38
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… 1 BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………. 2 I.1. Latar Belakang ………………………………………………………… 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….. 3 II.1. Skizofrenia…………………………………………………………..... 3 II.2. Keluarga………………………………………….............................. 8 II.3. Social Skill Trainig …………………………………......................... 14 II.4. Peran Keluarga dalam Penanganan Pasien Skizofrenia dalam aspek Social Skill Training ………………………………………………...... 10 II.5 Hubungan Psikoedukasi Keluarga Dengan Kejadian Relaps Pada Pasien Skiofrenia ……………………………………………………... 18 BAB III PENUTUP ………………………………………………………….......... 20 DAFTAR PUSTAKA ......................................................... ............................ 22 1

Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jbkjhkjsaf

Citation preview

Page 1: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… 1

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………….2

I.1. Latar Belakang …………………………………………………………2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….. 3

II.1. Skizofrenia…………………………………………………………..... 3

II.2. Keluarga………………………………………….............................. 8

II.3. Social Skill Trainig …………………………………......................... 14

II.4. Peran Keluarga dalam Penanganan Pasien Skizofrenia dalam aspek

Social Skill Training ………………………………………………......10

II.5 Hubungan Psikoedukasi Keluarga Dengan Kejadian Relaps Pada

Pasien Skiofrenia ……………………………………………………...18

BAB III PENUTUP ………………………………………………………….......... 20

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 22

1

Page 2: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Keluarga merupakan unit paling dekat dengan penderita skizofrenia, dan merupakan

“perawat utama” bagi penderita skizofrenia. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau

perawatan yang diperlukan penderita di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit akan sia-sia

jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan penderita harus dirawat kembali

(kambuh). Peran serta keluarga sejak awal perawatan di rumah sakit akan meningkatkan

kemampuan keluarga merawat penderita di rumah sehingga kemungkinan kambuh dapat

dicegah. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya

kekambuhan penderita skizofrenia adalah kurangnya peran serta keluarga dalam perawatan

terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut. Salah satu penyebabnya adalah

karena keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku penderita di rumah. Keluarga jarang

mengikuti proses keperawatan penderita karena jarang mengunjungi penderita di rumah sakit,

dan tim kesehatan di rumah sakit juga jarang melibatkan keluarga. Manusia sebagai makhluk

sosial tidak dapat hidup sendirian tanpa bantuan orang lain.1

Social skill training ditawarkan kepada keluarga karena pelatihan ini merupakan salah

satu pelatihan yang dalam beberapa kasus lebih disukai karena anggota keluarga dapat hadir.

Salah satu keuntungan dari Social skill training adalah orang-orang yang terdekat dengan

individu dapat melihat sendiri mana defisit kebohongan dan mereka dapat mempromosikan

penggunaan keterampilan belajar. Masukan dari keluarga ini juga membantu untuk pelatih dalam

memahami bagaimana keterampilan umum.2

Kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan), kebutuhan social (pergaulan, pengakuan,

sekolah, pekerjaan) dan kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan

religiusitas, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut

sedang menghadapi masalah, baik ringan maupun berat. Pada saat menghadapi masalah

seseorang akan mencari dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya, sehingga dirinya merasa

dihargai, diperhatikan dan di cintai. Contoh nyata yang paling sering dilihat dan dialami adalah

bila ada seseorang yang sakit dan terpaksa dirawat di rumah sakit, maka sanak saudara ataupun

teman-teman biasanya datang berkunjung. Dengan kunjungan tersebut maka orang yang sakit

2

Page 3: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

tentu merasa mendapat dukungan sosial. Dukungan sosial (social support) didefenisikan oleh

Kuntjoro sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku

yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di lingkungan sosialnya atau yang

berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh

pada tingkahlaku penerimanya. Dalam hal ini, orang yang merasa memperoleh dukungan sosial

secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang

menyenangkan pada dirinya.1

Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason yang menyatakan bahwa dukungan

sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan,

menghargai dan menyayangi kita. Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Cobb yang

mendefinisikan dukungan sosial sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau

menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan sosial tersebut diperoleh dari

individu maupun kelompok. Menurut Eli, dkk dukungan sosial merupakan ketersediaan sumber

daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis yang didapat lewat penderita

skizofrenia akan bersikap positif, baik terhadap dirinya maupun lingkungannya karena keluarga

merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal. Dengan dukungan keluarga yang seimbang

bagi penderita skizofrenia diharapkan baginya agar dapat meningkatkan keinginan untuk sembuh

dan memperkecil kekambuhannya.1

3

Page 4: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Skizofrenia

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein” yang berarti “terpisah”atau “pecah”,

dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidak serasian antara

afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, symptom skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga

golongan: yaitu symptom positif, symptom negative, dan gangguan dalam hubungan

interpersonal.3

Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan

persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang

jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun

kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.4

Secara umum penyebab dari skizofrenia adalah :3

1. Genetik

Penelitian klasik awal tentang genetika dari skizofrenia, dilakukan pada tahun 1930an,

menemukan bahwa seseorang kemungkinan menderita skizofrenia jika anggota

keluarganya juga menderita skizofrenia dan kemungkinan seseorang menderita

skizofrenia adalah berhubungan dengan dekatnya hubungan persaudaraan tersebut.

Dalam kasus kembar monozigot genetic yang identik, ada sekitar 50 persen skizofrenia.

Temuan tersebut menyatakan bahwa pengaruh genetic melebihi pengaruh lingkungan.

Dalam studi pasien skizofrenia yang tidak memiliki riwayat penyakit baik dalam garis ibu

atau ayah, ditemukan bahwa mereka yang lahir dari ayah lebih tua dari usia 60 tahun

rentan gangguan tersebut. Agaknya, spermatogenesis pada pria yang lebih tua dikenakan

untuk kerusakan epiginetik lebih besar dari pada pria yang lebih muda.

Modus penularan genetik dalam skizofrenia tidak diketahui, tetapi beberapa gen muncul

untuk memberikan kontribusi terhadap kerentanan skizofrenia. Linkage dan studi

hubungan genetic telah memberikan bukti kuat untuk Sembilan situs linkage: 1Q, 5Q, 6p,

6Q, 8P, 10P, 13q, 15q, dan 22q. Analisis lebih lanjut dari situs ini kromosom telah

4

Page 5: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

menyebabkan identifikasi gen kandidat tertentu, dan para kandidat terbaik saat ini adalah

alpha-7 nicotinic reseptor, DISC 1, GRM 3, COMT, NRG 1, RGS 4, dan G 72. Baru-baru

ini, mutasi dari gen dystrobrevin (DTNBP1) dan neureglin telah ditemukan berhubungan

dengan fitur negatif dari skizofrenia.

