44
SARI PUSTAKA SINKOP Oleh : dr. TEUKU BOB HAYKAL NIK : 198507202012121001 DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK 2018 Universitas Sumatera Utara

SINKOP - repository.usu.ac.id

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SINKOP - repository.usu.ac.id

SARI PUSTAKA

SINKOP

Oleh : dr. TEUKU BOB HAYKAL NIK : 198507202012121001

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK

2018

Universitas Sumatera Utara

Page 2: SINKOP - repository.usu.ac.id

ABSTRAK

Sinkop adalah masalah klinis penting karena merupakan hal yang umum,

mahal, dan seringkali mengganggu. Sinkop sering ditemukan pada populasi umum

dan episode pertama biasanya muncul pada kelompok usia tertentu. Prevalensi dan

insiden sinkop meningkat seiring pertambahan usia dengan 30% angka kejadian

rekuren. Sinkop refleks sejauh ini merupakan penyebab paling sering. Sebaliknya,

frekuensi kejang epilepsi pada kelompok usia muda yang sama jauh lebih rendah

(<1%) dan sinkop akibat aritmia jantung bahkan jauh lebih sedikit. Evaluasi meliputi

anamnesis penyakit secara hati-hati, pemeriksaan fisik, temasuk pengukuran tekanan

darah ortostatik dan elektrokardiogram (EKG). Berdasarkan penemuan pada

pemeriksaan-pemeriksaan ini, pemeriksaan tambahan lain dapat dilakukan. Tujuan

utama terapi pasien dengan sinkop adalah untuk memperpanjang harapan hidup,

membatasi cedera fisik dan mencegah rekurensi. Kepentingan dan prioritas sasaran

yang berbeda ini bergantung pada penyebab sinkop. Morbiditas yang tinggi

didapatkan pada lansia dan bervariasi mulai dari kehilangan kepercayaan diri,

depresi, dan ketakutan untuk jatuh, hingga fraktur dan perawatan lanjut.

Kata kunci: Sinkop, Presinkop, Hilang kesadaran

Universitas Sumatera Utara

Page 3: SINKOP - repository.usu.ac.id

SINKOP

PENDAHULUAN

Sinkop adalah masalah klinis penting karena merupakan hal yang umum,

mahal, dan seringkali mengganggu. Hal ini dapat menyebabkan cedera dan mungkin

merupakan satu-satunya tanda bahaya sebelum terjadinya Sudden Cardiac Death

(SCD). Wisten dkk melaporkan bahwa 25% dari 162 korban SCD berusia 15-35

tahun awalnya mengalami sinkop atau presinkop. Pasien dengan sinkop yang

menjalani perawatan di rumah sakit berjumlah 1% dan 3% menjalani perawatan di

unit gawat darurat. Beberapa survei melaporkan bahwa hingga 50% orang pada usia

dewasa muda pernah mengalami episode kehilangan kesadaran. Kebanyakan dari

episode ini terisolasi dan tidak pernah mendapat perhatian medis.1,2

Salah satu penyebab utama sinkop adalah masalah kardiovaskular. Hal ini

dihubungkan dengan mortalitas yang tinggi pada pasien dengan riwayat penyakit

jantung sebelumnya, iskemia miokard transien, dan kelainan jantung lain yang lebih

jarang.1

Tujuan utama evaluasi pasien dengan sinkop adalah untuk menentukan

apakah pasien memiliki peningkatan resiko kematian. Hal ini melibatkan identifikasi

pasien dengan iskemik miokard, sindrom Wolff-Parkinson White, dan penyakit

genetik yang secara potensial dapat mengancam nyawa seperti long QT syndrome

(LQTS), sindrom brugada dan takikardi ventrikular polimorfik katekolaminergik.1

Bila diagnosis ini dapat disingkirkan, sasaran kemudian diarahkan untuk

identifikasi penyebab sinkop dalam usaha meningkatkan kualitas hidup pasien dan

mencegah cedera pada pasien maupun orang lain.1,2

Universitas Sumatera Utara

Page 4: SINKOP - repository.usu.ac.id

DEFINISI

Sinkop adalah kehilangan kesadaran sementara akibat hipoperfusi serebral

global transien dikarakteristikkan dengan onset cepat, durasi yang pendek, dan

pemulihan spontan. Kehilangan kesadaran dikarenakan penurunan aliran darah ke

sistem aktivasi retikular yang berlokasi pada batang otak dan tidak membutuhkan

terapi listrik atau kimia untuk kembali normal.2,3

Metabolisme otak, berbeda dengan organ-organ lain, sangat bergantung pada

perfusi. Konsekuensinya, pembatasan pada aliran darah serebral selama sekitar 10

detik dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Restorasi tingkah laku dan orientasi

setelah episode sinkop biasanya segera terjadi. Amnesia retrograde, meskipun jarang,

dapat terjadi pada pasien tua. Sinkop, sebagaimana didefinisikan disini,

merepresentasikan sebuah cabang dari spektrum kondisi yang jauh lebih luas sebagai

penyebab kehilangan kesadaran, termasuk kondisi seperti stroke dan kejang epileptik.

Penyebab non-sinkopal kehilangan kesadaran sementara berbeda dalam hal

mekanisme dan durasinya.3,4,5

Faktanya, definisi dapat diperluas menjadi T-LOC (transien loss of

consiousnness), sebuah istilah yang sengaja dibuat untuk mencakup semua gangguan

yang dicirikan dengan kehilangan kesadaran (LOC= Loss of consciousness) yang self

limited, tanpa memandang mekanismenya. Dengan membedakan T-LOC dan sinkop,

definisi terkini meminimalkan kebingungan konseptual dan diagnosis. Dahulu,

literatur seringkali tidak mendefinisikan sinkop, atau mendefinisikannya dengan cara

berbeda. Istilah sinkop dahulu biasanya digunakan untuk T-LOC, termasuk kejang

epilektik dan bahkan stroke pada sinkop. Sumber yang membingungkan ini mungkin

masih sering didapatkan pada literatur.3,4,5

Universitas Sumatera Utara

Page 5: SINKOP - repository.usu.ac.id

Gambar 1. Konteks kehilangan kesadaran transien (T-LOC= transien loss of

consciousness, SCD= sudden cardiac death)2

Istilah pre-sinkopal digunakan untuk menggambarkan gejala dan tanda yang

terjadi sebelum kehilangan kesadaran pada sinkop disinonimkan dengan tanda

bahaya atau gejala prodromal. Istilah pre-sinkop atau near-syncope biasanya

digunakan untuk menggambarkan kondisi yang mirip dengan gejala prodromal

sinkop namun tidak diikuti dengan kehilangan kesadaran. Masih belum jelas apakah

mekanisme yang terlibat sama seperti halnya pada sinkop.3,4

Universitas Sumatera Utara

Page 6: SINKOP - repository.usu.ac.id

EPIDEMIOLOGI

Sinkop sering ditemukan pada populasi umum dan episode pertama biasanya

muncul pada kelompok usia tertentu seperti yang digambarkan pada gambar 2.

Prevalensi dan insiden sinkop meningkat seiring pertambahan usia dengan 30%

angka kejadian rekuren.3

Gambar 2. Presentasi skematik pada distribusi usia dan insiden kumulatif episode

pertama sinkop pada populasi umum dengan subjek hingga usia 80 tahun. Data

dari subjek usia 5-60 tahun berasal dari studi oleh Ganzeboom et al. Data dari

subjek <5 tahun didasarkan pada studi oleh Lambrosso et al. dan subjek berusia

60-80 tahun didasarkan dari data oleh Soteriades et al.3

Sekitar 1% balita dapat mengalami bentuk sinkop vasovagal (VVS=vasovagal

syncope). Terdapat prevalensi yang tinggi episode pertama pingsan diantara usia 1

hingga 30 tahun, dengan puncaknya 47% pada wanita dan 31% pada pria sekitar usia

15 tahun.3,6

Universitas Sumatera Utara

Page 7: SINKOP - repository.usu.ac.id

Sinkop refleks sejauh ini merupakan penyebab paling sering. Sebaliknya,

frekuensi kejang epilepsi pada kelompok usia muda yang sama jauh lebih rendah

(<1%) dan sinkop akibat aritmia jantung bahkan jauh lebih sedikit. Pada sebuah

studi kohort, hanya 5% orang dewasa pada populasi yang mengalami episode

pertama sinkop pada usia diatas 40 tahun. Mayoritas mengalami episode pertama

sinkop dimediasi refleks pada masa awal masa remaja. Terdapat puncak insidens

pada usia diatas 65 tahun baik pada wanita maupun pria. Pada studi Framingham,

insidensi sinkop memperlihatkan peningkatan tajam setelah usia 70 tahun, dari 5,7

kejadian per 1000 orang per tahun pada pria usia 60-69 tahun menjadi 11.1 pada pria

usia 70-79 tahun. Meskipun demikian, pada usia dewasa tua dan geriatri (>60 tahun)

insiden kumulatif sinkop menjadi lebih sulit diketahui akibat adanya bias riwayat

episode pingsan puluhan tahun sebelumnya.3,7,8

Distribusi penyebab sinkop bervariasi berdasarkan usia pasien dan latar klinis

dimana pasien dievaluasi. Sinkop refleks merupakan penyebab sinkop yang paling

sering. Sinkop sekunder akibat penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kedua

tersering. Pada pasien <40 tahun, hipotensi ortostatik adalah penyebab sinkop yang

jarang. Hipotensi ortostatik sering ditemukan pada pasien lansia. Kondisi non-

sinkopal, yang salah didiagnosis sebagai sinkop pada evaluasi awal, lebih sering

ditemukan pada unit gawat darurat dan merefleksikan kompleksitas multifaktorial

pada pasien tersebut.3,8

Sebuah studi yang diturunkan dari data dasar Medicare melaporkan biaya

tahunan perawatan di rumah sakit untuk manajemen pasien dengan sinkop sebesar

2.4 miliar dollar. Pasien yang mengalami sinkop juga melaporkan penurunan

kualitas hidup secara bermakna. Sebagai tambahan, sinkop dapat menyebabkan

cedera traumatik. Sebuah studi melaporkan bahwa 29% pasien dengan sinkop yang

menjalani perawatan pada unit gawat darurat mengalami cedera traumatik minor dan

5% mengalami cedera traumatik berat termasuk cedera mayor akibat kecelakaan lalu

lintas disebabkan sinkop.3,9

Universitas Sumatera Utara

Page 8: SINKOP - repository.usu.ac.id

KLASIFIKASI

Tabel 1 menggambarkan klasifikasi patofisiologikal penyebab pokok sinkop.

