82
SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA (STUDI KASUS SMP PGRI 1 CIPUTAT TANGSEL) Skripsi Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos) Oleh Andini Pratiwi NIM: 107032201586 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2012 M

SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN

SISWA

(STUDI KASUS SMP PGRI 1 CIPUTAT TANGSEL)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh

Andini Pratiwi

NIM: 107032201586

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H/2012 M

Page 2: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …
Page 3: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …
Page 4: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil

jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 24 Februari 2012

Andini Pratiwi

Page 5: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

ABSTRAK

Andini Pratiwi

Senioritas dan Perilaku Kekerasan Di Kalangan Siswa (Studi Kasus SMP PGRI 1

CIPUTAT Tangerang Selatan).

S

Kasus SMP PGRI 1 Ciputat Tangerang Selatan). Dilatarbelakangi dengan fenomena kekerasan

dikalangan siswa sangat memprihatinkan karena berdasarkan data milik Komnas Anak,

kekerasan anak terus meningkat. Kasus senioritas dan kekerasan di kalangan siswa terjadi mulai

dari tingkat SMP, SMA bahkan Perguruan Tinggi. Kasus senioritas dapat meresahkan karena

membuat korban kekerasan meninggal atau trauma.

Ada dua konsep utama yang di gunakan dalam skripsi ini yaitu senioritas dan perilaku

kekerasan. Perilaku kekerasan adalah sebagai sebuah ancaman, usaha atau penggunaan fisik

yang dilakukan oleh seseorang yang dapat menimbulkan luka baik secara fisik maupun non fisik

terhadap orang lain. Senioritas adalah pemberian yang dikhususkan untuk orang yang lebih

dituakan dalam berbagai hal, karena orang yang lebih tua biasanya dipandang lebih memiliki

banyak pengalaman. Selain itu skripsi ini juga menggambarkan fenomena senioritas dengan teori

belajar sosial karena kemampuan meniru respon orang lain adalah penyebab utama belajar

seseorang. Orang dapat memperoleh pola-pola perilaku baru melalui pengamatan terhadap orang

lain.

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan deskriptif. Studi kasus SMP PGRI 1 Ciputat TANGSEL, sedangkan teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara siswa-siswi SMP PGRI 1

Ciputat, pihak sekolah, orang tua siswa. Dalam penelitian ini melibatkan informan sebanyak 20

orang. Yang terdiri dari 12 orang siswa yang terdiri dari kelas 8 dan 9, 2 orang dari pihak sekolah

dan 6 orang dari pihak orang tua siswa.

Berdasarkan hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan siswa

melakukan tindak kekerasan adalah faktor teman sebaya dan lingkungan sosial, keluarga, dan

media massa. Adapun bentuk kekerasan yang di lakukan siswa adalah kekerasan fisik, kekerasan

verbal, dan kekerasan psikologis. Sementara peran sekolah dalam menangani kasus kekerasan

siswa adalah dengan memberikan sanksi bagi siswa yang menjadi pelaku kekerasan, pihak

sekolah hanya memberikan arahan bagi siswa bahwa melakukan tindak kekerasan adalah

perbuatan yang salah. Sementara orang tua melakukan dengan cara menasehati saja dan tidak ada

tindak pencegahan dari orang tua.

Page 6: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya,

serta tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW dan

keluarganya serta para sahabatnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

yang berjudul

Ciputat Tangerang S

Skripsi ini tidak akan bisa rampung tanpa bantuan, bimbingan, arahan, dukungan dan

kontribusi banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof.Dr. Bahtiar Effendy selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

2.

saran-saran yang diberikan selama menyusun skripsi ini. Terima kasih atas waktu yang

sudah diluangkan, sehingga penulis dapat merampungkan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Zulkifli, MA selaku Ketua Program Studi Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4. Ibu Dra. Joharotul Jamilah,M.Si selaku Sekretaris Prodi Sosiologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar program studi sosiologi atas segala motivasi, ilmu

pengetahuan, bimbingan, wawasan dan pengalaman yang mendorong penulis selama

menempuh studi.

6. Seluruh Staf Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas segala buku-buku yang

telah penulis pinjam.

7.

(Almarhumah dan Almarhum) terima kasih untuk segala nya dan maff penulis belum

sempat membuat bangga kalian. Semoga ini bisa menjadi kado terindah untuk kalian

disana.

8. Ayahanda Ruhiyadi. S terima kasih untuk segala motivasi, materi, pengorbanan atas

setiap tetes keringatmu, doa yang diberikan selama ini diberikan untuk penulis. Adikku

Reynaldi Dermawan terima kasih untuk bantuannya.

Page 7: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

9. Sahabat-sahabatku Neneng hasanah, Uswatun Hasanah teman seperjuangan yang

menemani penulis selama masa kuliah. Dini syifa, Dara, Ati, janah Fadli, Carli, Adri,

Abe, Matin, Sandi dan keluarga kecil Sosiologi angkatan 2007 penulis akan selalu

merindukan kebersamaan dengan kalian.

10. Kepala sekolah SMP PGRI 01 Ciputat Bpk Cartam,M.Pd terima kasih telah mengijinkan

penulis untuk melakukan penelitian di sekolah ini. Terima kasih untuk Bapak

Sartiman,S.Pd dan Ibu Idjah, S.Pd telah meluangkan waktunya agar penulis

merampungkan skripsi ini. Siswa-Siswi SMP PGRI 01 Ciputat terima kasih untuk seluruh

informasinya kepada penulis.

11. Bapak Iwan, S.Pd (Ibob) terima kasih untuk seluruh bantuan dan waktunya agar penulis

dapat merampungkan skripsi ini.

12. Someone spesial Ahmad Sofyan Hidayat S.Pd (Bimbim) terima kasih untuk segala

support, bantuan, waktu dan doa yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Penulis menyadari tidak ada yang sempurna kecuali Allah SWT, begitu pula dengan

skripsi ini, karena itu kritik dan saran dari para pembaca untuk perbaikan di masa mendatang

sangat penulis harapkan.

Ciputat, 24 Februari 2012

Andini Pratiwi

Page 8: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ii

iv

DAFTAR TABEL vi

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B.

C.

D.

E.

1. ....10

2.

3.

4. ...12

5. ...12

6.

F.

BAB 2 KAJIAN TEORI

A. Kekerasan ..16

1. ..16

2.

Page 9: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

B.

1.

2.

BAB 3 GAMBARAN UMUM SEKOLAH PGRI 01 CIPUTAT

A.

B.

BAB 4 HASIL PENELITIAN

A. Faktor Penyebab Kekerasan Yang Dilakukan Siswa Senior Terhadap

B. Bentuk-Bentuk Kekerasan Yang Dilakukan Siswa Senior Terhadap

C. Peranan Sekolah, Orang Tua Dalam Menangani Kasus Kekerasan Di Kalangan Siswa

BAB 5 PENUTUP

A.

B.

DAFTAR PUSTAKA 69

LAMPIRAN

Page 10: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Daftar Tenaga Pendidik SMP PGRI 1 Ciputat

2. Tabel 2 Data Guru Bimbingan dan Konseling SMP PGRI1 Ciputat

3.

4. Tabel 4ProfilSubjekPenelitian

5. Tabel 5 Profil Keluarga Subjek Penelitian

6. Tabel 6 Latar Belakang Ekonomi Keluarga

Page 11: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus kekerasan dikalangan siswa di Indonesia merupakan fenomena yang sangat

memprihatinkan. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan oleh Komnas Perlindungan Anak

(KPA) angka kekerasan disekolah pada tahun 2009 meningkat hingga 20% dibandingkan dengan

tahun 2008. Menurut sekjen KPA, Arist Merdeka Sirait pada tahun 2009 terjadi aksi kekerasan

disekolah mencapai 472 kasus. Angka ini meningkat dibandingkan pada tahun 2008, jumlah

kasusnya sebanyak 362 kasus.1

Tekait maraknya aksi kekerasan di sekolah, Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional

Perlindungan Anak (KOMNAS PA) Seto Mulyadi menyatakan bahwa banyaknya aksi kekerasan

yang terjadi di beberapa sekolah menunjukkan bahwa pendidikan yang dicanangkan pemerintah

belum berhasil dan fenomena kekerasan atas nama senioritas ini banyak terjadi di berbagai

sekolah di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah hendaknya merespon hal ini dengan serius.2

Kekerasan di kalangan siswa khususnya kekerasan yang dilakukan oleh senior terhadap

juniornya sering terjadi baik di SMP, SMA, maupun Perguruan Tinggi. Masa Orientasi Siswa

(MOS) atau OSPEK ditetapkan sebagai sekolah untuk memberi waktu pada siswa baru untuk

menyesuaikan diri dengan sekolah mereka. Kegiatan MOS biasanya yang menjadi panitia adalah

kelas 3 dan kelas 2, aksi senior banyak macamnya ada yang bersifat positif dan ada juga yang

1Kerrigan, 2009. Artikel ini diakses pada tanggal 1 Juni 2011

dari http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=549308 2 Hasyim Siregar, dkk. 2011, , Artikel ini di akses pada tanggal 14

November 2011 dari http://www.seputar-Indonesia.com/edisicetak/content/view/439514/38/

Page 12: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

bersifat negatif dengan mengatasnamakan senioritas para senior berhak untuk memberi pelajaran

kepada adik-adik kelasnya atau para juniornya. Tindakan para senior biasanya dapat berupa

sindiran, ancaman dan lain-lain. Biasanya senior menerapkan tata tertib untuk juniornya dan

apabila dilanggar akan mendapatkan sanksi atau hukuman.

Pada dasarnya, aksi kekerasan dikalangan siswa dapat diancam dengan pasal 54 UU No

23 tahun 2002. Sanksi tersebut tidak hanya berlaku bagi para siswa yang menjadi pelaku

kekerasan, para pengajar pun dapat dikenakan sanksi seperti disebutkan dalam pasal 82 UU No

23 tahun 2002 karena dianggap melakukan pembiaran atau pelalaian.3 Terkait potensi kekerasan

yang dilakukan oleh siswa senior terhadap junior, Dinas pendidikan DKI Jakarta sendiri telah

menegaskan bahwa siswa senior dilarang dilibatkan dalam kegiatan MOS. Hal ini dilakukan

untuk mencegah aksi bullying disekolah dan bukan hanya kegiatan MOS tetapi seluruh kegiatan

yang dapat bersifat negatif.4

Akan tetapi, hal ini tidak begitu saja menghilangkan tradisi kekerasan senior di sekolah,

Salah satu-contoh aksi senioritas di tingkat SMP, misalnya, terjadi di SMP 10 Tangerang

Selatan. Bentuknya bermacam-macam ada yang berupa pemalakan maupun tawuran. Bagi siswa

junior yang tidak mau memberi uang kepada senior akan diancam atau dipukuli. Untuk yang

tidak mau ikut tawuran akan dipukuli lalu kemudian akan ditatar oleh para senior dengan

memberi teknik-teknik tawuran. Tindakan yang dilakukan oleh pihak sekolah apabila terjadi

kekerasan atau masalah tawuran adalah langsung mengeluarkan siswa-siswa yang melakukan

3 Kerrigan, 2009, Artikel ini diakses pada tanggal 1 Juni

2011 dari http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=549308

4 Catur Nugroho Saputra, 2011. Artikel ini di

akses pada tanggal 14 November 2011 dari http://news.okezone.com/read/2011/10/31/338/522940/cegah-bullying-

siswa-senior-dilarang-terlibat-MOS.

Page 13: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

perploncoan tersebut.5 Di SMP PGRI 1 TANGSEL pun teridentifikasi terjadi kasus kekerasan

yang dilakukan oleh senior terhadap juniornya. Kegiatan perkenalan siswa baru yang biasa

disebut Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) yang panitianya mayoritas siswa kelas 3, awalnya

hanya sebuah lelucon saja untuk memberi pelajaran bagi siswa baru namun karena ada yang

tidak menerima lelucon yang dilakukan oleh panitianya maka timbulah perkelahian.6 Tindak

kekerasan yang dilakukan oleh senior terhadap juniornya tidak hanya masalah kasus pemalakan

atau gap-gap tetapi masalah tawuran. Apabila juniornya tidak ikut tawuran akan digojlok atau

ditatar.

Ditingkat SMA, kasus kekerasan yang dilakukan oleh senior terhadap juniornya misalnya

terjadi di SMA 70 Jakarta. Di sekolah yang merupakan unggulan di Jakarta ini terdapat

kekerasan yang dilakukan senior terhadap juniornya. Dalam artikel majalah Tempo, tertulis

bahwa salah satu korbannya adalah Dita Kristiani (16 tahun) pernah ditegur oleh kakak kelasnya

karena mengenakan seragam yang ketat, karena tidak mau mencari gara-gara akhrinya Dita

menuruti perintah kakak kelasnya. Para siswa SMA 70 mengaku bahwa aksi senioritas masih

terjadi hingga sekarang, aksi kekerasan sendiri sulit dihilangkan selama masih ada sekat

senioritas di sekolah tersebut. Biasanya pada masa MOS, para senior menerapkan peraturan bagi

adik-adik kelasnya. Diantaranya, rambut tidak boleh digerai bagi perempuan, baju dan rok harus

longgar, tas harus ransel dan sepatu harus berjenis kets.7

Kasus senioritas juga terjadi di SMAN 82 Jakarta, hal tersebut juga dibenarkan oleh

wakil kepala sekolahnya sendiri bidang Kesiswaan SMAN 82 Jakarta bahwa terjadinya aksi

5 Wawancara pribadi dengan siswa SMP 10 TANGSEL ya 6 Wawancara pribadi dengan N yang merupakan salah satu guru di SMP PGRI 1, Ciputat , 4 Juni 2011 7 Aswidityo Nedwika,2010, Artikel

ini diakses pada tanggal 1 Juni 2011 dari http://www.tempointeraktif.com/hg/kriminal/2010/06/04/brk,20100604-

252718,id.html

Page 14: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

senioritas telah menjadi tradisi di sekolah tersebut. Tradisi senioritas yang terjadi misalnya

tidak boleh dilewati para juniornya atau adik-adik kelasnya. Aksi kekerasan yang dilakukan para

senior tersebut sudah menjadi tradisi turun menurun. Hal ini terjadi karena kontrol yang sangat

ketat tidak hanya dari para senior akan tetapi mereka yang sudah alumni pun masih ikut berperan

dalam melakukan pengawasan sehingga tradisi seperti disebutkan diatas terjadi terus menerus.8

Selain beberapa kasus diatas, tidak hanya kasus kekerasan yang dilakukan oleh siswa

senior terhadap siswa junior, kasus kekerasan lain yang dilakukan siswa adalah kasus

pengeroyokan terhadap wartawan. Terjadi saat salah satu kru wartawan televisi swasta meliput

aksi tawuran siswa SMA 6 dengan SMA 70, siswa dari SMA 6 yang terlibat tawuran tidak

menerima adanya peliputan dari media lalu mereka mengambil kaset rekaman secara paksa dan

memukuli kru wartawan salah satu televisi swasta.9

Maraknya aksi kekerasan oleh senior juga tidak hanya terjadi pada tingkat sekolah

menengah, aksi kekerasan juga banyak terjadi di tingkat Perguruan Tinggi. Misalnya, kasus yang

terjadi di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Menguaknya kekerasan di IPDN terjadi

ketika Praja Madya Cliff Muntu (21 tahun), siswa IPDN asal Sulawesi Utara ditemukan tewas

akibat siksaan para seniornya. Tahun 2003, kejadian tersebut terulang lagi ketika Wahyu Hidayat

praja asal Bogor tewas dengan modus yang sama. Menurut hasil penelitian dari Dosen IPDN, Inu

8 Pipiet Tri Noorastuti, Sandy Adam mahaputra, mbol senioritas di SMAN 82,

2011,Artikel ini diakses pada tanggal 31 Mei 2011 dari http://metro,vivanews.com/news/read/103435.jalur-Gaza-

simbol-senioritas-diSMAN-82 9 urnalis dibalas

Tangsel Pos, 20 September 2011, h.1 dan 6.

