SKRIPSI RIN

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor perikanan mempunyai peranan penting sebagai penyumbang protein bagi masyarakat Indonesia. Ikan, selain merupakan sumber protein, juga diakui sebagai functional food yang mempunyai arti penting bagi kesehatan (tergolong asam lemak omega-3), vitamin, serta makro dan mikro mineral. Akan tetapi tidak semua wilayah Indonesia dapat tercukupi kebutuhannya akan protein karena ketersediaan ikan per kapita belum terdistribusi secara merata. Pengolahan dapat membuat ikan menjadi awet dan memungkinkan untuk didistibusikan dari pusat produksi ke pusat konsumen. Namun, selama 20 tahun terakhir, produksi ikan yang diolah baru sekitar 23-47%. Ditinjau dari hasil olahan ikan, sebesar 75% ikan masih diolah secara tradisional. Pengolahan dilakukan dengan skala usaha rumah tangga kecil yang secara kualitas maupun kuantitasnya masih sangat minim, sehingga mempunyai nilai jual yang rendah (Marta Suganda, S, dkk, 2003). Karakteristik dari pengolahan tradisional adalah kemampuan pengetahuan pengolah rendah dengan keterampilan yang diperoleh secara turun temurun, tingkat sanitasi dan higiene rendah, sesuai dengan keadaan disekitarnya yang umumnya tidak memiliki sarana air bersih, permodalannya sangat lemah, peralatan yang digunakan sangat sederhana dan pemasaran produk hanya terbatas pada pasar lokal (Direktorat Jendral Perikanan Tangkap, 2001).

1

2

Pengolahan modern memerlukan persyaratan yang sulit dipenuhi oleh perikanan skala kecil, pasokan bahan baku yang bermutu tinggi dalam jenis dan ukuran yang seragam, dalam jumlah yang cukup banyak sesuai dengan kapasitas industri. Kondisi diatas menggambarkan bahwa, pengolahan ikan tradisional masih mempunyai prospek untuk dikembangkan. Prospek ini di dukung oleh masih tersedianya sumberdaya ikan di pusat produksi, tingginya permintaan di pusat konsumsi, sederhananya teknologi, serta banyaknya industri rumah tangga pengolah tradisioanal. Menurut terminologi FAO (Heruati, ES, 2002), ikan olahan tradisional atau traditional curred adalah produk yang diolah secara sederhana dan umumnya dilakukan pada skala industri rumah tangga. Jenis olahan yang termasuk produk olahan tradisional ini adalah ikan kering atau ikan ikan asin kering, ikan pindang, ikan asap, serta produk fermentasi yaitu kecap, peda, terasi dan sejenisnya. Ikan pindang merupakan salah satu hasil olahan yang cukup populer di Indonesia, dalam urutan hasil olahan tradisional menduduki tempat kedua setelah ikan asin. Dilihat dari sudut program peningkatan konsumsi protein masyarakat, ikan pindang mempunyai prospek yang lebih baik daripada ikan asin. Hal ini mengingat bahwa ikan pindang mempunyai citarasa yang lebih lezat dan tidak begitu asin jika dibandingkan dengan ikan asin sehingga dapat dimakan dalam jumlah yang lebih banyak. Kelebihan ikan pindang dan ikan asin ialah ikan pindang merupakan produk yang siap untuk dimakan (ready to eat). Disamping

3

itu juga praktis semua jenis ikan dari berbagai ukuran dapat diolah menjadi ikan pindang (Badan Riset Kelautan Dan Perikanan, 2005). Mengingat ikan mempunyai sifat yang mudah rusak, maka penanganan pada pascapanen sangat diperlukan, hal ini bertujuan untuk mempertahankan kualitas ikan sekaligus menambah nilai jual (value added) terhadap produk tersebut. Dengan penanganan yang tepat akan memperkecil tingkat kerusakan setelah ikan ditangkap selama berada di laut maupun setelah berada di darat. Dalam rangka pengembangan sumberdaya kelautan secara optimal dan berkelanjutan pada masa sekarang dan yang akan datang, maka perlu dilakukan upaya rehabilitasi dan konservasi sumberdaya kelautan dan ekosistemnya. Tindakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya dukung serta kualitas lingkungan kawasan pesisir dan laut sehingga dapat menunjang kelestarian usaha perikanan tangkap. Kabupaten Sumenep merupakan kabupaten yang paling timur di Pulau Madura yang memiliki kekayaan laut tersendiri dibandingkan dengan kabupaten lain yang ada di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Sumenep memiliki luas perairan hampir 50 persen dari luas perairan yang ada di Jawa Timur, sehingga pemberdayaan sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Sumenep sangat mungkin untuk melaksanakannya pelestarian laut. Hampir di semua wilayah kecamatan di Kabupaten Sumenep memiliki laut karena Sebagian besar masyarakat pesisir bekerja menjadi nelayan karena pekerjaan tersebut lebih menjanjikan dan bisa menghidupi keluarganya.

4

Kabupaten Sumenep memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan potensial untuk dikembangkan. Sumber daya perikanan meliputi perikanan laut, dan perikanan umum. Perikanan laut memiliki potensi yang paling besar dibandingkan dengan perikanan lain yang ada di Kabupaten Sumenep. Penanganan pascapanen terhadap hasil perikanan laut di kabupaten sumenep pada umumnya masih sangat sederhana dan masih terbatas pada perlakuan yang berdasarkan turun termurun (tradisional). Pananganan pengawetan yang sering dilakukan seperti pengeringan yang dilakukan secara alami dengan menggunakan sumber panas dari sinar matahari, penggaraman, dan pengasapan, sedangkan pengolahan hasil yang dilakukan adalah pemindangan ikan yang yang dilakukan oleh industri pengolahan ikan dengan cara sederhana dengan skala kapasitas usaha rumah tangga (home industry). Banyaknya produksi ikan olahan di Kabupaten Sumenep dapat dilihat pada tabel 1.