Pembedaan dalam patofisiologi turunnya tekanan darah sistemik diikuti turunnya

aliran darah serebral global sebagai dasar sinkop menjadi acuan klasifikasi ini.3

Sinkop refleks (Neurally-mediated syncope) Vasovagal :

- Dimediasi stress emosional: rasa takut, nyeri, instrumentasi, fobia darah - Dimediasi stress ortostatik

Situasional - Batuk, bersin - Stimulasi gastrointestinal (menelan, defekasi, nyeri viseral) - Miksi/pasca miksi - Pasca latihan - Postprandial - Lainnya (contohnya tertawa, memainkan alat musik tiup, angkat beban)

Sinkop Sinus Karotid Bentuk Atipikal (Tanpa pemicu yang tampak dan/atau manifestasi klinis yang atipikal) Sinkop akibat hipotensi ortostatik Gangguan otonomik primer :

- Gangguan otonomik murni, atrofi sistem multipel, Penyakit parkinson dengan kegagalan otonomik, lewy body dementia

Gangguan otonomik sekunder : - diabetes, amiloidosis, uremia, cedera spinal

Hipotensi ortostatik diinduksi obat : - Alkohol, vasodilator, diuretik, fenotiazine, antidepresan

Deplesi Volume - Perdarahan, diare, muntah, dsb

Sinkop Kardiak (Kardiovaskular) Aritmia sebagai penyebab primer

Bradikardia : - Disfungsi nodus sinus (termasuk sindrom bradikardi/takikardi) - Penyakit pada sistem konduksi atrioventrikular

Takikardia : - Supraventrikular - Ventrikular (Idiopatik, sekuder akibat penyakit jantung struktural atau channelopathies)

Drug induced bradikardia dan takiaritmia Penyakit struktural

Jantung: Penyakit katup, infark miokard akut/iskemia, kardiomiopati obstruktif, massa kardiak (miksoma atrial, tumor, dsb), penyakit perikardium/tamponade, anomali kongenital pada arteri koroner, disfungsi katup prostetik. Penyebab lain: Emboli paru, diseksi aorta akut, hipertensi pulmonal

Tabel 1. Klasifikasi Sinkop3

Universitas Sumatera Utara

Page 9: SINKOP - repository.usu.ac.id

PATOFISIOLOGI

Pada individu muda sehat dengan aliran darah serebral sekitar 50-60 ml/100

gram jaringan/menit, sekitar 12-15% dari total kardiak output pada saat istirahat,

kebutuhan oksigen minimum yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesadaran

(sekitar 3.0-3.5 ml O2/100 gram jaringan/menit) dapat dengan mudah dicapai. Namun

demikian, pada individu yang lebih tua, batas aman untuk suplai oksigen mungkin

lebih rendah.1

Penurunan aliran darah secara tiba-tiba selama setidaknya 6-8 detik cukup

untuk menyebabkan kehilangan kesadaran secara penuh. Evaluasi tilt test

memperlihatkan penurunan tekanan darah sistolik menjadi 60 mmHg atau kurang

dihubungkan dengan sinkop. Lebih jauh, diestimasikan penurunan suplai oksigen

serebral setidaknya sebesar 20% cukup untuk menyebabkan kehilangan kesadaran.1

Tekanan darah sistemik ditentukan oleh ditentukan oleh Cardiac output (CO)

dan resistensi vaskular perifer total, dan penurunan salah satunya dapat menyebabkan

sinkop, namun kombinasi dari keduanya seringkali ditemukan, meskipun kontribusi

relatif dari masing-masing faktor dapat bervariasi.3

Gambar 3 menjelaskan bagaimana patofisiologi sinkop, dengan tekanan darah

yang rendah/hipoperfusi serebral global sebagai pusatnya, berdampingan dengan

resistensi perifer yang rendah atau tidak adekuat dan kardiak output yang rendah.3

Universitas Sumatera Utara

Page 10: SINKOP - repository.usu.ac.id

Gambar 3. Dasar patofisiologi klasifikasi sinkop. ANF=Autonomic nervous failure;

ANS= Autonomic nervous system; OH = Ortostatic Hypotension.3

Resistensi perifer yang rendah atau tidak adekuat dapat diakibatkan oleh

aktivitas refleks yang tidak sesuai menyebabkan vasodilatasi dan bradikardia

bermanifestasi sebagai sinkop refleks tipe vasodepresor, kardioinhibitor atau pun tipe

campuran. Penyebab lain dari rendah atau tidak adekuatnya resistensi perifer adalah

kegagalan fungsional dan struktural sistem saraf otonom (ANS = Autonomic Nervous

System) akibat pengaruh obat, gangguan otonomik (ANF=Autonomic Nervous

Failure) primer atau sekunder. Pada ANF, jalur vasomotor simpatis tidak dapat

meningkatkan resistensi vaskular perifer sebagai respon terhadap posisi tegak. Stress

gravitasional, dikombinasikan dengan kegagalan vasomotor, menyebabkan pooling

vena dan akhirnya berkonsekuensi terhadap turunnya aliran balik vena dan kardiak

output.3

Universitas Sumatera Utara

Page 11: SINKOP - repository.usu.ac.id

Penyebab transien rendahnya kardiak output terdiri dari 3 hal. Pertama adalah

bradikardia akibat gangguan refleks, dikenal sebagai sinkop refleks tipe

kardioinhibitor. Yang kedua adalah penyebab kardiovaskular, akibat aritmia dan

penyakit struktural termasuk emboli paru/hipertensi pulmonal. Yang ketiga adalah

aliran balik vena yang tidak adekuat akibat deplesi volume atau pooling vena. Ketiga

mekanisme tersebut: refleks, sekunder akibat hipotensi ortostatik, dan kardiovaskular

digambarkan pada lingkaran paling luar pada gambar 3.3

1. Sinkop refleks (Neurally Mediated Syncope)

Sinkop refleks secara tradisional mengacu pada kondisi heterogen dimana

refleks kardiovaskular yang secara normal berfungsi untuk mengontrol sirkulasi

mengalami gangguan secara intermitten, dalam respon terhadap pencetus,

menyebabkan vasodilatasi dan/atau bradikardi dan dengan demikian membuat

turunnya tekanan darah arteri dan perfusi serebral global.3

Sinkop refleks biasanya diklasifikasikan berdasarkan jalur eferen yang paling

terlibat, yakni simpatik atau parasimpatik. Istilah ‘tipe vasodepresor’ seringkali

digunakan bila didominasi hipotensi akibat hilangnya tonus vasokonstriktor pada saat

posisi tegak. Istilah ‘kardioinhibitor’ digunakan bila didominasi bradikardi atau

asistol dan ‘campuran’ merupakan istilah bila kedua mekanisme tersebut ditemukan

secara bersama.3

Sinkop refleks juga dapat diklasifikasikan berdasarkan pemicunya yaitu jalur

aferen seperti pada tabel 1. Harus diketahui bahwa ini merupakan penyederhanaan

mengingat banyak mekanisme lain yang dapat muncul pada konteks situasi spesifik,

seperti sinkop saat miksi atau defekasi. Situasi pemicu sangat bervariasi tergantung

individu pasien. Pada kebanyakan kasus, jalur eferen tidak bergantung pada asal

pemicu (contohnya sinkop dipicu miksi maupun sinkop vasovagal dapat muncul

sebagai sinkop kardioinhibitor ataupun vasodepresor).3

Mengetahui berbagai pemicu merupakan hal yang penting, karena dengan

mengenalinya dapat menjadi instrumen diagnosis sinkop:3

Universitas Sumatera Utara

Page 12: SINKOP - repository.usu.ac.id

• Sinkop Vasovagal, dimediasi oleh emosi atau oleh stres ortostatik. Biasanya

didahului oleh gejala prodromal aktivasi otonom (berkeringat, pucat, muntah).

• Sinkop situasional secara tradisional mengacu pada sinkop refleks yang

berhubungan dengan kondisi tertentu yang spesifik. Sinkop pasca latihan

dapat terjadi pada atlet muda sebagai bentuk dari sinkop refleks sebagaimana

pada subjek usia pertengahan dan tua sebagai manifestasi awal gangguan

nervus otonomik sebelum mereka mengalami hipotensi ortostatik yang tipikal.

• Karotid sinus sinkop merupakan bentuk spontan yang jarang. Hal ini dipicu

oleh manipulasi mekanik pada sinus karotis. Pada bentuk yang lebih umum

tidak ditemukan pemicu mekanik dan hal ini didiagnosis dengan masase sinus

karotis.

• Istilah bentuk atipikal digunakan untuk mendeskripsikan situasi dimana

sinkop refleks terjadi dengan pemicu yang tidak jelas bahkan tidak ada.

Diagnosis kemudian hanya didasarkan pada anamnesis, dan lebih jauh pada

eksklusi penyebab sinkop yang lain (tidak adanya penyakit jantung struktural)

dan munculnya gejala yang sama pada pemeriksaan tilt-table.

Bentuk klasik dari vasovagal sinkop biasanya dimulai pada pasien muda

sebagai episode terisolasi dan dibedakan dari bentuk yang lain dengan presentasi

yang atipikal. Sinkop yang dimulai pada usia tua, biasanya berhubungan dengan

gangguan kardiovaskular atau neurologikal, mungkin muncul sebagai hipotensi

ortostatik atau hipotensi postprandial. Pada bentuk yang terakhir ini, sinkop refleks

tampaknya merupakan ekspresi proses patologis, utamanya berkaitan dengan

kegagalan sistem saraf otonom untuk mengaktivasi refleks kompensasi, sehingga

terdapat tumpang tindih dengan kegagalan sistem saraf otonom.3,10

Universitas Sumatera Utara

Page 13: SINKOP - repository.usu.ac.id

2. Hipotensi Ortostatik dan Sindrom Intoleransi Ortostatik

Berbeda dengan sinkop refleks, pada ANF aktivitas eferen simpatis

mengalami kerusakan kronik sehingga respon vasokontriksi berkurang. Pada saat

berdiri, tekanan darah menjadi turun dan terjadi sinkop atau pre-sinkop. Hipertensi

ortostatik (OH=Orthostatic Hypotension) didefinisikan sebagai penurunan tekanan

darah sistolik secara abnormal saat berdiri.3

Dari sudut pandang patofisiologi, terdapat perbedaan yang jelas antara sinkop

refleks dan ANF, namun manifestasi klinis pada dua kondisi ini biasanya tumpang

tindih sehingga sulit menegakkan diagnosis. ‘Intoleransi ortostatik’ mengacu pada

gejala dan tanda pada posisi tegak akibat abnormalitas pada sirkulasi. Sinkop adalah

salah satu gejalanya dan gejala lain yaitu: (i) pusing/rasa melayang, pre-sinkop; (ii)

kelemahan, kelelahan, lesu; (iii) palpitasi, berkeringat; (iv) gangguan penglihatan

(termasuk pandangan kabur, silau, tunnel vision; dan (vi) nyeri pada leher, regio

oksipital/paraservikal dan bahu), low back pain atau nyeri area prekordial.3,11,12

Variasi sindrom klinis pada intoleransi ortostatik tampak pada tabel 2. Bentuk

sinkop refleks dengan stres ortostatik sebagai pemicu utama juga diikutsertakan.3

• ‘OH klasik’ merupakan tanda klinis didefinisikan sebagai penurunan tekanan

darah sistolik ≥20 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥10 mm Hg dalam 3

menit posisi tegak, muncul pada pasien dengan ANF murni, hipovolemia atau

bentuk lain dari ANF.