Page 15: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Kencana syafiie, tak kurang dari 35 orang praja tewas akibat siksaan dan dera sebagai

konsekuensi pola pengasuhan senior-senior yang berbasis kekerasan.10

Untuk itu pertanyaannya adalah apa penyebab terjadinya kekerasan antara siswa senior

dan junior, mengapa kasus-kasus sepele yang dilakukan oleh adik-adik kelas atau junior dapat

menjadi bencana besar yang berakibat hilangnya nyawa seseorang atau korbannya mengalami

rasa trauma yang mendalam sehingga tidak mau masuk sekolah lagi. Tawuran juga merupakan

tindakan senioritas yang dilakukan untuk menggojlok adik-adik kelas untuk ikut tawuran dengan

sekolah lain. Oleh karena itu, berdasarkan varian diatas peneliti berasumsi bahwa tradisi

senioritas sangat rentan terjadi disekolah dengan adanya kelompok-kelompok didalam sekolah

menjadi penyebab utama kekerasan. Aksi kekerasan sangat bertentangan dengan etika

pendidikan disekolah oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti

Perilaku Kekerasan Di k

B. Tinjauan Pustaka

Penelitian terkait dengan kekerasan dikalangan siswa antara lain: Pertama, Tesis Ade

Erlangga di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poitik sitas Menonton Adegan Kekerasan Di

Televisi dan Tingkat Keterlibatan Pelajar Dal .11

Penelitian ini menganalisa

masalah kenakalan remaja, khususnya tawuran antar pelajar yang di pandang sebagai, masalah

yang penting karena hal tersebut dapat mengganggu ketertiban masyarakat. Keberadaan televisi

dipertanyakan sebagian masyarakat karena menayangkan adegan-adegan kekerasan tertentu yang

dianggap dapat mempengaruhi kognisi, sikap dan perilaku khalayak, seperti memperlihatkan

10 i

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=170910 11

ersitas Indonesia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 1998)

Page 16: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

adegan sadis seperti memukul, membunuh dengan senjata tajam tanpa ada perasaan manusiawi.

Penelitian ini ingin mengetahui hubungan adegan kekerasan di televisi dengan gejala tawuran

antar pelajar yang menggejala dewasa ini di perkotaan.

Penelitian ini juga ingin melihat apakah adegan kekerasan di televisi (media massa)

berhubungan dengan tingkat keterlibatan pelajar dalam tawuran. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa hubungan antara intensitas menonton adegan kekerasan di televisi dan

tingkat keterlibatan pelajar dalam tawuran sangat lemah. Lemahnya hubungan tersebut mungkin

karena fenomena kenakalan pelajar adalah kompleks (sangat banyak variabel yang

mempengaruhi, tidak semata-mata karena variabel terpaan televisi saja) sehingga tidak

mencukupi hubungan antara kedua variabel di atas menjadi hubungan yang kuat.

Penelitian kedua adalah Tesis Anggraini Soemadi, di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik yag berjudul

12

Penelitian ini bermaksud melihat pengaruh pola asuh keluarga dan pergaulan teman sebaya pada

remaja yang melakukan tawuran. Metode penelitiannya adalah kualitatif dengan metode

deskriptif. Teknik pengambilan data melalui observasi dan wawancara.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pola asuh keluarga yang melakukan tawuran

adalah pola asuh permisif dimana orang tua membiarkan anak berbuat sesuatu tanpa bimbingan

dan pengarahan. Hal ini disebabkan karena orang tua yang sibuk sehingga tidak memperhatikan

anak, orang tua tidak mengajarkan sholat, puasa. Orang tua tidak memberikan sanksi apapun

walaupun tahu perilaku anak tidak disiplin. Pertemuan antar keluarga untuk komunikasi tidak

12

Page 17: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

dimanfaatkan oleh sebagian besar anak untuk mengeluarkan pendapat karena situasi dalam

keluarga yang tidak mendukung misalnya keributan dalam keluarga dan kelelahan orang tua

dalam bekerja.

Faktor lain yang memicu tawuran adalah pertemuan remaja, dimana sebagian besar

waktunya berada dalam lingkungan teman, demikian halnya dengan para siswa. Sebagian besar

siswa kegiatannya sehari-hari sehabis pulang sekolah khususnya sering nongkrong, bergerombol

dan pulang pada malam hari. Pembicaraan mereka umumnya berkisar tentang penyerangan, dan

apabila ada kelompok lain yang menyerang, merekapun ikut menyerang. Teman-teman informan

siswa kadang-kadang juga ikut dalam tawuran tersebut. Kedekatan tempat tinggal dan seringnya

mereka bertemu membuat ikatan kuat antar mereka. Oleh karena itu, teman membawa pengaruh

prilaku remaja.13

Dari beberapa literatur yang ada, penulis belum menemukan penelitian yang membahas

masalah perilaku kekerasan dikalangan siswa khususnya masalah senioritas. Peneliti sebelumnya

hanya meneliti kekerasan dikalangan siswa terkait masalah tawuran saja. Oleh karena itu, penulis

Perilaku Kekerasan i

SMP PGRI 1 Ciputat TANGSEL)

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini penulis mencoba membatasi masalah hanya pada ruang lingkup

Senioritas dan Perilaku SMP PGRI 1 Ciputat TANGSEL)

Dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

13 Ibid.

Page 18: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

a. Apa penyebab terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh siswa senior terhadap siswa

junior?

b. Bagaimana bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan oleh siswa senior terhadap siswa

junior?

c. Bagaimana peran sekolah, dan orang tua mengatasi masalah kekerasan dikalangan siswa?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh siswa senior

terhadap siswa junior

b. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan siswa senior terhadap siswa

junior

c. Untuk mengetahui peran sekolah, orang tua mengatasi masalah kekerasan dikalangan

siswa

2. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian-kajian mengenai kekerasan

dikalangan siswa khususnya masalah kekerasan yang dilakukan senior terhadap juniornya.

Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan dalam pola penyusunan

penanggulangan kekerasan dikalangan siswa, yang dimanfaatkan oleh berbagai pihak, yaitu:

Page 19: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Menjadi masukkan bagi sekolah dimana, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

pertimbangan bagi guru bidang bimbingan sekolah dalam mengadakan pembinaan bagi siswa.

E. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang diharapkan, peneliti menggunakan pendekatan

kualitatif dengan metode deskriptif, pendekatan kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu

pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam

kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam

peristilahannya.14

Melalui metode deskriptif ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu

keadaan yang sementara berjalan pada suatu penelitian yang dilakukan, dan memeriksa suatu

sebab-sebab dari suatu gejala tertentu15

yang diperoleh dari situasi yang alamiah, dari data yang

diperoleh di lapangan lalu dideskripsikan dalam bentuk uraian agar data yang didapat mudah

dimengerti oleh pembaca. Proses penelitian ini dalam mengumpulkan data yang digunakan

adalah observasi dan wawancara siswa-siswi SMP PGRI 1 Ciputat TANGSEL. Studi kasus SMP

PGRI 1 Ciputat TANGSEL di jadikan studi kasus penelitian ini karena aksi senioritas sudah

sangat lama terjadi dan bukan hanya baru terjadi tahun ini. Sehingga penting untuk melihat

bagaimana fenomena kekerasan yang ada di sekolah tersebut.

Penelitian ini mengasumsikan bahwa kenyataan-kenyataan empiris terjadi dalam suatu

konteks sosial-kultural yang saling terkait satu sama lain dan lebih menekankan pada keaslian,

tidak bertolak dari teori secara deduktif melainkan berangkat dari fakta sebagaimana adanya.

14 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), h. 3. 15 Alimudin Tuwu, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta:UI Press,1993), h.71

Page 20: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

2. Subjek Penelitian

Istilah subjek penelitian merujuk kepada orang atau individu atau kelompok yang

dijadikan unit atau satuan (kasus) yang akan diteliti. Adapun subjek penelitian yang penulis teliti

adalah seluruh siswa-siswi SMP PGRI 01 CIPUTAT TANGSEL kelas VIII, dan IX, orang tua

serta pihak sekolah. Dalam penelitian ini melibatkan informan sebanyak 20 orang. Terdiri dari

informan-informan kelas 9 sebanyak 7 orang informan yaitu informan MS, A, FF, MS, AF, E,

SR. Alasan pemilihan informan kelas 9 sebanyak 7 orang karena 3 orang siswa yang pernah ikut

tawuran, 2 orang yang pernah di ajak tawuran namun tidak terlibat dalam tawuran, 2 orang lagi

adalah siswa senior perempuan. Kelas 8 sebanyak 5 informan yaitu ML, D, JD, F, TA alasan

pemilihan informan dari kelasa 8 sebanyak 5 orang adalah 3 orang yang menjadi korban

pemalakan dan kasus tawuran, 2 orang lagi adalah siswi senior. Dari pihak sekolah 2 orang yaitu

Pak S selaku wakil kepala Sekolah dan Pembina Bimbingan Konseling, Ibu I selaku Koordinator

Bimbingan Konseling. Dari pihak Orang tua sebanyak 6 orang yang terdiri dari CS, N, AS, SR,

R, A. alasan pemilihan orang tua sebanyak 6 orang karena CS adalah orang tua siswa yang

suaminya sudah meninggal tetapi sudah menikah lagi, N adalah orang tua siswa yang menjadi

korban pemalakan, AS dan suami A adalah orang tua siswa yang keluarga masih lengkap namun

mereka sibuk bekerja sehingga tidak sempat meluangkan waktu bersama keluarga mereka, R

adalah orang tua siswa yang suaminya sudah meninggal, sementara SR orang tua siswa yang

sudah bercerai. Dalam meyakinkan informan penulis menempatkan pertanyaan yang baku, tetapi

tanya jawab berlangsung secara bebas dan terbuka dengan senantiasa terjalin keakraban.

Page 21: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

3. Tempat Penelitian

Penelitian ini di lakukan di SMP PGRI 01 Ciputat Jl. Pendidikan No. 30 Ciputat 15411-

Tangerang Selatan. Dipilihnya sekolah SMP PGRI 01 Ciputat ini untuk mengetahui senioritas

dan perilaku kekerasan dikalangan siswa di sekolah tersebut. Alasan pemilihan Sekolah ini

sebagai studi kasus dalam penelitian karena aksi senioritas sudah sangat lama terjadi dan bukan

baru terjadi tahun-tahun ini di sekolah ini. Aksi senioritas telah menjadi sebuah tradisi yang sulit

untuk di hilangkan dari sekolah ini. Sehingga, penting untuk melihat bagaimana fenomena

kekerasan di sekolah ini terus terjadi.

4. Waktu Penelitian

Adapun waktu penelitian di laksanakan selama 4 bulan mulai dari bulan September

sampai dengan bulan Desember 2011.

5. Teknik Pengumpulan Data

a). Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang

diteliti. Yaitu gejala-gejala apa saja yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan yang

dilakukan oleh siswa senior terhadap juniornya, bentuk-bentuk kekerasan apa saja di

SMP PGRI 1 Ciputat TANGSEL, serta bagaimana peran Keluarga, Sekolah dalam

menangani kasus kekerasan di kalangan siswa.

b).Wawancara mendalam, berupa tanya jawab dengan berhadapan muka untuk

mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang informan.16

Dalam

wawancara mendalam ini sendiri mengacu kepada teknik pengumpulan data yang

16 Koenjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1985), h.129.

Page 22: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

terstruktur dan terbuka, artinya penulis menempatkan pertanyaan yang baku, akan tetapi

tanya jawab berlangsung secara bebas dan terbuka, dengan senantiasa berusaha terjalin

keakraban. Dalam wawancara ini terdiri dari informan-informan kelas 9 sebanyak 7

orang informan yaitu informan MS, A, FF, MS, AF, E, SR. Kelas 8 sebanyak 5

informan yaitu ML, D, JD, F, TA dari pihak sekolah yaitu Pak Sartiman selaku wakil

kepala Sekolah dan Pembina Bimbingan Konseling dan Ibu Idjah selaku Koordinator

Bimbingan Konseling. Dari pihak orang tua sebanyak 6 orang yang terdiri dari CS, N,

AS, SR, R, A.

c).Telaah Pustaka yaitu dengan membaca, memahami, dan menginterpretsikan buku-buku,

artikel-atikel, makalah-makalah yang ada hubungannya dengan pembahasan ini.

6. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.

1. Data primer, yaitu data dari penelitian yang langsung dari sumber asli (tidak melalui

perantara). Data primer yang dimaksud adalah data yang dikumpulkan melalui metode

wawancara dan pengamatan langsung (observasi). Saat wawancara, peneliti

menggunakan digital dan tape recording untuk merekam langsung data dari para

informan. Data yang berbentuk rekaman tersebut kemudian, peneliti tuliskan kembali

dalam bentuk transkrip yang kemudian peneliti tabulasi dengan cara melihat poin-poin

penting yang mendukung untuk analisis hasil penelitian.

2. Data sekunder, merupakan data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung, tapi

melalui perantara pihak lain, data sekunder dalam penelitian ini adalah penelitian

kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang diperoleh dari buku-buku, laporan-

Page 23: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

laporan / kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, lembaga swasta maupun ormas-

ormas yang ada dalam masyarakat.

F. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini meliputi beberapa bab antara lain:

BAB I : Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Tinjauan Pustaka, Pembatasan

dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, metodologi penelitian,

Subjek Penelitian, Tempat Penelitian, Waktu Penelitian, Jenis Data dan

Sistematika Penulisan.

BAB II : Kajian teori mengenai pengertian kekerasan, faktor penyebab kekerasan: teori

insting, teori dorongan, teori belajar sosial terkait dengan teori belajar sosial

penulis mencoba mengidentifikasi beberapa kelompok dan media sosial yang

menjadi tempat sosialisasi dan pembelajaran sosial terjadi, yakni antara lain:

keluarga, sekolah, media massa, lingkungan pergaulan. Pengertian senioritas,

relasi senior- junior.

BAB III : Gambaran Umum sekolah SMP PGRI 1 Ciputat Tangerang Selatan, yang meliputi

letak geografis dan Demograsi, Latar Belakang berdirinya, profil guru dan

karyawan SMP PGRI 1 Ciputat TANGSEL serta profil subjek penelitian yang

meliputi profil siswa dan profil keluarga.

BAB IV : Analisa Data yang meliputi penyebab terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh

siswa senior terhadap juniornya, bentuk-bentuk kekerasan apa saja yang

Page 24: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

dilakukan oleh senior ke juniornya, peran sekolah, orang tua dalam mengatasi

masalah kekerasan dikalangan siswa.

