STATISTIKA 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

TENTANG GRAFIK EKONOMI

Citation preview

STATISTIKA II

Handout Statistik 2

1. TEORI PROBABILITASA. Konsep Probabilitas Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang selalu akan berhadapan dengan masalah-masalah ketidakpastian (uncertainty). Masalah ketidakpastian dicoba untuk dapat diukur atau dikuantifisir dengan suatu konsep Probabilitas (probability, kemungkinan). Probabilitas (P) dinyatakan dalam angka-angka 0 sampai 1. Probabilitas (P) = 0, artinya suatu peristiwa atau kejadian mempunyai kemungkinan terjadi 0% atau dengan kata lain peristiwa itu tidak mungkin terjadi. Di lain pihak, apabila suatu peristiwa atau kejadian dinyatakan probabilitasnya (P) = 1, berarti bahwa peristiwa atau kejadian itu 100% pasti terjadi.

B. Pengertian Probabilitas Ada beberapa metode atau pendekatan untuk menjelaskan pengertian probabilitas yaitu:1. Pendekatan Klasik atau Matematik

Teori probabilitas berkembang pada abad ke-19 di Perancis, pada waktu perjudian mengalami kejayaan di Perancis, sehingga untuk menjelaskan teori probabilitas digunakan alat-alat yang digunakan dalam perjudian, seperti dadu, kartu dan sebagainya.

Menurut pendekatan klasik, terjadinya suatu peristiwa (P) diberikan definisi sebagai rasio dari kejadian yang menguntungkan seluruh kejadian/peristiwa apabila setiap kejadian mempunyai kesempatan yang sama. Apabila dirumuskan, maka probabilitas terjadinya suatu peristiwa (P) adalah:

dimana K = kejadian yang menguntungkan dan S = seluruh kejadian

Contoh-contoh dari pendekatan klasik:

a. Pelemparan sebuah mata uang logam

b. Sebuah dadu yang mempunyai 6 sisi

c. Kartu Bridge

2. Pendekatan Empiris atau Frekuensi Pendekatan ini disebut pendekatan frekuensi, karena perhitungannya didasarkan pada frekuensi relatif sedang di lain pihak disebut sebagai pendekatan empiris, karena perhitungannya berdasarkan pada pengalaman empiris.

Probabilitas terjadinya suatu peristiwa menurut pendekatan empiris atau frekuensi adalah frekuensi relatif terjadinya peristiwa tersebut di dalam percobaan yang berulang-ulang yang tidak terhingga sifatnya. Karena pada hakekatnya suatu percobaan yang berulang-ulang yang tidak terhingga tidak mungkin dilaksanakan, maka di dalam perhitungan ini jumlah percobaannya dibatasi.

Contoh dari pendekatan ini adalah:

a. Probabilitas terjadinya peristiwa kecelakaan lalu lintas sebagai akibat pengemudi tidak memiliki Surat Ijin Mengemudi

b. Probabilitas terjadinya peristiwa seorang pedagang kaki lima berpindah tempat/lokasi usahanya. Dalam menentukan pembatasan jumlah percobaan sesuai dengan definisinya perlu pertimbangan agar cukup banyak, sebab apabila pembatasan jumlah percobaan terlampau sedikit atau kecil maka akan membawa pada kesimpulan yang keliru.

3. Probabilitas Subyektif Di dalam kehidupan sehari-hari dapat dijumpai peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi, misalnya bangkrutnya suatu perusahaan, terbakarnya sebuah toko, dan lain-lain.

Probabilitas terjadinya peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi ini pada hakekatnya sangat tergantung kepada pandangan masing-masing individu. Pandangan individu ini dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yakni:

pandangan yang optimis bahwa peristiwa itu akan terjadi, sehingga probabilitasnya mendekati 1, misalkan P = 0,90

pandangan yang pesimis bahwa peristiwa itu akan terjadi, sehingga probabilitasnya mendekati 0, misalkan P = 0,10

Kedua kelompok tersebut adalah sangat subyektif.

Agar dapat memperoleh hasil yang obyektif, maka kedua kelompok pandangan tersebut perlu dikombinasikan, dengan cara menghitung nilai rata-ratanya.

Hasil ini dapat dikatakan obyektif, karena telah dihitung segenap pandangan individu yang berbeda, baik yang optimis maupun yang pesimis.

Pada hakekatnya semua probabilitas mengandung unsur subyektifitas baik pada pendekatan klasik maupun pada pendekatan empiris. Pada pendekatan klasik, unsur subyektifitas terletak di dalam memilih peristiwa yang menguntungkan, pemilihan ini akan berbeda dari satu individu dengan individu yang lain (subyektif). Demikian pula halnya pada pendekatan empiris, unsur subyektifitas terletak pada pembatasan jumlah percobaannya. Masing-masing individu akan menetapkan jumlah percobaannya secara berbeda (subyektif).C. Ruang Sampel dan Sub-Ruang Sampel

1. Pengertian Ruang Sampel Menurut Pendekatan Klasik

Ruang sampel menurut pendekatan klasik adalah suatu himpunan yang mempunyai unsur seluruh peristiwa atau kejadian. Contoh, dalam pelemparan sebuah mata uang, akan dijumpai 2 macam peristiwa atau kejadian, yaitu peristiwa sisi gambar sebagai peristiwa 1 dan sisi tulisan yang merupakan peristiwa 2. Maka ruang sampel dari pelemparan sebuah mata uang mempunyai 2 unsur, yaitu unsur sisi gambar dan sisi tulisan.

Dari bagan di atas, dapat dilihat bahwa ruang sampel merupakan jumlah dari seluruh peristiwa.

Selanjutnya dari ruang sampel dapat disusun berbagai macam sub-ruang sampel, karena sub ruang sampel merupakan bagian dari ruang sampel. Contoh pada pelemparan 2 buah mata uang secara bersama, akan dijumpai peristiwa-peristiwa sebagai berikut:(H,H), (H,T), (T,H) dan (T,T)

(H,H)menunjukkan peristiwa kedua mata uang tersebut sisi gambar

(H,T),(T,H)menunjukkan kedua peristiwa tersebut masing-masing bersisi

gambar dan tulisan

(T,T)menunjukkan peristiwa kedua mata uang tersebut sisi tulisan

Apabila masing-masing ini dianggap sebagai sub-ruang sampel, maka dapat dibedakan 3 macam sub-ruang sampel.

2. Pengertian Ruang Sample Menurut Pendekatan Frekuensi/Empiris Pendekatan frekuensi menggunakan frekuensi sebagai landasan, sehingga ruang sampel menurut pendekatan ini adalah jumlah seluruh frekuensi. Contoh, jumlah seluruh mahasiswa suatu akademi manajemen 1500 orang merupakan ruang sampel yang unsurnya terdiri dari 1500 orang mahasiswa. Dari ruang sampel ini dapat disusun berbagai sub-ruang sampel, misalnya menurut jenis kelamin, asal daerah, asal sekolah, pekerjaan orang tua, maupun tahun masuknya. Menurut tahun masuknya dapat dibedakan menjadi 3 macam sub-ruang sampel yaitu tahun pertama, tahun kedua dan tahun ketiga.

D. Peristiwa dan Probabilitas Suatu Peristiwa

1. Pengertian Peristiwa

Apabila suatu ruang sampel merupakan suatu kumpulan hal yang bersifat universal, maka dari ruang sampel dapat disusun dalam berbagai sub-ruang sampel yang mempunyai sifat-sifat tertentu.

Sub-ruang sampel yang merupakan unsur-unsur yang mempunyai sifat-sifat tertentu ini dapat disebut sebagai suatu peristiwa. Dalam pelemparan 2 buah mata uang dapat dibedakan 3 macam peristiwa yaitu peristiwa 2 sisi gambar, 1 sisi gambar dan 1 sisi tulisan serta 2 sisi tulisan.

2. Probabilitas Suatu Peristiwa

Probabilitas suatu peristiwa dirumuskan dengan P () yang diartikan P sebagai probabilitas dan peristiwanya dinyatakan di antara tanda kurung. P(A) diartikan sebagai probabilitas suatu peristiwa A. Apabila suatu peristiwa A terjadi sebanyak n kali dari m percobaan, maka

P= Probabilitas

A= Peristiwa A

n= Banyaknya peristiwa A terjadi

m= Jumlah seluruh peristiwa

Selanjutnya probabilitas terjadinya peristiwa yang bukan A dirumuskan sebagai berikut:

= menyatakan peristiwa bukan A atau komplemen A Misalkan peristiwa A adalah peristiwa kedua sisi mata uang menunjukkan sisi gambar atau H. Terjadinya kedua sisi mata gambar semua atau (H.H) adalah 1 dari 4 macam peristiwa. Maka sesuai rumus di atas, n = 1 dan m = 4:

Karena peristiwa A hanya terdiri 1 dari 4 peristiwa maka peristiwa yang bukan A, yaitu 2 peristiwa sisi yang menunjukkan 1 gambar dan 1 tulisan (H,T dan T,H) serta 1 peristiwa yang menunjukkan sisi tulisan (T,T).E. Asas-Asas Menghitung Probabilitas1. Peristiwa yang Saling Meniadakan/Saling Asing (Mutually Exclusive)

Dua peristiwa dikatakan saling meniadakan atau saling asing, apabila kedua peristiwa itu tidak dapat terjadi bersama-sama. Secara matematis dikatakan dua peristiwa A dan B saling meniadakan atau saling asing, apabila kedua peristiwa itu memiliki unsur yang sama (A dan B tidak ada). Dapat dilukiskan dengan diagram Venn berikut:

Apabila peristiwa A dan B saling meniadakan maka terjadinya peristiwa A tidak dapat bersama dengan peristiwa B, artinya apabila peristiwa A terjadi, B tidak terjadi dan sebaliknya. Secara matematis, peristiwa saling meniadakan dapat dirumuskan sebagai berikut:P (A atau B) = P (A) + P(B)

atau

P (A U B) = P(A) + P(B)

Apabila peristiwanya lebih dari 2 peristiwa maka tetap berlaku asas penjumlahan.

Secara matematis, peristiwa saling meniadakan dapat dirumuskan sebagai berikut:P (A atau B atau C) = P (A) + P(B) + P(C)

atau

P (A U B U C) = P(A) + P(B) + P(C)

2. Peristiwa yang Tidak Saling Meniadakan Dua peristiwa dikatakan tidak saling meniadakan, apabila peristiwa yang satu dapat terjadi bersama dengan peristiwa yang lain. Dengan kata lain kedua peristiwa itu tidak terpisah. Peristiwa yang tidak saling meniadakan ini dapat digambarkan dalam diagram Venn sebagai berikut:

2 peristiwa yang tidak saling meniadakan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:P (A atau B) = P(A) + P(B) P (A dan B)

Atau

P (A U B) = P(A) + P(B) P(A B) Dalam penjumlahan P(A) dan P(B) sebenarnya P(A dan B) telah dihitung 2 kali, oleh karena itu dalam rumus di atas dikurangkan 1 kali. Apabila ada 3 peristiwa yang tidak saling meniadakan, maka dapat dirumuskan sebagai berikut: P (A atau B atau C) = P(A) + P(B) + P(C) P (AB) P(AC) P(BC) + P(ABC)

Atau

P(A U B U C)=P(A) +P(B)+P(C) P(A B) P(A C) P(B C) P(A B C)3. Peristiwa yang Komplementer Apabila di dalam suatu ruang sampel terdapat peristiwa A dan bukan A (), sedangkan mengandung semua unsur-unsur dalam ruang sampel kecuali A, maka dikatakan peristiwa merupakan peristiwa yang komplementer bagi A. Peristiwa A dan merupakan peristiwa yang eksklusif secara bersama. Gabungan antara A dan merupakan sebuah ruang sampel. Keadaan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Dirumuskan secara matematis:P() = 1 - P(A)

P( A U ) = P(A) + P() = 1

4. Peristiwa yang Independen Dua peristiwa dikatakan independen apabila peristiwa yang satu tidak mempengaruhi peristiwa yang lain. Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa terjadinya peristiwa yang satu tidak mempengaruhi peristiwa yang lain. Probabilitas dari suatu peristiwa yang independen ini dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:a. Marginal Probability (Probabilitas marjinal)

b. Joint Probability (Probabilitas Gabungan)c. Conditional Probability (Probabilitas Bersyarat)a. Probabilitas Marginal

Probabilitas marginal atau probabilitas yang tidak bersyarat adalah probabilitas terjadinya suatu peristiwa yang tidak memiliki hubungan dengan terjadinya peristiwa yang lain. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:Probabilitas terjadinya peristiwa A = P(A)

Probabilitas terjadinya peristiwa B = P(B)

b. Probabilitas Gabungan

Probabilitas terjadinya 2 peristiwa atau lebih yang secara bersama-sama atau secara berurutan merupakan hasil perkalian dari probabilitas marginal atau probabilitas masing-masing peristiwa. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:P (A dan B) = P (A) x P(B)

P (A dan B dan C) = P (A) x P(B) x P(C)

P (A dan B) = Probabilitas terjadinya peristiwa A dan B bersama atau

berurutan yang disebut joint probability

P(A)= Probabilitas marginal dari peristiwa A

P(B)= Probabilitas marginal dari peristiwa B

c. Probabilitas Bersyarat pada Peristiwa yang Independen Probabilitas bersyarat adalah probabilitas terjadinya suatu peristiwa dengan syarat peristiwa yang lain harus terjadi. Sedangkan peristiwa yang independen adalah peristiwa yang tidak dipengaruhi/tergantung pada peristiwa yang lain. Oleh sebab itu, probabilitas bersyarat pada peristiwa yang independen dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut:P(B/A) = P(B)

Atau

P(A/B) = P(A)

P(B/A) = Probabilitas peristiwa B dengan syarat peristiwa A harus

terjadi

P(A/B) = Probabilitas peristiwa A dengan syarat peristiwa B harus

terjadi

Karena dalam peristiwa yang independen persyaratan ini tidak berpengaruh, maka P(B/A) = P(B) sedangkan P(A/B) =P(A).