• ‘Initial OH’ dicirikan dengan penurunan tekanan darah segera setelah posisi

tegak >40 mmHg. Tekanan darah kemudian secara cepat dan spontan kembali

ke normal, sehingga periode hipotensi dan gejala relatif pendek (<30 detik).

Universitas Sumatera Utara

Page 14: SINKOP - repository.usu.ac.id

Gambar 4. Gambaran tilt test ‘Inisial OH’ (kiri) dan ‘OH klasik’ (kanan). Tracing

di kiri diambil dari remaja bugar berusia 17 tahun dengan keluhan rasa melayang

berat transien selama berdiri aktif. Tampak penurunan tekanan darah yang nyata.

Titik nadirnya pada 7-10 detik dan diikuti oleh pemulihan tekanan darah. Tracing

di kanan diambil pada laki-laki usia 47 tahun dengan ANF murni. Tekanan darah

mulai turun segera setelah posisi berdiri tingkat yang sangat rendah setelah 1 menit

posisi berdiri dengan hanya sedikit peningkatan denyut jantung meskipun terdapat

hipotensi.3,13,14

• ‘Delayed (progresif) OH’ tidak jarang pada pasien berusia tua. Hal ini

dihubungkan dengan kerusakan degeneratif pada refleks kompensasi dan

kekakuan jantung pada lansia yang sensitif terhadap penurunan preload.

’Delayed OH’ dicirikan dengan penurunan tekanan darah sistolik secara

lambat progresif pada posisi tegak. Tidak adanya refleks bradikardi (vagal)

membedakan ‘delayed OH’ dari sinkop refleks. ‘Delayed OH’ mungkin dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 15: SINKOP - repository.usu.ac.id

diikuti bradikardia (bila kombinasi dengan sinkop refleks), akan tetapi, pada

lansia, turunnya tekanan darah relatif kurang curam dibanding pada usia

muda.

• ‘Sindrom Takikardi Ortostatik Postural’ (POTS=Postural Orthostatic

Tachycardia Syndrome). Beberapa pasien, kebanyakan wanita muda, muncul

dengan keluhan berat pada intoleransi ortostatik, namun tidak mengalami

sinkop, dengan peningkatan denyut jantung secara signifikan (>30 denyut per

menit atau mencapai >120 denyut per menit) dan ketidakstabilan tekanan

darah. Patofisiologi yang mendasari masih belum jelas.

3. Sinkop Kardiak (Kardiovaskuler)

a. Aritmia

Aritmia adalah penyebab sinkop kardiak paling sering. Hal ini menginduksi

gangguan hemodinamik, yang dapat menyebabkan penurunan kritis pada CO dan

aliran darah serebral. Meskipun demikian, sinkop seringkali memiliki faktor

kontribusi yang multipel, termasuk denyut jantung, tipe aritmia (supraventrikular

atau ventrikular), fungsi ventrikel kiri, postur, dan kecukupan kompensasi

vaskular.3,15,16

Tanpa memandang efek kontribusi tersebut, bila aritmia adalah penyebab

primer sinkop, maka harus diterapi secara spesifik. Pada sick sinus syndrome,

nodus sinoatrial mengalami kerusakan, berupa automatisasi abnormal ataupun

konduksi abnormal sinoatrial. Pada situasi ini, sinkop disebabkan jeda relatif lama

pada sinus arrest atau blok sinoatrial dan kegagalan mekanisme escape. Jeda ini

paling sering ditemukan ketika takiaritmia atrial tiba-tiba berhenti (sindrom taki-

bradi).3,15

Bentuk yang parah dari blok atrioventrikular (AV) (Blok Mobitz 2, ‘high

grade’, dan total blok AV) paling sering berhubungan dengan sinkop. Pada kasus

ini irama jantung bergantung pada timbulnya pacu jantung tambahan atau irama

Universitas Sumatera Utara

Page 16: SINKOP - repository.usu.ac.id

escape . Sinkop terjadi karena jeda pacu jantung untuk memulai suatu impuls

terjadi relatif lama. Sebagai tambahan, impuls tambahan ini memiliki frekuensi

yang relatif lambat (25-40 kali per menit). Bradikardi juga memperpanjang

repolarisasi dan menjadi predisposisi terjadinya takikardi ventrikel (VT=

Ventricular Tachycardia) polimorfik, khususnya tipe Torsade de Pointes.3

Sinkop atau near sinkop terjadi saat onset takikardi paroksismal, sebelum

terjadi kompensasi vaskular. Kesadaran, secara umum, kembali sebelum takikardi

menghilang. Bila hemodinamik masih tidak adekuat akibat takikardi, kondisi

tidak sadar tetap terjadi. Pemulihan kemudian menjadi tidak spontan, tidak lagi

diklasifikasi sebagai sinkop, dan merupakan cardiac arrest.3,15,16

Beberapa obat dapat menyebabkan bradi-takiaritmia. Banyak obat antiaritmia

dapat menyebabkan bradikardi sebagai konsekuensi efek spesifiknya pada fungsi

nodus sinus atau konduksi AV. Sinkop akibat Torsade de Pointes tidak jarang

terjadi, khususnya pada wanita, dan disebabkan oleh obat-obat yang

memperpanjang interval QT. Hal ini khususnya seringkali muncul pada pasien

yang mengalami LQTS. Obat-obat yang memperpanjang interval QT terdiri dari

kategori berbeda antara lain antiaritmia, vasodilator, psikotropika, antimikroba,

antihistamin non sedatif, dan sebagainya.3

b. Penyakit Struktural

Penyakit struktural kardiovaskular dapat menyebabkan sinkop bila kebutuhan

sirkulasi melebihi kemampuan jantung yang mengalami kerusakan untuk

meningkatkan outputnya. Tabel 1 memuat penyakit kardiovaskular yang paling

sering menyebabkan sinkop. Sinkop membutuhkan perhatian besar bila

dihubungkan dengan kondisi dimana terdapat obstruksi menetap atau dinamis

pada outflow ventrikel kiri. Dasar terjadinya pingsan adalah aliran darah yang

tidak adekuat akibat obstruksi mekanik. Meskipun demikian, pada beberapa

kasus, sinkop tidak semata-mata akibat restriksi CO, namun bergabung dengan

gangguan refleks atau OH.3

Universitas Sumatera Utara

Page 17: SINKOP - repository.usu.ac.id

Klasifikasi Tes untuk Diagnosis Waktu mulai berdiri hingga muncul gejala

Patofisiologi Gejala Paling sering Kondisi yang paling sering terkait

Initial OH

Tes beat-to-beat tekanan darah sistolik pada posisi baring ke berdiri (berdiri aktif)

0-30 detik Ketidaksesuaian antara CO dan SVR (Systemic Vascular

Resistance)

Rasa melayang/pusing, gangguan visual beberapa

detik setelah berdiri, (sinkop jarang)

Subjek muda, asthenic, usia tua, diinduksi obat

(α bloker), CSS

OH klasik (gangguan otonomik

klasik)

Tes Lying-to-standing (berdiri

aktif) atau tilt table

30 detik- 3 menit

Gangguan peningkatan SVR pada disfungsi otonom mengakibatkan pooling darah atau deplesi volume berat melebihi penyesuaian refleks

Pusing, pre-sinkop, kelemahan, palpitasi,

gangguan pendengaran dan visual (sinkop jarang)

Usia tua, diinduksi obat (semua obat vasoaktif

dan diuretik)

Delayed OH

Tes Lying-to-standing (berdiri

aktif) atau tilt table

3-30 menit Penurunan progresif pada aliran balik vena: CO rendah, penurunan

kemampuan vasokonstriksi (kegagalan refleks adaptasi), tidak

ada refleks bradikardia

Perpanjangan prodromal (pusing, lemah, palpitasi,

gangguan visual dan pendengaran, hiperhidrosis, low back pain, nyeri leher atau prekordial) seringkali diikuti dengan sinkop cepat

Usia tua, gangguan otonom, diinduksi obat (obat-obat vasoaktif dan

diuretik), adanya komorbid

Delayed (progresif) OH

+ Sinkop refleks

tilt table 3-45 menit Penurunan progresif pada aliran balik vena (seperti di atas) diikuti

reaksi vasovagal (refleks aktif termasuk refleks bradikardia dan

vasodilatasi.

Perpanjangan prodromal (pusing, lemah, palpitasi,

gangguan visual dan pendengaran, hiperhidrosis, low back pain, nyeri leher

atau prekordial) selalu diikuti dengan sinkop cepat

Usia tua, gangguan otonom, diinduksi obat (obat-obat vasoaktif dan

diuretik), adanya komorbid

Sinkop refleks (VVS) dipicu posisi berdiri

tilt table 3-45 menit Refleks adaptasi inisial muncul secara normal diikuti penurunan cepat aliran balik vena dan reaksi vasovagal (refleks aktif termasuk

refleks bradikardia dan vasodilatasi)

Prodromal jelas (klasik) dan pemicu selalu diikuti sinkop

Dewasa muda dan sehat, didominasi

wanita

POTS

tilt table bervariasi Tidak jelas; Dekondisi berat, aliran balik vena yang tidak

adekuat atau pooling darah vena secara berlebihan

Peningkatan denyut jantung bermakna yang simtomatis dan ketidakstabilan tekanan

darah. Tidak ada sinkop

Wanita muda

Tabel 2. Sindrom intoleransi ortostatik yang dapat menyebabkan sinkop3

EVALUASI PASIEN DENGAN SINKOP

1. Evaluasi Awal

Evaluasi meliputi anamnesis penyakit secara hati-hati, pemeriksaan fisik,

temasuk pengukuran tekanan darah ortostatik dan elektrokardiogram (EKG).

