5
Rights Issue Pasific Utama Skenario awal dimulai dengan aksi korporasi yang dilakukan pemegang saham pengendali induk perusahaan PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), PT Multipolar Tbk ( PPL) pada Oktober 2009. Pada saat itu, Across Asia Limited (AAL) mengalihkan 281,31 juta lembar sahamnya di Multipolar atau sebesar 51,1% kepada pemegang saham AAL, yakni keluarga Riady melalui dividend in specie pada kisaran harga Rp 79 per unit. Pengalihan dilakukan dalam rangka reorganisasi pemegang saham MPPL. Pengalihan kepemilikan dari Across Asia ke keluarga Riady merupakan cara untuk mempermudah aksi korporasi MPPL. Across Asia merupakan perusahaan tercatat di bursa Hong Kong. Karena itu, jika anak perusahaan Across Asia melakukan aksi koporasi, maka perusahaan tersebut wajib melaporkan kepada otoritas bursa Hong Kong. Tidak lama setelah proses pengalihan kepemilikan MPPL, anak usaha Multipolar, MPPA mendivestasikan Matahari Department Store ke PT Pacific Utama Tbk senilai Rp 430,06 miliar. Dana untuk pembelian Matahari Department Store diperoleh Pacific Utama dari hasil pelaksanaan penawaran umum terbatas dengan HMETD (right issue) kepada investor. Pelaksanaan rights issue dilakukan pasalnya, Pasific Utama butuh diselamatkan dengan menambah modal usahanya namun tanpa membuang uang sepeserpun. Pacific Utama sekarat lantaran aset pentingnya dilucuti. Seluruh investasinya sebesar 20,27% di PT Lippo Securities Tbk dijual dengan alasan sudah tidak menguntungkan. Ini terjadi karena perseroan terpukul rugi bersih Rp 3,7 triliun pada 2008 yang menyebabkan defisit laba ditahan bertambah menjadi Rp 113,96 miliar. Penyebab utamanya adalah bagian perseroan atas kerugian yang diderita Lippo Securities di 2008 akibat dampak krisis finansial yang mencapai Rp 1,4 miliar. Padahal pada 2007, sekuritas itu untung Rp 150 miliar. Masalahnya, pasca divestasi saham di Lippo Securities, kas Pacific Utama praktis hampir kosong. Nilai buku investasi di Lippo Securities sekitar Rp 50 miliar hampir merefleksikan seluruh nilai buku aset Pacific Utama.

Rights Issue Pasific Utama

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sad

Citation preview

Page 1: Rights Issue Pasific Utama

Rights Issue Pasific Utama

Skenario awal dimulai dengan aksi korporasi yang dilakukan pemegang saham pengendali induk perusahaan PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), PT Multipolar Tbk ( PPL) pada Oktober 2009. Pada saat itu, Across Asia Limited (AAL) mengalihkan 281,31 juta lembar sahamnya di Multipolar atau sebesar 51,1% kepada pemegang saham AAL, yakni keluarga Riady melalui dividend in specie pada kisaran harga Rp 79 per unit. Pengalihan dilakukan dalam rangka reorganisasi pemegang saham MPPL.

Pengalihan kepemilikan dari Across Asia ke keluarga Riady merupakan cara untuk mempermudah aksi korporasi MPPL. Across Asia merupakan perusahaan tercatat di bursa Hong Kong. Karena itu, jika anak perusahaan Across Asia melakukan aksi koporasi, maka perusahaan tersebut wajib melaporkan kepada otoritas bursa Hong Kong. Tidak lama setelah proses pengalihan kepemilikan MPPL, anak usaha Multipolar, MPPA mendivestasikan Matahari Department Store ke PT Pacific Utama Tbk senilai Rp 430,06 miliar. Dana untuk pembelian Matahari Department Store diperoleh Pacific Utama dari hasil pelaksanaan penawaran umum terbatas dengan HMETD (right issue) kepada investor.

Pelaksanaan rights issue dilakukan pasalnya, Pasific Utama butuh diselamatkan dengan menambah modal usahanya namun tanpa membuang uang sepeserpun. Pacific Utama sekarat lantaran aset pentingnya dilucuti. Seluruh investasinya sebesar 20,27% di PT Lippo Securities Tbk dijual dengan alasan sudah tidak menguntungkan. Ini terjadi karena perseroan terpukul rugi bersih Rp 3,7 triliun pada 2008 yang menyebabkan defisit laba ditahan bertambah menjadi Rp 113,96 miliar.

Penyebab utamanya adalah bagian perseroan atas kerugian yang diderita Lippo Securities di 2008 akibat dampak krisis finansial yang mencapai Rp 1,4 miliar. Padahal pada 2007, sekuritas itu untung Rp 150 miliar. Masalahnya, pasca divestasi saham di Lippo Securities, kas Pacific Utama praktis hampir kosong. Nilai buku investasi di Lippo Securities sekitar Rp 50 miliar hampir merefleksikan seluruh nilai buku aset Pacific Utama.

Langkah penyelamatan itu diawali dengan penerbitan saham baru lewat Penawaran Umum Terbatas (PUT) II dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) alias rights issue oleh Pacific Utama. Sebelum itu, perseroan ini menggabungkan sahamnya (reverse stock) dengan rasio 10:1. Dengan demikian, jumlah saham beredarnya akan menyusut dari 132,6 miliar. Begitu pun jumlah saham dalam kantong perusahaan alias portepel akan berkurang dari 520 miliar menjadi 5,2 miliar lembar.

