45
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam ilmu kedokteran forensik, salah satu masalah yang sering muncul adalah menentukan kematian pada orang yang telah diduga mati. 1 Penentuan kematian bisa ditinjau dari segi medis, hukum, dan etika. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 117, seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan. 2 Menurut PP No.18 tahun 1981, bab I pasal 1G menyebutkan bahwa, “Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti. 3 Penentuan kematian manusia dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu manusia sebagai individu dan sebagai kumpulan dari berbagai macam sel. Definisi mati adalah berhentinya secara permanen fungsi berbagai organ-organ vital (paru-paru, jantung, otak) sebagai satu kesatuan yang utuh sebagai tanda berhentinya 1

Refarat Final

Embed Size (px)

DESCRIPTION

foreensik

Citation preview

Page 1: Refarat Final

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam ilmu kedokteran forensik, salah satu masalah yang sering muncul

adalah menentukan kematian pada orang yang telah diduga mati.1 Penentuan

kematian bisa ditinjau dari segi medis, hukum, dan etika.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang

kesehatan pasal 117, seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung

sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau

apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan.2

Menurut PP No.18 tahun 1981, bab I pasal 1G menyebutkan bahwa,

“Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran

yang berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan, dan atau denyut jantung

seseorang telah berhenti.3

Penentuan kematian manusia dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu

manusia sebagai individu dan sebagai kumpulan dari berbagai macam sel.

Definisi mati adalah berhentinya secara permanen fungsi berbagai organ-

organ vital (paru-paru, jantung, otak) sebagai satu kesatuan yang utuh sebagai

tanda berhentinya konsumsi oksigen.4 Seorang individu yang telah kehilangan

seluruh fungsi otaknya, termasuk batang otak, secara irreversibel, dinyatakan

telah mati.5

Penentuan kematian pada seseorang diperlukan kriteria diagnostik yang

dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Oleh karena itu, penentuan

kematian sering ditegakkan berdasarkan kombinasi dari beberapa

pemeriksaan pada tubuh jenazah. Perubahan-perubahan yang terjadi antara

lain penurunan suhu tubuh, pembentukan lebam mayat, terjadinya kaku

mayat, terjadinya pembusukan, terjadinya adiposera dan mumifikasi, serta

terjadinya perubahan-perubahan biokimiawi. Perubahan-perubahan pada

darah dan waktu pengosongan lambung juga dapat menentukan waktu

perkiraan kematian.4

1

Page 2: Refarat Final

Pemeriksaan yang dibuat saat penyidikan membantu untuk menilai

perubahan pada tubuh sebagai informasi tambahan yang berguna untuk

memperkirakan kapan kematian terjadi.5

Penentuan pasti kematian mempunyai arti penting dalam Ilmu

Kedokteran, khususnya dalam memberikan informed consent yang pasti

kepada keluarga korban dan memastikan bahwa keluarga setuju jika ingin

dilakukan donor organ. Seorang dokter perlu mengetahui berbagai

pemeriksaan yang berguna untuk membantu penyidik. Salah satunya adalah

pemeriksaan untuk menentukan kepastian kematian seseorang yang telah

diduga mati.

B. PERUMUSAN MASALAH

a. Apakah kematian itu?

b. Bagaimana cara mendiagosis kematian secara medis?

c. Bagaimana sudut pandang kematian yang dilihat dari segi hukum?

d. Bagaimana sudut pandang kematian yang dilihat dari segi etika?

C. TUJUAN PENULISAN

a. Tujuan Umum

i. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang mati yang

ditinjau dari segi medis, hukum, dan etika.

b. Tujuan Khusus

i. Mengetahui definisi dari mati.

ii. Mengetahui cara mendiagnosis kematian secara medis.

iii. Mengetahui sudut pandang kematian dari segi hukum.

iv. Mengetahui sudut pandang kematian dari segi etika.

2

Page 3: Refarat Final

D. MANFAAT PENULISAN

a. Manfaat Teoritis

i. Untuk menambah pengetahuan di bidang ilmu kedokteran forensik

terutama tentang penentuan kematian secara medis, hukum, dan etika.

b. Manfaat Aplikatif

i. Bagian Ilmu Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

1. Sebagai dasar untuk memberikan penilaian referat yang dibuat oleh

mahasiswa.

2. Memperkaya arsip referat-referat bagian forensik Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro. Diharapkan referat ini bisa

berguna untuk masa yang akan datang.

ii. Mahasiswa

1. Memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Program

Pendidikan Profesi Dokter.

2. Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai cara mendiagnosis

kematian yang dilihat berdasarkan segi medis, hukum, dan etika.

iii. Masyarakat

1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai hal-hal apa

saja yang dapat menentukan kematian pada seseorang yang diduga

mati.

iv. Penulis lain

1. Sebagai bahan penulisan lanjutan yang serupa bagi penulis lain.

3

Page 4: Refarat Final

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI KEMATIAN

Kematian yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia

No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, pasal 117 berbunyi: “Seseorang

dikatakan mati apabila fungsi sistem jantung, sirkulasi, dan sistem pernapasan

terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila ada kematian batang

otak telah dapat dibuktikan”.2

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada

seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh

mayat. Perubahan tersebut dapat timbul pada saat meninggal atau beberapa

menit kemudian, misalkan kerja jantung dan peredaran darah berhenti,

pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang, kulit

pucat dan relaksasi otot. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti

kematian berupa lebam mayat (hipostatis atau lividitas pasca mati), kaku

mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mumifikasi, dan

adiposera.1

B. ISTILAH-ISTILAH KEMATIAN

Mati dapat didefinisikan secara sederhana dengan terhentinya

kehidupan secara permanen, dilihat dari berfungsinya berbagai organ vital

(otak, jantung, dan paru-paru) sebagai kesatuan yang utuh yang ditandai

dengan konsumsi oksigen. Dengan demikian definisi mati dapat dijelaskan

dalam thanatologi, dikenal beberapa istilah berikut:

