90
i Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Abdul Baary NIM:1113034000105 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/ 2019 M RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS KONFLIK NABI MUSA DENGAN FIR’AUN) Skripsi

RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

i

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Abdul Baary

NIM:1113034000105

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/ 2019 M

RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN

(KAJIAN ANALISIS KONFLIK NABI MUSA DENGAN FIR’AUN)

Skripsi

Page 2: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak
Page 3: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-

QUR‟AN (KAJIAN ANALISIS KONFLIK NABI MUSA

DENGAN FIR‟AUN)” telah diujikan dalam sidang munaqasyah

Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayattullah Jakarta pada tanggal 20 Agustus 2019. Skripsi ini

telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Program Strata Satu (S1) pada Jurusan Ilmu al-Qur‟an

dan Tafsir.

Jakarta, 21 Oktober 2019

Page 4: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak
Page 5: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak
Page 6: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

Motto

بسم اهلل الرحمن الرحيم

اس لن ل م ه ع ف ن أ اس الن ر ي خ “Sebaik-baik manusia adalah dia yang

bermanfaat bagi orang lain”

Page 7: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

vii

ABSTRAK

Abdul Baary

RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS

KONFLIK NABI MUSA DENGAN FIR’AUN)

Penelitian ini ingin menunjukkan bahwa, teori – teori konflik yang

dikemukakan oleh para sosiolog telah di gambarkan di dalam al-Qur‟an

melalui gambaran kisah-kisah yang termaktub di dalamnya, bahkan

terdapat di dalam setiap konflik yang terjadi termaktub juga Resolusi dari

konflik tersebut seperti konflik dalam Kisah Nabi Musa dengan Fir‟aun.

Dalam al-Qur‟an yang menggambarkan tentang konflik antara Nabi

Musa dengan Fir‟aun yaitu Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 3 – 13 sebagai akar konflik,

Qs. Al-Qaṣaṣ [28]: 14 – 21 dan 29 – 32 sebagai eskalasi konflik, Qs. al-

A‟rāf [7]: 130 – 135, al-Qaṣaṣ [28]: 40, Asy-Syū‟arā`[26]: 52 – 67, Az-

Zukhruf [43]: 55 – 56, Yunus [10]: 90 – 92, Ṯāḫā [20]: 77 – 79, sebagai

deskalasi konflik, dan setiap tahap konflik juga terdapat Resolusi.

Tujuan penelitian ini ialah menggambarkan konflik dan resolusi

yang terdapat pada kisah Nabi Musa dengan Fir'aun sehingga al-Qur‟an

dianggap dapat relevan dalam menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi

di dalam masyarakat sekarang maupun yang akan datang.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan menggunakan

teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak jauh dari objek yang dituju,

yaitu menggambarkan konflik dan memunculkan resolusi dari konflik

yang ada, dalam menganlisa konflik Nabi Musa dengan Fir'aun juga

dengan mengaplikasikan teori dari ahli sosiolog sesuai dengan konflik

yang terjadi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam konflik Nabi Musa

dengan Fir'aun memiliki tahapan mulai dari konflik potensial sampai

konflik aktual, dan setiap konflik yang terjadi memiliki tahapan yang

Page 8: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

berbeda, dalam setiap konflik yang terjadi selalu ada resolusi konflik yang

diberikan, dan resolusi tersebut selalu ada campur tangan Allah Swt, setiap

resolusi yang diberikan harus dilakukan tepat waktu, dan resolusi –

resolusi yang diberikan dapat diaplikasikan jika unsur-unsur konflik

tersebut sama.

Page 9: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

ix

KATA PENGANTAR

بسم اهلل الرحمن الرحيم

Tiada kata yang pantas untuk dihaturkan selain rasa syukur atas

rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa penulis rasakan setiap waktu.

Hanya Dia Tuhan Maha Kasih yang telah memberikan nikmat sehat dan

iman, serta petunjuk kepada penulis sehingga kata demi kata bisa penulis

rangkum menjadi sebuah karya tulis ilmiah (skripsi) yang akan penulis

serahkan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan jenjang

strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dialah Tuhan Maha Sayang

yang senantiasa memberikan kekuatan kepada penulis disaat penulis

merasa lelah bahkan frustasi untuk menyelesaikan penelitian ini.

Shalawat serta salam seiring kerinduan akan senantiasa tercurahkan

ke haribaan baginda Rasul Muhammad saw. beserta keluarga dan para

sahabatnya yang telah memperjuangkan Kalamullah yang sempurna

sehingga dapat tersampaikan pula dengan begitu sempurna kepada kita

sebagai ummatnya sampai akhir zaman.

Dengan ini, penulis menyadari betul bahwa skripsi yang berjudul

“RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS

KONFLIK NABI MUSA DENGAN FIR’AUN)” tidak akan

terselesaikan tanpa adanya banyak sosok yang senantiasa mendampingi

baik secara langsung dan tidak langsung, memberikan semangat dengan

penuh cinta dan kasih sayang, memberikan sumbangsih moral ataupun

moril kepada penulis dengan penuh kesabaran. Oleh karena itu, dengan

segenap kerendahan hati, penulis rasa wajib kiranya untuk

mengungkapkan rasa terimakasih itu kepada mereka:

Page 10: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

x

1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA., selaku Rektor

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuludin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Quran dan

Tafsir, dan Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH, selaku Sekertaris Jurusan

Ilmu al-Quran dan Tafsir beserta segenap jajaran pengurus

Fakultas Ushuluddin yang telah banyak membantu mempermudah

proses administrasi dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian

skripsi.

4. Dr. Eva Nugraha, M.Ag, selaku dosen pembimbing skripsi, yang

telah membuka wawasan dan memberikan judul skripsi ini, ucapan

terimakasih saja belum cukup untuk menggantikan jasa – jasa yang

diberikan, akan tetapi hanya doa terbaik yang bisa saya panjatkan,

terimakasih untuk semua yang telah bapak berikan kepada saya,

dan terimakasih sudah menjadi pendidik sekaligus menjadi orang

tua kedua, semua jasa – jasa bapak tidak akan saya lupakan.

5. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin yang dengan kebaikan dan

kemurahan hatinya baik secara sadar dan tidak sadar telah

mendorong penulis untuk pantang menyerah sebelum menang

dalam menggali kedalaman dan keindahan kitab suci al-Qurān

serta ke-Uswah-an Nabi Muhammad saw.

6. Kedua orang tua tercinta, sepertinya ucapan terimakasih tidaklah

cukup atas semua yang telah diberikan, sejak lahir sampai beranjak

dewasa, anakmu ini terlalu sering mengecewakan mu, anakmu

selalu berdoa akan kesehatan mu dan segalanya yang terbaik

untukmu, terimakasih abeh dan Umi sudah bersabar untuk

mendidik dan membesarkan anakmu ini, skripsi ini saya

Page 11: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

xi

persembahkan untuk abeh dan umi, semoga dengan ini menjadi

wasilah kesehatan Umi dan menjadi kebanggaan untuk abeh.

7. Kakak dan adik, terutama adik paling bawel Faris Mifdat Gustantu

S.H, yang selalu ngomel untuk menyegerakan Sarjana abangmu,

terimakasih karena ocehan dan omelanmu abangmu dapat

menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat dan teman seperjuangan, Moh. Syufyan terimakasih selalu

mengingatkan saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini dan

sudah membantu dalam penulisan skripsi ini, M. Idris Alimuddin,

Ibadurrahman Bayhaki, Muhammad Esa Fachresa, terimakasih

telah menjadi sahabat terbaik, dan semoga skripsi ini menjadi

acuan buat kelulusan kalian, terkhusus untuk Dahlia Arum Wangi

yang menjadi teman sekaligus sahabat, semoga pertemenan dan

persahabatan kita bukan hanya di dunia.

9. Organisasi, komunitas, dan lembaga, terutama untuk Lembaga

LP3ES yang telah memberikan wawasan yang sangat luas juga

pengalaman yang begitu banyak, sehingga saya dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik berkenaan tentang konflik,

FORSILA BPC yang telah menjadi rumah kedua selama menjadi

Mahasiswa, CUBER FM yang selalu memberikan gelak tawa, dan

BULIT (Buntu Literasi) yang menjadi keluarga dan tempat berbagi

banyak hal termasuk wawasan yang saya dapatkan sampai saat ini,

dan yang terakhir untuk guru dari semua guru selama menjadi

mahasiswa yaitu KANG ROMO (Akhmad Ali Hasyiem).

Page 12: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

xii

Tidak ada kata yang pantas selain ucapan terimakasih yang begitu

mendalam dan seuntai doa senantiasa penulis haturkan kepada mereka

agar senantiasa segala kebaikannya dibalas oleh Allah swt dengan balasan

yang setimpal. Akhirnya, penulis berharap semoga karya tulis ini

senantiasa dapat memberikan wawasan mengenai Quran dan bermanfaat

bagi semuanya, khususnya bagi penulis sendiri. Āmīn yā rabb

Ciputat, 22 juli 2019

Hormat saya

Penulis

Page 13: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

xiii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia

Nomor: 158 tahun 1987 dan Nomor: 0543 b/u/1987

1. Padanan Aksara

Huruf

Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

ṡ es dengan titik atas ث

J Je ج

ḥ ha dengan titik bawah ح

Kh ka dan ha خ

D De د

Ż zet dengan titik atas ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy es dan ye ش

ṣ es dengan titik bawah ص

ḍ de dengan titik bawah ض

Page 14: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

xiv

ṭ te dengan titik bawah ط

ẓ zet dengan titik bawah ظ

„ عKoma terbalik di atas hadap

kanan

Gh ge dan ha غ

F Ef ؼ

Q Qi ؽ

K Ka ؾ

L El ؿ

M Em ـ

N En ف

W We ك

H Ha ق

Apostrof ‟ ء

Y Ye ي

2. Vokal

Vokal terdiri dari dua bagian, yaitu vokal tunggal dan vokal

rangkap. Berikut ketentuan alih aksara vokal tunggal:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatḥah ـ

I Kasrah ـ

U Ḍammah ـ

Page 15: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

xv

Adapun vokal rangkap ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

يـ Ai a dan i

ك ـ Au a dan u

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang dalam bahasa Arab

dilambangakan dengan harkat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ā a dengan topi di atas ىا

Ī i dengan topi di atas ىي

Ū u dengan topi di atas ىػو

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkan

dengan huruf اؿ dialih aksarakan menjadi huruf „l‟ baik diikuti huruf

syamsiyah maupun huruf qamariyah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl.

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydīd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda (ـ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan

huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu.

Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah

itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.

Misalnya, kata الضركرة tidak ditulis ad-ḍarūrah tapi al-ḍarūrah.

6. Tā’ Marbūṭah

Kata Arab Alih Aksara Keterangan

Page 16: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

xvi

Ṭarīqah Berdiri sendiri طريقة

-Al-jāmi„ah al اجلامعة اإلسالمية

islāmiyyah Diikuti oleh kata sifat

waḥdat al-wujūd Diikuti oleh kata benda كحدة الوجود

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam system tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,

alih aksara huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan

yang berlaku dalan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk

menuliskan permukaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,

nama seseorang, dan lain-lain. Jika nama seseorang didahului oleh kata

sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital adalah huruf awal nama

tersebut. Misalnya: Abū „Abdullāh Muhammad al-Qurṭubī bukan Abū

„Abdullāh Muhammad Al-Qurṭubī

Berkaitan dengan judul buku ditulis dengan cetak miring, maka

demikian halnya dengan alih aksaranya, demikian seterusnya. Jika terkait

nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri,

disarankan tidak dialih aksarakan meskipun akar katanya berasal dari

bahasa Arab. Contoh: Nuruddin al-Raniri tidak ditulis dengan Nūr al-Dīn

al-Rānīrī.

8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis secara

terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan

diatas:

Kata Arab Alih Aksara

شيعا أهلها Ahlahā syī’ān

بح أبناءهم يذ Yużabbiḥu abnā ahum

Yastaḏ’ifu يستضعف

Wa yastaḥyi nisā ahum ويستحي نساءهم

9. Singkatan

Huruf Latin Keterangan

Page 17: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

xvii

Swt, Subḥāh wa ta‘ālā

Saw, Ṣalla Allāh ‘alaih wa sallam

QS. Quran Surat

M Masehi

H Hijriyah

w. Wafat

Page 18: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

xviii

Daftar Isi

COVER SKRIPSI………………………………………………………...i

HALAMAN PERSETUJUAN BIMBINGAN………………………….ii

LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………..iii

MOTTO………………………………………………………………….iv

ABSTRAK……………………………………………..............................v

KATA PENGANTAR…….………………………………………...….vii

PEDOMAN TRANSLITERASI.………………………………….……xi

DAFTAR ISI…………………………………………………………...xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………...12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………..13

D. Tinjauan Pustaka……………………………………………….13

E. Metode Penelitian……………………………………………….15

F. Sistematika Penulisan…………………………………………..17

BAB II KONFLIK DALAM KAJIAN SOSIOLOGI DAN ISLAM

A. Konflik Dalam Sosiologi………………………………………..19

a. Pengertian Konflik………………………………………....19

b. Teori Konflik Dahrendorf…………………………………19

B. Akar Konflik…………………………………………………....21

C. Proses Konflik…………………………………………………..22

D. Konflik Dalam Perspektif Islam (Al-Qur’an)………………...22

d.1 Konflik Potensial………………………………...…………23

d.2 Konflik Aktual……………………………………………...25

E. Resolusi Konflik…………………………………………….….29

BAB III GAMBARAN UMUM KISAH NABI MUSA DAN FIR’AUN

A. Versi Penggambaran Kisah Nabi Musa dan Fir’aun………..31

Page 19: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

xix

B. Kelahiran Musa dan Pengasuhnya……………………………33

C. Musa Masa Dewasa: Awal Pertentangan Dengan Kelompok

Fir’aun…………………………………………………………..35

D. Musa Menjadi Nabi dan Mendakwahi Fir’aun………………36

E. Akhir Pertentangan Musa & Fir’aun…………………………39

BAB IV KONFLIK DAN RESOLUSI KONFLIK DALAM KISAH

NABI MUSA DAN FIR’AUN

A. Akar Konflik…………………………………………………....41

B. Proses Konflik Nabi Musa Dan Fir’aun……………………....46

b.1 Eskalasi Konflik…………………………………………….46

b.2 Deeskalasi Konflik………………………………………….55

BAB V PENUTUP

Page 20: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konflik merupakan salah satu dari keniscayaan dalam kehidupan

(min lawāẓim al-ḥayāh) manusia. Tidak berlebihan jika sebagian para ahli

berkata bahwa sejarah manusia adalah sejarah konflik. Namun demikian,

bukan berarti bahwa berbagai konflik dan kekerasan agama akan dibiarkan

begitu saja, tanpa ada upaya untuk mengelola konflik dan meredamnya.

Bukankah secara psikologi semua manusia mendambakan kehidupun

damai dan harmoni sosial di tengah multikultural? Jika kita bisa

melakukan resolusi konflik, niscaya suasana kehidupan yang damai,

penuh kasih sayang, toleran, saling menghargai dan tolong-menolong,

tanpa membedakan agama apa yang dianutnya akan menjadi kenyataan.1

Konflik keagamaan umumnya melibatkan emosi keagamaan yang

bisa melibatkan banyak pihak dan mampu menggerakkan segenap sumber

daya sehingga bisa sangat destruktif. Jika tidak dilakukan upaya

pencegahan dini maka bisa dipastikan resiko kerugian dan korban akan

sangat besar. Untuk itu upaya pencegahan dini atas terjadinya kerugian

dan korban sebagai akibat kekerasan dalam konflik sangat dibutuhkan.

Gagasan pengurangan resiko konflik ini merupakan gagasan yang belum

banyak dikaji.2

Mengelola konflik adalah keniscayaan demi membangun peradaban

di masa yang akan datang. Konflik menjadi destruktif jika tidak dikelola

dengan baik. Sebaliknya jika konflik dapat dikelola dengan benar maka

1 Abdul Mustaqim, “Konflik Teologis dan Kekerasan Agama” Jurnal Episteme:

2014, Vol. 9, No. 1, h. 156. 2 Abdul Jamil Wahab, Manjemen Konflik Keagamaan (Analisis Latar Belakang

Konflik Keagamaan Aktual) (Jakarta: Kompas-Gramedia, 2014), h. 12.

Page 21: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

2

dari konflik tersebut akan muncul pemahaman yang lebih dalam dari

anggota masyarakat tentang peradabannya. Konsep ini menegaskan

dampak konflik yang kerap dijustifikasi sebagai hal negatif tanpa melihat

sisi positifnya. Adapun peran agama dalam hal ini adalah sebagai manajer

dari sebuah konflik.3

Penyelesaian konflik tidak bisa terpisahkan dari rekonsiliasi, karena

rekonsiliasi merupakan salah satu tahap resolusi konflik yaitu proses

peace building. Rekonsiliasi merupakan suatu terminologi ilmiah yang

menekankan kebutuhan untuk melihat perdamaian sebagai suatu proses

terbuka dan membagi proses penyelesaian konflik dalam beberapa tahap

sesuai dengan dinamika siklus konflik. Suatu konflik sosial harus dilihat

sebagai suatu fenomena yang terjadi karena interaksi bertingkat berbagai

faktor. Terakhir, resolusi konflik hanya dapat diterapkan secara optimal

jika dikombinasikan dengan beragam mekanisme penyelesaian konflik

lain yang relevan. Suatu mekanisme resolusi konflik hanya dapat

diterapkan secara efektif jika dikaitkan dengan upaya komprehensif untuk

mewujudkan perdamaian yang langgeng. Menurut Ralf Dahrendrof

penyelesaian konflik yang efektif sangat bergantung pada tiga faktor.

Pertama, kedua pihak harus mengakui kenyataan dan situasi konflik di

antara mereka. Kedua, kepentingan yang diperjuangkan harus terorganisir

sehingga masing-masing pihak memahami tuntutan pihak lain. Ketiga,

kedua pihak menyepakati aturan main yang menjadi landasan dalam

hubungan interaksi diantara mereka.4

Kata “konflik” sendiri memang berasal dari bahasa Latin dari kata

kerja configere yang berarti saling memukul. Itulah mengapa ketika terjadi

3 Bernard Raho, Agama dalam Perspektif Sosiologi (Jakarta: Obor, 2013), h. 46.

4 Hendry Bakri, “Resolusi Konflik Melalui pendekatan Kearifan Lokal Pela

Gandong di Kota Ambon” Jurnal The Politics: 2015, Vol. 1, No. 1, h. 52.

