Upload
vianny11
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/30/2019 spondillitis
1/24
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangSpondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal terhitung kurang lebih 3 juta kematian
terjadi setiap tahun. Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang
dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anakn, yang terutama berusia 3-5 tahun. Saat inidengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia ini mengalami perubahan
sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering terkena dibandingkan anak-anak.
Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi diseluruh dunia dan biasanya berhubungan
dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di
negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morniditas dan mortalitas
utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia, dimana malnutrisi dan
kepadatan penduduk masih menjadi masalah utama.
B. Rumusan MasalahAdapun masalah yang didapatkan antara lain:
1. Apa definisi dari spondilitis tuberkulosa?
2. Bagaimana patofisiologi terjadinya spondilitis tuberkulosa?
3. Bagaimana gejala dan tanda spondilitis tuberkulosa?
4. Apa saja komplikasi dari spondilitis tuberkulosa?
5. Apa saja pemeriksaan untuk spondilitis tuberkulosa?
6. Apa saja diagnosis banding spondilitis tuberkulosa?
7. Bagaimana penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa?
C. TujuanAdapun tujuan yang didapatkan antara lain:
1. Agar dapat mengetahui definisi dari spondilitis tuberkulosa
2. Agar dapat mengetahui patofisiologi terjadinya spondilitis tuberkulosa
3. Agar dapat mengetahui gejala dan tanda spondilitis tuberkulosa
4. Agar dapat mengetahui komplikasi dari spondilitis tuberkulosa
5. Agar dapat mengetahui pemeriksaan untuk spondilitis tuberkulosa
6. Agar dapat mengetahui diagnosis banding spondilitis tuberkulosa
7. Agar dapat mengetahui penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa
D. ManfaatAdapun tujuan yang didapatkan antara lain:
1. Mengetahui definisi dari spondilitis tuberkulosa
2. Mengetahui patofisiologi terjadinya spondilitis tuberkulosa
3. Mengetahui gejala dan tanda spondilitis tuberkulosa
4. Mengetahui komplikasi dari spondilitis tuberkulosa
5. Mengetahui pemeriksaan untuk spondilitis tuberkulosa
7/30/2019 spondillitis
2/24
6. Mengetahui diagnosis banding spondilitis tuberkulosa
7. Mengetahui penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DefinisiTuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan
peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif olehMycobacterium tuberculosa.
Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat lain dalam
tubuh. Percivall Pott (1973) yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi,
sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott atau tuberculous vertebral
osteomyelitis (Rasjad, 2007).
B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil. Bakteri yang paling seringmenjadi penyebabnya adalahMycobacterium tuberculosis, walaupun
spesiesMycobacterium yang lain pun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya,
sepertiMycobacterium africanum, bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous
mycobacteria (Brooks, 2008)
Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di
tubuh, 90-95% disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa typic (2/3 dari tipe human dan 1/3
dari tipe bovin) dan 5-10% oleh Mycobacterium tuberculosa atypic. Lokalisasi spondilitis
tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga
adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosis traktus urinarius, yang penyebarannya melalui
pleksusBatson pada vena paravertebralis (Rasjad, 2007).
C. PatofisiologiPatogenesis penyakit ini sangat tergantung dari kemampuan bakteri menahan cernaan
enzim lisosomal dan kemampuan host untuk memobilisasi imunitas seluler. Jika bakteri tidak
dapat diinaktivasi, maka bakteri akan bermultiplikasi dalam sel dan membunuh sel itu.
Komponen lipid, protein serta polisakarida sel basil tuberkulosa bersifat immunogenik, sehingga
akan merangsang pembentukan granuloma dan mengaktivasi makrofag. Beberapa antigen yang
dihasilkannya dapat juga bersifat immunosupresif (Mansjoer, 2000)
Penyakit ini umumnya mengenai korpus vertebra. Infeksi ini dapat menyebar melalui
ligamen yang berdekatan sehingga sering mengenai 2 korpus vertebra yang berdekatan. Diskus
intervertebral tidak memiliki vaskularisasi tapi dapat terinfeksi secara langsung dari abses
vertebra. Infeksi dapat menyebar ke sentral ke dalam kanalis spinalis. Selain itu dapat juga
menyebar ke jaringan lunak paraspinal (Sudoyo, 2007).
Infeksi berawal dari bagian sentral bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra.
Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan
korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis dan vertebra
sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang
khas disebut gibus (Mansjoer, 2000).
7/30/2019 spondillitis
3/24
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta
basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior. Eksudat ini
dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang
lemah. Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar
ke lateral di belakang muskulus sternokloidemastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke
depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalanke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus atau kavum pleura. Abses pada vertebra
torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral,
berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medula
spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti
muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat
juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah
femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea (Rasjad, 2007).