1. Kematian somatik atau kematian klinis

Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan,

yaitu sistem saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem pernapasan

yang menetap. Secara klinis tidak ditemukan refleks – refleks, EEG

mendatar, nadi yang teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada

4

Page 5: Refarat Final

gerakan pernapasan dan suara pernapasan tidak terdengar pada

auskultasi1,3

2. Kematian seluler atau molekuler

Merupakan kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa

saat setelah kematian somatik. Daya tahan hidup masing-masing organ

atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada

tiap organ atau jaringan tidak bersamaan. Penentuan mati seluler ini

penting terutama dalam hal transplantasi organ. Otak dan jaringan saraf

lainnya akan kehilangan fungsinya setelah kira-kira 4 menit terhitung

dari saat terjadinya kematian somatik, sedangkan jaringan otot akan

kehilangan fungsinya atau mengalami kematian seluler 4 jam, dan

kornea masih dapat dimanfaatkan untuk kepentingan transplantasi bila

jaringan kornea tersebut diambil dalam jangka waktu 6 jam setelah

seseorang dinyatakan mati somatik. Darah pun masih dapat dipakai

untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati. 1,3

3. Kematian suri

Terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yaitu sistem saraf

pusat, sistem kardiovaskuler, dan sistem pernapasan yang ditentukan

dengan alat kedokteran sederhana, dimana proses vital turun ke tingkat

yang paling minimal untuk mempertahankan kehidupan, sehingga

tanda-tanda kliniknya seperti sudah mati. Sering ditemukan pada orang

yang mengalami acute heart failure, tenggelam, kedinginan, anastesi

yang terlalu dalam, dan sengatan listrik. 1,3

4. Kematian serebral

Merupakan kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible, kecuali

batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya, yaitu

sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan

alat. Untuk dapat memastikan bahwa aktivitas otak telat berhenti secara

tepat dan cepat, yaitu bila dikaitkan dengan kepentingan transplantasi,

ialah dengan melakukan pemeriksaan dengan elektroensefalografi,

dimana akan terlihat mendatar selama 5 menit. 1,3

5

Page 6: Refarat Final

5. Kematian batang otak

Terjadinya kerusakan seluruh isi neural intracranial yang irreversible,

termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak

maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat hidup

lagi. Tanda yang didapatkan pada mati otak adalah :

o Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya (respon terhadap

komando atau perintah).

o Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak

sedang berada dibawah pengaruh obat-obatan curare.

o Tidak ada reflek pupil.

o Tidak ada reflek kornea.

o Tidak ada respon motorik dari saraf kranial terhadap rangsangan.

o Tidak ada reflek menelan atau batuk ketika tuba endotracheal

didorong ke dalam.

o Tidak ada reflek vestibulo-okularis terhadap rangsangan air es yang

dimasukkan ke dalam lubang telinga.

o Tidak ada napas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang

cukup lama walaupun PCO2 sudah melampaui wilayah ambang

rangsangan napas (50 torr).6

Tes klinik ini baru boleh dilakukan paling cepat 6 jam setelah onset koma

serta apneu dan harus diulangi lagi paling cepat sesudah 2 jam dari tes

pertama.4

C. Kematian Menurut Medis

Diagnostik kematian dapat ditegakkan jika jantung dan paru sudah

berhenti selama 10 menit, namun pada prakteknya seringkali terjadi

kesalahan diagnostik sehingga perlu dilakukan konfirmasi dengan cara

mengamati selama waktu tertentu. Kebiasaan yang berlaku di Indonesia

adalah mengamati selama 2 jam.

6

Page 7: Refarat Final

Untuk menentukan apakah paru – paru sudah berhenti bernapas, perlu

dilakukan pemeriksaan:

1. Auskultasi

Tes ini perlu dilakukan secara hati-hati dan lama, selain itu perlu juga

dilakukan auskultasi pada daerah laring.

2. Tes Winslow

Dilakukan dengan meletakkan gelas berisi air diatas perut atau dada.

Bila permukaan air bergoyang, berarti masih ada gerakan napas.

3. Tes Cermin

Dilakukan dengan meletakkan kaca cermin didepan mulut dan hidung.

Bila basah berarti masih bernapas.

4. Tes Bulu Burung

Dengan meletakkan bulu burung didepan hidung. Bila bergetar berarti

masih bernapas. 1

Untuk menentukan jantung masih berfungsi, perlu dilakukan pemeriksaan sebagai

berikut:

1. Auskultasi

Auskultasi dilakukan di daerah precardial selama 10 menit secara

terus menerus.

2. Tes Magnus

Dilakukan dengan mengikat jari tangan sedemikian rupa sehingga

hanya aliran darah vena saja yang terhenti. Bila terjadi bendungan

berwarna sianotik, berarti masih ada sirkulasi.

3. Tes Icard

Dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan dari campuran 1 gr zat

fluoresceins dan 1 gr natrium bicarbonat di dalam 8 ml air secara

subkutan. Bila terjadi perubahan kuning kehijauan berarti masih ada

sirkulasi darah.

4. Incisi Arteria Radialis

Bila terpaksa dapat dilakukan pengirisan pada arteria radialis. Bila

keluar darah secara pulsasif, berarti masih ada sirkulasi darah. 1

7

Page 8: Refarat Final

a. Tanda Kematian Tidak Pasti

1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi,

palpasi, dan auskultasi).

2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak

teraba.

3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya,

karena mungkin terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak

kebiruan.