BAB V : Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran

Page 25: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Kekerasan

1. Pengertian Kekerasan

Kekerasan merupakan perilaku agresi yang bertujuan merusak dan menyakiti orang lain.

Ada beberapa definisi kekerasan yang dikemukakan oleh para ahli, antar lain: Soerdjono

Soekanto mendefinisikan kekerasan sebagai istilah yang dipergunakan bagi terjadinya cidera

mental atau fisik.17

Kekerasan diartikan sebagai sebuah ancaman, usaha atau penggunaan fisik

yang dilakukan oleh seseorang yang dapat menimbulkan luka baik secara fisik maupun non fisik

terhadap orang lain.18

Kekerasan menurut Johan Galtung merupakan deprivasi kepentingan

terhadap kebutuhan dasar hidup manusia dalam bentuk kekerasan kultural, struktural, dan

kekerasan langsung dengan tindakan-tindakan yang menyebabkan orang lain menderita.19

2. Faktor Penyebab Kekerasan

Dalam teori Bandura menjelaskan tentang faktor penyebab kekerasaan antara lain:20

a. Teori Insting (Insting Theory). Teori ini menjelaskan bahwa, kekerasan berasal dari

dorongan fitrah biologis manusia untuk merusak.

17 Soerdjono Soekanto dan Pudji Santoso.,Kamus Kriminologi (Jakarta: Ghalia Indonesia,1985),h.104. 18 Neil Alan Weiner, dkk, VIiolence:Patterns,Causes,Public Policy (USA: Harcourt Brace Jovanovich

Inc,1990),h.xiii. 19 Umar Said, , artikel diakses pada tanggal 29 Mei 2011 dari

http://pdng-today.com/?=article&id 20 Yayah Khisbiyah, Agresi dan Kekerasan perspektif teori psikologi (Yogyakarta: Pimpinan Pusat Ikatan

Remaja Muhammadiyah, 2004), h.4.

Page 26: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

b. Teori Dorongan (Drive Theory). Teori ini mengungkapkan bahwa, kekerasan disebabkan

oleh kondisi-kondisi eksternal manusia (misalnya; frustrasi, kehilangan muka atau malu)

yang membuat orang bermotif kuat bertujuan untuk menyakiti orang lain.

c. Teori Belajar Sosial. Teori ini menjelaskan bahwa kekerasan terjadi karena proses

belajar dari lingkungan sosialnya. Menurut Bandura belajar terjadi karena peniruan

(Imitation). Kemampuan meniru respon orang lain adalah penyebab utama belajar.

Orang dapat memperoleh pola-pola perilaku baru melalui pengamatan terhadap orang

lain. Untuk menjelaskan teori Bandura, Cooley dalam buku karya Kamanto menjelaskan

tentang konsep diri seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain.

Interaksi ini diberi nama looking glass self. Nama demikian diberikan olehnya karena

ia melihat analogi antara pembentukan diri seseorang dengan perilaku orang yang

bercermin; kalau cermin memantulkan apa yang terdapat di depannya, maka menurut

Cooley diri seseorang pun memantulkan apa yang dirasakannya sebagai tanggapan

terhadap dirinya.21

Terkait dengan teori belajar sosial, penulis mencoba mengidentifikasi beberapa kelompok

dan media sosial yang menjadi tempat sosialisasi dan pembelajaran sosial terjadi, yakni antara

lain:

1. Keluarga

Keluarga merupakan kerangka pertama, tempat dimana manusia berkembang sebagai

makhluk sosial terdapat pula peranan-peranan tertentu di dalam keluarga yang dapat

21

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2004), h.25.

Page 27: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

mempengaruhi perkembangan individu sebagai makhluk sosial.22

Keluarga itu terdiri dari

pribadi-pribadi, tetapi merupakan bagian jaringan sosial yang besar. Oleh sebab itu, kita tetap

selalu berada dalam pegawasan orang-orang sekitar.23

Fungsi keluarga adalah memelihara,

merawat, dan melindungi dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri

dan berjiwa sosial.24

Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan sosial anak-anak adalah keutuhan

keluarga. Yang dimaksudkan keutuhan keluarga adalah keutuhan struktur dalam keluarga yang

terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Selain keutuhan struktur keluarga, keutuhan dalam

berinteraksi antar sesama anggota keluarga juga dibutuhkan.25

Keluarga merupakan lingkungan

terdekat yang di dalamnya anak dididik pertama kali. Adapun kedaan keluarga yang dapat

menjadi sebab timbulnya delinkuen dapat berupa keluarga yang tidak normal (broken home).26

Masa Remaja adalah masa penuh kegoncangan jiwa, masa berada dalam peralihan dari

anak-anak menuju pubertas. Masa anak-anak kita bergantung pada lingkungan, misalnya masih

bergantung pada orang tua. Masa remaja ingin berdiri sendiri dan tidak bergantung lagi kepada

orang tua maupun orang dewasa lain, akan tetapi dalam persoalan ekonomi dan sosial mereka

belum mampu berdiri sendiri.27

Remaja yang mengalami broken home, ada kemungkinan besar

bagi terjadinya kenakalan remaja, di mana terutama perceraian atau perpisahan orang tuanya

mempengaruhi perkembangan si anak.28

Kekacauan dalam keluarga dapat ditafsirkan sebagai

22 Dr.W.A. Gerungan, Dipl.Psych, Psikologi sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2003), h.195. 23 William J. Goode, Sosiologi Keluarga. Penerjemah Dra. Lailahanoum Hasyim, 7th ed. (Jakarta: PT Bumi

Aksara, 2007), h.4. 24 Soleman, B.Taneko, Struktur dan Proses Sosial (Suatu Pngantar Sosiologi Pembangunan) (Jakarta:

CV.Rajawali, 1998), hal.76. 25 Dr.W.A.Gerungan, Dipl.Psych, Psikologi Sosiologi (Bandung: PT Refika Aditama, 2003), h.199. 26 Drs. Sudarsono.S.H, Kenakalan Remaja, 3rd ed. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), h.125. 27 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, 16th ed. (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2003), h.83. 28 Lamya Ny. Moeljatno, SH., Kriminologi, h.115.

Page 28: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

29 Menurut definisi ini maka terdapat macam-macam

kekacauan dalam keluarga adalah sebagai berikut:

a. Ketidaksahan. Merupakan unit keluarga yang tak lengkap atau dianggap sama dengan

bentuk kegagalan peran lainnya dalam keluarga, karena sang ayah-suami tidak

menjalankan tugasnya seperti apa yang di tentukan oleh masyarakat atau ibu.

b. Pembatalan, Perceraian, perpisahan, dan Meninggalkan. Terputusnya dalam keluarga

ini karena salah satu atau kedua pasangan untuk memutuskan saling meninggalkan.

c. Keluarga selaput kosong, yang dimaksudkan disini adalah angota-anggota keluarga

tetap tinggal bersama namun tidak saling menyapa atau bekerja satu sama lain dan

terutama gagal memberikan dukungan emosional kepada satu sama lain.

d. Ketiadaan seorang dari pasangan karena hal yang tidak diinginkan. Beberapa

keluarga terpecah karena suami atau istri yang meninggal, di penjara atau malapetaka

yang lain.

e.

mencakup penyakit mental, emosional, atau badaniah yang parah.

Sebagai lembaga sosialisasi pertama anak, keluarga menjadi sangat berpengaruh dalam

proses peniruan. Dimana keluarga terutama orang tua merupakan sosok panutan bagi anak-anak.

Baik tindakan baik maupun tindakan buruk yang dilakukan oleh orang tua merupakan contoh

yang bisa ditiru langsung oleh anaknya. Oleh karena itu ketika keluarga dalam hal ini orang tua

sering mempertontonkan kekerasan dihadapan anaknya misalnya ayah dan ibu sering sekali

bertengkar, mengeluarkan kata-kata kasar dihadapan anaknya, tanpa orang tua sadari anak

langsung menyerap itu dan kemudian menirukannya dalam tindakan dan perilaku sosialnya.

29 Family Disorganization , in Robert K. Merton and Robert A. Nisbet (eds),

Contempory Social Problems ( New York : Hartcourt, Brace & World,1961),p.370.

Page 29: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

2. Sekolah

Sekolah merupakan media sosialisasi yang cukup luas dibandingkan dengan keluarga.

Anak mengalami perubahan dalam perilaku sosial ketika ia telah masuk sekolah. Dirumah anak

hanya bergaul dengan orang tuanya,dan anak-anak tetangganya. Di sekolah si anak mengalami

susasana yang berbeda. 30

Sistem pendidikan, yakni sekolah adalah lembaga sosial yang turut

menyumbang dalam proses sosialisasi individu agar menjadi anggota masyarkat yang

diharapkan.31

Sekolah merupakan ajang pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga bagi

anak.32

Sekolah mempunyai pengaruh yang cukup penting dalam pembentukan sikap dan

perilaku anak. Di sekolah anak belajar mengenai peranan-peranan baru untuk dikemudian hari

ketika anak tidak lagi menggantungkan diri pada orang tuanya.33

Instansi pendidikan formal yang penting dalam masyarakat kita adalah sekolah yang

menawarkan pendidikan dari mulai TK sampai Perguruan Tinggi. Namun selain pendidikan

formal ada pula pendidikan non formal, ada pula pendidikan informal, seperti: home scholling.

Pada jenjang Mesososiologi seorang mempelajari bahwa sekolah sebagai organisasi. Pada

tingkat Mikrososiologi seorang ahli sosiologi pendidikan mempelajari hubungan dan interaksi

antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru.34

Interaksi yang mereka lakukan di

sekolah serig menimbulkan akibat yang negatif bagi perkembangan mental sehigga remaja

menjadi delinkuen.35

Dalam proses sosialisasi inividu belajar tingkah laku, kebiasaan serta pola-

pola kebudayaan lainnya, seperti berbahasa, cara bergaul, berpakaian, dan lain sebagainya.

30 Prof. DR.S.Nasution.MA., Sosiologi Pendidikan, 2nd ed. (Jakarta: Bumi aksara, 1995), h.129-130. 31 Ibid,h.11. 32 Dr. Wagiati Sutedjo, SH., MS, Hukum Pidana Anak (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), h.22. 33 J.Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta: Kencana, 2007),

h .94-95. 34 Djumhur I dan Moh Sunarya, Bimbingan dan Penyuluhan (Bandung: C.V ILMU, 1975), hal.6. 35 Drs.Sudarsono.S.H, kenakalan Remaja, 3rd ed (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995), h.129.

Page 30: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Dalam berinteraksi anak dengan lingkungannya ia lambat laun menyadari kepribadiannya.

Dengan menyadari dirinya sebagai pribadi ia dapat mencari tempatnya dalam struktur sosial,

dapat mengharapkan konsekuensi positif bila berlakuan menurut norma-norma atau akibat

negatif atas kelakuan yang melanggar hukum.36

Dengan kontrol sosial dalam arti luas dimaksud setiap usaha atau tindakan dari seseorang

atau suatu pihak untuk mengatur kelakuan orang lain. Dalam arti sempit dengan kontrol sosial

sebagai pengendalian eksternal atas kelakuan individu oleh orang lain yang memegang otoritas

atau kekuasaan. Dengan kontrol ekstern individu kadang-kadang terpaksa melakukan hal yang

berbeda-beda dengan normanya sendiri. Kontrol serupa ini dapat dijalankan dengan kekerasan

fisik atau secara verbal dengan menetapkan peraturan-peraturan. Dengan ancaman atau

mengantisipasikan hukuman guru atau kepala sekolah dapat mengontrol kelakuan murid-murid.37

Seperti halnya keluarga, sekolah juga memiliki peran penting bagi pembentukan karakter anak,

karena dari sekolahlah anak belajar banyak hal yang baik maupun yang buruk. Dengan demikian,

proses pendidikan yang kurang menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak kerap memberi

pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap anak didik di sekolah sehingga dapat

menimbulkan kenakalan anak.38

3. Lingkungan Pergaulan

Kelompok bermain anak merupakan agen sosialisasi yang pengaruhnya cukup besar

dalam pembentukan perilaku anak. Didalam kelompok bermain, anak mempelajari hal-hal yang

baru yang tidak dipelajari anak dari keluarganya. Di dalam kelompok bermain seorang anak

mempelajari norma, nilai, kultural, peran dan semua persyaratan yang di butuhkan seorang anak

36 S. Nasution, sosiologi pendidikan, 2nd ed. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1995), h.126-127. 37 Ibid., h.17. 38 Dr. Wagiati Sutedjo, SH, MS, Hukum Pidana Anak (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), h.23.

Page 31: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

dalam keikutsertaannya di dalam kelompok bermain tersebut.39

Dalam situasi sosial yang

semakin longgar, anak-anak kemudian menjauhkan diri dari keluarganya untuk kemudian

menegakkan eksistensinya dirinya. Lalu mereka memasuki suatu unit keluarga baru dengan

subkultur yang baru.40

Sutherland mengembangkan teori Association Differential yang

menyatakan bahwa anak menjadi delinkuen disebabkan oleh partisipasinya di tengah-tengah

suatu lingkungan sosial yang ide dan teknik delikuen tertentu dijadikan sebagai sarana yang

efisien untuk mengatasi kesulitan hidupnya, karena semakin luas anak bergaul, semakin intensif

relasinya dengan anak nakal, akan menjadi semakin lama proses berlangsungnya asosiasi

differensial tersebut dan semakin besar pula kemungkinan anak benar-benar menjadi nakal.41

Pengaruh lingkungan sosial juga mendorong terjadinya perilaku kekerasan, yakni motif

mendapat status sebagai bagian dari anggota kelompok tersebut. Tekanan dari teman sebaya juga

merupakan salah satu pendorong terjadinya kekerasan pada remaja, peran kelompok teman

sebaya bagi hidup remaja mengalami perubahan. Remaja menjadi kian bergantung pada

kelompok teman sebaya dalam mengekspresikan diri, ketergantungan ini diikuti pula dengan

meningkatnya tekanan untuk meraih status sosial. Popularitas dan penerimaan teman pun

menjadi demikian penting bagi remaja, sehingga muncul terjadinya aksi kekerasan.42

Salah satu

contohnya adalah ketika siswa tidak masuk ke dalam genk yang popular maka siswa tersebut

akan dianggap kurang pergaulan.

39 J Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta: Kencana, 2007),

h.94 40 Dr. Wagiati Sutedjo, SH,MS, 41 Ibid., h.24. 42 Desi Setiani. Hubungan Tipe Sekolah Dengan Perilaku Bullying Pada Pelajar SMA ( Skripsi S1, Fakultas

Psikologi, Universitas Indonesia, 2005),h.21.

