Upload
maria-tandoro
View
45
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
gigi dan mulut
Citation preview
REFERAT DOKTER MUDA
FRAKTUR MANDIBULA
Oleh :
I Putu Yogi Sastrawan 10700144
Maria T. 10700113
Pembimbing:
Drg. W. D. Parmasari, Sp. Ort.
Departemen Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula1. Hilangnya
kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila tidak ditangani
dengan benar2. Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai
tempat menempelnya gigi geligi3. Faktor etiologi utama terjadinya fraktur mandibula
bervariasi berdasarkan lokasi geografis, namun kecelakaan kendaraan bermotor menjadi
penyebab paling umum. Beberapa penyebab lain berupa kelainan patologis seperti keganasan
pada mandibula, kecelakaan saat kerja dan kecelakaan akibat olahraga4,2.
Fraktur mandibula merupakan fraktur kedua tersering pada kerangka wajah, hal ini
disebabkan kondisi mandibula yang terpisah dari iagnos. Diagnosis fraktur mandibula dapat
ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit, pembengkaan, nyeri tekan, dan maloklusi5. Patahnya
gigi, adanya gap, tidak ratanya gigi, tidak simetrisnya arcus dentalis, adanya laserasi intra
oral, gigi yang longgar dan krepitasi menunujukkan kemungkinan adanya fraktur mandibula.
Selain hal itu mungkin juga terjadi trismus (nyeri waktu rahang digerakkan)4. Evaluasi
radiografis pada mandibula mencakup foto polos, bila perlu dilakukan foto waters, CT Scan
dan pemeriksaan panoreks4.
Secara khusus penanganan fraktur mandibula dan tulang pada wajah (maksilofasial)
mulai diperkenalkan olah Hipocrates (460-375 SM) dengan menggunakan panduan oklusi
(hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi-gigi rahang atas), sebagai dasar pemikiran
dan diagnosis fraktur mandibula4. Pada perkembangan selanjutnya oleh para klinisi
menggunakan oklusi sebagai konsep dasar penanganan fraktur mandibula dan tulang wajah
(maksilofasial) terutama dalam iagnostic dan penatalaksanaannya. Hal ini diikuti dengan
perkembangan teknik fiksasi mulai dari penggunaan pengikat kepala (head bandages),
pengikat rahang atas dan bawah dengan kawat (intermaxilari fixation), serta fiksasi dan
imobilisasi fragmen fraktur dengan menggunakan plat tulang (plate and screw)2,4,5.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fungsi Mandibula
Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat
menempelnya gigi geligi6. Mandibula berhubungan dengan
basis kranii dengan adanya temporo-mandibular joint dan
disangga oleh otot - otot mengunyah5. Mandibula terdiri
dari korpus berbentuk tapal kuda dan sepasang ramus.
Corpus mandibula bertemu dengan ramus masing - masing
sisi pada angulus mandibulae (Gambar 1). Pada permukaan
luar digaris tengah corpus mandibulae terdapat sebuah rigi
yang menunjukkan garis fusi dari kedua belahan selama
perkembangan, yaitu simfisis mandibulae. Foramen mental
dapat dilihat di bawah gigi premolar kedua. Dari lubang
ini keluar a., v., n. alveolaris inferior3.
Gambar. 1 Anatomi mandibula4
Fraktur mandibula sangat penting dihubungkan dengan adanya otot yang berorigo
atau berinsersio pada mandibula ini. Otot tersebut adalah otot elevator, otot depressor dan
otot protrusor5.
Mandibula dipersarafi oleh saraf mandibular, alveolar inferior, pleksus dental inferior
dan nervus mentalis. Sistem vaskularisasi pada mandibula dilakukan oleh arteri maksilari
interna, arteri alveolar inferior, dan arteri mentalis3.
2.2 Definisi Fraktur Mandibula
Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan oleh adanya
kecelakaan yang timbul secara langsung7.
Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya
kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh wajah ataupun
keadaan patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar6.
2
2.3 Etiologi
Setiap pukulan keras pada muka dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur
pada mandibula. Daya tahan mandibula terhadap kekuatan impak adalah lebih besar
dibandingkan dengan tulang wajah lainnya. Meskipun demikian fraktur mandibula lebih
sering terjadi dibandingkan dengan bagian skeleton muka lainnya1,2.
