24
Referat Bedah Anak Sub Divisi Digestif dan Trauma Bedah Anak Oleh: dr. Nadifa Agil Pembimbing: dr. Dikki Drajat K, SpB, SpBA dr. Bustanul Arifin, SpB, SpBA dr. Rizki Diposarosa, SpB, SpBA KISTA DUKTUS KOLEDOKUS I. PENDAHULUAN Pada tahun 1720, seorang ahli anatomi berkebangsaan Jerman, Abraham Vater, mendeskripsikan anatomi normal dan abnormal dari duktus biliaris (1,2) . Pada tahun 1852, Douglas, pertama kali mempublikasikan deskirpsi klinis dari seorang pasien dengan dilatasi dari duktus biliaris (1,2,3) . Kista duktus koledokus lebih sering ditemukan pada perempuan, dengan rasio perempuan dibanding laki-laki yaitu 3:1 dan 4:1 (2,4) . Kondisi ini jarang terjadi, dengan insidensi terjadinya pada populasi di Barat yaitu 1 dalam 13.000 sampai 15.000 kelahiran hidup (2,3) . II. ETIOLOGI DAN EMBRIOLOGI Etiologi pasti Kista Duktus Koledokus sampai saat ini masih belum diketahui dengan jelas (1) . Terdapat beberapa teori berkenaan dengan etiologi dan patogenesis darikista duktus koledokus: (1). Terjadinya kegagalan rekanalisasi sehingga terjadi kelemahan kongenital pada dinding duktus

Referat Kista CBD 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nice

Citation preview

Page 1: Referat Kista CBD 2

Referat Bedah AnakSub Divisi Digestif dan Trauma Bedah AnakOleh: dr. Nadifa AgilPembimbing: dr. Dikki Drajat K, SpB, SpBA

dr. Bustanul Arifin, SpB, SpBA dr. Rizki Diposarosa, SpB, SpBA

KISTA DUKTUS KOLEDOKUS

I. PENDAHULUAN

Pada tahun 1720, seorang ahli anatomi berkebangsaan Jerman, Abraham Vater,

mendeskripsikan anatomi normal dan abnormal dari duktus biliaris(1,2). Pada tahun

1852, Douglas, pertama kali mempublikasikan deskirpsi klinis dari seorang pasien

dengan dilatasi dari duktus biliaris(1,2,3).

Kista duktus koledokus lebih sering ditemukan pada perempuan, dengan rasio

perempuan dibanding laki-laki yaitu 3:1 dan 4:1(2,4). Kondisi ini jarang terjadi, dengan

insidensi terjadinya pada populasi di Barat yaitu 1 dalam 13.000 sampai 15.000

kelahiran hidup(2,3).

II. ETIOLOGI DAN EMBRIOLOGI

Etiologi pasti Kista Duktus Koledokus sampai saat ini masih belum diketahui dengan

jelas(1). Terdapat beberapa teori berkenaan dengan etiologi dan patogenesis darikista

duktus koledokus: (1). Terjadinya kegagalan rekanalisasi sehingga terjadi kelemahan

kongenital pada dinding duktus biliaris, dimana hal ini merupakan hipotesis awal

(Yotuyanagi, 1936), (2). Terdapatnya abnormalitas pada inervasi dari distal common

bile duct yang menyebabkan terjadinya obstruksi fungsional dan dilatasi proksimal

(Saltz dan Glaser, 1954), (3). Kelemahan yang didapat dari dinding duktus biliaris

yang berhubungan dengan PBM, pertama kali diperkenalkan oleh Babbit (1969),

dimana digambarkan terdapatnya common pancreaticobiliary channel pada kista

duktus koledokus, dan terjadinya refluks enzim pankreas dapat menyebabkan

kerusakan pada duktus biliaris dan dilatasi, (4). Terdapatnya obstruksi dari bagian

distal duktus biliaris. Stenosis sering ditemukan dibagian bawah dari kista tipe 1,

Page 2: Referat Kista CBD 2

tetapi apakah penyebabnya kongenital ataupun sekunder akibat adari inflamasi masih

belum jelas(2).

