan dalam kemajuan sistem transportasi kereta commuter
Jabodetabek. E-ticketing merupakan upaya modernisasi, mulai dari modernisasi sistem yang
akan berpengaruh pada perilaku modern dari masyarakatnya. Terjadi otomatisasi dalam
pelayanan yang dilakukan oleh penumpang baik saat masuk maupun keluar stasiun. Kedua,
berkaitan dengan mekanisme penerapan tarif yang diberikan dibebankan dalam e-ticketing
berdasarkan jumlah stasiun yang dilewati, hal ini memudahkan penumpang dalam
menghitung biaya perjalanan. Ketiga, berkaitan dengan keleluasaan bagi penumpang selama
perjalanan. Sistem e-ticketing menggunakan pintu masuk elektronik yang disebut dengan e-
gate dimana setiap penumpang yang masuk ataupun keluar stasiun harus melalui pintu
tersebut. Bagi penumpang yang salah turun stasiun dapat kembali ke stasiun tujuan tanpa
harus membayar tiket ataupun memiliki saldo cukup di COMMET yang penumpang miliki
Manfaat lainnya berkaitan dengan sistem kontrol dan pendataan penumpang yang dilakukan
oleh mesin. Penyelenggaraan e-ticketing merupakan hasil kerjasama antar dua BUMN, yaitu
PT. KAI Commuter Jabodetabek sebagai pembiayaannya, dengan PT. Telkom Group (Tbk)
melalui Telkomsigma.
Pelaksanaan layanan sistem e-ticketing terjadi pelonjakan jumlah penumpang KRL
yang mencapai 14 hingga 15 persen namun dengan kesemrawutan serta permasalahan yang
terjadi di hampir semua stasiun. Pertama, terjadi penumpukan antrean saat membeli tiket
maupun saat melakukan aktivitas menempelkan kartu atau tapping di e-gate yang
merupakan pintu masuk yang harus dilalui oleh setiap penumpang KRL. Kedua, penumpang
merasa kebingungan dalam menggunakan commet, baik itu dalam proses pembelian terutama
saat tapping atau aktivitas menempelkan kartu dalam e-gate yang mengakibatkan pelayanan
menjadi lebih lama dari sistem yang sebelumnya. Ketiga berkaitan dengan jumlah e-gate yang
kurang serta tidak berfungsi sebagaimana mestinya atau dengan kata lain mengalami
kerusakan Kondisi ini membuat PT. KCJ kehilangan sekitar 800.000 kartu. Hal ini membuat
PT. KCJ memberlakukan kebijakan baru, yaitu dengan menghapus sistem layanan single-trip
dan menggantinya dengan sistem Kartu Harian Berjamin (KHB). Dalam organisasi yang
berinovasi, terdapat lima aspek kemampuan yang harus dimiliki oleh organisasi tersebut,
yaitu strategi, pengukuran, dan kinerja, manusia, proses, dan juga teknologi.
Berangkat dari kondisi tersebut, tulisan ini berupaya untuk membahas proses yang
terjadi dalam inovasi sektor publik pelayanan sistem e-ticketing oleh PT. KAI Commuter
Jabodetabek. Melalui tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai proses
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014
inovasi yang terjadi dalam inovasi sektor publik pelayanan sistem e-ticketing oleh PT. KAI
Commuter Jabodetabek.
Tinjauan Teoritis
Secara tradisional, sektor publik relative tidak terbiasa dengan konsep inovasi
dibandingkan dengan sektor privat yang identik dengan hal ini. Mulgan & Albury (2003 : 3)
mendefinisikan inovasi dalam sektor publik sebagai “the creation and implementation of new
processes, products, services and methods of delivery which result in significant
improvements in the efficiency, effectiveness or quality of outcomes”. Inovasi merupakan alat
untuk mencapai tujuan, untuk itu perlu kesinergisan antara kepemimpinan (leadership),
manajemen, sumber daya manusia (human resources) dan teknologi. (Lewis dkk, 2001: 479).
Secara umum inovasi dalam sektor publik bertujuan untuk meningkatkan efisiensi seperti
biaya yang dikeluarkan per layanan serta mempercepat proses administrasi, meningkatkan
transparansi, meningkatkan kualitas pelayanan dan juga meningkatkan kepuasan masyarakat.
Davenport (1993 : 5) menyebutkan bawa proses inovasi dalam organisasi merupakan
pengaturan dari aktivitas kerja yang antar waktu dan tempat, dari permulaan, hingga selesai,
dan secara jelas diidentifikasi melalui input dan output. Terdapat berbagai kerangka model
yang mendeskripsikan proses inovasi yang terjadi dalam sebuah organisasi, baik itu pada
sektor privat maupun sektor publik. Terdapat model proses inovasi yang dikembangkan oleh
Herbert A. Shepard (1967: 470-477) yang menyebutkan bahwa terdapat tiga tahapan dalam
inovasi yang dilakukan oleh organisasi. Proses inovasi dimulai dengan pemunculan idea atau
idea generation, yaitu sebuah fase dimana ide untuk melakukan inovasi itu muncul. Terdapat
beberapa aktivitas yang terdapat pada tahap ini, yaitu : identifikasi masalah ; pengumpulan
informasi; interpretasi; dan pernyataan sikap organisasi terhadap ide untuk berinovasi.