Page 22: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

3

ketegangan dan konflik, biasanya memicu tindakan brutal, saling pukul,

bahkan tidak mustahil terjadi pula pembunuhan.5

Ganbaran tentang keniscayaan konflik antara lain dalam firman-Nya

Qs. al-Baqarah [2]: 213:

“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan),

maka Allah mengutus Para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah

menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan

di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah

berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan

kepada mereka Kitab, Yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-

keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah

memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang

hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu

memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”.

Tentang Qs. al-Baqarah [2]: 213, Ibn Abbas sebagaimana dikutip

al-Zamakhsyarī menyatakan bahwa manusia dulunya satu kebenaran

syariah agama selama kurang lebih sepuluh abad, yakni era antara Nabi

Adam dan Nabi Nuḫ. Ada pula yang berkata bahwa umat Wahidah (satu

agama) terjadi ketika manusia hanya tinggal satu perahu di zaman Nabi

Nuh a.s, yang diselamatkan akibat banjir bandang. Namun setelah itu,

mereka berselisih.6

5 Abdul Mustaqim, “Konflik Teologis dan Kekerasan Agama” Jurnal Episteme:

2014, Vol. 9, No. 1, h. 157 6 Lihat al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf, Juz I, h. 187. Lihat pula al-Rāzi, Tafsīr al-

Kabīr, Juz III, h. 246

Page 23: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

4

Ayat tersebut menurut hemat penulis memberikan beberapa isyarat

bahwa perselisihan atau konflik yang terjadi pada umat manusia

merupakan keniscayaan sejarah yang diciptakan tidak mono kultural. Akar

konflik adalah perbedaan. Hal itu menjadi alasan mengapa Allah

mengutus para rasul dan menurunkan kitab suci agar menjadi panduan dan

pedoman dalam mengelola berbagai perselisihan tersebut. Faktor

penyebab mengapa manusia tidak mau hidup rukun damai adalah sikap

kedengkian dan kebencian memperturutkan hawa nafsu. Tetapi orang

yang mendapat petunjuk Allah melalui kitab suci dan ajaran para rasulNya

akan memperoleh kebenaran. Maka ikutilah jalan lurus atau jalan

kebenaran tersebut agar bisa meraih kehidupan yang selaras dan damai.7

tampak bahwa al-Qur‟an sebenarnya memiliki pandangan yang

positif terhadap berbagai konflik yang terjadi pada umat manusia (tak

terkecuali konflik teologis). Konflik teologis menjadi bernilai negatif

manakala masing-masing pihak saling memaksakan kehendak, saling

menghina, merendahkan dan berujung pada tindak kekerasan atas nama

agama.8

Terjadinya berbagai konflik itu sesungguhnya untuk menguji

manusia agar terus meningkatkan kualitas hidupnya. Sebab pluralitas

kehidupan ini memang merupakan sunnatullah (Qs. al-Māidah [5]: 48).

Sebagai implikasinya, masing-masing kelompok agama, suku, bangsa

memiliki berbagai perbedaan kepentingan dan pandangan; walikullin

wijhatun huwa muwallīha (Qs. al-Baqarah [2]: 148) dan perbedaan

kepentingan tersebut akan memicu ketegangan dan gesekan. Untuk itu

manusia harus banyak belajar dan terus berlomba-lomba dalam kebaikan

7 Abdul Mustaqim, “Konflik Teologis dan Kekerasan Agama” Jurnal Episteme:

2014, Vol. 9, No. 1, h. 159 8 Abdul Mustaqim, “Konflik Teologis dan Kekerasan Agama”, h. 159

Page 24: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

5

(fastabiqū al-khairāt) agar terjadi dinamika sosial menuju kehidupan yang

beradab.9

Di sisi lain, hal demikian juga tampak dalam sejarah setiap para

rasul yang diutus Allah untuk menyampaikan risalah kepada para

kaumnya. Di situ, setiap rasul selalu mendapatkan rintangan, bahkan

perlawanan dari kaumnya. Ketegangan, konflik dan kekerasan bahkan

juga pembunuhan terhadap para nabi tak dapat dihindarkan, sebagaimana

yang diisyaratkan dalam Qs. al-Nisā‟ [4]: 155.

. “Maka (kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan),

disebabkan mereka melanggar Perjanjian itu, dan karena kekafiran

mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh

nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: “Hati Kami

tertutup”. Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka

karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian

kecil dari mereka”.

Ketegangan dan konflik para Nabi dengan kaumnya umumnya

disebabkan lantaran keengganan mereka menerima ayat-ayat Allah atau

risalah yang dibawa para Nabi (Qs. Ali „Imrān [3]: 112). Di samping itu,

mereka juga melanggar janji mereka sendiri dan umumnya mereka lebih

menyukai status quo, dengan mempertahankan tradisi dan warisan masa

lalu yang diterima oleh nenek moyang mereka secara taklid buta (al-taqlīd

al-a‟mā), sebagaimana terlihat dalam firman Allah Qs. al-Baqarah [2]:

170.10

9 Abdul Mustaqim, “Konflik Teologis dan Kekerasan Agama”, h. 159

10 Lihat Qs. Ali „Imrān [3]: 112 dan Qs. al-Baqarah [2]: 170.

Page 25: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

6

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah

diturunkan Allah”, mereka menjawab: “(Tidak), tetapi Kami hanya

mengikuti apa yang telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang

kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang

mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat

petunjuk?”.

Ayat itu dikomentari oleh al-Qāsimi penulis Tafsīr Maḥāsin al-

Ta‟wīl dengan mengikuti pandangan al-Rāzi dan al-Rāghib al-Asfihāni,

sebagai sebuah kritik tajam terhadap tradisi taklid buta, yakni mengikuti

sebuah akidah, keyakinan atau tradisi penyembahan berhala tanpa

berdasarkan ilmu, dalil, bukti dan argumentasi yang kokoh. Padahal Allah

telah memberikan akal kepada manusia supaya ia berpikir dengan

mendalam sehingga dapat membedakan mana akidah yang hak dan yang

batil.11

Dalam konteks konflik teologis dan kekerasan agama, ayat tersebut

juga memberikan isyarat betapa tradisi penyembahan berhala sudah

sedemikian kuat mengakar (deeprooted) dan mereka mengikutinya begitu

saja (baca: taklid buta) sehingga ketika mereka diperintahkan mengikuti

apa yang telah diturunkan Allah–yang antara lain perintah agar hanya

menyembah kepada Nya–maka hal itu dianggap bertentangan dengan

keyakinan teologis mereka. Jadi, di situ jelas ada semacam “konflik

teologis” dalam diri mereka ketika para rasul menyampaikan risalah

tauhid. Sebagai implikasinya, “konflik teologis” tersebut seringkali

berujung kepada gesekan fisik sebagaimana halnya yang terjadi dalam

sejarah umat Islam pada awal-awal dakwah Nabi Muhammad. Meskipun

11

Muḥammad Jamaluddīn al-Qāsimi, Maḥasin al-Ta‟wil. Lihat pula Fakhruddin

al-Rāzi, Mafātih al-Ghaib, Juz III, h. 17

Page 26: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

7

sebenarnya dakwahnya telah disampaikan dengan damai, penuh rahmah

dan persuasif, sebagaimana termaktub dalam firman-Nya dalam Qs. al-

Nahl [16]: 125.

. “Seruhlah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan

pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa

yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-

orang yang mendapat petunjuk”.

Konflik teologis dan kekerasan agama memang sudah semestinya

harus dieliminasi.“Agama bukanlah untuk memisahkan seseorang dengan

orang lain, agama bertujuan untuk menyatukan mereka. Adalah suatu

malapetaka bahwa saat ini agama telah sedemikian terdistorsi sehingga

menjadi penyebab perselisihan dan pembantaian”, kata Mahatma

Gandhi.12

Untuk itu, al-Qur‟an sebagai sumber nilai tertinggi sangat layak

dijadikan sebagai rujukan untuk melakukan beberapa proses untuk

melakukan resolusi konflik demi tercipta peace (perdamaian). Bukankah

al-Qur‟an merupakan syifā‟ (penawar, obat dan solusi) bagi berbagai

problem sosial keagamaan masyarakat, termasuk masalah konflik dan

kekerasan agama?

Dalam al-Qur‟an terdapat beberapa aspek penting yang salah

satunya yaitu kisah, kisah merupakan isi kandungan lain dalam al-Qur‟an.

Kitab samawi terakhir ini menaruh perhatian serius akan keberadaan

masalah kisah di dalamnya. Dalam al-Qur‟an tersebut 26 kali kata qaṣah

dan yang seakar dengannya, tersebar dalam 12 surat dan 21 ayat, lebih dari

12

Abdul Mustaqim, “Konflik Teologis dan Kekerasan Agama” Jurnal Episteme:

2014, Vol. 9, No. 1, h. 167.

Page 27: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

8

itu, dalam al-Qur‟an ada surat khusus yang dinamakan surat al-Qaṣaṣ,

yakni surat ke-28 yang terdiri atas 88 ayat, 1.441 kata.

Kisah yang ada pada al-Qur‟an, pastilah kisah benar dan baik yang

bermanfaat bagi umat manusia. Sebab, al-Qur‟an sendiri menjuluki dirinya

dengan kisah-kisah terbaik (aḥsan al-Qaṣaṣ). Adapun tujuan dari

pengungkapan kisah itu sendiri seperti ditegaskan al-Qur‟an antar lain

ialah agar manusia memetik peringatan mereka supaya berpikir.13

Al-Qur‟an tidak hanya berisikan tentang tauhid, ibadah dan hukum-

hukum yang mengatur tata cara kehidupan manusia agar selamat dunia

akhirat, akan tetapi al-Qur‟an juga berisikan tentang kisah-kisah para nabi,

orang sholeh dan umat yang durhaka kepada Allah.

Kisah al-Qur‟an tentang orang-orang terdahulu adalah suatu kisah

yang benar dan periwayatannya mengenai peristiwa-peristiwa itu adalah

jujur dan betul. Ini karena Allah lah yang menceritakan kisah itu dan Allah

benar-benar menyaksikan peristiwa-peristiwa itu, dan Ia telah

menakdirkannya, peristiwa-peristiwa itu terjadi menurut pengetahuan,

kehendak, dan takdir-Nya. Maka dari itu, ucapan Allah tentang kisah itu

tidak mungkin mengalami kebatilan (kesalahan) dan keraguan, dan

siapakah yang paling benar ceritanya daripada Allah?14

Al-Qur‟an dalam pemaparan kisahnya tidak seperti dengan kisah-

kisah yang ada dalam kitab-kitab sebelumnya (Taurat dan Injil). Al-

Qur‟an dalam memaparkan kisahnya hanya mengambil bagian-bagian

yang memberi kesan, tidak menyebutkan semua nama-nama tokoh yang

13

Muḥammad al-Ghāzalī, Berdialog Dengan al-Qur‟an (Bandung: Mizan), h.

108 14

Salah Khalady, Kisah-Kisah Al-Qur‟an (Jakarta:Gema Insani, 1999, Jilid I), h.

23

Page 28: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

9

terlibat dalam peristiwa tersebut. Al-Qur‟an memilih beberapa fragmen

yang berkaitan dengan substansi tema dan berisi pelajaran.15

Al-Qur‟an juga menceritakan kisah dalam sejarah yang mengandung

pesan moral yang penting bagi manusia. Salah satu kisah yang terkenal

dan berulang kali dijelaskan dalam al-Qur‟an adalah kisah Nabi Musa bagi

Iskafi, fenomena pengulangan kisah dalam al-Qur‟an bukanlah

pengulangan literal yang tanpa arti, tetapi memiliki kedalaman makna

yang harus digali dan diniscayakan adanya penjelasan-penjelasan

tertentu.16 Kisah Musa merupakan salah satu kisah di dalam al-Qur‟an

yang paling banyak pengulangannya di beberapa surat di dalam al-Qur‟an,

sehingga menarik untuk dikaji dari segi uslub bahasanya. Pengulangan ini

dapat dilihat pada surat al-Baqarah, Ali ‟Imrān. al-‟Arāf, al-Naml, al-

Syu‟arā, Ṭāhā dan beberapa surat yang lainnya.17

Salah satu faktor dari pengulangan kisah Nabi Musa dalam al-

Qur‟an adalah untuk menguatkan hati Nabi Muhammad saw, dalam

berjuang menghadapi permusuhan, kecurangan dan penghianatan bangsa

Yahudi di Madinah, yaitu Bani Qainuqa‟, Bani Nazir, dan Bani Quraizah,

sehingga Allah SWT mengingatkan kembali kisah Nabi Musa saat

menghadapi kesombongan Fir‟aun yang juga ingkar dan tidak mau

beriman terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa agar

menumbuhkan rasa percaya diri dan menguatkan hati sekaligus

membangkitkan semangat Nabi Muhammad saw dan orang yang beriman

dalam menghadapi cobaan yang mereka hadapi.18

15

Mursalim, “Gaya Bahasa Pengulangan Kisah Nabi Musa Dalam al-Qur‟an:

Suatu Kajian Stilistika” Jurnal Lentera: 2017, Vol. I, No. I, h. 86. 16

Al-Khātib al-Iskafi, Durrat al-Tanzīl wa Gurrat al-Ta‟wīl fī Bayān al-āyat al-

Mutasyābihat fī Kitāb Allah al-„Azīz (Beirut: Dār al-Kutb al-„Ilmiyah, 1990), h. 23. 17

Mursalim, “Gaya Bahasa Pengulangan Kisah Nabi Musa AS. Dalam al-

Qur‟an: Suatu Kajian Stilistika” Jurnal Lentera: 2017, Vol. I, No. I, h. 86. 18

Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta: Penerbit Pustaka Panjimas, 1982, cet. I), juz

I. h. 2-3

Page 29: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

10

Faktor lain dalam pengulangan kisah Nabi Musa menurut Hamka19

dalam al-Qur‟an adalah karena perjuangan yang dihadapi Nabi Musa

hampir sama beratnya dengan perjuangan yang dihadapi Nabi Muhammad

SAW, sehingga dapat menjadi perbandingan bagi Nabi Muhammad saw

dan orang-orang beriman bahwa para nabi terdahulu juga menghadapi

cobaan yang berat dalam menegakkan agama Allah swt. Kedua Nabi ini

termasuk golongan Nabi dan Rasul yang bergelar ulul azmi.

Munculnya berbagai macam pendekatan dan metode yang dipakai

dalam pembacaan al-Qur‟an ini membuktikan betapa luasnya dan tinggi

makna yang terkandung di dalamnya. Hal ini lah yang mendorong penulis

ingin mencoba salah satu metode yang dipakai para sosiolog untuk

menganalisa keadaan masyarakat yang begitu kompleks, salah satunya

dengan teori-teori konflik yang dicetuskan, jika di telaah lebih dalam

tentang isi al-Qur‟an maka tidak bisa dipungkiri di dalam kisah yang

disajikan oleh al-Qur‟an memiliki unsur-unsur konflik, maka dari itu hal

ini menjadi tantangan bagi seorang muslim untuk mengkaji lebih

mendalam al-Qur‟an karena al-Qur‟an sering disebut-sebut sebagai

petunjuk dan pedoman kehidupan, dan al-Qur‟an membahas segala aspek,

maka kajian ini dianggap penting untuk pembuktian bahwa al-Qur‟an

benar-benar menjadi satu-satunya petunjuk bagi umat manusia, salah

satunya sebagai resolusi konflik yang marak terjadi dan sangat lah

kompleks.

Di sini penulis mencoba melakukan satu penelitian ilmiah yang

berkenaan dengan konflik yang ada dalam al-Qur‟an, penulis mengkaji

konflik dalam kisah Nabi Musa dengan Fir‟aun, karena kisah sendiri

mempunyai peran penting dalam menyampaikan pesan-pesan atau

perkataan dari Allah Swt. Karya ilmiah ini penulis beri judul

19

Hamka, Tafsir Al-Azhar, h. 24

Page 30: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

11

“RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS

KONFLIK NABI MUSA DENGAN FIR’AUN)”.

B. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, konflik adalah suatu hal yang

tidak bisa terlepas dalam kehidupan masyarakat, begitu banyak yang

mengkaji dan meneliti tentang konflik dan resolusi konflik, namun belum

terdapat karya ilmiah yang berusaha untuk menganalisa kisah-kisah dalam

al-Qur‟an tentang konflik dan resolusi konflik.

Oleh karena itu, penulis akan membatasi penelitian ini dengan hanya

membahas kisah Nabi Musa dengan Fir‟aun dalam al-Qur‟an. Maka

penelitian ini akan difokuskan pada rumusan masalah berikut: bagaimana

gambaran konflik dan resolusi konflik pada kisah Nabi Musa dengan

Fir‟aun?

C. Tujuan dan Manfaat Peneletian

1. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak

dicapai dalam penulisan ini adalah:

a. menggambarkan konflik Nabi Musa dengan Fir‟aun yang terdapat

di dalam al-Qur‟an dan memunculkan resolusi konflik tersebut.

2. Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini menguatkan Karlina Rizki

Rosadi dan Abdul Muhyi Wijaya Kusuma Atmaja tentang

konflik yang terdapat di dalam kisah al-Qur‟an

2. Secara praktis, skripsi ini dapat digunakan sebagai rujukan

alternatif dan bahan bacaan dalam mendukung mata kuliah

Pendekatan Modern dalam al-Qur‟an, dan Kajian Barat

Terhadap al-Qur‟an.

