52
Tugas Referat Trakeostomi I. FISIOLOGI PERNAFASAN (1),(2) Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru, paru itu sendiri, dan struktur- struktur toraks (dada) yang terlibat menimbulkan gerakan udara masuk-keluar melalui saluran pernapasan. Saluran hidung berjalan ke faring (tenggorokan), yang berfungsi sebagai saluran bersama bagi sistem pernapasan maupun sistem pencernaan. Terdapat dua saluran yang berjalan dari faring-trakea merupakan tempat lewatnya udara ke paru, dan esofagus merupakan saluran tempat lewatnya makanan ke lambung. Gambar 1. Pernapasan eksternal dan internal Laring atau kotak suara yang terletak di pintu masuk trakea memiliki penonjolan di bagian anterior yang membentuk jakun (adam’s apple). Pita suara merupakan dua Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 1 Rumkital Marinir Cilandak

referat trakeostomi Alodia_Andreas

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

I. FISIOLOGI PERNAFASAN (1),(2)

Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru, paru itu

sendiri, dan struktur-struktur toraks (dada) yang terlibat menimbulkan gerakan

udara masuk-keluar melalui saluran pernapasan. Saluran hidung berjalan ke faring

(tenggorokan), yang berfungsi sebagai saluran bersama bagi sistem pernapasan

maupun sistem pencernaan. Terdapat dua saluran yang berjalan dari faring-trakea

merupakan tempat lewatnya udara ke paru, dan esofagus merupakan saluran

tempat lewatnya makanan ke lambung.

Gambar 1. Pernapasan eksternal dan internal

Laring atau kotak suara yang terletak di pintu masuk trakea memiliki penonjolan

di bagian anterior yang membentuk jakun (adam’s apple). Pita suara merupakan

dua pita jaringan elastik yang terentang di bukaan laring, dapat diregangkan dan

diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot-otot laring. Pada saat udara mengalir

cepat melewati pita suara yang tegang, pita suara tersebut bergetar untuk

menghasilkan bermacam-macam bunyi. Pada saat menelan, pita suara mengambil

posisi rapat satu sama lain untuk menutup pintu masuk ke trakea.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 1Rumkital Marinir Cilandak

Page 2: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

Gambar 2 Plika vokalis

I.1. Pengaturan ventilasi.

Sistem utama yang mengatur ventilasi merupakan suatu sistem umpan balik

negatif, yang terdiri dari 3 subdivisi : intergrator pusat, sensor-sensor distal

dan sistem sirkulasi paru perifer.

Sistem sirkulasi paru terdiri dari 3 komponen : gas CO2 dan O2 yang tersimpan

dalam larutan tubuh atau dalam kombinasi kimiawi dalam sel atau cairan

ekstraseluler, aliran sirkulasi CO2 dan O2 antara paru dan jaringan tubuh dan

hembusan mekanisme yang terdiri dari otot-otot pernapasan, paru dan rongga

dada. Yang terakhir ini merupakan sarana ventilasi.

Sensor terdiri dari 2 komponen : kemoreseptor dan mekanoreseptor.

Kemoreseptor terutama terdapat didaerah karotis dan aorta. Kemoreseptor ini

bereaksi terhadap perubahan kadar CO2 dan O2 dalam darah (PCO2 dan PO2).

Badan karotis merupakan kemoreseptor utama. Mekanoreseptor berubah

terhadap volume rongga dada dan kekuatan kontraksi otot pernapasan.

Sistem integrasi sentral terdiri dari neuron motor sentral yang terletak dibatang

otak dekat ventrikel ke-4. Traktus saraf desendennya mengatur aktivitas

pernapasan.

I.2. Penyimpanan dan sirkulasi CO2 dan O2.

Oksigen dan karbondioksida disimpan dalam tubuh melalui 3 cara : sebagai

gas dalam paru, sebagai larutan tubuh dalam cairan jaringan dan sebagai

ikatan kimia dengan hemoglobin, atau sebagai bikarbonat (HCO3) dalam

darah dan jaringan. Kesemuanya dapat berfungsi sebagai buffer yang

memperlambat perubahan tekanan gas, dan pH di dalam paru, darah dan

jaringan. Tiap jaringan mempunyai kemampuan masing-masing dalam

penyimpanan O2 dan CO2. Misalnya otak, mempunyai kapasitas yang lebih

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 2Rumkital Marinir Cilandak

Page 3: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

kecil untuk menyimpan CO2, tetapi akibat aliran darahnya yang cepat, dapat

mengimbangi PaO2 dan Pa CO2 dengan ventilasi yang cukup. Sebaliknya,

otot mempunyai potensi yang lebih besar untuk menyimpan CO2 dari O2.

Jadi, perubahan ventilasi menyebabkan perubahan PO2 dalam otot yang

lebih cepat daripada PCO2 atau pH.

Gambar 3 bagan sistem pengaturan ventilasi dibagi dalam tiga bagian utama. Garis titik

menggambarkan sistem umpan balik negatif.

I.3. Faktor mekanis dinding dada.

Reseptor mekanis dinding dada mengatur kekuatan tenaga otot inspirasi.

Ada 2 sistem : reseptor tendon diagfragma dan serabut gamma interkosta.

Reseptor tendon dalam otot diagfragma dan interkosta menghambat aktivitas

motorik dan mencegah kerusakan akibat regangan berlebihan atau kontraksi

yang kuat.

Kumparan otot (serat gamma) didapatkan dalam otot interkosta membantu

mempertahankan volume tidal dan melawan reflek tendon. Regangan pada

kumparan otot selama inspirasi mempertinggi aktivitas motorik pada neuron

motorik alfa melalui hubungan antar korda spinalis. Neuron motorik alfa

mengaktifkan serat-serat ekstrafusal yang merupakan persarafan utama

dinding dada. Otot respirasi berkontraksi mengurangi tekanan pada

kumparan otot. Dengan demikian gangguan terhadap gerakan dinding dada,

perubahan pada posisi tulang iga, atau susunan tulang iga dapat diatasi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 3Rumkital Marinir Cilandak

Page 4: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

Gambar 4 Anatomi otot-otot pernapasan

Gambar 5 Aktivitas otot-otot pernapasan selama inspirasi dan ekspirasi

I.4. Faktor mekanis paru.

