Upload
rebecca-burns
View
79
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan peternakan dewasa ini menunjukkan pertumbuhan yang
menggembirakan, demikian halnya dengan peternakan unggas. Hal ini dapat
dilihat dengan perkembangan populasi ternak unggas dan pertumbuhan
jumlah populasi ternak yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Seiring
dengan naiknya pendapatan perkapita penduduk Indonesia, meningkat pula
kebutuhan akan protein hewani. Masyarakat semakin menyadari akan pentingnya
protein hewani bagi pertumbuhan jaringan tubuh.
Meskipun tingkat konsumsi telur dan daging ayam masyarakat Indonesia
sudah tinggi, namun belum diiringi dengan kenaikan populasi dan produksi ayam
pedaging itu sendiri. Hal ini disebabkan karena manajemen pemeliharaan yang
belum baik dan efektif. Hanya sebagian kecil dari peternakan rakyat yang sudah
menerapkan manajemen pemeliharaan yang sesuai dan diikuti dengan penerapan
teknologi. Ini merupakan salah satu hambatan dalam peningkatan populasi ayam.
Padahal jika kita lihat, Indonesia memiliki kondisi lingkungan yang baik untuk
pengembangan peternakan ayam, terutama temperatur luar yang lebih rendah
dibandingkan dengan temperatur tubuh ayam. Sehingga peluang pemeliharaan
ayam petelur dan pedaging di Indonesia masih sangat terbuka lebar.
Melalui praktikum Manajemen Ternak Unggas ini, diharapkan akan
diketahui cara pemeliharaan ayam mulai dari DOC sampai finisher, peralatan yang
digunakan, pemberian pakan, vaksinasi dan sistem perkandangan sehingga pada
akhirnya dapat diterapkan di lapangan karena keberhasilan usaha peternakan
unggas terutama ayam sangat ditentukan oleh breeding, feeding, dan manajemen
yang diterapakn.
B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari peraktikum ini adalah untuk mengetahui manajemen
pemeliharaan ayam pedaging dari fase starter sampai finiser dan ayam petelur dari
pullet hingga masa afkir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Manajemen Pemeliharaan Ternak Unggas
1. Sistem pemeliharaan ayam pedaging
Ayam pedaging adalah ayam jantan atau betina yang umumnya
dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagi penghasil daging, ayam
pedaging meruapakn ayam yang berwarna putih dan cepat tumbuh (Rasyaf,
2008).
Ayam pedaging memiliki kelebihan dan kelemahan, kelebihannya
adalah dagingnya empuk, ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat dan
berisi, efisiensi terhadap pakan cukup tinggi, sebagian besar dari pakan diubah
menjadi daging dan pertambahan bobot badan sangat cepat sedangkan
kelemahannya adalah memerlukan pemeliharaan secara intensif dan cermat,
relatif lebih peka terhadap suatu infeksi penyakit dan sulit beradaptasi
(Murtidjo, 1987).
Ayam pedaging adalah salah satu klasifikasi sebagai ayam pedaging
atau ayam yang arah kemampuan utamanya menghasilkan daging. Anatomi
ayam hampir sama pada semua strain. Perbedaan secara anatomi biasanya
hanya ukuran tubuh. Ayam pedaging yang masih kecil yang baru dibeli sangat
di identik dengan pengawasan dan ketelitian. Pada ayam pedaging yang baru
datang sangat membutuhkan perlakuan yang baik dan pemanasan (Kartasudjana
dan Suprijatna, 2006).
Periode pemanasan ( broading periode ) atau disebut juga dengan
period starter. Pada prinsipnya, pemeliharaan ayam pedaging breeder dan
komersial pada periode pemanasan dimulai sejak DOC diterima. Sampai umur
3-4 minggu periode pemanasan sangat penting karena pada periode ini terjadi
perkembangan fisiologi yang menentukan fisiologi yang menentukan
keberhasilan usaha pemeliharaan ayam, yaitu periode pembentukkan sistem
kekebalan tubuh, sistim kardiovaskuler, pembentukan tubuh, dan awal
pembentukan kerangka putih (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Ayam pedaging sangat dominan diternakkan di indonesia karena selain
pertumbuhannya yang sangat cepat. Bobot badannya yang semakin hari
semakin bertambah dan juga dapat menghasilkan keuntungan apabila
diternakkan dalam jumlah yag banyak.Ayam pedaging sangat mudah sekali
mengalami stress. Oleh sebab itu diperlukan pemeliharaan yang baik dan
efesien, karena stress dapat menyebabkan pertumbuhannya terhambat dan dapat
menyebaban kematian (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
2. Sistem pemeliharaan ayam petelur
Ayam petelur adalah ayam yang diternakkan khusus untuk
menghasilkan telur konsumsi. Jenis ayam petelur dibagi menjadi tipe ayam
petelur ringan dan medium. Tipe ayam petelur ringan mempunyai badan yang
ramping dan kecil, bulu berwarna putih bersih, dan berjengger merah, berasal
dari galur murni white leghorn, dan mampu bertelur lebih dari 260 telur per
tahun produksi hen house. Ayam petelur ringan sensitif terhadap cuaca panas
dan keributan, responnya yaitu produksi akan menurun. Tipe ayam petelur
medium memiliki bobot tubuh yang cukup berat, tidak terlalu gemuk, kerabang
telur berwarna coklat,dan bersifat dwiguna (Bappenas, 2010).
Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode ini
adalah ayam ras petelur white leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis
masa produktifnya. Antipati orang terhadap daging ayam ras cukup lama
hingga menjelang akhir periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak peternakan
ayam pedaging yang memang khusus untuk daging, sementara ayam petelur
dwiguna/ayam petelur cokelat mulai menjamur pula. Disinilah masyarakat
mulai sadar bahwa ayam ras mempunyai klasifikasi sebagai petelur handal dan
pedaging yang enak. Mulai terjadi pula persaingan tajam antara telur dan
daging ayam ras dengan telur dan daging ayam kampung. Sementara itu telur
ayam ras cokelat mulai diatas angin, sedangkan telur ayam kampung mulai
terpuruk pada penggunaan resep makanan tradisional saja. Persaingan inilah
menandakan maraknya peternakan ayam petelur. Ayam kampung memang
bertelur dan dagingnya memang bertelur dan dagingnya dapat dimakan, tetapi
tidak dapat diklasifikasikan sebagai ayam dwiguna secara komersial-unggul.
Penyebabnya, dasar genetis antara ayam kampung dan ayam ras petelur
dwiguna ini memang berbeda jauh. Ayam kampung dengan kemampuan
adaptasi yang luar biasa baiknya. Sehingga ayam kampung dapat
mengantisipasi perubahan iklim dengan baik dibandingkan ayam ras. Hanya
kemampuan genetisnya yang membedakan produksi kedua ayam ini. Walaupun
ayam ras itu juga berasal dari ayam liar di Asia dan Afrika (Sudarmono, 2003).
Ayam yang dipelihara sebagai penghasil telur konsumsi umumnya
tidak memakai pejantan dalam kandangnya karena telur konsumsi tidak perlu
dibuahi (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Produksi ayam dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain bangsa dan
strain ayam yang digunakan, kondisi lingkungan di kandang dan manajemen
pakan. Strain adalah kelompok unggas dalam satu bangsa yang diseleksi
menurut kriteria yang spesifik, yaitu umur saat dewasa kelamin, daya hidup,
produksi telur, kualitas telur atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Macam
– macam strain ayam petelur yang dikembangkan dari bangsa Leghorn antara
lain Lohmann (LSL, White), Lohmann Brown, Hy-Line W-36 dan W-98, Hy-
Line Brown, ISA White dan ISA Brown. Strain ayam petelur berwarna coklat
memiliki performa yang lebih unggul daripada strain ayam petelur berwarna
putih. Persentase cangkang pada ISA Brown lebih besar daripada ISA White,
selain itu bobot telur, egg mass, dan efisiensi pakannya juga lebih baik
(Grobas et al., 2001).
B. Manajemen Pemberian Pakan Ternak Unggas
1. Sistem pemberian pakan ayam pedaging
Ayam pedaging sebagai bangsa unggas umumnya tidak dapat
membuat makanannya sendiri. Oleh sebab itu ia harus makan dengan cara
mengambil makanan yang layak baginya agar kebutuhan nutrisinya dapat
dipenuhi. Protein, asam amino, energi, vitamin, mineral harus dipenuhi agar
pertumbuhan yang cepat itu dapat terwujud tanpa menunggu fungsi- fungsi
tubuhnya secara normal. Dari semua unsur nutrisi itu kebutuhan energi bagi
ayam pedaging sangat besar (Rasyaf, 2008).
Pakan adalah campuran dari berbagai macam bahan organik maupun
anorganik untuk ternak yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan zat-zat
makanan dalam proses pertumbuhan. Ransum dapat diartikan sebagai pakan
tunggal atau campuran dari berbagai bahan pakan yang diberikan pada ternak
untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi ternak selama 24 jam baik diberikan
sekaligus maupun sebagian (Sudarmono, 2003)
Pakan merupakan 70% biaya pemeliharaan. Pakan yang diberikan
harus memberikan zat pakan (nutrisi) yang dibutuhkan ayam, yaitu karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral, sehingga pertambahan berat badan perhari
(Average Daily Gain/ADG) tinggi. Pemberian pakan dengan sistem ad libitum
(selalu tersedia/tidak dibatasi). Apabila menggunakan pakan dari pabrik, maka
jenis pakan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan ayam, yang dibedakan
menjadi 2 (dua) tahap. Tahap pertama disebut tahap pembesaran (umur 1
sampai 20 hari), yang harus mengandung kadar protein minimal 23%. Tahap
kedua disebut penggemukan (umur diatas 20 hari), yang memakai pakan
berkadar protein 20 %. Jenis pakan biasanya tertulis pada kemasannya.
