78
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid) dengan berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis. 1,2 Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur,mata merah (merah sirkumneal) tanpa tahi mata purulen dan pupil kecil atau ireguler. Berdasarkan reaksi radang, uveitis anterior dibedakan tipe granulomatosa dan non granulomatosa. Penyebab uveitis anterior dapat bersifat eksogen dan endogen. Penyebab uveitis anterior meliputi: infeksi, proses autoimun, yang berhubungan dengan penyakit sistemik, neoplastik dan idiopatik. 1 1

Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

All about uveitis hahahaa

Citation preview

Page 1: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid)

dengan berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea

yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan

pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang

disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis

disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan

bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis

posterior atau koroiditis.1,2

Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia

pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang

kabur,mata merah (merah sirkumneal) tanpa tahi mata purulen dan pupil kecil

atau ireguler. Berdasarkan reaksi radang, uveitis anterior dibedakan tipe

granulomatosa dan non granulomatosa. Penyebab uveitis anterior dapat bersifat

eksogen dan endogen. Penyebab uveitis anterior meliputi: infeksi, proses

autoimun, yang berhubungan dengan penyakit sistemik, neoplastik dan idiopatik.1

Pola penyebab uveitis anterior terus berkembang sesuai dengan

perkembangan teknik pemeriksaan laboratorium sebagai sarana penunjang

diagnostik. Lebih dari 75% uveitis endogen tidak diketahui penyebabnya, namun

37% kasus di antaranya ternyata merupakan reaksi imunologik yang berkaitan

dengan penyakit sistemik. Penyakit sistemik yang berhubungan dengan uveitis

anterior meliputi: spondilitis ankilosa, sindroma Reiter, artritis psoriatika,

penyakit Crohn, kolitis ulserativa, dan penyakit Whipple. Keterkaitan antara

uveitis anterior dengan spondilitis ankilosa pada pasien dengan predisposisi

genetik HLA-B27 positif pertama kali dilaporkan oleh Brewerton et al.1,2

Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang. Sekitar 75% merupakan

uveitis anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik

terkait. Di Amerika Serikat, uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga

1

Page 2: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

setelah Retinopati Diabetik dan Degenerasi Macular. Dimana terdapat 2,3 juta

orang penderita uveitis dimana kasus baru ditemukan sebanyak 45.000 pertahun.

Umur penderita biasanya bervariasi antara usia prepubertal sampai 50

tahun. Uveitis dapat terjadi pada semua usia, tetapi kebanyakan terjadi pada usia

20-50 tahun dan menurun insidennya pada usia 70 tahun. Uveitis lebih banyak

ditemukan di negara berkembang dibandingkan dengan di negara maju karena

lebih tingginya prevalensi infeksi yang bisa mempengaruhi mata, seperti

tokoplasmosis dan tuberkulosis di negara berkembang. Uveitis dapat

menyebabkan 10-20% kebutaan. 3,4

Variasi gejala sering dijumpai, hal ini berhubungan dengan faktor

penyebabnya dan dimana kelainan itu terjadi,biasanya pasien datang mengeluh

nyeri ocular, Fotofobia,penglihatan kabur, dan mata merah. Pada pemeriksaan

didapatkan tajam penglihatan menurun, terdapat injeksi siliar, KP, flare, hipopion,

sinekia posterior, tekanan intra okuler bisa meningkat hingga sampai edema

macular.2,3

Komplikasi yang dapat terjadi pada uveitis anterior biasanya terbentuk

sinekia anterior ataupun posterior. Yang dapat mengakibatkan terjadinya

glaukoma sekunder. Manajemen uveitis anterior adalah bertujuan untuk mencegah

kerusakan stuktur dan fungsi mata seperti sinekia anterior, sinekia posterior,

kerusakan pembuluh darah iris, katarak, glaukoma, parut kornea, dan kekeruhan

badan kaca. Perjalanan penyakit dan prognosis uveitis bergantung pada banyak

hal seperti derajat keparahan, lokasi, dan penyebab peradangan. Uveitis anterior

memiliki respon yang cenderung lebih cepat terhadap pengobatan dibandingkan

dengan uveitis intermediet, posterior, atau difus. Prognosis cenderung lebih buruk

apabila retina, koroidm atau nervus optikus juga terkena. 1,3,5

I.2 TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum

mengenai definisi, etiologi dan fisiologi anatomi, patofisiologi dan patogenesis,

manifestasi klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaan serta prognosis dari

uveitis.

BAB II2

Page 3: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid)

dengan berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea

yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. 10

II.2 ANATOMI FISIOLOGI

Uvea terdiri dari : iris, badan siliaris (corpus siliaria) dan koroid. Bagian

ini adalah lapisan vascular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera.

Bagian ini juga ikut memasok darah ke retina. Iris dan badan siliaris disebut juga

uvea anterior sedangkan koroid disebut uvea posterior. 6

Gambar 1. Anatomi mata

Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma

yang membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen

posterior, di tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik

mata depan (camera oculi anterior) dan bilik mata posterior (camera oculi

posterior). Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar

ke dalam bola mata. 6

Secara histologis iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat

lekukan-lekukan dipermukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan

kripa. Didalam stroma terdapat sel-sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh

darah dan saraf.

Dipermukaan anterior ditutup oleh endotel terkecuali pada kripta, dimana

pembuluh darah dalam stroma, dapat berhubungan langsung dengan cairan

dicamera oculi anterior, yang memungkinkan percepatan terjadinya pengaliran

nutrisi ke coa dan sebaliknya. Dibagian posterior dilapisi dengan 2 lapisan epitel,

yang merupakan lanjutan dari epitel pigmen retina, warna iris tergantung dari sel-

3

Page 4: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

sel pigmen yang bercabang yang terdapat di dalam stroma yang banyaknya dapat

berubah-ubah, sedangkan epitel pigmen jumlahnya tetap.6

Didalam iris terdapat otot sfingter pupil (M.Sphincter pupillae), yang

berjalan sirkuler, letaknya didalam sroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saaraf

parasimpatis, N III. Selain itu juga terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator

pupillae), yang berjalan radier dari akar iris ke pupil, letaknya di bagian posterior

stroma dan diurus saraf simpatis. 8

Pasokan darah ke iris adalah dari circulus major iris, kapiler-kapiler iris

mempunyai lapisan endotel yang tidak berlobang. Persarafan iris adalah melalui

serat-serat didalam nervi siliaris. 7

Badan Siliar (Corpus Ciliaris) berbentuk segitiga, terdiri dari 2 bagian

yaitu: pars korona, yang anterior bergerigi, panjangnya kira-kira 2mm dan pars

plana, yang postrior tidak bergerigi panjangnya kira-kira 4 mm. Badan siliaris

berfungsi sebagai pembentuk humor aquous. Badan siliar merupakan bagian

terlemah dari mata. Trauma, peradangan, neoplasma didaerah ini merupakan

keadaan yang gawat. 5

4

Page 5: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Gambar 2. Srkulasi Humour Aquous

Pada bagian pars korona diliputi oleh 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan

dari epitel iris. Bagian yang menonjol (processus ciliaris) berwarna putih oleh

karena tidak mengandung pigmen, sedangkan di lekukannya berwarna hitam,

karena mengandung pigmen. Didalam badan siliaris terdapat 3 macam otot silier

yang berjalan radier, sirkuler dan longitudinal. Dari processus siliar keluar serat-

serat zonula zinii yang merupakn penggantung lensa. Fungsi otot siliar untuk

akomodasi. Kontraksi atau relaksasi otot-otot ini mengakibatkan kontraksi dan

relaksasi dari kapsula lentis, sehingga lensa menjadi lebih atau kurang cembung

yang berguna pada penglihatan dekat atau jauh. Badan siliar banyak mengandung

pembuluh darah dimana pembuluh darah baliknya mengalirkan darah

ke V.vortikosa. Pada bagian pars plana, terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot

dengan pembuluh darah diliputi epitel. 6,7

Koroid adalah suatu membran yang berwarna coklat tua yang terletak

antara sklera dan retina terbentang dari ora serata sampai papil saraf optik. Koroid

kaya pembuluh darah dan berfungsi terutama memberi nutrisi kepada retina

bagian luar.

Badan kaca, mengisi sebagian besar bola mata di belakang lensa, tidak

berwarna, bening dan konsistensinya lunak. Bagian luar merupakan lapisan tipis.

Struktur badan kaca tidak mempunyai pembuluh darah dan menerima nutrisinya

dari jaringan sekitarnya : koroid, badan siliar dan retina.

Retina, adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas serabut-

serabut saraf optik letaknya antara kaca dan koroid. Retina mempunyai ketebalan

sekitar 1 mm terdiri atas 10 lapisan :

- Membran limitan dalam

- Lapisan serabut saraf5

Page 6: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

- Lapisan sel ganglion

- Lapisan pleksiform dalam

- Lapisan nukleus dalam

- Lapisan pleksiform luar

- Lapisan nukleus luar

- Membran limitan luar

- Lapisan batang dan kerucut

- Lapisan epitel pigmen

II.3 KLASIFIKASI UVEITIS BERDASARKAN LOKASINYA

Berdasarkan lokasinya, uveitis dibedakan atas uveitis anterior,

intermediete, posterior dan difus/ panuveitis. Inflamasi iris dan korpus siliaris

anterior (pars plicata), bersama dengan peningkatan permeabilitas vaskuler,

dinamakan iritis atau uveitis anterior. Inflamasi pars plana (korpus siliaris

posterior) dinamakan siklitis atau uveitis intermediet. Inflamasi segmen posterior

(uveitis posterior) menghasilkan sel-sel inflamasi di cairan vitreous. Selain itu

juga terdapat inflamasi koroid atau retina terkait (masing-masing adalah koroiditis

dan retinitis). Panuveitis terjadi ketika uveitis anterior dan posterior terjadi

bersamaan.10

II.3.1 UVEITIS ANTERIOR

II.3.1.1 DEFINISI

Uveitis anterior adalah suatu proses inflamasi intraokular dari

bagian uvea anterior hingga pertengahan vitreus. Penyakit ini dihubungkan

dengan trauma bola mata, dan juga karena berbagai penyakit sistemik

seperti juvenile rheumatoid, artritis, ankylosing spondilitis, Sindrom

Reiter, sarcoidosis, herpes zoster, dan sifilis.9

Uveitis anterior adalah peradangan pada iris (iritis) atau

peradangan pada iris dan badan siliar (iridosiklitis) yang merupakan

bentuk paling sering terjadi dari uveitis. Peradangan yang terjadi sering

dikaitkan dengan adanya penyakit autoimun, tetapi banyak kasus terjadi

pada orang sehat. Penyakit ini hanya menyerang salah satu mata dan

sering terjadi pada usia muda dan pertengahan.11

6

Page 7: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

II3.1.2 ETIOLOGI

Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar yang

dapat berjalan akut maupun kronis. Penyebab dari iritis tidak dapat

diketahui dengan melihat gambaran klinisnya saja. Iritis dan iridisiklitis

dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi imunologik terlambat,

dini atau sel mediated terhadap jaringan uvea anterior. Uveitis anterior

dapat disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara

hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul reaksi alergi mata.5

Penyebab terjadinya uveitis anterior dibagi menjadi beberapa

golongan antara lain: autoimun, infeksi, keganasan, dan lain-lain.