Sekurang-kurangnya ada 3 tipe reseptor dalam paru yang mengatur ventilasi

dengan mengirimkan isyarat ke SSP melalui nervus vagus.

Reseptor iritatif pada epitel saluran napas menimbulkan konstriksi bronkus

dan hiperventilasi jika terkena rangsangan mekanis, kimia atau zat yang

merangsang. Reseptor tersebut berperan pula pada batuk dan peninggian

ventilasi akibat kenaikan CO2.

Reseptor regangan terdapat dalam otot polos saluran napas, yang bereaksi

terhadap perubahan volume paru dan membentuk reflex Hering-Breuer pada

binatang dan bayi. Reflex ini menyebabkan apnea selama inflasi paru yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 4Rumkital Marinir Cilandak

Page 5: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

kuat. Pada manusia bekerja mengontrol dilatasi bronkus pada ekspansi paru,

dan bekerja sama dengan reseptor iritatif untuk mengatur diameter saluran

udara sewaktu bernapas. Bila reseptor regang terangsang akan meningkatkan

inflasi paru, menurunkan resistensi, memperbesar diameter saluran udara

dan menambah rongga hampa. Selama paru mengembang, reflek ini akan

merangsang serabut gamma dinding dada untuk bereaksi sehingga

meningkatkan aktivitas otot ekspirasi, yang kemudian akan mengembalikan

paru pada keadaan istirahat.

Reseptor juksta kapiler (J. receptor), terletak dalam jaringan interstisial

alveolus, dirangsang oleh fibrosis interstisial atau edem. Akibatnya akan

meningkatkan pernapasan, cepat dan dangkal.

Reseptor mekanis ini berpengaruh dalam mengatur pola pernapasan, dengan

mengatur frekuensi dan volume tidal selama istirahat maupun saat bernapas

cepat. Hasil akhir akan membatasi kerja otot pernapasan pada setiap derajat

ventilasi alveolus.

1.5. RESEPTOR KIMIA

I.5.1. Reseptor kimia perifer.

Bertambahnya retensi CO2 dalam jaringan atau CO2 respirasi

mengakibatkan peningkatan ventilasi. Peningkatan ini disebabkan

kenaikan aktivitas medulla SSP sebesar 80% dan 20% peningkatan

aktivitas perifer. Maka reseptor kimiawi perifer, yaitu badan karotis

dan aorta, kurang peka terhadap hiperkapni dan lebih peka terhadap

hipoksia. Badan karotis agaknya lebih penting daripada badan aorta

dalam mengatur perubahan ventilasi. Reseptor-reseptor dipengaruhi

oleh perubahan O2 dalam arteri (PaO2) dan bukan jumlah O2 dalam

darah. Perubahan pH dan PCO2 dalam aktivitas ini bersifat sinergis.

Misalnya, efek PCO2 dan pH lebih besar selama hipoksia badan

karotis.

Sistem simpatis dapat mengubah aktivitas badan karotis aferen dengan

cara mengatur aliran darah ke badan karotis. Dengan demikian,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 5Rumkital Marinir Cilandak

Page 6: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

hipoksia akan menaikkan ventilasi melalui aktivitas reseptor kimia

perifer.

1.5.2. Reseptor kimia pusat.

Reseptor kimiawi pusat terletak dekat permukaan ventrolateral medulla

pada 2 lokasi (dekat tempat keluarnya nervus cranial dan XII). Pusat

ini berbeda dari integrator pusat yang menghubungkan rangsangan

normal dan kimiawi untuk mengatur otot saluran napas.

Reseptor kimia pusat diaktifkan oleh konsentrasi ion hidrogen (H+)

dalam cairan ekstrasel. Karena itu aktivitasnya tergantung pada

perbandingan PCO2 dan HCO3- dalam cairan ekstrasel. Dalam keadaan

stabil pH cairan ekstrasel identik dengan pH cairan serebrospinal.

Akan tetapi, karena reseptor-reseptor ini terpisah dari sirkulasi arteri

oleh sawar darah-otak, tidak akan mencerminkan pH arteri dalam

keadaaan tidak stabil. Sawar darah otak memungkinkan pemindahan

HCO3- dengan cepat ke cairan serebrospinal tetapi ion H+ tidak. Karena

itu perubahan pH darah lebh cepat terjadi daripada dalam likuor

serebrospinal. CO2 dalam cairan ekstrasel otak sesuai dengan PCO2

dalam sirkulasi vena SSP. PCO2 otak berubah-ubah sesuai dengan

aliran darah arteri dan PaCO2 arteri.

Inhalasi CO2 meninggikan aliran dan volume darah otak untuk

mengurangi perbedaan CO2 arteri vena. Hal ini menyebabkan

peninggian tekanan cairan serebrospinal. Lagipula, peninggian PCO2

menambah ventilasi. Tetapi jika PCO2 dinaikkan lebih dari 10%

hubungan antara CO2 arteri dan ventilasi tak dapat dipertahankan,

karena antara CO2 yang tinggi atau konsentrasi H+ yang meningkat

mempunyai efek menekan fungsi saraf. Keadaan ini khas terdapat pada

pasien penyakit paru kronis tetapi tidak pada pasien normal yang

mempunyai rangsangan saraf untuk bernapas.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 6Rumkital Marinir Cilandak

Page 7: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

Karena SSP lebih peka terhadap perubahan H+ daripada CO2 atau

PCO2, maka CO3- dalam darah atau cairan serebrospinal selama

alkalosis atau asidosis metabolik akan menyebabkan ventilasi terhenti.

Pada umumnya, dengan meningkatnya CO2, ventilasi akan lebih besar

selama asidosis metabolik daripada alkalosis. Selain itu hipoksia dan

hiperkapnia saling memperkuat sebagai perangsang untuk

meningkatkan ventilasi, yang menunjukkan adanya hubungan antara

reseptor kimiawi perifer (badan karotis) dan reseptor kimiawi pusat

(dalam medulla) dengan CO2 sebagai perangsang utama. Efek CO2

dapat melawan efek dari hipoksi yang menekan SSP.

Gambar 6 Kontrol lokal untuk mencocokkan aliran udara dan aliran darah di suatu

daerah di paru

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 7Rumkital Marinir Cilandak

Page 8: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

I. 6. Integrator pusat.

Motor neuron pengintegrasi pusat terletak dalam kelompok tersendiri di

pons dan medulla. Di medulla, kelompok sel dorsal menggabungkan impuls-

impuls saraf dan kimia untuk mempengaruhi inspirasi (pusat inspirasi).