4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah

menyebabkan kulit menimbul sehingga kadang-kadang membuat

orang menjadi tampak lebih muda. Kelemasan otot sesaat setelah

kematian disebut relaksasi primer. Hal ini menyebabkan pendataran

daerah-daerah yang tertekan, misalkan daerah belikat dan bokong

pada mayat yang terlentang.

5. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit

yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air. 1

b. Tanda Pasti Kematian

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada

seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh

mayat. Perubahan tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau

beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan peredaran darah

berhenti, pernafasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang,

kulit pucat, dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan

pasca mati yang jelas yang memungkinkan diagnosa kematian lebih pasti.

Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa lebam

mayat (hipostatis atau lividitas pasca mati), kaku mayat (rigor mortis),

penurunan suhu tubuh, pembusukan, mumifikasi, dan adiposera.4

a) Penurunan suhu (algor mortis)

8

Page 9: Refarat Final

Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan

panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara

radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Penurunan suhu badan

dipengaruhi oleh:

1. Suhu udara : makin besar perbedaan suhu udara dengan suhu tubuh

jenazah, maka penurunan suhu tubuh jenazah makin cepat.

2. Pakaian: makin tebal pakaian makin lambat penurunan suhu

jenazah.

3. Aliran udara dan kelembapan: aliran udara mempercepat

penurunan suhu jenazah. Sedangkan udara yang lembab

merupakan konduktor yang baik, sehingga penurunan suhu lebih

cepat.

4. Keadaan tubuh korban : apabila tubuh korban gemuk, yang berarti

mengandung banyak jaringan lemak, maka penurunan suhu

jenazah lambat. Jika tubuh korban berotot sehingga permukaan

tubuhnya relatif lebih besar, maka penurunan suhu tubuh jenazah

lebih lambat daripada korban yang kurus.

5. Aktifitas : apabila sesaat sebelum meninggal korban melakukan

aktifitas yang hebat, maka suhu tubuh waktu meninggal lebih

tinggi.

6. Sebab kematian : bila korban meninggal karena peradangan

(sepsis), suhu tubuh waktu meninggal malah meningkat.1

Perkiraan saat kematian dapat dihitung dari pengukuran suhu jenazah perrektal

(Rectal Temperature / RT). Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus

PMI (Post Mortem Interval) berikut.7

Formula untuk suhu dalam oCelcius

PMI = 37o C - RTo C +3

Formula untuk suhu dalam oFahrenheit

PMI = 98,4 o F - RT o F

1,5

9

Page 10: Refarat Final

Kurva berbentuk sigmoid pada grafik penurunan suhuPada saat mendekati suhu keliling, kurva akan menjadi sangat datar

Suhu Awal

Suhu Keliling

37 OC

28 OC

0 3 6 9 12 15 Jam

Apabila korban meninggal di dalam air, maka penurunan suhu jenazah

tergantung pada:

1. Suhu air

2. Aliran air

3. Keadaan air

b) Lebam mayat ( livor mortis )

b) Lebam Mayat

Lebam mayat terjadi akibat terkumpulnya darah pada jaringan kulit dan

subkutan disertai pelebaran pembuluh kapiler pada bagian tubuh yang letaknya

rendah atau bagian tubuh yang tergantung. Keadaan ini memberi gambaran

berupa warna ungu kemerahan.10

Setelah seseorang meninggal, mayatnya menjadi suatu benda mati

sehingga darah akan terkumpul sesuai dengan hukum gravitasi. Lebam mayat

mulai tampak 15 – 20 menit setelah kematian yang pada awalnya berupa

bercak. Dalam waktu sekitar 4 jam, bercak ini semakin meluas yang pada

akhirnya akan membuat warna kulit menjadi gelap.4

Pembekuan darah terjadi dalam waktu 4-8 jam setelah kematian. Lebam

mayat ini bisa berubah baik ukuran maupun letaknya tergantung dari

perubahan posisi mayat. Karena itu penting sekali untuk memastikan bahwa

mayat belum disentuh oleh orang lain. Posisi mayat ini juga penting untuk

menentukan apakah kematian disebabkan karena pembunuhan atau bunuh diri.4

10

Page 11: Refarat Final

Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah

akibat gaya tarik bumi, mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna

merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh

yang tertekan alas keras.4

Darah tetap cair karena adanya fibrinolisin yang berasal dari endotel

pembuluh darah. Maka pada saat penekanan atau perubahan posisi mayat

sebelum 4 jam, warna lebam akan menghilang dan kembali lagi.4

Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh bertimbunnya sel-sel darah

merah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu

kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan

tersebut. 4

Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian, memperkirakan

sebab kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO

dan CN, warna kecoklatan pada keracunan anilin, nitrat, nitrit, sulfonal. Pada

keracunan fosfor, lebam mayat berwarna biru gelap.11

Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah,

maka keadaan ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah

akibat trauma (ekstravasasi). Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan

kemudian disiram dengan air, maka warna merah darah akan hilang atau pudar

pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.4

11

Page 12: Refarat Final

Perbedaan antara lebam mayat dengan memar4

LEBAM MAYAT LUKA MEMAR

Lokalisasi

dan

Letak

Bagian tubuh

terendah

Epidermal, karena

pelebaran

pembuluh darah

yang tampak

sampai permukaan

kulit

Sembarang tempat

Subepidermal,

karena ruptur

pembuluh darah

yang letaknya bisa

superfisial atau

lebih dalam

Ditekan Biasanya hilang Tidak hilang

Pembengkakan Tidak ada Sering ada

Incisi Bintik-bintik darah

intravascular

Bintik – bintik darah

extravascular

Tanda intra vital Tidak ada Ada

c) Kaku mayat ( rigor mortis )

Kaku mayat akan terjadi setelah tahap relaksasi primer. Keadaan ini

berlangsung setelah terjadinya kematian tingkat sel, dimana aktivitas listrik

otot tidak ada lagi. Otot menjadi kaku. Fenomena kaku mayat ini pertama

sekali terjadi pada otot-otot mata, bagian belakang leher, dada, abdomen

bagian atas dan terakhir pada otot tungkai. 4

Akibat kaku mayat ini seluruh mayat menjadi kaku, otot memendek dan

persendian pada mayat akan terlihat dalam posisi sedikit fleksi. Keadaan ini

berlangsung selama 24-48 jam pada musim dingin dan 18-36 jam pada

musim panas. 4

Kelenturan otot setelah mati masih dipertahankan karena metabolisme

tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang

menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi

ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin miosin tetap lentur.