Tahapan kedua, yaitu penerimaan terhadap pilihan inovasi yang akan diterapkan. Pada
tahapan ini aktivitas yang dilakukan oleh organisasi adalah menyampaikan inovasi yang
dilakukan kepada pihak lain sebagai pengguna atau objek dalam organisasi yang meliputi
masyarakat, ataupun internal organisasi antara lain : studi kelayakan; adaptasi / modifikasi;
penentuan tujuan; membangun dukungan; demonstrasi/ persuasi; dan keputusan proses. Tahap
ketiga, yaitu implementasi yang memiliki beberapa aktivitas yang terdapat dalam proses
inovasi tahap ini, yaitu : pengumpulan sumber daya; penempatan personel; pelatihan;
membangun struktur & proses; dan evaluasi & monitoring
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma Post Positivis dikarenakan dalam melakukan
penelitian peneliti berangkat dari sebuah teori disertai pengamatan empiris dalam melakukan
penelitian terkait proses inovasi dalam layanan sistem e-ticketing yang dilakukan oleh PT.
KAI Commuter Jabodetabek. Jenis penelitian dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dimensi waktu penelitian, dan teknik pengumpulan data dari
penelitian yang bersangkutan. Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini termasuk kedalam
penelitian deskriptif. Jika ditinjau dari manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian murni
karena penelitian ini tidak bertujuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan ataupun
disponsori oleh suatu organisasi untuk meneliti, melainkan bertujuan untuk menyumbangkan
ilmu pengetahuan. Berdasarkan aspek dimensi waktu, maka penelitian ini termasuk dalam
cross-sectiona, yaitu pada bulan April 2014 hingga Juni 2014 dan tidak diperbandingkan
dengan penelitian lain. Berdasarkan teknik pengumpulan data, maka penelitian ini termasuk
dalam penelitian kualitatif. Peneliti menggunakan wawancara mendalam dan studi
kepustakaan sebagai instrumen pengumpulan data. Data primer diperoleh melalui teknik
wawancara secara mendalam (in-depth interview) dengan menggunakan pedoman wawancara.
Peneliti memperoleh data sekunder dengan menggunakan studi kepustakaan dan dokumen
untuk mendukung data primer yang diperoleh di lapangan.
Analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan mengolah dan mempersiapkan data-
data yang diperoleh, baik melalui studi lapangan maupun studi kepustakaan untuk kemudian
dianalisis. Data hasil wawancara mendalam dengan para informan dijabarkan dalam bentuk
transkrip wawancara yang kemudian dilakukan aktivitas coding dengan strategi analisis data
menggunakan metode ilustratif. Pihak-pihak yang menjadi informan dalam penelitian ini
adalah Mega Rusiandi selaku General Manager Pelayanan PT. KAI Commuter Jabodetabek,
Avir Riyaldi selaku Manager IT PT. KAI Commuter Jabodetabek, Eva Chairunnisa selaku
Manager Komunikasi Perusahaan PT. KAI Commuter Jabodetabek, Navyta M. Siregar selaku
Vice President Telco, Multimedia and Cross Industry Sales & CRM PT. Telkom Sigma,
Johan Tanzil selaku Section Head Costumer Support E-Ticketing PT. Telkom Sigma, Hadi
selaku Sekretaris Divisi Asset PT. KAI (Persero) Daop 1 Jakarta, Petugas Frontliner yang
bertugas di setiap stasiun Agus Kusnadi, Hendra, Rudi Supriyadi, Eka Hadi Prasetyo.
Nurcahyo selaku Ketua Komunitas KRL Mania. Ibung, dan Muni Lestari selaku penumpang
KRL Jabodetabek. Azas Tigor Nainggolan selaku pengamat transportasi perkotaan dan
Aditya Dwilaksana selaku anggota unsur Lembaga Swadaya Masyarakat Dewan Transportasi
Kota Jakarta.