2. Faktor Biokimia

a. Hipotesis Dopamin

Rumusan yang paling sederhana dari hipotesis dopamine untuk skizofrenia

menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya aktivitas

dopaminergic. Teori tersebut timbul dari dua pengamatan. Pertama, kecuali

clozapine, khasiat dan potensi antipsikotik adalah berhubungan dengan

kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopaminergic tipe-2 (D2).

Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktivitas dopaminergic, yang peling jelas

adalah amfetamin, yang merupakan salah satu psikomimetik. Teori dasar tidak

menguraikan apakah hiperaktivitas dopaminergik karena terlalu banyak dopamin,

terlalu banyak reseptor dopamin, hipersensitivitas dari reseptor dopamin untuk

dopamin, atau kombinasi dari mekanisme ini. Tracts dopamin di otak yang

dilibatkan juga tidak ditentukan dalam teori, meskipun saluran mesocortical dan

mesolimbic yang paling sering terlibat. Neuron dopaminergik dalam jalur tersebut

berjalan dari badan sel mereka di otak tengah untuk neuron dopaminoceptive

dalam system limbic dan korteks serebral. Pelepasan dopamin berlebihan pada

pasien dengan skizofrenia telah dikaitkan dengan tingkat keparahan gejala

psikotik positif. Ada juga laporan konsentrasi dopamine meningkat pada

amigdala, penurunan densitas transporter dopamin, dan meningkatkan jumlah

jenis dopamine reseptor di korteks entorhinal.

Satu peranan penting bagi dopamine dalam patofisiologi skizofrenia adalah

konsistensi dengan penelitian yang telah mengukur konsentrasi plasma metabolit

dopamine utama, yaitu homovanillic acid.

b. Serotonin

5

Page 6: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

Hipotesis kini menempatkan kelebihan serotonin sebagai penyebab dari kedua

gejala positif dan negatif dalam skizofrenia. Aktivitas antipsikotik antagonis

serotonin kuat generasi kedua clozapine dan lainnya, ditambah dengan efektivitas

clozapine untuk mengurangi gejala positif pada pasien kronis.

c. Norepinefrin

Sebuah degenerasi neuronal selektif dalam sistem saraf norepinefrin bisa

menjelaskan aspek ini simtomatologi skizofrenia. Namun, biokimia dan

farmakologis tidak dapat disimpulkan. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa

pemberian antipsikotik jangka panjang menurunkan aktivitas neuron

noradrenergic di lokus sereleus dan bahwa efek terapeutik dari beberapa

antipsikotik mungkin melibatkan aktivitasnya pada reseptor adrenergic-1 dan

adrenergic-2.

d. GABA

Neurotransmiter penghambatan asam amino γ-aminobutyric acid (GABA) telah

terlibat dalam patofisiologi skizofrenia berdasarkan temuan bahwa beberapa

pasien dengan skizofrenia memiliki kehilangan GABAergic neuron di

hipokampus. GABA memiliki efek regulasi terhadap aktivitas dopamin, dan

hilangnya neuron GABAergic inhibitor dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron

dopaminergik.

e. Neuropeptide

Neuropeptida, seperti substansi P dan neurotensin, dilokalisasi dengan

neurotransmitter katekolamin dan indolamine dan mempengaruhi tindakan

neurotransmitter ini. Perubahan dalam mekanisme neuropeptida dapat

memfasilitasi, menghambat, atau mengubah pola sistem saraf.

f. Glutamat

Glutamat telah terlibat karena menelan phencyclidine, antagonis glutamat,

menghasilkan sindrom akut mirip dengan skizofrenia. Hipotesis yang diajukan

6

Page 7: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

tentang glutamate termasuk yang hiperaktif, hypoactivity, dan glutamat-induced

neuro-toksisitas.

g. Asetilkolin dan Nikotin

Studi postmortem dalam skizofrenia telah menunjukkan penurunan reseptor

muscarinic dan nikotinat di-putamen berekor, hipokampus, dan daerah terpilih

dari korteks prefrontal. Reseptor ini memainkan peran dalam regulasi system

neurotransmiter yang terlibat dalam kognisi.

3. Neuroanatomi

Dua daerah otak yang mendapatkan paling banyak perhatian adalah system limbic

dan ganglia basalis, walaupun beberapa laporan controversial mempermasalahkan

kelainan neuropatologis dan neurokimiawi di dalam korteks serebral, thalamus dan

batang otak. Hilangnya volume otak dilaporkan secara luas di otak penderita skizofrenia

muncul hasil dari kepadatan berkurang dari akson, dendrit, dan sinapsis yang memediasi

fungsi asosiatif dari otak.

Kepadatan Synaptic tertinggi pada usia 1, kemudian dikupas ke nilai dewasa pada

masa remaja awal. Satu teori, sebagian didasarkan pada pengamatan bahwa pasien sering

mengalami gejala skizofrenia selama masa remaja, berpendapat bahwa skizofrenia hasil

dari pemangkasan sinaps berlebihan selama tahap pengembangan.5

a. Ventrikel Serebri

Computed tomography (CT) scan pasien dengan skizofrenia secara konsisten

menunjukkan pembesaran ventrikel lateral dan ketiga dan beberapa pengurangan

volume kortikal. Pengurangan volume substansia grisea kortikal telah dibuktikan

selama tahap awal penyakit. Beberapa peneliti telah berusaha untuk menentukan

apakah kelainan dideteksi oleh CT progresif atau statis. Beberapa penelitian telah

menyimpulkan bahwa lesi diamati pada CT scan hadir pada awal penyakit dan

tidak kemajuan. Studi-studi lain, telah menyimpulkan bahwa proses patologis

pada CT scan visualisasi terus kemajuan selama penyakit. Jadi, apakah proses

patologis aktif terus berkembang pada pasien skizofrenia masih belum pasti.