12

Page 13: Refarat Final

Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi,

aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku. 4

Faktor – faktor yang mempengaruhi kaku mayat: 4

1. Keadaan lingkungan. Keadaan kering dan dingin, kaku mayat lebih

lambat terjadi dan berlangsung lebih lama dibanding dengan

lingkungan yang panas dan lembab.

2. Usia. Pada anak-anak dan orangtua, kaku mayat lebih cepat terjadi

dan berlangsung tidak lama. Tetapi biasanya pada bayi prematur, tidak

ada kaku mayat.

3. Cara kematian. Pada pasien dengan penyakit kronis, dan sangat kurus,

kaku mayat cepat terjadi dan berlangsung tidak lama. Pada pasien

yang mati mendadak, kaku mayat lambat terjadi dan berlangsung lebih

lama.

4. Kondisi otot. Terjadinya kaku mayat lebih lambat dan berlangsung

lebih lama pada kasus di mana otot dalam keadaan sehat sebelum

meninggal.

Keadaan yang mirip pada rigor mortis: 4

1. Heat stiffening

2. Freezing ( cold stiffening )

Kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi

pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan

lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar

bunyi pecahnya es dalam rongga sendi. Jika mayat dipindahkan ke

suhu yang lebih tinggi, maka kekakuan tersebut akan hilang.

3. Cadaveric spasm ( instantenous rigor )

Bentuk kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap.

Penyebabnya karena habisnya cadangan glikogen dan ATP yang

bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi

yang hebat. Kepentingan dari segi mediko – legal : 4

13

Page 14: Refarat Final

Pada kasus bunuh diri, mungkin alat yang digunakan untuk

tujuan bunuh diri masih berada dalam genggaman.

Pada kasus tenggelam, tangan menggenggam erat benda yang

diraihnya.

Korban pembunuhan yang menggenggam robekan pakaian si

pembunuh.

Korban meninggal sewaktu mendaki gunung tinggi.

d) PEMBUSUKAN (DECOMPOSITIN/PUTREFACTION)

Pembusukan adalah suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh

mengalami dekomposisi baik yang disebabkan oleh karena adanya aktivitas

bakteri maupun karena autolisis. 4

Proses pembusukan pada jenazah disebabkan oleh pengaruh enzim

proteolitik dan mikroorganisme. Pada umumnya proses pembusukan dimulai

18 sampai 24 jam setelah seseorang meninggal. 4

Alat-alat dalam tubuh yang mengalami pembusukan dapat dibagi menjadi :

Jenis yang cepat membusuk : jaringan otak, lambung dan usus, uterus

yang hamil atau post partum, hati, limpa, laring, trachea.

Jenis yang lambat membusuk : jantung, paru, ginjal, dan diafragma.

Jenis yang paling lambat membusuk : prostat dan uterus yang tidak

hamil.

e) MUMIFIKASI

Mumifikasi adalah proses pengeringan dan pengisutan alat-alat tubuh

akibat penguapan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan.

Adapun syarat untuk terjadi mumifikasi adalah : 4

Suhu udara harus tinggi

Udara harus kering

Harus ada aliran udara yang terus menerus

14

Page 15: Refarat Final

Proses mumifikasi yang lengkap terjadi dalam waktu 1 - 3 bulan, dan

jenazah yang mengalami mummifikasi ini dapat bertahan lama sekali. Gejala-

gejala yang tampak adalah : 4

Tubuh menjadi kurus kering dan mengkerut

Warna cokelat muda sampai cokelat kehitaman

Kulit melekat erat pada jaringan dibawahnya

Susunan anatomi alat-alat tubuh masih baik

f) ADIPOCERE (SAFONICATION)