Page 31: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

12

D. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis pada kajian

terdahulu sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan. Adapun kajian

terdahulu yang menulis antara lain:

Karlina Rizki Rosadi dalam skripsinya, penelitian ini membahas

tentang pesan moral dan konflik kisah Nabi Musa dan Khidir pada surat

al-Kahfi ayat 60-82 dalam al-Qur‟an yang menggunakan teori Burhan

Nurgiyantoro, sedangkan skripsi ini memfokuskan pada konflik yang

terjadi antara Nabi Musa dengan Fir‟aun dan memunculkan konfliknya

secara utuh dan menganalisa dengan teori sosiolog sebagai resolusi

konflik yang ditawarkan al-Qur‟an.20

Abdul Muhyi Wijaya Kusuma Atmaja dalam Skripsinya, peneliti

hanya melihat konflik yang terjadi pada kaum Yahudi dan Nasrani dengan

Umat Islam, dan mengkaji satu surah yang menjadi pondaso analisa dan

memakai salah satu tokoh mufassir, sedangkan skripsi ini membahas

relevansi al-Qur‟an sebagai resolusi konflik, dan menganalisa konflik

yang terjadi pada kisah Nabi Musa dengan Fir‟aun dengan menggunakan

teori sosiolog.21

David Fatakhulloh dalam Skripsinya, penelitian ini membahas

tentang Membangun dan Menggali unsur-unsur kisah Nabi Musa dan

Khidir dan menganalisa pesan-pesan yang terdapat di dalamnya, dengan

cara memaparkan kisah Nabi Musa dan Khidir dengan analisa struktural,

dan menganalisa melalui semiotika, sedangkan skripsi ini akan membahas

tentang unsur-unsur konflik yang terjadi pada kisah Nabi Musa dan

20

Karlina Rizki Rosadi, Moral dan Konflik Kisah Nabi Musa dan Khidir Pada

Surat al-Kahfi ayat 60-82 dalam Al-Qur‟an (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2011)., 21

Abdul Muhyi Wijaya Kusuma Atmaja, Konflik Yahudi dan Nasrani terhadap

Umat Islam : Kajian Surah Al-Baqarah : 120 Menurut Tafsir fi Zilal Al-Qur‟an

(Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah, 2012).,

Page 32: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

13

Fir‟aun dengan analisa menggunakan teori sosiolog dan relevansinya pada

masa kini.22

Nurlaili Abdul Azis dalam Skripsinya, membahas tentang

bagaimana penafsiran tentang kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir menurut

Hamka dan M. Quraish Shihab tentang QS. al-Kahfi [18]: 66-82,

sedangkan skripsi ini membahas tentang relevansi al-Qur‟an sebagai

resolusi konflik yang terdapat pada kisah Nabi Musa dan Fir‟aun dengan

manganalisa konflik dalam kisah Nabi Musa dan Fir‟aun menggunakan

teori sosiolog.23

Fathur Rozaq dalam tesisnya, penelitian ini membahas bagaimana

pandangan ulama terhadap ayat-ayat tentang konflik yang terjadi antara

umat muslim terhadap bani israil, dan mencoba menghilangkan stigma

negatif terhadap kaum bani israil, sedangkan pada skripsi ini mencoba

untuk melihat kisah dalam al-Qur‟an sebagai resolusi konflik yang marak

terjadi, dengan cara melihat konflik dengan utuh dan menganalisa dengan

teori sosiolog tentang konflik.24

E. Metodologi Penelitian

Metode penelitian merupakan cara yang dipakai untuk mencari.

Mencatat, menemukan, dan menganalisis sampai menyusun laporan guna

mencapai tujuan.25

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam

melakukan penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

22

David Fatakhulloh, Analisis Struktural Semiotik Kisah Nabi Musa As dan

Khidir As Dalam Al-Kahfi (Malang:Universitas Negeri Malang, 2014)., 23

Nurlaili Abdul Azis, Penafsiran Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir Dalam Al-

Qur‟an Menurut Hamka dan M. Quraish Shihab: Surat Al-Kahfi ayat 66-82

(Surabaya:UIN Sunan Ampel , 2015)., 24

Fathur Rozaq, Ibrah Kisah Konflik Bani Isra‟il Dalam Al-Qur‟an (Telaah

Penafsiran Ulama Atas Ayat Konflik Bani Isra‟il Dalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah

Ayat 243-252) (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2016)., 25

Cholid Nur Boko dan Abu Ahmadi, Metode Penelitian (Jakarta : Bumi

Aksara Pustaka), h. 1

Page 33: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

14

Jenis penelitian yang digunakan untuk menyusun skripsi ini adalah

penelitian library research, merupakan penelitian yang mengambil bahan-

bahan kajiannya pada berbagai sumber, baik yang ditulis oleh tokoh yang

diteliti itu sendiri atau disebut dengan sumber primer, maupun sumber

yang ditulis oleh orang lain mengenai yang ditelitinya. Karena penelitian

ini bertujuan menelaah atau mengkaji suatu kitab atau buku mengenai

kisah Nabi Musa dengan Fir‟aun dalam al-Qur‟an, maka jenis penelitian

yang sesuai adalah penelitian pustaka yang bercorak deskriptif-analitis.26

2. Teknik Pengumpulan Data

Adapun sumber data yang peneliti gunakan untuk keperluan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud

khusus menyelesaikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Data

dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau

tempat objek penelitian dilakukan.27

Data primer ini merupakan sumber utama yang berperan dalam

pengumpulan data untuk kepentingan peneliti untuk penelitiannya. Karena

penelitian ini berjenis kajian pustaka, maka sumber utamanya yaitu al-

Qur‟an dan kitab, Kisah-Kisah Para Nabi karya Abu Abdurrahman

Muhammad Daz bin Munir al-Maghrubi, yang dimana memuat tentang

kisah Nabi Musa dan Fir‟aun.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang dijadikan penunjang dalam

pengumpulan data yang peneliti butuhkan. Data sekunder yang penulis

26

Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi

(Jakarta: PT. Renika Cipta, 2006, Cet. I), h. 95-96 27

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D (Bandung:

Alfabeta, 2009, Cet. VIII), h. 137.

Page 34: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

15

gunakan berupa buku- buku atau sumber- sumber tertulis lainnya adalah

segala yang berkaitan tentang kisah Nabi Musa dan Fir‟aun, dan buku,

jurnal, buku tafsir-tafsir terjemahan dan yang lainnya yang berkaitan

dengan konflik dan resolusi konflik.

c. Pengolahan Data

Dalam penelitia ini, data-data yang dikumpulkan kemudian diolah

dengan cara-cara berikut:

1. Deskripsi

Yaitu mengumpulkan dan mengelompokkan ayat-ayat yang menjadi

bagian dari konflik dan resolusi konflik serta menguraikan tentang konflik

pandangan ahli sosiolog dan Islam

2. Analisis

Analisis data merupakan proses memilih dari beberapa sumber

maupun permasalahan yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan.28

Setelah mendeskripsikan teori konflik, langkah selanjutnya adalah

menganalisa teori konflik yang nantinya mendapatkan kesimpulan teori

siapa yang paling tepat untuk menggambarkan konflik Nabi Musa dengan

Fir‟aun dan juga dapat diketahui resolusi dari konflik yang terjadi.

F. Sistematika Penulisan

Agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah, maka penulis

menjadikan sistematika penulisan ini dalam lima bab, yang mana ke lima

bab tersebut terdiri dari sub-sub yang terkait. Sistematika penulisan

sebagai berikut:

BAB I, adalah latar belakang yang menjelaskan mengapa penelitian

ini dilakukan, rumusan masalah yang berfungsi sebagai fokus penelitian

yang disajikan dalam berbentuk pertanyaan, tujuan penelitian yang

28

Sedarmayanti dan Syarifuddin Hidayat, Metodologi penelitian (Bandung: CV.

Mandar Maju, 2011), h. 166.

Page 35: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

16

berfungsi sebagai penguraian dari yang akan dijadikan untuk apa

penelitian ini, tinjauan pustaka, yang didalamnya berbagai penelitian

sehingga penulis dapat menemukan bahan peneliti yang relevan dan sesuai

dengan fokus masalah yang dituju. Lalu kerangka teoritis yaitu metodologi

penulisan yang berfungsi sebagai penjelasan dari cara mengumpulkan data

dari sebuah penelitian, sistematika penulisan.

BAB II, adalah landasan teori, dalam bab ini memuat pengertian

konflik, jenis-jenis konflik, resolusi konflik, pandangan Islam tentang

konflik dan resolusi konflik.

BAB III, dalam bab ini penulis akan membahas tentang gambaran

umum tentang konflik dalam kisah Nabi Musa dengan Fir‟aun secara

keseluruhan.

BAB IV, adalah penelitian yang membahas tentang konflik dalam

Kisah Nabi Musa dengan Fir‟aun yang terdapat dalam al-Qur‟an, yang

kemudian memilih ayat-ayat yang berkaitan tentang konflik Nabi Musa

dan Fir‟aun, dan menganalisis pola, tahapan, hingga resolusi dari konflik.

BAB V, adalah penutup, dalam bab ini merupakan penutup kajian

ini yang mana penulis akan menyimpulkan berkaitan dengan pembahasan

yang penulis lakukan sekaligus menjawab rumusan masalah yang penulis

gunakan dalam bab ini. Uraian terakhir adalah saran yang dapat dilakukan

untuk kegiatan lebih lanjut berkaitan dengan apa yang telah penulis kaji.

Page 36: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

17

BAB II

KONFLIK DALAM KAJIAN SOSIOLOGI DAN ISLAM

A. Konflik dalam Sosiologi

a. Pengertian Konflik

Konflik merupakan bagian dari dinamika sosial yang lumrah terjadi

di setiap interaksi sosial dalam tatanan pergaulan keseharian masyarakat.

Konflik dapat berperan sebagai pemicu proses menuju pada penciptaan

keseimbangan sosial bahwa melalui proses tawar menawar konflik dapat

membantu terciptanya tatanan baru dalam interaksi sosial sesuai dengan

kesepakatan bersama atau secara demokrasi. Apabila konflik dapat

dikelola dengan baik sampai batas tertentu dapat juga dipakai sebagai alat

perekat kehidupan masyarakat (kehidupan berbangsa).1

Konflik sosial menjadi tidak lumrah dan menjadi sumber malapetaka

dan kehancuran kehidupan berbangsa. Ketika disertai dengan tindakan

anarkis dan kebrutalan seperti yang terjadi di penghujung kebangkrutan

orde baru dan diawal masa reformasi. Apalagi akhir-akhir ini konflik

sosial yang terjadi diwarnai dengan agresifitas membabi buta ditandai

dengan tindakan yang melampaui batas-batas peri kemanusiaan disertai

dengan kekerasan. Saling bunuh, saling bakar, saling rusak dengan cara-

cara sangat sadis sering terjadi mewarnai konflik di masyarakat. Konflik

sosial semakin terasa sangat tidak patut karena sudah menuju ke bentuk

kekerasan sosial di hampir seluruh lapisan masyarakat disertai dengan

terancangnya keutuhan hidup berbangsa.

1 Agus Surata, Atasi Konflik Etnis (Yogyakarta: Global Pustaka Utama), h. 4-5.

Page 37: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

18

b. Teori Konflik Dahrendorf

Dahrendorf memiliki anggapan bahwa suatu kelompok yang

terbentuk secara kebetulan sangat mungkin akan terhindar dari konflik.

Sebaliknya, apabila kelompok yang bentukannya ditentukan secara

struktur, maka akan memungkinkan untuk terbentuk menjadi kelompok

kepentingan yang dapat menjadi sumber konflik atau pertentangan.

Dahrendorf menambahkan bahwa terdapat hubungan yang erat

antara konflik dengan perubahan sosial. Konflik akan menyebabkan

terciptanya perubahan sosial. Dalam pandangan Dahrendorf, masyarakat

memiliki dua muka yaitu konsensus dan konflik. Teorinya tentang konflik

dialetik ini dianggap masih mendapat pengaruh dari Marx.2 Menurutnya,

setiap organisasi sosial akan menunjukkan realita:

1. Setiap sistem sosial akan menampilkan konflik yang

berkesinambungan

2. Konflik dimunculkan oleh kepentingan oposisi yang tidak

terhindarkan

3. Kepentingan oposisi tersebut merupakan refleksi dari perbedaan

distribusi kekuasaan diantara kelompok dominan dan kelompok

lapisan bawah

4. Kepentingan akan selalu membuat polarisasi ke dalam dua

kelompok yang berkonflik

5. Konflik selalu bersifat dialektik, karena resolusi terhadap suatu

konflik akan menciptakan serangkaian kepentingan oposisi yang

baru, dan dalam kondisi tertentu, akan memunculkan konflik

berikutnya.

2 Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 77-

78.

Page 38: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

19

6. Perubahan sosial selalu ada pada setiap sistem sosial, dan hal ini

merupakan hasil yang tidak terhindarkan dari konflik dialektik, dan

aneka tipe pola insititusional.3

B. Akar Konflik

Timbulnya konflik menurut para sosiolog karena adanya hubungan

sosial, ekonomi, politik yang akarnya adalah perebutan atas sumber-

sumber kepemilikan, status sosial dan kekuasaan yang jumlah

ketersediaanya sangat terbatas dengan pembagian yang tidak merata di

masyarakat.4 Beberapa sosiolog menjabarkan banyak faktor yang

menyebabkan terjadinya konflik-konflik, di antaranya yaitu: (a) Perbedaan

pendirian dan keyakinan orang perorangan telah menyebabkan konflik

antar individu, (b) perbedaan kebudayaan, perbedaan kebudayaan tidak

hanya akan menimbulkan konflik antar individu, akan tetapi bisa juga

antar kelompok5 dan perbedaan kepentingan. mengejar tujuan kepentingan

masing-masing yang berbeda-beda, kelompok-kelompok akan bersaing

dan berkonflik untuk memperebutkan kesempatan dan sarana.

Pada dasarnya, penyebab konflik dibagi dua, yaitu: (a)

Kemajemukan horizontal, yang artinya adalah struktur masyarakat yang

mejemuk secara kultural, seperti suku bangsa, agama, ras dan majemuk

sosial dalam arti perbedaan pekerjaan dan profesi seperti petani, buruh,

pedagang, pengusaha, pegawai negeri, militer, wartawan, alim ulama,

3 Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 81.

4 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan

Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2011), h. 345. 5 J. Dwi Narwoko, Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan

(Jakarta: Kencana Media Group, 2005), h. 215

Page 39: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

20

sopir dan cendekiawan dan (b) kemajemukan vertikal, yang artinya

struktur masyarakat berdasarkan kekayaan, pendidikan, dan kekuasaan.6

C. Proses Konflik

Dalam suatu lembaga baik lembaga pemerintah maupun swasta

proses konflik dapat di pahami menggunakan model Pondy tentang

episode konflik yang di tunjukkan dengan serangkaian tahap, seperti ; (a)

Latent conflict, tahap munculnya faktor-faktor yang menjadi penyebab

terjadinya konflik di dalam organisasi, (b) perceived conflict, tahap di

mana salah satu pihak memandang bahwa pihak lain seperti akan

menghambat atau mengancam pencapaian tujuannya, (c) felt conflict,

tahap di mana konflik tidak hanya sekedar di pandang atau di anggap ada,

tetapi sudah benar-benar di rasakan dan di kenali keberadaannya, (d)

manifest conflict, tahap di mana perilaku tertentu sudah mulai di tunjukkan

sebagai pertanda adanya konflik, misalnya sabotase, agresi terbuka,

konfrontasi, dan rendahnya kinerja, (e) Conflict resolution, konflik yang

ada di selesaikan atau di tekan dengan berbagai macam cara dan

pendekatan, mulai dari menghindari terjadinya sampai pada menghadapi

konflik itu dalam usaha mencari jalan keluar sehingga pihak-pihak yang

terlibat mencapai tujuannya, (f) Conflict aftermath, tahap ini mewakili

kondisi yang di hasilkan oleh proses sebelumnya. Apabila konflik

terselesaikan maka terjadi peningkatan dalam hubungan dan jika tidak

tepat dalam penyelesaiannya akan memicu konflik baru.7

D. Konflik dalam al-Qur’an

Menginformasikan secara sistematis kepada manusia, bahwa konflik

atau pertikaian, telah ada dan menjadi ketentuan dalam kehidupannya.

6 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan

Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2011), h. 345. 7 Umar Nimran, Perilaku Organisasi Cet III (Surabaya : CV. Citra Media, 2004),

h. 63

Page 40: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

21

Manusia digambarkan dalam al-Qur‟an selalu melakukan pertikaian, baik

pertikaian antar personal, keluarga, dan sosial. Al-Qur‟an menggambarkan

konflik sosial dalam dua bentuk, yaitu bentuk potensial dan bentuk aktual.

Konflik dalam bentuk potensial disebutkan al-Qur‟an dengan

menggunakan kata عدو (permusuhan), sedangkan konflik aktual

digambarkan dengan menggunakan kata جدل (perselisihan/pertengkaran)

dan قتل (pembunuhan).8

d.1 Konflik Potensial

Dari beberapa kata bentukannya menggambarkan potensi konflik

dalam diri manusia. Dari hasil analisis terhadap beberapa ayat al-Qur‟an,

ditemukan bahwa secara umum potensi konflik dapat dibagi pada potensi

konflik universal. Potensi konflik universal ialah potensi berselisih yang

dimiliki setiap individu dalam berinteraksi.9 Potensi konflik seperti ini

dimiliki oleh setiap manusia, sekalipun tidak saling mengenal antara satu

dengan lainnya. Potensi seperti ini dapat dirasakan ketika bertemu dengan

orang untuk pertama kalinya dalam sebuah perjamuan malam, misalnya,

akan tetapi karena satu hal yang tidak kita sukai, baik prilaku, tutur kata,

maupun warna dan busana yang dipakainya, kita dapat saja mempunyai

kesan tidak senang padanya. Jelasnya, potensi konflik universal tidak

membutuhkan adanya interaksi atau kontak sosial sebelumnya, sebab

potensi ini melekat dalam diri setiap individu.10

Potensi konflik universal dapat berbentuk konflik intrapersonal dan

interpersonal. Konflik intrapersonal adalah potensi konflik yang muncul

dalam “diri” setiap orang, yakni potensi perselisihan antara dorongan-

dorongan kebaikan dan keburukan. Dorongan untuk melawan atau

8 M.F. Zenrif., Realitas & Metode Penelitian Sosial dalam Perspektif Al-Qur’an

(Malang: UIN Malang Press, 2006), h. 50-51. 9 Perhatikan Qs. al-Baqarah [2]: 36, Qs. al-A‟rāf [7]: 24 dan Qs. Ṭāhā [20]: 123.