Berdasarkan penemuan pada pemeriksaan-pemeriksaan ini, pemeriksaan tambahan

lain dapat dilakukan:3

Universitas Sumatera Utara

Page 18: SINKOP - repository.usu.ac.id

a. Masase sinus karotis pada pasien >40 tahun.

b. Ekokardiografi ketika diketahui riwayat penyakit jantung sebelumnya atau

data yang ada mengarahkan pada penyakit jantung struktural atau sinkop

sekunder akibat kausa kardiovaskular.

c. Monitoring EKG dengan segera ketika muncul kecurigaan sinkop aritmik.

d. Orthostatic challenge (lying-to-standing orthostatic test dan tes tilt table)

bila sinkop terkait posisi berdiri atau terdapat kecurigaan ke arah mekanisme

refleks.

e. Pemeriksaan lain yang kurang spesifik seperti evaluasi neurologi atau tes

darah hanya diindikasikan bila terdapat kecurigaan ke arah T-LOC non

sinkopal.

Evaluasi awal harus dapat menjawab 3 pertanyaan kunci:3

(1) Apakah merupakan episode sinkopal atau bukan?

(2) Apakah diagnosis etiologi telah dapat ditentukan?

(3) Apakah ada data yang mengarahkan pada resiko tinggi kejadian

kardiovaskular atau kematian?

2. Diagnosis Sinkop

Diferensiasi antara sinkop dan kondisi non-sinkopal dengan kehilangan

kesadaran yang nyata atau semu dapat diperoleh pada sebagian besar kasus melalui

anamnesis yang detail, namun kadang pula menjadi sangat sulit.3

Pertanyaan berikut harus dijawab:3

• Apakah kehilangan kesadaran komplit?

• Apakah kehilangan kesadaran bersifat transien dengan onset cepat dan durasi

yang pendek?

• Apakah pasien pulih secara spontan, komplit, tanpa sekuele?

• Apakah pasien kehilangan tonus postural?

Universitas Sumatera Utara

Page 19: SINKOP - repository.usu.ac.id

Bila jawaban terhadap semua pertanyaan di atas positif, episode gejala

mungkin sekali mengarah pada sinkop. Bila jawaban pada salah satu atau lebih

pertanyaan diatas adalah negatif, eksklusikan bentuk lain dari LOC sebelum

berlanjut ke evaluasi sinkop lebih jauh.3

3. Diagnosis Etiologi

Evaluasi awal dapat menentukan penyebab sinkop pada 23-50% pasien.

Terdapat beberapa temuan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, atau EKG yang dapat

dipertimbangkan pada diagnosis penyebab sinkop, yang membuat tidak diperlukan

lagi evaluasi lebih jauh. Pada banyak kasus lain, penemuan pada evaluasi awal tidak

dapat menegakkan diagnosis definitif namun mengarahkan pada beberapa penyebab

yang mungkin (tabel 3). Pada kondisi ini, tes-tes tambahan biasanya diperlukan.3

Sinkop dimediasi neural • Tidak ada penyakit jantung • Riwayat sinkop rekuren • Dialami segera setelah mengalami rasa tidak nyaman pada penglihatan, pendengaran, penciuman, atau

adanya sensasi nyeri • Berdiri lama atau di keramaian, cuaca panas • Mual muntah berkaitan dengan sinkop • Selama makan atau post prandial • Dengan rotasi kepala atau penekanan pada sinus karotis (seperti pada tumor, bercukur, ikatan yang kuat

pada leher • Setelah aktivitas

Sinkop akibat OH • Setelah berdiri • Hubungan berjangka waktu dengan dimulainya atau perubahan dosis penggunaan obat-obatan vasoaktif

yang berefek hipotensi • Berdiri lama, khususnya pada tempat yang ramai, panas • Adanya neuropati otonom atau parkinsonisme • Berdiri setelah aktivitas

Sinkop Kardiovaskular • Adanya penyakit jantung struktural secara definitif • Riwayat keluarga dengan SCD yang tidak dapat dijelaskan atau channelopathy • Selama latihan atau telentang • EKG abnormal • Palpitasi tiba-tiba yang segera diikuti oleh sinkop • Penemuan EKG mengarahkan pada aritmik sinkop

- Blok bifasikular (LBBB atau RBBB kombinasi dengan left anterior atau left posterior fascicular block) - Abnormalitas konduksi intraventrikular yang lain ( Durasi QRS ≥0.12 detik) - Blok AV derajat dua Mobitz I - Sinus bradikardi asimtomatis yang tidak sesuai (<50 bpm), blok sinoatrial atau sinus pause ≥3 detik

Universitas Sumatera Utara

Page 20: SINKOP - repository.usu.ac.id

tanpa adanya penggunaan obat-obatan kronotropik - Non-sustained VT - Kompleks QRS preeksitasi - Interval QT panjang atau pendek - Early Repolarization - Pola RBBB dengan ST elevasi di sadapan V1-V3 (sindrom Brugada) - Gelombang T negatif pada sadapan prekordial kanan, gelombang epsilon dan ventricular late potentential mengarahkan pada ARVC - Gelombang Q mengarahkan pada infark miokard

Tabel 3. Beberapa Ciri Klinis Masing-masing Tipe Sinkop3

Gambar 5. Kelainan pada EKG saat istirahat yang potensial menjadi aritmia.

Setiap sampel diwakili sadapanV1.1

4. Stratifikasi Resiko

Bila penyebab sinkop masih tidak jelas setelah evaluasi awal, langkah

selanjutnya adalah menilai resiko kejadian kardiovaskular mayor atau SCD. Gambar

6 memperlihatkan alur diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien.3

Universitas Sumatera Utara

Page 21: SINKOP - repository.usu.ac.id

Gambar 6. Alur Diagnostik Pada Pasien dengan T-LOC3

Penyakit struktural atau koroner yang berat (Gagal jantung, ejeksi fraksi yang rendah, atau riwayat infark miokard) Manifestasi klinis atau gambaran EKG yang mengarahkan pada sinkop aritmik • Pingsan saat latihan atau posisi telentang • Palpitasi pada saat sinkop • Riwayat keluarga dengan SCD • Non-sustained VT • Blok bifasikular (LBBB atau RBBB kombinasi dengan left anterior atau left posterior fascicular block) atau

abnormalitas konduksi intraventrikular yang lain ( Durasi QRS ≥0.12 detik)\ • Sinus bradikardia inadekuat <50 kali per menit) atau blok sinoatrial tanpa penggunaan obat-obat kronotropik

negatif atau latihan fisik

Universitas Sumatera Utara

Page 22: SINKOP - repository.usu.ac.id

• Kompleks QRS preeksitasi • QT interval panjang atau pendek • Pola RBBB dengan ST elevasi di sadapan V1-V3 (sindrom Brugada) • Gelombang T negatif pada sadapan prekordial kanan, gelombang epsilon dan ventricular late potentential

mengarahkan pada ARVC

Faktor komorbid yang penting • Anemia berat • Gangguan elektrolit

Tabel 4. Kriteria Resiko Tinggi Jangka Pendek yang Membutuhkan Perawatan Rumah Sakit atau Evaluasi yang Intensif3

TES DIAGNOSTIK

1. Masase Sinus Karotis

Diagnosis hipersensitivitas sinus karotis didasarkan pada munculnya asistol

>3 detik (subtipe kardioinhibitor), penurunan >50 mmHg tekanan darah sistolik

(subtipe vasodepressor), atau keduanya (subtipe campuran) selama masase sinus

karotis. Sinkop rekuren disebabkan stimulasi sinus karotis dengan asistol >3 detik

tanpa penggunaan obat-obatan yang mendepresi nodus sinoatrial atau konduksi

atrioventrikular dan merupakan indikasi kelas I (level C) untuk pemasangan pacu

jantung. Rekuren sinkop tanpa kejadian provokatif yang jelas dan dengan respon

kardioinhibitor hipersensitif, merupakan indikasi kelas IIa berdasarkan American

College of Cardiology/American Heart Association Guideline.17,18

• Indikasi untuk Masase sinus karotis

Infark miokard, Transient Ischemic Attack (TIA) atau stroke dalam 3

bulan terakhir merupakan kontraindikasi absolut. Riwayat ventrikel fibrilasi

atau ventikel takikardi merupakan kontraindikasi relatif. Bila terdapat bruit

karotis, USG Doppler karotis harus dilakukan sebelum melakukan masase

sinus karotis.17

• Teknik masase sinus karotis

Masase sinus karotis hanya dapat dilakukan oleh klinisi yang terlatih

untuk menangani komplikasi potensial dari tindakan ini. Setelah menggali

Universitas Sumatera Utara

Page 23: SINKOP - repository.usu.ac.id

riwayat penyakit secara detail, pemeriksaan fisik (termasuk auskultasi

karotis), dan penjelasan prosedur, pasien dibaringkan telentang selama

minimal 5 menit dengan monitoring EKG dan tekanan darah pada tilt table.

Monitoring tekanan darah non-invasif denyut ke denyut (contohnya

Finapress) lebih dipilih karena batas nadir tekanan darah terjadi sekitar 18

detik, dan kembali ke baseline pada 30 detik. Pengukuran dengan sistem

otomatis konvensional kurang sensitif untuk menangkap respon yang cepat

ini. Hal ini utamanya bila respon vasodepressor merupakan fokus utama.