Lima stadium perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa, antara lain: (Rasjad, 2007)
1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri
akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan iniumumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral
vertebra.
2. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang
ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta
pus yang berbentukcold abses (abses dingin), yang terjadi 23 bulan setelah stadium destruksi
awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat
ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus
vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis
Tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan
abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis
tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan
neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu
dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu:
a. Derajat I
Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas atau setelah berjalan
jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
b. Derajat IITerdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan
pekerjaannya.
c. Derajat III
Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas atau penderita
serta hipestesia/anestesia.
d. Derajat III
7/30/2019 spondillitis
4/24
Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan gangguan defekasi
dan miksi. Tuberkulosis praplegia atau Pottparaplegia dapat terjadi secara dini atau lambat
tergantung dari keadaan penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi karena tekanan ekstradura dari abses
paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi
jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif atau sembuh terjadi oleh karenatekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang
progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan
dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra. Derajat I-III
disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai paraplegia.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau
gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan.
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal 3 bentuk spondilitis: (Rasjad,
2007)
1. Peridiskal/paradiskal Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah ligamentum
longitudinal anterior/area subkondral). Banyak ditemukan pada orang dewasa. Dapat
menimbulkan kompresi, iskemia, dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
2. Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan sebagai
tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini
dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat
terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak ditemukan di regio torakal.
3. Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan bawahnya.
Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di bagian anterior dari
sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang
ditransmisikan melalui abses prevertebral di bawah ligamentum longitudinal anterior atau karena
adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
4. Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat diidentifikasikan.
Termasuk di dalamnya adalah spondilitis tuberkulosa dengan keterlibatan lengkung syaraf saja
dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di
pedikal, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi
intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen posterior tidak diketahui
tetapi diperkirakan berkisar antara 2-10%.
7/30/2019 spondillitis
5/24
D. Gejala
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis
pada umumnya, yaitu: (Mansjoer, 2000)
1. Terdapat gejala klasik tuberkulosis berupa penurunan berat badan, keringat malam, demam
subfebris, kakeksia. Gejala ini sering tidak menonjol.
2. Nyeri vertebra/lokal pada lokasi infeksi sering dijumpai dan menghilang bila istirahat.
3. Gejala dan tanda kompresi radiks atau medula spinalis terjadi pada 20% kasus (akibat abses
dingin).
4. Onset penyakit dapat gradual atau mendadak (akibat kolaps vertebra dan kifosis).
5. Pada awalnya terjadi nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut, kemudian diikuti
paraparesis yang lambat laun semakin memberat, spastisitas, klonus, hiperrefleksia dan refleks
Babinsky bilateral. Dapat ditemukan deformitas dan nyeri ketok tulang vertebra.
6. Penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan
motorik.
7. Gangguan menelan dan pernapasan akibat adanya abses retrofaring.
E. Diagnosis banding
Adapun diagnosis banding spondilitis tuberkulosis yaitu: (Rasjad, 2007)
1. Infeksi piogenik
Adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru pada foto rontgen menunjukkan adanya infeksi
piogenik. Selain itu keterlibatan dua atau lebih corpus vertebra yang berdekatan lebih
menunjukkan adanya infeksi tuberkulosa daripada infeksi bakterial lain.
2. Infeksi enterik
Dapat dibedakan dari pemeriksaan laboratorium.
3. Tumor atau penyakit keganasan (leukemia, Hodgkins disease, granuloma eosinofilik,dll)
Metastase dapat menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus vertebra tetapi berbeda dengan
spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap dipertahankan. Secara radiologis kelainan
karena infeksi mempunyai bentuk yang lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi
yang berbatas jelas.
4.Scheuermanns disease
Mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa oleh karena tidak adanya penipisan korpus
vertebrae kecuali di bagian sudut superior dan inferior bagian anterior dan tidak terbentuk abses
paraspinal.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: (Staf IKA UI, 2007)
7/30/2019 spondillitis
6/24
1. Cedera corda spinalis (spinal cord injury)
Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra
tulang, sekuester dari diskus intervertebralis atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda
spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa. Jika cepat diterapi sering berespon baik. MRI dan
mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dan
corda spinalis.2. Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torkal ke dalam pleura.
G. PemeriksaanAdapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit spondilitis
tuberkulosa antara lain: (Rasjad, 2007)
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai leukositosis
b. Uji Mantoux positif
Dilakukan dengan penyuntikan intrakutan dan multiple puncture method dengan 4-6 jarumberdasarkan cara Heaf dan Tine. Sampai sekarang cara Mantoux masih dianggap sebagai cara
yang paling dapat dipertanggungjawabkan karena jumlah zat yang dimasukkan ke intrakutan
dapat diketahui banyaknya. Reaksi lokal yang terdapat pada uji mantoux terdiri atas: (Staf IKA
UI, 2007)
1) Eritema karena vasodilatasi primer
2) Edema karena reaksi antara antigen yang disuntikan dengan antibodi
3) Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus
c. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukanMycobacterium
d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
e. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
2. Pemeriksaan radiologis
a. Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru
b. Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik, dan destruksi korpus vertebra, disertai
penyempitan diskus intervertebralis yang berada diantara korpus tersebut dan mungkin dapat
ditemukan adanya massa abses paravertebral
c. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarung burung (birds nets) di
daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk fusiform
d. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis
e. Pemeriksaan foto dengan zat kontras
f. Pemeriksaan mielografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum tulang
7/30/2019 spondillitis
7/24
g. Pemeriksaan CT scan atau CT dengan mielografi
h. Pemeriksaan MRI
H. PengobatanPada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosis harus dilakukan sesegera mungkin
untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. Pengobatan terdiri atas:
(Rasjad, 2007)
1. Terapi konservatif, berupa:
a. Tirah baring (bed rest)
b. Memperbaiki keadaan umum penderita
c. Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi ataupun yang tidak dioperasi
d. Pemberian obat antituberkulosa
Obat-obatan yang diberikan terdiri atas:
1) Isonikotinik hidrasit (INH) dengan dosis oral 5 mg/kg berat badan per hari dengan dosis
maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak-anak 10 mg/kg berat badan.
2) Asam para amino salisilat. Dosis oral 8-12 mg/kg berat badan
3) Etambutol. Dosis per oral 15-25 mg/kg berat badan per hari
4) Rifampisin. Dosis oral 10 mg/kg berat badan diberikan pada anak-anak. Pada orang dewasa 300-
400 mg per hari.
5) Streptomisin, pada saat ini tidak digunakan lagi.
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila:
1) Keadaan umum penderita bertambah baik
2) Laju endap darah menurun dan menetap
3) Gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang
4) Gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra
2. Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu:
a. Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat.Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa
diberikan obat tuberkulostatik.
b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus
debrideman serta bone graft.
c. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan
MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.
7/30/2019 spondillitis
8/24
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberkulosis
tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa hal,
yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
Abses Dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi resorbsi
spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. Adatiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:
a. Debrideman fokal
b. Kosto-transveresektomi
c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
b. Laminektomi
c. Kosto-transveresektomi
d. Operasi radikal
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakangOperasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis mempunyai tendensi untuk
bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau
melalui operasi radikal
BAB III
PEMBAHASAN
Feri usia 3 tahun, jatuh terduduk dari sepeda mainannya, tiba-tiba tak bisa berjalan,kedua ekstremitas bawah tak dapat digerakkan, tidak ada hipoestesi dan saat disentuh masih
terasa. BAK dalam batas normal. Pada skenario ini, kasus yang didapatkan adalah spondilitis
tuberkulosa. Sebelum jatuh dari sepeda, Feri sudah lebih dulu terkena penyakit spondilitis ini.
Jadi jatuh disini bukan sebagai faktor pemicu timbulnya penyakit. Setelah jatuh, ekstremitas
bawah Feri tidak bisa digerakkan dan tidak terjadi hipoestesi. Hipoestesi adalah suatu penurunan
sensitivitas secara abnormal. Tidak adanya hipoestesi dan masih normalnya BAK menandakan
bahwa penyakit yang diderita Feri belum sampai pada stadium lanjut, dengan kata lain belum
mengenai sistem persarafan (Rasjad, 2007).
Orang tua Feri mengatakan, anaknya ini tidak bisa membungkuk dengan sempurna dan
sering menangis saat posisi punggung mau menekuk. Sekitar 5 bulan sebelumnya mulai timbul
gibbus di tulang punggung yang semakin lama semakin membesar. Gibbus yaitu bengkoknyatulang belakang akibat terinfeksi olehMycobacterium tuberculosa. Gibbus merupakan tanda khas
pada penyakit spondilitis ini. Mycobacterium tuberculosa yang masuk ke dalam tulang vertebra
perhematogen menginfeksi daerah korpus vertebra. Oleh karena itu korpus mengalami
perlunakan, sehingga vertebra akan membengkok ke depan akibat tekanan. Seperti yang telah
diketahui, vertebra berfungsi juga sebagai penopang tubuh, sehingga tekanan untuk
mempertahankan posisi tertentu ikut memicu timbulnya gibbus yang menyerupai kifosis. Feri
tidak bisa membungkuk dengan sempurna dikarenakan adanya gibbus dan rasa nyeri di bagian
7/30/2019 spondillitis
9/24
7/30/2019 spondillitis
10/24
Spondilltis tuberkulosa merupakan salah satu kasus penyakit tertua dalam sejarah dengan
ditemukan dokumentasi kasusnya pada mummi di Mesir dan Peru'-2. Sir Percival Pott (1799)
mendeskrispsikan penyakit ini dalam monografnya yang klasik dan sejak saat itu spondilitis
tuberkulosa dikenal juga sebagai penyaldt Pott (Port's disease). Tuberkulosis merupakan masalah
besar bagi negara-negara berkembang karena insidensnya cukup tinggi dengan morbiditas yang
serius. Indonesia adalah kontributor pasien tuberkulosis nomor 3 di dunia setelah India dan Cina.
Diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru tuberkulosis per tahun, sebagian besar berada dalarn
usia produktif (15-54 tahun), dengan tingkat sosioekonomi dan pendidikan yang rendah.(1,2)
Spondilitis tuberkulosa merupakan fokus sekunder dari infeksi tuberkulosis dengan
penyebaran sebagian besar secara hematogen melalui pembuluh darah arteri epifiseal atau melalui
plexus vena Batson. Telah ditemukan spondilitis tuberkulosa setelah instilasi BCG (Bacillus Calmelle
Guerin) intravesical pada karsirnoma buli-buli. Juga telah dilaporkan kasus osteomyelitis tuberkulosa
sebagai komplikasi dari vaksinasi BCG . Fokus primer infeksi cenderung berbeda pada kelompok
umur yang berbeda. Banerjee melaporkan pada 499 pasien dengan spondilitis tuberkulosa,radiologis memperlihatkan 31% fokus primer adalah paru-paru dan dan kelompok tersebut 78%
adalah anak-anak, sedangkan 69% sisanya
memperlihatkan foto rantgen paru yang normal dan sebagian besar adalah dewasa.(1,2)
Pada usia dewasa, diskus intervertebralis avaskular sehingga Iebih resisten terhadap infeksi
dan kalaupun terjadi adalah sekunder dari korpus vertebra. Pada anak-anak karena diskus
intervertebralis masih bersifat vaskular, infeksi diskus dapat terjadi primer. Penyempitan diskus
intervertebralis terjadi akibat destruksi tulang pada kedua sisi diskus sehingga diskus mengalami
herniasi ke dalam korpus vertebra yang telah rusak. Kompresi struktur neurologis terjadi akibatpenekanan oleh proses ekstrinsik maupun intrinsik. Proses ekstrinsik pada fase aktif diakibatkan
oleh akumulasi cairan akibat edema, abses kaseosa, jaringan granulasi, sequester tulang atau
diskus.(1,2)
INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada
negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun
sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun
perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena
dibanding wanita yaitu 1,5:2,1. Di Ujung Pandang spondilitis tuberkulosa ditemukan sebanyak 70%dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Umumnya penyakit ini menyerang orang-orang yang
berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah. (3)
7/30/2019 spondillitis
11/24
Gambar Spondilytis TB
ETIOLOGI
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di
tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari
tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman
ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. (1,3)
PATOLOGI
Walaupun semua vertebrae dari columna vertebralis dapat diserang namun yang terbanyak
menyerang bagian thorax. Vertebra lumbalis juga dapat terserang dan akhirnya vertebra cervicalis
pun tidak terlepas dari serangan ini. focus yang pertama dapat terletak pada centrum corpus
vertebrae atau pada metaphyse, bisa juga pertama kali bersifat subperiosteal. Penyakit ini juga
dapat menjalar, sehingga akhirnya corpus vertebrae tidak lagi kuat untuk menahan berat badan dan
seakan-akan hancur sehingga dengan demikian columna vertebralis membengkok. Kalau hal ini
terjadi pada bagian thorax, maka akan terdapat pembengkokan hyperkyphose yang kita kenal
sebagai gibbus. Sementara itu proses dapat menimbulkan gejala-gejala lain, diantaranya dapat
terkumpulnya nanah yang semakin lama semakin banyak, nanah ini dapat menjalar menuju ke
beberapa tempat diantaranya dapat berupa :(2)
1.Suatu abscess paravertebrae, abscess terlihat dengan bentuk spoel di kiri-kanan columna vertebralis.
2.Abscess dapat pula menembus ke belakang dan berada di bawah fasi dan kulit di sebelah belakang
dan di luar columna vertebralis merupakan suatu abscess akan tetapi tidak panas. Umumnya
abscess ini dinamakan abscess dingin. Abscess dingin artinya abscess tuberculose.
7/30/2019 spondillitis
12/24
3.Dapat pula abscess menjalar mengelilingi tulang rusuk, sehingga merupakan senkungs abscess
yang terlihat di bagian dada penderita.
