48
BAB I PENDAHULUAN Mikotoksin berarti toksin yang dihasilkan oleh jamur. Mikotoksikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh jamur yang termakan bersama-sama bahan pakan yang tercemar jamur. Perhatian dunia secara intensif terhadap mikotoksin cukup besar sejak peristiwa yang mematikan lebih dari 100.000 ekor kalkun di Inggris sekitar tahun 1960. Wabah tersebut terkenal dengan sebutan “penyakit kalkun X” ( “Turkeys-X diseases”). Penyakit ini terjadi pada kalkun yang diberi pakanberupa kacang tanah asal Brasilia yang dicemari oleh fungi, yang menurut hasil identifikasi fungi tersebut adalah Aspergillus flavus. Zat toksik yang dihasilkan oleh Aspergillus flavus disebut aflatoksin. Istilah aflatoksin diambil dari singkatan kata Aspergillus flavus toksin. Pada tahun 1977

referensi jamur

  • Upload
    fhaa

  • View
    19

  • Download
    7

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jamur

Citation preview

Page 1: referensi jamur

BAB I PENDAHULUAN Mikotoksin berarti toksin yang dihasilkan oleh jamur.

Mikotoksikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh

jamur yang termakan bersama-sama bahan pakan yang tercemar jamur. Perhatian

dunia secara intensif terhadap mikotoksin cukup besar sejak peristiwa yang

mematikan lebih dari 100.000 ekor kalkun di Inggris sekitar tahun 1960. Wabah

tersebut terkenal dengan sebutan “penyakit kalkun X” ( “Turkeys-X diseases”).

Penyakit ini terjadi pada kalkun yang diberi pakanberupa kacang tanah asal Brasilia

yang dicemari oleh fungi, yang menurut hasil identifikasi fungi tersebut adalah

Aspergillus flavus. Zat toksik yang dihasilkan oleh Aspergillus flavus disebut

aflatoksin. Istilah aflatoksin diambil dari singkatan kata Aspergillus flavus toksin.

Pada tahun 1977 dari pertemuan gabungan antara Food Agriculture Organization

(FAO), World Health Organization (WHO) dan United Nation Development Program

(UNDP) pada Conference on Mikotoksins di Nairobi, Kenya, dilaporkan bahwa

masalah kesehatan akibat keracunan toksin asal kapang akan menjadi salah satu

golongan penyakit tidak menular yang relean dan potensial di negara-negara

berkembang di masa yang akan datang. Masalah mikotoksin dan mikotoksikosis

sangat penting di Indonesia mengingat negara kita ini terletak di daerah tropis yang

merupakan lingkungan ideal untuk tumbuh-kembang segala jenis kapang. Namun

demikian, tampaknya masih banyak pakar kesehatan dan kedokteran yang belum

tertarik atau menaruh perhatian pada bidang ini. Pada umumnya dalam keadaan

normal, kapang-kapang itu hidup secara saprofit. Akan tetapi jikalau keadaan

lingkungan sekitarnya berubah menjadi ideal, yakni suhu udara baik, kelembaban

cukup tinggi dan ada substrat yang cocok untuk ditumpangi, maka kapang tersebut

akan tumbuhkembang subur dan memproduksi metabolit beracun. Bila bahanyang

tercemar itu termakan atau berkontak dengan kulit manusia atau hewan, maka dapat

menimbulkan keracunan. 1 BAB II PEMBAHASAN A. MIKOTOKSIN DAN

MIKOTOKSIKOSIS Mikotoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh

spesies kapang tertentu selama pertumbuhannya pada bahan pangan maupun pakan.

Mikotoksin mulai dikenal sejak ditemukannya aflatoksin yang menyebabkan Turkey

Page 2: referensi jamur

X –disease pada tahun 1960. Hingga saat ini telah dikenal 300 jenis mikotoksin,

lima jenis diantaranya sangat berpotensi menyebabkan penyakit baik pada

manusia maupun hewan, yaitu aflatoksin, okratoksin A, zearalenon, trikotesena

(deoksinivalenol, toksin T2) dan fumonisin. Menurut Bhat dan Miller sekitar 25-

50% komoditas pertanian tercemar kelima jenis mikotoksin tersebut. Penyakit yang

disebabkan karena adanya pemaparan mikotoksin disebut Mikotoksikosis.

Mikotoksikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan jamur

(mikotoksin). Jamur mudah tumbuh dimana-mana yaitu: di tanah, materi organik yang

membusuk, biji-bijian dan kacang-kacangan. Kontaminasi jamur dapat terjadi saat

panen, selama transportasi , pada penyimpanan bahan baku ransum dan ransum jadi.

Ransum dengan kadar air 12% atau lebih dengan kelembaban 80-90% dan suhu antara

10-40 derajat C merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan jamur.pada keadaan

khusus , jamur dapat menghasilkan racun. Adanya Mikotoksin dalam ransum

menyebabkan keracunan pada ternak yang mengkonsumsi ransum tersebut. Pada

dasarnya, semua jenis ternak dapat terserang Mikotoksin. Namun tingkat

kepekaannya bervariasi tergantung sejumlah faktor seperti : jenis kelamin, umur,

bangsa, kondisi fisik, status nutrisi, jumlah dan jenis Mikotoksin , konsumsi ransum,

lama serangan , tatalaksana peternakan ( sanitasi, suhu, kondisi udara, kelembaban,

dll) dan infeksi penyakit lain. Mikotoksin akan menurunkan kadar glikogen pada

darah sehimngga menyebabkan bertambahnya kadar glukosa serum. Pada kasus

keracunan akut, fungsi mitokondria juga terganggu. Terganggunya metabolisme

lemak khususnya dalam sistempengangkutan dan eskresi lemak menyebabkan kadar

lemak dalam hati lebih tinggi sehingga menyebabkan fatty liver syndrome. 2

Mikotoksin juga bereaksi dengan DNA dan RNA sehingga menghambat sintetis

protein. Saat bereaksi dengan membran sel, mikotoksin akan mempengaruhi sistem

pengangkutan nutrisi dalam sel. Penurunan sintetis protein akan mempengaruhi

pertumbuhan dan menurunkan sistem kekeban dan antibodi ternak. Kondisi ini akan

menyebabkan ternak rentan terhadap penyakit atau menurunkan efiktivitas vaksinasi.

