Upload
dokhanh
View
225
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Strategi Coping Santri Putri dalam Bimbingan Menghafal Al-
Qur’an di Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin Tayu Kabupaten
Pati Provinsi Jawa Tengah
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S. Sos.)
Disusun Oleh:
Muhammad Najmul Umam
NIM: 1110052000032
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 M/2017 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Strategi Coping Santri Putri dalam Bimbingan
Menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin Tayu
Kabupaten Pati, telah diajukan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Kamis,
26 Oktober 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Bimbingan Penyuluhan Islam.
Ciputat, 30 Oktober 2017
i
ABSTRAK
Muhammad Najmul Umam. NIM 1110052000032, Strategi Coping Santri
Putri dalam Bimbingan Menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren
Nahdaltut Thalibin Tayu Kabupaten Pati, Dibawah Bimbingan Dra.
Nasichah, MA.
Menghafal merupakan suatu kegiatan yang mengikut sertakan aktivitas
ingatan di dalamnya. Proses yang dijalani oleh seseorang untuk menjadi penghafal
Al-Qur’an tidaklah mudah dan sangat panjang. Dikatakan tidak mudah karena
harus menghafalkan isi Al-Qur’an dengan kuantitas yang sangat besar. Menghafal
membutuhkan kedisiplinan tinggi mau tidak mau menuntut remaja penghafal Al-
Qur’an untuk mampu melakukan managemen waktu. Oleh karena itu, penelitian
ini ingin memperoleh gambaran mengenai dinamika santri dalam menghadapi
tekanan psikologi yang dihadapi oleh penghafal Al-Qur’an remaja.
Menghafal Al-Qur’an bukan pula semata-mata menghafal dengan
mengandalkan kekuatan memori, akan tetapi termasuk serangkaian proses yang
harus dijalani oleh penghafal Al-Qur’an setelah mampu menguasai hafalan secara
kuantitas. Penghafal Al-Qur’an berkewajiban untuk menjaga hafalannya,
memahami apa yang dipelajarinya dan bertanggung jawab untuk
mengamalkannya. Oleh karena itu, proses menghafal dikatakan sebagai proses
yang panjang karena tanggung jawab yang diemban oleh penghafal Al-Qur’an
akan melekat pada dirinya hingga akhir hayat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang strategi
coping santri dalam menghadapi tekanan psikologi santri mulai dari tekanan
lingkungan, target hafalan serta benyaknya kegiatan yang harus dijalani oleh para
santri penghafal Al-Qur’an. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode
deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif. Adapun pengumpulan data
penelitian ini dilakukan dengan wawancara dan observasi yang diperoleh
langsung dari sasaran penelitian berupa catatan, rekaman dan data-data dari
sumber yang terkait dengan penelitian. Penelitian ini dilakukan di Pondok
Pesantren Nahdlatut Thalibin Tayu Kabupaten Pati.
Dari hasil penelitian penulis dapat menyimpulkan bahwa Pondok
Pesantren Nahdalatut Thalibin yang menerapkan menghafal satu persatu terhadap
ayat-ayat yang hendak dihafalnya, setiap ayat bisa dibaca sepuluh kali, atau dua
puluhkali, atau lebih sehingga proses ini membentuk pola dalam bayangannya dan
membentuk gerak refleks pada lisanya. Strategi coping santri putri Pondok
Pesantren Nahdlatut Thalibin Tayu, dalam menghadapi kesulitan untuk menghafal
Al-Qur’an adalah dengan menumbuhkan kesadaran diri, memilih tempat yang
kondusif untuk menghafal Al-Qur’an, sering membaca dan langsung menyetor
hafalan kepada guru pembimbing, berusaha untuk menghadapi semua tantangan
dalam menghafal dan istiqomah (konsisten)
Kata kunci : Strategi Coping Santri Putri, Bimbingan Menghafal Al-Qur’an
Santri
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan segala berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini yang berjudul “Strategi Coping Santri Putri dalam Bimbingan
Menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Nahdaltut Thalibin”. Peneliti
menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari kekurangan
dan kesalahan, namun penulis tetap berharap Skripsi ini dapat bermanfaat untuk
memberikan informasi maupun untuk berbagi ilmu pengetahuan bagi berbagai
kalangan secara luas.
Selain itu, penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
dalam memperoleh gelar kesarjanaan dibidang Bimbingan dan Bimbingan Islam
pada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama kepada Orang tua
tercinta (Ibu, Bapak), serta keluarga dan teman-teman yang telah membantu baik
secara materil maupun immateril berupa doa, dukungan, semangat dan
pendampingan. Selainitu, penulis menyampaikan terimakasihjugakepada:
1. Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam. Ir. Noor Bekti Negoro, SE., M.Si Selaku Sekretaris
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
3. Ibu Dra. Nasichah, M.A selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang senantiasa
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan masukan dan
arahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Drs. Helmi Rustandi selaku Dosen Pembimbing Akademik terimakasih atas
bimbingannya selama ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan memberikan
ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama menempuh pendidikan di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur
sebagai referensi dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas bantuan dan
kerjasamanya.
7. Teman-teman BPI 2010, Yeni, Titi, Anisa, Sefty, Fia, Ali Munandar, Ustadz
Ridwan, Muhammad Haris, Heriyanto teman-teman yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang senantiasa selalu berbagi rasa, baik sedih, suka
dan duka.
8. Teman-teman BPI, Khoirul Khoiry, Gus Ubay, Ustadz Aswad, Niko, Taufik,
Vita Virginia, Diah Selviani terimakasih atas saran dan arahan selama
mengerjakan skripsi, semoga di beri keberkahan, terimakasih dukungannya
dan bantuan dalam segi apapun.
9. Untuk Fanni Agsutina Hidayati, yang selalu memberikan dukungan dan
selalu mengirimkan doanya agar penulisannya cepat selesai.
iv
10. Untuk teman dari pati di ciputat Sigit Ilham, Nova Nurul Farida, Ismatus
Zulfa. Terimakasih atas bantuannya dan semoga kebaikan kalian akan
menjadi berkah.
11. Dan untuk semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat,
penulis ucapkan terimakasih.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan dan dukungannya
kepada penulis.
Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna,
namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
umumnya bagi para pembaca khususnya segenap keluarga besar jurusan
Bimbingan dan Bimbingan Islam.
Ciputat, 22 Oktober 2017
Muhammad Najmul Umam
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7
D. Metodologi Penelitian ............................................................................. 8
E. Tinjaun Pustaka ...................................................................................... 15
F. Sistematika Penulisan ............................................................................. 16
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Metode Bimbingan .................................................................................. 18
1. Pengertian Metode .............................................................................. 18
2. Pengertian Bimbingan ........................................................................ 18
B. Bentuk-bentuk Bimbingan ................................................................. 20
C. Unsur-unsur Bimbingan menghafal Al-Qur’an ....................................... 20
1. Pengertian Menghafal ........................................................................ 20
2. Pengertian Al-Qur’an ......................................................................... 21
3. Metode Umum Dalam Menghafal Al-Qur’an ................................... 22
vi
D. Coping ..................................................................................................... 25
1. Pengertian Coping ............................................................................... 25
2. Proses Coping ..................................................................................... 27
3. Jenis Dan Fungsi Coping .................................................................... 28
4. Dimensi Coping .................................................................................. 28
a. Coping yang berfokus pada masalah ............................................ 29
b. Coping yang berfokus pada emosi ............................................... 31
BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN NAHDALATUT
THALIBIN TAYU
A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin Tayu ............. 32
1. Visi,Misi dan Tujuan Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin ........... 33
3. Lokasi Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin Tayu ......................... 33
4. Sarana dan Prasarana........................................................................ .31
5. Jadwal Kegiatan Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin .................. 34 40
5. Struktur Organisasi ........................................................................... 38
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Identitas Informan ................................................................................. 39
1. Pembimbing ..................................................................................... 39
2. Santri Putri ........................................................................................ 40
B. Pelaksanaan Metode Bimbingan ........................................................... 45
vii
1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ....................................................... 45
2. Metode Bimbingan Menghafal Al-Qur’an Pondok Pesantren
Nahdlatut Thalibin. ........................................................................... 47
3. Hafalan Santri Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin ...................... 48
4. Strategi Coping Santri Dalam Bimbingan Menghafal Al-Qur’an Di
Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin Tayu. .................................. 52
5. Pengaruh Bimbingan Menghafal Al-Qur’an Terhadap kemampuan
Coping Santri .................................................................................... 55
6. Pelaksanaan Bimbingan Menghafal Al-Qur'an ............................... 58
a. Faktor Penghambat ....................................................................... 61
b. Faktor Pendukung ........................................................................ 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. 64
B. Saran ........................................................................................................ 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa
merupakan masa yang sulit. Sering disebut masa stress karena pada masa ini
remaja dihadapkan pada perubahan-perubahan yang membuat remaja bingung.
Tidak hanya perubahan fisik yang berkembang pesat, tetapi juga perubahan
lingkungan yang memaksa remaja untuk menjadi dewasa seperti yang diharapkan
lingkungan padahal remaja sendiri tidak tahu harus berbuat seperti apa. 1
Lingkungan mengharapkan remaja bisa bertanggung jawab seperti halnya
orang dewasa. Perubahan-perubahan ini membuat remaja yang tidak bisa
menemukan identitasnya mengalami kebingungan. Sehingga sebagian besar
remaja menghadapi masalah-masalah baik itu dengan orang tua, teman maupun
dengan kehidupan di sekolah.2
Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi
gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan
bahwa mereka sudah hampir dewasa sehingga pada masa remaja sering
mengalami keadaan tertekan yang muncul dari dalam maupun dari luar diri
individu. Melalui proses appraisal (penilaian), ketika diri dihadapkan pada suatu
tekanan, maka sistem kognitif diri segera bereaksi terhadap tekanan tersebut
1Iredho Fani Reza, Efektivitas Pelaksanaan Ibadah dalam Upaya Mencapai Kesehatan
Mental Jurnal Psikologi Islami Vol. 1 No. 1 Juni (Sekolah Pascasarjana UIN Sayarif Hidayatullah
Jakarta, 2015), h. 60. 2Lisya Chairani dan M. A. Subandi, Psikologi Santri Penghafal Al-Qur’an: Peranan
Regulasi Diri (Yogyakarta: Buku Beta Jogja, 2016), h. 3
2
dengan memunculkan perilaku yang akan membantu mengatasi atau mengurangi
ketegangan yang dialami.
Proses yang dijalani oleh seseorang untuk menjadi penghafal Al-Qur’an
tidaklah mudah dan sangat panjang. Dikatakan tidak mudah karena harus
menghafalkan isi Al-Qur’an dengan kuantitas yang sangat besar terdiri dari 114
Surat, 6.236 Ayat, 77.439 kata, dan 323.015 huruf yang sama sekali berbeda
dengan simbol huruf dalam bahasa Indonesia.
Bagi remaja penghafal Al-Qur’an, nilai-nilai yang terinternalisasi
berdasarkan Al-Qur’an dan hadist dapat menjadi sumber potensial untuk
melakukan regulasi diri. Nilai-nilai ini nantinya diharapkan dapat membantu
remaja penghafal Al-Qur’an dalam menghadapi berbagai kendala dan rintangan
dalam usaha untuk mencapai hafalan yang sempurna. Proses menghafal yang
membutuhkan kedisiplinan tinggi mau tidak mau menuntut remaja penghafal Al-
Qur’an untuk mampu melakukan regulasi diri. Oleh karena itu, penelitian ini ingin
memperoleh gambaran mengenai dinamika regulasi diri yang dilakukan oleh
penghafal Al-Qur’an remaja.3
Menghafal Al-Qur’an bukan pula semata-mata menghafal dengan
mengandalkan kekuatan memori, akan tetapi termasuk serangkaian proses yang
harus dijalani oleh penghafal Al-Qur’an setelah mampu menguasai hafalan secara
kuantitas. Penghafal Al-Qur’an berkewajiban untuk menjaga hafalannya,
memahami apa yang dipelajarinya dan bertanggung jawab untuk
mengamalkannya. Oleh karena itu, proses menghafal dikatakan sebagai proses
3Lisya Chairani dan M. A. Subandi, Psikologi Santri Penghafal Al-Qur’an: Peranan
Regulasi Diri (Yogyakarta: Buku Beta Jogja, 2016), h. 9.
3
yang panjang karena tanggung jawab yang diemban oleh penghafal Al-Qur’an
akan melekat pada dirinya hingga akhir hayat.
Sistem nderes4 dan nyetor hafalan memang sangat tergantung pada
kemandirian dan kedisiplinan masing-masing individu penghafal Al-Qur’an.
Rendahnya kesadaran individu untuk mengulangi hafalannya dan
menyetorkannya secara mandiri kepada guru menjadi kendala bagi pengurus
pesantren. Kemampuan meregulasi diri tentu saja sangat dibutuhkan pada proses
ini, untuk membantu remaja tersebut menyelaraskan antara tujuannya secara
pribadi dengan apa yang ada di lingkungan sekitarnya. Seperti adanya tuntutan
untuk belajar, membagi waktu dengan tepat agar hafalan tetap dapat berjalan dan
keinginan untuk berinteraksi dengan teman. Permasalahan lain yang sering
muncul dan mengganggu konsentrasi bahkan membuat hafalan menjadi lupa
adalah konflik dengan teman yang tidak terselesaikan.
Terganggunya hubungan pertemanan seringkali dipicu oleh rasa iri yang
muncul dari teman yang bukan penghafal Al- Qur’an dan batasan yang dibuat
oleh penghafal itu sendiri karena adanya rasa takut akan kehilangan hafalannya.
Seperti misalnya tidak mau terlibat terlalu jauh dalam candaan yang dilontarkan
temannya sehingga memunculkan penilaian negatif dari teman. Penilaian negatif
dari teman ini seringkali memunculkan perasaan negatif dan mengganggu
konsentrasi dalam menghafal bahkan menjadikan hafalan yang telah tersimpan
hilang atau lupa.5
4Kegiatan membaca AL-Qur’an sendiri atau murajaah
5Lisya Chairani dan M. A. Subandi, Psikologi Santri Penghafal Al-Qur’an: Peranan
Regulasi Diri (Yogyakarta: Buku Beta Jogja, 2016), h. 7.
4
Berdasarkan hasil penelitian mendapati bahwa permasalahan yang biasa
dialami oleh penghafal bersumber dari beberapa hal yaitu: materi hafalan, kondisi
guru yang membimbing, kondisi santri, metode menghafal dan lingkungan
pesantren. Materi hafalan dapat menjadi masalah jika sedari awal tidak ditekankan
untuk menggunakan satu mushaf ketika menghafal dan tidak ditentukan materi
mana yang harus dihafalkan terlebih dahulu sesuai dengan kemampuan siswa.
Selanjutnya, karena menghafal Al-Qur’an harus di bawah bimbingan seorang
guru, maka proses menghafal mau tidak mau tergantung pada kondisi guru,
menyesuaikan dengan aktivitas guru dan kuota guru yang tersedia kaitannya
dengan giliran menyetor hafalan.
Kondisi santri yang kadangkala menjadi hambatan dalam proses menghafal
adalah latar belakang santri yang tidak seluruhnya berasal dari institusi agama
yang mengajarkan dasar-dasar bahasa Arab, kepribadian santri yang sulit untuk
menemukan pemecahan masalah yang efektif ketika mengalami masalah dengan
teman di asrama hingga mengganggu proses menghafal, rendahnya kesadaran
santri untuk mengulang hafalan dan menyetorkan kepada guru serta kondisi fisik
atau kesehatan yang terganggu. Metode menghafal sangat menentukan dalam
proses menghafal, metode jama’i atau berjamaan yang diterapkan di pondok
pesantren seringkali membuat tidak nyaman santri yang terbiasa menghafal
sendiri dalam suasana yang tenang.6
Konsekuensi dari tanggung jawab menghafal Al-Qur’an pun terhitung berat.