Adipocere adalah suatu keadaan dimana tubuh mayat mengalami hidrolisis

dan hidrogenasi pada jaringan lemaknya, dan hidrolisis ini dimungkinkan

oleh karena terbentuknya lesitinase, suatu enzim yang dihasilkan oleh

Clostridium welchii, yang berpengaruh terhadap jaringan lemak. Dengan

demikian akan terbentuk asam-asam lemak bebas (asam palmitat, sterat,

oleat), pH tubuh menjadi rendah dan ini akan menghambat bakteri untuk

pembusukan. Tubuh yang mengalami adipocere akan tampak putih kelabu,

perabaan licin dengan bau yang khas, yaitu campuran bau tanah, keju,

amoniak, manis dan tengik. 4

Adipocere terjadi karena adanya proses hidrogenisasi dari asam lemak tak

jenuh menjadi asam lemak jenuh, dan asam lemak jenuh ini bereaksi dengan

alkali membentuk sabun yang tidak larut. 4

Gejala-gejala yang tampak adalah : 4

Tubuh berwarna putih sampai putih kekuningan

Bila diraba terasa seperti sabun

Pada pemanasan akan meleleh

Berbau tengik

c. Penentuan Saat Kematian

Sampai sekarang belum ada cara yang dapat dipakai untuk

menentukan dengan tepat saat kematian seseorang, jadi selalu masih ada

range hanya saja makin sempat range ini makin baik. Perlu diingat bahwa

15

Page 16: Refarat Final

saat kematian seorang korban terletak diantara saat korban terakhir dilihat

dalam keadaan masih hidup dan saat korban ditemukan keadaan mati. 4

Adapun tanda-tanda yang dapat dipakai untuk memperkirakan saat

kematian ialah : 4

Penurunan suhu mayat

Lebam mayat

Kaku mayat

Proses pembusukan

Hal-hal lain yang ditemukan baik pada pemeriksaan di tempat kejadian

maupun pada waktu melakukan otopsi

Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan di tempat kejadian : 4

A. Pemeriksaan setempat dalam ruangan :

Tanggal pada surat pos atau surat kabar

Keadaan sisa makanan yang ditemukan, apakah masih baik atau sudah

membusuk

Derajat koagulasi susu dalam botol

B. Pemeriksaan entomologi pada mayat.

Keadaan parasit pada tubuh korban, misalnya kutu. Kutu pada mayat dapat

hidup 3-6 hari. Bila semua kutu mati, berarti korban sudah mati lebih dari

6 hari dari saat kematian.

C. Pemeriksaan setempat di ruang terbuka

Tanaman/rumput dibawah jenazah bila tampak pucat (warna chlorofil atau

hijau daun menghilang), berarti jenazah ada di tempat tersebut lebih dari 8

hari. Perlu diingat di tempat kejadian bahwa tempat korban pada waktu

mendapat serangan tidak selalu sama dengan tempat jenazah ditemukan.

16

Page 17: Refarat Final

D. MATI MENURUT HUKUM

Penentuan Kematian menurut hukum di Indonesia dituangkan dalam

peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia No.37 tahun 2014 tentang

penentuan kematian dan pemanfaatan organ donor yang berisi: 12

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Penghentian terapi bantuan hidup (with-drawing life supports) adalah

menghentikan sebagian atau semua terapi bantuan hidup yang sudah

diberikan pada pasien.

2. Penundaan terapi bantuan hidup (with-holding life supports) adalah

menunda pemberian terapi bantuan hidup baru atau lanjutan tanpa

menghentikan terapi bantuan hidup yang sedang berjalan.

3. Intensive Care Unit, yang selanjutnya disingkat ICU adalah suatu instalasi

di rumah sakit dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang

ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

menderita penyakit akut, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam

nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia yang

diharapkan masih reversibel.

Pasal 2

Pengaturan penentuan kematian dan pemanfaatan organ donor bertujuan untuk:

A. memberikan kepastian hukum; dan

B. memberikan perlindungan kepada pasien dan keluarga pasien, tenaga

kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan.

17

Page 18: Refarat Final

Pasal 3

Ruang lingkup pengaturan meliputi:

a. Penentuan mati batang otak pada seseorang yang diketahui proses

kematiannya di fasilitas pelayanan kesehatan

b. penghentian terapi bantuan hidup;

c. penundaan terapi bantuan hidup; dan

d. pemanfaatan organ donor

BAB II

PENENTUAN KEMATIAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 4

(1) Penentuan kematian seseorang dapat dilakukan di fasilitas pelayanan

kesehatan atau di luar fasilitas pelayanan kesehatan.

(2) Penentuan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menjunjung

tinggi nilai dan norma agama, moral, etika, dan hukum.

Pasal 5

(1) Penentuan kematian di fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan oleh

tenaga medis.

(2) Tenaga medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan dokter.

(3) Dalam hal tidak ada tenaga medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

penentuan kematian dapat dilakukan oleh perawat atau bidan.

Pasal 6

Penentuan kematian di luar fasilitas pelayanan kesehatan dapat dilakukan oleh

tenaga medis atau tenaga kesehatan lainnya yang memiliki kewenangan.

18

Page 19: Refarat Final

Pasal 7

Penentuan kematian seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria

diagnosis kematian klinis/konvensional atau kriteria diagnosis kematian mati

batang otak.

Bagian Kedua

Penentuan Kematian Klinis/Konvensional

Pasal 8

(1) Kriteria diagnosa kematian klinis/konvensional sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7 didasarkan pada telah berhentinya fungsi sistem jantung sirkulasi dan

sistem pernafasan terbukti secara permanen.

(2) Proses penentuan kematian klinis/konvensional sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan sesuai standar profesi, standar pelayanan, dan standar

operasional prosedur.

Bagian Ketiga

Penentuan Mati Batang Otak

Pasal 9

(1) Penentuan seseorang mati batang otak hanya dapat dilakukan oleh tim dokter

yang terdiri atas 3 (tiga) orang dokter yang kompeten.

(2) Anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melibatkan dokter

spesialis anestesi dan dokter spesialis syaraf.

(3) Dalam hal penentuan mati batang otak dilakukan pada calon donor organ,

maka tim dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan

dokter yang terlibat dalam tindakan transplantasi.

(4) Masing-masing anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan

pemeriksaan secara mandiri dan terpisah.

(5) Diagnosis mati batang otak harus dibuat di ruang rawat intensif (Intensive

Care Unit).

19

Page 20: Refarat Final

Pasal 10

(1) Pemeriksaan seseorang mati batang otak dilakukan pada pasien dengan

keadaan sebagai berikut:

a. koma unresponsive/GCS 3 atau Four Score 0;

b. tidak adanya sikap tubuh yang abnormal (seperti dekortikasi, atau

deserebrasi); dan

c. tidak adanya gerakan yang tidak terkoordinasi atau sentakan epileptik.