7

Page 8: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

b. Sistim Limbik

Karena peranannya dalam mengendalikan emosi, system limbic telah diduga

terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Studi sampel otak postmortem dari pasien

skizofrenia telah menunjukkan penurunan dalam ukuran wilayah termasuk

amigdala, hippocampus, dan gyrus parahippocampal. Temuan neuropathological

setuju dengan pengamatan yang dibuat oleh pencitraan resonansi magnetic pasien

dengan skizofrenia. Hippocampus tidak hanya lebih kecil dalam ukuran dalam

skizofrenia, tetapi juga fungsional normal seperti yang ditunjukkan oleh gangguan

dalam transmisi glutamate. Disorganisasi dari neuron dalam hippocampus

penderita skizofrenia juga telah dilaporkan.

c. Korteks prefrontalis

Ada bukti yang cukup dari studi otopsi otak yang mendukung kelainan anatomi di

korteks prefrontal dalam skizofrenia. Defisit Fungsional di wilayah pencitraan

otak prefrontal juga telah ditunjukkan. Telah lama mencatat bahwa beberapa

gejala skizofrenia meniru yang ditemukan pada orang dengan lobotomies

prefrontal atau sindrom lobus frontal.

d. Thalamus

Beberapa studi menunjukkan bukti penyusutan volume thalamus thalamus atau

kehilangan neuron, di subnuclei tertentu. Inti dorsal medial thalamus, yang

memiliki hubungan timbal balik dengan korteksprefrontal, telah dilaporkan

jumlah neuron. Jumlah neuron, oligodendrocytes, dan astrosit dikurangi dengan

30 sampai 45 persen pada pasien skizofrenia.

e. Ganglia Basalis dan Cerebellum

Banyak pasien dengan skizofrenia menunjukkan gerakan-gerakan aneh. Gerakan

aneh dapat mencakup gaya canggung, wajah meringis, dan stereotypies. Karena

ganglia basal dan cerebellum terlibat dalam pengendalian gerakan, penyakit di

daerah tersebut terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Studi Neuropathological

8

Page 9: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

dari ganglia basalis telah menghasilkan laporan tentang hilangnya sel atau

pengurangan volume.

Beberapa pasien skizofrenia memang berasal dari keluarga yang disfungsional.

Tetapi,adalah kepentingan klinis untuk mengenali perilaku keluarga patologis, karena

perilaku tersebut secara bermakna meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi

oleh skizofrenia yang rentan. Konsep ikatan ganda (double blind) oleh Gregory Bateson

untuk menggambarkan suatu keluarga hipotetik dimana anak-anak mendapatkan pesan

yang bertentangan dari orang tuanya tentang perilaku, sikap, dan perasaan anak.6

Theodore Lidz menggambarkan dua pola perilaku keluarga yang abnormal. Dalam satu

tipe keluarga, terdapat keretakan yang menonjol antara orang tua sangat terlalu dekat

dengan anak dari jenis kelamin yang berbeda. Pada jenis keluarga lain, Hubungan

condong antara satu orang tua sangat terlalu dekat dengan anak dari jenis kelamin yang

berbeda. Pada jenis keluarga lain, hubungan condong antara satu orang tua melibatkan

satu perjuangan tenaga antara orang tua dan menyebabkan dominasi salah satu orang tua6

II.2. Keluarga

Pengertian keluarga berkembang sesuai dengan kondisi yang ada. Pada mulanya keluarga

diartikan sebagai kumpulan individu yang diikat oleh perkawinan, hubungan darah atau adopsi

yang tinggal bersama dalam satu keluarga. Setiap individu pasti mempunyai keluarga baik secara

legal melalui perkawinan antara suami dan istri, hubungan darah yaitu hubungan anak dan

orangtua serta saudara, atau melalui adopsi yang disahkan secara hukum menjadi hubungan anak

dan orangtua. Pada tahap selanjutnya pengertian keluarga berkembang menjadi dua atau lebih

individu yang bersama-sama diikat olah kedekatan emosi dan kepedulian sesama dan tidak

terbatas pada anggota keluarga yang ada hubungan perkawinan, hubungan darah atau adopsi.

Keluarga merupakan sistem yang paling dekat dengan individu dan merupakan tempat individu

belajar, mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku. Agar keluarga memberikan

dampak terhadap individu yang menjadi anggota keluarga tersebut, maka diharapkan anggota

keluarga dapat berfungsi dan berperan secara kondusif. Friedman mengidentifikasi 5 (lima)

fungsi keluarga.7

9

Page 10: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

1. Fungsi afektif, berhubungan erat dengan pemenuhan aspek psikososial yang

ditandai dengan keluarga yang gembira, bahagia, akrab, merasa dimiliki,

gambaran diri yang positif, yang semua didapatkan melalui interaksi didalam

keluarga. Setiap anggota keluarga saling mengasihi, menghargai, dan mendukung.

Kepedulian dan pengertian antar anggota keluarga merupakan pemenuhan

kebutuhan psikologis dalam keluarga. Perceraian, kenakalan anak, masalah

psikososial dan gangguan jiwa sering dijumpai pada keluarga yang fungsi

afektifnya tidak terpenuhi. Pasien perilaku kekerasan mungkin berasal dari

keluarga yang kurang saling menghargai, adanya permusuhan, kegagalan yang

dipandang negatif. Kondisi afektif keluarga yang dapat menimbulkan

kekambuhan adalah ekspresi emosi yang tinggi seperti kritik negatif, usil,

permusuhan, atau terlalu mengatur . Penelitian yang dilakukan di rumah sakit jiwa

Bogor menunjukkan bahwa sikap menerima, toleransi dan mengkritik dari

keluarga berhubungan dengan periode kekambuhan pasien.

2. Fungsi sosialisasi adalah proses interaksi dengan lingkungan social yang dimulai

sejak lahir dan berakhir setelah meninggal. Anggota keluarga belajar disiplin,

budaya, norma melalui interaksi dalam keluarga sehingga individu mampu

berperan di masyarakat. Kegagalan bersosialisasi dalam keluarga, terutama jika

norma dan perilaku yang dipelajari berbeda dengan yang ada di masyarakat dapat

menimbulkan kegagalan bersosialisasi di masyarakat. Pasien dengan perilaku

kekerasan, mungkin mendapat penguatan yang didapat dari anggota keluarga.

Peristiwa kekerasan dalam keluarga juga merupakan factor risiko lain bagi

perilaku kekerasan pasien.