10 M.F. Zenrif., Realitas & Metode Penelitian Sosial dalam Perspektif al-Qur’an

(Malang: UIN Malang Press, 2006), h. 51.

Page 41: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

22

menyatakan permusuhan terhadap kebaikan ditunjukkan dengan adanya

dorongan berbuat kejahatan dan keburukan. Sebaliknya, adanya kesadaran

melawan dorongan kejahatan ditunjukkan dengan kuatnya dorongan

berbuat kebaikan. Konflik intrapersonal ini sering dialami ketika kita

menghadapi pilihan untuk melakukan atau menolak mengerjakan sesuatu.

Dalam kondisi seperti ini, kita dapat saja menyalahkan dan membenci,

bahkan menyakiti dan membunuh diri sendiri.11

Konflik interpersonal ialah potensi yang ada dalam “diri” setiap

orang untuk membenci dan memusuhi yang lain. Konflik ini dapat

berbentuk individu-individu, antar individu dalam keluarga, antar individu

yang terjalin dengan komitmen persahabatan, antar etnis atau komunitas

masyarakat yang diikat dengan komitmen, baik komitmen kebangsaan

atau kenegaraan, maupun komitmen keagamaan. Potensi konflik yang

disadarkan atas komitmen keagamaan, di samping disebabkan

permasalahan politik dan ekonomi, banyak didorong oleh penilaian yang

negatif, yang berakhir dengan pengejekan pada agama lain.

Dilihat dari pandangan strukturalis, ada potensi konflik antara

pimpinan, raja, presiden, rektor, atau direktur pada satu sisi, dan rakyat,

mahasiswa, atau buruh pada sisi yang berlawanan. Potensi “konflik

struktural” ini merupakan akibat dari ketidakadilan, kedhaliman, dan

bentuk lain dari penindasan kaum elit terhadap masyarakat alit (kecil).

Dalam pandangan struktur agama, potensi konflik dapat terjadi antara

nabi, kyai, pendeta, pastur, biksu atau missionaris (da‟i), dengan umatnya.

Potensi konflik yang terakhir ini disebabkan ada sebagian

masyarakat yang bersifat munafik dan menjadi demagog (penghasut),

yakni seseorang yang mampu mempengaruhi kebanyakan masyarakat dan

11

Akhmad Rifa‟i, Konflik Dan Resolusinya Dalam Perspektif Islam (Yogyakarta:

UIN Sunan Kalijaga, 2010), h. 176

Page 42: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

23

pimpinan dengan keindahan bahasa dan rasionalisasi analitis terhadap

sebuah realitas. Sekalipun analisis para demagog tidak berdasarkan

realitas yang sebenarnya, para demagog tetap mampu merasionalisasi

informasinya sehingga seakan-akan apa yang diinformasikannya benar-

benar berangkat dari sebuah realitas. Tindakan yang berangkat dari hasil

analisis para demagog telah mengakibatkan kaum elit mengambil

kebijakan yang kurang tepat, sebaliknya sebagian masyarakat memberikan

penilaian terhadap pimpinan dengan salah disebabkan informasi yang

tidak benar dari demagog.12

d.2 Konflik Aktual

Konflik potensial yang disebut di atas, apabila diorganisir dan

dimobilisasi massa, maka ia akan menjadi konflik aktual, yakni realitas

konflik sosial. Dalam hal ini al-Qur‟an menggambarkan konflik model ini

dengan mengunakan kata, pada tingkat konflik yang paling rendah, dan

kata untuk tingkat konflik yang tinggi.

Konflik sosial yang terendah ditunjukkan dalam berbagai model

konflik; Pertama, dengan hadirnya demagog yang memberikan

rasionalisasi yang menakjubkan tentang keberhasilan kehidupannya dan

ditampakkan di depan orang banyak atas nama Tuhan, walaupun

sesungguhnya yang berada di dalam jiwanya adalah kebalikan dari apa

yang ada pada permukaannya. Salah satu ciri dari perilaku konflik yang

disebabkan perbuatan demagog ialah; (a) sesuatu yang ada dalam hatinya

jauh dari kenyataan yang ditampakkannya di depan orang banyak, (b)

Apabila dia berada di belakang orang banyak, dia justru membuat

12

Akhmad Rifa‟i, Konflik Dan Resolusinya Dalam Perspektif Islam (Yogyakarta:

UIN Sunan Kalijaga, 2010), h. 177.

Page 43: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

24

kerusakan di atas bumi; (c) Apabila diingatkan, dia menunjukkan

kesombongan dan keangkuhan.13

Kedua, konflik sosial yang didahului oleh perdebatan (mujadalah),

yaitu perdebatan antara logika yang benar dan yang salah, kebaikan

dengan keburukan, dan antara keadilan dengan kebatilan. Konflik seperti

ini sering terjadi antara mereka yang mengajak kepada kebenaran dan

mereka yang mempertahankan tradisi yang salah.14

Ketiga, konflik keluarga disebabkan permasalahan kekeluargaan,

seperti pengasuhan anak, pemilikan terhadap harta waris, kecemburuan

terhadap pasangannya, dan segala bentuk konflik keluarga.15 Konflik

seperti ini banyak terjadi di negara-negara maju maupun berkembang yang

fenomenanya dapat dilihat dari meningkatnya angka perceraian dan gugat

cerai.16

Keempat, “perang dingin” antar umat beragama, yaitu konflik

antarumat beragama, kelompok mukmin pada satu sisi dan kelompok kafir

pada sisi lain.17

Kelima, konflik antara orang yang melakukan perserikatan dan

kerjasama dengan tidak menggunakan manajemen yang baik. Sistem

kerjasama atau perserikatan ini dapat terjadi dalam skala personal,

komunitas sosial yang diwakili oleh organisasi institusional (antar

lembaga), regional (antar provinsi), nasional (antar negara) maupun

internasional (antara negara-negara yang berkelompok dalam suatu badan

atau organisasi). Setiap hubungan kerjasama atau perserikatan yang

dilakukan dengan cara tidak professional dan terbuka, merupakan bentuk

13

Qs. al-Baqarah [2]: 204-206. 14

Qs. al-Zukhruf [43]: 58 15

Qs. Āli Imrān [3]: 44. 16

Akhmad Rifa‟i, Konflik Dan Resolusinya Dalam Perspektif Islam (Yogyakarta:

UIN Sunan Kalijaga, 2010), h. 178. 17

Qs. al- Naml [27]: 45, dan Qs. al-Ḥaj [22]: 19.

Page 44: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

25

dari konflik sosial yang apabila terakumulasi akan menjadi ledakan

konflik yang membahayakan hubungan tersebut.18

Keenam, konflik sosial diakibatkan perbedaan pandangan tentang

kekayaan dan konservasi alam, perbedaan pandangan ini berakibat pada

upaya untuk mempertahankan pandangan yang karena ketidaktahuannya

mengakibatkan pada kesalahan, namun dengan kesombongannya

kemudian berwujud dalam bentuk makar. Makar ini ditunjukkan dengan

cara mengeksploitasi alam untuk menunjukkan kebenaran dan

kemenangannya sehingga mengakibatkan kerusakan eko sistem dan makro

kosmik. Pada dunia kita sekarang, kita melihat bagaimana Barat (negara-

negara industri) telah menghabiskan seluruh kekayaan alamnya untuk

dieksploitasi demi kepentingan industrialisasi, namun pada sisi lain Barat

meminta agar negara-negara tertinggal di Timur melakukan konservasi

alam demi keutuhan ekosistem dan makro kosmik. Konflik seperti ini

sering tampak kepermukaan dalam bentuk “perang dingin” antara Barat

(negara kaya) dan Timur (negara miskin).

Ketujuh, bentuk konflik sosial diakibatkan terjadinya pencurian,

korupsi, manipulasi, pengurangan timbangan atau ukuran, dan beberapa

bentuk pengambilan hak orang lain dengan tidak sah. Korupsi dan

manipulasi yang terjadi di beberapa negara berkembang, khususnya

Indonesia, telah mengakibatkan terjadinya konflik sosial, baik vertikal

maupun horisontal. Terjadinya demonstrasi di berbagai daerah sebagai

bentuk respon terhadap terjadinya korupsi dan manipulasi adalah salah

satu indikasi yang menunjukkan terjadinya konflik bentuk ini.

Sementara itu, kata yang menunjukkan pada tingkatan konflik aktual

yang tinggi dapat terjadi antarpersonal yang diakibatkan permasalahan

18

Akhmad Rifa‟i, Konflik Dan Resolusinya Dalam Perspektif Islam (Yogyakarta:

UIN Sunan Kalijaga, 2010), h. 179.

Page 45: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

26

keluarga, baik karena permasalahan perkawinan yang tidak disetujui

maupun disebabkan masalah warisan, antar etnis dan agama yang

disebabkan fitnah, antarnegara (pemerintahan), atau peperangan antar

agama (perang suci). Bentuk-bentuk konflik ini hingga kini dapat kita

amati dengan jelas dalam berbagai kehidupan sosial, sekalipun dengan

motif dan dorongan yang berbeda dengan apa yang ada dalam setiap ayat

secara tekstual.

Fenomena konflik sosial ini dapat dilihat dari terjadinya

pembunuhan yang tidak disengaja atau melakukan sesuatu dengan tidak

bermaksud untuk membunuh, akan tetapi secara tidak langsung

mengakibatkan terjadinya pembunuhan, atau pembunuhan terhadap

individu atau perusakan terhadap alam semesta, pembunuhan terhadap

pimpinan (negara maupun agama), atau pembunuhan terhadap anak

sendiri.

Menurut Akhmad Rifa‟i, konflik potensial dan aktual yang telah

dijelaskan dalam al-Qur‟an tidak lain agar kita mengetahui potensi-potensi

dan gambaran konflik yang sering terjadi dalam kehidupan antar manusia.

Selain kita mengetahui sejauh mana keberadaan konflik yang ada dalam

hidup, al-Qur‟an juga memberikan resolusi disetiap konflik yang ada di

dalamnya.19

Banyaknya teori yang menjelaskan tentang konflik, akan tetapi hal

ini masih menjadi perdebatan tentang keobjektifitasan dari teori-teori yang

dicetuskan, dalam hal ini al-Qur‟an adalah jalan keluar yang paling tepat,

walaupun tidak bisa menghilangkan konflik secara sepenuhnya, al-Qur‟an

dapat meminimalisir konflik yang terjadi, karena di dalam al-Qur‟an

mencangkup segala aspek dan kisah-kisah orang terdahulu yang di

19

Akhmad Rifa‟i, Konflik dan Resolusinya Dalam Perspektif Islam (Yogyakarta:

UIN Sunan Kalijaga, 2010), h. 180.

Page 46: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

27

dalamnya terdapat unsur-unsur konflik yang terjadi, dan setiap konflik al-

Qur‟an selalu memberikan resolusi, yang bisa dijadikan pembelajaran dan

bisa diaplikasikan di setiap konflik yang terjadi.

E. Resolusi Konflik

Dalam Perspektif Islam Resolusi konflik harus dipahami sebagai

suatu penyelesaian dimana pihak di luar, pihak-pihak yang berkonflik

dapat membantu dan mengarahkan konflik yang negatif menjadi konflik

yang positif. Hal ini sangat penting terkadang pihak-pihak di luar yang

berkonflik bukan membantu memecahkan konflik justru menjadi a part of

problem. Apalagi konflik keagamaan, terkadang norma agama pun mereka

abaikan, seperti halnya jika yang berkonflik adalah pihak-pihak yang

mengatasnamakan agama, pasti pihak lainnya ingin membantu lantaran

mereka seagama dan dengan emosi yang lebih ditonjolkan, bukan akal

sehat atau normanya yang berjalan. Selain itu, istilah “pencegahan

konflik” mengungkapkan penekanan yang diberikan oleh pengelakan

terhadap pergolakan, sebagai perlawanan terhadap aktivitas untuk

mempertentangkan dan mencegah segala bentuk kekerasan dan

menanggulangi eksploitasi, diskriminasi, pengusiran, serta penindasan.

Oleh karena itu, dengan sedikit keadilan, resolusi konflik dipandang

sebagai alat dari sebuah pengamanan sebagai senjata baru yang lebih

kokoh dalam kekuatan mereka yang diuntungkan oleh status quo, daripada

sebuah sarana demi mencapai perdamaian yang disertai dengan keadilan.

Maka peran dari „pihak ketiga‟ adalah membantu pihak-pihak yang

terlibat konflik untuk mencari jalan keluar yang saling menguntungkan.20

Dalam sebuah konflik mungkin ada beberapa alasan kedua pihak yang

terlibat tidak cukup mampu untuk keluar dari apa yang mereka

20

Diana Francis, Teori Dasar Transformasi Konflik Sosial (Yogyakarta: Penerbit

Quills, 2006), h. 56-57

Page 47: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

28

perselisihkan, karena mereka tidak cukup rasional, oleh karenanya

membutuhkan pihak diluarnya. Pihak luar atau pihak ketiga kehadirannya

sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan konflik agar konflik dapat

dikelola dan dihindari dari tindak diskriminasi, kekerasan, dan lainnya.

Sebagaimana al-Qur‟an menegaskan untuk menghadirkan pihak ketiga,

“Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka

kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai

dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai) itu bermaksud

mengadakan perbaikkan, niscaya Allah memberikan taufik kepada suami-

istri tersebut. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”21

21

Qs. al-Nisā‟ [4]: 35

Page 48: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

29

BAB III

GAMBARAN UMUM KISAH NABI MUSA DAN FIR’AUN

A. Versi Penggambaran Kisah Nabi Musa dan Fir’aun

Al-Qur‟an menyebut nama Nabi Musa dalam 34 surah,1 dan

memberikan informasi historis tentangnya jauh lebih banyak ketimbang

nabi lain manapun. Beberapa surah hanya berisi penyebutan singkat atau

detail yang sangat singkat, seperti dalam surah Maryam, al-Anbiyā‟, al-

Ahzāb, dan as-Ṣaffāt, sementara yang lain memberikan penjelasan yang

lebih panjang, seperti dalam surah al-Baqarah, Yūnus, Ṭāhā, dan al-

Syu‟arā.2 Akan tetapi dalam hal ini Louay Fatoohi dan Shetha al-

Dargazeli dalam bukunya “Sejarah Bangsa Israel Dalam Bibel dan Al-

Qur’an” tidak mencantumkan Qs.al-Qaṣaṣ [28] yang di mana dalam

pengkisahan Qs.al-Qaṣaṣ [28] ini menjadi bagian terpenting, karena Qs.al-

Qaṣaṣ [28] banyak memuat kisah Nabi Musa. Sebelum mengutip teks al-

Qur‟an tentang kisah Nabi Musa, dalam bagian ini akan diberikan

gambaran umum kisah Nabi Musa dan Fir‟aun, mulai dari lahirnya Nabi

Musa dan pengasuhnya, keluarnya Nabi Musa dari Mesir, dakwah Nabi

Musa kepada Fir‟aun, binasanya Fir‟aun serta para pengikutnya.

Sejumlah orang yang melakukan penelitian tentang kisah nabi musa

membaginya ke dalam sejumlah fragmen (Lihat Tabel 3.1), Bila diringkas

akan ada 2, pertama versi kisah dengan cuplikan/fragmen lengkap dan

kedua versi ringkas.

Tabel 3.1: Versi Kisah Nabi Musa

No Versi 1 Versi 2 Ket

1 Ahmad Zubeir,

“Analisis Kisah Nabi

Louay Fatoohi dan

Shetha al-Dargazeli,

Versi 1:

mengumpulkan

1 Louay Fatoohi dan Shetha al-Dargazeli, Sejarah Bangsa Israel Dalam Bibel dan

Al-Qur’an (Bandung: Mizan Pustaka, 2007), h. 143. 2 Louay Fatoohi dan Shetha al-Dargazeli, Sejarah Bangsa Israel Dalam Bibel dan

Al-Qur’an, h. 143.

Page 49: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

30

Musa Versus Fir`aun

dalam al-Qur’an”

“Sejarah Bangsa

Israel Dalam Bibel

dan al-Qur’an”

ayat-ayat dengan

menggunakan

kata kunci Musa

dan

mengklasifikasika

n hingga menjadi

17 fragmen

Versi 2:

menceritakan

secara umum

kisah Nabi Musa

dan

mengumpulkan

ayat sehingga

menjadi rangkaian

kisah

2

Moh. Fahrur Rozi,

“Kisah Nabi Musa

Dalam Perspektif

Studi Stilistika al-

Qur’an”

M. Faisol,

“Interpretasi Kisah

Nabi Musa

Persepektif

Naratologi al-

Qur’an”

Versi 1:

membaginya

menjadi 21

fragmen

Versi 2:

menggambarkan

secara umum

kisah Musa a.s

dan memunculkan

bentuk Narasi

Allah yang

terdapat dalam al-

Qur‟an.

Versi 1, Ahmad Zubeir, dalam memaparkan kisah Nabi Musa dalam

al-Qur‟an dengan cara mencari kata kunci “Musa” dari al-Qur‟an digital,

dan mengklasifikasi ayat-ayat yang terkumpul menjadi 17 fragmen

didukung dari buku-buku yang menjelaskan tentang kisah Musa seperti

karya al-Maghrubi yaitu “kisah-kisah para Nabi” dan lain-lain.3 dan Moh.

Fahrur Rozi, memaparkan kisah dengan cara mengumpulkan ayat-ayat

3 Ahmad Zubeir, “Analisis Kisah Nabi Musa Versus Fir`aun dalam al-Qur’an”.

(Skripsi, Universitas Sumatera Utara, 2009), h. 16 – 72.

Page 50: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

31

yang terkait kisah Musa dalam al-Qur‟an dan membaginya menjadi 21

fragmen.4

Versi 2, Louay Fatoohi dan Shetha al-Dargazeli, dalam memaparkan

kisah, menceritakan peristiwa-peristiwa yang penting dari kisah Musa dan

menceritakan secara umum, membagi menjadi beberapa sub tema, lalu

mengumpulkan ayat yang banyak termuat kisah Musa dalam satu surah.5

M. Faisol memaparkan kisah secara umum dan memunculkan narasi-

narasi Allah dalam al-Qur‟an.