(2) Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan pemeriksaan mati batang

otak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. terdapat prakondisi berupa koma dan apnea yang disebabkan oleh

kerusakan otak struktural ireversibel akibat gangguan yang berpotensi

menyebabkan mati batang otak; dan

b. tidak ada penyebab koma dan henti nafas yang reversibel antara lain karena

obat-obatan, intoksikasi, gangguan metabolik dan hipotermia.

Pasal 11

Prosedur pemeriksaan mati batang otak dilakukan sebagai berikut:

a. memastikan arefleksia batang otak yang meliputi:

1. tidak adanya respons terhadap cahaya;

2. tidak adanya refleks kornea;

3. tidak adanya refleks vestibulo-okular;

4. tidak adanya respons motorik dalam distribusi saraf kranial terhadap

rangsang adekuat pada area somatik; dan

5. tidak ada refleks muntah (gag reflex) atau refleks batuk terhadap rangsang

oleh kateter isap yang dimasukkan ke dalam trakea.

b. memastikan keadaan henti nafas yang menetap dengan cara:

1. pre – oksigenisasi dengan O2 100% selama 10 menit;

2. memastikan pCO2 awal testing dalam batas 40-60 mmHg dengan memakai

kapnograf dan atau analisis gas darah (AGD);

20

Page 21: Refarat Final

3. melepaskan pasien dari ventilator, insuflasi trakea dengan O2 100%, 6

L/menit melalui kateter intra trakeal melewati karina;

4. observasi selama 10 menit, bila pasien tetap tidak bernapas, tes dinyatakan

positif atau berarti henti napas telah menetap.

c. bila tes arefleksia batang otak dan tes henti napas sebagaimana dimaksud pada

huruf a dan huruf b dinyatakan positif, tes harus diulang sekali lagi dengan

interval waktu 25 menit sampai 24 jam.

d. bila tes ulangan sebagaimana dimaksud pada huruf c tetap positif, pasien

dinyatakan mati batang otak, walaupun jantung masih berdenyut.

e. bila pada tes henti napas timbul aritmia jantung yang mengancam nyawa maka

ventilator harus dipasang kembali sehingga tidak dapat dibuat diagnosis mati

batang otak.

Pasal 12

Penetapan waktu kematian pasien adalah pada saat dinyatakan mati batang otak,

bukan saat ventilator dilepas dari mayat atau jantung berhenti berdenyut.

Pasal 13

(1) Setelah seseorang ditetapkan mati batang otak, maka semua terapi bantuan

hidup harus segera dihentikan.

(2) Dalam hal pasien merupakan donor organ, terapi bantuan hidup diteruskan

sampai organ yang dibutuhkan diambil.

(3) Pembiayaan tindakan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan

kepada penerima donor organ.

21

Page 22: Refarat Final

BAB III

PENGHENTIAN ATAU PENUNDAAN TERAPI BANTUAN HIDUP

Pasal 14

(1) Pada pasien yang berada dalam keadaan yang tidak dapat disembuhkan akibat

penyakit yang dideritanya (terminal state) dan tindakan kedokteran sudah sia-

sia (futile) dapat dilakukan penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup.

(2) Kebijakan mengenai kriteria keadaan pasien yang terminal state dan tindakan

kedokteran yang sudah sia-sia (futile) ditetapkan oleh Direktur atau Kepala

Rumah Sakit.

3) Keputusan untuk menghentikan atau menunda terapi bantuan hidup tindakan

kedokteran terhadap pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

oleh tim dokter yang menangani pasien setelah berkonsultasi dengan tim

dokter yang ditunjuk oleh Komite Medik atau Komite Etik.

(4) Rencana tindakan penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup harus

diinformasikan dan memperoleh persetujuan dari keluarga pasien atau yang

mewakili pasien.

(5) Terapi bantuan hidup yang dapat dihentikan atau ditunda hanya tindakan yang

bersifat terapeutik dan/atau perawatan yang bersifat luar biasa (extra-

ordinary), meliputi:

a. Rawat di Intensive Care Unit;

b. Resusitasi Jantung Paru;

c. Pengendalian disritmia;

d. Intubasi trakeal;

e. Ventilasi mekanis;

f. Obat vasoaktif;

g. Nutrisi parenteral;

h. Organ artifisial;

i. Transplantasi;

j. Transfusi darah;

k. Monitoring invasif;

22

Page 23: Refarat Final

l. Antibiotika; dan

m. Tindakan lain yang ditetapkan dalam standar pelayanan kedokteran.

(6) Terapi bantuan hidup yang tidak dapat dihentikan atau ditunda meliputi

oksigen, nutrisi enteral dan cairan kristaloid.

Pasal 15

(1) Keluarga pasien dapat meminta dokter untuk melakukan penghentian atau

penundaan terapi bantuan hidup atau meminta menilai keadaan pasien untuk

penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup.

2) Keputusan untuk menghentikan atau menunda terapi bantuan hidup tindakan

kedokteran terhadap pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

oleh tim dokter yang menangani pasien setelah berkonsultasi dengan tim

dokter yang ditunjuk oleh Komite Medik atau Komite Etik.

(3) Permintaan keluarga pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat

dilakukan dalam hal:

a. pasien tidak kompeten tetapi telah mewasiatkan pesannya tentang hal ini

(advanced directive) yang dapat berupa:

1. pesan spesifik yang menyatakan agar dilakukan penghentian atau

penundaan terapi bantuan hidup apabila mencapai keadaan futility

(kesia-siaan)

2. pesan yang menyatakan agar keputusan didelegasikan kepada seseorang

tertentu (surrogate decision maker)

b. pasien yang tidak kompeten dan belum berwasiat, namun keluarga pasien

yakin bahwa seandainya pasien kompeten akan memutuskan seperti itu,

berdasarkan kepercayaannya dan nilai-nilai yang dianutnya.

(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

bila pasien masih mampu membuat keputusan dan menyatakan keinginannya

sendiri.

