1 TB Renal E.N Keliat, Alwinsyah Abidin, Jarmila Elmaco Divisi Pulmonologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Abstrak TB genitourinaria adalah bentuk ketiga tersering dari TB ekstra paru setelah TB pleura dan TB limfatik dan terjadi secara hematologi pada TB paru hampir di semua kasus. Manifestasi klinis TB ginjal cenderung sulit diketahui belakangan ini, yang dapat menyebabkan misdiagnosis dan risiko kehilangan fungsi ginjal. Seorang wanita, 16 tahun dengan gejala klinis pembengkakan pada pinggang kiri disertai rasa nyeri, dijumpai gejala konstitusional seperti febris, diaforesis, anoreksia, penurunan berat badan, disuria, poliuria, piuria, hematuria dan amenorea primer. Status Praesens tanda vital hemodinamik tidak stabil kesan sepsis dan status gizi malnutrisi. Pemeriksaan fisik dijumpai anemis, ballottement sinistra, tapping pain sinistra, dan pembesaran KGB inguinal sinistra. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia hipokrom mikrositer, leukositosis, trombositosis, peningkatan LED, hipoalbuminemia, proteinuria, leukosituria, hematuria, kultur urin dan darah tidak dijumpai pertumbuhan kuman. FNAB inguinal sinistra menunjukkan proses radang spesifik TB. USG abdomen menunjukkan abses ginjal kiri disertai nefritis bilateral. CT-scan abdomen menunjukkan abses ginjal kiri dengan nefritis bilateral. Pasien didiagnosa Tuberkulosis Renal. Pasien diperbaiki status gizinya, diberi regimen OAT dan dilakukan nefrektomi sinistra total karena dijumpai kalsifikasi luas dan kondisi ginjal yang rusak. Pemeriksaan histopatologi ginjal menunjukkan tuberculosis dan kultur pus dijumpai BTA positif. Setelah menjalani terapi, pasien menunjukkan perbaikan klinis. Keywords: Tuberkulosis Ginjal, OAT, Nefrektomi Universitas Sumatera Utara
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Abstrak
TB genitourinaria adalah bentuk ketiga tersering dari TB ekstra
paru setelah TB
pleura dan TB limfatik dan terjadi secara hematologi pada TB paru
hampir di semua
kasus. Manifestasi klinis TB ginjal cenderung sulit diketahui
belakangan ini, yang dapat
menyebabkan misdiagnosis dan risiko kehilangan fungsi ginjal.
Seorang wanita, 16 tahun dengan gejala klinis pembengkakan pada
pinggang kiri
disertai rasa nyeri, dijumpai gejala konstitusional seperti febris,
diaforesis, anoreksia,
penurunan berat badan, disuria, poliuria, piuria, hematuria dan
amenorea primer. Status
Praesens tanda vital hemodinamik tidak stabil kesan sepsis dan
status gizi malnutrisi.
Pemeriksaan fisik dijumpai anemis, ballottement sinistra, tapping
pain sinistra, dan
pembesaran KGB inguinal sinistra. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan anemia
hipokrom mikrositer, leukositosis, trombositosis, peningkatan LED,
hipoalbuminemia,
proteinuria, leukosituria, hematuria, kultur urin dan darah tidak
dijumpai pertumbuhan
kuman. FNAB inguinal sinistra menunjukkan proses radang spesifik
TB. USG abdomen
menunjukkan abses ginjal kiri disertai nefritis bilateral. CT-scan
abdomen menunjukkan
abses ginjal kiri dengan nefritis bilateral. Pasien didiagnosa
Tuberkulosis Renal. Pasien
diperbaiki status gizinya, diberi regimen OAT dan dilakukan
nefrektomi sinistra total
karena dijumpai kalsifikasi luas dan kondisi ginjal yang rusak.
Pemeriksaan histopatologi
ginjal menunjukkan tuberculosis dan kultur pus dijumpai BTA
positif. Setelah menjalani
terapi, pasien menunjukkan perbaikan klinis.