Faktor etiologi utama bervariasi berdasarkan lokasi geografis. Pada beberapa
investigasi seperti Jordan, Singapore, Nigeria, New Zealand, Denmark, Yunani, dan Japan
dilaporkan kecelakaan akibat kendaraan bermotor paling sering di jumpai. Peneliti di negara
- negara seperti Yordania, Singapura. Nigeria, Selandia Baru, Denmark, Yunani, dan Jepang
melaporkan kecelakaan kendaraan bermotor menjadi penyebab paling umum4.
Fraktur mandibula dapat terjadi karena kecelakaan lalulintas, kecelakaan industri atau
kecelakaan kerja, kecelakaan rumah tangga, mabuk dan perkelahian atau kekerasan fisik.
Menurut survey di District of Columbia Hospital, dari 540 kasus fraktur, 69% kasus terjadi
akibat kekerasan fisik (perkelahian), 27% akibat kecelakaan lalu-lintas, 12% akibat
kecelakaan kerja, 2% akibat kecelakaan saat olahraga dan 4% karena sebab patologi1,4.
Fraktur mandibula kadang bisa disebabkan oleh adanya gigi impaksi pada sudut
mandibula. Klasifikasi dari fraktur mandibula yang sekarang digunakan didasari
olehkarakteristik dari fraktur( simple, compound,greenstick, comminuted, complex,
complicated) dan anatomi dari mandibula (Symphisis, body,angle, ramus,, prosesus coronoid
dan condylar,prosesus alveolaris ). Deskripsi awal harusmenceritakan fraktur unilateral atau
bilateral. Terakhir menggambarkan efek-efek potensialdari otot (favorable, unfavorable )13 .
Palpasi dari mandibula dan inspeksi dari oklusi gigi biasanya bisa menyediakan informasi
tentang diagnosa dari fraktur mandibula. Studi radiograf dapat memberikan informasi yang
detail tentang konfigurasi dari garis fraktur, memperkirakan keparahan dari displacement dan
bukti adanya kelainan patologi pada mandibula.
Pada sebuah laporan kasus dengan fraktur angulus mandibula sinistra unfavorable
setelah tindakan odontektomi gigi 38. Dengan klasifikasi gigi menurut Pell and Gregory
(1942) kelas II B Vertikal. Penting bagi dokter gigi untuk mengklasifikasikan impaksi gigi
molar bawah, sehingga bisa ditentukan seberapa sulit tindakan tersebut dan merencanakan
tindakan secara baik11 . Fraktur komplit padamandibula adalah kecelakaan yang
sangatdisayangkan. Tapi untungnya ini jarang terjadi. Hal ini dapat berhubungan dengan
penggunaan tenaga yang berlebihan pada saat operasi,khususnya ketika menggunakan
3
elevator untuk mengangkat gigi impaksi12 . Bisa juga disebabkan oleh peningkatan kerapuhan
rahang(fraktur patologis), posisi gigi, pertambahan umur pasien, dan terutam aankylosis dari
gigi ke tulang. Pengangkatan dari impaksi gigi vertikal adalah merupakan operasi yang sulit
dikarenakan kesulitan dalam menempatkan instrument diantara molar 2 dan molar 3.
Ruangannya terlalu kecil untuk pembuangan tulang yang cukup. Teknik separasi merupakan
suatu teknik yang menguntungkan dalam pengambilan gigi molar 3 bawah yang impaksi
karena pengambilan tulang yang minimal, waktu operasi lebih singkat, trauma minimal,
mengurangi kemungkinan trismus, mengurangi kerusakan dari gigi sebelahnya, mengurangi
resiko terjadinya fraktur rahang11.
2.4 Klasifikasi1,6,4
Banyak klasifikasi fraktur yang ditulis dalam berbagai buku, namun secara praktis
dapat dikelompokkan menjadi :
2.4.1 Menurut Penyebab Terjadinya Fraktur
1. Fraktur traumatik
Trauma langsung (direk), Trauma tersebut langsung mengenai anggota tubuh
penderita.
