25
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Neurobehavior adalah hubungan antara fungsi otak dengan perilaku dan proses berpikir manusia dimana semua masukan sensoris (taktil, visual, dan audiotorik) akan diubah, diolah, disimpan dan selanjutnya digunakan untuk hubungan interneuron secara sempurna sehingga individu mampu melakukan penalaran terhadap masukan sensoris tersebut. Neurobehavior terkait dengan pola perilaku hidup seseorang yang berhubungan dengan sistem neural (sistem saraf) seperti pola tidur, mood atau suasana hati, stress, nafsu makan dan kesadaran diri. Fungsi luhur ini sangat vital bagi kehidupan manusia dewasa akhir,dewasa tengah,dewasa muda dan teristimewa bagi anak-anak. neurobehavior sangat berperan terhadap pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada manusia. Jika seseorang mengalami gangguan Neurobehaviour maka akan mengganggu ”Performance Skill” yang

Referat Neurobehavior

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat Neurobehavior

Citation preview

Page 1: Referat Neurobehavior

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Neurobehavior adalah hubungan antara fungsi otak dengan perilaku dan

proses berpikir manusia dimana semua masukan sensoris (taktil, visual, dan

audiotorik) akan diubah, diolah, disimpan dan selanjutnya digunakan untuk

hubungan interneuron secara sempurna sehingga individu mampu melakukan

penalaran terhadap masukan sensoris tersebut.

Neurobehavior terkait dengan pola perilaku hidup seseorang yang

berhubungan dengan sistem neural (sistem saraf) seperti pola tidur, mood atau

suasana hati, stress, nafsu makan dan kesadaran diri. Fungsi luhur ini sangat vital

bagi kehidupan manusia dewasa akhir,dewasa tengah,dewasa muda dan

teristimewa bagi anak-anak. neurobehavior sangat berperan terhadap pertumbuhan

dan perkembangan fisik dan mental pada manusia.

Jika seseorang mengalami gangguan Neurobehaviour maka akan

mengganggu ”Performance Skill” yang berhubungan dengan aktifitas kehidupan

sehari-hari (AKS), Produktifitas dan aktifitas ” Leisure”. Untuk mengatasi hal

tersebut maka harus dibutuhkan penanganan team medis yang terpadu. Team

medis yang terlibat disini ada dokter saraf, dokter anak, dokter spesialis

rehabilitasi medis yang di bantu oleh fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara dan

ortotik protestik dan psikolog. Jika penangannya dilakukan secara team maka

hasil yang dicapai akan maksimal sesuai kondisi seseorang yang mengalami

gangguan neurobehaviour seperti Gangguan hiperaktifitas,gangguan kosentrasi,

autis, gangguan belajar dan kondisi kondisi lainnya.

Page 2: Referat Neurobehavior

BAB II

A. Definisi Fungsi Luhur (Neurobehavior)

Neurologi terdiri dari neurologi elementer atau klasikal dan fungsi

luhur (neurologi luhur). Neurobehavior atau behavioral neurology merupakan

cabang ilmu neurology yang mempelajari masalah perilaku manusia dan

berdampingan dengan ilmu psikiatri dan psikologi (interdisciplinary

relationships). Ilmu ini bukan saja mempunyai implikasi untuk ilmu

kedokteran tetapi juga untuk ilmu social, filosofi, edukasi, etika dan teologi. 3

Neurobehavior merupakan seatu proses dimana semua masukan

sensoris (taktil, visual, dan audiotorik) akan diubah, diolah, disimpan dan

selanjutnya digunakan untuk hubungan interneuron secara sempurna sehingga

individu mampu melakukan penalaran terhadap masukan sensoris tersebut.

Konsep yang paling banyak dianut, bahwa fungsi luhur mencakup lima

domain, yaitu :4

1. Attention (pemusatan perhatian)

Atensi adalah kemampuan untuk berinteraksi atau memperhatikan sati

stimulus tertentu dengan mampu mengabaikan stimulus lain yang tidak

dibutuhkan. Atensi merupakan hasil hubungan antara batangng otak,

aktivitas limbic dan aktifitas korteks sehingga mampu untuk focus pada

stimulus spesifik dan mengabaikan stimulus lain yang tidak relevan.