Todani dan kawan – kawan, berdasarkan analisisnya menggunakan

endoscopic retrogarde cholangiography (ERCP) dan pemeriksaan dengan

kolangiografi lain, menerangkan terjadinya anomali pada pembentukan duktus

pankretikobiliaris dimana duktus pankreatikus bersatu dengan duktus biliaris pada

lokasi yang lebih proksimal diluar ampula Vater, dimana hal ini dapat menyebabkan

terjadinya refluks dari enzim pankreas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan

kerusakan pada dinding duktus dan terjadinya dilatasi(1,2,3,4,5).

Gambar 1.

Konsentrasi yang tinggi dari enzim pankreas sering ditemukan pada bile didalam

kista. Hal ini ditunjang dengan meningkatnya kadar amilase yang diaspirasi dari kista

duktus koledokus(2,3). Long common channel tidak hanya disertai dengan komplikasi

pankreatitis, tetapi dapat juga disertai dengan komplikasi protein plugs, kalkulus,

pada anak dan dapat berkembang menjadi karsinoma kandung empedu(2).

Pancreaticobiliary ductal malunion (PBMU) yang mengakibatkan long

common pancreaticobilliary channel, dengan panjang lebih dari 10 mm, dimana

panjang yang normal pada anak yaitu lebih dari 5 mm (Guelrud et al.,1999)(2).

III. PATOLOGI

Pada kista duktus koledokus, mukosa duktus biliaris menunjukkan adanya erosi,

deskuamasi epitel dan hiperplasia papilary dengan regenerasi atipik. Displasia mukosa

duktus biliaris tanpa karsinoma juga kerap ditemui. Perubahan metaplasia seperti sel

mucous, sel goblet dan sel Panet juga ditemui. Hiperplasia dan metaplasia meningkat

Page 3: Referat Kista CBD 2

seiring usia dan dapat menjadi karsinoma pada usia dewasa. Perubahan ini dapat ditemui

pada semua tipe kista duktus koledokus.

Mukosa kandung empedu pada pasien dengan PBMU menunjukkan kolesistitis,

cholesterolosis, adenomyosis atau adenomyomatosis, polip, termasuk adenoma dan

hiperflasia epitel. Mukosa kandung empedu pada FFCC ditandai hiperplasia difus di

epitel dengan atau tanpa metaplasia dari pyloric glands, sel goblet dan sel Panet(3).

Gambar 2.

IV. KELAINAN PENYERTA

Kelainan pada pertemuan duktus pankreatikobiliaris sering dijumpai. Hilar duct

strictures dapat dijumpai pada kista tipe IV. Todani et al, 1998, melaporkan terdapat

18 kasus dengan hilar duct stricture dari 55 pasien dengan kista tipe IV. Kelainan

lain yang dilaporkan yaitu duktus biliaris ganda, duplikasi kandung empedu dan

agenesis kandung empedu.

Terjadinya malformasi diluar kandung empedu jarang ditemukan.

Kemungkinan kelainan penyerta lain yang cukup sering ditemukan yaitu anomali

pada traktus urinarius (Dudin et al.,1995; Stringer et al., 1995; Samuel dan Splitz,

1996), dan duodenal atresia, annular pankreas dan abnormalitas pada jari (Dudin et

al., 1995)(2).

V. KLASIFIKASI ANATOMIS

Klasifikasi Kista Duktus koledukus yang umum dipakai adalah klasifikasi menurut

menurut Alonzo-Todani (1977) yang didasarkan pada lokasi kista duktus billiaris (1) :

Page 4: Referat Kista CBD 2

Tipe I : tipe ini merupakan tipe yang tersering (80-90% dari Kista Duktus

Koledokus). Tipe ini mencangkup dilatasi fusiform atau sacular dari duktus

koledokus dengan melibatkan sebagian hingga seluruh duktus.

o Tipe IA : berbentuk sacular dan melibatkan seluruh dari duktus ekstra

hepatik.

o Tipe IB : berbentuk sacular dan melibatkan sebagian segmen dari

duktus billiaris.

o Tipe IC : berbentuk fusiform dan melibatkan sebagian besar hingga

seluruhnya dari duktus ekstra hepatik

Tipe II: tampak seperti divertikulum yang menonjol pada dinding duktus

koledokus, sedangkan duktus billiaris intrahepatik dan ektrahepatik normal.

Tipe III: dikenal sebagai choledochocele. Biasanya terdapat intraduodenal

tetapi terkadang dapat muncul pada bagian intrahepatik dari traktus biliaris.

Sebaliknya, sistem duktus normal dan duktus koledokus biasanya memasuki

choledochocele ke dalam dinding dari duodenum.