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014
Hasil dan Pembahasan Layanan sistem e-ticketing yang dikenalkan melalui Commuter Electronic Ticketing
(COMMET) merupakan sebuah inovasi yang diselenggarakan oleh PT. KAI Commuter
Jabodetabek sebagai bentuk strategi peningkatan pelayanan kereta Jabodetabek. Sebagai
sebuah sistem, baik alur pelayanan mengalami perbedaan yang signifikan dari pelayanan yang
dilakukan sebelumnya, yaitu pelayanan secara konvensional. Berikut ilustrasi alur pelayanan
yang terjadi antara pelayanan konvensional dengan pelayanan menggunakan sistem e-
ticketing :
Sumber : Data Olahan Peneliti, 2014
Gambar 1. Proses Inovasi Layanan Sistem E-Ticketing
Berdasarkan gambar diatas, dalam pengembangan layanan sistem e-ticketing terdapat
tiga tahap yang terjadi. Tahap pertama yaitu pemunculan ide. Ide e-ticketing berasal dari tiga
pihak, yaitu masyarakat, pemerintah, dan juga kondisi internal perusahaan. Pelayanan kereta
yang dinilai jauh dari kelayakan mengakibatkan dampak bagi masyarakat sebagai
penggunanya, yaitu kenyamanan dalam menikmati layanan. Tujuan organisasi dalam
menyediakan pelayanan bagi masyarakat adalah untuk mendapatkan kepuasan, dan kepuasan
itu dapat dirasakan oleh masyarakat lewat kenyamanan dalam menikmati pelayanan. Kedua,
terkait masalah kecurangan dalam menikmati pelayanan kereta juga terjadi, yaitu banyaknya
penumpang yang tidak membeli tiket.
Selain terjadi permasalahan yang dihadapi oleh penumpang dalam menikmati
pelayanan transportasi, ide inovasi ini juga muncul dari dorongan pemerintah melalui Unit
Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP) yang
menargetkan bahwa pada tahun 2019 kereta commuter akan dijadikan tulang punggung
transportasi wilayah Jabodetabek yang akan mengangkut 1,2 juta penumpang setiap harinya.
Pemunculan Ide -‐ Pemunculan Ide Inovasi yang berasal dari 5ga aktor yaitu pemerintah, masyarakat, dan internal perusahaan. -‐ Benchmarking. -‐ Focus Group Discussion.
Penerimaan -‐ Penolakan Masyarakat dan Karyawan PT. KCJ -‐ Penyesuaian Internal
Organisasi -‐ Pengembangan Sistem
Implementasi : -‐ Sosialisasi Internal
-‐ Sosialiasasi Eksternal (Implementasi Bertahap) -‐ Koordinasi dan Evaluasi
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014
Selain melalui UKP-PPP, pada tanggal 24 November 2011 muncul suatu kebijakan
pemerintah yang diberikan oleh presiden kepada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai
induk perusahaan dari PT. KAI Commuter Jabodetabek melalui Peraturan Presiden Nomor 83
Tahun 2011 tentang penugasan kepada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) untuk
menyelenggarakan prasarana dan sarana Kereta Api Bandar Udara Soekarno-Hatta dan Jalur
Lingkar Jakarta-Bogor- Depok-Tangerang-Bekasi. Dalam Perpres tersebut terdapat dua poin
besar yang menjadi fokus penugasan presiden kepada PT. KAI (Persero).
Strategi yang dilakukan oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek dalam pengumpulan
informasi berkaitan pengembangan layanan sistem e-ticketing adalah melalui sistem
benchmarking atau studi banding ke negara lain yang telah sukses mengimplementasikan
layanan sistem e-ticketing. Studi banding yang dilakukan oleh PT. KAI Commuter
Jabodetabek bersama induk perusahaan mereka PT. Kereta Api Indonesia (Persero) ke
negara-negara yang dikatakan maju dalam sistem transportasinya. Tidak hanya pada jajaran
direksi saja, melainkan seluruh jajaran middle-level management. Selain melakukan studi
banding, upaya yang dilakukan oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek dalam mengembangkan
ide inovasi layanan sistem e-ticketing adalah dengan melibatkan pihak diluar organisasi guna
mendapatkan masukan terkait pelaksanaan sistem e-ticketing kedepannya. Pengumpulan
informasi terkait ide inovasi dilakukan oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek dengan
melakukan Focus Group Discussion (FGD).
Tahap selanjutnya adalah penerimaan. Tahap penerimaan, merupakan kelanjutan dari
tahap pemunculan ide, dimana dalam tahap ini telah ditetapkan satu inovasi yang akan
dikembangkan oleh organisasi yang pada nantinya akan diimplementasikan kepada pengguna
layanan. Pada tahap ini aktivitas yang dilakukan oleh organisasi adalah menyampaikan
inovasi kepada pihak internal maupun eksternal organisasi. Pada tahap ini telah ditentukan
bahwa pada layanan sistem e-ticketing akan dikembangkan sebagai inovasi pelayanan oleh
PT. KAI Commuter Jabodetabek yang akan diimplementasikan dan digunakan oleh pengguna
kereta commuter Jabodetabek.
Menindaklanjuti ide sistem e-ticketing sebagai inovasi yang nantinya akan diterapkan
oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek dalam pelayanan keretanya, maka dibentuklah sebuah
divisi dibawah Direktorat Komersial dan Humas yang diberi nama “sekretariat e-ticketing”
pada tahun 2009. Divisi ini dibentuk dibawah Direktorat Komersial yang memang memiliki
fokus pada pelayanan berserta pengembangan pelayanan kereta, termasuk inovasi yang
terdapat dalam perjalanan pelayanannya. Secara fungsi, sekretariat e-ticketing memiliki fungsi
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014
pengembangan sistem e-ticketing mulai dari pengumpulan informasi, pembangunan sistem,
implementasi, hingga pengawasan pelaksanaan sistem.