Dari versi yang telah disebutkan dan dipakai para peneliti tentang

kisah Nabi Musa dalam al-Qur‟an berbeda dengan penggambarannya,

karena, saya hanya akan menggambarkan kisah Nabi Musa dan Fir‟aun

saja secara umum dan membaginya dalam 4 bagian, dengan perincian

sebagai berikut:

1. Awal kisah Musa dan pertemuannya dengan Fir‟aun Qs. al-Qaṣaṣ

[28]: 3-13

2. Musa dewasa: Awal pertentangan dengan kelompok Fir‟aun Qs. al-

Qaṣaṣ [28]: 14-21

3. Musa menjadi Nabi dan mendakwahi Fir‟aun Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 29-

32

4. Akhir pertentangan Nabi Musa dengan Fir‟aun Qs. al-A‟rāf [7]: 103-

126 dan Qs. al-Syu‟arā‟ [27]: 18-51, Qs. Ṭāhā [20]: 57-69, dan Qs.

Ṭāhā [20]: 70-76.

B. Kelahiran Musa dan Pengasuhannya

Dalam QS. al-Qaṣaṣ [28]: 3-6, menceritakan tentang kekejaman

Fir‟aun, yang di mana Fir‟aun telah berbuat sewenang-wenang di muka

4 Moh. Fahrur Rozi, “Kisah Nabi Musa Dalam Perspektif Studi Stilistika al-

Qur’an”. (Skripsi, UIN Sunan Ampel), h. 60 – 110. 5 Louay Fatoohi dan Shetha al-Dargazeli, Sejarah Bangsa Israel Dalam Bibel dan

Al-Qur’an (Bandung: Mizan Pustaka, 2007), h. 143.

Page 51: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

32

bumi menjadikan penduduknya terpecah belah , (إن فرعون عال ف لرض )

عا) هم ) menindas segolongan dari mereka ,(وجعل أهلها شي (يستضعف طآ ءفة من dan menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan perempuan

mereka dan Allah memberikan pertolongan (يذبح اب نآءهم ويستحي نسآءهم ) 6

kepada kaum Bani Isra‟il sebagai kaum yang tertindas dengan menjadikan

nya pemimpin dan yang mewarisi bumi ( ستضعفوا ف ال رض ونعلهمةونعلهم الوا رثي dan memperlihatkan kepada Fir’aun dan Haman ( اإم

beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu7

اكا ن وا يزن ون ) هم م .(ونرى فرعون وهامان وجن ودوها من Qs. Al-Qaṣaṣ ayat 7-13, menceritakan tentang ibu Nabi Musa yang

mendapatkan ilham (نآ ال ام موسى ان ) dari Allah agar menyusui (واوحي Nabi Musa dan menjatuhkan nya ke dalam sungai (Nil) (ارضعيه

8فالقيه ف )

dan menjanjikan kepada ibu Musa untuk mengembalikannya, dan (اليم

mengangkat Nabi Musa menjadi rasul-Nya, Maka di susuilah Musa lalu di

jatuhkanlah Musa ke dalam sungai oleh ibu Musa sehingga dipungutnya

Musa oleh keluarga Fir’aun9 yang menjadi musuh dan (فا الت قطه آل فرعون )

kesedihan bagi mereka.

Istri Fir‟aun ingin memelihara bayi Musa dan berkata kepada

Fir‟aun:

“(Ia) biji mata bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya,

mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil Ia

menjadi anak”.10

Ketika hati ibu Musa menjadi kosong, dan hampir menyatakan

rahasia tentang Musa, maka diteguhkan lah hatinya, agar ia termasuk

orang-orang yang percaya kepada janji Allah, maka berkata lah ibu Musa

kepada Saudara perempuan Musa “Ikutilah dia” maka kelihatanlah

6 Lihat Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 4

7 Lihat Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 6

8 Lihat Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 7

9 Lihat Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 8

10 Lihat Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 9

Page 52: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

33

olehnya Musa dari jauh.11

Dan sebelum Musa disusui oleh perempuan lain

yang menyusuinya maka berkatalah saudara perempuan Musa kepada

keluarga Fir‟aun :

“Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan

memeliharanya untukmu, dan mereka dapat berlaku baik

kepadanya?”12

Maka kembali lah Musa kepada ibunya, kemudian merasakan

senang dalam hatinya dan tidak berduka cita.

C. Musa Masa Dewasa: Awal Pertentangan dengan Kelompok Firaun

Surah al-Qaṣaṣ ayat 14-21 Isi QS. al-Qaṣaṣ [28]:16 adalah doa Nabi

Mūsā memohon ampunan setelah merasa membuat kesalahan tanpa

sengaja,

“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri

karena itu ampunilah aku”.

Doa ini bermula dari sebuah kesalahan yang diperbuatnya tanpa

sengaja (QS. Al-Qaṣaṣ [28]:14-15), di kota Memphis (Minf) yang berada

di wilayah Mesir. Beliau terlibat perkelahian ketika bermaksud menolong

temannya yang tengah berkelahi dengan seorang pemuda Koptik. Ia

meninju pemuda Koptik itu hingga tewas. Kata wakaza yang dipakai

dalam redaksi al-Qur‟ān diartikan sebagai tindakan memukul di bagian

dada atau mendorong dengan ujung jari jemari, sama sekali tidak ada

unsur kesengajaan jika kemudian pukulan ini berujung pada kematian.

Nabi Mūsā kemudian menguburkan jenazah orang itu di tanah berpasir.

Reaksi spontan Nabi Mūsā ketika mendapati musuh yang dipukulnya mati

adalah bahwa Nabi Mūsā merasa hal tersebut merupakan bagian dari

akibat perbuatan setan. Al-Ṭabarī menafsirkan, “Mūsā berkata bahwa

peristiwa pembunuhan ini disebabkan oleh setan yang telah meletupkan

11

Lihat Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 10-11 12

Lihat Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 12

Page 53: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

34

amarah ke dalam diri Mūsā, sehingga ia memukul orang itu hingga

terjatuh.”13

Memohon “ampun” yang dipanjatkan Nabi Mūsā dalam doanya juga

bisa bermakna bahwa Allah “menutupi” (yasturu) perbuatan aniaya

tersebut, sehingga kabar itu tidak sampai tersebar luas. Bahkan Fir„awn

sendiri sebagai pemuka kaum Koptik dibuat bingung karena tidak

mengetahui siapa pelaku pembunuhan itu. Dengan kata lain, jika saja

berita itu tersebar maka jiwa Nabi Mūsā akan menghadapi ancaman serius.

Di sinilah makna “Allah mengampuni Mūsā” dimaknai oleh al-Khāzin

sebagai “Allah menutupi (berita pembunuhan) tersebut sehingga tidak

diketahui oleh Fir„awn siapa pembunuhnya”. Hal tersebut menjadi

“nikmat” tersendiri yang diperoleh Nabi Mūsā, sebagaimana dimaksudkan

oleh Nabi Mūsā dalam ungkapan doa selanjutnya.

Sikap dan prilaku Nabi Mūsā yang dengan segera mengingat Allah

ketika melakukan tindakan kesalahan, bahkan tindakan kesalahan yang

tidak disengaja sekalipun -dengan mengakuinya sebagai bagian dari

kelalaiannya dan tindakan tidak terpuji yang dilakukan tidak berdasarkan

perintah Allah- merupakan salah satu alasan utama dari diterimanya taubat

seorang hamba. Tidak hanya sebatas pengakuan, bahwa dirinya menyadari

telah melakukan tindakan yang bersifat zalim, dengan mengungkapkan

rasa penyesalannya, Nabi Mūsā pun bertekad untuk tidak mengulangi

perbuatan tersebut. Sikap Nabi Mūsā menjadi salah satu petunjuk tentang

prasyarat taubat yang sebenar-benarnya. Taubat Nabi Mūsā ini relevan

untuk diikuti oleh siapa saja yang menghendaki turunnya ampunan Allah,

yang bukan saja maghfirah-Nya, tetapi juga disertai harapan bahwa Allah

akan menutupi perbuatan buruk yang telah disesalinya tersebut agar tidak

13 Lihat Mohammad Anwar Syarifuddin dan Jauhar Azizy, “Mendialogkan

Hermeneutika Doa”, Refleksi, Volume 13, nomor 6, April 2014,hal. 728

Page 54: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

35

diketahui oleh orang lain. Dengan demikian, turunnya ampunan Tuhan

tidak saja terkait dengan dimensi vertikal yang menandai membaiknya

hubungan hamba dengan Tuhannya, tetapi diberikannya ampunan juga

terkait dengan aspek horizontal dalam hubungan antar manusia, ketika

seorang hamba juga berharap Allah akan menutupi kesalahannya dari

mata manusia.14

Setelah kejadian di kota tersebut Musa menjadi takut dan khawatir,

lalu tiba-tiba orang yang meminta pertolongan sebelumnya berteriak

meminta pertolongan kepada Musa lagi, akan tetapi Musa berkata

kepadanya “Sesungguhnya kamu benar-benar orang yang sesat yang

nyata (kesesatannya)”.15

Ketika Nabi Musa menolong orang tersebut dan

ketika musa hendak memegang dengan keras musuhnya, maka musuh itu

berkata kepada Musa:

“Hai Musa, apakah kamu bermaksud hendak membunuhku,

sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seseorang manusia?

Kamu tidak bermaksud hendak menjadi orang yang berbuat

sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiada lah kamu hendak

menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan

perdamaian”,16

setelah itu datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-

gegas seraya berkata kepada Musa:

“Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding

tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota

ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat

kepadamu”,17

Setelah mendengar kabar tersebut maka keluarlah Musa dari kota

tersebut menuju kota Madyan, dan di kota tersebut Musa bertemu dengan

Nabi Syu‟aib dan melakukan perjanjian untuk menikahi salah seorang

14 Lihat Mohammad Anwar Syarifuddin dan Jauhar Azizy, “Mendialogkan

Hermeneutika Doa”, Refleksi, Volume 13, nomor 6, April 2014,hal. 729 15

Lihat Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 18. 16

Lihat Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 19. 17

Lihat Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 20.

Page 55: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

36

anak perempuan Nabi Syu‟aib dan tinggal bersamanya sampai waktu yang

dijanjikan.18

D. Musa Menjadi Nabi dan Mendakwahi Fir’aun

Dalam Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 29-32 menceritakan tentang setelah Musa

menyelesaikan waktu yang ditentukan atas perjanjiannya dengan Nabi

Syu‟aib, Musa pun berangkat kembali bersama keluarganya menuju

Mesir, dan di tengah perjalanan Musa mendapatkan wahyu dari Allah dan

diangkatnya menjadi Rasul-Nya, lalu berfirman kepada Musa “ Ya Musa,

sesungguhnya Aku adalah Allah, Tuhan semesta alam, dan lemparkanlah

tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular) dan Musa melihatnya

bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik

ke belakang tanpa menoleh. (kemudian Musa diseru):

“Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut.

Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang aman. Masukkanlah

tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat

bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dalam

dada)mu bila ketakutan, maka yang demikian itu adalah dua

mukjizat dari Tuhanmu (yang akan dihadapkan kepada Fir`aun dan

pembesar-pembesarnya). Sungguh mereka adalah orang yang

fasik”.19

Setelah Nabi Musa menjadi Rasul-Nya, Allah memerintahkan

kepada Nabi Musa untuk menyerukan kepada Fir‟aun dan para

pengikutnya agar menyembah kepada Allah karena perbuatannya sudah

melampaui batas, setelah itu Nabi Musa berkata kepada Allah

“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah membunuh seseorang

manusia dari golongan mereka, maka aku takut mereka akan

membunuhku, dan saudaraku Harun dia lebih petah lidahnya

daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk

membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku khawatir mereka

akan mendustakan”,

Dan maka Allah berfirman:

18

Lihat Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 21- 28. 19

Lihat Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 29 -32, dan QS. Ṭāhā [20]: 9-23.

Page 56: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

37

“Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan kami berikan

kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat

mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa

mukjizat kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah

yang akan menang”.20

Setelah diangkatnya saudara Musa yaitu Harun menjadi Nabi, Musa

dan Harun di perintahkan untuk menyeru kepada Fir‟aun dan pengikutnya

agar kembali menyembah Allah, lalu pergilah Musa dan Harun menemui

Fir‟aun, dan Musa berkata kepada Fir‟aun :

“Hai Fir’aun, sesungguhnya aku adalah seorang utusan dari Tuhan

semesta Alam, wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap

Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu

dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka

lepaskanlah bani Isra’il (pergi) bersama aku”.

Dan Fir‟aun menjawab:

“Jika benar kamu membawa sesuatu bukti, maka datangkan lah

bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar”.21

Maka Musa menjatuhkan tongkatnya, lalu seketika itu juga tongkat

itu menjadi ular sebenarnya kemudian ia mengeluarkan tangannya, ketika

itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang

yang melihatnya. Ketika melihat hal tersebut, maka pemuka-pemuka kaum

Fir`aun berkata

“Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang pandai, yang

bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu”.22

Dan Fir`aun pun berkata:

“Maka apakah yang kamu anjurkan”.

Lalu berkata pemuka-pemuka itu:

20

Lihat Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 33-35, Qs. Al-Mu‟minun [23]: 45-49, Qs. Ṭāhā [20]:

24-36, dan Qs. Ṭāhā [20]: 42-47. 21

Lihat Qs. al-A‟rāf [7]: 106. 22

Lihat Qs. al-A‟rāf [7]: 109.

Page 57: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

38

“Beri tangguhlah dia dan saudaranya serta kirim lah ke kota-kota

beberapa orang yang akan mengumpulkan (ahli-ahli sihir), supaya

mereka membawa kepadamu semua ahli sihir yang pandai”.23

Setelah mendengar jawaban dari para pemuka-pemuka tersebut

Fir‟aun pun mengumpulkan ahli sihir, dan berkumpullah ahli sihir tersebut

lalu berkata kepada Fir‟aun “(apakah) sesungguhnya kami akan

mendapatkan upah, jika kamilah yang menang?”.24

Dan Fir‟aun

menjawab “Ya, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk

orang yang dekat (kepadaku).25

Dan ahli sihir itu pun berkata kepada

Musa “Hai Musa, kamukah yang melemparkan lebih dahulu, ataukah

kami yang akan melemparkan?”.26

Maka Musa pun menjawab

“Lemparkanlah (lebih dahulu)!”,27

maka tatkala mereka melemparkan,

mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut,

serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). Pada saat itu

Nabi Musa mendapatkan wahyu dan melemparkan tongkatnya dan

menelan semua yang apa mereka sulapkan. Dan ahli-ahli sihir tersebut

serta merta meniarapkan diri dengan bersujud dan mereka berkata “kami

beriman kepada Tuhan semesta alam, yaitu Tuhan Musa dan Harun”.

Lalu Fir‟aun pun berkata:

“Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin

kepadamu?, sesungguhnya (perbuatan) ini adalah salah satu

muslihat yang telah kamu rencanakan di dalam kota ini, untuk

mengeluarkan penduduknya dari padanya; maka kelak kamu akan

mengetahui (akibat perbuatanmu ini); demi, sesungguhnya aku akan

memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal

balik, kemudian sungguh-sungguh aku akan menyalib kamu

semuanya”.

Dan ahli-ahli sihirpun berkata:

23

Lihat Qs. al-A‟rāf [7]: 111- 112. 24

Lihat Qs. al-A‟rāf [7]: 113. 25

Lihat Qs. al-A‟rāf [7]: 114. 26 Lihat Qs. al-A‟rāf [7]: 115. 27

Lihat Qs. al-A‟rāf [7]: 116.

Page 58: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

39

“sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali, dan kamu tidak

membalas dendam dengan menyiksa kami, melainkan karena kami

telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu

datang kepada kami”.

Dan para ahli-ahli sihir pun berdoa:

“Ya Tuhan kami, limpahkan lah kesabaran kepada kami dan

wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)”.28

E. Akhir Pertentangan Musa & Fir’aun

Setelah kalahnya Fir‟aun oleh Musa dan Harun, hingga para ahli-

ahli sihir yang dikumpulkan olehnya ikut beriman, maka berkatalah para

pembesar-pembesar dari kaum Fir‟aun (kepada Fir‟aun):

“Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat

kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta

tuhan-tuhan mu?”,

Fir‟aun pun menjawab:

“Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup

perempuan-perempuan mereka; dan sesungguhnya kita berkuasa

penuh diatas mereka”.29

Setelah itu Allah menurunkan hukuman berupa musim kemarau

yang berkepanjangan, kekurangan buah-buahan, agar Fir‟aun dan para

pengikutnya bisa mengambil pelajaran, akan tetapi kesombongan Fir‟aun

dan pengikutnya tidak membuat mereka mau beriman dan berkata:

“Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami

untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali

tidak akan beriman kepadamu”.

Dikirimkan nya taufan, belalang, kutu, dan darah sebagai bukti yang

jelas, akan tetapi Fir‟aun dan pengikutnya tetap menyombongkan diri, dan

ketika mereka ditimpa azab, mereka pun berkata kepada Musa:

28

Lihat Qs. al-A‟rāf [7]: 103-126 dan Qs. al-Syu‟arā [27]:18-51, Qs. Ṭāhā [20]:

57-69, dan Qs. Ṭāhā [20]: 70-76. 29

Lihat Qs. al-A‟rāf [7]: 127

Page 59: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

40

“Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan

(perantara) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu.

Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dari pada

kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan

Bani Isra’il pergi bersamamu”.

Kemudian setelah azab itu dihilangkan dari mereka, tiba-tiba mereka

mengingkarinya dan mengejar Musa dan kaumnya untuk menganiaya

mereka, maka Musa diberikan wahyu:

“Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (bani Isra’il) di malam

hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu

tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan

tenggelam).

Maka ketika Fir‟aun dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu

mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka,30

kemudian

binasalah Fir‟aun dan para pengikutnya karena kesombongannya.

30

Lihat: Qs. al-A‟rāf [7]: 127-136 dan Qs. al-Syu‟arā [26]: 52-68, Qs. Ṭāhā [20]:

77-79, Qs. al-Zukhruf [43]: 51-54, Qs. Yūnus [10]: 90-92.