Sejumlah nutrisi termasuk energi metabolisme, kecernaan nutrisi dan kadar vitamin

Page 3: referensi jamur

dalam plasma turut dipengaruhi oleh mikotoksin. Mikotoksin dapat menurunkan

ketersediaan enzim-enzim percernaan pada unggas, khususnya amilase, lipase,

protease, dan RNAase/DNAase. Penurunan enzim pecernaan akan mempengaruhi

ketersediaan nutrisi bagi tubuh ternak dan akhirnya menurunkan laju pertumbuhan.

Ratusan jamur telah diidentifikasi, beberapa diantaranya sering muncul dalam industri

peternakan , yaitu Aflatoxin, Ochratoxin, Trichothecen, Zearalenone dan Citrinin. B.

IDENTIFIKASI MIKOTOKSIN 1. Aflatoksin Aflatoksin berasal dari singkatan

Aspergillus flavus toxin. Aflatoxin dihasilkan oleh jamur aspergillus flavus, A.

paracitikus dan Penicillium puberulum, bersifat sangat beracun dan karsinogenik .

Jenis jamur ini banyak terdapat di mana-mana sehingga dapat mudah mencemari

tanaman di tempat manapun. Namun, produksi aflatoxin tergantung pada faktor iklim

saat tanaman tertentu tumbuh dan disimpan sebagai bahan baku ransum. Didaerah

tropis dan subtropis, resiko pencemaran Mikotoksin pada tanaman selalu lebih tinggi

karena iklim tropis mempunyai kadar air dan kelembaban yang relatif tinggi. Jamur

ini memerlukan suhu 36,2-37,8 derajat C dan kelembaban relatif 80-85% untuk

pertumbuhan optimal dan memproduksi racun. 3 Toksin ini pertama kali diketahui

berasal dari kapang Aspergillus flavus yang berhasil diisolasi pada tahun 1960. A.

flavus sebagai penghasil utama aflatoksin umumnya hanya memproduksi aflatoksin

B1 dan B2 (AFB1 dan AFB2) Sedangkan A. parasiticus memproduksi AFB1, AFB2,

AFG1, dan AFG2. A. flavus dan A. parasiticus ini tumbuh pada kisaran suhu yang

jauh, yaitu berkisar dari 10-120C sampai 42-430C dengan suhu optimum 320-330C

dan pH optimum 6. Diantara keempat jenis aflatoksin tersebut AFB1 memiliki efek

toksik yang paling tinggi. Mikotoksin ini bersifat karsinogenik, hepatatoksik dan

mutagenik sehingga menjadi perhatian badan kesehatan dunia (WHO) dan

dikategorikan sebagai karsinogenik gol 1A. Selain itu, aflatoksin jugabersifat

immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Di Indonesia,

aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada produkproduk

pertanian dan hasil olahan (Muhilal danKaryadi, 1985, Agus et al., 1999). Selain itu,

residu aflatoksin dan metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti susu

Page 4: referensi jamur

(Bahri et al., 1995), telur (Maryam et al., 1994), dan daging ayam (Maryam, 1996).

Sudjadi et al (1999) melaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pasien (66 orang pria

dan 15 orang wanita) menderita kanker hati karena mengkonsumsi oncom, tempe,

kacang goring, bumbu kacang, kecap dan ikan asin. AFB1, AFG1, dan AFM1

terdeteksi pada contoh liver dari 58% pasien tersebut dengan konsentrasi diatas 400

µg/kg. Perubahan patologi anatomi yang dapat di akibatkan oleh aflatoksin adalah:

hati dan limpa membesar,radang dan pembengkakan pada duodenum. Hati terlihat

pucat akibat penimbunanlemak dan perdarahan berbentuk titik-titik. Jaringan limfoid

(bursa Fabricius dan tymus ) mengecil. Ginjal dan kantung empedu biasanya

membesar dan terjadi perdarahan usus. Lemak pada ampela dan lemaktubuh yang lain

berlebihan . Pada kasus kronis kronis, hati mengecil, keras dan terdapat nodula berisi

getah empedu. 4 2. Okratoksin Okratoksin dihasilkan oleh jamur Aspergillus

ocharceceous dan Penicillin viridikatum. Jenis jamur Aspergillus menghasilkan

ochratoxinhanya pada kadar kelembaban relatif dan suhu yang tinggi., sedangkan

species Penicillium tertentu dapat menghasilkan ochratoxinpada suhu yang lebih

rendah, bahkan pada suhu 5 derajat C. Ada type berbagai ochratoxin, yaitu :

Ochratoxin A, Ochratoxin B, Methylester Ochratoxin dan Ochratoxin C.

Ochratoxin A yang paling banyak ditemukan karena stabil terhadap perubahan suhu

dan sangat beracun. Okratoksin, terutama Okratoksin A (OA) diketahui sebagai

penyebab keracunan ginjal pada manusia maupun hewan, dan juga diduga bersifat

karsinogenik. Okratoksin A ini pertama kali diisolasi pada tahun 1965 dari kapang

Aspergillus ochraceus. Secara alami A. ochraceus terdapat pada tanaman yang mati

atau busuk, juga pada biji-bijian, kacangkacangan dan buah-buahan. Selain

A.ochraceus, OA juga dapat dihasilkan oleh Penicillium viridicatum (Kuiper-

Goodman, 1996) yang terdapat pada biji-bijian di daerah beriklim sedang (temperate),

seperti pada gandum di eropa bagian utara. P.viridicatum tumbuh pada suhu antara 0 –

310 C dengan suhu optimal pada 200C dan pH optimum 6 – 7. A.ochraceus tumbuh

pada suhu antara 8 – 370C. Saat ini diketahui 5 sedikitnya 3 macam Okratoksin, yaitu

Okratoksin A (OA), Okratoksin B (OB), dan Okratoksin C (OC). OA adalah yang

Page 5: referensi jamur

paling toksik dan paling banyak ditemukan di alam. Hal penting yang berkaitan

dengan perdagangan komoditas kopi di pasar internasional adalah bahwa sebagian

besar negara pengimpor/ konsumen kopi mensyaratkan kadar OA yang sangat rendah

atau bebas OA. Selain pada produk tanaman, ternyata OA dapat ditemukan pada

berbagai produk ternak seperti daging babi dan daging ayam. Hal ini karena OA

bersifat larut dalam lemak sehingga dapat tertimbun di bagian daging yang berlemak.