5. Peristiwa yang Dependen Dua peristiwa dikatakan dependen apabila peristiwa yang satu dipengaruhi atau tergantung pada peristiwa yang lain. Probabilitas pada peristiwa yang dependen ini ada 3 macam, yaitu marginal probability, joint probability dan conditional probability.a. Probabilitas Bersyarat pada Peristiwa Dependen Contoh, sebuah kotak berisi 10 buah bola dengan rincian:3 buah bola merah bergaris

1 buah bola merah kotak-kotak

2 buah bola biru bergaris

4 buah bola biru kotak-kotak

Pada bola merah dapat dikatakan bahwa probabilitas bola bergaris dengan syarat bola itu merah adalah P(G/M) = = 0,75. Dengan perhitungan sebagai berikut:

Untuk bola biru, probabilitas bola bergaris dengan syarat bola itu biru adalah:

Probabilitas bersyarat dapat dirumuskan sebagai berikut:

atau

b. Joint Probabilitas dari Peristiwa Dependen Berdasarkan rumus probabilitas bersyarat:

maka P(AB) = P(A/B) x P(B)

P(AB) merupakan joint probability dari peristiswa yang dependen.

c. Marginal Probability dari Peristiwa Dependen Marginal probability dari peristiwa yang dependen dapat dihitung dengan menjumlah semua joint probability.

Contoh bola di atas, maka probabilitas bola merah adalah

P(M) = P(GM) + P(KM) = 3/10 + 1/10 = 4/10

6. Teori Bayes Teori Bayes yang lebih dikenal dengan nama kaedah Bayes memainkan peranan yang penting dalam penggunaan probabilitas bersyarat dan menghitung probabilitas subyektif. Teori ini dikembangkan oleh Thomas Bayes pada tahun 1763.

Apabila A1, A2, A3 .. An merupakan suatu sekatan dari ruang sampel S dan apabila peristiwa A1, A2, A3 .. An merupakan peristiwa yang lengkap terbatas dengan probabilitas 0, maka probabilitasnya adalah:

P(A) = P(A1) P(A/A1) + P(A2) P(A/A2) + P(An) P(A/An)

atau

P(A) = P(An) P(A/An)

Sesuai dengan rumus probabilitas bersyarat maka kaedah bayes dapat dirumuskan pula sebagai berikut:

Contoh, peti A berisi 3 bola hijau dan 5 bola merah, sedang peti B berisi 2 bola hijau, 1 bola merah dan 2 bola kuning. Apabila peti tersebut dipilih secara random dan selanjutnya dipilih sebuah bola secara random pula, maka probabilitas bola hijau dipilih dapat dijelaskan sebagai berikut:

Jika A merupakan peristiwa terpilihnya bola hijau, sedangkan terpilihnya peti A dinyatakan dengan A1 dan terpilihnya peti B dengan A2, maka

P(A1) = P(A2) = 1/2

P(A/A1)= 3/8

P(A/A2) = 2/5

Sesuai dengan teori Bayes, maka:

7. Harapan Matematis

Apabila P1, P2 Pn merupakan probabilitas terjadinya peristiwa-peristiwa A1, A2 An yang merupakan peristiwa yang independen dan lengkap terbatas, maka jumlah seluruh harapan matematis dirumuskan dengan:A = A1P1 + A2P2 + AnPn Harapan matematis ini terdapat pada sistem perjudian dan asuransi. Dalam sistem perjudian pada asasnya penjudi membayar sejumlah uang untuk menerima hak sejumlah uang atau tidak sama sekali. Hal yang sama akan terjadi pada sistem asuransi jiwa, seorang yang mengasuransikan jiwanya akan membayar premi asuransi. Selama jangka asuransi apabila dia meninggal, maka dia akan memperoleh sejumlah polis asuransi penuh, sedang jika dia sehat, maka dia tidak memperoleh apa-apa.

F. Teori Pengambilan Keputusan Setiap individu, kelompok, maupun perusahaan akan selalu menghadapi masalah untuk bertindak berdasarkan berbagai alternatif tindakan. Pemilihan alternatif tindakan ini didasarkan karena adanya masalah ketidakpastian (uncertainty).

Ada 2 macam pengambilan keputusan, yaitu:

1. Teori pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan klasik.

Teori ini didasarkan atas pertimbangan ekonomi secara tidak langsung melainkan merupakan pengambilan kesimpulan terhadap populasi berdasarkan pada informasi sampel sebagaimana yang dibahas dalam pendugaan parameter maupun pengujian hipotesa.2. Teori pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan Bayes

Pengambilan keputusan berdasar pendekatan ini dititikberatkan pada penggunaan pertimbangan ekonomi secara langsung, yakni dengan menggunakan tabel hasil (pay-off table).

G. Dasar-Dasar Pengambilan KeputusanAda 4 dasar utama dalam pengambilan keputusan, yaitu:

1. Alternatif Cara Bertindak

Dalam pengambilan keputusan kita dihadapkan pada berbagai alternatif pilihan. Oleh sebab itu, perlu adanya evaluasi terhadap berbagai alternatif tindakan.

2. Peristiwa atau Keadaan DuniaApabila di dalam pengambilan keputusan kita hanya menghadapi suatu peristiwa atau keadaan, maka kita tidak akan menjumpai kesulitan dalam pengambilan keputusan ini. Sebaliknya apabila kita menghadapi berbagai macam peristiwa atau keadaan dalam dunia ini, maka pengambilan keputusan menjadi sulit sehingga perlu mengadakan pendugaan berdasar informasi yang ada agar pengambilan keputusan mendekati keadaan yang sebenarnya.

3. Hasil (Pay off)Agar suatu peristiwa atau keadaan sebagai hasil suatu tindakan dapat dievaluasi, maka hasil tindakan ini dinyatakan dalam bentuk nilai/hasil (payoffs). Dalam dunia perusahaan hasil ini disebut keuntungan atau dapat dirumuskan sebagai biaya. Meski ada berbagai bentuk lain berupa manfaat atau kepuasan (utility).

4. Kriteria Pengambilan KeputusanPengambilan keputusan harus menentukan bagaimana memilih alternatif terbaik dalam cara bertindak.

Suatu kriteria yang banyak dipergunakan dalam pengambilan keputusan adalah mengambil alternatif yang dapat mendatangkan keuntungan terbesar.

H. Pengambilan Keputusan Berdasar Nilai yang Diharapkan (EMW = Expected Monetary Value) Setiap keuntungan yang telah diperhitungkan berdasar berbagai alternatif tindakan telah disusun dalam bentuk tabel hasil, selanjutnya perlu dipertimbangkan tindakan mana yang akan dipilih. Apabila kita tidak memiliki informasi, maka kita dapat menduga probabilitas terjadinya peristiwa dengan:

1. Informasi Masa Lampau

Informasi masa lampau yang dipergunakan adalah keberhasilan pemasaran produk mainan anak-anak pada masa lampau.

2. Informasi yang dimiliki dikombinasikan dengan pandangan yang subyektif.

Informasi pengalaman masa lampau dikombinasikan dengan pandangan terhadap permintaan produk mainan anak-anak dalam tahun ini

3. Bentuk Distribusi Probabilitas

Bentuk distribusi probabilitasnya dapat berbentuk distribusi normal, binomial maupun bentuk poisson.

Keputusan yang baik adalah memaksimumkan nilai yang yang diharapkan atau keuntungan yang maksimal atau meminimumkan kerugian.I. Pengambilan Keputusan Berdasar Kemungkinan Kerugian Kemungkinan kerugian yang dimaksud adalah perbedaan antara kemungkinan diperolehnya keuntungan yang maksimal dengan keuntungan aktual berdasar pada tindakan yang telah diambil atau keputusan yang telah dipilih. Kerugian tidak dinyatakan dengan tanda negatif, karena merupakan perbedaan keuntungan pada tindakan yang terbaik dengan keuntungan yang diperoleh pada tindakan yang dipilih.J. Pengambilan Keputusan Berdasar Nilai yang Diharapkan Dari Informasi Terbaik Cara pengambilan keputusan berdasar kemungkinan kerugian yang diharapkan (expected opportunity loss) dari suatu tindakan yang dirumuskan:EOL (Ai) = Lij Pj

Dimana, Pj = probabilitas terjadinya peristiwa J

Lij = kemungkinan kerugian dari tindakan i untuk peristiwa J

Perhitungan harapan kemungkinan kerugian akan menambah informasi dalam pengambilan keputusan.

Pengambilan keputusan berdasar nilai yang diharapkan dari informasi terbaik merupakan selisih dari keuntungan yang diharapkan pada kondisi tertentu dikurangi nilai uang yang diharapkan berdasar tindakan alternatif yang terbaik.2. DISTRIBUSI TEORITISA. Pengertian Distribusi Teoritis

Distribusi teoritis adalah distribusi yang frekuensinya diturunkan secara matematis. Pada distribusi frekuensi, frekuensinya diperoleh berdasarkan hasil-hasil percobaan atau hasil observasi. Perbedaan antara distribusi frekuensi dan distribusi teoritis dapat dijelaskan dengan contoh berikut:Sebuah mata uang dilempar sebanyak 100 kali, menurut hasil observasi atau percobaan akan diperoleh berbagai frekuensi sebagai berikut:

Sisi Gambar (H)Jumlah Frekuensi

IIIIIIIVVVI

0 (sisi Tulisan)546159416249

1 (sisi Gambar)463941593851

Jumlah Percobaan100100100100100100

Dari tabel di atas dapat dilihat, bahwa berdasar pada 6 percobaan pelemparan sebuah mata uang sebanyak 100 kali diperoleh berbagai macam hasil atau frekuensi yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Namun bila kita mengambil kesimpulan dari berbagai percobaan ini akan sampai pula pada suatu teori bahwa mata uang itu setimbang, artinya probabilitas sisi gambar atau H dengan sisi tulisan atau T akan sama, yaitu 50% : 50%.Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa distribusi teoritisnya karena secara teoritis sisi gambar (H) dan sisi tulisan (T) dari sebuah mata uang logam mempunyai probabilitas yang sama yaitu 1/2 sehingga hasil pelemparan mata uang sebanyak 100 kali akan menghasilkan tabel berikut:

Jumlah HProbabilitasFrekuensi Teoritis

01/21/2 x 100 = 50

11/21/2 x 100 = 50

Jumlah100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa frekuensi teoritis diperoleh dengan mengalikan probabilitas dengan jumlah percobaan.

B. Kegunaan Mempelajari Distribusi Teoritis

Dengan mempelajari distribusi teoritisnya, kita dapat mengetahui pola dari distribusi frekuensinya. Sebagai contoh:1. Seorang pengusaha penerbit buka perlu mengetahui selera bacaan para langganannya apakah selerah itu berupa cerita novel, fiksi atau sejarah.

Pola ini dapat diketahui dengan pengalaman-pengalaman masa yang lalu.