(5) Dalam hal permintaan dinyatakan oleh pasien sebagaimana dimaksud pada

ayat (3), maka permintaan pasien tersebut harus dipenuhi.

23

Page 24: Refarat Final

(6) Dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara permintaan keluarga dan

rekomendasi tim yang ditunjuk oleh komite medik atau komite etik, dimana

keluarga tetap meminta penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup,

tanggung jawab hukum ada di pihak keluarga.

BAB IV

PEMANFAATAN ORGAN DONOR

Pasal 16

(1) Penyelenggaraan pemanfaatan organ donor dilakukan dengan penerapan dan

penapisan teknologi kesehatan.

(2) Penerapan dan penapisan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan sesuai norma agama, moral, dan etika.

(3) Pemanfaatan organ donor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

setelah donor dinyatakan mati batang otak.

(4) Selain organ sebagaimana dimaksud ayat (1) pemanfaatan dapat dilakukan

dalam bentuk jaringan dan/atau sel.

Pasal 17

(1) Organ yang berasal dari mayat dapat diperoleh atas persetujuan calon donor

sewaktu masih hidup.

(2) Tata cara pelaksanaan donor organ dilakukan sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 18

(1) Mayat yang tidak dikenal atau tidak diurus keluarganya dapat langsung

dimanfaatkan untuk donor organ, jaringan dan sel.

(2) Pemanfaatan organ, jaringan, dan/atau sel dari mayat yang tidak dikenal atau

tidak diurus keluarganya harus atas persetujuan tertulis orang tersebut semasa

hidupnya, persetujuan tertulis keluarganya dan/atau persetujuan dari penyidik

Kepolisian setempat.

24

Page 25: Refarat Final

(3) Persetujuan dari penyidik Kepolisian setempat sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) diberikan dalam hal tidak diketahui adanya persetujuan tertulis orang

tersebut semasa hidupnya/persetujuan tertulis keluarganya tidak

dimungkinkan.

(4) Dalam hal mayat tersebut berhubungan dengan perkara pidana, pemanfaatan

organ dari mayat hanya dapat dilakukan setelah proses pemeriksaan mayat

yang berkaitan dengan perkara selesai.

(5) Pemanfaatan organ dari mayat harus dilakukan pencatatan dan pelaporan

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

(1) Pengambilan organ dari donor kadaver hanya dilakukan segera setelah calon

donor kadaver dinyatakan mati batang otak.

(2) Sebelum pengambilan organ dari donor kadaver sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), wajib memperoleh persetujuan dari keluarga terdekat donor lebih

dahulu.

E. MATI MENURUT ETIKA

Melihat sekilas mengenai hukum yang mengatur tentang donor organ di

Amerika Serikat dan beberapa Negara Asia berasumsi bahwa manusia yang

mati batang otak sama saja dengan matinya individu tersebut, dan faktanya

tidak ada individu yang diberi kebebasan untuk menyuarakan pendapat mereka

terhadap permasalahan ini.

Seorang individu yang telah kehilangan seluruh fungsi otaknya, termasuk

batang otak, secara irreversible, dinyatakan telah mati. Bila kita berpikir

bahwa masyarakat harus memikirkan hidup dan mati mereka hanya

berdasarkan kepada aturan hanya karena persepsi masyarakat lebih

mendominasi dibanding persepsi individu dimana persepsi masyarakat

terutama masyarakat barat tidak ada yang namanya mati. Bahkan, di Amerika

yang masyarakatnya menjunjung hak asasi atau kebebasan juga tidak diberikan

pilihan kecuali menerima dikatakan sebagai orang mati.

25

Page 26: Refarat Final

Tiga puluh tahun ini telah diperkenalkan kembali mengenai arti dari mati

dan kriteria mati pada manusia. Kemajuan teknologi mengembangkan definisi

dari mati dan sekarat. Terdapat tiga tanda mati klasik dari mati, yaitu hilang

kesadaran, henti nafas, dan yang lebih pentingnya berhenti/hilangnya fungsi

jantung. Sebelumnya terdapat ketidakpastian tiap hasil dari pemeriksaan dan

tidak memberikan hasil yang memuaskan atau penting. Jika terdapat kegagalan

dari nafas, jantung, dan hilangnya kesadaran maka dua yang lainnya akan

menyertai setelahnya. Teknologi medis sekarang ini telah mampu memutus

tiga hal tersebut. Ventilator mekanik pun mampu menunjang fungsi pernafasan

dalam kurun waktu yang tidak dapat ditentukan. Fungsi jantung pun dapat

diperbaiki bahkan setelah beberapa saat fungsinya berhenti seperti dengan

ditemukannya jantung buatan dan teknik transplantasi jantung. Kemajuan

teknologi ini telah mengajak kita mengevaluasi ulang fungsi dan peran dari

jantung dan pernafasan untuk memahami lebih dalam mengenai hidup dan mati

manusia.

Diperlukannya untuk meyakinkan suatu akhir hidup manusia pada era

kemajuan teknologi medis yang telah menyanggah pandangan lama tentang

hidup, kematian dan proses kematian itu sendiri.Telah dijelaskan dalam bahwa

suatu individu dikatakan mati bila adanya kematian otak yang irreversibel.

Melanjutkan pembahasan mengenai seperti isu-isu seperti yang di atas, agar

dapat diterima masyarakat dengan baik.