Manusia dapat terekspose OA melalui produk ternak yang dikonsumsi. Perubahan

patologi anatomi yang dapat disebabkan oleh Okratoksin adalah ditemukan hati

membesar, warna pucat disertai perdarahan. Ginjal pucat dan peradangan usus. Pada

kasus akut, ginnjal mengalami nephrosis. Ginjal akan nampak sangat bengkak,

berwarna pucat, ditandai dengan penumpukan deposit urea dalam ureter. Kadang-

kadang deposit juga terlihat pada provetriculus, hati dan usus halus. Pada kasus

kronis, racun menurunkan fungsi tubuh yang berkenaan dengan fungsi ginjal, namu

tidak ada luka yang terlihat. Ochratoxin Amenimbulkan efek imonosupresi (thymus

mengecil) sehingga kekebalansel humoral terganggu. 3. Zearalenon Zearalenon

adalah toksin estrogenik yang dihasilkan oleh kapang Fusarium graminearum,

F.tricinctum, dan F. moniliforme. Kapang ini tumbuh pada suhu optimum 20 – 250C

dan kelembaban 40 – 60 %. Zearalenon pertama kalidiisolasi pada tahun 1962.

Mikotoksin ini cukup stabil dan tahan terhadap suhu tinggi. 6 Hingga saat ini paling

sedikit terdapat 6 macam turunan zearalenon, diantara nya αzearalenol yang memiliki

aktivitas estrogenik 3 kali lipat daripada senyawa induknya. Senyawa turunan lainnya

adalah 6,8-dihidroksizearalenon, 8-hidroksizearalenon, 3hidroksizearalenon, 7-

dehidrozearalenon, dan 5- formilzearalenon. Komoditas yang banyak tercemar

zearalenon adalah jagung, gandum, kacang kedelai, beras dan serelia lainnya.

Zearalenone lazim terdapat dalam jagung dan sorgum. dampak merugikan pada

unggas adalah penurunan puncak produksi, namun tidak berpengaruh terhadap

kesuburan dan daya tetas telur. Gejala umum yang terjadi adalah ascites, kista oviduk

dengan material fibrinous. Gambar 2. Jagung terinfeksi kapang Fusarium spp. 4.

Trikotesena 7 Mikotoksin golongan trikotesena dihasilkan oleh kapangFusarium spp.,

Page 6: referensi jamur

Trichoderma, Myrothecium, Trichothecium dan Stachybotrys. Mikotoksin golongan

ini dicirikan dengan adanya inti terpen pada senyawa tersebut. Toksin yang dihasilkan

oleh kapang-kapang tersebut diantaranya adalah toksin T-2 yang merupakan jenis

trikotesena paling toksik. Toksin ini menyebabkan iritasi kulit dan juga diketahui

bersifat teratogenik. Selain toksin T2, trikotesenalainnya seperti deoksinivalenol,

nivalenol dapat menyebabkan emesis dan muntah-muntah (Ueno et al., 1972 dalam

Sinha, 1993). Gejala umum yang disebabkan oleh Trikotesena adalah pertumbuhan

terhambat, depresi dan diare berdarah. Necrosa mukosa mulut merupakan gejala yang

paling sering terjadi. Luka pada mulut berwarna putih sampai krem, borok biasa

terlihat pada tepi lidah dan sepanjang sisi dalam bagian atas dan bawah paruh.

Perubahan patologi anatomi, terlihat mukosa gastrointestinal kemerh-merahan, hati

bengkak berisi getah empedu dan berwarna burik, limpa mengecil dengan perdarahan

visceral. 5. Fumonisin 8 Fumonisin termasuk kelompok toksin fusarium yang

dihasilkan oleh kapang Fusarium spp., terutama F. moniliforme dan F. proliferatum.

Mikotoksin ini relatif baru diketahui dan pertama kali diisolasi dari F. moniliforme

pada tahun 1988 (Gelderblom, et al., 1988). Selain F. moniliforme dan F.

proliferatum, terdapat pula kapang lain yang juga mampu memproduksi fumonisin,

yaitu F.nygamai, F. anthophilum, F. diamini dan F. napiforme. F. moniliforme tumbuh

pada suhu optimal antara 22,5 – 27,50 C dengan suhu maksimum 32 - 370C. Kapang

Fusarium ini tumbuh dan tersebar diberbagai negara didunia, terutama negara

beriklim tropis dan sub tropis. Komoditas pertanian yang sering dicemari kapang ini

adalah jagung, gandum, sorgum dan berbagai produk pertanian lainnya. Hingga saat

ini telah diketahui 11 jenis senyawa Fumonisin, yaitu Fumonisin B1 (FB1), FB2, FB3

dan FB4, FA1, FA2, FC1, FC2, FP1, FP2 dan FP3. Diantara jenis fumonisin tersebut,

FB1 mempunyai toksisitas yang dan dikenal juga dengan nama Makrofusin. FB1 dan

FB2 banyak mencemari jagung dalam jumlah cukup besar, dan FB1 juga ditemukan

pada beras yang terinfeksi oleh F.proliferatum. Keberadaan kapang penghasil

fumonisin dan kontaminasi fumonisin pada komoditi pertanian, terutama jagung di

Indonesia telah dilaporkan oleh Miller et al. (1993), Trisiwi (1996), Ali et al., 1998

Page 7: referensi jamur

dan Maryam (2000b). Meskipun kontaminasi fumonisin pada hewan dan manusia

belum mendapat perhatian di Indonesia, namun keberadaannya perlu diwaspadai

mengingat mikotoksin ini banyak ditemukan bersama-sama dengan aflatoksin

sehingga dapat meningkatkan toksisitas kedua mikotoksin tersebut (Maryam, 2000a).