Penambahan POC NASA lewat air minum dengan dosis 1 - 2 cc/liter air minum
memberikan berbagai nutrisi pakan dalam jumlah cukup untuk membantu
pertumbuhan dan penggemukan ayam pedaging (Suharno, 1994).
Pakan dengan kualitas dibawah standar, terutama untuk pakan grower
dan finisher dapat berpengaruh terhadap kualitas karkas dari ayam
pedaging.Penambahan lemak baik asal nabati maupun hewani untuk tujuan
meningkatkan kandungan energi metabolis dalam sediaan pakan dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan kandungan lemak tubuh.Adanya efek
positif dari digestibility terhadap lemak jenuh dan tak jenuh, yang mana kedua-
duanya ditambahkan kedalam sediaan pakan dan terlebih lagi karena didukung
ketidakseimbangan antara protein dengan energi dalam sediaan pakan dapat
memicu terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam jaringan
tubuh.Penambahan jenis lemak tidak jenuh dalam pakan grower dan finisher
menyebabkan karkas yang diproduksi Nampak berminyak. Dengan demikian,
tanpa adanya perlakuan khusus (cool storage), waktu penyimpanan karkas
menjadi lebih singkat yang kemungkinan disebabkan karena terjadinya proses
oksidasi dan ketengikan karkas tersebut (Suharno, 1994).
Penggantian ransum starter dengan ransum finisher sebaiknya tidak
dilakukan sekaligus, tetapi secara bertahap. Hari pertama diberi
ransum starter 75% ditambah ransum finisher 25%, pada hari berikutnya diberi
ransum starter 50% ditambah ransum finisher 50%, hari berikutnya diberi
ransum starter 25% ditambah ransum finisher 75% dan hari terakhir diberi
ransumfinisher seluruhnya. Jika tahapan ini tidak dilakukan maka nafsu makan
ayam menurun untuk beberapa hari dan dikhawatirkan akan menghambat
pertumbuhan (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
2. Sistem pemberian pakan ayam petelur
Konsumsi pakan ayam petelur dipengaruhi oleh kesehatan ayam,
temperatur lingkungan, selera ayam dan produksi. Di Indonesia pakan ayam
petelur masa bertelur I membutuhkan pakan sebanyak 18 % dan 15 % protein
ransum untuk masa bertelur II. Saat produksi telur masih menanjak selama dua
bulan semenjak 5% HD-kebutuhan protein cukup tinggi. Selama masa bertelur
pemberian ransum berganti dua kali, pertama sewaktu mencapai 5% hen-day
diberikan ransum ayam bertelur fase I (ransum layer I atau prelayer) dan setelah
mencapai puncak produksi diberikan ransum ayam bertelur fase II (ransum
layer II). Kebutuhan energi ayam petelur pada umur 14 minggu hingga
mencapai 5% hen-day sebanyak 2750 kkal/Kg. Setelah mencapai 5% hen-day
digunakan ransum dengan kandungan energi 2850 kkal/Kg (Rasyaf, 2008).
Menurut Anggorodi (1985), ayam berumur 42 minggu membutuhkan
PK 21% dan ME 2950 kkal/Kg, 43-84 minggu membutuhkan PK 19 dan ME
2850 kkal/Kg, 85-112 membutuhkan PK 16-17% dan ME 2800 kkal/Kg dan
112 minggu membutuhkan PK 21% dan 3100 kkal/Kg, kelebihan energi
disimpan dalam bentuk lemak. Pemberian ransum untuk periode petelur dapat
diberikan sesuai dengan umur ayam, yaitu ayam 19-35 minggu membutuhkan
ransum dengan protein 19%; energi metabolisme 2.800 kkal/kg; dan kalsium
3,8-4,2%, untuk ayam umur 53 minggu sampai 76 atau 80 minggu
membutuhkan protein 18%; energi metabolisme 2750 kkal/kg; dan kalsium 4,0-
4,4%.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam tatalaksana pemberian air
minum adalah : 1) air minum harus diberikan setengah jam sebelum pakan
diberikan, 2) ketika dilakukan pemuasaan (off feed day) air minum hanya
diberikan selama dua jam, setelah itu dipuasakan, 3) jika suhu lingkungan diatas
30°C atau kondisi ayam sedang sakit atau stres, air harus tersedia selama 24
jam, dan ayam sebaiknya mengkonsumsi air dengan kisaran 1,5-2 ml/gram
konsumsi pakan. Kebutuhan air pada ayam pada suhu lingkungan 25°C adalah
dua kali jumlah pakan, namun pada suhu lingkungan 30-32°C konsumsi air
dapat meningkat menjadi 4 kali jumlah konsumsi pakan. Konversi Pakan Pada
ayam petelur modern, dalam satu siklus masa produksinya yaitu berkisar 60
minggu akan mampu menghasilkan total telur seberat 21 kg. Sedangkan volume
pakan standar berkisar 46 kg atau equivalen dengan konversi pakan sebesar 2,1.