4.Abscess juga dapat menerobos ke pleura sehingga menimbulkan empyme.
5.Pada leher dapat juga terjadi abscess yang terletak dalam pharynx sehingga merupakan
retropharyngeal abscess.
6.Dapat pula abscess terlihat sebagai supraclavicular abscess.
7.Pada lumbar spine abscess dapat turun melalui musculus iliopsoas yang kemudian menurun sampai
terjadi abscess besar yang terletak di bagian dalam dari paha.
Semua abscess tersebut di atas dapat menembus kulit dan menyebabkan timbulnya fistel
yang bertahun-tahun. Kecuali abses-abses tersebut di atas, tuberculose pada vertebrae dapat pula
memberikan komplikasi, ialah paraplegia, umumnya disebut Potts Paraplegia. Komplikasi ini
disebabkan karena adanya tekanan pada Medulla Spinalis. Adapun pathogenesis dari proses ini
dapat dijelaskan sebagai berikut : tekanan dapat berasal dari proses yang terletak di dalam canalis
spinalis. Jika di dalam canalis spinalis ada proses tuberculose yang terletak pada corpus bagian
belakang yang merupakan dasar dari canalis spinalis, maka proses tadi menimbulkan pengumpulan
nanah/jaringan granulasi langsung menekan medulla spinalis. Dalam hal ini meskipun nanah hanya
sedikit, akan tetapi cukup untuk memberikan tekanan yang hebat pada Medulla Spinalis.(2,4)
Dapat pula proses tuberculosa menghancurkan corpus sehingga canalis spinalis
membengkok dan menekan pada tulang dindingnya. Tekanan tadi menyebabkan paraplegia.
Kemungkinan lain ialah terdapat sequestra dan pus di sekeliling canalis spinalis tadi yang juga
menekan pada medulla spinalis. Dengan demikian banyak sebab-sebab yang dapat menekan
medulla spinalis dengan keras sehingga menimbulkan gejala paraplegia. Secara klinis paraplegia
dapat dibagi menjadi early onset, ialah jika paraplegia segera timbul sebagai kelanjutan dari proses
spondylitis tuberculose. Type kedua adalah paraplegia late onset, paraplegia ini terjadi setelah
penyakit spondylitis sifatnya tenang untuk beberapa waktu lamanya kemudian timbul gejala-gejala
paraplegia secara perlahan-lahan.(1,2)
Lesi Spondilitis tuberkulosa berawal suatu tuberkel kecil yang berkembang lambat, bersifat
osteolisis lokal, awalnya pada tulang subkhondral di bagian superior atau inferior anterior dari
korpus vertebra . Proses infeksi Myobacterium tuberkulosis akan mengaktifkan chaperonin 10
yang merupakan stimulator poten dari proses resorpsi tulang sehingga akan terjadi destruksi
korpus vertebra dianterior. Proses perkijuan yang terjadi akan menghalangi proses pembentukan
tulang reaktif dan mengakibatkan segmen tulang yang terinfeksi relatif avaskular sehingga
terbentuklah sequester tuberkulosis. Destruksi progresif di anterior akan mengakibatkan kolapsnya
korpus vertebra yang terinfeksi dan terbentuklah kifosis ( angulasi posterior) tulang
7/30/2019 spondillitis
13/24
belakang.Proses terjadinya kifosis dapat terus berlangsung walaupun telah terjadi resolusi dari
proses infeksi.Kifosis yang progresif dapat mengakibatkan problem respirasi dan paraplegi.(1,3)
Infeksi akhirnya menembus korteks vertebra dan membentuk abses paravertebral.
Diseminasi lokal terjadi melalui penyebaran hematogen dan penyebaran langsung dibawah
ligamentum longitudinal anterior.Apabila telah terbentuk abses paravertebral , lesi dapat turun
mengikuti alur fascia muskulus psoas yang dapat mencapai trigonum femoralis.
Pada usia dewasa , diskus intervertebralis avaskular sehingga lebih resisten terhadap
infeksi dan kalaupun terjadi adalah sekunder dari korpus vertebra.Pada anakanak karena diskus
intervertebralis masih bersifat avaskular,infeksi diskus dapat terjadi primer. Gejala utama adalah
nyeri tulang belakang, nyeri biasanya bersifat kronis dapat lokal maupun radikular.Pasien dengan
keterlibatan vertebra segmen servikal dan thorakal cenderung menderita defisit neurologis yang
lebih akut sedangkan keterlibatan lumbal biasanya bermanifestasi sebagai nyeri radikular.Selain
nyeri terdapat gejala sistemik berupa demam , malaise , keringat malam , peningkatan suhu tubuh
pada sore hari dan penurunan berat badan . Tulang belakang terasa nyeri dan kaku pada
pergerakan. (1,4)
PATOFISIOLOGI
Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius. Pada saat
terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi basilemia. Penyebaran
terjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan tulang. Enam
hingga 8 minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat mengalami reaksi
selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh sempurna. Vertebra merupakan
tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang korpusvertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian
sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan
eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan
pada korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan
korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan
infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus
menghancurkan vertebra di dekatnya. (3)
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta
basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak
aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi keberbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah. Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di
belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus
sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring
yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea,
esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah
toraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform.