Tipe IV: untuk tipe IVA terjadi dilatasi multipel dari duktus intra dan

ekstrahepatik sedangkan untuk tipe IVB hanya melibatkan duktus

ekstrahepatik saja.

Tipe V (Caroli disease): multipel dilatasi dari duktus intrahepatik.

Page 5: Referat Kista CBD 2

Gambar 3 : tipe-tipe Kista Duktus Koledokus menurut Alonzo-Todani

Klasifikasi kista duktus koledokus dengan pancreaticobiliary malunion (PBMU) :

A. Dilatasi pada duktus biliaris ekstrahepatik yang berbentuk kistik

B. Dilatasi pada duktus biliaris yang berbentuk fusiform

C. Forme fruste kista duktus koledokus tanpa PBMU

D. Tampak seperti divertikulum pada duktus koledokus

E. Choledochocele ( diverticulum pada bagian distal dari duktus koledokus)

F. Hanya terjadi dilatasi dari duktus biliaris intrahepatik (penyakit Caroli’s)

Page 6: Referat Kista CBD 2

Gambar 4.

VI. PRENATAL DIAGNOSIS

Kista duktus koledokus dapat terdeteksi secara rutin dengan pemeriksaan prenatal

ultrasonografi yang dilakukan pada minggu ke 15 kehamilan (Schroeder et al., 1989;

Bancroft et al., 1994; Stringer et al., 1995; Redkar et al., 1998). Kista mungkin sulit

dibedakan dengan atresia duodenum, kista ovarium ataupun kelainan lain. Kista ini

dapat terlihat secara tipikal, tetapi tipe dari kista tidak dapat ditentukan(2).

Menurut Redkar, MacKenzie dan kolega, walaupun maternal ultrasonografi

berguna, tetapi tidak akurat dan tidak dapat diandalkan dalam membedakan kista

duktus koledokus dengan malformasi yang terjadi padi traktus biliaris. Tetapi

bagaimanapun juga, apabila terdapat kecurigaan akan diagnosis kista duktus

koledokus, harus dilakukan ultrasonografi postnatal. Apabila kecurigaan akan kista

duktus koledokus dapat dibuktikan, maka dilakukan penatalaksanaan sehubungan

dengan diagnosis(1).

VII. PRESENTASI KLINIS

Kista duktus koledokus dapat terlihat pada semua usia, tetapi lebih dari setengahnya

pertama kali terlihat pada dekade pertama kehidupan(3). Manifestasi klinis akan

berbeda sesuai dengan usia pada saat permulaan gejala. Gejala pada pasien dengan

Page 7: Referat Kista CBD 2

kista duktus koledokus dapat diklasifikasikan menjadi gejala pada anak bayi dan pada

anak yang lebih besar. Pada bayi, dengan rentang usia 1 sampai 3 bulan, gejala yang

muncul adalah obstruktif jaundice, feses yang akholis, dan hepatomegali. Tampilan

klinis pada kelompok ini tidak dapat dibedakan dari atresia biliaris. Kadang-kadang

disertai juga dengan fibrosis hati(1,2,3). Pasien pada kelompok ini tidak harus terdapat

gejala nyeri pada abdomen ataupun massa pada abdomen(1).

Pada kelompok umur yang lebih besar, biasanya manifestasi klinis akan

tampak pada anak setelah usia 2 tahun(1). Pada anak yang lebih besar, gejalanya dapat

dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu massa pada perut kanan atas dengan jaundice

intermittent karena obstruksi biliaris, yang umumnya dijumpai pada pasien dengan

kista duktus koledokus sakuler, dan nyeri perut akibat pankreatitis, yang biasanya

tampak pada bentuk yang fusiform(3). Pada kelompok umur ini, classic triad berupa

nyeri perut, terabanya massa, dan jaundice yang dikemukan oleh Alonso-Lej dan

kolega biasanya dijumpai. Karena obstruksi yang terjadi pada kelompok umur ini

hanya parsial, maka gejala bersifat intermiten(1).

Rekuren kolangitis dapat menjadi ciri dari gejala kista duktus koledokus pada

anak yang lebih besar. Bagaimanapun, sangat penting ditekankan bahwa gejala pada

anak yang lebih besar sering tidak ketara dan bersifat intermitan, sehingga sering

tidak terdiagnosis, yang mengakibatkan kerusakan hati yang terus berlanjut, sehingga

pasien biasanya datang dengan kondisi sirosis hati dan manifestasi hipertensi portal(1).

Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan presentasi klinis gejala

berdasarkan usia dari penelitian yang dilakukan di the Academic Hospital of the Vrije

Universiteit Medical Center, Amsterdam, the Netherlands. Pada penelitian ini dapat

terlihat bahwa nyeri perut merupakan gejala tersering (76%), dengan insidensi

terbanyak terjadi pada Grup C (kelompok usia >16 tahun). Jaundice merupakan gejala

yang paling sering terjadi pada kelompok A (kelompok usia <2 tahun)(4).

Page 8: Referat Kista CBD 2

VIII. DIAGNOSIS

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak mampu untuk menegakkan diagnosis dari kista

duktus koledokus, tetapi dapat menggambarkan kondisi klinis dari pasien. Oleh

karena gejala tersering adalah jaundice, hasil laboratorium terpenting adalah

conjugated hiperbilirubinemia, peningkatan alkaline phosphatase, dan marker lain

untuk obstruktif jaundice. Apabila obstruksi biliaris sudah terjadi dalam jangka waktu

yang lama, maka dapat pula disertai profil koagulasi yang abnormal. Nilai amilase

plasma dapat menunjukkan peningkatan pada saat episode nyeri perut(1,2).

Pemeriksaan Radiologi

Bagaimanapun bentuk dari kelainan anatomi, pemeriksaan radiologis merupakan

kunci dalam menegakkan diagnosis. Computed tomography (CT) cholangiography,

dahulu digunakan sebagai alat penunjang dalam menegakkan diagnosis dari kista

duktus koledokus, saat ini digantikan oleh pemeriksaan yang lebih akurat(2).

Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang awal yang terpilih dan

dapat menggambarkan ukuran, bentuk, duktus proksimal, pembuluh darah dan bnetuk

dari hepar. Komplikasi seperti kolelitiasis, hipertensi portal dan biliary ascites dapat

pula terlihat(1,2).

Percutaneus transhepatic cholangiography dan endoscopic retrograde

cholangiopancreatography (ERCP) dapat memeberikan gambaran yang akurat dari

sistem pancreaticobiliary. Tetapi, pemeriksaan ini bersifat invasif dan tidak cocok

untuk digunakan berulang kali serta merupakan kontraindikasi apabila dilakukan

dalam keadaan pankreatitis akut. Pemeriksaan ini dilakukan dengan anestesia

umum(1,2,3,6).

Page 9: Referat Kista CBD 2

Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) dapat dilakukan

dibawah pengaruh sedasi pada anak tanpa menggunakan bahan kontras atau tanapa

radiasi(7). MRCP merupakan pemeriksaan yang bersifat noninvasif dan dapat

digunakan untuk menggambarkann duktus pankreatik dan biliaris proksimal dari

obstruksi(1,3). Pada anak dengan usia dibawah 3 tahun, MRCP amungkin tidak dapat

menggambarkan sistem pankreticobiliaris dikarenakan kalibernya yang kecil(1).

Kolangiografi intraoperatif tidak diperlukan jika seluruh sistem biliaris telah

dicitrakan sebelum eksisi kista, namun hal ini harus dipakai jika system

pancreaticobiliary tidak seluruhnya tercitrakan(3).

www.hpblondon.com/bile-duct-cancer/Gambar 5.

www.medscape.com/viewarticle/418146_3Gambar 6.

Page 10: Referat Kista CBD 2

Gambar 7.

IX. PENATALAKSANAAN

Eksisi kista merupakan terapi definitif yang terpilih untuk kista duktus koledokus

karena tingginya morbiditas dan tingginya resiko terjadinya karsinoma setelah

drainase interna(3). Bervariasi pendekatan telah diusahakan sejak dahulu untuk

penanganan pembedahan mulai dari aspirasi kista, marsupialisasi, serta drainage

eksternal tetapi angka mortalitas tetap tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan

kebanyakan pasien yang datang dengan kondisi lanjut (1,2,3).