Semakin rendah nilai konversi ransum berarti efisiensi penggunaan ransum
semakin tinggi dan sebaliknya semakin tinggi nilai konversi ransum berarti
ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan persatuan berat
menjadi semakin tinggi, nilai konversi pakan yang baik adalah kurang satu 1
dimana pada nilai tersebut pakan digunakan sebaik-baiknya dan konversi lebih
dari satu artinya konversi buruk, ayam yang sudah tua atau baru mulai bertelur
atau adanya pencurian telur (Anggorodi, 1985).
C. Manajemen Perkandangan Ternak Unggas
1. Sistem perkandangan ayam pedaging
Manajemen perkandangan terdiri atas jenis kandang, atap dan lantai.
Pengaruh sistem kandang berkaitan dengan keamanan terhadap penyakit.
Kandang tertutup cenderung lebih aman dari gangguan penyakit dibandingkan
dengan kandang terbuka. Penyakit yang timbul akan mengganggu produksi
baik kualitas maupun kuantitasnya termasuk didalamnya adalah karkas. Namun
untuk membangun kandang tertutup (close house) membutuhkan biaya yang
besar sehingga peternak rakyat yang memiliki biaya terbatas tidak punya
pilihan untuk membangun kandang tertutup. Oleh karena itu, peternak rakyat
baik mandiri maupun kemitraan lebih banyak membangun kandang tipe
terbuka. Pemeliharaan dalam kandang terbuka melahirkan konsekuensi pada
manajemen sanitasi dan kesehatan yang lebih intens untuk mengontrol
penyebaran penyakit (Anonim, 1994).
Selain jenis kandang, yang termasuk dalam menajemen perkandangan
adalah tipe atap. Tipe atap berpengaruh secara tidak langsung pada kualitas
karkas yang dihasilkan. Tipe atap yang mampu memberikan sirkulasi udara
yang baikakan membuat kondisi dalam kandang menjadi lebih nyaman bagi
ayam. Kondisi nyaman ini berkaitan dengan temperatur dan kelembaban udara.
Temperatur dan kelembaban adalah dua hal yang menjadi momok bagi
peternakan di daerah tropis. Temperatur tinggi menyebabkan ternak mudah
mengalami heat stress, ditambah lagi dengan kelembaban yang tinggi menjadi
lingkungan ideal bagi perkembangan bibit penyakit. Kebanyakan peternak
rakyat yang memiliki kandang tipe terbuka lebih banyak membuat atapnya
dengan tipe gable. Tipe gable cenderung sulit untuk mengalirkan udara yang
masuk dan keluar kandang, hal ini menyebabkan pertukaran udara kotor dari
dalam kandang dan udara bersih dari luar sulit terjadi. Jenis atap yang mampu
memberikan sirkulasi udara yang baik adalah tipe monitor, namun pembuatan
atap tipe ini tidak sederhana dan membutuhkan teknik dan pengetahuan khusus
(Anonim, 1994).
Kandang yang baik adalah kandang yang dapat memberikan
kenyamanan bagi ayam, mudah dalam tata laksana, dapat memberikan produksi
yang optimal, memenuhi persyaratan kesehatan dan bahan kandang mudah
didapat serta murah harganya. Bangunan kandang yang baik adalah bangunan
yang memenuhi persyaratan teknis, sehingga kandang tersebut biasa berfungsi
untuk melindungi ternak terhadap lingkungan yang merugikan, mempermudah
tata laksana, menghemat tempat, menghindarkan gangguan binatang buas, dan
menghindarkan ayam kontak langsung dengan ternak unggas lain (Anonim,
1994).
Kandang serta peralatan yang ada di dalamnya merupakan sarana
pokok untuk terselenggarakannya pemeliharaan ayam secara intensive, berdaya
guna dan berhasil guna. Ayam akan terus menerus berada di dalam kandang,
oleh karena itu kandang harus dirancang dan ditata agar menyenangkan dan
memberikan kebutuhan hidup yang sesuai bagi ayam-ayam yang berada di
dalamnya. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam hal ini adalah
pemilihan tempat atau lokasi untuk mendirikan kandang serta konstruksi atau
bentuk kandang itu sendiri. Kandang merupakan modal tetap (investasi) yang
cukup besar nilainya, maka sedapat mungkin semenjak awal dihindarkan
kesalahan-kesalahan dalam pembangunannya, apabila keliru akibatnya akan
menimbulkan problema-problema terus menerus sedangkan perbaikan tambal
sulam tidak banyak membantu (Williamsons dan Payne, 1993).
Sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras meliputi:
persyaratan temperatur berkisar antara 32,2-350C, kelembaban berkisar antara
60-70%, penerangan/pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata
letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak melawan arah mata
angin kencang, model kandang disesuaikan dengan umur ayam, untuk anakan
sampai umur 2 minggu atau 1 bulan memakai kandang box, untuk ayam remaja
± 1 bulan sampai 2 atau 3 bulan memakai kandang box yang dibesarkan dan
untuk ayam dewasa bisa dengan kandang postal ataupun kandang bateray.
Untuk kontruksi kandang tidak harus dengan bahan yang mahal, yang penting
kuat, bersih dan tahan lama (Bambang, 1995).