2. Pengusaha toko sepatu perlu mengetahui pola permintaan dari para konsumen, bagaimana distribusi dari nomor-nomor sepatu yang diminta para konsumen3. Pengusaha rumah makan perlu mengetahui pola selera makanan yang digemari para langganannya Dengan mengetahui pola permintaan yang didasarkan pada pengalaman di masa lalu, pengusaha tersebut akan dapat menyesuaikan persediaan barang-barangnya. Dengan kata lain apabila kita dapat mengetahui distribusi teoritisnya, maka kita akan mengetahui pola distribusi frekuensinya.C. Macam dari Distribusi Teoritis

Ada 3 macam dari distribusi teoritis yaitu:

1. Distribusi Binomial (percobaan Bernoulli)

2. Distribusi Poisson

3. Distribusi Normal

1. Distribusi Binomial (percobaan Bernoulli)

Distribusi binomial adalah distribusi probabilitas dari suatu variabel random yang bersifat diskrit. Distribusi binomial banyak digunakan di dalam bidang perusahaan, bidang pengetahuan, sosial dan bidang-bidang lain.

Distribusi binomial juga disebut sebagai percobaan atau proses dari Bernoulli, James Bernoulli adalah ahli matematika Swiss (1654-1705) yang sangat berjasa bagi perkembangan penggunaan distribusi binomial.

Model dari percobaan Bernoulli mengambil beberapa anggapan, yaitu:

a. Dalam setiap percobaan selalu dibedakan 2 unsur yaitu peristiwa yang bersifat saling meniadakan (mutually exclusive)Suatu ruang sampel selalu akan mengandung 2 unsur yaitu peristiwa sukses dan peristiwa gagal.

b. Probabilitas peristiwa sukses yang dirumuskan dengan p dari suatu percobaan yang satu ke percobaan yang lain bersifat tetap.

Probabilitas peristiwa gagal dirumuskan dengan q atau (1-p)c. Masing-masing percobaan merupakan peristiwa yang bersifat independen, artinya peristiwa yang satu tidak mempengaruhi peristiwa yang lain.

2. Distribusi Poisson

Distribusi Poisson ditemukan oleh seorang ahli matematika dari Perancis bernama SD Poisson (1781-1840) yang dapat dipergunakan untuk menghitung distribusi binomial apabila n sangat besar dan p kecil n besar apabila lebih dari 50 dan p kecil apabila kurang dari 0,10.

Distribusi ini merupakan limit dari distribusi binomial dan sangat luas penggunaannya, misalnya di dalam industri untuk pengendalian mutu (quality control), untuk memperkirakan banyaknya barang cacat, di dalam asuransi untuk memperkirakan banyaknya kecelakaan, di dalam persoalan waktu menunggu (waiting time) untuk menghitung banyaknya percakapan telpon atau datangnya langganan atau di dalam pemasaran untuk memperkirakan jumlah pembaca iklan yang membeli barang yang diiklankan.

Sifat-sifat dari suatu peristiwa yang menunjukkan distribusi probabilitas dari Poisson guna menunjukkan suatu peristiwa yang merupakan suatu distribusi Poisson dapat diambil contoh pada peristiwa datangnya kendaraan yang melewati pintu gerbang pada jalan raya tol.

Dari peristiwa ini dapat diamati sebagai berikut:

1. Rata-rata kedatangan kendaraan pada setiap jam dapat dihitung berdasarkan pada data masa lampau

2. Jika kita mengamati setiap periode dalam jarak setiap menit, kita akan menjumpai sifat-sifat:

probabilitas kedatangan kendaraan untuk setiap menit sangat kecil dan mempunyai nilai yang tetap (konstan)

probabilitas kedatangan 2 kendaraan atau lebih di dalam periode itu (setiap menit) adalah sangat kecil dan dapat dikatakan mendekati 0 (nol)

peristiwa kedatangan kendaraan pada setiap menit merupakan peristiwa yang independen

Apabila suatu peristiwa memenuhi persyaratan di atas, maka kita akan dapat mengatakan bahwa peristiwa tersebut mempunyai sifat distribusi Poisson.

Distribusi Poisson adalah merupakan suatu distribusi dari variabel random yang bersifat diskrit. Probabilitas dari peristiwa random yang bersifat diskrit dinyatakan dengan x yang mempunyai nilai 0, 1, 2, dan seterusnya.3. Distribusi Normal atau Kurva Normal

Distribusi normal adalah distribusi probabilitas yang bersifat kontinyu. Karena distribusi normal merupakan distribusi probabilitas yang bersifat kontinyu cukup penting, banyak para ahli matematika berusaha untuk mengembangkannya, diantaranya adalah Karl Gauss, seorang ahli matematika dan astronomi pada abad ke-18, sehingga diberi penghargaan kepadanya distribusi normal disebut juga Distribusi Gauss. Ada 2 pertimbangan pokok sehingga distribusi normal mempunyai peranan penting dalam statistik, yaitu:a. Beberapa hal yang dimiliki distribusi normal memungkinkan distribusi ini dapat dipergunakan untuk berbagai analisa dengan cara penarikan kesimpulan berdasar sampel yang diambil

b. Distribusi normal sangat mendekati untuk menggambarkan frekuensi yang diperoleh dari hasil observasi pada berbagai bidang baik yang bersifat human seperti tinggi, berat, tingkat kecerdasan, hasil dari kegiatan yagn bersifat fisik seperti produksi maupun ukuran-ukuran lain yang penting guna keperluan manajemen baik di bidang sosial maupun ilmu pengetahuan alam. Distribusi normal atau kurva normal adalah suatu distribusi yang simetris dan berbentuk lonceng/genta yang menunjukkan hubungan antara ordinat pada mean dengan berbagai ordinat pada berbagai jarak sigma (() yang diukur dari mean.

Sifat-sifat dari distribusi normal adalah sebagai berikut:a. bentuk dari distribusi normal menyerupai lonceng dengan sebuah puncak (unimodal)

b. nilai rata-rata (mean) pada distribusi normal akan terletak di tengah-tengah dari kurva normalc. bentuk distribusi normal adalah simetris, oleh sebab itu nilai mean = median = modusd. ujung masing-masing sisi kurva akan sejajar dengan sumbu horisontal dan tidak akan memotong sumbu horisontal itue. sebagian besar dari data ada di tengah dan sebagian kecil dari data ada pada masing-masing sisi/tepif. 68% dari data akan berada dalam jarak ( 1 standar deviasi, 95% dari data akan berada dalam jarak ( 2 standar deviasi dan 99% dari data berada dalam jarak ( 3 standar deviasi. Untuk mengetahui suatu distribusi apakah bersifat normal atau tidak dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:a. kita gambarkan frekuensinya dalam bentuk kurva frekuensi dan kita lihat apakah bentuk normal atau tidak

b. kita bandingkan nilai mean, median dan modusnya apakah ketiga nilai ini sama atau tidak, apabila sama maka distribusi itu berbentuk normalc. kita lihat apakah 68% dari data berada dalam jarak ( 1 standar deviasi (1 sigma), 95% dari data akan berada dalam jarak ( 2 standar deviasi (2 sigma) dan sebagainyad. kita gambarkan frekuensi kumulatifnya pada kertas logaritma atau kertas probabilitas, apabila membentuk garis lurus maka distribusi itu merupakan distribusi normal.e. Kita mengadakan test of goodness of fit. Persamaan dari ordinat kurva normal dirumuskan sebagai berikut:

Y0 = ordinat pada mean atau ordinat maksimum

(= deviasi standar

x= nilai data

(= 3,14159

e= 2,71828

(= rata-rata

Berdasarkan rumus di atas maka pada Y0 nilai x = mean, sehingga e0 = 1. Selanjutnya untuk menghitung ordinat yang maksimum masih harus dikalikan dengan NCj, dimana N = jumlah frekuensi dan Cj = interval kelas.

Sehingga ordinat maksimum menjadi:

Selanjutnya untuk masing-masing nilai ordinat dapat dihitung dengan mengalikan hasil dari rumus di atas dengan tabel ordinatnya (lihat lampiran)Contoh:

Dari distribusi frekuensi penghasilan 50 karyawan perusahaan tahun 2005 (dalam ribuan rupiah) diperoleh data sebagai berikut:

Nilai rata-rata (mean)

= 65,1

N atau jumlah frekuensi

= 50

Ci

= 10

Deviasi standar (()

= 16,78

Y0= 0, 39894 x 500/16,78= 11,9

Untuk nilai ordinat yang lain dapat dihitung berdasarkan nilai tabel ordinat dengan dikalikan ordinat maksimum (11,9).

Besarnya nilai rata-rata dan deviasi standar tidak akan mempengaruhi distribusi probabilitas yang berbentuk normal, karena seluruh jumlah daerah kurva normal = 1, maka daerah kurva normal dapat menunjukkan probabilitas.Secara matematis dapat dikatakan bahwa:

a. 68% dari seluruh nilai data terletak dalam jarak ( 1 deviasi standar yang diukur dari mean

b. 95% dari seluruh nilai data terletak dalam jarak ( 2 deviasi standar yang diukur dari mean

c. 99,7% dari seluruh nilai data terletak dalam jarak ( 3 deviasi standar yang diukur dari mean

Dapat ditunjukkan dengan gambar berikut:

Bentuk suatu kurva akan ditentukan oleh mean dan deviasi standarnya. Oleh sebab itu, akan dijumpai berbagai macam tipe bentuk kurva. Menyusun suatu tabel kurva akan menjadi sulit, karena nilai mean dan standar deviasi yang berbeda-beda, sehingga untuk menyusun tabel kurva normal perlu adanya anggapan-anggapan bahwa untuk mean = 0 dan deviasi standar = 1.Kurva normal standar dapat dilihat sebagai berikut:

Segala bentuk kurva dengan mean dan deviasi yang berbeda selalu dapat dikonversikan ke dalam bentuk kurva standar dengan mengubah skala x menjadi z dengan rumus:

z = jarak deviasi x terhadap nilai rata-rata

x= variabel x

(= mean

(= deviasi standar

Contoh: Suatu distribusi normal dengan rata-rata = 50 dan deviasi standar = 25. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Berdasarkan gambar di atas, maka konversi skala x menjadi skala z adalah sebagai berikut:

a. x = 25

b. x = 0

c. x = 75

Disebelah kiri nilai rata-rata, nilai z adalah negatif, sedangkan untuk nilai z yang terletak di sebelah kanan nilai rata-rata z adalah positif.

Karena bentuk kurva normal adalah simetris, maka tabel untuk nilai z yang negatif sama dengan z yang positif. Tabel z = -1 sama dengan tabel z= +1 (lihat lampiran). Selanjutnya penggunaan daerah kurva normal dapat dijelaskan berbagai kasus berikut:a. Menghitung daerah kurva normal antara z = 0 dan z = +1,25

Menurut tabel daerah kurva normal z = +1,25 adalah 0,3944. Apabila seluruh daerah kurva normal dinyatakan 100% maka luas daerah kurva normal antara z = 0 dan z = +1,25 adalah seluas = 39,44%.

b. Menghitung luas daerah kurva normal antara z = 0 dan z = -1,25.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa kurva normal simetris bentuknya, maka tabel z = 1,25 berlaku untuk nilai z positif dan negatif, sehingga z = -1,25 tabel z = 0,3944. Luas daerah kurva normal antara z = 0 dan z = -1,25 seluas 39,44%

c. Menghitung luas daerah kurva normal sebelah kanan z = +0,35

Menurut tabel daerah kurva normal z = +0,35 adalah 0,1368. Nilai ini merupakan luas daerah kurva normal di sebalah kiri z = 0,35 sampai z = 0. Jadi luas daerah kurva normal sebelah kanan z = 0,50 0,1368 = 0,3632 atay 36,32%.

d. Menghitung luas daerah kurva normal sebelah kiri z = +0,35

Menurut tabel daerah normal z = 0,35 adalah 0,1368. Luas daerah kurva normal di sebelah kiri z=0,35 adalah 0,50 + 0,1368 = 0,6368 atau 63,68%.

e. Menghitung luas daerah kurva normal sebelah kanan z = -1,45.

Tabel daerah kurva normal untuk z = -1,45 adalah 0,4265.

Luas daerah kurva normal di sebelah kanan z = -1,45 menjadi 0,50 + 0,4265 = 0,9265 atau 92,65%.

f. Menghitung luas daerah kurva normal antara z = 0,73 dan z = 1,64 (antara 2 nilai z yang positif).

