Upload
april-green
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MUMPS
A. PENDAHULUAN
Parotitis epidemika (mumps) merupakan salah satu infeksi akut yang
disebabkan oleh virus dengan tanda khas berupa pembengkakan dari kelenjar air liur
dan kadang-kadang dapat juga dapat mengenai kelenjar gonad, meningen, pankreas
dan organ lainnya. Parotitis epidemika sering di temui dalam kehidupan sehari-hari
dan pada umumnya memberikan gambaran klinis ringan, namun pada kasus tertentu
dapat memberikan gambaran klinis berat, bahkan dapat menimbulkan kematian.2
Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis epidemika
merupakan penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak. Insidens pada umur
<15 tahun 85% dengan puncak insiden kelompok umur 5-9 tahun. Setelah ditemukan
vaksin parotitis, kejadian parotitis epidemika menjadi sangat jarang. Di Negara barat
seperti Amerika dan Inggris, rata-rata didapat kurang dari 1.000 kasus pertahun. Di
Indonesia didapatkan adanya data mengenai insiden terjadinya parotitis epidemika.
Di departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM), sejak tahun 1997-2008 terdapat 105 kasus parotitis epidemika. Jumlah
kasus tersebut semakin berkuramg tiap tahunnya, dengan jumlah kasus 11-15
kasus/tahun sebelum tahun 2000 dan 1-5 kasus/tahun setelah tahun 2000. Selama
tahun 2008 hanya didapatkan satu kasus parotitis epidemika.5
B. DEFINISI
Parotitis epidemika (mumps) adalah penyakit akut, menular dengan gejala
khas pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis.6
Parotitis epidemika adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus
dengan predileksi pada jaringan kelenjar dan saraf. Pada abad kelima sebelum
masehi, Hippocrates menggambarkan parotitis epidemika sebagai penyakit yang
ditandai oleh pembengkakan pada telinga, nyeri dan pembesaran pada satu atau kedua
testis.8
1
C. EPIDEMIOLOGI
Parotitis epidemika dapat ditemukan diseluruh dunia dan menyerang laki-laki
dan perempuan secara seimbang terutama menyerang anak berumur 5-10 tahun, 85%
ditemukan pada anak-anak yang berumur dibawah 15 tahun.8
Sebelum era vaksinasi, parotitis epidemika merupakan penyakit endemis
hampir diseluruh daerah di dunia dengan puncak insiden terjadi pada usia 5-9 tahun,
namun setelah era vaksinasi insiden parotitis epidemika bergeser ke usia dewasa
muda. Di Amerika Serikat sebelum era vaksinasi, sekitar 50% anak pernah terinfeksi
dan sekitar 1500 kasus dilaporkan tiap tahunnya. Setelah era vaksinasi terjadi
penurunan sebanyak 99% kasus dari tahunnya. Walaupun terjadi penurunan insiden
pada semua kelompok umur tetapi penurunan yang paling tinggi terjadi pada anak
diatas 10 tahun. Kematian karena parotitis epidemika sangat jarang dan lebih sering
terjadi pada anak diatas 10 tahun. Kematian karena komplikasi ensefalitis berkisar
1,4%.8
Di daerah dengan empat musim, parotitis epidemika terutama terjadi pada
musim dingin dan musim semi. Namun penyakit ini tetap dapat ditemukan sepanjang
tahun. Virus menyerang dari reservoir manusia melalui kontak langsung lewat
droplet. Sumber infeksi adalah saliva atau bahan-bahan yang tercemar oleh saliva
yang terinfeksi dan masuk ke host yang baru lewat saluran pernapasan. Virus dapat
diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakir dan 9 hari sesudah munculnya
pembengkakan pada kelenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan
kelenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang.8
Walaupun virus dapat diisolasi dari saliva 6 hari sebelum dan 9 hari sesudah
terjadi pembengkakan parotis, penyakit dapat ditularkan 1 hari sebelum sampai 3 hari
sesudah pembengkakan. Antibodi transplasental memproteksi bayi terhadapat infeksi
pada usia 6 bulan pertama. Infeksi disertai dengan imunitas seumur hidup. Masa
inkubasi biasanya 16-18 hari, tetapi dapat berkisar dari 12-25 hari sesudah pajanan.9
D. ETIOLOGI
2
Virus yang menyebabkan parotitis epidemika adalah virus RNA rantai tunggal
negative sense, berukuran 100 sampai 600 nm, dengan panjang 15.000 nukleotioda
termaksud dalam genus Rubulavirus, subfamily Paramyxovorinae dan family
Paramyxoviridae. RNA rantai tunggal yang terdapat pada virus ini terdiri dari 7 gena
yang mengkode 7 protein yaitu nucleocapsid-associated protein (NP), phospo (P),
membrane (M), fusion (F), small hidrophobic (SH), haemagglutinin-neuramidase
(HN), dan large (L). Sekuen nukleotida pada gena SH dapat membedakan strain
virus parotitis epidemika di seluruh dunia yang terdiri dari 10 genotipe dan diberikan
nama A-J, berguna untuk penelitian kejadian ikutan pasca vaksinasi serta menentukan
vaksin pada kejadian luar biasa. Strain virus yang berbeda menunjukkan virulensi
yang berbeda. Parotitis epidemika virus bersifat sitopatik, mempunyai hubungan
antigenik dengan grup myxovirus termasuk virus parainfluenza dan virus Newcastle.