Bagi penghafal Al-Qur’an yang tidak mampu menjaga hafalannya maka
6Lisya Chairani dan M. A. Subandi, Psikologi Santri Penghafal Al-Qur’an: Peranan
Regulasi Diri (Yogyakarta: Buku Beta Jogja, 2016), h. 8.
5
perbuatannya dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk perbuatan dosa.
Bahkan salah satu hadist dengan tegas menyatakan Al-Qur’an yang diharapkan
dapat memberi pertolongan dapat saja memberi mudharat kepada penghafalnya
jika tidak diamalkan.
Oleh karena itu, selain membutuhkan kemampuan kognitif yang memadai,
Kegiatan menghafal Al-Qur’an juga membutuhkan kekuatan tekad dan niat yang
lurus. Dibutuhkan pula usaha yang keras, kesiapan lahir dan bathin, kerelaan dan
pengaturan diri yang ketat Menghafal Al-Quran merupakan suatu keutamaan yang
besar. Al-Qur’an dapat mengangkat derajat seseorang dan dapat memperbaiki
keadaanya ketika ia mengamalkannya, tetapi sebaliknya, ketika Al-Qur’an
dijadikan bahan tertawaan dan disepelekan maka akan menyebabkan ia disiksa
yang sangat pedih di akhirat kelak.7
Secara teoritis, usaha yang dilakukan individu untuk mengatasi
permasalahanya disebut dengan coping. Coping merupakan strategi untuk
memanajemen tingkah laku untuk memecahkan masalah yang paling sederhana
dan realistis.8 Coping merupakan proses dinamik dari satu pola perilaku atau
pikiran-pikiran seseorang yang secara sadar digunakan untuk mengatasi tuntutan-
tuntutan dalam situasi yang menekan dan menegangkan.
Perilaku yang membantu mengatasi atau mengurangi ketegangan inilah
yang dinamakan dengan strategi coping. Strategi coping merupakan suatu cara
yang dilakukan individu untuk menghadapi dan mengantisipasi situasi dan kondisi
yang bersifat menekan atau mengancam baik fisik maupun psikis. Beberapa orang
7Sa’dollah, 9 Cara Menghafal Al-Qur’an (Jakarta :Gema Insani Press, 1994), h. 23.
8Triantoro Safaria dan Norfrans Eka Saputra, Manajemen Emosi: Sebuah Panduan Cerdas
Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), h. 96.
6
segera menyusun rencana untuk memecahkan masalah, menghadapi permasalahan
yang sedang dihadapi hingga permasalahan tersebut dapat terselesaikan.
Sedangkan beberapa yang lain berpura-pura baik-baik saja dan bersikap seolah
tidak ada permasalahan yang sedang terjadi, berharap masalah tersebut akan
selesai dengan sendiri Dua perilaku berbeda ini sesungguhnya sama-sama
merupakan strategi coping.9
Perilaku yang berbeda-beda dalam mengatasi tekanan mencerminkan bahwa
strategi coping masing-masing individu belum tentu sama. Dalam hal ini, menurut
Lazarus dan Folkman terdapat dua strategi coping, yaitu coping yang berfokus
pada masalah (problem focused coping) dan coping yang berfokus pada emosi
(emotion focused coping).
Perbedaan strategi coping inilah yang mengelompokkan perilaku orang-
orang dalam mengatasi tekanan ataupun masalah. Orang yang tidak lari dari
permasalahan dan menghadapi suatu tekanan termasuk orang yang menggunakan
coping yang berfokus pada masalah (problem focused coping), sedangkan orang
yang menghindar dan mengingkari permasalahan yang sedang dihadapi termasuk
orang menggunakan coping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping).
Mengapa penellitian ini penting, karena untuk mengetahui kadar
kemampuan coping santri dalam menghadapi tekanan psikologi santri mulai dari
tekanan lingkungan, target hafalan serta benyaknya kegiatan yang harus dijalani
oleh para santri penghafal al-Qur’an.
9Iredho Fani Reza, Efektivitas Pelaksanaan Ibadah dalam Upaya Mencapai Kesehatan
Mental Jurnal Psikologi Islami Vol. 1 No. 1 Juni (Sekolah Pascasarjana UIN Sayarif Hidayatullah
Jakarta, 2015), h. 61.
7
Berdasarkan latarbelakang di atas maka penulis ingin mengangkat tema skripsi
mengenai Strategi Coping Santi Putri dalam Bimbingan Menghafal Al-Qur’an
di Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin Tayu Kab. Pati Prov. Jawa Tengah
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pada dasarnya dalam kegiatan menghafal Al-Qur’an ada beberapa
unsur seperti pembimbing, materi, sarana , prasarana serta metode. Namun
dalam skripsi ini persoalan yang akan diteliti untuk skripsi ini dibatasi
pada metode yang digunakan dalam membimbing menghafal Al-Qur’an
pada santri di Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan paparan di atas, maka perumusan masalah
yang penulis kaji adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi coping santri Pondok Pesantren Nahdlatut
Thalibin Tayu Wetan?
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang diajukan tersebut maka
adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
strategi coping santri putri Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin Tayu
dalam menghadapi bimbingan menghaafal Al-Qur’an.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dilihat dari beberapa segi,
yaitu :
8
1. Manfaat akademis, Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
tambahan pengetahuan bagi kajian Bimbingan dan Penyuluhan Islam,
khususnya dalam metode penghafalan Al-Qur’an.
2. Manfaat praktis, Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran berupa masukan kepada masyarakat khususnya
Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin Tayu wetan Kec. tayu Kab. Pati
dalam pengembangan kegiatan bimbingan menghafal Al-Qur’an yang
lebih tepat, efisien dan efektif.
C. Metodelogi Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode
penelitian kualitatif, dengan menggunakan teori dan konsep-konsep untuk
mendeskripsikan data penelitian. Deskripsi merupakan salah satu ciri
penelitian kualitatif yag disebut juga desain deskriptif kualitatif. Lincoln
dan Guba mendefinisikan deskriftif yaitu data yang dikumpulkan berupa
kata-kata, gambar dan bukan angka yang dilakukan secara sistematis dan
terhadap masalah-masalah yang hendak dipecahkan. Data tersebut berasal
dari wawancara, catatan lapangan, video tape, dokumen pribadi, catatan
atau memo.10
Kountur mengatakan bahwa penelitian deskriptif adalah jenis
penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan
tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. Jenis penelitian deskriptif
10
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.
28.
9
dipilih karena sesuai dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai oleh
penelitian ini yaitu untuk menjelaskan data-data faktual penelitian
dilanjutkan dengan penjelasan lebih rinci atas data-data tersebut.11
Format deskriptif kualitatif pada umumnya dilakukan dengan studi
kasus untuk meneliti masalah-masalah yang membutuhkan studi
mendalam.12
Penelitian studi kasus memusatkan diri secara intensif pada suatu
objek tertentu yang mempelajarinya sebagai suatu kasus. Penelitian suatu
kasus dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif tentang latar
belakang masalah keadaan dan posisi suatu peristiwa yang sedang
berlangsung saat ini, serta interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang
bersifat apa adanya (given). Subjek penelitian dapat berupa individu,
kelompok, institusi, atau masyarakat. Penelitian studi kasus merupakan
studi mendalam mengenai unit sosial tertentu dan hasil penelitiannya
tersebut dalam memberikan gambaran luas, serta mendalam mengenai unit
sosial tertentu.13
2. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek
Adapun subjek penelitian ini adalah 2 orang pembimbing hafalan
Al-Qur’an, dan 5 peserta didik Tahfiz Pondok Pesantren Nahdlatut
Thalibin yang menghafal Al-Qur’an. Adapun teknik pemilihan subjek
11
Amirsyah Sahil, Pedoman Penyusuann Proposal Tesis (Jakarta: Program Studi
Pengkajian Ketahanan Nasional Program Pascasarjana UI, 2012), h. 65. 12
Iskandar, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: GP Press, 2009), h. 67-73. 13
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, Teori dan Praktek (Jakarta : Bumi Aksara,
2013), h. 112.
10
yang digunakan peneliti adalah purposive sampling. Purposive Sampling
merupakan teknik dalam non-probability sampling yang berdasarkan
kepada ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek yang dipilih karena ciri-ciri
tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan.14
b. Objek
Kemudian objek dalam penelitian ini adalah metode bimbingan
menghafal Al-Qur’an yang dilakukan oleh pembimbing pada santri
Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin Tayu wetan Kec. tayu Kab. Pati.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari peneliti adalah
mendapatkan data.15
Data adalah sesuatu yang diperoleh memalui suatu
metode pengumpulan data yang akan diolah dan dianalisis dengan suatu
metode tertentu yang selanjutnya akan menghasilkan suatu hal yang dapat
menggambarkan atau mengindikasikan sesuatu. Pada penelitian kualitatif
bentuk data berupa kalimat, atau narasi dari subjek atau responden
penelitian yang diperoleh melalui suatu teknik pengumpulan data.16
Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan :
a. Observasi atau Pengamatan
14
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta:
Salemba humanika, 2010), Cet. Ke-2, h. 106.
15Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: ALFABETA, 2005), h. 36.
16
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta:
Bumi Aksara, 2010), h.116.
11
Observasi adalah suatu kegiatan pengumpulan data yang dilakukan
melalui pengamatan dan mencatat fenomena yang muncul dan
mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.17
Inti dari observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya
tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat berupa perilaku
yang dapat diliat secara langsung oleh mata, dapat didengar, dapat
dihitung, dan dapat diukur. Karena mensyaratkan perilaku yang tampak,
potensi perilaku seperti sikap dan minat dalam bentuk kognisi, afeksi, atau
intensi atau kecenderungan perilaku tidak dapat diobservasi. 18
Dalam hal ini peneliti mengadakan penelitian langsung terhadap
proses kegiatan bimbingan menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren
Nahdlatut Thalibin. Dalam observasi peneliti melakukan pencatatan apa
yang bisa diliat oleh mata dan didengar oleh telinga, kemudian peneliti
tuangkan dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan data yang dibutuhkan.
b. Wawancara
Wawancara adalah satu cara atau teknik yang digunakan untuk
mengungkapkan dan mengetahui mengenai fakta-fakta mental/kejiwaan
(psikis) yang ada pada diri terbimbing atau klien. Wawancara juga
merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau
keterangan yang diperoleh sebelumnya. Dalam penelitian kualitatif yang
digunakan adalah teknik wawancara mendalam, dimana seorang
17
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta:
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, LPSP3 UI, 1983), h. 62.
18
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta:
Bumi Aksara, 2010), h.131-132.
12
responden atau kelompok responden menomunikasikan bahan-bahan dan
mendorong untuk didiskusikan secara bebas.19
Pada teknik wawancara ini penulis mendapatkan data dengan cara
tanya jawab dan tatap muka antara peneliti dengan pembimbing yang
bertugas melakukan kegiatan bimbingan menghafal Al-Qur’an pada pada
santri di Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin Tayu wetan Kec. tayu Kab.
Pati.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen.20
Dalam hal ini penulis mengumpulkan, membaca,
memperoleh, dan mempelajari berbagai macam bentuk data melalui
pengumpulan dokumen-dokumen mengenai Metode Bimbingan
Menghafal Al-Qur’an pada pada santri di Pondok Pesantren Nahdlatut
Thalibin Tayu wetan Kec. tayu Kab. Pati serta data-data lain di
perpustakaan yang dapat dijadikan bahan analisa untuk hasil dalam
penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang telah
didokumentasikan dalam buku dan majalah sesuai dengan masalah yang
diteliti.
d. Analisa Data
Analisa data adalah suatu proses mengorganisasikan dan
mengurutkan kedalam pola, kategori, dan suatu uraian dasar kemudian
dianalisa agar mendapatkan hasil berdasarkan yang ada. Hal ini
19
Elvinaro Ardianto, Metodologi Penelitian untuk Public Relation, (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2010), Cet. Ke-1, h. 61. 20
Husaini Husman, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h.73.
13
disesuaikan dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis deskriptif.21
Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis data model interaktif menurut Miles dan Huberman terdiri atas
empat tahapan yang harus dilakukan, yaitu :
a. Pengumpulan data
Proses ini dilakukan sebelum penelitian, pada saat penelitian, dan
bahkan di akhir penelitian. Misalnya, proses pengumpulan data sudah
dilakukan ketika penelitian masih berupa konsep atau draft. Bahkan,
Creswell menyarankan bahwa peneliti kualitatif sebaiknya sudah
berpikir dan melakukan analisis ketika penelitian kualitatif baru
dimulai.
b. Reduksi data
Inti dari reduksi data adalah proses penggabungan dan
penyeragaman segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentuk
tulisan (script) yang akan dianalisis. Hasil wawancara, hasil observasi,
hasil studi dokumentasi, dan atau hasil dari FGD diubah menjadi bentuk
tulisan (script) sesuai dengan formatnya masing-masing.
c. Display data,
pada prinsipnya display data adalah mengolah data setengah jadi
yang sudah seragam dalam bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema
yang jelas.
21
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Bulan
Bintang, 2003), Cet. Ke-9, h. 11.
14
d. Kesimpulan / Verifikasi
Merupakan tahap akhir dalam rangkaian analisis data kualitatif.
Kesimpulan menjurus pada jawaban dari pertanyaan penelitian yang
mengungkapkan “what” dan “how”.22
Data yang tersaji pada analisa antar kasus khususnya yang berisi
jawaban atas tujuan penelitian kualitatif diuraikan secara singkat,
sehingga dapat mengambil kesimpulan mengenai metode bimbingan
menghafal Al-Qur’an pada pada santri di Pondok Pesantren Nahdlatut
Thalibin Tayu wetan Kec. tayu Kab. Pati.
Dalam penulisan ini penulis berpedoman dan mengacu kepada
buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”. Yang diterbitkan oleh CeQDA, April
2007, Cet. Ke-2.
D. Tinjauan Pustaka
Adapun beberapa skripsi yang telah mengangkat tema tentang bimbingan
rohani Islam ialah sebagai berikut :
1. Metode Bimbingan Agama Bagi Anak Usia 7-12 Tahun Pada Keluarga di
Perumahan Vila Indah Permai Bekasi Utara. Disusun oleh Nonik Muzayanah,
NIM : 104052001990. Jurusan Bimbangan dan Penyuluhan Islam. Fakultas
22Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta:
Bumi Aksara, 2010), h. 164-181.
15
Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Penelitian yg di lakukan dalam skripsi ini
lebih ditekankan kepada anak-anak pada batasan usia 7-12 tahun yang berada
di dalam lingkungan yang baik, sedangkan penelitian pada skripsi ditekankan
pada anak-pada santri yang mempunyai lingkungan yang penuh dengan
keterbatasan.
2. Metode Bimbingan Shalat Pada Warga Binaan Sosial (WBS) Di Panti Sosial
Bina Insani Bangun Daya 1 (PSBIBD 1) Jakarta Barat. Disusun oleh Siti
Seirly Maulidy, NIM : 108052000025. Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam. Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Penelitian dalam skripsi ini
tentang metode bimbingan sholat yang dilakukan pada warga binaan sosial,
sedangkan dalam skripsi saya penelitian dilakukan mengenai metode
bimbingan menghafal Al-Qur’an.
3. Metode Bimbingan Zakat Infaq dan Shadaqah (ZIS) Pada Majelis Konseling
Di Yayasan Darul Qur’an Nusantara Tangerang. Disusun oleh Harvina
Andasari, NIM : 103052028659. Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Penelitian pada skripsi ini mengenai
metode bimbingan Zakat Infaq dan Shadaqoh, sedangkan penelitian dalam
skripsi saya mengenai metode bimbingan menghafal Al-Qur’an pada pada
santri.
E. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan
masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
16
tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II : Tinjauan teori mengenai Metode dan Bimbingan yang meliputi:
pengertian metode, pengertian bimbingan, bentuk-bentuk
bimbingan, dan unsur-unsur bimbingan. Menghafal Al-Qur’an
yang meliputi: pengertian menghafal, pengertian Al-Qur’an,
metode umum dalam menghafal Al-Qur’an, kemampuan
membaca al-Qur’an, pengertian coping.
BAB III : Dalam bab ini dijelaskan tentang gambaran umum Pondok
Pesantren Nahdlatut Thalibin Tayu wetan Kec. tayu Kab. Pati
diantaranya : sejarah dan latar belakang berdirinya, visi dan
misi, sarana dan prasarana, struktur organisasi, dan daftar anak
didik di Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin Tayu wetan Kec.
tayu Kab. Pati.
BAB IV : Dalam bab ini menjelaskan hasil dan analisa data penelitian,
dengan penguraiannya tentang metode yang digunakan untuk
menghafal Al-Qur’an dan proses bimbingan menghafal Al-
qur’an yang dilakukan.
BAB V : Penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran terhadap
pembahasan bab-bab sebelumnya.
18
BAB II
TINJAUAN TEORI MENGENAI METODE DAN BIMBINGAN
A. Pengertian Metode
Pengertian harfiah, metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai
suatu tujuan.1 Metode berasal dari kata “meta” yangberarti melalui dan “hodos”
berarti jalan. Namun pengertian hakikat dari “metode” tersebut adalah segala
sarana yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, baik sarana
tersebut bersifat fisik seperti alat peraga, alat administrasi yang menunjang
pelaksanaan kegiatan, bahkan pembimbing juga termasuk metode media.
Dengan penjelasan tentang “metode” di atas maka kita dapat memahami
tentang metode bimbingan agama adalah segala jalan atau sarana yang dapat
digunakan dalam proses bimbingan agama.
B. Pengertian Bimbingan
Secara etimologi kata bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris
“Guidance” yang berasal dari kata kerja “to guide” yang berarti “menunjukkan”.
Sedangkan pengertian harfiahnya bimbingan adalah menunjukkan, memberi jalan
atau menuntun orang lain, karena tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya dimasa
kini dan masa mendatang.2
Dalam kamus Bimbingan dan Konseling, Bimbingan adalah proses bantuan
dan pertolongan. Bimbingan adalah bantuan yang ditujukan untuk membantu
individu dalam memahami diri (bakat, minat, kemauan) dan lingkungan agar
1Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam (Jakarta: Ciputat Press,
2010), h. 26-27. 2Hallen A, Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Ciputat Press, 2002), Cet. Ke-1, h. 3.
19
mampu membuat keputusan sehingga tercapai perkembangannya secara maksimal
untuk kepentingan dirinya dan masyarakat. Kata bimbingan mengandung
pengertian: menolong, membantu, menunjukkan jalan, memimpin, memberikan
nasehat, dan memberikan pengarahan.3
Para ahli memberikan pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan
pandangan masing-masing. Untuk mendapatkan pengertian yang jelas, dibawah
ini penulis mengutip beberapa definisi dari para tokoh antara lainsebagai berikut :
a. Menurut Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan adalah suatu pemberian
bantuan yang terus-menerus, sistematis kepada individu dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk memahami diri
sendiri (self understanding), kemampuan untuk menerina diri sendiri (self
acceptance), kemampuan untuk merealisasikan diri sendiri (self realization),
sesuai dengan potensi atau kemampuan dalam mencapai penyesuaiaan diri
dengan lingkungannya, baik lingkungan keluarga maupun masyarakat.4
b. Arthur J. Jones yang dikutip oleh Dewa ketut Sukardi bahwa: “Bimbingan
adalah bantuan yang diberikan seseorang kepada orang lain dalam
menetapkan pilihan dan penyesuaian diri serta dalam memecahkan masalah-
masalah, bimbingan diarahkan untuk membantu penerimaan secara bebas dan
mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri”.5
3Tantawy R, Kamus Bimbingan dan Konseling (Jakarta: PT. Pamator, 1997), h. 13.
4M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Islam (Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah, 2008), Cet. Ke -1, h. 7. 5M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Islam (Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah, 2008), Cet. Ke -1, h. 9.
20
c. Menurut Auntur Rahim Fahmi, Bimbingan Agama adalah proses pemberian
bantuan terhadap individu atau kelompok agar mampu hidup selaras dengan
ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.6
d. Sedangkan dalam konsep Islam bimbingan adalah “Proses Pemberian bantuan
terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk
Allah SWT, sehingga mencapai kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat”.7
C. Bentuk-Bentuk Bimbingan
a. Bimbingan individu Bimbingan Individual, merupakan bimbingan yang
disalurkan melalui layanan konseling untuk mengatasi permaslahan
pada dirinya sendiri.
b. Bimbingan Kelompok, merupakan suatu proses pemberian bantuan
kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap
anggota untuk belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman
dalam upaya pengembangan wawasan, sikap dan keterampilan yang
diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah atau dalam
upaya pengembangan pribadi.8
6Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di
Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-1, h. 8. 7Thohari Musnawar, Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam (Yogyakarta:
UII Press, 1992), h. 76. 8 Nandang Rusmana, Bimbingan dan Konseling (Bandung: Rizqi, 2009), h. 13.
21
D. Unsur-Unsur Bimbingan Menghafal Al-Qur’an
a. Pengertian Menghafal
Menghafal merupakan penerjemahan dari bahasa arab يحفظ – حفظا -
.yang berarti memelihara, menjaga, menghafal حفظ9
Dalam bahasa Indonesia disebutkan bahwa menghafal berasal dari
kata hafal yang artinya telah masuk dalam ingatan atau dapat
mengucapkan sesuatu di luar kepala (tanpa melihat buku atau catatan
lain).10
b. Pengertian Al-Qur’an,
Al-Qur’an menurut Manna al-Qaththan adalah lafazh al-Qur’an
yang berasal dari kata qa-ra-a (Ã__) yang artinya mengumpulkan dan
menghimpun. Qiraah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata
yang satu dengan yang lainnya ke dalam suatu ucapan yang tersusun
dengan rapi. Sehingga menurut al-Qaththan, al-Qur’an adalah bentuk
mashdar dari kata qa-ra-a yang artinya dibaca.11
Sedangkan menurut Fazlur Rahman The Qur’an is a document that
is squarely aimed at man; indeed, it calls it self “guidance for mankind”.
Artinya Al-Qur’an adalah sebuah dokumen (bukti) yang tepat
sebagai petunjuk bagi umat manusia. Sedangkan Al-Qur’an menurut
pendapat Ali as- Shabuni yaitu:
9Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 2000), h. 105.
10Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga (Jakarta: PT. Balai Pustaka,
2002), h. 381. 11
Syaikh Manna Al Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al Qur’an, Terj. Aunur Rafiq
(Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 16-17.
22
Al-Qur’an adalah firman yang tidak ada tandingannya (mu’jizat)
yang diturunkan pada nabi Muhammad S.A.W dengan perantaraan
malaikat Jibril AS, tertuli sdalam Mushaf yang sampai pada umat
Islam denga njalan mutawatir, dinilai beribadah bagi yang
membacanya, dimulai dari al-Fatihah dan di akhiri dengan surat
an-Nas.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW melalui malaikat Jibril yang sampai kepada kita dengan cara
mutawatir yang berangsur-angsur.
c. Metode Umum Dalam Menghafal Al-Qur’an
Metode berasal dari Bahasa Yunani (Greeca) yaitu “metha” dan
“hodos”. “Metha” berarti melalui atau melewati, sedangkan “hodos”
berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan
tertentu.12
Faktor metode tidak boleh diabaikan dalam proses menghafal Al-
Qur’an, karena metode akan ikut menentukan berhasil atau tidaknya
tujuan menghafal al-Qur’an. Makin baik metode, makin efektif pula
dalam pencapaian tujuan. Adapun metode menghafal al-Qur’an sebagai
berikut:
1. Metode Wahdah
Yang dimaksud metode ini, yaitu menghafal satu persatu ayat
yanghendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal setiap ayat
dibaca sebanyak sepuluh kali atau lebih, hingga proses ini dengan
12
Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama (Solo: Ramadhani, 1993), h. 66.
23
sendirinya mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalnya,
bukan saja dalam bayangannya akan tetapi hingga benar-benar
mampu membentuk gerak refleks pada lisannya.
2. Metode Kitabah
Yang dimaksud metode ini yaitu penghafal terlebih dahulu
menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas,
kemudian ayat-ayat tersebut dibaca hingga lancar dan benar
bacaannya kemudian dihafalkannya.
3. Metode Sima’i
Yang dimaksud metode ini yaitu penghafal mendengarkan
bacaan yang akan dihafalnya, dengan cara :
a. Mendengarkan langsung dari guru yang membimbingnya dan
mengajarnya.
b. Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akrab dihafalnya
kedalam pitakaset sesuai dengan kebutuhan dan secara seksama
sambil mengikuti secara perlahan-lahan.
4. Metode Gabungan
Metode gabungan yaitu gabungan antara metode wahdah dan
metode kitabah, hanya saja kitabah disini lebih memiliki fungsional
untuk proses ujicoba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya. Maka
setelah selesai ayat-ayat yang telah dihafalnya kemudian penghafal
24
menulis ayat-ayat yang telah dihafalnya itu diatas secarik kertas yang
telah disediakan untuknya dengan hafalan pula.13
5. Metode Jama’
Metode Jama’ yaitu cara menghafal yang dilakukan secara
kolektif, yakni ayat-ayat yang yang dihafalnya dibaca secara
bersama-sama dipimpin oleh seorang instruktur. Setelah ayat yang
akan dihafalnya telah mampu mereka baca dengan lancar dan benar,
penghafal selanjutnya menirukan bacaan instruktur sedikit demi
sedikit mencoba melepaskan mushaf dan seterusnya, sehingga ayat
yang sedang dihafalnya itu sepenuhnya masuk kedalam
ingatannya.14
Sedangkan menurut Sa’dulloh macam-macam metode menghafal
adalah sebagai berikut :
a. Bi-Nadzar
Yaitu membaca dengan cermat ayat-ayat Al-Qur’an yang akan
dihafal dengan melihat mushaf secara berulang-ulang.
b. Tahfidz
Yaitu menghafal sedikit demi sedikit ayat-ayat Al-Qur’an yang
telah dibaca secara berulang-ulang secara bin-nazhar tersebut.
13
Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an (Yogyakarta: Bumi Beta
Jogja, 2010), h. 63-65. 14
Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an (Yogyakarta: Bumi Beta
Jogja, 2010), h. 66.
25
c. Talaqqi
Yaitu menyetorkan atau mendengarkan hafalan yang baru
dihafal kepada seorang guru.
d. Takrir
Yaitu mengulang hafalan atau menyima’kan hafalan yang
pernah dihafalkan/sudah disima’kan kepada guru.
e. Tasmi
Yaitu mendengarkan hafalan kepada orang lain baik kepada
perseorangan maupun kepada jamaah.
Pada prinsipnya semua metode di atas baik semua untuk
dijadikan pedoman menghafal Al-Qur’an, baik salah satu diantaranya,
atau dipakai semua sebagai alternatif atau selingan dari mengerjakan
suatu pekerjaan yang terkesan monoton, sehingga dengan demikian
akan menghilangkan kejenuhan dalam proses menghafal Al-Qur’an.15
E. Coping.
1. Pengertian Coping
Coping dalam kamus psikologi yaitu tingkah laku atau tindakan
penanggulangan; sembarang perbuatan; dalam mana individu melakukan
interaksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan
masalah.16
15
Sa’dollah, 9 Cara Menghafal Al-Qur’an (Jakarta :Gema Insani Press, 1994), h. 55-57. 16
JP. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),
cet ke-9, h. 112.
26
“The process by which people try to manage the perceived
discreprancy the demand and resources they appraise in a stressful
situation”.17
Coping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk
mengelola jarak yang ada antara tuntunan-tuntunan (baik itu tuntunan
yang berasal dari individu maupun tuntunan yang berasal dari lingkungan)
dengan sumber daya yang mereka gunakan dalam mengahadapi situasi
stress ful.
Pengertian coping, yaitu bahwa coping merupakan (1) respon
tingkahlaku atau pikiran terhadap situasi stres (yang menekan), (2) dengan
menggunakan sumber dalam dirinya (internal) maupun (eksternal),
(3)yang dilakukan secara sadar, (4) bertujuan untuk meningkatkan
perkembangan individu, seperti mengembangkan kontrol individu.
Sementara Weiten & Liyod mengemukakan bahwa coping
merupakan upaya-upaya untuk mengatasi, mengurangi atau mentoleransi
ancaman yang beban perasaan yang tercipta karena stres.18
Secara singkat
dapat dijelaskan bahwa coping adalah proses yang dilakukan individu
dalam mengatasi dan mengatur perbedaan yang ada antara tuntunan
lingkungan dan sumber daya yang diterima dalam situasi stress ful atau
usaha-usaha yang dilakukan individu untuk menghadapi suatu situasi yang
penuh stres, baik yang timbul dari dalam maupun dariluar individu,
17
Richard S. Lazarus dan Susan Folkman, Stress Appraisal and Coping (New York:
Spiring Publishing Company, 1984), h. 141. 18
Widiyawati, ”Gambaran perilaku coping perempuan yang mengalami kekerasan
dalam rumah tangga,”(Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009), h.
14.
27
tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut diwujudkan dalam
perilaku-perilaku tertentu.19
2. Proses Coping
Penggunaan istilah coping berdasarkan definisi dari Lazarus dan
Folkman di atas, perlu dibedakan antara coping sebagai suatu set proses
(coping process) dan coping sebagai suatu set outcomes (coping out
comes).
Coping process adalah perbedaan strategi atau teknik yang
digunakan dalam menghadapi situasi yang stress ful dan situasi yang dapat
memunculkan emosi, sedangkan coping outcomes adalah seberapa efektif
strategi yang digunakan dalam memenuhi tuntunan lingkungan atau
mengurangi emosi yang stress ful menekankan bahwa coping adalah suatu
proses transaksional di mana kitasecara berkelanjurtan menilai arti sebuah
situasi (apakah situasi tersebut mengingatkan kita pada suatu yang
menyakitkan, menandakan sebuah ancaman, menandakan keuntungan atau
bersifat netral). Ia juga menambahkan bahwa kesadaran individu sangat
berpengaruh dalam prosesdan pilihan keputusan yang diambil. Selain itu
level stres dan emosi yangpernah dialami menentukan kesadaran dan
efektivitas strategi coping yang digunakan.
Dukungan sosial sangat diperlukan ketika seseorang menghadapi
masalah. Ada tiga bentu dukungan social yang mengarah kepada jenis
19
Badru Zaman, “Coping stress orang tua yang memiliki anak kecanduan narkoba,”
(Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010), h. 18.
28
coping (Problem Focused Coping) yaitu berupa dorongan, pemberia
ninformasi dan berupa dukungan nyata.20
3. Jenis dan Fungsi Coping
Lazarus dan Folkman Menyatakan kategori umum dari prilaku
coping, yaitu: Ada dua kategori umum dari coping, yaitu coping terpusat
pada masalah (Problem-Focused Coping) dan coping terpusat pada emosi
(Emotion-Focused Coping). Coping terpusat pada masalah adalah jenis
perilaku coping yang dikarakteristikan dengan adanya tindakan-tindakan
yang diarahkan untuk mengontrol sumber stres, tujuannya adalah untuk
memecahkan suatu masalah atau mengubah suatu situasi yang menjadi
sumber stres.