Konsentrasi merupakan kemampuan untuk memperthankan atensi dalam

periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan

mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa, dan fungsi

eksekutif.

2. Language (bahasa)

Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang

membangun kemampuan kognitif. Jika terdapat gangguan bahasa,

pemeriksaan kognitif seperti memori verbal, fungsi eksekutif akan

mengalami kesulitan atau tidak dapat dilakukan.

Page 3: Referat Neurobehavior

3. Memory (daya ingat)

Fungsi memori terdiridari proses penerimaan dan penyandian informasi,

proses penyimpanan serta mengingat. Semua hal yang berpengaruh

dalam ketiga proses tersebut akan mempengaruhi fungsi memori.

4. Visuopatial (pengenalan ruang)

Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti

menggambar atau meniru berbagai gambar (misalnya lingkaran, kubus)

dan menyusun balok-balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan

konstruksi dan lobus parietal terutama hemisfer kanan berperan paling

dominan.

5. Executive function (fungsi eksekutif: fungsi perencanaan,

pengorganisasian, dan pelaksanaan)

Fungsi eksekutif adalah kemampuan kognitif tinggi seperti cara berfikir

dan kemampuan pemecahan masalah. Fungsi ini dimediasi oleh korteks

prefrontal dorsolateral dan struktur subkortikal yang berhubungan dengan

daerah tersebut. Fungsi eksekutif dibagi menjadi 4 komponen yaitu

volition (kemauan), planning (perencanaan), purposive action

(bertujuan), effective performance (pelaksanaan yang efektif). Bila terjadi

gangguan fungsi eksekutif, maka gejala yang muncul sesuai dengan

komponen di atas.

B. Anatomi Fungsi Luhur (Neurobehavioral)

Masing-masing domain fungsi luhur manusia tidak dapat berjalan

sendiri-sendiri dalam menjalankan fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan

yang disebut system limbik. Struktur limbik terdiri dari amigdala,

hipokampus, nucleus talamik anterior, gyrus subkalosus, gyrus cinguli, girus

parahipokampus, formation hipokampus, dan korpus mamillare. Alveus,

fimbria, forniks, traktus mammilotalamikus, dan striae terminalis membentuk

jaras-jaras penghubung.5,6

Peran system limbic meliputi memori, pembelajaran, motivasi, emosi,

fungsi neuroendokrin, dan aktivasi otonom. Struktur berikut ini bagian dari

system limbic :5,6

Page 4: Referat Neurobehavior

1. Amigdala, terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada hemisfer kanan

predominan untuk belajar emosi dalam keadaan tidak sadar, dan pada

hemisfer kiri predominan untuk belajar emosi pada saat sadar.

2. Hipokampus, terlibat dalam pembentukan memori jangka panjang,

pemeliharaan fungsi kognitif yaitu proses pembelajaran.

3. Girus parahipokampus, berperan pada memori spasial.

4. Girus cinguli, mengatur fungsi otonom seperti denyut jantung, tekanan

darah, dan kognitif yaitu atensi. Korteks cinguli anterior merupakan

struktur limbic terluas, berfungsi afektif, kognitif, otonom, perilaku dan

motorik.

5. Forniks, membawa sinyal dari hipokampus ke mammillary bodies dan

septal nuclei. Forniks berperan dalam memori dan pembelajaran.

6. Hipotalamus, berfungsi mengatur system saraf otonom melalui produksi

pelepasan hormone, tekanan darah, denyut jantung, lapar, haus, libido,

dan siklus tidur/bangun, perubahan memori baru menjadi memori jangka

panjang.

7. Thalamus ialah kumpulan badan sel saraf di dalam diensefaln

membentuk dinding ketiga ventrikel tiga. Fungsi thalamus sebagai pusat

hantaran rangsang indra adri perifer ke korteks serebri. Dengan kata lain,

thalamus merupakan pusat pengaturan fungsi kognitif di otak atau

sebagai stasiun relay ke korteks.

8. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan

pembelajaran

9. Girus dentatus, berperan dalam memori baru dan mengatur kebahagiaan.

10. Korteks entorhinal, penting dalam memori dan merupakan komponen

asosiasi.

