167
STRATEGI EMPIRIS RASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN EKS PENDERITA KUSTA MELALUI PROGRAM KEWIRAUSAHAAN SOSIAL OLEH KOMUNITAS NALACITYDI KAMPUNG SITANALA TANGERANG Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I ) Disusunoleh: Sri Rahmayani 1110054000015 JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

  • Upload
    ngonga

  • View
    242

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

STRATEGI EMPIRIS RASIONAL PEMBERDAYAAN

PEREMPUAN EKS PENDERITA KUSTA MELALUI

PROGRAM KEWIRAUSAHAAN SOSIAL OLEH KOMUNITAS

NALACITYDI KAMPUNG SITANALA TANGERANG

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu

Komunikasi Islam (S.Kom.I )

Disusunoleh:

Sri Rahmayani

1110054000015

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

Page 2: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf
Page 3: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf
Page 4: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf
Page 5: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

i

ABSTRAK

Kewirausahaan sosial merupakan suatu gagasan dalam menjalankan

strategi pemecahan masalah sosial secara inovatif dengan menjalankan kegiatan

usaha ekonomi untuk mencipatakan nilai-nilai sosial dilingkungan masyarakat.

Kewirausahaan sosial lebih ditekankan pada inovasi yakni proses kreatif mengejar

kesempatan untuk menghasilkan sesuatu dan menciptakan nilai baru yakni nilai

sosial.

Nalacity adalah sebuah gerakan komunitas pemberdayaan melalui

program kewirausahaan sosial di Kampung Sitanala Tangerang yang dikhususkan

bagi para ibu ibu eks penderita kusta. Dengan tujuan agar mereka mempunyai

lapangan pekerjaan sendiri dengan kemampuan yang mereka miliki. Melihat

keahlian menjahit yang dominan mereka miliki, Nalacity pun membuat program

kewirausahaan sosial yang khusus dalam bidang menjahit.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi Nalacity

dalam melakukan pemberdayaan kepada perempuan eks penderita kusta melalui

program kewirausahaan sosial. Teori yang digunakan untuk mengkaji strategi

adalah teori empiris rasional yang di kemukakan tokoh Chin dan Benne. Selain itu

untuk membantu menjelaskan strategi empiris rasional yang dilakukan oleh

Nalacity, maka peneliti membedah teori strategi empiris rasional dengan memakai

teori pendukung dari tokoh Fred R David.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif

dengan analisis deskriptif. Data dikumpulkan melalui pengamatan langsung, studi

dokumentasi dan wawancara mendalam dengan subjek penelitian. Subjek yang

terpilih dalam penelitian ini adalah para ibu ibu anggota komunitas Nalacity,

Pengurus Nalacity, dan masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perumusan, Nalacity

menggunakan pendekatan penyuluhan kesehatan, mensurvey keluarga eks

penderita kusta untuk menghasilkan strategi alternatif, dan menggunakan suatu

macam teknik yang diperoleh dari input sasaran. Adapun pada hasil penelitian

impelementasi strategi menunjukkan bahwa Nalacity menerapkan sistem

transparansi dan kekeluargaan pada program kewirausahaan sosial. Dan pada hasil

penelitian evaluasi strategi menunjukkan bahwa Nalacity menggunakan analisis

Strength, Weakness, Oppurtunity, Threat (SWOT) pada program kewirausahaan

sosial perempuan mantan penderita kusta

Dengan demikian saran yang diberikan untuk Nalacity, pada perumusan

strategi, sebaiknya Nalacity membuat database profil anggota untuk memudahkan

acuan indikator keberhasilan suatu program. Pada implementasi strategi,

sebaiknya tingkat intensitas pelatihan dan produksi diperbaiki. Dan pada evaluasi

strategi, Nalacity dapat melakukan kerjasama berkelanjutan dengan pemerintah

setempat untuk membuka lapangan pekerjaan bagi para mantan penderita kusta.

Page 6: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yg telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dengan rahmat dan karunia Nya

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Strategi Empiris Rasional

Pemberdayaan Perempuan Mantan Penderita Kusta Melalui Usaha Keterampilan

Di Kampung Kusta Sitanala Tangerang”.

Skripsi ini diajukan guna melengkapi syarat dalam mencapai gelar Sarjana

Komunikasi Islam (S.Kom. I). Jenjang pendidikan Strata Satu Program Studi

Pengembangan Masyarakat Islam pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini sulit untuk dapat terwujud

tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang memberikan

kontribusinya baik material maupun spiritual khususnya kepada :

1. Terima kasih teruntuk Mama, Bapak, Kakak dan Adikku tercinta yang

tanpa henti mengalirkan doa untuk keselamatan dan keberhasilan penulis

serta memberikan semangat baik spiritual, moril maupun materil. Tanpa

doa dan dukungan kalian, penulis tidak akan bisa merasakan bangku

perkuliahan ini. Semoga kalian senantiasa dalam lindungan Allah SWT.

2. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam

Negeri Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, MA.

Page 7: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

iii

3. Ibu Wati Nilamsari, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Pengembangan

Masyarakat Islam dan Dosen Pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, nasihat, masukan, dan pengarahan kepada penulis dengan

penuh perhatian dan kesabaran selama penyusunan dan penulisan skripsi

ini. Terima kasih dan salam sayang selalu untuk ibu.

4. Sekretaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Bapak M. Hudri.

M.Ag. Yang telah membantu secara administratif sehingga dapat

memperlancar proses penulisan skripsi.

5. Dosen Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Pak Yusro Kilun, Pak

Syamsir Salam, Pak Asep Usman Ismail, Pak Tantan Hermansah, Pak

Muhtadi, Pak Dicky, Ibu Nurul Hidayati, serta seluruh Dosen dan

karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah

memberikan pengetahuan kepada penulis.

6. Kepada Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Perpustakaan

Pemberdaya Muda, Perpustakaan Kalyanamitra yang telah memberikan

fasilitas penulis untuk menggunakan literatur dan koleksi perpustakaan

sebagai referensi penulis dalam membuat skripsi.

7. Untuk Ibu Dwi Ruby Kholifah dan Bapak Realino Nurza. Terima kasih

selama ini sudah menjadi mentor, guru, orang tua dan sahabat serta tak

sungkan memberikan kesempatan pengalaman bagi penulis. Saran, kritik,

perhatian dan semangat selalu ibu dan bapak berikan kepada penulis.

Salam hangat dan rindu untuk ibu dan bapak.

Page 8: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

iv

8. Kepada Kak Yovita, Ka Hafiza, dan Ka Alfi serta seluruh anggota

komunitas Nalacity yang telah memberikan bantuan yang tak ternilai

dalam penyelesaian studi penulis dan memberikan kemudahan penulis

untuk melakukan penelitian di Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

9. Untuk sahabat sahabatku tercinta Maya Indah Djumanten, Vivih

Rahmawati, M. Imamudin Arya, Ahmad Taufik Ramadhan,Moch.Irvan

Jaya, M. Iqbal Abdul Ghofur dan Ahmad Suheri yang selalu menemani,

memberikan perhatian, semangat dan berbagi cerita serta pengalaman

pribadi dengan penulis semoga kalian sukses semuanya.

10. Semua teman teman Pengembangan Masyarakat Islam angkatan 2010

yang saling membantu, saling berbagi dan menolong satu sama lain demi

keberhasilan bersama.

11. Semua teman teman Karang Taruna Jati Ranggon yang telah memberikan

semangat, nasihat dan hiburan dikala penulis berjuang. Jaga kekompakan

kita selalu dan berikan yang terbaik untuk masyarakat.

12. Untuk Tim Pemberdaya Muda. Terima kasih dukungan, semangat dan

motivasi untuk penulis. Jaga kekompakan kita selalu dan ciptakan selalu

ide ide kreatif dalam program program Pemberdaya Muda. Saya sayang

kalian.

13. Untuk kakak dan adik adik kelas PMI semester 2, 4, 6, 8, 12 yang penulis

sayangi.

Page 9: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

v

Semoga Allah SWT memberikan dan melimpahkan rahmat serta karunia-

Nya atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata

penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

semua pihak serta menambah wacana pemikiran bagi kita semua.

Jakarta,10 Juni 2015

Penulis,

Sri Rahmayani

Page 10: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL........................................................................................................ viii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ...................................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 7

D. Metodologi Penelitian .................................................................... 8

E. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 17

F. Sistematika Penulisan .................................................................... 21

BAB II. TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Strategi.......................................................................... 23

B. Proses Strategi................................................................................. 25

C. Strategi Pemberdayaan Masyarakat................................................ 28

D. Pemberdayaan Perempuan.............................................................. 36

1. Pengertian Pemberdayaan......................................................... 36

2. Pemberdayaan Perempuan........................................................ 41

3. Pendekatan Pemberdayaan........................................................ 43

E. Kusta .............................................................................................. 45

1. Pengertian Penyakit Kusta........................................................ 45

2. Penularan Penyakit Kusta......................................................... 46

3. Dampak Penyakit Kusta............................................................ 47

F. Program........................................................................................... 49

G. Kewirausahaan Sosial..................................................................... 50

Page 11: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

vii

BAB III. GAMBARAN UMUM WILAYAH

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................... 53

1. Kampung Kusta Sitanala........................................................... 53

2. Gambaran Penderita Penyakit Kusta......................................... 58

B. Profil Komunitas Nalacity............................................................... 59

1. Sejarah Komunitas Nalacity...................................................... 59

2. Visi dan Misi Komunitas Nalacity............................................ 61

3. Struktur kepengurusan Nalacity................................................ 62

4. Gambaran Umum Program kewirausahaan sosial Nalacity...... 63

BAB IV. ANALISIS DAN TEMUAN DATA

a. perencanaan strategi empiris rasional padaperempuan mantan penderita

kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di

kampung Sitanala Tanggerang..........................................................................

69

b. impelementasi strategi empiris rasional padaperempuan mantan penderita

kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di

kampung Sitanala Tanggerang..........................................................................

74

c. evaluasi strategi empiris rasional padaperempuan mantan penderita kusta

melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di kampung

Sitanala Tanggerang..........................................................................................

82

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................... 97

B. Saran................................................................................................ 98

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 100

LAMPIRAN................................................................................................................. 102

Page 12: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

viii

DAFTAR TABEL

a. Tabel 1 Data penderita kusta 14 provinsi di Indonesia periode

2010-2013...........................................................................................

2

b. Tabel 2 Rancangan Informan.............................................................. 12

c. Tabel 3 Jumlah Rukun Warga dan Rukun Tetangga menurut

kelurahan di kecamatan Neglasari kota Tangerang ..........................

54

d. Tabel 4 Fasilitas kesehatan di wilyah kecamatan Neglasari............... 55

e. Tabel 5 Data rekapitulasi peserta multiguna kecamatan Neglasari

kota Tangerang....................................................................................

56

f. Tabel 6 Data sekolah di kecamatan Neglasari ................................... 57

g. Tabel 7 Data fasilitas pasar ................................................................ 58

h. Tabel 8 Penderita cacat kusta kelurahan Karangsari.......................... 59

i. Tabel 9 Struktur kepengurusan Nalacity............................................. 63

Page 13: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan

masalah yang sangat kompleks.Bukan hanya dari segi medis, bahkan meluas

sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional.

Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti keluarga, masyarakat bahkan

termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya

pengetahuan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya. Kuman

kusta biasanya menyerang saraf tepi kulit dan jaringan tubuh lainnya. Penyebab

penyakit kusta disebabkan kuman yang disebut Mycobaterium leprae. Sumber

penularan penyakit ini adalah penderita kusta multi basilet (MB) atau kusta basah.

Kementerian Kesehatan mencatat 14 provinsi di Indonesia masih memiliki

beban kusta yang tinggi dengan angka penemuan kasus baru lebih dari 10 per 100

ribu penduduk atau lebih dari 1.000 kasus per tahun1. Pada periode 2010-2013

dari ke-14 provinsi di Indonesia, beban kusta tertinggi terdapat di daerah Papua

dengan total 3.537 (15%) penderita, dan terendah di Jawa Barat dengan total 759

(3%) penderita. Data menyeluruh tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

1Kementrian Kesehatan RI, “Data Beban Kusta Periode 2010-2013”, artikel diakses pada

23 Desember 2014 dari http://www.Kemenkes.co.id.

Page 14: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

2

TABEL 1

DATA PENDERITA KUSTA 14 PROVINSI DI INDONESIA

PERIODE 2010-2013

No Provinsi Beban

Tinggi Kusta

Periode

2010-2013

Tahun

2010

Tahun

2011

Tahun

2012

Tahun

2013

Total

%

1

Papua

887 887 887 876 3537 15%

2

Jawa Timur

948.979 948.979 948.979 462.34 3309.277 14%

3

DKI Jakarta

227.348 227.348 1,574 747 2775.696 12%

4

Maluku Utara

209.351 209.351 1,559 174.524 2152.226 9%

5

Sulawesi Utara

480 480 480 575 2.015 8%

6

Jawa Tengah

573 573 573 178 1.897 8%

7

Aceh

391 391 391 360 1.533 6%

8

Sulawesi

Tenggara

425 425 425 163 1.438 6%

9

Sulawesi

Tengah

313 313 313 234 1.173 5%

10

Papua Barat

249 249 249 161 908 4%

11

Sulawesi

Selatan

247 247 247 117 858 4%

12

Gorontalo

234.003 234.003 234.003 138.035 840.044 4%

13

Sulawesi Barat

193 193 193 216 795 3%

14

Jawa Barat

195 195 195 174 759 3%

JUMLAH TOTAL 23990.24 100%

Sumber: Website Kementrian Kesehatan RI

Page 15: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

3

Dampak sosial penyakit kusta ini sedemikian besarnya, sehingga

menimbulkan keresahan yang sangat mendalam.Tidak hanya bagi penderita

sendiri, tetapi pada keluarganya, masyarakat dan negara. Hal ini yang mendasari

konsep perilaku penerimaan penderita kusta terhadap penyakitnya, dimana untuk

kondisi ini penderita masih banyak menganggap bahwa penyakit kusta merupakan

penyakit menular yang tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan,

najis dan menyebabkan kecacatan,menimbulkan rasa sedih, cemas, atau hampa

yang terus-menerus, energi lemah, kelelahan, menjadi lamban, sulit

berkonsentrasi, sehingga membuat penderita merasa harga diri rendah.

Seorang penderita kusta yang mengalami kecacatan secara pasti akan

dihadapkan pada suatu kehilangan fungsi pengendalian diri, kehilangan peran, dan

mengalami trauma psikis. Dampak dari kecacatan tersebut sangatlah besar pada

umumnya penderita merasa rendah diri, merasa tekanan batin, takut terhadap

penyakitnya, malu dengan kecacatannya, takut menghadapi keluarga dan

masyarakat. Karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar, segan berobat

karena malu, apatis, tidak bisa mandiri sehingga menjadi beban orang lain. 2

Aspek yang sangat problematik dari suatu disabilitas adalah pandangan sosial

tentang analisa fungsionalis kesehatan dan penyakit. Sebagaimana diuraikan oleh

Talcot Parson, penyakit sangat dekat dengan penyimpangan sosial, karena itu

2 Atni Harniah, “Perbedaan Harga Diri Antara Klien Cacat Kusta Di Kampung Kusta RW 13

Kelurahan Karang Sari Kecamatan Neglasari Dengan Klien Cacat Kusta Dirumah Sakit Kusta Dr Sitanala Kota Tanggerang”, (Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keperawatan, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), Hlm 4-5.

Page 16: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

4

merupakan suatu ancaman bagi pelaksanaan peran bagi orang yang “normal” dan

lebih luas lagi legitimasi bagi orang yang sakit.3

Pada beberapa studi kasus mengenai para penderita eks kusta, banyak diantara

mereka yang mengalami tingkat depresi dan krisis identitas, bukan hanya itu,

mereka juga mengalami proses diskriminasi terhadap akses kesehatan, pendidikan

maupun penghasilan. Para eks penderita kusta seringkali dipandang sebelah mata,

sebagai suatu komunitas marjinal yang sudah tidak bisa apa apa, tidak berdaya,

karena fisiknya yang sudah tidak lagi lengkap dan berfungsi seperti umumnya

manusia normal lain. Keinginan, motivasi, dan semangat mereka yang kuat untuk

berubah ke arah hidup yang lebih baik, dapat dilemahkan dengan keadaan dimana

masyarakat normal lain mendiskriminasikan mereka, tidak memberikan

kesempatan ruang untuk mereka para eks penderita penyakit kusta berkarya.

Kampung Sitanala Tanggerang, merupakan sebuah kampung yang banyak

dihuni oleh eks penderita kusta yang didominasi oleh orang tua.Untuk eks

penderita kusta kaum laki laki mereka sudah banyak bekerja dan diterima di ranah

publik.Namun, untuk eks penderita kusta perempuan sendiri mereka hanya

bekerja menjadi ibu rumah tangga dalam wilayah domestik. Kaum perempuan

eks penderita kusta tidak banyak memiliki keterampilan yang mumpuni, sehingga

mereka tidak bisa banyak membantu ekonomi keluarganya.

Pemberdayaan adalah sebuah proses untuk berpartisipasi dalam berbagi

pengontrolan dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-

lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa

3 Colin Barnes dan Geof Mercer, Disabilitas Sebuah Pengantar, (Jakarta: PIC UIN Jakarta,

2007), cet 1, h. 4.

Page 17: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

5

orang memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk

mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi

perhatiannya. 4

Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat terutama pada kasus para

perempuan eks penderita kusta ialah dengan menyelenggarakan pendidikan

keterampilan dan kewirausahaan sebagai bagian dalam upaya untuk

memandirikan para eks penderita kusta khususnya perempuan yang dikalangan

masyarakatnya diangap sudah tidak lagi produktif dan dipandang sebelah mata

sehingga para eks penderita kusta tidak dapat mencapai taraf kehidupan yang

cukup untuk keluarganya.

Nalacity merupakan salah satu lembaga yang peduli terhadap masyarakat eks

penderita kusta. Nalacity adalah sekelompok pemuda yang menginisiasi program

kewirausahaan sosial untuk memberdayakan ibu-ibu eks penderita kusta di

Sitanala, Tangerang, Banten. Bisnis ini berawal dari proyek sosial Indonesia

Leadership Development Program (ILDP) generasi pertama yang digulirkan lima

mahasiswa Universitas Indonesia untuk memenuhi kewajiban dari Direktorat

Kemahasiswaan Universitas Indonesia pada tahun 2010.

Selain program pemberdayaan kewirausahaan sosial untuk kaum disabilitas

(eks penderita kusta), Nalacity memiliki 5 program sosial lainnya. Yaitu, Nalacity

Club fokus kegiatan (menciptakan komunitas, ruang berbagi informasi), Nalacity

Labs fokus kegiatan (kolaborasi karya, inovasi produk pemberdayaan), Nalacity

Media fokus kegiatan (dokumentasi aktifitas, publisitas dan press release),

4 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian strategis

pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), cet 1, hal 59.

Page 18: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

6

Nalacity Shop fokus kegiatan (siklus bisnis), dan Nalacity Life dengan fokus

kegiatan (pengembangan budaya, pewancanaan isu global positif, dan penyuluhan

kesehatan) yang ditujukkan tidak hanya bagi kaum disabilitas namun bermanfaat

pula bagi masyarakat umum (partisipan, kontributor) lainnya.

Peneliti tertarik mengambil penelitian mengenai strategi pemberdayaan

perempuan eks penderita kusta melalui program kewirausahaan sosial karena

program yang dilaksanakan diharapkan dapat membantu dalam peningkatan

ekonomi masyarakat eks penderita kusta di Kampung Kusta Sitanala Tanggerang.

Keterampilan dan kemandirian menjadi sangat penting bagi para eks penderita

kusta yang sudah tidak lagi memiliki pekerjaan yang layak. Selain itu, alasan

ketertarikan peneliti lainnya karena jarang sekali masyarakat khususnya anak-

anak muda yang mau memberdayakan mereka karena kusta.

Untuk itu peneliti memberi judul skripsi untuk skripsi ini adalah “Strategi

Empiris Rasional Pemberdayaan Perempuan Eks Penderita Kusta Melalui

Program kewirausahaan sosial Oleh Komunitas Nalacity Di Kampung Sitanala

Tanggerang”.

Page 19: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

7

B. Batasan dan Perumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Berangkat dari uraian pada bagian latar belakang masalah di atas, dan

karena terbatasnya waktu, tenaga serta dana,maka peneliti membatasi

penelitian ini pada program kewirausahaan sosial.

2. Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana perumusan strategi empiris rasional yang dilakukan

Nalacity bagi perempuan eks penderita kusta di Kampung Kusta

Sitanala Tangerang ?

b. Bagaimana implementasi strategi empiris rasional yang dilakukan

Nalacity bagi perempuan eks penderita kusta di Kampung Sitanala

Tanggerang?

c. Bagaimana hasil evaluasi strategi empiris rasional yang dilakukan

Nalacity bagi perempuan eks penderita kusta di Kampung Sitanala

Tanggerang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah dan rumusan masalah yang telah penulis

kemukakan, maka penulis menyampaikan tujuan penelitian ini adalah:

Page 20: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

8

a. Untuk mengetahui perumusan strategi empiris rasional pada perempuan

eks penderita kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas

Nalacity di kampung Sitanala Tanggerang.

b. Untuk mengetahui impelementasi strategiempiris rasional pada

perempuan eks penderita kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh

komunitas Nalacity di Kampung Sitanala Tanggerang.

c. Untuk mengetahui evaluasi strategi empiris rasional pada perempuan eks

penderita kusta melalui program usaha keterampilan oleh komunitas

Nalacity di Kampung Sitanala Tanggerang.

2. Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Segi Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan

bagi ilmu pemberdayaanterutama pada Jurusan Pengembangan

Masyarakat Islam, tentang pembangunan ekonomi melalui program

kewirausahaan sosial sebagai salah satu upaya pemberdayaan masyarakat.

b. Segi Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk

penelitian lebih lanjut serta bahan evaluasi bagi komunitas Nalacity.

D. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, menurut Bogdan dan

Taylor, metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

Page 21: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

9

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut

secara utuh.5Menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong, penelitian

kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud

menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan

metode yang ada.6

Berdasarkan definisi tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan

menguraikan fakta-fakta yang terjadi secara alamiah dengan

menggambarkannya secara rinci pelaksanaan pemberdayaan perempuan

mantan penderita kusta melalui program usaha keterampilan di kampung

Sitanala Tanggerang.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah pemukiman RT 01 RW 13 kampung kusta

Sitanala Tanggerang.Lokasi penelitian dipilih karena di wilayah tersebut

terdapat program pemberdayaan kewirausahaan sosial bagi perempuan mantan

penderita kusta.

5 Bagong Suyanto & Sutinah, Metodologi Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif

Pendekatan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 166. 6 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2010), edisi revisi, h. 5.

Page 22: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

10

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan sejak bulan Desember 2014 hingga

bulan April 2015.

3. Sumber dan Jenis Data

Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan sumber data yatu:

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik

dari individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara yang biasa

dilakukan oleh peneliti.seperti data yang diperoleh secara langsung dari

pengurus Nalacity Foundation dan kader-kader perempuan mantan

penderita kusta penerima manfaat.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data-data yang peneliti peroleh dari jurnal-jurnal

Nalacity, buku brand story of Nalacity, foto-foto, serta data yang

berhubungan dengan pembahasan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

4. Teknik Pemilihan Subyek Penelitian

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif teknik pemilihan

responden (subyek) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sample

bertujuan (purposive sample)7.

7 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,

2009), edisi revisi cet. Ke 26, h. 241.

Page 23: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

11

Dalam menentukan subjek penelitian ini peneliti memilih para

responden yang menurut peneliti dapat memberikan data yang dibutuhkan

dalam penelitian ini.

Dalam mencari data peneliti mewawancarai para pengurus lembaga,

anggota komunitas Nalacity dan masyarakat mantan penderita kusta.

a. Pengurus Lembaga

Peneliti mewawancarai dua orang yang terdiri dari ibu Yovita

Aulia (Pendiri Nalacity Foundation), Ibu Hafiza (Humas Nalacity

Foundation), dan Kelurahan Sitanala Tanggerang.Alasan peneliti memilih

subyek penelitian ini karena peneliti menganggap orang-orang yang

peneliti sebutkan adalah orang-orang yang memiliki tanggung jawab

dalam pelaksanaan program usaha keterampilan.Selain itu juga orang

orang tersebut adalah orang-orang yang berwenang dalam penentuan dan

pelaksanaan program usaha keterampilan serta kegiatan tambahan yang

bermanfaat bagi warga, khususnya warga kampung kusta Sitanala

Tanggerang.

b. Anggota Komunitas Nalacity

Terdiri dari ibu ibu dan perempuan mantan penderita kusta.

Dikarenakan pelaksanaan program baru terlaksana di RT 01 Keluarahan

Sitanala Tanggerang untuk itu peneliti memilih 3 kader komunitas

Nalacity penerima manfaat yaitu terdiri dari Ibu Lanny (Anggota

Komunitas Nalacity), Ibu Nur Misna (AnggotaKomunitas Nalacity), Ibu

Page 24: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

12

Erna (AnggotaKomunitas Nalacity), yang peneliti anggap sering

mengikuti dan banyak mengetahui tentang kegiatan dan program usaha

keterampilan bagi perempuan mantan penderita kusta.

c. Masyarakat Mantan Penderita Kusta

Terdiri dari warga kampung kusta Sitanala Tanggerang yang belum

menjadi anggota komunitas Nalacity.

Untuk lebih jelasnya, subyek penelitian dapat dilihat pada tabel 2

dengan pengkalsifikasian latar belakang dengan rancangan informan

sebagai berikut:

Tabel 2

Rancangan Informan

NO

INFORMAN

INFORMASI

YANG DICARI

JUMLAH

METODE

PENGUMPULAN

DATA

1

Pengurus

Nalacity

Gambaran lembaga,

latar belakang

program Nalacity,

hasil yang dicapai,

perencanaan

program,

implementasi

program, dan hasil

evaluasi

3

Wawancara bebas

terstruktur

Page 25: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

13

2

Anggota

Komunitas

Nalacity

Pelaksanaan

program nalacity,

faktor penghambat

dan faktor

pendukung,

dokumentasi.

3

Wawancara bebas

terstruktur

3

Masyarakat

Mantan

Penderita

Kusta

Pelaksanaan

program Nalacity,

dampak sosial

program Nalacity,

dokumentasi.

1

Wawancara bebas

terstruktur

5. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk menjaga keabsahan dan validitas data dalam penelitian, tentunya

diperlukan teknik pemeriksaan data guna menjaga keabsahan data dan

validitas data. Dalam hal ini penulis menggunakan langkah Kredibilitas

(derajat kepercayaan) dengan menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain8 hal itu

dapat dicapai dengan jalan:

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Peneliti

membandingkan hasil wawancara subjek penelitian dengan hasil temuan

pengamatan lapangan tentang pelaksanaan program usaha keterampilan

perempuan mantan penderita kusta di kampung Sitanala, Tanggerang.

8 Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, cet ke XVIII (Bandung: PT. Rosda Karya

2001), hlm 330.

Page 26: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

14

b. Membandingkan keadaan dan persfektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang lain. Peneliti membandingkan jawaban

antara para pengurus Nalacity dengan jawaban yang diberikan oleh

anggota komunitas Nalacity dan warga kampung kusta Sitanala

Tanggerang.

c. Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan

dengan masalah yang diajukan. Peneliti memanfaatkan dokumen atau data

sebagai bahan perbandingan.

6. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh Data ini, penulis mengadakan penelitian dengan

menggunakan beberapa metode pengumpulan data sebagai berikut:

a. Observasi,yaitu menurut S. Margono Observasi diartikan sebagai

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang

tampak pada objek penelitian. 9

Observasi dilakukan ketika peneliti berkunjung ke kampung Kusta

Sitanala Tanggerang yang terletak di belakang rumah sakit kusta

Sitanala Tanggerang. Observasi ke kampung kusta sendiri peneliti

lakukan untuk melihat keadaan kampung kusta dan untuk melihat

proses pelaksanaan kegiatan program. Hasil observasi peneliti tuliskan

dalam catatan observasi.

9 Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara,

2007), cetakan 2, h. 173.

Page 27: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

15

b. Wawancara , adalah salah satu cara untuk memperoleh data melalui

informasi yang didengarnya dengan panca indera pendengaran, yang

sebelumnya ditanyakan terlebih dahulu kepada responden10

Narasumber yang digunakan dalam wawancara tersebut adalah

pertama ibu Yovita Aulia (Pendiri Nalacity), wawancara dilakukan

pertama kali melalui email dan chating dikarenakan Ibu Yovita sendiri

sedang berada di kota Bengkulu. Kedua Ibu Hafiza (Humas Nalacity),

wawancara dilakukan di kediamannya daerah Depok, Jawa Barat.

Ketiga ibu Lanny (AnggotaKomunitas Nalacity), wawancara

dilakukan di kampung Sitanala Tanggerang. Penentuan ketiga

narasumber tersebut dikarenakan narasumber tersebut peneliti anggap

sebagai orang yang banyak mengetahui dan bertanggung jawab atas

program kewirausahaan sosial.

c. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan cara mengumpulkan

data-data atau informasi yang diperoleh dari pihak pelaksana program

kewirausahaan sosial bagi mantan penderita kusta dan penerima

manfaat program tersebut yang berupa data indeks penderita kusta

kementrian kesehatan, jurnal nalacity foundation, buku brand story of

Nalacity Foundation dan foto-foto serta dokumen-dokumen yang

didapatkan.

10

Syamsir Salam & Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial, h. 82.