5

Tabel 1. Banyaknya produksi ikan olahan Production of Fishery Manufactured 2007 No Kecamatan / district Produksi / Production ( Ton ) Nilai Produksi / Ikan Asapan / Production Ikan Kering Terasi Value ( 000 Rp ) Pindang 3 4 5 6 3.278,80 49.182,00 983,60 14.754,00 1.639,40 24.591,00 4.262.40 22.384,80 10.085,70 550.993,50 2.295.20 15.989,20 7.204,10 382.327,50 12.763,20 5.763,20 278.317,50 2.623,10 39.346,50 2.295,90 12.791,40 5.763,20 322.582,50 3.934,50 59.017,50 5.573,90 83.608,50 5.901,80 88.527,00 33.443,60 63.956,70 28.816,20 1.893.247,50

1 2 01 Pragaan 02 Bluto 03 Saronggi 04 Giligenteng 05 Talango 06 Kalianget 07 Sumenep 08 Batuan 09 Lenteng 10 Ganding 11 Guluk-Guluk 12 Pasongsongan 13 Ambunten 14 Rubaru 15 Dasuk 16 Manding 17 Batuputih 18 Gapura 19 Batang-Batang 20 Dungkek 21 Nonggunong 22 Gayam 23 Raas 24 Sapeken 25 Arjasa 26 Kangayan 27 Masalembu Jumlah / Total

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Kabupaten Sumenep

Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pengolah ikan pindang di Kabupaten Sumenep.

6

1.2 Perumusan Masalah Tujuan Pembangunan Perikanan dan Kelautan adalah memanfaatkan sumberdaya perikanan dan kelautan secara optimal yang dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dengan tetap terjaganya pelestarian lingkungan. Tujuan tersebut dapat tercapai apabila dapat ditunjang oleh peningkatan sumber daya manusia dan pemberdayaan masyarakat pesisir, meningkatkan dalam upaya pengembangan dan pemanfaatan teknologi penangkapan ikan, pengolahan pasca panen dan pengemasan, meningkatkan sarana dan prasarana, serta meningkatkan pemasaran yang berorientasi pada ekspor. Pada kegiatan penanganan pasca panen, lebih diarahkan pada teknik dalam rangka mempertahankan kualitas sekaligus untuk meningkatkan nilai tambah (value added) terhadap hasil ikan tangkapan, maka tindakan pengawetan dan pengolahan ikan mutlak diperlukan, mengingat ikan mempunyai karakteristik mudah rusak. Penanganan pasca panen yang dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Sumenep masih terbatas pada kegiatan pengawetan yang terdiri dari pembekuan, pengeringan dan penggaraman, sedangkan penanganan pengolahan hasil (agroindustri) baru terdapat pemindangan ikan dengan cara yang masih sederhana dan tradisional. Oleh karena itu pada subsistem pengolahan hasil perikanan laut ini masih terdapat peluang untuk dapat dikembangkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia secara profesional yang dipadukan dengan penerapan teknologi modern, sehingga akhirnya berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat.

7

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian adalah : Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pendapatan pengolah ikan pindang di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep ? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengkaji dan mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan pengolah ikan pindang di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep. 1.3.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai salah satu acuan pemegang kebijakan dalam pembangunan pertanian. 2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. 3. Bagi peneliti sendiri yaitu untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pengolah ikan pindang.

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Potensi Perikanan Laut Wilayah pesisir memiliki beranekaragam tipe ekosistem dengan

pemanfaatan yang beranekaragam pula. Penggunaan wilayah pesisir untuk pengembangan pariwisata, khususnya wilayah pantai, memerlukan pengaturan tata ruang termasuk sarana dan prasana pendukungnya. Dalam pengembangan wisata bahari perlu perencanaan yang terkoordinasi dan terintegrasi dari instansi terkait, sedangkan penggunaan kawasan pantai untuk pendaratan perahu nelayan atau sebagai tempat pelelangan ikan merupakan salah satu bentuk pemanfaatan usaha perikanan, maupun kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan usaha perikanan. Permasalahan tersebut diantaranya adalah :1.

Penggunaan alat tangkap yang tidak sesuai dengan kondisi alam akan menimbulkan masalah penurunan kelestarian sumberdaya hayati

2.

Kegiatan kehutanan dan pertanian terutama di hulu daerah aliran sungai, sangat mempengaruhi perairan pesisir dan lautan. Penggundulan hutan berakibat meningkatnya jumlah endapan yang di bawa oleh air sungai ke laut. Kegiatan pertanian terutama penggunaan bahan kimia (pestisida, pupuk) di daerah dekat pantai merupakan sumber pencemaran bagi perairan pantai sekitarnya.

9

3.

Pembuangan limbah rumah tangga maupun industri dapat menimbulkan dampak terhadap ekosistem di sekitar pantai.

2.1.2 Agribisnis Perikanan Laut8 Upaya pengembangan sistem pengusahaan (agribisnis) perikanan laut, harus

dilihat secara keseluruhan dari semua subsistem yang ada didalamnya. Subsistem tersebut terdiri dari subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input), subsistem penangkapan ikan (produksi), subsistem penanganan pasca panen (pengolahan hasil) dan subsistem pemasaran hasil serta subsistem penunjang yang berupa pembinaan. Bila semua sistem berjalan tanpa mengalami hambatan, maka kondisi usaha tersebut dapat dipertahankan, seandainya salah satu subsistem saja tidak berfungsi, maka kondisi usaha tersebut tidak dapat dipertahankan. Menurut Winarso dan Rachmat, (1997) bahwa secara konsep agribisnis terdiri dari :1.

Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input) Subsistem produksi atau budidaya usaha tani Subsistem pengolahan hasil (penanganan pasca panen) Subsistem pemasaran Subsistem pembinaan (penunjang)Luar Negeri Dalam Negeri

2.3.

4.5.

