8
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan faktor primer ketiga yang dapat menyebabkan lebih dari 7 juta kematian dini setiap tahunnya setelah jantung koroner dan kanker. Prevalensi hipertensi dilaporkan semakin meningkat berkisar antara 27-55% di negara-negara maju dan diprediksi akan semakin meningkat sebesar 60% pada tahun 2025. Peningkatan prevalensi tersebut akan berakibat pada risiko terjadinya stroke (60%) dan serangan jantung (50%) (Sja’bani, 2009). Hipertensi merupakan keadaan kronik yang banyak diderita baik di negara maju maupun berkembang. Hampir seperempat penderita hipertensi dalam suatu kunjungan dilaporkan relatif menderita hipertensi berat. Banyak kasus dijumpai 40% sebagai hipertensi persisten atau kekambuhan hipertensi berat (Sja’bani, 2011). Angka kesakitan hipertensi di negara maju sebesar 37,5% dan pada tahun 2015 terpusat di negara berkembang (Barry, 2004). Di negara yang industrinya berkembang seperti Indonesia, hipertensi menjadi salah satu masalah kesehatan utama, hipertensi juga merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan oleh dokter yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer karena angka prevalensinya yang tinggi dan akibat jangka panjang yang ditimbulkannya (Susalit dkk, 2001). Berdasarkan data kunjungan pasien RSUD dr H Soewondo Kabupaten Kendal tahun 2012, hipertensi menempati urutan pertama dalam sepuluh besar

S2-2014-338164-chapter1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

regvgergvf

Citation preview

Page 1: S2-2014-338164-chapter1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan faktor primer ketiga yang dapat menyebabkan lebih

dari 7 juta kematian dini setiap tahunnya setelah jantung koroner dan kanker.

Prevalensi hipertensi dilaporkan semakin meningkat berkisar antara 27-55% di

negara-negara maju dan diprediksi akan semakin meningkat sebesar 60% pada

tahun 2025. Peningkatan prevalensi tersebut akan berakibat pada risiko terjadinya

stroke (60%) dan serangan jantung (50%) (Sja’bani, 2009).

Hipertensi merupakan keadaan kronik yang banyak diderita baik di negara

maju maupun berkembang. Hampir seperempat penderita hipertensi dalam suatu

kunjungan dilaporkan relatif menderita hipertensi berat. Banyak kasus dijumpai

40% sebagai hipertensi persisten atau kekambuhan hipertensi berat (Sja’bani,

2011).

Angka kesakitan hipertensi di negara maju sebesar 37,5% dan pada tahun

2015 terpusat di negara berkembang (Barry, 2004). Di negara yang industrinya

berkembang seperti Indonesia, hipertensi menjadi salah satu masalah kesehatan

utama, hipertensi juga merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan oleh

dokter yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer karena angka prevalensinya

yang tinggi dan akibat jangka panjang yang ditimbulkannya (Susalit dkk, 2001).

Berdasarkan data kunjungan pasien RSUD dr H Soewondo Kabupaten

Kendal tahun 2012, hipertensi menempati urutan pertama dalam sepuluh besar

Page 2: S2-2014-338164-chapter1

2

penyakit baik untuk rawat jalan maupun rawat inapnya. Dengan jumlah kasus

untuk rawat jalan sebesar 10.334 kasus dan rawat inap sebesar 1478 kasus.

Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular.

Diperkirakan telah menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global, dan

prevalensiya hampir sama besar di negara berkembang maupun negara maju.

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung. Selain

mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat pada organ target lain

seperti gagal ginjal maupun serebrovaskuler (Depkes, 2006).

Beberapa faktor yang dihubungkan dengan kejadian hipertensi berat adalah

usia lanjut, kulit hitam, wanita dan komorbid. Usia dan ras hitam dihubungkan

dengan kontrol tekanan darah yang buruk (Sja’bani 2011). Di Amerika 1 diantara

3 orang dewasa, 2 diantara 3 orang umur lebih 60 tahun merupakan penderita

yang serius (Chasani 2011). Kenaikan umur merupakan faktor yang sangat

berpengaruh, pada peningkatan baik level tekanan darah maupun semua risiko

kardiovaskular. Seseorang dengan umur lebih dari 65 tahun dengan hipertensi

mempunyai risiko lebih tinggi dari pada umur yang lebih muda (Chasani, 2009).