Page 28: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

16

7. Teknik Analisa Data

Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen, adalah upaya yang

dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Dipihak lain, menurut Seiddel proses berjalannya Analisis Data Kualitatif

adalah sebagai berikut11

.

a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi

kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

Peneliti melakukan pencatatan yang peneliti tuliskan pada catatan hasil

observasi guna mempermudah peneliti dalam pengarsipan sumber

data.

b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengkalsifikasikan, mensintesiskan,

membuat ihtisar, dan membuat indeksnya.

Peneliti melakukan pengumpulan data baik dengan cara

mengumpulkan informasi, memilah lalu mengklasifikasikan data yang

diperoleh dari pihak pelaksana program kewirausahaan sosial.

c. Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai

makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan

membuat temuan-temuan umum.

11

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 157.

Page 29: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

17

Setelah peneliti melakukan pencatatan dan pengumpulan hasil

observasi, berikutnya peneliti menganalisis temuan temuan umum

dilapangan untuk mencari dan mengkaitkan pola hubungan antara teori

dan fakta pada program kewirausahaan sosial.

Dalam menganalisis data ini, peneliti menggunakan analisis deskriptif,

yaitu mengembangkan objek penelitian apa adanya sesuai dengan

kenyataan berdasarkan teori yang ada. Pada saat menganalisa data hasil

observasi, peneliti menginterpretasikan catatan lapangan yang ada

kemudia menyimpulkannya.Setelah itu peneliti menganalisa kategori-

kategorinya.

8. Pedoman Penulisan

Pedoman yang peneliti gunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah

buku pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) CEQDA

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

E. Tinjauan Pustaka

Sebelum peneliti mengadakan penelitian lebih lanjut dan menyusunnya

menjadi suatu karya ilmiah, peneliti mengkaji terlebih dahulu hasil-hasil

penelitian terdahulu.Setelah dilakukan kajian kepustakaan, peneliti

menemukan beberapa hasil penelitian berupa skripsi yang membahas

mengenai penyakit kusta dan pemberdayaan. Diantaranya adalah sebagai

berikut:

Page 30: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

18

1. skripsi berjudul “Gambaran Konsep Diri Pada Klien Dengan Cacat Kusta

di Kelurahan Karangsari RW 13, Kecamatan Neglasari, Tanggerang”,

yang disusun oleh Rohmatika mahasiswi program studi Keperawatan

Universitas Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Masalah

penelitian yang dibahas dalam skripsi ini adalah: Bagaimana pengetahuan

persepsi konsep diri, sikap masyarakat terhadap penderita kusta yang

berhubungan dengan terjadinya Leprofobia. Hasil penelitian yang didapat

menunjukkan bahwa konsep diri klien cacat kusta terjadi karena persepsi

masyarakat tentang kusta dan sikap masyarakat yang takut tertular ketika

melihat kecacatan yang ditimbulkan oleh penyakit kusta. Ditemukan juga

bahwa sikap negatif kehadiran penderita kusta adalah pernikahan dengan

keluarga penderita kusta, namun dalam kegiatan sosial seperti syukuran

dan kegiatan keagamaan umumnya menunjukkan sikap positif dari

masyarakat umumnya informan memiliki konsep diri positif, mereka

menerima kecacatannya dan mampu mengungkapkan kepribadiannya

melalui wawancara. Dengan demikian disarankan untuk melakukan

promosi kesehatan dan upaya preventif secara terpadu melalui program

pelatihan khusus perawatan cacat kusta bagi petugas puskesmas dengan

pemeriksaan kecacatan tingkat II atau POD (Prevention Of Dissability).

2. Skripsi berjudul “Kehidupan Sosial Mantan Penderita Kusta di Wisma

Rehabilitasi Sosial Katolik (WIRESKAT) Dukuh Polaman Desa

Sendangharjo Kabupaten Blora”, yang disusun oleh Christi Natalia

Page 31: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

19

Kushmanto mahasiswi program studi Sosiologi dan Antropologi

Universitas Negeri Semarang. Masalah penelitian yang dibahas dalam

skripsi ini adalah, Pertama: Mengapa mantan penderita kusta lebih

memilih tinggal di WIRESKAT Kota Blora, Kedua : Bagaimana

kehidupan sosial mantan penderita kusta di WIRESKAT Kota Blora?,

Ketiga : Upaya-upaya yang dilakukan WIRESKAT untuk membantu

mantan penderita kusta agar dapat diterima di masyarakat. Hasil penelitian

yang didapat menunjukkan bahwa mantan penderita kusta masih tetap

tinggal di Wisma Rehailitasi Sosial Katolik Blora adalah karena ingin

bersosialisasi sama seperti manusia lainnya. Selain itu adanya penolakan

dan diskriminasi yang diterima mantan penderita kusta di daerah asal

mereka. Di wisma tersebut mereka dapat bersosialisasi tidak halnya di

daerah asal mereka. Kehidupan sosial mereka sehari-hari dinilai dari

interaksi, ekonomi dan pendidikan. Pemberdayaan ekonomi diberikan

ketika mereka menjalani masa rehabilitasi dan bermanfaat bagi kehidupan

mereka. Kemudian upaya yang dilakukan WIRESKAT untuk membantu

mantan penderita kusta agar diterima masyarakat adalah pemberdayaan

dalam kegiatan ekonomi, sosialisasi atau interaksi mantan penderita kusta

terhadap masyarakat serta sosialisasi tentang status mantan penderita kusta

pada masyarakat umum yang luas.

Page 32: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

20

3. Skripsi berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga Dan Harga Diri Pasien

Kusta Di Rumah Sakit Kusta DR. Sitanala Tanggerang”. Yang disusun

oleh Suryanto Chandra Atmaja mahasiswa program studi ilmu

keperawatan Universitas Esa Unggul. Masalah penelitian yang dibahas

dalam skripsi ini adalah pertama : menjelaskan bagaimana hubungan

dukungan keluarga terhadap harga diri pasien kusta di rumah sakit kusta

Dr. Sitanala Tanggerang.Kedua : mengidentifikasi bagaimana dukungan

emosional keluarga pada pasien kusta di rumah sakit kusta Dr. Sitanala

Tanggerang. Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa para

penderita kusta di rumah sakit kusta Sitanala Tanggerang mengalami

tingkat depresi harga diri yang kacau, mereka bahkan malu terhadap bekas

luka yang didapat pasca sembuh dari kusta, bahkan diantara para pasien

penderita kusta sebagian keluarga mereka tidak mau menerima sampai

sembuh total. Sehingga setelah sembuh kebanyakan dari mereka enggan

untuk kembali kerumah nya dan memutuskan untuk tinggal di kampung

kusta yang terletak di belakang rumah sakit kusta Sitanala Tanggerang.

4. Skripsi berjudul “Pengetahuan, Sikap, Dan Keluarga Dalam Upaya

Penyembuhan Penderita Kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas Kramatsari

Kota Pekalongan Tahun 2002”. Yang disusun oleh Dwi Sofiarini

mahasiswi program studi Pendidikan Ilmu Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Universitas Diponegoro. Masalah penelitian yang dibahas dalam skripsi

ini adalah menjelaskan pertama: mengenai gambaran tentang sikap dan

Page 33: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

21

peran keluarga dalam upaya penyembuhan penderita kusta. Kedua :

menjelaskan mengenai peningkatan pengetahuan masyarakat tentang

penyakit kusta. Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa

pengetahuan tentang penyakit kusta bagi sebagian besar masyarakat atau

keluarga penderita kusta tidak mengetahui penyebab dan cara penularan

penyakit kusta. Rendahnya akses informasi dan pengetahuan di wilayah

kerja puskesmas Kramatsari Kota Pekalongan membuat para penderita

kusta maupun mantan penderita kusta seringkali dikucilkan oleh sebagian

masyarakat. Selain itu penulis tersebut juga menyarankan agar sikap

masyarakat atau keluarga sebagaimana mestinya tidak mengucilkan,

membawa penderita ke pelayanan kesehatan untuk berobat, peran

keluargapun tentunya sangat berperan penting terhadap psikologi para

penderitanya denan cara memberikan bantuan materiil kepada penderita,

menjalin komunikasi aktif dengan penderita, melibatkan penderita dalam

aktivitas sehari-hari, dan memberikan dukungan, semangat serta motivasi.

F. Sistematika Penulisan

Laporan penelitian ini disajikan dengan sistematika penulisan yang

mencakup 5 (lima) BAB yang dimaksudkan untuk mempermudah pembaca

dalam memahami laporan ini, adapun sistematika penulisan sebagai berikut.

Page 34: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

22

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah,

pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

tinjauan pustaka serta sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Teoritis

Dalam bab ini akan membahas landasan teoritis

dengan uraian: Strategi, Pemberdayaan Perempuan,

Kusta, Program dan Kewirausahaan Sosial.

BAB III Gambaran Umum Wilayah

Dalam bab ini akan membahas mengenai

Gambaran umum lokasi penelitian Kampung

Kusta Sitanala dan Gambaran Umum Program

Kewirausahaan Sosial Komunitas Nalacity.

BAB IV Analisis Strategi Empiris Rasional Pemberdayaan

Perempuan Mantan Penderita Kusta Melalui

Program Kewirausahaan Sosial Oleh Komunitas

Nalacity di Kampung Sitanala Tanggerang.

BAB V Penutup

Bab ini berisi tentang kesimpulan secara singkat

berdasarkan hasil dari strategi penelitian dan saran

saran yang menjadi penutup dari pembahasan

skripsi ini.

Page 35: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

23

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. PENGERTIAN STRATEGI

Di tinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu

Strategos yang diambil dari kata -strator yang berarti militer dan –ag yang berarti

memimpin. Pada konteks awalnya, strategis diartikan sebagai generalship atau

sesat yang dilakukan oleh para jenderal dalam membuat rencana untuk

menaklukkan musuh dan memenangkan perang.1

Sedangkan arti lain dari kata strategi yang masih sama Negara asal katanya

yaitu Yunani, bahwa strategi yaitu strategos yang berarti jenderal 2. Strategi pada

mulanya berasal dari peristiwa peperangan, yaitu sebagai suatu siasat untuk

mengalahkan musuh.Namun, pada akhirnya strategi berkembang untuk semua

kegiatan organisasi termasuk keperluan ekonomi, sosial, budaya dan agama.3

Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa istilah strategi adalah suatu

ilmu yang menggunakan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan tertentu. 4

1 Setiawan Hari Purnomo dan Zulkiflimansyah, Manajemen Strategi: Sebuah Konsep

Pengantar, (Jakarta: LPEE UI, 1999), h.8. 2 George Steiner dan John Minner, Manajemen Strategi, (Jakarta: Erlangga), h. 20.

3 Rafi’udin dan Maman Abdul Djalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia),

h. 76. 44

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 1092.

Page 36: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

24

Sedangkan definisi yang berbeda mengenai strategi diberikan oleh para ahli,

adalah sebagai berikut

1. Menurut Onong Uchjana, Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan

dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. 5

2. Menurut Chandler yang dikutip oleh Supriyono, strategi adalah penentuan

dasar goals jangka panjang dan tujuan pemberdayaan masyarakat serta

pemakaian cara-cara bertindak dan alokasi sumber-sumber yang

diperlukan untuk mencapai tujuan.6

3. Menurut Sondang Siagan, Strategi adalah cara yang terbaik untuk

mempergunakan dana, daya dan tenaga yang tersedia, sesuai dengan

tuntutan perubahan lingkungan. 7

Dari pengertian diatas, maka ditarik kesimpulan tentang strategi yaitu:

a. Strategi merupakan suatu kesatuan rencana yang terpadu, yang diperlukan

untuk mencapai tujuan organisasi.

b. Dalam menyusun strategi perlu dihubungkan dengan lingkungan

organisasi, sehingga dapat disusun kekuatan strategi organisasi.

c. Dalam pencapaian tujuan organisasi, perlu alternatif strategi yang

dipertimbangkan dan harus dipilih.

5 Onong Uchjana Affendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 1999), h. 32. 6Supriyono, Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan Bisnisi, (Yogyakarta: BPFC, 1985), H. 9.

7Sondang Siagan, Analysis Serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi Organisasi, (Jakarta:

PT Gunung Agung, 1986), cet ke-1, h. 17.

Page 37: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

25

B. PROSES STRATEGI

Seperti yang dikatakan oleh Joel Ross dan Michel bahwa sebuah oganisasi tanpa

adanya strategi umpama kapal tanpakemudi, bergerak berputus tanpa

lingkaran.Organisasi yang dimiliki seperti pengembara, tanpa adanya tujuan

tertentu.8Fred R.David menjelaskan bahwa proses manajemen strategis terdiri dari

tiga tahapan, yaitu,merumuskan strategi, mengimplementasikan strategi dan

mengevaluasi strategi.Adapun proses strategi terdiri dari tiga tahapan :

a. Perumusan Strategi

Dalam perumusan strategi termasuk didalamnya, adalah pengembangan tujuan,

mengenali peluang dan ancaman eksternal, menetapkan suatu obyektifitas,

menghasilkan strategi alternatif memilih strategi untuk dilaksanakan.9 Dalam

perumusan strategi juga ditentukan suatu sikap untuk memutuskan, memperluas,

menghindari atau melakukan suatu keputusan dalam suatu proses kegiatan.

Teknik perumusan strategi yang penting dapat didukung menjadi kerangka kerja

diantaranya :

1) Tahap Input (masukan)

Dalam tahap ini proses yang dilakukan adalah meringkas informasi sebagai

masukan awal, dasar yang diperlukannya untuk merumuskan strategi,

8Fred R. David, Manajemen Strategi Konsep,(Jakarta: PT Prenhalindo, 1998) hal. 3.

9Ibid., h. 15.

Page 38: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

26

menetapkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan tantangan yang

dihadapi organisasi.

2) Tahap Pencocokan

Proses yang dilakukan adalah memfokuskan pada menghasilkan strategi

alternatif yang layak dengan mendukung faktor-faktor eksternal dan internal.10

3) Tahap Pemutusan

Menggunakan suatu macam tekhnik, diperoleh input sasaran dalam

mengevaluasi strategi alternatif yang telah diidentifikasi dalam tahap kedua.11

Perumusan strategi haruslah selalu melihat kearah depan dan tujuan artinya

peran perencanaan amatlah penting dan mempunyai andil yang besar baik

interen maupun eksteren.

b. Implementasi Strategi

Implementasi strategi termasuk pengembangan adanya dalam

mendukungstrategi,mengambil keputusan untuk menetapkan tujuan tahunan,,

membuat kebijakan, memotivasi pegawai, menciptakan struktur organisasi

yang efektif, mengubah arah, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan

memanfaatkan sistem informasi yang termasuk12

. Impelementasi sering

disebut tahapan tindakan, karena implementasi berarti memobilisasi manusia

yang ada dalam sebuah strategi yang dirumuskan menjadi tindakan.Tahap

inimerupakan tahap paling sulit karena memerlukan kedisiplinan, komitmen

10

Fred R. David, Manajemen Strategi Konsep,(Jakarta: PT Prenhalindo, 1998), h. 183 11

Ibid., h. 198 12

Ibid., h.5

Page 39: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

27

dan pengorbanan, kerjasama juga merupakan kunci dari berhasil atau tidaknya

implementasi strategi.

c. Evaluasi Strategi

Menerapkan dari tahap akhir strategi ada tiga macam aktivitas

mendasar untuk mengevaluasi strategi.

1) Menuju faktor-faktor eksternal (berupa peluang dan ancaman) dan faktor

faktor internal (kekuatan dan kelemahan) yang menjadi dasar asumsi

pembuatan strategi. Adapun perubahan faktor eksternal seperti tindakan

yang dilakukan. Perubahan yang ada akan menjadi satu hambatan dalam

pencapaian tujuan begitu pula dalam sebuah faktor internal yang

diantaranya strategi yang tidak efektif atau efektivitas impelementasi yang

buruk akan berakibat buruk pula bagi hasil yang akan dicapai.

2) Mengukur prestasi (membanding hasil yang diharapkan dengan

kenyataan). Menyelidiki penyimpangan dari rencana, mengevaluasi

prestasi individual dan menyimak kemajuan yang dibuat kearah

penyampaian yang dinyatakan. Kriteria untuk mengevaluasi strategi harus

dapat diukur dan dibutuhkan, kriteria yang meramalkan hasil lebih

daripada kriteria yang mengungkapkan apa yang telah terjadi.

3) Mengambil tindakan kreatif untuk memastikan bahwa prestasi diluar

rencana. Dalam mengambil tindakan kreatif tidak harus berarti bahwa

strategi yang sudah akan ditinggalkan, bahkan strategi baru harus

dirumuskan. Fred R David mengatakan dalam bukunya Manajemen

Page 40: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

28

Strategi Konsep bahwa “Tindakan kreatif diperlukan jika tindakan atau

hasil tidak sesuai dengan yang dibayangkan atau pencapaian yang

direncanakan maka disitulah tindakan kreatif dilakukan”.13

Segala kegiatan kreatif harus konsisten secara internal dan bertanggung

jawab secara sosial, evaluasi diperlukan karena keberhasilan hari ini bukan

merupakan jaminan keberhasilan dimasa depan. Evaluasi strategi mungkin

berupa tindakan yang kompleks dan peka, karena terlalu banyak penekanan.

Pada evaluasi strategi akan merugikan suatu haisl yang akan dicapai. Evaluasi

strategi sangat penting untuk memastikan sasaran yang telah dicapai.Evaluasi

strategi perlu untuk semua organisasi dari semua kegiatan dengan

mempertanyakan dan asumsi manajerial, harus memicu tujuan dan nilai-nilai

merangsang kreativitas.

C. STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck menyatakan bahwa strategi

adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan

keunggulan strategi perusahaan dengan lingkungan dan yang dirancang untuk

memastkan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapau melalui

pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan14

.

13

Ibid,. H. 104. 14

Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck, Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan, edisi ke-3 (Jakarta:Erlangga, 1988), h. 13.

Page 41: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

29

Menurut Jim Ife ada 3 strategi yang diterapkan untuk pemberdayaan

masyarakat:

1. Perencanaan dan kebijakan (Policy and planning)

untuk mengembangkan perubahan struktur dan institusi sehingga

memungkinkan masyarakat untuk mengakses berbagai sumber

kehidupan dalam meningkatkan taraf kehidupannya. Perencanaan dan

policy yang berpihak dapat dirancang untuk menyediakan sumber

kehidupan yang cukup bagi masyarakat untuk mencapai keberdayaan .

2. Aksi sosial dan politik (social and political action)

Diartikan agar sistem politik yang tertutup diubah sehingga

memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam sistem

politik.Adanya keterlibatan masyarakat secara politik membuka

peluang dalam memperoleh kondisi keberdayaan.

3. Peningkatan kesadaran dan pendidikan masyarakat seringkali tidak

menyadari penindasan yang terjadi pada dirinya. Kondisi ketertindasan

diperparah dengan tidak adanya skill untuk bertahan hidup secara

ekonomi dan sosial. Untuk masalah ini peningkatan kesadaran dan

pendidikan dapat diterapkan. Contoh: memberi pemahaman kepada

Page 42: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

30

masyarakat tentang bagaimana struktur struktur penindasan terjadi,

memberi sarana dan skill agar mencapai perubahan secara efektif. 15

Morris dan Binstock juga memperkenalkan tiga strategi perencanaan dan aksi

pengembangan masyarakat. Perencanaan dan aksi untuk perubahan tersebut

dilaksanakan melalui:

1) Modifikasi pola sikap dan perilaku dengan pendidikan dan aksi lainnya.

2) Mengubah kondisi sosial dengan mengubah kebijakan-kebijakan

organisasi formal.

3) Reformasi peraturan dan sistem fungsional suatu masyarakat.16

Parsons et. Al, menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan

secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses

pemberdayaan terjadi dalam relasi satu lawan satu antara pekerja sosial dan klien

dalam setting pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini

dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien, hal ini bukanlah

strategi utama pemberdayaan.

Namun demikian, tidak semua intervensi pekerjaan sosial dapat dilakukan

melalui kolektivitas.dalam beberapa situasi, strategi pemberdayaan dapat saja

15

Jim Ife, “Strategi Pemberdayaan Masyarakat”, artikel diakses pda 3 februari 2015 dari

http://fikhbosua.blogspot.com/2012/03/teori-dan-teknik-pemberdayaan.html.

16 Fredian Tonny Nasution, Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2014), h. 59

Page 43: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

31

dilakukan secara individual, meskipun pada gilirannya strategi ini pun tetap

berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau

sistem lain diluar dirinya. Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat

dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting):

mikro, mezzo, dan makro.

1. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individual

melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention.

Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam

menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai

pendekatan yang berpusat pada tugas (task centerd approach).

2. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.

Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media

intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok biasanya

digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan,

keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan

memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

3. Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar

(large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem

lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial,

kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat,

managemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini.

Page 44: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

32

Strategi sistem besar memandang klien sebagai orang yang memiliki

kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk

memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.17

Dalam melaksanakan suatu program pengembangan masyarakat terdapat

berbagai macam strategi pengembangan.Chin dan Benne sebagaimana yang

dikutip oleh Nasdian memperkenalkan tiga strategi yang dapat dijadikan strategi

pengembangan masyarakat, yaitu rational empirical, normative reductive, dan

power coercive.Penjelasan ketiga strategi tersebut adalah sebagai berikut:

1) Strategi Empiris-Rasional

Strategi Empiris-Rasional menggunakan pendekatan pengembangan

masyarakat yang dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada didalam masyarakat

yang dimulai dengan kajian-kajian yang ada didalam masyarakat. Strategi

Empiris-rasional didasarkan pada asumsi-asumsi bahwa manusia itu rasional

dengan musuh utamanya yaitu kebodohan dan tahayul, dalam mengikuti

kepentingan-kepentingan dirinya, maka manusia akan bersikap rasional, manusia

juga akan menerima perubahan apabila perubahan tersebut dapat diterima dan

rasional. Tujuan strategi empiris-rasional yaitu adanya perubahan pengetahuan

melalui informasi atau dasar pemikiran intelektual.

17

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), cet ke-1, h. 66.

Page 45: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

33

2) Strategi Normatif-Reeduktif

Strategi ini terkait dengan nilai dan budaya yang ada dalam masyarakat yang

berhubungan dengan penyimpangan-penyimpangan yang ada dalam

masyarakat.Strategi Normatif-reeduktif didasarkan pada asumsi pola tindakan dan

perilaku warga masyarakat yang didukung oleh norma-norma sosial-budaya, dan

komitmen individu terhadap norma-norma.Norma sosial-budaya didukung oleh

sikap dan sistem nilai dari individu.Perubahan pola perilaku atau tindakan

masyarakat hanya terjadi jika orang dapat digerakan hatinya untuk mengubah

orientasi normatif terhadap pola lama dan mengembangkan komitmen terhadap

pola yang baru.Tujuan strategi Normatif-reeduktif yaitu adanya perubahan sikap,

perasaan, dan pola hubungan dalam masyarakat.

3) Strategi Power-Coercive

Strategi ini terkait dengan masalah ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat.

Strategi Power-coercive didasarkan kepada asumsi bahwa manusia akan

mengikuti keinginan pihak lain yang mereka lihat memiliki kekuasaan yang lebih

besar. Peran yang lebih besar dari penguasa untuk melakukan inisiatif dan

pengaturan yaitu apabila masyarakat memiliki tingkat intelektual yang rendah.

Apabila masyarakat sudah tidak memiliki daya tawar dan kemampuan untuk

mengoreksi lagi maka masyarakat akan mengikuti perubahan-perubahan yang

terjadi di lingkungannya. Unsur kekuasaan yang digunakan yaitu kekuasaan

Page 46: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

34

politik, kekuasaan ekonomi, kekuasaan moral.Tujuan dari strategi power-coercive

yaitu adanya perubahan orientasi dan kemauan mengikuti arah perubahan.18

Dari beberapa macam strategi pemberdayaan masyarakat yang telah diuraikan

pada bagian landasan teori, peneliti melihat strategi yang digunakan komunitas

Nalacity dalam melakukan pemberdayaan perempuan mantan penderita kusta

yaitu dengan memakai strategi dari tokoh Chin dan Benne yakni strategi Empiris-

Rasional. Strategi Empiris Rasional disini dilakukan dengan pendekatan

pengembangan masyarakat yang dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada

didalam masyarakat yang dimulai dengan kajian-kajian yang ada didalam

masyarakat dengan tujuan adanya perubahan pengetahuan melalui informasi atau

dasar pemikiran intelektual yang dilakukan Nalacity terhadap ibu ibu mantan

penderita kusta dalam program kewirausahaan sosial. Untuk membantu

menjelaskan strategi empiris rasional yang dilakukan Nalacity, maka peneliti akan

membedah teori strategi empiris rasional dengan memakai teori pendukung dari

tokoh Fred R David dalam bukunya “Strategi Manajemen Konsep” yang

menjelaskan bahwa proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahapan. Yaitu

merumuskan strategi, mengimplementasikan strategi dan mengevaluasi strategi.

Pada perumusan strategi, dilakukan ketika Nalacity memberikan konseling

terhadap mereka (ibu-ibu mantan penderita kusta) dengan mensurvey untuk

mengetahui latar belakang kondisi para keluarga mantan penderita kusta.

18

Fredian Tonny Nasution, Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2014), h. 60

Page 47: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

35

Setelah itu, para pendamping melakukan treatment yaitu bimbingan sosial

dengan metode pemberian motivasi untuk meningkatkan rasa percaya diri,

berdiskusi, serta memberikan penyuluhan tentang kesehatan dan kebersihan.

Bimbingan sosial sendiri merupakan salah satu kegiatan yang diberikan dalam

bentuk pendampingan secara intensif dengan menekankan pada aspek perubahan

sikap dan norma susila kepada ibu ibu para mantan penderita kusta. Hal ini

meliputi beberapa aspek yaitu pertama, psikologis dengan menekankan pada

perubahan pada jiwa ibu ibu.Kedua, mental spiritual yaitu dengan memberikan

pemahaman tentang nilai nilai spiritual keislaman dan mental positif dengan

memberikan motivasi untuk meraih kesuksesan dan kemuliaan dalam

hidup.Ketiga, fisik yaitu memberikan konsultasi dan penyuluhan tentang penyakit

kusta serta pemberian charity berupa sembako untuk kebutuhan sehari hari

mereka.

Kemudian pada tahap implementasi strategi, pendamping membuat satu

kelompok yang terdiri dari 20 orang ibu ibu mantan penderita kusta yang sudah

memiliki basic menjahit.Mereka diberikan pelatihan keterampilan untuk membuat

pola ukiran lalu memayetkannya (memanik) pada jilbab.Pelatihan diberikan

selama 1 bulan sampai mereka mahir dan hasilnya layak untuk di produksi.

Lalu pada tahap evaluasi strategi, Nalacity akan melihat bagaimana dampak

perubahan yang terjadi pada ibu ibu mantan penderita kusta setelah mengikuti

program kewirausahaan sosial, dan harapannya ibu ibu yang sudah berdaya dari

Page 48: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

36

hasil program kewirausahaan sosial tersebut harus menularkan ilmunya kepada

para ibu ibu mantan penderita kusta lainnya agar mereka pun dapat berdaya dan

terbentuk kemandiriannya.

D. PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

1. Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- menjadi

kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya.Daya artinya kekuatan,

berdaya artinya memiliki kekuatan. Kata berdaya apabila diberi awalan pe-

dengan mesisipkan m- dan akhiran –an menjadi “pemberdayaan” artinya

membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai

kekuatan.Onny S. Priyono dan Pranarka, sebagaimana yang dikutip oleh

Roesmidi dan Riza Risyanti didalam bukunya Pemberdayaan Masyarakat,

berdasarkan penelitian kepustakaan tentang pengertian diatas, dinyatakan bahwa

proses pemberdayaan mengandung dua kecendrungan. Pertama, yang

menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan,

kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih ber-

daya. Kedua, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau

memotivasi individu agar memunyai keampuan atau keberdayaan untuk

menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. 19

19

Roesmidi dan Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang: Alquaprint, 2006), h.1-2.

Page 49: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

37

Dalam sebuah ayat Al-quran pun menyebutkan tentang Sosial masyarakat.

Yakni bahwa manusia diwajibkan untuk memberdayakan dirinya sendiri melalui

hubungan dengan masyarakat lainnya untuk memperoleh kehidupan yang lebih

baik.

Surat al-Ra’du ayat 11

فسهن ثأ اهشاهلل إى اهلل اليغيش هبثقىم سيغيحتى وا هب له هعقجبت هي ثيي يذيه وهي خلفه يحفظى ه هي

وال﴾١١﴿ وارا أساداهلل ثقىم سىءا فال هشداله وهبلهن هي دوه هي

Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya

bergiliran, dimuka dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah,

sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka

merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri dan apabila Allah

menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat

menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Allah.

Menurut Hulme dan Turner, pemberdayaan mendorong terjadinya perubahan

sosial yang memungkinkan orang orang pinggiran yang tak berdaya untuk

memberi pengaruh yang lebih besar pada arena politik secara lokal dan

nasional.Karenanya, pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif.

Pemberdayaan merupakan suatu proses yang menyangkut hubungan-hubungan

kekuatan/kekuasaan yang berubah antara individu, kelompok dan lembaga-

lembaga sosial. Disamping itu, pemberdayaan juga merupakan proses perubahan

pribadi karena masing masing individu mengambil tindakan atas nama diri

Page 50: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

38

mereka sendiri dan kemudian mempertegas kembali pemahamannya terhadap

dunia tempat ia tinggal.20

Tokoh lain, Jim Ife sebagaimana yang dikutip oleh Edi Suharto dalam

bukunya Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, mengatakan

pemberdayaan mengandung dua kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah.

Kekuasaan disini bukan saja diartikan menyangkut kekuasaan politik dalam arti

sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas:

a) Pilihan-pilihan rasional dan kesempatan-kesempatan hidup, kemampuan

dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat

tinggal, pekerjaan.

b) Pendefinisiankebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan

selarasaspirasi dan keinginannya.

c) Idea ataugagasan: kemampuan mengekspresikan dan menymbangkan

gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan.

d) Lembaga-lembaga:kemampuan menjangkau, menggunakan dan

mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan

sosial, pendidikan dan kesehatan.

e) Sumber-sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal,

informal, dan kemasyarakatan.