Subsistem Input

Subsistem Produksi

Subsistem Pascapan en

Subsistem Pemasara n

Produk olahan ( 10 %) Produk Primer ( 90 % )

Gambar 1. Alur Sistem Agribisnis

10

Khusus dalam penelitian ini akan membahas masalah subsistem pengolahan hasil (penanganan pascapanen). Secara umum peran agroindustri pengolahan hasil perikanan dalam agribisnis adalah melakukan kegiatan pengolahan produk primer hasil tangkapan untuk dijadikan produk olahan. Dengan demikian ikan hasil tangkapan nelayan setelah melewati proses produksi akan keluar menjadi produk olahan tradisional maupun modern, yang dalam bentuk ikan asin, tepung ikan, ikan pindang, ikan kaleng, terasi, kecap dan lain-lain. 2.1.3 Agroindustri Perikanan Laut Di Indonesia terdapat 9 (sembilan) jenis perlakuan yang biasa dilakukan terhadap hasil tangkapan, selain dikonsumsi dalam keadaan segar. Perlakuan tersebut terdiri dari : pendinginan (chilling) dengan es, air dingin, air laut dingin atau alat pendingin mekanis, pembekuan (freezing), penggaraman (salting) termasuk pemindangan, pengalengan (canning), pengasapan (smoking),

pengasaman (pickling atau marinading), pengeringan (drying), pembuatan hasil olahan khusus misalnya bakso ikan, abon ikan, sashimi, dan segala macam masakan dari ikan, dan pembuatan hasil sampingan seperti tepung ikan, minyak ikan, kecap ikan, terasi, kerupuk, petis, fish protein concentrate (FPC) dan sebagainya. Semua jenis perlakuan tersebut, sekitar 50 % di konsumsi dalam keadaan segar. Secara umum pengembangan industri pengolahan hasil ikan (agroindustri) mengalami beberapa kelemahan diantaranya adalah sebagai berikut :1.

Harga bahan baku tinggi, terutama untuk bahan baku industri pengolahan tepung, menyamai harga ikan segar untuk konsumsi.

11

2.

Bahan baku ikan tidak dapat disuplai secara kontinyu dengan volume yang tidak menentu, hal itu disebabkan oleh pengaruh musim yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya.

3.

Kualitas bahan baku tidak seragam, karena ikan hasil tangkapan yang dilakukan oleh nelayan tradisional dengan alat atau sarana tangkap yang masih sangat sederhana. Menurut Moeljanto (1982), menjelaskan bahwa kendala-kendala yang

dihadapi dalam usaha pengembangan industri pengolahan hasil perikanan adalah :1.

Kurangnya informasi sumberdaya yang potensial, serta teknik atau cara pemanfaatan dan pengembangannya.

2. 3. 4. 5.

Kurangnya informasi pasar (jenis produk, mutu dan harga). Kurangnya penguasaan dan pengenalan teknologi tepat guna. Kurangnya keterampilan dan pemasaran hasil. Kurangnya ketersediaan modal dan manajemen usaha. Menurut SyafiI (2001) mengatakan bahwa untuk meningkatkan pendapatan

nelayan, maka system pemasaran perlu diperhatikan. Peningkatan produksi baik kualitas maupun kuantitas, bila tidak diikuti oleh pamasaran yang efesien, maka tidak akan meningkatkan pendapatan nelayan. 2.1.4 Pengolahan Ikan Pindang Pada dasarnya, pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam suasana beragam selama waktu tertentu di dalam wadah (besek, reyeng, naya, dan

12

lain-lain). Wadah ini digunakan sebagai tempat ikan selama perebusan atau pemanasan dan sekaligus digunakan sebagai kemasan selama transportasi dan pemanasan. Menurut Wibowo, S (1999), ada tiga cara pemindangan yaitu pemindangan dalam larutan garam atau pemindangan cue, pemindangan garam, dan pemindangan presto. Jenis ikan yang dapat dipindang cukup beragam. Mulai dari ikan kecil hingga ikan besar dan dari ikan air tawar sampai ikan air laut. Jenis ikan air tawar : nila, tawes, gurame, mujahir, sepat siam, tambakan, dan ikan mas. Sedangkan dari jenis ikan laut : layang, kembung, tongkol, bawal, selar, kuro, bandeng, lemuru, pethek, japu, tembang, ekor kuning, dan hiu. Daya simpan ikan pindang antara lain tergantung pada jumlah garam yang dipakai dan lama perebusan. 2.1.5 Teori Produksi dan Efesiensi Produksi ditinjau dari pengertian teknis merupakan suatu proses pendayagunaan sumber-sumber yang telah tersedia, dengan mana diharapkan terwujudnya hasil yang lebih dari segala pengorbanan yang telah diberikan. Ditinjau dari pengertian ekonomi merupakan suatu proses pendayagunaan segala sumber yang tersedia untuk mewujudkan hasil yang terjamin kualitas dan kuantitasnya, terkelola dengan baik, sehingga merupakan komoditi yang dapat diperdagangkan sehingga tercapailah usahatani yang produktif (Kartasapoetra, 1988:17). Hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input) ditunjukkan oleh suatu fungsi yang disebut dengan fungsi produksi.

13

Penggambaran fungsi produksi yang jelas dan menganalisa peranan masingmasing faktor produksi maka dari sejumlah faktor-faktor produksi salah satu faktor produksi dianggap variabel (berubah-ubah) sedangkan faktor lainnya dianggap konstan. Bentuk matematis sederhana dari fungsi produksi dituliskan sebagai berikut (Mubyarto,1995:68): Y = f (X1,X2,............,Xn) Keterangan: Y = hasil produksi fisik

X1,X2,....,Xn = faktor-faktor produksi Lebih lanjut Mubyarto (1995:78), menyatakan bahwa dalam suatu kegiatan usahatani juga berlaku hukum The Law of The Diminishing Returns yang dapat digunakan untuk menganalisa peranan masing-masing faktor produksi dengan menganggap bahwa salah satu faktor produksi dianggap berubah-ubah sedang faktor produksi lainnya konstan. Asumsi tersebut berlaku bagi semua faktor produksi. Gambar di bawah ini menunjukkan hubungan antara Total Product (TP) dengan Marginal Product (MP) dan Average Product (AP).

14

Sumber: Rahardja dan Manurung, 1999: 139 Gambar 2. Kurva Fungsi Produksi Keterangan: TP = Total Product MPL = Marginal Product of Labor APL = Average Product of Labor Pada Gambar 2 menunjukkan ada tiga tahap penting dalam kegiatan produksi, yakni:(1) Pada tahap I, penambahan tenaga kerja akan meningkatkan produksi total

maupun produksi rata-rata. Hasil yang diperoleh dari tenaga kerja masih jauh lebih besar dari tambahan upah yang harus dibayarkan. Produsen akan mengalami kerugian apabila berproduksi pada tahap ini.