CONTOH KASUS

1. Seorang perempuan berusia 21 tahun dari New Jersey, Amerika Serikat,

pada tanggal 21 April 1975 dirawat di rumah sakit dengan menggunakan alat

bantu pernafasan karena kehilangan kesadaran akibat pemakaian alkohol dan

zat psikotropika secara berlebihan. Oleh karena tidak tega melihat penderitaan

sang anak, maka orang tuanya meminta agar dokter menghentikan pemakaian

alat bantu pernafasan tersebut. Kasus permohonan ini kemudian dibawa ke

pengadilan dan pada pengadilan tingkat pertama permohonan orang tua

ditolak, namun pada pengadilan banding permohonan dikabulkan sehingga alat

26

Page 27: Refarat Final

bantu pun dilepaskan pada tanggal 31 Maret 1976. Pasca penghentian

penggunaan alat bantu tersebut, pasien dapat bernafas spontan walaupun masih

dalam keadaan koma. Dan baru sembilan tahun kemudian, tepatnya tanggal 12

Juni 1985, pasien tersebut meninggal akibat infeksi paru-paru (pneumonia).

2. Laki-laki 22 tahun asal Swedia, Sasha Eliasson pada 2008 mengalami

kecelakaan, korban kemudian dibawa ke rumah sakit. Korban dirawat selama

beberapa hari dan berada dalam kondisi koma. Setelah beberapa kali

pemeriksaan kemudian dokter yang merawat memutuskan korban telah

meninggal. Beberapa menit kemudian setelah perawat melepas alat-alat bantu

nafas, secara tiba-tiba pasien bernafas spontan. Dokter kemudian menyatakan

pasien mengalami mati suri. Setelah ditelusuri lebih lanjut, diketahui korban

mengkonsumsi obat-obat psikotropika ketika mengemudi.

Pada orang mati suri kemungkinan belum mati otak, tapi henti jantung.

Peredaran darah berhenti tapi otaknya masih berfungsi. Dokter Manfaluthy

menuturkan untuk menentukan kematian perlu menilai dari denyut jantung dan

pembuluh darah serta fungsi otak. Secara fisik tidak adanya reaksi pupil

terhadap sinar, karena kalau sudah mengalami mati otak maka reaksi pupilnya

negatif, pupil akan melebar dan saat diberi sinar tidak bereaksi. Manfaluthy

menjelaskan seharusnya jika otak kekurangan oksigen 3 menit saja maka bisa

terjadi kerusakan permanen di otak. Namun nyatanya pada orang dengan mati

suri kondisi ini bisa kembali lagi ke normal, denyut jantung ada lagi dan tidak

mengalami kerusakan otak.

Sementara menurut Kepala Departemen Bedah Saraf RS Mayapada

Tangerang, Dr Roslan Yusni Hasan, SpBS, mati suri dalam dunia kedokteran

adalah istilah untuk kondisi seperti mati yang belum benar-benar mati.

Aktivitas sel-sel tubuh dan bahkan organ sebenarnya masih ada, tetapi sangat

minimal. "Jadi kalau kondisinya naik sedikit atau membaik lagi, ya hidup lagi.

Itu sebenarnya seperti tidur yang sangat dalam sampai detak jantungnya pun

hampir tidak terdeteksi," kata Dr Roslan saat dihubungi detikHealth.

27

Page 28: Refarat Final

Dalam keadaan mati suri, menurut Dr. Roslan masih memiliki aktivitas di

tingkat sel meski sangat minimal dan tidak terdeteksi secara kasat mata. Paling

tidak, bagian paling vital dalam tubuh manusia yakni batang otak masih aktif

dalam kondisi ini.

Aktivitas batang otak dalam kondisi mati suri bisa diamati dengan

Electroencephalography (EEG). Meski denyut jantung tidak teraba dan

nafasnya sudah berhenti, seseorang baru dikatakan benar-benar mati kalau

grafik EEG sudah flat atau datar yang artinya tidak ada aktivitas lagi di batang

otak.

28

Page 29: Refarat Final

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah kami lakukan, maka kami mengambil

kesimpulan bahwa penentuan kematian dapat ditentukan dari segi medis, hukum

dan etika. Dari segi medis penentuan kematian pada seseorang diperlukan suatu

kriteria diagnostik yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Penentuan

kematian secara medis terdiri dari tanda kematian pasti dan tak pasti. Tanda

kematian tidak pasti berupa berhentinya pernafasan, berhentinya sirkulasi, kulit

pucat, tonus otot yang menghilang, dan pengeringan kornea. Sedangkan tanda

kematian pasti berupa penurunan suhu tubuh, pembentukan lebam mayat,

terjadinya kaku mayat, terjadinya pembusukan, terjadinya adiposera dan

mumifikasi, serta terjadinya perubahan-perubahan biokimiawi.

Sementara dari segi hukum menurut Undang-Undang Republik Indonesia

No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 117, seseorang dinyatakan mati

apabila fungsi sistem jantung sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti telah

berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat

dibuktikan. Penentuan kematian batang otak menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia nomor 37 Tahun 2014 tentang Penentuan

Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor Bab 2 bagian Ketiga dapat diputuskan

dengan adanya arefleksia batang otak dan keadaan henti nafas.

Pada era globalisasi ini penentuan kematian yang ada dalam masyarakat

didasarkan dari segi medis dan hukum. Era sebelumnya menganut paham bila ada

29

Page 30: Refarat Final

berhentinya pernafasan atau fungsi sirkulasi seseorang sudah dapat dikatakan

mati. Namun pada era sekarang penentuan kematian dapat ditegakkan bila sudah

terjadinya kematian batang otak yang dapat diperiksa melalui beberapa

pemeriksaan sederhana namun dapat memastikan adanya kematian dalam diri

seseorang.

Gabungan dari ketiga komponen diatas sudah dapat menentukan kematian

seseorang. Sehingga diharapkan ketiga komponen ini dapat digunakan dalam

praktek sehari-hari seorang dokter atau tenaga medis untuk dapat memutuskan

kematian seseorang bila jauh dari fasilitas kesehatan yang memadai.

30