Dengan mantap, masase longitudinal harus dilakukan selama 5 detik di atas

sisi pulsasi maksimal pada sinus karotis kanan, yang berlokasi di antara batas

superior kartilago tiroid dan sudut madibula. Beberapa pusat studi

merekomendasikan untuk meneruskan masase selama 10 detik bila tidak ada

asistol setelah 5 detik. Tekanan lemah pada sinus karotis tidak akan

menyebabkan respon hipersensitivitas.17

Masase sinus karotis dilakukan secara inisial di sisi kanan pada posisi

telentang, karena sekitar 66% pasien dengan hipersensitivitas sinus karotis

memiliki respon positif pada sisi kanan sehingga potensial dapat mencegah

perlunya melakukan masase berulang. Masase harus dihentikan bila terjadi

asistol >3detik. Munculnya gejala klinis, tekanan darah, dan interval R-R

harus direkam. Bila masase pada sisi kanan tidak diagnostik, prosedur harus

diulang, secara berurutan, pada posisi telentang ke kiri dan posisi head up tilt

dengan kemiringan sekitar 70º ke kanan dan ke kiri, diikuti reekuilibrasi

hemodinamik pada semua kasus. Hingga 30% subjek, respon hanya muncul

selama masase pada posisi head up tilt. Pada akhir prosedur, pasien harus

tetap pada posisi telentang selama setidaknya 10 menit.17

Universitas Sumatera Utara

Page 24: SINKOP - repository.usu.ac.id

2. Challenge Ortostatik

Terdapat dua metode berbeda untuk menilai respon pada perubahan postural

dari telentang ke berdiri. Yang pertama adalah berdiri aktif dari telentang ke berdiri,

yang kedua adalah tes tilt table dengan kemiringan 60-70º.3 Berdiri aktif

Pemeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis tipe intoleransi

ortostatik yang berbeda seperti yang tertera pada tabel 2.3

Alat otomatis untuk mengembangkan cuff spigmomanometer pada

lengan yang diprogram untuk mengulang dan mengkonfirmasi pengukuran

bila terdapat nilai yang jauh berbeda mungkin tidak akan berguna karena

tekanan darah yang jatuh sangat cepat selama OH. Dengan

spigmomanometer lebih dari empat pengukuran per menit tidak dapat

diperoleh tanpa obstruksi vena pada lengan. Bila dibutuhkan nilai yang lebih

frekuen, pengukuran tekanan darah denyut-ke-denyut secara kontinyu dan

noninvasif dapat digunakan.3

Tilt test

Tilt test dapat memunculkan refleks dimediasi neural pada setting

klinis. Pooling darah dan penurunan aliran balik vena akibat stres ortostatik

dan imobilisasi dapat memicu timbulnya refleks. Efek akhirnya, hipotensi

dan biasanya diikuti perlambatan denyut jantung terkait kegagalan kapabilitas

vasokonstriktor diikuti hilangnya aktivitas simpatik dan overaktivitas vagal.

Situasi klinik yang berhubungan dengan tilt test adalah sinkop refleks dipicu

oleh berdiri lama. Meskipun demikian, tes ini juga dapat positif pada bentuk

sinkop refleks yang lain dan pada pasien dengan sick sinus syndrome. Pola

respon pada tilt test juga digunakan untuk membedakan sinkop refleks murni

dari bentuk non klasik ‘delayed OH’ sebagaimana tercantum pada tabel 2.3

- Serangan sinkop pertama kali yang tidak dapat diterangkan pada pasien

resiko tinggi atau sinkop berulang tanpa adanya penyakit jantung organik.

Indikasi Tilt Test:3

Universitas Sumatera Utara

Page 25: SINKOP - repository.usu.ac.id

- Pasien dengan kecurigaan sinkop dimediasi neural.

- Untuk membedakan sinkop refleks dan sinkop karena hipotensi

ortostatik.

- Untuk membedakan sinkop dengan kejang akibat epilepsi.

- Untuk mengevaluasi pasien dengan riwayat jatuh berulang yang tidak

dapat dijelaskan.

- Untuk mengevaluasi pasien dengan sinkop yang sering dan memiliki

penyakit psikiatri.

Pasien, khususnya diatas 60 tahun, harus dipuasakan tidak lebih dari 2

jam sebelum tindakan untuk mencegah efek bias dehidrasi relatif dan

hipotensi. Obat-obatan yang mempengaruhi kardiovaskular dan sistem saraf

otonomik dan yang kiranya mempengaruhi volume intravaskular harus

dihentikan setidaknya lima kali waktu paruh sebelum tes, kecuali obat-obat

tersebut diduga terlibat sebagai penyebab timbulnya sinkop. Saat sedang

dalam posisi head up tilt, pasien harus diinstruksikan untuk menghindari

gerakan otot dan persendian ekstremitas bagian bawah guna memaksimalkan

pooling vena.

Persiapan pasien:17

Gambar 7. Pasien yang menjalani tilt table test19

Universitas Sumatera Utara

Page 26: SINKOP - repository.usu.ac.id

Dengan tenaga mekanik ataupun listrik, alat tilt table harus dapat

secara cepat mencapai posisi tegak dan memungkinkan dikalibrasi pada

kemiringan sudut antara 60-80º; kembali ke posisi telentang dengan cepat

dan lancar secara mudah.17

Peralatan dan monitoring:

Monitoring elektrokardiografi harus dilakukan secara kontinyu

selama gejala atau perubahan hemodinamik dan tiap menit. Monitoring

tekanan darah juga dilakukan kontinyu, non-invasif, menangkap variasi

denyut ke denyut (dapat menggunakan fotopletismografi digital).

Penggunaan spigmomanometer tidak sensitif untuk perubahan tekanan darah

secara cepat. Pengukuran tekanan darah intraarteri secara rutin tidak

disarankan.17

Untuk meminimalkan rangsangan yang berefek pada fungsi saraf

otonom, tes harus dilakukan pada ruangan yang tenang, pencahayaan remang,

dan pada suhu yang nyaman. Peralatan resusitasi sesuai standar harus

tersedia.17

Sudut meja dan durasi tes adalah penentu krusial hasil tes, sensitivitas

dan spesifitas. Sudut kemiringan antara 60-80 optimal untuk mencetuskan

stres ortostatik yang cukup tanpa meningkatkan insidens hasil tes yang positif

palsu dan juga banyak direkomendasikan. Kanulasi intravena harus dihindari

kecuali pada protokol isoprenalin untuk mencegah efek yang dapat

mempengaruhi spesifitas tes.17

Terminasi tes harus dilakukan segera saat kriteria positif tes telah

tercapai, atau bila pasien merasa tidak nyaman, aritmia yang signifikan atau

terjadinya efek samping mengancam yang lain.17

Pasien dalam posisi telentang selama minimal 5 menit bila tanpa

kanulasi vena dan minimal 20 menit bila dilakukan kanulasi. Pasien

Head up Tilt Pasif

Universitas Sumatera Utara

Page 27: SINKOP - repository.usu.ac.id

kemudian dimiringkan ke atas dengan sudut antara 60-70˚ selama minimal 20

menit dan maksimal 45 menit.3

Head up tilt test dengan isoprenalin

Head up Tilt test dengan provokasi farmakologi

Pasien dalam posisi telentang selama 20 menit, kemudian

dimiringkan dalam posisi 70̊ selama 5 menit. Posisi telentang dilakukan lagi

selama lima menit untuk reekuilibrasi. Isoprenaline kemudian diinfuskan

dengan dosis 1 μg/menit selama 5 menit dalam posisi telentang, dan 5 menit

pada posisi dimiringkan 70̊. Infus dihentikan selama 2 menit pada posisi

telentang. Isoprenaline kemudian diberikan kembali dengan dosis 3 μg/menit

selama 5 menit telentang dan selama 5 menit pada posisi 70̊. Dosis

isoprenalin yang lebih tinggi tidak boleh diberikan karena akan berefek pada

spesifitas tes. Kontraindikasi termasuk penyakit jantung iskemik, hipertensi

tidak terkontrol, left ventricular outflow obstruction, dan stenosis aorta

signifikan, dan harus hati-hati dilakukan pada pasien yang diketahui

menderita disritmia.3,20

Infus harus dihentikan bila denyut jantung melampaui 150 kali per

menit, tekanan darah melebihi 180/100 mmHg atau bila terjadi aritmia, nyeri

dada, tremor parah, muntah atau efek samping lain yang tidak dapat

ditoleransi pasien. Efek samping khususnya menonjol pada pasien lanjut usia.

Pada kondisi dimana terdapat riwayat klinis yang kuat dan tilt pasif inisial

yang nondiagnostik, tilt test menggunakan nitrogliserin (NTG), yang dapat

ditoleransi lebih baik dengan spesifitas yang sama pada kelompok umur ini

lebih dipilih.20

Pasien dalam posisi telentang seperti diatas, dan kemudian diberikan

dua dosis terukur (400-800 μg) sublingual NTG spray. Dua dosis terukur

Head up tilt test dengan Nitrogliserin

Universitas Sumatera Utara

Page 28: SINKOP - repository.usu.ac.id

diberikan untuk memastikan dosis efektif untuk melawan efek profil

farmakokinetik linear NTG dan variasi absorpsi. Pasien kemudian tetap

dalam posisi telentang selama 5 menit lalu dimiringkan dalam posisi 70̊

selama 20 menit.20

Tilt table test dinyatakan positif bila muncul gejala sinkop atau

presinkopal diikuti hipotensi, bradikardia ataupun keduanya. Perubahan

denyut jantung dan tekanan darah secara terisolasi tidak boleh dinyatakan

sebagai vasovagal sinkop.20

Kriteria Positif

Anak-anak berusia 3 tahun dapat melakukan tes tilt table. Indikasi,

kontraindikasi dan metodologi secara esensial sama dengan orang dewasa

dengan ketentuan dosis isoprenalin tidak boleh melebihi 0.03 μcg/kg/menit

bila tes diindikasikan. Sensitivitas dan spesifisitas untuk tilt test pasif dan tilt

test menggunakan isoprenaline sama dengan pada orang dewasa, namun

belum ada data mengenai tilt test dengan NTG pada populasi ini.20

Head up tilt table test pada pasien pediatri

Perbedaan utama pada subjek lansia adalah munculnya gejala klinis

yang lebih bervariasi pada grup ini. Pasien lanjut usia dengan sinkop

vasovagal seringkali memiliki onset sinkop yang tiba-tiba dengan gejala

prodromal minimal atau tidak ada, karenanya kriteria hasil tes yang positif

perlu lebih dipertimbangkan dalam konteks ini.20

Head up tilt table test pada pasien lanjut usia

3. Monitoring Elektrokardiografi

Monitor EKG diindikasikan hanya bila terdapat probabilitas yang tinggi pada

evaluasi sebelumnya yang mengarahkan pada diagnosis aritmia sebagai penyebab

Universitas Sumatera Utara

Page 29: SINKOP - repository.usu.ac.id

sinkop, sebagaimana terdapat pada tabel 3. Monitoring EKG bernilai diagnostik bila

terdapat korelasi antara sinkop dan abnormalitas elektrokardiografi (bradi atau

takiaritmia). Sebaliknya, monitoring EKG mengeksklusi penyebab aritmia ketika

terjadi sinkop tanpa adanya variasi irama.21

Monitoring di rumah sakit (bedside atau telemetrik) dilakukan hanya bila

pasien memiliki penyakit jantung struktural yang bermakna dan memilki resiko

tinggi untuk mengalami aritmia yang mengancam hidup. Monitoring EKG selama

beberapa hari mungkin bermanfaat, khususnya bila monitoring dilakukan segera

setelah sinkop.21

Mayoritas pasien memiliki interval bebas sinkop selama beberapa minggu,

bulan bahkan tahun, Karenanya, korelasi gejala dengan gambaran EKG jarang dapat

dicapai lewat monitoring holter. Monitoring holter hanya diindikasikan bila pasien

mengalami sinkop atau presinkop dengan frekuensi yang sangat sering. Pemeriksaan

ini juga mungkin berguna pada pasien dengan gambaran EKG mengarah pada sinkop

aritmik sebagai panduan untuk pemeriksaan lebih lanjut (misalnya studi

elektrofisiologi).21

Loop recorder eksternal dapat digunakan pada pasien yang memiliki interval

gejala ≤4 minggu. Yang terbaru, sistem monitoring ambulatori berba sis internet

berpotensi untuk monitoring kontinyu pasien jarak jauh karena dapat menyediakan

sarana guna pengenalan aritmia secara cepat tanpa perlu ke rumah sakit untuk

mengunduh data.21

Pasien dengan sinkop yang jarang sulit untuk didiagnosa menggunakan

sistem diatas. Pada kondisi tertentu, perlu dipertimbangkan pemasangan implantable