15

(2) Pada tahap II, berlaku hukum The Law of Deminishing Return, baik produksi

marginal maupun produksi rata-rata mengalami penurunan, akan tetapi nilai keduanya masih positif. Penambahan tenaga kerja akan tetap menambah produksi total sampai mencapai nilai maksimum. (3) Pada tahap III, produsen tidak mungkin melanjutkan produksi karena penambahan tenaga kerja justru menurunkan produksi total sehingga produsen akan mengalami kerugian. Diantara fungsi produksi yang umum dibahas dan dipakai oleh para peneliti adalah fungsi produksi Cobb Douglas. Fungsi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Variabel yang satu disebut variabel dependen, atau variabel yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independent, atau variabel yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya dengan cara regresi, yaitu variabel dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Kesimpulannya, kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb Douglas (Soekartawi, 2002:84). Menurut Soekartawi (1991:4), pengertian efisiensi dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price efficiency), dan efisiensi ekonomi (economic efficiency). Efisiensi teknis akan tercapai kalau produsen mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi yang tinggi dapat dicapai. Produsen mendapatkan keuntungan yang besar dari kegiatan usahanya, misalnya karena pengaruh harga, maka produsen tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga, selanjutnya jika produsen mampu meningkatkan

16

produksinya dengan tinggi, maka produsen tersebut telah melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga yang bersamaan. Situasi demikian disebut dengan efisiensi ekonomi. 2.2 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah pendapatan pengolah ikan pindang di Kabupaten Sumenep dipengaruhi oleh biaya pengolahan, harga bahan baku, serta lamanya usaha dikelola.

17

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah

Penelitian ini dilakukan di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabuapten Sumenep. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan cara purposive yaitu penentuan lokasi penelitian yang berdasarkan atas pertimbangan bahwa wilayah Ambunten merupakan sentral produksi pengolahan ikan pindang di Kabupaten Sumenep. 3.2 Metode Pengambilan Sampel

Menurut Roscoe, 1982 (dalam Sugiono, 2006) mengemukakan bahwa apabila dalam penelitian akan dilakukan analisis multivariate (korelasi atau

regresi linier berganda misalnya), maka jumlah sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Variabel penetilian yang diteliti terdapat 4 variabel yaitu : pendapatan, harga bahan baku, biaya pengolahan dan lamanya usaha di kelola sehingga anggota sampel = 10 x 4 = 40 sampel penelitian. Adapun teknik sampling yang digunakan yaitu metode random sampling, yaitu apabila populasi mempunyai anggota atau unsur yang dianggap homogen. Ciri utama sampling ini adalah setiap unsur dari keseluruhan populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk di pilih. Populasi yang akan dijadikan obyek penelitian adalah pelaku usaha perikanan laut yaitu pengolah ikan pindang. Dalam pengambilan sampel pada penelitian ini ditentukan dangan cara random sampling yaitu cara undian dari total

17

18

populasi yang ada. Adapun pertimbangan menggunakan teknik random sampling adalah keberadaan karakter populasi telah diketahui dengan jelas sehingga secara statistik simpang bakunya relative lebih mudah untuk melakukan generalisasi terhadap populasi yang akan dijadikan sampel (Santoso, 1997) 3.3 Metode Pengambilan Data

Sumber dari penelitian terdiri dari 2 data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara pada sampel responden yaitu pengolah ikan pindang di Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep dengan daftar pengisian pertanyaan (kuesioner). Data sekunder diperoleh dari data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sumenep serta literature lain yang berhubungan dengan penelitian ini. 3.4 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis data secara kuantitatif. Metode ini digunakan untuk mempermudah menganalisa berbagai tujuan dengan tingkat kepercayaan yang dapat

dipertanggungjawabkan. Untuk menguji hipotesis dilakukan analisis regresi linier berganda (Multiple Regression Model) dengan menggunakan program SPSS for Windows Versi 12.0 (Firdaus,2004). 3.4.1 Uji Validitas Menurut Arikunto (1999) dalam Widiawati (2004), uji validitas dipakai untuk menguji apakah item-item dalam kuesioner penelitian mampu mengukur variabel penelitian. Atau dengan kata lain menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin di ukur. Menurut Alhusin (2003)

19

instrument penelitian dikatakan valid jika koefisien korelasi (r) hitung pada program SPSS for Windows Versi 12.0 > koefisien korelasi (r) tabel dengan taraf signifikansi 95%. 3.4.2 Uji Reliabilitas Menurut Alhusin (2003), pengujian reliabilitas berkaitan dengan masalah adanya kepercayaan terhadap alat test (instrumen). Pengujian tingkat uji reliabilitas dihitung dengan metode belah dua (split-half method) dengan menggunakan program SPSS for Windows Versi 12.0 (Firdaus,2004). Metode belah dua adalah suatu metode yang dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor-skor pada item pertanyaan kemudian dilanjutkan pada pengujian rumus Sperman-Brown yaitu : r 11 = 2r (1+r)

Dimana : r 11 = Koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan r = Korelasi skor-skor belahan test 3.4.3 Analisis Regresi Untuk menguji hipotesis tentang faktor-faktor yang mempangaruhi pendapatan pengolah ikan pindang, menggunakan analisis statistik ekonometrik (regresi berganda). Model regresi berganda yang diajukan adalah sebagai berikut (Supranto, 2004) : Y = O + X 1 + 2 X 2 + .... + X k + i k 1

20

dimana : Y = Pendapatan bersih ( Rp ) O = Konstanta ... = Koefisien regresi parsial k 1 X1 = BB = Harga Bahan Baku ( Rp ) X2 = BP = Biaya Pengolahan ( Rp ) X3 = PD = Lamanya Usaha Dikelola ( Th ) = Error Menurut Ghozali (2007), ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari Goodness of fit-nya. Secara statistik, setidaknya dapat diukur dari nilai koefisien determinasi ( R 2 ), nilai uji statistik F (uji varian), dan nilai uji statistik t (uji parsial). Perlu dikemukakan disini, bahwa model regresi ganda di atas menggunakan semua data pendapatan dari responden, termasuk data pendapatan negatif. Model ini dilandasi asumsi bahwa pengolah ikan pindang mempunyai keterbatasan modal. Dengan demikian apabila pengolah ikan pindang mempunyai kesempatan meningkatkan penggunaan input, maka produksinya akan meningkat, sehingga pendapatan bersih pengolah ikan pindang akan meningkat pula (Adam, dalam Sanim, 1998). Kemudian dari hasil perhitungan analisis regresi linier berganda tersebut, dapat dilakukan analisis nilai sebagai berikut :a.