Tabel daerah kurva normal untuk:

z = 1,64 adalah 0,4495

z = 0,73 adalah 0,2673

Selisihnya adalah 0,1822 atau 18,22% merupakan luas daerah kurva normal antara z = 0,73 dan z = 1,64

g. Menghitung luas daerah kurva normal antara z = -0,50 dan z = +0,75 (antara z yang negatif dan z yang positif)

Tabel daerah normal untuk:

z = -0,50 adalah 0,1915

z = +0,75 adalah 0,2734

Dijumlahkan merupakan luas daerah kurva normal antara z = -0,50 dan z = +0,75 yakni 0,1915 + 0,2734 = 0,4649 atau 46,49%.

h. Menghitung nilai daerah di sebelah kanan nilai z diketahui = 10%.

Daerah di sebelah kiri z = 0,50 0,10 = 0,40. Tabel z untuk nilai 0,4000 tidak ada, dan nilai yang mendekati adalah 0,3997 untuk z=1,28. Jadi nilai z yang dicari adalah z = 1,28

i. Menghitung luas daerah kurva normal antara x1 = 17,4 dan x2 = 58,8 apabila diketahui mean = 24 dan deviasi standar = 12

Sebelum kita menghitung luas daerah kurva normal, kita harus mengkonversikan skala x menjadi skala z.

Tabel daerah kurva normal untuk:

z1 = -0,55 adalah 0,2088

z2 = +2,90 adalah 0,4981

Dijumlahkan menjadi 0,7069 atau 70,69%.

Contoh soal:

a. Perusahaan minuman teh botol setiap hari mengirim hasil produksinya dengan kereta api ke luar kota. Rata-rata berat botol yang dikirim adlaah 0,397 kg dan deviasi standar adalah 0,005kg. Apabila distribusi ukuran berat ini merupakan distribusi normal, berapa persen teh botol yang dikirim dengan kereta api akan mempunyai berat 0,400 kg ke atas?Pertanyaan dalam soal ini dapat dijawab dengan menghitung luas daerah kurva normal di sebelah kanan x = 0,400 kg.Konversi skala x menjadi skala z adalah:

Tabel daerah kurva normal untuk z = 0,60 adalah 0,2257. Sehingga luasnya menjadi 0,500 0,2257 = 0,2743 atau 27,43%.

b. Keuntungan yang diperoleh oleh pedagang kaki lima yang menjual makanan di malam hari rata-rata 68% dengan deviasi standar 8,2%. Apabila data keuntungan ini merupakan distribusi normal, di bawah berapa persen keuntungan yang diperoleh 10% dari pedagang kaki lima yang memperoleh keuntungan terendah?

Di dalam soal ini diketahui bahwa 10% memperoleh keuntungan yang terendah. Jadi luas daerah kurva normal di sebelah kanan nilai z =0,5000 0,1000 = 0,4000.

Dari tabel z daerah kurva normal yang mendekati nilai ini adalah 0,3997 untuk z = 1,28

Jadi keuntungan yang diperoleh 10% pedagang kaki lima yang terendah ada di bawah 57,5%.

3. METODE SAMPLING

Dalam kehidupan sehari-hari sampel mempunyai peranan yang penting, hampir semua pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang selalu berdasarkan kepada sampel. Seorang yang mengadakan perjalanan ataupun kunjungan ke suatu tempat selama 1 minggu akan dapat bercerita banyak tentang daerah yang dikunjunginya baik mengenai penduduknya, produksi daerah itu, kebudayaannya, hanya berdasarkan pada apa yang dilihat selama 1 minggu. Seseorang yang akan membeli 1 kg mangga, akan mencoba untuk mengetahui manis tidaknya mangga yang akan dibeli dengan mengambil sampel untuk dicicipinya. Karena keterbatasan yang dimiliki menyebabkan peranan sampel menjadi sangat penting. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana cara memilih sampel yang baik. A. Populasi dan Sampel (N dan n)

Populasi atau universe diberi definisi sebagai keseluruhan dari obyek yang akan diteliti. Populasi di sini bukan dalam arti penduduk, karena obyek penelitian dapat bermacam-macam misalkan, upah, produksi dan sebagainya. Sedangkan sampel diberi definisi sebagai bagian dari populasi. Misalkan: sebagian dari produksi bola lampu, sebagian dari produksi ban dan sebagainya.B. Alasan-alasan Digunakannya Sampel

1. Di dalam hal kita menghadapi obyek yang mudah rusak, seperti bola lampu, ban kendaraan dan sebagainya, maka penelitian terhadap seluruh obyek tidak mungkin dilakukan.

2. Di dalam penelitian apabila kita menghadapi suatu obyek penelitian yang bersifat homogen atau 100% sama maka kita tidak perlu mengadakan penelitian terhadap seluruh obyek atau populasi, melainkan cukup dilakukan terhadap sampel. Obyek yang bersifat homogen, misalkan: kadar garam pada air laut.

3. Penggunaan metode sampel dapat menghemat biaya. Penelitian terhadap seluruh obyek yang dikenal dengan metode sensus memerlukan biaya yang sangat besar baik berupa biaya persiapan, biaya pengumpulan data, biaya pengolahan data dan sebagainya.

4. Penelitian yang menggunakan metode sampel dapat cepat diselesaikan. Dengan metode sampel kita hanya mengadakan penelitian terhadap sebagian obyek, maka pengumpulan data, pengolahan data akan dapat menghemat waktu.

5. Penggunaan metode sampel akan dapat memperluas lingkup informasi yang diperolehnya. Pada metode sensus kita tidak akan dapat memperoleh informasi secara rinci. Sedang pada metode sampel dapat karena dimungkinkannya penggunaan personal yang ahli dan peralatan canggih maka hasil sampel dapat diharapkan lebih terinci sehingga kita akan memperoleh pengetahuan yang lengkap tentang sesuatu yang kita teliti.

6. Penggunaan metode sampel memungkinkan dipergunakannya persoal ahli dan terlatih sehingga hasil sampel diharapkan akan lebih tinggi ketepatan hasilnya.

7. Dengan berkembangnya teknik metode pengambilan sampel dan perhitungan sampel maka hasil-hasil sampel dapat menggambarkan hasil populasinya.

C. Pengertian Statistik dan Parameter

Secara matematis kita dapat mengukur suatu sampel dan populasi seperti, mean, median, modus dan sebagainya.

Meskipun ukuran-ukuran ini mempunyai makna yang sama, namun di dalam statistik dibedakan dengan penggunaan simbol-simbol yang berbeda.

Ukuran-ukuran sampel disebut dengan istilah statistik, sedang ukuran-ukuran untuk populasi disebut parameter.

Contoh:

Rata-rata usia mahasiswa di suatu perguruan tinggi adalah 22 tahun merupakan parameter. Sedang apabila kita mengatakan rata-rata usia 5 orang mahasiswa suatu perguruan tinggi 22 tahun maka rata-rata ini disebut statistik.

Perbedaan statistik dan parameter dapat dilihat pada tabel berikut:

SampelPopulasi

StatistikParameter

1. Mean =

1. Mean = (

2. Deviasi standar = s2. Deviasi standar = (

3. Proporsi = x/n3. Proporsi = P

4. Jumlah data = n4. Jumlah data = N

5. Koefisien korelasi = r5. Koefisien korelasi = R

D. Tahap-Tahap Dasar Dalam Penggunaan Metode Sampel

Penggunaan metode sampel dalam suatu penelitian kadang-kadang menimbulkan masalah yang kompleks, karena berkaitan dengan sifat dari populasinya.

Suatu contoh betapa sulitnya memilih sampel dari suatu penduduk yang bertempat tinggal terpencil dan sulit komunikasinya. Oleh karena adanya masalah-masalah yang komplek ini, maka perlu adanya suatu perencanaan baik dalam persiapan maupun dalam pelaksanaannya secara terinci.

Tahap-tahap dalam penelitian yang menggunakan metode sampel adalah sebagai berikut:

1. Menentukan Tujuan Penelitian

Suatu tujuan penelitian perlu dirumuskan dengan jelas, karena tujuan ini sangat erat hubungannya dengan data yang perlu dikumpulkan sehingga masalah-masalah yang komplek dapat disederhanakan2. Perumusan Masalah

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa populasi merupakan keseluruhan obyek yang diteliti. Masalah populasi tidak timbul apabila keseluruhan obyek tersebut telah tegas dirumuskan, misalkan bola lampu yang akan diteliti daya tahan rata-rata yang dimiliki. Sebaliknya apabila obyek penelitian itu tidak tegas dirumuskan, maka masalah populasi ini akan timbul.

Contoh:

Populasi pengusaha, pengertian pengusaha perlu dirumuskan dengan jelas, misalkan pengusaha golongan ekonomi lemah.

Perumusan populasi yang tegas sangat diperlukan karena populasi yang akan dipilih sebagian sebagai sampel ini harus sesuai dengan informasi yang kita cari. Di samping itu penegasan terhadap populasi ini juga diperlukan apabila kita ingin membandingkan dengan populasi yang lain, sehingga kesimpulan yang kita kehendaki dapat sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

3. Menentukan Jenis Data Yang Akan Dikumpulkan

Jenis data yang akan dikumpulkan perlu ditegaskan agar jangan sampai terjadi pengumpulan data yang kurang relevan. Di lain pihak, data yang penting justru tidak lengkap.

4. Penentuan Metode PengukuranApabila jenis data yang akan dikumpulkan telah ditegaskan, maka perlu penentuan metode pengukuran yang akan dipergunakan

Contoh:

Data tentang kekayaan seseorang dapat diperoleh dari jawaban responden atau catatan penghasilan. Kedua jenis data ini berbeda, sehingga perlu ditegaskan data mana yang akan dipergunakan.

5. Pemilihan Unit SamplingSebelum kita memilih sampel suatu populasi kita perlu membagi lebih dahulu unsur-unsur populasi yang disebut unit sampling atay unit. Unit sampling ini perlu ditegaskan dan jangan sampai tumpang tindih karena unsur populasi tidak boleh dipilih sebagai sampel sampai 2 atau 3 kali.

Contoh:

Populasi bola lampu. Unit sampling di sini adalah bola lampu (tegas dirumuskan), sehingga tidak ada kemungkinan unit sampling terpilih lebih dari sekali sebagai sampel.

Penelitian terhadap pedagang kaki lima, unit samplingnya adalah seorang pedagang kaki lima.

6. Pemilihan SampelDewasa ini kita memiliki bermacam-macam metode pengambilan sampel. Suatu hal yang penting adalah menentukan besarnya sampel yang selalu dikaitkan dengan biaya penelitian

7. Mengorganisir Petugas Lapang atau PencacahSuatu penelitian sangat memerlukan dukungan administrasi yang memadai, antara lain petugas lapangan atau pengumpul data perlu disiapkan dengan baik. Pengumpul data perlu dilatih lebih dahulu, sehingga tujuan pengumpulan data akan tercapai, misalnya pemahaman terhadap pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan terhadap responden, cara pencacahan, cara pengecekan dan sebagainya.

8. Penyusunan dan Analisa DataDi dalam penyusunan data langkah pertama adalah mengedit daftar pertanyaan untuk mencari kesalahan-kesalahan. Setelah diedit selanjutnya disusun dan dianalisa. Informasi-informasi yang lengkap tentang populasi memberi keuntungan terhadap sampel yang akan dipergunakan untuk pendugaan terhadap populasi. Di samping itu informasi yang lengkap dapat pula dipergunakan untuk kebutuhan penelitian di masa mendatang.

E. Peranan Teori Sampel

Tujuan dari teori sampling adalah membuat metode sampling menjadi lebih efisien. Teori sampling mengembangkan cara pemilihan sampel serta perhitungan sampel sebagai dasar pendugaan terhadap populasi yang setepat mungkin dengan biaya yang serendah-rendahnya.

Agar suatu prosedur pengambilan sampel dan perhitungan sampel dapat tepat, maka diperlukan pengetahuan terhadap populasinya. Suatu cara yang ditempuh untuk penyederhanaan adalah kita selalu menganggap bahwa sampel itu mempunyai distribusi yang normal.

Teori sampling dahulu berkembang atas dasar populasi yang tidak terbatas, selanjutnya berkembang pada pengertian populasi yagn terbatas. Secara umum di dalam teori sampling dikatakan bahwa semakin besar sampel yang diambil maka semakin banyak informasi yang diperoleh.

Masalah populasi yang tidak terbatas dan yang terbatas selanjutnya menjadi tidak penting karena pengertian sampel merupakan bagian yang kecil dari suatu populasi.