Penyebab autoimun terdiri dari: Juvenile Rheumatoid Arthritis, spondilitis

ankilosa, sindrom Reiter, kolitis ulseratif, uveitis terinduksi-lensa,

sarkoidosis, penyakit Crohn, psoriasis. Penyebab infeksi terdiri dari:

sipilis, tuberkulosis, lepra (Morbus Hansen), herpes zooster, herpes

simpleks, onkoserkiasis, adenovirus, leptospirosis. Untuk penyebab

keganasan terdiri dari: Sindrom Masquerade, retinoblastoma, leukemia,

limfoma, melanoma maligna. Sedangkan yang lainnya berasal dari:

idiopatik, uveitis traumatika, ablatio retina, Fuchs' Heterochromic

Iridocyclitis, dan krisis glaukomatosiklitik (sindrom Posner-Schlossman).3

Terjadinya uveitis anterior juga berhubungan dengan beberapa

penyakit sistemik, antara lain: Spondyloarthritides, Crohn's disease,

Sarcoidosis, Behcet's disease Hypersensitivity reactions, Tubulointerstitial

nephritis ,Juvenile rheumatoid arthritis, Kawasaki disease, multiple

sclerosis, and relapsing polychondritis, Multiple sclerosis,Relapsing

polychondritis, Sjögren's syndrome, Systemic lupus erythematosus,

Systemic vasculitis, Granulomatous angiitis of the central nervous, Vogt-

Koyanagi-Harada syndrome, AIDS, Blau syndrome.5,9,10

Berdasarkan spesifitas penyebab: Penyebab spesifik (infeksi)

Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi,ataupun parasit yang spesifik.

Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas

Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau

7

Page 8: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

antigen yang masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen

antibodi dengan predileksi pada traktus uvea.

Berdasarkan asalnya: Eksogen Pada umumnya disebabkan oleh

karena trauma, operasi intra okuler, ataupun iatrogenik. Secara endogen,

dapat disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau

agen lain dari dalam tubuh pasien, misalnya infeksi tuberkulosis, Herpes

simpleks, dan sebagainya.2

Penyebab uveitis anterior nongranulomatosa akut antara lain

adalah trauma, diare kronis, penyakit Reiter, Herpes simpleks, sindrom

Behcet, sindrom Posner Schlosman, pascabedah, infeksi adenovirus,

parotitis, influenza, dan chlamydia. Uveitis nongranulomatosa kronis dapat

disebabkan oleh artritis reumatoid dan Fuchs heterokromik iridosiklitis.

Sedangkan uveitis granulomatosa akut dapat terjadi akibat sarkoiditis,

sifilis tuberculosis, virus, jamur (histoplasmosis), atau parasit

(toksoplasmosis).1

Uveitis yang disebabkan oleh toksoplasmosis dan toksocariasis

dikaitkan dengan hewan peliharaan. Penyakit menular seksual juga

dikaitkan dengan uveitis anterior seperti adanya riwayat sifilis, sindrom

Reiter, atau HIV menandakan risiko yang signifikan. Beberapa penyakit

infeksi lokal seperti masalah gigi, telinga, tenggorokan, traktus

urogenitalis, traktus digestivus, kulit, dan lain-lain juga dapat

menyebabkan uveitis anterior. 9

II.3.1.3 PATOFISIOLOGI

Radang akut pada jaringan ini diawali dengan dilatasi pembuluh

darah kecil yang kemudian diikuti eksudasi, sehingga jaringan iris edema,

pucat dan refleks menjadi lambat sampai terhenti sama sekali. Eksudasi

fibrin dan sel radang masuk ke bilik mata depan, maka akuos humor

menjadi keruh dinamakan flare dan sel positif. Bila sel radang

menggumpal dan mengendap di bagian bawah bilik mata depan

dinamakan hipopion, dan bila mengendap di endotel kornea dinamakan

keratik presipitat. 14

8

Page 9: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek

langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik

biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang

dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi

mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar mata. Uveitis yang

berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitifitas

terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam badan

(antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba

yang infeksius .Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama

setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme

hipersensitivitas. 1,9

Reaksi hipersensitivitas tipe III menyebabkan kerusakan jaringan

dengan presipitasi dan deposisi dari kompleks imun. Kompleks antigen-

antibodi dapat memulai kaskade komplemen yang melibatkan makrofag,

neutrofil, dan platelet, yang menimbulkan kerusakan jaringan. Trakus uvea

dengan vaskularisasi tinggi, dikatakan mendapat suplai darahnya dari

korteks renal. Kompleks imun dapat menumpuk di glomerulus ginjal, oleh

karena itu kompleks imun juga dapat menumpuk di uvea. Sistemik Lupus

Eritematosus (SLE), retinopati, sklerouveitis reumatoid, sarcoidosis,

uveitis kronik idiopatik, sindrom Behcet, artritis reumatoid, Wegener’s

granulomatosis, dan uveitis terinduksi lensa dapat disebabkan karena

adanya reaksi hipersensitivitas tipe III. Pembentukan kompleks antigen-

antibodi juga dapat menjadi mekanisme untuk menghilangkan antigen dari

peredaran atau untuk menekan penyakit. Pada pasien vaskulits retina

ringan telah dilaporkan titer dari kompleks imun tinggi sedangkan pada

inflamasi berat didapatkan serum titer yang rendah. 17

Pada sebagian besar kasus uveitis, tipe hipersensitivitas yang

berperan masih belum jelas. Uveitis berhubungan dengan reaksi

hipersensitivitas yang dapat dikategorikan sebagai adanya antigen eksogen

(berasal dari lingkungan) dan endogen (berasal dari dalam). Antigen

eksogen (enviromental antigens). dihubungkan dengan alergen debu,

9

Page 10: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

makanan, tanaman, hewan (kucing, ulat, tarantula, sengatan lebah). Reaksi

hipersensitivitas tipe I (tipe cepat) sering disebut sebagai reaksi yang

berperan dengan melepaskan mediator radang dan manifestasinya injeksi

konjungtiva, kemosis dan edema kornea. Namun hubungan antara alergi

kontak dengan insiden uveitis tidak signifikan. Penyebab infeksi yang

sering pada uveitis (tuberculosis, sifilis, toksoplasmosis), namun hubungan

dengan reaksi hipersensitivitas jarang dikenali secara klinis. Ada

kemungkinan terjadi rangsangan multipel yang memulai infeksi inflamasi

uvea. Uveitis mungkin dapat terjadi karena replikasi mikroba atau adanya

reaksi hipersensitivitas pada tubuh. 17

Antigen endogen menyebabkan terjadi inflamasi intraokuler.

Phacoantigenic uveitis merupakan bentuk uveitis granulomatosa yang

diikuti dengan gangguan lensa yang biasanya disebabkan karena trauma

atau postoperasi intraokuler. Phacoantigenic uveitis tampaknya

merupakan penyakit kompleks imun (reaksi hipersensitivitas tipe III) dan

tingkat keparahan penyakit didasarkan pada titer antibodi. Sympathetic

ophthalmia merupakan bentuk panuveitis bilateral granulomatosa yang

terjadi setelah terjadi cedera pada satu mata dan cedera ini dapat

menyebabkan kelainan pada mata lainnya (fellow eye). Penyebab yang

sering disebutkan karena adanya autoimun melawan melanin uveal,

melanosit uveal, epitel pigmen retina, atau antigen retina. Reaksi

hipersensitivitas tipe II (sitotoksik antibodi) atau tipe IV (tipe lambat (cell

mediated hyoersensitivity) yang terlibat dalam patogenesis penyakit ini,

dimana terdapat antimelanin autoantibodi dan limfosit sensitif melanin di

darah perifer. Serum antibodi atas antigen retina ditemukan sebagai

perantara penyakit ini. 17

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood

Aqueous Barrrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel

radang dalam humor akuos yang tampak pada slitlamp sebagai berkas

sinar yang disebuit flare (aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk

menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru mengakibatkan perlekatan-

10

Page 11: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia

posterior). 1,11

Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma

dapat membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel

pada permukaan endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula

terjadi pada tepi pupil disebut koeppe nodules, bila di permukaan iris

disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa

dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat

sedemikian banyak sehingga menimbulkan hipopion.1,3

Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil

akan miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat

terjadi seklusio maupun oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera

okuli posterior tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan

dalam dalam camera okuli posterior lebih besar dari tekanan dalam camera

okuli anterior sehingga iris tampak menggelembung ke depan yang disebut

iris bombe (Bombans). 1,11

Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar

menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan

sel-sel radang dapat berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga

terjadi penutupan kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder. Pada

fase akut terjadi glaucoma sekunder karena gumpalan – gumpalan pada

sudut bilik depan,sedang pada fase lanjut glaucoma sekunder terjadi

karena adanya seklusio pupil. Naik turunnya bola mata disebutkan pula

sebagai peran asetilkolin dan prostaglandin. 1,3

II.3.1.4 KLASIFIKASI UVEITIS ANTERIOR

Berdasarkan klasifikasi, uveitis anterior dibagi dalam dua

kelompok, yaitu iritis dimana inflamasi umumnya mengenai iris dan

iridocyclitis diamana mengenai dari iris dan bagian anterior dari korpus

ciliaris.11

Berdasarkan asal nya uveitis anterior dibedakan menjadi, uveitis

eksogen dan uveitis endogen. Uveitis eksogen pada umumnya dikarenakan

11

Page 12: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

oleh trauma, operasi intra okuler, ataupun iatrogenik. Sedangkan uveitis

endogen dapat disebabkan oleh fokal ifeksi di organ lain maupun reaksi

autoimun. Secara klinis (menurut cara timbul dan lama perjalanan

penyakitnya) uveitis anterior dibedakan menjadi uveitis anterior akut dan

uveitis anterior kronis. Uveitis anterior akut biasanya timbulnya mendadak

dan perjalanan penyakitnya kurang dari 5 minggu. Sedangkan yang kronik

mulainya berangsur-angsur, dan perjalanan penyakitnya dapat berbulan-

bulan maupun tahunan. 9

Berdasarkan patologi dapat dibedakan 2 jenis uveitis anterior, yaitu

granulomatosa dan non granulomatosa. Pada jenis non granulomatosa

umumnya tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena berespon

baik terhadap terapi kortokosteroid diduga peradangan ini semacam

fenomena hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama dibagian anterior

traktus yakni iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang dengan

terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup

banyak dan sedikit sel mononuclear. Pada kasus berat dapat terbentuk

bekuan fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.1,9

Sedangkan pada uveitis granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme

penyebab (misal Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii). Meskipun begitu patogen ini jarang ditemukan dan

diagnosis etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat mengenai sembarang traktus uvealis namun lebih sering

pada uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel epithelial dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang

terkena. Deposit radang pada permukaan posterior kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel epiteloid. Diagnosis etiologi

spesifik dapat ditegakkan secara histologik pada mata yang dikeluarkan dengan menemukan kista toxoplasma, basil tahan asam

tuberculosis, spirocheta pada sifilis, tampilan granuloma khas pada sarcoidosis atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab

spesifik lainnya.9

Tabel 1. Perbedaan uveitis granulomatosa dan nongranulomatosa3

Non granulomatosa Granulomatosa

Onset Akut Tersembunyi

Sakit Nyata Tidak ada atau ringan

Fotofobia Nyata Ringan

12

Page 13: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Penglihatan

kabur

Sedang Nyata

Merah

sirkumkorneal

Nyata Ringan

Perisipitat

keratik

Putih halus Kelabu besar

Pupil Kecil dan tak teratur Kecil dan tak teratur

(bervariasi)

Synechia

posterior

Kadang-kadang Kadang-kadang

Nodul iris Kadang-kadang Kadang-kadang

Tempat Uvea anterior Uvea posterior dan posterior

Perjalanan Akut Menahun

Rekurens Sering Kadang-kadang

Klasifikasi uveitis anterior berdasarkan ICD-9-CM dibagi atas:

Beberapa keadaan yang menyebabkan tanda dan gejala yang

berhubungan dengan uveitis anterior akut, yaitu:9,10

1. Traumatic Anterior Uveitis

Trauma merupakan salah satu penyebab Uveitis Anterior, biasanya

terdapat riwayat truma tumpul mata atau adneksa mata. Luka lain seperti

luka bakar pada mata, benda asing, atau abrasi kornea dapat menyebabkan

terjadinya Uveitis Anterior. Visual aquity dan tekanan intraocular mungkin

terpengnaruh, dan mungkin juga terdapat darah pada anterior chamber. 