Page 32: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

4. Media Massa

Media massa membantu anak muda masuk ke lingkungan masyarakat dengan

menunjukkan perilaku dan norma yang dominan kepada mereka. Namun, proses prososial ini

disebut sebagai pembelajaran observasional, yang mana menjadi buram ketika anak-anak

mempelajari perilaku menyimpang dari media massa.43

Kepustakaan komunikasi mencatat

banyaknya studi yang menunjukkan bahwa kekerasan dalam media menimbulkan efek agresi

pada khalayak. Riset umumnya menunjukkan bahwa hubungan antara kekerasan yang

ditampilkan di layar dengan perilaku kekerasan.diantara berbagai media massa, televisi dianggap

paling berpengaruh, karena televisi adalah medium sehari-hari yang paling banyak digunakan.44

Kekerasan juga terdapat dalam film kartun, beberapa contoh film kartun yang berdampak

buruk bagi anak adalah film Beavis dan Butthead. Film kartun ini sangat popular di Amerika (di

Indonesia sendiri kita dapat mengaksesnya melalui parabola). Film kartun ini di sajikan sama

sekali dengan bentuk yang tidak manis. Dalam salah satu episode kedua tokoh kartun ini di

kemudian seorang anak kecil berusia 5 tahun meniru adegan tersebut sehingga menyebabkan

kebakaran besar dan melahap habis rumahnya dan menewaskan adiknya yang berusia 2 tahun.

Kartun Spongebob ternyata membawa dampak bahaya untuk anak, Dr. Dimitri Christakis, salah

satu ilmuwan asal Chichago yang meriset tentang bahaya dalam tayangan film kartun

Spongebob. Hasil risetnya menunjukkan bahwa dengan anak-anak menyaksikkan tayangan film

kartun Spongebob walau hanya dalam waktu Sembilan menit bisa merusak otak anak-anak.

43 John Vivian, Teori Komunikasi Massa, 8th ed (Jakarta: Kencana,2008),h.484-485 44 Nina M. Armando, Dari Media Yang Keras Ke Masyarakat Yang Ganas (Yogyakarta: Pimpinan Pusat

Ikatan Remaja Muhammadiyah, 2000), h.96-98.

Page 33: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Bahkan efek lain yang muncul adalah gangguan dalam belajar.45

Spongebob dan beavis buthead

hanya contoh beberapa film kartun yang digemari anak, beberapa film kartun lain ditemukan

persoalan yang sama yaitu membawa dampak buruk bagi anak-anak. Sajian kekerasan di tv juga

datang dari program berita.46

Kekerasan juga tampil dalam musik, terutama musik underground.

Sejumlah lirik lagu underground berisi pemberontakan dan kekerasan. Dalam hal ini kalangan

yang potensial terpengaruh adalah remaja. Kekerasan juga tampil pada video game, kemunculan

video-video game baru yang di produksi adalah jenis video game yang menampilkan kekerasan

dan darah. Media internet, media yang sering disebut sebagai pembawa zaman informasi dan

kemajuan ilmu pengetahuan kerap di tuding sebagai ilham perilaku anti sosial. Kekerasan yang

bersifat verbal, salah satu contohnya adalah mengeluarkan kata-kata kotor di facebook atau

twitter.47

Media massa merupakan media sosialisasi yang kuat, bahkan proses sosialisasi media

massa luas dibandingkan dengan media sosialisasi lainnya. Media massa juga dapat berdampak

negatif, karena menampilkan adegan kekerasan. Studi tentang adegan kekerasan di televisi atau

film disimpulkan dalam 3 proses, pertama tayangan kekerasan mengajarkan agresi, mengurangi

kendali moral penontonnya dan menumpukkan perasaan penonton.48

B. Senioritas

1. Pengertian Senioritas

Senioritas secara etimologis adalah orang yang lebih tua, pengertian lebih luasnya adalah

pemberian yang dikhususkan untuk orang yang lebih dituakan dalam berbagai hal, karena orang

45 Artikel ini di akses pada tanggal 22 September 2011 dari

http://forum.komps.com/nasional/40883-study-spongebob-rusak-otak-anak.html 46 Nina M. Armando, Dari Media Yang Keras Ke Masyarakat Yang Ganas (Yogyakarta: Pimpinan Pusat

Ikatan Remaja Muhammadiyah, 2000), h.99. 47 Ibid., h. 101-102. 48 Ibid., h. 103.

Page 34: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

yang lebih tua biasanya dipandang lebih memiliki banyak pengalaman, kata senioritas adalah

kata yang sudah sangat terkenal dalam kehidupan sehari-hari kita, baik dalam kehidupan

masyarakat maupun lingkungan sekolah. Dalam sekolah, pelajar menganggap senioritas adalah

sebuah gap antara senior dan junior.49

Weber mendefinisikan kekuasaan adalah kemungkinan

seseorang melakukan keinginan di dalam suatu hubungan sosial yang ada termasuk dengan

kekuatan tanpa menghiraukan adanya norma dan nilai yang menjadi landasan.50

Hubungan

otoritas akan ad

misalnya bersedia melakukan tata tertib yang telah dibuat oleh senior yang mengatur untuk

mendisiplinkan adik-adik kelasnya atau para junior.51

2. Relasi Senior Terhadap Junior

Ketika kita baru masuk sebagai siswa baru maka ada kegiatan penerimaan siswa baru,

ada yang menyebutnya MOS untuk SMP, SMA sementara kalau dikampus disebut sebagai

Ospek atau Propesa. Kadang calon siswa baru ini diperintahkan oleh seniornya memakai atribut

yang aneh-aneh. Untuk disegani oleh para junior, senior biasa melakukan militerianisme dengan

menerapkan tata tertib bagi junior-junior dan apabila terdapat junior yang tidak melakukan atau

melanggar tata tertib akan dikenakan sanksi. Hubungan senior-junior semacam ini sangat tidak

sehat. Maksud dari para senior untuk mendisiplinkan para junior, akan tetapi tindakan para

senior kadang bisa berakibat fatal dengan hilangnya nyawa seseorang.52

49 Siswoyo,2010, , Artikel diakses pada tanggal 23 Juli 2011 dari

http://waspadmedan.com.indeks.php?options=com_contentandview=article&id=4815:lupakansenioritas&catid=74:k

reasianditemid=231 50 M.Weber, The Theory of Social and Economic Organization, diterjemahkan oleh A.M. Henderson dan

T.Parsons (Chicago: Free Press, 1947), h.152. 51 Roderick Martin, Sosiologi kekuasaan. Penerjemah Herry Joediono (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1993), h.107. 52 Juli

2011 dari http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/09/15/kl/mbm.200330915.kl90261.id.html

Page 35: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

BAB III

GAMBARAN UMUM SEKOLAH PGRI 1 CIPUTAT TANGSEL

A. Gambaran Umum

1. Letak Geografis

SMP PGRI 1 Ciputat Tangerang Selatan merupakan salah satu lembaga pendidikan yang

dinaungi oleh Organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). SMP PGRI 1 Ciputat Kota

Tangerang Selatan bertujuan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dan

terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. SMP PGRI 1 Ciputat Kota Tangerang Selatan

terletak di Jalan Pendidikan No. 30 Ciputat Kota Tangerang Selatan 15411, Telp: 021-7409827.

Berdiri diatas tanah seluas 2.495 m2, yang dipergunakan untuk bangunan seluas 1350 m2,

halaman seluas 545 m2, dan lahan untuk lapangan olahraga seluas 600 m2.

2. Latar Belakang Berdirinya

Pendirian sekolah SMP PGRI dipelopori oleh 3 tokoh pendidikan yaitu Bapak Drs.

Sukandi Kuswara, Bapak A. Mursyidi, B.A. dan Bapak S. Danuwardoyo serta Bapak R.A. Sakri

Gandadipura (Kepala Sekolah Kelas Pembangunan). Beliau berempat lah yang menjadi pelopor

pendirian Sekolah Menengah Pertama Persiapan (SMPP) pada tahun 1975 yang selanjutnya

berubah menjadi Sekolah Menengah Pertama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dengan

Kepala Sekolah yang pertama yaitu Bapak R.A. Sakri Ganda dipura..

Pendirian sekolah Menengah pertama Persatuan Guru Republik Indonesia ( SMP PGRI

Ciputat ) mendapat restu dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Ciputat (

Page 36: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Bapak Djahera ) yang ikut membantu pendirian Sekolah Menengah Pertama tersebut,dan pada

tanggal 1 Januari 1975 ditetapkan sebagai hari jadi SMP PGRI 1 Ciputat.

Saat ini Sekolah SMP PGRI 1 Ciputat Kota Tangerang Selatan berstatus DISAMAKAN

sesuai dengan Nomor: 876/I.02/Kep/I/1982 walaupun sebelumnya berstatus DIAKUI. Kepala

sekolah yang menjabat saat ini Bapak Cartam M.Pd.

Kegiatan belajar mengajar di sekolah SMP PGRI 01 Ciputat terbagi menjadi dua bagian,

yaitu kelas pagi dan sore. Kelas pagi mulai dari Senin Kamis masuk jam 07.00 WIB - 12.30

WIB, hari Jumat masuk jam 07.00 WIB- 11.15 WIB. Kelas sore Senin Kamis masuk jam 12.30

WIB- 17.25 WIB, sementara hari Jumat masuk jam 13.15 17.25 WIB. Hari Sabtu dikhususkan

untuk ekstrakulikuler saja.

3. Profil Guru dan Karyawan SMP PGRI 1 Ciputat

. Jumlah tenaga pendidik di SMP PGRI 1 Ciputat adalah 40 orang. Dengan tingkat

pendidikan mulai dari D3, S1 dan S2. Dari semua guru yang ada, paling banyak adalah mereka

yang berpendidikan S1 dengan jumlah 34 dengan perbandingan antara laki-laki sebanyak 21

orang dan perempuan 13 orang. Untuk lebih jelas dapat dilihat tebel dibawah ini:

Tabel 1

Daftar Tenaga Pendidik SMP PGRI 1 Ciputat

Tahun Ajaran 2010-2011

Tingkat Pendidikan Jumlah Guru

Laki-Laki Perempuan

D3 3 1 2

S1 34 21 13

Page 37: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

S2 3 2 1

Jumlah 40 25 16

Dari semua total guru yang ada, ada beberapa guru yang berperan sebagai guru

bimbingan dan konseling yang berperan untuk menangani siswa yang bermasalah atau bisa juga

dijadikan siswa sebagai tempat melaporkan keluh kesah selama menjadi siswa disekolah

tersebut. Berikut ini adalah tabulasi data guru BK di SMP PGRI 1 Ciputat:

Tabel 2

Data Guru Bimbingan dan Konseling SMP PGRI 1 Ciputat Kota Tangerang Selatan

Tahun Ajaran 2010-2011

NO Nama Pangkat

Pendidikan

Terakhir

Sebagai

Guru

Pembimbing

Tugas di

Sekolah ini

1 Hj. Idjah,

S.Pd

IV/a BK (2008) 25 tahun Koordinator

BK

2 Hj.

Nurwati,

S.Pd

IV/a BK (2003) 18 tahun Koordinator

BK

Sekolah ini juga memiliki karyawan yang bekerja di bidang non akademik, yang meliputi

karyawan dan keamanan:

Page 38: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

a. Karyawan Sekolah : 4 orang ( 2 laki-laki, 2 perempuan)

b. Keamanan (security) : 3 orang

4. Profil Siswa SMP PGRI 1 Ciputat

Sekolah SMP PGRI 1 Ciputat memiliki jumlah siswa pada tahun ajaran 2010/2011

berjumlah 1130 siswa. Jumlah kelas yang ada di sekolah ini yaitu: kelas VII sebanyak 8 kelas

dengan jumlah 368 siswa, kelas VIII sebanyak 10 kelas dengan jumlah 434 siswa, kelas IX

sebanyak 8 kelas dengan jumlah 328 siswa. Di bawah ini adalah daftar tabel jumlah siswa SMP

PGRI 1 Ciputat tahun ajaran 2010/2011 sebagai berikut:

Tabel 3

Jumlah siswa SMP PGRI 1 Ciputat Kota Tangerang Selatan

Tahun ajaran 2010/2011

Kelas Jumlah Kelas

Siswa

Laki-laki Perempuan

VII 8 210 158

VIII 10 226 208

IX 8 162 166

Jumlah 36 598 532

.

B. Profil Subjek Penelitian

1. Profil Siswa

Subjek dalam penelitian ini berasal dari kelas VIII sampai kelas IX. Alasan pemilihan

siswa dari kelas tersebut karena ada beberapa siswa yang melakukan kekerasan atau menjadi

korban kekerasan seperti tawuran, pemalakan. Jumlah laki-laki yang dipilih adalah 8 orang dan

Page 39: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

perempuan 4 orang. Laki-laki dipilih lebih banyak karena ingin melihat bentuk-bentuk kekerasan

yang dilakukan apa saja.Untuk lebih detail melihat data tentang informan dalam penelitian ini

bisa dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4

Profil Subjek Penelitian

NO Nama Usia Tingkat

Pendidikan

Jenis Kelamin

1 MS 16 Kelas 9-3 Laki-laki

2 AR 15 Kelas 9-9 Laki-laki

3 FF 14 Kelas 9-5 Laki-laki

4 S 14 Kelas 9-9 Laki-laki

5 AF 14 Kelas 9-6 Laki-laki

6 ML 13 Kelas 8-2 Laki-laki

7 D 13 Kelas 8-2 Laki-laki

8 JD 13 Kelas 8-5 Laki-laki

9 E 14 Kelas 9-9 Perempuan

10 SR 14 Kelas 9-4 Perempuan

11 F 13 Kelas 8-4 Perempuan

12 TA 13 Kelas 8-6 Perempuan

Sumber: Wawancara Pribadi dengan Informan

Latar belakang sosial dari para subjek penelitian ini cukup beragam, masing-masing

mempunyai latar belakang sosial yang berbeda-beda namun intinya sama. Diantara para subjek

Page 40: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

penelitian (ML, D, JD), sebagian mengaku dalam wawancaranya dengan peneliti bahwa mereka

dalam kehidupan sosialnya di lingkungan sekitar mereka tidak mengalami kesulitan dalam

bersosialisasi, walaupun di sekolah mereka sering menerima perilaku kekerasan dari seniornya.

Dalam hal sosial dengan lingkungan sekitarnya, baik itu di sekolah maupun di rumah sebab

mereka tidak terlalu mengucilkan diri dari lingkungan sekitarnya. Mereka tetap bermain dengan

teman-teman sebayanya dan bersosialisasi dengan orang sekitar lingkungannya serta jika ada

kegiatan di lingkungan mereka tetap mengikuti dan berpartisipasi. Seperti yang diungkapkan

oleh informan D:

bersosialisasi sama temen-53

2. Profil Keluarga

Selain siswa, keluarga dari siswa yang menjadi subjek penelitian ini juga menjadi

informan dalam penelitian ini. Keluarga yang dipilih adalah para orang tua yang anaknya

menjadi pelaku kekerasan atau yang menjadi korban kekerasan berdasarkan hasil wawancara

dengan para informan, orang tua yang diwawancarai sebanyak 6 orang karena 2 orang tua siswa

yang masih lengkap orang tuanya namun salah satu dari orang tua mereka yang sibuk bekerja, 1

orang tua yang single parent karena salah satu orang tuanya sudah meninggal, 1 orang tua siswa

yang suaminya sudah meninggal namun sudah menikah lagi, 1 orang tua siswa yang single

parent karena bercerai, 1 orang tua siswa yang menjadi korban pemalakan. Dapat dilihat dari

tabel sebagai berikut:

53

Wawancara pribadi dengan informan D, Ciputat pada tanggal 4 November 2011

Page 41: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Tabel 5:

Profil Keluarga Subjek Penelitian

No Informan Orang Tua

Informan

Jumlah

Anak

Pendidikan

Terakhir

Jenis

Kelamin

1 F AS 3 S1 Laki-laki

2 E CS 3 D3 Perempuan

3 MS R 1 SMA Perempuan

4 TA SR 2 S1 Perempuan

5 ML N 3 D3 Perempuan

6 AR A 2 SMA Perempuan

Sumber : hasil wawancara dengan informan

Keluarga yang menjadi informan memiliki latar belakang ekonomi yang berbeda-beda,

berikut ini adalah kondisi ekonomi keluarga subjek penelitian.