Page 5: Referat Neurobehavior

Gambar 1. Sistem Limbik

Sedangkan lobus otak yang berperan dalam fungsi luhur adalah :7

1. Lobus frontalis

Fungsi lobus frontalis mengatur motorik, perilaku, kepribadian, bahasa,

memori, orientasi spasial, belajar asosiatif, daya analisis dan sintesis.

Sebagian korteks media lobus frontalis dikaitkan sebagai system limbic,

karena banyaknya koneksi anatomic dan struktur limbic dan adanya

perubahan e,osi bila terjadi kerusakan.

2. Lobus parietalis

Lobus parietalis berfungsi dalam membaca, persepsi, memori, dan

visuospasial. Korteks ini menerima stimuli sensori (input visual, auditori,

dan taktil) dari area asosiasi sekunder. Karena menerima input dari

berbagai modalitas sensori sering disebut korteks heteromodal dan

mampu membentuk asosiasi sensori (cross modal association). Sehingga

manusia dapat menghubungkan input visual dan menggambarkan apa

yang mereka lihat atau pegang.

Page 6: Referat Neurobehavior

3. Lobus temporalis

Lobus temporalis berfungsi mengatur pendengaran, penglihatan, emosi,

memori, kategorisasi benda-benda, dan seleksi rangsang auditorik dan

visual.

4. Lobus oksipitalis

Lobus oksipitalis berfungsi mengatur penglihatan primer, visuospasial,

memori, dan bahasa.

Gambar 2. Lobus Otak

Serabut-serabut di otak yang berfungsi dalam fungsi luhur antara lain :6,7

1. Serabut komisura

Serabut ini menghubungkan daerah-daerah yang sama pada kedua

hemisfer. Serabut tersebut adalah korpus kalosum, komisura anterior,

komisura posterior, firnix, dan komisura habenularum.

2. Serabut-serabut asosiasi

Serabut-serabut saraf ini penting menghubungkan berbagai daerah

korteks di dalam hemisfer yang sama. Fasikulus uncinatus

menghubungkan area bicara motorik primer dan girus pada permukaan

inferior lobus frontalis dengan korteks polus pada lobus temporalis.

Page 7: Referat Neurobehavior

Fasikulus longitudinalis superior merupakan berkas serabut saraf

terbesar, menghubungkan bagian anterior lobus frontalis dengan

oksipitalis dan lobus temporalis. Fasikulus longitudinalis inferior berjalan

ke anterior dari lobus oksipitalis, berjalan lateral menuju radiasio optika,

kemudian didistribusi ke lobus temporalis. Fasikulus frontooksipitalis

menghubungkan lobus frontalis dengan lobus oksipitalis dan temporalis.

Fasikulus arkuatus berperan dalam fungsi bahasa dan bicara,

menghubungkan area Wernicke dengan area Broca sehingga bisa

membentuk pemahaman bahasa tulisan dan lisan serta memungkinkan

orang dapat membaca sebuah kaliamt, mengerti kalimat dan

mengucapkan dengan suara keras.

3. Serabut-serabut proyeksi

Serabut-serabut aferen dan eferen yang berjalan sdari batang otak menuju

seluruh korteks serebri pasti berjalan diantara massa inti substansia grisea

yang besar di dalam hemisfer serebri. Di bagian atas batang otak,

serabut-serabut ini membentuk kapsula interna, dan terdapat pula

serabut-serabut yang menyebar ke semua jurusan menuju korteks serebri

disebut korona radiata.

C. Klasifikasi Gangguan Neurobehavior

Klasifikasi kelainan neurobehavior diantaranya adalah :2

1. Status Konfus Akut (Delirium)

Delirium didefinisikan dalam American Psychiatric Association's

(APA) Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders (DSM)-IV

sebagai gangguan kesadaran dan kognisi yang berkembang selama periode

waktu yang singkat (jam sampai hari) dan berfluktuasi dari waktu ke

waktu.8

2. Dementia Kortikal

a) Dimensia Tipe Alzeimer

Page 8: Referat Neurobehavior

Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit

alzheimer (50-60%) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%).