Sedangkan coping terpusat emosi adalah jenis perilaku coping
yang ditandai oleh tindakan-tindakan yang diarahkan untuk memodifikasi
fungsi emosional individu saat menghadapi suatu situasi yang
menimbulkan stres, tanpa berusaha untuk mengubah situasi yang menjadi
sumber stres secara langsung.
4. Dimensi Coping
Lazarus dan para koleganya mendentifikasi dua dimensi coping
yaitu coping yang berfokus pada masalah ( problem-focused coping ) dan
coping yang berfokus pada emosi ( emosional-focused coping ) (Lazarus
& Folkman, 1984 dalam Davison, Nealo & Kring, 2006). Masing-masing
20
Istiqomah Wibowo, Psikologi Komunitas (Depok: LPSP3, 2011), h. 35.
29
dimensi coping stress tersebut akan diuraikan secara lebih detail dibawah
ini.
a. Coping yang berfokus pada masalah ( Problem-focused coping)
Mencakup tindakan secara langsung untuk mengatasi masalah atau
mencari situasi yang relevan dengan situasi masalah. Seseorang dapat
memfokuskan masalah atau situasi spesifik yang telah terjadi, sambil
mencoba menemukan cara untuk mengubahnya di kemudian hari. Strategi
untuk memecahkan masalah antara lain menentukan masalah, menciptakan
pemecahan alternatif, menimbang-nimbang alternatif, memilih
salahsatunya, dan meng-implementasikan alternatif yang dipilih.
Contohnya, mencari tahu penyebab datangnya suatu hambatan, bertanya
kepada teman yang pernah mengalami hambatan serupa untuk mencari
alternatif pemecah masalah, melakukan pemecahan masalah yang berbeda.
Kemampuan individu menerapkan strategi ini tergantung pada
pengalamannya dan kapasitasnya untuk mengendalikan diri.21
Di dalam jurnal yang berjudul Assesing Coping Strategi: A
Theoritically Based Approach, yang ditulis Cover dkk pada tahun 1989,
dijelaskan bahwa problem focused coping terdiri dari beberapa jenis yaitu :
a. Active Coping
Adalah suatu proses pengambilan langkah-langkah aktif
mengatasi stressor atau memperbaiki akibat-akibat yang telah
ditimbulkan oleh stress tersebut dengan cara melakukan suatu
21
Atkinson, Rita, L, Introduction to Psychology, Terjemahan Pengantar Psikologi edisi kesebelas,
jilid 2, Widjaya Kusuma 1993 (Jakarta: Interaksana), h. 23.
30
tindakan yang langsung sifatnya untuk mengatasi stressor,
meningkatkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk
mengatasi stress atau melakukan tindakan-tindakan secara
bertahap.
b. Planning
Aktifitas-aktifitas dalam planning berkaitan dengan
perencanaan mengenai hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mengatasi situasi yang menimbulkan stress. Dengan cara
merancang untuk berpindah, memikirkan cara yang terbaik
untuk memecahkan suatu masalah atau memecahkan langkah-
langkah yang dilakukan untuk mengatasi suatu sumber stress.
c. Suppression of Competing Activities
Yaitu mengesampingkan atau mengabaikan aktifitas
lain, menghindari terjadinya gangguan dari kejadian lain atau
membatasi ruang gerak dari aktifitas individu yang
berhubungan dengan masalah, dengan tujuan agar dapat
berkonsentrasi secara penuh dalam menghadapi suatu sumber
stress.
d. Restraint Coping
Adalah suatu latihan untuk mengontrol atau
mengendalikan diri agar dapat mengatasi sumber stress secara
efektif ( strategi coping yang aktif dalam arti tindakan individu
difokuskan untuk mengenai sumber secara efektif ).
31
e. Seeking Social Support for Instrumental Reasons
Adalah usaha-usaha yang dilakukan individu untuk
mendapatkan dukungan sosial, dengan cara meminta nasehat,
bantuan, atau informasi dari orang lain yang dapat membantu
individu dalam menyelesaikan masalah.22
b. Coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping)
Sedangkan beberapa peneliti lain mengklasifikasikan emotion-
focused coping menjadi beberapa bagian diantaranya :
a. Strategi perenungan (ruminative strategie), yaitu mengisolasi diri
untuk memikirkan betapa buruknya perasaan kita, menghawatirkan
konsekwensi peristiwa stress atau keadaan emosional kita. Atau
membicarakan berulang kali betapa buruknya segala sesuatu tanpa
mengambil tindakan untuk mengubahnya.
b. Strategi pengalihan ( distraction strategies ), antara lain melibatkan
diri dalam aktifitas yang menyenangkan dan condong meningkatkan
perasaan kendali kita, seperti berbelanja, bermain game dan lain
sebagainya. Tujuan strategi pengalihan adalah menjauhkan diri dari
pikiran negative dan mendapatkan kembali perasaan menguasai
masalah.
c. Strategi penghindaran negatif (negative avoidant strateies) adalah
aktifitas yang dapat mengalihkan kita dari mood, strategi ini
merupakan aktivitas berbahaya yang mungkin dapat memperberat
22
Atkinson, Rita, L, Introduction to Psychology, Terjemahan Pengantar Psikologi edisi
kesebelas, jilid 2, Widjaya Kusuma 1993 (Jakarta: Interaksana), h. 25.
32
mood seperti mencacimaki orang lain, mengendari kendaraan dalam
kecepatan tinggi, dan sebagainya.23
23
Atkinson, Rita, L, Introduction to Psychology, Terjemahan Pengantar Psikologi edisi
kesebelas, jilid 2, Widjaya Kusuma 1993 (Jakarta: Interaksana), h. 27.
32
BAB III
GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN NAHDLATUT THALIBIN TAYU
A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin
1. Profil Umum Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin Tayu Wetan
Nama : Pondok Pesantren Nahdaltut Thalibin
Alamat : Desa Tayu Wetan Kecamatan Tayu Kabupaten Pati
Kode Pos : 59155
Hanphone : 081326239304
Tahun Berdiri : 1991
Pimpinan : KH. Ahmad Dzikron
2. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin Tayu
Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin adalah pondok pesantren yang
didirikan oleh KH. Ahmad Dzikron, dimana lembaga ini didirikan sebagai sarana
dalam mencetak calon penerus bangsa yang bermoral Islami dan berakhlakul
karimah. Beliau mendirikan pesantren ini atas saran dari beberapa masyayikh
beliau, salah satunya adalah almarhum KH. Ahmad Mukhibi selaku pengasuh dari
Pondok Pesantren Assalafiyah Kajen, Margoyoso-Pati, dan juga almarhum KH.
Bachri Basiran pengasuh pesantren Al Azhar Luang, Tayu-Pati. Kenapa beliau
disuruh oleh para gurunya tadi, itu dikarenakan beliau adalah salah satu santri yang
dikagumi oleh para masyayikhnya, karena beliau tergolong santri yang cerdas dan
sangat ta’at kepada para gurunya dan benar-benar tawadhu’.
Dari cerita guru setempat yang mengajar di Pondok Pesantren Nahdlatut
Thalibin bahwa dulunya beliau nyantri mulai dari umur 10 tahun hingga umur 24
tahun. Setelah di anggap cukup umur oleh kiainya bliau di nikahkan dengan salah
satu keluarga KH. Bachri Basiran. Atas saran dari guru beliaulah akhirnya tepat
33
pada tahun 1991 beliau mendirikan Podok Pesantren Nahdlatut Thalibin dengan
peletakan batu pertama diletakkan oleh KH Bachri Basiran pengasuh dari Pondok
Pesantren Al Azhar juga di datangi oleh ulama’-ulama dan para tokoh-tokoh yang
ada disekitar kabupaten Pati dan santri yang pertama mondok baru tujuh santri.
3. Visi dan Misi Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin
Visi dan Misi adalah obyek yang harus dicapai oleh pesantren, sehingga itu
bisa menjadi patokan supaya setiap santri ketika keluar dan menjadi alumni dari
pondok pesantren nahdlatut thalibin ini bisa tetap menjalankan amaliyahnya
selama di Pesantren
a. Visi
Terwujudnya Insan yang memiliki keseimbangan spiritual, dan moral menuju
generasi ulul albab yang berkomitmen tinggi terhadap kemaslahatan ummat
dengan berlandaskan kepada Alqur’an dan Asunnah
b. Misi
Menyelenggarakan proses pendidikan Islam yang berorientasi pada mutu,
berdaya saing tinggi, dan berbasis pada sikap spiritual, dan moral guna
mewujudkan pemimpin yang menjadi rahatan lil ‘alamin
4. Lokasi Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin
Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin terletak di desa Tayu Wetan,
Kecamata Tayu, Kabupaten Pati. Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin ini berada
di tengah-tengah desa Tayu wetan yang padat penduduk. Desa ini merupakan desa
yang banyak terdapat sekolahan dan pondok pesantren, untuk sekolah tingkat
dasar ada empat sekolahan, sekolah tingkat menengah pertama ada tiga, sekolah
tingkat menengah atas ada tiga, dan pondok pesantren ada lima. Jadi di desa tayu
wetan bisa dikatakan desa pelajar.
34
5. Keadaan Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin
Untuk menunjang berbagai kegiatannya, Pondok Pesantren Nahdlatut
Thalibin memiliki sarana dan prasarana antara lain sebagai berikut:
Tabel 01
Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin
Sarana Jumlah
Asrama 1
Kamar Santri 20
Kamar Mandi 10
Masjid 1
Gedung TPQ 1
6. Jadwal Kegiatan Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin
Adapun jadwal kegiatan disini ada dua yaitu kegiatan pembelajaran santri
dan jadwal rutinan pondok.
Tabel 02
Hari Pelajaran Waktu Pengajar
Senin Qurotul U’yun Subuh Pengasuh
Nahwu (Jurumiyah) Asar Ust. Muflihin
Al-Qur’an (Sorokon) Maghrib pengasuh
Selasa Al-Qur’an (Sorokan) Subuh Pengasuh
Tafsir Al-Ibris Asar Ust. Ali Ahmadi
Al-Qur’an (Sorokan) Maghrib Pengasuh
35
Rabu Al-Qur’an (Sorokan) Subuh Pengasuh
Surof Asar Ust. Ali Ahmadi
Al-Qur’an (Sorokan) Maghrib Pengasuh
Kamis Al-Qur’an (Sorokan) Subuh Pengasuh
Ta’lim Muata’alim Asar Ust. Khitib
Yasin, Tahlil, dan
Khutbah
Magrib Pengasuh
Jumat Al-Qur’an (Sorokan) Subuh Pengasuh
Al-Qur’an (Sorokan) Maghrib Pengasuh
Sabtu Al-Qur’an (Sorokan) Subuh Pengasuh
Ta’lim Muata’alim Asar Ust. Khitib
Al-Qur’an (Sorokan) Maghrib Pengasuh
Minggu Al-Qur’an (Sorokan) Subuh Pengasuh
Nahwu (Jurumiyah) Asar Ust. Muflihin
Tafsir Al-Ibris Maghrib Ust. Ali Ahmadi
7. Program unggulan
Adapun program unggulan yang ada di Pondok Pesantren Nahdlatut
Thalibin sebenarnya ada banyak akan tetapi yang paling ditekankan adalah5 :
a. Menguasai ilmu nahwu dan shorof
Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin ini adalah salah satu pondok
yang menekankan pendidikan nahwu dan sorof di mulai dari kitab jurumiyah
hingga kitab-kitab yang lebih tinggi seperti Imriti beserta maksud juga kitab
Alfiyah Ibnu Malik yang berisi seribu dua nadhom. Dalam pesantren yasalami
untuk jenjang pendidikannya tidak dibedakan antara kelas, umur, gelar
36
ataupun hal- hal yang lainnya, semua santri disini disama ratakan, apabila ada
santri yang sudah tua sekalipun akan tetapi masih belum bisa dalam pelajaran
maka masih belum bisa ke jenjang selanjutnya. Begitupun juga sorof, santri
diwajibkan menghafalkan semua tasrif baik istilahi ataupun lughowi, dan
setorannya kepada para ustad yang mengajar.
b. Bisa membaca kitab kuning
Ketika semua santri disamping disuruh menghafal kitab nahwu dan
sorof maka santri juga dianjurkan bisa memaknai kitab-kitab kuning, karena
setiap santri ketika mengaji kitab kuning di samping dijelaskan oleh para
ustadnya juga disuruh oleh ustadnya untuk membaca kitab kuning tersebut
Dan nantinya ketika kitabnya itu sudah khtam maka diadakan muthola’ah
dengan cara musyawarah yang dipimpin oleh santri sendiri, jadi secara tidak
langsung maka santri harus bisa membaca, menjelaskan secara bergiliran dari
santri satu ke santri yang lainnya.
c. Hafalan Al-Aqur’an
Untuk hafalan Al-Qur’an ini adalah menjadi program utama dari
pesantren yang mana semua santri harus menghafal 30 Juz. untuk sistem
hafalan semua santri mendengarkan hafalannya kepada pengaasuh pondok
minimal satu halaman, dan untuk waktunya adalah subuh, dan Maghrib ketika
santri dalam mendengarkan hafalannya kepada pengasuh tidak boleh salah
yang harus di perhatiakan tentang tajwid, dan mhorijul hurufnya. Jika santri
dalam penghafalannya baik maka diperbolehkan untuk melanjutkan
hafalannya, jika kurang baik maka santri harus diulangi lagi dan di perbaiki
dalam menghafal Al-Qur’an.
37
Akan tetapi bagi santri tertentu yang mana meilih menghafalkan Al-
Qur’an maka tidak dibebani dengan menghafalkan kitab nahwu tadi, jadi santri
bisa memilih apa yang sekiranya dia mampu untuk melakukannya, sehingga
tekanan itu tidak akan ada karena dari santri sendirilah yang meilih.
d. Istighosah keliling
Untuk istighosah keliling ini adalah salah satu rutinitas pondok
pesantren yang dilakukan setiap satu bulan sekali, yang dimaksud keliling
adalah dari rumah kerumah diman itu adalah rumah para alumni atau para
ustad serta para jama’ah pesantren, dan apabila ada salah satu warga yang
mengingnkan rumahnya ditempati untuk istighosah.
Pada saat istighosah ini semua santri di wajibkan untuk ikut, jadi ketika
istighosah ini jalan dari waktu ke waktu maka secara tidak langsung jalinan
para alumni masih tetap terjaga juga dengan istighosah ini setiap santripun jadi
bisa kenal dengan para alumni dan lebih dekat denga para ustad, sehinga tali
silaturrahmi akan tetap selalu terjaga sampai kapanpun.
38
1. Bagan Struktur Organinsasi Kepengurusan Pondok Pesantren
Nahdlatut Thalibin Tayu
PENANGGUNG JAWAB DAN
PENASEHAT
KH. AHMAD DZIKRON
KETUA
ALI MAKSUM
BENDAHARA
MASFUFATUL AUFA
SEKERTARIS
LAILAY QUDSIYAH
PENDIDIKAN
USTADZAH
HANIK
MUTMAINAH
KEMAKMURAN
SANTRI
HJ. NINIK
ALWIYAH
HUMAS
MUHAMMAD
BUSTANUS
SYIFA’
KEBERSIHAN
SOFIATIN
39
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA
Dalam bab ini penulis akan memaparkan temuan yang penulis dapatkan
selama penelitian yang berlangsung di pondok pesantren Nahdaltut Thalibin.
Diantaranya identifikasi subjek penelitian, objek penelitian, serta analisis
pengaruh intensitas menghafal Al-Qur’an terhadap kerja coping santri pondok
pesantren Nahdlatut Thalibin. Kegiatan menghafal Al-Qur’an di pondok pesantren
nahdlatut thalibin telah berjalan sejak lama yaitu dimulai dari tahun 1991.