6. Citrinin 9 Kelompok Mikotoksin ini dihasilkan oleh Penicillium citrinumdan

spesies Penicillium lainnya yang bersifat nephrotoksik. Unggas yangterserang akan

mengkonsumsi air minum berlebihan sehingga menyebabkan diare. Gejala akan

menghilang jika ransum diganti dan kelompok unggas tersebut kembali normal dalam

8-10 jam. Tidak ada luka yang muncul selain pembesaran ginjal. Citrinin tidak

mempengaruhi kekebalan seluler dan humoral. Penularan penyakit dapat terjadi

karena ternak mengkonsumsi ransum atau litter kandang yang tercemar Mikotoksin .

Jamur dan racun yang dihasilkannya tersebar sat bijibijian yang rusak karena jamur

dicampur dengan bahan penyusun ransum yang lain. C. DIAGNOSA

LABORATORIUM DAN DIAGNOSA BANDING Identifikasi dan kuantifikasi

mikotoksin . Teknik analisa mikotoksin meliputi : • • • • Chromatography

Spectrometry Pemeriksaan monoclonal antibody Enzymed-Linked Immunosorbent

Assay (ELISA) untuk deteksi aflatoxin. Sedangkan untuk Mikotoksin yang lain kita

belum tersedia. D. PENGENDALIAN Pencegahan : Aflatoxin tetap berbahaya dan

tidak rusak oleh suhu tinggi dan pemanasan. Oleh karena itu, prinsip pencegahan

lebih baik dari pada pengobatan tepat untuk diterapkan pada kasus keracunan

aflatoxin. Pencegahan yang bisa dilakukan untuk menghambat tumbuhnya jamur

adalah peengeringan bahan baku ransuk/ransum pada kadar air maximal 12% dan 10

kelembaban maksimal 65% , penyimpanan bahan baku ransum /ransum ditempat

yang kering dan diberi alas, penyemprotan 0,25% asam propionat atauasam asetat

atau penyemrotan 2% NaOH atau 2,5% CaOH 2 . Selain pada bahan baku

ransum/ransum, tempat minum dan tempat ransum perlu dicuci dan direndam dengan

desinfiktan yang mengandung senyawa iodine, diantaranya Antisep atau Neo Antisep.

Deteksi dini pada ransum yang tercemar dapat mencegah pencemaran sampai tingkat

yang lebih besar. Saat truck ransum datang, lakukan pemeriksaan menyeluruh

Page 8: referensi jamur

terhadap ransum dan lakukan desinfeksi truck. Pencemaran aflatoxin biasanya

ditemukan pada sejumlah kecil ransum. Jika pencemaran ini diketahui sejak awal,

maka pemisahan secara fisik ransum yang tercemar dapat dilakukan secara efektif.

Namun jika ransum tersebar dimana-mana, cara ini sulit dilakukan.Mikotoksin,

khususnya aflatoxin dapat diikat dan dinonaktifkan dengan penambahan hidrated

sodium calsium alumino silicate (HSCAS) sebanyak 1,5-5 kg/ton ransum. Pengobatan

: Mikotoksikosis biasanya tidak dapat disembuhkan. Pengobatan terhadap gejala yang

muncul untuk meningkatkan daya tahan tubuh merupakan satu-satunya penanganan

yang dapat dilakukan . Untuk tujuan tersebut , asam amino berikatan belerang dapat

mendektosifikasi organisme yang potensial menghasilkan racun. Kelompok Vitamin

B, Vitamin E, selenium dan antioksidan dapat digunakan untuk menurunkan proses

peroksidasi lemak. Selain itu, terdapat banyak preparat yang tersedia secara komersial

yang mempermudah dekomposisi dan detoksifikasi Mikotoksin. Preparat ini biasnya

mengandung enzim yang berasal dari kapang dan bakteri, adsorbent, campuran

vitamin dan antioksidan. Pemberian jamur saccharomyces cerevisiae dilaporkan

efektif menurunkan tingkat keparahan aflatoxin pada ayam. Kultur kapang

mempunyai kemampuan mengikat aflatoxin dan membuat aflatoxin tidak dapat

diserap oleh saluran pencernaan ternak. BAB III 11 PENUTUP Kesimpulan

Mikotoksin berarti toksin yang dihasilkan oleh jamur. Mikotoksikosis adalah penyakit

yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh jamur yang termakan bersama-sama

bahan pakan yang tercemar jamur. Jenis – jenis mikotoksin yaitu Aflatoxin,

Ochratoxin, Trichothecen, Zearalenone dan Citrinin. Mikotoksikosis dapat terjadi

karena adanya rantai makanan yang saling berkaitan, dimana pemaparan mikotoksin

ke dalam tubuh terjadi karena konsumsi bahan pangan yang sudah tercemar (efek

primer) dan konsumsi produk hewani (efek sekunder). Dari begitu banyaknya jenis

mikotoksin yang telah ditemukan, aflatoksin merupakan mikotoksin yang paling

banyak dijumpai di alam terutama di negara beriklim tropis, dan mempunyai

toksisitas yang lebih tinggi dari mikotoksin lainnya. Namun, toksisitas mikotoksin

tergantung beberapa faktor seperti dosis, rute pemaparan, lamanya pemaparan,

Page 9: referensi jamur

spesies, umur, jenis kelamin, status fisiologis ( kesehatan dan gizi), serta adanya efek

sinergis dari berbagai mikotoksin dalam makanan. Umumnya mikotoksin bersifat

kumulatif, sehingga efeknya tidak dapat dirasakan dalam waktu cepat dan sulit

dibuktikan secara etiologi. Masalah lainnya, kontaminasi pada makanan tidak dapat

terlihat sehingga tidak mudah untuk mengindikasi suatu makanan telah tercemar

mikotoksin kecuali dengan melakukan analisa laboratorium. DAFTAR PUSTAKA 12

Budiarsono, Iwan T. 1995. Dampak Mikotoksin terhadap Kesehatan. Jurnal Cermin

Dunia Kedokteran 1995;103: 05-11. http:

//www.thepoultrysite.com/deseaseinfo/100/mycotoxicosisdiambil pada 30 november

2010 pada jam 13:52 http://pkppullet.wordpress.com/2010/01/20/persoalan-

mikotoksin-pada-pakan diambil pada 30 november 2010 pada jam 14:26

http://www.fao.org/docrep/x5036e/x5036E04.htm diambil pada 01 desember 2010

pada jam 12:10 http://www.patentstorm.us/patents/6703244/description.html diambil

pada 01 desember 2010 pada jam 12:03 http://knol.google.com/k/mycotoxins-and-

mycotoxicoses-review# diambil pada 01 desember 2010 pada jam 12:09

http://id.wikipedia.org/wiki/Fusarium diambil pada 01 desember 2010 pada jam 11.56

Gandahusada, Srisasi. Edisi ketiga, 1998. Parasitologi Kedokteran. FKUI. Jakarta

LITERATUR 13 Aflatoksin Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari Aflatoksin merupakan segolongan

senyawa toksik (mikotoksin, toksin yang berasal dari fungi) yang dikenal mematikan

dan karsinogenik bagi manusia dan hewan. Spesies penghasilnya adalah segolongan

fungi (jenis kapang) dari genus Aspergillus, terutama A. flavus (dari sini nama "afla"

diambil) dan A. parasiticus yang berasosiasi dengan produk-produk biji-bijian

berminyak atau berkarbohidrat tinggi. Kandungan aflatoksin ditemukan pada biji

kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai, pistacio, atau bunga matahari), rempah-

rempah (seperti ketumbar, jahe, lada, serta kunyit), dan serealia (seperti gandum, padi,

sorgum, dan jagung). Aflatoksin juga dapat dijumpai pada susu yang dihasilkan

hewan ternak yang memakan produk yang terinfestasi kapang tersebut. Obat juga

dapat mengandung aflatoksin bila terinfestasi kapang ini. Praktis semua produk

Page 10: referensi jamur

pertanian dapat mengandung aflatoksin meskipun biasanya masih pada kadar

toleransi. Kapang ini biasanya tumbuh pada penyimpanan yang tidak memperhatikan

faktor kelembaban (min. 7%) dan bertemperatur tinggi. Daerah tropis merupakan

tempat berkembang biak paling ideal. Toksin ini memiliki paling tidak 13 varian,

yang terpenting adalah B1, B2, G1, G2, M1, danM2. Aflatoksin B1 dihasilkan oleh

kedua spesies, sementara G1 dan G2 hanya dihasilkan oleh A. parasiticus. Aflatoksin

M1, dan M2 ditemukan pada susu sapi dan merupakan epoksida yang menjadi

senyawa antara. Aflatoksin B1, senyawa yang paling toksik, berpotensi merangsang

kanker, terutama kanker hati. Serangan toksin yang paling ringan adalah lecet (iritasi)

ringan akibat kematian jaringan (nekrosis). Pemaparan pada kadar tinggi dapat

menyebabkan sirosis, karsinoma pada hati, serta gangguan pencernaan, penyerapan

bahanmakanan, dan metabolisme nutrien. Toksin ini di hati akan direaksi menjadi

epoksida yang sangat reaktif terhadap senyawa-senyawa di dalam sel. Efek

karsinogenik terjadi karena basa N guanin pada DNA akan diikat dan mengganggu

kerja gen. Pemanasan hingga 250 derajat Celsius tidak efektif menginaktifkan

senyawa ini. Akibatnya bahan pangan yang terkontaminasi biasanya tidak dapat

dikonsumsi lagi. [sunting] Rujukan • • Artikel aflatoksin di wikipedia bahasa Inggris

Hiller K, Melzig MF 2007. Die große Enzyklopaedie der Arzneipflanzen und Drogen.

Spektrum Elsevier, Heidelberg. Beranda > Perkuliahan > Anti Jamur dan Terjadinya

Aflatoksin 14 Anti Jamur dan Terjadinya Aflatoksin Jumat, 25 April 2008 Galuh Adi

Insani Ada empat macam jamur yang dapat mengganggu ayam dan hewan

ternaklainnya. Jamurjamur tersebut adalah : (1) jamur yang menulari bahan makanan

di ladang sebelum dipanen; (2) jamur yang menulari bahan makanan selama disimpan

setelah di panen; (3) jamur yang menulari campuran bahan makanan dalam bak-bak

makanan; dan (4) jamur yang menulari saluran pencernaan atau saluran pernafasan

ayam. Jamur dari tiga golongan pertama memberikan pengaruh merugikan melalui

produksi toksin (mikotoksin) dan dengan cara menghancurkan sebagian nilai gizi

bahan makanan yang diserangnya;jamur golongan keempat dapat meyebabkan

penyakit-penyakit pathologis yang nyata (mikoses). Di antara jenis-jenis jamur yang

Page 11: referensi jamur

menulari hasil panen adalah Diplodia, Gibberella, Fusarium, Cladosporium,

Nigospora dan Cephalosporium. Di antara jamur yang paling berbahaya yang

menyerang hasil panen seperti kacang tanah selama panen, makanan yang disimpan

dan bahan makanan yang disimpan adalah Aspergillus flavus, Aspergilli lainnya dan

beberapa Penisillia. Aspergillus fumigatus adalah fungus yang paling pathologis dan

merupakan jamur yang sering dijumpai dalam Aspergillosis pada ayam. Mikosis

saluran pencernaan biasanya dihasilkan oleh Candida albicans (penyakit tersebut

sering dinamakan Moniliasis). Penularan jamur ladang timbul pada keadaan musim

panen yang keadaan cuacanya kurang baik dengan kelembaban tinggi. Penelitian

dengan jagung berjamur memperlihatkan bahwa mikotoksin yang dihasilkan oleh

jamur ladang tersebut tidak menyebabkan mortalitas akan tetapimengurangi

pertumbuhan dan efisiensi penggunaan ransum. Reaksi lebih parah pada hewan yang

diberi ransum yang bahan-bahan makanannya telah ditulari dengan Aspergillus flavus.