ECG loop recorder (ILR) seperti tampak pada gambar 8. Pada keadaan dimana

mekanisme sinkop masih belum jelas setelah evaluasi lengkap, ILR diindikasikan

pada pasien yang memiliki gambaran klinis atau EKG yang mengarah pada sinkop

aritmik atau riwayat sinkop rekuren dengan cedera. ILR dapat pula diindikasikan

pada pemeriksaan fase inisial sebagai pengganti pemeriksaan konvensional. Hal ini

khususnya pada pasien dengan fungsi kardiak yang cukup yang memiliki gambaran

Universitas Sumatera Utara

Page 30: SINKOP - repository.usu.ac.id

klinis atau EKG mengarah pada sinkop aritmik, dan yang bertujuan untuk

mengonfirmasi suspek bradikardia sebelum pemasangan pacu jantung pada pasien

sinkop dimediasi neural dengan episode yang sering atau traumati.21

Gambar 8. Implantable loop recorder. ILR ditempatkan secara subkutan dengan anestesi lokal, dan memiliki baterai dengan ketahanan 18-24 bulan. Alat ini dapat menyimpan hingga 42 menit EKG sadapan tunggal kontinyu. Aktivasi otomatis

terjadi bila muncul aritmia yang dikenali.21

4. Studi Elektrofisiologi

Efisiensi diagnostik studi elektrofisiologi invasif tidak hanya sangat

bergantung pada derajat abnormalitas tes sebelumnya namun juga pada protokol

pemeriksaan dan kriteria yang digunakan untuk diagnosis. Hasil positif pada studi

elektrofisiologi terjadi hampir secara eksklusif pada pasien dengan penyakit jantung

yang jelas dan defek konduksi. Perlu ditekankan bahwa hasil studi elektrofisiologi

yang normal tidak dapat secara komplit mengeksklusi penyebab aritmia pada sinkop.

Bila mengarah pada aritmia, direkomendasikan untuk melakukan evaluasi lebih jauh

(misalnya loop recording). Sebaliknya, hasil abnormal pada studi elektrofisiologi

(misalnya interval His-Ventrikular yang relatif panjang, ventrikel fibrilasi yang dapat

diinduksi dengan stimulasi agresif) mungkin pula tidak diagnostik untuk menentukan

penyebab sinkop.21

Secara umum, studi elektrofisiologi diindikasikan pada pasien dengan sinkop

yang dicurigai akibat bradiaritmia atau takiaritmia bila pendekatan noninvasif belum

mampu mendiagnosis secara pasti.1

Universitas Sumatera Utara

Page 31: SINKOP - repository.usu.ac.id

Terdapat 4 area kegunaan tes elektrofisiologi pada pasien dengan sinkop:

suspek penyakit nodus sinus, bundle branch block (impending high degree AV

block), suspek SVT, dan suspek VT.21

Pengukuran waktu pemulihan nodus sinus dan waktu pemulihan nodus sinus terkoreksi dengan mengulang rangkaian pacu atrial selama 30-60 detik dengan setidaknya satu denyut pacu rendah (10-20 kali per menit lebih tinggi dari nodus sinus) dan dua denyut pacu yang lebih tinggi* Penilaian sistem His-Purkinje termasuk pengukuran interval His-Ventrikular (HV) pada baseline dan konduksi pseudosinkop dengan stres peningkatan pacu atrial; bila studi baseline-nya inkonklusif, provokasi dengan infus pelan ajmaline (1 mg/kg/iv), procainamide (10 mg/kgbb/iv), atau disopiramide (2 mg/kgbb/iv) ditambahkan kecuali bila ada kontraindikasi Penilaian induksibilitas aritmia ventrikel dilakukan dengan stimulasi ventrikel terprogram pada dua sisi ventrikel kanan (apeks dan outflow tract), pada sepanjang dua siklus rangsangan dasar (100 atau 120 denyut per menit dan 140 atau 150 denyut per menit), dengan hingga dua stimulus ekstra. ** Penilaian induksibilitas aritmia supraventrikel dengan protokol stimulasi atrial * Bila dicurigai terdapat disfungsi nodus sinus, blokade otonom dapat diaplikasikan dan pengukuran diulangi ** Ekstrastimulus ketiga dapat ditambahkan. Hal ini dapat meningkatkan sensitivitas, namun menurunkan spesifisitas. Ventricular extrastimulus coupling interval dibawah 200 ms juga menurunkan spesifisitas.

Tabel 5. Protokol Elektrofisiologi Minimal untuk Diagnosis Sinkop21

• Studi elektrofisiologi bernilai diagnostik dan tidak diperlukan tes tambahan pada kondisi berikut (kelas I, level pembuktian B) : - Sinus bradikardi dan perpanjangan waktu pemulihan nodus sinus terkoreksi (CSNRT=corrected sinus

node recovery time) >525 ms - Bundle Branch Block disertai interval HV baseline ≥100 ms atau blok his-purkinje derajat dua atau

tiga muncul selama pacu atrial tambahan atau dengan induksi farmakologi - Induksi sustained VT monomorfik pada pasien dengan riwayat infark miokard - Induksi SVT yang menyebabkan hipotensi atau gejala spontan

• Interval HV antara 70 dan 100 ms dapat dipertimbangkan bernilai diagnostik (kelas IIa, level pembuktian

B)

• Induksi VT polimorfik atau VF pada pasien dengan sindrom brugada, ARVC, dan pasien pasca resusitasi cardiac arrest dapat dipertimbangkan bernilai diagnostik (kelas IIa, level pembuktian B)

• Induksi VT polimorfik atau VF pada pasien dengan kardiomiopati iskemik atau DCM tidak dapat

dipertimbangkan sebagai penemuan diagnostik (kelas III, level pembuktian B) Tabel 6. Kriteria Diagnostik Studi Elektrofisiologi untuk Evaluasi Sinkop3

5. Tes Adenosin Trifosfat

Injeksi intravena adenosin trifosfat (ATP) baru-baru ini diusulkan sebagai

alat untuk investigasi pasien dengan sinkop yang tak dapat dijelaskan.21

Universitas Sumatera Utara

Page 32: SINKOP - repository.usu.ac.id

Tes ini membutuhkan injeksi cepat bolus 20 mg ATP selama monitoring

EKG. Asistol selama 6 detik atau blok AV selama lebih dari 10 detik dianggap

abnormal. Tes ATP menghasilkan respon abnormal pada beberapa pasien dengan

sinkop yang etiologinya tidak diketahui, namun tidak pada kontrol. Pemeriksaan

ATP mengidentifikasi kelompok pasien dengan sinkop tak dapat dijelaskan lainnya

dengan gejala klinis definitif dan prognosis baik namun dengan kemungkinan

mekanisme sinkop yang heterogen. Nilai diagnostik dan prediktif tes ini masih

membutuhkan konfirmasi studi prospektif.21

6. Ekokardiografi

Ekokardiografi termasuk evaluasi data hemodinamik fungsional dan

struktural adalah teknik kunci untuk mendiagnosis adanya penyakit jantung

struktural. Ekokardiografi memainkan peran penting pada stratifikasi resiko

didasarkan LVEF. Bila terdapat kelainan struktural jantung, tes lain untuk

mengevaluasi penyebab kardiak sinkop harus dilakukan. Ekokardiografi tanpa perlu

dilakukan tes lebih jauh hanya dapat mengidentifikasi penyebab sinkop pada sangat

sedikit pasien (misalnya stenosis aorta, miksoma atrial, tamponade, dan

sebagainya).3

7. Excersise Stress Testing

Excercise test harus dilakukan pada pasien yang pernah mengalami episode

sinkop selama atau segera setelah latihan.21

Terdapat dua kondisi yang harus diperhatikan. Sinkop yang terjadi selama

latihan pada kondisi terdapat penyakit jantung struktural kemungkinan besar

memiliki kausa kardiak. Tanpa adanya penyakit jantung struktural, sinkop yang

terjadi selama latihan mungkin adalah manifestasi refleks vasodilatasi berlebihan.21