Fungsi ini terutama melalui nervus frenikus. Kelompok sel ventral berfungsi

untuk inspirasi dan ekspirasi, mengirim informasi melalui permukaan spinal

ventrolateral ke otot-otot pernapasan interkostal dan abdominal untuk

mengatur otomatisasi pernapasan.

Dalam pons bagian rostral, terletak pusat yang dapat mengontrol kecepatan

memacu pusat-pusat medulla. Serabut-serabut korteks berfungsi pada

pernapasan atas kehendak atau pernapasan secara sadar. Dalam batang otak

dan medulla spinalis serat-serat ini berjalan dalam traktus kortikobulbar dan

kortikospinal. Kadang-kadang terjadi kerusakan pada serabut-serabut

pengontrol pernapasan otomatis sementara serabut-serabut saraf di bawah

kehendak tetap utuh. Pasien-pasien ini dapat mempertahankan tekanan gas

darah yang normal pada waktu bangun tetapi tidak waktu tidur. Lesi-lesi

bilateral korteks rupanya dapat menghilangkan inhibisi dan menimbulkan

peningkatan reaksi hambatan terhadap CO2.

Gambar 7 Pusat kontrol pernapasan di batang otak

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 8Rumkital Marinir Cilandak

Page 9: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

I.7. Dispnea

Penyebab dispnea tidak diketahui dan diduga bahwa penyebabnya

berhubungan dengan usaha secara sadar untuk mengontrol pernapasan. Hal

ini menyangkut kemampuan seseorang untuk merasakan sendiri perubahan

pada otot-otot pernapasannya, perubahan volume tidal, perubahan hambatan

saluran udara dan tahanan rongga dada. Beberapa ahli menggangap bahwa

hal ini akibat hubungan antara kekuatan kontraksi otot dan volume

pertukaran udara. Telah diketahui bahwa meningkatnya ventilasi atau

tekanan udara akan memperberat gejala subjektif dispnea. Pasien normal

dapat merasakan perubahan sebesar 25% pada hambatan jalan udara atau

15% dari tahanan paru. Ternyata pada keadaan dispnea, reseptor mekanis

mempunyai peran yang berarti.

I. 8. Ventilasi alveoli.

Selama istirahat atau latihan sedang, tekanan parsial O2 dan CO2 dalam

darah arteri hamper konstan pada PO2 kira-kira 95 torr dan PCO2 40 torr.

Kadar gas darah yang tidak normal menunjukkan adanya gangguan ventilasi,

perfusi atau difusi gas melalui membrane kapiler alveolus. Terdapat dua

gambaran penting yang khas pada pasien dengan paru normal yaitu kenaikan

ventilasi per menit atau ventilasi alveolus, dan PO2 normal serta PCO2 yang

rendah (PCO2 arteri kurang dari 36 torr).

I.9. Saluran napas bagian atas.

Bagi kebanyakan orang, hidung merupakan saluran napas utama untuk masuk

ke paru. Bayi baru lahir, hanya dapat bernapas melalui hidung dan dapat

menyebabkan mati lemas bila hidung tersumbat (atresia koana). Pada orang

dewasa, dipakai pernapasan melalui mulut jika kebutuhan ventilasi melebihi

kapasitas aliran melalui hidung.

Selama bernapas melalui hidung, kecepatan aliran udara inspirasi meningkat

cepat dan kemudian mengalami perubahan arah di daerah katup hidung yang

diikuti oleh penurunan kecepatan aliran udara yang masuk. Hal ini terjadi saat

melalui konka dan septum nasi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 9Rumkital Marinir Cilandak

Page 10: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

Biasanya kecepatan maksimum aliran udara inspirasi rata-rata 1.5 sampai 2.1

liter per detik. Dapat mengempisnya hidung bagian depan pada inspirasi cepat

membatasi daya efektivitas hidung dan mempertinggi tahanan udara yang

masuk pada saat kecepatan tinggi ventilasi paru diperlukan. Pada orang normal

tahanan sirkulasi udara hidung berkisar antara 0.5 sampai 2.5 cm H2O pada

kecepatan 0.5 liter per detik.

Efisiensi pengaturan suhu dan pertukaran uap air di hidung tergantung dari

melambatnya aliran udara, luas seluruh permukaan mukosa, sirkulasi yang

dapat diatur, dan system sekresi. Secara normal fungsi mukosilia mengalirkan

cairan permukaan dan partikel-partikel ke nasofaring. Kecepatan aliran

mukosilia pada orang sehat kira-kira 6 mm/menit.

Fungsi mukosilia dan menghembus melalui lubang hidung (membuang ingus)

akan membersihkan rongga hidung dari partikel-partikel. Setiap menelan akan

diikuti oleh suatu gerakan palatum mole ke atas untuk membersihkan

nasofaring dan membawa material ke mulut atau faring. Pada dasarnya

nasofaring merupakan pipa dengan lumen yang berdiameter besar. Laring

merupakan katup dalam saluran napas untuk mencegah aspirasi. Dalam

keadaan terbuka tahanan terhadap aliran udara kecil dan dalam keadaan

tertutup dapat dipakai untuk meninggikan tekanan intratorakal atau

intraabdominal.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 10Rumkital Marinir Cilandak

Page 11: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

II. Anatomi Saluran Nafas Atas

II.1. Anatomi Umum

Gambar 8 Anatomi hidung

II.2. Laring dan Trakea (3)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 11Rumkital Marinir Cilandak

Page 12: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

Terdiri dari 9 kartilago yang terhubung satu sama lain dengan otot dan

ligamen

- 6 kartilago berpasangan, 3 kartilago tidak berpasangan.

Kartilago tiroid : kartilago terbesar dan terletak paling superior, sering

disebut “Adam’s apple”

Kartilago krikoid : kartilago paling inferior yang tidak berpasangan, yang

membentuk dasar laring.

Epiglotis : kartilago ketiga yang tidak berpasangan

- Terdiri dari kartilago elastis daripada hialin

- Selama menelan epiglotis menutup pembukaan laring dan

mencegah masuknya berbagai materi ke dalam laring.

6 kartilago yang saling berpasangan terletak pada 2 pilar antara kartilago

krikoid dan tiroid.