Reverse stock itu juga akan membuat nilai nominal seluruh saham seri A naik dari semula Rp 1.000 menjadi Rp 10 ribu per saham. Adapun nilai nominal seri B berlipat dari Rp 70 menjadi Rp 700. Setelah itu, perseroan menerbitkan saham baru seri C dengan mengubah saham seri B dalam portepel, yang  sudah bernilai Rp 700 tadi menjadi bernilai nominal Rp 100. Alhasil, tercipta saham seri C sebanyak 3,654 miliar lembar.

Dari saham seri C itu, sebanyak 1.326.326.400 lembar diterbitkan melalui PUT II tersebut dengan harga pelaksanaan Rp 320 per saham. Setiap pemegang satu saham lama yang berjumlah

Page 2: Rights Issue Pasific Utama

132,6 miliar lembar akan memperoleh 10 rights atau HMETD yang bisa ditebus menjadi 10 saham baru seri C.

Selanjutnya, setelah MPPA berperan menjadi pembeli siaga dalam aksi korporasi rights issue yang dilakukan oleh Pasific Utama dalam mendapatkan dana untuk mengakuisisi Matahari Departement  Store, maka MPPA kembali berperan besar untuk menggabungkan grup dengan melakukan aksi korporasi akusisi Pacific Asia Holdings Ltd dengan skema non HMETD.

Pasific Asia Holding adalah perusahaan pengendali dari Pacific Utama. Sehingga MPPA memiliki kembali asetnya melalui Pasific Asia Holding yang membawahi PT Pasific Utama yang memiliki anak usaha Matahari Departement Store dengan jumlah kepemilikan saham 90,76% pasca rights issue. Perlu dicatat, akuisisi yang dilakukan oleh MPPA terhadap Pasific Utama sendiri dilakukan tidak semua dengan uang tunai tetapi dengan saham hasil right issue senilai Rp 424 miliar dan sisanya dari hasil penjualan Lippo Securities.

PT Pasific Utama kemudian mengganti nama usahanya menjadi PT Matahari Departement Store . Lalu, siapakah yang menjadi pembeli Lippo Securities? Tak lain adalah Pacific Asia Holdings. Hasil dari aksi korporasi rumit tersebut adalah, Pacific Utama yang kemudian diubah namanya menjadi Matahari Departement Store, tidak perlu dilikuidasi dan tak harus kehilangan pelanggan. Bahkan, modal dan aset perseroan naik menjadi sekitar Rp 500 miliar. Sementara kerugian bagi investor adalah saat Pacific Utama melakukan right issue, kepemilikan mereka atas saham terdilusi secara besarbesaran.

Investor publik yang semula memiliki hak suara 20,38%, setelah right issue berkurang menjadi 2%. Pemindahan aset Matahari Department Store ke Pacific Utama memang menciptakan keuntungan (capital gain) yang mencapai Rp 3.000 per lembar. Tetapi ini sulit direalisasikan investor karena saham Pacific Utama tidak likuid, dan sejak Agustus 2010 sama sekali tidak terjadi transaksi.

Investor publik yang semula memiliki

20,38%, setelah right issue menjadi 2%.

Anak Usaha Temasek Beli 26,1% Saham MatahariOleh Nurseffi Dwi WahyuniPosted: 05/02/2013 12:35

Page 3: Rights Issue Pasific Utama

PT Multipolar Tbk (MLPL) menandatangani perjanjian exchangeable rights subscription agreement (ERSA) dengan Anderson Investments Pte Ltd, anak usaha perusahaan investasi asal Singapura, Temasek.

Berita Terkait

Best Buy Tutup 15 Toko, The Source Malah Buka 20 Toko Baru

Jual Sukuk Ritel, Bank Syariah Bukopin Gandeng Mega Capital

Dalam kesepakatan tersebut, Anderson Investments menginvestasikan dana Rp 2,9 triliun yang dapat ditukar dengan 26,1% saham PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), anak usaha Multipolar.

Presiden Direktur Multipolar Eddy Handoko menyatakan aksi korporasi ini dilakukan untuk mendukung pertumbuhan masa depan dan ekspansi berkelanjutan Matahari.

Page 4: Rights Issue Pasific Utama

Hal ini juga menunjukkan tingkat kepercayaan yang kuat dari investor asing di Indonesia dan memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi domestik.

"Ini pun juga menggarisbawahikomitmen Perseroan untuk memperkuat posisi kepemimpinannya di sektor modern food retail di Indonesia," jelasnya dalam Keterbukaan Informasi perseroan ke Bursa Efek Indonesia, Selasa (5/2/2013).

Hypermart telah mencapai pertumbuhan yang signifikan dengan pengoperasian 80 gerai di lebih dari 52 kota dan saat ini sedang memasuki fase yang lebih menantang dan kompetitif dalam pertumbuhannya.

"Saya sangat gembira dengan perkembangan ini, karena hal ini menandai awal yang positif di 2013 baik untuk Multipolar maupun Indonesia, dengan adanya ketertarikan dari Temasek, investor global terkemuka," ungkapnya.

Dia menuturkan perkembangan ini akan memberikan dampak yang signifikan dalam nilai investasi Multipolar diMatahari. Hal ini juga akan memfasilitasi tujuan Multipolar atas proses institutionalisasi dan memperkuat visi strategis Hypermart untuk meningkatkan posisinya dalam pasar modern food retail di Indonesia.

Hal ini juga akan memberikan dampak positif pada industri ritel modern di Indonesia dengan adanya pengembangan infrastruktur ritel nasional, peningkatan distribusi produk ke seluruh wilayah, mendukung pertumbuhan berbagai pemasok UKM Matahari, kontribusi beragam gagasan global, profesionalisme dan tata kelola perusahaan yang balk yang akan meningkatkan profil Indonesia di pasar internasional. (Ndw)