Mikotoksin yangdihasilkan oleh spesies tersebut dinamakan aflatoksin. Aflatoksin

pertama kali dikenal pada waktu timbul penyakit di Inggris pada tahun 1960.

Aflatoksin tersebut diketahui sebagai toksin pada bungkilkacang tanah yang

digunakan sebagai sumber protein pada ransum unggas. Pada tahun 1963 zat tersebut

dibuktikan secara khemis dan pada saat itu telah diketahui bahwa ada empat macam

aflatoksin yang disebut B1, B-2, G-1 dan G-2. Aflatoksin mencampuri pengangkutan

lemak dalam tubuh dan juga mencampuri penggunaan asam amino pada tingkatan sel.

Zat tersebut diketahui karsinogenik, yang menghasilkan tumor pada keadaan tertentu.

Aspergillus flavus dapat tumbuh dan menghasilkan aflatoksin bila terdapat cukup zat-

zat makanan, hawa dan kelembaban dan bila suhu cukup. Jamur tersebut dapat

tumbuh pada setiap bahan makanan ternak atau zat-zat makanan bila kandungan air

sekitar 13 sampai 14 persen dan kelembaban relatif di atas 50 persen. Suhu optimal

adalah sekitar 21oC, akan tetapi aflatoksin dapat dihasilkan antara 10o C dan 38oC.

Aflatoksin telah diketahui dapat dihasilkan dari jagung, gandum, bungkil kacang

kedele, tepung ikan dan bungkil biji kapas. Di setiap pabrik makanan ternak dapat

dicurigai adanya 15 aflatoksin bila bahan makanan disimpan di tempat yang

Page 12: referensi jamur

kelembabannya relatif tinggidan suhunya sedang. Gejala Aflatoksikosis Pada unggas

yang telah mengkonsumsi ransum mengandung aflatoksin sebanyak satu ppm, akan

memperlihatkan kenaikan berat hati sebesar 50%. Sebagian besar kenaikan tersebut

adalah lemak. Ayam yang menderita aflatoksikosis akan memperlihatkan hati sangat

pucat, limpa dan pankreas kedua-duanya agak membesar, jengger, kaki dan sumsum

tulang pucat. Dapat terjadi perdarahan dalam jaringan. Pencegahan Pembentukan

Aflatoksin Pertumbuhan jamur pada bahan makanan atau makanan yang telah

dicampur dapat dicegah dengan: (1) mengeringkan bahan makanan di bawah

kandungan air kritis (lebih kurang 12% air); dan (2) penambahan natrium propionat

atau kalsium propionat. Zat-zat tersebut dapat ditambahkan ke dalam bahan makanan

atau ransum sejumlah satu kilogram per ton. Nistatin telah pula digunakan untuk

mencegah dan pengobatan mokosis tembolok dan diarrhee mikotik. Dalam beberapa

hal pengobatan terhadap Aspergillosis telah dianggap sia-sia. Tidak ada pelengkap

makanan yang sanggup mencegah Aspergillosis, yang timbul bila ayam berhubungan

dengan spora-spora jamur. Hal tersebut terjadi pada waktu litter dibiarkan basah dan

menjadi berjamur. Mikotoksin Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari Mikotoksin adalah istilah yang

digunakan untuk merujuk pada toksin yang dihasilkan oleh cendawan.[1] Lebih

lengkapnya, mikotoksin didefinisikan sebagai produk alami dengan bobot molekul

rendah yang dihasilkan sebagai metabolit sekunder dari cendawan berfilamen dan

dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian pada manusia, hewan, tumbuhan,

maupun mikroorganisme lainnya.[2] • [sunting] Jenis-jenis Terdapat enam jenis

mikotoksin utama yang sering merugikan manusia, yaitu aflatoksin, citrinin, ergot

alkaloid, fumonisin, ochratoxin, patulin, trichothecene, dan zearalenone.[3] [sunting]

Aflatoksin Artikel utama untuk bagian ini adalah: Aflatoksin 16 Struktur kimia

aflatoksin B1. Sebagian besar aflatoksin dihasilkan oleh Aspergillus flavus Link dan

juga A. parasiticus Speare.[4] Kedua cendawan tersebut hidup optimal pada suhu 36-

38 °C dan menghasilkan toksin secara maksimum pada suhu 25-27 °C.[4]

Pertumbuhan cendawan penghasil aflatoksin biasanya dipicu oleh

Page 13: referensi jamur

humiditas/kelembaban sebesar 85% dan hal ini banyak ditemui di Afrika sehingga

kontaminasi Alflatoksin pada makanan menjadi masalah umum di benua tersebut.[4]

Untuk menghindari kontaminasi aflatoksin, biji-bijian harus disimpan dalam kondisi

kering, bebas dari kerusakan, dan bebas hama. [sunting] Citrinin Struktur kimia

Citrinin. Citrinin pertama kali diisolasi dari Penicillium citrinum Thom pada tahun

1931.[5] Mikotoksin ini ditemukan sebagai kontaminan alami pada jagung, beras,

gandum, barley, dan gandum hitam (rye).[5] Citrinin juga diketahui dapat dihasilkan

oleh berbagai spesies Monascus dan hal ini menjadi perhatian terutama oleh

masyarakat Asia yang menggunakan Monascus sebagai sumber zat pangan tambahan.