Kartilago aritenoid : terbesar dan terletak paling inferior

Kartilago kornikulatum : terletak di tengah

Kartilago kuneiformis : terletak paling superior dan terkecil

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 12Rumkital Marinir Cilandak

Page 13: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

Trakea merupakan tabung yang terdiri dari jaringan ikat dan otot polos,

dengan disokong oleh 15 – 20 kartilago berbentuk huruf “C”.

- Kartilago membentuk sisi anterior dan lateral

- Berfungsi melindungi trakea dan menjaga terbukanya jalan udara

Dinding posterior tidak memiliki kartilago

Esofagus terletak langsung pada dinding posterior yang tidak memiliki

kartilago.

Trakea dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia yang memiliki banyak sel

Goblet.

Gambar 9 Histologi trakea

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 13Rumkital Marinir Cilandak

Page 14: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

III. Patofisiologi Obstruksi Saluran Nafas Atas (2)

Obstruksi saluran napas atas mengakibatkan hipoventilasi alveolus dan

menimbulkan tiga perubahan biokimiawi : hipoksi arterial (hipoksemi), retensi

CO2 (hiperkapni) dan asidosis respirasi dan metabolik (penurunan serum).

Asidosis metabolic disebabkan oleh terbentuknya asam laktat dan penimbunan

asam karbonat. Ketiga faktor tersebut dapat menyebabkan asfiksia.

Hipoksi menyebabkan gangguan fungsi seluler terutama pada SSP. Badan

karotis dan aorta merupakan reseptor kimiawi terpenting yang mendeteksi

perubahan O2

Hipoksemi pada tingkat tertentu akan meningkatkan usaha pernapasan,

takikardi, vasokonstriksi perifer dan hipertensi, peningkatan resistensi pembuluh

darah paru, peningkatan aktivitas adrenal, dan peningkatan aktivitas korteks

serebri akibat rangsangan reseptor kimia san sistem saraf simpatis. Efek ini

diperkuat oleh asidosis dan hiperkapni, yang biasanya menyertai hipoksemi

sebagai akibat hipoventilasi alveolus.

Jika hipoksia berlangsung beberapa hari terjadi penyesuaian fisiologik dan

perbaikan gejala. Peningkatan aliran darah dan polisitemia memperbaiki

oksigenisasi jaringan. Hiperkapni dapat merangsang langsung SSP (merangsang

pernapasan). Umumnya dapat meninggikan frekuensi pernapasan dengan akibat

lainnya berupa sakit kepala, peka terhadap rangsangan, bingung, gatal, lemas

dan lesu. Hiperkapni berat menyebabkan pasien tidak sadar, reflex menurun,

kaku, tremor, dan kejang. Akhirnya terdapat narkosis CO2 dan koma.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 14Rumkital Marinir Cilandak

Page 15: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

Gambar 10 Diagram skematik yang melukiskan perkembangan hipoventilasi alveoli

menjadi asfiksi, kolaps sirkulasi dan pernapasan, dan kematian

Ion H+ merupakan stimulan pernapasan spesifik untuk pusat pernapasan di

medulla. Tetapi H+ dalam cairan serebrospinal tidak dapat menembus sawar

darah – otak dengan baik, sedangkan CO2 dapat dengan cepat memasukinya.

Kadar CO2 yang meningkat menyebabkan asidosis cairan serebrospinal dan

stimulasi pernapasan. Oleh karena CO2 harus berdifusi dalam cairan

serebrospinal yang tidak mempunyai sistem buffer maka kadar ion H+ abnormal

dalam cairan serebrospinal akan timbul secara bertahap tetapi berlangsung lebih

lama dan lebih hebat daripada kelainan darah perifer.

III.1. Sumbatan Laring (4)

Sumbatan laring dapat disebabkan oleh:

1. Radang akut dan radang kronik.

2. Benda asing.

3. Trauma akibat kecelakaan, perkelahian, percobaan bunuh diri dengan

senjata tajam.

4. Trauma akibat tindakan medik.

5. Tumor laring, baik berupa tumor jinak atau pun tumor ganas.

6. Kelumpuhan nervus rekuren bilateral.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 15Rumkital Marinir Cilandak

Page 16: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

Gejala dan tanda sumbatan laring ialah:

1. Suara serak (disfoni) sampai afoni.

2. Sesak napas (dispnea).

3. Stridor (napas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi.

Stridor merupakan suara nafas bernada rendah saat insipirasi yang

disebabkan oleh udara yang melewati saluran nafas yang menyempit

pada saluran nafas atas yang biasanya memiliki saluran yang besar.

Sering terjadi akibat sumbatan pada laring dan trakea bagian atas.

4. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal,

epigastrium, supraklavikula, dan interkostal. Cekungan ini terjadi

sebagai upaya dari otot-otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen

yang adekuat.

5. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger).

6. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.

Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tanda

dan gejala:

Stadium 1 : Cekungan tampak waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada

waktu inspirasi dan pasien masih tenang.

Stadium 2 : Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam,

ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium.

Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar waktu inspirasi.

Stadium 3 : Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat

di infraklavikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan

dispnea. Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi.

Stadium 4 : Cekungan-cekungan di atas bertambah jelas, pasien sangat gelisah,

tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung

terus maka pasien akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan

paralitik karena hiperkapnea. Pasien lemah dan tertidur, akhirnya

meninggal karena asfiksia.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 16Rumkital Marinir Cilandak

Page 17: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

III.2. Penanggulangan sumbatan laring

Prinsip penanggulangan sumbatan laring ialah menghilangkan penyebab

sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin

ventilasi. Dalam penanggulangan sumbatan laring pada prinsipnya diusahakan

supaya jalan napas lancar kembali.

Tindakan konservatif dengan pemberian anti inflamasi, anti alergi, antibiotika,

serta pemberian oksigen inttermitten dilakukan pada sumbatan laring stadium

1 yang disebabkan peradangan. Tindakan operatif atau resursitasi untuk

membebaskan saluran napas ini dapat dengan cara memasukkan pipa

endotrakea melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung (intubasi

nasotrakea), membuat trakeostoma atau melakukan krikotirotomi.

Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan

laring stadium 2 dan 3, sedangkan krikotirotomi dilakukan pada sumbatan

laring stadium 4. Tindakan operatif atau resusitasi dapat dilakukan berdasar

análisis gas darah (pemeriksaan Astrup).