Virus parotitis epidemika dapat ditemukan pada saliva, cairan serebrospinal, urin,
darah, jaringan yang terinfeksi dari panderita parotitis epidemika serta dapat dikultur
pada jaringan manusia atau kera.8
Virus mumps stabil pada pH 5,8-8 dan hidup bertahun-tahun pada suhu ≥200c-
700C. Virulensi virus mumps akan hilang bila virus ini dipanaskan pada suhu 55-
600C, selama 20 menit. Virus mumps dapat diisolasi dari kelenjar air liur, orificium
ductus stensen atau dari mulut, darah, kencing, air susu ibu dan cairan otak.2
E. PATOGENESIS
Terdapat 2 teori tentang patogenesis parotitis epidemika (mumps) yaitu : 2
1. Virus masuk ke dalam mulut dan melalui ductus stensen menuju kelenjar
parotis, kemudian mengadakan multiplikasi, selanjutnya akan terjadi viremia
dan menyebar ke organ lain, antara lain ke testis, ovarium, pankreas, otak dan
sebagainya.
2. Replikasi awal terjadi pada epitel permukaan traktus respiratorius, kemudian
diikuti oleh viremia dan selanjutnya mengadakan penyebaran ke kelenjar
ludah dan organ-organ tubuh lainnya.
3
Gambaran patologi kelenjar ludah yang terkena infeksi menunjukkan adanya
pembengkakan dan perdarahan pada kapsula kelenjar. Pada pemeriksaan mikroskopis
terlihat adanya edema interstitial dengan infiltrasi sel radang dan menghasilkan
infiltrat pada saluran kelenjar serta perubahan degenerasi epitel saluran kelenjar.
Saluran kelenjar yang mengalami dilatasi akan terisi oleh sel yang mati dan sel
polimorfonuklear. 2
Virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung dan mulut. Virus bereplikasi
pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kelenjar limfe lokal dan
diikuti viremia umum setelah 12-25 hari yang berlangsung selama 3-5 hari.
Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kelenjar parotis, ovarium, pankreas,
tiroid, ginjal, jantung, atau otak. Virus masuk ke sistem saraf pusat melalui pleksus
koroideus lewat infeksi pada sel mononuklear. Virus bermultiplikasi pada koroid dan
sel ependim pada permukaan epitel ventrikel dan sel ini mengalami deskuamasi ke
cairan serebrospinal dan menyebabkan meningitis. Pada ensefalitis selain terjadi
demielinisasi periventrikuler juga terjadi infiltrasi perivaskuler oleh sel mononuklear
dan proliferasi dari mikrogial rod-cel. 8
F. MANIFESTASI KLINIK
Setelah melewati masa inkubasi selama 14-24 hari, 30-40% penderita tidak
menunjukkan gejala klinik dan 60-70% akan menunjukkan gejala klinik dengan
berbagai tingkatan. Masa prodromal ditandai perasaan lesu, nyeri pada otot terutama
daerah leher, sakit kepala, nafsu makan menurun diikuti pembesaran cepat satu/dua
kelenjar parotis serta kelenjar ludah yang lain seperti submaksilaris dan sublingual.