Kowalski tahun 2007 dalam bukunya yang berjudul Terapi Hiperensi

menunjukkan bahwa di kalangan wanita Afrika-Amerika, prevalensi terkena

hipertensi mencapai setengah populasi, sedangkan di kalangan pria kulit hitam,

kondisi ini menjadi masalah yang lebih besar. Paling sedikit sepertiga orang

dengan penyakit tekanan darah tinggi tidak ditangani dengan benar. Apabila

ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata wanita lebih banyak

menderita hipertensi. Di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% pada

Page 3: S2-2014-338164-chapter1

3

pria dan 11,6% pada wanita. Laporan dari Sumatera Barat menunjukkan 18,6%

pada pria dan 17,4% pada wanita. Di daerah perkotaan Semarang didapatkan

7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita, sedangkan di daerah perkotaan Jakarta

didapatkan 14,6% pada pria dan 13,7% pada wanita (Susalit dkk, 2001).

Terapi pengobatan hipertensi dianggap belum memuaskan, karena seperti

dilaporkan oleh penelitian National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES) tahun 1991-1994 di USA, dimana fasilitas pelayanan kesehatannya

demikian baik dibandingkan negara lain terutama negara berkembang, hasil terapi

baru mencapai kurang dari 30% yang terkendali, meskipun ada kemajuan

dibanding tahun 70-an (Rahardjo, 2001). Sedangkan menurut Boedhi (2000), 50%

orang yang diketahui hipertensi di negara berkembang hanya 25% yang mendapat

pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati secara baik.

Data World Health Organization (WHO) menyebutkan ada 50%-70%

pasien tidak patuh terhadap obat antihipertensi yang diresepkan. Kepatuhan rata-

rata pasien pada pengobatan jangka panjang penyakit kronis di negara maju hanya

sebesar 50%, sementara di negara berkembang kemungkinan jauh lebih rendah.

Rendahnya kepatuhan terhadap pengobatan hipertensi berpotensi menjadi

penghalang tercapainya tekanan darah yang terkontrol dan dapat dihubungkan

dengan peningkatan biaya pengobatan/rawat inap serta komplikasi penyakit

jantung (WHO, 2003).

Pendekatan yang lebih komprehensif dan intensif guna mencapai

pengontrolan tekanan darah secara optimal diperlukan berbagai upaya dalam

peningkatan kepatuhan pasien terhadap terapi obat demi mencapai target tekanan

Page 4: S2-2014-338164-chapter1

4

darah yang diinginkan. Sedikitnya 50% pasien yang diresepkan obat antihipertensi

tidak meminum obat sesuai yang direkomendasikan. Strategi yang paling efektif

adalah dengan kombinasi strategi seperti edukasi, modifikasi sikap dan sistem

yang mendukung (Depkes, 2006).

Studi kepatuhan penggunaan obat pada pasien hipertensi perlu dilakukan

untuk menilai efektivitas pengobatan terkait dengan harapan dicapainya tekanan

darah terkontrol terutama pada pasien rawat jalan yang proses monitoring

pengobatanya sangat rendah oleh tenaga kesehatan. Pengobatan untuk mengontrol

tekanan darah merupakan hal yang penting, namun tujuan utama manajemen

pasien hipertensi adalah mencegah dan mengatasi kemungkinan terjadinya

komplikasi dan memperbaiki harapan hidup serta kualitas hidup pasien (Hashmi

dkk.,2007).

Ketidakpatuhan pasien yang diakibatkan karena adanya ketidaksepahaman

pasien dalam menjalankan terapi merupakan salah satu penyebab kegagalan

terapi. Hal ini sering disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman

pasien tentang obat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan

obat untuk terapinya. Oleh karena itu, untuk mencegah penggunaan obat yang

salah (drug misuse) dan untuk menciptakan pengetahuan dan pemahaman pasien

dalam penggunaan obat yang akan berdampak pada kepatuhan pengobatan dan

keberhasilan dalam proses penyembuhan maka sangat diperlukan pelayanan

informasi obat untuk pasien dan keluarga melalui konseling obat (Depkes, 2008).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan manfaat intervensi

farmasis melalui konseling yang dilakukan pada pasien hipertensi. Penelitian yang

Page 5: S2-2014-338164-chapter1

5

dilakukan Hughes (2001), memperlihatkan perubahan pencapaian target tekanan

darah dan angka kepatuhan (Hughes et al., 2001).

Berdasar hasil wawancara pada observasi awal di tempat praktek dokter

keluarga terhadap pasien hipertensi anggota program pengelolaan penyakit kronis

(PROLANIS), diketahui bahwa sebagian pasien hipertensi PROLANIS tidak

patuh dan kurang mengerti terhadap pengobatan yang diberikan. Kenyataan

tersebut melatarbelakangi peneliti untuk menilai pengaruh konseling terhadap

tingkat kepatuhan dan hasil terapi hipertensi pada pasien yang menjadi anggota

program pengelolaan penyakit kronis (PROLANIS) yang berobat di dokter

keluarga.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan perlu adanya sebuah

studi untuk menjawab permasalahan:

1. Adakah pengaruh konseling farmasis terhadap kepatuhan pada pasien

hipertensi anggota program pengelolaan penyakit kronis di dokter keluarga?