20

Ibid., h. 5.

Page 51: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

39

f) Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme

produksi, distribusi, dan pertukaran barang dan jasa.

g) Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dngan proses kelahiran,

perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi. 21

Secara teknis istilah pemberdayaan dapat disamakan dengan istilah

pengembangan. Menurut Imang Mansur Burhan sebagaimana dikutip oleh Nanih

Machendrawaty dan Agus Achmad Syafei mendefinisikan pemberdayaan umat

atau masyarakat sebagi upaya untuk membangkitkan potensi umat islam kearah

yang lebih baik, baik dalam kehidupan sosial, politik, maupun ekonomi22

Adapun pemberdayaan menurut Mc. Ardle mengatakan bahwa pemberdayaan

sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen

melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang yang telah mencapai tujuan

kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan “keharusan”

untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi

pengetahuan, keterampilan serta sumber daya lainnya dalam rangka mencapai

tujuan mereka tanpa bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal.

Namun demikian, Mc. Ardle mengimpilkasikan makna tersebut bukan untuk

21

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT Refika Aditama: 2005), h. 59

22Nanih Machendrawaty dan Agus Achmad Syafei, Pengembangan Masyarakat Islam,

(Bandung: Rosda Karya, 2001), cet ke-1, h. 42.

Page 52: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

40

mencapai tujuan, melainkan makna pentingnya proses dalam pengambilan

keputusan. 23

Payne, mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan (empowerment) pada

intinya, ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil

keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan

diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam

melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa

percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, amtara lain transfer daya

dari lingkungannya. 24

Shardlow, melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai

pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun

komunitas berusaha membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.

Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang

harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia

hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam

membentuk hari kedepannya. 25

Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,

pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau

23

Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, (Fakultas Ekonomi UI, 2002), H. 162.

24 Ibid., h. 163

25Ibid., h. 164.

Page 53: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

41

keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu

yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan

menunjuk pada keadaan hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial,

yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai

pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang

bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti kepercayaan diri, mampu

menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam

kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas tugas kehidupannya. 26

Dari pengertian diatas, maka disimpulkan bahwa yang dimaksud

pemberdayaan adalah sebuah gerakan penguatan sosial agar masyarakat tadinya

lemah, baik dalam bidang sosial, ekonomi serta politk, diberdayakan sehingga

membangkitkan kesadaran masyarakat tersebut dapat meningkatkan potensi yang

mereka miliki dan guna membangun serta menentukan tindakan berdasarkan

keinginan mereka secara mandiri melalui strategi dan pendekatan tertentu yang

dapat menjamin keberhasilan hakiki dalam bentu kemandirian.

2. Pemberdayaan Perempuan

Pemberdayaan perempuan menurut Melly G Tan sebagaimana dikutip oleh

Nadya Kaharima dalam skripsinya, adalah meningkatkan keinginan, tuntutan,

membagi kekuasaan (Sharing Power) dalam posisi yang setara (equal),

26

Edi Suharto, “Pendekatan Pekerjaan Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin: konsep, Indikator dan Strategi “, Artikel diakses pada 29 Januari 2015 dari http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_30.htm.

Page 54: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

42

representasi serta partisipasi dalam pengambilan keputusan, yang menyangkut

kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 27

Dalam surat Al-Hujurat ayat 11 menjelaskan tentang bersopan santun dalam

bermasyarakat. Dan Allah menjadikan kita berbangsa-bangsa, bersuku-suku dan

bergolong-golong tidak lain adalah agar kita saling kenal, saling menolong, dan

saling menghargai sesama.

هي خيشاه عسى اى يكي هن والسبء هي سبء يبيهبالزيي ساليسخبهىا وق م هي قىم عسى اى يكىىاخيشاه

الظبلوىى﴾١١﴿ ثعذاإليوبى وهي لن يتت فأولئك هن ثباللقبة ثئس اإلسن الفسىق فسكن والتبثزوا والتلوزواا

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-

olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang yang diolok-olok lebih

baik dari mereka yang mengolok-olok dan jangan pula wanita-wanita mengolok-

olok wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olok lebih baik

dari wanita yang mengolok-olok dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan

janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, seburuk-

buruk panggilan yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat,

maka mereka itulah orang-orang yang dzalim”.

27

Nadya Kaharima, “Implementasi Program Pemberdayaan Perempuan Melalui Gender Mainstreaming : Studi kasus Workshop Pemberdayaan Mubaligh oleh Pusat Studi Wanita” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).

Page 55: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

43

Tujuan utama pemberdayaan Perempuan adalah memperkuat kekuasaan

masyarakat khususnya, kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik

karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena

kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil).28

Oleh karena itu pada penjelasan diatas, pemberdayaan perempuan sangat

penting dan erat kaitannya dengan pembangunan. Karena tenyata dengan konsep

budaya Patriarki yang masih melekat di Indonesia, mengakibatkan sebagian

perempuan terutama didaerah terpencil menjadi tidak berdaya.Tingkat pendidikan

yang cenderung lebih rendah, hak reproduksi yang cenderung dipaksakan,

kekerasan perempuan merajalela, ketertinggalan perempuan dari dunia politik dan

lain sebagainya.

Agar terjadi pembangunan yang seimbang, diperlukan upaya pembangunan

pemberdayaan kepada perempuan agar mereka mempunyai akses dan kontrol

terhadap semua aspek pembangunan baik dalam lingkup internal (misalnya

keluarga) maupun dalam lingkup eksternal (misalnya masyarakat dan publik).

28

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT Refika Aditama: 2005), h. 60

Page 56: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

44

3. Pendekatan Pemberdayaan

Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan diatas dicapai

melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P,

yaitu : Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan, dan Pemeliharaan.

a. Pemungkinan : menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan

potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus

mampu membebaskan masyarakat dari sekat sekat kultural dan

struktural yang menghambat.

b. Penguatan : memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang

dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi

kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbu-

kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat

yang menunjang kemandirian mereka.

c. Perlindungan : melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok

lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya

persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat

dan yang lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat

terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada

penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak

menguntungkan rakyat kecil.

Page 57: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

45

d. Penyokongan : memberikan bimbingan dan dukungan agar

masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas

kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat

agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah

dan terpinggirkan.

e. Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi

keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam

masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan

keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh

ksempatan berusaha. 29

Dubois dan Miley memberi beberapa cara atau teknik yang lebih spesifik

yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat:

a. Membangun relasi pertolongan yang merefleksikan respon empati,

menghargai pilihan dan hak klien menentukan nasibnya sendiri (self

determination), menghargai perbedaan dan keunikan individu, menekankan

kerjasama klien (client partnerships).

29

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2005), h. 67.

Page 58: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

46

b. Membangun komunikasi yang menghormati martabat dan harga diri klien,

mempertimbangkan keragaman individu, berfokus pada klien, dan menjaga

kerahasiaan klien.

c. Terlibat dalam pemecahan masalah yang memperkuat partisipasi klien dalam

semua aspek proses pemecahan masalah, menghargai hak-hak klien,

merangkai tantangan-tantangan sebagai kesempatan belajar dan melibatkan

klien dalam pembuatan keputusan dan evaluasi.

d. Merefleksikan sikap dan nilai profesi pekerjaan sosial melalui ketaatan

terhadap kode etik profesi, keterlibatan dalam pengembangan professional,

riset, dan perumusan kebijakan, penerjemahan kesulitan kesulitan pribadi ke

dalam isu-isu public, penghapusan segala bentuk diskriminasi dan

ketidaksetaraan kesempatan. 30

E. KUSTA

1. Pengertian Penyakit Kusta

Istilah kusta berasal dari bahasa sanskerta, yakni kushtha berarti

kumpulan gejala gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga

Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr.

Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut

Morbus Hansen. Penyebab penyakit kusta adalah bakteri Mycobacterium

Leprae yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 mikron, lebar 0,2-

30

Ibid,. h.68

Page 59: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

47

0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu satu, hidup

dalam sel, dan bersifat tahan asam. Penyakit kusta bersifat menahun karena

bakteri kusta memerlukan waktu 12-21 hari untuk membelah diri dan masa

tunasnya rata rata 2-15 tahun. Penyakit kusta dapat ditularkan kepada orang

lain melalui saluran pernapasan dan kontak kulit. Bakteri kusta ini banyak

terdapat pada kulit tangan, daun telinga, dan mukosa hidung.

2. Penularan Penyakit Kusta

Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiller

(MB) yang belum pernah diobati kepada orang lain dengan cara penularan

langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar

para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran

pernafasan dan kulit. Timbulnya kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak

perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain :

a. Faktor Sumber Penularan

Sumber penularan adalah penderita kusta tipe MB yang belum

pernah diobati. Penderita MB inipun tidak akan menularkan kusta

apabila berobat teratur.

b. Faktor Kuman Kusta

Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari

tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta

yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan.

Page 60: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

48

c. Faktor Daya Tahan Tubuh

Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (96,5%).

Dari hasil penelitian menunjukkan gambaran dari 100 orang yang

terpapar:

1) Orang tidak menjadi sakit adalah Sembilan puluh tujuh

2) Orang sembuh sendiri tanpa obat adalah dua

3) Orang menjadi sakit adalah satu hal ini belum lagi

memperhitungkan pengaruh pengobatan.

3. Dampak Penyakit Kusta

Seseorang yang merasakan dirinya menderita penyakit kusta akan

mengalami trauma psikis. Menurut Zulkifli sebagai akibat dari trauma psikis

ini, si penderita antara lain sebagai berikut:

a. Dengan segera mencari pertolongan pengobatan

b. Mengulur-ulur waktu karena ketidaktahuan atau malu bahwa ia atau

keluarganya menderita penyakit kusta.

c. Menyembunyikan (mengasingkan) diri dari masyarakat sekelilingnya,

termasuk keluarganya.

d. Oleh karena berbagai masalah, pada akhirnya si penderita bersifat masa

bodoh terhadap penyakitnya.

Sebagai akibat dari hal hal tersebut diatas timbullah berbagai masalah

antara lain:

Page 61: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

49

1) Masalah terhadap diri penderita kusta

Pada umumnya penderita kusta merasa rendah diri, merasa tekan batin,

takut terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut mengadapi

keluarga dan masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang

kurang wajar. Segan berobat karena malu, apatis, karena kecacatan

tidak dapat mandiri sehingga beban bagi orang lain (jadi pengemis,

gelandangan,dsb)

2) Masalah terhadap keluarga

Keluarga menjadi panik, berubah mencari pertolongan termasuk

dukun dan pengobatan tradisional, keluarga merasa takut diasingkan

oleh masyarakat disekitarnya, berusaha menyembunyikan penderita

agar tidak diketahui masyarakat disekitarnya, dan mengasinkan

penderita dari keluarga karena takut ketularan.

3) Masalah terhadap masyarakat

Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi

kebudayaan dan agama, sehingga pendapat tentang kusta merupakan

penyakit yang sangat menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan,

kutukan tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Sebagai akibat

kurangnya pengetahuan/informasi tentang penyakit kusta, maka

penderita sulit untuk diterima di tengah tengah masyarakat,

masyarakat menjauhi keluarga dari penderita, merasa takut dan

Page 62: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

50

menyingkirkannya. Masyarakat mendorong agar penderita dan

keluarganya diasingkan.31

F. PROGRAM

Program adalah sederetan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu

tujuan tertentu. Menurut J.C. Tukian, dalam pengembangan masyarakat program

merupakan kegiatan yang dapat mendukung adanya aktualisasi Dan partisipasi

aktif dari masyarakat.32

Program dapat bermacam-macam wujudnya ditinjau dari

berbagai aspek, yakni tujuan, jenis, jangka waktu, luas, sempitnya pelaksana,

sifatnya dan sebagainya, yaitu sebagai berikut :

1. Ditinjau dari tujuan, ada program yang kegiatannya bertujuan mencari

keuntungan (kegiatan komersil) dan ada yang bertujuan sukarela (kegiatan

sosial).

2. Ditinjau dari jenis, ada program pendidikan, program koperasi, rogram

kemasyarakatan, program pertanian dan sebagainya yang

mengklasifikasikannya didasarkan atas isi kegiatan program tersebut.

31

Atni Harniah, “Perbedaan Harga Diri Antara Klien Cacat Kusta di Kampung Kusta RW 13 Kelurahan Karang Sari Kecamatan Neglasari Dengan Klien Cacat Kusta Di Rumah Sakit Kusta Dr Sitanala Kota Tanggerang”, (Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keperawatan FKIK, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), hal. 22-24.

32 J.C. Tukian Taruna, Pengembangan Masyarakat dalam Konteks Pendidikan Untuk Semua,

(Jakarta: Penerbit Kanisius, 2000), h. 183-184.

Page 63: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

51

3. Ditinjau dari jangka waktu, ada program berjangka pendek, jangka

menengah dan jangka panjang. Untuk ukuran jangka waktu bagi sesuatu

program agak relatif.

4. Ditinjau dari keluasannya, ada program sempit, hanya menyangkut

variable yang terbatas. Program luas, menyangkut banyak variable.

5. Ditinjau dari pelaksana, maka ada program kecil yang hanya dilaksanakan

oleh beberapa orang dan program besar yang dilaksanakan berpuluh

bahkan beratus orang.

6. Ditinjau dari sifatnya, ada program penting dan program kurang penting.

Program penting adalah program yang dampaknya menyangkut nasib

orang banyak mengenai hal yang vital, sedangkan program kurang penting

adalah sebaliknya. 33

G. KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Berdasarkan pengertiannya, kewirausahaan sosial (Social Entreupreneurship)

merupakan sebuah istilah turunan dari kewirausahaan. Gabungan dari kedua kata,

yaitu social yang artinya kemasyarakatan dan entreupreneurship yang artinya

kewirausahaan.

Pengertian kewirausahaan sosial menurut Gerald Smale dkk, “Social

entreupreneurship is ability to initiate, lead and carry though problem-solving

33

Suharsimi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan, (Yogyakarta: Bina Aksara, 1998), h. 1-3.

Page 64: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

52

and an understanding that all resource all locations are really stewardship

investment”.(dalam handout dialog interaktif membangun ekonomi rakyat melalui

inovasi kewirausahaan sosial) Artinya kewirausahaan sosial adalah kemampuan

untuk menggagas, memimpin dan melaksanakan strategi pemecahan masalah,

melalui kerjasama dengan orang lain dalam semua jenis jaringan sosial.

Menurut Austin dalam Budhi Wibhawa dkk didalam bukunya yang berjudul

Entreupreneurship Social Enterprise Corporate Social Responbility. Yakni

kewirausahaan sosial adalah upaya inovatif, aktifitas menciptakan nilai sosial

yang dapat terjadi di dalam atau di bisnis, nirlaba, dan sektor publik.

Sedangkan menurut Johanna Mair kewirausahaan sosial adalah penggunaan

inovasi untuk membuat sebuah usaha sosial dari kombinasi sumber daya untuk

mengejar peluang dengan mengarah pada pembentukkan organisasi atau praktek-

praktek yang dihasilkan dan mempertahankan manfaat sosial.

Dari ketiga pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan sosial

merupakan sesuatu gagasan dalam menjalankan strategi pemecahan masalah

sosial secara inovatif dengan menjalankan kegiatan usaha sosial untuk

mencipatakan nilai-nilai sosial dilingkungan masyarakat.

Page 65: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

53

BAB III

GAMBARAN UMUM WILAYAH

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Kampung Kusta Sitanala

Kampung kusta Sitanala sebuah perkampungan yang terletak tepat di

belakang rumah sakit kusta Sitanala Tangerang, Banten.Kampung kusta dihuni

oleh para mantan penderita kusta baik yang sudah tidak diterima lagi oleh

keluarganya maupun yang merasa malu untuk kembali ke kampung

halamannya.Oleh karena itu, pihak rumah sakit kusta Sitanala memberikan izin

untuk para mantan penderita kusta tinggal di areal lingkungan rumah sakit.

Kampung Kusta terletak di kelurahan Karangsari kecamatan Neglasari,

sebelah selatan dengan sungai Cisadane, sebelah timur dengan kelurahan

Karanganyar, sebelah barat dengan kelurahan Mekarsari. Di RW 13 merupakan

komunitas mantan kusta terbanyak jumlah penderitanya yang biasa disebut

kampung kusta, dengan jumlah penduduk antara lain: yatim piatu sebanyak 31

orang, jompo 149 orang. Ex kusta 985 orang dan pra Kusta 443 orang.1

Kampung kusta termasuk pula kedalam Kecamatan Neglasari Kelurahan

Karang Sari Tangerang, Banten. Sebagai daerah yang berdekatan dengan lokasi

1 Kelurahan Karangsari, “Data Wilayah Kelurahan Karangsari”, diakses pada tanggal 3

Februari 2015 dari https://kelurahankarangsari.wordpress.com/2010/09/30/kelurahan-karangsari/

Page 66: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

54

kantor Pusat Pemerintahan (PUSPEM) Kota Tangerang (± 1 km), dan wilayah

DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara memberikan pengaruh yang signifikan

dalam perkembangan di dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Kecamatan

Neglasari secara lebih dinamis dibandingkan perkembangan masyarakat di

wilayah lainnya. Karakteristik masyarakat Kecamatan Neglasari sudah sangat

majemuk layaknya masyarakat Ibukota Jakarta. Keberadaan secara geografis ini

sesungguhnya memerlukan perhatian yang lebih seksama dalam pelaksanaan

penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang dilakukan di wilayah ini, khususnya

dalam merespon perkembangan yang cepat yang terjadi di dalam masyarakat

Kecamatan Neglasari yang dinamis dan sudah sangat majemuk ini.2

Secara administratif, Kecamatan Neglasari terbagi menjadi 7 (tujuh)

kelurahan, 50 Rukun Warga (RW) dan 243 Rukun Tetangga (RT). Uraian wilayah

secara administratif dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini:

TABEL 3

Jumlah Rukun Warga dan Rukun Tetangga Menurut Kelurahan

Karangsari Kecamatan Neglasari Kota Tangerang Tahun 2012

No

Kelurahan

Jumlah Rukun

Warga (RW)

Jumlah Rukun

Tetangga (RT)

1 Neglasari 8 45

2 Mekarsari 6 33

3 Karang Sari 15 55

4 Karang Anyar 7 33

5 Kedaung Wetan 4 21

2 Kecamatan Neglasari, ”Profil Kecamatan Neglasari”, diakses pada tanggal 5 Februari 2015

dari http://kecamatanneglasari.blogspot.com/2012/11/profil-kecamatan-neglasari-kota_1372.html

Page 67: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

55

6 Kedaung Baru 3 16

7 Selapajang Jaya 7 40

Kecamatan Neglasari 50 243

Sumber: Website Kecamatan Neglasari, Tangerang, Banten

Dalam bidang kesehatan, di wilayah kecamatan Neglasari memiliki fasilitas

kesehatan seperti Rumah Sakit, Poliklinik, Puskesmas, dan Posyandu yang dapat

menunjang kebutuhan kesehatan untuk masyarakatnya. keberadaan fasilitas kesehatan

pada tabel 4 dibawah ini antara lain meliputi:

TABEL 4

Fasilitas Kesehatan di Wilayah Kecamatan Neglasari Tahun 2013

No

Jenis Fasilitas Kesehatan

Jumlah

1 Rumah Sakit Khusus Pemerintah

(RSK. DR. Sitanala)

1

2 Rumah Sakit Anak Bersalin 5

3 Poliklinik 9

4 Puskesmas:

- Puskesmas Neglasari

- Puskesmas Kedaung Wetan

2

5 Puskesmas Pembantu

(Pustu Selapajang Jaya)

1

6 Puskesmas Keliling 1

7 Posyandu Pratama 10

8 Posyandu Madya 27

9 Posyandu Purnama 20

10 Posyandu Mandiri 4

Jumlah Fasilitas Kesehatan Kec. Neglasari 70

Sumber: Website Kecamatan Neglasari, Tangerang, Banten

Page 68: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

56

Selain itu, dalam rangka menunjang pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar

bagi masyarakat kurang mampu di Kota Tangerang, Pemkot Tangerang

menyelenggarakan sistem jaminan pelayanan kesehatan melalui program Multiguna

(untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar). Dimana program tersebut adalah

program yang di inisiasi oleh pemerintah Kota Tangerang yang memfokuskan pada

pelayanan dan penyuluhan mengenai kesehatan. Sehingga, masyarakat tidak hanya

mendapatkan pelayanan kesehatan namun, masyarakat pun diberikan pendidikan

(pengetahuan) dasar mengenai macam-macam penyakit, pola hidup sehat, dan

penanganan awal pada penyakit. Adapun datanya tersaji pada tabel 5 sebagai berikut:

TABEL 5

Data Rekapitulasi Peserta Multiguna Kecamatan Neglasari Tahun 2013

No Kelurahan Jumlah

% Jiwa KK

1 Neglasari 9. 337 2,549 17%

2 Mekarsari 5. 512 1,554 10%

3 Karangsari 12. 683 3,405 23%

4 Karanganyar 5. 295 1,486 10%

5 Kedaung Wetan 7. 782 1,986 13%

6 Kedaung Baru 5. 640 1,491 10%

7 Selapajang Jaya 8. 771 2,35 16%

Total Jumlah 55. 020 14,821 100%

Sumber data: Data Kecamatan Neglasari, Tangerang, Banten

Page 69: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

57

2. Gambaran Penderita Penyakit Kusta

Pada tahun 2012 di kota Tangerang provinsi Banten terdapat penderita cacat

kusta tingkat II yang terdaftar dengan tipe MB sebanyak 26 orang dari 1.412.539

penduduk dan penderita baru dengan tipe MB sebanyak 15 orang dari 1.412.539

penduduk, cacat tingkat II sebanyak 13,3%, antara usia 0-<15 tahun. Dikelurahan

Karangsari RW 13 terdapat penderita cacat kusta tingkat II sebanyak 443 orang

yang tersebar di 5 RT. Distribusi dan jumlah penderita cacat kusta menurut RW

13 di wilayah kelurahan Karangsari pada tahun 2013, sedangkan jumlah penderita

cacat kusta paling banyak adalah di RT 05. Berikut tabel 8 mengenai jumlah

penderita cacat kusta di wilayah kelurahan Karangsari RW 13.

TABEL 8

Penderita Cacat Kusta Di RW 13 Kelurahan Karangsari

RT Jumlah penderita cacat kusta

01

02

03

04

05

103 orang

68 orang

55 orang

105 orang

112 orang

Sumber: Website PMKS wilayah RW 13 kelurahan Karangsari

B. Profil Komunitas Nalacity

1. Sejarah Komunitas Nalacity

Nalacity pada mulanya adalah program social entreupreneurship initiative

yang digagas oleh forum para mahasiswa berprestasi (Mapres) Universitas

Page 70: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

58

Indonesia dalam kegiatan Indonesia Leadership Development Program (ILDP) .

Komunitas Nalacity pun lahir dari hasil pengamatan yakni salah seorang pendiri

Nalacity yang tinggal di Tangerang. melihat banyaknya mantan penderita kusta di

sana, atau yang biasa disebut dengan OYPMK (Orang Yang Pernah Menderita

Kusta) bekerja serabutan, dengan menjadi pemulung, tukang sapu jalanan, hingga

pengemis. Fenomena ini dilihat sebagai suatu masalah sosial yang perlu

diatasi.Kemudian lahirlah ide untuk membuat pemberdayaan masyarakat untuk

mereka.Nalacity berkeinginan meningkatkan taraf hidup mereka melalui

peningkatan penghasilan, dan peningkatan rasa percaya diri mereka yang kian

lama kian menghilang seiring dengan semakin negatifnya paradigma OYPMK

yang beredar di masyarakat.

Komunitas Nalacity yang dipimpin oleh Hafiza Elvira berada di bawah

naungan Nalacity Foundation beralamat di desa Karangsari kecamatan Neglasari,

Tanggerang Banten. Komunitas Nalacity didirikan pertama kali oleh 5 orang

pemuda mahasiswa Universitas Indonesia yaitu Yovita Salysa Aulia, Andreas

Senjaya, Arriyadhul Qolbi Nasution, Alfi Syariyani, dan Haviza Elfira. Sejak

tahun 2010 sampai sekarang dan masih tetap menjadi ujung tombak untuk

menjalankan misi sosialnya sebagaimana tujuan awal didirikannya komunitas

Nalacity ini hingga sekarang.

Page 71: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

59

Komunitas Nalacity bergerak dibidang wirausaha sosial yakni pemberdayaan

terhadap ibu-ibu mantan penderita kusta yang tidak mampu, dan bertempat

tinggal di wilayah desa Karangsari yang disebut sebagai kampung kusta.

Pada awal berdirinya tahun 2010, Komunitas Nalacity mencoba memberikan

pelatihan menjahit bagi 20 ibu ibu mantan penderita kusta. Selama 3 bulan

pelatihan, kemudian 20 orang ibu-ibu yang sudah diberdayakan mendapatkan

proyek pertama menjahit untuk produk hijab, yang nantinya akan dijual dan

hasilnya akan diberikan kembali kepada mereka untuk pengembangan usaha

lainnya. Selain itu Nalacity juga memberikan penyuluhan kesehatan, pengobatan,

santunan bagi para mantan penderita kusta di wilayah kampung kusta.

2. Visi dan Misi Komunitas Nalacity

a. Visi

“Meningkatkan kualitas kehidupan komunitas masyarakat marjinal

penyandang disabilitas yang digagas oleh generasi muda serta menciptakan

opini global yang positif”.

b. Misi

1) Connect

Mengkoneksikan lima anasir potensial dalam pembangunan visi besar

Nalacity Foundation, yaitu pemuda, komunitas marginal penyandang

disabilitas, komunitas kreatif, pemerintah dan masyarakat internasional

agar tercipta jaringan yang solid.

Page 72: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

60

2) Collaborative

Mengeksplorasi karya-karya inovatif yang bernilai ekonomi dan budaya

lewat kolaborasi lintas keahlian bahkan lintas bidang untuk diterapkan ke

komunitas marginal penyandang disabilitas di Indonesia.

3) Communicate

Mengkomunikasikan kegiatan secara promotif dan kreatif untuk

menginspirasi publik agar turut berkontribusi.

4) Commerce

Mengaktifkan kegiatan bisnis dari hasil karya komunitas masyarakat

marjinal agar roda ekonomi masyarakat setempat dapat terus bergerak.

5) Culture

Menciptakan opini global melalui penanaman ruh peradaban dalam setiap

aktifitas Nalacity Foundation.

3. Struktur Kepengurusan Nalacity

Struktur organisasi adalah susunan unit-unit kerja yang menunjukkan

hubungan antar unit. Adanya pembagian kerja sekaligus keterpaduan fungsi-

fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut. Adanya wewenang,

pemberian tugas dan laopran. Secara umum struktur organisasi dari suatu

Page 73: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

61

TABEL 9

STRUKTUR KEPENGURUSAN NALACITY FOUNDATION 2010 - Sekarang

pengurusan terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara. Adapun

kepengurusan Nalacity, sebagai berikut:

Sumber: Buku Brand Story of Nalacity

CEO Nalacity

Deputi Nalacity Foundation

Alfi Syariyani

CEO Nalacity

Manager Logistik

Andreas Senjaya

CEO Nalacity

Manager Produksi

Yovita Salysa Aulia

CEO Nalacity

Manager Keuangan

Arriyadhul Qolbi Nasution

CEO Nalacity

Direktur Nalacity Foundation

Hafiza Elvira

Page 74: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

62

4. Gambaran Umum Program Kewirausahaan Sosial Nalacity

Pada awalnya ditahun 2010 program pemberdayaan yang di gagas oleh

Nalacity adalah program peternakan bagi para mantan penderita kusta di

Kampung Kusta Sitanala Tangerang. Namun, melihat kondisi lapangan gagasan

itu di ubah menjadi sebuah program pemberdayaan keterampilan bagi para ibu-

ibu mantan penderita kusta disana.

Sebelumnya Nalacity telah mensurvey beberapa hal terkait kemampuan yang

dimiliki oleh ibu ibu mantan penderita kusta ini, karena sebagian besar

masyarakat kampung kusta disana sudah tidak mempunyai fisik yang sempurna

lagi diakibatkan oleh penyakit kusta yang pernah mereka alami. Setelah

melakukan survey lapangan, ibu ibu disana banyak yang masih memiliki

kemampuan menjahit oleh karena itu Nalacity memberikan program

kewirausahaan sosial memanik/memayet jilbab.

Program kewirausahaan sosial yang dilakukan Nalacity memang terfokus

pada ibu ibu mantan penderita kusta, pemberdayaan ini bertujuan agar para ibu

ibu disana tidak hanya menjadi ibu rumah tangga saja namun dengan skill

(kemampuan) yang dimiliki para ibu ibu disana, diharapkan dapat membantu

pendapatan tambahan suami untuk keluarga mereka.

Dalam prosesnya program kewirausahaan sosial yang digagas oleh Nalacity

pertama kali diberikan kepada 20 orang ibu ibu mantan penderita kusta di

kampung kusta Sitanala Tangerang. Mereka diberi pelatihan selama 3 bulan untuk

Page 75: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

63

memanik jilbab dari tahapan pembuatan pola pada bahan jilbab sampai pada tahap

finishing dan packaging.

Adapun langkah langkah nya dalam proses pembuatan kreasi jilbab

manik sebagai berikut:

1. Siapkan alat dan bahan pilih payet yang akan digunakan dengan warna

yang disesuaikan dengan warna pakaian.