3. Fungsi perawatan kesehatan adalah praktek merawat anggota keluarga, termasuk

kemampuan keluarga meningkatkan dan memelihara kesehatan. Keluarga

menentukan apa yang harus dilakukan jika sakit, kapan meminta pertolongan dan

kepada siapa minta pertolongan. Penelitian yang dilakukan dirumah sakit jiwa

Lawang dan Menur menunjukkan bahwa 119 orang (68 %) pasien pernah

berobat ke dukun, orang pintar, kiai, atau peramal sebelum dirawat di rumah

sakit. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan keluarga tentang cara

merawat pasien. Keluarga umumnya membawa pasien kerumah sakit jiwa karena

10

Page 11: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

perilaku kekerasan. Oleh karena itu selama dirawat di rumah sakit, keluarga perlu

diberikan pendididkan kesehatan agar dapat merawat pasien setelah pulang dari

rumah sakit. Tomczyk mengatakan ada dua terapi yang perlu dilakukan pada

keluarga yaitu psikoedukasi dan terapi sistemik keluarga agar keluarga mampu

merawat pasien. Keduanya bertujuan memberdayakan keluarga agar mampu

merawat pasien.

4. Fungsi reproduksi adalah fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan

keturunan. Belum ada penelitian tentang factor perilaku kekerasan yang terkait

dengan jumlah saudara kandung dalam keluarga.

5. Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Asumsi krisis ekonomi meningkatkan perilaku kekerasan secara kasat mata dapat

dibuktikan. Demikian pula jika keluarga mempunyai kemampuan merawat pasien

di rumah akan mengurangi biaya perawatan dirumah sakit. Penghasilan keluarga

akan berkurang dengan adanya anggota keluarga yang sakit (tidak produktif)

ditambah anggota keluarga yang harus menemani atau merawat pasien (tidak

produktif).7

Seluruh fungsi keluarga ini akan difasilitasi dalam mendukung perawatan pasien

di rumah sakit dan setelah pulang ke rumah. Perlu dikaji siapa yang utama akan

memberikan perawatan kepada pasien setelah pasien pulang dari rumah sakit.

Psikoedukasi keluarga merupakan salah satu bentuk dari intervensi keluarga yang

merupakan bagian dari terapi psikososial. Pada psikoedukasi keluarga terdapat kolaborasi

dari klinisi dengan anggota keluarga pasien yang menderita gangguan jiwa berat.8

Tujuan dari program psikoedukasi adalah menambah pengetahuan tentang

gangguan jiwa anggota keluarga sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kambuh,

dan meningkatkan fungsi keluarga. Tujuan ini akan dicapai melalui serangkaian kegiatan

edukasi tentang penyakit, cara mengatasi gejala, dan kemampuan yang dimiliki keluarga.8

Pekkala dan Merinder menemukan bahwa program psikoedukasi menurunkan

kambuh atau rawat ulang dari 9 bulan menjadi 18 bulan. Sedangkan Dyck, et al

menemukan bahwa kelompok keluarga yang mendapat program psikoedukasi lebih

efektif merawat gejala negative dari pada kelompok standar. Selain itu program

11

Page 12: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

psikoedukasi berhasil mengurangi reaksi negative dan kejenuhan keluarga yang

merawat.10

Secara umum, program komprehensif dari psikoedukasi adalah sebagai berikut:

a. Komponen didaktik, berupa pendidikan kesehatan, yang menyediakan

informasi tentang penyakit dan sistem kesehatan jiwa

b. Komponen ketrampilan, yang menyediakan pelatihan tentang komunikasi,

penyelesaian konflik, pemecahan masalah, asertif, manajemen perilaku dan

manajemen stress

c. Komponen emosional, memberi kesempatan ventilasi dan berbagi perasaan

disertai dukungan emosional. Mobilisasi sumber daya yang dibutuhkan, khusus

pada keadaan krisis

d. Komponen sosial, peningkatan penggunaan jejaring formal dan non formal.

Peningkatan kontak dengan jejaring sumber daya dan pendukung yang ada di

masyarakat akan menguntungkan keluarga dan klien. 11

Hal – hal yang dilakukan pada saat melakukan psikoedukasi keluarga antara lain12:

Mengidentifikasi bagaimana reaksi anggota keluarga terhadap keadaan pasien

yang menderita gangguan jiwa.

Mengidentifikasi faktor penyebab gangguan jiwa yang diderita oleh pasien.

Mengidentifikasi tanda dan gejala prodormal gangguan jiwa yang terjadi pada

pasien.

Mengajarkan kepada keluarga bagaimana strategi koping yang dapat

diterapkan.

Menjelaskan kepada keluarga tentang psikobiologi penyakit jiwa, diagnosis

dan pengobatannya, reaksi keluarga, trauma keluarga, pencegahan kambuh,

guideline keluarga.

Melakukan pemecahan masalah secara terstruktur

12

Page 13: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa kronik yang memiliki karakteristik gejala

positif seperti waham dan halusinasi, juga gejala negatif seperti afek tumpul dan apatis.

Penyakit ini juga sering berhubungan dengan ganggguan kognitif dan depresi. Penyakit

ini biasanya mulai muncul pada usia dewasa muda dan ditandai dengan terjadinya relaps

dengan periode remisi sempurna atau parsial. Pada kebanyakan kasus, penyakit ini

menyebabkan disabilitas, mengenai seluruh aspek dalam kehidupan dan membutuhkan

terapi anti psikotik jangka panjang. Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang

menghancurkan dan dapat menimbulkan disabilitas. Prevalensi terjadinya skizofrenia

adalah 0,4 – 1,4 % dan biasanya dimulai pada usia dewasa atau dewasa muda. Kurang

dari 20 % pasien yang dapat mengalami recovery sempurna setelah episode pertama.13

Terapi yang diberikan bertujuan untuk mencapai keadaan remisi pada semua

gejala dengan memaksimalkan kapasitas fungsi dan optimalisasi kualitas hidup.