Trauma tidak langsung (indirek), Terjadi seperti pada penderita yang jatuh
dengan tangan menumpu dan lengan atas-bawah lurus, berakibat fraktur
kaput radii atau klavikula. Gaya tersebut dihantarkan melalui tulang-tulang
anggota gerak atas dapat berupa gaya berputar, pembengkokan (bending)
atau kombinasi pembengkokan dengan kompresi yang berakibat fraktur
butterfly, maupun kombinasi gaya berputar, pembengkokan dan kompresi
seperti fraktur oblik dengan garis fraktur pendek. Fraktur juga dapat terjadi
akibat tarikan otot seperti fraktur patela karena kontraksi quadrisep yang
mendadak.
2. Fraktur fatik atau stress
Trauma yang berulang dan kronis pada tulang yang mengakibatkan tulang
menjadi lemah. Contohnya pada fraktur fibula pada olahragawan.
3. Fraktur patologis
Pada tulang telah terjadi proses patologis yang mengakibatkan tulang tersebut
rapuh dan lemah. Biasanya fraktur terjadi spontan.
4
2.4.2 Menurut Hubungan dengan Jaringan Ikat Sekitarnya
1. Fraktur simple / tertutup, disebut juga fraktur tertutup, oleh karena kulit di
sekeliling fraktur sehat dan tidak sobek.
2. Fraktur terbuka, kulit di sekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang
berhubungan dengan dunia luar (bone expose) dan berpotensi untuk menjadi
infeksi. Fraktur terbuka dapat berhubungan dengan ruangan di tubuh yang tidak
steril seperti rongga mulut.
3. Fraktur komplikasi, fraktur tersebut berhubungan dengan kerusakan jaringan atau
struktur lain seperti saraf, pembuluh darah, organ visera atau sendi.
2.4.3 Menurut Bentuk Fraktur
1. Fraktur komplit, Garis fraktur membagi tulang menjadi dua fragmen atau
lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblik atau spiral. Kelainan ini dapat
menggambarkan arah trauma dan menentukan fraktur stabil atau unstabile.
2. Fraktur inkomplit, Kedua fragmen fraktur terlihat saling impaksi atau masih saling
tertancap.
3. Fraktur komunitif, Fraktu yang menimbulkan lebih dari dua fragmen.
4. Fraktur kompresi, Fraktur ini umumnya terjadi di daerah tulang kanselus.
Hal tersebut di atas merupakan klasifikasi fraktur secara umum. Sedangkan klasifikasi
fraktur mandibula diantaranya adalah:
1. Menunjukkan regio-regio pada mandibula yaitu : badan, simfisis, sudut, ramus,
prosesus koronoid, prosesus kondilar, prosesus alveolar. Fraktur yang terjadi dapat
pada satu, dua atau lebih pada region mandibula ini (lihat Gambar 2).
Gambar. 2 Regio mandibula dan
Frekuensi fraktur mandibula
berdasarkan regio14
Ellis et al. 15 mengungkapkan fraktur mandibular yang diakibatkan oleh
kecelakaan bermotor paling banyak mengenai kondilus dan korpus mandibula.
Pada studi yang dilakukan di Brazil 14 korpus mandibular (36.1%),symphysis
(27.7%) kondilus (11.1%) merupakan lokasi fraktur terbanyak. Penjelasan yang
5
mungkin untuk hal ini adalah penggunaan helm terbuka yang banyak digunakan di
São Paulo. Fraktur mandibula akibat kekerasan atau peerkelahian paling banyak
mengenai korpus mandibula (31.8%) dan angulus (27.3%) 14. Hal serupa
diungkapkan oleh Ellis et. All, dimungkinkan akibat kedua lokasi tersebut
merupakan lokasi yang lebih sering menerima pukulan dibanding lokasi lain.15
2. Berdasarkan ada tidaknya gigi. Klasifikasi berdasarkan gigi pasien penting
diketahui karena akan menentukan jenis terapi yang akan kita ambil. Dengan
adanya gigi, penyatuan fraktur dapat dilakukan dengan jalan pengikatan gigi
dengan menggunakan kawat. Berikut derajat fraktur mandibula berdasarkan ada
tidaknya gigi :
1. Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur kelas 1
ini dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada gigi)
2. Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu fraktur
3. Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan ini
dilakukan melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw,
atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixation.