Pada tahun1924, McWhorter pertama kali mempublikasikan eksisi dari kista

koledokus dengan anastomosis dari duktus hepatikus ke duodenum. Prosedur ini

dirasakan sangat sulit, dengan angka kematian mencapai 30%. Pada tahun 1933,

Gross mempublikasikan dan menyimpulkan bahwa choledochocystoduodenostomy

sebagai prosedur pembedahan yang cukup aman dan efektif serta memiliki mortalitas

yang rendah. Pada tahun 1965, Fonkalsrud dan Boles mendukung hal tersebut,

sehingga sejak saat itu drainase interna tanpa eksisi kista merupkan tindakan yang

terpilih. Kemudian terhadap pasien tersebut dilakukan follow up selama 15 tahun, dan

didapatkan bahwa angka morbiditas meningkat dari 30% menjadi 50%, dan hal ini

berhubungan dengan morbiditas yang terjadi lanjut. Komplikasi yang terjadi antara

lain kronik kolangitis yang rekuren, kemungkinan akibat terjadinya refluks dari

duodenum ke traktus biliaris, yang pada akhirnya menyebabkan inflamasi kronis dan

stenosis pada anastomosis. Hal memberikan gejala yang ringan sehingga diagnosis

Page 11: Referat Kista CBD 2

tidak dapat dibuktikan dan pada akhirnya berkembang menjadi sirosis bilier dan

hipertensi portal(1).

Pada tahun 1970, Kasai dan kolega dan Ishida dan kolega, melaporkan hasil

yang memuaskan dengan dilakukannya eksisi kista dan Roux-en-Y jejunostomy.

Roux-en-Y cyst jejunostomy telah dikembangkan sebagai alternatif dari cyt

duodenostomy untuk menghindari terjadinya reflux isi dari duodenum ke dalam

percabangan traktus billiaris.

Gambar 8 : Berbagai tehnik pembedahan dalam eksisi Kista Duktus Koledokus

Page 12: Referat Kista CBD 2

Gambar 9 : Tahapan dari Metode Lilly untuk reseksi intramural Kista Duktus

Koledokus

X. TEKHNIK OPERASI

Posisi pasien supine diatas meja operasi. Dilakukan insisi subcostal kanan yang dapat

diperlebar kemudian. Bila dibandingkan dengan tipe kista yang fusiform, biasanya

terjadi adesi antara tipe kista yang kistik dengan struktur disekitarnya seperti vena

porta dan arteri hepatika, terutama pada anak yang lebih tua.

Page 13: Referat Kista CBD 2

Dilakukan insisi transverse pada dinding anterior kista, akan tampak dinding

posterior kista dari dalam, sehingga kista dapat dibebaskan dari jaringan sekitarnya

termasuk vena porta dan arteri hepatika (gambar 8 dan 9).

Gambar 10. Gambar 11.

Apabila adhesi kista cukup hebat, mukosektomi kista lebih baik dilakukan

daripada full-thickness (gambar 10)(1,8). Untuk menghindari terjadinya pankreatitis dan

atau pembentukan batu akibat dari kista residual, maka duktus biliaris distal harus

direseksi sedekat mungkin dengan pancreticobiliary junction (gambar 12). Setelah

dilakukan mukosektomi, ujung distal dari kista dijahitkan secara transfixed sebanyak

2 kali dengan benang absorbable. Stump distal bisa saja dibiarkan demikian atau

dibenamkan diantara dinding otot disekitar kista (gambar 13).

Page 14: Referat Kista CBD 2

Gambar 12.

Gambar 13. Gambar 14.

Gambar 15.

Page 15: Referat Kista CBD 2

Eksisi kista dan Roux-en-Y hepatico-jejunostomy (RYH) merupakan tindakan

terpilih untuk kista duktus koledokus. Anastomosis jejunum diatas dari sisa CBD

direkomendasikan jika rasio antara CBD dan jejunum proksimal kurang atau sama

dengan 1 (common hepatic duct) sampai 2,5 (jejunum). Jika duktus biliaris terlalu

kecil, maka lebih disarankan melakukan end to side anastomosis. Anastomisis harus

dilakukan sedekat mungkin dengan ujung jejunal limb. End to side anastomosis harus

dilakukan jauh dari ujung buntu jejunum proksimal sehingga dapat terjadi blind

pouch saat anak semakin besar. Statis bile pada blind pouch dapat membentuk batu

intrahepatik, khususnya jika duktus intrahepatik berdilatasi (gambar 44-21). Kami

percaya dengan hepaticojejunostomy end to end dan jejuno-jejunostomy end to side

akan mencegah terbentuknya batu dan terjadinya kolangitis asenden.