Antipsikotik konvensional seperti klorpromazine dan haloperidol yang diperkenalkan

pada tahun 1950 cukup efektif dalam mengobati psikosis akut dan mencegah terjadinya

relaps. Terapi untuk mencegah relaps memerlukan waktu yang lama bahkan bisa seumur

hidup sehingga diperlukan obat yang efektif, aman, dan sedikit efek samping. Untuk

tujuan ini maka dengan mulai munculnya obat antipsikotik golongan atipikal maka

pengobatan skizofrenia mulai berubah dengan menggunakan obat antipsikotik atipikal

yang memiliki efek samping lebih sedikit. Meskipun pengobatan dengan antipsikotik

efektif mengurangi angka terjadinya relaps tetapi 30% - 40% pasien mengalami relaps

pada satu tahun setelah keluar dari rumah sakit meski mereka tetap meminum obat.3

Mengkombinasikan antara pengobatan antipsikotik dengan pendekatan psikososial

merupakan suatu cara yang efektif dibandingkan hanya dengan obat saja dalam

mencegah terjadinya relaps pada pasien skizofrenia. Komponen dari terapi psikososial

antara lain adalah :3

1. Psikoedukasi keluarga dan pasien : pasien, keluarga dan orang kunci di

sekitar pasien perlu belajar sebanyak mungkin tentang apa itu skizofrenia,

bagaimana pengobatannya sehingga terbentuk pengetahuan dan

ketrampilan yang berguna untuk mencegah timbulnya relaps.

2. Kolaborasi membuat keputusan : penting bagi pasien, keluarga, dan klinisi

untuk memutuskan bersama tentang terapi dan tujuannya. Apabila pasien

13

Page 14: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

sudah mulai membaik, dia dapat menjadi bagian dalam pembuatan

keputusan ini.

3. Monitoring gejala dan pengobatan : monitoring yang hati-hati dapat

meyakinkan pasien untuk minum dan mengidentifikasi secara dini tanda-

tanda timbulnya relaps sehingga pencegahan dapat dilakukan.

4. Asistensi dalam mencari pelayanan kesehatan, asuransi, dll : Pasien

kadangkala membutuhkan bantuan dalam mencari pelayanan kesehatan

yang lain seperti medis, gigi, atau mencari asuransi kesehatan. Tim terapi,

pasien dan keluarga harus berusaha mengeksplorasi sumber-sumber apa

saja yang dapat diperoleh atau disediakan. Termasuk di dalamnya apabila

pasien sudah mulai ingin bekerja, dicarikan tempat pekerjaan yang cocok.

5. Terapi suportif : termasuk dukungan emosi dan meyakinkan serta

mendorong prilaku sehat pasien dan membantu pasien menerima

keadaannya.

6. “Peer support/self help group” : adanya sebuah kelompok yang memiliki

jadwal bertemu yang regular tergantung pada kebutuhan dan perhatian

dari kelompok tersebut. Pembicara dapat diundang untuk memberikan

pengetahuan, terjadi juga diskusi dan sharing yang dapat saling

menguatkan. Pelayanan yang lain yang juga dapat diberikan pada pasien

antara lain adalah:

Mengatur jadwal pertemuan kembali dengan dokter

Assertive community treatment

Rehabilitasi :

♪ Rehabilitasi psikososial : membantu pasien melatih ketrampilan

dengan tujuan mendapatkan atau mempertahankan pekerjaan

♪ rehabilitasi psikiatri : mengajarkan pasien ketrampilan yang

membuatnya dapat meraih tujuan dalam pekerjaan, pendidikan,

sosialisasi dan tempat tinggal

♪ rehabilitasi pekerjaan : latihan bekerja dan program training yang

dapat membantu pasien untuk menjadi pekerja penuh waktu

Intensive partial hospitalization

14

Page 15: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

Aftercare day treatment

Penelitian yang dilakukan oleh Marvin dkk pada tahun 2000 menunjukkan bahwa

suatu program untuk mencegah relaps yang mengkombinasikan psikoedukasi keluarga

dengan intervensi klinik termasuk obat – obatan, dapat secara efektif mengurangi

terjadinya relaps pada pasien skizofrenia.5

II.3. Social Skill Training

Social skill training bertujuan untuk membantu individu dengan cacat mental yang serius

dan terus-menerus untuk dapat membentuk kegiatan fisik, emosional, sosial dan kejuruan,

kekeluargaan, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual yang diperlukan untuk tinggal,

belajar dan bekerja di masyarakat).7 Social skill training digunakan untuk memungkinkan

individu untuk belajar keterampilan khusus yang hilang. Dasar dari social skill training berasal

dari teori pembelajaran sosial, teknik yang telah dicoba dan diuji efektif untuk berbagai macam

pembelajaran manusia dan terapi perilaku.8 Secara khusus, prinsip-prinsip yang mendasari

pelatihan keterampilan sosial menekankan pentingnya menetapkan harapan yang jelas dengan

petunjuk khusus, pelatihan individu melalui penggunaan sering prompt, menggunakan

identifikasi pemodelan atau perwakilan, melibatkan individu dalam bermain peran atau latiihan

perilaku, dan menawarkan umpan balik positif yang berlimpah atau penguatan perbaikan dalam

perilaku sosial.7

II.4. Peran Keluarga dalam Penanganan Pasien Skizofrenia dalam aspek Social skill

training

Banyak orang dengan skizofrenia dan gangguan yang terkait tidak pernah belajar

keterampilan interpersonal yang diperlukan untuk fungsi dewasa. Hal ini karena penyakit mental

yang serius yang dimulai pada masa remaja dan awal dewasa sebelum individu memiliki waktu

dan peluang untuk memperoleh keterampilan instrumental dan affiliative. Individu dengan

gangguan mental yang serius dan terus-menerus biasanya memiliki deficit yang lama dalam

kinerja mereka. Mereka sering terisolasi dari kehidupan sosial, menganggur, miskin dalam

kebersihan diri, tidak mampu mengelola uang, dan pada umumnya tidak memiliki kemampuan

untuk hidup mandiri. Obat-obatan ini hanya untuk gejala dan pengurangan angka kambuh

sementara Social skill training mengajar orang bagaimana untuk hidup dalam masyarakat.8

15

Page 16: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

Kepedulian masyarakat akan kesehatan khususnya kesehatan jiwa akan meningkatkan

peran serta mereka untuk bertanggung jawab terhadap program pelayanan kesehatan jiwa

masyarakat. Penggunaan sumber daya yang tersedia di masyarakat dapat memberdayakan

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sehingga kesehatan jiwa menjadi tanggung jawab

masyarakat bukan hanya tanggung jawab para profesional.5

Peran serta masyarakat sangat penting karena perawatan di rumah sakit jauh lebih mahal,

misalnya biaya perawatan pasien skizofrenia di USA sebesar 65.2 juta dolar per tahun. Biaya

perawatan pasien skizofrenia di rumah oleh keluarga akan menghemat sebesar 25 juta pounds

per tahun. Keberhasilan pelayanan pada pasien skizofrenia tergantung dari kerjasama tim

kesehatan jiwa di masyarakat (dokter, perawat, pekerja sosial) dengan pasien dan keluarganya.