2. Adakah pengaruh konseling farmasis terhadap hasil terapi pada pasien

hipertensi anggota program pengelolaan penyakit kronis di dokter keluarga?

3. Adakah hubungan kepatuhan terhadap hasil terapi pada pasien hipertensi

anggota program pengelolaan penyakit kronis di dokter keluarga?

Page 6: S2-2014-338164-chapter1

6

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat dicapai dengan penelitian ini antara

lain:

1. Bagi dokter keluarga, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

penting tentang pengaruh konseling terhadap kepatuhan pasien anggota

program pengelolaan penyakit kronis dalam menggunakan obat dan hasil

terapi pada pasien hipertensi anggota program pengelolaan penyakit kronis.

2. Bagi farmasis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan dorongan kepada

farmasis untuk berperan aktif memberikan konseling pada pasien

3. Dapat diketahui tingkat kepatuhan pasien hipertensi anggota program

pengelolaan penyakit kronis di dokter keluarga setelah mendapat konseling

dan pengaruhnya terhadap hasil terapi.

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh konseling farmasis terhadap kepatuhan pada pasien

anggota program pengelolaan penyakit kronis (PROLANIS) dengan

hipertensi di dokter keluarga selama periode November 2013 - Januari 2014.

2. Mengetahui pengaruh konseling farmasis terhadap hasil terapi pasien

PROLANIS dengan hipertensi di dokter keluarga

3. Mengetahui hubungan kepatuhan pasien hipertensi terhadap hasil terapi pada

pasien PROLANIS di dokter keluarga Kabupaten Kendal

Page 7: S2-2014-338164-chapter1

7

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Rekap Penelitian

Nama Peneliti Thn Penelitian

Tempat Penelitian

Tujuan Penelitian Subyek Penelitian

Jumlah Sampel

Alat

Kusumaningjati 2007 RSUD Kardinal Tegal

Mengetahui pengaruh konseling farmasis terhadap luaran terapetik pasien hipertensi

Pasien Umum usia ≥18 - <65

49 Short Form-36 (SF-36)

Mulyasih 2010 ploklinik Penyakit Dalam RSUD Kraton Pekalongan

Mengetahui pengaruh konseling apoteker terhadap hasil terapi pasien hipertensi

Pasien Umum usia ≥18 - <65

75 MMAS, leaflet

Faustine 2011 Poliklinik jantung RSUD Undata Palu

Mengetahui pengaruh konseling apoteker terhadap kepatuhan hasil terapi pasien hipertensi usia lanjut

Pasien geriatri

71 MMAS

Purwanto 2013 8 Apotek di Kab Kendal

Mengetahui pengaruh konseling farmasis terhadap kepatuhan pasien hipertensi di apotek-apotek dan pengaruh kepatuhan terhadap hasil terapi

Pasien Umum yang menebus resep di apotek

100 MMAS

Febrianti 2013 RSUD Sleman

Mengetahui pengaruh konseling terhadap hasil terapi pasien hipertensi

Pasien Umum

106 Tensimeter

Chusna 2013 Poliklinik Penyakit Dalam RSUD dr Doris Sylvarus

Mengetahui Pengaruh konseling terhadap hasil terapi pasien hipertensi rawat jalan dan mengetahui pengaruh pola pengobatan terhadap hasil terapi pasien hipertensi

Pasien Umum

114 MMAS dan Rekam Medis

Sumber : Data diolah

Pada penelitian ini dilakukan evaluasi pengaruh konseling farmasis terhadap

kepatuhan serta hubungan kepatuhan dengan hasil terapi pasien hipertensi yang

dilakukan pada pasien – pasien anggota program pengelolaan penyakit kronis

(PROLANIS) yang menjalani rawat jalan pada dokter keluarga di Klinik Mitra

Page 8: S2-2014-338164-chapter1

8

Husada di wilayah Kabupaten Kendal selama 3 bulan dengan pemberian materi

konseling secara berkesinambungan dengan menampilkan power point, film

edukasi dan pemberian materi konseling serta mengevaluasi pengaruh faktor-

faktor gaya hidup dan pemilihan obat oleh dokter keluarga yang berperan dalam

pengelolaan penyakit hipertensi. Jadi penelitian ini berbeda dengan penelitan

sebelumnya.