2. Letakkan payet pada piring yang secukupnya

3. Masukkan benang pada lubang jarum payet, pastikan benang menjadi

dua helai dan pada ujung benang dikaitkan agar benang yang sudah

dimasukkan tidak lepas.

4. Tentukan bagian jilbab yang akan dipasang payet

5. Tusukkan jarumyang sudah diberi benang pada jilbab yang akan

dipayet.

6. Masukkan payet dengan cara mengambil payetmenggunakan jarum

pada bagian lubang payet.

7. Diakhiri dengan proses QC atau memotongkan sisa sisa benang

setelah proses memayet.

Program kewirausahaan sosial yang dilakukan Nalacity bagi para

mantan penderita kusta pada awalnya didanai oleh program kampus dalam

kegiatan Indonesia Leadership Development Program (ILDP) Universitas

Indonesia selama 3 bulan. Kemudian setelah 3 bulan berjalan hasil

keuntungan yang didapat dari hasil penjualan di putar kembali dan di

Page 76: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

64

manfaatkan untuk meneruskan program kewirausahaan. Selain itu, Nalacity

juga seringkali mengikuti kompetisi kewirausahaan yang hadiahnya pun

digunakan untuk membantu keberlangsungan program kewirausahaan sosial

Nalacity.

Selain program inti kewirausahaan sosial yang di inisiasi oleh Nalacity

untuk para ibu ibu mantan penderita kusta, Nalacity juga mempunyai program

unggulan lainnya yang diperuntukkan tidak hanya bagi para ibu ibu mantan

penderita kusta saja, tetapi juga bagi para partisipan dan kontributor baik yang

berada di kampung kusta sendiri maupun para member Nalacity. Berikut

program-program Nalacity:

a) Nalacity Club

Nalacity Club adalah satu fokus kegiatan yang bertujuan menciptakan

komunitas Nalacity untuk memberikan kesempatan ruang berbagi

informasi, dan forum unjuk gigi bagi para masyarakat dan anak anak

muda mengenai info terkait penyakit kusta dan penyandang disabilitas

lainnya. Aktivitas programnya antara lain: Mailing List,Forum

Convention, Award& Ceremonies.

b) Nalacity Labs

Nalacity Labs adalah satu fokus kegiatan yang bertujuan menciptakan

kolaborasi karya, inovasi produk dan trend forecasting. Kegiatan ini di

Page 77: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

65

design untuk para masyarakat umum terutama anak muda yang

mempunyai talenta atau bakat dalam bidang kreatifitas seperti design,

fotografer, fashion yang nantinya dapat diaplikasikan dalam produk yang

dikemas Nalacity untuk aksi sosial dan pemberdayaan. Aktivitas

programnya antara lain: competition, design review,tutorial& training.

c) Nalacity Media

Nalacity Media adalah salah satu fokus kegiatan dalam bidang

dokumentasi aktifitas, publisitas dan press release.Kegiatan ini

dimaksudkan untuk memberikan informasi tambahan mengenai kegiatan

kegiatan pemberdayaan maupun aksi sosial lainnya yang dilakukan di

Kampung Kusta Sitanala Tangerang.Kegiatan inipun bertujuan untuk

menciptakan opini global yang positif terhadap para penderita maupun

mantan penderita penyakit kusta. Aktivitas programnya antara lain:

pembuatan majalah, website, dan Newsletter.

d) Nalacity Shop

Nalacity Shop adalah salah satu fokus kegiatan dalam managemen siklus

bisnis yang dilakukan para ibu-ibu mantan penderita kusta di Sitanala.

Managemen siklus bisnis ini merupakan cara Nalacity mempromosikan

dan memperkenalkan model pemberdayaan kewirausahaan sosial serta

hasil produksi dari keterampilan yang di hasilkan oleh para ibu ibu mantan

Page 78: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

66

penderita kusta. Aktivitas programnya antara lain: show & exhibition,

market access, fair trade, outlet and store.

e) Nalacity Life

Nalacity Life adalah salah satu fokus kegiatan dalam bidang

pengembangan budaya, dan pewancanaan isu global positif.Kegiatan ini

dimaksudkan sebagai bentuk apresiasi dari para pendiri dan relawan

Nalacity untuk para penderita dan mantan penderita kusta di Kampung

Kusta Sitanala Tangerang. Aktivitas programnya antara lain: One Village

One Product, Penyuluhan Kesehatan, Parcel Ramadhan, Qurban For

Sitanala, Kampung Pintar, Rumah Semangat, Pemukiman Sehat,

knowledge Management (managemen pengetahuan).

Page 79: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

69

BAB IV

Analisis dan Temuan Data

Analisis tentang Strategi Empiris Rasional Pemberdayaan Perempuan Eks

Penderita Kusta Melalui Usaha Keterampilan Di Kampung Kusta Sitanala

Tangerang, dikaji menggunakan teori strategi empiris rasional yang

dikemukakan oleh Chin dan Benne. Strategi empiris rasional adalah strategi

dengan menggunakan pendekatan pengembangan masyarakat yang dilakukan

berdasarkan fakta-fakta yang ada didalam masyarakat yang dimulai dengan

kajian-kajian yang ada didalam masyarakat. Tujuan strategi empiris-rasional

yaitu adanya perubahan pengetahuan melalui informasi atau dasar pemikiran

intelektual.

Selanjutnya untuk menganalisis teori strategi empiris rasional tersebut,

peneliti juga memakai teori yang dikemukakan oleh Fred R David, dalam

buku Manajemen Strategi Konsep. Bahwa strategi meliputi perumusan

strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi.

A.Perumusan strategi empiris rasional pada perempuan eks penderita kusta

melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di kampung

Sitanala Tanggerang.

Dalam perumusan strategi termasuk didalamnya, adalah pengembangan

tujuan, mengenali peluang dan ancaman eksternal, menetapkan suatu obyektifitas,

menghasilkan strategi alternatif memilih strategi untuk dilaksanakan. Dalam

Page 80: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

70

perumusan strategi juga ditentukan suatu sikap untuk memutuskan, memperluas,

menghindari atau melakukan suatu keputusan dalam suatu proses kegiatan.

1. Tahap Input (masukan)

Pada tahap input, peneliti melihat proses bagaimana komunitas Nalacity

ini meringkas informasi sebagai masukan awal, untuk merumuskan strategi.

menetapkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan tantangan yang

dihadapi organisasi.

Didalam program wirausaha sosial yang di gagas Nalacity ini, mereka

menggunakan pendekatan empiris rasionalyakni dengan tujuan adanya

perubahan pengetahuan melalui informasi atau dasar pemikiran intelektual

para perempuan eks penderita kusta. Pada awalnya Nalacity memulai

perencanaan program kewirausahaan sosial ini dengan mengadakan

penyuluhan kesehatan kepada masyarakat kampung kusta yang di bantu oleh

para aparat RT dan RW setempat. Seperti yang diungkapkan oleh Hafiza

Elvira sebagai berikut:

“Pada awalnya kami dibentuk dalam sebuah program ILDP dari kampus.

Lalu kami memenangkan ide program kewirausahaan sosial. Awalnya kami

hanya berlima dan dibiayai programnya oleh pihak kampus. Kami akhirnya

memilih kampung kusta untuk program kewirausahaan sosial ini karena

beberapa faktor yang mendukung. Kami adakan penyuluhan disana,

pengobatan gratis lalu kami mensurvey kecil kecilan kepada para ibu ibu

disana.”1

1 Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia.

Page 81: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

71

Hal ini juga diungkapkan oleh ibu Lany anggota komunitas Nalacity

sebagai berikut:

“Pada awalnya ada beberapa anak kuliah yang datang kekampung kami

untuk mengadakan kegiatan penyuluhan kesehatan. Kami sangat senang pada

waktu itu, beberapa kali mereka datang untuk mengadakan pengobatan gratis

yang ditemani oleh pak RT dan pak Lurah. Setelah itu mereka menanyakan

kepada kami satu persatu tentang pekerjaan dan keahlian kami. Setelah itu

menawarkan kepada kami program kewirausahaan sosial untuk kegiatan para

ibu ibu disini. Kami dilatih selama satu bulan setelah itu kami dipersiapkan

untuk produksi barang hasil pelatihan kami”.2

Melihat respon masyarakat yang cukup baik dalam kepeduliannya

terhadap masalah kesehatan, Nalacity pun melakukan survey yang bertujuan

untuk melihat fakta sosial dan keadaan yang di alami para mantan penderita

kusta. Pada tahapan identifikasi peluang dan tantangan, dihasilkan bahwa

masyarakat mantan penderita kusta hidup dibawah garis kemiskinan. Seperti

yang di ungkapkan oleh ibu Nur Misna sebagai berikut :

“Di kampung kusta ini hampir 90% semua mantan penderita kusta, selain

itu memang kami disini banyak yang menjadi ibu rumah tangga (IRT), dan

sebagian lagi masyarakat disini bekerja menjadi peminta-minta di kota”.3

Yovita selaku CEO Nalacity juga menambahkan: “Dalam program

kewirausahaan sosial ini, Nalacity memang mengkhususkan pada kaum

perempuan, karena Nalacity melihat ada potensi usaha ekonomi yang dapat

dilakukan oleh para perempuan mantan penderita kusta yang memang `sudah

memiliki keterampilan menjahit namun tidak di kembangkan lagi.” 4

2 Hasil wawancara ibu Lani anggota komunitas Nalacity, 12 April 2015, Kampung Kusta

Sitanala Tangerang. 3 Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung

Kusta Sitanala Tangerang. 4 Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014.

Page 82: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

72

2. TahapPencocokan

Tahap pencocokan, merupakan tahapan yang dilakukan Nalacity untuk

memfokuskan pada menghasilkan strategi alternatif yang layak dengan

mendukung faktor-faktor ekstrenal dan internal.

Setelah tahap penyuluhan dan survey yang dilakukan Nalacity kepada

masyarakat mantan penderita kusta, beberapa kegiatan sosial pun sudah

pernah diberikan kepada masyarakat disana. Dari mulai santunan kaum

dhuafa, pengobatan gratis, dan pengajian bagi kaum ibu-ibu. Selanjutnya,

Nalacity mulai menghadirkan kegiatan baru yang bermanfaat dan dapat

melatih kepercayaan diri serta kemandirian mereka.

Seperti yang diungkapkan oleh ibu Lani anggota komunitas Nalacity

sebagai berikut: “Mereka sering mengadakan kegiatan disini. Ada penyuluhan,

pengobatan gratis,kurban, santunan, buka puasa bersama. Terkadang jika ada

undangan dari luar kami diajak oleh mereka untuk menjadi pembicara”.5

Hal ini juga diungkapkan oleh Alfi CEO Nalacity sebagai

berikut:“kegiatan yang rutin dilakukan setiap dua minggu sekali yakni

pelatihan keterampilan menjahit bagi para ibu ibu mantan penderita kusta,

selain itu kegiatan yang masih dilaksanakan pada perayaan hari hari besar

seperti santunan, qurban, pengobatan dan penyuluhan gratis serta pengajian

ibu ibu”.6

Hafiza pun menambahkan: “Kami tidak mempunyai strategi khusus. Kami

hanya melakukan pendekatan seperti layaknya anak kepada orang tua.

Sehingga komunikasi dan cara kerja kamipun seperti layaknya sebuah

keluarga. Keterampilan menjahit pun dipilih karena keahlian yang dimiliki ibu

ibu adalah menjahit. Selain itu, kebanyakan dari orang orang komunitas kami

dikampus sudah berhijab maka dari itu, saya serta pengurus lainnya

5 Hasil wawancara ibu Lani anggota komunitas Nalacity, 12 April 2015, Kampung Kusta

Sitanala Tangerang. 6 Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Musola Rahmi Hatta Kampung Kusta

Sitanala Tangerang.

Page 83: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

73

bersepakat untuk fokus dalam kreasi jilbab dan busana muslim karena melihat

pasar yang masih terbuka untuk jenis fashion ini”. 7

3. Tahap Pemutusan

Pada tahap pemutusan, peneliti melihat dan meneliti bagaimana Nalacity

menggunakan suatu macam teknik, yang diperoleh dari input sasaran dalam

mengevaluasi strategi alternative yang telah diidentifikasi dalam tahap kedua.

Setelah melakukan survey, akhirnya Nalacity berhasil mengumpulkan 20

orang ibu ibu mantan penderita kusta yang berminat dan memiliki kemampuan

pada bidang menjahit. Proses pembinaan pun mulai dilakukan Nalacity pada

bulan pertama. ibu ibu diberikan pelatihan keterampilan khusus untuk

memayet pada pola yang sudah dibuat oleh para pendamping. Masing masing

dari ibu-ibu diberikan alat dan bahan untuk menjahit dan memayet. Setelah

satu bulan pelatihan dan dirasa sudah menguasai teknik menjahit serta

memayet, tahap selanjutnya yakni tahap produksi. Seperti yang diungkapkan

oleh Alfi CEO Nalacity sebagai berikut:

“setelah kami mengumpulkan 20 orang ibu ibu, kami mulai mengarahkan

program yang akan kami buat untuk para ibu ibu di kampung kusta. Selama

satu bulan mereka di bina oleh para pengurus Nalacity. Setelah satu bulan

masa pelatihan, mereka pun siap untuk tahap produksi”.8

Hal ini juga di ungkapkan oleh ibu Nur Misna selaku anggota komunitas

Nalacity sebagai berikut :

7 Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia.

8 Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, MusolaRahmi Hatta Kampung Kusta

Sitanala Tangerang.

Page 84: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

74

“Pertama kami dikumpulkan di Masjid Rahmi, lalu mereka memberikan

kami pola yang sudah jadi untuk diberi hiasan. Kami diajari oleh mereka satu

bulan setelah itu kami baru bisa produksi”9

Ibu ibu mulai diberikan tanggung jawab untuk memayet jilbab dan busana

yang diberikan oleh para pendamping. Selama dua minggu sekali ibu ibu

harus mengumpulkan jilbab dan busana yang telah dikerjakan kepada para

pendamping. Setelah terkumpul para pendamping pun mengecek hasil

pekerjaan dari ibu-ibu. Jika ada jilbab atau busana yang belum maksimal di

kerjakan, maka pendamping akan membantu untuk tahap finishing. Hasil

pekerjaan para ibu-ibu pun di hargai berkisar antara Rp. 10.000-15.000/ jilbab

dan busana tergantung dari kemaksimalan pekerjaan yang dilakukan.10

B.Impelementasi strategi empiris rasional pada perempuan eks penderita

kusta melalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity di

kampung Sitanala Tanggerang.

Impelementasi sering disebut tahapan tindakan, karena implementasi

berarti memobilisasi manusia yang ada dalam sebuah strategi yang

dirumuskan menjadi tindakan.

1. Mengambil keputusan untuk menetapkan tujuan membuat kebijakan

Pengambilan keputusan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi

individu maupun organisasi. Mengambil keputusan terkadang mudah, tetapi

lebih sering sulit dilakukan. Kemudahan atau kesulitan mengambil keputusan

tergantung pada banyaknya alternatif yang tersedia. Semakin banyak alternatif

yang tersedia, kita akan semakin sulit dalam mengambil keputusan. Keputusan

9 Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung

Kusta Sitanala Tangerang.

10 Catatan observasi peneliti, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

Page 85: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

75

yang diambil memiliki tingkat yang berbeda-beda. Ada keputusan yang tidak

terlalu berpengaruh terhadap organisasi, tetapi ada pula keputusan yang dapat

menentukan kelangsungan hidup organisasi. Oleh karena itu, hendaknya

mengambil keputusan dengan hati hati dan kebijaksanaan. Keputusan adalah

sesuatu pilihan yang diambil diantara satu atau lebih pilihan yang tersedia.

Dalam setiap proses pengambilan keputusan yang dilakukan pengurus,

Nalacity menerapkan sistem yang disebut transparansi dan kekeluargaan,

mereka menganggap para perempuan mantan penderita kusta adalah partner

tim dan anggota keluarga. Setiap pembuatan kebijakan terkait program

Nalacity, para perempuan mantan penderita kusta diajak untuk terlibat dalam

proses tersebut. Jika ada suatu hal yang penting dan harus didiskusikan

bersama, maka para pengurus tak segan-segan untuk mengumpulkan para ibu-

ibu anggota komunitas Nalacity lalu menanyakan pendapat mereka mengenai

hal penting tersebut dan memutuskan bersama. Sehingga selain mereka

merasa dihargai keberadaannya, mereka juga akan terbiasa nantinya untuk

berfikir inisiatif dalam kelangsungan hidup.

Hal ini di ungkapkan oleh Hafiza sebagai berikut:“Proses pengambilan

keputusan yang sering kami terapkan yakni dengan keterbukaan dan

musyawarah. Dimana jika ada program baru kami selalu tanyakan kepada

mereka bagaimana tanggapannya.”11

Seperti yang diungkapkan oleh ibu Lani sebagai berikut :“Dalam proses

pengambilan keputusan biasanya kami disini diajak untuk berkumpul dan

berdiskusi, dimana jika ada program kegiatan Nalacity kami turut serta dalam

11

Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia.

Page 86: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

76

berpendapat, kami disini tidak merasa seperti bekerja tetapi kami disini seperti

keluarga yang saling membantu satu sama lain, sehingga kami tidak bosan”12

Selain itu, hal ini juga diungkapkan oleh Yovita selaku CEO nalacity

sebagai berikut:“Dalam proses pengambilan keputusan, jika memang

kepentingannya di internal pengurus seperti model pemasaran kami hanya

melakukan diskusi kepada seluruh pengurus. Namun, jika terkait dengan

program baru, atau ada hal hal yang ingin disampaikan oleh para anggota

kami bermusyawarah bersama”.13

2. Memotivasi Pegawai (Anggota Komunitas)

Motivasi diartikan sebagai suatu kekuatan sumber daya yang

menggerakkan dan mengendalikan perilaku manusia. Motivasi sebagai upaya

yang dapat memberikan dorongan kepada seseorang untuk mengambil suatu

tindakan yang dikehendaki. Karena perilaku seseorang cenderung berorientasi

pada tujuan dan didorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu.

Berdasarkan catatan observasi peneliti dalam hal motivasi, Nalacity

mempunyai cara yang strategis dalam memberikan semangat serta

kepeduliannya terhadap para anggotanya. Mereka tidak hanya dilatih dan

diberikan penyuluhan, tetapi hal-hal kecil terkait pemberian semangat untuk

berlatih juga diperhatikan oleh para pengurus. Seperti ketika jadwal latihan

berlangsung, para pengurus Nalacity tak segan untuk menghubungi dan

mengingatkan para anggotanya untuk terus berlatih.14

Seperti yang diungkapkan pula oleh ibu Nur Misna sebagai berikut:

“Motivasi yang mereka (para pengurus) berikan lebih kepada saling

mengingatkan satu sama lain. Ketika jadwal latihan tiba kami selalu di sms

12

Hasil wawancara ibu Lani anggota komunitas Nalacity, 12 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

13 Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014.

14 Catatan observasi peneliti, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung Kusta

Sitanala Tangerag.

Page 87: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

77

mereka untuk segera berkumpul dan berlatih. Alhamdulillah ibu ibu disini

masih sangat antusias untuk berlatih”.15

Hal ini juga diungkapkan oleh ibu RT 01 sebagai berikut: “Yang saya lihat

anak anak muda ini memotivasi ibu ibu dengan memberikan pengarahan yang

membuat ibu ibu disini mengerti. Lalu mereka juga tidak segan segan untuk

menjemput ibu ibu jika belum pada berkumpul”16

3. Menciptakan struktur organisasi yang efektif dan mengubah arah tindakan

Menciptakan struktur organisasi yang bekerja efektif akan menjadikan

setiap individu berkontribusi untuk kinerja dan prestasi. Setiap harapan dan

target organisasi dapat dicapai dengan kinerja penuh, bila keberanian dan

disiplin dari setiap individu mampu mengalahkan resiko dan ketidakpastian

yang muncul dari pekerjaan yang mereka lakukan. Setiap individu haruslah

menjadi bagian dari strategi dan solusi organisasi, termasuk menjadi energi

untuk menciptakan struktur organisasi yang bekerja efektif dan produktif.

Jadi, setiap individu harus memiliki etos kerja yang mengerti visi besar

organisasi, sertta memahami aturan main untuk memecahkan setiap

permasalahan besar di dalam organisasi agar dapat melayani struktur

organisasi dengan efektif.

Seperti yang diungkapkan Alfi sebagai berikut : “Pada awal berdirinya

Nalacity tahun 2010, struktur pengurus organisasi Nalacity berjumlah lima

orang. Berjalannya waktu pengurus Nalacity semakin bertambah ketika

dibuka lowongan volunterr (relawan) bagi para anak anak muda yang ingin

mencari pengalaman. Sekitar dua puluh lima pengurus Nalacity yang aktif dan

tersebar di berbagai divisi. Mulai dari divisi lapangan yakni pelatihan, sampai

15

Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

16 Hasil wawancara ibu RT 01, 28 Januari 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

Page 88: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

78

divisi media pemasaran produk yang terlibat dalam program kewirausahaan

sosial.”17

“Seperti pula yang diungkapkan oleh Hafiza sebagai berikut: kalau tingkat

pengurus memang teman teman dekat kami dan para relawan yang ingin

membantu mendampingi. Kalau anggota komunitasnya sendiri yang terlibat

para masyarakat kampung kusta. Selain itu yang ikut terlibat juga dari aparat

pemerintah yang telah membantu perizinan kami”.18

Anggota komunitas Nalacity yang menjadi target pemberdayaan pun

khusus dipilih yang memang pernah menderita penyakit kusta, karena selain

membantu peningkatan ekonomi para mantan penderita kusta, program ini

dikhususkan bagi mantan kusta karena melihat stigma negatif yang diberikan

masyarakat kepada mereka sehingga mereka tidak mempunyai kesempatan

kerja pada ruang publik dan membantu merubah pola kerja masyarakat disana

yang sebagian besar menjadi pengemis di kota.19

“Seperti yang diungkapkan oleh Alfi sebagai berikut: karena program

kewirausahaan sosial ini memang diperuntukkan oleh ibu ibu mantan

penderita kusta yang bermukim di kampung kusta Sitanala Tangerang”.20

Berdasarkan catatan observasi jumlah anggota yang bergabung di

komunitas Nalacity sampai saat ini ada dua puluh orang ibu ibu yang terbagi

kedalam beberapa RT di kampung kusta. Jumlah awal anggota ini memang

dibatasi. Karena selain sumber pendanaan yang masih kurang, pengurus

Nalacity juga berkeinginan agar kedepannya dari dua puluh orang ibu ibu

yang sudah mahir dan dapat mandiri ini, nantinya mereka sendiri yang

menginisiasi dan mengembangkan program kewirausahaan sosial ini bagi para

17

Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

18 Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia.

19 Catatan observasi peneliti, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

20 Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung

Kusta Sitanala Tangerang.

Page 89: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

79

perempuan mantan penderita kusta lainnya. Sehingga Nalacity berharap nilai

nilai pemberdayaan pada program kewirausahaan sosial ini dapat diterapkan

pada kehidupan mereka nantinya.21

Untuk itu, solid dan kompak merupakan kebutuhan dalam meningkatkan

kecepatan organisasi. Setiap individu bukan saja menjadi bagian dari visi

organisasi, tetapi juga harus menjadi energi yang membuat kemajuan atas

cetak organisasi. Jadi, setiap individu di dalam struktur organisasi wajib

membangun tim yang berkinerja tinggi untuk memenuhi tugas dan tanggung

jawab, kemampuan untuk menjadi bagian dari struktur organisasi yang

dinamis, serta kemampuan untuk menjadi bagian yang aktif dalam setiap

eksekusi organisasi, akan menjadikan setiap individu sebagai bagian dari

mesin organisasi yang unggul.

4. Menyiapkan Anggaran

Suatu anggaran memuat tentang hasil hasil yang diinginkan oleh suatu

organisasi atau bagian organisasi, dalam jangka waktu tertentu. Anggaran

perlu disusun secara cermat agar dapat digunakan sebagai dasar pembanding

bagi realisasi anggaran. peran anggaran selain sebagai alat perencanaan dan

kordinasi, juga sebagai alat pengendalian untuk menilai prestasi dari setiap

anggotanya dan pusat pertanggungjawaban.

21

Catatan observasi peneliti, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

Page 90: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

80

Pada program kewirausahaan sosial Nalacity, dana awal didapat dari

modal yang dibiayai kampus yakni sebesar Rp. 7,5 juta selama tiga bulan.

Selain itu dana operasional program di peroleh ketika Nalacity kerap kali

mendapatkan penghargaan dari ajang kompetisi kewirausahaan sosial salah

satunya menjadi pemenang best of young social entreupreneur pada acara

Kick Andy Show. Berkat keberhasilan program kewirausahaan sosial nya,

Nalacity pun mempunyai donatur tetap khususnya untuk program aksi sosial

yang sesekali diadakan oleh Nalacity. Hasil keuntungan produksi dari program

kewirausahaan sosial inipun di putar kembali untuk penghasilan ibu-ibu dan

operasional program Nalacity lainnya.22

Hal ini pula diungkapkan oleh Yovita sebagai berikut: “Sumber dana awal

kami dapat dari pembiayaan kampus. Selanjutnya kami gunakan hasil

keuntungannya untuk operasional kegiatan. Selain itu, untuk menutupi

kekurangan kami sering mengajukan atau mengikuti kompetisi terkait

kewirausahaan. Alhamdulillah kami seringkali menang. Kalau event besar

kami manfaatkan jaringan yang kami punya untuk bekerjasama.”23

Selain itu, diungkapkan juga oleh Hafiza sebagai berikut: “Memang pada

perjalanannya kami mengalami kendala pada pendanaan karena dana yang

kami butuhkan tidak sebanding dengan yang didapat pada awal pendekatan

kepada masyarakat kami mengeluarkan dana sebesar tiga juta rupiah untuk

program penyuluhan dan pengobatan gratis, untuk mengantisipasi kekurangan

kami sering melakukan kerjasama dengan dompet dhuafa dan ACT untuk

pengadaan obat. Selain itu pada program keterampilan menjahit kami

mengeluarkan permodalan awal kurang lebih empat juta rupiah untuk

pengadaan alat alat dan bahan, serta kami juga harus mencari tambahan

lainnya untuk pemasaran, packaging dan perawatan website yang jika ditotal

jauh melebihi dari modal yang diberikan kampus kepada kami. Maka sedikit

demi sedikit kami menutupi hal demikian dengan mengikuti bazar dan

pameran untuk perkenalan produk Nalacity”.24

22

Catatan observasi peneliti, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

23 Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014.

24 Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia.

Page 91: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

81

5. MengembangkandanMemanfaatkanSistemInformasi

Pengembangan sistem informasi sering disebut sebagai proses

pengembangan sistem (system development). Pengembangan sistem informasi

didefinisikan sebagai aktivitas untuk menghasilkan sistem informasi berbasis

komputer untuk menyelesaikan persoalan organisasi atau memanfaatkan

kesempatan yang muncul.

Dalam pengembangan pasar produk jilbab yang dihasilkan oleh ibu ibu

mantan penderita kusta, Nalacity juga memanfaatkan sistem informasi seperti

media online dan pameran untuk promosi dan pemasaran. Nalacity memang

memfokuskan dalam media promosi dan kampanye program pada dunia maya

seperti pembuatan website, akun media sosial, sampai komunitas Nalacity

yang terdiri dari anak anak muda yang terjaring dalam dunia maya. Nalacity

menyadari bahwa media online membantu mereka mengenalkan lebih luas

lagi produk Nalacity. Selain itu, Nalacity juga mempunyai outlet outlet kecil

di kota Tangerang untuk menyediakan dan pemasaran produk.

Seperti yang diungkapkan oleh Hafiza salah satu pengurus Nalacity

sebagai berikut :“Pemasarannya kami melalui online dan pameran. Memang

saat ini belum bisa sempurna karena proses pengerjaannya tidak bisa cepat.

Pelatihannya juga tidak mudah, karena mereka kan jarinya sudah tidak

sempurna. Saat ini sebanyak 20 orang yang bertahan, sebelumnya sempat ada

yang keluar”.25

Hal ini juga diungkapkan oleh Alfi sebagai berikut: “Nalacity yang terdiri

dari anak anak muda dalam pengembangan sistem informasi media, kami

memang memiliki divisi khusus yang menangani perawatan website dan akun

media online Nalacity. Dalam pemanfaatannya produk Nalacity terbantu

sekali. Karena dengan hasil karya yang memang sudah umum dipasaran,

25

Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia.

Page 92: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

82

namun karena kami mempunyai sistem media marketing yang mumpuni

menjadikan produk kami berbeda dengan produk lainnya. Salah satu nilai

tambahnya yakni jilbab yang dihasilkan adalah karya tangan tangan dari para

mantan penderita kusta.”26

Yovita pun menambahkan bahwa : Dengan kemampuan yang kami miliki

masing masing sebagai pengurus, kami memang mempunyai ahli dalam

bidang IT, simplenya cara kami memanfaatkan teknologi sebagai media

promosi yakni kami mengikuti tren zaman. Jika sekarang banyak anak anak

muda yang memakai media sosial untuk pemasaran kami pun sama, namun

yang membedakan kami sudah mempunya website sendiri sehingga

masyarakat percaya kepada produk kami karena para pelanggan dapat

memverifikasinya di website kami selain itu, kami mempunyai outlet untuk

mempermudah penjualan.27

Pada saat ini Nalacity sudah lima tahun berjalan, masyarakat kampung

kusta pun kurang lebihnya sudah mengetahui program kewirausahaan sosial

ini dan dapat menerima para pengurus sebagai bagian dari anggota keluarga

mereka. Nalacity berharap jika suatu saat nanti Nalacity dan aparat pemerintah

setempat dapat bekerjasama untuk membuat program pemberdayaan berbasis

usaha ekonomi yang tidak hanya dirasakan oleh para ibu ibu mantan penderita

kusta namun juga seluruh lapisan masyarakat yang berada di kampung kusta.

