Upload
ica-trianjani-setyaningrum
View
37
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sindrom aspirasi mekonium
Citation preview
REFLEKSI KASUS
SINDROM ASPIRASI MEKONIUM
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh :
Ica Trianjani S.
20100310010
Diajukan Kepada:
dr. Handayani, M.sc, Sp. A
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
REFLEKSI KASUS
SINDROM ASPIRASI MEKONIUM
Telah dipresentasikan pada tanggal:
Oleh: Ica Trianjani S.
20100310010
Disetujui oleh:
Dosen pembimbing Kepaniteran klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
dr. Handayani, Msc, Sp. A
SINDROM ASPIRASI MEKONIUM
A. Definisi
Definisi SAM adalah sindrom atau kumpulan berbagai gejala klinis dan radiologis
akibat janin atau neonatus menghirup atau mengaspirasi mekonium. Mekonium adalah tinja
janin yang pertama. Merupakan bahan yang kental, lengket dan berwarna hitam kehijauan,
mulai bisa terlihat pada kehamilan 34 minggu. Pada bayi prematur yang memiliki sedikit
cairan ketuban, sindroma ini sangat parah. Mekonium yang terhirup lebih kental sehingga
penyumbatan saluran udara lebih berat.
B. Epidemologi
Kejadian SAM merupakan masalah yang paling sering dihadapi spesialis anak dan
spesialis kebidanan. Di Amerika Serikat diperkirakan 520.000 (12% dari kelahiran hidup)
dipersulit dengan adanya pewarnaan AKK dan 35% diantaranya akan berkembang menjadi
SAM (sekitar 4% dari kelahiran hidup). Sekitar 30% neonatus dengan SAM akan
membutuhkan ventilasi mekanik, 10% berkembang menjadi pneumotoraks, dan 4%
meninggal. Enampuluh enam persen dari seluruh kasus hipertensi pulmonal persisten
berkaitan dengan SAM.
C. Etiologi
Penyebab aspirasi mekonium mungkin terjadi intrauterin atau segera sesudah lahir.
Hipoksia janin kronik dan asidosis dapat mengakibatkan gasping janin yang mempunyai
konsekuensi aspirasi mekonium intrauterin. Beberapa bukti dilaporkan bahwa kejadian
kronik intrauterin bertanggung jawab untuk kasus SAM berat yang berbeda dengan kejadian
peripartum akut. Berbeda dengan, bayi yang lahir bugar yang menghirup AKK dari
nasofaring pada saat lahir dapat berkembang menjadi SAM ringan sampai berat.
D. Mekanisme
Mekonium diduga sangat toksik bagi paru karena berbagai macam cara. Sulit
menentukan mekanisme mana yang paling dominan dalam suatu saat. Mekanisme terjadinya
SAM diduga melalui mekanisme, obstruksi mekanik saluran napas, pneumonitis kimiawi,
vasokonstriksi pembuluh darah vena, dan surfaktan yang inaktif.
Obstruksi mekanik
Mekonium yang kental dan liat dapat menyebabkan obstruksi mekanik total atau parsial.
Pada saat bayi mulai bernapas, mekonium bergerak dari saluran napas sentral ke perifer.
Partikel mekonium yang terhirup ke dalam saluran napas bagian distal menyebabkan
obstruksi dan atelektasis sehingga terjadi area yang tidak terjadi ventilasi dan perfusi
menyebabkan hipoksemia. Obstruksi parsial menghasilkan dampak katup–bola atau ballvalve
effect yaitu udara yang dihirup dapat memasuki alveoli tetapi tidak dapat keluar dari alveoli.
Hal ini akan mengakibatkan air trapping di alveoli dengan gangguan ventilasi dan perfusi
yang dapat mengakibatkan sindrom kebocoran udara dan hiperekspansi. Risiko terjadinya
pneumotoraks sekitar 15%-33%.