Keywords: Tuberkulosis Ginjal, OAT, Nefrektomi
Universitas Sumatera Utara
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting bagi
populasi dunia dan
TB genitourinaria (GUTB) merupakan salah satu TB ekstra paru yang
paling umum.1
Manifestasi klinis TB ginjal cenderung sulit diketahui belakangan
ini, yang dapat
menyebabkan misdiagnosis dan risiko kehilangan fungsi
ginjal.2
Kejadian TB meningkat, terutama pada negara berkembang. Menurut
World Health
Organization (WHO), sekitar sembilan juta kasus baru terjadi setiap
tahunnya di seluruh
dunia.3 Sebagian besar kasus di Asia (55%), Afrika (31%), diikuti
oleh daerah Mediterania
timur (6%), Eropa (5%), dan Amerika (3%). Brazil adalah salah satu
dari 20 negara dengan
jumlah kasus paling besar, dengan data kasus baru sekitar 72.194
kasus pada tahun 2007,
dengan tingkat kejadian 38 kasus/100.000 orang.
Indonesia merupakan negara terbanyak ke-5 penderita TB setelah
India, Cina, Afrika
Selatan dan Nigeria.4 Survey kesehatan rumah tangga tahun 1995
mendapatkan tuberculosis
sebagai penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit
saluran nafas serta nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit
infeksi.5
TB genitourinaria menggambarkan 27% dari kasus TB ekstaraparu,
berdasarkan data
dari Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris. TB genitourinaria adalah
bentuk ketiga tersering
dari TB ekstraparu setelah TB pleura dan TB limfatik dan terjadi
secara hematologi pada TB
paru hamper di semua kasus.6
LAPORAN KASUS
Seorang wanita, Nona B, 16 tahun, masuk ke RS dengan keluhan
pembengkakan pada
pinggang kiri yang dialami selama 5 bulan, disertai rasa nyeri pada
pinggang yang menjalar
sampai ke perut kiri, nyeri bersifat hilang timbul, dijumpai gejala
konstitusional demam,
menggigil, keringat malam, nafsu makan menurun, penurunan berat
badan, nyeri buang air
kecil, warna air seni keruh kemerahan dan pasien belum pernah haid.
Sebelumnya pasien
dirawat di RS daerah dan didiagnosa nanah ginjal dan nanah pada
ginjal kiri telah ditarik
sebanyak 1 botol aqua sedang.
Universitas Sumatera Utara
Status praesens saat masuk sensorium compos mentis, tekanan darah
100/70mmHg,
frekuensi jantung 108x/menit regular, frekuensi pernafasan
26x/menit, temperature 38,9ºC.
Dari status gizi didapati IMT 8,8 kg/m2 dengan kesan
underweight.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai anemis, ballottement sinistra,
tapping pain sinistra dan
pembesaran KGB inguinal sinistra. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan Hb 9 g/dL,
MCV 76,3/fL, MCH 23,1/pg, MCHC 30,3/dL, leukosit 22.300/mm3,
trombosit
522.000/mm3. LED 119 mm/jam, serum iron 9 ug/dl, TIBC 92 ug/dl, KGD
ad random 85
mg/dl, ureum 21 mg/dl, kreatinin 0,69 mg/dl, albumin 2,2 g/dl.
Urinalisa menunjukkan warna
urine kuning keruh, protein (+), reduksi (-), bilirubin (-),
urobilinogen (+), sedimen eritrosit
>100/lpb, leukosit 10-20/lpb. Kultur urin dan darah tidak
dijumpai pertumbuhan kuman.
Rapid tes dan ELISA 3 metode negative. Foto thorax dalam batas
normal. EKG dalam batas
normal. FNAB inguinal sinistra menunjukkan proses radang spesifik
TB. USG abdomen
menunjukkan abses ginjal kiri disertai nefritis bilateral. CT-scan
abdomen menunjukkan
ginjal kanan ukuran membesar dengan ukuran ± 12cm x 6cm, parenkim
menebal, tidak
dijumpai batu dan dilatasi pelviokalises, pasca pemberian kontras
tampak densitasnya tidak
homogen, terdapat bagian yang hipodens. Ginjal kiri ukuran membesar
ukuran ± 15cm x
6,5cm, permukaan berlobulasi, renal parenkim tipis, medulla melebar
dan tampak hipodens,
tidak tampak batu dan dilatasi sistem pelviokalises. Kesan: abses
ginjal kiri dengan nefritis
bilateral, DD: Renal Tuberkulosis.