F. Metode Sampling

Pada dasarnya ada 2 macam metode guna pemilihan/pengambilan sampel, yakni:

1. Random atau Probabilitas sampel

Pada random atau probabilitas sampel ini semua unsur populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel

2. Non-Random atau Judgement Sampel

Pada judgement sampel pendapat dan pengetahuan seseorang akan menjadi dasar dalam pemilihan unsur populasi untuk dipilih sebagai sampel.

Unsur subyektifitas sangat berperan di dalam memilih sampel

Metode random atau probabilitas sampel memungkinkan setiap unsur populasi memiliki kesempatan atau kans (chance) yang sama untuk dipilih sebagai sampel, sehingga dapat diharapkan hasil sampel ini obyektif.

Ada 5 macam metode random atau probabilitas sampel yaitu:

1. Simple Random Sample

2. Stratified Sampling

3. Cluster Sampling

4. Systematic Sampling

5. Multistage Sampling

1. Simply Random Sample

Suatu sampel dikatakan random apabila setiap unsur dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.

Contoh: suatu populasi yang terbatas terdiri dari 4 orang karyawan (N=4). Dari 4 orang karyawan ini akan dipilih sampel 2 orang (n=2) guna keperluan wawancara. Berdasarkan pada rumus kombinasi, maka akan diperoleh kemungkinan sebanyak:

Tabel berikut menunjukkan keenam kemungkinan tersebut:

Populasi (N)Kemungkinan Sampel (n)Probabilitas (P)

AABProbabilitas marginal merupakan perjumlahan dari joint probabilitas yang mengandung peristiwa tersebut

P(A) = P(AB) + P(AC) + P(AD)

= 1/6 + 1/6 + 1/6 = 3/6

= 1/2

BAC

CAD

DBC

BD

CD

Tabel di atas menunjukkan pengambilan sampel dari populasi yang terbatas. Populasi yang tidak terbatas adalah populasi yang unsur-unsurnya secara teoritis tidak mungkin diteliti dalam jangka waktu tertentu.

Proses pengambilan sampel yang random adalah sebagai berikut:

a. Metode Undian

Dalam contoh dimuka karyawan sebanyak 4 (N=4). Apabila kita ingin mengambil sampel sebesar 2 (n=2) maka proses pemilihannya mudah dilakukan dengan cara mengundi, yaitu masing-masing unsur populasi diberi nomor 1 sampai 4, selanjutnya diundi untuk dipilih 2 sebagai sampel. Hasil undian ini merupakan sampel yang terpilih.

Metode ini mudah dilakukan pada populasi yang jumlahnya sedikit. Apabila unsur populasinya banyak atau besar, maka cara undian ini menjadi tidak praktis.

Sehingga ditempuh dengan cara kedua, yaitu dengan menggunakan tabel random.

b. Metode dengan Tabel Random

Tabel berikut merupakan sebagian dari tabel random yang terdiri dari 10 angka. Angka-angka yang tidak teratur ini mengandung unsur angka dari 0 sampai 9.

Cara menggunakan tabel di atas adalah sebagai berikut. Misalkan dari populasi sebanyak 100 orang karyawan suatu perusahaan akan dipilih sebanyak 10 orang sebagai sampel. Proses pengambilan random sampel dengan tabel random dilakukan sebagai berikut:

unsur-unsur populasi mula-mula diberi nomor dari nomor 1 sampai dengan nomor 100

Penggunaan tabel random dengan 2 angka sebelah kiri

Apabila kita mulai angka pertama, maka yang akan terpilih sebagai sampel 1 adalah unsur populasi nomor 15.

Sampel 1unsur populasi nomor 15

Sampel 2unsur populasi nomor 09

Sampel 3unsur populasi nomor 41

Sampel 4unsur populasi nomor 74

Sampel 5unsur populasi nomor 72 (nomor 00 dilewati)

Sampel 6unsur populasi nomor 67

Sampel 7unsur populasi nomor 55

Sampel 8unsur populasi nomor 71

Sampel 9 unsur populasi nomor 35

Sampel 10unsur populasi nomor 96 (nomor 41 dilewati karena telah

terpilih sebagai sampel nomor 3, masing-masing unsur

populasi hanya sekali dipilih sebagai sampel)

Apabila sampel belum terpenuhi, sedang tabel telah habis sampai di bawah dapat dilanjutkan dendan kolom berikutnya pada baris pertama.

2. Stratified Sampling

Apabila unsur-unsur populasi tidak homogen atau heterogen, maka proses pengambilan sampel dengan menggunakan random sampel akan menimbulkan bias, karena masing-masing unsur populasi ini tidak mempunyai kesempatan/kans atau probabilitas yang sama.

Guna mengurangi pengaruh faktor heterogen ini dapat dilakukan pembagian unsur-unsur populasi dalam kelompok-kelompok kecil (subkelompok) yang disebut strata.

Selanjutnya dari masing-masing strata ini dipilih sampelnya secara random sesuatu dengan proporsinya. Oleh sebab itu, stratified sampling disebut stratified random sampling.

Contoh: Suatu populasi terdiri dari 1000 orang pedagang kaki lima dengan komposisi menurut jenis barang yang dijual:

Jenis UsahaJumlah pedagang

Strata I Makanan200

II Minuman100

III Kerajinan400

IV Rokok300

Apabila kita akan mengambil sampel sebanyak 20 pedagang, maka masing-masing strata akan diambil sampelnya secara proporsional:

Strata I= 200/1000 x 20= 4 pedagang

Strata II= 100/1000 x 20= 2 pedagang

Strata III= 400/1000 x 20= 8 pedagang

Strata IV= 300/1000 x 20= 6 pedagang

Jumlah seluruh sampel = 20 pedagang kaki lima

Selanjutnya proses pemilihan sampel pada masing-masing strata dilakukan secara random.

3. Cluster Sampling

Pada cluster sampling unsur-unsur populasi dibagi dalam subkelompok yang disebut cluster (kelompok)

Pembagian unsur-unsur populasi ke dalam cluster ini dapat dilakukan dengan menggunakan dasar wilayah administrasi pemerintahan, batas-batas alam seperti sungai, gunung maupun jalan.

Selanjutnya setelah kita membagi unsur-unsur populasi ke dalam cluster, maka dari beberapa cluster ini dipilih salah satu cluster dengan random. Dari cluster yang terpilih ini baru dipilih sampelnya secara random pula.

Perbedaan dengan stratified sampling adalah terletak pada pengambilan sampelnya. Pada stratified sampling, sampel dipilih dari seluruh strata, sedang pada cluster sampling, sampel hanya dipilih dari salah satu cluster saja. Karena masing-masing cluster ini mempunyai sifat homogen, sehingga tidak perlu seluruh cluster diambil sampelnya.

4. Systematic Sampling

Pada systematic sampling, unsur-unsur populasi dipilih dengan jarak interval yang sama. Sebelum kita memilih sampel secara sistematis kita memilih titik awal secara random, selanjutnya dipilih sampelnya pada setiap jarak interval tertentu, misalkan setiap jarak kesepuluh.

Apabila titik awalnya nomor 6, selanjutnya adalah nomor 16, 26, 36 dan seterusnya.

Perbedaan antara systematic sampling dengan simple random sampling adalah bahwa pada systematic sampling, unsur-unsur populasi itu tidak mempunyai kesempatan yang sama setelah ditentukan jarak interval dan titik awal untuk memilih sampel.

Keuntungan dari systematic sampling adalah proses pemilihan sampel dapat lebih cepat dilakukan, sedang di lain pihak dapat pula menghemat biaya.

5. Multistage Sampling

Biasanya sampel dipilih dengan cara satu kali, sebelum proses pengumpulan data dilakukan. Cara ini mempunyai kelemahan apabila sampel tersebut ditentukan terlampau kecil. Oleh karena itu apabila kita akan menggunakan sampel yang kecil, maka sebaiknya sampel tersebut dipilih secara bertahap sampai pada keadaan di mana dipandang telah cukup untuk mengambil suatu kesimpulan. Proses demikian disebut Multistage Sampling.

Contoh: suatu perusahaan minuman dalam kaleng ingin mengadakan pengendalian terhadap proses produksinya dengan menetapkan persyaratan jumlah minimal produk yang rusak. Apabila ternyata proses produksi mengalami jumlah kerusakan produk yang melebihi batas toleransi, maka proses produksi itu perlu diperbaiki.

Tabel berikut menunjukkan proses pengambilan sampel secara bertingkat:

SampelBesarnya SampelKombinasi Sampel

Besar SampelJumlah Yang DiterimaJumlah yang ditolak

I2020-3

II204014

III206025

IV208036

V2010047

VI2012058

VII2014068

Sampel I sebesar 20 unit kita perbaiki proses produksi jika jumlah produk yang rusak 3 unit atau lebih dan kita teruskan jika jumlah yang rusak kurang dari 3.

Sampel II kalau diperlukan dengan 20 unit sebagai sampel dengan syarat proses produksi diteruskan kalau produk yang rusak 1 unit dan diperbaiki kalau unit produk yang rusak 4 atau lebih, proses ini diteruskan kalau masih dipandang belum cukup.

Proses ini dipandang cukup apabila jumlah yang diterima dan ditolak sama.

4. PENDUGAAN SECARA STATISTIK Banyak alasan mengapa kita mengadakan pendugaan terhadap ukuran populasi atas dasar ukuran sampel, antara lain dilihat dari sudut pertimbangan biaya, serta keterbatasan waktu untuk mengadakan perhitungan terhadap seluruh populasi. Beberapa contoh sebagai berikut:a. Seorang manajer produksi ingin mengetahui apakah proses produksi yang baru memang lebih baik daripada proses produksi yang lama dengan cara mengadakan pengamatan terhadap sampel hasil produksi

b. Seorang manajer pemasaran ingin mengetahui kemampuan masyarakat untuk membeli barang yang ditawarkan dengan mengadakan pengamatan terhadap tingkat penghasilan masyarakat secara sampel Kebutuhan akan informasi-informasi di atas tidak mudah dipenuhi tanpa digunakannya metode sampel yang selanjutnya dapat dipergunakan untuk mengadakan pendugaan terhadap parameter. Sehingga diperlukan pendugaan secara statistik.A. Macam Metode Pendugaan Secara Statistik

Metode pendugaan secara statistik pada hakekatnya dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Pendugaan atas dasar nilai tunggal atau point estimation

2. Pendugaan interval atau interval estimation

1. Pendugaan Tunggal atau Pendugaan atas nilai tunggal Adalah pendugaan nilai populasi atas dasar satu nilai dari sampel.

Contoh:

Rata-rata sampel () = Rp. 100.000 maka kita akan menduga nilai rata-rata populasi (() = Rp. 100.000.

Proporsi sampel (x/n) = 0,60 maka proporsi populasi (P) akan kita duga sebesar 0,60 pula

Cara pendugaan atas dasar satu nilai ini sangat sederhana, namun nilai penduga yang demikian sukar sekali dapat identik dengan parameter yang kita duga.

Apabila nilai penduga dapat identik dengan parameternya, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh faktor kebetulan saja.

Cara pendugaan yang didasarkan pada satu nilai ini, tidak memungkinkan kita untuk mengukur derajat kepercayaan kita terhadap ketelitian pendugaan yang telah kita lakukan.

2. Pendugaan interval Adalah suatu pendugaan terhadap parameter berdasarkan suatu interval, di dalam interval mana kita harapkan dengan keyakinan tertentu parameter itu akan terletak.

Hasil dari pendugaan interval ini diharapkan akan lebih obyektif. Pendugaan interval akan memberikan kita nilai parameter dalam suatu interval dan bukan nilai tunggal.

Pendugaan interval ini akan merupakan interval keyakinan atau interval kepercayaan atau confidence limit/interval dan dapat dirumuskan secara umum sebagai berikut:

st z (/2 . (st < parameter < st + z (/2 . (st

dimana:

st= pendugaan atau statistik sampel

(st= deviasi standar untuk sampel

z. (/2 = koefisien yang sesuai dengan interval keyakinan yang dipergunakan

dalam pendugaan interval dan nilainya diberikan dalam Tabel Luas

daerah Kurva Normal (Lampiran)

Misalkan dalam pendugaan interval, kita pergunakan interval keyakinan sebesar 95%. Hal tersebut berarti bahwa dalam jangka panjang, jika pendugaan itu dilakukan berulang-ulang dengan cara yang sama, maka parameter populasi akan tercakup di dalam interval yang bersangkutan 95% dari keseluruhan watu atau dalam jangka waktu panjang kita akan mentolerir kesalahan duga (error of estimate) sebesar 5%. Hal demikian dapat digambarkan sebagai berikut:

Dari gambar di atas jelas bahwa interval keyakinan (confondence interval) dibatasi oleh batas keyakinan bawah (lower confidence level) dan batas keyakinan atas (upper confidence level).