8. Pemeriksaan Lainnya

Pada pasien dengan sinkop dicurigai akibat langsung maupun tidak langsung

iskemia miokard, angiografi koroner direkomendasikan untuk mengonfirmasi

Universitas Sumatera Utara

Page 33: SINKOP - repository.usu.ac.id

diagnosis. Meskipun demikian, angiografi sebagai pemeriksaan tunggal jarang

diagnostik untuk menentukan penyebab sinkop.3

Penyebab neurologis dapat menyebabkan kehilangan kesadaran transien

(misalnya kejang), namun hampir tidak pernah menyebabkan sinkop. Karenanya,

pemeriksaan neurologis mungkin dibutuhkan untuk membedakan kejang dari sinkop

pada beberapa pasien, namun hal ini tidak boleh dipikirkan sebagai elemen esensial

pada evaluasi dasar sinkop yang nyata. Kontribusi elektroensefalografi (EEG),

Computerized Tomography, dan Magnetic Resonance kepala adalah untuk

menyingkap abnormalitas akibat epilepsi; tidak ada gambaran EEG yang spesifik

untuk kehilangan kesadaran manapun selain epilepsi.21

TATALAKSANA

1. Prinsip Umum Penangan Sinkop

Tujuan utama terapi pasien dengan sinkop adalah untuk memperpanjang

harapan hidup, membatasi cedera fisik dan mencegah rekurensi. Kepentingan dan

prioritas sasaran yang berbeda ini bergantung pada penyebab sinkop. Contohnya,

pada pasien dengan VT sebagai penyebab sinkop, resiko mortalitas jelas dominan,

sementara manajemen pasien dengan sinkop refleks ditujukan untuk mencegah

rekurensi dan/atau membatasi cedera.3

Kerangka terapi secara umum didasarkan pada stratifikasi resiko dan

identifikasi mekanisme spesifik bila memungkinkan sebagaimana terangkum dalam

gambar 9. 3

Universitas Sumatera Utara

Page 34: SINKOP - repository.usu.ac.id

Gambar 9. Terapi Sinkop3

2. Manajemen Sinkop refleks

Landasan awal manajemen non farmakologi pada pasien dengan sinkop

refleks adalah edukasi dan penekanan bahwa kondisi ini merupakan penyakit yang

tidak membahayakan. Secara umum, terapi awal menekankan edukasi pada

kewaspadaan dan menghindari pencetus yang mungkin (seperti lingkungan yang

ramai dan panas, deplesi volume), pengenalan awal terhadap gejala prodromal dan

melakukan manuver untuk mencegah episode (seperti posisi telentang, physical

counterpressure manoeuvres (PCM)). Penting untuk menghindari obat yang dapat

menurunkan tekanan darah (termasuk α bloker, diuretik dan alkohol).3

Universitas Sumatera Utara

Page 35: SINKOP - repository.usu.ac.id

• Physical Counter Pressure Manoeuvres (PCM)

Terapi ‘fisik’ non farmakologi muncul sebagai terapi terdepan dalam

penanganan sinkop refleks. Dua trial klinis memperlihatkan bahwa PCM

isometrik pada betis (menyilangkan betis) atau lengan (genggaman tangan dan

menegangkan lengan), dapat menginduksi peningkatan tekanan darah yang

signifikan selama fase impending sinkop refleks yang membuat pasien mampu

mencegah atau menghambat kehilangan kesadaran pada banyak kasus.3

Tes tilt table dapat digunakan untuk mengajari pasien guna mengenali gejala

prodromal awal. Semua pasien harus dilatih untuk melakukan PCM, khususnya

pada pasien muda, gejala yang berat, dan memiliki motivasi yang baik. Meskipun

bukti efektivitasnya yang rendah, tindakan ini cukup aman.3

• Tilt Training

Pada pasien usia muda dengan motivasi tinggi dengan gejala vasovagal

rekuren dipicu stres ortostatik, latihan untuk memperpanjang periode penguatan

posisi berdiri (disebut tilt training) dapat menurunkan rekurensi sinkop.3

Meskipun demikian, metode ini terhambat oleh komplians pasien yang

rendah untuk melanjutkan program latihan dalam jangka panjang, dan pada

empat penelitian acak terkontrol gagal mengonfirmasi efektivitas jangka pendek

tilt training untuk mereduksi angka respon positif pada tilt testing.3

• Terapi Farmakologi

Banyak obat telah diteliti untuk terapi sinkop refleks, kebanyakan dengan

hasil yang mengecewakan. Obat-obatan ini termasuk β bloker, dysopiramid,

scopolamin, teofilin, efedrin, etilefrin, midodrine, clonidin, dan serotonin

reuptake inhibitor.3

Karena adanya gangguan untuk mencapai vasokonstriksi yang sesuai pada

kondisi sinkop refleks, vasokonstriktor α agonis (etilefrin dan midodrine) telah

digunakan. Secara keseluruhan, data-data penelitian mengarahkan bahwa terapi

farmakologi kronik menggunakan α agonis semata mungkin hanya sedikit dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 36: SINKOP - repository.usu.ac.id

digunakan pada sinkop refleks, dan penggunaan jangka panjang tidak dapat

disarankan untuk gejala yang muncul sesekali. Meskipun belum ada bukti, dosis

tunggal yang self administered, contohnya satu dosis sebelum akan memulai

aktivitas yang memerlukan berdiri dalam jangka waktu lama yang biasanya akan

memicu sinkop (dikenal sebagai strategi ‘pil dalam saku’) mungkin berguna

untuk pasien tertentu sebagai tambahan edukasi gaya hidup dan PCM.3

Fludrocortison menunjukkan manfaat yang kurang efektif pada penelitian

ganda tersamar acak pada anak. Fludrocortison telah digunakan secara luas pada

dewasa dengan sinkop refleks, namun belum ada bukti penelitian yang

mendukung hal ini.3

β bloker pada sinkop refleks pernah dianggap dapat mengurangi derajat

aktivasi mekanoreseptor ventrikel karena efek inotropik negatifnya. Teori ini

tidak didukung oleh trial klinis. Penggunaan rasional β bloker pada bentuk lain

sinkop dimediasi neural relatif kurang. Obat ini dapat meningkatkan bradikardi

pada CSS. β bloker gagal memperlihatkan efektivitasnya pada 5 dari 6 studi

penelitian jangka panjang.3

Paroxetine nampaknya efektif pada sebuah trial plasebo terkontrol, yang

memasukkan pasien-pasien dengan gejala berat pada sebuah institusi. Namun,

hal ini tidak didukung oleh studi-studi lainnya. Paroxetine dapat mengurangi

ansietas, yang dapat mencetuskan serangan. Paroxetine adalah obat psikotropik

yang membutuhkan perhatian pada penggunaannya oleh pasien tanpa penyakit

psikiatri berat.3

• Pacu Jantung

Pemasangan pacu jantung untuk sinkop refleks didasarkan pada respon pada

tilt testing. Pacu jantung mungkin berguna pada komponen kardioinhibitor pada

refleks vasovagal, namun tidak memiliki efek pada komponen vasodepresor yang

seringkali dominan. Karenanya, pacu jantung hanya memiliki peran terbatas pada

Universitas Sumatera Utara

Page 37: SINKOP - repository.usu.ac.id

terapi sinkop refleks, kecuali bradikardi spontan yang berat terdeteksi selama

monitoring berkepanjangan.3

3. Manajemen Hipotensi Ortostatik dan Sindrom Intoleransi Ortostatik

Prinsip strategi terapi pada ANF diinduksi obat adalah mengeleminasi agen

penyebab. Ekspansi volume ekstraselular adalah sasaran penting. Bila tidak ada

hipertensi, pasien harus diinstruksikan untuk mengonsumsi garam dan cairan yang

cukup, dengan target 2-3 liter air per hari dan 10 gram NaCl. Tidur dengan elevasi

kepala (10º) mencegah poliuria nokturnal, menjaga distribusi cairan tubuh yang

baik, dan memperbaiki hipertensi nokturna.3

Pooling vena gravitasional pada pada pasien lansia dapat diterapi dengan

abdominal binders atau compression stocking.3

PCM seperti menyilangkan betis dan berjongkok dapat dilakukan oleh pasien

yang memiliki gejala peringatan.3

Berbeda dengan sinkop refleks, penggunaan α agonis, midodrine, dapat

diberikan sebagai terapi lini pertama pada pasien dengan kronik ANF. Obat ini tidak

dapat dianggap sebagai penyembuh dan tidak pula dapat memberi manfaat pada

semua pasien, namun obat ini dapat sangat berguna pada beberapa orang. Tidak ada

keraguan bahwa midodrine meningkatkan tekanan darah baik pada posisi telentang

maupun berdiri sehingga memperbaiki gejala OH. Midodrine (5-20 mg, 3 kali

sehari) telah memperlihatkan efektivitas pada tiga penelitian acak placebo

terkontrol.3

Bukti menguntungkan pada fludrokortison (dikombinasi dengan elevasi

kepala saat tidur) diperoleh pada 2 penelitian observasional kecil dan satu penelitian

samar ganda pada 60 pasien; studi observasional memperlihatkan manfaat

hemodinamik dan pada penelitian samar ganda pasien yang diterapi memiliki gejala

yang lebih sedikit dengan tekanan darah lebih tinggi.3

Universitas Sumatera Utara

Page 38: SINKOP - repository.usu.ac.id

4. Manajemen Aritmia Jantung sebagai penyebab sinkop

Dasar sinkop pada situasi ini bersifat multifaktorial, dan dipengaruhi oleh

denyut ventrikular, fungsi ventrikel kiri, dan kecukupan kompensasi vaskular

(termasuk pengaruh refleks dimediasi neural).3

Secara umum, terapi pacu jantung diindikasikan dan telah dibuktikan

memiliki efektivitas tinggi pada pasien dengan disfungsi nodus sinus ketika

bradiaritmia sebagai penyebab sinkop dideteksi lewat dokumentasi EKG selama

sinkop spontan atau sebagai konsekuensi SNRT (Sinus node recovery time) yang

abnormal.3

Disfunsi Nodus Sinus

Pacu jantung permanen sering meredakan gejala tapi mungkin tidak berefek

pada survival. Meskipun dengan pacing yang adekuat, sinkop dapat berulang pada

20% pasien dalam follow up jangka panjang. Hal ini akibat seringkali terdapat

hubungan mekanisme refleks vasodepresor dengan penyakit nodus sinus. Mode yang

terakhir berkembang yaitu atrial-based minimal ventricular pacing

direkomendasikan sebagai alternatif dari DDDR konvensional (dual chamber rate-

adaptive pace maker).3

Eliminasi obat-obatan yang dapat mengeksaserbasi atau menutupi kerentanan

terhadap bradikardia adalah elemen penting dalam mencegah rekurensi sinkop.