Pasien didiagnosa Urosepsis + Abses Intrarenal dan Perirenal ec
Tuberculosis Renal +
Anemia ec Defisiensi Besi + Trombositosis Reaktif + Malnutrisi
(Kahexia) +
Hipoalbuminemia.
Pasien diterapi dengan Tirah Baring, O2 2-4 l/i, Diet MB TKTP
dengan ekstra putih
telur 4 butir/hari, IVFD NaCl 0,9% cor 600 cc selanjutnya 20
gtt/menit, Infus Plasbumin 20%
1 fls, IVFD Aminofluid 1 fls/hari, Inj Cefepime 2 gr/12 jam/iv,
Drips Metronidazole 500
mg/8 jam, Inj Tramadol 1 ampul/12 jam, Rifampisin 1x450 mg, INH
1x300 mg, Pirazinamid
1x1000 mg, Ethambutol 1x750 mg, Vitamin B6 1x10 mg, Sulfas Ferous
tab 3x200 mg,
Vitamin C 3x50 mg, paracetamol 3x500 mg.
Pasien dikonsulkan ke bagian Bedah Urologi kemudian dilakukan
nefrektomi renal
sinistra karena abses telah melibatkan hampir seluruh bagian ginjal
dan abses telah sampai
menembus M.Psoas sinistra. Pemeriksaan histopatologi ginjal
menunjukkan suatu proses
Universitas Sumatera Utara
4
radang kronik spesifik tuberkulosis dan kultur pus dijumpai BTA
positif. Pasien dirawat
selama 28 hari dan pulang dengan perbaikan klinis.
3DISKUSI
Patologi TB Renal
TB ginjal biasanya gejala sisa dari TB paru yang terjadi setidaknya
10-15 tahun
sebelumnya. Basil biasanya bersarang di wilayah cortico-meduler dan
membentuk granuloma
kortikal. Granuloma ini tetap aktif selama bertahun-tahun. Ketika
kekebalan
individumenurun, ada pengaktifan kembali basil aktif ini sehingga
menyebar ke medulla dan
menyebabkan papillitis.7
Proses penyakit ini berlangsung sangat lambat tetapi menghasilkan
nekrosis luas pada
papila ginjal dan dapat menyebabkan pembentukan rongga terbuka
dengan terbentuknya
abses, akhirnya menghasilkan kehancuran total dari parenkim
ginjal.
Pada tahap lanjut penyakit ini meninggalkan bekas luka pada korteks
ginjal
mengakibatkan striktur pada infundibular dan pelvi-ureter junction.
Penyakit ini dapat
menyebar ke the collecting system, menghasilkan bacilluria.
Hasilnya adalah ginjal yang tidak berfungsi dengan kalsifikasi yang
luas melibatkan
seluruh ginjal. Ada dua mekanisme yang dapat menyebabkan TB gagal
ginjal: pertama,
infeksi intrinsik dalam parenkim ginjal, menyebabkan endarteritis
obliterative dan gangguan
ginjal dengan kalsifikasi distropik luas yang melibatkan parenkim
ginjal. Kedua, dengan
atrofi pasca-obstruktif sekunder untuk stenosis multipel
infundibular atau striktur ureter.
Keterlibatan ureter pada GUTB biasanya sekunder untuk melibatkan
ginjal. Hal ini biasanya
terjadi karena sumber infeksi pada ureter dari ginjal yang
terinfeksi.7
Mycobacterium tuberculosis dapat mencapai ginjal melalui penyebaran
hematogen dari
TB post primer diparu dan bisa juga terjadi secara limfogen
walaupun jarang terjadi.
Terkenanya ginjal dimulai dari korteks, medulla, pielum, ureter,
kandung kemih, pada laki-
laki dapat menginfeksi prostat, vesikula seminalis dan epididimis.