Pengembangan ide inovasi layanan sistem e-ticketing pada awalnya adalah berbatas
pada pelaksanaan e-ticketing pada pelayanan tiket pada penumpang yang memiliki Kartu
Trayek Bulanan atau disebut dengan e-KTB. Tujuan yang diberikan dari e-KTB itu sendiri
adalah sebagai studi kelayakan sistem baru. Secara sistem, perencanaan, dan pengadaan
sarana dan prasarana penunjang e-ticketing dilakukan secara mandiri oleh PT. KAI Commuter
Jabodetabek sendiri, dan dibantu oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai induk
perusahaannya. Pelaksanaan e-KTB sebagai pelaksanaan pertama sistem e-ticketing dapat
dikatakan sebagai sebuah aktivitas dimana PT. KAI Commuter Jabodetabek melakukan upaya
ujicoba atau prototype perencanaan pada sistem baru yang bertujuan untuk mengetahui
dampak yang dihasilkan. Pelaksanaan e-KTB sebagai prototype bentuk layanan sistem e-
ticketing saat itu secara sistem belum mantap, demikian pula pola pelayanan yang diberikan
pada alur pelayanan tiket tidak banyak mengalami perubahan, tarif yang diberlakukan masih
berdasarkan waktu.
Pelayanan sistem e-ticketing yang dilakukan oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek
tidak terlepas dari kerjasama dengan banyak pihak yang mampu mendukung terselenggaranya
sistem dengan tujuan yang diharapkan. Untuk mewujudkan sistem e-ticketing yang nantinya
akan berjalan secara efektif, tentunya PT. KAI Commuter Jabodetabek melakukan kerjasama
dengan banyak pihak sebagai pendukung sistem ini. Terdapat beberapa dukungan yang
diberikan oleh instansi baik di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (persero) itu sendiri
maupun dengan pihak eksternal perusahaan. Tabel 1. Matriks Pihak yang Berperan dalam Pengembangan Layanan E-Ticketing
No Instansi Peran 1. PT. Kereta Api Indonesia (persero) Kolaborasi pengembangan teknologi 2. PT. KAI Daop 1 Jakarta Sterilisasi stasiun KRL Jabodetabek 3. PT. KA Properti Management Redesain Stasiun KRL Jabodetabek 4. PT. Telkom Group melalui Telkom
Sigma 1. Konsultan perencanaan 2. Pengembangan sistem 3. Implementator sistem
5. Lembaga Penerbit e-money ( BCA, Bank Mandiri, BRI, Bank Mega, Telkom Cash, Operator seluler XL)
Penyediaan kartu prepaid
Sumber : Data olahan peneliti, 2014
Pihak internal dalam lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (persero) yang turut
berperan dalam pengembangan layanan sistem e-ticketing telah disebutkan diatas adalah PT.
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014
Kereta Api Indonesia (persero) itu sendiri dan unit dibawahnya yaitu Daop 1 Jakarta. Pihak
eksternal perusahaan juga terlibat dalam sistem ini adalah dengan melakukan kerjasama
dengan PT. Telkom Group melalui Telkom Sigma sebagai subkontraktor dalam selama
proyek berlangsung. Disini peran yang diberikan oleh Telkom Sigma dalam layanan sistem e-
ticketing berfokus pada tiga hal, yaitu sebagai konsultan perencanaan awal sistem. Hal ini
dikarenakan Telkom Sigma memang perusahaan yang berfokus pada pengembangan
Teknologi Informasi salah satunya e-ticketing. Sementara PT. KAI Commuter Jabodetabek
berfokus pada pengembangan ide sistem e-ticketing kedepannya. Selain PT. Telkom Group
(Tbk) melalui Telkom Sigma yang melakukan kerjasama dengan PT. KAI Commuter
Jabodetabek, terdapat pihak lain yang terlibat dalam pengembangan layanan sistem e-ticketing
yaitu operator lembaga penerbit e-money. Salah satu tujuan yang diberikan dengan hadirnya
sistem ini adalah sebagai bentuk dukungan terhadap pelaksanaan e-money.
Untuk mengantisipasi hal tersebut tentulah diperlukan strategi yang matang dalam
perencanaannya sebelum sistem e-ticketing diimplementasikan dan dapat dinikmati sebagai
suatu bentuk pelayanan dalam transportasi kereta commuter Jabodetabek setiap harinya.
Sebagai sebuah sistem, perencanaan pengembangan layanan sistem e-ticketing ada melalui
roadmap yang telah disusun oleh sekretariat e-ticketing bersama dengan PT. Telkom Group
sebagaimana yang terlihat melalui gambar dibawah ini :
Sumber : Divisi Humas PT. Kereta Api Persero, 2014
Gambar 2 Roadmap Layanan Sistem E-Ticketing
Pada gambar 5.1.2.2 merupakan road map pengembangan layanan sistem e-ticketing.