Meskipun demikian, bila obat pengganti tidak tersedia, pacu jantung mungkin

dibutuhkan. Teknik ablasi jantung perkutaneus untuk mengontrol atrial takiaritmia

menjadi semakin penting pada pasien tertentu dengan bentuk bradikardia-takikardia

pada sick sinus syndrome, namun jarang digunakan secara primer untuk mencegah

sinkop.3

Pacu jantung merupakan terapi sinkop terkait blok AV simtomatik. Pacu

Biventrikular harus dipertimbangkan pada pasien dengan indikasi pemasangan pacu

jantung akibat blok AV dan penurunan LVEF, gagal jantung dan perpanjangan

durasi QRS.3

Penyakit Konduksi Sistem Atrioventrikular

Universitas Sumatera Utara

Page 39: SINKOP - repository.usu.ac.id

Pada pasien dengan AV nodal reciprocating tachycardia paroksismal, AV

reciprocating tachycardia, atau atrial flutter tipikal berkaitan dengan sinkop, ablasi

kateter adalah pilihan pertama. Pada pasien tersebut, pemberian obat-obatan terbatas

untuk menjembatani ablasi atau bila ablasi gagal. Pada pasien dengan sinkop

berkaitan dengan fibrilasi atrial atau left atrial flutter atipikal, keputusan harus

didasarkan pada tiap individu.3

Supraventrikular Takikardi Paroksismal dan Ventrikel Takikardi

Sinkop akibat Torsade de Pointes tidak jarang ditemukan dan aritmia ini

dapat disebabkan obat-obat yang memperpanjang QT interval. Terapinya adalah

menghentikan obat yang dicurigai. Kateter ablasi atau terapi farmakologi harus

dipikirkan pada pasien dengan sinkop akibat VT pada kondisi jantung normal, atau

penyakit struktural dengan disfungsi ringan pada jantung.3

ICD diindikasikan pada pasien dengan sinkop dan penurunan fungsi jantung

serta VT atau fibrilasi tanpa penyebab yang dapat dikoreksi. Meskipun pada pasien

ini ICD biasanya tidak mencegah rekurensi sinkop, alat ini direkomendasikan untuk

menurunkan resiko SCD.3

Pada pasien dengan sinkop sekunder akibat penyakit jantung struktural

termasuk malformasi jantung kongenital, atau penyakit kardiopulmonal, sasaran

terapi tidak hanya untuk mencegah rekurensi sinkop, namun juga terapi pada

penyakit yang mendasari dan menurunkan resiko SCD.3

Sinkop Sekunder Akibat Penyakit Struktural Jantung atau Penyakit Kardiovaskular

PROGNOSIS

Untuk prognosis dan stratifikasi resiko pada sinkop, terdapat dua elemen

penting yang harus dipertimbangkan: (i) resiko kematian dan kejadian mengancam

nyawa; dan (ii) resiko rekurensi sinkop dan cedera fisik.3

1. Resiko kematian dan kejadian mengancam nyawa

Penyakit jantung struktural dan penyakit pada sistem listrik jantung, adalah

faktor resiko mayor SCD dan mortalitas keseluruhan pada pasien dengan sinkop.3

Universitas Sumatera Utara

Page 40: SINKOP - repository.usu.ac.id

Hipotensi ortostatik memiliki dua kali resiko kematian yang lebih tinggi

berkaitan dengan keparahan komorbidnya dibandingkan dengan populasi umum.3

Sebaliknya, pada pasien muda dimana penyakit jantung struktural atau

penyakit sistem listrik jantung telah disingkirkan dan mengalami sinkop refleks,

prognosisnya jauh lebih baik. Kebanyakan kematian dan banyak outcome yang jelek

tampaknya berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit dasar dibandingkan dengan

sinkop yang dialami. Beberapa faktor klinis yang dapat memprediksi outcome telah

diidentifikasi pada beberapa studi populasi perspektif melibatkan validasi kohort.3

2. Rekurensi Sinkop dan resiko cedera fisik

Pada studi populasi, sekitar sepertiga pasien mengalami rekurensi sinkop

pada follow-up 3 tahun. Jumlah episode sinkop selama kehidupan adalah prediktor

terkuat rekurensi. Contohnya, pada pasien dengan diagnosis yang belum jelas, resiko

rendah dan usia >40 tahun, riwayat satu atau dua episode sinkop selama kehidupan

diprediksi mengalami 15 dan 20% rekurensi setelah 1 dan 2 tahun, secara respektif,

sedangkan riwayat 3 episode sinkop selama kehidupan diprediksi mengalami

rekurensi 36 dan 42% setelah 1 dan 2 tahun, secara respektif.3

Penyakit psikiatri dan usia <45 tahun dihubungkan dengan angka

pseudosinkop yang tinggi. Jenis kelamin, respon tilt test, keparahan manifestasi

klinis, dan adanya atau absennya penyakit jantung struktural memiliki nilai prediktif

yang minimal atau tidak ada.3

Morbiditas mayor, seperti fraktur dan kecelakaan lalu lintas, dilaporkan pada

6% pasien, dan cedera minor seperti laserasi dan hematom pada 29%. Sinkop

rekuren dihubungkan dengan fraktur dan cedera jaringan lunak pada 12% pasien.

Pada pasien yang masuk ke unit gawat darurat (UGD), trauma minor dilaporkan

pada 29.1% dan trauma mayor pada 4.7% kasus; prevalensi tertinggi (43%)

diobservasi pada pasien yang lebih tua dengan sindroma sinus karotis.3

Morbiditas yang tinggi didapatkan pada lansia dan bervariasi mulai dari

kehilangan kepercayaan diri, depresi, dan ketakutan untuk jatuh, hingga fraktur dan

perawatan lanjut.3

Universitas Sumatera Utara

Page 41: SINKOP - repository.usu.ac.id

KESIMPULAN

Sinkop adalah kehilangan kesadaran sementara akibat hipoperfusi serebral

global transien dikarakteristikkan dengan onset cepat, durasi yang pendek, dan

pemulihan spontan. Prevalensi dan insiden sinkop meningkat seiring pertambahan

usia dengan hingga 30% angka kejadian rekuren. Secara garis besar, klasifikasi

sinkop didasarkan atas patofisiologi yang mendasarinya; terdiri dari: (i) Sinkop

Refleks (Neurally-mediated syncope), (ii) Sinkop akibat hipotensi ortostatik, dan (iii)

sinkop kardiak (kardiovaskular).

Evaluasi pasien dengan sinkop dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisis,

dan EKG standar. Bila pada evaluasi awal diagnosis masih belum jelas, selanjutnya

dilakukan stratifikasi resiko dan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan etiologi.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain : masase sinus karotis, challenge

ortostatik berupa berdiri aktif dan tilt test, monitoring elektrokardiografi (contohnya

monitoring holter atau pemasangan implantable loop recorder), studi

elektrofisiologi, ekokardiografi, tes adenosin trifosfat, excercise stress test,

angiografi koroner serta evaluasi neurologis maupun psikiatri bila diperlukan.

Prinsip penanganan pasien sinkop adalah untuk memperpanjang harapan

hidup, membatasi cedera fisik dan mencegah rekurensi. Terapi optimal untuk sinkop

harus ditujukan pada etiologi yang mendasari.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: SINKOP - repository.usu.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

1. Calkins HG and Zipes DP. Hypotension and Syncope. In: Braunwald's Heart

Disease A Textbook of Cardiovascular Medicine 9th Ed. Elsevier 2015;40:1032-

1042

2. Wisten A, Forsberg H, Krantz P, et al. Sudden cardiac death in 15-35-year olds

in Sweden during 1992-1999. J Intern Med 252:529, 2002

3. Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and

Management of Syncope: The Task Force for The Diagnosis and Management of

Syncope of The European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J

2009;30:2646

4. Thijs RD, Benditt DG, Mathias CJ,et al. Unconscious confusion—a literature

search for definitions of syncope and related disorders. Clin Auton Res

2005;15:35–39

5. Soteriades ES, Evans JC, Larson MG, et al. Incidence and prognosis of syncope.

N Engl J Med 2002;347:878–885

6. Wieling W, Ganzeboom KS, Saul JP. Reflex syncope in children and

adolescents. Heart 2004;90:1094–1100

7. Serletis A, Rose S, Sheldon AG, et al. Vasovagal syncope in medical students

and their first-degree relatives. Eur Heart J 2006;27:1965–1970

8. Colman N, Nahm K, Ganzeboom KS, et al. Epidemiology of reflex syncope.

Clin Auton Res 2004;14

9. Sun B Jr., Emond J, Comargo C Jr. Direct medical costs of syncope-related

hospitalizations in the United States. Am J Cardiol 2005;95:668–671

Universitas Sumatera Utara

Page 43: SINKOP - repository.usu.ac.id

10. Alboni P, Alboni M, Bertorelle G. The origin of vasovagal syncope: to protect

the heart or to escape predation? Clin Auton Res 2008;18:170–178

11. Mathias CJ, Mallipeddi R, Bleasdale-Barr K. Symptoms associated with

orthostatic hypotension in pure autonomic failure and multiple system atrophy. J

Neurol 1999;246:893–898

12. Naschitz J and Rosner I. Orthostatic hypotension: framework of the syndrome.

Postgrad Med J 2007;83:568–574

13. Consensus statement on the definition of orthostatic hypotension, pure autonomic

failure, and multiple system atrophy. J Neurol Sci 1996;144:218–219

14. Wieling W, Krediet P, van Dijk N, et al. Initial orthostatic hypotension: review

of a forgotten condition. Clin Sci (Lond) 2007;112:157–165

15. Zareba W, Moss AJ, Le Cessie S, et al. Risk of cardiac events in family members

of patients with Long QT syndrome. J Am Coll Cardiol 1995;26:1685–1691

16. Lombroso CT, Lerman P. Breathholding spells (cyanotic and pallid infantile

syncope). Pediatrics 1967;39:563–581

17. Strickberger SA, Benson DW, Biaggioni I, et al. American Heart Association

Councils on Clinical Cardiology, Cardiovascular Nursing, Cardiovascular

Disease in the Young, and Stroke; Quality of Care and Outcomes Research

Interdisciplinary Working Group; American College of Cardiology Foundation;

Heart Rhythm Society. AHA/ACCF scientific statement on the evaluation of

syncope. J Am Coll Cardiol 2006;47:473–484

18. Gregoratos G, Abrams J, Epstein AE for the American College of

Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines/

North American Society for Pacing and Electrophysiology Committee to Update

the 1998 Pacemaker Guidelines. ACC/AHA/NASPE 2002 guideline update for

Universitas Sumatera Utara

Page 44: SINKOP - repository.usu.ac.id

implantation of cardiac pacemakers and antiarrhythmia devices: summary article:

a report of the American College of Cardiology/American Heart Association

Task Force on Practice Guidelines (ACC/AHA/NASPE Committee to Update the

1998 Pacemaker Guidelines). Circulation. 2002;106:2145–2161.

19. Lanier JB, Mote MB, Clay EC. Evaluation and Management of Orthostatic

Hypotension. American Family Physician 2011; 84: 530

20. Ammirati F, Colivicchi F, Santini M. Diagnosing syncope in clinical practice.

Implementation of a simplified diagnostic algorithm in a multicentre prospective

trial—the OESIL 2 study (Osservatorio Epidemiologico della Sincope nel Lazio).

Eur Heart J 2000;21:935–940.

21. Camm AJ, Luscher TF, Serruys PW, et al. Syncope. In: The ESC Text Book of

Cardiovascular Medicine. Blackwell Publising 2004; 941

Universitas Sumatera Utara