Page 60: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

41

BAB IV

KONFLIK DAN RESOLUSI KONFLIK DALAM KISAH NABI

MUSA DAN FIR’AUN

A. Akar Konflik

Timbulnya konflik menurut para sosiolog karena adanya hubungan

sosial, ekonomi, politik yang akarnya adalah perebutan atas sumber-

sumber kepemilikan, status sosial dan kekuasaan yang jumlah

ketersediaanya sangat terbatas dengan pembagian yang tidak merata di

masyarakat.1

Dalam hal ini ketika berbicara terkait konflik dan resolusi konflik

dalam kisah Nabi Musa dan Fir'aun yang termaktub dalam Al-Qur’an.

Kita membedah dengan menggunakan tabel sebagai berikut:

Tabel 4.1: Akar Konflik

No Surat Ayat Keterangan

1 Al-Qaṣaṣ 3-6 Perbuatan Fir'aun

2 Al-Qaṣaṣ 7-13 Musa dan Pengasuhnya

Pada tabel di atas menjelaskan bahwa Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 3-6 yaitu

tentang perbuatan yang dilakukan oleh Fir’aun yang disebutkan pada ayat

4 diantara perbuatan-perbuatan Fir’aun yaitu عل (sewenang-wenang), أىلهاعاشي (memecah belah), يستضعف (menindas) suatu golongan, dan يذبح

نساءىموي ,(menyembelih anak laki-laki) أب ناءىم ستحي (dan membiarkan

anak perempuan nya hidup), hal inilah yang menjadi pemicu konflik,

sehingga Allah mengutus Musa kepada Fir’aun dan Haman serta bala

tentaranya Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 6.

Dalam Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 7-13 menceritakan tentang Musa kecil,

ketika kekhawatiran ibu Musa akan keselamatan Musa kecil, sehingga

turunnya wahyu kepada Ibu Musa untuk menghanyutkan Musa ke sungai

1 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan

Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2011), h. 345.

Page 61: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

42

agar ditemukan oleh keluarga Fir’aun dan dijanjikan untuk

mengembalikan Musa kecil dengan Ibunya dengan selamat.

Firman Allah SWT dalam Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 4-6 menjelaskan

tentang hal tersebut:

“Sesungguhnya Fir‟aun telah berbuat sewenang-wenang di muka

bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan

menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki

mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka

Sesungguhnya Fir‟aun Termasuk orang-orang yang berbuat

kerusakan”.

عل) فرعون -Sesungguhnya Fir‟aun telah berbuat sewenang“ (إن

wenang,” yakni mengagungkan dirinya sendiri (األرض di muka“ (ف

bumi,” maksudnya di bumi Mesir (عا شي أىلها dan menjadikan“ (وجعل

penduduknya terpecah-belah” yang berkelompok-kelompok untuk

mengabdi kepadanya (ىم من ئفة طا dengan menindas“ (يستضعف

segolongan mereka,” yaitu kaum Bani Isra’il, ( أب ناءىم يذبح ) “menyembelih

anak laki-laki mereka” yang baru dilahirkan (نساءىم dan“ (ويستحي

membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka,” maksudnya

membiarkan mereka hidup. Hal itu dikarenakan ucapan para dukun yang

disampaikan kepada Fir’aun: “sesungguhnya akan ada bayi laki-laki yang

dilahirkan di lingkungan Bani Isra’il, dan kelak anak itu menjadi penyebab

runtuhnya kerajaanmu”. (المفسدين من كان Sesungguhnya Fir‟aun“ (إنو

Page 62: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

43

Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan” dengan melakukan

pembunuhan dan lain-lain.2

عل فرعون األرضإن ف “Sesungguhnya Fir‟aun telah berbuat

sewenang-wenang di muka bumi,” maksudnya, berbuat sombong dan

berlaku zalim. Demikian yang dikatakan Ibn Abbas dan Al-Suddi.

Qatadah berkata, “Berlaku sewenang-wenang terhadap dirinya sendiri,

dengan enggan menyembah Allah disebabkan kekafirannya bahkan

mengakui dirinya Tuhan”.3

Ada yang berpendapat, dengan kerajaannya dan kekuasaannya, dia

berlaku sewenang-wenang terhadap orang-orang yang berada di

bawahnya. ضفاألر “di muka bumi”, yakni bumi Mesir. عا شي أىلها وجعل“dan menjadikan penduduknya terpecah-belah,” dalam kelompok-

kelompok dan golongan-golongan dalam pelayanan.4

dengan menindas segolongan mereka”, yakni“ يستضعفطائفةمنىم

sebagian bangsa Isra’il. المفسدين من كان إنو نساءىم ويستحي أب ناءىم يذبح“menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak

perempuan. Sesungguhnya Fir‟aun termasuk orang-orang yang berbuat

kerusakan.” Pembahasan ini telah dipaparkan sebelumnya pada Qs. al-

Baqarah [2]: 49. Hal demikian itu terjadi sebab para ahli sihir berkata pada

Fir’aun bahwa seorang anak yang lahir dari bangsa Isra’il kelak akan

2 al-Imām Jalāluddīn al-Maḥallī, Tafsīr Jalālain jilid 2 (Surabaya: Pustaka elBA,

2010), h. 750. 3 Atsar disebutkan oleh al-Mawardi dalam Tafsirnya (3/210) dalam al-Qurṭubī, Tafsīr

al-Qurṭubī (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009) jilid. 13, h. 632. 4 al-Qurṭubī, Tafsīr al-Qurṭubī jilid. 13 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 632.

Page 63: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

44

menghancurkan kerajaannya, atau para ahli nujum yang berkata demikian,

atau Fir’aun bermimpi dan pentakbir mimpinya menafsirkan demikian.5

Al-Zujāj berkata, “perkara yang mengherankan dari kebodohan

Fir’aun, walaupun apa yang dikatakan ahli nujumnya benar, tetap saja

pembunuhan yang dilakukannya tidaklah bermanfaat. Jika ahli nujumnya

dusta, maka tidak ada manfaatnya melakukan pembunuhan dimaksud.”6

Dalam Tafsīr al-Qurṭubī ada yang mengatakan bahwa maksudnya,

Fir’aun memecah-belah masyarakatnya, dan menindas setiap orang dari

bani Isra’il dengan kerja paksa. المفسدين من كان Sesungguhnya“ إنو

Fir‟aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan”, di muka bumi

dengan perbuatan merusak, maksiat, dan kesombongan.7

(5) Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang

tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka

pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi

{bumi}, (6) Dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka

bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir‟aun dan Haman

beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari

mereka itu.

Menurut Kamal Faqih Imani dalam Tafsir Nurul Qur‟an kedua ayat

ini sangat ekspresif dan menerbitkan harapan! Keduanya diungkapkan

dalam bentuk fi‟il muḍāri‟ (yang menunjukkan keberlanjutan tindakan

yang dilakukan) dan sebagai hukum umum sehingga tak seorangpun yang

membayangkan bahwa pemerintahan tersebut hanya milik orang-orang

5 al-Qurṭubī, Tafsīr al-Qurṭubī, h. 632-633.

6 al-Qurṭubī, Tafsīr al-Qurṭubī, h. 633.

7 al-Qurṭubī, Tafsīr al-Qurṭubī, h. 633.

Page 64: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

45

tertindas dari Bani Isra’il dan pemerintahan Fir’aun saja. Ayat diatas

mengatakan bahwa Fir’aun berkehendak mencerai-beraikan Bani Isra’il

dan menghancurkan kekuatan dan kebesaran mereka; tetapi Allah SWT

Berkehendak agar mereka (Bani Isra’il) kuat dan menang.8

Fir’aun ingin agar kekuatan berada di tangan para penindas untuk

selamanya, tetapi Allah berniat memberikan pemerintahan kepada orang-

orang tertindas; dan akhirnya hal itu terjadi sebagaimana yang

dikehendaki-Nya.9

Dalam Tafsir Nurul Qur‟an kedua ayat ini, Allah telah menyibakkan

tabir dari kehendak-Nya menyangkut orang-orang yang tertindas, dan

menyatakan lima perkara dalam hal ini yang saling berkaitan satu sama

lain.10

Pertama adalah bahwa Allah berniat memberikan kepada mereka

anugerah-anugerah-Nya dengan mengatakan: “dan Kami hendak memberi

karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu”

Kedua adalah bahwa Allah berniat menjadikan mereka sebagian

pemimpin-pemimpin, tatkala mengatakan: “dan hendak menjadikan

mereka pemimpin”

Ketiga adalah bahwa Allah berkehendak menjadikan mereka

pewaris pemerintahan para penindas, di mana Dia mengatakan: “dan

menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi)”

Keempat adalah bahwa Allah berkehendak memberikan kepada

mereka pemerintahan yang kuat dan lestari: “dan akan Kami teguhkan

kedudukan mereka di muka bumi”

Yang kelima adalah bahwa Allah hendak menunjukkan kepada

musuh-musuh Nya apa yang mereka takuti, bahwa orang-orang tertindas

8 Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an jilid 13 (Jakarta: al-Huda, 2008), h. 232.

9 Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an jilid 13, h. 232.

10 Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an jilid 13, h. 232 – 233.

Page 65: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

46

itu telah mengerahkan semua kekuatannya untuk melawan mereka: “dan

akan Kami perlihatkan kepada Fir‟aun dan Haman beserta tentaranya

apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu”.

Haman adalah menteri Fir’aun yang terkenal, dan sangat

berpengaruh sehingga dalam ayat di atas tentara Mesir disebut tentara

Fir’aun dan Haman.11

B. Proses Konflik Nabi Musa dengan Fir’aun

Menurut Pondi (dalam Indriyo, 1997, dan Umar Nimran, 1999),

proses konflik dimulai dari:

Tahap I, Latent Conflict, konflik laten, yaitu tahap munculnya

faktor-faktor yang menjadi penyebab konflik dalam organisasi.

Bentuk-bentuk dasar dari situasi ini adalah persaingan untuk

memperebutkan sumberdaya yang terbatas, konflik peran,

persaingan perebutan posisi dalam organisasi, dll.

Tahap II, Perceived Conflict, konflik yang di persepsikan. Pada

tahap ini salah satu pihak memandang pihak lain sebagai

penghambat atau mengancam pencapaian tujuannya.

Tahap III, Felt Conflict, konflik yang di rasakan. Pada tahap ini

konflik tidak sekedar di pandang ada akan tetapi sudah benar-benar

dirasakan.

Tahap IV, Manifest Conflict, konflik yang di manifestasikan. Pada

tahap ini perilaku tertentu sebagai indikator konflik sudah mulai di

tunjukkan, seperti adanya sabotase, agresi terbuka, konfrontasi,

rendahnya kinerja, dll.

Tahap V, Conflict Resolution, resolusi konflik. Pada tahap ini

konflik yang terjadi di selesaikan dengan berbagai macam cara dan

pendekatan.

Tahap VI, Conflict Aftermath. Jika konflik sudah benar-benar di

selesaikan maka hal itu akan meningkatkan hubungan para anggota

organisasi. Hanya saja jika penyelesaiannya tidak tepat maka akan

dapat menimbulkan konflik baru.12

Proses konflik yang terjadi di dalam kisah Musa dan Fir'aun dapat di

gambarkan sebagai berikut:

b.1 Eskalasi Konflik

11

Kamal Faqih, Tafsir Nurul Qur‟an, h. 232-233. 12 Umar Nimran, Perilaku Organisasi Cet III (Surabaya : CV. Citra Media, 2004),

h.63

Page 66: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

47

Tabel 4.2: Eskalasi

Tahap Surat Ayat Keterangan

I & II Al-Qaṣaṣ 14-21 Awal konflik Musa dengan

kelompok Fir’aun

III &

IV Al-Qaṣaṣ 29-32 Konflik Musa dengan Fir'aun

Pada Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 14-21 menceritakan ketika Musa beranjak

dewasa, saat Musa berjalan-jalan ke pasar, dan menemui dua pemuda dari

kaum Bani Israil dan penduduk asli Mesir (Qibti) berkelahi, dan salah satu

pemuda dari kaum Bani Israil itu meminta tolong kepada Musa, lalu Musa

membantu pemuda tersebut, sehingga adanya korban yaitu pemuda Qibti

tersebut yang membuat Fir’aun marah kepada Musa dan ingin

menghukum Musa untuk membunuhnya, lalu Musa di perintahkan oleh

Allah untuk pergi ke kota Madyan untuk menyelamatkan diri dari

Fir’aun.13

Dalam Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 29-32 ialah konflik antara Musa dengan

Fir’aun, setelah mendapatkan mukjizat dari Allah dan menetapkan Harun

menjadi Nabi untuk menemani dan membantu Musa untuk memenuhi

perintah Allah agar mendatangi Fir’aun untuk mendakwahinya agar

bertaubat, lalu setelah menghadap kepada Fir’aun, dimintanya kepada

Musa untuk menunjukkan bukti jika Musa memang benar-benar utusan

Allah, lalu setelah Musa menunjukkan Mukjizatnya dihadapan Fir’aun,

justru Fir’aun menganggap Musa melakukan tipu daya, dan

memerintahkan kepada kepada petinggi nya untuk mengumpulkan tukang

sihir paling hebat untuk di semua penjuru Mesir untuk mengalahkan

Mukjizat Musa yang dianggapnya hanya sihir biasa, setelah terkumpulnya

para ahli sihir Fir’aun lalu mereka mengeluarkan sihirnya yaitu dengan

13 Lihat Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an jilid 13 (Jakarta: al-Huda, 2008), h.

261 – 281.

Page 67: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

48

mengubah tali menjadi ular, lalu Musa melemparkan tongkatnya dan

menjadi ular yang besar, memakan semua tali yang disihir menjadi ular

tadi, sehingga membuat para penyihir itu tunduk dan bertaubat, hal ini

tidak membuat Fir’aun mengakui Musa justru membuat Fir’aun semakin

sombong dan marah kepada Musa, dan mengancam para ahli sihirnya

bahwa Fir’aun akan menyiksanya dan membunuh mereka.14

Sebagaimana dikisahkan dalam Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 14-19.

“Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami

berikan kepadanya Hikmah (kenabian) dan pengetahuan. dan

Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang

berbuat baik”.

ه) أشد ب لغ dan setelah Musa cukup umur”, yakni berusia 30“ (ولما

tahun atau 33 tahun,(واست وى) “dan sempurna akalnya”, maksudnya

mencapai usia 40 tahun, ( ناه حكماآت ي ) “Kami berikan kepadanya Hikmah

(kenabian)”,maksudnya hikmah (وعلما) “dan pengetahuan” maksudnya

pemahaman yang mendalam tentang agama sebelum dia diangkat menjadi

Nabi. (وكذلك) “dan Demikianlah” sebagaiman kami memberikan balasam

kepadanya, (نزيالمحسني) “Kami memberi balasan kepada orang-orang

yang berbuat baik” kepada diri mereka sendiri.15

14

Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an jilid 13 (Jakarta: al-Huda, 2008), h. 305 –

315. 15

Al-Imām Jalaluddin Mahalli, Tafsīr Jalalain jilid 2 (Surabaya: Pustaka elBA,

2010), h.755.

Page 68: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

49

(15). Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya

sedang lengah, Maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-

laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil)

dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir‟aun). Maka orang

yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk

mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan

matilah musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syaitan

Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi

nyata (permusuhannya). (16). Musa mendoa: "Ya Tuhanku,

Sesungguhnya aku telah Menganiaya diriku sendiri karena itu

ampunilah aku". Maka Allah mengampuninya, Sesungguhnya Allah

Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (7). Musa

berkata: “Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau

anugerahkan kepadaKu, aku sekali-kali tiada akan menjadi

penolong bagi orang- orang yang berdosa”. (18). karena itu,

jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan

khawatir (akibat perbuatannya), Maka tiba-tiba orang yang

meminta pertolongan kemarin berteriak meminta pertolongan

kepadanya. Musa berkata kepadanya: “Sesungguhnya kamu benar-

benar orang sesat yang nyata (kesesatannya)”. (19). Maka tatkala

Musa hendak memegang dengan keras orang yang menjadi musuh

keduanya, musuhnya berkata: “Hai Musa, Apakah kamu bermaksud

hendak membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh

seorang manusia? kamu tidak bermaksud melainkan hendak

menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan

Tiadalah kamu hendak menjadi salah seorang dari orang-orang

yang Mengadakan perdamaian”.

Page 69: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

50

أىلها) من غفلة حي على المدينة Dan Musa masuk ke kota“ (ودخل

(Memphis) ketika penduduknya sedang lengah,” ada yang mengatakan

bahwa maksudnya, setelah Musa mengetahui yang hak di dalam

agamanya, dia mencela agama Fir’aun. Akhirnya berita tentang perkataan

Musa itu tersebar di negeru Mesir. Orang-orang membuat Musa menjadi

takut. Jika dia masuk ke kota Mesir, dia memasukinya dengan rasa takut

dan bersembunyi.16

Al-Suddi berkata, “pada saat kisah ini berlangsung Musa masih

secara resmi berhubungan dengan keluarga Fir’aun. Musa juga

mengendarai kendaraan Fir’aun. Hingga kemudian disebut Musa bin

Fir’aun. Pada suatu hari Fir’aun mengadakan perjalanan dan sampai

disebuah kota di antara kota-kota yang ada di bumi Mesir bernama kota

Manaf.17

شيعتو) من ىذا ي قتتلن رجلي فيها Maka didapatinya di dalam“ (ف وجد

kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari

golongannya (Bani Israil)” maknanya jika seseorang memangdang

kepada keduanya, dia akan berkata, “ini dari golonganku”, yakni dari

bangsa Isra’il. (عدوه من seorang (lagi) dari musuhnya (kaum“ (وىذا

Fir‟aun)” yakni, dari kaum Fir’aun. (فاست غاثوالذيمنشيعتو) “Maka orang

yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya” yakni, meminta

bantuannya (ghauts dan nashr). Demikian juga yang dinyatakan di dalam

ayat setelahnya: ( است نصرهبألمسيستصرخوفإذاالذي ) “Maka tiba-tiba orang

yang meminta pertolongan kemarin berteriak meminta pertolongan

kepadanya” maksudnya meminta bantuannya terhadap serangan orang

Qibthi lainnya. Adapun Musa membantunya, sebab, membantu orang

16

al-Qurṭubī, Tafsīr al-Qurṭubī jilid. 13 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 660. 17

al-Qurṭubī, Tafsīr al-Qurṭubī, h. 661

Page 70: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

51

yang dizalimi adalah ajaran semua agama yang ada yang dianut oleh

semua masyarakat, bahkan diwajibkan di dalam semua syariat.18

Qatadah berkata: “orang Qibthi tersebut bermaksud berbuat

sewenang-wenang terhadap seorang dari bangsa Isra’il dengan

memaksanya mengangkat kayu bakar ke dapur istana Fir’aun. Orang dari

bangsa Isra’il itu menolak, dan meminta bantuan Musa”.