7/30/2019 spondillitis
14/24
Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada
daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum
inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan
mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.(1,3)
Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah
vertebra torakalis atas dan tengah, tetapi menurut Bedbrook (1981) paling sering pada vertebra
torakalis 12 dan bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka
paraplegia biasanya pada vertebra torakalis10 sedang yang non paraplegia pada vertebra lumbalis.
Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi medulla spinalis
segmen torakal paling sering terdapat pada vertebra torakal 8-lumbal 1 sisi kiri. Trombosis arteri
yang vital ini akan menyebabkan paraplegia. Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter
relatif antara medulla spinalis dengan kanalis vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai melebar
kira-kira setinggi vertebra torakalis 10, sedang kanalis vertebralis di daerah tersebut relative kecil.
Pada vertebra lumbalis 1, kanalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena itu lebih memberikan
ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapaparaplegia lebih sering terjadi pada lesi setinggi vertebra torakal 10.
(3)
Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu :
1.Penekanan oleh abses dingin
2.Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis
3.Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya
4.Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak
7/30/2019 spondillitis
15/24
Discitis
7/30/2019 spondillitis
16/24
Infeksi
Osteomilitis Potts disease
abses
Gambar Tuberculosis pada Tulang Belakang
Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu :
1.Stadium implantasi. Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh
penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama
6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak
umumnya pada daerah sentral vertebra.
2.Stadium destruksi awal, Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus
vertebra serta penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama 3-6
minggu.
3.Stadium destruksi lanjut. Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan
terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-
3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta
kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah
depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya
kifosis atau gibbus.
4.Stadium gangguan neurologis. Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis
yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini
ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalismempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah
terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat
kerusakan paraplegia, yaitu :
Derajat I: kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi
gangguan saraf sensoris.
7/30/2019 spondillitis
17/24
Derajat II: terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih
dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III: terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.
Derajat IV: terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan
defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi
secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari
abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya
granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh
karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan
fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi
secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler
vertebra.
5.Stadium deformitas residual. Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnyastadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra
yang massif di sebelah depan.(3)
GAMBARAN KLINIS
Gambaran Spondilitis Tuberkulosa antara lain : :
-Badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun,
-Suhu subfebril terutama pada malam hari serta sakit pada punggung, Pada anak-anak
sering disertai dengan menangis pada malam hari.
-Pada awal dapat dijumpai nyeri interkostal yaitu nyeri yang menjalar dari tulang belakang
ke garis tengah keatas dada melalui ruang intercosta, hal ini karena tertekannya radiks
dorsalis ditingkat torakal
-Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal.
Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus karena proses destruksi lanjut berupa :
-Paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf, akibat penekanan medulla spinalis yang
menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri,
-Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai bersifat UMN dan adanya batas deficit
sensorik setinggi tempat gibus/lokalisasi nyeri interkostal
Pemeriksaan pisik
-Adanya gibus dan nyeri setempat
-Spastisitas
-Hiperreflesia tendon lutut/Achilles dan reflex patologik pada kedua belah sisi
-Batas deficit sensorik akibat mielitis transversa dan gangguan miksi jarang dijumpai(1,3,5,6,7)
Spondylitis korpus vertebra dibagi menjadi tiga bentuk :
1.Pada bentuk sentral.
7/30/2019 spondillitis
18/24
Detruksi awal terletak di sentral korpus vertebra, bentuk ini sering ditemukan pada anak.
2.Bentuk paradikus.
Terletak di bagian korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus intervertebral, bentuk ini
sering ditemukan pada orang dewasa.
3.Bentuk anterior.
Dengan lokus awal di korpus vertebra bagian anterior, merupakan penjalaran per kontinuitatum dari
vertebra di atasnya.