Perjalanan terjadinya
tuberkulosis ginjal sangat lambat bahkan bisa mencapai 15-30 tahun
sampai dapat
menimbulkan kerusakan pada ginjal. Reaktifasi ini meningkat sejalan
peningkatan kasus,
seperti manula (usia lanjut), pemakaian obat imunosupresif atau
steroid, malnutrisi,
Universitas Sumatera Utara
5
plavelensi AIDS dan adanya penyakit penyerta seperti liver dan
ginjal. Bila mikroba TBC
sampai di medulla dapat terbentuk granuloma yang dapat berubah
menjadi vesikula dan dapat
rupture kedalam tubuli. Pada stadium ini pasien mulai mengeluh
gejala seperti infeksi
saluran kemih bagian bawah seperti dijumpainya piuria dan
bakteriuria. Bila proses radang
mengenai mukosa pelvis dan ureter, maka dapat menyebabkan
penyempitan lumen sehingga
dapat terjadi hidroureter dan hidronefrosis yang dapat dideteksi
dengan foto rontgen dan
USG. Pada kandung kemihdapat terbentuk tuberkel-tuberkel yang
sering mengalami ulserasi
sehingga berdarah dan menimbulkan hematuria. dengan sitoskopi
tuberkel ini bisa terlihat.
Ginjal kontralateral dapat terkena tuberkulosis melalui penyebaran
asendens dari kandung
kemih. Urine yang mengandung kuman Mycobacterium Tuberculosis dapat
menginfeksi
prostat, vesikula seminalis, dan melaui saluran limfe dapat
mengenai epididimis. Pada
wanita dapat mengenai tuba falopii (>80%), biasanya bilateral
dan melibatkan endometrium
sehingga dapat menyebabkan infertilitas.8,9
Universitas Sumatera Utara
GUTB terbanyak mengenai laki-laki (1-2x lebih banyak dibandingkan
wanita), dan
jarang ditemukan pada usia dini, lebih sering ditemukan pada usia
40 tahun karena perjalanan
penyakit GUTB yang sangat lambat bahkan bisa sampai 30 tahun baru
menimbulkan
kerusakan di ginjal dan memberikan gejala. Tidak ada gejala yang
spesifik dan tidak semua
penderita GUTB mempunyai kelainan paru, dan hal inilah yang
menyebabkan diagnosa
GUTB sering terlambat.11,12,13,14
Gangguan miksi sering dikeluhkan penderita, seperti poliuria,
disuria dan hematuria
(dijumpai pada 20-50% kasus). Piuria yang tidak respon dengan
pengobatan dan kultur urine
dengan media biasa yang steril, maka harus dipikirkan kemungkinan
GUTB. Nyeri pinggang
dan nyeri supra pubis, adanya gejala sistemik seperti demam,
keringat malam, penurunan
nafsu makan dan berat badan dapat dijumpai pada 20% penderita GUTB.
Keluhan kolik
ginjal jarang dijumpai.11,12,13,14 Fader dkk melaporkan
infertilitas, perdarahan pervaginam dan
nyeri perut bagian bawah dapat dijumpai pada wanita.1
Penyakit ginjal granulomatous biasanya dengan gejala awal
proteinuria, piuria, dan
kehilangan fungsi ginjal. Hematuria terisolasi adalah manifestasi
lain kemungkinan
dari TB ginjal. Gejala pada saluran kemih bagian bawah dugaan
penyakit menyebar ke ureter
dan kandung kemih. Gejala urinary dengan adanya infeksi saluran
kemih disertai piuria dan
hematuria tanpa adanya pertumbuhan bakteri diduga GUTB. Pada tahap
lanjut dapat
menyebabkan obstruktif uropati, defek pada kandung kemih dan
hilangnya funsi ginjal.10
Tabel 1. Distribusi Gejala Klinis15
Universitas Sumatera Utara
Dari pemeriksaan urinalisa bisa dijumpai piuria, hematuria dan
proteinuria. Sekitar
20% kasus tidak dijumpai leukositosis. Pemeriksaan BTA langsung
pada urine pagi dengan
pewarnaan Ziehl Nelson dapat diperiksa 3 kali berturut-turut, namun
sensitivitasnya sangat
rendah 40% dan spesifitasnya 96,7%, dimana hasilnya baru positif
bila ditemukan 5-10 ribu
bakteri/ml urine.11,12,13,14
Kultur BTA merupakan diagnosa pasti dengan sensitivitas 94,3% dan
spesifitas 85,7%
namun memerlukan waktu yang panjang dan pada pasien yang telah
mendapat OAT ataupun
antibiotik spektrum luas bisa menghasilkan negatif palsu. Kultur
ini sudah bisa memberikan
hasil positif bila didapatkan ≥10 bakteri/cc urine.