A. Evaluasi strategi empiris rasional pada perempuan eks penderita

kustamelalui program kewirausahaan sosial oleh komunitas Nalacity

di kampung sitanala Tanggerang.

Evaluasi program merupakan suatu proses menyediakan informasi yang

dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan tujuan yang hendak

dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk membantu Membuat

keputusan, membantu pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman

26

Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, MusolaRahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang

27 Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014.

Page 93: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

83

terhadap fenomena. Dalam tahapannya, seperti yang dikemukakan oleh Fred

R David evaluasi strategi mempunyai tiga macam aktivitas mendasar. Yakni

yang terdiri dari mengidentfikasi faktor faktor eksternal (berupa peluang dan

ancaman) dan faktor internal (kekuatan dan kelemahan), Mengukur prestasi

(membandingkan hasil yang diharapkan dengan kenyataan, mengevaluasi

prestasi individual dan menyimak kemajuan), dan Tindakan kreatif untuk

memastikan bahwa prestasi diluar rencana.

1. Mengidentifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor

faktor eksternal (berupa peluang dan ancaman)

Menjalankan sebuah organisasi dengan sebuah tujuan, maka tidak dapat

dilepaskan dari memikirkan strategi-strategi untuk memajukan sebuah

organisasi. Strategi dalam pencapaian tujuan organisasi dapat dirumuskan

sebelumnya dengan melakukan suatu analisis terhadap keseluruhan indikasi

dalam organisasi tersebut. Selain itu, kegiatan analisis organisasi juga dapat

digunakan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan suatu masalah.

Dalam tahap ini, Nalacity setidaknya melakukan pekerjaan analisis

terhadap lingkungan internal maupun eksternal dan kemudian

merumuskannya ke dalam keputusan keputusan strategis. Adapun proses

analisis yang dilakukan Nalacity meliputi identifikasi lingkungan didalam

berupa faktor internal yakni kekuatan (Strength), kelemahan (Weaknesses).

Dan identifikasi lingkungan luar berupa faktor eksternal yakni peluang

Page 94: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

84

(Opportunities) dan ancaman (Threats) yang dilakukan dengan analisis

SWOT.

Strength (kekuatan), yakni memperhitungkan kekuatan yang dimiliki

yang biasanya menyangkut manusia, dana, dan beberapa hal yang dimiliki.

Dalam menentukan strategi, Nalacity menerapkan komunikasi yang intensif

terhadap para anggotanya yang ditunjang oleh kekuatan. Diantaranya :

a. Pendamping/Pengajar

Banyaknya para pendamping pelatihan yang dimiliki Nalacity baik

dari dalam pengurus maupun tenaga volunteer. Saat ini ada sekitar 10

orang pengurus Nalacity dan 15 orang tenaga pendamping. Sehingga

Nalacity tidak lagi mencari pendamping tambahan dalam program

kewirausahaan sosial ini.

Seperti yang diungkapkan oleh Alfi sebagai berikut:“ Di Nalacity

sendiri, awal mula kami hanya terdiri dari 5 orang yang terbentuk dari

program Mapres. Kemudian setelah satu tahun berjalan kami membuka

pendaftaran volunteer guna untuk meregenerasi para pengurus Nalacity.

Alhamdulillah sekarang Nalacity sudah mempunyai 10 orang pengurus

dan 15 tenaga pendamping dengan jumlah peserta keterampilan 20 ibu ibu

ini membuat strategi pendampingan tidak keteteran karena setiap

minggunya kami mempuyai jadwal bagi para pendampingnya”.28

Hafiza pun mengungkapkan sebagai berikut: “untuk peserta sendiri

sampai saat ini ada 20 orang ibu ibu yang kami berdayakan, lalu 10 orang

pengurus atau tim inti dan 15 orang tenaga pendamping yang kami rekrut

dari adik adik kelas yang ingin berpartisipasi”29

.

Selain itu, Yovita juga mengungkapkan: “sampai saat ini total kami

mempunyai 25 pengurus yang dibagi kedalam 10 orang pengurus inti

28

Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, MusolaRahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang

29 Hasil wawancara Hafiza CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Kampus UI.

Page 95: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

85

Nalacity dan 15 orang pendamping. Hal ini guna untuk mengatur jadwal

keterampilan di kampung kusta. Karena umumnya dari pengurus masih

menjadi mahasiswa maka kami harus mengatur jadwal pelatihan dengan

cara merekrut pendamping di tingkat adik kampus kami”30

b. Aparat pemerintah yang mendukung

Pada program kewirausahaan sosial komunitas Nalacity ini didukung

oleh beberapa aparat pemerintah. Seperti kelurahan karangsari, Rt 13 dan

Rw setempat.

Seperti yang diungkapkan oleh Hafiza sebagai berikut : “alhamdulillah

program kewirausahaan sosial Nalacity ini didukung penuh oleh aparat

pemerintah setempat kelurahan, pak RT dan RW. Karena pada pendekatan

sebelumnya kami memang sudah meminta izin untuk memberikan

program penyuluhan dan pengobatan gratis kepada warga disana. Selesai

pendekatan kami pun membuat program kewirausahaan sosial sehingga

kami tak perlu lagi mengurus perizinan”. 31

oleh ibu Lani sebagai berikut:”Faktor pedukungnya alhamdulillah

disini kami merespon kegiatan ini dengan baik.

Lalupihakaparatdisinijugasudahsemuatahu.BahwaNalacitymengadakan

program pemberdayaan di kampungkusta”.32

Hal ini juga diungkapkan oleh Yovita sebagai berikut:“Faktor

pendukung sendiri, alhamdulillah kami didukung oleh aparat pemerintah

disini sehingga kami dengan mudah membantu menyalurkan kemampuan

ibu ibu”.33

c. AnggotakomunitasNalacity (paraperempuanmantanpenderitakusta)

Para anggota yang berada dalam lingkungan komunitas Nalacity

diwajibkan untuk mengikuti pelatihan yang dilaksanakan dua minggu

30

Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014. 31

Hasil wawancara Hafiza CEO Nalacity, 15 Februari 2015, kampus UI. 32

Hasil wawancara ibu Lani anggota komunitas Nalacity, 12 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

33 Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014, Melalui email.

Page 96: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

86

sekali. Karena motivasi yang tinggi dari para anggotanya untuk menguasai

teknik menjahit dan memayet, sehingga antusias para anggotanya pun

dalam mengikuti pelatihan sangatlah besar.

Hal ini juga diungkapkan oelh ibu Nur Misna mengungkapkan sebagai

berikut: “Kalau pendukung, memang dari segi acara, banyak sekali yang

membantu kegiatan Nalacity. Karena mereka ini dahulu pertama kali

datang masih sebagai mahasiswa dan sering mengikuti lomba”34

Weakness (kelemahan), yakni memperhitungkan kelemahan-

kelemahan yang dimiliki, dan menyangkut aspek aspek yang dimiliki

sebagai kekuatan. Dalam menerapkan program pelatihan kewirausahaan

sosial terhadap para anggotanya, Nalacity dihadapkan pada :

a. Pendanaan

Masih minimnya pendanaan yang dimiliki Nalacity sampai saat ini,

membuat mereka (para pengurus) seringkali mengikuti kompetisi dengan

tujuan tidak hanya mencari permodalan namun juga memperkenalkan

produk program kewirausahaan sosial yang diikuti oleh para perempuan

mantan penderita kusta.

Seperti yang dingkapkan Alfi sebagai berikut: “Pada tahun 2010

awalnya kami berlima terbentuk dari program mahasiswa berprestasi di

Universitas Indonesia. Kami diberikan modal sebesar 7,5 juta untuk tiga

bulan masa pelatihan. kemudian, modal itu digunakan untuk melakukan

pendekatan yakni mengadakan penyuluhan kesehatan, survey keluarga,

dan membeli alat alat kebutuhan program kewirausahaan sosial Nalacity.

Selain modal yang diberikandaripihakkampuskami juga

pernahmengikutiajangkompetisikewirausahaansosial yang diadakan Bank

Mandiri, Kick Andy danFatigonChalengedalam program

pemberdayaanibuibumantanpenderitakustadanmasukmenjadipemenangsert

34

Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

Page 97: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

87

amemperolehpenghargaandari Kick Andy

danFatigonChalengesebagaipemenangbest of young social entreupreneur.

Hasildarikompetisikamigunakanuntuksafety operasionalNalacity.Selainitu,

kami jugamengikuti bazar

danpameranuntukajangpromosidanpenjualanprodukNalacity.”35

Hafiza pun menambahkan:“Memang pada perjalanannya kami

mengalami kendala pada pendanaan karena dana yang kami butuhkan

tidak sebanding dengan yang didapat pada awal pendekatan kepada

masyarakat kami mengeluarkan dana sebesar tiga juta rupiah untuk

program penyuluhan dan pengobatan gratis, untuk mengantisipasi

kekurangan kami sering melakukan kerjasama dengan dompet dhuafa dan

ACT untuk pengadaan obat. Selain itu pada program keterampilan

menjahit kami mengeluarkan permodalan awal kurang lebih empat juta

rupiah untuk pengadaan alat alat dan bahan, serta kami juga harus mencari

tambahan lainnya untuk pemasaran, packaging dan perawatan website

yang jika ditotal jauh melebihi dari modal yang diberikan kampus kepada

kami. Maka sedikit demi sedikit kami menutupi hal demikian dengan

mengikuti bazar dan pameran untuk perkenalan produk Nalacity”.36

b. Faktor internal anggota

Ketika pelatihan berlangsung, seringkali ada beberapa anggota

komunitas Nalacity yang absen. Itu dikarenakan beberapa sebab

diantaranya seperti anggota keluarganya (suami atau anak) yang

sebagian masih menderita penyakit kusta ataupun sakit lainnya

sehingga butuh perhatian lebih dan perawatan khusus dari para

anggotanya yakni ibu ibu.

Seperti yang diungkapkan oleh Yovita sebagai berikut: “kalau

faktor penghambatnya lebih kepada internal maupun eksternal. Internal

terdapat dari kami para pengurus yang memang sekarang hanya bisa

memberi pelatihan dua minggu sekali. Lalu terkadang di pihak para

anggotanya seperti mereka masih harus mengurus rumah tangga dan

terkadang anak yang sakit sehingga mereka sudah kecapaian dan absen

untuk ikut pelatihan”.37

35

Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Musola Rahmi Hatta kampung kusta 36

Hasil wawancara Hafiza CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia 37

Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014.

Page 98: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

88

Selain itu ibu Nur Misna juga mengungkapkan sebagai berikut:

“Kalau penghambat, mungkin lebih kapada kami para ibu ibunya.

Terkadang anak kami sakit kami tidak bisa latihan, lalu disini juga

masih ada yang bekerja sebagai pengemis sehingga tidak bisa

membagi waktu”.38

c. Disiplin

Kurangnya disiplin untuk membiasakan berkumpul dan berlatih

bersama, dikarenakan sebagian para anggota komunitas Nalacity masih

menggeluti pekerjaan sebelumnya. Yakni sebagai pengemis dikota.

Sehingga jika tidak di monitoring secara intens oleh para pengurus,

maka mereka akan merasa nyaman dan kembali sepenuhnya menjadi

pengemis.

Seperti yang diungkapkan oleh Hafiza sebagai berikut: Faktor

penghambat seperti mereka ibu ibu yang masih mengurusi urusan

rumah tangganya terkadang mereka harus selalu diingatkan jika

latihan. Lalu pada awal awal merintis mereka sering kurang percaya

diri karena masih memikirkan stigma negatif dari masyarakat sehingga

mereka takut tidak laku dengan produk mereka”.39

Selain itu Alfi juga mengungkapkan sebagai berikut: “Dan faktor

penghambat salah satunya yakni manajemen waktu yang belum

maksimal (belum disiplin) dari para anggota komunitas Nalacity.”40

Opportunity (peluang), seberapa besar peluang yang mungkin

tersedia diluar, sehingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat

tercapai. Peluang atau kesempatan yang dapat diraih oleh Nalacity

38

Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

39 Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia.

40 Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, MusolaRahmi Hatta Kampung Kusta

Sitanala Tangerang

Page 99: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

89

dalam melaksanakan kegiatan pelatihan kewirausahaan sosial

didukung dengan :

a. Kebutuhan masyarakat khususnya para perempuan di kampung

kusta terhadap pekerjaan yang layak, menjadikan mereka tertarik

mengikuti program pelatihan kewirausahaan sosial.

Sehinggamerekamembutuhkan/memerlukanpendampinguntukmew

ujudkankeinginanmerekaterhadappekerjaan.

Seperti yang diungkapkan oleh ibu Nur Misna sebagai berikut:

“Saya masuk dalam anggota Nalacity baru pada tahun 2012 setelah

saya pindah ke kampung Sitanala ini. Awalnya ada 20 orang ibu ibu

yang sudah masuk menjadi anggota. Namun, ada beberapa yang keluar

karena alasan tertentu. Saya pun diajak oleh ibu RT untuk ikut dalam

kegiatan Nalacity sembari mengisi kekosongan waktu di rumah. Saya

pun masuk dan ikut kegiatan kewirausahaan sosial ini”41

Threats (ancaman), yakni memperhitungkan kemungkinan adanya

ancaman dari dalam maupun dari luar. Nalacity dalam menjalankan

program pelatihan kewirausahaan sosial ini, ada beberapa sumber

ancaman yang dapat menurunkan mental dan rasa percaya diri mereka

sebagai mantan penderita kusta.

a. Masihadanyakekhawatirantakuttertulardarimasyarakatlainnya yang

berada di luarkampungkusta.

Sehinggaseringkalimerekamerasakanpenurunanpercayadiridalamke

41

Catatan observasi peneliti, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

Page 100: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

90

giatankewirausahaansosial yang

dapatmembantukebutuhanmerekasehari-hari.42

b. Di wilayah kampung kusta mereka tinggal diatas lahan pemerintah

kota, yang nantinya sewaktu waktu kampung tersebut akan diambil

alih oleh pemerintah. Sehingga mereka takut kegiatan komunitas

Nalacity akan terhambat.43

c. Masih banyaknya masyarakat disana yang bekerja sebagai

pengemis dan hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari

hari. Sehingga menjadikan sebagian para anggota komunitas

Nalacity tergiur untuk mengemis.44

1. Mengukurprestasi (membandingkanhasil yang

diharapkandengankenyataan, mengevaluasiprestasi individual

danmenyimakkemajuan)

Penilaian prestasi kerja merupakan salah satu proses yang

dilakukan instansi ataupun organisasi dalam mengevaluasi kemampuan

kinerja para anggota. Penilaian ini dimaksudkan untuk melihat sejauh

mana perkembangan kualitas para anggota, hasil penilaian prestasi para

anggota dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dari pekerjaan yang

dinilai. Selain itu penilaian prestasi juga dapat memberikan pembandingan

hasil yang diharapkan dengan kenyataan sehingga para pengurus dapat

menyimak kemajuan para anggotanya.

42

Catatan observasi peneliti, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 43

Catatan observasi peneliti, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang. 44

Catatan observasi peneliti, 12 April 2015, Mushola Rahmi Hatta Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

Page 101: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

91

Dalam program kewirausahaan sosial yang sudah berjalan lima

tahun ini, dampak perubahan yang terjadi pada anggota komunitas

Nalacity di lihat memang belum maksimal sepenuhnya. Ini dikarenakan

ada beberapa faktor yang sudah peneliti tuliskan pada bagian analisis

faktor eskternal maupun internal. Pada bahasan kali ini peneliti akan

membahas beberapa capaian yang telah dirasakan oleh para anggotanya,

yakni sebagai berikut :

a. Segi internal

Setelah mengikuti program pelatihan kewirausahaan sosial, para

anggota komunitas Nalacity merasakan semangat dan percaya diri kembali

dalam menjalani kehidupan. Mereka tidak lagi merasa “nganggur” (tidak

memiliki pekerjaan) karena setiap harinya mereka mengisi kekosongan

waktu dengan mengerjakan kegiatan memayet. Selain itu pelatihan

kewirausahaan sosial ini juga menjadi ajang untuk berkumpul dan

bersilaturahmi antar warga yang berbeda wilayah.

Seperti yang diungkapkanolehibuNurMisnasebagaiberikut:

“Semenjakmengikuti program ini, memang kami sudahlebihsemangat.

Karenasebelummerekadatangkesini.Kami

hanyaiburumahtanggabiasa.Yang tidakmemilikipekerjaansampingan.Kami

pernahmencobauntukbekerjadipabrikataumenjadipembantu.Tapiseringkali

ditolakkarenatakuttertular.Padahal kami

sudahtidakmenularlagi.Hanyafisiknyasaja yang sudahkurangsempurna”.45

Selain itu hal ini juga diungkapkan oleh ibu Erna: “Perubahan sejauh

ini, kami para ibu ibu mempunyai kegiatan untuk mengisi waktu, karena

rata rata disini ibu rumah tangga. Kami juga jadi tahu mengenai masalah

45

Hasil wawancara ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

Page 102: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

92

kesehatan. Karena setiap sebulan sekali mereka suka mengadakan

penyuluhan”.46

Hafiza pun mengungkapkan sebagai berikut: “Sekarang ibu ibu yang

kami lihat sudah muncul rasa percaya dirinya kembali.

Bahkandarimerekaada yang inginmembukajasajahitsendiri.Yang

terpentingdari kami

saatiniadalahsupayaibuibutidaklagimerasamerendahkandirinyalagiakibatke

terbatasannnya.Merekajugamampudansamaseperti orang padaumumnya.

Dan yang lebihpentingmerekamempunyaikreasisendiri yang

dapatmerekajual”.47

Yovita mengungkapkan pula sebagai berikut: “Dampak yang

sayarasakansebagaipengurus, sekarangparaibuibusudahbanyakberubah.

Dahulu yang

masihtakuttakutuntukberinteraksidanmengeluarkanpendapat.Sekarangsuda

hmulaiterampildanmalahansudahmenjadinarasumber.Yang

sayalihatsekarangibuibusemakintumbuhraapercayadirinya.”48

b. Segi Eksternal

Dalam kegiatan pelatihan kewirausahaan sosial ini, para anggota

komunitas Nalacity tidak hanya diberikan pelatihan dan pendidikan saja.

Seringkali mereka juga di undang oleh beberapa media cetak maupun

media televisi untuk berbagi pengalaman dan inspirasi tentang kegiatan

yang mereka lakukan sebagai mantan penderita kusta. Sehingga dengan

adanya media ini, para anggota komunitas Nalacity dan penduduk

kampung kusta pun merasakan dampak yang baik. Yakni mulai adanya

penerimaan dari masyarakat luar sehingga produk mereka pun diminati di

pasaran.

46

Hasil wawancara ibu Erna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

47 Hasil wawancara Hafiza Elvira CEO Nalacity, 15 Februari 2015, Universitas Indonesia.

48 Hasil wawancara Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014.

Page 103: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

93

Seperti yang diungkapkan oleh ibu Lani sebagai berikut:

“Perubahannya alhamdulillah yang saya rasakan saat ini. Saya sudah lebih

percaya diri. Demi anak anak saya, saya ikut berlatih di program ini dan

bangkit. Karena saya tidak mau anak anak saya khususnya mengalami hal

yang sama seperti orang tuanya. Selain itu kami juga pernah di undang

oleh beberapa media televisi sebagai narasumber dari program

kewirausahaan yang diikuti oleh para mantan penderita kusta. Dengan

kegiatan seperti ini kami merasa lebih baik lagi. Karena kami bisa

membuktikan walaupun fisik kami sudah tidak lagi sempurna namun kami

masih mampu untuk bekerja”.49

Hal ini juga diungkapkan oleh Alfi sebagai berikut: ”sejauh ini yang

saya lihat ada perkembangan yang mulai berubah kearah yang lebih dari

para ibu ibu anggota komunitas Nalacity.

Sepertimerekalebihkritisketikamerekatidakfahamataspengarahan yang

diberikanpendamping,

makamerekatidakseganlagiuntukbertanya.Selainituparaibuibudisanajugasu

dahterbangun rasa percayadirinyasebagaimasyarakat non

diskriminasi.Apalagiketikamerekadiundangdalambeberapaacaratelevisi.M

erekasemakinnyamandengankeadaandirinyasekarang”.50

Selain beberapa capaian yang telah peneliti tuliskan diatas, peneliti

juga akan membahas mengenai capaian yang tidak tercapai ketika

penelitian dilapangan.

a. Dari kegiatan pelatihan kewirausahaan sosial yang di tujukan kepada para

perempuan mantan penderita kusta, peneliti menemukan hasil dari temuan

lapangan bahwa para perempuan mantan penderita kusta yang sudah

menjadi anggota komunitas Nalacity mendapati sebagian dari mereka

masih bekerja sebagai pengemis di kota.

Seperti yang diungkapkan oleh ibu Erna sebagai berikut : “pada

awalnya para pengurus Nalacity menghimbau kepada kami agar kegiatan

kewirausahaan sosial ini nantinya dapat menjadi pekerjaan sampingan

untuk membantu peningkatan ekonomi keluarga dan merubah pola tingkah

49

Hasil wawancara dengan ibu Lani anggota komunitas Nalacity, 12 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

50 Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Musola Rahmi Hatta Kampung Kusta

Sitanala Tangerang

Page 104: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

94

masyarakat untuk tidak lagi menjadi pengemis. Namun,

kenyataannyaselama 5 tahunberjalan, banyakdiantaraanggotanya yang

masihmenekunipekerjaanmenjadipengemis”.51

b. MenurutbeberapaanggotakomunitasNalacity,

merekamengungkapkanbahwakegiatanpelatihankewirausahaansosialinikur

angmembantudalamperekonomianmereka. Karenaadabeberapafaktor.

Diantaranyajadwalpelatihanduaminggusekali yang

diterapkanNalacitykurangberdampakpadapemenuhankebutuhananggotany

a. Karenaselainpendapatan yang kurangsignifikanmereka pun

harusmenungguhasil (upah) selamaduaminggusekali.

Padahalkebutuhanrumahtanggamerekaharussetiapharidipenuhi.

Seperti yang diungkapkan oleh ibu Nur Misna sebagai berikut :“

Kegiatan pelatihan kewirausahaan sosial ini sebenarnya maksud dan

tujuannya baik, dan sampai sekarang pun anggota komunitas Nalacity

masih setia. Namun, kalau boleh saya katakan bahwa kegiatan

kewirausahaan sosial ini, kurang banyak membantu anggotanya, karena

upah yang diterima harus ditunggu sampai dua minggu. Dan

selamaduaminggukamipunhanyasanggupmengerjakanduabarangsajayaknij

ilbabdanbusanakarenaketerbatasanfisik kami.Alhasilupah yang diterima

pun hanyasanggupmemenuhipadahariitusaja.”52

2. Tindakankreatifuntukmemastikanbahwaprestasidiluarrencana

Dalam mengambil tindakan kreatif tidak harus berarti bahwa strategi

yang sudah ada akan ditinggalkan, bahkan strategi baru harus dirumuskan.

Fred R David mengatakan dalam bukunya Manajemen Strategi Konsep bahwa

“Tindakan kreatif diperlukan jika tindakan atau hasil tidak sesuai dengan yang

51

Hasil wawancara dengan ibu Erna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

52 Hasil wawancara dengan ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015,

Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

Page 105: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

95

dibayangkan atau pencapaian yang direncanakan maka disitulah tindakan

kreatif dilakukan”. Segala kegiatan kreatif harus konsisten secara internal dan

bertanggung jawab secara sosial. Evaluasi diperlukan karena keberhasilan hari

ini bukan merupakan jaminan keberhasilan dimasa depan.

Program kewirausahaan sosial Nalacity merupakan strategi yang

diberikan kepada para perempuan mantan penderita kusta. Strategi yang

berbasis ekonomi ini, ditujukan agar para mantan penderita kusta mempunyai

daya juang dan semangat dalam kehidupannya. Sehingga mereka dapat

membuka lapangan kerja sendiri yang layak.

Selain kegiatan kewirausahaan sosial, strategi kreatif lain yang akan di

rancang oleh Nalacity salah satunya adalah membuka sekolah pendidikan

anak usia dini (PAUD) secara gratis bagi anak anak yang tinggal di kampung

kusta. Kegiatan ini ditujukan agar para masyarakat mantan penderita kusta

lainnya dapat termotivasi dan terbangun kesadaran diri bahwa pendidikan

sejak dini itu sangat penting bagi generasi keluarganya nanti. Sehingga para

orang tua dapat menafkahi keluarganya dengan pekerjaan yang layak dan

halal.

Seperti yang diungkapkan oleh kakak yovita selaku CEO Nalacity sebagai

berikut :“pada saat ini ibu ibu yang sudah terampil berjumlah 20 orang,

harapannya nanti dari 20 orang ibu ibu ini, mereka bisa menularkan semangat

dan ilmunya kepada ibu ibu yang lain sehingga nilai dari keberdayaannya

tersalurkan. Kedepannya kami juga ingin mendirikan sekolah PAUD kecil

kecilan gratis untuk para anak anak disini, dengan pendidikan berharap

orangtuanya termotivasi supaya anak anaknya nanti dapat mengubah

kehidupan keluarganya lebih baik lagi. Dan untuk orangtuanya supaya mereka

Page 106: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

96

dapat bekerja keras lagi untuk menafkahi keluarganya dengan pekerjaan yang

layak dan halal”.53

Selain itu hal ini juga diungkapkan oleh ibu Nur Misna sebagai berikut:

“Yang sudah terampil saat ini memang masih 20 ibu ibu. Kata pengurus

memang belum bisa ditambah lagi. Karena keinginan para pengurus setelah 20

ibu ibu sudah lebih mandiri. Disitulah kami harus melatih ibu ibu yang lain

disini. Supaya produksinya dapat lebih banyak lagi dan ibu ibu disini

mempunyai kegiatan sampingan walaupun dirumah”.54

Hal ini pula diungkapkan oleh kak Alfi sebagai berikut: ”langkah

selanjutnya pastinya kami masih tetap fokus dalam pengembangan kapasitas

ibu ibu melalui usaha menjahit ini. Kami tim pengurus pun berusaha agar

sepeninggalan dari program Nalacity, ibu ibu dapat berdikari dan menularkan

ilmunya kepada ibu ibu lainnya. Selain itu kami akan membuat beberapan

program sekolah gratis yang nantinya dapat dinikmati oleh para anak anak

yang tidak bersekolah di kawasan kampung kusta”.55

53

Hasil wawancara dengan Yovita CEO Nalacity, 28 Desember 2014. 54

Hasil wawancara dengan ibu Nur Misna anggota komunitas Nalacity, 3 April 2015, Kampung Kusta Sitanala Tangerang.

55 Hasil wawancara Alfi CEO Nalacity, 12 April 2015, Musola Rahmi Hatta Kampung Kusta

Sitanala Tangerang.

Page 107: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

97

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perumusan strategi yang dilakukan Nalacity meliputi 3 tahapan yakni

tahap input, tahap pencocokan, dan tahap pemutusan untuk program

kewirausahaan sosial pada perempuan mantan penderita kusta. Pada tahap

input Nalacity menggunakan pendekatan pengetahuan. Yakni Nalacity

mengadakan penyuluhan kesehatan bagi para mantan penderita kusta di

kampung Sitanala. Kemudian pada tahap pencocokan, Nalacity mensurvey

mengenai kegiatan para perempuan mantan penderita kusta untuk

memfokuskan pada menghasilkan strategi alternatif yang layak dengan

mendukung faktor eksternal maupun internal. Dan pada tahap pemutusan,

Nalacity mulai menggunakan suatu macam teknik yang diperoleh dari

input sasaran yakni para perempuan mantan penderita kusta dengan

metode keterampilan menjahit.

2. Implementasi strategi yang dilakukan Nalacity yakni menerapkan sistem

transparansi dan kekeluargaan pada program kewirausahaan sosial. Pada

tahap ini, para perempuan mantan penderita kusta yang tergabung dalam

anggota komunitas Nalacity diberikan kebebasan ruang untuk berpendapat

dan berkreasi dalam kegiatan kewirausahaan sosial. Selain itu, dalam

pengembangan program kewirausahaan sosial, Nalacity juga

memanfaatkan sistem informasi dan media sebagai alat promosi dan

Page 108: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

98

marketing untuk menyalurkan hasil karya program kewirausahaan sosial

para perempuan mantan penderita kusta.

3. Evaluasi strategi yang dilakukan Nalacity menggunakan analisis SWOT

pada program kewirausahaan sosial perempuan mantan penderita kusta

yakni Strength (Kekuatan) meliputi pendamping/pengajar, aparat

pemerintah, anggota komunitas Nalacity. Weakness (Kelemahan)

meliputi pendanaan, faktor internal anggota, kurangnya disiplin.

Opportunity (Peluang) yang meliputi masyarakat khususnya para

perempuan di kampung kusta terhadap pekerjaan yang layak. Threats

(Ancaman) meliputi 1) masih adanya kekhawatiran takut tertular dari

masyarakat lainnya yang berada di luar kampung kusta, 2) di wilayah

kampung kusta mereka tinggal diatas lahan pemerintah kota yang nantinya

sewaktu waktu kampung tersebut akan diambil alih oleh pemerintah.

Sehingga mereka takut kegiatan komunitas Nalacity akan terhambat. 3)

Masih banyaknya masyarakat disana yang bekerja sebagai pengemis dan

hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Sehingga

menjadikan sebagian para anggota komunitas Nalacity tergiur untuk

mengemis.

B. Saran

1. Dalam perumusan strategi, pada aspek perencanaan, menetapkan visi dan

misi, menghasilkan strategi alternative, sangat tergantung pada data

penerima manfaat program kewirausahaan sosial untuk itu Sebaiknya

Nalacity dapat membuat database profil dari para anggota komunitas

Page 109: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

99

Nalacity. Karena data sangat penting dan hasil data tersebut dapat

dijadikan sebagai indikator keberhasilan suatu program atau lembaga.