2. Idiopathic Anterior Uveitis

Istilah idiopatik dipergunakan pada Uveitis Anterior dengan

etiologi yang tidak diketahui apakah merupakan kelainan sistemik atau

traumatic. Diagnosis ini ditegakan sesudah menyingkirkan penyebab lain

dengan anamnesis dan pemeriksaan.

13

Page 14: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

3. HLA-B27 Associated Uveitis

HLA-B27 mengacu pada spesifik genotype atau chromosome.

Mekanisme pencetus untuk Uveitis Anterior pada pasien

dengan genotype seperti ini tidak diketahui. Ada hubungan yang kuat

dengan ankylosing spondylitis, sindrom Reiter, Inflamatory bowel disease,

psoariasis, arthritis, dan Uveitis Anterior yang berulang. 

4. Behcet’s Diseases/síndrome

Sebagian besar menyerang laki-laki dewasa muda dari bangsa

mediterania atau jepang. Terdapat trias penyakit Behcets, yaitu akut

Uveitis Anterior dan ulkus pada mulut dan genital. Penyakit behcet yang

menyebabkan Uveitis Anterior akut adalah sangat langka. 

5. Lens Associated Anterior Uveitis

Ada beberapa keadaan yang ditemukan pada peradangan anterior

chamberdan penyebab yang disebabkan oleh keadaan lensa, yaitu : phaco-

anaphylactic andhopthalmitis dan phacogenic (phacotoksik) uveitis;

phacolitic glaukoma; dan UGH syndrome ( Uveitis, Glaukoma dan

Hifema).

6. Masquerade síndrome

Merupakan keadaan yang mengancam, seperti lymphoma,

leukemia, retinoblastoma, dan malignant melanoma dari choroid, dapat

menimbulkan Uveitis Anterior. Keadaan seperti retinal detachment dan

benda asing di intraokular juga dapat disertadi peradangan pada anterior

chamber.

Beberapa keadaan yang dapat menghasilkan tanda dan gejala yang

terdapat pada diagnosis Uveitis Anterior kronik adalah :9,10

1. Juvenile Rheumatoid Arthritis

Juvenile Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit artritis

seronegatif kronis yang terjadi pada anak-anak kurang dari 16 tahun,

dengan peradangan yang terjadi setidaknya 3 bulan, idiopatik, yang dapat

sebagai penyakit sistemik dengan demam dan limfoadenopati, artritis

pausiartikular atau poliartikular

14

Page 15: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Anterior Uveitis terjadi pada penderita JRA yang mengenai

beberapa persendian. Karena kebanyakan dari pasien JRA adalah positif

dengan test ANA ( Anti Nuklear Antibody ), yang merupakan

pemeriksaan adjuvant. JRA lebih banyak mengenai anak perempuan

dibanding anak lelaki. Merupakan suatu anjuran pada semua anak yang

menderita JRA untuk diperiksa kemungkinan terdapatnya Uveitis

Anterior. Pada pasien ini mata tampak berwarna putih, hal ini tidak biasa

pada iritis, namun didapatkan tanda lain dari uveitis anterior, karena

uveitis bersifat kronis maka dapat timbul katarak dan glaukoma baik

sebagai akibat dari uveitis dan akibat penggunaan tetes mata steroid untuk

mengobati uveitis. Sekitar 70% kasus menyerang bilateral.

Gambar 3, Sinekia Anterior pada Pasien dengan Uveitis yang Mempunyai JRA

2. Anterior Uveitis Associated with Primary Posterior Uveitis

Penyakit sistemik, seperti sarcoidosis, toksoplamosis, sipilis,

tuberculosis, herpes zoster, cytomegalovirus, dan AIDS mungkin saja

terlibat dalam Uveitis Anterior baik primer ataupun sekunder dari uveitis

posterior. Permasalahan posterior lainnya seperti ablasio retina dapat

menyebabkan sel dan flare pada bilik mata depan.

3. Fuch’s Heterochromatic Iridocyclitis

Merupakan suatu penyakit kronik, biasanya asimptomatik, terdapat

2% pasien Uveitis Anterior. Hilangnya pigmen stroma iris sering

menghasilkan “heterokromia” halus pada mata. Peradangan yang terjadi

ringan dan jarang berespon terhadap pengobatan.

Uveitis kronis langka yang sering ditemukan pada dewasa muda,

penyebab masih belum jelas dan tidak berhubungan dengan penyakit

sistemk. Pasien tidak selalu menunjukan riwayat iritis yang khas, keluhan

awal dapat berupa penglihatan kabur dan floater. Gambaran uveitis

15

Page 16: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

anterior ringan tanpa ada tanda inflamasi konjungtiva dan tidak ada sinekia

posterior. Terdapat keratik presipitat yang terdistribusi merata pada

kornea. Iris heterokromik karena hilangnya beberapa sel pigmen epitel.

Vitreous dapat mengalami inflamasi dan dapat ditemukan kondensasi

(penyebab floater). Sekitar 70% pasien akan mengalami katarak.

Glaukoma jarang terjadi.

II.3.1.5 MANIFESTASI KLINIS

Keluhan subyektif yang menyertai uveitis anterior adalah nyeri,

terutama di bulbus okuli, sakitnya spontan atau pada penekanan di daerah

badan siliar, sakit kepala di kening yang menjalar ke temporal, fotofobia,

bervariasi dan dapat demikian hebat pada uveitis anterior akut, lakrimasi

yang terjadi biasanya sebanding dengan derajat fotofobia, gangguan visus

dan bersifat unilateral. 

Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan

penekanan saraf siliar bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau hilang

timbul. Lokalisasi nyeri bola mata, daerah orbita dan kraniofasial. Nyeri

ini disebut juga nyeri trigeminal. Intensitas nyeri tergantung hiperemi

iridosiliar dan peradangan uvea serta ambang nyeri pada penderita,

sehingga sulit menentukan derajat nyeri.5,13

Fotofobia disebabkan spasmus siliar dan kelainan kornea bukan

karena sensitif terhadap cahaya. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf

pada kornea dan siliar, jadi berhubungan erat dengan fotofobia. Pada

uveitis anterior kronik, gejala subyektif ini hampir tak ada atau ringan.5,13

Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan sedang, berat, atau

hilang timbul, tergantung penyebab. Uveitis anterior akut disebabkan oleh

pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos, dan badan kaca

depan karena eksudasi sel radang dan fibrin. Uveitis anterior residif atau

kronis, disebabkan oleh kekeruhan lensa, badan kaca, dan kelainan kornea

seperti edema, lipatan Descemet, vesikel epitel dan keratopati. Edema

kornea akibat glaukoma sekunder dapat mengalami kalsifikasi. Pada

16

Page 17: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

infeksi herpes simpleks terdapat edema menetap disertai neovaskularisasi

stroma perifer dan pannus kornea. 5,13

Riwayat yang berhubungan dengan uveitis adalah usia, kelamin,

suku bangsa penting untuk di catat karena dapat memberikan petunjuk ke

arah diagnosis uveitis tertentu. Riwayat pribadi tentang penderita, yang

utama adalah adanya hewan peliharaan seperti anjing dan kucing, serta

kebiasaan memakan daging atau sayuran yang tidak dimasak termasuk

hamburger mentah. Hubungan seks diluar nikah untuk menduga

kemungkinan terinfeksi oleh STD atau AIDS. Penggunaan obat-obatan

untuk penyakit tertentu atau narkoba (intravenous drug induced), serta

kemungkinan tertular penyakit infeksi menular (seperti Tbc) dan

terdapatnya penyakit sistemik yang pernah diderita. Riwayat tentang mata

didapatkan apakah pernah terserang uveitis sebelumnya atau pernah

mengalami trauma tembus mata atau pembedahan.15

Gejala Obyektif, pemeriksaan dilakukan dengan slit lamp,

oftalmoskop direk dan indirek, bila diperlukan angiografi fluoresen atau

ultrasonografi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus umumnya normal

atau berkurang sedikit, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, serta kornea

keruh karena udem dan keratik presipitat. Hasil yang mungkin didapatkan

dari pemeriksaan antara lain:

Hiperemi Konjungtiva

Gambaran merupakan hiperemi pembuluh darah siliar sekitar

limbus. Pada uveitis anterior akut, hiperemi merupakan tanda

patognomonik dan gejala dini. Bila hebat, hiperemi dapat meluas sampai

pembuluh darah konjungtiva. Pada uveitis anterior hiperakut, selain dari

hiperemi, dapat disertai gambaran skleritis dan keratitis marginalis.

Hiperemi sekitar kornea disebabkan oleh peradangan pada pembuluh darah

siliar depan dengan refleks aksonal dapat difusi ke pembuluh darah badan

siliar.

Perubahan Kornea

Keratik presipitat

17

Page 18: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Keratik presipitat merupakan kumpulan sel-sel yang menempel

pada endotel kornea, biasanya di bagian bawah. Terjadi karena

pengendapan agregasi sel radang dalam bilik mata depan pada endotel

kornea akibat aliran konveksi akuos humor, gaya berat dan perbedaan

potensial listrik endotel kornea.

Pada uveitis non granulomatosa, keratik presipitat berukuran kecil

dan sedang berwarna putih. Pada uveitis granulomatosa, keratik presipitat

besar-besar dan lonjong dan dapat menyatu membentuk bangunan yang

lebih besar, sehingga dapat mencapai diameter 1mm. Lokasi dapat di

bagian tengah dan bawah dan juga difus.

Keratik presipitat dapat dibedakan menjadi baru (bundar dan

berwarna putih) dan lama (mengkerut, berpigmen, lebih jernih). Jenis

selnya dapat berupa lekosit berinti banyak dengan kemampuan aglutinasi

rendah, halus keabuan. Limfosit dengan kemampuan aglutinasi sedang

membentuk kelompok kecil bulat batas tegas, putih. Makrofag dengan

kemampuan aglutinasi tinggi tambahan lagi sifat fagositosis membentuk

kelompok lebih besar dikenal sebagai “mutton fat”. Ukuran sel halus dan

banyak terdapat pada iritis dan iridosiklitis akut, retinitis/koroiditis, uveitis

intermedia.