Kegiatan yang diberikan kepada santri bertujuan menanamkan nilai-nilai Al-
Qur’an dalam diri serta melahirkan generasi-generasi yang Qur’ani. Agar menjadi
umat masadepan yang lebih baik.
A. Identitas Informan
1. Subyek I Pembimbing
Deskripsi mengenai pembimbing menghafal Al-Qur’an di pondok
pesantren nahdlatut thalibin yaitu :
a. KH. Ahmad Dzikron
KH. Ahmad Dzikron adalah pembimbing menghafal Al-Qur’an
dan sebagai pengasuh pondok pesantren nahdlatut thalibin. Beliau lahir di
Pati, pada tanggal 17 Oktober 1955 berusia 62 tahun. Beliau menjadi
pembimbing menghafal Al-Qur’an dari awal berdirinya pondok pesantren
nahdlatut thalibin.yaitu sejak tahun 1991. KH. Ahmad Dzikron yang biasa
40
di panggil yie Dzik adalah mempunyai istri yang bernama Hj. Siti Ninik
Alwiyah salah satu pengasuh pondok pesantren nahdlatut thalibin.
Dari niat untuk membumikan Al-Qur’an serta mencetuskan
generasi-generasi penerus yang Qur’ani yie Dzik dengan sabar dan penuh
semangat membimbing beberapa anak dari tetangga sekitar ruma beliau
untuk dapat menghafal Al-Qur’an hingga saat ini.1
b. Ustdzh. Hanik Mutmainnah
Ustzh. Hanik Mutmainnah adalah salah satu pengasuh dan
membantu bimbingan menghafal Al-qur’an di pondok pesantren nahdlatut
thalibin. Beliau adalah putri ke tiga KH. Ahmad Dzikron dari enam
bersaudara, beliau lahir di Pati 14 Desember 1988 dengan usia 29 tahun,
beliau dikenal oleh banyak orang dengan nama panggilan Mbak Han.
Mbak Han pendidikan terakhir S1 Ushuludin jurusan Tafsir hadits Institut
Agama Islam Negri Wali Songo Semarang. Bliau yang membantu
membimbing para santri untuk menghafal Al-Qur’an sebelum hafalan
santri di dengarkan kepada KH. Ahmad Dzikron.2
1. Santri Pondok Putri Nahdlatut Thalibin
Adapun diskripsi mengenai Santri adalah sebagai berikut :
Di Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin terdapat santri yang
menetap di asrama berjumlah 23 santri putri jika di klasifikasikan
berdasarkan usia santri yang tinggal di asrama Pondok Pesantren
1 Wawancara pribadi dengan KH.Ahmad Dzikron, Pembimbing Menghafal al-
Qur’an,pondok pesantren nahdlatut thalibin, pada 7 September 2017. 2 Wawancara pribadi dengan ustadzh Hanik Mutmainnah,pengasuh Pondok Pesantren
Nahdlatut Thalibin, 11 September 2017
41
Nahdlatut Thalibin yang ber usia 11-15 berjumlah 16 santri, dan yang
berusia 16-20 berjumlah 7 santri, maka jumlah seluruh santri putri yang
tinggal di asrama Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin adalah 23 santri.
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa mayoritas santri
berada dikisaran usia 11-15 tahun, yang mana dapat dikatakan bahwa usia
ini adalah usia masa peralihan dari anak-anak menuju remaja. Dari data
diatas dapat diketahui bahwa semua santri mengikuti bimbingan
menghafal Al-Qur’an.
santri yang menjadi penelitian penulis adalah santri yang aktif
dalam mengikuti bimbingan menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren
Nahdalatut Thalibin. Klasifikasi ini diambil berdasarkan pertimbangan dan
hasil pengamatan penulis selama dilapangan. Adapun santri yang ada di
Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin yang telah penulis wawancarai
diantaranya :
a. Nama : Nurul Istiqomah
Umur : 14 tahun
Tempat : Aula Pondok Nahdlatut Thalibin
Hari/Tanggal : Rabu, 20 September 2017
Nurul rutin dalam mengikuti bimbingan menghafal al-Qur’an
di pondok pesantren nahdalatut thalibin dia saudah 3 tahun dia
menghafal, dan kini hampir selesai dalam menghafal Al-Qur’an. Nurul
masuk pondok pesantren berawal dari perintah orang tuanya, yang
awalnya nurul merasa ragu dalam menghafal, karena melihat latar
42
belakan pendidikan nurul sebelumnya adalah sekolah SD. Setelah
menjalani kehidupan di pondok beransur-ansur nurul mulai mampu
dalam menghafal. Nurul mendapatkan banyak manfaat selama mondok
di pesantren yaitu tentang ilmu agama, dan ketenangan hati. Nurul
merasa tenang jika membaca dan menghafal Al-Qur’an, tetapi
terkadang nurul mengalami kesulitan dalam menghafal jika banyak
ayat-ayat yang hampir mirip.
Jadi yang dapat penulis simpulkan dari data diatas manfaat
santri dalam menghafal Al-Qur’an yaitu mendapatkan ketenangan hati
selama dalam proses menghafal Al-qur’an, meskipun terkadang ada
beberapa bagian ayat yang susah di hafal.
b. Nama : Dwi Puji Lestari
Umur : 13 tahun
Tempat : Aula Pondok Nahdlatut Thalibin
Hari/Tanggal : Rabu, 20 September 2017
Puji rutin dalam mengikuti bimbingan menghafal al-Qur’an di
pondok pesantren nahdalatut thalibin, puji baru 2 tahun dalam
menghafal Al-Qur’an, puji menghafal Al-Qur’an karena dorongan
orang tua. Puji sedikit kesulitan dalam menghafal Al-Qur’an, karena
tingkat membaca Al-Qur’annya rendah baru memulai belajar membaca
Al-Qur’an, maka banyak santri lain yang membantunya dalam
menghafal. Manfaat yang puji dapatkan selama menghafal Al-Qur’an
adalah kesabaran, dan rasa lega jika hafalnnya lancar.
43
Jadi penulis menyimpulkan dari data yang di atas bahwa santri
mendapatkan manfaat dari proses menghafal Al-Qur’an yaitu
kesabaran dan perasaan yang nyaman jika perjuangan dalam
menghafalkan Al-Qur’an nya berhasil dengan baik.
c. Nama : Dewi kumala sari
Umur : 13 tahun
Tempat : Aula Pondok Nahdlatut Thalibin
Hari/Tanggal : Rabu, 20 September 2017
Dewi kurang dalam mengikuti bimbingan menghafal Al-
Qur’an Di Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin, dewi Sudah 2 tahun
mengikuti bimbingan menghafal Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Nahdlatut Thalibin, di Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin dewi
kesulitan dalam membagi waktu antara waktu menghafal dan kegiatan
di sekolah, karena dewi lebih senang mengikuti kegiatan di sekolah.
Manfaat yang di dapatkan dewi selama bimbingan menghafal
Al-Qur’an yaitu senang dan nyaman, karena dewi sadar waktu dalam
belajar menghafal itu sedikit karena mengikuti kegiatan di sekolah.
Dewi merasa susah jika hafalannya kurang baik karena hasilnya nanti
dewi harus mengulang lagi hafalannya hingga lancar.
Jadi penulis menyimpulkan dari data yang di atas bahwa santri
mendapatkan manfaat dari proses menghafal Al-Qur’an yaitu
kesenangan dalam hati dan nyaman, karena waktu yang kurang untuk
44
menghafal dewi nyaman meskipun waktu menghafal sedikit dalam
menghafalkan Al-Qur’an nya berhasil dengan baik
d. Nama : Aimatul Aufa
Umur :12 tahun
Tempat : Aula Pondok Nahdlatut Thalibin
Hari/Tanggal : Rabu, 20 September 2017
Aufa rutin mengikuti bimbingan menghafal Al-Qur’an di
Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin, baru 1 tahun Uufa menghafal
Al-Qur’an, dan menghafal adalah keingninan Aufa sendiri. Meskipun
seperti itu aufa merasa kesulitan dalam menghafal Al-Qur’an tetapi
keinginan yang kuat dalam menghafal, terbentur dalam padatnya
kegiatan di sekolah.
Selama proses menghafal Al-Qur’an, aufa di bantu santri lain
dalam menghafal Al-Qur’an, yaitu berupa ditemani atau simaan yaitu
tukar menukar hafalan dan saling mengkoreksi hafalan. Manfaat yang
aufa dapatkan dalam proses ini yaitu kepedulian sesama santri dalam
menghafal dan membantu cepat untuk menghafal, dan ketika proses
bimbingan menghafal Al-Qur’an aufa merasa nyaman dan lega jika
hafalnnya baik dan lancar.
Jadi penulis menyimpulkan dari data yang di atas bahwa santri
mendapatkan manfaat dari proses menghafal Al-Qur’an yaitu
45
kepedulian santri, rasa nyaman dan lega dalam mengikuti bimbingan
menghafal Al-Qur’an jika hasilnya baik dan lancar.
e. Nama : Siti Nur Cholifah
Umur : 13 tahun
Tempat : Aula Pondok Nahdlatut Thalibin
Hari/Tanggal : Rabu, 20 September 2017
Ifah rutin dalam mengikuti bimbingan menghafal Al-Qur’an
di Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin, sudah 2 tahun Ifah
menghafal Al-Qur’an, keputusan menghafal Al-Qur’an ialah
keputusan Ifah sendiri Ifah bersemangat dalam menghafal minimal
ifah menghafal 2 lembar, tetapi kadang Ifah mengalami kesulitan
dalam menghafal jika situasi di sekitarnya kurang nyaman.
Ketia ifah menghafal dengan situasi yang nyaman ifah dapat
menghfal sampai 3 lembar. Manfaat yang di dapatkan ifah dalam
menghafal Al-Qur’an yaitu fokus dalam satu hal yang dia lakukan dan
ketenangan hati.
Jadi penulis menyimpulkan dari data yang di atas bahwa santri
mendapatkan manfaat dari proses menghafal Al-Qur’an yaitu fokus
dalam menghafal dan ketenangan hati.
B. Pelaksanaan Bimbingan Menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren
Nahdalatut Thalibin.
1. Waktu dan tempat pelaksanaan
46
Kegiatan bimbingan menghafal Al-Qur’an rutin dilaksanakan
setiap hari oleh Ustdzh. Hanik Mutmainnah dalam dua kali pertemuan di
setiap harinya yaitu setelah Isyak dan setelah sholat subuh. Kegiatan
dilakukan setelah melaksanakan sholat Isyak berjamaah. “kegiatan
bimbingan menghafal al-Qur’an setelah Isyak di mulai dari 20.00 WIB
sampai dengan jam 22.00 WIB. Setelah melakukan sholat isyak berjamaah
di masjid.”3
JADWAL KEGIATAN BIMBINGAN MENGHAFAL AL-
QUR’AN
Tabel 6
Jadwal Kegiatan Bimbingan Menghafal Al-Qur’an4
No Waktu Kegiatan
1. 19.00 - 19.30 WIB Shalat Isyak berjamaah. Dzikir
dan doa
2. 20.00 - 22.00 WIB Mulai menghafal al-Qur’an
3. 22.00 - 03.00 WIB Waktu bebas.
4. 04.30 - 05.00 WIB Sholat Subuh berjamaah dan
Dzikir di Masjid
4. 05.00 - 06.00 Mulai bimbingan menghafal
Al-Qur’an
3 Wawancara pribadi dengan Ustdzh HanikMutmainnah, 11 september 2017
47
2. Metode Bimbingan Menghafal Al-Qur’an Pondok Pesantren Nahdlatut
Thalibin.
Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin menggunakan Metode
Wahdah, yaitu menghafal satu persatu ayat yanghendak dihafalnya. Untuk
mencapai hafalan awal setiap ayat dibaca sebanyaksepuluh kali atau lebih,
hingga proses ini dengan sendirinya mampumengkondisikan ayat-ayat
yang dihafalnya, bukan saja dalam bayangannyaakan tetapi hingga benar-
benar mampu membentuk gerak refleks padalisannya.
Selain menggunakan metode Wahdaah di Pondok Pesantren
Nhadlatut Thalibin juga menggunakan Metode Sima’i yaitu, penghafal
mendengarkan bacaanyang akan dihafalnya, dengan cara :
a. Mendengarkan langsung dari guru yang membimbingnya dan
mengajarnya.
b. Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akrab dihafalnya kedalam
pitakaset sesuai dengan kebutuhan dan secara seksama sambil
mengikuti secaraperlahan-lahan.
Jadi dalam kegiatan proses menghafal Al-Qur’an di Pondok
Pesantren Nahdalatut Thalibiin para santri menggunakan dua metode yang
di ajarkan di pondok tersebut dan kedua metode tersebut efektif di
terapkan pada santri remaja Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin.
48
3. Hafalan Santri Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin
Proses hafalan di Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin itu di mulai
dari surah Al-Fatihah sampai Surah An-Nas, atau dari juz 1 hingga juz 30.
Masing masing santri menghafal Al-Qur’an minimal 1 lembar Al-Qur’an
perhari kadang ada beberapa santri yang sanggup menghafal 3 sampai 4
lembar, berikut keterangan beberapa santri di Pondok Pesantren
Nahdalatut Thalibin :
a. Nurul Iatiqomah
Nurul dalam mengikuti bimbingan menghafal Al-Qur’an di
Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin dia saudah 3 tahun dia
menghafal, dan kini hampir selesai dalam menghafal Al-Qur’an.
Nurul masuk pondok pesantren berawal dari perintah orang tuanya,
yang awalnya nurul merasa ragu dalam menghafal, karena melihat
latar belakan pendidikan nurul sebelumnya adalah sekolah SD.
Setelah menjalani kehidupan di pondok beransur-ansur nurul
mulai mampu dalam menghafal. Nurul mendapatkan banyak manfaat
selama mondok di pesantren yaitu tentang ilmu agama, dan
ketenangan hati. Nurul merasa tenang jika membaca dan menghafal
Al-Qur’an, tetapi terkadang nurul mengalami kesulitan dalam
menghafal jika banyak ayat-ayat yang hampir mirip.
Hafalan Nurul saat ini sudah 26 juz. Dan yang di hafal surah
Muhammad. Setiap harinya menghafal sebanyak 3 lembar Al-Qur’an.
49
b. Dwi Puji Lestari
Puji mengikuti bimbingan menghafal Al-Qur’an di Pondok
Pesantren Nahdalatut Thalibin, Puji baru 2 tahun dalam menghafal Al-
Qur’an, Puji menghafal Al-Qur’an karena dorongan orang tua. Puji
sedikit kesulitan dalam menghafal Al-Qur’an, karena tingkat
membaca Al-Qur’annya rendah baru memulai belajar membaca Al-
Qur’an, maka banyak santri lain yang membantunya dalam
menghafal. Manfaat yang puji dapatkan selama menghafal Al-Qur’an
adalah kesabaran, dan rasa lega jika hafalnnya lancar.
Hafalan Puji saat ini sudah 14 juz. Dan yang di hafal surah An-
Nahl. Setiap harinya enghafal sebanyak 2 lembar Al-Qur’an.
c. Dewi Kumala Sari
Dewi mengikuti bimbingan menghafal al-Qur’an di Pondok
Pesantren Nahdlatut Thalibin, dewi Sudah 2 tahun mengikuti
bimbingan menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Nahdlatut
Thalibin, di Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin dewi kesulitan
dalam membagi waktu antara waktu menghafal dan kegiatan di
sekolah, karena dewi lebih senang mengikuti kegiatan di sekolah.
Manfaat yang di dapatkan dewi selama bimbingan menghafal
Al-Qur’an yaitu senang dan nyaman, karena dewi sadar waktu dalam
belajar menghafal itu sedikit karena mengikuti kegiatan di sekolah.