2. Dalam tahap impelementasi strategi, pada aspek pengambilan keputusan

untuk menetapkan tujuan, membuat kebijakan, memotivasi pegawai,

menciptakan struktur organisasi yang efektif, mengubah arah, menyiapkan

anggaran, mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi pada

Program kewirausahaan ini sudah bagus, namun sebaiknya tingkat

intensitas pelatihan dan produksi diperbaiki. Karena pada fakta dilapangan

banyak para anggota yang mengeluhkan bahwa pendapatan mereka baru

bisa didapat setelah 2 minggu.

3. Dalam tahap evaluasi strategi, pada aspek analisis SWOT, mengukur

prestasi, mengambil tindakan kreatif masih perlu adanya sosialisasi yang

tidak hanya mempromosikan hasil karya para ibu ibu mantan penderita

kusta saja, seperti misalnya membuat program visit kampung kusta yang

tujuannya untuk merubah stigma negatif penyakit kusta dan masyarakat

juga dapat berinteraksi serta belajar memayet bersama dengan para mantan

penderita kusta. Nalacity juga dapat melakukan kerjasama berkelanjutan

dengan pemerintah setempat untuk membuka lapangan pekerjaan yang

layak bagi masyarakat kaum disabilitas seperti di Kampung Kusta. Agar

mereka tidak kembali lagi ke jalan dan mendapat stigma negatif dari

masyarakat.

Page 110: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

100

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan

Sosial. Jakarta: FISIP UI Press, 2005.

Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pemberdayaan Masyarakat &

Intervensi Komunitas Pengantar Pada Pemikiran & Pendekatan

Praktis. Jakarta: UI Press, 2001.

Adi, Isbandi Rukminto. Pemikiran-Pemikiran dalam pembangunan

Kesejahteraan sosial. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2002.

Aliminsyah dan Patji .Kamus Istilah Manajemen. Bandung: CV Yrama

Widya, 2004.

Antara.“14 Provinsi Miliki Angka Kusta Tinggi”.Artikel diakses pada 23

Desember 2014 dari http://www.republika.co.id/berita/gaya-

hidup/info-sehat/14/03/20/n2qfm1-14-provinsi-miliki-angka-kusta-

tinggi.

Arikunto, Suharsimi. Penilaian Program Pendidikan. Yogyakarta: Bina

Aksara, 1998.

Atmaja, Suryanto Chandra. “Hubungan Dukungan Keluarga Dan Harga

Diri Pasien Kusta Di Rumah Sakit Kusta DR. Sitanala

Tanggerang”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas

Esa Unggul, 2013

Barnes, Colin dan Mercer, Geof.Disabilitas Sebuah Pengantar. Jakarta:

PIC UIN Jakarta, 2007.

David, Fred R. Manajemen Strategi Konsep,Jakarta: PT Prenhalindo,

1998.

Harniah, Atni. “, “Perbedaan Harga Diri Antara Klien Cacat Kusta Di

Kampung Kusta RW 13 Kelurahan Karang Sari Kecamatan

Neglasari Dengan Klien Cacat Kusta Dirumah Sakit Kusta Dr

Sitanala Kota Tanggerang”. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Keperawatan, Universitas Islam Negeri Jakarta. 2011.

Jauch Lawrence R danGlueck, William F. Manajemen Strategi dan

Kebijakan Perusahaan. Jakarta :Erlangga, 1988.

Page 111: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

101

Kaharima, Nadya. “Implementasi Program Pemberdayaan Perempuan

Melalui Gender Mainstreaming : Studikasus Workshop

Pemberdayaan Mubaligh oleh Pusat Studi Wanita”. Skripsi S1

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Kecamatan Neglasari, ”Profil Kecamatan Neglasari”, Artikel di akses pada

Tanggal 5 Februari 2015 dari http://www. Kecamatan

neglasari.blogspot.com/2012/11/profil-kecamatan-neglasari-

kota_1372.html

KelurahanKarangsari, “Data Wilayah Kelurahan Karangsari”, diakses

pada tanggal 3 Februari 2015 dari https://www. Kelurahan

karangsari. wordpress.com/2010/09/30/kelurahan karangsari.

Kushmanto, Christi Natalia. “Kehidupan Sosial Mantan Penderita Kusta di

Wisma Rehabilitasi Sosial Katolik (WIRESKAT) Dukuh Polaman

Desa Sendang harjo Kabupaten Blora”.Skripsi S1 Fakultas

Sosiologi dan Antropologi, Universitas Negeri Semarang, 2013.

Machendrawat, Nanih dan Syafei , Agus Achmad. Pengembangan

Masyarakat Islam. Bandung: Rosda Karya, 2001.

Marbun, B.N. Kamus Manajemen. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Anggota Ikapi, 2003.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosda karya, 2010.

Nasution, Fredian Tonny. Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 2014.

Purnomo ,Setiawan Hari dan Zulkiflimansyah. Manajemen Strategi:

Sebuah Konsep Pengantar. Jakarta: LPEE UI, 1999.

Pusat Bahasa DEPDIK. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka, 2007

Roesmidi dan Risyanti, Riza.Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang:

Alquaprint, 2006.

Page 112: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

102

Rohmatika. “Gambaran Konsep Diri Pada Klien Dengan Cacat Kusta Di

Kelurahan Karangsari RW 13 Kecamatan Neglasari, Tanggerang”.

Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keperawatan,

Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009.

Salam, Syamsir dan Aripin, Jaenal.Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta:

UIN Jakarta Press.

Siagan Sondang, Analysis Serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi

Organisasi.Jakarta: PT GunungAgung, 1986.

Sofiarini, Dwi. “Pengetahuan, Sikap, Dan Keluarga Dalam Upaya

Penyembuhan Penderita Kusta Di Wilayah Kerja Puskesmas

Kramatsari Kota Pekalongan Tahun 2002”. Skripsi S1 Fakultas

Ilmu Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Universitas Diponegoro, 2003.

Steiner, George dan Minner John. Manajemen Strategi. Jakarta: Erlangga.

Rafi’udin dan Djalil, Maman Abdul. Prinsip dan Strategi Dakwah.

Bandung: Pustaka Setia.

Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian

Strategis pembangunan kesejahteraan social dan pekerjaan sosial.

Bandung: PT Refika Aditama, 2005.

Supriyono. Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan Bisnis.Yogyakarta:

BPFC, 1985.

Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metodologi Penelitian Sosial: Berbagai

Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana, 2010.

Taruna, Tukian. Pengembangan Masyarakat dalam Konteks Pendidikan

Untuk Semua. Jakarta: Penerbit Kanisius, 2000.

Umar, Husein. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2008.

Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT

Bumi Aksara, 2007.

Page 113: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Catatan Observasi I

Hari/Tanggal : Jum’at, 16 Januari 2015

Tempat : Kampung Kusta Sitanala Tangerang

Tema Observasi : Penelusuran awal kampung kusta

Pada hari jumat tanggal 16 Januari 2015, peneliti mulai melakukan

observasi lapangan pertama ke kampung Sitanala Tangerang. Kampung yang

berada tepat di belakang kawasan rumah sakit kusta Sitanala ini, sepintas terlihat

seperti kampung pada umumnya. Tidak ada yang terlihat berbeda. Mereka

mempunyai lapangan bola, pos siskamling, puskesmas, aula pertemuan dan jalan

setapak yang hanya bisa dilewati oleh kendaraan bermotor saja.

Peneliti melihat kegiatan warga kampung kusta disana juga terlihat biasa

saja. anak anak muda yang sedang bermain sepak bola dan para orang tua yang

sedang menonton pertandingan. Memang umumnya terlihat sepi. Baik motor

maupun mobil jarang terlihat di kawasan kampung kusta ini. Keadaan rumah

penduduk disana juga banyak yang terdiri dari bangunan bangunan non permanen

alias hanya menggunakan bilik dan kayu seadanya.

Awalnya peneliti sempat merasa khawatir karena beberapa orang yang

ditemui oleh peneliti mempunyai keadaan fisik yang terlihat sudah tidak sempurna

lagi. Pertama kali peneliti melihat keadaan orang disana, banyak dari mereka yang

kaki dan lututnya diperban bahkan ada yang sampai mengeluarkan cairan basah,

dan luka hitam seperti korengan. Sesekali saya bertanya dengan penduduk yang

sedang bersantai dipelataran rumahnya mengenai alamat penelitian yang peneliti

cari. Dan hasilnya sungguh disayangkan alamat yang peneliti dapatkan tidak

lengkap. Karena kampung kusta Sitanala disana terdiri dari banyak gang tidak

bernama yang mereka sebut sebagai lorong kusta. Sehingga pada siang hari itu,

peneliti hanya melihat keadaan masyarakat dan kampung kusta disana.

Page 114: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Catatan Observasi II

Hari/Tanggal : Rabu, 28 Januari 2015

Tempat : Kampung Kusta Sitanala Tangerang

Tema Observasi : Perkenalan awal anggota komunitas Nalacity

Pagi ini peneliti bersiap untuk mengunjungi kembali kampung kusta

Sitanala Tangerang. Setelah peneliti mendapatkan alamat yang sangat lengkap

dari kak vita yakni salah seorang pengurus komunitas Nalacity yang tinggal di

daerah Depok, kami pun cepat bergegas. Seperti biasa kampung yang mayoritas

dihuni oleh mantan penderita kusta itu masih terlihat sepi dan tidak banyak

terlihat kegiatan warga – warganya.

Setelah beberapa kali salah lorong, akhirnya peneliti pun sampai di tempat

yang dituju yakni sebuah musola yang tidak familiar bagi peneliti. Karena tempat

inilah kegiatan komunitas Nalacity sering di ceritakan pada beberapa media

online. Peneliti pun bertanya kepada salah seorang pengurus musola setempat

tentang jadwal kegiatan ibu ibu komunitas Nalacity disana. Dan akhirnya

pengurus itupun mengarahkan saya ke rumah bapak RT setempat.

Beberapa anak kecil membantu mengarahkan kami kerumah bapak RT.

Sepanjang jalan menyusuri lorong, peneliti melihat keadaan yang berbeda jauh

dari kawasan depan lorong kampung kusta. Keadaan didalam sana terlihat tidak

terurus. Jalan yang masih tanah dan becek. Sampah dan kandang binatang yang

tidak teratur serta rumah rumah bilik yang berdempetan. Namun walaupun

demikian, warga kampung kusta disana sangat ramah ketika kami sesekali

menyapa mereka.

Page 115: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Sesampainya di rumah Pak RT yang ternyata bernama Pak Misna, kami

pun disambut oleh istrinya yang sedang duduk terbaring di kasur. Beliau

mempersilahkan kami masuk dan meminta maaf karena tidak bisa menghampiri

kami. Sepintas kami melihat keadaan istri dari pak Misna tersebut yang

mengalami pembengkakan di kakinya sehingga sudah beberapa minggu beliau

tidak bisa berjalan. Sambil menunggu pak Misna pulang, kami pun berbincang

bincang mengenai maksud dari kedatangan kami untuk meminta izin melakukan

penelitian didaerah lorong RT 01 kampung kusta. Dari perbincangan kami dengan

ibu Misna, memang betul bahwa Nalacity yang digagas oleh beberapa mahasiswa

ini, membuat program kewirausahaan sosial di lingkungan RT 01 yang sasarannya

adalah para ibu ibu mantan penderita kusta. Ibu misna menuturkan bahwa pada

tahun 2010 lalu, para mahasiswa yang diketuai oleh Yovita meminta izin untuk

mengadakan penyuluhan kesehatan dengan membawa surat perizinan dari

kelurahan. Beberapa minggu kemudian mereka datang kembali ke rumah pak RT

untuk meminta izin wawancara tentang keseharian para ibu ibu disini. Masih

menurut beliau, maksud dari para mahasiswa itu datang kembali, mereka ingin

membuat satu program pemberdayaan untuk para ibu ibu disini yang memang

sebagian hanya menjadi ibu rumah tangga dan ada pula yang masih menggeluti

pekerjaan sebagai pengemis dikota. Pak RT pun mengizinkan apabila memang

program kewirausahaan ini serius di adakan. Karena menurut pak RT sebelumnya

sudah banyak yang datang kekampung kusta ini ingin membuat program untuk

para warga warga disini. Namun, banyak pula yang tidak terlaksana.

Pada akhirnya, Nalacity pun diizinkan survey sampai kegiatan

kewirausahaan terlaksana. Nalacity melaporkan kepada pak RT bahwa para ibu

ibu disini mayoritas mempunyai kemampuan dalam bidang menjahit. Dan saat itu

tergagaslah ide pemberdayaan untuk ibu ibu melalui kegiatan menjahit.

Ibu Misna sendiri, dahulu memang pernah ikut menjadi anggota komunitas

Nalacity. Beliau ikut berpartisipasi karena ingin mengajak para ibu ibu di

Page 116: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

kampung kusta untuk masuk kedalam program kewirausahaan sosial Nalacity ini.

Beliau ingin menularkan semangat kepada ibu ibu agar mempunyai kegiatan

sampingan yang positif selain menjadi pengemis dan ibu rumah tangga. Namun,

sekarang ibu Misna sudah tidak ikut menjadi anggota komunitas lagi karena

beliau membantu tugas tugas dan kegiatan yang diadakan oleh pa RT.

Setelah berbincang cukup lama, akhirnya pak Misna pun datang dan

menanyakan maksud kedatangan peneliti. Setelah peneliti jelaskan, pak Misna

pun akhirnya mengantarkan peneliti melihat keadaan lorong kusta RT 01

sekaligus memperkenalkan peneliti dengan ibu ibu disana.

Page 117: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Catatan Observasi III

Hari/Tanggal : Minggu, 15 Februari 2015

Tempat : Kampus UI

Tema Observasi : Sejarah komunitas Nalacity

Observasi kali ini peneliti meminta jadwal pertemuan dengan ka Hafiza

Elvira salah seorang pengurus Nalacity untuk menelusuri mengenai profil

lembaga dan program program Nalacity. Akhirnya peneliti pun mendapat

kesempatan untuk bertemu. Jadwal pertemuan kali ini bertempat di daerah

kampus Universitas Indonesia kawasan Depok.

Sebelumnya beliau menanyakan kepada peneliti darimana peneliti bisa

tahu mengenai kegiatan pemberdayaan yang dilakukan Nalacity, dan mengapa hal

itu menarik peneliti untuk menjadikan bahan penelitian skripsi. Sesudah peneliti

menceritakan maksud dan tujuan, kami pun terlibat perbincangan mengenai awal

mula Nalacity terbentuk. Ka Hafiza pun menceritakan bahwa pada tahun 2010

ketika beliau dan empat teman lainnya terpilih menjadi finalis Mahasiswa

Berprestasi di Universitas Indonesia, mereka diberi amanat dari lembaga

kepemimpinan kampus untuk membuat suatu proyek sosial. Mereka akan

diberikan modal selama tiga bulan masa pelatihan. Singkat cerita, mereka pun

akhirnya memilih tempat kampung Sitanala sebagai pengembangan proyek sosial

mereka.

Beliau berkata bahwa awal mula mereka melakukan pendekatan kepada

penduduk disana dengan cara mengadakan penyuluhan kesehatan. Karena

sebagian diantara mereka adalah mahasiswa jurusan kesehatan masyarakat dan

perawat. Sehingga mereka memanfaatkan ilmu yang sudah mereka dapat untuk

melakukan pendampingan dan pendekatan kepada para ibu ibu mantan penderita

kusta, setelah merasa respon cukup baik kepada para pendamping, akhirnya

mereka pun segera melancarkan misi ke dua yakni meminta izin untuk melakukan

Page 118: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

survey melalui wawancara untuk mengetahui keadaan masyarakat disana, setelah

mereka mendapatkan hasil dan info, Keterampilan menjahit pun dipilih karena

melihat faktor internal yakni keahlian yang dimiliki pada kaum perempuan

mantan penderita kusta. Selain itu, pada faktor eksternal, Nalacity melihat dari sisi

permintaan pasar akan kebutuhan masyarakat terhadap dunia fashion khususnya

hijab dan busana. diantara tim, mereka pun sepakat untuk memberikan

pendampingan dan pelatihan kepada kaum ibu ibu melalui kegiatan menjahit

sampai pada hari ini.

Setelah itu peneliti mencari tahu bagaimana Nalacity melakukan

pendampingan kepada para ibu ibu mantan penderita kusta. Bahwa setelah mereka

mengetahui kemampuan yang dimiliki ibu ibu adalah menjahit. mereka lalu

mengajukan proposal kepada pihak lembaga kampus agar segera ditindak lanjuti

dalam pemberian modal awal proyek sosial. Setelah mendapatkan hak nya,

barulah mereka membuat daftar alat alat kebutuhan untuk menjahit dan memanik

jilbab. Setelah persiapan selesai mereka mengadakan pertemuan dengan para ibu

ibu. Selama sebulan para ibu ibu dilatih tidak hanya membuat pola tapi sampai

kepada tahap memanik atau menghias jilbab. Setelah dua minggu waktu yang

ditargetkan barulah ibu ibu membawa hasil karyanya kepada pendamping untuk

segera dilihat. Jika masih ada jilbab yang belum layak jual, maka pendamping

yang akan membantu untuk tahap finishing. mereka juga membentuk tim

marketing guna melakukan promosi penjualan.

Setelah berbincang cukup lama akhirnya ka Hafiza pun berpamitan kepada

peneliti. Karena beliau sudah mempunyai janji ditempat lain., selain itu beliaupun

memberikan alamat pengurus lain jika nanti peneliti membutuhkan info lainnya

dan beliau juga berjanji untuk mengirimkan data kepengurusan kepada peneliti.

Selang beberapa hari, ka Hafiza pun mengirimkan data kepengurusan yang sudah

dijanjikan. Namun peneliti sangat menyayangkan karena menurut ka Hafiza,

Nalacity baru akan membuat database lengkap mengenai profil para anggota

komunitas Nalacity. Karena sampai saat ini Nalacity belum menjadi lembaga atau

yayasan yang resmi.

Page 119: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Catatan Observasi IV

Hari/Tanggal : Jum’at, 3 April 2015

Tempat : Kampung Kusta Sitanala Tangerang

Tema Observasi : Perkenalan anggota komunitas Nalacity

Pada hari jum’at 3 April 2015, Peneliti kembali melakukan penelitian di

kampung kusta Sitanala Tangerang. Peneliti pun meminta bantuan kepada ibu RT

Misna untuk memberikan info siapa saja anggota komunitas Nalacity yang tinggal

di wilayah RT 01. Sepintas memang tidak banyak kegiatan yang dilakukan para

warga terutama para ibu ibu disana.

Peneliti pun akhirnya menunggu beberapa saat anggota komunitas

Nalacity yang pada saat itu sedang memasak. Sebelum wawancara dimulai

peneliti memberitahukan maksud dan tujuan peneliti melakukan wawancara. Dan

akhirnya anggota pertama yang bernama ibu Nur mempersilahkan peneliti di teras

rumah ibu RT untuk wawancara. Sepintas peneliti melihat keadaan fisik yang

dialami oleh ibu Nur. Ketika berjabat memperkenalkan diri, tangannya gemetar,

jari jarinya agak menempel dan kaku akibat dari bekas kusta yang pernah dialami.

Beliaupun menuturkan bagaimana beliau masuk dan menjadi anggota komunitas

Nalacity. Beliau mengatakan bahwa masuk dalam anggota Nalacity baru pada

tahun 2012 setelah pindah ke kampung Sitanala. Awalnya ada 20 orang ibu ibu

yang sudah masuk menjadi anggota. Namun, ada beberapa yang keluar karena

alasan tertentu. Beliau pun diajak oleh ibu RT untuk ikut dalam kegiatan Nalacity

sembari mengisi kekosongan waktu di rumah.

Setelah setengah jam selesai wawancara, peneliti pun bertanya tentang

keseharian ibu Nur selain mengikuti kegiatan Nalacity. Karena peneliti ingin

mengetahui apakah ibu ibu yang peneliti wawancarai ada yang bekerja sampingan

sebagai pengemis seperti yang pernah di ceritakan oleh ibu RT pada observasi

kedua. Ibu Nur pun menjawab bahwa beliau bekerja hanya sebagai ibu rumah

tangga. Beliau berbagi pengalaman tentang penolakan masyarakat terhadap

Page 120: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

dirinya ketika beliau menawarkan jasa mencuci baju. Beliau seringkali di tolak

oleh masyarakat diluar kampung kusta ketika menawarkan jasa mencuci. Menurut

beliau, umumnya masyarakat lain masih takut ketika beliau mempunyai bekas

luka di tangannya karena takut tertular dan dengan kondisi tersebut beliau

diragukan tidak mampu untuk mengerjakan pekerjaan mencuci. Akhirnya beliau

hanya menjadi ibu rumah tangga biasa dan suaminya hanya buruh serabutan di

sekitaran rumah sakit kusta Sitanala. Anak anak ibu Nur juga tidak bersekolah

karena menurut beliau pendapatan suaminya tidak mencukupi untuk

mensekolahkan anaknya. Beliau juga menuturkan bahwa kegiatan Nalacity yang

beliau ikuti, upahnya hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan anak anaknya

dan dapur yang hanya mencukupi pada hari diberikan upah. Beliau berharap

kedepannya Nalacity dapat membuat program ekonomi untuk masyarakat di

kampung kusta yang upahnya mampu untuk memenuhi paling tidak kebutuhan

dapur. Karena menurut ibu Nur, keluarga mereka terkadang harus menahan lapar

ketika suaminya tidak mendapatkan hasil/upah.

Setelah wawancara pertama dirasa cukup, peneliti pun mendatangi rumah

anggota komunitas Nalacity yang kedua. Sepanjang jalan peneliti hanya melihat

kebun kebun yang tidak terurus dan rumah rumah bilik yang tidak berpenghuni.

Setelah peneliti sampai pada rumah kedua peneliti pun disambut hangat oleh ibu

yang bernama Ernawati. Sepintas peneliti tidak sadar akan keadaan dari ibu Erna

ini, namun ketika ibu Erna meminta maaf karena keadaan dirinya dan

keluarganya, peneliti pun baru sadar atas keadaan fisik yang terjadi. Keluarga ibu

Erna ini adalah keluarga kecil yang sudah lima tahun menetap di kampung kusta.

Beliau sudah dikaruniai satu orang anak laki laki yang berumur tiga tahun. Ibu

Erna dan suami mengalami penyakit yang sama yakni peyakit kusta.

Perbedaannya ibu Erna sudah sembuh namun suaminya sedang terkena penyakit

kusta. Kaki suami ibu Erna ini diperban dan sesekali mengeluarkan cairan hitam

dari salah satu kakinya. Awalnya peneliti khawatir dengan kondisi dari suami ibu

Erna yang belum sembuh. Namun, karena sudah jauh datang dan peneliti juga

Page 121: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

ingin melihat keadaan sebenarnya di lapangan. Maka peneliti berusaha untuk

menyimpan rasa kekhawatiran tersebut.

Ibu Erna menuturkan bahwa beliau ikut menjadi anggota komunitas

Nalacity sejak tahun 2010. Beliau ingat sekali ketika pertama kali para mahasiswa

datang mewawancarai kerumahnya. Mereka juga sempat menawarkan kegiatan

yang nantinya bisa diikuti oleh para ibu ibu disini, namun sayaratnya memang

harus keluarga dari mantan penderita kusta dan menetap di kampung kusta

Sitanala ini. Sebelumnya beliau sudah mengenal beberapa teman teman

mahasiswa karena pernah mengadakan penyuluhan gratis di musola Rahmi Hatta

yang sekarang juga menjadi tempat kegiatan kewirausahaan sosial Nalacity.

Selain kegiatan kewirausahaan sosial yang di adakan Nalacity, ibu Erna

juga menyebutkan beberapa kegiatan sosial yang sering dilakukan oleh para

pengurus Nalacity di kampung kusta ini. Beberapa kegiatan sosial yang pernah

diadakan yakni seperti santunan kaum dhuafa, pengobatan gratis, penyuluhan dan

pengajian ibu ibu. Kegiatan sosial tersebut menurut bu Erna hanya dilakukan

ketika ada perayaan hari hari besar atau ketika Nalacity membuat program

kerjasama kepada lembaga lainnya. Menurut beliau anak anak pengurus Nalacity

terkadang membuat acara disini seperti pengobatan gratis, santunan, qurban dan

pengajian ibu ibu. Yang sering beliau lihat Nalacity sering bekerjasama dengan

Dompet Dhuafa dan ACT.

Peneliti pun menanyakan bagaimana teknik pendampingan yang dilakukan

Nalacity kepada ibu ibu disini dalam program kewirausahaan sosial. Karena ibu

Erna ini sudah menjadi anggota komunitas Nalacity sejak pertama program

kewirausahaan sosial ini berjalan. Beliau menuturkan bahwa setelah para

mahasiswa itu mewawancarai ibu Erna tentang keseharian dari keluarganya.

Mereka pun menawarkan program kewirausahaan sosial melalui keterampilan

menjahit. Ibu Erna pun setuju dan ikut karena beliau memang sudah mempunyai

keahlian menjahit sejak kecil. Pada waktu itu, ibu Erna dan 19 ibu ibu lainnya

dikumpulkan di musola Rahmi Hatta untuk perkenalan program. Selama satu

Page 122: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

bulan para mahasiswa itu melakukan pembinaan kepada 20 orang ibu ibu melalui

pelatihan menjahit.

Untuk upah yang diberikan kepada para anggota komunitas Nalacity, ibu

Erna memberitahukan bahwa hasil pekerjaan para ibu ibu dihargai berkisar antara

Rp. 10.000-15.000 per jilbab dan busana tergantung dari kemaksimalan pekerjaan

yang dilakukan. Semakin bagus hasilnya maka semakin besar upah yang diterima

oleh para anggota komunitas Nalacity. Namun sayangnya seperti yang dituturkan

oleh ibu Nur sebelumnya, bahwa program kewirausahaan sosial yang di gagas

oleh Nalacity ini memang sudah bagus karena ibu ibu didalam komunitas Nalacity

ini sudah mempunyai kegiatan sampingan. Namun, memang pada saat ini kurang

berdampak terhadap perekonomian keluarga disini. Selain jadwal pelatihannya

yang hanya dua minggu sekali, mereka pun harus menunggu hasil (upah) selama

dua minggu sekali pula. Selain hal itu, kondisi di lapangan yang ibu Erna ketahui

bahwa masih ada anggota komunitas Nalacity yang bekerja menjadi pengemis.

Karena menurut mereka tidak ada cara lain lagi yang dapat menambah hasil

pendapatan untuk kebutuhan sehari hari.

Perlu diketahui bahwa ibu Erna ini adalah korban dari ketidak pedulian

keluarganya terhadap dirinya. Ketika peneliti bertanya asal daerah ibu Erna,

beliau mengungkapkan bahwa beliau berasal dari Bekasi tepatnya di Jati Bening

beliau sudah lima tahun tinggal di kampung kusta. Memang beliau mengalami

penyakit kusta sejak berada dikelas 4 SD. Namun, karena suami nya yang baru

terkena kusta maka ibu Erna ini pun diasingkan oleh keluarganya sendiri karena

takut tertular. Ibu Erna hanya setahun sekali mengunjungi kediaman orang tuanya

di Bekasi. Untuk kebutuhan sehari hari keluarganya, ibu Erna hanya

mengandalkan pendapatan dari kegiatan Nalacity serta di bantu oleh suami yang

pekerjaannya hanya buruh lepas alias ketika ada pekerjaan saja suami dari ibu

Erna ini bekerja.

Melihat kondisi rumah yang ditempati oleh keluarga ibu Erna. Beliau

menjelaskan bahwa pertama kali beliau tinggal di kampung kusta ini, keluarga ibu

Page 123: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Erna dan keluarga lainnya diberikan syarat oleh pihak rumah sakit. Mereka para

mantan penderita kusta diperbolehkan tinggal dan membangun rumah di kawasan

belakang rumah sakit kusta Sitanala ini yang merupakan tanah milik pemerintah,

asalkan bangunan yang dibuat tidak permanen. Karena sewaktu waktu jika ada

kebijakan pemerintah yang ingin memakai lahan kampung kusta ini, maka mereka

harus rela pergi dan meninggalkan rumahnya. Menurut beliau profil keluarga

yang tinggal dikampung kusta tersebut adalah orang orang yang tidak kembali

kekampungnya karena sudah tidak diterima oleh keluarganya masing masing.

Setelah sesi wawancara dan bincang bincang selesai, peneliti pun meminta

izin untuk berfoto bersama untuk dokumentasi penelitian. Awalnya ibu Erna ini

tidak bersedia karena beliau malu dengan kondisi yang kaki dan tangannya cacat

permanen sejak kecil. Namun, setelah peneliti mencoba menjelaskan akhirnya ibu

Erna pun mau untuk di foto. Peneliti pun akhirnya menyudahi sesi wawancara

pada hari ini, dikarenakan cuaca yang tidak bersahabat dan belum mendapat info

alamat dari anggota komunitas Nalacity lainnya.

Page 124: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Catatan Observasi V

Hari/Tanggal : Minggu, 12 April 2015

Tempat : Kampung Kusta Sitanala Tangerang

Tema Observasi : Penelusuran kegiatan keterampilan

Pada hari minggu 12 April, peneliti kembali melakukan observasi dan

wawancara kepada masyarakat dan anggota komunitas Nalacity. Peneliti memilih

hari minggu karena info yang diberikan dari anggota komunitas Nalacity bahwa

hari minggu ini bertepatan dengan jadwal pelatihan program kewirausahaan sosial

Nalacity. Tepat setelah dzuhur pelatihan pun mulai dilaksanakan di musola Rahmi

Hatta yang tidak jauh dari kediaman para anggota komunitas Nalacity. Ada sekitar

15 orang anggota yang mengikuti pelatihan dan dua orang pendamping dari

pengurus Nalacity yang belum peneliti kenal.