Uji F (F-test) Yaitu untuk mengetahui atau menguji apakah semua variable bebas secara

bersama-sama mempengaruhi variable terikat pada taraf signifikansi 5 %, dengan rumus (Karlinger, 1987 dalam Widodo, 2004) :

21

F=

R2 / k ( 1-R ) / ( N-k-1 )

Dimana : R2 = Koefisien determinasi k = Banyaknya variable penelitian N = Sampel Penelitian Dengan ketentuan :1. 2.

Jika nilai F hitung > nilai F tabel 5% maka tolak H0 Jika nilai F hitung < nilai F table 5% maka terima H0

Adapun hipotesis statistiknya yaitu : H0 = Tidak ada pengaruh faktor-faktor yang terdiri dari harga bahan baku, biaya pengolahan, dan lamanya usaha dikelola secara bersama-sama terhadap pendapatan pengolah ikan pindang di Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep. H1 = Ada pengaruh faktor-faktor yang terdiri dari harga bahan baku, biaya pengolahan, dan lamanya usaha dikelola secara bersama-sama terhadap pendapatan pengolah ikan pindang di Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep.b.

Uji t (t-test) Yaitu untuk mengetahui atau menguji apakah masing-masing variabel bebas

secara sendiri-sendiri mempengaruhi variabel terikat pada taraf signifikansi 5%, dengan rumus (Karlinger, 1987 dalam Widodo, 2004) : t bi = bi SE bi

22

Dimana : bi = Koefisien regresi SE bi = standart error bi Dengan ketentuan :1. Jika nilai - t tabel < t hitung < + t tabel maka H0 di terima 2. Jika nilai - t hitung < t table < + t hitung maka H0 di tolak

Adapun hipotesis statistiknya : H0 = Faktor harga bahan baku bukan merupakan faktor yang dominan mempengaruhi terhadap pendapatan pengolah ikan pindang di Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep. H1 = Faktor harga bahan baku merupakan faktor yang dominan

mempengaruhi terhadap pendapatan pengolah ikan pindang di Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep. 3.5 Batasan Masalah dan Definisi Operasional Variabel Penelitian Penelitian ini dititikberatkan pada tujuan penelitian yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pengolah ikan pindang di Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep. Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu terletak pada variabel penelitian yang diteliti yaitu mencakup :1.

Variable dependent, atau variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas atau variabel independent.

23

2.

Variabel independent, atau variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau terbentuknya variabel dependent atau variabel yang mempengaruhi. Definisi operasional variabel penelitian ini terdiri dari :

1.

Pengolah ikan pindang adalah orang yang bermata pencahariannya ber sumber dari usaha pengolahan ikan pindang.

2.

Biaya pengolahan adalah total biaya yang dikeluarkan oleh satu unit usaha pengolahan dalam periode satu tahun (Rp).

3.

Lamanya usaha dibangun merupakan umur daripada usaha pengolahan ikan (tahun).

4.

Biaya bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku utama yang digunakan oleh satu unit usaha pengolahan dalam periode satu kali produksi (Rp).

24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografis Berdasarkan keadaan geografis seluruh wilayah Desa Ambunten Timur meliputi areal seluas 135.89, hektar berada pada ketinggian dibawah 500 meter dari permukaan laut dan merupakan daerah dataran rendah. Sedangkan berdasarkan topagrafinya Desa Ambunten Timur memiliki tingkat kemiringan kurang dari 30 persen atau termasuk dalam katagori daerah landai. Desa Ambunten Timur terdiri dari 3 Dusun dan 22 RT dan 10 RW. Adapun batasan wilayah Desa Ambunten Timur adalah sebagai berikut: Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat : Laut Jawa : Desa Tamba Agung Tengah : Desa Campor Barat : Desa Ambunten Tengah

4.1.2 Keadaan Pertanahan Desa Ambunten Timur mempunyai luas tanah seluas 135.89 Ha ini terdiri dari berbagai penggunaan tanah diantaranya: pemukiman dan pekarangan, pertanian dan tegal, kehutanan dan perkebunan, peternakan, bangunan umum, jalan dan jalur hijau, kuburan-kuburan, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 2 dibawah ini.

24

25

Tabel 2.

Penggunaan Tanah Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep Tahun 2008 No Penggunaan Tanah Luas (Ha) Persentase (%) 1. Pemukiman dan Pekarangan 26.58 19.56 2. Tegal/Kebun/Ladang 106.96 78,71 3. Lain-lain 2.35 1,73 Total Luas Wilayah 135.89 100%

Sumber : Kecamatan Ambunten Dalam Angka 2009

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa penggunaan lahan tegal dan perkebunan mempunyai luas terbesar yaitu 79,48%. Hal ini menunjukkan potensi pertanian yang paling dominan dibanding dengan lainnya. maka usahatani di Desa Ambunten Timur cukup bagus untuk dilakukan. 4.1.3 Keadaan Jumlah Penduduk4.1.3.1

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Jumlah penduduk Desa Ambunten Timur tercatat sebesar 5.862 jiwa pada tahun 2008, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 2.863 jiwa dan perempuan sebanyak 2.999 jiwa. Adapun komposisi penduduk menurut tingkat jenis kelamin dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 3. Distribusi Jumlah Penduduk Desa Ambunten Timur Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008 Jenis kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%) Laki-laki 2.863 48,84 Perempuan 2.999 51,16 Total Jumlah Penduduk 5.862 100%Sumber : Kecamatan Ambunten Dalam Angka Tahun 2009

Dari tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Desa Ambunten Timur adalah 5.862 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki 2.863 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 2.999 jiwa. Jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki.