Diperkirakan penderita demensia terutama penderita alzheimer pada

abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan

mungkin menjadi epidemi seperti di Amerika dengan insidensi

demensia 187 populasi /100.000/tahun dan penderita Alzheimer

123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima.

Dimensia adalah suatu sindrom penururnan kemampuan

intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan

fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi social,

pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Dalam pemahaman juga

mengalami kemunduran seperti hilngnya kemampuan untuk

memahami pembicaraan yang cepat, percakapan yang kompleks atau

abstrak, humor yang sarkartis dan sindiran. Dalam kemampuan bahasa

dan bicara terjadi kemunduran pula yaitu kehilangan idea pa yang

sedang dibicarakan, sehingga kemampuan pemrosesan bahasa secara

cepat, kehilangan kemampuan penamaan dengan cepat. Dalam bidang

komunikasi social akan terjadi kehilangan kemampuan untuk tetap

berbicara dalam topic, mudah tersinggung, marah, pembicaraan bisa

menjadi kasar dan terkesan tidak sopan.

b) Pick’s Disease

Sebuah penyakit demensia yang progresif terjadi pada

penyandang usia 40-60 tahun. Kelainan patologinya adalah atrofi yang

nyata terutama mengenai lobus frontal dan temporal. Ada juga yang

menyebut sebagai demensia fronto temporal (FTD). Pasien Pick

umumnya meninggal 2-15 tahun sejak kejadian penyakitnya. Pria

lebih banyak daripada wanita. Kejadian Alzheimer’s Disease, DAT

10-15 kali lebih banyak daripada Pick’s Disease. 2

3. Lesi Fokal pada Sindrom Neurobehavior

a) Kelompok Afasia

b) Sindrom Lobus Oksipitalis

Page 9: Referat Neurobehavior

c) Sindrom Lobus Temporalis

d) Sindrom Lobus Parietalis

e) Sindrom Lobus Frontalis

f) Sindrom Limbik

g) Higher Cortical Function

h) Hemispheric Specialization

D. Assasment Neurobehavior

1. Pemeriksaan Status Mental

Pemeriksaan status mental menggunakan elemen prinsip berikut ini :

a) Attention (atensi, perhatian)

b) Languange (bahasa)

c) Memory (memori, daya ingat)

d) Visuospatial skills (kemampuan visuospasial)

e) Executive function (fungsi eksekutif)

2. Penapisan Klinis Minimum

Assasment neurobehaviour formal membutuhkan waktu yang panjang.

Untuk kebutuhan skrining klinis (penapisan) dapat digunakan assasment

minimum yang ringkas seperti berikut ini:

Awareness Degree of awakenes

Degree of attention

Language Naming to confrontation

Category word list

Writing to command

Learning Orientation for time and place

Visuospatial Ability to copy three-demensional

shape

Tabel 1. Steps In The Minimum Screening Mental Status Examination

3. Status Mini Mental (MMSE)

a) Tujuan

Page 10: Referat Neurobehavior

MMSE awalnya dirancang sebagai media pemeriksaan status mental

singkat serta terstandardisasi yang memungkinkan untuk membedakan

antara gangguan organik dan fungsional pada pasien psikiatri. Sejalan

dengan banyaknya penggunaan tes ini selama bertahun-tahun,

kegunaan utama MMSE berubah menjadi suatu media untuk

mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif yang

berkaitan dengan kelainan neurodegeneratif, misalnya penyakit

Alzheimer.11

b) Gambaran

MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30

poin yang dikelompokkan menjadi 7 kategori : orientasi terhadap

tempat (negara, provinsi, kota, gedung dan lantai), orientasi terhadap

waktu (tahun, musim, bulan, hari dan tanggal), registrasi (mengulang

dengan cepat 3 kata), atensi dan konsentrasi (secara berurutan

mengurangi 7, dimulai dari angka 100, atau mengeja kata WAHYU

secara terbalik), mengingat kembali (mengingat kembali 3 kata yang

telah diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama 2 benda,

mengulang kalimat, membaca dengan keras dan memahami suatu

kalimat, menulis kalimat dan mengikuti perintah 3 langkah), dan

kontruksi visual (menyalin gambar).11

Skor MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar

sempurna; skor yang makin rendah mengindikasikan performance

yang buruk dan gangguan kognitif yang makin parah. Skor total

berkisar antara 0-30 (performance sempurna). Skor ambang MMSE

yang pertama kali direkomendasikan adalah 23 atau 24, memiliki

sensitivitas dan spesifisitas yang baik untuk mendeteksi demensia;