IV. Definisi Trakeostomi (2),(5)

1. Trakeostomi adalah pembuatan lubang di dinding anterior trakea untuk

mempertahankan jalan napas. Pertama kali dikemukakan oleh Aretaeus

dan Galen pada abad pertama dan kedua sesudah masehi. Walaupun teknik

ini dikemukakan berulang kali setelah itu, tetapi orang pertama yang

diketahui secara pasti melakukan tindakan ini ialah Antonio Brasavola

pada tahun 1546. Prosedur ini disebut dengan berbagai istilah, antara lain

laringotomi dan bronkotomi sampai istilah trakeostomi diperkenalkan oleh

Heister pada tahun 1718. Pipa trakeostomi yan pertama dengan kanul

dalam diperkenalkan oleh George Martine di Inggris kira-kira tahun 1730

untuk menghindari sumbatan pipa pascabedah.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 17Rumkital Marinir Cilandak

Page 18: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

2. Trakeostomi merupakan tindakan bedah trakea untuk membuat

trakeostoma. Trakeotomi dapat menyelamatkan jiwa penderita yang

mengalami obstruksi jalan napas di atas trakea dan tidak dapat diatasi

dengan cara lain, misalnya intubasi. Trakeostomi juga dilakukan pada

penderita yang memerlukan bantuan pernapasan buatan untuk waktu lama

dan yang memerlukan bantuan pernapasan buatan untuk waktu lama dan

yang memerlukan pertolongan pembersihan jalan nafas secara memadai.

Trakeostoma merupakan fistel antara trakea dan kulit leher yang

dipertahankan dengan kanul.

Menurut waktu dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi dalam :

1. Trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana sangat kurang.

2. Trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan

secara baik.

V. Indikasi Trakeostomi (2),(4),(5),(6)

Indikasi untuk melakukan tindakan trakeostomi adalah :

1. Mengatasi obstruksi laring.

2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas seperti

daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka

seluruh oksigen yang dihirupnya akan masuk ke dalam paru.

3. Mempermudah penghisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak

dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pasien koma.

4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan).

5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai

fasilitas untuk bronkoskopi.

6. Bantuan jalan napas diperlukan lebih dari 2 minggu.

7. Refleks laring atau kemampuan untuk menelan hilang (misalnya penyakit

serebrovaskular).

8. Cedera kepala dan leher.

Trakeostomi dapat dilakukan untuk tujuan terapi atau sebagai suatu prosedur

berencana. Trakeostomi berencana mungkin diperlukan bila diramalkan akan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 18Rumkital Marinir Cilandak

Page 19: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

terjadi problem pernafasan pada pasien pasca bedah daerah kepala, leher, atau

toraks, atau pasien dengan insufisiensi paru kronik. Indikasi yang jarang ialah

pada pasien, yang intubasi orotrakea sukar dilakukan atau tak mungkin

dilakukan untuk tujuan anestesi umum. Trakeostomi juga harus dilakukan

sebelum pembedahan tumor – tumor orofaring atau laring untuk menghindari

manipulasi tumor yang tidak perlu.

Trakeostomi untuk terapi perlu dilakukan pada tiap kasus insufisiensi pernafasan

yang disebabkan oleh hipoventilasi alveolus untuk memintas sumbatan,

mengeluarkan sekret, atau untuk tujuan penggunaan pernapasan buatan secara

mekanis.

Bila mungkin, trakeostomi harus didahului oleh intubasi endotrakea. Walaupun

intubasi endotrakea dapat segera memperbaiki gangguan jalan nafas,

trakeostomi harus dilakukan bila diperhitungkan perlu perawatan jalan nafas

lebih dari 48 jam, karena :

1. Mengeluarkan sekret jauh lebih mudah lewat suatu pipa trakeostomi, dan

kemungkinan terjadinya obstruksi pipa lebih kecil.

2. Pasien sangat sulit menelan dengan adanya pipa endotrakea.

3. Membersihkan pipa endotrakea pada posisinya sulit dan untuk mengganti pipa

diperlukan laringoskopi berulang.

4. Intubasi lama endolaring menimbulkan ulserasi mukosa yang akhirnya dapat

menjadi granuloma, adhesi, dan stenosis laring.

5. Trakeostomi kurang menyebabkan rangsangan refleks batuk, yang mungkin

penting pada pasien dengan kelainan saraf dan pasca bedah.

6. Dengan trakeostomi pasien yang sadar dapat berbicara.

Kontraindikasi trakeostomi adalah pasien dengan obstruksi laring oleh tumor

ganas.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 19Rumkital Marinir Cilandak

Page 20: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

VI. Peralatan Trakeostomi (4)

Alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi adalah semprit

dengan obat analgesia (novokain), pisau (skapel), pinset anatomi, gunting

panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang

tajam serta kanul trakea yang ukurannya cocok untuk pasien.

Gambar 11 Alat-alat Trakeostomi

Seperti pipa endotrakeal, kaf pipa yang bertekanan rendah dan bervolume

banyaklah yang dipilih. Yang sering digunakan adalah pipa yang terbuat dari

klorida polivinil (KPV), silastik dan metal. Pipa KPV dan silastik umum

digunakan untuk UTI sedangkan pipa metal digunakan untuk trakeostomi jangka

panjang terutama bila kaf tidak diperlukan.

Gambar 12 Kanul trakeostomi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 20Rumkital Marinir Cilandak

Page 21: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

VII. Prosedur Trakeostomi (2),(4),(7),(8)

VII.1. Trakeostomi elektif.

Pada kebanyakan kasus trakeostomi dilakukan di Intensive Care Unit

atau di kamar operasi. Pada lokasi tersbut pasien terus dimonitor

dengan pulse oxymetri dan elektrokardiogram. Anestesiologis biasanya

melakukan gabungan antara medikasi intravena dan anestesi lokal.

Teknik trakeostomi ditentukan sampai batas tertentu oleh keadaan

yang memerlukan tindakan tersebut. Yang terpenting ialah

memperoleh udara pernafasan secepat dan seefisiensi mungkin dengan

menhindari trauma pada laring, trakea, dan struktur yang berdekatan.

Bila mungkin, dilakukan intubasi endotrakea sebelum trakeostomi

terapi, terutama pada anak. Jika tidak mungkin melakukan intubasi,

ventilasi dan oksigenasi melalui kantong dan masker sangat membantu.