Tabel 6

Latar Belakang Ekonomi Keluarga

No Nama Tingkat Ekonomi

1 AS Menengah Ke atas

2 CS Menengah ke atas

3 R Menengah Ke bawah

4 SR Menengah Ke atas

5 N Menengah

6 A Menengah

Sumber: Hasil wawancara dengan keluarga informan

Page 42: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Klasifikasi tingkat pendapatan di atas di peroleh dengan menggunakan skala pendapatan

melalui sebelumnya penulis melakukan wawancara terlebih dahulu terhadap orang tua siswa,

klasifikasi tingkat pendapatan sebagai berikut:

a. Kurang dari Rp 500.000 (Bawah)

b. Rp.500.000 sampai Rp.1000.000(Menengah Kebawah)

c. Rp 1000.000 sampai Rp 3000.000(Menengah)

d. Lebih dari Rp 3000.000(Menengah Keatas)

Informan AS termasuk kategori menengah ke atas karena penghasilannya sekitar 4 juta

sebagai hasil bekerja di suatu perusahaan swasta yang bergerak pada bidang kontraktor.

Sementara itu istrinya sebagai ibu rumah tangga.

Informan CS merupakan ibu rumah tangga, tetapi dia termasuk kategori menengah ke

atas karena profesi suaminya sebagai dokter yang membuka praktek mampu memberikan

penghasilan bagi keluarganya. Penghasilan suaminya Ibu CS sebulannya menerima gaji sekitar

diatas 3 juta.

Informan R merupakan ibu rumah tangga tetapi dia termasuk kategori kelas menengah ke

bawah. Walaupun sebagai Ibu rumah tangga yang single parent karena suaminya telah

meninggal penghasilan yang didapatkannya merupakan hasil dari santunan dari orang lain.

Perbulannya Ibu R mendapatkan uang sebesar 1Juta.

Informan SR merupakan seorang pedagang yang memiliki toko di Tanah Abang. Dari

penghasilan tokonya, Ibu Informan SR sebulannya mendapat 3-4 Juta tergantung sepi atau

ramainya pembeli. Dilihat dari penghasilannya, oleh karena itu, SR merupakan kategori keluarga

menengah ke atas.

Page 43: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Informan N berprofesi sebagai perawat di sebuah rumah sakit swasta, tetapi dia termasuk

kategori kelas menengah. Dari pekerjaan ini, Ibu N mendapatkan penghasilan sebesar 2 juta

belum di tambah dari penghasilan suaminya sebagai wirausaha.

Informan A merupakan ibu rumah tangga, tetapi dia termasuk kategori kelas menengah.

Penghasilan yang didapatkan A adalah hasil dari suami yang bekerja sebagai kontraktor. Dari

penghasilan ini, ibu A mendapatkan penghasilan 3 Juta dengan 2 orang anak.

Page 44: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

BAB IV

SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DI KALANGAN SISWA

A. Penyebab Kekerasan Yang Dilakukan oleh Siswa Senior Terhadap Siswa Junior

Penelitian ini menemukan bahwa faktor yang menyebabkan siswa senior melakukan aksi

kekerasan adalah faktor teman sebaya dan lingkungan sekolah dimana mereka berada, keluarga

serta media massa.

a. Teman Sebaya

Teman sebaya dan lingkungan sekolah merupakan faktor yang sangat mempengaruhi

siswa untuk melakukan tindak kekerasan karena melalui teman sebaya dan lingkungan sosialnya

siswa belajar dengan cara meniru lingkungan sekitar mereka. Hal ini sejalan dengan teori belajar

sosial yang menyatakan bahwa perilaku seseorang terutama mereka yang pada usia anak-anak

dan remaja sangat dipengaruhi oleh proses belajar dengan cara meniru lingkungan sosialnya.

Dari hasil pengamatan penulis lakukan ditemukan bahwa pada tahun-tahun sebelumnya

ketika acara MOS berlangsung terjadi aksi kekerasan yang dilakukan oleh panitia senior, karena

maraknya terjadi aksi kekerasan yang berlangsung pada saat MOS akhirnya sekolah

mengeluarkan kebijakan pada tahun 2008 tentang pelarangan aksi kekerasan apapun yang di

lakukan oleh panitia ketika MOS berlangsung. Kebijakan tersebut terkait dengan pasal 54 UU

No.23 tahun 2002 tersebut mengenai lingkungan sekolah wajib menjadi zona antikekerasan.

Hubungan antara siswa senior dengan siswa junior akan berjalan baik apabila dilakukan dengan

sikap positif. Misalnya adalah pada saat MOS berlangsung pihak panitia MOS yang umumnya

adalah siswa senior tidak melakukan kekerasan. Maka tidak ada gap antara siswa senior dengan

Page 45: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

siswa junior. Salah satu contohnya adalah ketika Masa Orientasi Siswa (MOS) tidak ada aksi

kekerasan yang dilakukan oleh siswa senior sebagai panitia.

Menurut para informan ketika acara penerimaan siswa baru sekolah menerapkan sistem

pada MOS para panitia tidak memperbolehkan adanya aksi kekerasan. Seperti yang diungkapkan

oleh E:

acaranya perkenalan lingkungan sekolah, ngebimbing anak-anak. Kadang kalo anak-54

Dipertegas oleh TA:

mereka juga suka aku kerjain. Aku suruh nyanyi ke depan kelas, kalo ga aq omelin kalo 55

Diperkuat oleh MS:

56

Dari pihak sekolah juga mengeluarkan larangan bahwa pada saat MOS panitia tidak

boleh melakukan kekerasan fisik. Pada saat MOS berlangsung pihak sekolah selalu mengawasi

pelaksanaan MOS melalui bagian kesiswaan.

Diungkapkan oleh Ibu I:

tidak ada tindak kekerasan fisik dari panitia ke siswa

peserta MOS.57

Dipertegas oleh Bapak S:

54 Wawancara pribadi dengan F , Ciputat, 4 November 2011. 55 Wawancara pribadi dengan TA, Ciputat, 4 November 2011. 56 Wawancara pribadi dengan MS, Ciputat, 28 Oktober 2011. 57 Wawancara pribadi dengan Ibu I, Ciputat, 20 Oktober 2011.

Page 46: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Apabila panitia MOS memberikan sanksi bagi siswa peserta MOS, seperti disuruh push

up maka siswa peserta MOS akan langsung lapor kepada orang tuanya dan orang tuanya akan langsung datang ke sekolah. Panitia MOS juga diawasi oleh pembinanya

agar tidak melakukan kekerasan bersifat fisik. Pihak sekolah telah mengeluarkan

kebijakan pada tahun 2008 yaitu pelarangan adanya tindak kekerasan pada saat MOS

berlangsung.58

Sayangnya kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak sekolah mengenai pelarangan adanya

kekerasan pada saat MOS berlangsung tidak terealisasikan dengan baik. Menurut para siswa

kekerasan senior tidak terjadi pada saat MOS berlangsung, namun terjadi setelah MOS yaitu

ketika proses belajar mengajar berlangsung. Menurut pengakuan dari pelaku aksi kekerasan

terjadi kekerasan yang dilakukan oleh siswa senior entah pada saat istirahat, pulang sekolah

ketika siswa-siswa suka nongkrong sebelum mereka pulang kerumah. Kekerasan yang dilakukan

siswa senior ke siswa junior melalui aksi pemalakan, tawuran yang direalisasikan melalui

bentakan, cacian yang merupakan sebuah tradisi dan sangat sulit untuk dihilangkan yang

dilakukan oleh pelaku kekerasan.

Diungkapkan oleh FF:

saya liat sih bentakan, cacian mang dah tradisi di sekolah ini dan susah banget

buat menghilangkannya.59

Dipertegas oleh S:

60

Diperkuat oleh E:

61

58 Wawancara pribadi dengan Bapak S, Ciputat, 20 Oktober 2011. 59 Wawancara pribadi dengan FF , Ciputat, 28 Oktober 2011. 60 Wawancara pribadi dengan S, Ciputat, 28 Oktober 2011.

Page 47: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Tak sedikit pelaku aksi kekerasan yaitu siswa senior terhadap siswa junior saat ini

kemungkinan besar adalah korban dari pelaku aksi kekerasan sebelumnya. Ketika menjadi

korban, mereka membentuk pemahaman yang salah bahwa tradisi senioritas bi

meskipun mereka merasakan dampak negatifnya sebagai korban. Hal ini tercermin ketika mereka

naik kelas dan sudah menjadi senior, mereka akan balas dendam ke junior-junior mereka.

Dijelaskan oleh MS:

akak kelas, 62

Di perkuat oleh AR:

jadi pas sekarang saya kelas 9 ya gantianlah saya yang ngetatar anak kelas 7.63

Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa sebenarnya adanya adik kelas tidak selamanya

harus dijadikan ajang untuk balas dendam karena menurut mereka adanya junior baru seharusnya

di sayangi. Seperti diungkapkan oleh AF:

64

Dipertegas oleh S:

lamanya adanya ade kelas ajang buat balas dendam, kalo ade kelasnya ga 65

61 Wawancara pribadi dengan E, Ciputat, 4 November 2011 62 Wawancara pribadi dengan MS, Ciputat, 28 Oktober 2011.

63

Wawancara pribadi dengan AR, Ciputat, 28 Oktober 2011 64 Wawancara pribadi dengan AF, Ciputat, 28 Oktober 2011. 65 Wawancara pribadi dengan S, Ciputat, 28 Oktober 2011.

Page 48: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Pelaku aksi kekerasan dalam bersosialisasi dengan teman-temannya tidak sadar

melakukan tindakan yang merusak atau menyakiti teman lain. Seperti saling mengejek dengan

menyebutkan nama orang tua, jail dengan teman sendiri, merusak barang teman. Sebagaimana

diungkapkan oleh JD:

Saya kadang suka jail kata-katain nama orang tua temen saya. Kalau saya biasanya kata-katain nama orang tua aja, saya sindir-sindir gitu nama orang tuanya.

66

Selain yang disebutkan di atas, tindak kekerasan lainnya yang dilakukan oleh siswa SMP

PGRI 1 Ciputat Tangerang Selatan yang diperoleh dari proses belajar sosial adalah tawuran.

Tawuran adalah tindakan yang dapat merusak baik fisik maupun psikologis, rata-rata siswa SMP

PGRI 1 Ciputat pernah ikut tawuran. Pelaku aksi kekerasan mengaku pernah ikut dalam tawuran

antar sekolah. Seperti yang di ungkapkan oleh AR:

67

Diperkuat oleh S:

nah ikut tawuran pas kelas 8, saya di ajakin sama teman sekelas68

Dipertegas oleh MS:

69

Dalam aksi tawuran biasanya pelaku tawuran, sebelum tawuran pelaku tawuran

nongkrong terlebih dahulu setelah pulang sekolah di dekat daerah sekolah mereka atau di luar

wilayah Ciputat. Ketika tawuran senjata yang mereka bawa atau di gunakan apa saja yang ada di

jalan. Seperti yang di ungkapkan oleh MS:

66 Wawancara pribdi dengan JD, Ciputat, 4 November 2011. 67 Wawancara pribadi dengan AR, Ciputat, 28 Oktober 2011. 68 Wawancara pribadi dengan S, Ciputat, 28 Oktober 2011. 69 Wawancara pribadi dengan MS, Ciputat, 28 Oktober 2011.

Page 49: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

70

Dipertegas oleh AR:

71

Alasan para pelaku yang ikut tawuran sangat beragam, seperti hanya ingin mencari

popularitas saja, hanya sekedar ikut-ikutan saja, atau hanya sebuah tradisi yang sudah lama

terjadi di sekolah ini dengan alasan dendam lama. Seperti yang di ungkapkan oleh MS:

tenarin nama sekolah SMP PGRI 1 72

Di perkuat oleh AR:

-73

Di pertegas oleh MS

74

Resiko dari keterlibatan pelaku yang ikut tawuran adalah mendapatkan sanksi dari pihak

sekolah karena telah membuat citra sekolah buruk.

Seperti yang di ungkapkan oleh S:

75

70 Wawancara Pribadi dengan MS. Ciputat, 28 Oktober 2011. 71 Wawancara pribadi dengan AR, Ciputat, 28 Oktober 2011. 72 Wawancara pribadi dengan MS, Ciputat, 28 Oktober 2011 73 Wawancara pribadi dengan AR, Ciputat, 28 Oktober 2011 74 Wawancara pribadi dengan MS, Ciputat, 28 Oktober 2011. 75 Wawancara pribadi dengan S, Ciputat, 28 Oktober 2011.

Page 50: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Rasa kesetiakawanan atau rasa solidaritas muncul ketika saat aksi tawuran, awal pelaku

ikut tawuran karena teman mereka yang mengajak untuk ikut tawuran. Karena rasa

kesetiakawanan itu yang membuat remaja kadang sulit untuk menolaknya.

Seperti yang dijelaskan oleh LA:

76

Selain teman sekelas yang mengajak pelaku untuk ikut tawuran peran dari alumni dan

kakak kelas seperti kelas 3 sangat mempengaruhi pelaku untuk ikut tawuran. Seperti yang

diungkapkan oleh AR:

77

Diperkuat oleh S:

78

Selain aksi tawuran yang dilakukan oleh pelaku aksi kekerasan, terdapat aksi pemalakan

yang dilakukan di sekolah ini. Setelah pelaku menjadi korban pemalakan, ketika mereka menjadi

senior maka mereka pun melakukan hal tersebut ke adik kelas mereka. Seperti yang di

ungkapkan oleh MS:

senior, ya pas saya udah naik

kelas dan menjadi senior maka gantianlah saya malak ke adik kelas. Saya belajar malak 79

Berdasarkan temuan di lapangan penulis menyimpulkan bahwa pelaku aksi kekerasan

yaitu adalah para senior di SMP PGRI 1 Ciputat. Ketika pelaku aksi kekerasan yaitu dalam hal

76 Wawancara pribadi dengan LA, Ciputat, 4 November 2011. 77 Wawancara pribadi dengan AR, Ciputat, 28 Oktober 2011. 78 Wawancara pribadi dengan S, Ciputat, 28 Oktober 2011. 79

Wawancara pribadi dengan MS, Ciputat, 28 Oktober 2011.

Page 51: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

ini adalah siswa kelas 7 atau kelas 8 yang naik kelas dan menjadi senior maka mereka berhak

membalasnya ke adik-adik kelas. Pelaku aksi kekerasan mempunyai hak untuk mengusai dan

berkuasa dengan menggunakan aksi pemalakan dan tawuran untuk melakukan aksi kekerasan.