Dengan melihat cara perawatan, maka pola fraktur mandibula dapat digolongkan menjadi :
1. Fraktur Unilateral
Fraktur ini biasanya hanya tunggal, tetapi kadang terjadi lebih dari satu fraktur
yang dapat dijumpai pada satu sisi mandibula dan bila hal ini terjadi, sering
didapatkan pemindahan fragmen secara nyata. Suatu fraktur korpus mandibular unilateral
sering terjadi.
2. Fraktur Bilateral
Fraktur bilateral sering terjadi dari suatu kombinasi antara kecelakaan langsung dan
tidak langsung. Fraktur ini umumnya akibat mekanisme yang menyangkut angulus
dan bagian leher kondilar yang berlawanan atau daerah gigi kanius dan angulus yang
berlawanan.
3. Fraktur Multipel
Gabungan yang sempurna dari kecelakaan langsung dan tidak langsung dapat
menimbulkan terjadinya fraktur multipel. Pada umumnya fraktur ini terjadi karena trauma
tepat mengenai titik tengah dagu yang mengakibatkan fraktur pada simpisis dan kedua
kondilus.
6
4. Fraktur Berkeping-keping (Comminuted)
Fraktur ini hampir selalu diakibatkan oleh kecelakaan langsung yang cukup keras pada
daerah fraktur, seperti pada kasus kecelakaan terkena peluru saat perang. Dalam sehari-
hari, fraktur ini sering terjadi pada simfisis dan parasimfisis. Fraktur yang disebabkan
oleh kontraksi muskulus yang berlebihan. Kadang fraktur pada prosesus koronoid terjadi
karena adanya kontraksi refleks yang datang sekonyong - konyong mungkin juga
menjadi penyebab terjadinya fraktur pada leherkondilar. Oikarinen dan Malstrom (1969),
dalam serangkaian 600 fraktur mandibula menemukan 49,1% fraktur tunggal, 39,9%
mempunyai dua fraktur, 9,4% mempunyai tiga fraktur, 1,2% mempunyai empat fraktur,
dan 0,4% mempunyai lebih dari empat fraktur.
2.5 Gejala Fraktur Mandibula
Gejala yang timbul dapat berupa dislokasi, yaitu berupa perubahan posisi
rahang yang menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya rahang bawah dan rahang
atas5. Jika penderita mengalami pergerakan abnormal pada rahang dan rasa yang sakit jika
menggerakkan rahang, Pembangkakan pada posisi fraktur juga dapat menetukan lokasi
fraktur pada penderita. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran
dari ujung tulang yang fraktur bila rahang digerakkan, laserasi yang terjadi pada daerah
gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur, discolorisasi perubahan warna pada daerah
fraktur akibat pembengkaan, terjadi pula gangguan fungsional berupa penyempitan
pembukaan mulut, hipersalifasi dan halitosis, akibat berkurangnya pergerakan normal
mandibula dapat terjadi stagnasi makanan dan hilangnya efek self cleansing karena
gangguan fungsi pengunyahan1,2,7.
Gangguan jalan nafas pada fraktur mandibula juga dapat terjadi akibat kerusakan
hebat pada mandibula menyebabkan perubahan posisi, trismus, hematom, edema pada
jaringan lunak. Jika terjadi obtruksi hebat saluran nafas harus segera dilakukan trakeostomi,
selain itu juga dapat terjadi anasthesi pada satu sisi bibir bawah, pada gusi atau pada gigi
dimana terjadi kerusakan pada nervus alveolaris inferior4.
2.6 Diagnosis1,4
2.6.1 Anamnesis
7
Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Setiap fraktur mempunyai riwayat trauma. Posisi waktu
kejadian merupakan informasi yang penting sehingga dapat menggambarkan tipe fraktur
yang terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada maka kemungkian fraktur patologis tetap
perlu dipikirkan. Riwayat penderita harus dilengkapi apakah ada trauma daerah lain (kepala,
torak, abdomen, pelvis dll).
Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih mengetahui
harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi menganai; keadaan kardiovaskuler
maupun sistem respirasi, apakah penderita merupakan penderita diabetes, atau penderita
dengan terapi steroid yang lama maupun meminum obat-obat lain, alergi terhadap obat,
makan atau minum terakhir dengan penggunaan obat-obat anestesi.