Anggota keluarga diperlukan memberikan perawatan di rumah khususnya pencegahan tersier

pada skizofrenia, serta melakukan fungsinya.5

Perawatan skizofrenia oleh keluarga:7

1. Menurut Setiadi 2006 beberapa hal yang harus dilakukan keluarga dalam upaya

penyesuaian diri dengan kehadiran skizofrenia dalam sistem mereka dan cara

mengatasinya adalah:

a. Aktif mencari informasi/psikoedukasi

Informasi-informasi yang akurat tentang skizofrenia, gejala-gejalanya,

kemungkinan perjalannan penyakitnya, berbagai bantuan medis dan psikologis

yang dapa meringankan gejala skizofrenia merupakan sebagian informasi vital

yang sangat dibutuhkan keluarga. Informasi yang tepat akan menghilangkan

saling menyalahkan satu sama lain, memberikan pegangan untuk dapat berharap

secara realistis dan membantu keluarga mengarahkan sumber daya yang mereka

miliki pada usaha-usaha yang produktif. Pemberian informasi yang tepat dapat

dilakukan dengan suatu program psikoedukasi untuk keluarga.

b. Sikap yang tepat adalah SAFE (Sense of humor, Accepting the illness, Family

balance, Expectations which are realistic).

c. Menurut Torney 1988 dalam Iman Setiasi, keluarga perlu memilikisikap yang

tepat tentang skizofrenia, sisingkatnya sikap-sikap yang tepat itu dengan SAFE.

d. Support group

16

Page 17: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

Bilamana keluarga menghadapi skizofrenia dalam keluarga mereka seorang diri,

beban itu akan terasa sangat berat, namun bila keluarga-keluarga yang sama-sama

memiliki anggota keluarga skizofrenia bergabung bersama maka beban mereka

akan terasa lebih ringan. Mereka dapat saling menguatkan, berbagi informasi

yang mutahir, bahkan mungkin menggalang dana bersama bagi keluarga yang

kurang mampu. Upaya peredaan ketegangan emosional secara kelompok juga

akan lebih efektif dan lebih murah.

e. Family therapy (object relations family therapy)

Family therapy dapat menjadi bagian dari rangkaian upaya membantu keluarga

agar sebagai suatu sistem meningkat kohesivitasnya dan lebih mampu melakukan

penyesuaina diri

f. Keluarga harus membantu menumbuhkan sikap mandiri dalam diri si penderita

seperti melibatkan dalam kegiata sehari-hari dan mereka harus sabar dan

menerima kenyatan.

Dukungan keluarga dan teman merupakan salah satu obat penyembuh yang sangat

berarti bagi penderita skizofrenia. Menerima kenyataan, menurut Suryantha adalah kunci

pertama proses penyembuhan atau pengendalian skizofrenia. Keluarga harus tetap

bersikap menerima, tetap berkomunikasi dan tidak mengasingkan penderita. Tindakan

kasar, bentakan, atau mengucilkan malah akan membuat penderita semakin depresi

bahkan cenderung bersikap kasar. Akan tetapi terlalu memanjakan juga tidak baik.14,15

Pasca perawatan biasanya penderita akan dikembalikan pada lingkungan

keluarga. Penerimaan kembali oleh keluarga sangat besar artinya, dalam berbicara tidak

boleh emosional agar tidak memancing kembali emosi penderita. Yang penting usaha-

usaha preventif berupa hindari frustasi dan kesulitan psikis lainnya. Menciptakan kontak-

kontak social yang sehat dan baik. Membiasakan pasien memiliki sikap hidup positif dan

mau melihat hari depan dengan keberanian.14

Pada skizofrenia fase aktif penderita mudah terpukul oleh problem yang

sederhana sekalipun. Kurangi pemberian tanggung jawab agar tidak membebani

penderita dan dapat mengurangi stress jangka pendek. Penderita mungkin menggunakan

kata-kata yang tidak masuk akal, agar lebih paham cobalah berkomunikasi dengan cara

17

Page 18: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

lain dan mengajak melakukan aktivitas bersama-sama seperti mendengarkan music,

melukis, nonton tv, atau menunjukkan perhatian tanpa bercakap-cakap.16

Keluarga menanggung beban dan tanggung jawab merawat anggota keluarga

yang sakit terutama mengatasi perilaku kacau atau tanpa informasi, ketrampilan dan

dukungan yang memadai. Akhir-akhir ini perhatian para ahli beralih kepada pengaruh

keluarga terhadap timbulnya kekambuhan.17 Sikap keluarga terhadap penderita dapat

ditentukan dengan apa yang disebut EE (Emotional Expresion) yang ter diri atas kritikan

atau komentar negative, emotional over involvement, permusuhan terhadap penderita,

ketidakpuasan dan kehangatan. Bila keluarga EE nya tinggi maka kekambuhan akan

tinggi, namun sebaliknya bila EEnya tidak maka kekambuhan akan tinggi, namun

sebaliknya bila EEnya rendah maka kekambuhan pun akan rendah.

2. Menurut Nurhaeni adalah focus pada pencegahan kekambuhan klien gangguan jiwa

antara lain:18,19

a. Mengenal adanya penyimpangan awal sedini mungkin

b. Mengambil keputusan dalam mencari pertolongan atau bantuan kesehatan

sedini mungkin

c. Memberi perawatan bagi anggota keluarga yang sakit, cacar atau

memerlukan bantuan dan menaggulangi keadaan darurat kesehatan.

d. Menciptakan lingkungan keluarga yang sehat

e. Memanfatkan sumber yang ada di masyarakat

f. Melaksanakan program rekreasi misalnya: mengajak klien nonton

bersama, jalan santai, pergi ketempat rekreasi.

g. Melakukan kegiatan social dan keagamaan misalnya: mengajak klien

arisan bersama, mengajak pergi ke pura, pengajian dll.

h. Mencegah stigma di masyarakat tentang gangguan jiwa seperti:

pendekatan pada took masyarakat atau orang yang berpengaruh dalam

rangka mensosialisasikan kesehatan jiwa dan gangguan jiwa.

i. Saling terbuka dan tidak ada diskriminasi

j. Saling menghargai dan mempercayai

18

Page 19: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

k. Menghadapi ketegangan dangan tenang dan menyelesaikan masalah

kritis/darurat secara tuntas dan wajar.