Uveitis anterior akut dengan etiologi penyakit sendi dan infeksi

fokal. Keratik presipitat kecil dan hanya beberapa, terdapat pada Sindrom

Posner-Schlossman. “Mutton fat” keabuan dan agak basah. Terdapat pada

uveitis granulomatosa disebabkan oleh tuberkulosis, sifilis, lepra, Vogt-

Koyanagi-Harada dan simpatik oftalmia. Juga ditemui pada uveitis non

granulomatosa akut dan kronik yang berat.

Mutton fat dibentuk oleh makrofag yang bengkak oleh bahan

fagositosis dan set epiteloid berkelompok atau bersatu membentuk

kelompok besar. Semakin lama membesar, menipis dan berpigmen akibat

fagositosis pigmen uvea, dengan membentuk daerah jernih padaendotel

kornea. Pengendapan Mutton fat sulit mengecil dan sering menimbulkan

18

Page 19: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

perubahan endotel kornea membentuk gambaran gelang keruh di tengah

karena pengendapan pigmen dan sisa hialin sel.

Gambar 4. Keratik presipitat “mutton fat”

Tabel 2. Berat Ringannya Flare dan Sel

Grade Flare Sel

0 tidak ada tidak ada

1+ Faint Flare (sulit dideteksi) 5-10 sel /l apang pandang

2+ Moderate Flare (detail iris dan lensa masih

tampak)

11-20 sel / lapang pandang

3+ Marked Flare (iris dan lensa diselimuti

kekeruhan)

21-50 sel / lapang pandang

4+ Intense Flare (penggumpalan fibrin pada

humur aquos)

>50 sel / lapang pandang

Kelainan kornea

Pada uveitis anterior akut, keratitis dapat terjadi bersamaan dengan

keratouveitis dengan etiologi tuberkulosis, sifilis, lepra, herpes simpleks,

herpes zoster atau reaksi uvea sekunder terhadap kelainan kornea.

Sedangkan pada uveitis anterior kronik dapat terjadi edema kornea yang

disebabkan oleh perubahan endotel dan membran Descemet dan

19

Page 20: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

neovaskularisasi kornea. Gambaran edema kornea berupa lipatan

Descemet dan vesikel pada epitel kornea.

Kekeruhan bilik mata

Kekeruhan dalam bilik mata depan dapat disebabkan oleh

meningkatnya kadar protein, sel, dan fibrin.

Efek Tyndall

Efek Tyndall menunjukkan ada atau menetapnya peradangan

dalam bola mata. Pada uveitis anterior akut terjadi kenaikan jumlah sel

dalam bilik depan mata sebanding dengan derajat peradangan dan

penurunan jumlah sel sesuai dengan penyembuhan pada pengobatan

uveitis anterior. Pada uveitis anterior kronik, terdapat efek Tyndall

menetap dengan beberapa sel menunjukkan telah terjadi perubahan dalam

permeabilitas pembuluh darah iris. Bila terjadi peningkatan efek Tyndall

disertai dengan eksudasi sel, hal ini menunjukkan adanya eksaserbasi

peradangan.

Sel

Sel radang berasal dari iris dan badan siliar. Pengamatan sel akan

terganggu bila efek Tyndall hebat. Pemeriksaan dilakukan dengan slit

lamp dalam ruangan gelap dengan celah 1 mm dan tinggi celah 3 mm

dengan sudut 45°. Kemudian dapat dibedakan sel yang terdapat dalam

bilik mata depan. Jenis- jenis sel, antara lain:

– limfosit dan sel plasma : bulat, mengkilap putih keabuan.

– makrofag : lebih besar, warna tergantung bahan yang difagositosis.

– sel darah : berwarna merah.

– pigmen : kecil dan coklat.

Fibrin

Dalam humor akuos berupa gelatin dengan sel, berbentuk benang

atau bercabang, wama kuning muda, jarang mengendap pada

kornea.Terdapat pada iridosiklitis akut dan berat karena eksudasi fibrin ke

dalam bilik depan mata (iritis plastik).

Hipopion

20

Page 21: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Merupakan pengendapan sel radang pada sudut bilik mata depan

bawah. Pengendapan terjadi bila derajat sel dalam bilik depan lebih dari

4+. Hipopion dapat ditemui pada uveitis anterior hiperakut dengan sebutan

sel lekosit berinti banyak, biasanya karena rematik, juga pada penyakit

Behcet, dan fakoanafilaktik.

Hipopion harus dibedakan dari pseudohipopion yang juga disebut

pada kelompok sindrom Masquerade. Untuk membedakan harus dilakukan

pemeriksaan dengan pupil yang telah dilebarkan dengan midriatik.

Sindrom Masquerade disebabkan oleh iridoskisis, atrofi iris esensial,

limfoma maligna, leukemi, sarkoma sel retikulum, retinoblastoma,

pseudoeksfoliatif dan tumor metastasis.

Hiperemi Iris

Merupakan gejala bendungan pada pembuluh darah iris. Edema

dan eksudasi pada stroma iris, keadaan ini dipermudah karena iris kaya

dengan pembuluh darah sehingga struktur iris normal hilang dan gambaran

iris kusam coklat keabuan. Gambaran bendungan dan pelebaran pembuluh

darah iris kadang-kadang tidak terlihat karena ditutupi oleh eksudasi sel.

Miosis pupil atau ireguler

Pupil mengecil karena edema dan pembengkakan stroma iris

karena iritasi akibat peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil

terhadap cahaya lambat disertai nyeri. Pembengkakan iris merupakan hasil

dari pelepasan prostaglandin yang menyebabkan pupil berkonstriksi.

Pengecualin pada pasien dengan uveitis herpetic akan memberi gambaran

pupil yang dilatasi. Pupil pada pasien dengan uveitis anterior sering

ireguler dan fixed karena perkembangan dari sinekia posterior.

Nodul iris

Nodul tidak sesuai karena pengendapan agregasi sel dalam stroma

tidak selalu menimbulkan kerusakan jaringan. Dibentuk oleh limfosit, sel

plasma dan jarang makrofag. Dapat ditemui pada iritis atau iridosiklitis

kronik. Nodul iris tidak selalu menunjukkan peradangan granulomatosa.

Nodul Koeppe

21

Page 22: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Lokasi di pinggir pupil, banyak, menimbul, bundar, ukuran kecil,

jernih, warna putih keabuan.

Nodul Busacca

Merupakan agregasi sel yang terjadi pada stroma iris, terlihat

scbagai benjolan putih pada permukaan depan iris. Juga dapat ditemui

bentuk kelompok dalam liang setelah mengalami organisasi dan

hialinisasi. Nodul Busacca merupakan tanda uveitis anterior

granulomatosa.

Gambar 5. Uveitis anterior dengan nodul Busacca pada permukaan iris dan sedikit

“mutton fat” pada aspek inferior.

Granuloma iris

Lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan nodul iris.

Granuloma iris merupakan kelainan spesifik pada peradangan

granulomatosa seperti tuberkulosis, lepra dan lain-lain. Ukuran lebih besar

dari kelainan pada iris lain. Terdapat hanya tunggal, tebal padat,

menimbul, warna merah kabur, dengan vaskularisasi dan menetap. Bila

granuloma hilang akan meninggalkan parut karena proses hialinisasi dan

atrofi jaringan.

Sinekia iris

Merupakan perlekatan iris dengan struktur yang berdekatan pada

uveitis anterior karena eksudasi fibrin dan pigmen, kemudian mengalami

proses organisasi sel radang dan fibrosis iris.

Sinekia posterior

22

Page 23: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Merupakan perlekatan iris dengan kapsul depan lensa.

Perlengketan dapat berbentuk benang atau dengan dasar luas dan tebal.

Bila luas akan menutupi pupil, dengan pemberian midriatika akan

berbentuk bunga. Bila eksudasi fibrin, membentuk sinekia seperti cincin;

bila seklusi sempurna, akan memblokade pupil (iris bombe). Kelainan ini

dapat dijumpai pada uveitis granulomatosa atau nongranulomatosa, lebih

sering bentuk akut dan subakut, dengan fibrin cukup banyak. Ditemui juga

pada bentuk residif bila efek Tyndall berat.

Pada uveitis anterior akut belum terjadi proses organisasi, sehingga

sinekia posterior lebih mudah lepas dengan midriatika, dengan

meninggalkan jejak pigmen sedikit banyak pada kapsul depan lensa.

Sedangkan pada uveitis anterior kronik, sinekia posterior dibentuk oleh

jaringan fibrotik keabuan tanpa distorsi pupil tetapi dengan perubahan

pinggir pupil.

Sinekia anterior

Perlekatan iris dengan sudut irido-kornea, yang jelas terlihat

dengan gonioskopi. Sinekia anterior timbul karena pada permulaan blok

pupil sehingga akar iris maju ke depan menghalangi pengeluaran akuos,

edema dan pembengkakan pada dasar iris, sehingga setelah terjadi

organisasi dan eksudasi pada sudut iridokornea menarik iris ke arah sudut.

Sinekia anterior bukan merupakan gambaran dini dan determinan uveitis

anterior, tetapi merupakan penyulit peradangan kronik dalam bilik depan

mata.

Oklusi pupil

Ditandai dengan adanya blok pupil oleh seklusi dengan membran

radang pada pinggir pupil. Pada uveitis anterior akut terjadi eksudasi

protein dalam bilik depan mata disertai tarikan hebat daerah pupil.

Sedangkan pada uveitis anterior kronik terjadi proses organisasi sehingga

membran radang berubah menjadi membran fibrotik dengan

neovaskularisasi. Pada kasus yang berat karena kontraksi dan retraksi

23

Page 24: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

membran fibrovaskular dapat menyebabkan eversi epitel pigmen sehingga

terjadi ektropion uvea.

Atrofi iris

Merupakan degenerasi tingkat stroma dan epitel pigmen belakang.

Atrofi iris dapat difus, bintik atau sektoral. Atrofi iris sektoral terdapat

pada iridosiklitis akut disebabkan oleh virus, terutama herpetik.

Kista iris

Jarang dilaporkan pada uveitis anterior. Penyebabnya antara lain

kecelakaan, bedah mata dan insufisiensi vaskular. Kista iris melibatkan

stroma yang dilapisi epitel seperti pada epitel kornea.

Perubahan sel lensa

Dikenal 3 bentuk perubahan pada lensa akibat uveitis anterior,

yaitu: pengendapan sel radang, pigmen dan kekeruhan lensa.

Pengendapan sel radang

Akibat eksudasi ke dalam akuos di atas kapsul lensa terjadi

pengendapan pada kapsul lensa. Pada pemeriksaan slit lamp ditemui

kekeruhan kecil putih keabuan, bulat, menimbul, tersendiri atau

berkelompok pada permukaan lensa.

Pengendapan pigmen

Bila terdapat kelompok pigmen yang besar pada permukaan kapsul

depan lensa, menunjukkan bekas sinekia posterior yang telah lepas.

Sinekia posterior yang menyerupai lubang pupil disebut cincin dari

Vossius.