Dewi merasa susah jika hafalannya kurang baik karena hasilnya nanti
dewi harus mengulang lagi hafalannya hingga lancar.
50
Hafalan Dewi saat ini sudah 10 juz. Dan yang di hafal surah
At- Taubah. Setiap harinya enghafal sebanyak 1 lembar Al-Qur’an.
d. Aimmatul Aufa
Aufa mengikuti bimbingan menghafal Al-Qur’an di Pondok
Pesantren Nahdlatut Thalibin, baru 1 tahun Uufa menghafal Al-
Qur’an, dan menghafal adalah keingninan Aufa sendiri. Meskipun
seperti itu aufa merasa kesulitan dalam menghafal Al-Qur’an tetapi
keinginan yang kuat dalam menghafal, terbentur dalam padatnya
kegiatan di sekolah.
Selama proses menghafal Al-Qur’an, aufa di bantu santri lain
dalam menghafal Al-Qur’an, yaitu berupa ditemani atau simaan yaitu
tukar menukar hafalan dan saling mengkoreksi hafalan. Manfaat yang
aufa dapatkan dalam proses ini yaitu kepedulian sesama santri dalam
menghafal dan membantu cepat untuk menghafal, dan ketika proses
bimbingan menghafal Al-Qur’an aufa merasa nyaman dan lega jika
hafalnnya baik dan lancar.
Hafalan Aufa saat ini sudah 7 juz. Dan yang di hafal surah Al-
An’am. Setiap harinya enghafal sebanyak 2 lembar Al-Qur’an.
e. Siti Nur Cholifah
Ifah rutin dalam mengikuti bimbingan menghafal Al-Qur’an
di Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin, sudah 2 tahun Ifah
menghafal Al-Qur’an, keputusan menghafal Al-Qur’an ialah
51
keputusan Ifah sendiri Ifah bersemangat dalam menghafal minimal
ifah menghafal 2 lembar, tetapi kadang Ifah mengalami kesulitan
dalam menghafal jika situasi di sekitarnya kurang nyaman.
Ketia ifah menghafal dengan situasi yang nyaman ifah dapat
menghfal sampai 3 lembar. Manfaat yang di dapatkan ifah dalam
menghafal Al-Qur’an yaitu fokus dalam satu hal yang dia lakukan dan
ketenangan hati.
Hafalan Aufa saat ini sudah 13 juz. Dan yang di hafal surah Ar-
Ra’ad. Setiap harinya enghafal sebanyak 2 lembar Al-Qur’an.
Tabel 7
Daftar Hafalan Santri Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin
No Nama Santri Surah yang di
hafal dan Juz
Lembar yang di
hafal
1 Nurul Istiqomah Muhammad juz
26
3 lembar perhari
2 Dwi Puji Lestari An-Nahl juz 14 2 lembar perhari
3 Dewi Kumala Sari At-taubah juz 10 1 lembar perhari
4 Aimmatul Aufa Al- An’am juz 7 2 lembar perhari
5 Siti Nurcholifah Ar-ra’ad juz 13 2 lembar
perhari
52
3 Strategi Coping Santri Dalam Bimbingan Menghafal Al-Qur’an Di Pondok
Pesantren Nahdalatut Thalibin Tayu.
Berdasarkan hasil wawancara dari 5 informan santri Pondok
Pesantren Nahdalatut Thalibin dapat terlihat bahwa bentuk-bentuk startegi
Coping santri dalam menghadapi bimbingan menghafal Al-Qur’an adalah
emotion-focused coping dan Problem-focused coping. Namun strategi
coping yang paling efektif bagi santri adalah problem-focused coping
yang santri lakukan dalam melakuakan kegiatan menghafal Al-Qur’an.
Diantaranya adalah :
Tabel 8
No Strategi Coping Santri
1 a. Cara subjek dalam menghadapi kesulitan dalam menghafal
Al-Qur’an adalah dengan menumbuhkan kesadaran diri,
subjek menghafal setiap selesai melakukan kegiatan di
sekolah atau pada wakyu luang dan setelah merasa siap
dengan hafalan langsung menyetor hafalan kepada guru
pembimbing.
b. Cara yang paling efektif menurut subjek adalah memilih
tempat yang kondusif untuk menghafal al-Qur’an karena
subjek mengaku sulit berkonsentrasi ketika dalam keaaan
ramai.
2 a. Cara subjek dalam menghadapi kesulitan dalam menghafal
Al-Qur’an adalah dengan belajar, berusaha sesuai
53
kemampuan dan pasrah. Dengan membaca setiap hari dan
menghafalkan satu-dua ayat kemudian langsung disetorkan
kepada guru pembimbing.
b. Cara yang paling efektif menurut subjek adalah sering
membaca dan langsung menyetor hafalan kepada guru
pembimbing.
3 a. Cara subjek dalam menghadapi kesulitan dalam menghafal
Al-Qur’an adalah berusaha untuk menghadapi semua
tantangan dan istiqomah (konsisten). Selain itu dengan
menggunakan waktu luang sebaik-baiknya untuk menghafal.
Selain dengan menggunakan waktu luang dengan sebaik-
baiknya, cara subjek dalam menghafalkan Al-Quran adalah
dengan menggunakan sya’ir.
b. Cara yang paling efektif menurut subjek adalah dengan
istiqomah (konsisten), niat, usaha dan berdoa.
4 a. Cara subjek dalam menghadapi kesulitan dalam menghafal
Al-Qur’an adalah mengatur waktu dengan baik (pembagian
waktu untuk menghafal dan pemanfaatan waktu luang.
b. Cara yang paling efektif menurut subjek adalah memilih
tempat yang kondusif untuk menghafal Al-Quran dan sering
mengulangulang hafalan, dan rutin berkonsultasi dengan
pembimbing.
5 a. Cara subjek dalam menghadapi kesulitan dalam menghafal
54
Al-Qur’an adalah dengan membuat target yaitu subjek sudah
harus mengkhatamkan Al-Quran sebelum usia 20 tahun,
melakukan refreshing dengan cara bercanda dengan anak
kamar ketika merasa bosan, membaca berulang-ulang ayat
Al-Quran, meminta bantuan teman untu menyimak hafalan
dan langsung menyetor hafalan kepada guru pembimbing.
Cara subjek dalam menghafalkan Al-Quran yaitu subjek
membagi strategi menjadi dua waktu, yaitu pada pagi dan
malam hari. Pada malam hari, subjek menanmbah hafalan Al-
Qur’an dan pada pagi hari, subjek mengulang hafalan yang
sudah subjek hafalankan pada malam sebelumnya. Subjek
melakukan setoran kepada guru pembimbing pada saat selesai
jamaah sholat isya’. Terkadang subjek juga meminta tolong
teman untuk menyimak hafalan subjek sebelum subjek
menyetorkan kepada guru pembimbing.
b. Cara yang paling efektif menurut subjek adalah sering
membaca dan mengulang-ulang.
Hasil penelitian di atas mengenai bentuk-bentuk strategi coping
santri dalam menghadapi kesulitan dalam menghafal Al-Qur’an di Pondok
Pesantren Nahdlatuut Thalibin Tayu sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Nahareko yang menemukan bahwa remaja akhir adalah
masa konsolidasi menuju periode dewasa. Pada masa ini, remaja akhir
55
semakin mantap terhadap fungsi-fungsi inteleknya, dan dalam tahap ini
terjadi perubahan kecenderungan memikirkan diri sendiri kepada
kecenderungan memperhatikan orang lain, sehingga remaja akhir
melakukan proses Problem Focused Coping5. Kemudian melihat latar
belakang santri yang tinggal berjauhan dengan orang tua dan keluarga,
Problem-Focused Coping juga melupakan strategi coping yang paling
sering digunakan meliputi pemecahan masalah, bekerja keras, fokus pada
positif dan dukungan sosial.
4. Pengaruh Bimbingan Menghafal Al-Qur’an Terhadap kemampuan Coping
Santri
Berdasarkan hasil penelitian dari 5 informan di atas, maka dapat
terlihat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping santri
dalam menghadapi kesulitan menghafal Al-Qur’an berasal dari faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi karakteristik
personal (kepribadian dan cara santri dalam menyelesaikan masalah) dan
persepsi diri (cara santri dalam menilai diri santri sendiri). Pengaruh faktor
internal terlihat pada lima orang subjek dalam menyelesaikan masalah dan
dalam menilai diri sendiri, seperti:
5 Nahareko, Coping remaja akhir terhadap perilaku selingkuh ayah.
Indigenous Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi, 11 2009, hal. 20-25.
56
Tabel 9
Pengaruh Faktor Internal Terhadap Strategi Coping Santri
No Faktor Internal ( Karakteristik Personal dan Persepsi Diri )
1 Nurul Istiqomah
a. Cara subjek dalam menyelesaikan masalah adalah langsung
menghadapi dan menyelesaikan masalah tersebut. Subjek
berpendapat bahwa ketika masalah ditunda-tunda, maka akan
semakin menumpuk dan merepotkan.
b. Penilaian subjek terhadap diri sendiri adalah cenderung
tergesagesa dan ingin masalah cepat terselesaikan. Selain itu,
subjek juga merasa bahwa subjek masih suka berfikir pendek.
2 Puji Dwi Lestari
a. Cara subjek dalam menyelesaikan masalah adalah berusaha
berfikir dengan dewasa dan memohon kepada Allah agar
menjernihkan pikiran subjek.
b. Meskipun terkadang subjek menilai diri subjek sendiri masih
kurang mampu dalam mengontrol emosi. Subjek merasa
terkadang masih seperti anak kecil, sehingga dalam
menyelesaikan masalah masih dengan emosi yang tidak
terkontrol, seperti marah-marah.
3 Dewi Kumalasari
a. Cara subjek dalam menyelesaikan masalah adalah langsung
menyelesaikan masalah tersebut dengan cepat, tenang, kepala
57
dingin dan tidak menghindari masalah.
b. Penilaian subjek terhadap diri sendiri adalah subjek
merupakan orang yang melakukan segala sesuatu sesuai
dengan kemampuan subjek. Subjek berusaha untuk
merencanakan segala hal dengan baik sebelum melakukan
sesuatu.
4 Aimmatul Aufa
a. Cara subjek dalam menyelesaikan masalah adalah
menganalisis masalah terlebih dahulu dengan
mempertimbangkan pandangan ke depan terhadap keputusan
yang akan diambil.
b. Subjek menilai diri sendiri sebagai individu yang mampu
menyelesaikan masalh sendiri. Bahkan subjek merupakan
tempat curahan hati bagi teman-teman yang sedang memiliki
masalah. Subjek merupakan orang yang selalu berorientasi ke
depan.
5 Siti Nur Cholifah
a. Cara subjek dalam menyelesaikan masalah adalah langsung
menghadapi masalah itu sendiri. Namun jika masalah tersebut
dirasa sulit, maka subjek akan menghindari masalah tersebut
terlebih dahulu kemudan datang kembali untuk
menyelesaikan. Selain itu, ketika ada masalah maka subjek
akan berdiskusi dengan teman dekat, beribadah dan berdoa
58
kepada Allah serta tidak memikirkan masalah yang sekiranya
tidak penting.
b. Penilaian subjek terhadap diri sendiri adalah perfeksionis
(ingin sempurna dan maksimal dalam mengerjakan segala
sesuatu).
Kemudian untuk faktor eksternal, meliputi dukungan keluarga,
sekolah dan sosial. Dukungan keluarga kepada santri untuk menghadapi
tekanan yang disebabkan oleh sulitnya dalam menghafal adalah:
a. Menelfon dan menjenguk (Subjek 1, 2 dan 4)
b. Mengajak berbincang, memberi motivasi, dukungan, semangat,
masukan dan arahan tanpa memaksakan kehendak anak
(Subjek 1, 2 dan 4)
c. Mendoakan, meridhoi, dan berpuasa ketika anak sedang
melangsungkan tes (Subjek 1, 5 dan 6).
4 Pelaksanaan Bimbingan Menghafal Al-Qur’an.
Setiap kegiatan pasti memiliki tata cara atau prosedur tertentu agar
tujuan dari kegiatan tersebut bisa tercapai sesuai dengan apa yang
direncakanan, meskipun dalam kegiatan menghafal al-Qur’an ini belom
ada buku pedoman khusus namun metode yang dilakukan dalam kegiatan
sebisa mungkin dapat diterima dan dipraktekkan dengan baik. Berikut
adalah pernyataan-pernyataan yang penulis dapat kan dari beberapa
informan mengenai pelaksanaan bimbingan menghafal al-Qur’an.
59
Nurul Istiqomh mengemukakan :
“ cara menghafalnya dengan cara sedikit demi sedikit atau per ayat,
kemudian diulang-ulang sampai hafal.”6
Ustadzh Hanik Mutmainnah mengemukakan :
“ Proses bimbingan menghafal Al-Qur’an di mulai dengan terlebih
dahulu sholat isyak berjamaah, kemudian setelah selesei sholat dan
berdzikir santri mulai membentuk lingkaran dengan membawa Al-Qur’an
masing-masing kemudian satu persatu secara bergantian santri
memperdengarkan apa yang dihafalkan kepada pembimbing setelah itu
pembimbing memperingati santri jika ada hafalan yang kurang tepat, dan
di suruh mengulang ayat yang kurang tepat tadi sebanyak sepuluh kali
bahkan sampai dupuluh kali hingga hafalannya tepat. Begitu juga
seterusnya.”7
Sama hal nya pernyataan yang diungkapkan oleh KH. Ahmad
Dzikron yaitu :
“setelah sholat Isyak berjamaah, kemudian berdzikir dan berdoa.
Santri membentuk lingkaran dan memulai mengulang hafalan hari
kemarin, setelah sudah lancar dilanjut kepada ayat berikutnya, setelah itu
ayat pun diulang satu persatu oleh anak-anaknya sampai lancar hafalanya.
Menjelang selesei bimbingan kami membahas arti dari ayat tersebut dan
6 Wawancara pribadi dengan Nurul Istiqomah, Santri Pondok Pesantren Nahdlatut
Thalibin 20 september 2017. Aula pondok 7 Wawancara pribadi dengan Ustadzh Hanik Mutmainnah, pembimbing mengfahal al-
Qur’an pondok pesantren Nahdlatut Thalibin 7 september 2017
60
saya menjelaskan maksud dari ayat tersebut serta bagaimana
mengaplikasikan kedalam kehidupan sehari-hari.”8
Berdasarkan analisis penulis dari hasil wawancara dan observasi di
lapangan bahwa proses bimbingan yang di lakukan oleh KH. Ahmad
Dizikron di mulai dengan sholat isyak berjamaah, kemudian berdoa dan
berdzikir bersama. Kemudian membentuk lingkaran dan mulai menghafal
dengan mengulang hafalan hari kemarin. Menghafal ayat yang baru di
hafal satu persatu secara bergantian sampai lancar baru kemudian di
lanjutkan menghafal ayat berikutnya.
Dari hasil observasi dan wawancara dilapangan penulis
menyimpulkan bahwa bimbingan menghafal Al-Qur’an di Pondok
Pesantren Nahdlatut Thalibin dengan menggunakan metode Thariqoh
Wahdah yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak
dihafalnya, setiap ayat bisa dibaca sepuluh kali, atau dua puluhkali, atau
lebih sehingga proses ini membentuk pola dalam bayangannya dan
membentuk gerak refleks pada lisanya. Cara ini dianggap mudah oleh para
terbimbing meskipun terkadang ada beberapa ayat yang panjang yang agak
sulit untuk dihafal.
Setiap suatu kegiatan pastinya tidak selalu berjalan dengan baik,
ada saja hambatan yang terjadi, namun dibalik itu semua ada pula faktor
pendukung yang senantiasa membuat proses kegiatan masih tetap dapat
berjalan.