Dari pemeriksaan radiologi dapat dilihat gambaran hidronefrosis,
lesi pada parenkim
ginjal, obstruksi dan dilatasi kolekting sistem yang disebabkan
stenosis ureter, kontrakted
kandung kemih, jaringan sikatriks dan kalsifikasi. Golf hok,
tuberkel, ulserasi pada mukosa
kandung kemih dapat dilihat dengan sistoskopi.
Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain reaction) dari urine mempunyai
sensitivitas yang
tinggi yaitu 95,6% dan spesifitas 98,1%, waktu pemeriksaan singkat
(24-48 jam), namun
pemeriksaan ini masih mahal. Dari gambaran histology yang khas
adalah adanya inflamasi
granuloma dengan sentral nekrosis. Adanya BTA dalam granuloma hanya
sekitar 10%,
sehingga kultur spesimen jaringan sangat perlu dilakukan.10
Tabel 2. Prosedur diagnostik GUTB16
Universitas Sumatera Utara
Pengobatan
Medikamentosa
Pengobatan Tuberkulosis ginjal ada dua yaitu dengan medikamentosa
dan tindakan
operatif. Tuberkulosis ginjal merupakan tuberkulosis ekstra paru
kategori berat, maka
penatalaksanaan OAT termasuk dalam kategori I yaitu minimal 4 macam
obat pada 2 bulan
pertama(2HRZE), dilanjutkan dengan 2 macam obat (4H3R3) pada fase
lanjutan. Pada
kasus-kasus yang berat, rekuren, atau penderita dengan HIV-AIDS
maka pengobatan dapat
dilanjutkan sampai 1 tahun. Pada kasus dengan MDR (Multi Drug
Resistance) dibutuhkan
sedikitnya 4 macam obat kombinasi yang dipilih berdasarkan hasil
kultur dan sensitifity test.
Pengobatan diberikan rata-rata 18 bulan, tergantung hasil
pemeriksaan bakteriologinya.16
Prinsip-prinsip dasar yang mendasari pengobatan TB paru juga
berlaku untuk bentuk
penyakit TB ekstraparu. Meskipun relatif sedikit penelitian yang
meneliti pengobatan TB
ekstraparu, semakin banyak bukti menunjukkan bahwa rejimen 6- 9
bulan yang mencakup
INH dan RIF adalah efektif. Dengan demikian terapi 6 bulan
dianjurkan untuk mengobati
tuberkulosis yang melibatkan semua organ ekstraparu, kecuali yang
melibatkan meninges
membutuhkan terapiselama 9- 12 bulan. Perpanjangan terapi juga
harus dipertimbangkan
untuk pasien TB ekstraparudegan respon yang lambat.17
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5. Regimen Terapi GUTB16
Penderita dengan gangguan fungsi ginjal, maka pilihan OAT yang aman
adalah INH,
Rifampisin, Pirazinamid dan Protionamid, dimana obat-obat ini dapat
diberikan dengan dosis
normal karena tidak dieksresikan di ginjal, tidak nefrotoksik dan
dieliminasi di empedu.
Sementara Streptomisin, Ethambutol dan Aminoglikosida bersifat
nefrotoksik. Namun
Streptomisin dan Ethambutol masih dapat diberikan dengan
menyesuaikan dosis dengan laju
filtrasi glomerulus (LFG). Pengobatan TB ginjal bersifat holistik
yaitu selain pemberian obat
anti tuberkulosis juga penanganan terhadap kelainan ginjal.16
Universitas Sumatera Utara
Tindakan Invasif
Prosedur invasif atau operasi untuk TB ginjal dan ureter dapat
dikategorikan ke dalam
kelompok berikut:7
2) Drainase abses atau localized collections
3) Pengobatan lokal definitif bagian ginjal yang terkena
(cavernotomy/nefrektomi parsial)
4) Nefrektomi non-functioning tuberculous kidney
(terbuka/laparoskopi/teknik retro-
peritoneoskopik)
ureter ileum).