Terlihat bahwa tahap perencanaan awal sistem dimulai pada bulan Desember 2012, dimana
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014
secara sistem pengembangan dilakukan selama empat bulan. Dalam road map yang telah
digambarkan diatas terlihat bahwa tahap awal dalam pengembangan layanan sistem e-
ticketing adalah dengan melakukan pendataan terkait kondisi sebenarnya yang ada di
lingkungan stasiun. Aktivitas selanjutnya yang dilakukan di awal pengembangan layanan
sistem e-ticketing adalah peran Daop 1 Jakarta untuk melakukan sterilisasi stasiun di kawasan
Jabodetabek. Berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan melalui wawancara, bahwa
sterilisasi stasiun di kawasan Jabodetabek yang dilakukan oleh Daop 1 Jakarta bukan semata-
mata dilakukan untuk keperluan layanan sistem e-ticketing melainkan sudah menjadi rencana
jangka panjang PT. Kereta Api Indonesia (persero). Sterilisasi stasiun dilakukan di 63 stasiun
yang tersebar di kawasan Jabodetabek. Pelaksanaan sterilisasi dilakukan secara bertahap dan
tidak disertai dengan waktu pelaksanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu,
terdapat pemasangan perangkat guna menunjang pelaksanaan e-ticketing sebagaimana yang
terlihat melalui tabel dibawah ini.
Tabel 2 Perangkat Pendukung Layanan Sistem E-Ticketing
No Daftar Perangkat Jumlah 1. GATE ( Gate, Embedded PC, Cardslot ) 488 2. PoS LOKET ( All in One POS with Touch screen ) 263 3. Pengadaan Paket Server
Main Server & Back Up Server 21 Server Stasiun 63
Sumber : Telkom Sigma, 2014
Implementasi merupakan tahap ketiga dari sebuah proses inovasi. Dalam tahap ini
inovasi siap untuk diterapkan oleh organisasi melalui mereka sendiri ataupun melalui pihak
lain. Berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Herbert A. Shepard, proses implementasi
dimulai dengan pengumpulan sumber daya manusia sebagai implementator inovasi.
Implementasi layanan sistem e-ticketing diawali dengan mempersiapkan sumber daya
manusia sebagai implementator layanan sistem e-ticketing. Dalam tahap ini, terdapat
koordinasi yang dilakukan antara PT. KAI Commuter Jabodetabek dengan PT. Telkom Group
(Tbk) melalui anak perusahaannya Telkkom Sigma sebagai partner utama. Terdapat pihak-
pihak yang berperan penting dalam proses implementasi layanan sistem e-ticketing.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti, implementator dalam sistem e-ticketing
terdiri dari jajaran frontliner yang berada di tiap stasiun, yaitu petugas loket, petugas Pam
Portir, dan petugas announcer.Selain front liner terdapat pula peran staff stasiun yang
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014
berperan menangani permasalahn yang dihadapan oleh penumpang langsung. Berikut akan
ditampilkan jumlah petugas yang berasal dari PT. KAI Commuter Jabodetabek.
Tabel 3 Petugas Pelaksana E-Ticketing
No Posisi Jumlah 1. Petugas Loket Stasiun 634 2. Petugas PAM/ Portir 1187 3. Petugas Announcer Stasiun 151 4. Staff Stasiun 63 Sumber : Direktorat Komersial dan Humas PT. KAI Commuter Jabodetabek, 2014
Tabel 3 merupakan daftar petugas pelaksana e-ticketing yang menjalankan tugas
operasional sistem sehari-hari. Berdasarkan informasi yang diberikan oleh narasumber,
pelaksana e-ticketing berasal dari dua pihak. Untuk petugas loket, announcer stasiun, dan juga
staff stasiun adalah berasal dari PT. KAI Commuter Jabodetabek sendiri. Dengan kata lain,
yang melakukan perekrutan adalah PT. KAI Commuter Jabodetabek. Sementara untuk
petugas PAM/ Portir berasal dari perusahaan vendor penyedia layanan jasa pengamanan.
Strategi yang dilakukan oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek pada sosialisasi layanan sistem
e-ticketing dilakukan oleh tim sosialisasi yang terdiri dari Divisi Pelayanan dan Penjualan
yang berada dalam lingkup Direktorat Komersial dan Humas, serta dibantu oleh Divisi
Sekretaris Perusahaan tim komunikasi perusahaaan. Strategi pertama yang dilakukan adalah
melalui sosialisasi Internal, dalam hal ini pembinaan petugas dan juga sosialisasi kepada
stakeholders pendukung layanan sistem e-ticketing.
Sosialisasi internal yang dilakukan kepada pegawai di lingkungan PT. KAI
Commuter Jabodetabek khususnya petugas lapangan yang sehari-hari melaksanakan tugas
operasional. Pembinaan mulai dilakukan pada awal tahun 2013, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Eva Chairunnisa, Manager Komunikasi Perusahaan PT. KAI Commuter
Jabodetabek dalam wawancara pada tanggal 7 Mei 2014, “Ya rentang waktu Januari 2013 lah
sampai April, pembinaan yang kami lakukan kepada frontliners”. Pembinaan yang dilakukan
secara bertahap, dimana setiap harinya selama empat bulan petugas lapangan, baik itu Petugas
Pam Portir maupun Petugas loket diberikan pembinaan. Implementasi layanan sistem e-
ticketing menjadi wewenang Telkom Sigma, sebagaimana yang diungkapkan oleh Navyta M.