Pelaku aksi kekerasan yang tertindas, ia sebagai pelaku juga sebagai target, karena tertindas dan

disakiti sehingga ia membalas dendam sebagai pelampiasan atau ketidakberdayaan dan

kebencian akan dirinya sendiri.

Selain masalah tawuran, kasus pemalakan juga terjadi di sekolah SMP PGRI 1 Ciputat.

Pemalakan bisa terjadi baik di dalam maupun di luar sekolah. Uang hasil memalak adik kelas

biasanya di gunakan oleh kakak kelas untuk kepentingan diri sendiri seperti untuk jajan, atau

kepentingan bersama seperti tambahan untuk saat tawuran. Biasanya siswa yang menjadi korban

pemalakan mengetahui uang itu digunakan untuk apa, tapi mereka kadang tidak tahu sama

sekali. Bagi korban yang penting mereka sudah memberikan uang dan korban tidak mau tahu

alasan uang itu digunakan untuk apa saja. Pemalakannya berupa uang dan siswa yang menjadi

korban pemalakan tidak di targetkan memberi nominal uang berapa karena berapa pun nominal

uang yang diberikan akan diterima oleh siswa senior.

Seperti yang di ungkapkan oleh DR:

80

Di perkuat oleh JD:

penting saya sudah kasih, kalau ada

Rp 1000 ya saya kasih aja81

80 Wawancara pribadi dengan DR, Ciputat, 4 November 2011. 81 Wawancara pribadi dengan JD, Ciputat, 4 November 2011.

Page 52: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Selain pemalakan, terdapat aksi tawuran yang di perkenalkan untuk adik kelas atau para

junior. Dalam aksi tawuran bagi kelas 7 terdapat sistem penataran yaitu memperkenalkan cara-

cara tawuran itu bagaimana, karena kelas 7 dianggap belum mengenal apa-apa jadi siswa senior

atau alumni mengenalkan tawuran. Hal ini terjadi pada siswa LA yang mengaku menjadi korban

penataran oleh siswa senior. Seperti yang di ungkapkan oleh LA:

-cara tawuran

82

Dipertegas oleh JD:

dahulu. Dikasih pengarahan tentang cara-cara ta83

Para informan yaitu siswa SMP PGRI 01 Ciputat TANGSEL intensitas pertemua dengan

teman-teman sebayanya sangat tinggi. Mereka lebih senang bersama-sama teman-temannya. Arti

teman untuk mereka sangat berarti karena mereka merasa sangat nyaman dan siswa tidak

memilih-milih teman yang penting teman itu bisa mengerti mereka.

Seperti yang di ungkapkan oleh E:

pertemanan sih aku ga milih-milih. Aku sama siapa aja mainnya tapi yang bisa ngertiin 84

Di pertegas MS:

85

82

Wawancara pribadi dengan LA, Ciputat, 4 November 2011. 83

Wawancara pribadi dengan JD, Ciputat, 4 November 2011. 84

Wawancara pribadi dengan E, Ciputat, 4 November 2011. 85

Wawancara pribadi dengan MS, Ciputat, 4 November 2011.

Page 53: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Selain keberadaan teman sebaya, adanya genk-genk juga dapat mempengaruhi remaja.

Dikalangan siswi juga terdapat genk-genkan yang melakukan tindak kekerasan, seperti

mengeluarkan kata-kata kasar. Setiap yang ingin masuk menjadi anggota genk harus mengikuti

peraturan yang ada di genk tersebut, contohnya: memakai model sepatu yang jenisnya sama,

model rambut, gaya berbicara. Dengan siswi masuk genk, maka mengalami proses peniruan

tanpa disadari secara langsung.

Seperti diungkapkan oleh E:

-

gayanya itu loh ya ampun ga banget. Mereka cuma pengen popular aja sih kayanya,

mulai dari penampilan, gaya pacaran, terus sikap sama omongan m86

Di pertegas TA:

kaos kaki. Terus gaya pacaran mereka tuh kadang suka ga tahu malu tempatnya dimana. 87

b. Keluarga

Selain faktor teman sebaya yang mempengaruhi, faktor keluarga juga mempengaruhi

dalam perilaku siswa. Orang tua merupakan sosok panutan bagi anak-anak, dalam segala

perilakunya entah itu perilaku baik atau perilaku buruk hal tersebut bisa ditiru oleh anak-anak.

Contoh hal apabila ayah atau ibu bertengkar didepan anak-anak hal tersebut tanpa disadari orang

tua dapat ditiru dalam tindakan dan perilaku sosialnya atau menjadi sesuatu yang menakutkan

bagi anak-anak dan membuat trauma secara psikologis. Seperti yang diungkapkan oleh DR:

88

86 Wawancara pribadi dengan E, Ciputat, 4 November 2011.

87 Wawancara pribadi dengan TA, Ciputat, 4 November 2011.

Page 54: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Diperkuat oleh F:

89

Selain melahirkkan rasa sedih, pertengkaran orangtua juga bisa secara tidak langsung

menjadi proses pembelajaran bagi anak terkait tindak kekerasan. Rasa kecewa, dan sedih bisa

diekspressikan dengan melakukan tindakan yang sama (kekerasan) dalam lingkungan

pergaulannya. Seperti dinyatakan oleh AR:

a sedih, kesel kalo liat orang tua berantem didepan saya, ya udah saya lebih milih

sama temen-temen kaya ikut tawuran abiz dirumah orang tua berantem mulu. Itu yang buat saya suka tawuran.

90

Dengan kata lain, ketika orang tua memperlihatkan pertengkaran mereka di depan anak-

anak membuat anak-anak menjadi sedih, takut, seram, sekaligus kesal. Anak-anak tetaplah anak-

anak, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Anak-anak hanya bisa diam ketika ayah dan ibu mereka

bertengkar, bahkan untuk melerai pun mereka takut melakukannya kerena pasti dianggap hanya

sebagai anak kecil yang mau tahu persoalan orang dewasa. Walaupun mereka diam tetapi mereka

belajar dari hal itu, bahkan mungkin mereka bisa meniru yang dilakukan orang tuanya dengan

cara melakukan tindak kekerasan untuk melampiaskan kekesalan mereka. Ketika anak-anak

melakukan kesalahan barulah orang tua mengkhawatirkan atau menasehati, tetapi anak-anak

kadang suka merasa kesal kalau orang tua menegur mereka.

Seperti yang diungkapkan oleh AF:

kesel kalau diomelin orang tua, yah walaupun itu saya yang 91

88 Wawancara pribadi dengan DR, Ciputat, 4 November 2011. 89 Wawancara pribadi dengan F, Ciputat, 4 November 2011. 90 Wawancara pribadi dengan AR, Ciputat, 28 Oktober 2011.

91 Wawancara pribadi dengan AF, Ciputat, 28 Oktober 2011.

Page 55: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Diperkuat oleh E:

Makanya kadang aq males kalo lagi di rumah, aq lebih seneng bareng temen-temen

aku.92

Dipertegas oleh F:

93

Selain itu masa remaja merupakan masa kerentanan karena mereka bisa mengalami

kekosongan lantaran mereka membutuhkan bimbingan langsung dari orang tua. Pada keluarga

yang kurang mampu, orang tua mereka sibuk mencari nafkah agar keluarganya dapat makan

walaupun sekedarnya, itulah yang membuat mereka tidak ada waktu untuk mengasuh anak-

anaknya. Sementara, pada keluarga yang mampu orang tua mereka sibuk diluar rumah dengan

urusan-urusan lainnya sebagai penunjang keberhasilan mereka. Masa remaja dikatakan masa

yang berbahaya pada periode ini, karena seseorang mengalami perubahan dari masa kanak-kanak

menuju tahap kedewasaan. Pada masa ini dikatakan masa krisis, karena ada pegangan sementara

kepribadiannya mulai terbentuk. Oleh karena itu, masa ini remaja memerlukan bimbingan

langsung dari orang tuanya.94

Masalah internal yang dihadapi para remaja ini adalah kurangnya perhatian, pengawasan

dan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Anak menganggap orang

tua terlalu sibuk dengan urusan masing-masing, sehingga mereka mengabaikan segala perilaku

yang dilakukan oleh anak mereka. Beberapa informan menganggap dengan kesibukan orang tua,

mereka bisa bebas melakukan kegiatan apapun. Seperti yang diungkapkan oleh AR:

92 Wawancara pribadi dengan E, Ciputat, 4 November 2011. 93 Wawancara pribadi dengan F, Ciputat, 4 November 2011. 94 Soerjono Soekanto, Sosiologi Pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1982), hal.35.

Page 56: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

saya dapat panggilan dari pihak sekolah soal masalah tawuran, ibu cuma nasehatin 95

Juga diungkapkan oleh F:

kerjanya di luar kota makanya aq jarang ketemu. Paling kalau dirumah nanyain gimana

sekolah aku aja, kalau lagi di luar kot96

Ada beberapa siswa-siswi dari SMP PGRI 1 Ciputat Tangsel yang bapaknya meninggal

lalu orang tuanya menjadi single parent, dan ada pula salah satu orang tuanya yang meninggal

kemudian menikah lagi.

Seperti yang diungkapkan oleh MS:

97

Juga diungkapkan oleh S:

kecelakaan, dan ibu sampai sekarang masih single parent. Yang biayain sekolah saya itu 98

Demikian juga di ungkapkan oleh E:

99

95 Wawancara pribadi dengan AR, Ciputat, 4 N0vember 2011. 96 Wawancara pribadi dengan F, Ciputat, 4 November 2011.

97 Wawancara pribadi dengan MS , Ciputat, 28 Oktober 2011. 98 Wawancara pribadi dengan S , Ciputat, 28 Oktober 2011. 99 Wawancara pribadi dengan E , Ciputat, 4 November 2011.

Page 57: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Selain ada beberapa orang tua siswa-siswa yang salah satu orang tuanya meninggal, ada

juga yang orang tuanya bercerai. Seperti yang di ungkapkan TA:

100

Arti penting perhatian dari orang tua merupakan sesuatu yang di harapkan oleh anak

karena anak akan merasa lebih nyaman dan terbuka terhadap orang tua.

Seperti di ungkapan E:

nggal

lalu mamah menikah lagi. Kalau sekarang aku biasa aja ke mamah karena antara aku dan mamah sudah mempunyai kesepakatan bahwa aku ga mau cerita masalah pribadi

101

Di pertegas AR:

da waktu kumpul sama keluarga. Ya udah aku leih merasa nyaman sama temen-temen

kaya ikut tawuran, nongkrong-102

Dengan kata lain, harapan untuk mendapatkan kebahagian dari dalam lingkungan

keluarga tidak berhasil mereka dapatkan. Siswa-siswi tersebut mengalami kekosongan kasih

sayang dari salah satu orang tua mereka. Berbeda halnya dengan mereka yang mendapatkan

kasih sayang yang utuh dari orang tua mereka yang lengkap, walaupun ada orang tua mereka

yang sibuk karena dua-duanya sama-sama bekerja, tetapi mereka tetap mendapatkan perhatian

yang lengkap dari orang tua mereka.

Seperti yang diungkapkan oleh SR:

aq, seperti nyanyi, syuting.

Walaupun mereka sama-103

100 Wawancara pribadi dengan TA , Ciputat, 4 November 2011. 101

Wawancara pribadi dengan E, Ciputat, 4 November 2011. 102

Wawancara pribadi dengan AR, Ciputat, 28 Oktober 2011.

Page 58: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

c. Media Massa

Selain faktor teman sebaya, keluarga, media massa juga dapat mempengaruhi perilaku

siswa untuk melakukan tindak kekerasan. Media massa terdiri dari media cetak (Surat Kabar,

majalah) maupun elektronik (televisi, radio, film, internet).104

Dalam penelitian ini peneliti hanya

melihat bahwa internet dalam bentuk game online sajalah yang dapat mempengaruhi siswa

melakukan aksi kekerasan. Berbagai bentuk kekerasan bisa terdapat dalam internet dalam game

online yang mempengaruhi perilaku remaja. Game online yang bertema kekerasan sangat disukai

remaja laki-laki ketika mereka main internet.

Seperti yang diungkapkan oleh AR:

maen game online saya maen pb yang ada adegan berantem-105

Dipertegas oleh S:

106

Kebiasaan mereka memainkan video game yang beradegan kekerasan, awalnya karena

remaja melihat teman sebayanya bermain. Kemudian akhirnya ikut terbawa untuk memainkan

game tersebut. Seperti dijelaskan oleh MS:

-lama jadi pengen ikutan

maen juga. Kadang kalo lagi tawuran suka saya praktekin adegan yang ada di ga107

103 Wawancara pribadi dengan SR, Ciputat, 4 November 2011. 104

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2004), h. 28. 105 Wawancara pribadi dengan AR , Ciputat, 28 Oktober 2011. 106 Wawancara pribadi dengan S , Ciputat, 28 Oktober 2011.

107 Wawancara pribadi dengan MS, Ciputat, 28 Oktober 2011.

Page 59: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Namun diantara siswa ada yang tidak menyukai permainan video game yang beradegan

kekerasan.

Hal ini diungkapkan oleh FF:

108

Dipertegas oleh AF:

109

.

B. Bentuk-Bentuk Kekerasan Yang Dilakukan oleh Siswa Senior Terhadap Siswa Junior

Aksi kekerasan dapat terdiri 3 aksi, diantaranya110

:

1. Kekerasan bersifat fisik, seperti: memukul, menampar, menjambak, memalak, mencubit.

2. Kekerasan bersifat verbal, seperti: mengejek, menyindir, memaki, menggosip.

3. Kekerasan bersifat psikologis, seperti: mengancam, mengucilkan, mengabaikan.

Dari kategori diatas, penulis melihat bahwa bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan oleh

siswa senior terhadap siswa junior di Sekolah SMP PGRI 1 Ciputat, antara lain:

1. Kekerasan Fisik

Kekerasan bersifat fisik dapat berupa mendorong, menjambak, mencubit, menampar,

memukul, memalak. Aksi bullying dapat membawa dampak yang negatif bagi korban. Menurut

pengakuan dari informan aksi senioritas dapat berupa memukul, mendorong, dan lain-lain.

108 Wawancara pribadi dengan FF , Ciputat, 28 Oktober 2011.

109 Wawancara pribadi dengan AF, Ciputat, 28 Oktober 2011. 110 Nurvita indarini,2004. . Artikel ini diakses pada tanggal 24 November 2011

dari http://www.detiknews.com/ read/2007/04/29/024012/773879/10-awas-bullying-di-skl.

Page 60: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Menurut para pelaku, mendorong dan memukul adalah hal yang wajar di lakukan oleh

kakak kelas terhadap adik kelasnya agar adik kelas tidak bersikap songong, hal tersebut

dilakukan untuk mendisiplinkan adik kelas.

Seperti yang diungkapkan oleh MS:

111

Dipertegas oleh AR:

112

Tidak hanya aksi pemukulan dan pendorongan, tetapi aksi pemalakan juga dilakukan oleh

pelaku aksi kekerasan dalam hal ini adalah siswa senior terhadap siswa junior. Korban yang

menjadi aksi pemalakan mengatakan bahwa mereka di palak dalam bentuk uang saja, senior

yang memalak uang mereka menerima nominal berapa saja yang diberikan oleh korban.