Sa’id bin Jubair berkata: “orang Qibthi itu adalah pengadon roti

untuk Fir’aun”.

موسى) ,lalu Musa meninjunya”, Qatadah berkata“ (ف وكزه

“memukulnya dengan tongkat” Mujahid berkata, “Dengan telapak

tangannya,” yakni menyungkurkannya. Al-Wakzu (mendorong, memukul

dengan telapak tangan), al-Lahzu (mendorong, memukul pangkal bahu)

semua semakna, yaitu, memukul dengan telapak tangan terkepal.”19

الشيطان) عمل من ىذا Musa berkata: “Ini adalah perbuatan“ (قال

syaitan” Maksudnya, sebentuk kesesatannya, al-Hasan berkata, “pada

masa itu tidak diperbolehkan membunuh orang kafir dalam keadaan

demikian. Sebab, kondisi tersebut adalah kondisi dimana seseorang harus

menjaga diri dari perbuatan membunuh. (مبي مضل عدو (إنو“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata

(permusuhannya)” sebagai berita setelah berita. ( ظلمتن فسيقال إن ربلو ف غفر ل Musa berdoa: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku telah“ (فاغفر

Menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku”. Maka Allah

mengampuninya”. Musa menyesal atas perbuatannya yang memukul

seseorang hingga mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.

18

al-Qurṭubī, Tafsīr al-Qurṭubī, h. 661, h. 662-663. 19

al-Qurṭubī, Tafsīr al-Qurṭubī jilid 13 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 663.

Page 71: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

52

Penyesalannya membawanya kepada sikap merendahkan diri dan

memohon ampun kepada tuhannya.20

Firman Allah SWT, (ف لنأكونظهريا للمجرمي أن عمتعلي با قالرب ) “Musa berkata: “Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau

anugerahkan kepadaKu, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi

orang- orang yang berdosa”.

Dalam penggalan ayat ini dibahas dua masalah: Pertama, Firman

Allah SWT, علي أن عمت با رب Musa berkata: “Ya Tuhanku, demi“ قال

nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku”, berupa Ma’rifah,

hukum dan tauhid للمجرمي ظهريا أكون aku sekali-kali tiada akan“ ف لن

menjadi penolong bagi orang- orang yang berdosa". Maksudnya,

pembantu bagi orang-orang kafir.

Al-Qusyairi berkata, “Musa tidak berkata, bimā an‟amta „alayya

min al-maghfirah (demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku

berupa kemampuan), sebab perbuatan Musa itu dilakukan sebelum beliau

menerima wahyu dan dia tidak mengetahui bahwa Allah mengampuni

perbuatannya”.

Al-Mawardi علي أن عمت Demi nikmat yang telah Engkau“ با

anugerahkan kepadaku”. Ada dua pandangan di dalam ayat ini, Pertama,

berupa ampunan. Demikian pula yang dikatakan al-Mahdawi dan al-

Ṣa’labi. Al-Mahdawi berkata, أن عمتعلي berupa ampunan dan Engkau با

tidak menghukumku. Kedua, berupa hidayah.

Menurut al-Qurṭubī “Firman Allah, لو Maka Allah“ ف غفر

mengampuninya,” menunjukkan kepada yang dimaksud Musa dengan

nikmat tersebut adalah maghfirah. Wallahu A‟lam.”

20

al-Qurṭubī, Tafsīr al-Qurṭubī jilid 13 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 663.

Page 72: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

53

al-Zamakhsyarī berkata, “Firman Allah, باأن عمتعلي “Demi nikmat

yang telah Engkau berikan kepadaku.” Bisa berupa kalimat sumpah,

jawabannya tidak diucapkan. Susunannya adalah demikian, “Aqsimū bi

„an‟aāmika „alayya bi al-maghfirah la „atūbanna” artinya. Aku

bersumpah dengan nikamt-nikmat-Mu yang Engkau berikan padaku

berupa ampunan, aku akan bertaubat.

Aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong“ ف لنأكونظهرياللمجرمي

bagi orang- orang yang berdosa”, dan menjadi pembela mereka. Seakan

berkata, “Tuhanku, jaga agu dengan hak nikmat yang Engkau berikan

kepadaku berupa ampunan, aku betul-betul tidak akan-jika Engkau

menjagaku-menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.” Menolong

orang-orang yang berdosa bisa bermakna bersahabat dengan Fir’aun dan

menjadi bagian darinya serta memperbanyak golongannya. Seperti dengan

menjadi pengikutnya, seakan anak kepada orang tuanya. Musa telah

disebut Musa bin Fir’aun sebelumnya. Bisa pula membantu seseorang

yang berakibat kepada perbuatan jahat dan dosa, seperti perbuatan

membantu salah seorang dari bangsa Israil yang menyebabkannya

membunuh seorang yang tidak halal membunuhnya.21

خائفا فالمدينة karena itu, jadilah Musa di kota itu merasa“ فأصبح

takut.” Bahwa para Nabi juga mempuanyai rasa takut. Dengan demikian

ayat ini menolak pendapat sebaliknya. Rasa takut, tidak harus kontradiktif

dengan ma‟rifatullah dan sikap tawakkal kepada Allah ada yang

mengatakan bahwa maksudnya, Musa takut mendapatkan tuntutan balas.22

21

al-Qurṭubī, Tafsīr Al-Qurṭubī jilid 13 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 665-668. 22

al-Qurṭubī, Tafsīr al-Qurṭubī, h. 672

Page 73: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

54

Dalam Tafsīr Al-Qurṭubī Ada yang mengatakan bahwa maksudnya,

takut kepada kaumnya akan menyerahkannya kepada Fir’aun. Ada yang

mengatakan bahwa maksudnya, takut kepada Allah SWT.

menunggu-nunggu dengan khawatir”. Sa’id bin Jubair“ ي ت رقب

berkata, “memaling-malingkan wajahnya karena takut. Ada yang

mengatakan bahwa maksudnya, melihat keadaan dan berfikir tentang

tujuan pelarian yang hendak dituju seraya menanti apa yang sedang

dibicarakan orang-orang.

است الذي يستصرخوفإذا بألمس نصره “Maka tiba-tiba orang yang

meminta pertolongan kemarin berteriak meminta pertolongan

kepadanya”. Adalah seorang Israil yang kemarin dibantunya kini sedang

bertarung dengan Qibthi yang lain dan kini berteriak meminta

pertolongannya, al-Istiṡrākh (teriakan), sebab, seseorang yang meminta

bantuan berteriak bersuara dalam upaya memohon bantuan.23

Ada yang mengatakan bahwa maksudnya, orang Israil yang meminta

pertolongan ini bernama Samiri. Tukang masak Fir’aun memaksanya

untuk membawa kayu ke dapur Fir’aun. Dan demikian yang dikatan al-

Qusyairi.

Musa berkata kepadanya, “sesungguhnya“ قاللوموسىإنكلغويمبي

kamu benar-benar orang sesat yang nyata.” Al-Ghawiy adalah al Khā‟ib,

kecewa dan gagal. Yakni, sebab kamu berhadapan dengan orang yang

kamu tidak sanggup mengalahkannya.24

Ada yang mengatakan bahwa

maksudnya, al-Ghawiy bermakna al- Ghawiy (yang menyesatkan), yakni,

kamu benar-benar sesat dalam memerangi orang yang kamu tidak mampu

menjauhkan mudharat darinya.

23

al-Qurṭubī, Tafsīr al-Qurṭubī jilid 13 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 673 24

al-Qurṭubī, Tafsīr al-Qurṭubī, h. 674

Page 74: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

55

ت قت لن أن أتريد موسى ي Musuhnya berkata, „Hai Musa, apakah“ قال

kamu bermaksud hendak membunuhku‟.” Ibnu Jubair berkata, “Musa

hendak memukul orang Qibthi tersebut, tetapi, orang Israil itu menyangka

dialah yang hendak dipukul. Sebab, Musa berkata-kata kasar kepadanya,

maka dia berkata بألمس ن فسا ق ت لت كما ت قت لن أن Apakah kamu“ أتريد

bermaksud hendak membunuhku sebagaimana kamu kemarin telah

membunuh seorang manusia?” orang tersebut mendengar pembicaraan ini

dan menyebarkannya.

Ada yang mengatakan bahwa maksudnya, orang Israil itu hendak

memukul orang Qibthi, dan orang Israil takut kepada Musa, maka berkata, بألمس ن فسا ق ت لت كما ت قت لن أن apakah kamu bermaksud hendak“ أتريد

membunuhku sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang

manusia?” إنتريد “kamu tidak bermaksud”, yakni wa maa turiidu. إالأن

األر ف جبارا Melainkan hendak menjadi orang yang berbuat“ تكون

sewenang-wenang di negeri (ini),” yakni tidak disebut jabbaar (zhalim

dan berbuat sewenang-wenang) hingga membunuh dua jiwa tanpa salah.

المصلحي من تكون أن تريد dan tiadalah kamu hendak menjadi salah“ وما

seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian.” Yakni,

termasuk orang yang berbuat baik di tengah-tengah manusia.25

b.2 Deskalasi Konflik

Tabel 4.3: Deskalasi Konflik

Tahap Surat Ayat Keterangan

V & VI

Al-A’rāf 130-135

Hukuman Fir’aun dan

para pengikutnya karena

kesombongan nya

Al-Qaṣaṣ, Al-

Syū’arā`, al-

Zukhruf, Yūnus,

40, 52-67,

55-56, 90-

92, 77-79.

Binasanya Fir’aun dan

para pengikutnya karena

keingkarannya

25

Al-Qurṭubī, Tafsīr Al-Qurṭubī jilid 13 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 674-675.

Page 75: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

56

Ṭāhā.

Qs. al-A’rāf [7]: 130-135, Ayat di atas menjelaskan bahwa setelah

Nabi Musa as berhasil mengalahkan ahli-ahli sihir Fir’aun, akhirnya

merekapun beriman kepada Allah SWT dan mengakui kerasulan Nabi

Musa as, tetapi Fir’aun dan para pengikutnya tetap ingkar dan tidak mau

mengakui Allah SWT sebagai Tuhan, maka Allah SWT menghukum

mereka dengan berbagai macam cobaan secara terus menerus baik musim

kemarau yang panjang maupun musim paceklik, ditambah dengan, taufan

(air wabah penyakit), belalang (serangga yang menyerang tanaman

pertanian), kutu (binatang kecil berwarna hitam yang memasuki rumah-

rumah dan tempat tidur), katak (kodok) yang berjatuhan dalam makanan

dan minuman, dan darah (air yang telah terkontaminasi dengan darah).26

Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 40, Qs. al-Syū’arā’ [26]: 52-67, Qs. Az-Zukhruf

[43]: 55-56, Qs. Yūnus [10]: 90-92, Qs. Ṭāhā [20]: 77-79, Ayat-ayat dari

beberapa surat di atas menjelaskan bahwa setelah Allah SWT menghukum

Fir’aun dan para pengikutnya dengan berbagai macam cobaan, yang

akhirnya menyebabkan mereka meminta Nabi Musa agar memohon

kepada Allah SWT supaya cobaan tersebut dihilangkan dan mereka akan

beriman kepada Nabi Musa as dan membebaskan Bani Isra’il bersamanya,

namun ketika cobaan tersebut dihilangkan Allah SWT, maka mereka tetap

saja mengingkari Nabi Musa dan berusaha untuk kembali membunuhnya.

Sehingga Nabi Musa dan kaumnya menyelamatkan diri, ia diperintahkan

Allah SWT untuk menyeberangi lautan dengan memukulkan tongkat yang

dimilikinya hingga dengan izin Allah maka terbelahlah lautan menjadi dua

bagian dan keringlah bagian tengahnya, sehingga Nabi Musa dan kaumnya

bisa menyeberangi lautan itu dengan selamat. Tetapi tidak dengan Fir’aun

26

Abu Abdurrahman Muhammad Daz bi Munir Al-Maghrubi, Kisah-Kisah Para

Nabi (Pekalongan: Pustaka Sumayyah, 2009), h. 457-458.

Page 76: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

57

dan para pengikutnya yang berusaha mengejar mereka, maka dengan izin

Allah SWT lautan tersebut kembali seperti semula dan mengakibatkan

Fir’aun dan para pengikutnya tenggelam di dalamnya. Namun Allah SWT

menyelamatkan jasad Fir’aun sebagai pembalajaran untuk orang-orang

setelahnya.

1. Hukuman terhadap Fir’aun dan Pengikutnya karena Keingkaran

Mereka

Hukuman yang diberikan Allah SWT kepada Fir’aun dan para

pangikutnya karena keingkaran dan kedurhakaan mereka diceritakan

dalam Qs. al-A’rāf [7]: 130-135, yaitu:

(130) Dan Sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir‟aun dan)

kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang

dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil

pelajaran. (131) Kemudian apabila datang kepada mereka

kemakmuran, mereka berkata: “Itu adalah karena (usaha) kami”.

dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab

kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya.

ketahuilah, Sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan

dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (132)

Mereka berkata: “Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan

Page 77: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

58

kepada Kami untuk menyihir Kami dengan keterangan itu, Maka

Kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu”. (133) Maka Kami

kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah

sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri

dan mereka adalah kaum yang berdosa. (134) Dan ketika mereka

ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) merekapun berkata: “Hai

Musa, mohonkanlah untuk Kami kepada Tuhamnu dengan

(perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu.

Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dan pada

Kami, pasti Kami akan beriman kepadamu dan akan Kami biarkan

Bani Israil pergi bersamamu”. (135) Maka setelah Kami hilangkan

azab itu dari mereka hingga batas waktu yang mereka sampai

kepadanya, tiba-tiba mereka mengingkarinya.

ني) أخذنآلفرعونبلس ون قصمنالثمراتلعلهم) musim paceklik ( ولقد menjadikannya sebagai pelajaran bagi mereka kemudian mereka (يذكرون

mau beriman karenanya.27

ذه) kesuburan tanah dan kecukupan hidup (فإذاجاءت همالسنة) (قالوالناىkami berhak memperolehnya, akan tetapi mereka tidak mau

mensyukurinya. ( سيئةوإن هم تصب ) kekeringan dan musibah/bencana

معو) mereka menganggap kesialan itu (يطي روا ) ومن dari kalangan (بوسى

orang-orang yang beriman. (طائرىم ا إن الل) rasa sial mereka itu (أال (عندyang sengaja diturunkan kepada mereka (أكث رىمالي علمون bahwa apa (ولكن

yang menimpa mereka adalah datang dari sisi Allah.28

لكبؤمني) kepada Musa (وقالوا) نن فما با لتسحرن آية من بو تتنا (مهماkemudian Musa berdoa agar mereka diberi pelajaran.

27 Jalāluddīn al-Maḥallī, Tafsīr Jalalain jilid 2 (Surabaya: Pustaka elBA, 2010),

h.768 28

Jalāluddīn al-Maḥallī, Tafsīr Jalalain jilid 2 (Surabaya: Pustaka elBA, 2010),

h.769

Page 78: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

59

الطوفان) عليهم yaitu air bah yang memasuki rumah-rumah (فأرسلنا

mereka sehingga mencapai setinggi tempat pesanggrahan duduk mereka

selama tujuh hari (والراد) kemudian belalang itu memakan persawahan dan

buah-buahan milik mereka, demikian pula (والقمل) ulat atau sejenis

serangga yang memakan apa yang ditinggalkan oleh belalang (والضفادع) kemudian katak itu memenuhi rumah-rumah mereka dan juga makanan-

makanan mereka (م مفصلت) di dalam air milik mereka (والد yang ( آيت

terang (فاستكب روا) tidak mau beriman kepada bukti-bukti tersebut (ق وما وكانوا .(مرمي

) yaitu siksaan (ولماوقععليهمالرجز) سىادعلناربكباعهدعندكقالوايمو ) yang dapat menghilangkan azab dari kami jika kami beriman (كشفت (لئنlam adalah bermakna qasam/sumpah (معكبن لكولن رسلن لن ؤمنن الرجز عنا .(إسرائيل

كشفنا) أجلىمبلغوهإذاىمي نكثون) berkat doa Musa (ف لما همالرجزإل (عن janjinya dan bersikeras melakukan kekafiran.

2. Mukjizat Nabi Musa dengan Terbelahnya Lautan dan Binasanya

Fir’aun

Kisah mukjizat Nabi Musa dengan terbelahnya lautan dan binasanya

Fir’aun diceritakan Al-Qur’an secara jelas, terperinci dan berulang-ulang

dalam beberapa surat, yaitu:

Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 40

Page 79: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

60

“Maka Kami hukumlah Fir‟aun dan bala tentaranya, lalu Kami

lemparkan mereka ke dalam laut. Maka lihatlah bagaimana akibat

orang-orang yang zalim”.

م) ف ن بذن وجنودهۥ Maka Kami hukumlah Fir‟aun dan bala“ (فأخذنو

tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka” yakni membuang mereka (فكيف) .ke laut”, yakni laut asin. Kemudian mereka tenggelam“ (ٱليم فٱنظرقبة ٱلظ لمي ”Maka lihatlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim“ (كانع

ketika mereka menuju kebinasaan.29

Qs. Ṭāhā [20]: 77-79:

(77) Dan Sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa:

"Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam

hari, Maka buatlah untuk mereka jalan yang kering dilaut itu, kamu

tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan

tenggelam)". (78) Maka Fir‟aun dengan bala tentaranya mengejar

mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan

mereka. (79) Dan Fir‟aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak

memberi petunjuk.

( بعباديولقد أسر موسىأن إل نا أوحي )“Dan Sesungguhnya telah Kami

wahyukan kepada Musa: "Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani

Israil) di malam hari”, dibaca dengan hamzah qaṯa‟ – asli suku kata (أسر) dari kata (أسرى ) “mengadakan perjalanan di malam hari”. Dan dibaca

dengan hamzah Waṣal – penyambung (اسر) dari kata (سرى). Itu adalah dua

logat (bahasa). Maksudnya bawalah mereka pergi di malam hari dari

negeri Mesir.30

29

Jalāluddīn al-Maḥallī, Tafsīr Jalalain jilid 2 (Surabaya: Pustaka elBA, 2010),

h.768. 30 Jalāluddīn al-Maḥallī, Tafsīr Jalālain, h.458.