Apabila diperlukan tindakan bedah, dapat dilakukan setelah
pemberian OAT 4 ± 6
minggu atau pada kasus TB ginjal dengan komplikasi. Nefrektomi
total dapat dilakukan jika
terjadi kehilangan fungsi ginjal yang dapat di deteksi dengan GFR
< 15 ml/menit dengan atau
tanpa kalsifikasi, ureteropelvic obstruction, kerusakan ginjal yang
luas, ataupun jika
bersamaan dengan renal carcinoma.16
Dilaporkan satu kasus tuberkulosis ginjal disertai dengan abses
renal dan limfadenitis
TB pada seorang wanita muda, berumur 16 tahun dengan status gizi
malnutrisi. Kemudian
diberi regimen OAT kategori 1 dan dilakukan nefrektomi sinistra
total. Setelah rawatan 28
hari pasien dipulangkan dengan perbaikan klinis.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
1. Fader T, Parks J, Khan NU, Manning R, Stokes S, et al.
Extrapulmonary tuberculosis
in Kabul, Afghanistan: a hospitalbased retrospective review. Int J
Infect Dis 2010;
14: e102–10.
2. Zhukova II, Kul’chavenia EV, Kholtobin DP, Brizhatiuk EV,
Khomiakov VT, et al.
Urogenital tuberculosis today. Urologiia 2013; 1: 13–6.
3. World Health Organization, 2009. Global Tuberculosis Control
2004: Epidemiology,
Strategy, Financing. Geneva: World Health Organization; 2009.
4. Global tuberculosis control. A short update to the 2009 report.
Genewa: WHO; 2009.
Available at:
5. Dep.Kes.RI. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis. Edisi
2.2006.
6. Kennedy DH, 1989. Extrapulmonary tuberculosis. In Ratledge C,
Stanford JL, Grange
JM, eds. The Biology of Mycobacteria. New York: Academic Press,
245–284.
7. Sriram Krishnamoorthy, Ganesh Gopalakrishnan. Surgical
management of renal
tuberculosis. Indian J Urol. 2008 Jul-Sep; 24(3): 369–375.
8. David Wetherell, Mahesha Weerakoon, David Williams, Bhawanie
Koonj Beharry,
Ania Sliwinski, Darren Ow, et al. Mature and Immature Teratoma: A
Review of
Pathological Characteristics and Treatment Options. Australia ; Med
Surg Urol 2014,
3:1.
9. McDougal WS, Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, et al.
(2012)
Campbell-Walsh Urology. (10thedn). Elsevier Saunders, USA.
10. Elizabeth De Francesco Daher, Geraldo Bezerra da Silva Junior,
Elvino Jose Guarda
Barros. Review: Renal Tuberculosis in the Modern Era. The American
Society of
Tropical Medicine and Hygiene. Brazil. Am. J. Trop. Med. Hyg.,
88(1), 2013, pp. 54–
64
11. Figueiredo AA, Lucon AM, Gomes GM et al. Urogenital
tuberculosis: patient
classification in seven different group according to clinical and
radiological
presentation. International Braz. J.Urol 2008;34(4): 422-432.
12. Yazdani M, Shahidi S and Shirani M. Urinary polymerase chain
reaction for diagnosis
urogenital tuberculosis. Urol J 2008; 5:46-49.
Universitas Sumatera Utara
13. Tanthanuch M, Karnjanawanichkul W and Pripatnanont C.
Tuberculosis of the
urinary tract in Southern Thailand. J Med Assoc Thai 2010;93(8):
916-919.
14. Lee JY, Park HY, Park SY et al. Clinical characteristics of
genitourinary tuberculosis
during a recent 10 years period in one center. Korean J Urol
2011;52:2000-2005.
15. Jing Wang, Song Fan, Jun Xiao, ChaoZhao Liang. Renal
tuberculosis tends to be
low symptoms: how to improve the diagnosis and treatment of
renaltuberculosis.
Asian Journal of Andrology (2016) 18, 145–146.
16. Cek M, Lenk S, Naber KG et al.EAU guidelines for the management
of genitourinary
tuberculosis. European Urology 2005; 48:353-362.
17. The American Thoracic Society, CDC, and Infectious Diseases
Society of America.
Treatment of Tuberculosis. The American Journal of Respiratory and
Critical Care
Medicine (2003;167:603-662).