Pneumonitis
Mekonium diduga mempunyai dampak toksik secara langsung yang diperantarai oleh proses
inflamasi. Dalam beberapa jam neutrofil dan makrofag telah berada di dalam alveoli, saluran
napas besar dan parenkim paru. Dari makrofag akan dikeluarkan sitokin seperti TNF α, TNF-
1b, dan interleukin-8 yang dapat langsung menyebabkan gangguan pada parenkim paru atau
menyebabkan kebocoran vaskular yang mengakibatkan pneumonitis toksik dengan
perdarahan paru dan edema. Mekonium mengandung berbagai zat seperti asam empedu yang
apabila dijumpai dalam air ketuban akan menyebabkan kerusakan langsung pembuluh darah
tali pusat dan kulit ketuban, serta mempunyai dampak langsung vasokonstriksi pada
pembuluh darah umbilical dan plasenta.
Vasokonstruksi pulmonal
Kejadian SAM berat dapat menyebabkan komplikasi hipertensi pulmonal persisten.
Pelepasan mediator vasoaktif seperti eikosanoids, endotelin-1, dan prostaglandin E2 (PGE2),
sebagai akibat adanya mekonium dalam air ketuban diduga mempunyai peran dalam
terjadinya hipertensi pulmonal persisten
E. Diagnosis
Sindrom aspirasi mekonium harus dipertimbangkan terjadi pada setiap bayi baru lahir
dengan AKK yang mengalami gejala gangguan napas atau distres respirasi. Gambaran
pemeriksaan radiologi klasik menunjukkan sebaran infiltrat difus dan asimetris. Berhubung
berbagai mekanisme yang menyebabkan SAM maka temuan gambaran radiologikpun
bervariasi. Seringkali dijumpai overaerasi yang dapat menyebabkan sindrom kebocoran udara
seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, atau emfisema pulmonum intersisialis. Terdapat
hubungan antara derajat kelainan abnormalitas radiologik dan derajat penyakit SAM dengan
konsolidasi atau atelektasis yang merupakan faktor prognosis yang kurang baik. Meskipun
ada penelitian lain yang tidak mengkonfirmasi hubungan ini. Pasien dengan gambaran
radiologi klasik menunjukkan perbaikan lambat setelah beberapa hari sampai beberapa
minggu. Pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi diperlukan untuk mengevaluasi hipertensi
pulmonal dan berguna untuk bayi pada awal kehidupannya. Kejadian AKK merupakan tanda
yang serius pada janin yang dihubungkan dengan kenaikan morbiditas perinatal, maka
monitor denyut janin merupakan indikator penting. Dipertimbangkan keadaan kontroversial
yang ada saat ini, berhubungan dengan sebab pasase mekonium intra uterin. Di dalam rahim
hipoksia mengakibatkan relaksasi otot sfingter ani dipertimbangkan sebagai penyebab pasase
mekonium. Sebaliknya lingkungan intra uterin akan mempengaruhi kesejahteraan janin dan
mengakibatkan AKK misalnya infeksi intra uterin yang mengakibatkan korioamnionitis,
perlu diingat AK merupakan media kultur yang kurang baik untuk kuman. Air ketuban yang
terinfeksi dan ditelan janin akan memicu terjadinya defekasi dini oleh janin yang juga dapat
diterangkan sebagai penyebab AKK.
Diagnosis infeksi neonatal
Diagnosis infeksi neonatal didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan
penunjang (laboratorium). Salah satu panduan yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi
neonatal bahkan yang berlanjut menjadi sepsis tertera pada Tabel 1.
Diagnosis laboratorium
a. Diagnosis pasti infeksi neonatal ditegakkan berdasarkan biakan darah, cairan
serebrospinal, urin, dan infeksi lokal
b. Diagnosis tidak langsung:
Jumlah leukosit, hitung jenis, leukopenia 12000/mm3, hanya bernilai untuk sepsis
awitan lambat
Neutropenia ((<7000/mm3) hanya bernilai untuk sepsis awitan lambat
Rasio I:T ( >0,18 )
Trombositopenia (<100,000/mm3)
C-reactive protein positif (>6 mg/L), merupakan nilai prognostik
ESR (erytrocyte sedimentation rate) atau microESR pada dua minggu pertama (nilai
normal dihitung pada usia hari ketiga)
Haptoglobin, fibrinogen dan leukocyte elastase assay.