DIAGNOSIS
diagnose dari penyakit ini dapat kita ambil melalui bebertapa tanda khas dibawah ini,
Penyakit ini berkembang lambat, tanda dan gejalanya dapat berupa :
o Nyeri punggung yang terlokalisir
o Bengkak pada daerah paravertebral
o Tanda dan gejala sistemik dari TB
o Tanda defisit neurologis, terutama paraplegia
Pemeriksaan Laboratorium
o Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat
digunakan untuk uji tapis. Al-marri melaporkan 144 anak dengan spondilitis
tuberkulosis didapatkan 33 % anak dengan laju endap darah yang normal.
o Uji Mantoux positif
o Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan
mikobakterium
o Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
o Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
o Pungsi lumbal., harus dilakukan dengan hati-hati, karena jarum dapat menembus
masuk abses dingin yang merambat ke daerah lumbal. Akan didapati tekanan cairan
serebrospinalis rendah, test Queckenstedt menunjukkan adanya blokade sehingga
menimbulkan sindrom Froin yaitu kadar protein likuor serebrospinalis amat tinggi
hingga likuor dapat secara spontan membeku.
o Peningkatan CRP ( C-Reaktif Protein) pada 66 % dari 35 pasien spondilitis
tuberkulosis yang berhubungan dengan pembentukan abses.o Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi.
o Pemeriksaan dengan ELISA ( Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay ) dilaporkan
memiliki sensitivitas 60-80 % , tetapi pemeriksaan ini menghasilkan negatif palsu
pada pasien dengan alergi.Pada populasi dengan endemis tuberkulosis,titer antibodi
cenderung tinggi sehingga sulit mendeteksi kasus tuberkulosis aktif.
7/30/2019 spondillitis
19/24
o Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction( PCR ) masih terus dikembangkan.
Prosedur tersebut meliputi denaturasi DNA kuman tuberkulosis
melekatkan nucleotidatertentu pada fragmen DNA , amplifikasi menggunakan DNA
polymerasesampai terbentuk rantai DNA utuh yang dapat diidentifikasi
dengan gel. (2,3)
Pada pemeriksaan mikroskopik dengan pulasan Ziehl Nielsen membutuhkan 10basil permililiter
spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 10 basil permililiter spesimen. Kesulitan lain dalam
menerapkan pemeriksaan bakteriologik adalah lamanya waktu yang diperlukan. Hasil biakan
diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4 minggu sesudahnya.Saat ini
mulai dipergunakan system BATEC ( Becton Dickinson Diagnostic Instrument System), Dengan
system ini identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10 hari.Kendala yang sering timbul adalah
kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga alat dan juga karena system ini memakai zat
radioaktif maka harus dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya.
Pemeriksaan Radiologis:
o Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Hal in sangat
diperlukan untuk menyingkirkan diagnosa banding penyakit yang lain
o Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra,
disertai penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut
dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral. Pada foto AP,
abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang burung (birds net), di
daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk
fusiform. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul
kifosis.o Dekalsifikasi suatu korpus vertebra (pada tomogram dari korpus tersebut mungkin
terdapat suatu kaverne dalam korpus tersebut) oleh karena itu maka mudah sekali
pada tempat tersebut suatu fraktur patologis. Dengan demikian terjadi suatu fraktur
kompresi, sehingga bagian depan dari korpus vertebra itu adalah menjadi lebih tipis
daripada bagian belakangnya (korpus vertebra jadi berbentuk baji) dan tampaklah
suatu Gibbus pada tulang belakang itu.
o Dekplate korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak teratur.
o Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit.
oAbses dingin.(2,3,7)
Foto Roentgen, abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk kumparan
(Spindle). Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3 dan paling jarang pada
vertebra C1-2.
Pemeriksaan CT scan
7/30/2019 spondillitis
20/24
o CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi
irreguler, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.
o Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif umtuk menegaskan bentuk dan
kalsifikasi dari abses jaringan lunak. Terlihat destruksi litik pada vertebra (panah
hitam) dengan abses soft-tissue (panah putih)
Pemeriksaan MRI
o Mengevaluasi infeksi diskus intervertebra dan osteomielitis tulang belakang.
o Menunjukkan adanya penekanan saraf.
Dilaporkan 25 % dari pasien mereka memperlihatkan gambaran proses infeksi pada CT-Scan dan
MRI yang lebih luas dibandingkan dengan yang terlihat dengan foto polos.CT-Scan efektif
mendeteksi kalsifikasi pada abses jaringan lunak . Selain itu CT-Scan dapat digunakan untuk
memandu prosedur biopsi.
7/30/2019 spondillitis
21/24
Gambar Spondilitis tuberkulosa
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis ditujukan untuk eradikasi infeksi , memberikan
stabilitas pada tulang belakang dan menghentikan atau memperbaiki kifosis. Kriteria kesembuhan
sebagian besar ditekankan pada tercapainyafavourable statusyang didefenisikan sebagai pasien
dapat beraktifitas penuh tanpa membutuhkan kemoterapi atau tindakan bedah lanjutan, tidak
adanya keterlibatan system saraf pusat , focus infeksi yang tenang secara klinis maupun secara
radiologis.(3,4,7)
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera
mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.
Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :
1.Pemberian obat antituberkulosis2.Dekompresi medulla spinalis
3.Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
4.Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
Pengobatan terdiri atas :
1.Terapi konservatif berupa:
a.Tirah baring (bed rest)
b.Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
c.Memperbaiki keadaan umum penderita
d.Pengobatan antituberkulosa
Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :
Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap ;
Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500
mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4
bulan (54 kali).
7/30/2019 spondillitis
22/24
Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk
penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :
o Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid
1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi
hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
o Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat
diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah
baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan
spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada
vertebra.(1,3)
2. Terapi operatif
Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus vertebrayang rusak dengan tulang spongiosa/kortiko spongiosa.
Indikasi operasi yaitu:
Bila dengan terapi konservatif setelah pengobatan kemoterapi 3-6 bulan tidak terjadi perbaikan
paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi
dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus
debrideman serta bone graft.
Abses besar segmen servikal pada pasien dengan obstruksi saluran respirasi .
Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan
MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita
tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting
dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa,
paraplegia dan kifosis progresif atau hernasi tulang atau diskus pada kanalis neuralis.(1,2,3,4)
Abses Dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi resorbsi spontan
dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga caramenghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:
a.Debrideman fokal
b.Kosto-transveresektomi
c.Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
7/30/2019 spondillitis
23/24
a.Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
b.Laminektomi
c.Kosto-transveresektomi
d.Operasi radikal
e.Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang
Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis mempunyai tendensi untuk
bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau
melalui operasi radikal.
DIAGNOSIS BANDING
1.Osteitis Piogen : khasnya demam lebih cepat timbul
2.Poliomielitis : paresis/paralisis tungkai, skoliosis dan bukan kifosis
3.Skoliosis idiopatik : tanpa gimus dan tanda paralisis
4.Penyakit paru dengan bekas empiema : tulang belakang bebas penyakit
5.Metastasis tulang belakang : tidak mengenai diskus, adanya karsinoma prostat6.Kifosis senilis : kifosis tidak local, osteoporosis seluruh kerangka
(3)
PROGNOSIS
Prognosa dari penyakit ini bergantung dari cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya
komplikasi neurologic, unutk paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan sarafnya lebih baik,
sedangkan spondilitis dengan paraplegia akhir, prognosisnya biasanya kurang baik. Bila paraplegia
disebabkan oleh mielitis tuberkulosa proggnosisnya ad functionamjuga buruk. (3,4)
DAFTAR RUJUKAN
1.Medlinux, Spondilitis Tuberkulosa, last update September 2007, Availablefromhttp://medlinux.blogspot.com/2007/09/spondylitis-tuberkulosa.html
2.Admin, Spondilitis TB, last update April 2008, Available fromhttp://dokterfoto.com/
3.Wim de Jong, Spondilitis TBC, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta; hal. 1226-1229
4.Hidalgo JA, Pott Disease (Tuberculous Spondylitis), Herchline T,
Talavera F, Jhon JF, Mlonakis E, Cunha BA, last update Augus
2006, Availablefromhttp://www.emedicine.com/med/infecMEDICAL_TOPICS.
htm
http://medlinux.blogspot.com/2007/09/spondylitis-tuberkulosa.htmlhttp://medlinux.blogspot.com/2007/09/spondylitis-tuberkulosa.htmlhttp://dokterfoto.com/http://dokterfoto.com/http://dokterfoto.com/http://www.emedicine.com/med/infecMEDICAL_TOPICS.htmhttp://www.emedicine.com/med/infecMEDICAL_TOPICS.htmhttp://www.emedicine.com/med/infecMEDICAL_TOPICS.htmhttp://www.emedicine.com/med/infecMEDICAL_TOPICS.htmhttp://www.emedicine.com/med/infecMEDICAL_TOPICS.htmhttp://dokterfoto.com/http://medlinux.blogspot.com/2007/09/spondylitis-tuberkulosa.html7/30/2019 spondillitis
24/24
5.Mclain RF, Isada C, Spinal tuberculosis deserves a place on the
radar screen, last update juli 2004, Available
fromhttp://www.ccjm.org/PDFFILES/McClain704.pdf
6.Sidharta P, Spondilitis Tuberculosa, in Lazuardi S, Hok TS,Sudibjo AI, at all eds, Neurologi Klinik dalam Praktek
Umum,Dian Rakyat, Jakarta 1999:341
7.Dewi LK, Edi A, Suarthana E, Spondilitis Tuberkulosa, in
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, eds,
Kapita Selekta Kedokteran Media Aesculapius Jakarta 2000 : 58
http://www.ccjm.org/PDFFILES/McClain704.pdfhttp://www.ccjm.org/PDFFILES/McClain704.pdfhttp://www.ccjm.org/PDFFILES/McClain704.pdf