Jika udara pernafasan telah terkontrol, dapat dilakukan trakeostomi

dengan lebih cermat dan trauma minimal.

Pasien tidur telentang dengan bantal di bawah bahu untuk memperoleh

ekstensi leher yang maksimal. Anestesi tidak diperlukan pada pasien

yang tidak sadar. Anestesi lokal pada umumnya sudah cukup untuk

pasien sadar, termasuk anak. Anestesi lokal diberikan dengan infiltrasi

kulit pada garis insisi dan bahan disuntikkan ke jaringan yang lebih

dalam di garis tengah sampai pada dinding trakea anterior. Dapat

digunakan lidocaine (Xylocaine) 1% dengan epinefrin 1 : 150.000.

Insisi kulit ditentukan berdasarkan situasi dan kondisi. Jika trakeostomi

dilakukan bersamaan dengan bedah kepala dan leher, insisi disesuaikan

dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Jika trakeostomi

dilakukan tersendiri, bila mungkin dibuat insisi horizontal. Insisi

dibuat sepanjang 5 cm, kira – kira dau jari di atas fosa suprasternal.

Hasil kosmetik insisi horizontal lebih baik dibandingkan insisi vertikal.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 21Rumkital Marinir Cilandak

Page 22: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

Dalam keadaan gawat dan bantuan tidak tersedia, dilakukan insisi

vertikal di garis tengah sepanjang 4 cm supaya cepat dan perdarahan

minimal.

Insisi kulit diperdalam sampai terlihat otot penggantung. Pada titik ini,

untuk menentukan letak trakea perlu dilakukan palpasi untuk

menghindari diseksi terlalu lateral. Otot penggantung dipisahkan

secara vertikal di garis tengah dan disingkirkan ke lateral, maka

tampak fasia pre-trakea yang menutupi trakea dan ismus tiroid.

Tampak banyak vena turun ke fasia dari tiroid, tetapi dengan tetap

bekerja di garis tengah pada bidang vertikal, sebagian besar vena dapat

dihindari. Ismus tirois hampir selalu berada di atas cincin trakea ke-3

dan biasanya dapat disingkirkan ke atas dengan retractor kecil dan

tumpul untuk membebaskan trakea. Ismus tiroid tidak perlu dipotong,

sehingga perdarahan dapat dihindari, kecuali pada ismus yang luar

biasa lebar, harus dipotong diantara dua klem, dan diikat pada pinggir

potongan.

Trakea harus difiksasi dengan memasukkan pengait pada dinding

anterior antara cincin ke-1 dan ke-2, kemudian ditarik ke arah atas dan

luar. Dinding anterior trakea diinsisi secara vertikal, sebanyak 2 sampai

3 cincin. Insisi trakea jangan lebih tinggi dari cincin ke-2, untuk

mencegah rangsangan pipa trakeostomi pada kartilago krikoid yang

dapat menyebabkan perikondritis. Jangan membuang tulang rawan dari

dinding anterior trakea, karena dapat menimbulkan defek besar pada

trakea yang tidak perlu pasca ekstubasi, sehingga terjadi granulasi yang

mengganggu dan memperlambat penyembuhan. Insisi trakea diperlebar

dengan dilator Truosseau atau klem yang besar, kemudian pipa

dimasukkan , dijaga agar tidak mngenai dinding posterior trakea. Balon

dikontrol dengan cara inflasi untuk mengetahui ada tidaknya kerusakan

pada balon pada waktu memasukkan pipa.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 22Rumkital Marinir Cilandak

Page 23: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

Segera setelah pipa masuk sering timbul batuk hebat, dan beberapa

pasien dapat timbul apnea karena kehilangan rangsangan hipoksia

untuk bernafas. Pipa trakeostomi harus dipilih dengan hati – hati.

Akhir – akhir ini pemakaian pipa perak ukuran standar tipe Holinger

dan Jackson telah ditinggalkan dan diganti dengan pipa jenis silikon

atau Portex. Alasannya untuk mengurangi trauma pada dinding trakea,

mengurangi kanul dalam, dan ekonomis. Panjang pipa trakeostomi

juga penting dan seringkali perlu disesuaikan panjangnya untuk tiap

individu.

Diameter pipa dipilih yang terbesar, kira – kira sesuai dengan tiga per

empat diameter trakea. Ukuran rata – rata np. 6 untuk wanita dewasa

atau no. 7 dan 8 untuk pria. Pipa dengan balon mungkin perlu bila ada

masalah aspirasi, atau jika diperlukan respirator dengan tekanan

positif. Insisi kulit tidak dijahit dan tidak diperban dengan tekanan

karena dapat menimbulkan emfisema subkutan, pneumomediastinum,

dan pneumotoraks. Kasa kecil dapat diletakkan antara pinggir pipa dan

kulit leher.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 23Rumkital Marinir Cilandak

Page 24: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

Gambar 13 Prosedur Trakeostomi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 24Rumkital Marinir Cilandak

Page 25: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

Gambar 14 Letak kanul

Gambar 15 Letak kanul yang salah

VII.2. Trakeostomi Darurat

Pada keadaan darurat, trakeostomi harus dapat dilakukan dalam 2 – 3

menit, dimana anoksia akan terjadi dalam 4 – 5 menit. Pada

trakeostomi darurat lebih baik dilakukan insisi secara vertikal, yang

dimulai pada level kartilago krikoid, lanjutkan ke inferior sekitar 2,5 –

3,75 cm. Gunakan tangan kiri untuk menstabilkan laring dan

mengekstensi leher bila tidak ada kontraindikasi (seperti cedera

servikal). Sementara tangan kanan digunakan untuk membuat insisi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 25Rumkital Marinir Cilandak

Page 26: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

Jari telunjuk tangan kiri dapat digunakan untuk mendorong ismus

tiroid ke inferior dan mempalpasi trakea. Insisi kulit secara vertikal ini

sangat krusial dalam keadaan darurat, karena tindakan dapat dilakukan

lebih cepat dan kurangnya resiko trauma terhadap struktur leher yang

lain.

VIII. Trakeostomi Pada Bayi dan Anak (2)

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berhubungan dengan ukuran dan

konsistensi trakea pada bayi dan anak. Pada semua kasus trakeostomi

seharusnya hanya dilakukan setelah bronkoskop, pipa enotrakea atau kateter

dimasukkan untuk memperbaiki saluran udara pernafasan dan memberi

kekakuan pada trakea, sehingga memudahkan diseksi dan identifikasi trakea.