26

4.1.3.2

Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk di Desa Ambunten Timur sangat rendah. Hal ini terlihat dari perbandingan antara penduduk yang tamat SD maupun yang sudah tamat SLTP masih lebih besar yang tamat SD. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4. Banyaknya Penduduk Menurut Jenjang Pendidikan yang Ditamatkan tahun 2008 Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) SD 2.625 68.39 SMP 673 17.54 SMA 468 12.19 PT 72 1.88 Jumlah Penduduk 3.838 100%Sumber : Kecamatan Ambunten Dalam Angka Tahun 2009

Dari tabel di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat pendidikan di Desa Ambunten Timur masih rendah sehingga hal yang seperti ini akan mempengaruhi terhadap kualitas sumber daya manusia dalam pengambilan keputusan maupun perencanaan untuk menjalankan usahanya. Keterampilan yang dimiliki hanya berdasarkan pengalaman, dimana keterampilan tersebut bila ditunjang dengan tingkat pendidikan yang memadai akan lebih tanggap terhadap datangnya teknologi baru yang dapat meningkatkan hasil usahanya. 4.1.3.3 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk di Desa Ambunten Timur sebagian besar menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

27

Tabel 5. Distribusi Jumlah Penduduk Desa Ambunten Timur Menurut Mata Pencaharian Tahun 2008 Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) Pertanian 388 24.70 Perkebunan 8 0.51 Peternakan 53 3.37 Perikanan 765 48.70 Konstruksi Bangunan 2 0.13 Perdagangan 86 5.47 Transportasi atau Angkutan 25 1.59 Jasa 188 11.97 Rumah Tangga 34 2.16 Industri Kecil 22 1.40 Jumlah 1.571 100%Sumber : Kecamatan Ambunten Dalam Angka 2009

Data di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang bermata pencaharian di sektor perikanan paling dominan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penduduk di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep masih mengandalkan sektor perikanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 4.1.3.4 Keadaan Produksi Perikanan

Perkembangan Penangkapan dan Budidaya Ikan di Desa Ambunten Timur setiap tahun semakin berkembang karena sebagian besar masyarakat di Desa Ambunten Timur mempunyaai keahlian di bidang perikanan laut dan kebutuhan bahan baku perikanan tidak terlalu sulit, khususnya perikanan laut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 6. Perkembangan Produksi Penangkapan dan Budidaya Ikan tahun 2008 Produksi Nilai Produksi Jenis Perairan (ton) (000 Rp) Laut Jumlah 4.275.24 4.275.24 24.582.630 24.582.630

Sumber : Kecamatan Ambunten Dalam Angka Tahun 2009

28

Data di atas menunjukkan bahwa produksi penangkapan dan budidaya perikanan laut merupakan satu-satunya yang ada di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep yaitu dengan produksi ikan 4.275.24 ton dengan nilai Rp. 24.582.630.000. 4.1.3.5 Sentra Perikanan Laut

Sentra agribisnis perikanan laut sudah dijumpai di Kecamatan Ambunten terutama di Desa Ambunten Timur, usaha agribisnis perikanan laut di Desa Ambunten Timur sudah dilakukan sejak nenek moyang mereka. Hal ini dikarenakan Desa Ambunten Timur berada dekat dengan pantai.4.2

Hasil Dan Pembahasan

4.2.1 Analisis Uji Validitas Perbandingan koefisien korelasi (r) tabel dengan koefisien korelasi program SPSS for windows versi 12.0 dapat mengetahui apakah item-item dalam kuesioner mampu mengukur kevalidan variabel atau tidak. Adapun nilai uji validitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 7. Nilai koefisien korelasi dan nilai uji validitas Koefisien Korelasi Variabel Keputusan (r) hitung BB 0,18 Tidak valid BP 0,96 Valid PD 0,85 ValidSumber : Data diolah tahun 2010

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa variabel penelitian untuk BP (biaya pengolahan), dan PD (lamanya usaha dikelola) menunjukkan kevaliditan data, sedangkan untuk variabel BB (biaya bahan baku) tidak valid Karena nila koefisien korelasi (r) hitung < koefisien korelasi (r) tabel yaitu 0,18 < 0,31.

29

Mengingat terdapat satu item yang tidak valid, maka untuk mencari hubungan BB (harga bahan baku) dengan pendapatan (Y) menurut Alhusin (2003), dapat dilakukan dengan pengujian Crostabs, yaitu suatu pengujian yang menunjukkan suatu deskripsi statistik bivariat terhadap pengujian dua variabel atau lebih dengan menggunakan program SPSS for Windows Versi 12.0. Berikut ini hasil tabel pengujiannya : Tabel 8. Nilai Kevaliditan Antara BB (harga bahan baku) dengan Pendapatan (Y). Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N PercentPendapatan * BB Pendapatan * BP Pendapatan * PD Sumber : Data diolah tahun 2010 40 40 40 100.00% 100.00% 100.00% 0 0 0 .0 % .0 % .0 % 40 40 40 10.0 % 10.0 % 10.0 %

Bedasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa nilai kasus kevaliditan antara BB (harga bahan baku) dengan pendapatan (Y) pada 40 sampel menunjukkan kevaliditan mencapai 100 % dan diketahui tidak terdapat Missing (data yang hilang atau rusak). 4.2.2 Analisis Uji Reliabilitas Hasil uji reliabilitas metode belah dua (split-half method) dengan rumus Sperman-Brown pada program SPSS for windows versi 12.0 mampu mengukur nilai kepercayaan akan instrumen sehingga diketahui item-item pertanyaan apakah reliabel atau tidak reliabel.

30

Adapun nilai uji reliabilitas tersaji pada tabel berikut ini yaitu : Tabel 9. Nilai koefisien korelasi dan nilai uji reliabilitas Koefisien Nilai Uji Variabel Keputusan Korelasi Reliabilitas BB 0,18 0,31 Reliabel BP 0,96 0,98 Reliabel 0,85 0,92 Reliabel

-

PD

Sumber : Data diolah tahun 2010

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa variabel BB (harga bahan baku), BP (biaya pengolahan), dan PD (lamanya usaha dikelola) sangat reliabel, hal ini terbukti bahwa nilai uji realibitasnya sangat tinggi dibandingkan dengan nilai koefisien korelasinya. 4.2.3 Analisis Uji Regresi Pendapatan pengolah hasil tangkapan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ikan yang diolah, besarnya biaya yang dikeluarkan, jenis ikan, tinggi rendahnya harga beli dan jenis pengolahan. Pada penelitian ini akan diteliti faktorfaktor yang mempengaruhi pendapatan pengolah ikan pindang yang terdiri dari harga bahan baku, biaya pengolahan, dan lamanya usaha dikelola. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh faktor-faktor produksi yang terdiri dari harga bahan baku, biaya pengolahan dan lamanya usaha dikelola secara bersama-sama terhadap pendapatan pengolah ikan pindang di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep, maka dilakukan perhitungan uji statistik uji regresi linear berganda. Dari hasil uji regresi linear berganda dengan menggunakan program SPSS for windows versi 12.0 diketahui bahwa persamaan regresi linear bergandanya adalah sebagai berikut :