Dengan interval keyakinan 95%, maka masing-masing batas keyakinan atas maupun bawah adalah 2,5%. Koefisien z dapat dicari pada tabel luas daerah kurva normal untuk luas daerah kurva (0,5000 0,0250 = 0, 4750) nilai z = 1,96; maka parameter akan terletak antara -1,96dan +1,96

B. Ciri-Ciri Suatu Penduga Yang Baik

Beberapa kriteria yang lazim digunakan untuk menetapkan suatu penduga yang baik adalah:

1. Tidak bias (unbiasedness)

2. Konsistensi (consistency)

3. Efisiensi (efficiency)

4. Sufisiensi (sufficiency)

1. Tidak Bias

Suatu penduga dikatakan tidak bias, apabila penduga tersebut secara tepat dapat menduga nilai parameternya.

Contoh, apabila penduga dinyatakan dengan ( sedang parameter yang akan diduga 0, maka penduga itu dikatakan tidak bias apabila:

E(() = 0

Artinya nilai yang diharapkan sebagai penduga sama dengan nilai yang diduganya. Apabila nilai penduga tidak sama dengan parameter yang diduga, maka terjadilah bias.

Contoh: rata-rata sampel () = 20, sedangkan rata-rata populasi yang diduga ternyata nilainya = 20, maka dikatakan bahwa rata-rata sampel merupakan penduga yang baik atau tidak bias terhadap rata-rata populasi.

E () = ( = 20

Apabila rata-rata populasi ternyata nilainya 18, maka rata-rata sampel menunjukkan bias yang positif (positively biased)

E () > (Sedangkan apabila rata-rata sampel nilainya lebih kecil daripada rata-rata populasi yang diduga, maka dikatakan rata-rata sampel mempunyai bias yang negatif (negatively biased).

E () < (Atau dalam gambar dapat dilihat:

1. penduga yang tidak bias

2. Penduga yang Bias Positif

3. Penduga yang Bias Negatif

2. Konsistensi

a. Suatu penduga dikatakan konsisten, apabila besarnya sampel semakin bertambah mendekati tidak terhingga, maka penduga tersebut akan semakin terkonsentrasi secara sempurna pada parameter yang diduga.

b. Keadaan di atas dapat dilihat pada gambar berikut:

c. Jika sampel semakin besar seperti tercantum di gambar di atas, nampak semakin besar pula konsentrasi pada parameternya.

d. Dengan kata lain, semakin besar sampelnya apabila penduga itu konsisten, maka biasnya atau variansnya semakin mendekati (.

e. Rata-rata sampel () merupakan penduga yang konsisten terhadap ( (parameter) karena variansnya

(x = (/(n ( 0 jika sampelnya (n) ( (f. Suatu penduga yang konsisten belum tentu merupakan penduga yang baik, karena konsistensi hanya merupakan salah satu syarat.

3. Efisiensi

a. Suatu penduga dikatakan efisien apabila penduga tersebut memiliki varians yang kecil. Apabila ada 2 penduga yang tidak bias, maka penduga yang memiliki varians yang lebih kecil yang diukur berdasarkan pada efisiensi relatif (relative efficiency) merupakan penduga yang lebih baik, karena lebih efisien.

b. Sebagai contoh dapat dikemukakan penduga parameter yang terdiri dari rata-rata sampel dan median sampel, keduanya merupakan penduga yang tidak bias terhadap rata-rata populasi. Kedua penduga statistik ini masing-masing memiliki varians, yaitu varians rata-rata dan varians median.

c. Kedua varians tersebut dapat dibandingkan dalam bentuk efisiensi relatif.

Varians rata-rata (mean):

Varians median:

( = 3,14159

Efisiensi relatif:

(64%)

Efisiensi relatif sebesar 64% artinya varians rata-rata hanya 64% dari varians median. Ini berarti untuk memperoleh varians yang sama, rata-rata hanya memerlukan sampel dengan n = 64 elemen. Sedangkan untuk median diperlukan sampel dengan n = 100 elemen.

Dengan diagram, kedua penduga tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

d. Apabila kita memiliki 2 penduga yaitu rata-rata dan median sebagai penduga parameter, sedangkan varians nilai rata-rata lebih kecil daripada varians median, maka efisiensi relatifnya dapat dinyatakan dengan:

Varians nilai rata-rata

Efisiensi relatif =

x 100%

Varians median

Karena varians yang lebih kecil menjadi pembilang, maka nilai dari efisiensi relatif ini terletak antara 0 dan 100% (0 efisiensi relatif 100%)

Oleh karena itu, penduga yang mempunyai varians lebih kecil dikatakan lebih efisien, sebab untuk mencapai varians yang sama hanya memerlukan elemen sampel yang lebih kecil

4. Sufisiensi

Suatu penduga dikatakan sufisien (cukup) apabila penduga itu memiliki seluruh informasi tentang parameter yang akan diduga. Dengan kata lain tidak ada ukuran statistik lain sebagai penduga yang lebih baik untuk menduga parameter.

Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa rata-rata sampel adalah penduga yang sufisien terhadap rata-rata populasi, sebab selain rata-rata sampel tidak ada ukuran lain misalnya: media atau modus yang dapat dipergunakan sebagai penduga yang lebih baik. Demikian pula proporsi sampel (x/n) merupakan penduga yang sufisien bagi proporsi populasi (P).

C. Metode Maximum Likelihood

Metode ini dikembangkan oleh RA Fisher pada tahun 1920 yang merupakan metode penting untuk pendugaan titik. Kriteria-kriteria yang dimiliki metode maximum likelihood dalam proses pendugaan parameter adalah sufisien, efisien dan konsisten. Disamping itu apabila besarnya sampel bertambah, maka distribusi sampling dari penduga maximum likelihood akan menyerupai suatu bentuk kurva normal. Contoh: Probabilitas terjadinya sisi gambar pada sebuah mata uang yang tidak setimbang misalkan: 1/4 atau 3/4. Proporsi sisi gambar yang sebenarnya tidak diketahui. Untuk mengetahui apakah proporsi yang sebenarnya 1/4 atau 3/4, dilakukan suatu percobaan pelemparan mata uang sebanyak 3 kali, dengan hasil P(H,T,H) atau P(Gambar, Tulisan, Gambar). Dengan probabilitas 1/4 diperoleh hasil sebagai berikut:

P(H,T,H) = (1/4) (3/4) (1/4) = 3/64

Dengan probabilitas 3/4 diperoleh hasil sebagai berikut:

P(H,T,H) = (3/4) (1/4) (3/4) = 9/64

Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa hasil percobaan menunjukkan probabilitas = 3/64 untuk P=1/4 dan probabilitas = 9/ 64 untuk P = 3/4. Dari 2 keadaan, nampaknya P=3/4 merupakan penduga yang lebih mendekati kenyataan daripada P=1/4. P=3/4 lebih banyak memberikan informasi daripada P=1/4.

Metode maximum likelihood adalah suatu metode untuk memperoleh penduga (estmator) yang membuat probabilitas untuk memperoleh sampel yang diteliti menjadi maksimum. Suatu eksperimen binomial terdiri dari n percobaan yang menghasilkan observasi x1, x2, x3 xn, dimana x = 1 kalau percobaan sukses dan x = 0 kalau percobaan gagal. Dengan menggunakan metode maximum likelihood, kita mencari penduga (dibaca P topi) sebagai penduga parameter P.

dimana, x = banyaknya sukses

Kita mencari P yang membuat L(P) menjadi maksimum, kita turunkan L(P) terhadap P kemudian menyamakannya dengan nol.

Untuk mencari turunan L(P), dengan menggunakan log (Ln = log dengan bilangan pokok e)

Jadi, penduga parameter P dengan menggunakan metode maximum likelihood adalah P = x/n = perkiraan proporsi.

Kriteria suatu sampel dikatakan besar, apabila sampel tersebut lebih besar daripada 30 (n > 30). Penduga interval ini ada 2 yaitu:a. Pendugaan terhadap parameter rata-rata (().

b. Pendugaan terhadap parameter proporsi (P)a. Pendugaan terhadap parameter rata-rata (()

1. Untuk mengadakan pendugaan parameter ( ini, dipergunakan rata-rata sampel () dengan interval keyakinan tertentu.

2. Rumus yang dipergunakan bertolak dari rumus z untuk distribusi sampling sebagai berikut:

3. Dari rumus di atas maka rata-rata populasi (() akan terletak dalam batas-batas sebagai berikut:

dimana :

= rata-rata sampel

z= tabel z sesuai dengan tingkat keyakinan (confidence level)

(= standar deviasi populasi

n= jumlah sampel

4. Rumus diatas berlaku untuk sampel besar (n > 30) berasal dari populasi yang tidak terbatas atau populasi yang terbatas pengambilan sampel dengan pemulihan.

5. Apabila standar deviasi populasi (() tidak diketahui, maka dapat dipergunakan standar deviasi sampel, sehingga rumus di atas menjadi sebagai berikut:

6. Sedang untuk populasi (N) yang terbatas dan pengambilan sampel tanpa pemulihan, bila sampel yang digunakan (n) = 5% atau lebih dari N, maka digunakan rumus dengan faktor koreksi sebagai berikut:

i. Pendugaan parameter ( dengan ( diketahui dan populasi tidak terbatas

Rumus jika kita mempergunakan penduga yang tidak bias (x) untuk menduga parameter ( dengan interval keyakinan sebesar 95% sedang ( telah diketahui, maka interval keyakinan diberikan sebagai:

dimana:

menurut tabel z, maka interval keyakinan 95% = 1,96. Contoh: Sebuah biro perjalanan mengadakan suatu penelitian tentang kepariwisataan di suatu kota dan ingin memperkirakan pengeluaran rata-rata para wisatawan asing yang berkunjung ke kota itu. Guna keperluan ini diambil sampel secara random yang terdiri dari 100 wisatawan asing yang akan menjadi responden dalam penelitian ini.Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pengeluaran rata-rata setiap kunjungan sebesar $500 per wisatawan. Jika kita anggap deviasi pengeluaran semua wisatawan konstan sebesar $100, maka dengan interval keyakinan 95%, buatlah rata-rata pengeluaran para wisatawan asing yang berkunjung ke kota itu.

Dari contoh di atas diketahui:

n = 100, = $500, ( = $100, interval keyakinan = 95%, nilai z = 1,96

Maka rata-rata populasi akan terletak:

500 1,96 (10)< ( < 500 + 1,96 (10)

500 19,6< ( < 500 + 19,6

480,4< ( < 519,6

Rata-rata pengeluaran para wisatawan per orang yang berkunjung ke kota itu berkisar antara $480,4 hingga $519,6. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:

ii. Pendugaan parameter ( dengan ( diketahui dan populasi terbatas

Jika sampel yang random dipilih dari populasi yang terbatas tanpa pemulihan, cenderung akan kurang dari . Berapa selisihnya tergantung pada jumlah populasinya relatif dibandingkan dengan besarnya sampel

Makin besar persentase populasi yang dipilih sebagai sampel, makin kurang variasi dari sampel ke sampel. Selanjutnya rumus yang berlaku adalah:

Contoh: Andaikan sampel sebesar n = 100 dan = $500 dipilih dari populasi yang terbatas N = 500 dan diketahui deviasi standar (() = $100, maka pendugaan parameter dengan interval keyakinan 95% adalah sebagai berikut:

Jadi parameter ( akan terletak:

500 1,96 (8,95)< ( < 500 + 1,96 (8,95)

500 17,5< ( < 500 + 17,5

482,5< ( < 517,5

iii. Pendugaan parameter ( dengan ( tidak diketahui

Pada hakekatnya ( tergantung pada deviasi kuadrat dari (, sehingga mustahil jika ( diketahui ( tidak diketahui. Dalam kenyataannya kita tidak mengetahui tentang sesuatu apapun mengenai parameter selain dari sampel.

Jadi apabila deviasi standar populasi tidak diketahui, maka kita melakukan pendugaan deviasi standar sampel (s), sehingga dipergunakan rumus .

Contoh: sebuah sampel random terdiri dari 100 orang pedagang kaki lima yang dipilih dari seluruh pedagang kaki lima di sebuah kota. Rata-rata tingkat keuntungan yang diperoleh 20% dengan deviasi standar 2%. Dengan mempergunakan interval keyakinan 95%, berapa tingkat keuntungan semua pedagang kaki lima di kota itu?