Pengecatan gram cairan aspirat lambung positif (bila >5 neutrophils/LPB) atau
ditemukan bakteri
Pemeriksaan fibonektin
Pemeriksaan sitokin, interleukin-1, soluble interleukin 2receptor, interleukin-6, dan
tumour necrosis factor –a, dan deteksi kuman patogen GBS & ECK 1 dengan,
pemeriksaan latex particle agglutination dan countercurrent immunoelectrophoresis.
Polymerase chain reaction suatu cara baru untuk mendeteksi DNA bakteri.
Prokalsitonin merupakan petanda infeksi neonatal awitan dini dan lambat,
memberikan hasil yang cukup baik pada kelompok risiko tinggi.
Pada neonatus yang sakit berat, kadar prokalsitonin merupakan petanda infeksi yang
lebih baik dibanding C- reactive protein dan jumlah leukosit. Kadar prokalsitonin 2
mg/ml mungkin sangat berguna untuk membedakan penyakit infeksi bakterial dari
virus pada neonatus dan anak.
F. Tata laksana
a) Tata laksana bayi dengan cairan amnion bercampur mekonium di ruang persalinan
1. Nilai konsistensi mekonium. Kejadian MAS meningkat seiring dengan peningkatan
konsistensi mekonium.
2. Rekomendasi bahwa dokter kebidanan harus membersihkan hidung dan orofaring
bayi sebelum melahirkan bahu atau dada, tidak dianjurkan lagi. Jika ditemukan
mekonium pada cairan ketuban, bayi harus segera diserahkan kepada dokter anak
untuk dibersihkan (AAP 2009).
3. Pada penilaian awal sebuah persalinan dengan ketuban bercampur mekonium,
dokter anak harus menentukan apakah bayi bugar atau tidak. Bayi dikatakan bugar
bila frekuensi denyut jantung >100 kali/menit, bernapas spontan, dan tonus baik
(bergerak spontan atau fleksi ekstremitas).
1) Bila bayi bugar, berikan perawatan rutin tanpa memandang konsistensi
mekonium.
2) Bila terdapat distres pernapasan, lakukan laringoskopi direk dan pengisapan
intratrakeal (menggunakan aspirator mekonium).
4. Bayi yang dilahirkan dengan ketuban bercampur mekonium, sebanyak 20-30%
akan mengalami depresi saat melalui perineum. Pada kasus ini, intubasi
menggunakan laringoskop sebaiknya dilakukan sebelum usaha napas dimulai.
Setelah intubasi, pipa endotrakeal dihubungkan dengan mesin pengisap. Prosedur
ini diulangi sampai trakea bersih atau bila resusitasi harus dimulai. Visualisasi pita
suara tanpa melakukan pengisapan tidak dianjurkan karena mekonium masih
mungkin berada di bawah pita suara. Ventilasi tekanan positif sebisa mungkin
dihindari sampai pengisapan trakea selesai. Kondisi umum bayi tidak boleh
diabaikan selama melakukan pengisapan trakea. Pengisapan trakea harus dilakukan
dengan cepat dan ventilasi harus segera dimulai sebelum terjadi bradikardi.
b) Tata laksana MAS
Walaupun telah dilakukan pengisapan trakea, bayi yang mengalami distres
intrapartum masih berisiko mengalami MAS dan harus dipantau secara ketat.
1. Perawatan rutin. Distres sering mengakibatkan abnormalitas metabolik seperti
hipoksia, asidosis, hipoglikemia, dan hipokalsemia. Koreksi abnormalitas
metabolikbila diperlukan. Cairan harus direstriksi untuk mencegah edema serebri
dan paru.
2. Pemantauan saturasi oksigen. Pulse oxymetri dapat dijadikan pemeriksaan awal
untuk mendeteksi PPHN dengan membandingkan saturasi oksigen pada lengan
kanan dengan saturasi oksigen pada ekstremitas bawah.
3. Obstruksi. Pada bayi dengan aspirasi mekonium berat, dapat terjadi obstruksi
mekanik saluran napas dan pneumonitis kimia. Atelektasis dan inflamasi yang
terus berjalan serta terbentuknya pirau ekstrapulmonar akan memperburuk
mismatch ventilasi-perfusi dan mengakibatkan hipoksemia berat.