[6] Monascus banyak dimanfaatkan untuk diekstraksi pigmennya (terutama yang

berwarna merah) dan dalam proses pertumbuhannya, pembentukan toksin citrinin

oleh Monascus perlu dicegah.[6] [sunting] Ergot Alkaloid Ergot alkaloid diproduksi

oleh berbagai jenis cendawan, namun yang utama adalah golongan Clavicipitaceae.[7]

Dulunya kontaminasi senyawa ini pada makanan dapat menyebabkan epidemik

keracunan ergot (ergotisme) yang dapatditemui dalam dua bentuk, yaitu bentuk

gangren (gangrenous) dan kejang (convulsive).[7] Pembersihan serealia secara

mekanis tidak sepenuhnya memberikan proteksi terhadap kontaminasi senyawa ini

karena beberapa jenis gandum masih terserang ergot dikarenakan varietas benih yang

digunakan tidak resiten terhadap Claviceps purpurea, penghasil ergot alkaloid.[7]

Pada hewan ternak, ergot alkoloid dapat menyebabkan tall fescue toxicosis yang

ditandai dengan penurunan produksi susu, kehilangan bobot tubuh, dan fertilitas

menurun.[7] 17 [sunting] Fumonisin Struktur kimia Fumonisin. Fumonisin ditemukan

pada tahun 1988 pada Fusarium verticilloides dan F. proliferatum yang sering

mengontaminasi jagung.[8] Namun, selain kedua spesies tersebut masih banyak

cendawan yang dapat menghasilkan fumonisin. Toksin jenis ini stabil dan tahan pada

berbagai proses pengolahan jagung sehingga dapat menyebabkan penyebaran toksin

pada dedak, kecambah, dan tepung jagung.[8] Konsentrasi fumonisin dapat menurun

dalam proses pembuatan pati jagung dengan penggilingan basah karena senyawa ini

bersifat larut air.[8] [sunting] Ochratoxin Struktur kimia ochratoxin A Ochratoxin

Page 14: referensi jamur

dihasilkan oleh cendawan dari genus Aspergillus, Fusarium, and Penicillium dan

banyak terdapat di berbagai macam makanan, mulai dari serealia, babi, ayam, kopi,

bir, wine, jus anggur, dan susu.[9] Secara umum, terdapat tiga macam ochratoxin yang

disebut ochratoxin A, B, dan C, namun yang paling banyak dipelajari adalah

ochratoxin A karena bersifat paling toksik diantara yang lainnya[9]. Pada suatu

penelitian menggunakan tikus dan mencit, diketahui bahwa ochratoxin A dapat

ditransfer ke individuyang baru lahir melalui plasenta dan air susu induknya.[9] Pada

anak-anak (terutama di Eropa), kandungan ochratoxin A di dalam tubuhnya relatif

lebih besar karena konsumsi susu dalam jumlah yang besar.[9] Infeksi ochratoxin A

juga dapat menyebar melalui udara yang dapat masuk ke saluran pernapasan.ref

name="p"> [sunting] Patulin struktur kimia patulin. 18 Patulin dihasilkan oleh

Penicillium, Aspergillus, Byssochlamys, dan spesies yang paling utama dalam

memproduksi senyawa ini adalah Penicillium expansum.[10] Toksin ini menyebabkan

kontaminasi pada buah, sayuran, sereal, dan terutama adalah apel dan produkproduk

olahan apel sehingga untuk diperlukan perlakuan tertentu untuk menyingkirkan

patulin dari jaringan-jaringan tumbuhan.[10] Contohnya adalah pencucian apel

dengan cairan ozon untuk mengontrol pencemaran patulin. Selain itu, fermentasi

alkohol dari jus buah diketahui dapat memusnahkan patulin.[10] [sunting]

Trichothecene Struktur kimia trichothecenes. Terdapat 37 macam sesquiterpenoid

alami yang termasuk ke dalam golongan trichothecene dan biasanya dihasilkan oleh

Fusarium, Stachybotrys, Myrothecium, Trichodemza, dan Cephalosporium.[11]

Toksin ini ditemukan pada berbagai serealia dan biji-bijian di Amerika,Asia, dan

Eropa.[12] Toksin ini stabil dan tahan terhadapa pemanasanmaupun proses

pengolahan makanan dengan autoclave.[12] Selain itu, apabila masuk ke dalam

pencernaan manusia, toksin akan sulit dihidrolisis karena stabil pada pH asam dan

netral.[12] Berdasarkan struktur kimia dan cendawan penghasilnya, golongan

trichothecene dikelompakan menjadi 4 tipe, yaitu A (gugus fungsi selain keton pada

posisi C8), B (gugus karbonil pada C8), C (epoksida pada C7,8 atau C9,10) dan D

(sistem cincin mikrosiklik antara C4 dan C15 dengan 2 ikatan ester).[12] [sunting]

Page 15: referensi jamur

Zearalenone Struktur kimia zearalenone.Zearalenone adalah senyawa estrogenik yang

dihasilkan oleh cendawan dari genus Fusarium seperti F. graminearum dan F.

culmorum dan banyak mengkontaminasi nasi jagung, namun juga dapat ditemukan

pada serelia dan produk tumbuhan.[12] Senyawa toksin ini stabil pada proses

penggilingan, penyimpanan, dan pemasakan makanan karena tahan terhadap

degradasi akibat suhu tinggi.[12] Salah satu mekanisme toksin ini dalam

menyebabkan penyakit pada manusia adalah berkompetisi untuk mengikat reseptor

estrogen.[12] 19 [sunting] Efek pada manusia Banyak mikotoksin yang dapat

menyebabkan berbagai penyakit pada manusia melalui makanan, salah satunya adalah

kontaminasi citrinin pada produk kejukarena proses fermentasi keju yang melibatkan

P. citrinum dan P. expansum penghasil citrinin.[13] Pada manusia dan hewan, citrinin

dapat menyebabkan penyakit kronis, di antaranya dapat terjadi akibat toksisitas pada

ginjal dan terhambatnya kerja enzim yang berperan dalam respirasi.[14] Aflatoksin

merupakan senyawa karsinogenik yang dapat memicu timbulnya kanker liver pada

manusia karena konsumsi susu, daging, atau telur yang terkontaminasi dalam jumlah

tertentu. [15] Kehilangan tanaman pangan akibat kontaminasi aflatoksin juga sangat

merugikan manusia, baik petani maupun kalangan industri hasil pertanian di dunia.[4]