2.6.2 Pemeriksaan fisik
Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior, diskrepensi,
rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak atau kebiruan, pada
luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi dan ditentukan
menurut derajatnya menurut klasifikasi Gustillo et. Al.
Palpasi : Nyeri tekan pada daerah faktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi :
biasanya penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle
dan bila perlu dapat ditiadakan.
Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di sekitarnya
terbatas karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.
Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen, traktus,
urinarius dan pelvis.
Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal fraktur
yang berupa: pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit, pengembalian darah ke
kapiler
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral. Bila perlu dilakukan foto waters. Untuk pencitraan
wajah digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan bagian wajah tidak terganggu atau
disamarkan oleh struktur tulang dasar tengkorak olah struktur tulang dasar tengkorak
dan tulang servikal. Identitas penderita dan tanggal pemeriksaan dengan sinar penting
dikerjakan sesudah tindakan atau pada tindak lanjut (folow up) penderita guna menentukan
8
apakah sudah terlihat kalus, posisi fragmen dan sebagainya. Jadi pemeriksaan dapat
berfungsi memperkuat diagnosis, menilai hasil dan tindak lanjut penderita.
Diagnosis fraktur mandibula dapat ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit,
pembengkaan, nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya gigi, adanya gap, tidak ratanya gigi,
tidak simetrisnya arcus dentalis, adanya laserasi intra oral, gigi yang longgar dan krepitasi
menunujukkan kemungkinan adanya fraktur mandibula. Selain hal itu mungkin juga
terjadi trismus (nyeri waktu rahang digerakkan). Evaluasi radiografis pada mandibula
mencakup foto polos, scan dan pemeriksaan panoramiks. Tapi pemeriksaan yang baik,
yang dapat menunjukkan lokasi serta luas fraktur adalah dengan CT Scan (Gambar 3).
Pemeriksaan panoramix juga dapat dilakukan, hanya saja diperlukan kerja sama antara pasien
dan fasilitas pemeriksaan yang memadai.
2.6.4 Studi Imaging8
Penelitian radiologis yang paling informatif digunakan dalam mendiagnosis fraktur
mandibula adalah radiograf panoramik.
Panoramik menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh mandibula dalam satu
radiograf.
Panoramik membutuhkan pasien tegak, dan tidak memiliki kemampuan melihat
secara detail area TMJ, simfisis dan gigi / daerah proses alveolar.
Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior, dan periapikal, dapat
membantu.
Pandangan lateral-obliq membantu mendiagnosis fraktur pada ramus, angulus , corpus
posterior. Bagian kondilus, bicuspid dan daerah simfisis seringkali tidak jelas.
9
Gambar.3 CT Scan koronal menunjukkan fraktur bilateral condylar4
Tampilan oklusal mandibula menunjukkan perbedaan di posisi tengah dan lateral fraktur
body.
Tampilan Caldwell posteroanterior menunjukkan setiap perpindahan medial ataulateral
ramus, sudut, tubuh, atau fraktur simfisis.
CT scan juga dapat membantu:
Survei fraktur wajah daerah lain, termasuk tulang frontal, kompleks naso-ethmoid-
orbital, orbit, dan seluruh sistem horizontal dan vertical yang menopang kraniofasial.
Rekonstruksi kerangka wajah.
CT scan juga ideal untuk fraktur condylar, yang sulit untuk divisualisasikan (gambar 3).
2.7 Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat kedaruratan seperti
jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah termasuk penanganan syok
(circulaation), penaganan luka jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi
terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif
yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur (secara tertutup (close reduction)) dan secara terbuka
(open reduction)), fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang
telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan tulang
selesai1,6.
Gunakan cara paling sederhana yang paling mungkin untuk mengurangi komplikasi dan
menangani fraktur mandibula.
Prosedur penanganan fraktur mandibula2,5 :
1. Fraktur yang tidak ter-displace dapat ditangani dengan jalan reduksi tertutup dan fiksasi
intermaxilla. Namun pada prakteknya, reduksi terbuka lebih disukai paada kebanyakan
fraktur.
2. Fraktur dikembalikan ke posisi yang sebenarnya dengan jalan reduksi tertutup dan arch
bar dipasang ke mandibula dan maxilla.