31

Y = 16.830.000 1983, 19 BB + 0,36 BP + 80083,47 PD Dimana harga 16.830.000 merupakan nilai konstanta () yang menunjukkan bahwa apabila tidak ada penambahan biaya untuk BB (harga bahan baku), BP (biaya pengolahan) dan PD (lamanya usaha dikelola), maka tingkat pendapatan pengolah ikan pindang akan mencapai Rp. 16.830.000,Berdasarkan uji anova, diketahui bahwa nilai F hitung 515,88 dan nilai F tabel (, 0,05) 1,69. Ini berarti variabel faktor-faktor produksi yang terdiri dari harga bahan baku, biaya pengolahan dan lamanya usaha dikelola secara bersamasama berpengaruh nyata terhadap pendapatan pengolah ikan pindang di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep, sehingga hipotesis statistiknya menerima H1 dan menolak H0, artinya bahwa ada pengaruh faktorfaktor yang terdiri dari harga bahan baku, biaya pengolahan, dan lamanya usaha dikelola secara bersama-sama terhadap pendapatan pengolah ikan pindang di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep.- 1983, 19 BB merupakan koefisien regresi yang bernilai negatif (tidak

searah dengan variabel pendapatan). Hal tersebut menjelaskan, bahwa peningkatan harga bahan baku sebesar satu rupiah akan menurunkan pendapatan bersih sebesar Rp 1.983,00. Pengaruh yang tidak searah (bernilai negatif) dari peningkatan harga bahan baku, dapat terjadi karena pengadaan bahan baku yang tidak efisien. 0,36 BP merupakan koefisien regresi, yang menunjukkan bahwa setiap adanya upaya penambahan sebesar satu satuan biaya untuk biaya pengolahan, maka akan ada kenaikan pendapatan pengolah ikan pindang sebesar Rp. 0,36,-,

32

karena pendapatan tergantung pada harga jual, kalau biaya pengolahan ada penambahan maka harga jual semakin tinggi sehingga ada kenaikan pendapatan. 80083,47 PD merupakan koefisien regresi, yang menunjukkan bahwa setiap adanya upaya penambahan sebesar satu satuan biaya untuk lamanya usaha dikelola, maka akan ada kenaikan pendapatan pengolah ikan pindang sebesar Rp. 80.083,47,Koefisien korelasi berganda (R) pada persamaan regresi linear berganda diatas menunjukkan 0,99, hal ini berarti hubungan antara variabel faktor-faktor yang terdiri harga bahan baku, biaya pengolahan dan lamanya usaha dikelola secara bersama-sama berpengaruh nyata dan cukup tinggi terhadap pendapatan pengolah ikan pindang di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep. Koefisien determinasi (R2) persamaan regresi lincar berganda menunjukkan nilai 0,98, hal ini berarti 98 % pendapatan pengolah ikan pindang di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep dapat dijelaskan oleh variabel harga bahan baku, biaya pengolahan dan lamanya usaha dikelola sedangkan sisanya 2 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Dalam perhitungan uji statistik (uji t), t hitung digunakan untuk mengetahui apakah ada pengaruh dari harga bahan baku, biaya pengolahan dan lamanya usaha dikelola terhadap pendapatan pengolah ikan pindang. Sehingga dari nilai uji t tersebut dapat diketahui faktor produksi yang dominan mempengaruhi pendapatan pengolahan ikan pindang di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten

33

Kabupaten Sumenep. Adapun hasil perhitungan uji t disajikan pada tabel 9 perhitungan uji t tersebut menggunakan program SPSS for windows versi 12.0 Tabel 10. Nilai t hitung dan nilai t tabel No Uraian 1 t hitung terdiri dari BB BP - PD 2 t tabel ( 0,05)Sumber : Data diolah tahun 2010

Nilai - 6,79 18,84 1,98 2,021

Berdasarkan tabel diatas, terdapat pengaruh BB (harga bahan baku) terhadap Y (pendapatan pengolah ikan pindang), karena nilai t hitung lebih kecil dari t tabel yaitu -6,79 < -2,021 maka H0 di tolak. Hal ini berarti faktor harga bahan baku merupakan faktor yang dominan mempengaruhi terhadap pendapatan pengolah ikan pindang di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep. Terdapat pengaruh BP (biaya pengolahan) terhadap Y (pendapatan pengolah ikan pindang), karena t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 18,84 > 2,021 hal ini berarti ada pengaruh biaya pengolahan secara parsial terhadap pendapatan pengolah ikan pindang di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep. Tidak terdapat pengaruh PD (lamanya usaha dikelola) terhadap Y (pendapatan pengolah ikan pindang), karena t hitung lebih kecil dari t tabel yaitu 1,98 < 2,021 hal ini berarti tidak ada pengaruh lamanya usaha dikelola secara parsial terhadap pendapatan pengolah ikan pindang di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep

34

Dari hasil penelitian tentang pengaruh faktor-faktor produksi terhadap pendapatan pengolah ikan pindang di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep diketahui bahwa rata-rata pendapatan yang diterima pengolah ikan pindang 1 kali produksi sebesar Rp. 4.722.625,sedangkan total biaya rata-rata 1 kali produksi sebesar Rp. 11.780.975,Besarnya harga bahan baku yang dikeluarkan pengolah ikan pindang berdampak pada minimnya laba yang diterima pengolah ikan pindang, untuk memaksimumkan keuntungan yang ingin dicapai oleh pengolah ikan pindang maka pengolah ikan pindang menerapkan efisiensi yang meliputi teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price efficiency), dan efisiensi ekonomi (economic efficiency). Berdasarkan analisis proses produksi ikan pindang diatas diketahui bahwa faktor produksi yang harus diefisienkan yaitu variabel harga bahan baku. Adapun harga bahan baku yang digunakan sewaktu proses produksi ikan pindang rata-rata tiap 1 kali produksi adalah Rp. 11.443.750, semakin kecil harga bahan baku yang dikeluarkan atau digunakan pada waktu proses produksi ikan pindang maka keuntungan yang akan diperoleh pengolah ikan pindang semakin besar. Penggunaan bahan baku pada saat proses produksi ikan pindang yang berlebihan mengakibatkan efisiensi teknis tidak tercapai. Apabila pengolah ikan pindang mampu mengalokasikan faktor produksi bahan baku tersebut sedemikian rupa dan harga jual yang tinggi dapat tercapai. Maka pengolah ikan pindang telah menerapkan efisiensi teknis sehingga efisiensi harga dan efisiensi ekonomis juga dapat dimaksimalkan.