Perubahan kejernihan lensa

Kekeruhan lensa disebabkan oleh toksik metabolik akibat

peradangan uvea dan proses degenerasi-proliferatif karena pembentukan

sinekia posterior. Luas kekeruhan tergantung pada tingkat perlengketan

lensa-iris, hebat dan lamanya penyakit. Pada uveitis anterior kronik, terjadi

perubahan degeneratif di depan kapsul depan dan subkapsul belakang.

Predileksi daerah sentral menunjukkan telah timbul reaksi hipersensitivitas

daerah lensa tersebut terhadap stimuli toksik metabolik. Kekeruhan

24

Page 25: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

subkapsul belakang dapat disebabkan pemberian kortikosteroid lokal atau

sistemik. Kekeruhan lensa (katarak) sering merupakan penyulit uveitis

anterior kronik atau residif. Reaksi radang pada uveitis anterior lebih

sering mempercepat kekeruhan pada katarak senilis.

Perubahan dalam badan kaca

Kekeruhan badan kaca timbul karena pengelompokan sel, eksudat

fibrin dan sisa kolagen, di depan atau belakang, difus, berbentuk debu,

benang, menetap atau bergerak. Agregasi terutama oleh sel limfosit,

plasma dan makrofag.

Perubahan tekanan bola mata

Tekanan bola mata pada uveitis anterior dapat rendah (hipotoni),

normal atau meningkat (hipertoni).

Hipotoni

Pada uveitis anterior akut, hipotoni timbul karena sekresi badan

siliar berkurang karena peradangan. Pada uveitis anterior kronik, hipotoni

menetap karena perubahan badan siliar dan dapat mengakibatkan atrofi

bola mata.

Normotensi

Menunjukkan berkurangnya peradangan dan perbaikan bilik depan

mata.

Hipertoni

Hipertoni dini ditemui pada uveitis hipertensif akibat blok pupil

dan sudut irido-kornea oleh sel radang dan fibrin yang menyumbat saluran

Schlemm dan trabekula. Hipertoni dijumpai juga pada uveitis disebabkan

oleh virus herpes simpleks, zoster dan sindrom Posner Schlossman.

Tabel 3.   Pembagian Uveitis Anterior secara klinis* *

Ringan Sedang Berat

Keluhan ringan sampai

sedang

VA 20/20 to 20/30

Kemerahan sirkumkornel

Keluhan sedang sampai

berat

VA from 20/30 to 20/100

Kemerahan sirkumkornel

Keluhan sedang sampai

berat

VA < 20/100

Kemerahan sirkumkornel

25

Page 26: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

superficial

Tidak ada KPs (keratic

presipitat)

1+ cells and flare

tekanan intraokuler

berkurang < 4 mmHg

dalam

Tampak KPs

1-3+ cells and flare

Miotic, sluggish pupil

Sinekia posterior ringan

Udem iris ringan

tekanan intraokuler

berkurang 3-6 mm Hg

Anterior virtreous cells

dalam

Tampak KPs

3-4+ cells and flare

pupil terfiksir

Sinekia posterior (fibrous)

Tidak tampak kripte pada

iris

tekanan intraokuler

meningkat

cells anterior sedang

sampai berat

* Reprinted with permission. Catania LJ. Primary care of the anterior

segment,2nd ed. Norwalk, CT: Appleton & Lange, 1995:371.

II.3.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG9

Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran

mengenai penyebab uveitis. Pada pemeriksaan darah, yaitu Differential

count, eosinofilia: kemungkinan penyebab parasit atau alergi, VDRL,

FTA, Autoimun marker (ANA, Reumatoid factor,  Antidobble Stranded

DNA), Calcium, serum ACE level (sarcoidosis), Toxoplasma serologi dan

serologi TORCH lainnya. Pemeriksaan urin berupa kalsium urin 24 jam

(sarcoidosis) dan Kultur (bechet’s reitters). Pemeriksaan Radiologi, yaitu

Foto thorax (Tbc, Sarcoidosis, Histoplasmosis), Foto spinal dan sendi

sacroiliaka (Ankylosing sponfilitis), Foto persendian lainya (Reumatoid

arthritis, juvenile rheumatoid arthritis) dan Foto tengkorak, untuk melihat

adakah kalsifikasi cerebral (toxoplasmosis)

Skin Test, yaitu Mantoux test, untuk Tbc, Pathergy test,

untuk Bechet’s disease akan terjadi peningkatan sensivitas kulit terhadap

trauma jarum pada pasien bila disuntikkan 0,1 ml saline intradermal dalam

18-24 jam kemudian terjadi reaksi pustulasi. Pemeriksaan-pemeriksaan

tersebut diperlukan untuk mengetahui etiologi secara spesifik, bila 

26

Page 27: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

dicurigai adanya kecurigaan penyakit sistemik, Uveitis rekuren, Uveitus

bilateral, Uveitis berat, Uveitis posterior dan Onsetnya muda. 10,11

Tabel 4: Anjuran pemeriksaan Untuk mengetahui penyebab sistemik uveitis anterior

Penyakit yang

dicurugau

berdasarkan riwayat

dan pemeriksaan

fisik

Hasil

laboratorium

Pemeriksaan

radiologi

konsultasi Pemeriksaan

lainnya

Ankylosing

spondylitis

ESR,(+)

HLA-B27

Sacroiliac x-

Rays

Rheumatologist

Inflammatory

bowel disease

(+)HLA-B27 Internist or

Gastroenterologist

Reiter’s syndrome ESR,(+)

HLA-B27

Joint x-

Rays

Internist,

urologist,

rheumatologist

Cultures;

conjunctival,

urethral,

prostate

Psoriatic arthritis (+)HLA-B27 Rheumatologist,

dermatologist

Herpes Diagnosis

klinis

Dermatologist

Behcet’s disease (+)HLA-B27 Internist or

Rheumatologist

Behcet’s skin

puncture

Test

Lyme disease ELISA or

Lyme

immunofluore

scent assay

Internist,

Rheumatologis

Juvenile

rheumatoid arthritis

ESR,

(+)ANA,

(-)Rheumatoi

Joint x- rays Rheumatologist or

Pediatrictian

27

Page 28: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

d factor

Sarcoidosis Angiotensin

converting

enzyme

(ACE)

Chest x-ray Internist

Syphilis (+)RPR or

VDRL

FTA-ABS or

MHA-

TP

Internist

Tuberculosis Chest x-ray Internist Purified

protein

derivative

(PPD)

skin test

*Adapted from Cullen RD,Chang B,eds.The Wills eye manual.

Philadelphia:JBLippincott,1994:354-5.

II.3.1.7 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding uveitis anterior adalah konjungtivitis, Keratitis

atau keratokonjungtivitis dan Glukoma akut. Pada konjunctivitis

penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, dan umumnya tidak ada rasa

sakit, fotofobia, atau injeksi ciliar.

Pada keratitis atau keratokonjunctivitis, penglihatan dapat kabur

dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti

herpes simplek dan zoster dapat mengenai uveitis anterior sebenarnya.

Pada glaucoma akut, pupil melebar, tidak ada synekia posterior, dan

korneanya “beruap”. 7

Tabel 5. Diagnosa Banding Uveitis Anterior

28

Page 29: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Gejala Uveitis Akut Konjungtivi

tis Akut

Glaukoma

Akut

Keratitis /

Keratokonjungtivitis

Nyeri Moderate, sakit

rasa tertekan

Negatif Sangat sakit Sedikit sakit

Sekret Negatif Positif Negatif Negatif, sedikit

Visus Mundur Normal Sangat

mundur

Mundur

Hiperemi Perikornea Konjungtiva Perikornea Perikornea

Kornea Biasanya jernih Jernih Keruh Keruh

Pupil Miosis Normal Midriasis Normal/kecil

Refleks

pupil

Lambat Normal Negatif Kuat

TIO Normal Normal Tinggi Normal

II.3.1.8 KOMPLIKASI 9,14

Pada uveitis anterior dapat terjadi komplikasi berupa katarak,

retinitis proliferans, ablasi retina, glukoma sekunder yang dapat terjadi

pada stadium dini dan stadium lanjut, pada uveitis anterior dengan visus

yang sangat turun, sangat mungkin disertai penyulit edema macula

kistoid. 

Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang

manghalangi humor akueis keluar dari sudut kamera anterior dan berakibat

glaukoma. Sinekia posterior dapat menimbulkan glaukoma dengan

memungkinkan berkumpulnya humor aqueus di belakang iris, sehingga

menonjolkan iris ke depan. Pelebaran pupil sejak dini dan terus menerus

mengurangi kemungkinan timbulnya sinekia posterior. Gangguan

metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak. Ablasio retina kadang-

kadang timbul akibat tarikan pada retina oleh benang-benang vitreus.

Edema kistoid makular dan degenerasi dapat terjadi pada uveitis anterior

yang berkepanjangan.

29

Page 30: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Gambar 6. Glaucoma sudut tertutup dan Katarak matur

Gambar 7. Sinekia Anterior (perlekatan iris pada kornea)

Gambar 8. Sinekia posterior (perlekatan iris pada lensa)

Gambar 10: ablasio retina

Gambar 9. Ablatio retina

II.3.1.9 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada

keparahannnya dan bagian organ yang terkena. Baik pengobatan topical

atau oral adalah ditujuan untuk mengurangi peradangan.12 Tujuan dari

pengobatan uveitis anterior adalah memperbaiki visual acuity, meredakan

30

Page 31: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

nyeri pada ocular, menghilangkan inflamasi ocular atau mengetahui asal

dari peradangannya, mencegah terjadinya sinekia, dan mengatur tekanan

intraocular.14

Pengobatan uveitis anterior adalah tidak spesifik, pada umumnya

menggunakan kortikosteroid topical dan cycloplegics agent. Adakalanya

steroid atau nonsteroidal anti inflammatory ( NSAIDs) oral dipergunakan.

Namun obat-obatan steroid dan imunosupresan lainnya mempunyai efek

samping yang serius, seperti gagal ginjal, peningkatan kadar gula

darah, hipertensi, osteoporosis, dan glaukoma, khususnya pada steroid

dalam bentuk pil. 10

Terapi non spesifik 9,14,16

Tiga jenis obat yang digunakan sebagai terapi non spesifik pada

uveitis yaitu, midriatik-sikloplegik, kortikosteroid, dan imunosupresan.

Kortikosteroid

Kortikosteroid topikal adalah terapi awal dan secepatnya

diberikan. Tujuan penggunaan kortikosteroid untuk pengobatan uveitis

anterior adalah mengurangi peradangan, yaitu mengurangi produksi

eksudat, menstabilkan membran sel, menghambat penglepasan lysozym

oleh granulosit, dan menekan sirkulasi limposit.

Efek terapeutik kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh

sifat kornea sebagai sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata,

sehingga daya tembus obat topikal akan tergantung pada konsentrasi dan

frekuensi pemberian, jenis kortikosteroid, jenis pelarut yang

dipakai, bentuk larutan. 

Konsentrasi dan frekuensi pemberian, makin tinggi konsentrasi

obat dan makin sering frekuensi pemakaiannya, maka makin tinggi pula

efek antiinflamasinya. Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis

diberikan preparat dexametason, betametason dan prednisolon karena

penetrasi intra okular baik, sedangkan preparat medryson, fluorometolon

dan hidrokortison hanya dipakai pada peradangan pada palpebra,

konjungtiva dan kornea superfisial. 