Pelatihan di mulai dengan pembacaan doa yang di pimpin oleh salah satu

anggota. Setelah itu para pendamping pun menanyakan kabar dari para anggota.

Awal melihat pelatihan, peneliti sengaja tidak ikut terlibat dalam kegiatan mereka.

Karena peneliti ingin melihat bagaimana proses pelatihan kewirausahaan sosial ini

dilakukan. Setelah beberapa saat mereka terlibat perbincangan. Pendamping pun

mulai memberikan arahan kepada para ibu ibu agar menyiapkan alat alat untuk

memayet manik, dan pendamping pun mulai mengeluarkan beberapa bahan manik

manik dan baju untuk praktek pelatihan.

Setelah ibu ibu cukup serius mengikuti pelatihan, peneliti pun mendekati

salah satu pendamping yang bernama ka Alfi. Beliau adalah salah satu CEO

pertama Nalacity yang sedang mempunyai waktu senggang untuk melatih dan

bersilaturahmi ke kampung kusta. Karena biasanya yang melatih para ibu ibu

disini adalah para relawan yang tergabung dalam kepengurusan Nalacity generasi

baru. Peneliti pun memperkenalkan diri dan memberitahukan maksud kedatangan

peneliti pada pelatihan kewirausahaan sosial ini. Ka Alfi pun menyambut baik

peneliti. Dan kami terlibat beberapa perbincangan mengenai kegiatan Nalacity. Ka

Page 125: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Alfi pun menuturkan awal mula terbentuknya kegiatan Nalacity yang sudah

berjalan 5 tahun.

Salah satu pengurus yang bernama Alfi berkata bahwa pada awalnya

Nalacity terdiri dari lima orang mahasiswa yang sekarang sudah lulus. Pada tahun

2010 mereka berlima (Yovita, Andreas, Hafiza, Alfi, Riyadh) terbentuk dari

program mahasiswa berprestasi di Universitas Indonesia. Menurutnya lagi mereka

diberikan amanat untuk membuat proyek sosial di masyarakat dan pada waktu itu

dan diberikan modal sebesar 7,5 juta untuk tiga bulan masa pelatihan. kemudian,

modal itu digunakan untuk melakukan pendekatan yakni mengadakan penyuluhan

kesehatan, survey keluarga, dan membeli alat alat kebutuhan program

kewirausahaan sosial Nalacity. Selain modal yang diberikan dari pihak kampus

menurut ka Alfi, mereka pernah mengikuti ajang kompetisi kewirausahaan sosial

yang diadakan Bank Mandiri, Kick Andy dan Fatigon Chalenge dalam program

pemberdayaan ibu ibu mantan penderita kusta dan masuk menjadi pemenang serta

memperoleh penghargaan dari Kick Andy dan Fatigon Chalenge sebagai

pemenang best of young social entreupreneur. Hasil dari kompetisi tersebut

mereka gunakan untuk safety operasional Nalacity. Selain itu, mereka juga

mengikuti bazar dan pameran untuk ajang promosi dan penjualan produk

Nalacity.

Ketika peneliti asyik berbincang dengan salah satu pendamping, ada salah

satu anggota yang terlihat baru saja datang, ibu itupun meminta maaf kepada para

ibu ibu dan pendamping karena beliau baru menyelesaikan pekerjaannya sebagai

ibu rumah tangga. Seketika peneliti pun bertanya kembali kepada pendamping

bagaimana cara pendamping baru atau relawan dari para mahasiswa lain untuk

mendampingi melatih para ibu ibu disini dan apa saja kendala yang dialami

selama melatih para ibu ibu disini.

Menurut Alfi CEO Nalacity, memang setelah kepengurusan generasi

pertama, mereka mulai merekrut para adik adik mahasiswa yang ingin masuk

dalam kepengurusan Nalacity generasi kedua ataupun yang hanya ingin menjadi

Page 126: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

relawan saja. Ada sekitar 20 orang yang terdiri dari pengurus dan volunteer.

Sebelum mereka melatih ibu ibu, para calon pengurus dan volunteer ini pun

diberikan bekal pelatihan dan mental bagaimana mendampingi ibu ibu mantan

penderita kusta yang berbagai macam keadaan fisiknya. Menurut beliau Untuk

kendala yang dihadapi selama melatih banyak sekali. Ibu ibu yang sudah masuk

menjadi anggota komunitas Nalacity seringkali belum dapat disiplin waktu

dikarenakan masih harus mengurusi pekerjaan sebagai ibu rumah tangga ataupun

ada anak atau suami nya yang sakit dan harus di rawat dahulu.

Ka Alfi pun menambahkan, bahwa sebagai pengurus terkadang mereka

masih merasa khawatir dengan para ibu ibu anggota komunitas Nalacity. Mereka

khawatir dengan keadaan mereka yang sebagian anggotanya masih menggeluti

pekerjaan sebagai pengemis. Para pengurus pun masih memikirkan bagaimana

memaksimalkan program kewirausahaan sosial ini agar mereka merasakan

dampak perubahan kearah yang semakin baik. Sehingga program kewirausahaan

sosial ini dapat menjadi tumpuan sebagai kegiatan usaha mereka sehari hari.

Selain itu ketika dilapangan peneliti melihat Nalacity mempunyai cara

yang strategis dalam memberikan semangat serta kepeduliannya terhadap para

anggotanya. Mereka tidak hanya dilatih dan diberikan penyuluhan, tetapi hal-hal

kecil terkait pemberian semangat untuk berlatih juga diperhatikan oleh para

pengurus. Seperti ketika jadwal latihan berlangsung, para pengurus Nalacity tak

segan untuk menghubungi dan mengingatkan para anggotanya untuk terus

berlatih.

Setelah peneliti mengakhiri perbincangan dengan ka Alfi, ka Alfi pun

kembali mengarahkan para ibu ibu untuk memayet pola pada media baju. Peneliti

melihat para ibu ibu disana sangat antusias dalam pelatihan yang hanya 3-4 jam

pelatihan. Walaupun sebagian besar dari mereka memiliki cacat fisik yang

beraneka ragam. Dari yang hanya bekas luka dan belang belang, jari jari yang

menempel, sampai ada yang harus dibantu dengan tangan atau kaki palsu.

Page 127: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Peneliti pun mencoba mendekati ibu ibu yang sedang berlatih. Ada yang

asyik berbincang sesama anggota, ada yang kritis selalu bertanya kepada

pendamping. Dan adapula yang meminta bantuan kepada peneliti untuk

memasukkan benang ke dalam jarum karena penglihatan yang sudah mulai kabur.

Peneliti melihat pelatihan tersebut, tidak seperti kelas pelatihan pada umumnya

yang notabenenya serius dan menggurui. Disini para peserta dibebaskan untuk

berkreasi apapun pada media jilbab ataupun baju. Bahkan para ibu ibu

diperbolehkan untuk mencantumkan ukiran nama mereka pada media yang

mereka kerjakan.

Setelah selesai pelatihan, para ibu ibu diberikan bahan yang harus

dikerjakan dirumah dalam kurun waktu dua minggu pengerjaan. Kesempatan ini

tidak disia siakan oleh peneliti. Peneliti lalu mendekati salah satu anggota

komunitas Nalacity yang bernama ibu Lani untuk meminta izin mewawancarai

beliau mengenai pelatihan kewirausahaan sosial ini. Beliau pun mempersilahkan

peneliti untuk mewawacarai dirumahnya. Karena beliau harus segera membuka

warung kecilnya kembali. Beberapa saat peneliti menunggu beliau membuka

warung nya. Setelah itu peneliti juga harus menunggu beberapa menit lagi karena

ibu Lani harus memberikan pakan ternak ayam ayam nya. Cukup lama menunggu,

dan akhirnya kami pun memulai wawancara di teras warung.

Beliau berkata bahwa awal mula bergabung menjadi anggota komunitas

Nalacity ada beberapa anak kuliah yang datang ke kampung kusta untuk

mengadakan kegiatan penyuluhan kesehatan. Beberapa kali mereka datang untuk

mengadakan pengobatan gratis yang ditemani oleh pak RT dan pak Lurah. Setelah

itu mereka menanyakan kepada warga satu persatu tentang pekerjaan dan keahlian

para ibu ibu. Setelah itu menawarkan kepada program kewirausahaan sosial untuk

kegiatan para ibu ibu disini. Para ibu ibu disana dilatih selama satu bulan

dipersiapkan untuk produksi barang hasil pelatihan. Hal ini pundibenarkan oleh

pak RT Misna.

Page 128: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Setelah sesi wawancara selesai, peneliti pun menanyakan apa latar

belakang motivasi ibu Leni ini mengikuti program kewirausahaan sosial Nalacity.

Beliau pun menuturkan bahwa motivasi beliau mengikuti program kewirausahaan

sosial ini bermula dari sindiran dari masyarakat diluar kampung kusta yang

meragukan kemampuan beliau sebagai orang yang pernah menderita kusta. Selain

itu, beliau juga ingin memotivasi dirinya sendiri khususnya untuk anak anaknya.

Menurut beliau bahwa masa lalu cukup dijadikan pelajaran untuk masa yang akan

datang. Apapun yang terjadi pada masa sekarang teruslah bergerak. Ibu Lany juga

menginginkan agar anak anaknya kelak mempunyai pendidikan tinggi agar dapat

merubah nasib keluarganya.

Usai peneliti mewawancarai ibu Lany, peneliti pun izin pamit untuk

bergegas pulang karena hari yang sudah gelap. Sebelum peneliti pulang, ibu Lany

berpesan agar peneliti tidak lebih sering untuk bersilaturahmi ke kampung kusta

Sitanala. Karena sesungguhnya penduduk disini, menginginkan mahasiswa

mahasiswa lainnya untuk membuat program di kampung kusta ini sekaligus untuk

memotivasi para masyarakat agar mempunyai pekerjaan yang layak dan tidak

mengemis kembali.

Page 129: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Proses pelatihan manik jilbab Nalacity berdiskusi untuk menentukan design

Suasana keakraban antar anggota Nalacity Pendamping memberikan arahan dan motivasi

Suasana pengobatan gratis di kampung kusta Pengobatan gratis rutin di gelar tiap 2 bulan

Mentoring dilakukan tiap 2 minggu sekali pengobatan&penyuluhan gratis dikampung kusta

Page 130: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf
Page 131: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Pengajian rutin tiap minggu di kampung kusta pendamping memberikan arahan pelatihan

Semangat para perempuan mantan kusta Siraman rohani dengan tokoh muda Nalacity

Keseriusan ibu ibu membuat pola manik Nalacity bekerjasama dengan dompet dhuafa

Program Parcel Ramadhan Nalacity Program qurban untuk kampung kusta Sitanala

Page 132: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Family Gathering dengan warga kampung kusta Liburan ala Nalacity bersama warga kp.kusta

Seminar memperingati hari kusta sedunia memperingati kusta sedunia bersama Kemenkes

Wall Signature peringatan hari kusta sedunia Program makan besar bersama warga kp.kusta

Semangat kreatif para ibu mantan penderita kusta menjahit salah satu keterampilan para ibu ibu

Page 133: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

PEDOMAN WAWANCARA

No Perumusan Indikator Pertanyaan Wawancara

1. Bagaimana perumusan strategi

empiris rasional yang dilakukan

Nalacity bagi perempuan mantan

penderita kusta di Kampung Kusta

Sitanala Tangerang ?

1. Tahap Input (masukan)

Proses meringkas informasi sebagai

masukan awal, untuk merumuskan

strategi. menetapkan visi dan misi,

mengidentifikasi peluang dan

tantangan yang dihadapi organisasi.

1. Bagaimanakah awal mulanya

Nalacity merumuskan program

kewirausahaan sosial bagi ibu ibu

mantan penderita kusta?

2. mengapa program kewirausahaan

sosial Nalacity ini hanya diberikan

bagi para mantan penderita kusta

2. Tahap Pencocokan

Memfokuskan pada menghasilkan

strategi alternative yang layak

dengan mendukung faktor-faktor

eksternal dan internal.

3. Strategi apa yangditerapkan Nalacity

untuk menarik minat ibu ibu para

mantan penderita kusta agar

mengikuti program kewirausahaan

sosial ini?

3. Tahap Pemutusan

Menggunakan suatu macam teknik,

diperoleh dari input sasaran dalam

mengevaluasi strategi alternative

yang telah diidentifikasi dalam tahap

kedua.

4. Bagaimana teknik pengajaran dalam

memfasilitasi ibu ibu mantan

penderita kusta pada program

kewirausahaan sosial ini?

Page 134: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

2.

Bagaimana implementasi strategi

empiris rasional yang dilakukan

Nalacity bagi perempuan mantan

penderita kusta di Kampung

Sitanala Tanggerang?

1. Mengambil keputusan untuk

menetapkan tujuan tahunan

2. Membuat kebijakan

3. Memotivasi pegawai,

4. Menciptakan struktur organisasi

yang efektif.

5. Mengubah arah tindakan

6. Menyiapkan anggaran

7. Mengembangkan dan memanfaatkan

sistem informasi

1. Bagaimanakah proses dalam

pengambilan keputusan untuk

menetapkan tujuan bersama pada

anggota dalam program

kewirausahaan sosial

2. Apa sajakah kebijakan kebijakan

yang diterapkan Nalacity kepada

para anggota program kewirausahaan

sosial?.

3. Bagaimanakah Nalacity memotivasi

para ibu ibu mantan penderita kusta

untuk ikut berpartisipasi dalam

program kewirausahaan sosial?

4. siapa sajakah yang terlibat dalam

program kewirausahaan sosial

Nalacity ini?

5. apa saja kegiatan yang terdapat

dalam program kewirausahaan sosial

Nalacity?

6. Darimana sajakah sumber pendanaan

untuk keberlangsungan program

kewirausahaan sosial ini?

7. Bagaimanakah proses pemasaran

produk program kewirausahaan

sosial ke masyarakat luas?

8. Bagaimanakah respon masyarakat

terhadap program kewirausahaan

sosial yang di gagas Nalacity ini?

Page 135: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

9. Bagaimanakah cara Nalacity

mengembangkan dan memanfaatkan

sistem informasi sebagai media

3. Bagaimana hasil evaluasi strategi

empiris rasional yang dilakukan

Nalacity bagi perempuan mantan

penderita kusta di Kampung

Sitanala Tanggerang?

1. Menuju faktor faktor eksternal

(berupa peluang dan ancaman) dan

faktor internal (kekuatan dan

kelemahan).

1. apa saja faktor faktor pendukung

dan penghambat dalam program

kewirausahaan sosial Nalacity ini?

2. Mengukur prestasi (membandingkan

hasil yang diharapkan dengan

kenyataan, mengevaluasi prestasi

individual dan menyimak kemajuan)

2. Bagaimanakah dampak perubahan

yang dirasakan masyarakat setelah

mengikuti program kewirausahaan

sosial ini?

3. Tindakan kreatif untuk memastikan

bahwa prestasi diluar rencana.

3. Apa langkah selanjutnya yang akan

dilakukan Nalacity setelah para

anggotanya menerima manfaat dan

mampu mandiri dari program

kewirausahaan sosial ini?

Page 136: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Pertanyaan Wawancara

Nama : Alfi

Umur : 26 Tahun

Pekerjaan : Perawat/CEO Nalacity

Jenis Kelamin : Perempuan

1. Bagaimanakah awal mulanya Nalacity merumuskan program

kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta?

Jawab : Pada awalnya Nalacity terdiri dari lima orang mahasiswa yang

sekarang sudah lulus. Pada tahun 2010 kami berlima (Yovita, Andreas,

Hafiza, Alfi, Riyadh) terbentuk dari program mahasiswa berprestasi di

Universitas Indonesia. Kami diberikan amanat untuk membuat proyek

sosial di masyarakat dan pada waktu itu kami diberikan modal sebesar 7,5

juta untuk tiga bulan masa pelatihan. kemudian, modal itu kami gunakan

untuk melakukan pendekatan yakni mengadakan penyuluhan kesehatan,

survey keluarga, dan membeli alat alat kebutuhan program kewirausahaan

sosial Nalacity. Alhamdulillah keuntungan yang didapat dimanfaatkan

kembali untuk kegiatan produksi berikutnya

2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi

para mantan penderita kusta?

Jawab : karena program kewirausahaan sosial ini memang diperuntukkan

oleh ibu ibu mantan penderita kusta yang bermukim di kampung kusta

Sitanala Tangerang.

3. Strategi apa yangditerapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para

mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : strategi pertama kami kami melakukan survey untuk mengetahui

kemampuan ibu ibu, setelah itu kami menawarkan program kewirausahaan

sosial yang akan mengisi waktu luang ibu ibu selain itu, ibu ibu juga

mendapat keuntungan dari setiap karya yang dihasilkan.

Page 137: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan

penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : setelah kami mengumpulkan 20 orang ibu ibu, kami mulai

mengarahkan program yang akan kami buat untuk para ibu ibu di

kampung kusta. Selama satu bulan mereka di bina oleh para pengurus

Nalacity. Setelah satu bulan masa pelatihan, mereka pun siap untuk tahap

produksi.

5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan

tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial?

Jawab : dalam pengambilan keputusan, jika kepentingan nya langsung

terhadap para anggota, kami para pengurus tak segan untuk berkordinasi

kepada ibu ibu disana, bagaimana tanggapan antar anggota atas apa yang

disampaikan. Namun, jika kepentingan nya itu untuk para pengurus, maka

kami berkordinasi hanya antar pengurus saja.

6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para

anggota program kewirausahaan sosial?

Jawab : secara khusus kebijakan yang diterapkan Nalacity tidak ada yang

spesifik. Lebih kepada peraturan peraturan yang telah disepakati bersama

saja. seperti jadwal pelatihan, anggota komunitas yang masuk hanya bagi

golongan mantan penderita kusta baik dirinya maupun keluarganya.

7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta

untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial?

Jawab : kami para pengurus setiap seminggu sekali selalu mengabari

perkembangan program Nalacity, begitu juga kami sebagai pengurus tidak

segan untuk menanyakan kabar para anggota. Jika ada yang sakit kami pun

berusaha paling tidak untuk menjenguk kerumah anggota karena menurut

kami, para ibu ibu disini tidak hanya sebagai anggota komunitas namun,

mereka juga sebagai keluarga dan orang tua bagi kami.

Page 138: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity

ini?

Jawab : pada awal berdirinya Nalacity tahun 2010, struktur pengurus

organisasi Nalacity berjumlah lima orang. Berjalannya waktu pengurus

Nalacity semakin bertambah ketika dibuka lowongan volunterr (relawan)

bagi para anak anak muda yang ingin mencari pengalaman. Sekitar dua

puluh lima pengurus Nalacity yang aktif dan tersebar di berbagai divisi.

Mulai dari divisi lapangan yakni pelatihan, sampai divisi media pemasaran

produk yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial.

9. Ada berapakah tenaga pengurus dan pendamping di Nalacity?

Jawab : Di Nalacity sendiri, awal mula kami hanya terdiri dari 5 orang

yang terbentuk dari program Mapres. Kemudian setelah satu tahun

berjalan kami membuka pendaftaran volunteer guna untuk meregenerasi

para pengurus Nalacity. Alhamdulillah sekarang Nalacity sudah

mempunyai 10 orang pengurus dan 15 tenaga pendamping dengan jumlah

peserta keterampilan 20 ibu ibu ini membuat strategi pendampingan tidak

keteteran karena setiap minggunya kami mempuyai jadwal bagi para

pendampingnya.

10. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial

Nalacity?

Jawab : kegiatan yang rutin dilakukan setiap dua minggu sekali yakni

pelatihan keterampilan menjahit bagi para ibu ibu mantan penderita kusta,

selain itu kegiatan yang masih dilaksanakan pada perayaan hari hari besar

seperti santunan, qurban, pengobatan dan penyuluhan gratis serta

pengajian ibu ibu.

Page 139: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

11. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program

kewirausahaan sosial ini?

Jawab : sumber pendanaan awal proyek sosial Nalacity ini didapat dari

pihak lembaga kampus sebesar 7,5 juta untuk 3 bulan selama masa

pelatihan. Selain itu Nalacity juga pernah mengikuti kompetisi wirausaha

muda mandiri Bank Mandiri, Nalacity juga mengikuti kompetisi dan

menjadi pemenang best of young entrepreneur social pada acara kick andy

dan fatigon chalenge. Serta Nalacity juga sering mengiktui bazar dan

pameran sebagai ajang promosi dan penjualan produk Nalacity.

12. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke

masyarakat luas?

Jawab : sebelum proses pemasaran produk Nalacity, para pendamping

mengecek dahulu hasil pekerjaan dari para ibu ibu disini. Setelah melalui

tahapan seleksi dan finishing maka hasil karya ibu ibu pun segera masuk

dalam tahap packaging agar tampilan menjadi menarik. Untuk proses

promosi kami juga memakai media online dimana ada salah satu pengurus

Nalacity yang menjadi model produk Nalacity. Selain itu kami juga

memasarkan lewat organisasi dan teman teman dikampus.

13. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial

yang di gagas Nalacity ini?

Jawab : respon masyarakat dikampung kusta mengenai program

kewirausahaan sosial Nalacity cukup baik. Bahkan para kaum bapak

disana menginginkan supaya ada program kewirausahaan sosial yang

ditujukan kepada mereka. Namun, diakui memang Nalacity belum mampu

untuk mengerjakan dua proyek sosial. Selain harus mengidentifikasi

kembali dana permodalan awal pun belum Nalacity cari kembali.

Page 140: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

14. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem

informasi sebagai media?

Jawab : Nalacity yang terdiri dari anak anak muda dalam pengembangan

sistem informasi media, kami memang memiliki divisi khusus yang

menangani perawatan website dan akun media online Nalacity. Dalam

pemanfaatannya produk Nalacity terbantu sekali. Karena dengan hasil

karya yang memang sudah umum dipasaran, namun karena kami

mempunyai sistem media marketing yang mumpuni menjadikan produk

kami berbeda dengan produk lainnya. Salah satu nilai tambahnya yakni

jilbab yang dihasilkan adalah karya tangan tangan dari para mantan

penderita kusta.

15. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program

kewirausahaan sosial Nalacity ini?

Jawab : faktor pendukung dalam program kewirausahaan sosial Nalacity

terutama kuota dan kapasitas para pendamping yang sudah dua kali

reggenerasi. Dan faktor penghambat salah satunya yakni manajemen

waktu yang belum maksimal (belum disiplin) dari para anggota komunitas

Nalacity.

16. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah

mengikuti program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : sejauh ini yang saya lihat ada perkembangan yang mulai berubah

kearah yang lebih dari para ibu ibu anggota komunitas Nalacity. Seperti

mereka lebih kritis ketika mereka tidak faham atas pengarahan yang

diberikan pendamping, maka mereka tidak segan lagi untuk bertanya.

Selain itu para ibu ibu disana juga sudah terbangun rasa percaya dirinya

sebagai masyarakat non diskriminasi. Apalagi ketika mereka diundang

dalam beberapa acara televisi. Mereka semakin nyaman dengan keadaan

dirinya sekarang.

Page 141: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

17. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para

anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program

kewirausahaan sosial ini?

Jawab : langkah selanjutnya pastinya kami masih tetap fokus dalam

pengembangan kapasitas ibu ibu melalui usaha menjahit ini. Kami tim

pengurus pun berusaha agar sepeninggalan dari program Nalacity, ibu ibu

dapat berdikari dan menularkan ilmunya kepada ibu ibu lainnya. Selain

itu kami akan membuat beberapan program sekolah gratis yang nantinya

dapat dinikmati oleh para anak anak yang tidak bersekolah di kawasan

kampung kusta.

Page 142: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Pertanyaan Wawancara

Nama : Hafiza Elvira

Umur : 24 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta, CEO Nalacity

Jenis Kelamin : Perempuan

1. Bagaimanakah awal mulanya Nalacity merumuskan program

kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta?

Jawab : Pada awalnya kami dibentuk dalam sebuah program ILDP dari

kampus. Lalu kami memenangkan ide program kewirausahaan sosial.

Awalnya kami hanya berlima dan dibiayai programnya oleh pihak

kampus. Kami akhirnya memilih kampung kusta untuk program

kewirausahaan sosial ini karena beberapa faktor yang mendukung. Kami

adakan penyuluhan disana, pengobatan gratis lalu kami mensurvey kecil

kecilan kepada para ibi ibu disana. Pada awalnya kami ingin membuat

usaha peternakan, Ternyata mereka mempunyai kemampuan dibidang lain

yakni menjahit.dan kamipun memutuskan untuk melatih ke 20 orang ibu

ibu yang terkumpul ini untuk menjahit, mempola dan memayet jilbab. Dan

mereka pun menerima penawaran dari kami.

2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi

para mantan penderita kusta

Jawab : Karena beberapa faktor yang mendukung dan kampung kusta ini

termasuk yang menjadi kualifikasi tim kami.

3. Strategi apa yang diterapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para

mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Kami tidak mempunyai strategi khusus. Kami hanya melakukan

pendekatan seperti layaknya anak kepada orang tua. Sehingga komunikasi

dan cara kerja kamipun seperti layaknya sebuah keluarga. Keterampilan

menjahit pun dipilih karena keahlian yang dimiliki ibu ibu adalah

Page 143: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

menjahit. Selain itu, kebanyakan dari orang orang komunitas kami

dikampus sudah berhijab maka dari itu, saya serta pengurus lainnya

bersepakat untuk fokus dalam kreasi jilbab dan busana muslim karena

melihat pasar yang masih terbuka untuk jenis fashion ini.

4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan

penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Kami juga tidak mempunyai teknik yang khusus. Karena memang

dasarnya mereka sudah mempunyai dasar menjahit. Jadi kami hanya

tinggal memolesnya dengan baik. Sehingga hasilnya pun cukup

memuaskan

5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan

tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial?

Jawab : Proses pengambilan keputusan yang sering kami terapkan yakni

dengan keterbukaan dan musyawarah. Dimana jika ada program baru kami

selalu tanyakan kepada mereka bagaimana tanggapannya.

6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para

anggota program kewirausahaan sosial?

Jawab : Kami menerapkan jadwal pelatihan yang harus diikuti oleh ibu

ibu dengan disiplin. Dan memang syarat jadi anggota komunitas ialah

seorang yang pernah menderita kusta.

7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta

untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial?

Jawab : Karena yang kami hadapi adalah seorang ibu yakni orang tua,

kami memberi motivasi selayaknya seperti sebuah keluarga. Jika ada yang

tidak hadir kami hubungi, jika ada anggota keluarganya yang sakit atau

bahkan jika mereka sendiri yang sakit. Kami datang Dan melakukan hal

sebisa kami untuk membantu.

Page 144: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity

ini?

Jawab : kalau tingkat pengurus memang teman tema dekat kami dan para

relawan yang ingin membantu mendampingi. Kalau anggota komunitasnya

sendiri yang terlibat para masyarakat kampung kusta. Selain itu yang ikut

terlibat juga dari aparat pemerintah yang telah membantu perizinan kami.

9. Ada berapakah tenaga pengurus dan pendamping di Nalacity?

Jawab : untuk peserta sendiri sampai saat ini ada 20 orang ibu ibu yang

kami berdayakan, lalu 10 orang pengurus atau tim inti dan 15 orang tenaga

pendamping yang kami rekrut dari adik adik kelas yang ingin

berpartisipasi.

10. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial

Nalacity?

Jawab : Kegiatan yang kami fokuskan sekarang hanya program

kewirausahaan sosial ini, namun kami juga sering mengadakan kegiatan

bulanan seperti penyuluhan, pengobatan gratis, dan hari hari besar lainnya.

11. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program

kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Memang pada perjalanannya kami mengalami kendala pada

pendanaan karena dana yang kami butuhkan tidak sebanding dengan yang

didapat pada awal pendekatan kepada masyarakat kami mengeluarkan

dana sebesar tiga juta rupiah untuk program penyuluhan dan pengobatan

gratis, untuk mengantisipasi kekurangan kami sering melakukan kerjasama

dengan dompet dhuafa dan ACT untuk pengadaan obat. Selain itu pada

program keterampilan menjahit kami mengeluarkan permodalan awal

kurang lebih empat juta rupiah untuk pengadaan alat alat dan bahan, serta

kami juga harus mencari tambahan lainnya untuk pemasaran, packaging

dan perawatan website yang jika ditotal jauh melebihi dari modal yang

diberikan kampus kepada kami. Maka sedikit demi sedikit kami menutupi

Page 145: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

hal demikian dengan mengikuti bazar dan pameran untuk perkenalan

produk Nalacity

12. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke

masyarakat luas?

Jawab : Pemasarannya kami melalui online dan pameran. Memang saat

ini belum bisa sempurna karena proses pengerjaannya tidak bisa cepat.

Pelatihannya juga tidak mudah, karena mereka kan jarinya sudah tidak

sempurna. Saat ini sebanyak 20 orang yang bertahan, sebelumnya sempat

ada yang keluar.

13. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial

yang di gagas Nalacity ini?

Jawab : Sampai saat ini respon anggota komunitas kami dan masyarakat

sekitarnya cukup baik dalam menerima kami. Mereka sangat antusias

ketika kami mengadakan acara acara bulanan. Dan dari masyarakat luar

pun sekarang sudah banyak yang melirik mereka dan mengundang

mereka. Insyaallah kedepannya semoga stigma negatif untuk kaum

disabilitas ini berkurang.

14. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem

informasi sebagai media?

Jawab : Pengurus kami semua anak anak muda, jadi kami membuat

model promosi yang membuat para khalayak tertarik. Seperti kami selalu

mengadakan pemotretan untuk jenis jilbab yang terbaru. Sehingga

masyarakat pun tidak bosan dengan produk kami.

15. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program

kewirausahaan sosial Nalacity ini?