35

Berdasarkan hasil penelitian di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep, bentuk pemindangan yang dilakukan oleh pengolah ikan pindang adalah pemindangan garam, sedangkan tenaga kerja I adalah tenaga kerja yang mengangkut bahan baku dari laut ketempat lokasi pemindangan. Untuk tenaga kerja II adalah tenaga kerja yang membantu proses pengolahan ikan pindang. Biaya lain-lain dalam biaya pengolahan ikan pindang adalah biaya bahan penunjang yaitu garam. Kualitas output (ikan pindang) yang dihasilkan oleh pengolah ikan pindang di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep termasuk kualitas sedang, karena para pengolah ikan pindang masih belum mengerti cara pengolah ikan pindang yang baik dan benar. Sedangkan pemasaran ikan pindang yang dihasilkan hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal, yaitu pasar Ambunten dan pasar Anom Sumenep.

36

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada penelitian ini adalah proses produksi ikan pindang di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep menguntungkan, dan pendapatan pengolah ikan pindang tersebut dipengaruhi secara bersama-sama oleh faktor-faktor yang terdiri dari variabel harga bahan baku, biaya pengolahan dan lamanya usaha dikelola. Faktor produksi yang berpengaruh nyata pada pendapatan pengolah ikan pindang di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep adalah faktor harga bahan baku dan faktor biaya pengolahan. 5.2 Adapun saran dari penelitian ini adalah :a.

Saran

Perlu diadakannya sosialisasi yang melibatkan pengolah ikan pindang yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep tersebut untuk

memasyarakatkan penggunaan faktor-faktor produksi seefisien mungkin terutama faktor biaya pengolahan.b.

Selain proses produksi ikan pindang, pengolah ikan pindang diharapkan juga mengembangkan produksi petis dan terasi untu menambah pendapatan.

c.

Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep diharapkan untuk dapat berpartisipasi dalam meningkatkan kualitas SDM para pengolah ikan pindang diantaranya dengan mengadakan pelatihan bagaiamana cara proses

36

37

pengolahan ikan pindang yang baik dan benar serta membantu mempromosikan pemasaran ikan pindang keluar daerah.

38

DAFTAR PUSTAKA

Alhusin , Syahri, 2003. Aplikasi Statistik Praktis Dengan SPSS Versi 12.0 For Windows. Graha Ilmu. Yogyakarta. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 2005. Ikan Pindang. Dinas Perikanan dan Kelautan, Jakarta. (http://www.brkp.dkp.go.id) Dahuri. R. 2001 Potensi dan Permasalahan Pembangunan Kawasan Pesisir Indonesia, PK-SPL. IPB. Bogor Darsef, 2002. Faktor-Faktor Yang Berdampak Terhadap Lingkungan Pesisir. Makalah Falsafat Sains PPS IPP. Bogor Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten Sumenep, 2004. Laporan Tahunan .., 2009. Laporan Tahunan Direktorat Jendral Perikanan Tangkap. 2001. Inventarisasi Jenis dan Jumlah Produk Olahan Hasil Perikanan Skala Kecil di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Firdaus, Muhammad, 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara. Jakarta Ghozali, I. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Cetakan IV. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Heruwati, E, S. 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional. (http://www. Pustakadepkan.go.id) Martasuganda, S, dkk. Teknologi Untuk Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Moeljanto, R. 1982. Pengolahan Hasil-Hasil Samping Ikan. Penebar Swadaya, Anggota IKPI. Jakarta. Pemerintah Kabupaten Sumenep, 2009. Sumenep Dalam Angka Sanim, B. 1998. Efektifitas Penyaluran dan Pengembalian KUT Pola Khusus. Jurnal Agro Ekonomi. JAE, Volume 17 Nomor 1. Jakarta : Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

38

39

Sitompul. 2004. Majalah Samudra Edisi 15 Maret. PT Samudra Komunikasi Utama. Jakarta Santoso. K. 1997. Metode Penelitian Sosial. Universitas Jember Sugiyono,2004. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung Sugiyono, 2006. Metode Kualitatif dan Kuantitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung Supranto, J. 2004. Analisis Multivariat Arti dan Interpretasi. Jakarta : PT RINEKA CIPTA. Syafii, 2001. Potensi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Pantai Puger (Melalui Pemanfaatan Kelembagaan Kelompok Nelayan). Dalam Jurnal Agribisnis Penelitian Jurusan Sosial dan Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Wibowo, S. 1999. Industri Pemindangan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta Widodo, Joko. 2004. Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Partisipasi Berkoperasi di Bidang Usaha. Dalam Kumpulan Artikel Seminar Hasil Penelitian Bidang Kajian Pemasaran. Program Magister Manajemen Program Pasca Sarjana. Universitas Brawijaya. Malang Kumpulan Monograf Balittas No. 4. Balai Penelitian Tanaman dan Tanaman Serat Malang, Malang. Widiawati, Dia. 2004. Faktor-Faktor Marketing Mix Yang di Pertimbangkan Nasabah Dalam Menyimpang Dana pada Bank Pemerintah di Kota Malang. Dalam Kumpulan Artikel Seminar Hasil Penelitian Bidang Kajian Pemasaran. Program Magister Manajemen Program Pasca Sarjana. Universitas Brawijaya. Malang Kumpulan Monograf Balittas No. 4. Balai Penelitian Tanaman dan Tanaman Serat Malang, Malang. Winarso. Bambang, dan Muchjidin Rachmat, 1997. Peluang Pengembangan Agribisnis Perikanan Laut di Pantai Selatan Jawa. Dalam Pantjar Simatupang, dkk. (penyunting). Prosiding Agribisnis. Dinamika Sumberdaya dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

40

Lampiran Lampiran