4. Hipoksemia. Tata laksana hipoksemia adalah meningkatkan konsentrasi oksigen
inspirasi dengan pemantauan analisis gas darah dan pH. Bayi harus mendapat
oksigen yang adekuat karena hipoksia berulang mengakibatkan vasokonstriksi
paru dan selanjutnya dapat menyebabkan PPHN.
5. Ventilasi mekanik. Ventilasi mekanik terindikasi bila PaCO >60 mmHg atau
terdapat hipoksemia persisten (PaO <50 mmHg). Pada kasus berat, seringkali
dibutuhkan inspiratory pressure yang lebih tinggi dibandingkan kasus sindrom
gawat napas. Waktu ekspirasi yang cukup harus diberikan untuk mencegah air
trapping akibat obstruksi parsial saluran napas. Bayi dengan MAS berat yang
tidak berespons dengan ventilator konvensional dan yang mengalami air leak
syndrome mungkin membutuhkan high frequency oscillatory ventilator.
6. Medikamentosa.
1) Antibiotik. Seringkali sulit untuk membedakan antara pneumonia bakterial dan
MAS hanya berdasarkan temuan klinis dan foto toraks. Walaupun beberapa
bayi dengan MAS juga mengalami infeksi, penggunaan antibiotik spektrum
luas terindikasi hanya pada kasus dengan infiltrat pada foto toraks. Kultur
darah darus dilakukan untuk mengidentifikasi etiologi dan mengevaluasi
keberhasilan terapi antibiotik.
2) Surfaktan. Mekonium menghambat aktivitas surfaktan endogen. Terapi
surfaktan dapat meningkatkan oksigenasi, menurunkan komplikasi pulmonal,
dan menurunkan kebutuhan ECMO (extracorporeal membrane oxygenation).
Surfaktan tidak rutin diberikan untuk kasus MAS, tetapi dapat dipertimbangkan
untuk kasus yang berat dan tidak berespons terhadap terapi standar.
3) Kortikosteroid. Penggunaan kortikosteroid pada MAS tidak dianjurkan.
G. Prognosis
Dengan kemajuan terapi seperti pemberian surfaktan, - high frequency ventilation,
inhalasi nitrit oksida, dan ECMO, angka mortalitas dapat dikurangi sampai <5%.
Bronchopulmonary displasia - dan penyakit paru kronik merupakan sekuele akibatventilasi
mekanik jangka panjang. Sekuele neurologik sering terjadi pada kasus asfiksia berat.
H. Pencegahan keluarnya mekonium intrauterin
Upaya pencegahan MAS pada tahap pranatal adalah:
a. Identifikasi kehamilan risiko tinggi yang dapat menyebabkan insufisiensi uteroplasenta
dan hipoksia janin, yaitu:
1. Ibu dengan preeklampsia atau hipertensi Ibu dengan penyakit respiratorik atau
kardiovaskular kronik
2. Ibu yang memiliki janin dengan pertumbuhan terhambat Kehamilan post-matur
3. Perokok berat -
b. Pemantauan janin secara ketat. Tanda distres janin, yaitu ketuban bercampur
mekonium dengan ruptur membran, takikardi janin, atau deselerasi harus
ditindaklanjuti segera.
c. Amnioinfusion. Larutan salin normal dimasukkan ke dalam rahim lewat serviks pada
ibu dengan cairan ketuban bercampur mekonium dan deselerasi laju jantung bayi.
KEPUSTAKAAN
1. Harris LL, Stark AR. Meconium aspiration. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, penyunting. 1.
2. Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins;2008. h.403-6.
3. Gomella TL, Cunningham D, Eyal FG. Neonatology: management, procedures, on-call problems, disease, 2.and drugs. Edisi ke-6. New York: McGraw-Hill;2009.
4. Wiswell TE, Gannon CM, Jacob J, Goldsmith L, Szyld E, Weiss K, dkk. Delivery room management of the 3. apparently vigorous meconium-stained neonate: results of the multicenter, international collaborative trial. Pediatrics. 2000;105:1-7.Peter A. Dargaville, Beverley Copnell and for the Australian and New Zealand Neonatal Network. The epidemiology of meconium aspiration syndrome: incidence, risk factors, therapies, and outcome. Pediatrics. 2006;117;1712-21.