Seperti diungkapkan oleh LA:

, kalau saya adanya Rp 1000 ya saya kasih aja

kak yang penting saya udah ngasih113

2. Kekerasan bersifat verbal

Kekerasan bersifat verbal berupa bentakan, cacian, sindiran, ejekan, menggosip.

Kekerasan bersifat verbal lebih pada kekerasan melalui ucapan. Kekerasan seperti ini cara awal

untuk mendisiplinkan siswa junior, dan tidak menggunakan kekerasan fisik terlebih dahulu.

111 Wawancara pribadi dengan MS, Ciputat, 28 Oktober 2011 112 Wawancara pribadi dengan AR, Ciputat, 28 Oktober 2011 113 Wawancara pribadi dengan LA, Ciputat, 4 November 2011.

Page 61: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Beberapa pelaku mengakui bahwa bentakan, cacian, sindiran adalah cara yang mereka

pakai untuk mendisiplinkan siswa junior agar mereka tidak . Seperti yang

diungkapkan oleh TA:

in kedua aq sindir kalau aq sindir ga 114

Dipertegas oleh SR:

di bentak habis kalo di 115

Diperkuat oleh AF:

116

Untuk pelaku senior perempuan hal yang mereka tidak sukai adalah kalau ada adik kelas

yang penampilannya berlebihan, seperti yang tidak sesuai dengan peraturan sekolah. Dijelaskan

oleh E:

ndiran wajar lah dilakuin supaya mereka ga songong apalagi soal 117

Aksi kekerasan yang dilakukan siswa atau siswi senior bisa berbeda. Siswa senior laki-

laki lebih mengandalkan memukul ketika menghadapi adik kelas yang mereka tidak sukai,

sementara siswa perempuan ketika menghadapi adik junior yang mereka tidak sukai maka

mereka mencaci, menyindir, misalnya masalah penampilan yang berlebihan.

114 Wawancara pribadi dengan TA, Ciputat, 4 November 2011. 115 Wawancara pribadi dengan SR , Ciputat, 4 November 2011. 116 Wawancara pribadi dengan AF, Ciputat, 28 Oktober 2011. 117 Wawancara pribadi dengan E , Ciputat, 4 November 2011.

Page 62: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Tetapi ada beberapa informan yang berpandangan bahwa dalam menghadapi adik kelas

tidak selamanya harus menggunakan kekerasan karena menurutnya hal itu hanya buang-buang

tenaga saja. Seperti diungkapkan oleh F:

118

Dipertegas oleh FF:

119

3. Kekerasan bersifat psikologis

Kekerasan bersifat psikologis berupa mengancam, mengabaikan, mengucilkan.

Kekerasan psikologis sebenarnya lebih menyakitkan dari kekerasan secara fisik, karena dapat

melukai harga diri seseorang, dan merusak keseimbangan jiwa.

Menurut pengakuan korban pemalakan ketika tidak memberi uang maka siswa senior

akan memaksa dengan cara mengancam. Seperti yang di ungkapkan oleh JD:

120

Dipertegas oleh DR:

121

118 Wawancara pribadi dengan F, Ciputat, 4 November 2011. 119 Wawancara pribadi dengan FF , Ciputat, 28 Oktober 2011. 120 Wawancara pribadi dengan JD, Ciputat, 4 November 2011. 121 Wawancara pribadi dengan DR , Ciputat, 4 November 2011.

Page 63: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Ancaman dari pelaku aksi kekerasan yaitu siswa senior seringkali membuat siswa junior

takut atau trauma. Ancaman yang di berikan siswa senior dapat dilakukan didalam lingkungan

sekolah maupun di luar sekolah. Seperti dijelaskan oleh LA:

di ancem, terus kalo dil122

Dari uraian di atas, terlihat bahwa aksi kekerasan yang dilakukan siswa senior terhadap

siswa junior terbagi menjadi 3, yaitu kekerasan bersifat fisik, kekerasan bersifat verbal,

kekerasan bersifat psikologis. Kekerasan fisik sendiri dapat melukai korban, sementara

kekerasan psikologis walau korban tidak nampak luka fisik tetapi si korban bisa menjadi trauma,

dan bisa melukai harga diri.

C. Peranan Sekolah, Orang Tua Dalam Menangani Kasus Kekerasan di Kalangan Siswa

1. Sekolah

Sekolah merupakan media sosialisasi yang cukup luas dibandingkan dengan keluarga.

Anak mengalami perubahan dalam perilaku sosial ketika ia telah masuk sekolah. Sekolah

merupakan media sosialisasi kedua setelah keluarga.

Dari pihak sekolah sendiri mengatakan bahwa selama ini hubungan antara siswa senior

dan siswa junior hubungan keduanya baik.

Di ungkapkan oleh Pak S:

menghargai orang lain, yang junior menghargai senior dan yang senior membimbing 123

122 Wawancara pribadi dengan LA , Ciputat, 4 November 2011. 123

Wawancara pribadi dengan Pak S, Ciputat, 20 0ktober 2011.

Page 64: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Tetapi kenyataan dilapangan adalah masih banyak kasus kekerasan yang dilakukan siswa

senior terhadap junior. Kekerasan terjadi di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. Bahkan

alumni pun masih mempunyai peran terhadap kasus kekerasan yang terjadi. Seperti yang di

ungkapkan oleh S:

alumn124

Di pertegas oleh JD:

iance125

Di perkuat oleh TA:

, pertama aq nyolotin kedua aq sindir kalau aq sindir ga mempan aq samperin terus aq bentak atau ga aq omeli

126

Pihak sekolah baru akan bereaksi ketika kekerasan tersebut telah terjadi. Kontrol dari

pihak sekolah adalah mengawasi siswa yang masih nongkrong-nongkrong sehabis pulang

sekolah dan tidak langsung pulang. Karena menurut pihak sekolah siswa yang nongkrong-

nongkrong akan melakukan aksi tawuran.

124

Wawancara pribadi dengan S, Ciputat, 28 Oktober 2011 125 Wawancara pribadi dengan JD, Ciputat, 4 November 2011 126

Wawancara pribadi dengan TA , Ciputat, 4 November 2011.

Page 65: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Diungkapkan oleh Ibu I:

kan langsung merespon apabila terjadi tawuran dengan cara datang ke sekolah yang menjadi rival dari siswa kami dan kami juga bekerja sama dengan pihak

127

Menurut pihak sekolah terjadinya aksi tawuran dikarenakan rasa solidaritas yang tinggi

antar sesama siswa. Siswa yang melakukan aksi tawuran tidak hanya kelas 8, tetapi yang ikut

tawuran mulai dari kelas 7, 8, 9. Biasanya yang melatarbelakangi siswa tawuran hanyalah

masalah yang sepele.

Seperti yang dijelaskan oleh Pak S:

kukan tawuran dikarenakan rasa solidaritas antar sesama teman

di luar lingkungan sekolah. Siswa yang terlibat bisanya kelas 7, 8, 9 penyebab tawuran

sendiri adalah masalah sepele, seperti saling ejek dengan siswa sekolah lain, atau kalah

dalam pertandingan 128

Sanksi yang diberikan pihak sekolah bagi yang melakukan tindak kekerasan baik di

dalam maupun di luar lingkungan sekolah adalah pertama surat panggilan orang tua, atau kalau

kasus kekerasan yang di lakukan tindakan berat maka dari pihak sekolah akan mengembalikan

siswa tersebut kepada orang tua.

Hal ini juga di jelaskan oleh Ibu I:

tidak bisa dibina lagi pemanggilan orang tua melalui surat panggilan 1,2,3, ke 4 kali 129

Namun fakta di lapangan adalah sanksi yang di berikan oleh pihak sekolah tidak

membuat siswa jera melakukan aksi kekerasan, misalnya adalah tawuran.

127 Wawancara pribadi dengan Ibu I, Ciputat, 20 Oktober 2011. 128 Wawancara pribadi dengan Pak S, Ciputat, 20 0ktober 2011. 129 Wawancara pribadi dengan Ibu I, Ciputat, 20 Oktober 2011.

Page 66: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Di ungkapkan oleh AR:

sanksi yang di berikan pihak sekolah. Sebenernya saya sih takut kalau ada yang lapor ke

pihak sekolah, yah paling kalau ketauan tawuran saya dapat panggilan terus saya cuma 130

Menangani kasus kekerasan di kalangan siswa, sekolah menghadapi kendala yaitu

kurangnya peran orang tua dalam menangani permasalahan anak-anak. Sekolah tidak dapat

mengawasi sendiri perilaku dari siswa-siswa. Hal ini di ungkapkan oleh Pak S:

131

Dipertegas oleh Ibu I:

-kadang orang tua kurang tanggap dalam menanggapi permasalahan siswa karena pihak sekolah juga tidak bisa kerja sendiria

132

Peranan pihak sekolah ketika menangani kasus tawuran hanyalah memberikan arahan

kepada siswa bahwa tindakan kekerasan adalah perbuatan yang salah. Dalam menghadapi siswa

yang bermasalah pihak sekolah tidak menggunakan emosi dan kekerasan fisik. Berbeda pada

tahun-tahun sebelumnya ketika siswa melakukan kenakalan maka dari pihak sekolah

memberikan sanksi dengan cara memukul dan siswa tidak melaporkannya ke orang tua, namun

berbeda dengan tahun-tahun sekarang karena ketika sekolah melakukan tindak mencubit atau

memukul maka siswa tersebut akan melaporkannya pada orang tua dan orang tua akan langsung

datang ke sekolah dengan marah-marah karena tidak menerima anaknya diperlakukan seperti itu.

Maka evaluasi yang diambil oleh pihak sekolah adalah ketika siswanya melakukan kenakalan

maka sanksi yang diberikan adalah menegurnya atau membuat surat panggilan orang tua.

130

Wawancara pribadi dengan AR, Ciputat, 28 Oktober 2011. 131 Wawancara pribadi dengan Pak S, Ciputat, 20 0ktober 2011. 132 Wawancara pribadi dengan Ibu I, Ciputat, 20 Oktober 2011.

Page 67: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Seperti yang di ungkapkan oleh Pak S:

merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Pihak sekolah sendiri tidak menggunakan

emosi dalam menangani siswa yang bermasalah dan pihak sekolah juga mengharapkan

peran dari orang tua siswa dalam mengawasi anak-133

Dipertegas oleh Ibu I:

Upaya yang dilakukan sekolah adalah mengatasi siswa yang bermasalah tidak menggunakan emosi atau menggunakan kekerasan fisik, memberikan siraman rohani,

memberikan motivasi kepada siswa agar tidak mengulangi tindak kekerasan seperti

tawuran, pemalakan, dan lain-lain. Dan pihak sekolah sangat berharap adanya kerjasama pula dari orang tua siswa dalam membimbing dan mengawasi siswa.

134

2. Orang Tua

Keluarga merupakan lingkungan terdekat dalam mendidik anak-anak, dan orang tua

merupakan panutan bagi anak-anak. Menurut informan yaitu para orang tua siswa dalam

mengontrol pergaulan anak-anak mereka tidak terlalu ketat karena menurut mereka anak-anak

sudah besar dan dapat bertanggung jawab sendiri.

Seperti di ungkapkan oleh CS:

-anak, soalnya kan anak-anak sudah 135

Dipertegas oleh R:

136

Diperkuat oleh SR:

133 Wawancara pribadi dengan Pak S, Ciputat, 20 0ktober 2011. 134 Wawancara pribadi dengan Ibu I, Ciputat, 20 Oktober 2011. 135 Wawancara pribadi dengan CS , Ciputat, 11 November 2011. 136 Wawancara pribadi dengan R , Bintaro,10 November 2011.

Page 68: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

sama 137

Namun ada beberapa orang tua yang ketat dalam mengontrol pergaulan anak-anak,

karena menurut orang tua pergaulan anak remaja zaman sekarang jauh lebih seram. Hal ini di

jelaskan oleh N:

138

Kedekatan antara orang tua dengan anak mempengaruhi anak mampu menjadi tameng yang dapat

mencegah si anak untuk berbuat kekerasan. Seperti yang di ungkapkan oleh FF:

percaya lagi sama orang tua kalo me139

Di perkuat oleh AF:

140

Dalam mendidik anak orang tua tidak menggunakan kekerasan bersifat fisik, hal yang

dilakukan biasanya hanya menasehatinya saja. Namun ada pula dalam mendidik anak orang tua

yang menggunakan kekerasan yang bersifat fisik. Di ungkapkan oleh AS

141

137 Wawancara pribadi dengan SR , Rempoa, 10 November 2011. 138 Wawancara pribadi dengan N , Ciputat, 20 November 2011. 139 Wawancara pribadi dengan FF , Ciputat, 28 Oktober 2011. 140 Wawancara pribadi dengan AF, Ciputat, 28 Oktober 2011. 141 Wawancara pribadi dengan AS, Pamulang, 13 November 2011.

Page 69: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Di pertegas oleh CS:

142

Diperkuat oleh N:

143

Intensitas pertemuan dengan keluarga sangat di perlukan agar orang tua dapat

berkomunikasi dengan anak-anak sehingga terjalin hubungan yang harmonis dan tidak ada sekat

antara orang tua dan anak. Menurut orang tua yang menjadi informan dalam penelitian ini,

mereka sering meluangkan waktu mereka untuk berkumpul dengan seluruh anggota keluarga

termasuk dengan anak, seperti diungkapkan oleh R:

144

Namun ada beberapa orang tua yang mengakui bahwa mereka jarang berkumpul dengan

keluarga. Hal tersebut di karenakan pekerjaan di luar Jakarta.

Di ungkapkan oleh AS:

-145

142 Wawancara pribadi dengan CS, Bintaro, 11 November 2011. 143 Wawancara pribadi dengan N, Ciputat, 20 November 2011. 144 Wawancara pribadi dengan R, Rempoa, 10 November 2011. 145 Wawancara pribadi dengan AS, Pamulang, 13 November 2011.

Page 70: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Di pertegas oleh A:

-anak jarang kumpul di rumah karena kerjanya di luar kota jadi 146

Dalam menangani kasus kekerasan di kalangan siswa seperti tawuran, pemalakan, ejekan,

memukul, dan lain-lain orang tua biasanya hanya menasehati saja. Terkadang orang tua tidak

mengetahui apakah anaknya melakukan atau menjadi korban kekerasan.

Di ungkapkan oleh N:

lapor-lapor ke sekolah repot tapi kalau sudah kebangetan baru saya lapor ke pihak 147

Di pertegas oleh A:

dari sekolah soalnya anak saya ikut tawuran mulu. Mungkin karena di rumah ga da

bapaknya jadinya ga ada yang di takutin. Kalo saya cuma bisa nasehatin aja, abis saya

dah cape bilanginnya148

Di perkuat oleh CS:

149

146 Wawancara pribadi dengan A, Ciputat, 30 November 2011. 147 Wawancara pribadi dengan N, Ciputat, 20 November 2011. 148 Wawancara pribadi dengan A, Ciputat, 30 November 2011. 149 Wawancara pribadi dengan CS . Bintaro, 11 November 2011.