Page 80: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

61

) Lalu buatlah”, yakni siapkanlah“ (فاضرب) مل ) “untuk mereka”

dengan cara memukul tongkatmu (ي بسا البحر ف jalan kering di“ (طريقا

laut”. Maksudnya jalan yang kering. Maka Musa pun melaksanakan apa

yang diperintahkan kepadanya, dan Allah Swt pun mengeringkan bumi

lalu mereka melewatinya.31

Janganlah kamu khawatir tersusul”. Yakni tersusul“ (التافدركا)

oleh Fir’aun. (والتشى) “Dan janganlah kamu takut” tenggelam. (فأت ب عهمبنوده .”kemudian Fir‟aun dan bala tentaranya mengejar mereka“ (فرعون

Dan Fir’aun ikut serta bersama mereka. (اليم من Lalu mereka“ (ف غشي هم

ditutup oleh air”, yakni laut (غشي هم ”yang menutupi mereka“ (ما

kemudian menenggelamkan mereka bersama Fir’aun.

ق ومو) فرعون ”Dan Fir‟aun telah menyesatkan kaumnya“ (وأضل

dengan seruannya agar mereka menyembah dirinya, (وماىدى) “dan tidak

memberi petunjuk” melainkan menjerumuskan mereka ke dalam jurang

kebinasaan. Berbeda dengan ucapannya: “dan tidaklah aku memberi

petunjuk kepada kamu melainkan jalan yang benar”. (Qs. al-Mukmin

[23]: 29).32

Qs. Yūnus [10]: 90-92:

31 Jalāluddīn al-Maḥallī, Tafsīr Jalālain jilid 2 (Surabaya: Pustaka elBA, 2010),

h.459 32

Jalāluddīn al-Maḥallī, Tafsīr Jalālain, h.458-459.

Page 81: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

62

(90) Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu

mereka diikuti oleh Fir‟aun dan bala tentaranya, karena hendak

Menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir‟aun itu telah

hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada

Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya

Termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (91)

Apakah sekarang (baru kamu percaya), Padahal Sesungguhnya

kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu Termasuk orang-orang

yang berbuat kerusakan. (92) Maka pada hari ini Kami selamatkan

badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang

yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan dari

manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami.

( ) “dan Kami memungkinkan Bani

Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti”, yakni dikejar (

) “oleh Fir‟aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan

menindas (mereka)” kata ( واوعدياب غ ) berkedudukan sebagai maf‟ul lahu

(obyek alasan).33

( اد اذاىىتانوغرققالامنركوالحت ) “hingga bila Fir‟aun itu telah hampir

tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa”, maksudnya (بنو), dan

ada versi qira’at yang membaca dengan kasrah (انو) sebagai isti‟naf

(kalimat baru) ( الذىامنت اال الو المسلميمنانواسراءيلب ن وا بوالى ) “tidak

ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya

Termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".34

Fir’aun mengulang-ngulang ucapan itu agar diterima, tetapi tidak

diterima. Dan Jibril pun menyumpal mulut Fir’aun dengan lumpur laut

karena khawatir dia kan mendapat rahmat. Lalu Jibril berkata kepadanya:

“Apakah sekarang (baru kamu percaya), Padahal Sesungguhnya

kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu Termasuk orang-orang

yang berbuat kerusakan”.

33 Jalāluddin al-Mahallī, Tafsīr Jalālain jilid 2 (Surabaya: Pustaka elBA, 2010), h.

60. 34 Jalāluddin al-Mahallī, Tafsīr Jalālain, h. 60

Page 82: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

63

( ) apa sekarang ini” kamu baru percaya“ ( نال تمنلوكنتق بعصيوقدنسديمفال ) “Padahal Sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan

kamu Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan”. Yaitu dengan

kesesatanmu dan usahamu untuk menyesatkan orang dari iman.

يك) ن نج ,”maka pada hari ini kami menyelamatkanmu“ (فالي وم

maksudnya mengeluarkanmu dari laut (ببدنك) “dengan badanmu”, yakni

jasadmu yang sudah tidak bernyawa (خلفك لمن agar kamu bagi“ (لتكون

orang-orang sepeninggalanmu”. Yakni sesudahmu (اية) “dapat menjadi

tanda”. Yakni pelajaran, sehingga mereka mengetahui kehambaanmu dan

tidak berbuat seperti kamu. Dari Ibnu Abbas diriwayatkan bahwasanya

sebagian orang Bani Israil meragukan Kematian Fir’aun, lalu jasadnya

dikeluarkan dari laut agar mereka melihatnya.35

35

Jalāluddin al-Mahallī, Tafsīr Jalālain jilid 2 (Surabaya: Pustaka elBA, 2010), h.

60-61.

Page 83: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, dengan menggunakan metode

analisis sosiolog dapat disimpulkan beberapa hal mengenai gambaran

konflik dan resolusi konflik yang terjadi antara Nabi Musa dengan Fir‟aun

dalam al-Qur‟an dan relevansi al-Qur‟an sebagai resolusi konflik sampai

saat ini yaitu;

pertama, adanya akar konflik, yakni tindakan Fir‟aun yang

sewenang-wenang, memecah belah, menindas dan menyembelih anak

laki-laki dan membiarkan anak-anak perempuan tetap hidup, hal ini

disebutkan dalam Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 3-6 dan 7-13.

kedua, adanya eskalasi konflik yang dijelaskan dalam Qs. al-Qaṣaṣ

[28]: 14-21 dan 29-32, ayat tersebut menceritakan rencana Fir‟aun hendak

membunuh Musa karena telah membunuh pemuda Qibti, hingga akhirnya

Musa diperintahkan oleh Allah agar pergi ke Kota Madyan untuk

menyelamatkan diri dari Fir‟aun, setelah Musa mendapat mukjizat dari

Allah dan menetapkan Harun menjadi Nabi dan diperintah mendatangi

Fir‟aun untuk mendakwahinya agar bertaubat, lalu setelah menghadap

Fir‟aun, Musa diminta menunjukkan bukti jika benar-benar utusan Allah,

setelah menunjukkan Mukjizatnya dihadapan Fir‟aun, justru Fir‟aun

menganggap Musa melakukan tipu daya, dan memerintahkan kepada

kepada petinggi nya untuk mengumpulkan tukang sihir paling hebat di

semua penjuru Mesir, setelah para ahli sihir terkumpul, mereka

mengeluarkan sihirnya yaitu dengan mengubah tali menjadi ular, lalu

64

Page 84: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

65

Musa melemparkan tongkatnya dan menjadi ular yang besar, memakan

semua tali yang disihir menjadi ular tadi, sehingga membuat para penyihir

itu tunduk dan bertaubat, hal ini justru membuat Fir‟aun semakin sombong

dan marah kepada Musa, dan mengancam para ahli sihirnya bahwa

Fir‟aun akan menyiksanya dan membunuh mereka.

Ketiga, adanya deskalasi konflik, sebagaimana dipaparkan dalam

Qs. al-A‟rāf [7]: 130-135 dan Qs. al-Qaṣaṣ [28]: 40, Qs. al-Syū‟arā‟ [26]:

52-67, Qs. Az-Zukhruf [43]: 55-56, Qs. Yūnus [10]: 90-92, Qs. Ṭāhā [20]:

77-79, ayat tersebut menjelaskan para ahli-ahli sihir yang beriman kepada

Allah dan mengakui kerasulan Nabi Musa as setelah dikalahkan oleh

Musa, tetapi Fir‟aun dan para pengikutnya tetap ingkar dan tidak

mengakui Allah sebagai Tuhan, hingga akhirnya Allah memberi hukuman

kepada mereka berupa air wabah penyakit, belalang yang merusak

pertanian, katak yang berjatuhan dalam makanan dan minuman, kutu yang

memasuki rumah-rumah dan tempat tidur, serta hukuman berupa darah

yang terkontaminasi dengan air. Namun setelah itu, mereka meminta Nabi

Musa agar memohon kepada Allah SWT supaya hukuman tersebut

dihilangkan dan mereka akan beriman kepada Nabi Musa as dan

membebaskan Bani Isra‟il bersamanya, namun ketika cobaan tersebut

dihilangkan Allah SWT, maka mereka tetap saja mengingkari Nabi Musa

dan berusaha untuk kembali membunuhnya. Sehingga Nabi Musa dan

kaumnya menyelamatkan diri, ia diperintahkan Allah SWT untuk

menyeberangi lautan dengan memukulkan tongkat yang dimilikinya

hingga dengan izin Allah maka terbelahlah lautan menjadi dua bagian dan

keringlah bagian tengahnya, sehingga Nabi Musa dan kaumnya bisa

menyeberangi lautan itu dengan selamat. Tetapi tidak dengan Fir‟aun dan

para pengikutnya yang berusaha mengejar mereka, maka dengan izin

Page 85: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

66

Allah SWT lautan tersebut kembali seperti semula dan mengakibatkan

Fir‟aun dan para pengikutnya tenggelam di dalamnya.

Dalam setiap tahapan konflik terdapat resolusi-resolusi yang di

berikan akan tetapi resolusi tersebut belum sepenuhnya menyelesaikan

konflik secara keseluruhan, dan tidak semua resolusi yang diberikan

menguntungkan kedua belah pihak yang berkonflik, ketika resolusi

tersebut mencapai kesapakatan untuk berdamai akan tetapi salah satu

pihak sering mengingkari perjanjian tersebut maka Allah akan

memusnahkan pihak yang mengingkari tersebut.

Page 86: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

Daftar Pustaka

Aini. Dialektika Cerita Qabil dan Ḥabil: Pergeseran Dari Kisah al-

Qur‟an Ke Sosiologi Agama, dalam M. Deden Ridwan, ed.

Melawan Hegemoni Barat: Ali Syari‟ati dalam Sorotan

Cendekiawan Indonesia Jakarta: Lentera, 1999, Cet. I

Alamaiy, Zahîr Ὰwad Al-. Manâhij al- Jadâl fi al-Qur‟an. Beirut.

Mansyurat al-Ashr. 1997.

Ali, Mukti. Agama dan Pembangunan di Indonesia. Biro Hukum dan

Humas Dep. Agama. 1975

Atmaja, Abdul Muhyi Wijaya Kusuma. Konflik Yahudi dan Nasrani

terhadap Umat Islam : Kajian Surah Al-Baqarah : 120 Menurut

Tafsir fi Zilal Al-Qur‟an. Jakarta. UIN Syarif Hidayatullah. 2012.

Azis, Nurlaili Abdul. Penafsiran Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir

Dalam Al-Qur‟an Menurut Hamka dan M. Quraish Shihab: Surat Al-

Kahfi ayat 66-82. Surabaya. UIN Sunan Ampel. 2015.

Bagir, Haidar. Islam Tuhan, Islam Manusia. Bandung. Mizan. 2017

Bagir, Zainal Abidin. Dkk, “Dialog yang Represif: Studi Kasus terhadap

Dialog MUI dan JAI di Kuningan.” HARMONI Jurnal Multikultural

& Multireligius Vol. 12 No. 1. ed. Januari – April 2013.

Bagong, Suyanto J. Dwi Narwoko. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan

Terapan. Jakarta. Kencana Media Group. 2005.

Bakri, Hendry. Resolusi Konflik Melalui pendekatan Kearifan Lokal Pela

Gandong di Kota Ambon. Jurnal The Politics: 2015, Vol. 1, No. 1

Boko, Cholid Nur dan Abu Ahmadi. Metode Penelitian. Jakarta. Bumi

Aksara Pustaka.

Djalal, Abdul. Ulumul Qur‟an. Surabaya. Dunia Ilmu. 2000.

65

Page 87: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

66

Fatakhulloh, David. Analisis Struktural Semiotik Kisah Nabi Musa As dan

Khidir As Dalam Al-Kahfi. Malang. Universitas Negeri Malang.

2014.

Fathoni, Abdurrahman. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan

Skripsi. Jakarta. PT. Renika Cipta. 2006.

Fathurrosyid. Feminisme Kisah Maryam Dalam Al-Qur‟an Dan

Rekonstruksi Pemahaman Gender Perspektif Pragmatik.

ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman Vol. 10 Nomor 2, Maret 2016;

p. ISSN: 1978-3183; e-ISSN: 2356-2218; 349-373.

Fatoohi, Louay dan Shetha al-Dargazeli. Sejarah Bangsa Israel Dalam

Bibel dan Al-Qur‟an. Bandung. Mizan Pustaka. 2007.

Francis, Diana. Teori Dasar Transformasi Konflik Sosial. Yogyakarta.

Penerbit Quills. 2006.

Ghazali, Muhammad Al-. Berdialog dengan Al-Qur‟an. Bandung. Mizan.

1999.

Hamka. Tafsir Al-Azhar. Jakarta. Penerbit Pustaka Panjimas. 1982. cet. I

Hidayat, Komarudin. Psikologi Beragama. Jakarta. Mizan Republika.

Imani, Kamal Faqih. Tafsir Nurul Qur‟an. jilid 13. Jakarta. al-Huda. 2008.

Al-Iskafi, Al-Khātib. Durrat al-Tanzīl wa Gurrat al-Ta‟wīl fī Bayān al-

āyat al-Mutasyābihat fī Kitāb Allah al-„Azīz. Beirut. Dār al-Kutb al-

„Ilmiyah. 1990.

Khalidy, Shalah Al-. Kisah-Kisah Al-Qur‟an. Jakarta. Gema Insani Press.

1999. Jilid I

Al-Maghrubi, Abu Abdurrahman Muhammad Daz bi Munir. Kisah-Kisah

Para Nabi. Pekalongan. Pustaka Sumayyah. 2009.

al-Maḥallī, Jalāluddīn. Tafsīr Jalālain. jilid 2. Surabaya. Pustaka elBA.

2010.

Page 88: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

67

Millah, Ainul. Potret Wanita yang Diabadikan dalam Al-Qur‟an. Solo.

Tinta Medina. 2015

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi.

Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.2011.

Mulyono, Edi dkk. Belajar Hermeneutika. Jogjakarta. IRCiSoD. 2013.\

Mursalim. Gaya Bahasa Pengulangan Kisah Nabi Musa Dalam al-

Qur‟an: Suatu Kajian Stilistika. Jurnal Lentera. 2017. Vol. I, No. I,

Mustaqim, Abdul. Konflik Teologis dan Kekerasan Agama. Jurnal

Episteme. 2014 Vol. 9, No. 1.

Nimran, Umar. Perilaku Organisasi. Cet III. Surabaya. CV. Citra Media.

2004.

Nur Boko, Cholid dan Abu Ahmadi. Metode Penelitian. Jakarta. Bumi

Aksara Pustaka.

Putra, Heddy Shri Ahimsa-. The Living Al-Qur‟an: Beberapa Perspektif

Antropologi. WALISONGO: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan

Vol. 20, Nomor 1, 2012.

Piliang, Amir Yasraf. Bayang-Bayang Tuhan: Agama dan Imajinasi.

Jakarta: Mizan Republika.

Rahman, Fazlur.Tema Pokok Al-Qur‟an. Bandung. Pustaka.

Raho, Bernard. Teori Sosiologi Modern. Jakarta. Prestasi Pustaka. 2007.

Rifa‟I, Akhmad. Konflik Dan Resolusinya Dalam Perspektif Islam.

Yogyakarta. UIN Sunan Kalijaga. 2010.

Rosadi, Karlina Rizki. Moral dan Konflik Kisah Nabi Musa dan Khidir

Pada Surat al-Kahfi ayat 60-82 dalam Al-Qur‟an. Medan.

Universitas Sumatera Utara. 2011.

Rozaq, Fathur. Ibrah Kisah Konflik Bani Isra‟il Dalam Al-Qur‟an

(Telaah Penafsiran Ulama Atas Ayat Konflik Bani Isra‟il Dalam Al-

Qur‟an

Page 89: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

68

Surat Al-Baqarah Ayat 243-252). Surabaya. UIN Sunan Ampel.

2016.

Rozi, Moh. Fahrur. Kisah Nabi Musa Dalam Perspektif Studi Stilistika al-

Qur‟an. Skripsi. UIN Sunan Ampel.

Sedarmayanti, dan Syarifuddin Hidayat. Metodologi penelitian. Bandung.

CV. Mandar Maju. 2011.

Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi Pemahaman

Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan

Pemecahannya. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. 2011.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung.

Alfabeta. 2009.

Suma, H. Muhammad Amin. Ulumul Qur‟an. Jakarta. PT Raja

Grafindo Persada.

Surata, Agus. Atasi Konflik Etnis. Yogyakarta. Global Pustaka Utama.

Syari’ati, Ali. Manusia & Islam (Sebuah Kajian Sosiologi). Yogyakarta.

Cakrawamangsa.

Syarifuddin, Muhammad Anwar dan jauhar Azizy. Mendialogkan

Hermeneutika Doa dalam Kisah Ibrāhīm dan Mūsā. Refleksi, Volume

13, Nomor 6, April 2014.

Tharawanah, Sulaiman Ath-. Rahasia Pilihan Kata dalam Al-Qur‟an.

Jakarta. Qisthi Press. 2004

Qurthub, Muhammad. Dirasat Qur‟aniyyah. Beirut-Lubnan. Dar al-

Syuruq.

al-Qurṭubī, Tafsīr al-Qurṭubī. jilid. 13. Jakarta. Pustaka Azzam. 2009.

Wahab, Abdul Jamil. Manjemen Konflik Keagamaan (Analisis Latar

Belakang Konflik Keagamaan Aktual). Jakarta. Kompas-Gramedia.

2014.

Page 90: RESOLUSI KONFLIK DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48218/1/ABDUL BAARY.pdf · teknik deskriptif analitik, hal ini agar tidak

69

Zenrif, M.F. Realitas & Metode Penelitian Sosial dalam Perspektif Al-

Qur‟an. Malang. UIN Malang Press. 2006.

Zubeir, Ahmad. Analisis Kisah Nabi Musa Versus Fir`aun dalam al-

Qur‟an. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. 2009.