Kondisi lantai juga sangat berpengaruh terhadap kualitas karkas.
Kondisi lantai yang rusak dapat menyebabkan ayam terperosok sehingga
kejadian memar dan lebam pada ayam akan meningkat. Kejadian ayam
terperosok akan banyak terjadi pada lantai slat dan wire, sedangkan pada lantai
litter jarang terjadi. Namun begitu, tetap ada segi positif dari lantai berlubang
ini, diantaranya adalah lebih bersih, sirkulasi udara lebih terjamin sehingga
suplai O2 ke dalam kandang dan pembuangan CO2 dan NH3 lebih lancar. Lantai
rapat (litter) memiliki beberapa keuntungan yaitu rendahnya kejadian ayam
terperosok sehingga penurunan kualitas karkas nantinya dapat dikontrol. Selain
itu keadaan kandang lebih hangat dan pengolahannya lebih mudah. Namun,
disamping itu ada beberapa kerugian dari lantai litter yaitu, terjadinya
fermentasi litter yang menghasilkan gas metan dan ammonia sehingga
menyebabkan perubahan tingkah laku yaitu timbulnya sifat agresif.
Permasalahan-permasalahan ini nantinya akan mempengaruhi kualitas dari
karkas yang dihasilkan (Bambang,1995).
Menurut Amrullah (2003), standar pembangunan kandang sebagai
berikut :
a. Arah kandang harus membujur timur ke barat sesuai dengan arah terbit dan
tenggelamnya matahari, yang bertujuan untuk melindungi ayam dari panas
yang berlebihan.
b. Posisi mess karyawan, gudang, pagar atau bangunan lainnya tidak boleh
mengganggu sirkulasi udara.
c. Jarak antar kandang sedikitnya 10 m dan lokasi jauh dari pemukiman
penduduk dan tidak berada dilembah atau disekitar pepohonan yang
mengganggu aliran udara.
d. Pagar dibuat berkisi-kisi agar aliran udara bisa menerobos kolong kandang
untuk membuang amoniak,membuat sejuk dan menambah oksigen.
e. Lebar kandang 7,5 m, sedangkan panjang kandang di sesuaikan dengan luas
tanah.
f. Tinggi tiang dari tanah ke litter kandang 2 m. Tinggi tiang samping dari litter
keatap 2,8 m dan tinggi tiang tengah dari litter ke puncak atap sekitar 3,3 m.
g. Atap terbuat dari asbes tanpa atap monitor.
2. Sistem perkandangan ayam petelur
Kandang adalah suatu bangunan yang digunakan oleh unggas sebagai
tempat tinggal sejak awal pertumbuhan sampai masa produksi. Oleh karena itu
kandang yang disediakan harus bisa menjamin kenyamanan dan kesehatan bagi
penghuninya, sehingga unggas mampu berproduksi secara maksimal. Dalam
pembuatan kandang harus memperhatukan karaktaristik biologis unggas,
sehingga kandang yang tersedia nantinya tidak menimbulkan cekaman bagi
unggas tapi bisa memberikan kenikmatan berproduksi. Dengan demikian
kandang unggas dikatakan baik adalah suatu bangunan yang memenuhi
karaktaristik biologis unggas, sehingga unggas mampu broroduksi sesuai
dengan potensi genetikanya (Malik, 2001)
Kandang merupakan salah satu sarana yang terpenting untuk
terselenggaranya peternakan secara intensif, disamping sarana-sarana lain yang
mendukung. Berdasarkan tingkat umur ayam ad tiga macam kandang yang
perlu diketahui yaitu kandang pembibitan, kandang pembesaran ayam dan
kandang ayam dewasa yang sudah berproduksi yaitu kandang postal, kandang
rend an kandang sistem batteray (Priyatno, 1996).
Pada peternakan modern kandang dibangun dengan sistem praktis dan
tidak mengunakan tempat terlalu luas tetapi dapat berdayaguna semaksial
mungkin, kandang dibuat sesuai dengan selera masing-masing dengan
memperhatikan tempat tinggal dan lokasi yang tersedia. Mengingat peranan
kandang sebagai sarana produksi usaha ternak ayam sangat penting, maka
kandang harus dipersiapkan dengan baik sehigga kandang tersebut benar-benar
siap huni (Ginting, 1994).
Sistem perkandangan ayam petelur dapat berupa litter dan cage.
Sistem litter menggunakan alas berupa sekam, serbuk gergaji, atau bahan
lainnya. Sistem cage dapat berupa single bird cage (diisi satu ekor ayam,
disebut juga kandang tipe baterai), multiple bird cage (diisi 2 ekor ayam atau
lebih, tidak lebih dari 8 – 10 ekor) dan colony cage (diisi 20 – 30 ekor ayam).
Lebar bangunan kandang untuk ayam petelur saat fase layer sebaiknya sekitar 8
m apabila tipe kandang terbuka, jika lebar kandang 12 m maka perlu dilengkapi
dengan ridge ventilation. Jika ventilasi kurang baik, amoniak dari ekskreta akan
mejadi racun bagi ayam, menimbulkan gangguan pernafasan, penurunan
produksi dan penyakit cacing untuk ayam yang dipelihara di kandang litter.