Pembesaran kelenjar unilateral terjadi pada 25% kasus sedangkan pembengkakan
bilateral terjadi pada 70-80% kasus.8
Gejala klasik yang timbul dalam 24 jam adalah anak akan mengeluh sakit
telinga dan diperberat jika menguyah makanan. Pada anak yang lebih besar mengeluh
pembengkakan dan nyeri rahang pada stadium awal penyakit, terutama saat makan
makanan asam seperti jus lemon dan cuka. Dalam beberapa hari kelenjar parotis
4
dapat terlihat dan membesar dengan cepat serta mencapai ukuran maksimum dalam
1-3 hari sehingga aurikula akan terangkat dan terdorong ke lateral. Selama masa
pembesaran kelenjar, rasa nyeri dan nyeri tekan sangatlah berat. Keluhan akan
berkurang saat pembesaran kelenjar mencapai ukuran maksimum. Daerah yang
mengalami pembengkakan terasa lunak dan nyeri. Kulit kemerahan dan
pembengkakan sering terjadi pada muara duktus stensoni.8
Bersamaan dengan pembengkakan kelenjar dapat terjadi edema laring dan
palatum mole sehingga mendorong tonsil ke tengah. Kadang ditemukan edema di atas
manubrium sterni serta dinding dada bagian atas yang terjadi akibat pembendungan
aliran limfe. Tidak terdapat hubungan antara luasnya pembengkakan dengan derajat
demam yang diderita. Demam akan turun dalam 1-6 hari, dimana suhu tubuh kembali
normal sebelum pembengkakan kelenjar hilang. Pembengkakan kelenjar menghilang
dalam 3-7 hari.8
Pembengkakan kelenjar submaksilaris sering sulit dibedakan dari adenitis
servikal terutama jika tidak disertai pembesaran kelenjar parotis. Pembengkakan
kelenjar submandibula tanpa disertai kelenjar parotis terjadi pada 10-15% pasien.
Nyeri yang timbul lebih ringan daripada pembengkakan kelenjar parotis tapi
menghilang lebih lambat. Pembengkakan dan kemerahan pada duktus wharton sering
menyertai pembengkakan kelenjar submandibula. Pembengkakan ini menempuh dua
pola yaitu :8
1. Berbentuk lonjong yang meluas ke arah depan dan bawah mulai dari sudut
tulang rahang bawah.
2. Berbentuk setengah lonjong yang meluas secara langsung ke arah bawah.
Pembesaran kelenjar sublingual sering bilateral dan dimulai dari
pembengkakan kelenjar di regio submental dan dasar mulut. Dari 3 kelenjar ludah
maka keterlibatan kelenjar sublingual yang paling jarang terjadi.
Gejala klinik di atas adalah gambaran klasik parotitis epidemika. Sebenarnya,
gejala klinik yang timbul sangat bervariasi, terutama jika terjadi pembengkakan
5
kelenjar lokal dan nyeri sebagai satu-satunya gejala yang ada, dimana tidak disertai
demam dan gejala lainnya.8
Orkitis epididimis adalah gejala klinis kedua tersering setelah pembengkakan
kelenjar ludah pada laki-laki dewasa, yang biasanya muncul pada minggu pertama,
namun dapat pula muncul pada minggu ke dua atau ke tiga. Sepertiga pasien parotitis
epidemika laki-laki yang telah pubertas dapat mengalami orkitis. Anak laki-laki yang
belum pubertas dapat menderita orkitis, tapi orkitis sangat jarang terjadi pada anak
laki dibawah 10 tahun. Orkitis lebih sering bersamaan dengan parotitis. Dapat pula
mendahului ataupun berdiri sendiri sebagai satu-satunya manifestasi parotitis
epidemika. Orkitis bilateral lebih jarang terjadi dari pada unilateral. Insiden terjadinya
orkitis unilateral pada laki-laki yang telah melewati masa pubertas adalah 20-30%,
sedangkan orkitis bilateral sekitar 2%. Kejadian orkitis akan semakin tinggi jika
terjadi wabah parotitis epidemika. Orkitis didahului oleh demam, menggigil, sakit
kepala, mual, muntah, nyeri perut bagian bawah. Dengan munculnya demam maka
testis membengkak dengan cepat dan dapat mencapai 4 kali ukuran normal. Testis
yang terserang terasa nyeri, membengkak, kulit sekitarnya edema serta berwarna
merah. Nyeri menghilang mendahului nyeri tekan. Lama penyakit berlangsung sekitar
4 hari dan dapat terjadi atrofi terutama pada orkitis bilateral.8
Dimulai dengan stadium prodromal, lamanya 1-2 hari dengan gejala demam,
anoreksia, sakit kepala, muntah dan nyeri otot. Suhu tubuh biasanya naik sampai
38,5-39,50C, kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotitis yang mula-mula
unilateral tetapi kemudian dapat menjadi bilateral. Pembengkakan tersebut terasa
nyeri baik spontan maupun pada perabaan, terlebih-lebih bila penderita makan atau
minum sesuatu yang asam, ini merupakan gejala yang khas untuk penyakit parotitis
epidemika. Di daerah parotis kulit tampak berwarna merah kecoklatan, nyeri pada
tekanan, bagian bawah daun telinga terangkat ke atas. Kadang-kadang disertai
trismus dan disfagia. Di rongga mulut pada muara duktus stenson tampak kemerahan
dan edem. Pembengkakan kelenjar berlangsung 3 hari dan kemudian mengempis.