bagaimanapun, beberapa studi sekarang ini menyatakan bahwa skor

ini terlalu rendah, terutama terhadap seseorang dengan status

pendidikan tinggi. Studi-studi ini menunjukkan bahwa demensia dapat

didiagnosis dengan keakuratan baik pada beberapa orang dengan skor

MMSE antara 24-27. Gambaran ini terfokus pada keakuratan dalam

Page 11: Referat Neurobehavior

populasi. Untuk tujuan klinis, bahkan skor 27 tidak sensitif untuk

mendeteksi demensia pada orang dengan status pendidikan tinggi,

dimana skor ambang 24 tidak spesifik pada orang dengan status

pendidikan rendah.

c) Pelaksanaan

MMSE dapat dilaksanakan selama kurang lebih 5-10 menit. Tes ini

dirancang agar dapat dilaksanakan dengan mudah oleh semua profesi

kesehatan atau tenaga terlatih manapun yang telah menerima instruksi

untuk penggunaannya.11

d) Validitas

Performance pada MMSE menunjukkan kesesuaian dengan

berbagai tes lain yang menilai kecerdasan, memori dan aspek-aspek

lain fungsi kognitif pada berbagai populasi. Contohnya, skor MMSE

sesuai dengan keseluruhan, kecerdasan performance ataupun verbal

dari Wechsler Adult Intellligence Scale (WAIS) (Wechsler 1958) atau

revisinya (WAIS-R) (Wechsler 1981) pada pasien demensia, stroke,

skizofrenia atau depresi, dan lansia-lansia sehat. Skor MMSE juga

memiliki kesesuaian dengan skor pada tes Clock Drawing pada pasien

geriatri dan pasien dengan penyakit Alzheimer, dengan skor pada

Alzheimer’s Disease Assessment Scale-Cognitive (ADAS-COG) dan

juga pada tes-tes lain seperti Information-Memory-Concentration

(IMC), Wechsler Memory Scale (Wechsler 1945), tes composite

neuropsychological dan Brief Cognitive Rating Scale ( BCRS).11

Lima studi melaporkan bahwa MMSE sensitif untuk

mendeteksi demensia. Pada satu studi diantaranya, skor MMSE pasien

dengan demensia (N=29) lebih rendah daripada pasien dengan depresi

dengan gangguan kognitif (N=10), depresi tanpa gangguan kognitif

(N=30) dan subjek kontrol psikiatri normal (N=63). Pada studi lain,

skor pasien demensia (N=44) lebih rendah daripada pasien dengan

diagnosis penyakit psikiatri lain (N=33), atau diagnosis neurologis

(N=33), atau subjek kontrol (N=23). Suatu studi yang terfokus pada

Page 12: Referat Neurobehavior

lansia di panti jompo (N=201) menemukan bahwa lansia dengan

demensia memilki skor MMSE lebih rendah daripada lansia tanpa

demensia atau curiga demensia.11

Skor 23 pada MMSE pertama kali diajukan sebagai ambang

skor yang mengindikasikan disfungsi kognitif. Dalam 13 studi

berurutan yang menilai keefektifan ambang skor MMSE < 23 untuk

mendeteksi demensia, sensitivitas berkisar antara 63%-100% dan

spesifisitas berkisar antara 52%-99% (N=23-74 orang dengan

demensia dan 24-2,663 orang tanpa demensia).11

e) Reliabilitas

Dua studi yang menilai konsistensi internal MMSE

mendapatkan nilai alfa Cronbach sebesar 0,82 dan 0,84 pada pasien

lansia yang dirawat di layanan medis (N=372) dan lansia di panti

jompo (N=34). Reliabilitas MMSE lain telah ditemukan sebesar

0,827 dalam suatu studi pada pasien demensia (N=19), 0,95 dalam

studi pada pasien dengan berbagai gangguan neurologis (N=15), dan

0,84-0,99 dalam dua studi pada lansia di panti jompo (N=35 dan 70).