Page 71: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Faktor penyebab kekerasan yang dilakukan siswa-siswi SMP PGRI 1 Ciputat, yaitu:

a. Teman Sebaya dan Lingkungan sekolah adalah faktor yang sangat mempengaruhi

karena intensitas pertemuan siswa dengan teman-temannya sangat mempengaruhi

siswa dalam berperilaku. Melalui proses tersebutlah siswa meniru apa yang dilakukan

oleh teman-temannya. Aksi kekerasan yang terjadi di SMP PGRI 1 Ciputat Tangsel

karena adanya juga peran dari alumni di sekolah tersebut dalam mengendalikan

kegiatan seperti tawuran, pemalakan. Alumni menggunakan salah satu siswa kelas 8

atau 9 yang dianggap paling berkuasa atau paling ditakuti oleh siswa, maka dengan

mudah alumni melakukan aksi-aksinya.

b. Selain teman sebaya dan lingkungan sekolah yang berpengaruh. Keluarga juga

menjadi salah satu yang mempengaruhi siswa untuk melakukan tindak kekerasan.

Dengan sering melihat pertengkaran orang tua menjadi penyebab siswa untuk

melakukan kekerasan. Selain itu penyebab kekosongan kasih sayang yang didapatkan

dari orang tua, seperti halnya orang tua yang bercerai, salah satu orang tuanya

meninggal, dan kesibukan dari salah satu orang tua.

c. Media Massa juga menjadi salah satu faktor lainnya siswa melakukan kekerasan.

Melalui game online sajalah faktor yang mempengaruhi siswa meniru apa yang di

mainkan oleh teman-temannya, sehingga mereka tertarik untuk memainkan

permainan tersebut dan merealisasikannya dalam kehidupan yang nyata ketika

mereka ikut tawuran.

Page 72: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

2. Bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan siswa sebagai berikut:

1. Kekerasan bersifat fisik, seperti: memukul, menampar, menjambak,

memalak, mencubit.

2. Kekerasn bersifat verbal, seperti: mengejek, menyindir, memaki,

menggosip.

3. Kekerasan bersifat psikolgis, seperti: mengancam

3. Peran orang tua, sekolah dalam menangani kasus kekerasan di kalangan siswa adalah:

a. Pihak sekolah memberikan sanksi bagi siswa yang menjadi pelaku kekerasan,

pihak sekolah juga memberikan arahan bagi siswa bahwa melakukan tindak

kekerasan adalah perbuatan yang salah.

b. Orang tua hanya menasehati saja dan tidak ada tindak pencegahan dari orang

tua.

B. Saran-Saran

1. Kebijakan yang di lakukan pihak sekolah dalam mencegah siswa melakukan

kekerasan adalah dengan memberantas permasalahan sampai ke akar-akarnya, yaitu

dengan cara memberikan sanksi yang tegas kepada sekolah,

bahkan bila perlu di tangkap supaya jera.

2. Keluarga seharusnya lebih berperan dengan memberikan pondasi yang kuat, seperti:

pondasi agama, memaksimalkan perhatian dan komunikasi dengan anak.

3. Pemerintah hendaknya membuat mekanisme khusus dalam menangani kasus

kekerasan di kalangan siswa secara serius.

Page 73: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

4. Terkait penelitian akademis lebih lanjut, penelitian selanjutnya lebih memfokuskan

pada respon dan kebijakan pemerintah terhadap kasus kekerasan yang terjadi di kalangan

siswa, melihat bagaimana senioritas di kalangan mahasiswa sehingga dapat dilihat

perbandingan antara kekerasan yang terjadi pada mahasiswa dan siswa, sehingga bisa

dianalisa bagaimana mendesain kebijakan yang lebih komprehensif dalam menangani

kekerasan siswa baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi.

Page 74: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Syaiful, ed. Melawan Kekerasan Tanpa Kekerasan. Yogyakarta: Pimpinan Pusat Ikatan

Remaja Muhammadiyah, 2000.

Daradjat, Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, 16th

ed. Jakarta: PT Bulan Bintang, 2003.

Erlangga, san di televisi dan tingkat keterlibatan pelajar

1998.

Gerungan. Psikologi Sosial, Bandung: PT Refika Aditama, 2003.

Goode, J William. Sosiologi Keluarga. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007.

I Djumhur dan Moh, Sunarya. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV. Ilmu,

1975.

Kasiram, Moh. Metodologi Penelitian (Refleksi Pengembangan Pemahaman dan Pengusaan

Metodologi Penelitian). Malang: UIN-Malang Press, 2008.

Kerrigan.2009. Ruang Eksekusi Di Zona Anti Kekerasan. Artikel ini diakses pada tanggal 1 Juni

2011 dari http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=549308page

Koenjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia, 1985.

Launa. Bahasa dan Kekerasan Ala IPDN, 2007, Diakses pada tanggal 12 April 2011 dari

http//www.suara karya-online.com/news.html?id=170910

Martha, Aroma Elmina. Perempuan, Kekerasan dan Hukum. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta,

2003.

Martin, Roderick. Sosiologi Kekuasaan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1993.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT Remaja Rosdakaraya, 1997.

Narwoko, J.Dwi dan Suyanto, Bagong. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan, 3rd

ed. Jakarta:

Kencana, 2007.

Page 75: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Nasution, S. Sosiologi Pendidikan, 2nd

ed. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Nedwika, Aswidityo.2010. Siswa SMA 70 Akui Tradisi Senioritas Sebagai Pemicu Kekerasan.

Artikel ini diakses pada tanggal 1 Juni 2011 dari

http://www.tempointeraktif.com/hg/kriminal/2010/06/04/brk/20100604-252718,id.html

Noorastuti, Pipiet Tri dan Sandy, Adam mahaputra.2011. Jalur Gaza simbol senioritas di SMAN

82. Artikel ini diakses pada tanggal 31 Mei 2011 dari

http://metro,vivanews.com/news/read/103435-jalur-Gaza-simbol-senioritas-SMAN-82

Nusantara, M Istijar. i Jurnalis

Tangsel Pos, 20 September 2011, h.1 dan 6.

Said, Umar. rtikel diakses pada tanggal 29 Mei 2011

dari http://pdng-today.com/?=article&id

Saputra, Catur Nugroho. 2011. Cegah Bullying Siswa Senior Dilarang Terlibat MOS.

akses pada tanggal 14 November 2011 dari

http://news.okezone.com/read/2011/10/31/338/522940/cegah-bullying-siswa-senior-dilarang-terlibat-

MOS

Sarwono, Sarlito Wirawan. el ini di akses pada

tanggal 23 Juli 2011 dari

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/09/15/kl/mbm.200330915.kl90261.id.html

Setiani, Desi. Hubungan Tipe Sekolah Dengan Perila Skripsi

S1, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, 2005.

Siswoyo,

http://waspadmedan.com.indeks.php?options=com_contentandview=article&id=4815:lupaka

nsenioritas&catid=74:kreasianditemid=231

Siregar, Hasyim. kses pada tanggal 14

November 2011 dari http://www.seputar-Indonesia.com/edisicetak/content/view/439514/38/

Page 76: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

pada remaja yang

melakukan tawuran (

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2003.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1982.

Soleman, B. Taneko. Struktur dan Proses Sosial (Suatu Pngantar Sosiologi Pembangunan)

Jakarta: CV Rajawali, 1998.

Sudarsono. Kenakalan Remaja, 3rd

ed. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995.

Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. Jakarta: lembaga penerbit fakultas Ekonomi UI, 2004.

Study Spongebob Rusak Otak Anak. Artikel ini di akses pada tanggal 22 September 2011 dari

http://forum.komps.com/nasional/40883-study-spongebob-rusak-otak-anak.html.

Sutedjo, Wagiati. Hukum Pidana Anak. Bandung: PT Refika Aditama, 2006.

Tuwu, Alimudin. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press,1993.

Vivian, John. Teori Komunikasi Massa, 8th

ed. Jakarta: Kencana, 2008.

Wawancara pribadi dengan .

Wawancara pribadi dengan N yang merupakan salah satu guru di SMP PGRI 1, Ciputat, 4 Juni

2011.

Wawancara pribadi dengan A. Ciputat, 28 Oktober 2011.

Wawancara pribadi dengan MS. Ciputat, 28 Oktober 2011.

Wawancara pribadi dengan Ibu Idjah. Ciputat, 20 Oktober 2011.

Wawancara pribadi dengan Bapak Sartiman. Ciputat, 20 Oktober 2011

Wawancara pribadi dengan FF. Ciputat, 28 Oktober 2011.

Wawancara pribadi dengan S. Ciputat, 28 Oktober 2011.

Wawancara pribadi dengan AF. Ciputat, 28 Oktober 2011.

Page 77: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Wawancara pribadi dengan SR. Ciputat, 4 November 2011.

Wawancara pribadi dengan F. Ciputat, 4 November 2011.

Wawancara pribadi dengan TA. Ciputat, 4 November 2011.

Wawancara pribadi dengan E. Ciputat, 4 November 2011.

Wawancara pribadi dengan JD. Ciputat, 4 November 2011.

Wawancara pribadi dengan DR. Ciputat, 4 November 2011.

Wawancara pribadi dengan LA. Ciputat, 4 November 2011.

Wawancara pribadi dengan CS. Ciputat, 11 November 2011.

Wawancara pribadi dengan R. Bintaro, 10 November 2011.

Wawancara pribadi dengan SR. Rempoa, 10 November 2011.

Wawancara pribadi dengan N. Ciputat, 20 November 2011.

Wawancara pribadi dengan AS. Pamulang, 13 November 2011.

Wawancara pribadi dengan A. Ciputat, 30 November 2011.

.

Page 78: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Pedoman Wawancara (untuk Pihak Sekolah)

T : Kegiatan MOS apa saja yang dilakukan di sekolah ini pak?

T : Apakah di sekolah ini ada tindak kekerasan siswa pada saat MOS pak?

T : Bagaimana kontrol sekolah ini agar tidak terjadi tindak kekerasan pada saat MOS pak?

T : Bagaimana hubungan antara siswa senior dengan siswa junior di sekolah ini pak?

T : Bagaimana dengan masalah tawuran siswa pak?

T : Bagaimana kontrol sekolah terhadap masalah tawuran siswa pak?

T : Biasanya apa penyebab siswa tawuran dengan siswa sekolah lain pak?

T : Sanksi apa yang diberikan pihak sekolah terhadap siswa yang melakukan tawuran pak?

T : Biasanya siswa kelas berapa saja yang terlibat tawuran pak?

T : Kendala apa saja yang dihadapi pihak sekolah dalam menangani kasus kekerasan siswa

pak/ibu?

T : Peran sekolah bagaimana dalam menangani kasus kekerasan yang dilakukan siswa pak?

Page 79: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Pedoman wawancara (untuk Siswa laki-laki)

T : Biasanya kamu suka nonton film apa?

T : Suka nonton film yang ada adegan kekerasan, misalnya yang ada adegan berantem?

T : Suka nonton film kartun juga g?

T : Suka main Video Game g?

T : Suka main video Game apa aja?

T : Biasanya suka main Video Game yang ada adegan kekerasannya g?

T : Kenapa sih suka main Video Game yang ada adegan kekerasannya?

T : Biasanya buka internet apa aja?

T : Biasanya update status berapa kali?

T : Suka nulis update status yang ngata-ngatain temen atau guru ga?

T : Pernah ikut tawuran ga?

T : Berapa kali ikut tawuran?

T : Sama siapa diajakin tawuran?

T : Biasanya tawuran bawa apa?

T : Kalau ga ikut tawuran ada sanksinya ga?

T : Alasan kamu apa ikut tawuran?

T : apa sih penyebab tawurannya?

T : Mang ga takut kalau ada yang lapor ke pihak sekolah?

T : Tindakan orang tua kamu apa pas tahu kamu tawuran?

T : Pernah jadi panitia MOS ga?

T : Biasanya kegiatan MOS ngapain aja?

T : Hal apa yang kamu lakuin kalau ada adik kelas atau temen yang ngelanggar perintah

kamu?

T : Menurut kamu bentakan, cacian yang dilakukan kakak kelas ke adik kelas hal yang

wajar dilakukan g?

Page 80: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

T : Menurut kamu bentakan, cacian, tawuran, pemalakan wajar dilakuin kakak kelas ke

adik kelas dan merupakan sebuah tradisi ?

T : Menurut kamu adanya adik kelas ajang buat balas dendam ga?

T : Biasanya kalau di rumah suka cerita ke orang tua ga?

T : Orang tua kamu masih lengkap g?

T : Bapak kamu meninggal kapan? Meninggalnya kenapa?

T : Di rumah ibu suka ngajakin ngobrol tentang kegiatan sehari-hari g?

T : Kalau kamu bandel diapain sama ibu?

T : Kalau orang tua kamu marahin kamu perasaan kamu gimana?

T : Terus kalau kamu kesel diomelin ibu tindakan kamu apa?

Page 81: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Pedoman wawancara (untuk Siswa perempuan)

T : kamu biasanya suka nonton film apa?

T : suka film yang ada adegan kekerasan ga?

T : suka film kartun ga?

T : biasanya suka nonton film kartun apa?

T : kalau lagi main internet biasanya buka apa?

T : berapa kali suka update status?

T : kalau update status suka kata-katain kasar temen atau guru ga?

T : pernah jadi panitia MOS ga?

T : kegiatan MOS apa aja?

T : menurut kamu bentakan,cacian, sindiran yang dilakukan kakak kelas ke adik kelas hal

T : menurut kamu bentakan, cacian, sindiran yang dilakukan kakak kelas ke adik kelas

wajar dilakukan dan merupakan sebuah tradisi?

T : di sekolah ini ada genk-genkan ga?

T : di rumah kamu suka cerita masalah kamu ke orang tua ga?

T : orang tua suka ngajakin ngobrol tentang kegiatan kamu sehari-hari ga?

T : orang tua kamu masih ada?

T : sekarang kamu tinggal sama siapa?

T : perasaan kamu gimana tinggal sama papa tiri?

T : tindakan orang tua kamu apa kalau kamu bandel?

T : perasaan kamu gimana kalau diomelin orang tua?

T : pernah lihat orang tuanya berantem ga?

T : perasaan kamu gimana lihat orang tua berantem?

Page 82: SENIORITAS DAN PERILAKU KEKERASAN DIKALANGAN SISWA …

Pedoman wawancara (untuk Orang Tua)

T : pekerjaan anda apa ?

T : berapa jumlah anak anda?

T : biasanya anda dan keluarga sering meluangkan waktu untuk berkumpul bersama anak-

anak di rumah ga?

T : anak-anak sering curhat ke ibu atau bapak ga tentang masalahnya atau kegiatannya

diluar rumah?

T : apakah menurut anda keluarga anda termasuk keluarga yang sudah harmonis?

T : apa anda dan suami kalau berantem pernah menunjukannya didepan anak-anak?

T : apa dalam mendidik anak biasanya anda menggunakan kekerasan, seperti kekerasan

fisik?

T : apa anda termasuk orang tua yang ketat dalam mengontrol pergaulan anak-anak anda?

T : kalau anak anda bandel biasanya anda melakukan apa, apakah ibu menggunakan

kekerasan fisik?

T : apa anda mengetahui anak anda pernah ikut tawuran atau melakukan perilaku kekerasan

di sekolahnya

T : apa yang anda lakukan apabila anak anda melakukan tindak kekerasan atau menjadi

korban kekerasan di sekolah?