Kadang-kadang kelenjar submandibularis dan sublingualis juga dapat terkena.6
6
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jumlah leukosit normal atau terdapat leukopeni dengan limpositosis relatif.
Sebagai pemeriksaan tambahan dapat dilakukan complement-fixing antibody test,
neutralization test, isolasi virus, uji intradermal dan pengukuran kadar amylase dalam
serum. 6
Neutralization test dilakukan dengan mencampur serum penderita dengan
medium untuk biakan fibroblast embrio anak ayam kemudian di uji apakah terdapat
hemadsorpsi. Pengenceran serum yang mencegah terjadinya hemadsorpsi dinyatakan
oleh titer antibodi parotitis epidemika. 6
Isolasi virus dilakukan dengan membuat biakan. Biakan dinyatakan positif
bila terdapat hemadsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada
pada biakan yang diberi serum hiperium.6
Uji intradermal dilakukan dengan memberikan 0,1 ml cairan yang
mengandung virus parotitis epidemika yang mati secara intrakutan pada bagian volar
lengan bawah dan dibaca 24-48 jam kemudian. Pemeriksaan dinyatakan positif bila
terdapat eritema dan indurasi lebih besar dari 15 mm. pemeriksaan ini masih
diragukan kegunaanya dalam penilaian imunitas terhadap parotitis epidemika.6
Peningkatan amylase serum dapat pula dijumpai pada 70-90% kasus,
peningkatan ini berlangsung sampai pembengkakan kelenjar parotis berkurang,
demikian pula pada infeksi subklinis.2
Pemeriksaan urin pada umumnya tidak menunjukkan adanya kelainan.
hematuria dan proteinuria dan adanya silinder darah merah dalam urin penderita
parotitis epidemika, menunjukkan adanya komplikasi pada ginjal. Kadang ditemukan
pada kreatinin clearance yang abnormal pada penderita parotitis epidemika.
Pemeriksaan cairan otak dilakukan pada penderita dengan komplikasi
meningoensefalitis menunjukkan pleositosis dengan peningkatan jumlah sel melebihi
500sel/mm3. Tapi pada kasus yang ringan, dapat ditemukan peningkatan sel sampai
200 sel/mm3. Pada umumnya sel yang meningkat adalah sel mononuclear, tetapi pada
sebagian kecil kasus sel polimorfonuklear meningkat pada awal penyakit, pleositosis
7
yang ditemukan dapat ringan, sedangkan kadar glukosa bisa normal atau menurun
sampai dibawah 40 mg%.2
H. DIAGNOSIS
Tidak semua infeksi parotitis berkaitan dengan pembengkakan parotis dan
tidak semua pasien dengan pembengkakan parotis menderita parotitis. Pembengkakan
parotis dilaporkan pada bayi yang menderita AIDS dan dikaitkan dengan berbagai
infeksi virus termasuk influenza, parainfluenza 1 dan 3, dan sitomegalovirus (virus
kelenjar saliva). Parotitis purulenta dengan mudah dapat dibedakan dengan nyeri
tekan yang hebat sekali, hitung sel darah putih meningkat, dan pengeluaran nanah
dari saluran Wharton.7
Diagnosis parotitis epidemika mudah ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
namun jika manifestasi klinik yang kurang lazim ditemukan, maka diagnosis menjadi
tidak jelas. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menegakkan diagnosis
parotitis epidemika adalah:8
1. Riwayat kontak dengan penderita parotitis epidemika 2-3 minggu sebelum
onset penyakit
2. Adanya parotitis dan keterlibatan kelenjar yang lain
3. Tanda meningitis
Pada kasus klasik pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan. Pada keadaan
tanpa parotitis menyebabkan kesulitan mendiagnosis, sehingga diperlukan
pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan adalah :
1. Pemeriksaan laboratorium rutin, yang memberikan hasil tidak spesifik dan
sering menunjukkan adanya leucopenia dengan limfositosis relatif atau
kadang normal.
