Upload
dashari-ermandi-h
View
33
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mata
Citation preview
Referat
STRABISMUS ESOTROPIA PARALITIK
Oleh
Siska BrinaI1AOOOO47
Pembimbing
dr. Hilman Hitam, Sp. M
BAGIAN/UPF ILMU PENYAKIT MATAFK UNLAM-RSUD ULIN
BANJARMASIN
Juni, 2008
PENDAHULUAN
Faal penglihatan yang normal dicapai seseorang apabila bayangan benda yang dilihat kedua mata dapat
diterima setajam-tajamnya pada fovea sentralis. Bayangan akan dikirim ke susuanan syaraf pusat untuk diolah
menjadi sesuatu sensasi berupa bayangan tunggal. Faal penglihatan ini disebut juga faal penglihatan binocular
yang normal jika terjadi ke semua arah penglihatan.1,2
Agar terjadi penglihatan binocular normal, diperlukan syarat utama, yaitu bayangan jatuh pada kedua
fovea sebanding dengan ketajaman maupun ukuran, posisi kedua mata dalam setiap arah gerakan sedemikian
rupa, susunan syaraf pusat dan syaraf kranialis yang normal. Kelainan salah satu dari ketiga hal tersebut
mengakibatkan strabismus. Strabismus merupakan kelainan posisi bola mata dapat terjadi pada satu atau semua
arah dan jarak penglihatan.1
Strabismus secara garis besar terbagi menjadi strabismus paralitik dan nonparalitik. Strabismus paralitik
terjadi karena parese/paralisia dari syaraf kraniales yng mempersyarafi otot ektraokuler (n. Abdusen , n.
Oculomotorius, n. trroclearis). Salah satu jenis kelumpuahan syaraf ini mengakibatkan strabismus esotropia
paralitik.3
DEFENISI
Strabismus merupakan kelainan penglihatan binocular karena adanya parese/paralysis N. Abdusens (n.
VI) yang menginervasi m. rektus.lateralis. Kelainan berupa gangguan gerakan bola mata ke arah
temporal/samping. Selain Itu, ptosis dan dilatasi pupil dapat terjadi jika gangguan mengenai syaraf sentral
Kasus ini banyak terjadi pada orang dewasa dan hanya sebagian kecil pada bayi maupun anak-anak.4,5,6
ETIOLOGI 2,7
1. Dewasa
Penyakit orbita (Neoplasma)
Penyakit vaskuler (Diabetes, hipertensi, aneurrisma, trombosis sinus cavernosus)
Trauma
Tumor otak ( glioma, meningioma) dan tumor telinga (Neuroma akustik)
Peningkatan tekanan intracranial
Inflamasi (Sarkoidisis, infeksi oleh herpes zoster, vaskulitis dan guillain-barre
2. Bayi dan Anak
Trauma kelahiran
Kelainan congenital
PATOFISIOLOGI
Koordinasi pergerakan otot mata ektraokuler diatur menurut hukum Hering, yaitu pada setiap gerakan
mata ke arah yang sama, pasangan otot kedua mata akan mendapat rangsangan yang sama besar. Nervus
abdusens hanya mempersyarafi m. rectus lateralis saja, sehingga kelumpuhan syaraf ini hanya mengakibatkan
gangguan abduksi saja dan mata bergulir ke medial menjadi esotropia. Pada keadaan ini gerakan mata ke lateral
memerlukan rangsangan yang lebih besar untuk menggerakkkan m. rectus lateralis dan mengakibatkan aksi
lebih (veraction) pasangan ototnya yaitu m. rectus medialis pada mata kontra lateral.5
GEJALA KLINIS 4,5
1. Gangguan pergerakan mata kearah luar. Abduksi nyata pada kelumpuhan total (paralysis) yang tidak
dapat melampaui garis tengah dan kurang pada parese.
2. Diplopia homonym, menjadi lebih hebat jika mata digerakkan ke arah luar. Pada anak < 6 tahun
diplopia tidak terjadi karena pola sensorisnya belum tetap, namun timbul supresi pada mata yang
abnormal. Diplopia dapat terjadi secara tiba-tiba pada dewasa karena pola sensorisnya sudah tetap dan
bayangan jatuh pada retina.
3. Mata berdeviasi kearah nasal. Deviasi menghilang, bila mata digerakkan ke arah yang berlawanan
dengan otot yang lumpuh.
4. Esotropia pada posisi primer dimana besat esotropia bertambah bila mata digerakkan ke arah gerakan m.
rectus lateralis yang lumpuh.
5. kepala dimiringkan ke otot yang lumpuh (ocular torticolis), sebagai kompensasi ketidakmampuan mata
untuk bergerak kea rah tertentu..
6. Proyeksi yang salah. Mata yang lumpuh tidak melihat objek pada lokalisasi yang benar.
7. Dapat terjadi vertigo dan vomitus
CARA PEMERIKSAAN
Tes Versi
Penderita dengan kepala tetap diminta untuk melihat atau mengikuti obyek (lampu fiksasi) yang ditegakkan
30 cm di depan mata dan digerakkan keenam arah cardinal.
Pada kelumpuhan m. rectus lateralis, tampak aksi kurang (underaction) m. rectus lateralis, dan aksi lebih
(Overaction) m. rectus medialis pada mata kontra lateral.5
Tes Kaca Merah
Kaca merah transparan diletakkan di depan salah satu mata. Penderita diminta untuk melihat obyek (lampu
fiksasi) yang diletakkan 30 cm didepan mata dan digerakkan keenam arah cardinal.
Bila ada diplopia, penderita melihat lampu merah dan putih. Jarak kedua lampu akan bertambah jika mata
digerakkan ke arah m. rectus lateralis yang mengalami kelumpuhan.5
DIAGNOSA 4
1. Keterbatasan gerak
2. Deviasi
3. Diplopia
PENATALAKSANAAN
1. Non Operatif
Penderita diobati dulu menurut kausanya. Kaca mata prisma diperlukan untuk mengatasi diplopia atau
mata parese ditutup.3,4
2. Operatif
Intervensi bedak melalui Resesi m. rectus lateralis atau m. rectus medialis karena jika dibiarkan
terlalu lama akan terjadi atropi otot. Pada kelumpuhan total dilakukan operasi HUMMELSHEIM yaitu
dengan memindahkan separuh m. rectus superior dan inferior ke insersio m. rektus lateralis disertai
resesi m. rectus medialis pada mata yang sama.3,5
Intervensi bedah ini jarang mengembalikan pergerakan mata yang normal namun ditujukan pada
pemulihan lapang penglihatan tunggal binocular yang cukup baik pada posisi pandangan primer ( lurus,
ke depan dan ke bawah), posisi mata yang paling sering digunakan.