8 Wawancara pribadi dengan KH. Ahmad dzikron, Pengasuh Pondok pesantren
Nahdalatut Thalibin 7 september 2017
61
Dari hasil wawancara dan temuan di lapangan penulis dapat
menyimpulkan faktor penghambat dan faktor pendukung yang terjadi pada
proses bimbingan menghafal al-Qur’an di pondok pesantren nahdalatut
thalibin yaitu :
a. Faktor Penghambat
Menurut santri putri Nurul Istiqomah mengemukakan :
“sebenernya gampang kak, gag ribet kok menghafalnya cuma kadang
males apalagi kalau pas waktu ualangan sekolah susah pilih yang
mana.” (sambil senyum-senyum ke arah penulis)9
Santri putri Puji Dwi Lestari mengemukakan :
“iya kak, kadang suka males hehehe, biar gag males biasanya aku nulis-
nulis nama gitu kak nanti jadi gag males lagi.”10
Santri putri Dewi Kumalasari juga mengemukakan :
“ hehe iya kaka, kadang binggung aja bagi waktunya kegiatan di
sekolah dan pondok sama sam padat.”11
Dari ketiga hasil wawancara yang penulis dapatkan, bisa
disimpulkan bahwa hambatan yang sering terjadi dan di alami oleh para
santri berasal dari diri sendiri yaitu sifat malas yang terkadang muncul.
Keadaan seperti itu masih dapat dimengerti karena usia-usia remaja
9Hasil wawancara dengan Nurul Istiqomah, Santri Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin
20 September 2017. 10
Hasil wawancara dengan Puji Dwi Lestari pada tanggal 20 September 2017. 11
Hasil wawancara dengan Dewi Kumalasari pada tanggal 20 September 2017
62
memang masa masa peralihan dari anak menuju dewasa. Dari hasil
wawancara pembimbing tidak begitu ada hambatan yang, seperti yang
diungkapkan oleh KH. Ahmad Dzikron :
“ iya namanya juga santri remaja kadang kalau lagi keluar malesnya
jadinya gag mau untuk menghafal, hambatan lainya terkadang capek
karna udah seharian kegiatan di sekolah.”12
b. Faktor Pendukung
Selain beberapa faktor penghambat yang penulis temukan di
lapangan namun ada pula faktor pendukung yang penulis temukan,
yang membuat bimbingan menghafal al-Qur’an di Pondok Pesanten
Nahdlatut Thalibin ini mampu terus tetap ada meskipun dengan anak
didik yang sedikit berkurang dari awal di mulainya bimbingan ini.
Seperti yang diungkapkan oleh Nurul Istiqomah :
“saya senang kak menghafal jadi saya si gag ngerasa ada hambatan atau
kendala dalam menghafal.”13
Begitupun yang dikemukakan oleh puji dwi Lestari :
“ meskipun terkadang ada masalah sesama teman, tapi saya senang kak
menghafal soalnya membuat saya lebih tenang.”14
Dewi Kumalasari mengemukakan :
12
Wawancara pribadi dengan KH. Ahmad Dzikron, 7 September 2017 13
Hasil wawancara dengan Nurul Istiqomah Santri Putri Pondok PesntrenNahdlatut
Thalibin pada tanggal 20 September 2017. 14
Hasil wawancara dengan Puji dwi Lestari, pada tanggal 20 September 2017.
63
“saya senang menghafal kak karena ingin menjadi penghafal Al-Qur’an
dan ingin membahagiakan orang tua.”15
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor pendukung
berasal dari dalam diri para terbimbing, yaitu ketertarikan dan
keinginan menghafal dari hati. Merasa senang menghafal sehingga
meskipun ada beberapa hambatan atau sifat malas yang kadang muncul
tidak menjadikan mereka berhenti menghafal.
Tujuan beberapa santri ini mengikuti bimbingan menghafal al-
Qur’an ialah untuk membahagiakan orang tua juga merupakan faktor
pendukung mereka dalam menghafal Al-Qur’an.
15
Hasil wawancara dengan Dewi Kumalasari, pada tanggal 20 September 2017.
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian penulis dapat menyimpulkan bahwa Pondok Pesantren
Nahdalatut Thalibin yang menerapkan menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang
hendak dihafalnya, setiap ayat bisa dibaca sepuluh kali, atau dua puluhkali, atau lebih
sehingga proses ini membentuk pola dalam bayangannya dan membentuk gerak refleks
pada lisanya. Kegiatan proses menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Nahdalatut
Thalibiin para santri menggunakan dua metode yaitu metode Wahdah dan metode
Sima’i, kedua metode tersebut efektif di terapkan pada santri remaja Pondok Pesantren
Nahdlatut Thalibin.
Metode ini dianggap mudah oleh para santri meskipun terkadang ada beberapa
ayat yang panjang, dan hampiir mirip yang menambah sulit untuk dihafal oleh santri.
Hasilnya kadang santri mengalami kebingungan karena melitah kalimat-kalimat yang
hampir mirip, dan merasa tidak tenang karena setiap harinya harus bimbingan hafalan
kepada pengasuh Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin.
strategi coping santri putri Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin Tayu, dalam
menghadapi kesulitan untuk menghafal Al-Qur’an santri dengan menumbuhkan
kesadaran diri, memilih tempat yang kondusif untuk menghafal Al-Qur’an, sering
membaca dan langsung menyetor hafalan kepada guru pembimbing, berusaha untuk
menghadapi semua tantangan dalam menghafal dan istiqomah (konsisten)
Faktor pendukung berasal dari dalam diri para santri, yaitu ketertarikan dan
keinginan menghafal dari hati dan keinginan membahagiakan orang tua. Tujuan
beberapa santri ini mengikuti bimbingan menghafal Al-Qur’an ialah untuk
65
membahagiakan orang tua juga merupakan faktor pendukung mereka dalam menghafal
Al-Qur’an.
B. Saran
Dari hasil pengamatan penulis mengenai bimbingan menghafal Al-Qur’an di
Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin, penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Untuk pembimbing, perlu ada inovasi dalam hal metode menghafal Al-
Qur’an selaian metode yang sering di terapkan dalam menghafal Al-Qur’an selama ini,
sehingga para santri mempunyai banyak metode yang sekiranya mereka santri bisa
terapkan dalam diri.
2. Untuk pembimbing perlu mengatur santri dalam hal kegiatan di luar
pondok atau membatasi ke ikut sertaan dalam kegiatan ekstakulikuler di sekolahan
santri, agar santri bisa fokus dalam suatu bidang atau fokus dalam menghafal Al-
Qur’an.
3. Untuk para santri yang menghafal Al-Qur’an, agar saling memotivasi
sesama santri agar dalam menghafal Al-Qur’an lancar, jauh dari rasa malas, dan
ciptakan lingkungan yang nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
Amirsyah Sahil. Pedoman Penyusuann Proposal Tesis: 2012: Program Studi
Pengkajian Ketahanan Nasional Program Pascasarjana UI: Jakarta
Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam: 2010: Rineka Cipta:
Jakarta
Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an: 2011: Rineka Cipta:
Jakarta
Badru Zaman, Coping stress orang tua yang memiliki anak kecanduan narkoba :
Skripsi S1 Fakultas Psikologi : 2010: Universitas Islam Negeri Jakarta:
Jakarta
Basrowi dan Suwandi : Memahami Penelitian Kualitatif : Rineka Cipta : Jakarta
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga : 2002 : PT Balai Pustaka,
Jakarta
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan konseling di
Sekolah, 2000 : Rineka Cipta : Jakarta
Thohari Musnawar, Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam, 1992 : UII
Press :Yogyakarta
E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, 1983 :
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi,
LPSP3 UI: Jakarta
Elvinaro Ardianto, M.Si, Metodologi Penelitian untuk Public Relation: 2010:
Simbiosa Rekatama Media: Bandung
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial: 2010:
Salemba humanika: Jakarta
Husaini Husman, Metodologi Penelitian Sosial, 2000: Bumi Aksara: Jakarta
Hallen A, Bimbingan dan Konseling, 2002: Ciputat Pres: Jakarta
Hasil Wawancara dengan Nurul Istiqomah, Santri Pondok Pesantren Nahdalatut
Thalibin 20 September 2017.
Hasil Wawancara dengan Puji Dwi Lestari pada tanggal 20 September 2017.
Hasil Wawancara dengan Dewi Kumalasari pada tanggal 20 September 2017
Wawancara pribadi dengan KH. Ahmad Dzikron, 7 September 2017.
Hasil wawancara dengan Nurul Istiqomah Santri Putri Pondok PesntrenNahdlatut
Thalibin pada tanggal 20 September 2017.
Hasil wawancara dengan Puji dwi Lestari, pada tanggal 20 September 2017.
Hasil wawancara dengan Dewi Kumalasari, pada tanggal 20 September 2017.
Iskandar. Metode Penelitian Kualitatif, 2009: GP Press: Jakarta:
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, Teori dan Praktek, 2013: Bumi
Aksara: Jakarta
Istiqomah Wibowo, dkk., Psikologi Komunitas 2011: LPSP3: Depok
JP. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, 2004: PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta
M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Islam, 2008: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta
M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Islam, 2008: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, 2000: Hidakarya Agung: Jakarta
Psikis, Jurnal Psikologi islami Vol. 1 no. 1 2015: Juni (), h. 60.
Pdf. Buku Psikologi Santri Penghafal Al-Qur’an: Peranan Regulasi Diri.
Pdf. Buku Psikologi Santri Penghafal Al-Qu’an: Peranan Regulasi Diri.
Pdf. Psikologi Santri Penghafal Al-Qur’an: Peranan Regulasi Diri.
Pdf. Buku Psikologi Santri Penghafal Al-Qur’an: Peranan Regulasi Diri.
Psikis, Jurnal Psikologi islami Vol. 1 no. 1 Juni 2015.
Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 2005: Alfabeta: Bandung
Richard S. Lazarus dan Susan Folkman, Stress Appraisal and Coping: 1984 Spiring
Publishing Company: New York
Syaikh Manna Al Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al Qur’an, Terj. Aunur Rafiq
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik, 2003: Bulan
Bintang: Jakarta
Sa’dullah, 9 Cara Cepat Menghafal Al-Qur’an, 1994: Gema Insani Press: Jakarta
Sa’dullah, 9 Cara Cepat Menghafal Al-Qur’an, 1994: Gema Insani Press: Jakarta
Triantoro Safaria, & Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi: Sebuah Panduan
Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif Dalam Hidup Anda, 2009: PT
Bumi Aksara: Jakarta
Tantawy R, Kamus Bimbingan dan Konseling 1997: PT. Pamator: Jakarta
Triantoro Safaria, & Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi: Sebuah Panduan
Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif Dalam Hidup Anda, 2009: PT
Bumi Aksara: Jakarta
Widiyawati, ”Gambaran perilaku coping perempuan yang mengalami kekerasan
dalam rumah tangga, 2009: Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas
Islam Negeri Jakarta: Jakarta
Wawancara pribadi dengan KH.Ahmad Dzikron, Pembimbing Menghafal al-
Qur’an,pondok pesantren nahdlatut thalibin, pada 7 September 2017.
Wawancara pribadi dengan Ustadzh Hanik Mutmainnah,pengasuh Pondok
Pesantren Nahdlatut Thalibin, 11 September 2017.
Wawancara pribadi dengan Ustdzh HanikMutmainnah, Pengasuh Pondok Pesantren
Nahdalatut Thalibin, 11 september 2017.
Wawancara pribadi dengan Nurul Istiqomah, Santri Pondok Pesantren Nahdlatut
Thalibin 20 september 2017. Aula pondok.
Wawancara pribadi dengan Ustadzh Hanik Mutmainnah, pembimbing mengfahal al-
Qur’an pondok pesantren Nahdlatut Thalibin 7 september 2017 .
Wawancara pribadi dengan KH. Ahmad dzikron, Pengasuh Pondok pesantren
Nahdalatut Thalibin 7 september 2017.
Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama, 1993: Ramadhani: Solo
Lembar wawancara : Nurul Istiqomah
Umur : 14 Tahun
Lokasi wawancara :Asrama Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin
No Kolom Pertanyaan Kolom Jawaban
1 Apakah Nurul rutin mengikuti bimbingan menghafal
al-Qur’an di pondok ?
iya.
2 Sudah berapa lama Nurul mengikuti bimbingan
menghafal al-Qur’an di pondok nahdlatut Thalibin ?
kira-kira 3 tahun kak tapi
lupa lupa inget gitu.
3 Mengapa tertarik untuk menghafal al-Qur’an di
pondok ini ? apakah karna keinginan pribadi atau atas
dorongan orang tua ?
seneng aja si kak, awalnya
emang disuru orang tua tapi
sekarang Insyaallah beneran
dari hati kok sukanya.
4 Lalu sekarang tujuan Nurul mengikuti bimbingan
menghafal Al-Qur’an di pondok pesantren nahdlatut
thalibin ?
Ingin membahagiakan orang
tua kak.
5 Bagaimana cara menghafal Al-Qur’an yang diberikan
oleh pembimbing di pondok pesantren nahdlattut
thalibin ?
Per ayat gitu kak sedikit
demi sedikit biar gampang
hafalnya, Kadang sampai
satu halaman.
6 Apakah menurut Nurul cara tersebut sudah efektif
untuk menghafal ?
Sudah si kak gampang
soalnya.
7 Apakah manfaat yang Nurul rasakan setelah
mengikuti bimbingan menghafal Al-Qur’an di pondok
pesantren nahdlatut thalibin ?
Tenang dan mendapat ilmu
yang banyak dalam
menghafal Al-Qur’an.
8 Bagaimana hubungan Nurul dengan santri santri lain ? Alhamdulillah baik kak, tapi
kadang ada yang nyebelin.
9 Nyebelin seperti apa maksudnya ? Biasanya lagi ngafal ada
yang ganggu, di becandain
kak dan ledek ledekan kalu
tau susah ngafalnya.
10 Selama nurul di pondok ini bagaimana perstasi di
sekolah ?
alhamdulillah baik kak.
11 Susah atau enggak membagi waktu di pondok dengan
di sekolah ?
Susah Susah gampang kak,
tapi banyak susahnya dari
pada gampangnya
12 maksudnya bagaimana nurul ? Susah kalau waktunya uts
atau uas kak jadi binggung
bagi waktu menghafal sama
belajarnya, mau belajar takut
hafalnnya kurang, mau
ngafal takut ga bisa jawab
soal soal ujian.
13 Selama menghafal Al-Qur’an apakah nurul pernah
mengeluh ?
pernah kak
14 mengeluh apa ? kalau ketemu ayat-ayat yang
hampir sama dan mengulang
ulang dan itu bikin binggung.
15 Pernahkah sampai marah-marah ? marah sih enggak kak,
geregetan aja sama
dirisendiri kenapa susah
banget nyantolnya.
16 kalau udah seperti itu nurul terus bagaimana ?
Apakah udahan ngafalnya atau tetap lanjut ngafalnya?
aku sudahi kak, terus tiduran.
17 Sampai kapan mau lagi untukmenghafal lagi ?
Atau ada waktu yang lama dalam menengankan
perasaanmu?
sampai ada keinginan lagi
dalam melanjutkan hafalan
kak.
18 Selama waktu kamu malas dalam menghafal itu
adakah dalam hati mu ingin melanjutkan hafalan lagi.
ini yang saya senang dalam
pondok ini kak, santri-santri
lain banyak yang
nyemangatin, banyak yang
membantu saya dalam
menghafal, jadin saya
beersemangat lagi dalam
menghafal karena ingat saya
ingin menjadi orang yang
hafal Al-Qur’an dan
membanggakan orang tua
saya.