2. Dapat terjadi peningkatan c-reactive protein (CRP)
3. Tes serologi, dimana didapatkan kenaikan antibodi spesifik terhadap
parotitis epidemika seperti complement fixation test (CF),
hemagglutination-inhibition (HI), enzime linked immunosorbent assay
8
(ELISA) dan virus neutralization. Kenaikan titer antibody dalam serum 4
kali atau lebih tinggi adalah bukti terjadinya infeksi. Ditemukannya IgM,
dapat membantu menegakkan diagnosis pada kasus sulit yang dapat
dideteksi pada minggu pertama sakit.
4. Isolasi virus penyebab dari saliva dan urin selama masa akut penyakit dan
dari CSF saat dini dari meningoensefalitis. Virus masih dapat ditemukan
dari urin 2 minggu setelah onset penyakit
5. Uji kulit kurang dapat diandalkan dibandingkan dengan uji serologi untuk
menentukan infeksi yang telah lewat. Reaksi hipersensitivitas tipe lambat
terjadi kira-kira 3-4 minggu setelah onset penyakit.
6. Peningkatan amilase serum pada parotitis parotitis epidemika dan
pankreatitis parotitis epidemika mencapai puncak pada minggu pertama
dan menurun pada minggu kedua dan ketiga. Peningkatan serum amilase
terjadi pada 70% parotitis epidemika dengan parotitis.
7. Deteksi virus dengan reverse transcription-PCR (RT-PCR), yang didapat
dari hapusan nasofaring atau dari cairan serebrospinal pernah dilaporkan.
RT-PCR lebih sensitif dari pada ELISA untuk menentukan adanya infeksi
parotitis epidemika.
Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan atas dasar adanya riwayat kontak
dengan penderita parotitis epidemika dalam 2-3 minggu sebelum timbulnya gejala,
adanya pembesaran kelenjar parotitis, ataupun pembesaran kelenjarair liur lainya.2
I. DIAGNOSIS BANDING8
Diagnosis banding parotitis epidemika adalah :
1. Parotitis supuratifa, yaitu infeksi bakteri pada kelenjar parotis dan paling
sering disebabkan staphylococcus aureus, namum beberapa peneliti pernah
melaporkan infeksi ini disebabkan bakteri anaerob seperti Fusobacterium,
bacteroides, dan peptostreptococcus. Nanah dapat dilihat keluar dari duktus
stensoni jika dilakukan penekanan pada kelenjar dan ditemukan peningkatan
9
polimormofonuklear leukosit pada pemeriksaan darah rutin. Kulit diatas
kelenjar panas, memerah dan nyeri tekan.
2. Parotitis berulang, berupa peradangan pada kelenjar parotitis yang sering tidak
diketahui penyebabnya. Ditandai oleh pembengkakan frekuen dari kelenjar
parotitis. Infeksi dan hipersensitifitas terdapat iodide dan phenotiazine sering
dihubungkan dengan keadaan ini. Pada beberapa kasus yang dilakukan
pencitraan pada duktus stensoni menunjukkan adanya sialeectasia.
Pembengkakan kelenjar sublingual dan submaksila tidak terdapat pada
keadaan ini.
3. Obstruksi duktus Stensoni sering disebabkan kalkulus. Penyembuhan kelenjar
ini menyebabkan pembengkakan kelenjar parotis yang hilang timbul.
4. Infeksi HIV pada anak-anak dapat diikuti oleh parotitis. Biasanya terjadi
pembengkakan kelenjar bilateral yang bersifat kronik, berlangsung dalam
beberapa bulan atau tahun. Parotitis pada infeksi HIV dihubungkan dengan
pulmonary lymphoid interstitial hyperplasia (LIP).
5. Lesi pada ramus mandibula karena osteomielitis. Pada kondisi ini
pembengkakan biasanya menetap.
6. Pembesaran kelenjar limfe pada bagian proksimal dari kelenjar parotis,
biasanya disertai konjungtivitis.
7. Uveoparotid fever adalah manifestasi dari sarkoidosis yang sering
membingungkan dengan parotitis epidemika.
8. Sindroma Mikulicz’s adalah pembesaran kelenjar parotis dan kelenjar
lakrimalis kronis bilateral yang disertai dengan mulut kering dan tidak ada air
mata.