31

Page 32: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Kornea terdiri dari 3 lapisan yang berperan pada penetrasi obat

topikal mata yaitu, epitel yang terdiri dari 5 lapis sel, stroma, endotel yang

terdiri dari selapis sel. Lapisan epitel dan endotel lebih mudah ditembus

oleh obat yang mudah larut dalam lemak sedangkan stroma akan lebih

mudah ditembus oleh obat yang larut dalam air. Maka secara ideal obat

dengan daya tembus kornea yang baik harus dapat larut dalam lemak

maupun air (biphasic). Obat-obat kortikosteroid topikal dalam larutan

alkohol dan asetat bersifat biphasic. 

Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi.

Keuntungan bentuk suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik

daripada bentuk solutio karena bersifat biphasic, tapi kerugiannya bentuk

suspensi ini memerlukan pengocokan terlebih dahulu sebelum

dipakai. Pemakaian steroid tetes mata akan mengakibatkan komplikasi

seperti: Glaukoma, katarak, penebalan kornea, aktivasi infeksi, midriasis

pupil, pseudoptosis dan lain-lain.

Beberapa kortikosteroid topikal yang tersedia adalah prednisolon

acetate 0,125% dan 1%, prednisolone sodium phospat 0,125%, 0,5%, dan

1%, deksamentason alcohol 0,1%, deksamethasone sodium phospat 0,1%,

fluoromethasone 0,1% dan 0,25%, dan medrysone 1%. 

Cycloplegics dan mydriatics

Semua agent cycloplegic adalah cholinergic antagonist  yang

bekerja memblokade neurotransmitter pada bagian reseptor dari sphincter

iris dan otot ciliaris. Cycloplegic mempunyai tiga tujuan dalam

pengobatan uveitis anterior, yaitu untuk mengurangi nyeri dengan

memobilisasi iris, mencegah terjadinya perlengketan iris dengan lensa

anterior ( sinekia posterior ), yang akan mengarahkan terjadinya iris

bombe dan peningkatan tekanan intraocular, menstabilkan blood-aqueous

barrier dan mencegah terjadinya protein leakage (flare) yang lebih

jauh.Agent cycloplegics yang biasa dipergunakan adalah atropine 0,5%,

1%, 2%, homatropine 2%, 5%, Scopolamine 0,25%, dan cyclopentolate

0,5%, 1%, dan 2%. 

32

Page 33: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Oral steroid dan Nonsteroidal Anti Inflammatory Drugs

Prednisone oral dipergunakan pada uveitis anterior yang dengan

penggunaan steroid topical hanya berespon sedikit. Penghambat

prostaglandin, NSAIDs ( biasanya aspirin dan ibuprofen ) dapat

mengurangi peradangan yang terjadi. Sebagai catatan, NSAIDs

dipergunakan untuk mengurang peradangan yang dihubungkan

dengan cystoids macular edema yang menyertai uveitis anterior.

Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat

peradangan dan perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai preparat

prednison dengan dosis awal antara 12 mg/kgBB/hari, yang selanjutnya

diturunkan perlahan selang sehari(alternating single dose). Dosis

prednison diturunkan sebesar 20% dosis awal selama 2 minggu

pengobatan, sedangkan preparat prednison dan dexametaxon dosis

diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama 2 minggu. 

Indikasi pemberian kortikosteroid sistemik adalah Uveitis

posterior, Uveitis bilateral, Edema macula, Uveitis anterior kronik (JRA,

Reiter). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama akan

terjadi efek samping yang tidak diingini seperti Sindrom Cushing,

hipertensi, Diabetes mellitus, osteoporosis, tukak lambung, infeksi,

hambatan pertumbuhan anak, hirsutisme, dan lain-lain.

Pengobatan lainnya

Jika pasien tidak koperatif atau iritis tidak berespon banyak dengan

penggunaan topical steroid, injects subkonjuctival

steroid ( seperi celestone ) akan berguna. Depot steroid seharusnya

dihindari pada kasus uveitis sekunder, seperti yang diakibatkan oleh

herpes atau toksoplasmosis karena dapat memperparah.

Injeksi peri-okular dapat diberikan dalam bentuk long

acting berupa Depo maupun bentuk short acting berupa solutio.

Keuntungan injeksi periokular adalah dicapainya efek anti peradangan

secara maksimal di mata dengan efek samping sistemik yang minimal. 

33

Page 34: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Indikasi injeksi periokular adalah apabila pasien tidak responsif

terhadap pengobatan tetes mata, maka injeksi periokular dapat dianjurkan,

Uveitis unilateral, pre operasi pada pasien yang akan dilakukan operasi

mata, anak-anak, dan komplikasi edema sistoid makula pada pars planitis.

Penyuntikan steroid peri-okular merupakan kontra indikasi pada uveitis

infeksi (toxoplasmosis) dan skleritis. 

Lokasi injeksi peri-okular sub-konjuctiva dan sub-tenon

steroid repository serta Injeksi sub-tenon posterior dan retro-bulbar.

Keuntungan injeksi sub-konjungtiva dan sub-tenon adalah dapat mencapai

dosis efektif dalam 1 kali pemberian pada jaringan intraokular selama 24

minggu sehingga tidak membutuhkan pemberian obat yang berkali-kali

seperti pemberian topikal tetes mata. Untuk kasus uveitis anterior berat

dapat dipakai dexametason 24 mg. Injeksi sub-tenon posterior dan retro-

bulbar, cara ini dipergunakan pada peradangan segmen posterior (sklera,

koroid, retina dan saraf optik). 

Komplikasi injeksi peri-okular adalah Perforasi bola mata, Injeksi

yang berulang menyebabkan proptosis, fibrosis otot ektra okular dan

katarak sub-kapsular posterior, Glaukoma yang persisten terhadap

pengobatan, terutama dalam bentuk Depo di mana dibutuhkan tindakan

bedah untuk mengangkat steroid tersebut dari bola mata, Astrofi lemak

sub-dermal pada teknik injeksi via palpebra.

Follow-up awal pasien uveitis anterior harus terjadwal antara 1 – 7

hari, tergantung pada keparahannya. Yang dinilai pada setip follow-

up adalah visual aquity, pengukuran tekanan intraocular, pemeriksaan

dengan menggunakan slitlamp, assasment cel dan flare, dan evaluasi

respon terhadap terapi. 

Table 6. frekuensi dan komposisi terhadap penilaian dan penanganan uveitis anterior

Tingkat

keparahan

Uveitis

Banyknya

kunjungan

follow up

Visual

Acuity

Cells

danFlare

pada

pemeriksaan

Tono-

metry

Ophthalmo-

scopy

Rencana

penetalaksanaan

34

Page 35: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Anterior Slit

Lamp

Ringan Setiap 4-7

hari

Ya Ya Ya Jika pada

visit awal

belum

terdiagnosa

Tatalaksana

seperti di Table 7

Sedang Setiap 2-

4hari

Ya Ya Ya Jika pada

visit awal

belum

terdiagnosa

Tatalaksana

seperti di Table 7

Berat Setiap 1-

2hari

Ya Ya Ya Jika pada

visit awal

belum

terdiagnosa

Tatalaksana

seperti di Table 7

Table 7. Penanganan pada uveitis anterior dan follow up

A. Mild uveitis (Optional depending

on symptoms)

1. Cyclopentolate, 1% (t.i.d.) atau

homatropine, 5% (b.i.d.-t.i.d.)

2. Prednisolone, 1% (b.i.d.-q.i.d.)

3. Aspirin atau ibuprofen, 2 tablet

(q.4h)b secara oral

4. Penggunaan β bloker jka TIO

meningkat

5. Reevaluasi 4-7 hari (atau jika

berambah parah)

B. Refer to primary care physician

for systemic evaluation (when

indicated)

C. Moderate uveitis 1. Homatropine, 5% (q.i.d.) atau

35

Page 36: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

scopolamine, 0.25% (b.i.d.)

2. Prednisolone, 1% (q.i.d.)a

3. Aspirin atau ibuprofen, 2 tablets

(q.4h)b secara oral

4. Penggunaan β bloker jka TIO

meningkat

5. Kaca mata gelap

6. Anjuran kepada pasien agar

berhati-hati

7. Re-evaluasi 2-4 hari (atau bila

perlu)

D. Severe uveitis 1. Atropine, 1% (b.i.d.-t.i.d.) atau

homatropine, 5% (q.4h)

2. Prednisolone, 1% (q.2-4h)a

3. Aspirin atau ibuprofen, 2 tablets

(q.3-4h) secara oral

4. Penggunaan β bloker jka TIO

meningkat

5. Paca mata gelap

6. Anjuran kepada pasien agar

berhati-hati

7. Reevaluasi 1-2 hari

*Adapted from Catania LJ. Primary care of the anterior segment, 2nd ed.Norwalk,

CT: Appleton & Lange, 1995:372.

Terapi Spesifik 10,16

Terapi spesifik dapat diberikan bila ada indikasi jelas dan penyebab

pasti uveitis anterior telah diketahui. Penyebab yang tersering adalah

bakteri, maka obat yang sering diberikan berupa antibiotik. Jika

penyebabnya bakteri dapat diberikan Chloramphenicol tetes mata 3% atau

36

Page 37: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

gentamycin tetes atau salep mata 0,3%. Chloramphenicol per oral 3 kali

sehari 2 kapsul untuk dewasa, sedangkan untuk anak-anak dapat diberikan

Chloramphenicol 25 mg/kgBB, 3-4 kali sehari. Jika penyebabnya virus

dapat diberikan Acyclovir 5 kali 200 mg/hari selama 2-3 minggu yang

kemudian diturunkan 2 atau 3 tablet/hari. 14

Toxoplasmosis

Pengobatan anti toxoplasma yang paling ideal adalah terapi

kombinasi.16

Lesi yang mengalami reaktivasi akan menghilang namun

dibutuhkan terapi bila makula atau saraf optik terancam atau teradapat

respons inflamasi yang sangat berat. Steroid sistemik diberikan bersama

obat antiprotozoa seperti klindamisin. Hati-hati dalam menggunakan

sulfadiazin atau klindamisin karena dapat terjadi kolitis

pseudomembranosa akibat terapi klindamisin. Pasien harus diberitahu

bahwa jika timbul diare maka harus segera berobat.10

Sulfadiazin atau trisulfa :

Dosis 4 kali 0.5–1 gr/hari selama 3–6 minggu.16

Pirimetamin :

Dosis awal 75–100 mg pada hari pertama, selanjutnya 2 kali 25

mg/hari selama 3–6 minggu.16

Trimethoprim-sulfamethoxazol (Cotrimoxazole):

Dosis 2 kali 2 tablet Bactrim® selama 4–6 minggu. Preparat sulfa

mencegah konversi asam paraaminobenzoat menjadi asam folat. Preparat

pirimetamin bekerja menghambat terbentuknya tetrahidrofolat. Asam folat

dibutuhkan oleh organisme toxoplasma untuk metabolisme karbon. Pada

pemakaian pirimetamin dapat terjadi depresi sumsum tulang, maka kontrol

darah tepi tiap minggu, apabila trombosit diindikasi penghentian terapi.