Pada anak kecil, sangan mudah melakukan diseksi yang terlalu dalam dan

lateral dari trakea, sehingga merusak nervus laringius rekuren, arteri karotis

komunis atau apeks pleura. Saat melakukan insisi pada dinding trakea, harus

hati – hati agar pisau tidak masuk terlalu dalam dan merobek dinding

posterior. Dengan bronkoskop dalam trakea dapat membantu untuk terhindar

dari komplikasi ini.

Kesulitan lain pada anak ialah pipa trakeostomi sering keluar dari trakea,

karena leher bayi yang pendek dan sering gemuk, terutama bila leher dalam

keadaan fleksi. Dapat juga dilakukan jahitan dengan benang sutra pada tepi

insisi trakea untuk menandai dan benang ini dilekatkan ke leher untuk

mencegah hilangnya lumen trakea jika pipa bergeser. Trakea harus diperiksa

setelah pipa dimasukkan, untuk menjaga agar tidak terjadi lipatan ke dalam

dari cincin trakea yang dipotong, yang dapat menyebabkan pergeseran pipa

dan obstruksi pada saat dekanulasi.

Sering terjadi kesulitan untuk mendapatkan pipa trakeostomi yang sesuai. Pipa

yang terlalu panjang dapat masuk ke karina atau salah satu bronkus,

menyebabkan atelektasis paru sisi lain. Jika lengkung pipa terlalu panjang,

akan menekan trakea pada batas atas insisi trakea, sedangkan ujung bawah

pipa menempel pada dinding anterior trakea, dan lengkung yang terlalu tumpul

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 26Rumkital Marinir Cilandak

Page 27: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

dapat menyebabkan ulserasi dinding posterior trakea dan esofagus. Oleh

karena itu harus dibuat foto Rontgen leher dan dada pasca bedah pada bayi.

Pipa plastik rancangan Aberdeen ialah yang terbaik digunakan pada bayi dan

anak. Alat ini fleksibel, dapat dipotong untuk meyesuaikan panjang, dan

memungkinkan aliran udara yang lebih baik, karena kanul dalam.

Ukuran Pipa Trakeostomi

Umur Diameter Luar Diameter Kanal Respirator

Prematur 4,5 mm 4,5 – 5,0 mm

Bayi sampai 3 bulan 4,5 – 5,0 mm 5,0 – 5,5 mm

3 – 6 bulan 5,0 – 5,5 mm 5,5 mm

6 – 12 bulan 5,0 – 5,5 mm 5,5 – 6,0 mm

1 – 2 tahun 5,5 – 6,0 mm 5,5 – 6,0 mm

3 tahun 5,5 – 6,0 mm 6,0 – 6,5 mm

IX. Perawatan Trakeostomi (2),(6)

Hal-hal penting pada perawatan trakeostomi adalah :

1. Humidifikasi.

2. Fiksasi harus aman dan ganti setiap hari.

3. Bersihkan luka setiap 6 jam atau sesering yang diperlukan.

4. Penghisapan trakeobronkial dilakukan dengan mengindahkan kaidah a dan

antisepsis. Gunakan kateter dan sarung tangan steril.

5. Radiografi dada harus diambil untuk konfirmasi posisi ujung pipa. Pipa

dipertahankan selama 7 hari setelah itu ganti setiap 4 hari. Bila digunakan

pipa metal, pipa bagian dalam dapat sering diganti tanpa mengganti pipa

utama.

6. Kultur luka dan sputum harus diperiksa.

7. Alat-alat untuk keadaan darurat harus selalu tersedia tidak jauh dari pasien,

seperti :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 27Rumkital Marinir Cilandak

Page 28: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

a. Pipa trakeostomi yang baru dengan ukuran yang sama dan satu nomor

lebih kecil.

b. Dilator trakea, speculum hidung dan laringoskop untuk anak yang dapat

digunakan untuk dilatasi stoma dan pemasangan pipa kembali.

c. Peralatan untuk menghisap dan fasilitas untuk ventilasi kendali.

d. Sungkup muka, laringoskop dan pipa endotrakeal. Jika pipa trakeostomi

tidak berhasil dimasukkan kembali, kadang-kadang dilupakan bahwa

pasien dapat di ventilasi melalui laring.

Anak – anak yang memerlukan trakeostomi lama dapat dirawat di rumah,

dengan memberikan pendidikan yang cermat pada orangtua dalam penggunaan

alat penyedot yang steril, pengaturan kelembaban dan penggantian pita

trakeostomi.

Pipa trakeostomi pada trakeostomi yang baru harus dipertahan 2 sampai 3 hari

sebelum diganti. Pada saat itu telah terbentuk saluran yang permanent, dan

sedikit sekali kemungkinan tidak dapat memasukkan pipa kembali. Mengganti

pipa sebelum 2 - 3 hari dapat menyebabkan bahaya hilangnya lumen trakea.

Mengganti pipa trakeostomi pada bayi untuk pertama kali harus tersedia sebuah

bronkoskop.

Kelembaban khusus udara inspirasi diperlukan untuk mencegah trakeitis dan

pembentukan krusta, yaitu ruangan dengan alat humidifikasi Watson atau

sebuah kerah trakea dengan uap basah. Untuk menambahkan kelembaban

atmosfir perlu diteteskan 3 atau 4 tetes larutan garam hipotonik atau larutan

Ringer Laktat ke dalam pipa setiap 3 atau 4 jam. Pasien dengan sekret yang

kental dan banyak perlu pemberian mukolitik intratrakea untuk mencairkan

sekret.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 28Rumkital Marinir Cilandak

Page 29: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

X. Dekanulasi (2),(5)

Pipa trakeostomi jangan dibiarkan lebih lama dari waktu yang diperlukan,

terutama pada anak. Harus diangkat secepat mungkin untuk mengurangi

timbulnya trakeobronkitis, ulserasi trakea, stenosis trakea, trakeomalasi, dan

fistula trakeokutan menetap. Segera setelah keadaan pasien membaik, ukuran

pipa trakeostomi diperkecil sampai ukuran yang memungkinkan udara dapat

memintas pipa menuju saluran nafas bagian atas. Hal ini menolong

menghindari ketergantungan fisiologik pada pipa yang besar akibat

menurunnya resistensi pernafasan. Kemudian pipa ditutup dan dinilai apakah

jalan nafas adekuat, kemampuan menelan dan mengeluarkan sekret. Jika pipa

dapat ditutup selama 8 – 12 jam, pipa dikeluarkan dan fistel trakeokutan

ditutup. Segera setelah dekanulasi, pasien harus diamati dengan ketat dan alat

yang diperlukan untuk mendapatkan jalan nafas kembali selalu harus tersedia.