9. Infeksi virus parainfluenza dan coxsakie pernah dilaporkan sebagai penyebab
pembengkakan kelenjar limfe. Hemangioma, limfangioma, mixeds tumor,
sering sulit dibedakan dengan parotitis epidemika pada periode akut
10. Meningoensefalitis yang diakibatkan virus parotitis epidemika sangat sulit
dibedakan dengan ensefalitis oleh virus lain, jika tanpa disertai pembengkakan
10
kelenjar parotis. Isolasi virus parotitis epidemika atau pemeriksaan antibody
yang spesifik untuk parotitis epidemika dapat membantu menegakkan
diagnosis.
J. PENATALAKSANAAN
Istirahat di tempat tidur selama masa panas dan pembengkakan kelenjar
parotitis. Simtomatik diberikan kompres panas atau dingin dan juga diberikan
analgetika. Diet makanan cair atau lunak. Kortikosteroid selama 2-4 hari dan globulin
gama diperkirakan dapat mencegah terjadinya orkikis.6
K. KOMPLIKASI 6
1. Meningoensefalitis
Dapat terjadi sebelum, sesudah atau tanpa pembengkakan kelenjar parotis.
Penderita mula-mula menunjukan gejala yeri kepala ringan, yang kemudian
disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh yang tinggi
(hiperpireksia). Biasanya prognosis meningoensefalitis parotitis epidemika
baik, tidak terdapat gejala sisa neurologis atau kerusakan alat pendengaran.
2. Epididimo-orkitis
Jarang terjadi sebelum pubertas. Dapat timbul pada minggu pertama.
Penderita menunjukan suhu badan yang tinggi, kadang-kadang menggigil dan
menderita nyeri tekan didaerah testis kanan atau kiri. Kemandulan total jarang
terjadi, tetapi mungkin didapatkan perobahan fertilitas. Pengobatan dengan
memberikan kompres dingin dan penunjangan testis.
3. Komplikasi lain yang jarang terjadi ialah ooporitis, pankreatitis, arthritis,
nefritis, mastitis, kelainan pada mata antara lain dakrioadenitis serta tiroiditis
dan miokarditis. Pada masa akil balik dan pada orang dewasa terdapat
kelainan pada elekrokardiagram (EKG) dan rasa nyeri di daerah prekordial
serta bradikardia.
L. PROGNOSIS2
11
Secara umum prognosis parotitis epidemika (mumps) baik. Kematian yang
berhubungan dengan ensefalitis, miokarditis dan nefritis sangat jarang. Komplikasi
meningitis hampir selalu self limited, sedangkan ensefalitis walaupun jarang dapat
menimbulkan kematian atau menimbulkan sequele.
M. PENCEGAHAN1
1. Bila dirawat dirumah sakit, pasien harus diisolasi dari pasien lain.
2. Imunisasi untuk kontak yang rentan setelah terpajan tidak dapat memberikan
perlindungan. Karena infeksi subklinis sering terjadi, maka kontak nonium
harus dianggap infeksius sejak 12 hingga 25 hari setelah terpajan
3. Sejak tahun 1998, vaksin mumps hidup yang dilemahkan sebagai komponen
vaksin MMR kombinasi telah rutin digunakan di Inggris. Vaksin
direkomendasikan untuk semua anak-anak berusia 12-15 bulan bila tidak
terdapat kontraindikasi, dan sebaliknya juga diberikan pada anak-anak yang
lebih tua yang belum diimunisasi sebelum mereka masuk sekolah. Imunisasi
yang terbentuk dapat berlangsung lama dan vaksin ditoleransi sangat baik.
Pembesaran sementara kelenjar parotitis yang berlangsung kurang dari 24 jam
dapat terjadi pada minggu ketiga.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mandal B.K, dkk. Penyakit Infeksi edisi keenam. Jakarta : Penerbit
Erlangga. 2008.
2. Rampeng H.T. penyakit Infeksi Tropis pada Anak. Edisi 2. Jakarta : EGC,
2007.
3. Gillespie, Stephen H. At a Glance Mikrobiologi Medis dam Infeksi. Edisi
ke-3. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2008.
12
4. Hull, David. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3. Jakarta: EGC, 2008.
5. Hadinegoro, dkk. Orkitis pada Infeksi Parotitis Epidemika: laporan kasus.
Jakarta : 2009.
6. Hassan, Rusepno. Dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta :
1985
7. Alpers, Ann. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 1. Edisi 20. Jakarta :
EGC, 2006
8. Soedarmo, Sumarmo S, dkk. Parotitis Epidemika. Dalam : Buku ajar
infeksi & Pediatri Tropis. Ed.2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2008.
9. Behrman, Richard E. Nelson Esensi Pediatri. Edisi 4. Jakarta : EGC, 2010.
13