Untuk mencegah depresi sumsum tulang diberikan preparat tablet asam

folinat 5 mg tiap 2 hari.16

Klindamisin :

37

Page 38: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Sebagai pengganti pirimetamin, yang bekerja sinergik dengan

preparat sulfa. Secara invivo pada percobaan, obat ini dapat

menghancurkan kista toxoplasma pada jaringan retina. Dosis: 3 kali 150–

300 mg/hari/oral. Pemberian sub-konjungtiva klindamisin 50 mg

dilaporkan memberi hasil baik.16

Spiramisin :

Diberikan pada wanita hamil dan anak-anak karena efek samping

yang minimal. Obat ini kurang efektif dalam mencegah rekurensi.16

Minosiklin :

Dosis 1–2 kapsul sehari selama 4–6 minggu.16

Fotokoagulasi dengan laser apabila tidak ada respon terapi

medikamentosa.16

Infeksi virus: 16

Herpes simplex :

Pada keratouveitis Herpes simplex diberikan topikal antivirus

seperti asiklovir dan sikloplegik. Apabila epitel kornea intact/sembuh

maka dapat diberikan topikal steroid bersama antivirus. Diberikan juga

asiklovir 5 kali 200 mg/hari selama 2–3 minggu yang kemudian

diturunkan 2 atau 3 tablet/hari.

Pada kasus retinitis Herpes simplex dan ARN (Acute Retinal

Necrosis) diberikan asiklovir intravena dengan dosis awal 5 mg/kgBB/kali

yang dapat diberikan 3 kali per hari.

Herpes zoster :

Diberikan asiklovir 5 kali 400 mg pada keadaan akut selama 10–14

hari. Kortikosteroid sistemik diberikan pada orang tua untuk mencegah

terjadi post herpetic neuralgia. Pada uveitis anterior diberikan steroid dan

sikloplegik topikal.

Cytomegalovirus :

DHPG (Gancyclovir) 5 mg/kgBB/dalam 2 kali pemberian

intravena Foscarnet: 20 mg/kgBB/perinfus.

38

Page 39: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Uveitis anterior berkaitan dengan penyakit sistemik

tertentu: 10

Uveitis dengan spondilitis ankilosa

Terapi mata sama seperti terapi uveitis biasa, dan pasien

memerlukan konsultasi dengan ahli reumatologi dan mungkin memerlukan

terapi antiinflamasi dan fisioterapi intermitten

Uveitis dengan Juvenile Rheumatoid Artritis kronis

Terapi okular seperti terapi yang telah dipaparkan. Pasien dapat

diberikan terapi sistemik untuk penyakit sendi. Perlu dilakukan screening

pada anak-anak dengan Juvenile Rheumatoid Artritis secara teratur karena

uveitis asimptomatik kecuali terjadi komplikasi kebutaan yang potensial.

Glaukoma sangat sulit diterapi dan jika terapi medis gagal mengontrol

tekanan, perlu dilakukan pembedahan

Uveitis dengan Fuchs' Heterochromic Iridocyclitis

Terapi steroid tidak efektif untuk mengontrol inflamasi sehingga

tidak diberikan pada penderita ini. Pasien biasanya memberi respon yang

baik pada pembedahan katarak bila diperlukan. Glaukoma dapat diterapi

secara konvensional.

Uveitis dengan AIDS dan retinitis CMV

Terapi kronis dengan Gansiklovir dan atau Foskarnet yang

diberikan secara parenteral merupakan terapi utama; obat-obatan ini juga

dapat diberikan ke dalam ruang vitreous. Sidofivir tersedia untuk

pemberian intravena. Gansiklovir dan bentuk pronya Vangansiklovir

tersedia dalam sediaan oral. Sistem penghantaran depo ke vitrous sedang

diteliti untuk retinitis okular CMV lokal dan tersedia implan Gansiklovir.

Berhasil tidaknya pengobatan tergantung oleh daya tahan tubuh

serta adanya virulensi dari faktor penyebab iridosiklitis. Oleh karenanya

pemberian kortikosteroid tidak akan berhasil apabila tidak disertai

pengobatan penyebabnya. Keadaan umum diperbaiki untuk memperbaiki

daya tahan tubuh. Istirahat di tempat tidur, terlindung dari cahaya, tidak

boleh membaca, dilarang minum alkohol (dapat menyebabkan hiperemi),

39

Page 40: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

memakan makanan yang mudah dicerna, dan memakai kaca mata hitam.

Selain itu jangan lupa memeriksa bagian-bagian tubuh yang lain seperti:

gigi, telinga, hidung, tenggorokan, traktus urogenitalis, traktus digestivus,

kulit, dan bagian lain. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui penyebab

dan juga mengobati penyebab tersebut.16

II.3.1.10 PROGNOSIS 3

Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat

didiagnosis secara awal dan diberi pengobatan. Dengan pengobatan,

serangan uveitis non-granulomatosa umumnya berlangsung beberapa hari

sampai minggu dan sering kambuh. Uveitis anterior mungkin berulang,

terutama jika ada penyebab sistemiknya. Uveitis granulomatosa

berlangsung berbulan-bulan sampai tahunan, kadang-kadang dengan

remisi dan eksaserbasi, dan dapat menimbulkan kerusakan permanen

dengan penurunan penglihatan yang nyata. Prognosis bagi lesi korioretinal

perifer lokal jauh lebih baik, sering sembuh tanpa gangguan penglihatan

yang berarti. Prognosis visual pada iritis kebanyakakan pulih dengan baik,

tanpa adanya katarak, glaucoma atau posterior uveitis.

II.3.2 UVEITIS POSTERIOR

II.3.2.1 DEFINISI

Uveitis posterior merupakan salah satu klasifikasi uveitis

berdasarkan anatomis. Uveitis posterior adalah radang uvea bagian

posterior yang biasanya disertai dengan keradangan jaringan disekitarnya.

Inflamasi ini terletak dibagian uvea di belakang dengan batas basis vitreus.

Jika mengenai retina disebut retinitis dan jika mengenai vitreous disebut

vitritis.18

40

Page 41: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Gambar 10. Uveitis posterior

II.3.2.2 ETIOLOGI

Penyebab uveitis posterior dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Penyakit infeksi (uveitis granulomatosa)14

2. Virus : virus sitomegalo, herpes simpleks, herpes zoster, rubella,

rubeola, HIV, virus Epstein-Barr, virus coxsackie.

3. Bakteri : Mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadik dan

endemik, Nocardia, Neisseria meningitides, Mycobacterium avium-

intracellulare, Yersinia, dan Borrelia.

4. Fungus : Candidia, Histoplasma, Cryptococcus, dan Aspergillus.

5. Parasit : Toxoplasma, Toxocara, Cysticercus, dan Onchocerca.

6. Penyakit non infeksi (uveitis non granulomatosa)

7. Autoimun : penyakit Behcet, Sindroma Vogt-Koyanagi-Harada,

poliarteritis nodosa, ofthalmia simpatis, vaskulitis retina.

8. Keganasan : sarkoma sel retikulum, melanoma maligna, leukemia, lesi

metastatik.

9. Etiologi tak diketahui : sarkoidosis, koroiditis geografik, epiteliopati

pigmen plakoid multifokal akut, retinopati “birdshot”, epiteliopati

pigmen retina.

Untuk mempermudah diagnosis, uveitis posterior dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

41

Page 42: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Uveitis posterior pada pasien sampai 3 tahun dapat disebabkan oleh

infeksi virus sitomegalo, toksoplasmosis, sifilis, retinitis herpes, dan

infeksi rubella.

Uveitis posterior pada kelompok usia 4-15 tahun dapat disebabkan

oleh toksokariasis, toksoplasmosis, uveitis intermediet, infeksi

sitomegalovirus, panensefalitis sklerosis subakut, dan jarang infeksi

bakteri atau fungus.

Pada kelompok umur 16-40 tahun, disebabkan oleh toksoplasmosis,

penyakit Behcet, Sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, sifilis, endoftalmia

kandida, dan jarang infeksi bakteri endogen seperti meningitis

meningokokus.

Kelompok usia lebih dari 40 tahun mungkin menderita sindroma

nekrosis retina akut, toksoplasmosis, infeksi virus sitomegalo, retinitis,

sarkoma sel retikulum, atau kriptokokosis.

Apabila terjadi uveitis posterior unilateral, biasanya lebih condong

akibat toksoplasmosis, kandidiasis, toksokariasis, sindroma nekrosis

retina akut, atau infeksi bakteri endogen.

II.3.2.3 PATOLOGI

Pada stadium awal terjadi kongestif dan inviltrasi dari sel-sel

radang seperti PMN, limfosit, dan fibrin pada koroid dan retina yang

terkena. PMN lebih banyak berperan pada uveitis jenis granulomatosa

sampai terjadinya supurasi. Sebaliknya pada uveitis non granulomatosa

limfosit lebih dominan. Apabila inflamasi berlanjut, lamina vitrea akan

robek sehingga lekosit pada retina akan menginvasi rongga vitreum yang

menyebabkan timbulnya proses supurasi di dalamnya. Pada uveitis

granulomatosa kronis tampak sel mononuclear, sel epiteloid, dan giant cell

sebagai nodul granulomatosa yang tipikal. Kemudian exudat menghilang

dengan disertai atrofi dan melekatnya lapisan koroid dan retina yang

terkena. Eksudat dapat menjadi jaringan parut. Keluarnya granula pigmen

akibat nekrosis atau atrofi dari kromatofor dan sel epitelia pigmen akan

difagositosis oleh makrofag dan akan terkonsentrasi pada tepi lesi.14

42

Page 43: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Gambar 12. cell depocits pada uveitis

II.3.2.4 KLASIFIKASI

Berdasar patologinya, uveitis posterior juga dapat dibedakan

menjadi uveitis granulomatosa dan uveitis non granulomatosa. Pada jenis

non granulomatosa umumnya tidak dapat ditemukan organisme patogen

dan berespon baik dengan terapi kortikosteriod sehingga sering dianggap

semacam fenomena hipersensitivitas. Pada jenis granulomatosa umumnya

mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab. Pada

uveitis posterior umumnya lebih sering terjadi uveitis jenis

granulomatosa.2 Onset uveitis posterior bisa akut dan mendadak atau

lambat tanpa gejala, tapi biasanya berkembang menjadi proses

granulomatosa kronis.

Uveitis posterior dapat ditemui dalam bentuk-bentuk berikut ini :

1. Koroiditis anterior, radang koroid purifier

2. Koroiditis areolar, koroiditis bermula di daerah makula lutea dan

menyebar ke perifer

3. Koroiditis difusa atau diseminata, bercak peradangan koroid tersebar

di seluruh fundus okuli

4. Koroiditis eksudatif, koroiditis disertai bercak-bercak eksudatif

5. Koroiditis juksta papil

II.3.2.5 MANIFESTASI KLINIS

Gejala Uveitis Posterior:

1. Penurunan ketajaman penglihatan, dapat terjadi pada semua jenis

uveitis posterior.

43

Page 44: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

2. Injeksi mata—kemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen

posterior yang terkena, jadi gejala ini jarang pada toksoplasmosis dan

tidak ada pada histoplasmosis.