Pada soal ini, n = 100, =20%, s = 2% dan z0,025 = ( 1,96.

Karena sampelnya cukup besar, ( dapat diduga dengan

20 1,96 (2/10)< ( < 20 + 1,96 (2/10)

20 0,392< ( < 20 + 0,392

19,6< ( < 20,4

b. Pendugaan parameter Proporsi (P) dengan Sampel Besar (n>30)

Pendugaan parameter proporsi dapat dilakukan dengan mempergunakan proporsi sampel (x/n) secara tidak bias apabila sampel random yang dipilih besar. Dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

Contoh: Suatu penelitian dilakukan oleh sebuah perguruan tinggi swasta terhadap ketepatan waktu pembayaran SPP dari para mahasiswanya.Dari 100 orang mahasiswa yang diteliti ternyata 30 orang mahasiswa melakukan pembayaran SPP tidak tepat waktu. Dengan mempergunakan interval keyakinan 95%, tentukan pendugaan interval proporsi dari mahasiswa yang melakukan pembayaran SPP tidak tepat waktu.

Dari soal diatas diketahui n = 100, x = 30, z0,025 = ( 1,96. Dengan menggunakan rumus di atas diperoleh hasil sebagai berikut:

0,21 < P < 0,39Dengan interval keyakinan 95% dapat dikatakan bahwa antara 21% sampai 39% dari para mahasiswa melakukan pembayaran SPP tidak tepat waktu. Apabila unsur populasi (N) diketahui dan merupakan populasi terbatas, sedang sampel diambil tanpa pemulihan maka perlu dilakukan koreksi yang disebut koreksi populasi terbatas yakni:

Sehingga rumus penduga interval proporsi populasi menjadi:

Kriteria suatu sampel yang kecil adalah apabila n ( 30. Pada sampel yang kecil pendugaan parameter dengan mempergunakan s akan menghasilkan selisih kesalahan.

Pada umumnya jika sampel kecil pendugaan parameter dilakukan dengan distribusi t yang variabelnya distandardisir sebagai:

Pada hakekatnya distribusi t ini menyerupai distribusi normal. Perbedaannya terletak pada ( yang umumnya tidak diketahui. Pada distribusi normal, standar pengubahan dilakukan dengan yang diketahui, sedangkan pada distribusi t pengubahan dilakukan dengan mempergunakan ( yang dihitung dari sampel.

Distribusi t ini dinamakan distribusi student sebagai nama samaran dari WS Gosset yang menemukan distribusi ini tahun 1908.

Perbandingan antara distribusi t dan distribusi normal dapat dilihat pada gambar berikut:

Tabel distribusi t tersebut selanjutnya dapat dilihat pada lampiran. Apabila n makin kecil, distribusi t akan makin melebar. Sebaliknya makin besar n-nya distribusi t akan mendekati distribusi normal.

Tabel t tidak disusun berdasarkan besarnya sampel n, tetapi disusun menurut derajat kebebasan (degree of freedom) yang dirumuskan dengan n-1.

Pengertian derajat kebebasan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tiga buah data mempunyai rata-rata = 5. Di dalam menentukan masing-masing data ini kita mempunyai kebebasan kecuali pada data ketiga, karena jumlah ketiga data tersebut harus = 15 (rata-rata = 15/3 = 5). Dengan kata lain, kita kehilangan 1 derajat kebebasan atau kita hanya mempunyai 2 derajat kebebasan. Karena n = 3 , maka derajat kebebasan dirumuskan dengan (n-1).

a. Pendugaan Parameter ( dengan ( Tidak Diketahui dan Populasi Tidak Terbatas

Contoh: Penelitian terhadap sampel sejumlah 16 orang wisatawan asing yang berkunjung ke suatu kota menunjukkan pengeluaran rata-rata selama tinggal di kota tersebut sebesar $500 dengan deviasi standar $100. Tentukan pengeluaran rata-rata yang sebenarnya dengan menggunakan interval keyakinan 95%.

Dari soal diatas diketahui, n = 16, = $500, s = $100, interval keyakinan 95%, t0,025 df = 15, tabel t = 2,131.

Rumus yang dipergunakan adalah:

Dengan menggunakan rumus di atas, maka didapat hasil sebagai berikut:

500 2,131 (100/4)< ( < 500 + 2,131 (100/4) 500 53,275< ( < 500 + 53,275

446,725< ( < 553,275Jadi pengeluaran rata-rata yang sebenarnya para wisatawan asing tersebut antara $446,7 sampai $553,3.

Penggunaan distribusi t membawa asumsi bahwa variabel x harus memiliki distribusi normal, jika distribusi tidak menyerupai distribusi normal, maka penggunaan distribusi t hasilnya dapat meragukan.

b. Pendugaan Parameter ( dengan ( Tidak Diketahui dan Populasi Terbatas

Sebagaimana telah dijelaskan untuk populasi yang terbatas perlu adanya koreksi populasi terbatas, yaitu:

Contoh: Dengan menggunakan contoh a, dan populasi N = 100 orang maka faktor koreksi adalah:

Sehingga hasil pendugaan menjadi sebagai berikut:

500 (53,275 x 0,92)< ( < 500 + (53,275 x 0,92)

500 49,07< ( < 500 + 49,07

450,93< ( < 549,07c. Pendugaan Parameter Proporsi

Dalam pendugaan interval proporsi dengan sampel yang kecil, maka rumus yang dipergunakan adalah:

Contoh, Penelitian terhadap sampel sebanyak 16 mahasiswa, ternyata 4 di antaranya mempunyai kendaraan sendiri. Dengan interval keyakinan 95%, tentukan proporsi mahasiswa yang memiliki kendaraan sendiri.n = 16, x = 4, x/n = 0,25, t0,025 df = 15, tabel t = 2,131

0,02 < P < 0,48 Pendugaan interval untuk perbedaan dua rata-rata dan dua proporsi adalah sama prosedurnya dengan pendugaan interval untuk rata-rata dan proporsi.a. Pendugaan Parameter (1 - (2 jika (1 dan (2 diketahui

Pendugaan interval selisih dua rata-rata ((1 - (2) jika (1 dan (2 diketahui dirumuskan sebagai berikut:

dimana

Contoh: Upah mingguan karyawan perusahaan asing dari 90 orang karyawan rata-rata Rp. 100.000 dari (1 = Rp. 9.000, sedangkan perusahaan nasional dari 90 orang karyawan rata-rata Rp. 50.000 dan (2 = Rp. 5.000. Dengan menggunakan interval keyakinan 95% buatlah pendugaan interval antara (1 - (2.Jawaban:

n1 = 90, =Rp. 100.000, (1 = Rp. 9.000, z0,025 = 1,96, n2 = 90, =Rp. 50.000, (2 = Rp.5.000

Dengan menggunakan rumus di atas maka diperoleh hasil sebagai berikut:

(100000 50000) 1,96 (1085) < (1 - (2 < (100000 50000) + 1,96 (1085)

50000 2126,6< (1 - (2 < 50000 + 2126,6

47873,4< (1 - (2 < 52126,6Jadi dengan interval keyakinan 95%, selisih rata-rata upah mingguan karyawan perusahaan asing dan nasional antara Rp. 47.873,4 sampai dengan Rp. 52.126,6.

b. Pendugaan Parameter (1 - (2 jika (1 dan (2 Tidak Diketahui

Apabila (1 dan (2 tidak diketahui, maka dipergunakan dugaan deviasi standar sampel yakni s1 dan s2 sehingga rumusnya menjadi sebagai berikut:

dimana

Contoh: Penghasilan setiap minggu dari pedagang kaki lima yang berjualan di Jalan X dan Jalan Y adalah sebagai berikut (dalam ribuan rupiah)Pedagang di Jl. X : 40 46 40 36 38 34 42 44 40

Pedagang di Jl. Y : 30 24 16 25 35 40 46 38 34

Dengan interval keyakinan 95%, buatlah pendugaan interval (1 - (2 dimana =rata-rata penghasilan pedagang kaki lima di Jalan X dan =rata-rata penghasilan pedagang kaki lima di Jalan Y.

Jawaban:

n1 = 9, =40, s1 = (14 = 3,74

n2 = 9, =32, s2 = (85,25 = 9,23

t0,025 , df = 9+9-2 = 16, tabel t = 2,120

(40 32) 2,12 (3,32) < (1 - (2 < (40 32) + 2,12 (3,32)

0,96 < (1 - (2 < 15,04 (dalam ribuan)

Dengan interval keyakinan 95%, kita harapkan perbedaan antara penghasilan pedagang kaki lima yang berjualan di Jalan X dan Jalan Y adalah antara Rp. 960 sampai Rp. 15.040.

c. Pendugaan Perbedaan Dua Proporsi

Pendugaan interval perbedaan dua proporsi (P1 P2) dirumuskan sebagai berikut:

dimana

Contoh: Dari sampel nasabah bank sebanyak 120 orang di kota A, sebanyak 90 orang di antaranya pengusaha besar. Dan 120 orang nasabah bank di kota B, 60 orang di antaranya pengusaha besar. Dengan tingkat keyakinan 95%, buatlah pendugaan interval (P1 P2), jika P1 = proporsi nasabah pengusaha besar di kota A dan P2 = proporsi nasabah pengusaha besar di kota B.

Jawaban:

n1 = n2 = 120, x1/n1 = 90/120 = 0,75, x2/n2 = 60/120 = 0,50, z0,025 = 1,96

(0,75 0,50) 1,96 (0,06) < P1 P2 < (0,75 0,50) + 1,96 (0,06)

0,25 0,1176 < P1 P2 < 0,25 + 0,1176

0,1324< P1 P2 < 0,3676Dengan interval keyakinan 95% kita harapkan interval antara 0,13 atau 13% sampai 0,37 atau 37% merupakan selisih proporsi nasabah bank di kota A dan kota B yang terdiri dari pengusaha besar.

Dalam teori sampel telah dijelaskan bahwa jika n besar, maka distribusi sampling akan menyerupai kurva normal. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa, jika suatu random sampel cukup besar, dengan interval keyakinan 95% deviasi standar populasi akan terletak dalam jarak:

Contoh:

Sampel sebesar 8 menunjukkan deviasi standar = 3. Dengan interval keyakinan 95%, tentukan interval (.

Jawaban:

n = 8, s = 3 dan z0,025 = 1,96

< ( <

3 1,47< ( < 3 + 1,47

1,53< ( < 4,47

Dengan interval keyakinan 95% kita harapkan ( akan terletak antara 1,53 dan 4,47.

Pada umumnya sebelum kita memilih sampel secara acak (random) guna menduga parameter, kita seharusnya menetapkan terlebih dahulu berapa besarnya sampel yang akan kita ambil, agar kita dapat menduga parameter dengan ketepatan yang kita inginkan yang diukur berdasar lebarnya interval keyakinan yang kita kehendaki. Misalkan kita ingin mengetahui berapa besarnya sampel yang akan kita gunakan agar dengan interval keyakinan 95%, selisih rata-rata populasi yang sesungguhnya tidak lebih dari 5 secara searah. Dapat digambarkan sebagai berikut:

Dengan pembahasan sebelumnya dijelaskan bahwa lebar interval keyakinan tertentu akan tergantung pada varians dan besarnya sampel. Jika varians diketahui, lebarnya interval keyakinan dapat dirumuskan sebagai berikut:

atau

E = Error = Penyimpangan

s = standar deviasi sampel

Dari rumus diatas dapat ditentukan besarnya sampel (n) sebagai berikut:

dimana

n = besarnya sampel

z= nilai z yang besarnya ditentukan oleh interval keyakinan

(= deviasi standar populasi

E= besarnya kesalahan yang diharapkan

Contoh:

Jika ( populasi normal diketahui sebesar 10 dan jika kita ingin interval keyakinan 95% yang mencakup rata-rata parameter tidak melebihi 10 lebarnya, berapa besarnya sampel yang kita ambil?

Jawaban:

E = 5, ( = 10, z0,025 = 1,96

sampel

Penentuan besarnya sampel dapat pula dihitung berdasarkan pendugaan interval proporsi:

atau

Apabila P tidak diketahui, maka P(1-P) diganti dengan 1/4, yaitu nilai maksimum untuk P(1-P).

Contoh: Perusahaan penjual alat-alat kosmetik ingin menduga proporsi konsumen yang menyukai produknya. Dalam proses pendugaan ini pengusaha ingin agar selisih dugaannya tidak melebihi 2% dari parameternya, sedangkan interval keyakinan yang dikehendaki 95%. Berapa besarnya sampel bagi pendugaan proporsi populasi ini?