Siregar selaku VP- Telco Multimedia & Cross Industry Sales & CRM Telkom Sigma dalam
wawancara pada tanggal 27 Mei 2014, “Dalam hal pengelolaan, Telkom Group bertanggung
jawab dalam pengoperasian dan pemeliharaan (Hardware, Software dan Infrastruktur)”.
Guna mendukung pelaksanaan layanan sistem e-ticketing, Telkom Sigma membentuk
suatu divisi yang melakukan tugas Monitoring terhadap pelaksanaan setiap harinya. Divisi ini
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014
dinamakan E-Ticketing Monitoring Centre (EMC) yang berlokasi di stasiun Juanda. EMC
didirikan pada tanggal 30 September 2013, dimana sebelumnya divisi ini dinamakan Telkom
Command Centre (TCC) yang telah berdiri pada bulan april 2013, namun pengoperasiannya
belum seprofesional EMC dikarenakan pada waktu itu kerjasama yang dilakukan antara PT.
KAI Commuter Jabodetabek dengan PT. Telkom Group (Tbk) masih bersifat penjajakan.
Melalui EMC diharapkan setiap detil dalam pengimplementasian layanan sistem e-ticketing
dapat terpantau sehingga ketika terjadi permasalahan dapat segera terdeteksi dan dapat
ditemukan penyelesaiannya. Setiap harinya selama jam operasional stasiun EMC ini
dioperasikan.
Strategi penggunaan media sosialisasi dan informasi melalui petugas yang
menggantikan media publikasi cetak sebenernya efektif digunakan dalam beberapa kondisi,
dimana kondisi stasiun tersebut diisi oleh penumpang regular yang menggunakan pelayanan
kereta setiap hari. Strategi penggunaan petugas front liner sebagai media sosialisasi menjadi
tidak efektif jika dilaksanakan pada stasiun yang memang kondisi penumpangnya adalah
penumpang non- regular atau dengan kata lain tidak rutin menggunakan pelayanan kereta.
Strategi sosialisasi yang diberikan oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek sebaiknya
disesuaikan dengan kondisi masing-masing stasiun, dikarenakan kondisi stasiun yang ada di
wilayah Jabodetabek berbeda satu sama lain. Ada stasiun yang memang kondisi
penumpangnya berasal dari penumpang regular yang setiap hari, namun juga ada stasiun yang
kondisi penumpangnya bukan merupakan penumpang regular. Strategi umum yang sifatnya
menyeluruh kepada stasiun yang digunakan sebagai patokan tetap dibuat, namun terdapat
penyesuaian yang dilakukan oleh masing-masing staff yang ditempatkan di stasiun karena
mereka lah yang mengerti kondisi stasiun sehari-hari.
Implementasi bertahap yang dilakukan oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek
merupakan salah satu bentuk sosialisasi kepada agar penumpang dapat merasakan langsung
sistem yang nantinya akan di mereka lakukan setiap harinya. Selain itu juga pada saat
implementasi bertahap ini juga digunakan untuk mengevaluasi apa saja yang menjadi kendala
pada implementasi bertahap agar nantinya hal tersebut tidak terjadi pada saat implementasi
penuh. Setelah melalui implementasi bertahap yang dilakukan selama tiga bulan, akhirnya
pada 1 Juli 2013 layanan sistem e-ticketing diterapkan secara penuh diseluruh stasiun di
Jabodetabek. implementasi penuh yang dilakukan oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek
meliputi pelaksanaan penuh di seluruh 63 stasiun di Jabodetabek, dan waktu pelayanan yang
penuh. Namun dalam implementasi penuh pada tanggal 1 Juli 2013 terdapat suatu kekacauan
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014
yang dialami oleh penumpang di hampir semua stasiun di Jabodetabek. antrean yang
mengular sampai kejalanan menjadi kendala tersendiri bagi pengguna layanan kereta
commuter Jabodetabek, hal ini dikarenakan oleh beberapa hal.