II.5. Hubungan Psikoedukasi Keluarga Dengan Kejadian Relaps Pada Pasien Skizofrenia

Memberikan obat antipsikotik pada pasien skizofrenia merupakan langkah pertama untuk

mengobati pasien tetapi sekarang ini semakin disadari bahwa perawatan yang komprehensif

membutuhkan integrasi antara obat-obatan, pencegahan relaps dan rehabilitasi psikososial.20

Psikoedukasi keluarga merupakan terapi psikososial yang paling efektif. Psikoedukasi dapat

mengurangi angka rawat dan mengurangi biaya pengobatan pada pasien skizofrenia. Beberapa

studi tentang psikoedukasi keluarga yang telah dilakukan ditunjukkan di bawah ini,21,22 :

Goldstein dkk. melakukan penelitian pada 104 pasien skizofrenia (terutama kunjungan

pertama) membandingkan antara psikoedukasi keluarga (orientasi enam krisis, sesi

mingguan cepat; pendidikan, membangun penerimaan, merencanakan masa depan)

dengan pengobatan dengan dosis rendah dan sedang dan hasilnya secara bermakna

menurunkan relaps pada grup psikoedukasi keluarga selama 6 bulan.

Falloon dkk. melakukan penelitian pada 36 pasien skizofrenia yang tinggal dengan

keluarga yang HEE atau dinyatakan sebagai resiko tinggi untuk terjadinya relaps

membandingkan psikoedukasi keluarga (pemecahan masalah dan latihan kemampuan

komunikasi pada keluarga di rumah. Terapi intensif selama 3 bulan yang diteruskan

dengan 6 bulan sesi follow up ) dengan psikoterapi suportif individual dengan konseling

keluarga yang cepat dan hasilnya Secara bermakna menurunkan relaps pada grup terapi

keluarga selama 9 bulan.

Leff dkk. melakukan penelitian pada 24 pasien skizofrenia yang tinggal dengan keluarga

yang HEE membandingkan pendidikan pada keluarga, anggota keluarga, terapi keluarga

di rumah dengan kontrol teratur ke rumah sakit dengan kontak yang sedikit pada

keluarga dan hasilnya secara bermakna menurunkan relaps pada grup terapi keluarga

selama 9 bulan ; tidak bermakna pada terapi 2 tahun.

Glick dkk. melakukan penelitian pada 80 pasien dengan skizofrenia atau gangguan

skizofreniform dan 60 pasien dengan gangguan afektif mayor disorder membandingkan

intervensi pada keluarga yang dirawat selama 6 sesi: pendidikan, identifikasi stresor kini

dan akan datang dengan Perawatan intensif pasien rawat yang standar dan hasilnya terapi

19

Page 20: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

memiliki efek positif yang bermakna pada gejala yang terdapat pada pasien perempuan

dan kelurga pasien pada subgrup tsb.

Hogarty dkk. melakukan penelitian pada 103 pasien skizofrenia yang tinggal dengan

keluarga yang HEE membandingkan pendidikan, diskusi, komunikasi dan latihan

pemecahan masalah selama 2 tahun dengan Perawatan harian saja , latihan ketrampilan

sosial dan hasilnya Secara bermakna menurunkan relaps pada grup terapi keluarga pada

follow up tahun 1 dan 2.

McFarlane dkk. melakukan penelitian pada 172 pasien skizofrenia dengan kontak

keluarga 10 jam per minggu dan menghadiri 3 sesi program pendidikan/terapi

membandingkan psikoedukasi pada grup keluarga secara bersama dengan Psikoedukasi

pada grup keluarga sendiri sendiri dan hasilnya Secara bermakna terdapat penurunan

relaps pada multifamily Dari penelitian-penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa

psikoedukasi keluarga dapat secara efektif dan efisien mengurangi kejadian relaps pada

pasien skizofrenia dan memperbaiki fungsional dari pasien.

20

Page 21: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

BAB III

PENUTUP

Penanganan pasien dengan skizofrenia perlu dilakukan dengan komprehensif, mulai dari

perawatan di rumah sakit sampai dengan perawatan di rumah. Peran keluarga sangat penting

dalam penyembuhan pasien skizofrenia terutama dalam mencegah terjadinya relaps. Banyak cara

yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya relaps pada pasien skizofenia salah satunya

adalah dengan melakukan psikoedukasi keluarga. Perlu diketahui lebih mendalam tentang

hubungan antara psikoedukasi keluarga dengan kejadian relaps pada pasien skizofrenia.

Ditemukan bahwa anggota keluarga yang paling banyak merawat pasien adalah saudara kandung

62 orang (44,9 %) dan orang tua 28 orang (20,2 %).

Individu dengan gangguan mental yang serius dan terus-menerus biasanya memiliki

deficit yang lama dalam kinerja mereka. Mereka sering terisolasi dari kehidupan sosial,

menganggur, miskin dalam kebersihan diri, tidak mampu mengelola uang, dan pada umumnya

tidak memiliki kemampuan untuk hidup mandiri. Obat-obatan ini hanya untuk gejala dan

pengurangan angka kambuh sementara Social skill training mengajar orang bagaimana untuk

hidup dalam masyarakat.

Psikoedukasi keluarga merupakan salah satu bentuk dari intervensi keluarga yang

merupakan bagian dari terapi psikososial. Pada psikoedukasi keluarga terdapat kolaborasi dari

klinisi dengan anggota keluarga pasien yang menderita gangguan jiwa berat. Tujuan dari

program psikoedukasi adalah menambah pengetahuan tentang gangguan jiwa anggota keluarga

sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kambuh, dan meningkatkan fungsi keluarga

(Stuart & Laraia, 1998). Tujuan ini akan dicapai melalui serangkaian kegiatan edukasi tentang

penyakit, cara mengatasi gejala, dan kemampuan yang dimiliki keluarga. Program psikoedukasi

menurunkan kambuh atau rawat ulang dari 9 bulan menjadi 18 bulan. Kelompok keluarga yang

mendapat program psikoedukasi lebih efektif merawat gejala negatif daripada kelompok standar.