3. Rasa sakit pada mata terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis

retina akut, sifilis, infeksi bakteri endogen, skleritis posterior, dan pada

kondisi-kondisi yang mengenai nervus optikus. Pasien toksoplasmosis,

toksokariasis, dan retinitis sitomegalovirus yang tidak disertai

glaukoma umumnya tanpa rasa sakit pada mata. Penyakit segmen

posterior noninfeksi lain yang khas tidak sakit adalah epiteliopati

pigmen plakoid multifokal akut, koroiditis geografik, dan Sindroma

Vogt-Koyanagi-Harada.10

Tanda yang penting untuk diagnosis uveitis posterior adalah :10

1. Hipopion—Uveitis posterior dengan hipopion misalnya pada

leukemia, penyakit Behcet, sifilis, toksokariasis, dan infeksi bakteri

endogen.

2. Pembentukan granuloma—Jenis granulomatosa biasanya pada uveitis

granulomatosa anterior yang juga mengenai retina posterior dan

koroid, sarkoidosis, tuberkulosis, toksoplasmosis, sifilis, Sindroma

Vogt-Koyanagi-Harada, dan oftalmia simpatis. Sebaliknya, jenis non

granulomatosa dapat menyertai penyakit Behcet, epiteliopati pigmen

plakoid multifokal akut, bruselosis, sarkoma sel retikulum, dan

sindrom nekrosis retina akut.

3. Glaukoma yang terjadi sekunder mungkin terjadi pada pasien nekrosis

retina akut, toksoplasmosis, tuberkulosis, atau sarkoidosis.

4. Vitritis—Peradangan korpus vitreum dapat menyertai uveitis posterior.

Peradangan dalam vitreum berasal dari fokus-fokus radang di segmen

posterior mata. Vitritis tidak terjadi pada koroiditis geografik atau

histoplasmosis. Peradangan ringan terjadi pada pasien sarcoma sel

retikulum, infeksi virus sitomegalo, rubella, dan beberapa kasus

toksoplasmosis dengan fokus-fokus infeksi kecil pada retina.

44

Page 45: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Sebaliknya, peradangan berat dengan banyak sel dan eksudat terdapat

pada tuberkulosis, toksokariasis, sifilis, penyakit Behcet, nokardiosis,

toksoplasmosis, dan pada pasien endoftalmitis bakteri atau kandida

endogen.

5. Morfologi dan lokasi lesi—Toksoplasmosis adalah contoh khas yang

menimbulkan retinitis dengan peradangan koroid di dekatnya. Infeksi

virus sitomegalo, herpes, rubella, dan rubeolla umumnya mengenai

retina secara primer dan lebih banyak menyebabkan retinitis daripada

koroiditis. Pada pasien tuberkulosis, koroid merupakan sasaran utama

proses granulomatosa, yang juga mengenai retina. Koroiditis geografik

terutama mengenai koroid dengan sedikit atau tanpa merusak retina

dan pasien tidak menderita pasien sistemik. Sebaliknya, koroid terlibat

secara primer pada oftalmia simpatis dan penyakit Lyme. Ciri

morfologiknya dapat berupa lesi geografik, lesi punctata, nodul Dalen-

Fuchs.

6. Vaskulitis.

7. Hemoragik retina.

8. Parut lama.

II.3.2.6 KOMPLIKASI

Komplikasi10

1. Dapat mengenai daerah sekitar koroid, misalnya retina, vitreus

humour, badan siliar, iris, nervus optikus, dan sklera.

2. Uveitis posterior dapat menyebabkan katarak sisi posterior.

II.3.2.7 PENATALAKSANAAN

Terapi uveitis posterior tergantung dari penyebabnya. Pada

prinsipnya pengobatan ditujukan untuk mempertahankan penglihatan

sentral, mempertahankan lapang pandang, mencegah atau mengobati

perubahan-perubahan struktur mata yang terjadi seperti katarak, glaukoma

45

Page 46: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

sekunder, sinekia posterior, kekeruhan badan kaca, ablasi retina dan

sebagainya.1

Ada empat kelompok obat yang digunakan dalam terapi uveitis,

yaitu midriatikum, steroid, sitotoksik, dan siklosporin. Sedangkan uveitis

akibat infeksi harus diterapi dengan antibakteri atau antivirus yang sesuai.

Midriatikum berfungsi untuk memudahkan follow up keberhasilan

pengobatan. Atropin tidak diberikan lebih dari 1-2 minggu.1

Indikasi operasi pada pasien dengan uveitis mencakup rehabilitasi

visual, biopsi diagnostik (hasil penemuan dari biopsi menyebabkan adanya

perubahan pada rencana pengobatan), dan pengeluaran Opacities media

untuk memonitor segmen posterior. Apabila timbul perubahan struktur

pada mata (katarak, glukoma sekunder) maka terapi terbaik adalah dengan

operasi.10

Vitrektomi berfungsi untuk menentukan diagnosis dan

pengobatan. Indikasi vitrektomi adalah peradangan intraokular yang tidak

sembuh pada pengobatan, dugaan adanya keganasan dan infeksi pada

mata. Uveitis posterior berkaitan dengan kekeruhan vitreus yang tidak

dapat disembuhkan dengan obat-obatan. Dengan adanya vaskulitis dan

oklusi vaskular pada pars planitis, penyakit Behcet dan sarkoidosis

neovaskularisasi retina atau pada diskus optikus (pada pasien uveitis)

menyebabkan timbulnya perdarahan pada vitreus. Vitrektomi merupakan

salah satu pilihan untuk situasi tersebut.14

II.3.2.7 PROGNOSIS

Prognosis pasien tergantung pada lokasi dan luasnya eksudasi dan

atrofi daerah lesi. Lesi yang kecil tetapi jika mengenai daerah makula lutea

akan berpengaruh pada fungsi penglihatan. Sebaliknya lesi yang meluas

sepanjang fundus tidak mempengaruhi penglihatan apabila tidak mengenai

area makula.1

46

Page 47: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

BAB III

KESIMPULAN

Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan korpus

siliare (pars plikata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola

mata, kornea dan sklera. Penyebab terjadinya uveitis anterior dibagi menjadi

47

Page 48: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

beberapa golongan antara lain: autoimun, infeksi, keganasan, dan lain-lain.

Terjadinya uveitis anterior juga berhubungan dengan beberapa penyakit sistemik,

antara lain: Sarcoidosis, Behcet's disease Hypersensitivity reactions, Juvenile

rheumatoid arthritis, Vogt-Koyanagi-Harada syndrome, Gejala-gejala uveitis

anterior meliputi: mata merah, fotofobia, lakrimasi, rasa sakit, clan penglihatan

kabur. Mata yang terkena biasanya satu pihak, disertai dengan adanya flare dan

sel di dalam bilik mata depan; jarang dijumpai adanya hipopion. Variasi gejala

sering dijumpai, hal ini berhubungan dengan faktor penyebab. Diagnosis banding

uvetis anterior antara lain: konjungtivitis, keratitis atau keratokunjungtivitis,

glaukoma akut. Tujuan terapi uveitis anterior antara lain: mengembalikan tajam

penglihatan, mengurangi rasa nyeri di mata, mengeliminasi peadangan atau

penyebab pradangan, mencegah terjadinya sinekia iris,mengendalikan tekanan

intraokular. Prinsip pengobatan uveitis antara lain: menekan peradangan,

mengeliminir agen penyebab, menghindari efek samping obat yang merugikan

pada mata dan organ tubuh di luar mata. Terapi uveitis anterior terdiri dari terapi

non spesifik dan terapi spesifik. Terapi non spesifik menggunakan obat-obat

midriatik-sikloplegik, kortikosteroid dan imunosupresan. Sedangkan terapi

spesifik didasarkan pada penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, H.S., dan Yulianti, S. R. 2014. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima.

Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Mansjoer, A., dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media

48

Page 49: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Aesculaplus. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

3. Cunningham, E. T., dan Shetlar, D. J. 2010. Traktus Uvealis dan Sklera

dalam Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Diterjemahkan oleh

Pendit, B. U. Editors edisi bahasa Indonesia Diana, S. Jakarta: EGC.

4. Indraswati, E., Anie, M., dan Suhendro, G., Trans Limbal Lensectomy of

Untreatable Uveitis in Juvenile Rheumatoid Arthritis Patient. Jurnal

Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 1, April 2007.

5. Ardy, H. 1993. Diagnosis Etiologik Uveitis Anterior dalam Cermin Dunia

Kedokteran no 87:47-54. Jakarta: Majalah Cermin Dunia Kedokteran.

6. Riordan-Eva, P. 2010. Anatomi dan Embriologi Mata dalam Vaughan &

Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Diterjemahkan oleh Pendit, B. U.

Editors edisi bahasa Indonesia Diana, S. Jakarta: EGC.

7. Eroschenko, V P. 2010. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional

edisi 11. Jakarta: EGC.

8. Guyton, A. C. dan Hall, J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.

Diterjemahkan oleh Irawati, dkk. Editors edisi bahasa Indonesia Luqman, Y.

R., dkk Jakarta: EGC.

9. Alexander, K.L, et al. Reviewed by Amos. J. F., et al. 2004. Optometric

Clinical Practice Guideline Care of the Patient with Anterior Uveitis.

Lindbergh Boulevard: American Optometric Association.

10. James, B., Chew, C., dan Bron, A. 2011. Lecture Notes: Oftalmologi Edisi

Kesembilan. Diterjemahkan oleh Rachmawati, A. D., Editors edisi bahasa

Indonesia Amalia, S. Jakarta: Erlangga.

11. Vorvick, L. J. 2012. Uveitis. Medlineplus.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001005.html. Diakses

tanggal 27 Juli 2015. pk. 15.30.

12. Dorland, N. W. A. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31.

Diterjemahkan oleh Retna Neary Elseria., dkk. 2007. Mahode, A. A., dkk,

editors. Jakarta: EGC.

13. Suhardjo dan Gunawan, W. 1995. Gambaran Klinis Uveitis Anterior Akuta

pada HLA-B27 positif dalam Cermin Dunia Kedokteran no 101: 53-5.

49

Page 50: Referat Uveitis Anterior (Edited) 2

Jakarta: Majalah Cermin Dunia Kedokteran.

14. Soewono, W., dan Eddyanto. 2006. Uveitis Anterior Akut dalam Pedoman

Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata Edisi III. Surabaya:

Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo dengan Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga Surabaya.

15. Sherman, M. D. 2008. Uveitis. InterMDnet.

http://www.cyberounds.com/cmecontent/art281.html?pf=yes. Diakses tanggal

27 Juli 2015. pk. 18.30.

16. Sjamsoe, S. 1993. Penatalaksanaan Uveitis dalam Cermin Dunia Kedokteran

no 87: 55-58. Jakarta: Majalah Cermin Dunia Kedokteran.

17. Civelek, M. L., Goldstein, D. A., and Tessler, H. H. 2006. Hypersensitivity

Uveitis in Duane’s Clinical Ophthalmology on CD-ROM. Lippincott

Williams and Wilkins Publication Vol. 4 Chapter 54.

http://www.eyecalcs.com/DWAN/pages/v4/v4c054.html. on 27th July 2015, at

10.00 p.m.

18. Melinda. 2009. Uveitis. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Riau.

50