Lembar wawancara : Dwi Puji Lestari
Umur : 13 tahun
Lokasi wawancara :Asrama Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin
No Kolom Pertanyaan Kolom Jawaban
1 Apakah Puji rutin mengikuti bimbingan menghafal
al-Qur’an di pondok ?
Kurang kak.
2 Sudah berapa lama Puji mengikuti bimbingan
menghafal al-Qur’an di pondok nahdlatut Thalibin ?
2 tahun kak.
3 Puji menghafal Al-Qur’an di pondok ini apakah
karna keinginan pribadi atau atas dorongan orang tua ?
Dorongan orang tua
4 Lalu sekarang tujuan Puji mengikuti bimbingan
menghafal Al-Qur’an di pondok pesantren nahdlatut
thalibin ?
ingin membahagiakan orang
tua kak.
5 Bagaimana cara menghafal Al-Qur’an yang diberikan
oleh pembimbing di pondok pesantren nahdlattut
thalibin ?
per ayat kak sedikit demi
sedikit, Kadang satu
halaman.
6 Apakah menurut Puji cara tersebut sudah efektif untuk
menghafal ?
Efektif kak.
7 Apakah manfaat yang Puji rasakan setelah mengikuti
bimbingan menghafal al-Qur’an di pondok pesantren
nahdlatut thalibin ?
lega dan nyaman kak.
8 Bagaimana hubungan Puji dengan santri santri lain ? Alhamdulillah baik kak.
9 Apa banyak yang membantu Puji ? ya kak, kadang saya yang
jadi ga enak sama santri lain
karna sering ngerepotin.
10 Ngerepotin apa ? Sering mintai tolong
dampingi ngafal kak.
11 Selama Puji di pondok ini bagaimana perstasi di
sekolah ?
Biasa saja kak.
12 Susah atau enggak membagi waktu di pondok dengan
di sekolah ?
Susah kak, ga imbang
13 maksudnya bagaimana Puji ? Banyak kegiatan di sekolah
yang di pondok jadi kurang
kak.
14 Apa saja itu puji ?
Macam-macam ada qori’ah,
silat, drum band, paskibra.
Saya ikut drum band
15 Memang di bolehkan dari pondok ikut drum band ?
Bebas kok kak, asal
waktunya ngaji ya ngaji.
16 Selama menghafal Al-Qur’an apakah Puji pernah
mengeluh ?
pernah kak.
17 mengeluh apa ? sulit dalam mengingat kak.
18 Pernahkah sampai marah-marah ? sering malahan kak.
19 kalau udah seperti itu Puji terus bagaimana ?
Apakah udahan ngafalnya atau tetap lanjut ngafalnya?
ya berhenti, terus jalan-jalan.
20 memang di pondok ini santrinya bebas ? ga sih kak saya aja yang
bandel.
21 Terus kapan mau lagi untuk melanjutkan hafalan ? sampai ada keinginan lagi
dalam melanjutkan hafalan
kak.
22 Selama waktu kamu malas dalam menghafal itu
adakah dalam hati mu ingin melanjutkan hafalan lagi.
iya kak, apalagi kalau lihat
teman lain pada nderes ya
kepengen.
Lembar wawancara : Dewi Kumalasari
Umur : 13 tahun
Lokasi wawancara :Asrama Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin
No Kolom Pertanyaan Kolom Jawaban
1 Apakah Dewi rutin mengikuti bimbingan menghafal
al-Qur’an di pondok ?
kurang kak.
2 Sudah berapa lama Dewi mengikuti bimbingan
menghafal al-Qur’an di pondok nahdlatut Thalibin ?
Sudah 2 tahun kak.
3 Apa yang membawa Dewi ke pondok pesantren ini
untuk menghafal al-Qur’an ? apakah karna keinginan
pribadi atau atas dorongan orang tua ?
di suruh orang tua.
4 Awalnya menolak apa nurut aja ? Nolak kak.
5 Kok sekarang bisa di pondok ini ? bujukan dari ibu, dan embah
dan akhirna saya luluh dan
mau mondok.
6 Lalu sekarang tujuan Dewi mengikuti bimbingan
menghafal al-Qur’an di pondok pesantren nahdlatut
thalibin ?
ingin jadi penghafal Al-
Qur’an yang baik biar jadi
anak sholihah.
7 Bagaimana cara menghafal al-Qur’an yang diberikan
oleh pembimbing di pondok pesantren nahdlattut
thalibin ?
per ayat atau sampai satu
halaman.
8 Apakah menurut Dewi cara tersebut sudah efektif
untuk menghafal ?
Efektif kak.
9 Apakah manfaat yang Dewi rasakan setelah mengikuti
bimbingan menghafal al-Qur’an di pondok pesantren
nahdlatut thalibin ?
plong, kalau lancar susah
kalu di suruh ngulang lagi.
10 Bagaimana hubungan Dewi dengan santri santri lain ? alhamdulillah baik baik saja.
11 Selama Dewi di pondok ini bagaimana perstasi di
sekolah ?
alhamdulillah baik kak.
12 Susah atau enggak membagi waktu di pondok dengan
di sekolah ?
Alhamdulillah enggak kak
13 Selama menghafal Al-Qur’an apakah Dewi pernah
mengeluh ?
pernah kak,
14 Mengeluh apa ? kalau ga bisa cepat hafal.
15 Pernahkah sampai marah-marah ? pernah kak.
16 Kalau udah seperti itu Dewi terus bagaimana ?
Apakah berhenti ngafalnya atau tetap lanjut
ngafalnya?
berhenti besok di ualangi
lagi.
Lembar wawancara : Aimatul Aufa
Umur : 14 tahun
Lokasi wawancara :Asrama Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin
No Kolom Pertanyaan Kolom Jawaban
1 Apakah Aufa rutin mengikuti bimbingan menghafal
Al-Qur’an di pondok ?
Iya.
2 Sudah berapa lama Aufa mengikuti bimbingan
menghafal Al-Qur’an di pondok nahdlatut Thalibin ?
Sudah 3 tahun.
3 Aufa menghafal Al-Qur’an di pondok ini apakah
karna keinginan pribadi atau atas dorongan orang tua ?
Keinginan sendiri.
4 Lalu sekarang tujuan Aufa mengikuti bimbingan
menghafal al-Qur’an di pondok pesantren nahdlatut
thalibin ?
Ingin membahagiakan orang
tua kak dan menjadi anak
yang solihah
5 Bagaimana cara menghafal al-Qur’an yang diberikan
oleh pembimbing di pondok pesantren nahdlattut
thalibin ?
per ayat kak sedikit demi
sedikit, Kadang satu
halaman.
6 Apakah manfaat yang Aufa rasakan setelah mengikuti
bimbingan menghafal al-Qur’an di pondok pesantren
nahdlatut thalibin ?
lega dan nyaman kak.
7 Bagaimana hubungan Aufa dengan santri santri lain ? alhamdulillah baik kak.
8 Apa banyak yang membantu Aufa dalam menghafal ?
ya kak, kadang saya yang
jadi ga enak sama santri lain
karna sering ngerepotin.
9 Ngerepotin apa ?
Sering mintai tolong
dampingi ngafal kak.
10 Selama Aufa di pondok ini bagaimana perstasi di
sekolah ?
Biasa saja kak.
11 Susah atau enggak membagi waktu di pondok dengan
di sekolah ?
Susah kak, ga imbang
12 Maksudnya bagaimana Aufa ?
Banyak kegiatan di sekolah
yang di pondok jadi kurang
kak.
13 Apa saja itu Aufa ?
Disekolah osis, drum band,
silat, qiroah, paskibra.
14 Aufa ikut yang mana ? Saya ikut drum band, dan
osis.
14 Memang di bolehkan dari pondok ikut drum band ?
Bebas kok kak, asal
waktunya ngaji ya ngaji.
15 Selama menghafal Al-Qur’an apakah Aufa pernah
mengeluh ?
pernah kak.
16 mengeluh apa ? sulit salam mengingat kak.
17 Pernahkah sampai marah-marah ? Ga kak, kesal saja kak.
18 kalau udah seperti itu Aufa terus bagaimana ?
Apakah udahan ngafalnya atau tetap lanjut ngafalnya?
ya berhenti, lalu jalan cari
cemilan.
19 memang di pondok ini santrinya bebas ? Ga kak, harus izin dulu.
20 Terus kapan mau lagi untuk melanjutkan hafalan ? Kalau udah ga males lagi.
21 Selama waktu kamu malas dalam menghafal itu
adakah dalam hati mu ingin melanjutkan hafalan lagi.
Iya kak, apalagi kalau lihat
teman lain pada nderes ya
kepengen.
Lembar wawancara : Siti Nur Cholifah
Umur : 14 tahun
Lokasi wawancara :Asrama Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin
No Kolom Pertanyaan Kolom Jawaban
1 Apakah Ifah rutin mengikuti bimbingan menghafal
Al-Qur’an di pondok ?
Alhamdulillah rutin.
2 Sudah berapa lama Ifah mengikuti bimbingan
menghafal al-Qur’an di pondok nahdlatut Thalibin ?
Sudah 3 tahun.
3 Ifah menghafal Al-Qur’an di pondok ini apakah
karna keinginan pribadi atau atas dorongan orang tua
Keinginan sendiri.
4 Lalu sekarang tujuan Ifah mengikuti bimbingan
menghafal al-Qur’an di pondok pesantren nahdlatut
thalibin ?
Ingin membahagiakan orang
tua dan menjadi Ahli Al-
Qur’an
5 Bagaimana cara menghafal Al-Qur’an yang diberikan
oleh pembimbing di pondok pesantren nahdlattut
thalibin ?
Dikit demi sedikit kak, ayat
perayat.
6 Apakah menurut Ifah cara tersebut sudah efektif untuk
menghafal ?
Bagi saya sudah efektif kak.
7 Apakah manfaat yang Ifah rasakan setelah mengikuti
bimbingan menghafal Al-Qur’an di pondok pesantren
nahdlatut thalibin ?
Kalau udah bimbingan itu
senang iya, susah iya. Senang
kalau hafalannya lancar malu
kalau hafalannya kurang
lancar.
8 Bagaimana hubungan Ifah dengan santri santri lain
dan teman-teman di sekolah ?
Alhamdulillah baik kak.
11 Selama Aufa di pondok ini bagaimana perstasi di
sekolah ?
Biasa-biasa saja.
12 Susah atau enggak membagi waktu di pondok dengan
di sekolah ?
Alhamdulillah ga susah.
16 Selama menghafal Al-Qur’an apakah Ifah pernah
mengeluh ?
Pernah kak.
17 Mengeluh apa ? Sering lupa, udah ngafal satu
halaman sering kebalik balik
hafalannya.
18 Pernahkah sampai marah-marah ? Alhamdulillah gak kak.
19 Kalau udah seperti itu Ifah terus bagaimana ?
Apakah udahan ngafalnya atau tetap lanjut ngafalnya?
Istirahat, tidur tiduran sambil
nyanyi nyani.
21 Terus kapan mau lagi untuk melanjutkan hafalan ?
Kalau fikirannya udah fokus
lagi.
22 Selama waktu kamu malas dalam menghafal itu
adakah dalam hati mu ingin melanjutkan hafalan lagi.
Iya kak, ingat pesan orang
tua, rajin nderesnya, biar
cepat hafal.
Biografi Santri Putri Pondok Pesantren Nahdalatut Thalibin
1. Nurul Istiqomah
Nurul Istiqomah berusia 14 tahun lahir di Rembang, 16 Oktober 2003. Nurul
putri ke tiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Ahmad Munif dan Siti Romzah.
Sekarang duduk di bangku kelas IX. Nurul mempunyai hobi membaca dan
mendengarkan musik religi. Nurul masuk pondok pesantren berawal dari perintah
orang tuanya, yang awalnya nurul merasa ragu dalam menghafal, karena melihat latar
belakan pendidikan nurul sebelumnya adalah Sekolah Dasar Negeri. Setelah
menjalani kehidupan di pondok beransur-ansur nurul mulai mampu dalam menghafal.
Dan sampai sekarang Nurul sudah menghafal selama 3 tahun di pondok pesantren
nahdlatut thalibin.
2. Dwi Puji Lestari
Dwi Puji Lestari yang akrab di panggil Puji berusia 13 tahun, lahir di Pati 7
Mei 2004. Puji putri ke 2 dari 3 bersaudara, dari pasangan pernikahan Subawi dan
Suwarti. Sekarang duduk di kelas VIII. Puji mempunyai hobi nemdengarkan musik,
dan bernyanyi. puji baru 2 tahun dalam menghafal Al-Qur’an, puji menghafal Al-
Qur’an karena dorongan orang tua. Puji sedikit kesulitan dalam menghafal Al-Qur’an,
karena tingkat membaca Al-Qur’annya rendah baru memulai belajar membaca Al-
Qur’an, maka banyak santri lain yang membantunya dalam menghafal.
3. Dewi Kumalasari
Dewi Kumalasari berusia 13 tahun, lahir di Jepara 4 Mei 2004. Teman-teman
sekolahan dan santri-santri Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin memanggilnya
dengan mana Dewi. 2 tahun mengikuti bimbingan menghafal al-Qur’an di pondok
pesantren Nahdlatut Thalibin. Dewi putri pertama dari 2 bersaudara dari pasangan
pernikahan Muhammad Rifa’i dan Siti Munjanah. di pondok pesantren Nahdlatut
Thalibin dewi kesulitan dalam membagi waktu antara waktu menghafal dan kegiatan
di sekolah, karena Dewi lebih senang mengikuti kegiatan di sekolah. Salah satu
kegiatan di sekoah yang Dewi ikuti adalah Drum Band, selain Drum Band Dewi
gemar membaca buku cerita-cerita dan mendengarkan musik. Latar belakang
pendidikan sebelum memasuki sekolah di MTs Sirojul Anam Tayu Dewi bersekolah
di Madrasah Ibtidaiyah Pecangaan Jepara.
4. Aimmatul Aufa
Aimmatul Aufa berusia 12 tahun, lahir di Rembang 2 Juli 2005, Aufa anak
pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Afandi dan Fatimah. Baru 1 tahun Aufa
menghafal Al-Qur’an, dan menghafal adalah keingninan Aufa sendiri. Dia ingin
seperti ibunya yang menghafal Al-Qur’an, dan ingin menjadi ahli Qur’an. Selama
proses menghafal Al-Qur’an, Aufa di bantu santri lain dalam menghafal Al-Qur’an,
yaitu berupa ditemani atau simaan yaitu tukar menukar hafalan dan saling
mengkoreksi hafalan masing-masing. Sebelum masuk pondok pesantren Aufa
bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah Sarang Rembang. Hobi Aufa adalah bersepedah
dan membaca.
5. Siti Nurcholifah
Siti Nurcholifah berumur 13 tahun lahir di Kudus 15 April 2004, Aufa Putri ke
4 dari 4 bersaudara, putri dari pasangan pernikahan Ali Syakroni dan Nur Azizah. Ifah
sapaan akrabnya duduk di bangku kelas VIII MTs Sirojul Anam Tayu, dan
sebelumnya Ifah bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah Colo Kudus. sudah 2 tahun Ifah
menghafal Al-Qur’an, keputusan menghafal Al-Qur’an ialah keputusan Ifah sendiri
Ifah bersemangat dalam menghafal minimal Ifah menghafal 2 lembar, tetapi kadang
Ifah mengalami kesulitan dalam menghafal jika situasi di sekitarnya kurang nyaman.
Hobi mendengarkan musik dan menulis buku deary.
Wawancara dengan santri putri Pondok Pesantren Nahdlatut Thalibin di Aula pondok
Santri santri putri Pondok Pesantren Nahdaltut Thalibin
Foto pengasuh pondok pesantren dan para pengajar beserta staf pondok pesantren nahdlatut
thalibin