Koefisien korelasi intrakelas berkisar antara 0,69-0,78 didapatkan

dalam studi di panti jompo lainnya (N=48). Rata-rata nilai kappa

sebesar 0,97 didapatkan dari 5 peneliti skor performance MMSE

secara terpisah pada 10 pasien neurologis.11

f) Penggunaan Klinis

MMSE merupakan pemeriksaan status mental singkat dan

mudah diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang

dapat dipercaya serta valid untuk mendeteksi dan mengikuti

perkembangan gangguan kognitif yang berkaitan dengan penyakit

neurodegeneratif. Hasilnya, MMSE menjadi suatu metode

pemeriksaan status mental yang digunakan paling banyak di dunia.

Tes ini telah diterjemahkan ke beberapa bahasa dan telah digunakan

sebagai instrumen skrining kognitif primer pada beberapa studi

epidemiologi skala besar demensia. Tes ini juga digunakan secara luas

Page 13: Referat Neurobehavior

pada praktik klinis dan kecermelangannya sebagai instrumen skrining

kognitif telah dibuktikan dengan pencatuman bersama dengan

Diagnostic Interview Schedule (DIS), dalam studi National Institute of

Mental Health ECA dan oleh daftarnya yang menyebutkan MMSE

sebagai penilai fungsi kognitif yang direkomendasikan untuk kriteria

diagnosis penyakit Alzheimer dikembangkan oleh konsorsium

National Institute of Neurological and Communication Disorders and

Stroke and the Alzheimer’s Disease and Related Disorders

Association. Reliabilitas serta validitas sangat baik berdasarkan

diagnosis klinis independen demensia dan penyakit Alzheimer.

Karena performance pada MMSE dapat dibiaskan oleh pengaruh

status pendidikan rendah pada pasien yang sehat, beberapa pemeriksa

merekomendasikan untuk menggunakan ambang skor berdasarkan

umur dan status pendidikan untuk mendeteksi demensia.11

Kelemahan terbesar MMSE yang banyak disebutkan ialah

batasannya atau ketidakmampuannya untuk menilai beberapa

kemampuan kognitif yang terganggu di awal penyakit Alzheimer atau

gangguan demensia lain (misalnya terbatasnya item verbal dan

memori dan tidak adanya penyelesaian masalah atau judgment),

MMSE juga relatif tak sensitif terhadap penurunan kognitif yang

sangat ringan (terutama pada individual dengan status pendidikan

tinggi). Walaupun batasan-batasan ini mengurangi manfaat MMSE,

tes ini tetap menjadi instrumen yang sangat berharga untuk penilaian

penurunan kognitif.11

g) Interprestasi

Interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat

pemeriksaan : 11

1. Skor 24-30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal

2. Skor 17-23 berarti probable gangguan kognitif

3. Skor 0-16 berarti definite gangguan kognitif

Page 14: Referat Neurobehavior

4. A Brief Sensitive Mental State Exam (D’Esposito)

Assasment A Brief Sensitive Mental State Exam meupakan penilaian

status mental yang diciptakan oleh D’Eposito, Cummings, Alexander yang

meliputi penilaian terhadap :2

a. Atensi : Observasi atesi pasien, yaitu dengan

memerintahkan pasien untuk menghitung

mudur dari angka 20. Sebutkan urutan

mundur nama bulan

b. Bahasa : Jabarkan bicara spontan pasien (disartria).

Berbicara pasien fluen atau nonfluen.

Menyebutkan nama, nama obyek,

mengulangi kalimat-kalimat, pengertian

terhadap pertanyaan denga jawaban

ya/tidak, kemampuan pasien untuk

menunjuk benda-benda, membaca dan

menulis kalimat, tes untuk apraksia

(kemampuan untuk melakukan tugas

motorikyang telah dipahami misalnya

“peragakan seolah-olah anda menyikat

gigi”)

c. Visuospasial : Membagi garis di tengah, menyalin gambar

geometric, menggambar jam lengkap.

d. Memori : Rentang digit, mengulang 5 kata dan

recognisi, serta mengingat peristiwa public

mutakhir.