Jawab : Faktor pendukung alhamdulillah program kewirausahaan sosial

ini berkesinambungan dengan kemampuan para ibu ibu disini sehingga

perjalanan untuk memulai pun tidak terlalu sulit. Selain itu program

Page 146: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

kewirausahaan sosial Nalacity ini didukung penuh oleh aparat pemerintah

setempat kelurahan, pak RT dan RW. Karena pada pendekatan

sebelumnya kami memang sudah meminta izin untuk memberikan

program penyuluhan dan pengobatan gratis kepada warga disana. Selesai

pendekatan kami pun membuat program kewirausahaan sosial sehingga

kami tak perlu lagi mengurus perizinan Faktor penghambat seperti mereka

ibu ibu yang masih mengurusi urusan rumah tangganya terkadang mereka

harus selalu diingatkan jika latihan. Lalu pada awal awal merintis mereka

sering kurang percaya diri karena masih memikirkan stigma negatif dari

masyarakat sehingga mereka takut tidak laku dengan produk mereka.

16. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah

mengikuti program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Sekarang ibu ibu yang kami lihat sudah muncul rasa percaya

dirinya kembali. Bahkan dari mereka ada yang ingin membuka jasa jahit

sendiri. Yang terpenting dari kami saat ini adalah supaya ibu ibu tidak lagi

merasa merendahkan dirinya lagi akibat keterbatasannnya. Mereka juga

mampu dan sama seperti orang pada umumnya. Dan yang lebih penting

mereka mempunyai kreasi sendiri yang dapat mereka jual.

17. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para

anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program

kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Langkah selanjutnya kami masih tetap terus mendampingi ibu ibu

disini untuk terus menuju pribadi yang mandiri. Dan harapan kami kelak

dari orang ibu ibu ini mereka bisa mentransfer ilmunya kepada orang lain.

Page 147: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Pertanyaan Wawancara

Nama : Ernawati

Umur : 31 Tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Jenis Kelamin : Perempuan

1. Bagaimanakah awal mulanya Nalacity merumuskan program

kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta?

Jawab : awal mula mereka bertemu dengan pak RT 01 bapak Misan,

mereka izin untuk memberikan penyuluhan dan pengobatan gratis, lalu

mereka menawarkan pelatihan jilbab manik kepada kami.

2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi

para mantan penderita kusta?

Jawab : ya, karena memang persayaratannya sudah seperti itu dari pihak

pengurus Nalacity. Harus mantan penderita kusta.

3. Strategi apa yangditerapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para

mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : yang saya lihat mereka melakukan pendekatan ke masyarakat

dengan memberikan penyuluhan kesehatan.

4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan

penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Para pengurus Nalacity memberikan masing masing alat untuk

menjahit dan memayet kepada ibu ibu. Kami diberi waktu dua minggu

pengerjaan untuk 2 jilbab dan 2 busana yang akn dipayet.

Page 148: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan

tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial?

Jawab : Mereka para pengurus selalu menanyakan kepada kita para ibu

ibu mengenai kesulitan kesulkitan yang dirasakan jika dalam pertemuan.

6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para

anggota program kewirausahaan sosial?

Jawab : Pokoknya para pengurus tidak memberatkan/menekankan kepada

kami dalam mengikuti program ini. Yang terpenting kami harus giat dan

mau terus dilatih oleh mereka.

7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta

untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial?

Jawab : Setiap pertemuan kami selalu diberi semangat motivasi agar

kami terus berlatih, dan dengan program ini kelak kami akan mandiri dan

menjadi penerus Nalacity disini untuk ibu ibu yang lain.

8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity

ini?

Jawab : Para ibu ibu mantan penderita kusta

9. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial

Nalacity?

Jawab : Kegiatannya yang rutin adalah memayet.terkadang sebulan sekali

mereka para pengurus memberikan penyuluhan gratis.

10. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program

kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Setahu saya, sumber pendanaan kegiatan ini diambil dari hasil

keuntungan dan kerjasama pihak lain. `

Page 149: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

11. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke

masyarakat luas?

Jawab : Saya kurang begitu tahu, tapi menurut para pengurus mereka

menjual online dan mempunyai toko kecil dikota untuk memasarkan

produk kami.

12. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial

yang di gagas Nalacity ini?

Jawab : Respon masyarakat disini baik, ketika mereka datang pertama

kali mereka langsung diterima oleh pihak masyarakat disini.

13. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem

informasi sebagai media?

Jawab : saya kurang begitu faham, mungkin kakak bisa tanyakan langsug

kepada para pengurus.

14. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program

kewirausahaan sosial Nalacity ini?

Jawab : Pada awalnya para pengurus Nalacity menghimbau kepada kami

agar kegiatan kewirausahaan sosial ini nantinya dapat menjadi pekerjaan

sampingan untuk membantu peningkatan ekonomi keluarga dan merubah

pola tingkah masyarakat untuk tidak lagi menjadi pengemis. Namun,

kenyataannya selama 5 tahun berjalan, banyak diantara anggotanya yang

masih menekuni pekerjaan menjadi pengemis

15. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah

mengikuti program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Perubahan sejauh ini, kami para ibu ibu mempunyai kegiatan

untuk mengisi waktu, karena rata rata disini ibu rumah tangga. Kami juga

jadi tahu mengenai masalah kesehatan. Karena setiap sebulan sekali

mereka suka mengadakan penyuluhan.

Page 150: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

16. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para

anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program

kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Sejauh ini kami masih harus tetap fokus pada bidang

keterampilan, walaupun sekarang mulai ditambah. Yang tadinya hanya

jilbab saja yang dipayet. Sekarang sudah mulai diajarkan memayet di

busana baju.

Page 151: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Pertanyaan Wawancara

Nama : Ibu Misna

Umur : 40 Tahun

Pekerjaan : Ibu RT 01

Jenis Kelamin : Perempuan

1. Bagaimanakah awal mulanya Nalacity merumuskan program

kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta?

Jawab : Pada waktu itu ada beberapa orang anak muda yang datang

kerumah saya untuk meminta izin dari pa RT mengadakan kegiatan

penyuluhan, lalu seringkali mereka datang kesini sekedar bertanya

mengenai keadaan warga disini.

2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi

para mantan penderita kusta

Jawab : Mereka waktu bilang karena kampung kusta mereka pilih sebagai

tempat menyalurkan ilmu mereka dan mereka berniat ingin membantu

3. Strategi apa yang diterapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para

mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Yang saya lihat, mereka melatih ibu ibu disini dengan telaten saya

juga awalnya pernah ikut. Namun sudah tidak lagi.

4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan

penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Mereka mengajarkan pola menjahit kepada ibu ibu disini. Dan

mereka memberikan peralatan secara gratis untuk dipakai ibu ibu.

Page 152: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan

tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial?

Jawab : Kalau saya kurang begitu tahu, karena saya juga hanya beberapa

kali mengikuti kegiatan ini, keran kesibukan lain jadi saya berhenti dan

hanya membantu suami saya yang menjadi ketua RT.

6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para

anggota program kewirausahaan sosial?

Jawab : Saya kurang tahu.Mereka hanya mengatakan bahwa mereka

punya program kewirausahaan yang bisa membantu ibu ibu disini.

7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta

untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial?

Jawab : Yang saya lihat anak anak muda ini memotivasi ibu ibu dengan

memberikan pengarahan yang membuat ibu ibu disini mengerti. Lalu

mereka juga tidak segan segan untuk menjemput ibu ibu jika belum pada

berkumpul.

8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity

ini?

Jawab : Ya para anak anak muda dan ibu ibu disini.

9. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial

Nalacity?

Jawab : Yang saya lihat selain melatih, mereka juga sering mengadakan

kegiatan sosial disini.

10. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program

kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Saya kurang tahu.

Page 153: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

11. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke

masyarakat luas?

Jawab : Yang saya tahu mereka berjualan lewat online.

12. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial

yang di gagas Nalacity ini?

Jawab : Sampai saat ini alhamdulillah para warga dan aparat disini

mendukung program mereka.

13. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem

informasi sebagai media?

Jawab : Saya tidak tahu.

14. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program

kewirausahaan sosial Nalacity ini?

Jawab : Disini kan ibu ibu rumah tangga semua, paling yang jadi faktor

menghambatnya ketika latihan dimulai mereka msih mengurusi rumah

tangganya.

15. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah

mengikuti program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Ya, yang saya lihat ibu ibu disini senang mempunyai kegiatan

sampingan dirumahnya.

16. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para

anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program

kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Saya berharap semoga anak anak muda Nalacity ini masih tetap

sabar mendampingi ibu ibu disini sampai ibu ibu disini menjadi mandiri.

Page 154: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Pertanyaan Wawancara

Nama : Lani

Umur : 35 Tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Jenis Kelamin : Perempuan

1. Bagaimanakah awal mulanya Nalacity merumuskan program

kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta?

Jawab : Pada awalnya ada beberapa anak kuliah yang datang kekampung

kami untuk mengadakan kegiatan penyuluhan kesehatan. Kami sangat

senang pada waktu itu, beberapa kali mereka datang untuk mengadakan

pengobatan gratis yang ditemani oleh pak RT dan pak Lurah. Setelah itu

mereka menanyakan kepada kami satu persatu tentang pekerjaan dan

keahlian kami. Setelah itu menawarkan kepada kami program

kewirausahaan sosial untuk kegiatan para ibu ibu disini. Kami dilatih

selama satu bulan setelah itu kami dipersiapkan untuk produksi barang

hasil pelatihan kami.

2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi

para mantan penderita kusta

Jawab : Ya karena disini kan kampung kusta. Kampung yang dominan

masyarakatnya sebagai mantan maupun yang masih menderita kusta.

3. Strategi apa yang diterapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para

mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Mereka melakukan pendekatan secara sering kepada kami.

Mereka selalu tanyakan keadaan kami. Dan yang paling saya senang

merasa senang ikut kegiatan ini karena mereka para pengurus tidak

menjadikan kami sebagai pekerja. Melainkan mereka seperti anak anak

kami yang sedang membantu melatih kami.

Page 155: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan

penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Mereka mengajarkan cara menyulam yang baik. Pada awalnya

kami hanya disuruh melihat. Lalu kami diberikan masing masing alat

untuk kami mencoba. Jika ada yang kurang bisa mereka selalu ada untuk

kami. Kami tidak dilepas. Selain itu kami juga diajarkan untuk mempola

sendiri lalu diajarkan bagaimana menyesuaikan warna payet dengan jilbab

atau bajunya.

5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan

tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial?

Jawab : Dalam proses pengambilan keputusan biasanya kami disini

diajak untuk berkumpul dan berdiskusi, dimana jika ada program kegiatan

Nalacity kami turut serta dalam berpendapat, kami disini tidak merasa

seperti bekerja tetapi kami disini seperti keluarga yang saling membantu

satu sama lain, sehingga kami tidak bosan.

6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para

anggota program kewirausahaan sosial?

Jawab : Kebijakan yang khusus memang tidak ada. Tapi kami selalu

diingatkan bahwa nantinya kami tidak akan didampingi terus. Dan ketika

kami semua sudah mahir dan mandiri. Kami sendiri yang melanjutkan

program ini kepada ibu ibu lainnya disini. Agar mereka pun terampil

seperti kami.

7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta

untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial?

Jawab : Mereka selalu memotivasi kami ketika kami kesulitan, mereka

tidak hanya memotivasi kami yang sebagai anggota komunitas Nalacity.

Tapi merekapun memotivasi kepada masyarakat kampung kusta ini

dengan sering mengadakan kegiatan sosial disini.

Page 156: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity

ini?

Jawab : Para ibu ibu mantan penderita kusta.

9. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial

Nalacity?

Jawab : Mereka sering mengadakan kegiatan disini. Ada penyuluhan,

pengobatan gratis,kurban, santunan, buka puasa bersama. Terkadang jika

ada undangan dari luar kami diajak oleh mereka untuk menjadi pembicara.

10. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program

kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Yang saya tahu, sumber dana mereka didapat dari kampusnya

karena pada waktu itu, mereka mengatakan bahwa mereka didanai oleh

kampusnya untuk program ini.

11. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke

masyarakat luas?

Jawab : Proses pemasarannya. Jadi setelah jilbab terkumpul dan sudah

dicek hasil pekerjaannya barulah mereka mendistribusikan kepada

pengurus yang bertugas pada bidang penjualan. Cara mereka menjualnya

yag sering saya lihat dengan online.

12. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial

yang di gagas Nalacity ini?

Jawab : Respon masyarakat disini alhamdulillah sangat baik. Karena

mereka sering mengadakan kegiatan. Malah terkadang kami yang

menanyakan ke mereka. Apakah mereka tidak takut dengan keadaan kami.

Mereka jawab tidak. Karena mereka sendiri adalah mahasiswa jurusan

keperawatan yang sering menangani orang sakit.

Page 157: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

13. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem

informasi sebagai media?

Jawab : Saya kurang begitu faham.hanya yang saya tahu mereka memang

memanfaatkan media online untuk penjualan.

14. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program

kewirausahaan sosial Nalacity ini?

Jawab : Faktor pedukungnya alhamdulillah disini kami merespon

kegiatan ini dengan baik. Lalu pihak aparat disini juga sudah semua tahu.

Bahwa Nalacity mengadakan program pemberdayaan di kampung kusta.

15. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah

mengikuti program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Perubahannya alhamdulillah yang saya rasakan saat ini. Saya

sudah lebih percaya diri. Demi anak anak saya, saya ikut berlatih di

program ini dan bangkit. Karena saya tidak mau anak anak saya khususnya

mengalami hal yang sama seperti orang tuanya. Selain itu kami juga

pernah di undang oleh beberapa media televisi sebagai narasumber dari

program kewirausahaan yang diikuti oleh para mantan penderita kusta.

Dengan kegiatan seperti ini kami merasa lebih baik lagi. Karena kami bisa

membuktikan walaupun fisik kami sudah tidak lagi sempurna namun kami

masih mampu untuk bekerja.

16. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para

anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program

kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Yang saya tahu, kata pengurus tidak lamalagi mereka ingin

membuka sekolah anak anak kecil secara gratis bagi anak anak putus

sekolah.

Page 158: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Pertanyaan Wawancara

Nama : Ibu Nur Misna

Umur : 31 Tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Jenis Kelamin : perempuan

1. Bagaimanakah awal mulanya Nalacity merumuskan program

kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta?

Jawab : Pada waktu itu ada beberapa anak muda yang datag kekampung

kami memberikan penyuluhan tentang kesehatan. Mereka seringkali

datang kesini hingga mereka menawarkan kepada ibu ibu untuk pelatihan

keterampilan memayet jilbab. Kami dilatih selama satu bulan.

2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi

para mantan penderita kusta

Jawab : Di kampung kusta ini hampir 90% semua mantan penderita kusta,

selain itu memang kami disini banyak yang menjadi ibu rumah tangga

(IRT), dan sebagian lagi masyarakat disini bekerja menjadi peminta-minta

di kota.

3. Strategi apa yang diterapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para

mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Mereka menanyakan tentang keadaan kami disini, mereka

menanyakan pekerjaan kami, kesulitan kami, lalu kami ditanya keahlian

apa yang kami miliki. Setelah itu kami ditawarkan kegiatan yang

berhubungan dengan kemampuan kami. Rata rata kami disini punya

keahlian menjahit. Dan sampai saat ini ada 20 orang yang mengikuti

program kewirausahaan sosial ini.

Page 159: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan

penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Pertama kami dikumpulkan di Masjid Rahmi, lalu mereka

memberikan kami pola yang sudah jadi untuk diberi hiasan. Kami diajari

oleh mereka satu bulan setelah itu kami baru bisa produksi.

5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan

tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial?

Jawab : Kita disini sangat kekeluargaan sekali, mereka (para pengurus)

menuntun kami dan melatih kami dengan sabar karena keterbatasam fisik

kami.jika ada program memayet baru, mereka selalu tanyakan kepada

kami.

6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para

anggota program kewirausahaan sosial?

Jawab : Kebijakan khusus memang tidak ada. Mereka (para pengurus)

hanya mengingatkan kepada kami agar lebih disiplin dalam berlatih.

Karena nantinya mereka akan melepas kami ketika kami sudah mandiri

semua. Dan kami diwajibkan untuk menyalurkan ilmu yang kami dapat

kepada ibu ibu yang lainnya juga.

7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta

untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial?

Jawab : Motivasi yang mereka (para pengurus) berikan lebih kepada

saling mengingatkan satu sama lain. Ketika jadwal latihan tiba kami selalu

di sms mereka untuk segera berkumpul dan berlatih. Alhamdulillah ibu ibu

disini masih sangat antusias untuk berlatih.

8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity

ini?

Jawab : Yang ikut dalam program kewirausahaan sosial ini semua

memang para ibu ibu mantan penderita kusta.

Page 160: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

9. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial

Nalacity?

Jawab : Kegiatan yang sering diadakan Nalacity yakni pengobatan gratis,

penyuluhan kesehatan, santunan, dan acara hari hari besar lainnya.

10. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program

kewirausahaan sosial ini?

Jawab : yang saya tahu, sumber dana untuk kegiatan itu dari hasil

keuntungan program ini yang diputar kembali. Selain itu mereka juga

sering mengundang seperti dompet dhuafa untuk ikut membantu jika ada

acara.

11. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke

masyarakat luas?

Jawab : Kalau pemasarannya, sebelumnya kami diberi waktu dua minggu

untuk menyelesaikan jilbab dan baju atasan yang dipayet. Setelah itu kami

diberi upah. Lalu proses akhirnya para pengurus Nalacity yang

memasarkan ada yang lewat online dan toko.

12. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial

yang di gagas Nalacity ini?

Jawab : Kegiatan pelatihan kewirausahaan sosial ini sebenarnya maksud

dan tujuannya baik, dan sampai sekarang pun anggota komunitas Nalacity

masih setia. Namun, kalau boleh saya katakan bahwa kegiatan

kewirausahaan sosial ini, kurang banyak membantu anggotanya, karena

upah yang diterima harus ditunggu sampai dua minggu. Dan selama dua

minggu kamipun hanya sanggup mengerjakan dua barang saja yakni jilbab

dan busana karena keterbatasan fisik kami. Alhasil upah yang diterima pun

hanya sanggup memenuhi pada hari itu saja.

Page 161: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

13. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem

informasi sebagai media?

Jawab : Saya kurang tahu secara detailnya. Karena kami disini hanya

diajarkan untuk berlatih. Tapi setahu saya mereka memang memanfaatkan

penjualannya melalui online.

14. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program

kewirausahaan sosial Nalacity ini?

Jawab : Kalau pendukung, memang dari segi acara, banyak sekali yang

membantu kegiatan Nalacity. Karena mereka ini dahulu pertama kali

datang masih sebagai mahasiswa dan sering mengikuti lomba. Kalau

penghambat, mungkin lebih kapada kami para ibu ibunya. Terkadang anak

kami sakit kami tidak bisa latihan, lalu disini juga masih ada yang bekerja

sebagai pengemis sehingga tidak bisa membagi waktu.

15. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah

mengikuti program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Semenjak mengikuti program ini, memang kami sudah lebih

semangat. Karena sebelum mereka datang kesini. Kami hanya ibu rumah

tangga biasa. Yang tidak memiliki pekerjaan sampingan. Kami pernah

mencoba untuk bekerja dipabrik atau menjadi pembantu. Tapi seringkali

ditolak karena takut tertular. Padahal kami sudah tidak menular lagi.

Hanya fisiknya saja yang sudah kurang sempurna.

16. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para

anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program

kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Yang sudah terampil saat ini memang masih 20 ibu ibu. Kata

pengurus memang belum bisa ditambah lagi. Karena keinginan para

pengurus setelah 20 ibu ibu sudah lebih mandiri. Disitulah kami harus

melatih ibu ibu yang lain disini. Supaya produksinya dapat lebih banyak

lagi dan ibu ibu disini mempunyai kegiatan sampingan walaupun dirumah.

Page 162: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

Pertanyaan Wawancara

Nama : Yovita

Umur : 25 Tahun

Pekerjaan : Perawat, CEO Nalacity

Jenis Kelamin : Perempuan

1. Bagaimanakah awal mulanya Nalacity merumuskan program

kewirausahaan sosial bagi ibu ibu mantan penderita kusta?

Jawab : Pada awalnya kami dibentuk dari kegiatan mapres (mahasiswa

berprestasi), kami memenangkan ide program kewirausahaan sosial waktu

itu. Lalu kami dibiayai oleh pihak kampus sebesar 7,5 juta selama 3 bulan.

Pada waktu itu salah satu dari tim kami yang tinggal di Tangerang

mengusulkan untuk membuat program di kampung kusta Sitanala.

Pertama kali kami datang untuk mengadakan penyuluhan dengan izin dari

pihak RT,RW dan Kelurahan. Kami pun melanjutkan dengan memberi

pengobatan gratis dan kami juga mulai mensurvey kecil kecilan tentang

keadaan keluarga mereka. Dan kami melihat ibu ibu disana yang hanya

menjadi ibu rumah tangga namun mempunyai keahlian menjahit, dan

sebagian lagi menjadi pengemis dikota. Selanjutnya kami menawarkan

program kewirausahaan sosial untuk membantu dan mengisi waktu

mereka dirumah. Dan merekapun merespon dengan baik.

2. Mengapa program kewirausahaan sosial Nalacity ini hanya diberikan bagi

para mantan penderita kusta

Jawab : Dalam program kewirausahaan sosial ini, Nalacity memang

mengkhususkan pada kaum perempuan, karena Nalacity melihat ada

potensi usaha ekonomi yang dapat dilakukan oleh para perempuan mantan

penderita kusta yang memang sudah memiliki keterampilan menjahit

namun tidak di kembangkan lagi.

Page 163: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

3. Strategi apa yangditerapkan Nalacity untuk menarik minat ibu ibu para

mantan penderita kusta agar mengikuti program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Kami tidak mempunyai strategi khusus. Namun, kami lebih

kepada bagaimana cara pendekatan dengan mereka. Yang notabenenya

mereka ragu dengan kami karena sebelum kami sudah banyak yang

menawarkan program namun programnya tidak berjalan.

4. Bagaimana teknik pengajaran dalam memfasilitasi ibu ibu mantan

penderita kusta pada program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Kami tidak mengajarkan dengan teknik yang sulit. Karena selain

fisik mereka yang sudah kurang namun mereka juga mempunyai dasar

menjahit, jadi kami tidak terlalu sulit untuk memberikan pengarahan

seperti membuat pola, cara memayet yang bagus, cara memadukan warna.

Dan alhamdulillah merekapun tidak segan untuk bertanya apabila

kesulitan.

5. Bagaimanakah proses dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan

tujuan bersama pada anggota dalam program kewirausahaan sosial?

Jawab : Dalam proses pengambilan keputusan, jika memang

kepentingannya di internal pengurus seperti model pemasaran kami hanya

melakukan diskusi kepada seluruh pengurus. Namun, jika terkait dengan

program baru, atau ada hal hal yang ingin disampaikan oleh para anggota

kami bermusyawarah bersama.

6. Apa sajakah kebijakan kebijakan yang diterapkan Nalacity kepada para

anggota program kewirausahaan sosial?

Jawab : Secara khusus memang tidak ada, kebijakan kami kepada

anggota lebih kepada jadwal pelatihan yang harus disiplin. Mengingat fisik

mereka yang kurang, menjadikan kami harus terus mendampingi mereka.

Apapun yang menjadi keinginan para anggota kami seberusaha mungkin

untuk bermusyawarah bersama.

Page 164: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

7. Bagaimanakah Nalacity memotivasi para ibu ibu mantan penderita kusta

untuk ikut berpartisipasi dalam program kewirausahaan sosial?

Jawab : Sederhana sekali motivasi yang kita berikan kepada para ibu ibu.

Mereka kan mantan penderita dan mereka seringkali diberi stigma negatif

oleh masyarakat luar sehingga mereka tidak diberi kesempatan untuk

bekerja diluar. Dan kami selalu bantu mengingatkan bahwa para ibu ibu

ini mampu, tidak kalah dengan orang yang normal lainnya. Jadi buktikan

bahwa ibu ibu bisa membuat lapangan pekerjaan sendiri dengan

kemampuan yang dipunya tanpa bergantung kepada orang lain.

8. Siapa sajakah yang terlibat dalam program kewirausahaan sosial Nalacity

ini?

Jawab : Kalau pengurus kami melibatkan teman teman muda seperti ada

yang ingin jadi volunteer itu bisa ikut terlibat. Kalau anggota

komunitasnya sendiri memang kami khusus para ibu ibu mantan penderita

kusta.

9. Ada berapakah tenaga pengurus dan pendamping di Nalacity?

Jawab : sampai saat ini total kami mempunyai 25 pengurus yang dibagi

kedalam 10 orang pengurus inti Nalacity dan 15 orang pendamping. Hal

ini guna untuk mengatur jadwal keterampilan di kampung kusta. Karena

umumnya dari pengurus masih menjadi mahasiswa maka kami harus

mengatur jadwal pelatihan dengan cara merekrut pendamping di tingkat

adik kampus kami.

10. apa saja kegiatan yang terdapat dalam program kewirausahaan sosial

Nalacity?

Jawab : Kegiatan kami sekarang yang rutin hanya melatih program

kewirausahaan sosial ini selama dua minggu sekali karena terkait banyak

para pengurus yang sudah mempunyai kegiatan masing masing. Kalau

yang lainnya, kita sering mengadakan event di hari raya besar. Seperti

pengobatan gratis, santunan, pembagian kurban.

Page 165: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

11. Darimana sajakah sumber pendanaan untuk keberlangsungan program

kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Sumber dana awal kami dapat dari pembiayaan kampus.

Selanjutnya kami gunakan hasil keuntungannya untuk operasional

kegiatan. Selain itu, untuk menutupi kekurangan kami sering mengajukan

atau mengikuti kompetisi terkait kewirausahaan. Alhamdulillah kami

seringkali menang. Kalau event besar kami manfaatkan jaringan yang

kami punya untuk bekerjasama.

12. Bagaimanakah proses pemasaran produk program kewirausahaan sosial ke

masyarakat luas?

Jawab : Prosesnya jadi setelah jilbab yang sudah dipayet terkumpul kami

menyalurkan kebagian yang bertugas sebagai packaging dan penjualan.

Untuk pemasaran sendiri kami mempunyai toko online dan outlet kecil di

kota Tangerang. Selain itu kami juga membuat logo atau brand yang

menarik. Dan untuk daya tariknya kami mempromosikan produksi dari ibu

ibu ini dengan menggunakan model. Yang dimana modelnya kami dapat

dari para pengurus sendiri

13. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap program kewirausahaan sosial

yang di gagas Nalacity ini?

Jawab : Alhamdulillah sejauh ini para anggota masih semangat dan untuk

para masyarakat kampung kusta lainnya juga antusias penerimaan mereka

ke kami sangat tinggi. Apalagi ditambah yang sudah beberapa kali para

ibu ibu anggota komunitas Nalacity diundang diberbagai pertemuan untuk

menjadi narasumber dan inspirasi bagi yang lain.

14. Bagaimanakah cara Nalacity mengembangkan dan memanfaatkan sistem

informasi sebagai media?

Jawab : Dengan kemampuan yang kami miliki masing masing sebagai

pengurus, kami memang mempunyai ahli dalam bidang IT, simplenya cara

Page 166: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

kami memanfaatkan teknologi sebagai media promosi yakni kami

mengikuti tren zaman. Jika sekarang banyak anak anak muda yang

memakai media sosial untuk pemasaran kami pun sama, namun yang

membedakan kami sudah mempunya website sendiri sehingga masyarakat

percaya kepada produk kami karena para pelanggan dapat

memverifikasinya di website kami selain itu, kami mempunyai outlet

untuk mempermudah penjualan.

15. Apa saja faktor faktor pendukung dan penghambat dalam program

kewirausahaan sosial Nalacity ini?

Jawab : Faktor pendukung sendiri, alhamdulillah kami didukung oleh

aparat pemerintah disini sehingga kami dengan mudah membantu

menyalurkan kemampuan ibu ibu, kalau faktor penghambatnya lebih

kepada internal maupun eksternal. Internal terdapat dari kami para

pengurus yang memang sekarang hanya bisa memberi pelatihan dua

minggu sekali. Lalu terkadang di pihak para anggotanya seperti mereka

masih harus mengurus rumah tangga dan terkadang anak yang sakit

sehingga mereka sudah kecapaian dan absen untuk ikut pelatihan.

16. Bagaimanakah dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah

mengikuti program kewirausahaan sosial ini?

Jawab : Dampak yang saya rasakan sebagai pengurus, sekarang para ibu

ibu sudah banyak berubah. Dahulu yang masih takut takut untuk

berinteraksi dan mengeluarkan pendapat. Sekarang sudah mulai terampil

dan malahan sudah menjadi narasumber. Yang saya lihat sekarang ibu ibu

semakin tumbuh raa percaya dirinya.

Page 167: SRI RAHMAYANI-FDK.pdf

17. Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Nalacity setelah para

anggotanya menerima manfaat dan mampu mandiri dari program

kewirausahaan sosial ini?

Jawab : pada saat ini ibu ibu yang sudah terampil berjumlah 20 orang,

harapannya nanti dari 20 orang ibu ibu ini, mereka bisa menularkan

semangat dan ilmunya kepada ibu ibu yang lain sehingga nilai dari

keberdayaannya tersalurkan. Kedepannya kami juga ingin mendirikan

sekolah PAUD kecil kecilan gratis untuk para anak anak disini, dengan

pendidikan berharap orangtuanya termotivasi supaya anak anaknya nanti

dapat mengubah kehidupan keluarganya lebih baik lagi. Dan untuk

orangtuanya supaya mereka dapat bekerja keras lagi untuk menafkahi

keluarganya dengan pekerjaan yang layak dan halal