Selain itu program psikoedukasi berhasil mengurangi reaksi negatif dan kejenuhan keluarga yang

merawat.

Secara umum, program komprehensif dari psikoedukasi adalah sebagai berikut:

21

Page 22: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

1. Komponen didaktik, berupa pendidikan kesehatan, yang menyediakan

informasi tentang penyakit dan sistem kesehatan jiwa

2. Komponen ketrampilan, yang menyediakan pelatihan tentang

komunikasi, penyelesaian konflik, pemecahan masalah, asertif,

manajemen perilaku dan manajemen stress

3. Komponen emosional, memberi kesempatan ventilasi dan berbagi

perasaan disertai dukungan emosional. Mobilisasi sumber daya yang

dibutuhkan, khusus pada keadaan krisis

4. Komponen sosial, peningkatan penggunaan jejaring formal dan non

formal. Peningkatan kontak dengan jejaring sumber daya dan sistem pendukung

yang ada di masyarakat akan menguntungkan keluarga dan klien.

Hal – hal yang dilakukan pada saat melakukan psikoedukasi keluarga antara lain:

Mengidentifikasi bagaimana reaksi anggota keluarga terhadap keadaan pasien yang

menderita gangguan jiwa.

Mengidentifikasi faktor penyebab gangguan jiwa yang diderita oleh pasien.

Mengidentifikasi tanda dan gejala prodormal gangguan jiwa yang terjadi pada pasien.

Mengajarkan kepada keluarga bagaimana strategi koping yang dapat diterapkan.

Menjelaskan kepada keluarga tentang psikobiologi penyakit jiwa, diagnosis dan

pengobatannya, reaksi keluarga, trauma keluarga, pencegahan kambuh, guideline

keluarga.

Melakukan pemecahan masalah secara terstruktur

22

Page 23: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

DAFTAR PUSTAKA

1. Jenkins, J.H.,Garcia, J.I.R., Chang, C.L., Young, J.S., Lopez, S.R. 2006. Family Support

Predicts Psychiatric Medication Usage Among Mexican American Individuals with

Schizophrenia. Social Psyciatric and Psychiatric Epidemiologi, 41. 624-631.

2. Bellack AS., Mueser KT., Gingerich S., Agresta J. Social Skills Training for Schizophrenia:

a Step-by-Step Guide. New York, NY: The Guilford Press; 2004

3. Maramis, W.E. (2009) . Ilmu Kedokteran jiwa edisi 2. Surabaya: Pusat penerbitan dan

percetakan.

4. Kaplan HI, Sadock B.J. Sinopsis Psikiatri, Edisi ketujuh, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta,

1997 : 777-83 Kaplan H.I, Sadok B.J. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Cetakan I, Widya

Medika, Jakarta, 1998 : 227-229 Kaplan

5. H.I, Sadok B.J. Comprehensive Textbook Of Psychiatric, William & Walkins. 5 th Edition,

USA, 2001 : 128

6. Dollan, P., Canavan, J., Pinkerton J. 2006. Family support as Reflective Practice. London :

Jessica Kingsley Publiser.

7. Fischer, E.P., McSweeney, J.C., Williams, D.K, Naylor, A.J., Blow, F.C., Owen, R.R. 2008.

Influence of family Involvement and Substance Use on Sustained Utilization of Services for

Schizophrenia. Psychiatric Services, vol.59 no.8, 902-908

8. Wykes T., Reeder C., Corner J., Williams C., Everitt B. The effects of neurocognitive

remediation on executive processing in patients with schizophrenia. Schizophr Bull.

1999;25:291–307.

9. Bellack AS., Gold JM., Buchanan RW. Cognitive rehabilitation for schizophrenia: problems,

prospects, and strategies. Schizophr Bull. 1999;25:257–274.

10. Brenner HD., Kraemer S., Hermanutz M., Hodel B. Cognitive treatment in schizophrenia. In:

Straube E, Hahlweg K, eds. Schizophrenia: Models and Interventions. New York, NY:

Springer Verlag; 1990:161–191.

11. Greenberg, J.S., Knudsen, K.J, Aschbrener, K.A. 2006. Prosocial Family Processes and the

Quality of Live of Person With Schozophrenia. Psychiatric Services,vol. 57 no. 12, 1771-

1777.

23

Page 24: Refarat. Peran Keluarga Pada Penderita Skizofrenia Dalam Aspek Social Skill Training

12. Hadi Sutrisno.2004. Statistik Jilid II, Yogyakarta : Andi Offset. Hawari, Dadang. 2007.

Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

13. American Psychiatric Association. Diagnostic And Staristical Manual of Mental Disorders.

5th edition. 2. 12-17

14. Ballerini, M., Stanghellini, G. 2002. Dis-sociality: The Phenomenological Approach to

Social Dysfunction in Schizophenia. World Psychiatric, 2, 102-106.

15. Arif, I.S. 2006 Skizofrenia; Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung : Refika

Aditama

16. Nevid, J.S., Rathus, S.A., Greene, B. 2003. Psikologi Abnormal Edisi 5 jilid 2(Terjemahan :

Tim Fakutas Psikologi UI). Jakarta : Penerbit Erlangga.

17. Dixon LB., Lehman AF. Family interventions for schizophrenia. Schizophr Bull.

1999;21:631–643

18. Nurdiana, Syafwani, Umbransyah. 2007. Peran Serta Keluarga Terhadap Tingkat

Kekambuan Klien Skizofrenia. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, vol.3 no.1.

19. Barrowclough, C., Tarrier, N. 2004 Social Fungtioning in Schozophrenia. Social Psychiatric

and Psychiatric Epidemiology, 25, 130-131.

20. Berglund, N., Vahlne, J.O., Edman, A. 2002. Family Intervension in Schizophrenia: Impact

on Family Burden and Attitude. Social Psychiatric and Psychiatric Epidemiology, 38, 116-

121.

21. Francis, S., Satiadarma, M.P 2004. Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Kesembuhan Ibu

yang mengidap Skizofrenia. Jurnal Ilmiah Psikologi, Th.9 no .1.

22. Andreasen, N,C., Carpenter, M.T., Kane, J.M.,Lasser,et al. Remission in Schizophrenia :

Proposed Criteria and Rationale for Consensus. Am J Psychiatric.2002. 162:441-449.

24