Faktor Penyulit Dekanulasi

1. Kondisi yang membutuhkan trakeostomi secara persisten

2. Dislokasi dinding anterior trakea

3. Jaringan granulasi di sekitar stoma

4. Edema mukosa trakea

5. Ketergantungan emosional terhadap trakeostomi

6. Ketidakmampuan mentoleransi resistensi saluran nafas atas

7. Stenosis subglotis

8. Trakeomalasia

9. Inkoordinasi refleks pembukaan laring

10. Perkembangan laring yang terganggu akibat trakeostomi jangka panjang.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 29Rumkital Marinir Cilandak

Page 30: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

XI. Komplikasi Trakeostomi(2),(5),(6)

Seperti tindakan bedah lainnya, trakeostomi juga memiliki resiko komplikasi

dan cedera. Karena setiap individu bervariasi dalam hal sirkulasi jaringan

dan proses penyembuhan, maka tidak dapat dijamin tidak akan terjadi

komplikasi akibat tindakan trakeosotmi. Trakeostomi darurat dan trakeotomi

yang dilakukan pada pasien sakit berat memiliki resiko lebih besar terhadap

komplikasi setelah prosedur.

Jenis komplikasi :

1. Segera

a. Komplikasi perioperatif seperti perdarahan, emfisema,

pneumotorak, emboli udara dan kerusakan tulang rawan krikoid.

b. Diskoneksi.

c. Salah menempatkan trakeostomi, misalnya di jaringan pretrakea

atau bronkus utama kanan.

d. Herniasi kaf yang menyebabkan pipa tersumbat.

e. Ujung pipa tertutup dinding trakea atau carina.

f. Apnea akibat hilangnya rangsangan hipoksia pernafasan.

Trakeostomi yang dilakukan pada pasien dengan riwayat hipoksia

kronik, tarikan nafas pertama atau kedua setelah pipa dimasukkan

dapat diikuti dengan henti nafas. Hal ini sehubungan dengan

denervasi fisiologik pada reseptor kimia perifer karena naiknya PO2

tiba – tiba. Oleh karena hipoksia sangat mempengaruhi rangsangan

pernafasan, maka dapat terjadi apnea.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 30Rumkital Marinir Cilandak

Page 31: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

Gambar 16 Komplikasi trakeostomi

A. Trakea tertekuk ke depan

B. Tukak dinding depan trakea karena ukuran kanul terlalu besar

C. Emfisema subkutis karena dislokasi kanul

D. Tukak karina karena kateter isap

E. Manset ditiup terlalu kuat sehingga menyebabkan penutupan kanul ( herniasi

akibat ditiup berlebihan )

F. Manset kanul terlepas di trakea

G. Nekrosis cincin trakea karena manset ditiup terlalu kuat

H. Cedera dinding belakang (hati – hati fistel trakeo-esofagus)

2. Menengah

a. Tersumbat sekret, dapat terjadi segera atau gradual. Tetapi hal ini

jarang terjadi bila humidifikasi, hidrasi dan penghisapan lendir

baik.

b. Infeksi pada stoma atau trakeobronkial.

c. Ulserasi trakea kerena penekanan kaf.

d. Erosi yang dalam dapat menyebabkan perdarahan dari a. inominata

atau fistel trakeoesofagus.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 31Rumkital Marinir Cilandak

Page 32: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

3. Lanjut

a. Granuloma trakea yang bias menyebabkan kesulitan bernapas bila

pipa diangkat.

b. Trakeomalasia dan dilatasi trakea.

c. Stenosis trakea.

d. Fistel trakeokutan menetap

e. Fistel trakeoesofagus

f. Masalah jaringan parut trakeostomi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 32Rumkital Marinir Cilandak

Page 33: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

Daftar Pustaka

1. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. Edisi

kedua. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.412-413.

2. Jacob Ballenger, John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok,

Kepala dan Leher. Jilid 1. Edisi ketiga belas. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994.435

– 456.

3. Respiratory System. [12 Juli 2008].

Hyperlink :

http://www.cayuga-cc.edu/people/facultypages/greer/biol204/resp2/resp2.html

4. Soepardi, Arsyad., Iskandar, Nurbaiti. Buku ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.201-208.

5. Sjamsuhidajat R, De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi

kedua. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004. 421 – 422.

6. Staf pengajar bagian Anestesiologi dan terapi intensif FK UI.

Editor dr. Muhardi Muhiman. 1989. Penatalaksanaan Pasien di Intensive Care

Unit. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 14-16.

7. Paparella, Michael., Shumrick, Donald. Otolaryngology- Head

and Neck. Philadelphia : WB Saunders Company

8. Byron. Otolaryngology – Head and Neck Surgery, 3rd edition.

North Carolina : Byron. p66.

9. Jerry R. Balentine, DO, FACEP. Tracehostomy. MedicineNet. [9

Juli 2008]. Hyperlink :

http://www.medicinenet.com/tracheostomy/article.htm

10. Jerry R. Balentine, DO, FACEP. Tracehostomy. MedicineNet. [9

Juli 2008].

Hyperlink :

http://www.medicinenet.com/tracheostomy/page2.htm

11. Hyperlink :

http://www.rsdrx.com/images/UpperRespSketchLRes.gif [9 Juli 2008]

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 33Rumkital Marinir Cilandak

Page 34: referat trakeostomi Alodia_Andreas

Tugas Referat Trakeostomi

12. Hyperlink :

http://www.bemedical.com/oem/tracheostomy_tubes.jpg [12 Juli 2008]

13. Hyperlink :

http://www.geraldtan.com/school/surginst/i26-tracheostomy_portex.jpg

[9 Juli 2008]

14. Hyperlink :

http://catalog.nucleusinc.com/imagesenlarged/229W.jpg [12 Juli 2008]

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THTFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 34Rumkital Marinir Cilandak