Aktivitas yang bersifat coba-coba atau trial and error pada pelayanan sistem
transportasi memang bertujuan untuk mengetahui apa yang sebenarnya masyarakat butuhkan,
namun hal itu berdampak pada pengguna yang merasa bahwa pelayanan yang diberikan masih
bersifat meraba-raba dan tidak dilakukan dengan pemikiran yang panjang. Sistem yang
diterapkan selama kurang dari setahun menjadi faktor mengapa PT. KAI Commuter
Jabodetabek dianggap masih meraba-raba terkait layanan yang akan dikembangkan
kedepannya. Melalui metode studi banding yang dilakukan oleh pihak manajemen dengan
mengikutsertakan seluruh pihak dalam perusahaan bisa menjadi cara untuk menerapkan
pelayanan yang tersistem. Implementasi sebuah sistem yang baik adalah ketika aktor-aktor
yang terlibat didalamnya mampu menjalankan koordinasi yang telah ditetapkan sebelumnya
di perencanaan. Secara struktur, implementasi layanan sistem e-ticketing adalah kewenangan
Telkom Sigma selaku rekan kerjasama PT. KAI Commuter Jabodetabek dengan
berkoordinasi tentunya dengan pihak-pihak lain mulai dari petugas front liner yang berada di
stasiun, sekretariat e-ticketing maupun EMC sebagai pusat kontrol selama pelaksanaan e-
ticketing. Setiap harinya EMC melakukan kontrol secara virtual terhadap pelaksanaan layanan
sistem e-ticketing baik secara perangkat maupun secara prosedur.
Koordinasi yang dilakukan antara EMC sebagai pemegang kendali pelaksanaan sistem
dengan implementator lain maupun dengan PT. KAI Commuter Jabodetabek dilakukan
melalui saluran komunikasi, seperti teknologi informasi telepon langsung, Voip maupun
media milis yang memungkinkan koordinasi dapat dilakukan secara cepat sehingga
permasalahan yang ada dapat segera diselesaikan segera. Sementara alur komunikasi yang ada
antara masyarakat sebagai penyelenggara layanan sistem e-ticketing dilakukan melalui
beberapa saluran media, yang utamanya adalah melalui petugas front liner yang memang
bersentuhan langsung dengan penumpang setiap harinya. Alur koordinasi yang terjadi dalam
pelaksanaan layanan sistem e-ticketing tidak dapat dipungkiri terdapat permasalahan
didalamnya. Sistem baru yang tercipta membutuhkan kecepatan dalam penyesuaian, baik itu
masyarakat maupun pihak penyelenggara. Disini peneliti menyoroti koordinasi yang terjadi
oleh para implementator yang masih terdapat kendala. Koordinasi yang dituntut cepat dalam
pelayanan kereta kadang berdampak pada tidak dilaksanakannya alur komunikasi yang telah
ditetapkan sebelumnya.Mempercepat penyelesaian masalah dengan prosedur yang tidak
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014
seharusnya menjadi penanda bahwa petugas tidak melakukan tugas secara professional
dikarenakan SOP yang telah ditentukan sebelumnya tidak dilaksanakan.
Sumber : Direktorat Komersial dan Humas PT. KAI Commuter Jabodetabek
Gambar 3 Evaluasi Rutin terkait Pelaksanaan Layanan Sistem E-Ticketing
Aktivitas terakhir yang terjadi dalam tahap implementasi pada proses inovasi adalah
aktivitas evaluasi yang dilakukan oleh pihak internal organisasi maupun pihak lain yang
ditunjuk untuk melakukan wewenang tersebut. Dalam layanan sistem e-ticketing aktivitas
penyampaian evaluasi dapat dilakukan melalui beberapa saluran. Pertama, evaluasi yang
dilakukan oleh penumpang langsung kepada petugas front liner. Setiap evaluasi maupun
keluhan yang diberikan oleh penumpang ditampung dan kemudian akan dipaparkan dalam
agenda evaluasi yang dilakukan oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek dengan pihak-pihak
yang terlibat dalam proses implementasi, baik itu petugas lapangan, sekretariat e-ticketing
maupun dengan Telkom Sigma. Dalam aktivitas evaluasi, pihak Telkom Sigma dalam hal ini
melalui EMC akan melaporkan aktivitas pelaksanaan sistem mulai dari hardware, software,
transaksi dalam sebuah dokumen dimana dalam laporan tersebut disertai dengan rekomendasi.
Pelaksanaan sebuah sistem membutuhkan pengembangan kedepannya agar terjadi
penyempurnaan sistem di masa yang akan datang. Layanan sistem e-ticketing ini pun
dilaksanakan dengan berbagai bentuk pengembangan yang akan terjadi dimasa depan.
Sebagai inovasi terdapat berbagai pengembangan yang ditetapkan oleh PT. KAI Commuter
Jabodetabek melalui rekomendasi dari Telkom Sigma selaku rekan kerjasama dalam
pengembangan layanan. Sebagai sebuah inovasi, tentulah layanan sistem e-ticketing akan
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014
mengalami pengembangan guna mencapai tujuan jangka panjang dari pelaksanaan layanan
ini, yaitu integrasi antar moda transportasi. Pengamat transportasi perkotaan, Azas Tigor
Nainggolan dalam wawancara pada tanggal 16 Mei berpendapat untuk dapat mewujudkan
moda transportasi yang terintegrasi kunci utamanya adalah dalam pembuatan kebijakan,
masing-masing pihak harus memiliki komitmen bersama untuk dapat membuat transportasi
menjadi terintegrasi, selain itu juga dalam pengembangan yang dilakukan harus visioner,
tidak hanya berpikir secara parsial namun harus sistemik dan jauh berpikir kedepan.