Pemberian cahaya sebaiknya 14 jam per hari, yaitu kombinasi antara cahaya
matahari dan cahaya lampu sebagai tambahan, tujuannya untuk meningkatkan
produksi telur, mempercepat dewasa kelamin, mengurangi sifat mengeram dan
memperlambat molting (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Suhu optimal untuk pemeliharaan ayam petelur strain Hy-Line Brown
fase layer yaitu 18 – 27%, dengan batas kelembaban 40 – 60%. Intensitas
cahaya sekitar 20 lux. Sistem kandang dapat berupa litter (kepadatan
maksimum 8 ekor/m2), slat (kepadatan maksimum 10 ekor/m2) atau kombinasi
litter-slat (kepadatan maksimum 9 ekor/m2). Sarang untuk bertelur berbentuk
boks, satu sarang dengan ukuran 30 x 40 x 50 cm dapat digunakan maksimum
untuk delapan ekor ayam. Sarang tidak diperlukan untuk kandang
sistem cage (Hy-Line International, 2010).
Partisi yang berbentuk wire berfungsi untuk mengoptimalkan
pertukaran udara di dalam cage. Cage untuk ayam petelur dapat terbuat dari
berbagai bahan seperti logam, plastik, kayu, atau bambu. Lantai cage dibuat
agak miring agar telur dapat menggelinding ke tepi tempat telur sehingga
memudahkan proses pengambilannya (Hy-Line International, 2010).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu Dan Tempat
Kegiatan praktek lapang ini dilaksanakan pada hari Jumat, 7 Desember
2012, bertempat di kandang Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin Makassar (UNHAS).
B. Alat Dan Bahan
1. Alat
Adapun alat yang digunakan pada peraktek lapang ini adalah kandang
dengan sistem litter dan bateray brooding, tempat pakan tempat minum, alat
pemanas, tangki air, botol tempat vaksin.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada peraktikum ini adalah, pakan
brupa kosentra dan jagung, air dan vaksin ND.
C. Prosedur kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum ini adalah mengunjungi kandang
ternak ungags Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar (UNHAS)
dan memperhatikan :
1. Manajemen pemeliharaan ayam pedaging fase starter
2. Manajemen pemeliharaan ayam ras broiler dan ayam ras petelur.
3. Mencatat hasil dari pengamatan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil pengamatan
Tabel hasil pengamatan praktek lapang di kandang ternak ungags Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar (UNHAS).
Jenis Pengamatan
Ayam Pedang
Fase Starter
Ayam Pedaging
Fase FiniserAyam Petelur
Jenis kandang Brooding Litter Batterai
Pola pemeliharaan
Intensif dengan pola kemitraan
Intensif dengan pola kemitraan
Intensif dengan pola mandiri
Umur dan Jumlah Ternak
3 hari dengan jumlah 200 ekor
30 hari dengan jumlah 800
60 minggu dengan jumlah 450 ekor
Jenis Vaksing Vaksin ND Vaksin ND Vaksin ND
Jenis dan Frekuensi Pemberian Pakan
Kosentrat dengan Adlibitum
Kosentrat dengan frekuansi 2 kali sehari
Kosentrat dengan frekuansi 3 kali sehari
Sumber : Hasil Pengamatan Praktek Manajemen Ternak Unggas (2012)
B. Pembahasan
1. Manajemen Brooding
Hal-hal yang perlu diperhatikan diperhatikan dalam manajemen
Brooding.
a. Pastikan bahwa semua peralatan kandang berfungsi dengan baik
b. Hitung jumlah kebutuhan peralatan brooding dan aturlah sesuai dengan
tata letaknya
c. Tiga jam sebelum DOC tiba, lakukan :
Isi tempat minum dengan larutan gula dengan konsentrasi 2%
Isi ransum untuk DOC (pakan starter) ke tempat pakan “chickend
plate”
Nyalakan pemanas
Atur ketinggian dan posisi pemanas.
d. Pasang lampu di setiap area brooding terutama di malam hari.
Setelah DOC tiba, secepatnya DOC ditangani dengan baik. Kegiatan
ini dimulai dari menghitung jumlah box DOC yang dating, cek sample DOC
yang ada dalam box, DOC yang mati serta kondisi secara umum (lincah,
diam, cacat, dll). Hitung berat DOC rata-rata dengan cara menimbang DOC
yang masih dalam box. Berat rata-rata DOC = Berat box yang berisi DOC
dikurangi dengan box kosong kemudian hasilnya dibagi dengan jumlah DOC
yang ada dalam box. Berat DOC ideal adalah ± 41 gram. Bukalah box DOC
dan segera masukkan dalam brooding sambil dihitung jumlahnya serta
sekalian diseleksi DOC.