3. Kawat dapat dipasang pada gigi di kedua sisi fraktur untuk menyatukan fraktur
4. Fraktur yang hanya ditangani dengan jalan reduksi tertutup dipertahankan selama
4-6 minggu dalam posisi fraktur intermaxilla.
10
5. Kepada pasien dapat tidak dilakukan fiksasi intermaxilla apabila dilakukan reduksi
terbuka, kemudian dipasangkan plat and screw.
Secara khusus penanganan fraktur mandibula dan tulang pada wajah (maksilofasial)
mulai diperkenalkan olah Hipocrates (460-375 SM) dengan menggunakan panduan
oklusi (hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi-gigi rahang atas), sebagai dasar
pemikiran dan diagnosis fraktur mandibula. Oleh sebab itu ilmu oklusi merupakan dasar
yang penting bagi seorang Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial dalam penatalaksanan
kasus patah rahang atau fraktur maksilofasial2. Dengan prinsip ini diharapkan
penyembuhan atau penyambungan fragmen fraktur dapat kembali ke hubungan awal yang
normal dan telah beradaptasi dengan jaringan lunak termasuk otot dan pembuluh saraf
disekitar rahang dan wajah5
Teknik dari reduksi secara tertutup dan fiksasi dari fraktur mandibula memiliki
berbagai variasi. Pada edentulous mandibula, gigi palsu dapat ditranfer ke rahang
dengan kabel circummandibular. Gigi tiruan rahang atas dapat ditempelkan ke langit-
langit. Arch bar dapat ditempatkan dan intermaxillary fixation (IMF) dapat tercapai.
Gunning Splints juga telah digunakan pada kasus ini karena memberikan fiksasi dan dapat
diberikan asupan makanan. Pada kasus fraktur kominitif, rekonstruksi mandibula mungkin
diperlukan untuk mengembalikan posisi anatomis dan fungsi8.
Luka pada dentoalveolar harus dievaluasi dan diobati bersamaan dengan pengobatan
fraktur mandibula. Gigi di garis fraktur harus dievaluasi dan jika perlu diektraksi.
Penggunaan antibiotik preoperatif dan postoperative dalam pengobatan fraktur mandibula
dapat mengurangi resiko infeksi9.
Fraktur yang diobati dengan fiksasi maxillomandibular (MMF) selama 4 minggu atau
dengan reduksi terbuka (open reduction). Pada sebuah penelitian menemukan bahwa
13,7% dari gigi yang di extraksi pada garis fraktur mengalami komplikasi, sementara, 16,1%
mengalami komplikasi dari gigi yang tetap pada garis fraktur. Hal ini menyimpulkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah komplikasi pada gigi di
extraksi dan gigi di tahan pada garis fraktur. Beberapa literatur lain menyatakan pemberian
antibiotik yang adekuat pada gigi non infeksius pada garis fraktur dapat dipertahankan.
Setelah tinjauan literature, Shetty dan Freymiller6,8 membuat rekomendasi berikut mengenai
gigi di garis fraktur mandibula9 :
11
1. Gigi yang utuh dalam garis fraktur harus dibiarkan jika tidak menunjukkan bukti gigi
tersebut goyang atau terjadi proses inflamasi.