e. Fungsi eksekutif : Menyebutkan sebanyak-banyaknya dalam

waktu satu menit, Menyalih pola alternasi

yaitu “Oral trailmaking test” (“A-1, B-2,

C-3, dst”)

5. Alzheimer’s Disease Assessment Scale (ADAS-Cog.)

Page 15: Referat Neurobehavior

ADAS merupakan instrument skala nilai (rating scale) diciptakan

oelh Rosen et al (1984) untuk mengukur keparahan (severity) disfungsi

kognitif dan non kognitif pada warga usia lanjut yang menyandang

demensia Alzheimer. Instrument ini terdiri dari 2 kategori : Cognitive

behavior dan Noncognitive behavior. ADAS original terdiri dari 40 item

sedangkan ADAS-cog terdiri atas 17 item.2

ADAS-cog terdiri atas 17 item yang terdiri atas komponen :12

a. Kemampuan bahasa lisan (spoken language ability) : skala 0-5

Penilaian global kualitas bicara seperti kejelasa, kesulitan agar dirinya

dipahami dan tidak diberikan penilaian kuantitatif

b. Pemahaman bahasa lisan (Comprehension of spoken) : skala 0-5

Menilai kemampuan pasien untuk mengerti pembicaraan. Tidak

termasuk respon terhadap perintah.

c. Rekol test instruksi (Recall of test instruction) : skala 0-5

Menilai kemampuan untuk mengingat kebutuhan tugas rekognisi.

Pada setiap percobaan rekognisi, sebelum ditunjukkan dua kata

pertama, pasien ditanya.

d. Kesulitan menemukan kata (Word-finding difficulties) : skala 0-5

Menilai kesulitan pasien dalam meneukan kata yang dikehendaki

dalam pembicaraan spontan

e. Bicara berlebihan (excessive talking) : skala 0-5

f. Miskin bicara (proverty of speech) : skala 0-5

g. Parafasia semantic (Paraphasia semantic) : skala 0-5

h. Parafasia fonemik (Pharaphasia phonemic) : skala 0-5

i. Palilali (palilalia) : skala 0-5

j. Ekholali (Echolalia) : skala 0-5

k. Mengikuti perintah (following commands) : skala 0-5

Pasien diminta melakukan perintah yang diucapkan oleh pemeriksa.

l. Penyebutan objek, jari (naming objects, finger) : skala 0-5

Page 16: Referat Neurobehavior

Pasien menamai kelima jari-jari tangan kanan atau yang dominan dana

menamai 12 benda nyata secara acak yang tergolong benda yang

sering, kadang-kadang dan jarang dipakai.

m. Gambar konstruksi (constructional drawing) : skala 0-5

Menilai kemampuan pasien untuk menggambar geometric.

n. Praksis ideasional (ideational praxis) : skala 0-5

Pasien diberikan secarik kertas dan amplop, pasien diminta untuk

seolah-olah menulis surat untuk dirinya sendiri. Pasien ditugaskan

memasukkan kertas surat ke dalam amplop, menutup dengan lem,

menuliskan alamat kepadanya dan menempelkan perangko. Apabila

pasien lupa melakukan sebagian tugas itu, diberikan instruksi lagi.

Gangguan pada item ini hanya menandakan disfungsi dalam fungsi

eksekutif yang pernah dipelajarinya dan bukan sebuah recall.

o. Orientasi (orientation) : skala 0-5

Komponen orientasi adalah tanggal, bulan, tahun, hari dalam minggu,

musim, waktu hari, tempat, dan orang

p. Rekol kata (word recall) : skala 0-10

Pasein membaca 10 kata imageri yang ditunjukkan dengan kecepatan

2 detik tiap kata. Selanjutnya pasien menyebutkan dengan suara keras

kata-kata tersebut. Diberikan tiga kali kesempatan membaca dan

menyebut ulang.

q. Rekognisi kata (word recognition) : skala 0-12

Pasien membaca dengan suara keras 12 kata imageri. Kemudian kata-

kata ini dicampur secara acak dengan 12 kata baru yang belum dikenal

pasien. Pasien diminta mengenali apakah kata-kata tersebut pernah

dilihat sebelumnya atau tidak. Kemudian dua kali lagi diberikan

percobaan membaca dan mengenali kata-kata orisinil.