Pada pengamatan praktek ini DOC terlihat licah, aktif makan, bulunya
halus, dan kelihatan segar tidak lemas. Menurut MP. Zumrotun, (2012), cirri-
ciri DOC yang baik yaitu Lincah, aktif mencari makan, bentuk paruh normal,
mata (bulat, bersinar dan tidak cacat), berat badan normal/sesuai standart, bulu
kering, halus dan lembut, anus tidak basah dan tidak membuka, perut kering
dan tidak keras/besarserta kaki tidak bengkak.
Bila brooding terlalu panas maka regulatornya pemanas diatur yaitu
dengan cara pemanas diangkat, bahan sumber panas dikurangi atau tirai
dibuka. Sebagai control kita dapat melihat tingkahlaku DOC, apakah
menyebar merata artinya pemanas sesuai yang dibutuhkan, atau DOC,
mendekati pemanas yang artinya suhu pemanas kurang atau menjauhi
pemanas. Pemberian ransum pada DOC secara adlibitum dalam kandang
brooding. Berikan air minum dengan menggunakan air yang bersih, segar dan
dingin. Berikan vitamin atau obat anti stress yang dilarutkan dalam air
minumnya pada saat DOC baru tiba.
2. Sistem pemeliharaan ayam ras pedaging
Sistem pemeliharaan ayam ras pedaging secara intensif dengan
kandang litter, dipelihara secara terbatas di dalam kandang aktivitasnya pun
sangat berkurang dan seluruh kebutuhan hidupnya tergantung kepada yang
disediakan oleh pengelolah (peternak). Rasyaf (1979), menyatakan bahwa tipe
kandang ayam Broiler ada dua, yaitu bentuk panggung dan tanpa panggung
(litter). Pemberian pakan secara manual dengan frekuensi dua kali sehari
dengan jenis pakan berupa kosentrat tetapi pemberian air minum
menggunakan alat otomatis, dengan menggunakan tangki ukuran 500 Liter
untuk penampungan air dan tangki ukuran 250 Liter untuk penampungan
obat. Hal ini dapat menghematkan penggunaan tenaga kerja. Pakan diberikan
setiap hari dengan frekuensi 2 kali sehari. Biaya pnggunaan pakan sangat
tinggi karena jumlah kandungan nutrisi seluruh kebutuhan pakan ayam ras
harus dipenuhi, apabila pakan tidak memenuhi prsyaratan, produksi tidak
efisien maka ayam tersebut mudah terserang penyakit, tingkat stres sangat
tinggi pada manajemen intensif, karena perubahan lingkungan yang bersifat
nutrisional, klimatis atau manejerial.
3. System pemeliharaan ayam petelur.
Sistem pemeliharaan ayam petelur secara intensif dengan
menggunakan kandang batteray dengan satu kotak dua ayam didalamnya.
Sudarmono A.S (2003), menjelaskan bahwa untuk anakan sampai umur 2
minggu atau 1 bulan memakai kandang box, untuk ayam remaja ± 1 bulan
sampai 2 atau 3 bulan memakai kandang box yang dibesarkan dan untuk ayam
dewasa bisa dengan kandang postal atapun kandang bateray.
Pemberian pakan setiap hari dengan frekuensi 3 kali sehari. Dengan
pemberian air minum secara manual dan tersedia setiap saat. Umur 0-4
minggu merupakan “the major factor” dimana keberhasilan pencapaian berat
badan pada umur ini sangat menentukan produksi telur nantinya baik dari HD
% maupun berat telurnya. Mengapa demikian, karena pada umur 0-6 minggu
terjadi hiperplasia besar-besaran.
Pada umur 16 minggu, dimana ayam harus menghabiskan pakan
minimal 80 gr/ekor/hari rata-rata dalam satu minggu. Dan selanjutnya setiap
minggu rata-rata harus naik 5 gr/ekor/hari. Harapannya pada umur 24 minggu
dimana disitu harus puncak produksi pakan sudah masuk 120 gr/ekor.
Kebutuhan pakan 120 gr/ekor pada umur lebih dari 30 minggu. Disitu pula
ayam akan puncak (90% HDP). Lebih parah lagi seandainya pakan tidak bisa
masuk 120 gr/ekor, kalaupun ayam bisa puncak pasti tidak akan lama dan
berat telur juga akan terganggu. Karena memang kebutuhan hidup ayam dan
produksinya tidak tercukupi. Hal ini dijelaskan oleh Achmad (2010),
Keberhasilan suatu usaha peternakan ditentukan oleh tiga faktor yaitu bibit,
pakan, dan tatalaksana pemeliharaan. Proporsi masing-masing yaitu 20%
untuk bibit, pakan sebanyak 30% dan manajemen sebesar 50%. Kesemuanya
bersinergi dalam suatu produksi ternak ungags.