Pada laki-laki, kandungan ochratoxin A yang terlalu tinggi di dalam tubuhnya dapat

menyebabkan kanker testis.[9] [sunting] Efek pada hewan Aflatoksin dapat

menyebabkan penyakit liver pada hewan (terutama aflatoksin B1) yang ditandai

dengan produksi telur, susu, dan bobot tubuh yang menurun.[15] Untuk mereduksi

atau mengeliminasi efek aflatoksin pada hewan, dapat digunakan amoniasi dan

beberapa molekul penyerap.[15] Pada ayam petelur, babi, sapi, tikus, dan mencit,

toksin fumonisin sulit siserap namun penyebarannya sangat cepat dan ditemukan

dapat tertimbun di hati dan ginjal hewan hingga menyebabkan kerusakan oksidatif.[8]

Senyawa ochratoxin A bersifat karsinogenik, mutagenik, teratogenik, dan mampu

menimbulkan gejala imunosupresif pada berbagai hewan.[9] Pada ternak babi,

senyawa zearalenone dapat menyebabkan kelainan reproduksi yang disebut

vulvovaginitis.[12] [sunting] Aplikasi Ergot alkaloid telah lamadimanfaatkan dalam

Page 16: referensi jamur

dunia medis karena memiliki kemiripan struktur dengan neurotransmiter manusia

memberikan berbagai pengaruh fisiologi pada manusia sehingga digunakan untuk

mengembangkan obat-obatan di masa depan.[7] Selain itu, ergot alkaloid juga

digunakan dalam berbagai riset untuk mengetahui dan perawatan kelainan fisiologis

pada manusia.[7] Senyawa trichothecene pernah dimanfaatkan sebagai senjata

biologis di Laos, Kampuchea, dan Afganistan pada akhir tahun 1970-an dan awal

1980-an.[12] Peristiwa tersebut dikenal sebagai hujan kuning (yellow rain) dan

menyebabkan berbagai gejala penyakit pada masyarakat sipil di ketiga negara

tersebut, seperti pendarahan, vertigo, mual, demam, dan pusing.[12] Beberapa korban

yang berhasil selamat dari peristiwa itu menceritakan bahwa adanya hujan senyawa

kuning di langit membuat masyarakat tiba-tiba menderita rasa panas, kejang-kejang,

dan pendarahan internal parah hingga mengakibatkan kematian.[16] Hal serupa juga

dialami tentara Yaman dan Afganistanketika diserang oleh Uni Soviet.[16] Mereka

diserang dengan roket yang ditembakkan dari helikopter dan melepaskan senyawa

yang menyebabkan awan berwarna kekuningan kemudian korban mengalami muntah

darah dan kematian secara tiba-tiba.[16] [sunting] Referensi 1. ^ Alvi Yani (2009).

"Detoksifikasi Biologis Berbagai Mikotoksin pada Bahan Pangan". Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Lampung. 20 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

http://lampung.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?

option=com_content&view=article&id=59:detoksifikasi-biologis-berbagai-

mikotoksin-padabahan-pangan-&catid=25:prosiding&Itemid=28. ^ (en) J. W.

Bennett, M. Klich (Juli 2003). "Mycotoxins". Clinical Microbiology Reviews 16 (3):

497–516. doi:10.1128/CMR.16.3.497–516.2003.

http://cmr.asm.org/cgi/reprint/16/3/497. ^ (en) Gwiazdowska D, Pawlak-Lemanska K

(September 2009). "Removal of zearalenone by propionibacteria in the simulated

human gastrointestinal tract". ISM Conference 2009: 119.

http://www.ism2009.at/ISM2009_posters.pdf. ^ a b c d (en) Hamed K. Abbas (2005).

Aflatoxin and food safety. CRC Press. ISBN 978-08247-2303-3. ^ a b (en)

"Production and Analysis of Citrinin in Corn". Applied and Environmental

Page 17: referensi jamur

Microbiology 36 (3): 408-411. 1 September 1978.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC243061/pdf/aem00212-0020.pdf. ^ a b

(en) P.J. BLANC, M.O. LORET, G. GOMA (Maret 1995). "Production of Citrinin by

Various species of Monascus". Biotechnology Letters 17 (3): 291-294.

http://www.springerlink.com/content/l6g787743061722x/fulltext.pdf?page=1. ^ a b c

d e f (en) Kent Kainulainen (2003)."Ergotism and ergot alkaloids – a review". Essay

in Pharmacognosy - Uppsala University.

http://www.fkog.uu.se/course/essays/secale_cornutum.pdf. ^ a b c d (en) European

Commission Health & Consumer Protection Directorate-General (2000). PART 31:

Fumonisin B1 (FB1). http://ec.europa.eu/food/fs/sc/scf/out73_en.pdf. ^ a b c d ef (en)

Jack D. Thrasher. Ochratoxin and Ochratoxicosis.

http://www.drthrasher.org/Ochratoxin.pdf. ^ a b c (en) CA/RCP (2003).

[www.codexalimentarius.net/download/standards/405/CXC_050e.pdf Code Of

Practice For The Prevention And ReductionOf Patulin Contamination In Apple Juice

And Apple Juice Ingredients In Other Beverages].

www.codexalimentarius.net/download/standards/405/CXC_050e.pdf. ^ (en)

A.CIEGLER (Mai 1978)."Trichothecenes: Occurrence and Toxicoses". foumal

ofFood Protection 41 (5): 399-403.

http://ddr.nal.usda.gov/bitstream/10113/28189/1/CAIN789100875.pdf. ^ a b c d e f g

h i j (en) Selma Yazar, Gülden Z. Omurtag (2008). "Fumonisins, Trichothecenes and

Zearalenone in Cereals". Int. J. Mol. Sci.: 2062-2090.

http://www.mdpi.com/14220067/9/11/2062/pdf. ^ (en) Bailly J.D., Querin A.; Le

Bars-Bailly S., Benard G., Guerre P. (Agustus 2002). "Citrinin Production and

Stability in Cheese". Journal of Food Protection 65 (8): 13171321(5). ^ (en) M. Ellin

Doyle, Food Research Institute, Carol E. Steinhart, Barbara A. Cochrane (1993). Food

safety 1993. CRC Press. ISBN 978-0-8247-9156-8. ^ a b c (en)Romer Labs®, Inc.,

"Aflatoxin". ^ a b c (en)TIME.com, "Yellow Rain", TIME Inc., 14 September 1981.

Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Mikotoksin" 21