Keseluruhan proses inovasi yang terjadi dalam layanan sistem e-ticketing yang dilakukan oleh
PT. KAI Commuter Jabodetabek saling mempengaruhi antara satu tahap dengan tahap yang
lain, yang berujung pada pelayanan yang dirasakan oleh pengguna layanan, yaitu masyarakat.
Kesimpulan
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa setiap tahapan yang terjadi dalam proses
inovasi pada layanan sistem e-ticketing oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Pemunculan ide inovasi layanan sistem e-ticketing
yang berasal dari tiga aktor yaitu pemerintah, masyarakat sebagai pengguna dan juga kondisi
pelayanan yang dianggap tidak memiliki sistem yang jelas membuat PT. KAI Commuter
Jabodetabek memutuskan untuk berinovasi dengan menerapkan sistem e-ticketing.
Pengembangan ide menghadapi berbagai tantangan dan juga penentangan oleh pihak internal
perusahaan dalam hal ini petugas stasiun maupun pihak eksternal perusahaan yakni
masyarakat. Selain itu juga dalam pengembangan ide menjadi sebuah sistem tidak terdapat
dukungan penuh oleh pemerintah, namun hal ini ditanggulangi dengan melakukan kerjasama
dengan pihak lain. Tahap ketiga, yaitu implementasi, permasalahan yang menjadi faktor
krusial dalam proses yang ada adalah faktor strategi implementasi yang bertahap yang tidak
memberikan dampak yang signifikan bagi pelaksanaan layanan ini, hal ini dikarenakan
adaptasi budaya dan perilaku penumpang. Selain permasalahan terkait strategi, namun
evaluasi yang dilakukan secara intensif membuat perbaikan terkait permasalahan yang yang
terjadi selama pelaksanaan dapat segera teratasi.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan saran yang diberikan kepada PT. KAI
Commuter Jabodetabek selaku pihak yang mengelola layanan sistem e-ticketing maupun
122 122
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014
pihak lainnya baik itu pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat guna perbaikan sistem
kedepannya, antara lain :
1. Bagi PT. KAI Commuter Jabodetabek, penelitian ini menyarankan bahwa dalam
pengembangan suatu sistem layanan inovatif harus memperhatikan aspek proses yang
terjadi. Dalam hal strategi pengembangan inovasi, hendaknya strategi yang dibuat itu
bersifat sistemik dan bukan parsial, hal ini dikarenakan agar pengembangan yang
terjadi bukan semata-mata hanya untuk mengakomodir keluhan yang diberikan oleh
masyarakat maupun pihak lain, namun dilakukan memang untuk terwujudnya tujuan
jangka panjang dari pelaksanaannya sistem ini yaitu terciptanya pelayanan yang
sistematis dan nyaman serta mewujudkan integrasi moda transportasi di masa yang
akan datang. Selain itu juga dalam rangka pengembangan sistem juga harus ikut serta
mengajak pihak lain untuk ikut berkontribusi didalamnya mulai dari pemerintah
selaku pemangku kebijakan utama, masyarakat maupun sektor swasta.
2. Bagi pemerintah, baik Kementerian Perhubungan, maupun Pemerintah Daerah
setempat baik pemerintah Kota Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan juga bekasi
memberikan dukungan, baik itu berupa dukungan infrastruktur, kebijakan maupun
bentuk dukungan lainnya. Hal ini dikarenakan dampak yang dihasilkan dari inovasi
layanan sistem e-ticketing berpengaruh dalam sistem transportasi publik. Untuk itu
diperlukan komitmen untuk mengembangkan sistem transportasi antar moda secara
integrative agar tujuan integrasi moda transportasi dapat terwujud.
3. Bagi masyarakat, selaku pengguna layanan sistem e-ticketing. Sebaiknya mendukung
pelaksanaan layanan sistem e-ticketing maupun turut serta dalam melakukan
pengembangan sistem melalui evaluasi yang diberikan terkait pemberian layanan
kepada mereka melalui berbagai saluran komunikasi baik itu secara langsung melalui
petugas front liner maupun saluran komunikasi lainnya baik itu media sosial maupun
contact centre . evaluasi yang diberikan oleh masyarakat sangat penting bagi
pengembangan sistem yang lebih baik kedepannya.
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014
DAFTAR REFERENSI
Buku:
Mulgan, G. and Albury, D. (2003). “Innovation in the Public Sector”, Strategy Unit, Cabinet Office
Lewis, M. and Hartley, J. (2001). Evolving forms of quality management in local government:
lessons from the Best Value pilot programme Policy and Politics. 29, 477-496.
Davenport, Thomas. H. (1993). Process Innovation Reengineering Work Through
Information Technology. London : Harvard Business School Press.
Shepard, Herbert A. 1967. Innovation- Resisting and Innovation – Producing Organization.
Jstor 470-477 Peraturan:
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan
Perkotaan..
Proses inovasi.…, Singgih Rahadi, FISIP UI, 2014