Beberapa ahli bedah menentukan panjang Roux en Y jejuna limb tanpa

mempertimbangkan ukuran anak. Hal ini menyebabkan jejunal limb Roux en Y yang

panjang yang sebetulnya tidak perlu khsususnya bayi dan anak yang lebih muda.

Redundansi Roux limb agaknya akan terjadi seiring pertumbuhan anak. Hal ini

menyebabkan terjadinya bile statis pada limb, yang pada akhirnya menyebabkan

terjadinya kolangitis atau terjadinya pembentukan batu. Konstruksi Roux en Y

agaknya mencegah terjadinya redundansi Roux limb. Kami merekomendasikan

mengamankan jejunal limb dari ligamentum Treitz ke Roux limb pada anastomosis

side to side sekitar 8cm proksimal dari anastomosis end to side untuk memastikan bile

flow yang smooth dan pasase distal yang baik. Tanpa menggunakan teknik ini

jejunostomy akan berbentuk T, sehingga menyebabkan terjadinya refluks konten

jejunum ke Roux limb, situasi yang kami temui pada satu pasien yang dioperasi di

tempat lain.

Page 16: Referat Kista CBD 2

Gambar 16.

Gambar 17. Gambar 18.

XI. KOMPLIKASI

Dari beberapa literatur disebutkan dapat terjadi komplikasi pasca eksisi kista baik

awal maupun lanjut seperti cholangitis, pembentukan batu, striktur anatomosis,

pancreatitis, disfungsi hepar dan keganasan.

Fenomena pembentukan batu setelah operasi pertama kali diungkapkan oleh

Tsuchida et al. Uno dan kawan-kawan, pada penelitiannya tentang batu intrahepatik

yang terjadi setelah eksisi kista, menerangkan bahwa selalu terjadi striktur sebagai

kejadian awal. Cetta juga melaporkan bahwa stasis dari bile akibat striktur dari duktus

Page 17: Referat Kista CBD 2

merupakan kejadian yang mendahului, bukan mengikuti, untuk terbentuknya batu

intrahepatik.

Telah banyak dilaporkan terjadinya degenerasi maligna baik akibat retained

cyst ataupun akibat inflamasi kronis yang terjadi oleh karena refluks dari enzim

pankreas akibat kelemahan dari fungsi sfingter Oddi yang menyebabkan perubahan

histologis dan perkembangan ke arah malignansi(1,5). Pankreatitis akut merupakan

komplikasi yang terjadi pada 20% kasus pada follow up jangka panjang akibat dari

pembentukan protein plug(1).

Page 18: Referat Kista CBD 2

Daftar Pustaka

1. O’neill JA. Choledochal Cyst. Dalam: Grosfeld JL, O’Neill JA, Coran AG, Fonkalsrud

EW, Pediatric Surgery. Edisi ke-6. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006. h. 1620-31.

2. Stringer MD. Choledochal cys. Dalam: Surgery Of The Liver Bile Ducts and Pancreas

in Children. Edisi ke-2. London: Elsevier Saunders; 2002. h. 149-64.

3. Yamataka Y, Yoshifumi Kato, Miyano T. Dalam: Ashcraft’s Pediatric Surgery. Edisi

ke-5. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2010. h. 566-73.

4. By J.S. de Vries, S. de Vries, D.C. Aronson, et al. Choledochal Cysts: Age of

Presentation, Symptoms, and Late Complications Related to Todani’s Classification. J

Pediatr Surg 2002; 37:1568-73.

5. Shigeru O, Shigesa F, et al. Long-term outcomes after hepaticojejunostomy for

choledochal cyst: a 10- to 27 year follow up. J Pediatr Surg 2001; 45: 1617-22.

6. Long Li, Atsuyuki Yamataka. Ectopic Distal Location of the Papilla of Vater in

Congenital Biliary Dilatation: Implications for Pathogenesis. J Pediatr Surg 2010; 36:

376-78

7. Matos C, Nicaise N et al. Choledochal cyst: comparison of findings at

cholangiopancreatography and endoscopic retrograde cholangiopancreatography in

eight patients..Radiology. 1998; 209: 306-8.

8. Miyano T, Urao M, Yamataka A. Choledochal Cyst. Dalam: Pediatric Surgery:

Springer; 2006. h. 371-86.