2. Gigi dengan akar retak harus dihilangkan.
3. Lakukan ekstraksi primer ketika ada kerusakan periodontal luas.
Penanganan fraktur mandibula secara umum dibagi menjadi 2 metode yaitu reposisi tertutup
dan terbuka. Reposisi tertutup (closed reduction) patah tulang rahang bawah ; penanganan
konservatif dengan melakukan reposisi tanpa operasi langsung pada garis fraktur dan
melakukan imobilisasi dengan interdental wiring atau eksternal pin fixation. Karena reduksi
secara terbuka (open reduction) meningkatkan resiko morbiditas, reduksi secara tertutup
digunakan pada kondisi kondisi yang memungkinkan dilakukan closed reduction
Indikasi untuk closed reduction antara lain ;
a. Fraktur non displace
b. fraktur komunitif yang sangat nyata, selama
periosteum masih intak masih dapat diharapkan
kesembuhan tulang
c. fraktur dengan kerusakan soft tissue yang cukup berat,
dimana rekonstruksi soft tissue dapat digunakan rotation flap, free flap ataupun
granulasi persecundum bila luka tersebut tidak terlalu
besar
d. edentulous mandibula ; closed reduction dengan menggunakan protese mandibula
“gunning splint” dan sebaiknya dikombinasikan dengan kawat circum mandibula-
circumzygomaticum
e. Fraktur pada anak-anak dalam masa pertumbuhan gigi.; karena open reduction dapat
menyebabkan kerusakan gigi yang sedang tumbuh. Apabila diperlukan open
reduction dengan fiksasi internal, maka digunakan kawat yang halus dan diletakkan
pada bagian paling inferior dari mandibula. Closed reduction dilakukan dengan splint
acrylic dan kawat circum-mandibular dan circumzygomaticum bila memungkinkan
f. Fraktur condylus dan coronoid; mobilisasi rahang bawah diperlukan untuk
menghindari ankylosis dari TMJ. Pada anak, moblisasi ini harus dilakukan tiap
minggu, sedangkan dewasa setiap 2 minggu.
12
Gambar 4. fraktur angular comunitiv pada mandibula kiri8
Tehnik yang digunakan pada terapi fraktur mandibula secara closed reduction adalah fiksasi
intermaksiler. Fiksasi ini dipertahankan 3-4 minggu pada fraktur daerah condylus dan 4-6
minggu pada daerah lain dari mandibular
Beberapa tehnik fiksasi intermaksilaris ;
a. tehnik gilmer ; merupakan tehnik yang mudah dan efektif tetapi mempunyai
kekurangan yaitu mulut tidak dapat dibuka untuk melihat daerah fraktur tanpa
mengangkat kawat. Kawat tersebut dilingkarkan pada leher gigi, kemudian diputar
searah jarum jam sampai tegang. Dilakukan pada gigi atas dan bawah sampai oklusi
baik. Kemudian kedua kawat atas dan bawah digabungkan dan diputar dengan
hubungan vertika maupun silang, untuk mencegah tergelincir ke anterior dan posterior
b. tehnik eyelet (ivy loop) ; keuntungan tehnik ini bahan mudah didapat dan sedikit
menimbulkan kerusakan jaringan periodontal serta rahang dapat dibuka dengan hanya
mengangkat ikatan intermaksilaris. Kerugiannya kawat mudah putus waktu digunakan
untuk fiksasi intermaksiler
c. tehnik continous loop (stout wiring) ; terdiri dari formasi loop kawat kecil yang
mengelilingi arkus dentis bagian atas dan bawah, dan menggunakan karet sebagai
traksi yang menghubungkannya
d. tehnik erich arch bar ; indikasi pemasangan arch bar antara lain gigi kurang/ tidak
cukup untuk pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila, didapatkan fragmen
dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi sesuai dengan
lengkungan rahang sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris. Keuntungan penggunaan
arch bar ialah mudah didapat, biaya murah, mudah adaptasi dan aplikasinya.
Kerugiannya ialah menyebabkan keradangan pada ginggiva dan jaringan periodontal,
tidak dapat digunakan pada penderita dengan edentulous luas.
e. Tehnik kazanjia ; dengan menggunakan kawat yang kuat untuk tempat karet dipasang
mengelilingi bagian leher gigi. Tehnik ini untuk gigi yang hanya sendiri atau
insufisiensi pada bagian dari pemasangan arch bar.
13
Gb 2.14 eyelet gb . 2.15 archbar
Gambar.5 Imobilisasi fraktur melalui external fiksasi maksilamandibula4
Reposisi terbuka (open reduction) ; tindakan operasi untuk melakukan koreksi defromitas-
maloklusi yang terjadi pada patah tulang rahang bawah dengan melakukan fiksasi dengan
interosseus wiring serta imobilisasi dengan menggunakan interdental wiring atau dengan
mini plat+skrup. (10)
Indikasi untuk reposisi terbuka (open reduction) :
a. displaced unfavourable fracture melalui angulus, corpus atau parasymphysis. Bila
dikerjakan dengan reposisi tertutup, fraktur jenis ini cenderung untuk terbuka pada
batas inferior sehingga mengakibatkan maloklusi
b. multiple fraktur tulang wajah ; tulang mandibula harus difiksasi terlebih dahulu
sehingga menghasilkan patokan yang stabil dan akurat untuk rekonstruksi
c. fraktur midface disertai displaced fraktur condylus bilateral. Salah satu condylus
harus di buka untuk menghasilkan dimensi vertical yang akurat dari wajah
d. malunions diperlukan osteotomy
Tindak Lanjut Postoperasi
Berikan analgetik pada periode postoperasi. Serta berikan antibiotic spectrum luas
pada pasien fraktur terbuka dan re-evaluasi kebutuhan nutrisi8. Pantau intermaxilla fixation
(IMF) selama 4-6 minggu. Kencangkan kabel setiap 2 minggu. Setelah wire di buka, evaluasi
dengan foto panoramix untuk memastikan fraktur telah union8.