Jawaban:

sampel

5. PENGUJIAN HIPOTESAA. Arti dan Pentingnya Pengujian Hipotesa

Hipotesa adalah suatu anggapan atau pendapat yang diterima secara tentatip untuk menjelaskan suatu fakta atau yang dipakai sebagai dasar bagi suatu penelitian. Beberapa contoh hipotesa dapat dikemukakan sebagai berikut:a. Seorang manajer produksi menyatakan bahwa kerusakan produk dalam proses produksi hanya 10%

b. Manajer pemasaran suatu perusahaan menyatakan bahwa pemasaran produk-produk baru sangat tergantung pada iklanc. Manajer personalia menyatakan bahwa produktivitas perusahaan masih dapat ditingkatkan 10% dengan meningkatkan kondisi kerjad. Seorang ekonom menyatakan bahwa resesi dunia sangat mempengaruhi penerimaan devisa negara. Hipotesa, anggapan atau pendapat di atas seringkali dipergunakan untuk mengambil keputusan, kalau hipotesa itu keliru dengan sendirinya keputusannya dapat keliru. Oleh karena itu, hipotesa harus diuji berdasarkan data empiris yaitu data berdasar pada penelitian suatu sampel. Berdasarkan keadaan yang nyata ini, maka hasil pengujian hipotesa dapat dipergunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Kesalahan yang diakibatkan pengambilan keputusan merupakan resiko dalam pengambilan keputusan. Agar suatu hipotesa dapat diuji, hipotesa harus dirumuskan secara jelas dan bersifat operasional. Menurut sifat hipotesa kita dapat membedakan yang bersifat kualitatif, misalkan seorang hakim menganggap seseorang bersalah atau kuantitatif yang disebut sebagai hipotesa statistik, misalkan rata-rata pengeluaran sebulan Rp. 200.000.Hipotesa statistik dirumuskan sebagai suatu pernyataan tentang nilai suatu parameter, misalnya rata-rata populasi, proporsi populasi, varians populasi dan sebagainya.B. Prosedur Pengujian Hipotesa

Pengujian suatu hipotesa pada hakekatnya dapat disusun dalam beberapa tahap. Pentahapan di dalam pengujian hipotesa ini secara keseluruhan merupakan prosedur dari pengujian hipotesa.

Tahapan pengujian hipotesa adalah sebagai berikut:

1. perumusan hipotesa nol dan hipotesa alternatif

2. penentuan taraf nyata (significant level) biasanya digunakan simbol (, misalnya 10%, 5% atau 1%.

3. Menentukan statitik uji atau kriteria uji yang akan digunakan, apakah dengan kurva normal, distribusi t, distribusi x2 atau dengan distribusi F.

4. Pengambilam keputusan, apakah hipotesa dapat diterima ataukan hipotesa ditolak.

1. Perumusan Hipotesa Nol dan Hipotesa Alternatif

Hipotesa nol (null hypotheses) biasanya dirumuskan dengan H0. Disebut hipotesa nol, karena hipotesa ini mempunyai perbedaan nol atau tidak mempunyai perbedaan dnegan hipotesa yang sebenarnya.

Contoh, apabila kita ingin membuktikan bahwa obat A lebih efektif terhadap penyakit daripada obat B, maka kita merumuskan hipotesanya efektivitas obat A dan B sama.

Demikian pula apabila kita ingin membuktikan bahwa mesin A lebih produktif dari mesin B, maka hipotesisnya dirumuskan produktivitas mesin A sama dengan mesin B.

Hipotesa alternatif dirumuskan dengan H1 adalah hipotesa kerja yang dirumuskan sebagai kebalikan dari hipotesa nol.

Contoh:

Pada hipotesa nol yang menyatakan bahwa efektivitas obat A sama dengan obat B, hipotesa alternatifnya dirumuskan sebagai berikut:

a. Efektifitas obat A tidak sama dengan obat B

b. Efektifitas obat A lebih baik dari obat B

c. Efektifitas obat A lebih jelek dari obat B

Ketiga hipotesa alternatif tersebut merupakan 3 alternatif yang dapat dipergunakan sebagai perumusan hipotesa alternatif.

Setelah hipotesa nol dan hipotesa alternatif dirumuskan, maka selanjutnya kita mengadakan observasi sampling. Atas dasar nilai statistik sampel ini, maka keputusan diambil apakah hipotesa nol diterima atau ditolak.

Apabila kita menerima hipotesa nol maka hipotesa alternatif kita tolak atau kalau kita menolak hipotesa nol maka hipotesa alternatif kita terima.

2. Penentuan Taraf Nyata (Significant Level)

Tujuan dari pengujian hipotesa tidaklah semata-mata untuk menghitung nilai statistik, melainkan untuk memutuskan apakah perbedaan antara nilai statistik dan parameter sebagai suatu hipotesa cukup nyata atau tidak.

Contoh: Sebuah perusahaan pembuat pesawat terbang menyatakan bahwa penggunaan bahan aluminium mempunyai rata-rata ketebalan 0,04 inci, sedang batas toleransi yang dapat diterima 5%.

Di sini hipotesa nol (H0) = 0,04 inci.

Sedang batas toleransi 5% disebut taraf nyata atau signigicant level.

Apabila hipotesa nol benar, maka taraf nyata ini menunjukkan persentase dari rata-rata sampel atau nilai statistik yang terletak di luar batas kepercayaan atau confidence level.

Diagram berikut menunjukkan taraf nyata 5% yang di dalam kurva normal terletak pada ujung kurva masing-masing seluas 2,5%.

Menurut tabel daerah kurva normal, luas daerah kurva sebesar 95% akan terletak dalam jarak ( 1,96 yang menunjukkan bahwa di daerah ini tidak ada perbedaan yang nyata (significant) antara nilai statistik dan nilai parameter yang dinyatakan sebagai hipotesa. Daerah ini disebut daerah penerimaan hipotesa atau acceptance region. Sedang kedua ujung kurva dengan luas masing-masing 2,5% merupakan daerah penolakan hipotesa, karena daerah ini menunjukkan adanya perbedaan yang nyata atau significant antara nilai statistik dan nilai parameternya yang dijadikan hipotesa.

i. Pemilihan Taraf Nyata (Significant Level) Di dalam pemilihan taraf nyata ini tidak ada standar ukuran yang pasti. Beberapa nilai taraf nyata yang banyak dipergunakan adalah 10%, 5% dan 1%.

Ada yang mengatakan bahwa taraf nyata 1% atau kurang dipergunakan di bidang kesehatan, 5% di bidang ekonomi dan 10% untuk bidang pertanian.

Sedang Richard I. Levin dalam bukunya Statistics for Management mengatakan bahwa taraf nyata 1% banyak dipergunakan untuk pengujian hipotesa-hipotesa di dalam penelitian-penelitian.

Selanjutnya dikatakan bahwa tidak mungkin mempergunakan semua kriteria taraf nyata melainkan harus ditetapkan salah satu nilai standar yang minimal. Semakin besar nilai taraf nyata akan semakin besar probabilitasnya untuk menolak hipotesa nol. Dapat dilihat pada diagram berikut:

Dari gambar di atas ditunjukkan bahwa semakin besar nilai taraf nyata maka semakin sempit daerah penerimaan hipotesa atau semakin besar probabilitas untuk menolak hipotesa.

ii. Pengujian dengan 2 sisi dan dengan 1 sisi

Di dalam pengujian hipotesa kita dapat mempergunakan 2 sisi atau 1 sisi pengujian (two tailed test or one tailed test).

Pengujian dengan 2 sisi adalah pengujian hipotesa yang akan menolak hipotesa nol, jika nilai statistik mempunyai perbedaan nyata lebih besar atau lebih kecil daripada parameter populasi yang dijadikan hipotesa.

Pengujian dengan 2 sisi dilakukan apabila hipotesa alternatifnya dirumuskan dengan:

H1 ( ( (0

Contoh:

Suatu perusahaan yang memproduksi lampu pijar menyatakan bahwa daya tahan lampu pijar hasil produksinya rata-rata 1000 jam.

Perumusan hipotesa nol dan hipotesa alternatifnya adalah sebagai berikut:

H0 ( =(0 =1000 jam

H1 ( ( (0 ( 1000 jam

Perumusan hiptoesa alternatif yang demikian dimaksudkan karena produsen tidak menghendaki hasil produksinya mempunyai daya tahan yang lebih kecil atau lebih besar dari rata-rata daya tahan yang telah ditetapkan sebesar 1000 jam.

Jika daya tahan lebih kecil dari daya tahan rata-rata yang telah ditetapkan, maka perusahaan tersebut akan kehilangan konsumennya. Sebaliknya jika daya tahan lampu pijar jauh di atas daya tahan rata-rata yang telah ditetapkan maka perusahaan akan menghadapi biaya yang tinggi.

Dalam banyak hal kadang-kadang kita tidak memerlukan pengujian dengan menggunakan 2 sisi, yaitu apabila kita menghadapi masalah berikut ini. Misalkan pemerintah ingin membeli bola lampu pijar dalam jumlah yang cukup besar untuk keperluan instansinya. Dalam pembelian bola lampu ini, pemerintah menghendaki agar mutu produk cukup baik dengan daya tahan rata-rata adalah 1000 jam, sehingga pemerintah dapat memantau hasil pembeliannya dengan mengadakan penelitian sampel dari bola lampu pijar yang dibelinya. Berdasarkan pertimbangan daya tahan rata-rata dari bola lampu tersebut, pemerintah akan menolak apabila daya tahan bola lampu yang dibelinya di bawah 1000 jam. Pemerintah akan merasa diuntungkan, sebab semakin besar daya tahan bola lampu pemerintah akan dapat menghemat pengeluarannya.

Dengan demikian hipotesa nol (H0) adalah ( = 1000 jam, sedangkan hipotesa alternatifnya H1 adalah ( < 1000 jam. Pengujian ini disebut pengujian dengan 1 sisi di sebelah kiri.

Pengujian dengan 1 sisi di sebelah kiri dipergunakan apabila hipotesa alternatif menyatakan lebih kecil dari hipotesa nolnya. Apabila nilai statistik menunjukkan perbedaan yang nyata di bawah nilai parameter yang dijadikan hipotesa, maka hal ini akan mengarah pada kesimpulan yang akan menolak hipotesa nolnya. Karena daerah penolakan hipotesa ini berada disebelah kiri, maka kita mengatakan pengujian hipotesa ini pengujian dengan 1 sisi di sebelah kiri.

Pengujian hipotesa dengan 1 sisi di sebelah kanan dipergunakan apabila kita menghadapi hipotesa alternatif yang menyatakan lebih besar dari hipotesa nolnya. Daerah penolakan hipotesa berada di sebelah kanan.

3. Penentuan Statistik Uji

Pada umumnya statistik uji yang dipergunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam pengujian hipotesa apabila sampelnya besar dalam hal ini n ( 30.

dimana: Penggunaan statistik uji z ini tergantung pada ciri hipotesanya dan asumsi-asumsi tentang populasinya yang dirumuskan sebagai berikut:

st

= statistik (nilai sampel)

parameter= hipotesa parameternya

(st

= deviasi standar sampel

Sebaliknya apabila sampelnya kecil dalam hal ini n 30) dan sampel kecil (n ( 30). Untuk sampel yang besar akan digunakan distribusi z dan untuk sampel yang kecil digunakan distribusi t.

a. Pengujian Hipotesa terhadap Nilai Rata-Rata dengan Sampel Besar

Apabila Deviasi Standar Populasi Diketahui

Suatu perusahaan pembuat pesawat terbang penumpang menyatakan bahwa hasil produksinya setelah dipergunakan dalam jangka waktu 1 tahun diperlukan pengecekan kembali selama 11 jam dengan deviasi standar 3,5 jam. Setelah selang 3 tahun, tehnisi pesawat meragukan hipotesa ini, sehingga perlu dilakukan pengamatan kembali dengan mengambil sampel sebanyak 49 buah pesawat. Ternyata waktu rata-rata yang diperlukan untuk mengadakan pemeliharaan ini 12 jam. Teknisi masih percaya bahwa deviasi standarnya tetap.

Apakah ada alasan untuk meragukan bahwa waktu yang diperlukan untuk pemeliharaan pesawat terbang dalam 1 tahun diperlukan 11 jam, apabila dipergunakan taraf nyata 10%?

Persoalan ini dapat dipecahkan dengan langkah-langkah sebagai