4. Vaksinasi
Program pencegahan penyakit merupakan salah satu kunci sukses
usaha beternak ayam broiler secara komersil. Program ini mutlak dijalankan,
apalagi iklim di Indonesia termasuk iklim tropis hingga faktor stress sebagai
pemicu terjadinya penyakit cukup tinggi, waktu setiap satu siklus
pemeliharaan ayam broiler komersil sangat pendek, biasanya jika ayam
terinfeksi penyakit, sampai proses pemanenan, performa ayam menjadi jelek
dan harga jual menjadi murah. Murtidjo (1992), mejelaskan Penyakit ayam
merupakan kendala utama pada peternakan intensif di lingkungan tropis
seperti di Indonesia. karena dapat menurunkan produksi, seperti pada
kelompok penyakit pernafasan.
Cara pemberian vaksin yaitu melalui tetes mata, suntik/injeksi, melalui
air minum, wing-web dan semprot. Melalui tetes yaitu dengan tetes mata,
hidung, atau mulut. Melalui injeksi yaitu subcutan/dibawah kulit dan intra
muscular/dalam daging atau otot. Melalui air minum adalah dengan
mencampur vaksin dengan air minum, agar efektif ternak dipuasakan dahulu
selama 2 jam sehingga air mengandung vaksin dapat segera dikonsumsi.
Injeksi subcutan dilakukan dengan memberikan vaksin di daerah leher dengan
jarum tidak masuk ke daging melainkan berada diantara daging dan kulit. Dan
cara terakhir adalah semprot, cara ini harus dilakukan ketika tidak ada angin
sedang berhembus ke kandang, sehingga virus dalam vaksin akan terbang
keluar, tidak dihirup oleh ayam. Menurut penelitian terakhir cara inilah yang
terbaik. Jacob (2006), menjelaskan Ayam dan Kalkun dapat diimunisasi
terhadap ND (Newcastle Disease). Vaksin aktif dengan virus lemah
dianjurkan melalui berbagai cara., seperti melalui air minum, tetes mata, tetes
hidung, semprot. Sedangkan vaksin inaktif dianjurkan untuk pullet melalui
vaksinasi injeksi intramuscular atau subcutan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem pemeliharaan ayam ras pedaging secara intensif dapat membatasi
aktifitas kehidupan ternak dan menyediakan suasana lingkungan yang nyaman
bagi ternak dan memudahkan pengelolaan. Ayam mampu berproduksi secara
maksimal sesuai potensi genetis dengan pengelolaan yang efisien. Hal ini tidak
lapas dari manajemen yang baik dari fase starter hingga fase finisher, diantaranya
manajemem pakan, perkandangan, vaksinasi, dan sanitasi.
Sistem pemeliharaan ayam petelur berbeda dengan ayam pedaging,
kebanyakan para peternak memelihara ayam petelur dari pullet hingga afkir.
Pemeliharaan ayam petelur menggunakan kandang bateray didalamnya terdapat 1
atau 2 ekor ayam. Dalam beternak ayam petelur ada dua fase umur yang menjadi
kunci dari tigginya produktifitas yaitu pada umur 0-4 minggu dan pada umur 16
minggu.
Program vaksinasi harus diakukan harus dilakukan secara teratur sehingga
ternak tidak terserang penyakit. Penyakityang sering menyerang unggas yaitu ND.
Penyakit inidapat dicegah menggunakan vaksin ND. Vaksin ini juga dilakukan
dengan 3 cara yaitu dengan pemberian tetes mata, metode injeksi subcutan dan
injeksi intramuskuler pada dada.
B. Saran
Adapun saran yang dapat saya sampaikan pada peraktek lapang ini adalah
bagi para penggunak laporan ini ketika beternak dapat menerapkan manajemen
yang baik, karena manajemen yang baik akan memeberikan hasil yang baik pula.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012.Manajemen Ternak Unggas. http. www. Google.com//. Diakses tanggal 24 Desember 2012.
Anonim.2012. Ternak Ayam Potong. Http://ngraho.com/2007/12/29/ternak-ayam-potong. Diakses tanggal 24 Desembar 2012
AAK, 1982. Pedoman Beternak Ayam Negeri. Kanisius: Yogyakarta.
Achmad, P, 2010. Manajemen Pemeliharaan Ternak Unggas. (Broiler).http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-ayam pedaging -broiler.html. Diakses tanggal 27 Desembar 2012
Amrullah, I. K. 2003. Manajemen Ternak Ayam Broiler. IPB-Press: Bogor.
Anggorodi, R., 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
____________ 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas.UI-Press: Jakarta.
Ir. Zumrotun, MP. 2012. Manajemen Brooding Pada Ayam Broiler. http://vedca.siap.web.id/2012/03/22/manajemen-brooding-pada-ayam-broiler-oleh-ir-zumrotun-mp-widyaiswara-pppptk-pertanian. Diakses tanggal 27 Desembar 2012
J.P. Jacob, G.D. Butchaer, and F.B. Mather. 2006. Vaccination of Small Poultry Flock . University of Florida, Institute of Food and Agricultural Sciences (UF/IFAS) . Florida.
Murtidjo, B. A., 1992. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius: Yogyakarta. . Rasyaf, M., 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius: Yogyakarta.
__________2008. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya: Jakarta.
Sudarmono, A.S., 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Kanisius: Yogyakarta.
Suharno, B. Nazaruddin, 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya: Jakarta.