2.8 Komplikasi
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula umumnya jarang
terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula adalah infeksi atau
osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan berbagai kemungkinan komplikasi lainnya6.
14
Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami gangguan
penyembuhan fraktur baik itu malunion ataupun non-union, hal ini akan memberi keluhan
berupa rasa sakit dan tidak nyaman (discomfort) yang berkepanjangan pada sendi rahang
(Temporo mandibular joint) oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi
rahang kiri dan kanan1. Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot
pengunyahan dan otot sekitar wajah juga dapat memberikan respon nyeri (myofascial
pain), terlebih jika pasien mengkompensasikan atau memaksakan mengunyah dalam
hubungan oklusi yang tidak normal. Kondisi inilah yang banyak dikeluhkan oleh
pasien patah rahang yang tidak dilakukan perbaikan atau penangnanan secara adekuat4.
Ada beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur
mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-union.
Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik,
kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak
menguntungkan pada segmen fraktur.Malunion yang berat pada mandibula akan
mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-
kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan osteotomi secara tepat untuk
merekonstruksi bentuk lengkung mandibula6.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Ajmal S, Khan M. A, Jadoon H, Malik S. A. (2007). Management protocol of mandibular
ractures at Pakistan Institute of Medical sciences, Islamabad, Pakistan. J Ayub
Med Coll Abbottabad. Volume 19, issue 3.
2. Adams G. L, Boies L. R, Higler P. A, (1997) Boies Buku Ajar penyakit THT. Edisi 6.
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
3. Snell R. S. (2006) Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta.
4. Laub D, R. Facial Trauma, Mandibular Fractures. (2009). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1283150-overview last update 12 Desember
2010
5. Soepardi E A, Iskandar N. (2006). Buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala Leher. Bab VII, hal 132-156. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia. Jakarta
6. Thapliyal C. G, Sinha C. R, Menon C. P, Chakranarayan S. L. C. A. (2007). Management
of Mandibular Fractures. Available at
http://medind.nic.in/maa/t08/i3/maat08i3p218.pdf.
7. Sjamsuhidajat, Jong W D. (2005). Buku Ajar ilmu bedah, Edisi 2, penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta.
8. Barrera J. E, Batuello T. G. (2010). Mandibular Angle Fractures: Treatment. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/868517-treatment. last update 21 Desember
2010
9. Laub D, R. Facial Trauma, Mandibular Fractures. (2009). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1283150-treatment. last update 21 Desember
2010
10. Fonseca RJ, Walker RV, Oral and Maxillofacial trauma, vol 1, WB Saunders Co.,
Philadelpia, 1991: 359-414, 239, 242-51
11. ArcherWH. Oral and Maxillofacial Surgery. Vol.1. 5nd ed.Philadelphia:WB Saunders
Co. 1975: 250-305.
12. Thoma KH. Oral Surgery. Vol 1. 5d. Ed. Saint Louis:CV Mosby Co. 1969 : 329-65.
13. Mathog RH. Maxillofacial Trauma. Baltimore: William&Wilkins Co.1984 : 136-75.
16
14. MARTINI, et all. Epidemiology of Mandibular Fractures Treated in a Brazilian Level I
Trauma Public Hospital in the City of São Paulo, Brazil. Braz Dent J (2006) 17(3):243-
248
15. Ellis III E, Moos KF, El-Attar A. Ten years of mandibular fractures: An analysis of 2137
cases. Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1985;59:120-129.
17